OPTIMALISASI PERAN JASA TRANSPORTASI KERETA API: PENDEKATAN MODEL DIAMOND’S PORTER
Tim Peneliti: Agus Syarip Hidayat
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 2009
i
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd i
6/22/2010 6:10:24 PM
©2009 Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI)
KATALOG DALAM TERBITAN PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI ILMIAH LIPI
Optimalisasi Peran Jasa Transportasi Kereta Api: Pendekatan Model Diamond’s Porter/editor Agus Syarif Hidayat. - [Jakarta] : Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2009.
i-xiv + 156 hlm: 15 cm x 21 cm
385 ISBN : 978-602-8659-13-0
Penerbit: LIPI Press, anggota Ikapi Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Widya Graha Lt. 4 - 5 Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 10, Jakarta 12710 Telp: 021-5207120 Fax: 021-526 2139
ii
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd ii
6/22/2010 6:10:34 PM
KATA PENGANTAR Salah satu masalah mendasar yang kini dihadapi oleh wilayah Jabodetabek adalah kemacetan lalu lintas yang luar biasa parahnya. Masalah kemacetan ini menimbulkan dampak lanjutan mulai dari pemborosan BBM, berkurangnya produktivitas kerja, hingga pencemaran lingkungan akibat polusi udara yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kualitas hidup warga yang tinggal di wilayah Jabodetabek. Terjadinya kemacetan ini sangat berkaitan dengan manajemen transportasi perkotaan di Jabodetabek yang bisa dikatakan masih amburadul. Hingga saat ini belum ada solusi yang tepat dan komprehensif yang diharapkan bisa mengatasi kemacetan di wilayah ini, khususnya di Jakarta. Dari sisi kebijakan, masalah kemacetan ini tidak terlepas dari penekanan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah yang terlalu memfokuskan pada moda transportasi jalan raya. Padahal, di negara-negara maju, moda transportasi perkotaan lebih ditekankan moda transportasi jalan rel, lebih khususnya adalah pada kereta api commuter yang dintegrasikan dengan moda transportasi jalan raya. Berangkat dari keprihatinan akan perkembangan moda transportasi jalan rel yang masih tertinggal, penelitian “Optimalisasi peran jasa transportasi kereta api: pendekatan model diamond’s Porter” ini akan menganalisis perkembangan moda transportasi jalan rel khususnya jasa angkutan kereta api commuter Jabodetabek. Penelitian ini dirancang untuk dilakukan selama tiga tahun dengan tujuan akhir menghasilkan sebuah konsep peningkatan daya saing jasa angkutan kereta api commuter Jabodetabek dengan pendekatan Model Diamond’s Porter.
i
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:i
6/22/2010 6:10:34 PM
Tim peneliti mengucapkan terimkasih kepada semua pihak (khususnya PT. KAI Commuter Jabodetabek, Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Barat, Dinas Perhubungan Propinis Banten, DAOP I PT. KAI, Kementrian Pendidikan Nasional) yang telah membantu dalam proses penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi pada pembenahan perkeretapaian nasional, khususnya kereta api commuter Jabodetabek.
Jakarta, 15 Desember 2009 Tim Peneliti
ii
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:ii
6/22/2010 6:10:34 PM
ABSTRAK Studi ini diarahkan pada upaya untuk memformulasikan sebuah model untuk optimalisasi peran kereta api commuter dalam sistem transportasi Jabodetabek. Studi ini akan dilakukan selama dua tahun dengan model dasar yang digunakan sebagai rujukan adalah Diamond’s Porter Model. Pada tahun pertama, tujuan antara yang akan dicapai adalah membuat pemetaan atas berbagai permasalahan umum dan pemetaan kesenjangan penawaran dan permintaan kereta api commuter. Ada tiga target untuk mencapai tujuan ini, ayitu (a) mengidentifikasi sisi penawaran atau faktor input; (b) mengidentifikasi sisi permintaan dan (c) mengidentifikasi berbagai peraturan seputar transportasi yang terkait langsung dengan perkeretaapian. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner dan wawancara mendalam dengan beragam pemangku kepentingan. Sementara data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber terpercaya seperti BPS, PT. KAI, PT. KAI Commuter Jabodetabek dll. Secara umum studi ini menyimpulkan bahwa peran kereta api commuter dalam sistem transportasi Jabodetabek masih jauh dari optimal. Kesenjangan antara penawaran dan permintaan kereta api commuter sangat jelas terjadi di beberapa wilayah. Hal ini terjadi karena adanya berbagai masalah di sisi faktor input, masalah umum yang mendasar dan masalah regulasi. Di sisi faktor input, identifikasi akan kondisi prasarana dan sarana menunjukkan bahwa banyak dari mereka memiliki usia yang terbilang tua, sehingga kinerjanya kurang maksimal. Pemeliharaan akan faktor input pun masih jauh dari memadai. Survey akan kepuasan konsumen terhadap faktor input tersebut menunjuk-
iii
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:iii
6/22/2010 6:10:35 PM
kan bahwa secara umum konsumen merasa tidak puas akan kondisi faktor input, khususnya yang terkait langsung dengan konsumen seperti gerbong kereta api commuter. Sementara itu, tiga masalah umum yang dianggap signifikan mempengaruhi belum optimalnya peran kereta api commuter adalah: Pertama, manajemen pengelolaan kereta api commuter masih belum memadai; Kedua, harmonisasi kelembagaan diantara para pemangku kepentingan masih sangat lemah; Ketiga, integrasi kereta api commuter dan moda transportasi publik lainnya belum terjalin secara sistematis. Hal ini diperparah dengan belum lengkapnya berbagai regulasi pendukung bidang perkeretaapian sebagai penjabaran dari UU Nomor 23 Tahun 2007. Kata Kunci: Kereta api commuter Jabodetabek, Diamond’s Porter Model, Faktor Input dan Faktor Permintaan
iv
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:iv
6/22/2010 6:10:35 PM
ABSTRACT
This study focuses on discussion of how to formulate a model for optimization of commuter train role in the Jabodetabek transportation system. This model will be designed under the framework of Diamond’s Porter Model within two years consecutive studies. In the first year, this study has set intermediate objectives, which are to create a mapping of general problems and mapping of supply demand gap analysis. Three targets of this analysis are (a) to identify supply side or factor inputs of Jabodetabek commuter train; (b) to identify demand side of Jabodetabek commuter train; (c) to identify the regulations of transportation issues particularly related to the train. To attain those targets, thus this study is analyzed in the perspective of economic of transportation and public policies approaches. Therefore, the method of analysis is explanatory approach. It emphasizes on exploring of many complex objects and facts and giving assessment intervention to those objects and facts. This study uses both primary data and secondary data. Primary data are collected through questionnaires and in depth interview with a number of stakeholders, while, secondary data are collected from various sources, such as BPS, PT KAI, and Dirjen Perkeretaapian. This study found that there are three significant problems caused Jabodetabek commuter train has not been able to optimize their role: First , aspect of train management is not well arranged; second, aspect of institutional harmonization among stakeholders is still weak; Third, integrated transportation modes between commuter train and others
v
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:v
6/22/2010 6:10:35 PM
public transportation is not well settled yet. Identifying of factor inputs found that the quantitiy of Jabodetabek commuter train cannot meet appropriate services for the customers. Moreover, many of the factor inputs are in the ”sunset” age. Therefore, their performance is far from optimum. One of the causes of these condition is because of poor and incomplete regulation. Even though government has enacted new regulation of railway system that is Undang-undang number 23 Year 2007, the supporting regulations such as Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri have not been issued yet by government.
vi
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:vi
6/22/2010 6:10:35 PM
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................... ABSTRAK ......................................................................................... ABSRACT ......................................................................................... DAFTAR ISI ....................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................ DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK .....................................................
i iii v vii xi xiv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................. Oleh : Agus Syarip Hidayat & Maxensius Tri Sambodo 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Permasalahan dan Tujuan Penelitian .................................. 1.3 Keluaran Yang Diharapkan ...................................................... 1.4 Lingkup Kegiatan ....................................................................... 1.5 Metodologi ................................................................................... 1.6 Alur Pikir Penelitian.................................................................... 1.7 Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ................ 1.8 Teknik Analisis.............................................................................. 1.9 Roadmap Penelitian ..................................................................
1
BAB 2 KEBIJAKAN PERKERETAAPIAN DI INDONESIA: MENUJU MASYARAKAT BERBASIS KRL (KERETA REL LISTRIK)....... Oleh : Maxensius Tri Sambodo 2.1 Pengantar ...................................................................................... 2.2 Kebijakan di Bidang Perkeretaapian ................................... 2.3 Kereta Rel Listrik / KRL .............................................................. 2.4 Temuan di Propinsi Jawa Barat .............................................. 2.5 Penutup .........................................................................................
1 5 6 6 7 10 14 15 15
17 17 19 23 25 27
vii
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:vii
6/22/2010 6:10:35 PM
BAB 3 FAKTOR INPUT KERETA API ............................................... Oleh : Sairi Erfainie 3.1 Pengantar ...................................................................................... 3.2 Perkembangan Kondisi Prasarana Kereta Api .................. 3.3 Sarana Perkeretaapian .............................................................. 3.4 Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Perkeretaapian ............................................................................ 3.5 Penutup ......................................................................................... BAB 4 ANALISIS FAKTOR PERMINTAAN JASA ANGKUTAN KERETA API COMMUTER DI JABODETABEK ..................... Oleh : Dhani Agung Darmawan 4.1 Pengantar .................................................................................... 4.2 Dinamika Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api ......... 4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Jasa Angkutan Kereta Listrik (KRL) .............................................. 4.4 Analisis Survei Tingkat Kepuasan Konsumen Jasa Angkutan Kereta Api ............................................................. 4.5 Penutup .........................................................................................
29 29 30 38 41 45
47 47 49 52 63 94
BAB 5 PENGALAMAN INDIA, JEPANG DAN AUSTRALIA DALAM PENGELOLAAN KERETA API COMMUTER ........... 97 Oleh : Nurlia Listiani 5.1 Pengantar ..................................................................................... 97 5.2 Perkeretaapian di Indonesia .................................................. 98 5.3 Kondisi Perkeretaapian di India ............................................ 102 5.4 Kondisi Perkeretaapian di Jepang ....................................... 105 5.5 Kondisi Perkeretaapian di Australia – Brisbane ............... 108 5.6 Penutup ......................................................................................... 113
viii
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:viii
6/22/2010 6:10:35 PM
BAB 6 ANALISIS KESENJANGAN PERMINTAAN DAN PENAWARAN JASA ANGKUTAN KERETA API COMMUTER JABODETABEK.................................................................... 115 Oleh : Agus Syarip Hidayat 6.1 Pengantar ...................................................................................... 115 6.2 Kesenjangan Infrastruktur....................................................... 116 6.3 Kesenjangan Sarana Gerbong Dengan Jumlah Penumpang .................................................................................. 119 6.4 Implikasi Kesenjangan Permintaan dan Penawaran........... 131 6.5 Penutup ......................................................................................... 133 BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................... 135 DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 139 LAMPIRAN .......................................................................... 144
ix
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:ix
6/22/2010 6:10:35 PM
x
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:x
6/22/2010 6:10:35 PM
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4
Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8
Aspek, Variabel dan Indikator ................................................. Roadmap penelitian................................................................... Regulasi Terkait dan yang Diperlukan dari UU No No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian ......... SDM Perkeretaapian Berdasarkan Pendidikan Tahun 2006 .................................................................................... Pokok-pokok Permasalahan Seputar Pelayanan KRL Jabodetabek ................................................................................. Perawatan Alat Produksi Jalan Rel & Jembatan 2005-2007 ...................................................................................... Penyediaan Jembatan Kereta Api Indonesia..................... Kekuatan Alat Produksi Sinyal & Telekomunikasi 2005-2007 ...................................................................................... Jumlah Lokomotif dan Armada Kereta Api Siap Operasi (Daerah Operasi Jawa), tahun 2005-2008 ......................................................................... Kekuatan Alat Produksi Sarana Tahun 2005-2007 ........... Kekuatan Sumber Daya Manusia Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2005-2007 ............................................. Sumber Daya Manusia Berdasarkan Fungsi Tugas, 2005-2007 ...................................................................................... Analisis Crosstab antara Gender dengan KA..................... Analisis Crosstab antara Usia dengan KA ........................... Analisis Crosstab antara Jenis Pekerjaan dengan KA ..... Analisis Crosstab antara Tarif dengan KA ........................... Analisis Crosstab antara Frekuensi dengan KA ................ Analisis Crosstab antara Aktivitas dengan KA .................. Analisis Crosstab antara Aktivitas dengan Frekuensi ..... Analisis Crosstab antara Tarif dengan Frekuensi..............
8 15 20 23 24 33 34 35
40 41 43 44 54 55 56 57 58 59 60 61
xi
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:xi
6/22/2010 6:10:35 PM
Tabel 4.9 Analisis Crosstab antara Alasan dengan Tarif.................... Tabel 4.10 Analisis Crosstab antara Tarif dengan Respon .................. Tabel 4.11 Hasil Analisis Crosstab Jenis KA dengan Kepuasaan Konsumen Terhadap Jasa KRL ................................................ Tabel 4.12 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Nyaman 1 ........ Tabel 4.13 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Aman 1............. Tabel 4.14 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Kebersihan 1 .. Tabel 4.15 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Toilet 1 .............. Tabel 4.16 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Kesehatan ....... Tabel 4.17 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Parkir 1 ............. Tabel 4.18 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Parkir 2 ............. Tabel 4.19 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Akses................. Tabel 4.20 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Ticketing .......... Tabel 4.21 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Pemeriksa........ Tabel 4.22 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Security ............ Tabel 4.23 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Tepat Waktu1 . Tabel 4.24 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Tepat Waktu2 . Tabel 4.25 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Nyaman2 ......... Tabel 4.26 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Aman2.............. Tabel 4.27 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Kebersihan2 ... Tabel 4.28 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Toilet2 ............... Tabel 5.1 Jalur Kereta Api Tokyo ............................................................... Tabel 6.1 Teknologi On-Board Perkeretaapian Nasional Saat ini .. Tabel 6.2 Teknologi Sistem Internal Perkeretaapian Nasional Saat ini ............................................................................................. Tabel 6.3 Penumpang KRL Jabodetabek Menurut Kelas ................. Tabel 6.4 Pertumbuhan Penumpang KRL Jabodetabek Menurut Kelas .............................................................................. Tabel 6.5 Volume Penumpang Per Wilayah Tahun 2008 .................. Tabel 6.6 Perkiraan Jumlah Penumpang Menurut Kelas di Tiga Wilayah............................................................................................
62 63 66 67 69 70 72 74 75 77 78 79 81 83 84 86 88 90 92 93 107 117 117 119 120 124 125
xii
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:xii
6/22/2010 6:10:35 PM
Tabel 6.7
Perkiraan Rata-rata Jumlah Penumpang Per Gerbong dalam satu Trip Perjalanan Kereta Api Commuter Jabodetabek di Tiga Wilayah .................................................. 125 Tabel 6.8 Perkiraan Rata-rata Jumlah Penumpang Kereta Api Commuter Jabodetabek Kelas Ekonomi Pada Saat Jam Sibuk ................................................................................................ 128 Tabel 6.9 Perkiraan Rata-rata Jumlah Penumpang Kereta Api Commuter Jabodetabek Kelas Ekspress Pada Saat Jam Sibuk ................................................................................................ 129 Tabel 6.10 Ketepatan Kereta Api Terhadap Jadwal perjalanan ........ 130
xiii
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:xiii
6/22/2010 6:10:35 PM
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
Diagram 1.1 Kerangka Pemikiran Optimalisasi Peran Jasa Angkutan Kereta Api................................................................................... Diagram 1.2 Model Diamond’s Porter ...................................................... Grafik 4.1 Jumlah Penumpang Angkutan Kereta Api di Jawa dan Sumatera Menurut Lintasan ....................................... Grafik 4.2 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Nyaman1 ..... Grafik 4.3 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Aman1 .......... Grafik 4.4 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Kebersihan1 Grafik 4.5 Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Toilet1 ........... Grafik 4.6 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Kesehatan ... Grafik 4.7 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Parkir1........... Grafik 4.8 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Parkir2........... Grafik 4.9 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Akses ............. Grafik 4.10 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Ticketing ...... Grafik 4.11 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Pemeriksa .... Grafik 4.12 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Security ........ Grafik 4.13 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Tepat Waktu1 Grafik 4.14 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Tepat Waktu2 Grafik 4.15 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Nyaman2 ..... Grafik 4.16 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Aman2 .......... Grafik 4.17 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Kebersihan2 Grafik 4.18 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Toilet2 ...........
10 13 50 68 69 71 73 74 76 77 79 80 82 83 85 87 89 91 92 94
Gambar 5.1
Nilai PSO tahun 2005-2008 .................................................. 100
Gambar 6.1
Peta Jalur Kereta Api Commuter Jabodetabek............. 123
xiv
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec2:xiv
6/22/2010 6:10:35 PM
Optimalisasi Peran Jasa Transportasi Kereta Api-Pendekatan Model Diamond’s Porter: Suatu Pengantar
BAB 1 OPTIMALISASI PERAN JASA TRANSPORTASI KERETA API-PENDEKATAN MODEL DIAMOND’S PORTER: SUATU PENGANTAR Agus Syarip Hidayat & Maxensius Tri Sambodo
1.1 Latar Belakang Sektor trasportasi khususnya jasa kereta api belum memberikan kontribusi berarti bagi perekonomian nasional. Pada tahun 2005 porsi angkutan rel terhadap produk domestik bruto (PDB) berada pada posisi paling kecil dibandingkan dengan sektor pengangkutan lainnya. Bahkan hal yang sangat mengejutkan jasa angkutan rel sejak tahun 2002 hingga 2005 selalu mengalami pertumbuhan yang negatif, sedangkan jasa angkutan lainnya mengalami pertumbuhan yang positif. Kondisi cukup parah terjadi di tahun 2003 dimana jasa ini mengalami penurunan hingga minus 9,8% (Statistik Indonesia 2005/2006). Jika diperhatikan secara lebih rinci, penurunan kinerja sektor angkutan kereta api dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama, produksi kereta api penumpang yang diukur dalam satuan kilometer penumpang (KP). Pada tahun 2001 mencapai 18.270 juta KP dan secara bertahap turun menjadi 14.345 KP di tahun 2005 (Statistik Perhubungan Tahun 2005). Kedua, dari sisi jumlah penumpang telah terjadi penurunan yang cukup berarti, untuk periode yang sama jumlah penumpang turun dari 186,9 juta orang menjadi 151,5 juta orang (Statistik Perhubungan Tahun 2005). Ketiga, produksi kereta api barang telah mengalami penuruan secara bertahap dari 4.859 juta kilometer ton tahun 2001 menjadi 4.432 juta kilometer ton di tahun 2005.
1
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:1
6/22/2010 6:10:35 PM
Agus Syarip Hidayat & Maxensius Tri Sambodo
Dalam konteks yang lebih mikro, yaitu layanan kereta api wilayah Jabodetabek diketahui bahwa, pada tahun 2003 sekitar 8,3 juta penumpang terdaftar dan di tahun 2007 sudah mencapai 12,7 juta penumpang (Jakarta Dalam Angka, 2001 dan 2008). Perkembangan jumlah penumpang kereta api baik tujuan Jabodetabek dan dalam kota yang terus meningkat menyebabkan tingkat penjualan tiket kereta juga mengalami kenaikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa minat masyarakat untuk menggunakan jasa kereta api untuk layanan di dalam kota semakin besar. Hal ini dapat terjadi karena tingkat kepadatan di dalam kota yang sangat tinggi dan relatif murah serta relatif cepat jasa layanan kereta api dibandingkan dengan armada lainnya. Pada sisi lain, membandingkan rata-rata harga tiket untuk setiap penumpang antara kereta tujuan Jabodetabek dan dalam kota masing-masing yaitu Rp 2.100,00 dan Rp 1.900,00. Hal ini jauh lebih murah dibandingkan dengan tarif kendaraan umum lainnya baik bus besar dan bus sedang (Jakarta Dalam Angka, 2008). Walaupun jumlah penumpang terdaftar di Jabodetabek mengalami peningkatan, namun perkembangan frekuensi penumpang menggunakan kereta api tujuan Jabodetabek justru mengalami penurunan. Tahun 2001 penumpang tujuan Jabodetabek mencapai 121,5 juta orang. Jumlah ini mengalami penurunan menjadi 118,1 juta orang di tahun 2007. Dengan demikian dalam rentang waktu tujuh tahun terakhir terjadi penurunan sekitar 3,4 juta orang. Penurunan jumlah penumpang kereta api dapat terjadi karena sebagian penumpang telah melakukan pengalihan moda transportasi seperti menggunakan kendaraan pribadi ataupun bus umum. Jika diperhatikan volume kendaraan di gerbang tertutup Jagorawi untuk golongan I, IIA dan IIB rata-rata setiap hari mencapai 164.997 di tahun 2001 dan di tahun 2007 sudah
2
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:2
6/22/2010 6:10:35 PM
Optimalisasi Peran Jasa Transportasi Kereta Api-Pendekatan Model Diamond’s Porter: Suatu Pengantar
mencapai 2.134.691 atau mengalami kenaikan hingga 13 kali lipat (Jakarta Dalam Angka, 2001 dan 2008). Penting untuk menjadi catatan bahwa sektor perkeretaapian memiliki fungsi yang saling terintegrasi dengan beberapa kementerian dan lembaga, antara lain perindustrian, perdagangan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata, transportasi, riset dan teknologi, dan kementerian negara BUMN. Melihat kenyataan ini, pola pengembangan sektor perekeratapian perlu dilakukan secara terintegrasi. Namun demikian, sangat disayangkan sektor yang sangat vital sebagai penentu daya saing kurang banyak mendapat perhatian. Pada sisi lain, banyak negara maju yang menjadikan sektor kereta api sebagai basis dalam memacu pertumbuhan ekonomi yang memungkinkan mobilitas manusia, barang dan jasa. Untuk itu diperlukan suatu model ataupun kerangka akan cara-cara yang diperlukan untuk lebih mengoptimalkan peranan kereta api bagi pembangunan nasional. Model peningkatan daya saing diamond’s Porter bisa digunakan sebagai acuan dalam upaya meningkatkan peran jasa transportasi kereta api. Ada empat elemen dasar dalam model ini yaitu factor (input) conditions, context for firm strategy and rivalry, quality of local demand conditions, related and supporting industries. Masing-masing elemen tersebut saling mempengaruhi dan berinteraksi satu dengan lainnya. Dengan demikian, jika salah satu elemen menghadapi masalah maka hal ini akan mempengaruhi elemen lainnya. Memahami lebih seksama model diamond’s Porter paling tidak ada sebelas kebijakan yang dapat diturunkan yaitu: (i) pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya, (ii) pengembangan sumber daya manusia, (iii) ketenagakerjaan, (iv) perbankan, (v) investasi, (vi) aparatur negara, (vii) penelitian dan pengembangan,
3
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:3
6/22/2010 6:10:35 PM
Agus Syarip Hidayat & Maxensius Tri Sambodo
(viii) persaingan usaha, (ix) industri-kluster, (x) perlindungan konsumen, dan (xi) perdagangan luar negeri. Aplikasi model Porter di sektor perkeretapian tentu akan memberikan gambaran sangat komprehensif akan daya saing di sektor tersebut. Dengan melihat adanya kesenjangan yang cukup besar antara potensi dan kondisi riil perkeretaapian Indonesia maka jelas diperlukan revitalisasi dalam memperbaiki kinerja sektor angkutan rel. Mengingat sektor angkutan kereta api tergolong padat modal dan diperlukan investasi yang besar seperti dalam hal penyediaan sarana, pembebasan lahan dan perawatan, maka tentunya juga perlu dikaitkan dengan optimalisasi peran pemerintah pusat, daerah dan sektor swasta dalam menyediakan jasa layanan kereta api. Sebagaimana disebutkan dalam Bab IV pasal 14 UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian bahwa pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota mempunyai kewenangan dalam melakukan pembinaan urusan perkeretaapian. Dalam kaitannya dengan hal ini maka optimalisasi jasa layanan kereta api menjadi hal yang mendesak untuk dilakukan melalui sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan sektor swasta. Untuk mendukung terciptanya hal ini maka perlu kiranya dilakukan berbagai penelitian yang melingkupi aspek manajemen, kelembagaan dan regulasi perkeretaapian. Pentingnya kegiatan penelitian bidang transportasi termasuk masalah manajemen kereta api ini tercantum dalam Agenda Riset Nasional (ARN) 2006-2009 dan juga menjadi salah satu program penelitian prioritas LIPI.
4
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:4
6/22/2010 6:10:35 PM
Optimalisasi Peran Jasa Transportasi Kereta Api-Pendekatan Model Diamond’s Porter: Suatu Pengantar
1.2 Permasalahan dan Tujuan Penelitian Mencermati peran kereta api commuter dalam sistem transportasi Jabodetabek yang masih belum optimal, maka studi ini secara lebih spesifik mencoba mengurai permasalahan kereta api commuter Jabodetabek dalam bingkai analisis model Diamond’s Porter. Secara khusus, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, daerah dan swasta di dalam meningkatkan jasa layanan angkutan kereta api?; (2) Bagaimana model pembiayaan dan penerimaan dalam pengelolaan jasa angkutan kereta api yang berdaya saing?; (3) Bagaimana sistem kelembagaan yang ideal dalam pengelolaan jasa layanan kereta api yang meliputi pembagian fungsi antara pemerintah pusat, daerah dan sektor swasta yang dapat dikembangkan? Setidaknya ada tiga tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu: (1) Mengidentifikasi peran yang dapat dijalankan oleh pemerintah pusat, daerah dan swasta dalam meningkatkan jasa angkutan kereta api; (2) Menyusun model pembiayaan dan penerimaan dalam pengelolaan jasa angkutan kereta api yang paling optimal; (3) Menyusun format kelembagaan yang ideal dalam pengelolaan jasa layanan kereta api yang meliputi pembagian fungsi / peran antara pemerintah pusat, daerah dan sektor swasta. Penelitian ini dirancang untuk dilakukan selama tiga tahun. Untuk mencapai tiga tujuan penelitian di atas, maka tujuan antara yang akan dicapai dalam penelitian tahun pertama ini adalah: (1) Mengidentifikasi faktor input / penawaran dalam jasa angkutan kereta api penumpang dan (2) Mengidentifikasi faktor permintaan jasa angkutan kereta api penumpang.
5
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:5
6/22/2010 6:10:35 PM
Agus Syarip Hidayat & Maxensius Tri Sambodo
1.3 Keluaran yang Diharapkan Pada tahun pertama, penelitian ini diharapkan menghasilkan keluaran berupa: (1) Teridentifikasinya peta faktor input / penawaran dalam jasa angkutan kereta api penumpang di Jabodetabek; (2) Teridentifikasinya peta faktor permintaan dalam jasa angkutan kereta api penumpang di Jabodetabek; (3)Teridentifikasinya Peta kesenjangan permintaan dan penawaran jasa angkutan kereta api penumpang di Jabodetabek (supply-demand gap analysis) Keluaran pada tahun pertama ini diharapkan akan bisa dijadikan dasar dalam menghasilkan keluaran penelitian secara umum yang menyangkut: (1) Teridentifikasinya peran yang dapat dijalankan oleh pemerintah pusat, daerah dan swasta dalam meningkatkan jasa angkutan kereta api; (2) Terbentuknya model pembiayaan dan penerimaan dalam pengelolaan jasa angkutan kereta api yang paling optimal; (3) Tersusunnya format kelembagaan yang ideal dalam pengelolaan jasa layanan kereta api yang meliputi pembagian fungsi / peran antara pemerintah pusat, daerah dan sektor swasta.
1.4 Lingkup Kegiatan Lingkup analisis dalam kegiatan penelitian ini yaitu jasa layanan kereta api penumpang kelas ekonomi, AC ekonomi dan eksekutif untuk komuter di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang dalam hal ini meliputi sisi penyedia, pengguna, dan regulator. Tahapan pelaksanaan kegiatan penelitian ini secara garis besar dibagi ke dalam dua bagian, yaitu:Pertama, studi
6
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:6
6/22/2010 6:10:35 PM
Optimalisasi Peran Jasa Transportasi Kereta Api-Pendekatan Model Diamond’s Porter: Suatu Pengantar
kepustakaan dan kajian situasi yang ada saat ini (existing condition). Dalam tahapan ini, tim peneliti akan melakukan kajian existing condition terkait dengan aspek manajemen perkeretaapian, aspek kelembagaan dan aspek regulasi. Kajian akan difokuskan pada pengkajian dokumen perkretaapian, data, peraturan, dan literatur penunjang. Sebagai bahan pelajaran dan perbandingan, penelitian ini juga akan melakukan kajian manajemen, kelembagaan dan regulasi perkretaapian di beberapa negara Eropa dan Asia yang sukses menjadikan kereta api sebagai sarana transportasi publik yang efektif dan efisien; Kedua, penelitian lapangan. Dalam tahapan ini, tim peneliti mengumpulkan data melalui wawancara mendalam (indepth interview) kepada penyelenggara usaha kereta api dan regulatornya serta penyebaran kuesioner kepada pengguna kereta api. Tahapan penelitian lapangan ini juga sekaligus sebagai upaya melakukan check and recheck temuan dalam tahapan Pertama.
1.5 Metodologi 1.5.1 Pendekatan Penelitian Analisis dalam studi ini ditekankan pada dua pendekatan, yaitu: Pertama, pendekatan ekonomi khususnya ekonomi transportasi. Pendekatan ini mengerahkan pada tercapainya pengelolaan transportasi kereta api yang efisien. Dengan demikian pengangkutan barang dan orang dapat dilakukan secara cepat dengan tingkat harga keekonomian dan tetap memperhatikan sisi keamanan dan keselamatan penumpang dan barang. Kedua, pendekatan administrasi publik yang diarahkan untuk menganalisis permasalahan seputar model pengelolaan dan aspek kelembagaan jasa angkutan kereta api.
7
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:7
6/22/2010 6:10:35 PM
Agus Syarip Hidayat & Maxensius Tri Sambodo
1.5.2 Aspek, Variable dan Indikator Penelitian ini menggunakan model Diamond’s Porter sebagai rujukan dalam menganalisis optimalisasi peran jasa angkutan kereta api. Oleh karena itu, aspek, variable dan inidkator yang digunakan untuk analisis akan mengacu kepada model Diamond’s Porter. Untuk tahun ini, penelitian lebih difokuskan pada dua aspek yaitu faktor input / penawaran dan faktor permintaan.
Tabel 1.1 Aspek, variabel dan Indikator Penelitian
8
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:8
6/22/2010 6:10:35 PM
Optimalisasi Peran Jasa Transportasi Kereta Api-Pendekatan Model Diamond’s Porter: Suatu Pengantar
9
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:9
6/22/2010 6:10:36 PM
Agus Syarip Hidayat & Maxensius Tri Sambodo
1.6 Alur Pikir Penelitian Alur pikir kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Diagram 1.1 Kerangka Pemikiran Optimalisasi Peran Jasa Angkutan Kereta Api
10
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:10
6/22/2010 6:10:36 PM
Optimalisasi Peran Jasa Transportasi Kereta Api-Pendekatan Model Diamond’s Porter: Suatu Pengantar
Belum optimalnya jasa angkutan kereta api setidaknya disebabkan oleh tiga hal mendasar yaitu aspek manajemen perkeretaapian yang belum tertata dengan baik, aspek sinergi kelembagaan antara PT. Kereta Api, pemerintah daerah dan sektor swasta yang masih lemah dan belum terintegrasinya jasa angkutan kereta api dengan moda transportasi publik yang lain. Ketiga permasalahan ini selanjutnya menjadikan jasa angkutan kereta api menjadi kurang berdaya saing dibandingkan moda angkutan transportasi darat lainnya. Konsekuensi dari lemahnya daya saing kereta api adalah keengganan sebagian penumpang dalam memanfaatkan moda angkutan kereta api. Akibatnya masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Di sisi lain, daya dukung infrastruktur jalan belum mampu mengakomodasi pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi yang semakin meningkat. Kondisi ini mendorong terjadinya tingkat kemacetan yang semakin parah khususnya didaerah perkotaan. Dampak ini ternyata tidak berhenti sampai di sini, efek negatif lain yang timbul adalah terjadinya pemborosan energi di sektor transportasi. Untuk menggambarkan betapa pemborosan energi terjadi di Indonesia, dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025, menggambarkan bahwa intensitas energi Indonesia (yaitu rasio konsumsi terhadap produk domestik bruto/PDB) termasuk paling boros baik dalam perbandingan terhadap sesama negara ASEAN seperti Malaysia dan Thailand, terlebih terhadap negara maju. Pada sisi lain konsumsi energi perkapita Indonesia termasuk yang paling rendah dibandingkan dengan negara-negara tersebut. Kondisi ini mencerminkan dua hal. Pertama, sektor ekonomi belum mampu memanfaatkan sumber daya energi yang terbatas secara
11
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:11
6/22/2010 6:10:36 PM
Agus Syarip Hidayat & Maxensius Tri Sambodo
efisien. Dalam hal ini sektor transportasi termasuk sektor kedua terbesar dalam hal konsumsi energi setelah sektor industri. Kedua, akses sumber daya energi yang tidak merata baik dalam cakupan kelompok pendapatan dan geografis. Jadi jelas, bahwa pemborosan konsumsi energi salah satu sebab utamanya adalah ketidakmampuan pemerintah dalam menata sistem transportasi yang efisien. Selama ini penyediaan transportasi publik yang berkualitas belum mendapat perhatian yang sangat serius dari pemerintah. Kondisi di jalan raya yang kian padat dan tidak tertata baik adalah masalah utama yang dihadapi oleh banyak kota besar di Indonesia. Sistem transportasi yang tertata baik sebetulnya memiliki eksternalitas yang positif baik pada efisiensi penggunaan bahan bakar dan turunnya tingkat pencemaran udara. Namun demikian, hal ini belum terjadi hingga sekarang. Kenaikan pendapatan masyarakat, belum tersediaannya transportasi publik secara aman dan nyaman, dan naiknya biaya transportasi membuat pertumbuhan kendaraan pribadi jauh melebihi kendaraan umum. Pada sisi lain, naiknya animo masyarakat untuk beralih menggunakan sarana transportasi publik seperti kereta api ternyata juga belum diimbangi dengan perbaikan dari sisi pelayanan. Penelitian ini mencoba menganalisis aspek manajemen, aspek kelembagaan dan aspek regulasi perkeretaapian dengan pendekatan model Diamond’s porter. Dalam model ini lingkungan bisnis mikro perkeretapian perlu ditopang oleh empat elemen yaitu faktor input (factor input conditions), konteks strategi dan persaingan perusahaan (context for firm strategy and rivalry), kualitas dari kondisi permintaan lokal (quality of local demand conditions),
12
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:12
6/22/2010 6:10:36 PM
Optimalisasi Peran Jasa Transportasi Kereta Api-Pendekatan Model Diamond’s Porter: Suatu Pengantar
industri terkait dan industri pendukung (related and supporting industries). Aplikasi model Porter di sektor perkeretapian tentu akan memberikan gambaran sangat komprehensif akan sektor tersebut. Secara lebih rinci, model Diamond’s Porter disajikan dalam diagram di bawah ini:
Diagram 1.2 Model Diamond’s Porter Sumber : Michael Porter (1990)
13
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:13
6/22/2010 6:10:36 PM
Agus Syarip Hidayat & Maxensius Tri Sambodo
Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan bahwa pengembangan jasa kereta api akan memberikan eksternalitas positif dalam hal pengurangan emisi gas karbon yang berasal dari sektor transporasi. Dengan demikian sebetulnya, dalam hal pembiayaan peningkatan kualitas kereta api, Indonesia dapat memanfatan proyek clean development mechanism / CDM. Aplikasi proyek CDM di sektor transportasi juga telah dilakukan di Transmillenio Bogota – India dengan potensi gas karbon dioksida yang dapat dimimalkan sebesar 175.000 ton CO2/tahun (Prihartono, 2008).
1.7 Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan di tiga propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui instrumen wawancara mendalam dan kuesioner. Wawancara mendalam dilakukan dengan: Penyedia jasa angkutan kereta api diantaranya PT. Kereta Api pusat, PT. KA Daerah Operasi (Daop) I Jakarta, PT. KAI Commuter Jabodetabek. Wawancara juga dilakukan dengan regulator bidang perhubungan seperti Departemen perhubungan, Dinas Perhubungan Propinsi DKI Jakarta, Dinas Perhubungan Propinsi Banten. Adapun pengumpulan data melalui kuesioner ditujukan untuk pengguna kereta api. Jumlah sampel pengguna kereta api yang dikumpulkan sebanyak 121konsumen yang tersebar di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Jumlah sampel ini didistribusikan secara merata menurut tiga kelas kereta api penumpang yang beroperasi di wilayah Jabodetabek, yaitu kereta api penumpang kelas ekonomi, kelas AC ekonomi dan kelas eksekutif. Sedangkan data sekunder meliputi data statistik perhubungan, statistik perkretaapian, dan
14
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:14
6/22/2010 6:10:36 PM
Optimalisasi Peran Jasa Transportasi Kereta Api-Pendekatan Model Diamond’s Porter: Suatu Pengantar
berbagai regulasi terkait perkretaapian di tingkat pusat dan daerah yang diperoleh dari publikasi resmi instansi yang berwenang menangani masalah perkeretapian.
1.8 Teknik Analisis Teknik analisis dilakukan dengan model explanatory approach, yaitu model analisis dengan memberikan penekanan pada eksplorasi berbagai data lapangan dan realitas serta sekaligus memberikan intervensi penilaian terhadap objek penelitian.
1.9 Roadmap Penelitian Secara keseluruhan, penelitian ini rencananya dilakukan dalam waktu tiga tahun, dengan tahapan sebagai berikut: Tabel 1.2 Roadmap penelitian
15
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:15
6/22/2010 6:10:36 PM
Agus Syarip Hidayat & Maxensius Tri Sambodo
1.10 Penutup Kegiatan penelitian ini akan mempunyai aspek strategis dalam kaitannya dengan perkembangan sistem dan moda transportasi di Jabodetabek di masa mendatang. Dalam beberapa tahun mendatang, kemacetan wilayah Jabodetabek kemungkinan besar akan semakin parah seiring dengan peningkatan jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan penambahan sarana dan parasaran jalan. Dalam kondisi seperti ini, peran jasa angkutan kereta api akan menjadi sangat vital. Jasa transportasi kereta api bisa menjadi andalan utama untuk mengatasi kemacetan di daerah perkotaan dan juga untuk menekan konsumsi BBM di sektor transportasi. Tidak hanya itu kemampuannya untuk mengangkut barang-barang yang bersifat bulky membuat jasa layanan kereta api sebagai moda yang sangat efektif untuk menekan biaya transportasi.
16
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:16
6/22/2010 6:10:36 PM
Kebijakan Perkeretaapian di Indonesia: Menuju Masyarakat Berbasis KRL (Kereta Rel Listrik)
BAB 2 KEBIJAKAN PERKERETAAPIAN DI INDONESIA: MENUJU MASYARAKAT BERBASIS KRL (KERETA REL LISTRIK) Maxensius Tri Sambodo
2.1 Pengantar Hingga saat ini, pemerintah belum menunjukkan perhatian yang besar untuk meningkatkan peran kereta api bagi pembangunan ekonomi. Sebagaimana disebutkan dalam ’Cetak Biru (Blueprint) Pembangunan Transportasi Perkeretaapian Indonesia’, peranan jasa layanan kereta api baru mampu melayani sekitar 7,32 % pangsa angkutan penumpang dan sekitar 0,63 % untuk angkutan barang. Pada sisi lain peranan moda transportasi jalan raya menguasai lebih dari 80 %, bahkan untuk angkutan barang mencapai lebih dari 90 %. Distribusi pelayanan angkutan yang timpang untuk angkutan darat berimplkasi pada permasalahan rendahnya efisiensi di sektor perhubungan darat. Hal ini secara nyata terlihat dari tingginya tingkat kemacetan, kecelakaan dan kerusakan jalan. Pada sisi lain, investasi yang sangat besar telah dikeluarkan untuk mengatasi kemacetan seperti pembangunan flyover yang banyak dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta, namun juga tidak berdampak besar guna mengatasi kemacetan karena pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi yang tidak terkendali. Demikian juga, tampak jelas pemerintah lebih menyukai mendorong investasi jalan raya seperti membangun jalan bebas hambatan / jalan tol dibandingkan dengan membenahi secara total sarana dan prasarana kereta api.
17
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:17
6/22/2010 6:10:36 PM
Maxensius Tri Sambodo
Kereta api diyakini sebagai moda transportasi yang efisien bahkan menjadi ikon yang membanggakan untuk kota-kota di negara maju. Namun kondisi sebaliknya terjadi di Indonesia, total penumpang baik kereta komesial dan ekonomi untuk wilayah Jakarta, Bogor Tanggerang dan Bekasi, mengalami penurunan dari sekitar 117,4 juta orang di tahun 2002, menjadi 104,4 juta orang di tahun 2006. Walaupun pemerintah telah memberikan subsidi tarif kereta api kelas ekonomi, namun, minimnya pelayanan kereta Jabodetabek ekonomi, membuat jumlah penumpang untuk kelas ekonomi beralih ke Jabodetabek komersial (KA Ekspress AC). Kondisi ini berati penumpang harus membayar lebih mahal yang berati juga naiknya pengeluran untuk kebutuhan transportasi. Fakta-fakta tersebut diatas secara tegas memperlihatnya masih lemahnya keinginan politik (political will) pemerintah untuk menjadikan kereta api sebagai instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membangun ekonomi yang lebih berdaya saing. Dengan semakin kompleksnya permasalahan trasportasi, memaksa pemerintah untuk segera memecahkan masalah tersebut. Kegagalan dalam pengembangan sarana dan prasarana kereta api akan memperlemah akselerasi pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, bahkan hal ini membuat biaya ekonomi semakin besar terutama yang besumber dari waktu yang terbuang karena kemacetan di jalan raya, tambahan biaya operasional di jalan kerena kondisi jalan yang buruk, dan penghamburan subsidi BBM yang tidak berdampak besar bagi peningkatan daya saing ekonomi. Dalam kondisi demikian, pengembangan jaringan kereta api terutama yang menghubungkan pusat pertumbuhan dan daerah penyangga khususnya melalui kereta rel listrik / KRL mendesak untuk segera dilakukan dan menjadi topik penelitian yang sangat penting penting untuk dikaji.
18
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:18
6/22/2010 6:10:36 PM
Kebijakan Perkeretaapian di Indonesia: Menuju Masyarakat Berbasis KRL (Kereta Rel Listrik)
2.2 Kebijakan di Bidang Perkeretaapian Pada bulan April 2007, pemerintah menerbitkan UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. UU tersebut menggantikan UU sebelumnya Nomor 13 Tahun 1992 yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Secara umum ada 4 (empat) hal pokok yang diatur dll UU tersebut yaitu prasarana, sarana, sumber daya manusia, serta kelembagaan yang mencakup aspek norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur. Aspek yang diatur dalam UU tersebut memang cukup luas. Dengan demikian dapat dipastikan perangkat regulasi pendukung yang diperlukan dalam bentuk peraturan pemerintah juga akan relatif banyak. Dari hasil penelusuran diketahui bahwa paling tidak ada 28 PP (Peraturan Pemerintah) yang harus diturunkan dari UU tersebut. Sesuai dengan amanat UU maka PP tersebut seharusnya ditetapkan 1 tahun sejak UU Perkeretaapian ditetapkan. Demikian pula, dalam hal yang lebih teknis, paling tidak ada 8 peraturan setingkat menteri yang perlu diimplementasikan. Selanjutnya terkait dengan pelayanan perkeretaapian maka ada tiga UU yang perlu diperhatikan yaitu UU Tata Ruang, UU Perkeretaapian dan UU Konsumen. Melihat kenyataan tersebut maka jelas terlihat urusan perkeretaapian syarat dengan regulasi yang pada satu sisi dapat memberikan kepastian pelayanan, namun pada sisi lain dapat menjadi kelemahan ataupun hambatan terutama akibat kurang harmonisnya kebijakan antar lembaga terkait dan kuranya ketersediaan peraturan pendukung.
19
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:19
6/22/2010 6:10:36 PM
Maxensius Tri Sambodo
Tabel 2.1 Regulasi Terkait dan yang Diperlukan dari UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
20
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:20
6/22/2010 6:10:36 PM
Kebijakan Perkeretaapian di Indonesia: Menuju Masyarakat Berbasis KRL (Kereta Rel Listrik)
Menyimak pada regulasi yang harus diturunkan dari UU Perkeretaapian yang baru, mengindikasikan bahwa aspek pelayanan, kelayakan, keselamatan dan teknis lainnya menjadi hal yang utama serta harus diturunkan dalam bentuk PP maupun keputusan menteri. Hal ini tentu tidak terlepas dari tingginya resiko atas moda transportasi yang bersifat mass rapid transport. Selanjutnya terkait dengan hubungan dengan sektor lainnya paling tidak ada tiga regulasi yang harus diperkatikan yaitu aspek penataan ruang, ketenagalistrikan dan kepuasan konsumen. Hingga saat ini, regulasi yang seharusnya telah dikeluarkan sejak UU tentang Perkeretaapian diberlakukan, banyak yang belum terlealisir. Hal ini tentu berdampak pada aspek kepastian berusaha, keselamantan dan keamanan sektor perkeretaapian. Sebagaiman disebutkan dalam ’Cetak Biru (Blueprint) Pembangunan Transportasi Perkeretaapian Indonesia’, permasalahan yang dihadapi oleh sektor perkeretaapian meliputi: kondisi prasarana dan sarana banyak yang berusia tua, tingginya tingkat kecelakaan, rendahnya keamanan dan ketertiban baik di stasiun maupun di sepanjang jalur kereta api, belum optimalnya keterpaduan pelayanan antar moda, rendahnya kinerja pelayanan, banyak regulasi yang belum ditetapkan, belum jelasnya blueprint kebijakan investasi, dan belum berkembangnya teknologi dan industri penunjang. Peliknya permasalahan mendasar di sektor perkeretaapian tentu memberikan indikasi kuat akan besarnya tantangan yang harus dihadapi dalam membangun sektor perkeretaapian yang berdaya saing. Pemerintah sebagai institusi tertinggi yang menjalankan fungsi pembinaan bertanggung jawab untuk mengatur, mengendalikan dan mengawasi sektor perkeretaapian sehingga dapat berjalan
21
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:21
6/22/2010 6:10:37 PM
Maxensius Tri Sambodo
secara optimal. Pada sisi lain, dalam tataran operasi saat ini masih dimonopoli oleh PT. KAI. Keberadaan PT. KAI menjadi bagian tidak terpisahkan dari pemerintah karena banyak juga pegawai PT. KAI yang sebelumnya bekerja di Departemen Perhubungan. Melihat kenyataan ini tentu akan sangat sulit untuk membangun profesionalisme, karena dengan pengalaman sebagai regulator dan operator tentu akan lebih sering terjadi benturan kepentingan (conflict of interest). Hal ini disadari atau tidak sebetulnya menjadi akar permasalahan mengapa hingga saat ini kereta api sulit berdaya saing dengan moda transportasi lainnya. Terlebih dalam konteks keterbatasan jumlah dan kualitas SDM regulator dan operator membuat upaya melakukan restrukturisasi sektor perkeretaapian juga akan berjalan lambat. Tabel 2.2, memperlihatkan bahwa terjadi peta kualitas SDM yang cukup timpang antara sisi regulator dan operator. SDM regulator yang didominasi oleh tingkat pendidikan D IV keatas dan SDM operator yang didominasi oleh tingkat pendidikan di bawah SMP, membuat aspek implementasi kebijakan akan banyak menghadapi kendala, terlebih jika mekanisme ataupun pola komunikasi antara regulator dan operator hingga ke tingkat yang paling bawah tidak berjalan optimal. Kurang berjalannya secara baik peningkatan kualitas SDM di sektor perkeretaapian tidak dapat dilepaskan dari baru dibentuknya Ditjen Perkeretaapian di tahun 2005, dimana sebelumnya urusan perkeretaapian berada di bawah koordinasi Ditjen Perhubungan Darat.
22
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:22
6/22/2010 6:10:37 PM
Kebijakan Perkeretaapian di Indonesia: Menuju Masyarakat Berbasis KRL (Kereta Rel Listrik)
Tabel 2.2 SDM Perkeretaapian Berdasarkan Pendidikan Tahun 2006
2.3 Kereta Rel Listrik / KRL Dari sisi usia, KRL Indonesia terbilang sudah cukup tua, pemerintah Hindia Belanda, untuk pertama kali membangun jalur KRL Tanjung Priok – Jatinegara yang berhasil diselesaikan pada tanggal 24 Desember 1924. Selanjutnya di tahun 1930 juga dioperasikan KRL Jakarta Kota – Bogor. Dengan demikian, sudah lebih dari 85 tahun masyarakat mengenal KRL. Sebagaimana dikemukakan dalam situs resmi KRL, sejak tahun 2000 sistem pengoperasian terpadu commuter KRL Jabotabek sudah dijalankan dengan jumlah KRL sebanyak 72 unit. Pembentukan PT KAI Commuter Jabodetabek dimulai dengan pembentukan Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek dari induk perusahaan PT KAI (Persero) yang dalam hal ini berada di bawah daerah operasi (Daops 1). PT KAI Commuter Jabodetabek merupakan anak perusahaan PT KAI (Persero) yang dibentuk berdasarkan Inpres No 5 tahun 2008 dan Surat Menteri Negara BUMN No. S-653/ MBU/2008 Tanggal 12 Agustus 2008.
23
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:23
6/22/2010 6:10:37 PM
Maxensius Tri Sambodo
Tabel 2.3 Pokok – Pokok Permasalahan Seputar Pelayanan KRL JABODETABEK
Sumber : Data Primer P2E LIPI
24
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:24
6/22/2010 6:10:37 PM
Kebijakan Perkeretaapian di Indonesia: Menuju Masyarakat Berbasis KRL (Kereta Rel Listrik)
2.4 Temuan di Propinsi Jawa Barat Sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang staf di Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Barat hingga saat ini belum diatur kewenangan antar pemerintah pusat dan daerah. Demikian juga, untuk propinsi Jawa Barat belum ada rencana induk dan hal ini baru diusulkan tahun depan untuk penyiapan pola transportasi makro. Saat ini rencana revitalisasi kereta api, akan dilakukan untuk jalur Rancaekek – Tanjungsari. Jalur kereta api sebetulnya sudah ada dan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Namun demikian, peran pemerintah daerah (propinsi) lebih pada pembebasan lahan ataupun relokasi penduduk disepanjang jalur yang akan dilewati kereta api. Saat ini, kurang lebih sekitar Rp 15 miliar telah disiapkan melalui APBD untuk pembangunan jalur kereta api Rancaekek – Tanjungsari. Di samping membantu sisi pendanaan, selama ini hubungan dengan pemerintah pusat lebih banyak dilakukan jika terjadi kecelakaan ataupun ketika menghadapi lebaran. Terkait dengan aspek organisasi, di tahun 2009, telah terjadi perubahan pada struktur organisasi di Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Barat. Saat ini urusan transportasi dibagi dalam empat (4) bidang yaitu Darat, Laut, Udara serta Bina Sistem dan Operasional Transportasi. Selanjutnya, Bina Sistem terbagi dalam 3 seksi yaitu Seksi Pengendalian Operasional, Seksi Sarana, Seksi Penataan Sistem Transportasi. Sementara itu, salah satu bagian di Seksi Penataan Sistem transportasi yaitu kereta api. Dalam hal sumber daya manusia (SDM), Seksi Penataan Sistem Transpotasi didukung oleh 3 staf dan kepala seksi. Sebagaimana dikemukakan oleh narasumber, Seksi Penataan Sistem belum didukung oleh staf ahli bidang perkeretaapian yang
25
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:25
6/22/2010 6:10:37 PM
Maxensius Tri Sambodo
cukup memadai. Kemampuan di bidang perkeretaapian yang dimiliki oleh staf yang bertugas, diperoleh melalui kursus singkat yang diselenggarakan oleh Departemen Perhubungan di tahun 2005/6. Pada sisi lain upaya meningkatkan SDM di bidang perkeretaapian dilakukan melalui Sekolah Tinggi Transportasi Darat yang berlokasi di Bekasi. Sekolah tinggi ini milik Departemen Perhubungan yang juga membuka sekolah setingkat diplima III / D3 untuk jurusan perkeretaapian. Khusus jurusan perkeretaapian baru dibuka 3 atau 4 tahun yang lalu. Sebelumnya, sistem pendidikan di Sekolah Tinggi Transportasi Darat adalah ikatan dinas, namun sejak 5 tahun sistem ikatan dinas telah dihapuskan. Saat ini, Sekolah Tinggi Transportasi Darat berada dibawah pengelolaan Badan Diklat, Departemen Perhubungan. Sebagaimana dikemukan oleh narasumber, kurangnya perancanaan pembangunan perkeretaapian ternyata menuai protes dari operator moda transportasi lainnya. Sebagai contoh, rencana pengembangan sarana kereta api untuk tujuan Bandung - Cirebon mendapat penolakan dari pemilik moda transportasi bis kota yang biasa melayani jalur tersebut. Hal ini karena akan berdampak pada turunnya penumpang dengan adanya jalur kereta api BandungCirebon. Terkait dangan koordinasai antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal perencanaan program dan biaya, maka selama ini jalur koordinasi berlangsung antara Dinas Perhubungan, Departemen Perhubungan, Biro Adminstrasi Pembangunan Perekonomian yang berada langsung dibawah sekretaris daerah (sekda) dan Badan Perencana Pembangunan Daerah / Bappeda untuk bagian infrastuktur fisik.
26
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:26
6/22/2010 6:10:37 PM
Kebijakan Perkeretaapian di Indonesia: Menuju Masyarakat Berbasis KRL (Kereta Rel Listrik)
2.5 Penutup Sudah lebih dari 70 tahun, Indonesia memiliki KRL, namun hingga saat ini KRL belum menjadi moda utama dalam mendukung aktivitas ekonomi yang menghubungkan pusat pertumbuhan dan daerah penyangga. Harga tiket yang relatif murah, akses yang mudah, serta kepastian dan ketepatan waktu seyogyanya mampu menjadi daya tarik dalam memilih moda KRL dibandingkan moda transportasi lainnya. Relatif lambatnya perkembangan KRL tidak terlepas dari tiga masalah utama yaitu sarana dan prasarana, aspek kelembagaan, dan permasalahan struktural di level pemerintah daerah. Aspek kelembagaan (institution) sektor perkeretaapian masih relatif lemah. Jika diperhatikan turunan dari UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri masih banyak yang belum tuntas. Pada sisi lain, sebagaimana diamanatkan dalam UU tersebut, aturan pendukung diterbitkan satu tahun setelah UU tersebut disahkan. Dengan kata lain, di bulan April 2008, seharusnya perangkat regulasi kereta api sudah siap. Pemerintah daerah memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan kereta api. Baik pemerintah pusat dan daerah harus menjadi satu kesatuan yang utuh dalam hal perencanaan sistem perkeretaapian nasional. Koordinasi dan komunikasi antara keduanya harus berjalan secara baik. Namun demikian, temuan di propinsi Jawa Barat dan Banten, menunjukkan kemampuan daerah dalam hal sumber daya manusia masih sangat terbatas. Urusan perkeretaapian berada dibawah kewenangan eleson 3 atau 4. Dalam hal ini tentu akan sangat sulit mengharapkan terobosan
27
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:27
6/22/2010 6:10:37 PM
Maxensius Tri Sambodo
kebijakan yang kreatif dan inovatif dilevel daerah. Akhirnya, KRL merupakan basis transportasi masyarakat modern dan Indonesia perlu menjadikan sektor perkeretaapian sebagai prioritas dan kebanggaan nasional. Pemerintah perlu segera menyiapkan kerangka kebijakan dan langkah aksi yang mampu mengatasi bottleneck pengembangan infrastruktur dan lebih mendorong partisipasi daerah.
28
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:28
6/22/2010 6:10:37 PM
Faktor Input Kereta Api
BAB 3 FAKTOR INPUT KERETA API Sairi Erfanie
3.1 Pengantar Kereta Api merupakan moda transportasi dengan multi keungulan komparatif; rendah polusi, bersifat masal, adaptif dengan perubahan teknologi, yang memasuki era kopetisi, potensinya diharapkan dapat dimobilisasi dalam skala nasional, sehingga mampu menciptakan keunggulan kempettitif terhadap produksi dan jasa domestik di pasar global. Keunggulan moda transportasi kereta api sangat relevan dengan keadaan sekarang ini, kereta api harus berkembang. Melonjaknya harga minyak dunia selain perlu disikapi dengan cadangan penggunaan energi alternatif, juga perlu dikembangkan moda transportasi yang hemat dalam konsumsi BBM, yaitu kereta api, yang merupakan moda angkutan paling hemat dalam mengkonsumsi BBM. Manfaat dalam skala nasional dari pengembangan perkeretaapian di Indonesia antara lain; (a) Menekan kerusakan jalan raya, sehingga mampu menghemat keuangan negara yang dialokasikan untuk perawatan jalan serta membayar berbagai resiko yang timbul selama ini. (b) Menekan kepadatan lalu lintas jalan raya, sehingga meminimalkan pemborosan konnsumsi BBM akibat kemacetan lalulintas, serta mengurangi resiko kecelakaan lalulintas jalan raya. (c). Minimasi biaya angkutan dan distribusi
29
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:29
6/22/2010 6:10:37 PM
Sairi Erfanie
logistik nasional, sehingga di satu sisi mampu menekan biaya produksi dan membuka peluang kompetisi ekspor, di sisi lain menekan harga saatuan produksi konsumsi domestik di pasar.
3.2 Perkembangan Kondisi Prasarana Kereta Api Jaringan kereta api di Indonesia sebagian besar peninggalan Belanda meliputi lintasan sepanjang lebih kurang 6.482 Km yang terbesar hanya di pulau Jawa dan Sumatera, dimana 70% diantarnya terletak di pulau Jawa1. Program pengembangan perkeretaapian dilaksanakan dalam rangka peningkatan kemampuan melayani permintaan akan jasa transportasi barang dan manusia secara masal, aman, efisien serta mengurangi kerusakan dan beban jalan. Kegiatan pengembangan perkeretaapian dikelompokkan menjadi kegaitan-kegiatan pokok yaitu;2 1. Peningkatan/pembangunan prasarana Kereta Api (jalan, jembatan, elektrifikasi) 2. Pengadaan/rehabilitasi sarana Kereta api 3. Pembangunan sarana penunjang operasional Kereta Api. Sejalan dengan pengambangan fisik ini dilaksanakan pula pengembangan Sumber Daya Manusia guna keperluan operasional perawatan dan dalam rangka alih teknologi.
1
2
Cetak Biru (Blueprint) Pembangunan Transportasi Perkeretaapian Indonesia, Dephub. Ditjen Perkertaapian Idem.
30
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:30
6/22/2010 6:10:37 PM
Faktor Input Kereta Api
Pengambangan prasarana Kereta Api di Jawa dilakukan dengan perkuatan terhadap jaringan prasarana kereta api yang sudah ada. Pengambangan ini dilakukan secara bertahap dengan peningkatan beban, peningkatan kapasitas lintas dan elektrifikasi jalur yang sudah ada.
3.2.1 Jalan Rel Kereta Api Salah satu peralatan basis angkutan kereta api yang utama adalah jaringan jalan kereta api yang terdiri antara lain dari rel. Struktur dan mutu bahan rel itu harus sesuai dengan berat dan cepat kereta api yang melintas di atasnya. Semula lokomotif adalah bagian terberat dari rangkaian kereta api yang beroperasi. Tetapi dengan perkembangan teknologi, kereta penumpang dan gerbong barang seringkali sudah merupakan bagian yang terberat yang harus diperhatikan pada pembangunan jalan kereta api yang baru dan dalam perawatan jalan kereta api yang sudah ada. Kereta penumpang adalah fasilitas operasi yang menerima kemajuan teknologi yang cukup pesat. Untuk melayani angkutan dalam kota atau disekitarnya kereta penumpang yang dilengkapi dengan tenaga penggerak yang sering dioperasikan pada angkutan dalam kota, seperti kereta listrik (KRL) dan kereta diesel (KRD). Panjang jalan rel saat ini, menurut Ditjen Perhubungan yang masih dioperasikan di Pulau Jawa sepanjang 3.327 Km, sedangkan di Sumatera sepanjang 1.348 Km. Keadaan ini hanya 68,9 % dari seluruh jalan rel yang ada yaitu sepanjang 6.797 Km, atau yang tidak dioperasikan lagi sepanjang 2.122 Km (31,2 %).
31
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:31
6/22/2010 6:10:37 PM
Sairi Erfanie
Untuk menjamin keselamatan perjalanan kereta api, maka dilakukan pelaksanaan pemelihaaan dan perawatan prasarana. Perawatan pemeliharaan perangkat prasarana selama tiga tahun terakhir (antara tahun 2005-2007) yang terealisasi mengalami penurunan. Hal ini terlihat bahwa pada tahun 2005 panjang rel yang mendapat perawatan sepanjang 242.05 Km-Sepor (Km Sp), dan pada tahun 2007 menurun menjadi 95,8 Km-Spor. Prasarana jalan rel umumnya masih single-track, kecuali hanya di beberapa kota yang sudah menggunakan duoble –track, seperti antara Jakarta-Bogor, Cikampek-Cirebon, Cikampek-Purwakarta, Parsial Purwakarta-Padalarang, Tegal-Brebes, Yogyakarta-Solo dan Tanah Abang-Serpong. Untuk menjamin keselamatan perjalanan Kereta Api selama tahun 2007 PT Kereta Api (Persero) telah merealisasikan perawatan prasarana jalan rel dan jembatan dengan berbagai kegiatan, sehingga dihasilkan kondisi prasarana jalan rel dan jembatan yang mampu mendukung operasi Kereta Api secara prima. Kegiatan perawatan pada tahun 2007 termasuk didalamnya realisasi pemeliharaan rel spoor-spoor emplasemen. Volume perawatan yang bisa dilaksanakan hanya 75,32 %. Hal ini disebabkan adanya pekerjaan yang masih dalam proses pelaksanaan. Kegiatan perawatan jalan rel pada tahun 2007, bahan-bahan yang diperlukan dan unsur-unsur perawatan lainnya: (a) Bantalan yang digunakan dalam perawatan jalan rel sebanyak 149.432 batang atau dengan tingkat kondisi 73,61 %; (b) Balas yang digunakan dalam perawatan jalan rel sebanyak 126.307 m3 atau hanya 86,94 % dari programnya (126.307 m3), dengan tingkat kondisi rel 67,8 %; (c) Pemeliharaaan wesel sebesar 299 unit atau 108,3 % dari programnya sebesar 276 unit dengan tingkat kondisi 73,9 % dari programnya 73,6 %.
32
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:32
6/22/2010 6:10:37 PM
Faktor Input Kereta Api
Tabel 3.1 Pearawatan Alat Produksi Jalan Rel & Jembatan Tahun 20052007
3.2.2 Prasarana Jembatan Selain jalan rel, jembatan juga merupakan bagian dari prasarana kereta api yang juga menjadi tugas PT. Kereta Api untuk merawatnya. Jembatan rel yang tersedia dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu jembatan baja diklasifikasikan kelas I dan jembatan beton sebagai kelas II dan jembatan yang diklasifikan kelas III Jembatan Batang Kecil. Pemakaian jembatan beton lebih disukai daripada jembatan betoon, karena perawatannya lebih ekonomis dan lebih mudah.
33
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:33
6/22/2010 6:10:37 PM
Sairi Erfanie
Berdasarkan data Perhubungan, tahun 1995 terdapat 81.726 ton jembatan baja dan tahun 1999 berkurang menjadi 79.894 ton. Jembatan beton mengalami peningkatan dari 14.804 m3 (1995) menjadi 22.275 m3 (2000), lihat tabel 3.2. Sebagian besar jembatan di lintas pulau Jawa memiliki beban gandar sekitar 15 ton atau 20 ton dengan berat keseluruhan sekitar 65746 ton, dan sebagian kecil di lintas cabang dengan gandar 15 ton. Tabel 3.2 Penyediaan Jembatan Kereta Api di Indonesia
Realisasi volume pemeliharaan/perawatan prasarana jembatan yang terbagi dari tiga klasifikasi yaitu: Kelas I : Jembatan Bajan, realisasi volume pemeliharaan jembatan baja mengalami penurunan dari segi volume yaitu pada tahun 2005 tercapai sebesar 210.23 ton menjadi 128455 ton pada tahun 2007 mengalami kenaikan menjadi 191.566 ton pada tahun 2007. Namun demikian dilhat dari kondisi jembatan tersebut masih dikatan stabil yaitu pada tahun 2005 sebesar 78,92% dan tahun sebesar 311.792 atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2006. Dilihat dari kondisinya rata-rata masih 70%, sedang realisasi pasangan batu yang dirawat pada tahun 2005 sebesar 4.278 m3, mengalami perbaikan atau peningkatan menjadi 5.474 m3 pada tahun 2007 denga kondisi rata2 setiap tahunnya bisa dipertahankan pada level 70%.
34
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:34
6/22/2010 6:10:38 PM
Faktor Input Kereta Api
Kelas II : Perawatan untuk jembatan beton, realisasi volume pasangan beton pada jembatan beton pada tahun 2005, sebesar 364.80 m3 dengan kondisi 72,59% masih dapat dipertahankan sampai tahun 2007, dengan volume perawatan yang menurun yaitu hanya sebesar 713 m3. Kelas III : Jembatan Bentang Kecil, jenis perawatan yang dilakukan ada dua jenis yaitu pasangan beton dan pasangan batu. Pasangan beton realisasi pasangan beton BH-BH Kecil yang dirawat tercapai sebesar 4.549 m3 pada tahun 2005, sedang pada tahun 2007 yang mengalami perawatan hanya sebesar 3673 m3, atau dengan kondisi masih berada pada 75% setiap tahunnya bisa dipertahankan. Demikian juga pada pasangan batu BH-BH Kecil yang dirawat dipertahankan dengan kondisi yang sama dengan pasangan beton BH-BH Kecil yaitu sebesar 75% (bisa dilihat dalam Tabel 3.3) Tabel 3.3 Kekuatan Alat Produksi Sinyal & Telekomunikasi 2005-2007
35
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:35
6/22/2010 6:10:38 PM
Sairi Erfanie
3.2.3 Persinyalan, Telekomunikasi dan Pelistrikan Berdasarakan klasifikasi dari Ditjen Perhubungan, ada 3 (tiga) katagori teknologi sistem persinyalan yang diaplikasikan di Indonesia, electronic interlocking system, all-relay/NX-interlocking system, dan electro mechanical interlocking system. Tujuan utama peningkatn sistem telekomunikasi perkeretaapian adalah untuk meningkatkan probabilitas keberhasilan kontak telepon dengan menggunakan telepon otomat kereta api (TOKA). Fasilitas komunikasi data antar beberapa terminal komputer sudah tersedia di Jawa untuk mendukung sistem persinyalan elektrik, faksimili, dan komputerisasi sistem tiket. Sistem listrik hanya diterapkan pada daerah yang dilintasi oleh kereta rel listrik (KRL) seperti pada lintas komuter Jabodetabek. Di luar jalan rel dan jembatan, prasarana pokok milik pemerintah lainnya juga dipelihara dan dirawat PT Kereta Api adalah fasilitas persinyalan dan telekomunikasi, yang digunakan untuk mengatur perjalanan Kereta Api. Sistem persinyalan ada yang bersifat elektrik berbasis digital dan yang bermuatan teknologi mekanik. Demikian juga sistem telekomunikasi, di beberapa daerah, khususnya Sumatera Utara masih menggunakan peralatan radio untuk pertukaran warta kereta api. Kondisi prasarana (rel, jembatan KA dan sistem persinyalan dan telekomunikasi KA) yang telah melampaui batas umur teknis, serta banyak terjadi backlog pemeliharaan prasarana. Bottleneck terjadi di beberapa lintas utama akibat tidak seimbangnya penambahan kapasitas lintas terhadap peningkatan frekuensi pelayanan Kereta Api. Sumber pendanaan pemerintah untuk
36
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:36
6/22/2010 6:10:38 PM
Faktor Input Kereta Api
pemeliharaan dan investasi prasarana masih terbatas, sedangkan peran serta swasta juga belum berkembang. Semakin menurunnya kualitas sarana angkutan perkeretaapian karena sebagian besar telah melampaui umur tehnis serta kondisi perawatannya tidak terpenuhi, sehingga banyak sarana yang tidak siap operasi. Kondisi perawatan sarana sangat terbatas, disebabkan oleh keterbatasan pendanaan, sistem perawatan yang kurang efisien, dukungan struktur organisasi/kelembagaan sebagai unit perawatan kurang independen dan profesional. Di sisi lain peralatan dan teknologi serta SDM yang masih terbatas, sistem pengoperasian dan pemeliharaan yang kurang terpadu, penggunaan berbagai teknologi yang kurang didukung sistem pendidikan, pelatihan dan industri perkeretaapian meaupun penyediaan materialnya. Sinyal dan telekomunikasi juga merupakan bagian dari prasarana Kereta Api yang juga harus dilakukan perawatan secara intensif. Ada berbagai item kegiatan perawatan yang harus dilakukan, misalnya; Lokasi Sinyal, perawatan yang dilakukan adalah: (a) Peralatan sinyal di stasiun. Dilihat dari perkembangan volume perawatannya mengalami peningkatan yaitu dari 215 unit pada tahun 2005 menjadi 245 unit pada tahun 2007, hal ini kilakuakan untuk menjaga kstabilan perjalan kereta api artinya dipertahankan kondisinya berada pada 82 % setiap tahunnya. (b) Peralatan sinyal di petak jalan, dilihat dari volume perawatan yang dilakukan juga mengalami kenaikan, karena peralatan ini sangat vital dalam perkeretaapian. Pada tahun 2005
37
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:37
6/22/2010 6:10:38 PM
Sairi Erfanie
186 unit menjadi 214 unit pada tahun 2007, dengan tingkat kondisi yang bisa dipertahankan sebesar kurang lebih 80 %. (c) Pintu perlintasan, masalah ini yang banyak menimbulkan kecelakaan terhadap pengguna jalan. Untuk itu perawatan yang dilakukan setiap tahunnya terus meningkat pada tahun 2005 sebanyak 406 unit menjadi 453 unit perlintasan dengan kondisi 80,7 %. (d) Persinyalan CTC/CTS, perawatan yang dilakukan pada tahun 2005 sebesar 9 unit yang kemudian pada tahun 2006 turun hanya 4 unt, karena kondisi yang 5 unit masih fdalam keadaan baik dan pada tahun 2007, semuanya (9 unit) mengalami perawatan dengan kondisi sekitar 80 %. Kondisi prasarana telekomunikasi seperti jaringan radio mengalami kenaikan yang cukup tajam dari 41 unit pada tahun 205 menjadi 66 unit pada thun 2007. Keadaan ini sebetulnya masih belum mamadai dibandingkan denga perkembangan perkeretaapin (bisa dilihat dalam tabel 3.5). Prasarana pelistrikan, seperti jaringan catenary, gardu listrik dan supply daya sinyal HUT, perawatan yang dilakukan dengan standar kondisi yang dipertahankan sebesar 85% (untuk jelasnya dapat dilihat dalam tabel 3.3).
3.3 Sarana Perkeretaapian Kekuatan armada perkeretaapian dari tahun 2005-2008, jumlah lokomotif dan gerbong mengalami penurunan rata2 sebesar 1,83% dan 7,08% per tahun. Sedangkan untuk KRD/KRL dan Kereta jumlahnya cenderung mengalami peningkatan rata-rata 2,39% dan
38
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:38
6/22/2010 6:10:38 PM
Faktor Input Kereta Api
2,06% per tahun, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel, 4 berikut. Sarana kereta api yang ada sebagian besar sudah berumur tua. Selain itu, dalam perawatan juga mengalami kekurangan suku cadang, khsususnya yang berasal dari luar negeri. Keadaan ini diperparah oleh minimnya dana investasi yang dimiliki oleh pihak PT Kereta Api untuk membeli sarana kereta api (seperti gerbong dan lokomotif) yang baru3. Semakin menurunnya kualitas sarana angkutan perkertaapian karena sebagian besar telah melampaui umur teknis serta perawatannya yang tidak dilakukan secara optimal, sehingga banyak sarana yang tidak siap operasi. Minimnya kegiatan perawatan sarana kereta api disebabkan oleh beberapa factor seperti keterbatasan pendanaan, sistem perawatan yang kurang efisien, dan hambatan kelembagaan, peralatan dan teknologi yang masih tertinggal, kualitas SDM yang masih terbatas, sistem pengoperasian dan pemeliharaan yang kurang terpadu, penggunaan berbagai teknologi yang kurang didukung sistem pendidikan, pelatihan dan industri perkeretapian maupun penyediaan meterialnya.
3
Hasil wawancara dalam FGD dengan Dinas Perhubungan Banten, Dinas perhubungan Jawa Barat dan perwakilan dari PT. KCJ.
39
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:39
6/22/2010 6:10:38 PM
Sairi Erfanie
Tabel 3.4 Jumlah Lokomotif dan Armada Kereta Api Siap Operasi (Daerah Operasi Jawa), tahun 2005-2008
Sarana KeretaApi merupakan alat produksi untuk menghasilkan jasa angkutan Kereta Api yang terdiri dari lokomotif, Kereta Rel Listrik (KRL), Kereta Rel Diesel (KRD), Kereta Penumpang dan Gerbong Barang. Untuk mengoperasikan sejumlah sarana tersebut yang jumlahnya sebagaimana terlihat dalam tabel 3.5, perlu adanya perawatan yang intensif. Realisasi perawatan armada lokomotif pada tahun 2007 mencapai 110,5 % atau 10,5 % lebih tinggi dari yang diprogramkan sebesar 439 unit. Sedangkan realisasi siap operasi (SO) tercapai 334 unit atau 95,70% dari programnya sebesar 349 unit. Realisasi program siap operasi senantiasa tidak tercapai pada setiap tahunnya Beberapa factor yang diduga menyebabkan hal ini terjadi adalah karena kendala suku cadang, sedangkan lok sedang dan lok kecil disamping sulitnya suku cadang, harga suku cadangnya mahal.4
4
Profil Perusahaan PT Kereta Api (pesero),2008
40
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:40
6/22/2010 6:10:38 PM
Faktor Input Kereta Api
Tabel 3.5 Kekuatan Alat Produksi Sarana Tahun 2005-2007
3.4 Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Perkeretaapian 3.4.1 Sumber Daya Manusia Lingkup kegiatan perusahaan kereta api sangat luas. Wilayah operasinya sampai ribuan kilometer, peralatan yang dimiliki dan dioperasikan sangat banyak, muatan diangkut dalam satu tahun sampai mencapai puluhan juta ton dan juatan penumpang. Karena itu perusahaan kereta api ditandai oleh organisasinya yang sangat kompleks.
41
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:41
6/22/2010 6:10:38 PM
Sairi Erfanie
Organisasi perusahaan meluas secara horizontal dan vertikal. Meluas secara horizontal dalam bentuk luasnya lingkup pelayanannya kepada masyarakat dan luasnya wilayah operasi. Meluas secara vertikal berarti perusahaan melalui unit-unit pelaksanaannya harus melakukan pengoperasian, pemeliharaan, pengawasan peralatan-peralatan yang demikian banyak ragam dan jenisnya, sehingga memenuhi persyaratan beroperasi yang lancar, aman dan efisien. Untuk itu diperlukan tenaga personil yang ahli dan terlatih di bidang jalan kereta api, jembatan, bengkel, telekomunikasi, sinyal, administrasi dan sebagainya. Tenaga yang diperlukan itu, mulai dari tenaga manajer yang berpengetahuan dan mempunyai kemampuan organisasi yang luas sampai kepada tenaga bengkel yang terlatih untuk memperbaiki segala macam peralatan. Sumber daya manusia yang terkait dengan penyelenggaraan perkeretaapian nasional dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) bagian meliputi sumber daya manusia reguler (Ditjen Perkertaapian) dan sumber daya manusia operator (saat ini PT.Kereta Api sebagai operator tunggal). Kekuatan sumber daya manusia PT Kereta Api (Persero), berdasarkan pendidikan masih dominan pada tingkat SD, karena ciri pekerjaan di perusahaan ini sebagian besar memang menghendaki tingkat pendidikan tersebut. Namun demikian tingkat pendidikan SD setiap tahunnya mengalami penurunan, pada tahun 2005 tenaga yang berpendidikan SD sebesar 40,7 % atau 28.114 orang turun menjadi 26.316 orang atau 34,7 %. Dilain pihak tingkat SLTA mengalami perubahan kkomposisinya mengalami keaniakan dari 8.916 orang pada tahun 2005 (31,7 %) menjadi 10.239 orang pada tahun 1007 (38,9 %).
42
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:42
6/22/2010 6:10:38 PM
Faktor Input Kereta Api
Tabel 3.6 Kekuatan Sumber Daya Manusia Berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2005-2007
Dari tabel 3.6, terlihat bahwa sampai saat ini proporsi sumber daya manusia yang berpendidikan sampai dengan SLTA masih dominan (95,8 %). Rendahnya tingkat pendidikan formal sumber daya manusia PT Kereta Api (Persero) tersebut dapa mengakibatkan kurangnya kemampuan dalam mengantisipasi perubahan dann tuntutan perkembangan eksternal yang semakin kompleks dan cepat. Untuk pelaksanaan tugas di PT Kereta Api (Persero), melalui proses pendidikan dan pelatihan secara terprogram dan kontinyu baik di bidang prasarana, sarana, operasional, niaga maupun manajemen. Sebagian kegiatan pendidikan dan pelatihan diselenggarkan secara internal PT Kereta Api melalui sejumlah lembaga yang ada. Penataan Diklat Pegawai yang lebih menitikberatkan pada “pendidikan Lapangan” (On The Job Training) dalam Rangka memelihara/meningkatkan keterampilan pegawai pemeliharaan. Pelaksanaan pelatihan diarahkan untk meningkatkan skill melalui Diklat Fungsional. Pembentukan, diklat dengan metode Modul, dan Pendukung Pelatihan.
43
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:43
6/22/2010 6:10:39 PM
Sairi Erfanie
Kekuatan sumber daya manusia (SDM) setiap tahunnya mengalami penurunan , pada tahun 2005 sebanyak 28.144 orang menjadi 26.316 orang pada tahun 2007. Hal ini diduga karena adanya pemisahan lembaga penyelenggara layanan (sarana) dan penyelenggara prasarana yang dikoordinasikann oleh pemerintah selaku regulator dengan didampingi peran lembaga independen kereta api yang berasal dari unsur pemerintah. Untuk itu PT Kereta Api sudah berusaha meningkatkan efisiensi terutama penggunaan tenaga kerja yang trampil/skill dengan tingkat pendidikan yang lebih baik. Tabel 3.7 Sumber Daya Manusia Berdasarkan Fungsi Tugas, 2005-2007
Secara teknis yang dimaksud dengan diklat fungsional yaitu berupa pendidkan/pelatihan yang berkaitan dengan teknis perkeretaapin seperti, PF Sinyal, TL.4, TLD.3, Masinis dan lain sebagainya yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan. Diklat Modul yang berkaitan dengan pendidikan/pelatihan pada bidang administrasi, seperti pemantapan tugas Wasi, Komputer Database, Training Of Trainer dan lain sebagainya. Demikian juga pendidikan
44
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:44
6/22/2010 6:10:39 PM
Faktor Input Kereta Api
Managerial seperti pemasaran jasa, pelayanan terpadu, keuangan &pajak, komunikasi efektif dan sebagainya yang berhubungan dengan organisasi dan management.
3.5 Penutup Kereta Api dikenal sebagai moda angkutan yang memiliki multi keunggulan, antara lain: Hemat energi; Hemat lahan; Bersahabat dengan lingkungan; Tingkat keselamatan tinggi; Mampu mengangkut dalam jumlah yang besar & massal; serta Adaptif terhadap perkembangan teknologi. Dikaitkan dengan kecenderungan saat ini, kereta api menjadi moda transportasi yang sangat relevan untuk dikembangkan. Di Indonesia jaringan kereta yang beroperasi dalam jarak dekat, menghubungkan kota besar dengan kota-kota kecil di sekitarnya atau dua kota yang berdekatan atau yang disebut dengan komuter. Penumpang kereta ini kebanyakan adalah para penglaju bermobilitas tinggi yang pulang pergi dalam sehari, misalnya ke tempat kerja atau sekolah. Tidak mengherankan apabila frekuensi perjalan komuter termasuk tinggi dan jumlah penumpangnya juga paling banyak dibanding kereta jenis lainnya. Komuter umumnya dilayani oleh rangkaian kereta api ekonomi, tetapi beberapa sudah ada yang dilayani oleh kereta kelas bisnis bahkan kelas eksekutif, seperti kereta api pakuan jurusan Jakarta-Bogor. Jaringan komuter masih menjadi satu dengan kereta api jarak jauh, bahkan kebanyakan rangkaian kereta apinya juga diambil dari bekas kereta api jarak jauh, sehingga sulit untuk membedakan infrastruktur yang digunakan oleh masing-masing jenis kereta api.
45
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:45
6/22/2010 6:10:39 PM
Sairi Erfanie
Walaupun demikian, pemerintah saat ini sedang mempersiapkan pembangunan jaringan kereta api komuter yang lebih canggih, seperti monorel, kereta bawah tanah, maupun Mass Rapid Transit (MRT) yang rencananya dibangun di Jakarta dan Surabaya.
46
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:46
6/22/2010 6:10:39 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
BAB 4 ANALISIS FAKTOR PERMINTAAN JASA ANGKUTAN KERETA API COMMUTER DI JABODETABEK Dhani Agung Darmawan
4.1
Pengantar
Transportasi menjadi salah satu isu sentral dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Khususnya untuk transportasi massal seperti kereta api yang memiliki keterkaitan erat dengan massa (publik). Di negara berkembang seringkali terdapat daerah yang menjadi kutub pertumbuhan sehingga menarik daerah sekitarnya (hinterland) yang berakibat munculnya zona penglaju. Hal ini berkaitan erat dengan mobilitas tenaga kerja dari zona penglaju menuju ke daerah kutub pertumbuhan. Daerah kutub pertumbuhan merupakan daerah dengan aktivitas ekonomi dan pergerakan modal yang tinggi sehingga daerah ini memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Sedangkan daerah penglaju umumnya merupakan daerah penyedia jasa tenaga kerja. Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi barometer pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebagai pusat pemerintahan dan pembangunan, Provinsi DKI Jakarta memegang peranan vital dalam berbagai aktivitas sosial, ekonomi, budaya dan politik nasional. Berbagai aktivitas tersebut menjadi daya tarik bagi
47
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:47
6/22/2010 6:10:39 PM
Dhani Agung Darmawan
masyarakat untuk menuju ke Jakarta dengan tujuan melakukan berbagai kegiatan. Provinsi DKI Jakarta menjadi kutub pertumbuhan bagi daerah sekitar misalnya: Provinsi Jawa Barat (Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, dan Kabupaten Bogor), Provinsi Banten (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang Selatan, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon). Tingginya mobilitas masyakarat dari daerah hinterland menuju Provinsi DKI Jakarta mengakibatkan semakin tingginya tingkat kemacetan. Hal ini diperburuk dengan rendahnya kuantitas dan kualitas jasa transportasi massal, bis kota ataupun angkot sehingga berakibat mobilitas massa tidak dapat terangkut dengan baik. Akar permasalahan transportasi Provinsi DKI Jakarta adalah terus meningkatnya segregasi fungsional antara daerah bisnis/ perkantoran dan daerah pemukiman. Hal ini telah menimbulkan pemborosan waktu dan biaya transportasi, inefisiensi lahan dan kawasan, penurunan kualitas lingkungan terutama akibat polusi udara yang parah, serta kebutuhan yang besar terhadap sarana transportasi dan infrastruktur terkait lainnya. Maka solusi atas permasalahan kemacetan yang paling mendasar salah satunya adalah dengan menyediakan sarana angkut massal (mass rapid transit). Hal ini mengingat pembangunan perumahan layak serta terjangkau di tengah kota (rumah susun sederhana) terbentur dengan jumlah lahan yang terbatas. Meskipun rusuna akan mampu mendekatkan warga dengan tempat aktivitas utama-nya sehingga secara efektif akan menurunkan permintaan terhadap sarana transportasi dan infrastruktur terkait lainnya. Akan tetapi masalah lahan menjadi kendala dalam realisasinya. Kereta Listrik (KRL) merupakan salah satu jawaban dalam mengatasi permasalahan transportasi di Provinsi DKI Jakarta. KRL
48
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:48
6/22/2010 6:10:39 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
memiliki banyak rasionalitas seperti biaya yang rendah, teknologi yang memadai hingga tarif yang terjangkau. KRL juga memiliki potensi sebagai Mass Rapid Transit (MRT) tidak hanya untuk Jakarta namun juga berpotensi menjadi MRT untuk Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) terkait jaringan infrastruktur yang telah dimilikinya. Dengan demikian, KRL juga dapat menjadi salah satu instrument kebijakan yang efektif untuk mengelola kawasan secara terpadu. KRL harus masuk menjadi salah satu prioritas MRT di Jakarta. Ke depan, Pemprov harus mewujudkan koordinasi dan kerjasama yang efektif bagi peningkatan kapasitas dan pelayanan KRL. Dibandingkan monorail dan subway, KRL relatif jauh lebih murah, tarif pelayanan sangat terjangkau masyarakat, memiliki cakupan pelayanan operasional yang luas, tidak hanya Jakarta namun juga meliputi Bodetabek, serta relatif mudah secara teknologi. 4.2
Dinamika Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api
Mobilitas massa yang cukup tinggi baik internal Provinsi DKI Jakarta ataupun dari daerah hinterland (Bodetabek) menuju Provinsi DKI Jakarta mengakibatkan tingginya permintaan terhadap jasa angkutan transportasi massal. Permintaan angkutan KRL di Jabodetabek berkaitan dengan commuter masih sangat tinggi. Kondisi ini terkait dengan keunggulan kereta api sebagai transportasi massal yang bebas kemacetan dan mempunyai tarif yang masih sangat murah dibandingkan dengan noda transportasi lainnya, terutama untuk kelas ekonomi. Hal ini terlihat dari kenaikan rata-rata angkutan KA Jabodetabek selama periode 2002-2006 sebesar 15,6 % pertahun. Data Statistik Departemen Perhubungan menunjukkan peranan KA Jabodetabek yang cukup besar sebagai angkutan massal kereta api di Jawa dan Sumatera.
49
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:49
6/22/2010 6:10:39 PM
Dhani Agung Darmawan
Grafik 4.1 Jumlah Penumpang Angkutan Kereta Api di Jawa dan Sumatera Menurut Lintasan
Dari Grafik 1. Terlihat bahwa peran KA Jabodetabek (KRL) dalam menyerap mobilitas massa mengalami peningkatan daya angkut penumpang dari tahun 2004-2008. Daya angkut penumpang KA Jaboetabek selama kurun waktu 2004-2008 rata-rata sebesar 66 % dari total daya angkut KA nasional. Hal ini menunjukkan bahwa KA Jabodetabek merupakan angkutan commuter massal. Sesuai dengan sasaran PT KCJ (PT. KAI Commuter Jabodetabek) sampai dengan tahun 2012 daya angkut KRL akan ditingkatkan menjadi 2 juta penumpang. Peningkatan daya angkut ini terkait dengan persiapan sarana, prasarana, persignalan, sumber daya manusia (SDM) dan rel yang ada. Meskipun permintaan akan jasa KRL masih sangat tinggi, akan tetapi target PT KCJ untuk meningkatkan daya angkut penumpang menjadi 2 juta penumpang
50
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:50
6/22/2010 6:10:39 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
bukan tanpa kendala. Berbagai permasalahan dalam perkereta apian seperti kondisi prasarana yang telah melampui batas umur teknis, semakin menurunnya kualitas sarana angkutan, tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas, masih rendahnya keamanan dan ketertiban, rendahnya mobilitas angkutan akibat belum optimalnya keterpaduan antarmoda, masih rendahnya kinerja pelayanan KA, dan berbagai hal5 sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Berbagai masalah diatas masih ditambah dengan rendahnya pengetahuan masyarakat akan perkeretaapian termasuk didalamnya pentingnya pendidikan perkeretaapian. Rendahnya pengetahuan masyarakat akan perkeretaapian ditunjukkan dengan seringkali terjadi pengrusakan, tindakan vandalisme, pencurian sarana dan prasarana perkeretaapian. Disamping itu, tindakan tidak tertib berkeretapi juga seringkali terjadi seperti; menaiki gerbong, tidak membayar tiket, tidak tertib masuk gerbong dan sebagainyal. Budaya tidak tertib selama ini sudah melekat di sebagian masyarakat Indonesia. Meskipun masih banyak penumpang yang sadar dan tertib dalam menggunakan jasa perkeretaapian. Disamping itu, permintaan akan jasa angkutan KRL juga dipengaruhi oleh berbagai sisi internal dan eksternal. Sisi internal berkaitan dengan aspek psikologis dan identitas responden. Sedangkan sisi internal berkaitan dengan sisi regulasi, dan berbagai hal yang ada di PT. KCJ. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan dan tingkat kepuasan konsumen terhadap jasa angkutan KRL menjadi penting untuk dianalisis. Untuk menganalisis hal tersebut digunakan sumber 5
Cetak biru Pembangunan Transportasi Perkeretaapian Indonesia, tahun 2007 hal. 24-26
51
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:51
6/22/2010 6:10:39 PM
Dhani Agung Darmawan
data primer yang berasal dari kuesioner yang kemudian diolah menggunakan software SPSS. Responden dalam penelitian ini dipilih secara acak dan proporsional berdasarkan jenis kelamin, usia, jenis pekerja, stasiun pemberangkatan dan kedatangan serta jenis KRL yang digunakan (proporsional random sampling). Setelah dilakukan verifikasi data, total responden yang layak untuk dianalisis sebanyak 121 responden. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis tabulasi, frekuensi, analisis statistik (chisquare) dan crosstab. Sedangkan analisis kualitatif meliputi deskripsi dan pemaparan data primer dan sekunder yang mendukung analisis dalam penelitian. 4.3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Jasa Angkutan Kereta Listrik (KRL)
Faktor-faktor yang mempengaruhi jasa angkutan KRL sangat dipengaruhi oleh sisi internal dan eksternal. Sisi internal berkaitan dengan aspek psikologis dan identitas responden yaitu diantaranya; jenis kelamin (gender), Usia, Pekerjaan (Job), preferensi dari responden dalam memilih jenis KRL; Ekonomi, AC Ekonomi dan Eksekutif, stasiun keberangkatan; Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, Bandung dan lainnya (Stasiun1) dan stasiun tujuan akhir; Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, Bandung dan lainnya. Disamping itu jumlah frekuensi, aktivitas utama, dan pertimbangan juga menjadi penentu utama permintaan responden. Sedangkan dari sisi eksternal terkait dengan tarif dan jenis noda transportasi lainnya. Keterkaitan antar masing-masing variabel yang berpengaruh terhadap permintaan baik dari sisi internal dan eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut :
52
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:52
6/22/2010 6:10:39 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
4.3.1 Analisis Keterkaitan Gender dengan KA Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap KRL baik ekonomi, AC Ekonomi ataupun eksekutif adalah jenis kelamin (gender). Berdasarkan data primer yang telah diolah menggunakan SPSS menunjukkan bahwa secara statistik terdapat korelasi antara gender dengan KA. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pearson chi square yang signifikan sebesar 0,008 (dibawah level signifikansi 0,05 - uji dua arah 0,025). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi jenis KRL yang digunakan6. Selanjutnya, secara lebih terperinci dari Tabel 4.1 menunjukkan bahwa perempuan lebih memilih untuk menggunakan AC Ekonomi dibandingkan dengan menggunakan KRL eksekutif atau ekonomi. Sebaliknya, laki-laki lebih memilih menggunakan KRL ekonomi dibandingkan dengan eksekutif atau AC ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari persentase KRL yang dipilih oleh perempuan ataupun laki-laki. Alokasi penggunaan KRL yang pilih perempuan yaitu; AC ekonomi 49 %, ekonomi 27,5 % dan eksekutif 23,5 %. Sedangkan untuk laki-laki: ekonomi 48,57 %, Eksekutif 28,57 % dan AC Ekonomi 22,86 %. Alasan yang menyebabkan perempuan lebih memilih untuk menggunakan AC Ekonomi yaitu kenyamanan serta tingkat keamanan di dalam kereta yang cukup menjamin tetapi dengan harga tiket menengah.
6
Tabel hasil analisis chi-square ada di lampiran
53
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:53
6/22/2010 6:10:39 PM
Dhani Agung Darmawan
Tabel 4.1 Analisis Crosstab antara Gender dengan KA
4.3.2
Analisis Keterkaitan Usia dengan KA
Faktor berikutnya yang mempengaruhi permintaan KRL adalah usia. Namun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara variabel usia dengan jenis KRL yang digunakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pearson chi square sebesar 0,778 (lebih besar dari nilai level signifikan sebesar 0,025; dengan kata lain Ho ditolak). Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa usia tidak menentukan jenis KRL yang digunakan. Bisa saja responden yang berusia dibawah 35 tahun, lebih memilih untuk menggunakan KRL eksekutif ataupun AC Ekonomi, atau responden yang berusia diatas 35 tahun lebih memilih menggunakan KRL ekonomi. Tabel 4.2 menunjukkan inkonsistensi dari alokasi pemilihan KRL, dimana responden berumur muda (16-40 tahun); Ekonomi 40,47 %, AC Ekonomi 36,90 % dan Eksekutif 22,69 %. Sedangkan responden berumur tua (41-65 tahun); Ekonomi 37,83 %, AC Ekonomi 27,02 % dan Eksekutif 35,15 %. Dapat disimpulkan bahwa baik yang berumur muda ataupun muda lebih memilih untuk menggunakan KRL ekonomi. Hal ini mungkin disebabkan tarif KRL ekonomi yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan AC Ekonomi ataupun Eksekutif.
54
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:54
6/22/2010 6:10:39 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Tabel 4.2 Analisis Crosstab antara USIA dengan KA
4.3.3 Analisis Keterkaitan Jenis Pekerjaan dengan KA Faktor berikutnya yang mempengaruhi permintaan KRL adalah jenis pekerjaan. Akan tetapi, hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara variabel jenis pekerjaan dengan jenis KRL yang digunakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pearson chi square sebesar 0,581 (lebih besar dari nilai level signifikan sebesar 0,025; dengan kata lain Ho ditolak). Dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis pekerjaan tidak menentukan jenis KRL yang digunakan. Bisa saja responden dengan jenis pekerjaan karyawan swasta akan memilih menggunakan KRL ekonomi. Sebaliknya PNS akan memilih menggunakan KRL AC Ekonomi ataupun Eksekutif. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden yang bekerja sebagai PNS lebih memilih menggunakan KRL AC ekonomi (9) dibandingkan KRL Ekonomi sebesar 8. Sedangkan karyawan swasta lebih menggunakan KRL Ekonomi (20) dibandingkan KRL AC Ekonomi (17).
55
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:55
6/22/2010 6:10:40 PM
Dhani Agung Darmawan
Tabel 4.3 Analisis Crosstab antara Jenis Pekerjaan dengan KA
4.3.4 Analisis Keterkaitan Tarif dengan KA Faktor berikutnya yang mempengaruhi permintaan terhadap KRL baik ekonomi, AC Ekonomi ataupun Eksekutif adalah tarif. Berdasarkan data primer yang telah diolah, menunjukkan bahwa secara statistik terdapat korelasi antara tarif dengan jenis KRL yang digunakan oleh responden. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pearson chi square yang signifikan sebesar 0,000 (dibawah level signifikansi 0,05 - uji dua arah 0,025)7. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tarif mempengaruhi pemilihan jenis KRL yang digunakan. Tingkat tarif yang diberlakukan sangat mempengaruhi responden dalam memilih jenis KRL baik itu Ekonomi, AC Ekonomi, dan Eksekutif. Tabel 4.4 menunjukkan pengaruh dari tarif dengan jenis KRL yang dipilih responden. Dari tabel tersebut tingkat penilaian responden terhadap tarif (sangat murah, murah dan mahal) sangat menentukan pilihan jenis KRL yang digunakan. KRL ekonomi menurut sebagian besar responden masih merupakan pilihan pertama karena sangat murah (18) dan murah (29). Oleh sebab 7
Tabel hasil analisis ada di lampiran
56
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:56
6/22/2010 6:10:40 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
itu, KRL ekonomi masih merupakan pilihan pertama sebagian responden, pilihan berikutnya adalah AC Ekonomi (37) dan Eksekutif (20). Sedangkan responden yang beranggapan bahwa ekonomi mahal hanya 1 responden, sisanya AC Ekonomi (4) dan Eksekutif (12). Tabel 4.4 Analisis Crosstab antara Tarif dengan KA
4.3.5 Analisis Keterkaitan Frekuensi dengan KA Faktor lainnya yang dianalisis dalam penelitian ini adalah frekuensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara variabel frekuensi dengan jenis KRL yang digunakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pearson chi square sebesar 0,847 (lebih besar dari nilai level signifikan sebesar 0,025; dengan kata lain Ho ditolak). Dapat ditarik kesimpulan bahwa frekuensi tidak menentukan jenis KRL yang digunakan. Responden dengan frekuensi 1,2,3,4,5, atau lebih dari 7 kali seminggu menggunakan KRL yang cukup bervariatif. Preferensi responden tidak hanya menggunakan satu jenis KRL saja akan tetapi berbagai KRL sesuai dengan kebutuhan dan jadwal waktu. Tabel 4.5 menunjukkan variasi pilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden. Frekuensi terbanyak responden menggunakan KRL adalah 5-7 kali (48) dan lebih dari 7 kali (25).
57
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:57
6/22/2010 6:10:40 PM
Dhani Agung Darmawan
Tingkat variasi kombinasi pilihan KRL terlihat dari beragamnya kombinasi KRL yang digunakan baik untuk Ekonomi, AC Ekonomi ataupun Eksekutif. Tabel 4.5 Analisis Crosstab antara Frekuensi dengan KA
4.3.6 Analisis Keterkaitan antara Jenis Aktivitas dengan KA Faktor lainnya yang dianalisis dalam penelitian ini adalah jenis aktivitas yang dilakukan oleh pengguna KRL. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara variabel aktivitas dengan jenis KRL yang digunakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pearson chi square sebesar 0,602 (lebih besar dari nilai level signifikan sebesar 0,025; dengan kata lain Ho ditolak). Oleh sebab itu, aktivitas tidak menentukan jenis KRL yang digunakan. Tingkat aktivitas responden yang terbagi atas berbagai pilihan seperti kerja rutin, kuliah/sekolah, berkunjung, berwisata dan keperluan lain tidak mempengaruhi jenis pilihan KRL yang digunakan. Tabel 4.6 menunjukkan bahwa aktivitas dengan pilihan jenis KRL yang digunakan responden tidak memiliki korelasi yang positif.
58
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:58
6/22/2010 6:10:40 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Aktivitas responden berupa kerja rutin setiap hari sangat bervariatif dalam jenis KRL yang digunakan. Sebagian besar responden (74) memilih KRL untuk beraktivitas kerja rutin setiap hari dengan kombinasi; ekonomi (27), AC Ekonomi (23) dan Eksekutif (24). Kemudian diikuti oleh keperluan lain (20) dan kuliah/sekolah (19). Aktivitas responden berupa keperluan lain diantaranya adalah berbelanja untuk bisnis, berdagang, mengambil uang pension dan berdagang. Tabel 4.6 Analisis Crosstab antara Aktivitas dengan KA
4.3.7 Analisis Keterkaitan antara Aktivitas dengan Frekuensi Analisis keterkaitan antara aktivitas dengan KA terkait erat dengan frekuensi. Faktor aktivitas secara langsung mempengaruhi frekuensi. Aktivitas yang dilakukan oleh responden sangat menentukan jumlah frekuensi menggunakan KRL. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh nilai pearson chi square yang signifikan sebesar 0,000 (dibawah level signifikansi 0,05 - uji dua arah 0,025). Dapat disimpulkan bahwa aktivitas mempengaruhi frekuensi dan secara langsung ikut mempengaruhi jenis KRL yang digunakan.
59
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:59
6/22/2010 6:10:40 PM
Dhani Agung Darmawan
Tabel 4.7 menunjukkan keterkaitan antara aktivitas dengan frekuensi. Kombinasi aktivitas dengan frekuensi sangat bervariatif. Frekuensi tertinggi responden dalam menggunakan KRL adalah aktivitas kerja rutin setiap hari, kemudian keperluan lain dan kuliah/ sekolah. Tabel 4.7 Analisis Crosstab antara Aktivitas dengan Frekuensi
4.3.8 Analisis Keterkaitan antara Tarif dengan Frekuensi Alokasi frekuensi sebagai akibat dari aktivitas juga ditentukan oleh tingkat tarif yang diberlakukan. Tingkat tarif sangat mempengaruhi responden dalam memilih jenis KRL baik itu Ekonomi, AC Ekonomi, dan Eksekutif. Akan tetapi hasil statistik menunjukkan bahwa tarif tidak mempengaruhi frekuensi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pearson chi square sebesar 0,336 (lebih besar dari nilai level signifikan sebesar 0,025; dengan kata lain Ho ditolak). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tarif tidak berpengaruh terhaap frekuensi. Akan tetapi secara tidak langsung melalui jalur aktivitas tarif berpengaruh terhadap tingkat jenis KRL yang digunakan oleh responden (lihat sub.bagian 4.2.4).
60
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:60
6/22/2010 6:10:41 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa tingkat tarif tidak mempengaruhi seberapa besar frekuensi yang dilakukan oleh responden dalam menggunakan KRL. Tingkat frekuensi sangat dipengaruhi oleh jenis aktivitas responden. Tingkat tarif sebagaimana dijelaskan sub bagian 4.2.4 mempengaruhi responden dalam memilih jenis KRL yang digunakan baik itu Ekonomi, AC Ekonomi ataupun Eksekutif. Tabel 4.8 Analisis Crosstab antara Tarif dengan Frekuensi
4.3.9 Analisis Keterkaitan antara Alasan Pemilihan Kelas Kereta Api dengan Tarif Fakta yang menarik untuk dianalisis berkaitan dengan tarif adalah alasan. Alasan responden sangat mempengaruhi responden dalam memilih KRL didasarkan atas tarif. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh nilai pearson chi square sebesar 0,056 (lebih besar dari nilai level signifikan sebesar 0,025; dengan kata lain Ho ditolak). Dapat ditarik kesimpulan bahwa alasan tidak menentukan tarif yang akan dipilih. Tabel 4.9 menunjukkan bahwa berbagai alasan menggunakan jasa KRL; lebih nyaman, lebih cepat sampai tujuan, ketepatan waktu, lokasi stasiun mudah, tarifnya lebih murah an lainnya tidak berkorelasi dengan penilaian responden terhadap tingkat tarif; baik itu sangat murah, murah ataupun mahal.
61
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:61
6/22/2010 6:10:41 PM
Dhani Agung Darmawan
Tabel 4.9 Analisis Crosstab antara Alasan dengan Tarif
4.3.10 Analisis Keterkaitan antara Tarif dengan Respon Salah satu fakta yang menarik lainnya berkaitan dengan tarif adalah bahwa tarif berkaitan dengan respon responden. Tingkat tarif yang ada mempengaruhi respon responden. Dari uji statistik yang ada menunjukkan bahwa tarif berpengaruh signifikan terhadap respon. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pearson chi-square sebesar 0,025 (sama dengan level signifikan sebesar 0,025; Ho diterima). Tabel 4.10 menunjukkan pengaruh yang signifikan antara tarif dan respon dari responden. Sebagian besar responden yang berpendapat bahwa tingkat tarif; sangat murah sebesar 77,7% dan murah sebesar 66,37% merespon dengan tetap menggunakan kereta api dengan kelas yang sama. Sedangkan yang beranggapan tingkat tariff mahal akan beralih ke kereta api dengan kelas berbeda (lebih rendah) sebesar 58,8%, tetap menggunakan kereta api yang dengan kelas yang sama sebesar 29,41% dan lainnya sebesar 11,79%.
62
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:62
6/22/2010 6:10:41 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Tabel 4.10 Analisis Crosstab antara Tarif dengan Respon
4.4
Analisis Survei Tingkat Kepuasan Konsumen Jasa Angkutan Kereta Api
Tingkat kepuasan konsumen pengguna jasa kereta listrik (KRL) dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berbagai faktor tersebut sebagian besar merupakan faktor internal dari PT. KAI JC. Hal ini dikarenakan jasa KRL merupakan bentuk usaha monopoli murni. Dengan demikian, PT. KAI JC tidak memiliki pesaing didalam usaha KRL walaupun dalam noda transportasi darat terdapat jasa transportasi lainnya seperti; bus umum, busway, microlet dan taksi. Didalam menurunkan indikator yang mempengaruhi tingkat kepuasan dalam penelitian didasarkan atas visi perkeratapian yaitu: ”Memujudkan terselenggaranya pelayanan angkutan kereta api secara massal yang menjamin keselamatan, aman, nyaman, cepat dan lancar tertib dan teratur, efisien, terpadu dengan noda transportasi lain, serta menunjang pemerataan pertumbuhan, stabilitas pendorong dan penggerak pembangunan nasional” (Blueprint Pembangunan Perkereta apian Indonesia hal. 5 tahun 2007)
63
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:63
6/22/2010 6:10:41 PM
Dhani Agung Darmawan
Disamping itu, didalam menurunkan indikator tersebut didasarkan pada konsep pelayanan yang ada diperkeretaapian. Konsep tersebut terdapat didalam sasaran, sebagai berikut : ”Bidang pelayanan adalah peningkatan kinerja pelayanan terutama keselamatan angkutan, melalui penurunan jumlah kecelakaan dan fatalitas akibat kecelakaan diperlintasan sebidang dengan jalan maupun anjlokan dan efisiensi operasi disepanjang lintas utama yang padat serta kelancaran mobilisasi angkutan barang dan jasa” (Blueprint Pembangunan Perkereta apian Indonesia hal. 7 tahun 2007 ) Oleh karena itu kemudian dapat dirumuskan indikator yang mempengaruhi tingkat kepuasan yang digunakan untuk analisis dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Tingkat rasa nyaman di stasiun (Nyaman1). 2. Tingkat rasa aman di stasiun (Aman1). 3. Tingkat kebersihan stasiun (Kebersihan1). 4. Kondisi fasilitas toilet umum di stasiun (Toilet1) 5. Kondisi fasilitas kesehatan di stasiun (Kesehatan). 6. Fasilitas penitipan mobil (Parkir1). 7. Fasilitas penitipan motor/sepeda (Parkir2). 8. Akses kendaraan umum ke stasiun (Akses). 9. Pelayanan petugas tiket di stasiun (Tiketin). 10. Pelayanan petugas pemeriksa tiket (Pemeriksa). 11. Pelayanan petugas keamanan (Security).
64
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:64
6/22/2010 6:10:41 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
12. Ketepatan waktu keberangkatan (Waktu1) . 13. Ketepatan waktu kedatangan (Waktu2). 14. Tingkat rasa nyaman dalam gerbong (Nyaman2). 15. Tingkat rasa aman dalam gerbong (Aman2). 16. Tingkat kebersihan gerbong (Kebersihan2). 17. Fasilitas umum dalam gerbong (Toilet2). Indikator-indikator tersebut diatas digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen pengguna KRL. Penilaian responden terhadap tingkat kepuasan jasa angkutan KRL digunakan skala linkert dengan coding sebagai berikut : Sangat baik (Coding = 5), Baik (Coding = 4), Cukup Baik (Coding = 3), Kurang Baik (Coding = 2), Sangat Kurang (Coding = 1) dan Tidak Ada (Coding = 0). Dengan menggunakan skala dan coding diatas kemudian dilakukan analisis sebagai berikut :1). Analisis crosstab hubungan antara tingkat KA, gender, job dengan tingkat kepuasan konsumen untuk menganalisis pengaruh dari masing-masing variabel dan indikator. 2). Analisis frekuensi masing-masing indikator untuk melihat preferensi konsumen terhadap indikator tingkat kepuasan berdasarkan penilaian kepuasan dan jenis KRL yang digunakan. Hasil dari analisis crosstabb antara Jenis KA dengan indikator tingkat kepuasan menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara jenis KA dengan masing-masing indikator tingkat kepuasan. Hal ini menunjukkan bahwa preferensi konsumen terhadap tingkat kepuasan baik untuk kereta Ekonomi, AC Ekonomi dan Eksekutif tidak dapat dikaitkan satu persatu dengan 17 indikator tingkat kepuasan konsumen (Tabel 4.11 ).
65
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:65
6/22/2010 6:10:41 PM
Dhani Agung Darmawan
Tabel 4.11 Hasil Analisis Crosstab Jenis KA dengan Kepuasaan Konsumen Terhadap Jasa KRL
Dari hasil analisis Tabel 4.11 menunjukkan bahwa dari 17 indikator kepuasan hanya 3 indikator yang dipengaruhi oleh jenis KRL yang digunakan yaitu; nyaman2, aman2 dan kebersihan sedangkan sisanya (14 indikator) tidak dipengaruhi oleh jenis KRL. Oleh karena itu, dalam melihat tingkat kepuasan konsumen hanya dapat dianalisis dengan tabel frekuensi tidak dapat menggunakan crosstab. Hal ini dikarenakan hanya 3 indikator saja yang signifikan dari total 17 indikator tingkat kepuasan konsumen. Dalam analisis tingkat kepuasan tidak menekankan pada korelasi antar indikator akan tetapi lebih pada jumlah frekuensi yang dilihat berdasarkan persentase. Seberapa besar frekuensi dari penilaian konsumen terhadap indikator kepuasan menurut jenis KA dijelaskan sebagai berikut:
66
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:66
6/22/2010 6:10:41 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
♦
Nyaman1 (Tingkat rasa nyaman di stasiun)
Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa rasa nyaman konsumen jasa angkutan kereta api dirasakan cukup baik ketika mereka berada di stasiun. Kondisi ini dirasakan oleh hampir separuh responden yaitu 51 responden atau 42.1 %. Selanjutnya, hanya 8 responden atau 6.6 % yang merasa sangat nyaman di stasiun. Namun, bagi sebagian responden rasa nyaman di stasiun masih dirasakan kurang, yaitu 29 responden atau 24 % dari total jumlah responden. Tabel 4.12 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Nyaman1
Apabila dilihat dari Grafik 4.2 antara rasa nyaman di stasiun dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum bahwa baik responden yang menggunakan KRL ekonomi, AC ekonomi, ataupun eksekutif mayoritas merasakan cukup baik rasa kenyamanannya di stasiun. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase rasa nyaman di stasiun yang cukup baik yang hampir mendekati 20 %.
67
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:67
6/22/2010 6:10:42 PM
Dhani Agung Darmawan
Grafik 4.2 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Nyaman1 berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
♦
Aman1 (Tingkat rasa aman di stasiun)
Dari Tabel 4.13 terlihat bahwa konsumen jasa angkutan kereta api merasa cukup aman ketika mereka berada di stasiun. Kondisi ini dirasakan oleh hampir separuh responden yaitu 54 responden atau 44.6 %. Selanjutnya, terdapat 22 responden atau 18.2 % yang merasa nyaman di stasiun. Namun, bagi sebagian responden rasa nyaman di stasiun masih dirasakan kurang, yaitu 33 responden atau 27.3 % dari total jumlah responden.
68
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:68
6/22/2010 6:10:42 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Tabel 4.13 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Aman1
Apabila dilihat dari Grafik 4.3. antara rasa aman di stasiun dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum bahwa baik responden yang menggunakan KRL ekonomi, AC ekonomi, ataupun eksekutif mayoritas merasakan cukup aman di stasiun. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase rasa aman di stasiun yang cukup baik yang hampir mendekati 20 %.
Grafik 4.3 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Aman1 berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
69
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:69
6/22/2010 6:10:42 PM
Dhani Agung Darmawan
♦
Kebersihan1 (Tingkat kebersihan stasiun)
Dari Tabel 4.14 terlihat bahwa tingkat kebersihan di stasiun dirasakan kurang bersih oleh mayoritas responden. Kondisi ini dirasakan oleh 52 responden atau 43 %. Namun, 37 responden atau 30.6 % merasa bahwa tingkat kebersihan di stasiun cukup baik. Selanjutnya, hanya terdapat 15 responden atau 12.4% yang merasa bahwa tingkat kebersihan di stasiun sudah baik. Tabel 4.14 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Kebersihan1
Apabila dilihat dari Grafik 4.4 antara tingkat kebersihan di stasiun dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum bahwa baik responden yang menggunakan KRL ekonomi, AC ekonomi, ataupun eksekutif mayoritas merasakan bahwa tingkat kebersihan di stasiun masih kurang. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase rasa kurang bersih di stasiun yang hampir mendekati 20 %. Akan tetapi, sebagian besar responden yang menggunakan KRL AC Ekonomi merasa bahwa tingkat kebersihan di stasiun sudah cukup baik.
70
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:70
6/22/2010 6:10:42 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Grafik 4.4 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Kebersihan1 berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
♦
Toilet1 (Kondisi fasilitas toilet umum di stasiun)
Dari Tabel 4.15 terlihat bahwa kondisi fasilitas toilet umum di stasiun dirasakan kurang bersih oleh konsumen jasa angkutan kereta api. Kondisi ini dirasakan oleh hampir separuh responden yaitu 55 responden atau 45.5 %. Selanjutnya, terdapat 20 responden atau 16.5 % yang merasakan tingkat kebersihan toilet umum di stasiun masih sangat kurang. Namun, bagi 26 responden atau 21.5 % merasakan bahwa kebersihan toilet cukup baik, dan terdapt 15 responden atau 12.4 % yang merasakan kebersihan toilet sudah baik.
71
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:71
6/22/2010 6:10:43 PM
Dhani Agung Darmawan
Tabel 4.15 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Toilet1
Apabila dilihat dari Grafik 4.5 antara tingkat kebersihan toilet di stasiun yang dirasakan oleh responden dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum bahwa responden yang menggunakan KRL ekonomi dan AC ekonomi mayoritas merasakan tingkat kebersihan toilet di stasiun masih kurang bersih. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase rasa nyaman di stasiun yang cukup baik yang melebihi 20 %. Sedangkan untuk pengguna KRL eksekutif, persentase antara responden yang merasa bahwa tingkat kebersihan toilet di stasiun masih kurang dengan responden yang merasa tingkat kebersihan toilet sudah cukup baik perbedaannya sangat kecil.
72
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:72
6/22/2010 6:10:43 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Grafik 4.5 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Toilet1 berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
♦
Kesehatan (Kondisi fasilitas kesehatan di stasiun)
Dari Tabel 4.16 terlihat bahwa kondisi fasilitas kesehatan di stasiun dirasakan kurang oleh konsumen jasa angkutan kereta api dirasakan cukup baik ketika mereka berada di stasiun. Kondisi ini dirasakan oleh hampir separuh responden yaitu 52 responden atau 43 %. Selanjutnya, ada 22 responden atau 18.2 % yang merasa bahwa tidak ada fasilitas kesehatan di stasiun. Namun, bagi sebagian responden fasilitas kesehatan di stasiun sudah dirasakan cukup baik oleh 23 responden atau 19 % dari total jumlah responden.
73
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:73
6/22/2010 6:10:43 PM
Dhani Agung Darmawan
Tabel 4.16 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Kesehatan
Apabila dilihat dari Grafik 4.6 antara kondisi fasilitas kesehatan di stasiun dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum bahwa baik responden yang menggunakan KRL ekonomi, AC ekonomi, ataupun eksekutif mayoritas merasakan kurangnya fasilitas kesehatan di stasiun. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase rasa kurang pada fasilitas kesehatan di stasiun yang hampir mendekati 20 %.
Grafik 4.6 Tingkat Kepuasan Konsumen berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
terhadap
Kesehatan
74
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:74
6/22/2010 6:10:43 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
♦
Parkir1 (Fasilitas penitipan mobil)
Dari Tabel 4.17 terlihat bahwa fasilitas penitipan mobil dirasakan oleh konsumen jasa angkutan kereta api cukup baik. Kondisi ini dirasakan oleh hampir separuh responden yaitu 53 responden atau 43.8 %. Selanjutnya, hanya 15 responden atau 12.4 % yang merasa fasilitas penitipan mobil sudah baik. Namun, bagi sebagian responden merasa bahwa fasiitas penitipan mobil di stasiun masih dirasakan kurang, yaitu 35 responden atau 28.9 % dari total jumlah responden. Tabel 4.17 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Parkir1
Apabila dilihat dari Grafik 4.7 antara rasa nyaman di stasiun dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum bahwa baik responden yang menggunakan KRL ekonomi, AC ekonomi, ataupun eksekutif mayoritas merasakan bahwa fasilitas penitipan mobil di stasiun sudah cukup baik. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase rasa nyaman di stasiun yang cukup baik yang hampir mendekati 20 %. Akan tetapi, sebagian besar responden yang menggunakan AC ekonomi masih merasa bahwa fasilitas penitipa mobil kurang baik.
75
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:75
6/22/2010 6:10:43 PM
Dhani Agung Darmawan
Grafik 4.7 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Parkir berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
♦
Parkir2 (Fasilitas penitipan motor/Sepeda)
Dari Tabel 4.18 terlihat bahwa fasilitas penitipan motor/speda dirasakan oleh konsumen jasa angkutan kereta api cukup baik. Kondisi ini dirasakan oleh lebih dari separuh responden yaitu 67 responden atau 55.4 %. Selanjutnya, 31 responden atau 25.6 % yang merasa fasilitas penitipan motor/speda sudah baik. Namun, bagi 15 orang responden atau 12.4 % merasa bahwa fasiitas penitipan motor/speda di stasiun masih dirasakan kurang.
76
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:76
6/22/2010 6:10:43 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Tabel 4.18 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Parkir2
Apabila dilihat dari Grafik 4.8 antara rasa nyaman di stasiun dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum bahwa baik responden yang menggunakan KRL ekonomi, AC ekonomi, ataupun eksekutif mayoritas merasakan bahwa fasilitas penitipan motor/sepeda di stasiun sudah cukup baik. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase tingkat kepuasan untuk fasilitas penitipan motor/speda di stasiun yang cukup baik yaitu hampir mendekati 20% untuk responden yang menggunakan KRL eksekutif. Bahkan, persentase tersebut melebihi 20 % bagi responden yang menggunakan KRL AC Ekonomi dan eksekutif.
Grafik 4.8 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Parkir2 berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
77
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:77
6/22/2010 6:10:44 PM
Dhani Agung Darmawan
♦
Akses (Akses kendaraan umum ke stasiun)
Dari tabel 4.19 terlihat bahwa fasilitas akses kendaraan umum ke stasiun dirasakan oleh konsumen jasa angkutan kereta api baik. Kondisi ini dirasakan oleh 53 responden atau 43.8 %. Selanjutnya, 47 responden atau 38.8 % yang merasa fasilitas akses kendaraan umum ke stasiun cukup baik. Namun, bagi 11 orang responden atau 9.1 % merasa bahwa fasiitas akses kendaraa umum ke stasiun masih dirasakan kurang. Tabel 4.19 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Akses
Apabila dilihat dari Grafik 4.9. antara fasilitas akses kendaraan umum ke stasiun dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum responden yang menggunakan KRL Ekonomi berpendapat bahwa akses kendaraan umum ke stasiun sudah cukup baik. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase tingkat kepuasan untuk fasilitas akses kendaraan umum ke stasiun yang melebihi 20%. Namun, bagi responden yang menggunakan AC ekonomi dan eksekutif berpendapat bahwa fasilitas akses kendaraan umum sudah dirasakan baik.
78
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:78
6/22/2010 6:10:44 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Grafik 4.9 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Akses berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
♦
Tiketing (Pelayanan Petugas tiket di stasiun)
Dari Tabel 4.20 terlihat bahwa pelayanan petugas tiket di stasiun dirasakan oleh konsumen jasa angkutan kereta api cukup baik. Kondisi ini dirasakan oleh 56 responden atau 46.8 %. Selanjutnya, 43 responden atau 35.5 % merasa bahwa pelayan tersebut sudah baik. Namun, bagi 16 orang responden atau 13.2 % pelayanan petugas tiket di stasiun dirasakan masih kurang baik. Tabel 4.20 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Tiketing
79
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:79
6/22/2010 6:10:44 PM
Dhani Agung Darmawan
Apabila dilihat dari grafik antara pelayanan petugas tiket di stasiun dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum responden yang menggunakan KRL Ekonomi dan eksekutif berpendapat bahwa pelayanan petugas tiket di stasiun sudah cukup baik. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase tingkat kepuasan untuk pelayanan tersebut yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kepuasan lainnya. Namun, bagi responden yang menggunakan AC ekonomi berpendapat bahwa fasilitas pelayanan petugas tiket di stasiun sudah baik, yaitu hampir 20 % responden.
Grafik 4.10 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Tiketing berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
♦
Pemeriksa (Pelayanan petugas pemeriksa tiket)
Dari Tabel 4.21 terlihat bahwa pelayanan petugas pemeriksa tiket di stasiun dirasakan oleh konsumen jasa angkutan kereta api cukup baik. Kondisi ini dirasakan oleh 55 responden atau 45.5 %.
80
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:80
6/22/2010 6:10:44 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Selanjutnya, 35 responden atau 28.9 % merasa bahwa pelayanan tersebut sudah baik. Namun, bagi 24 orang responden atau 19.8 % pelayanan petugas tiket di stasiun dirasakan masih kurang baik.
Tabel 4.21 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Pemeriksa
Apabila dilihat dari Grafik 4.11 antara pelayanan petugas pemeriksa tiket di stasiun dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum responden yang menggunakan KRL Ekonomi dan eksekutif berpendapat bahwa pelayanan petugas pemeriksa tiket di stasiun sudah cukup baik. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase tingkat kepuasan untuk pelayanan tersebut yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kepuasan lainnya. Namun, terdapat kesamaan persentase antara rasa kurang puas dalam pelayanan peugas pemeriksa tiket dan rasa sudah puas bagi responden yang menggunakan KRL ekonomi, yaitu diatas 10%.
81
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:81
6/22/2010 6:10:44 PM
Dhani Agung Darmawan
Grafik 4.11 Tingkat Kepuasan Konsumen berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
♦
terhadap
Pemeriksa
Security (Pelayanan petugas keamanan)
Dari Tabel 4.22 terlihat bahwa pelayanan petugas keamanan di stasiun dirasakan oleh konsumen jasa angkutan kereta api cukup baik. Kondisi ini dirasakan oleh 43 responden atau 35.5 %. Selanjutnya, 34 responden atau 28.1 % merasa bahwa pelayanan petugas keamanan di stasiun sudah baik. Akan tetapi, bagi 37 orang responden atau 30.6 % berpendapat bahwa pelayanan keamanan di stasiun dirasakan masih cukup baik.
82
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:82
6/22/2010 6:10:44 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Tabel 4.22 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Security
Apabila dilihat dari grafik antara pelayanan petugas keamanan di stasiun dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum responden yang menggunakan KRL AC Ekonomi dan eksekutif berpendapat bahwa pelayanan petugas keamanan di stasiun sudah cukup baik. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase tingkat kepuasan untuk pelayanan tersebut yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kepuasan lainnya. Namun, bagi responden yang menggunakan KRL ekonomi berpendapat bahwa pelayanan keamanan di stasiun dirasakan masih kurang.
Grafik 4.12 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Security berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
83
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:83
6/22/2010 6:10:45 PM
Dhani Agung Darmawan
♦
Waktu1 (Ketepatan waktu pemberangkatan)
Dari tabel 4.23 terlihat bahwa ketepatan waktu pemerangkatan KRL dirasakan oleh konsumen jasa angkutan kereta api cukup baik. Kondisi ini dirasakan oleh 48 responden atau 39.7 %. Selanjutnya, 24 responden atau 19.8 % merasa bahwa ketepatan waktu pemberangkatan KRL dirasakan sudah baik. Akan tetapi, bagi 38 orang responden atau 31.4 % berpendapat bahwa ketepatan waktu pemberangkatan KRL dirasakan masih kurang baik. Artinya, jadwal pemberangkatan KRL terkadang lebih lambat dari waktu yang telah dijadwalkan. Tabel 4.23 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Waktu1
Apabila dilihat dari Grafik 4.13 antara ketepatan waktu pemberangkatan KRL dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum responden yang menggunakan KRL AC Ekonomi berpendapat bahwa ketepatan waktu pemberangkatan KRL dirasakan sudah cukup baik. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase tingkat kepuasan untuk pelayanan tersebut yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kepuasan lainnya. Namun, bagi responden yang menggunakan KRL ekonomi dan eksekutif berpendapat bahwa waktu pemberangkatan KRL dirasakan masih kurang tepat dari jadwal .
84
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:84
6/22/2010 6:10:45 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Grafik 4.13 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Waktu1 berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
♦
Waktu2 (Ketepatan waktu kedatangan)
Dari Tabel 4.24 terlihat bahwa ketepatan waktu kedatangan KRL dirasakan oleh konsumen jasa angkutan kereta api masih kurang tepat dari jadwal sehingga responden merasa kurang puas. Kondisi ini dirasakan oleh 45 responden atau 37.2 %. Sebaliknya, 41 responden atau 33.9 % merasa bahwa ketepatan waktu kedatangan KRL dirasakan sudah cukup baik. selanjutnya, bagi 22 orang responden atau 18.2 % berpendapat bahwa ketepatan waktu kedatangan KRL dirasakan sudah baik.
85
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:85
6/22/2010 6:10:45 PM
Dhani Agung Darmawan
Tabel 4.24 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Waktu2
Apabila dilihat dari Grafik 4.14 antara ketepatan waktu kedatangan KRL dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum responden yang menggunakan KRL AC Ekonomi berpendapat bahwa ketepatan waktu kedatangan KRL dirasakan sudah cukup baik. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase tingkat kepuasan untuk pelayanan tersebut yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kepuasan lainnya. Namun, bagi responden yang menggunakan KRL ekonomi dan eksekutif berpendapat bahwa waktu kedatangan KRL dirasakan masih kurang tepat dari jadwal .
86
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:86
6/22/2010 6:10:45 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Grafik 4.14 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Waktu2 berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
♦
Nyaman2 (Tingkat rasa nyaman dalam gerbong)
Dari Tabel 4.25 terlihat bahwa tingkat rasa nyaman dalam gerbong dirasakan oleh sebagaian besar konsumen jasa angkutan kereta api cukup baik, baik dan sangat baik. Kondisi ini dirasakan oleh hampir setengah responden yaitu total 77 responden atau 63,63 %. Namun demikian sebanyak 44 responden atau 36,36 % yang merasa tingkat rasa nyaman dalam gerbong sangat kurang dan kurang.
87
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:87
6/22/2010 6:10:45 PM
Dhani Agung Darmawan
Tabel 4.25 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Nyaman2
Apabila dilihat dari Grafik 4.15 antara nyaman2 dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum bahwa responden yang menggunakan AC ekonomi, ataupun eksekutif mayoritas merasakan bahwa tingkat keamanan dalam gerbong cukup baik. Hanya responden ekonomi yang menyatakan bahwa tingkat rasa nyaman dalam gerbong kurang. Terlihat dalam tabel bahwa tingkat rasa nyaman dalam gerbong oleh responden dirasa kurang sebesar 18 %. Sedangkan Kondisi cukup baik dalam tingkat nyaman dalam gerbong untuk AC Ekonomi dan Eksekutif terlihat dari persentase yang hampir 18 % dan 16 %.
88
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:88
6/22/2010 6:10:45 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Grafik 4.15 Tingkat Kepuasan Konsumen berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
♦
terhadap
Nyaman2
Aman2 (Tingkat rasa aman dalam gerbong)
Dari Tabel 4.26 terlihat bahwa tingkat rasa aman dalam gerbong dirasakan oleh sebagaian besar konsumen jasa angkutan kereta api cukup baik, baik dan sangat baik. Kondisi ini dirasakan oleh hampir setengah responden yaitu total 79 responden atau 65,28 %. Namun demikian sebanyak 42 responden atau 34,71 % yang merasa tingkat rasa aman dalam gerbong sangat kurang dan kurang.
89
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:89
6/22/2010 6:10:46 PM
Dhani Agung Darmawan
Tabel 4.26 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Aman2
Apabila dilihat dari Grafik 4.16 antara aman2 dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum bahwa responden yang menggunakan AC ekonomi, ataupun eksekutif mayoritas merasakan bahwa tingkat keamanan dalam gerbong cukup baik. Hanya responden ekonomi yang menyatakan bahwa tingkat rasa aman dalam gerbong kurang. Terlihat dalam tabel bahwa tingkat rasa aman oleh responden dirasa kurang sebesar 22 %. Sedangkan Kondisi cukup baik dalam tingkat aman dalam gerbong untuk AC Ekonomi dan Eksekutif terlihat dari persentase yang hampir mendekati 20 %.
90
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:90
6/22/2010 6:10:46 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Grafik 4.16 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Aman2 berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
♦
Kebersihan2 (Tingkat kebersihan gerbong)
Dari tabel 4.27 terlihat bahwa tingkat kebersihan gerbong dirasakan oleh konsumen jasa angkutan kereta api kurang baik. Kondisi ini dirasakan oleh hampir sepertiga responden yaitu 40 responden atau 33,05 %. Selanjutnya, hanya 33 responden atau 27.7 % yang merasa fasilitas penitipan mobil cukup baik. Namun, bagi sebagian responden merasa bahwa fasiitas kebersihan gerbong masih dirasakan kurang, yaitu 16 responden atau 13.22 % dari total jumlah responden.
91
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:91
6/22/2010 6:10:46 PM
Dhani Agung Darmawan
Tabel 4.27 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Kebersihan2
Apabila dilihat dari Grafik 4.17 antara kebersihan2 dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum bahwa baik responden yang menggunakan AC ekonomi, ataupun eksekutif mayoritas merasakan bahwa tingkat kebersihan gerbong cukup baik. Hanya responden ekonomi yang menyatakan bahwa kebersihan didalam gerbong kurang. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase cukup baik dalam tingkat kebersihan didalam gerbong untuk AC Ekonomi dan Eksekutif yang cukup baik yang hampir mendekati 20 % dan 12 %.
Grafik 4.17 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Kebersihan2 berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
92
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:92
6/22/2010 6:10:46 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
♦
Toilet2 (Fasilitas toilet umum dalam gerbong)
Dari Tabel 4.28 terlihat bahwa fasilitas umum berupa toilet di dalam gerbong dirasakan oleh konsumen jasa angkutan kereta api tidak ada. Kondisi ini dirasakan oleh hampir separuh responden yaitu 84 responden atau 69,42 %. Selanjutnya, hanya 8 responden atau 6,6 % responden yang merasa bahwa toilet2 cukup baik dan 1 responden atau 0,8 % yang merasa toilet2 sudah baik. Namun, bagi sebagian responden merasa bahwa fasilitas toilet di gerbong masih dirasakan sangat kurang, yaitu 9 responden atau 7,43 % dan kurang, yaitu 18 responden atau 14,87 % dari total jumlah responden. Tabel 4.28 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Toilet2
Apabila dilihat dari Grafik 4.18 antara toilet2 dengan pemilihan jenis KRL yang digunakan oleh responden, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum bahwa baik responden yang menggunakan KRL ekonomi, AC ekonomi, ataupun eksekutif mayoritas merasakan bahwa fasilitas toilet tidak ada di dalam gerbong. Kondisi ini terlihat dari tingginya persentase toilet tidak ada didalam gerbong yang hampir mendekati 20 %. Bahkan, sebagian besar responden sebanyak 30 % yang menggunakan ekonomi merasa bahwa fasilitas toilet didalam gerbong tidak ada .
93
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:93
6/22/2010 6:10:46 PM
Dhani Agung Darmawan
Grafik 4.18 Tingkat Kepuasan Konsumen terhadap Toilet2 berdasarkan Jenis KA Sumber : data primer, diolah
4.5 Penutup Permintaan angkutan KRL di Jabodetabek berkaitan dengan commuter masih sangat tinggi. Hal ini terkait dengan keunggulan kereta api sebagai transportasi massal yang bebas kemacetan dan mempunyai tarif yang masih sangat murah dibandingkan dengan noda transportasi lainnya, terutama untuk kelas ekonomi. Permintaan terhadap Jasa angkutan KRL sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik internal ataupun eksternal. Dari segi internal berkaitan dengan konsumen pengguna jasa KRL. Sedangkan segi eksternal berkaitan dengan PT. KAI CJ dan masyarakat yang terkait dengan KRL. Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan jasa angkutan KRL menunjukkan bahwa keterkaitan antara gender, usia, pekerjaan, tarif, frekuensi dan aktivitas dengan jenis KRL yang digunakan (KA); hanya variabel gender dan tarif yang signifikan berpengaruh terhadap jenis KRL yang digunakan.
94
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:94
6/22/2010 6:10:46 PM
Analisis Faktor Permintaan Jasa Angkutan Kereta Api Commuter di Jabodetabek
Sedangkan variabel lainnya tidak signifikan berpengaruh terhadap jenis KRL yang digunakan. Analisis jalur yang dilakukan terhadap Jenis KRL melalui aktivitas, frekuensi dan tarif menunjukkan bahwa frekuensi menggunakan KRL sangat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas. Namun demikian, tingkat tarif tidak dipengaruhi oleh tingkat aktivitas. Preferensi terhadap KRL dipengaruhi melalui jalur aktivitas-frekuensi-tarif-jenis KRL yang digunakan. Hasil analisis terhadap penilaian kepuasan konsumen menunjukkan bahwa rasa nyaman, rasa aman dan kebersihan gerbong kereta api sangat signifikan berpengaruh terhadap jenis KRL yang digunakan. Berdasarkan hasil temuan penelitian di atas, PT. KCJ disarankan mempertimbangkan aspek gender dalam pelayanan kereta api. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan gerbong dan ataupun akses masuk dan keluar bagi perempuan. Kualitas pelayanan pun perlu ditingkatkan agar konsumen mendapatkan kepuasan yang setimpal dengan tariff yang mereka bayarkan.
95
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:95
6/22/2010 6:10:46 PM
Dhani Agung Darmawan
96
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:96
6/22/2010 6:10:47 PM
Pengalaman India, Jepang dan Australia Dalam Pengelolaan Kereta Api Commuter
BAB 5 PENGALAMAN INDIA, JEPANG DAN AUSTRALIA DALAM PENGELOLAAN KERETA API COMMUTER Nurlia Listiani
5.1 Pengantar Memiliki jaringan transportasi yang tepat waktu dengan harga terjangkau merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi oleh Indonesia guna meraih sukses dalam kompetisi global saat ini. Kereta api merupakan pilihan angkutan transportasi yang paling tepat apabila dibandingkan dengan moda transportasi publik lainnya. Hal ini disebabkan kereta api dapat menawarkan efisiensi waktu dengan harga yang murah, mengurangi impor barang modal dan juga lebih ramah lingkungan. Pilihan ini semakin diperkuat lagi oleh adanya argumen meningkatnya harga energi yang akan memaksa negara berkembang untuk memilih moda transportasi yang cenderung memanfaatkan energi alternatif, yaitu kereta api. Kondisi perkeretaapian Indonesia saat ini masih memiliki banyak masalah dan menerima banyak keluhan dari penumpang. Banyaknya fakta yang menunjukkan bahwa perjalanan kereta api masih diwarnai dengan keterlambatan, kurangnya kualitas pelayanan dalam pengoperasian kereta api, serta masih cukup tingginya angka kecelakaan akan menjadi penghalang untuk perkembangan perkeretaapian Indonesia menjadi suatu moda transportasi yang handal dan berkelanjutan. Sebaliknya, seperti kita ketahui, negara maju seperti Jepang dan Australia sudah memiliki sistem perkeretaapian yang sangat maju. Bahkan India, negara
97
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:97
6/22/2010 6:10:47 PM
Nurlia Listiani
yang memiliki karakteristik hampir sama dengan Indonesia sudah memiliki buku panduan keselamatan perkeretaapian dan rencana kerja untuk mencapai zero accident. Kondisi-kondisi perkeretaapian yang sudah sangat menunjang kebutuhan mobilitas penumpang tersebut dapat berdampak pada aktivitas perekonomian yang pada akhirnya akan mempengaruhi kondisi pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, tulisan ini mengulas kondisi perkeretaapian di Indonesia, serta kondisi perkeretaapian di negara-negara lainnya yaitu India, Jepang, dan Australia. Dengan demikian diharapkan Indonesia dapat belajar dari sistem kereta api pada negara-negara tersebut. Lebih jauh lagi tulisan ini diharapkan dapat menggugah pemerintah agar meningkatkan perhatian dan investasi publik untuk membangun moda transportasi kereta api sebagai angkutan utama.
5.2 Perkeretaapian di Indonesia Kereta api di Indonesia awalnya dibangun pada masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J. Baron Sloet van den Beele tahun 1864, di Desa Kemijen, Semarang. Lahirnya kereta api sekaligus juga menandai awal industrialisasi di Indonesia. Ketika mengalami kebangkrutan ekonomi akibat perang Diponegoro (1825 – 1830), Belanda menerapkan sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dengan mewajibkan penduduk pribumi menanam tanaman untuk pasar Eropa (tebu, kopi, nila, kapas, tembakau), disertai dengan pendirian pabrik gula. Saat itulah, kereta api dibangun dengan fungsi utama sebagai alat angkut (lori) tebu dan hasil perkebunan lainnya sampai tiga tahun pertama.
98
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:98
6/22/2010 6:10:47 PM
Pengalaman India, Jepang dan Australia Dalam Pengelolaan Kereta Api Commuter
Tiga tahun setelah mulai beroperasi di Indonesia, kereta api mulai digunakan untuk mengangkut penumpang. Pada masa itu, jaringan rel dibangun dengan cepat, sehingga tahun 1939, panjang rel telah mencapai 6.811 km. Pada tahun yang sama, jaringan kereta api telah melebar ke Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan8, sehingga kereta api berkembang menjadi tulang punggung utama dalam sistem transportasi darat untuk mengangkut penumpang dan barang. Saat ini, struktur manajemen perkeretaapian Indonesia telah mengalami perubahan. Sebelumnya manajemen kereta api berbentuk PJKA yang lebih menekankan pelayanan publik, kemudian menjadi PERUMKA tahun 1990. Setelah itu, menjadi perseroan (PT) tahun 1998. Perubahan ini merupakan hasil rekomendasi utang Bank Dunia dalam bentuk Proyek Bantuan Teknis perkeretaapian dan PEP yang dengan jelas mendorong prinsip-prinsip pengusahaan kereta api dari public services menjadi public utility dan tunduk pada aturan dagang dengan tujuan utama meraih keuntungan (Nikmah dan Wijiyati 2008). Struktur manajemen ini diperkuat dengan perubahan UU Tentang Perkeretaapian dari UU Nomor 13 tahun 1996 menjadi UU Nomor 23 Tahun 2007 yang secara eksplisit memberi ruang bagi masuknya swasta dalam perkeretaapian. Untuk peningkatan kualitas pelayanan kereta api, telah diterapkan prinsip bisnis melalui mekanisme pembiayaan public service obligation (PSO), infrastructure maintenance and operation (IMO), dan track access charge (TAC). Nilai PSO yang diberikan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jumlah PSO yang diberikan dari tahun 2005-2008 dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 8
PT KAI 2007
99
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:99
6/22/2010 6:10:47 PM
Nurlia Listiani
Gambar 5.1 Nilai PSO tahun 2005-2008 Sumber : Dephub, 2009
Jumlah nilai PSO relatif meningkat dari tahun 2005-2008, jumlah tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran operasional kereta api. Akan tetapi kualitas layanan kereta api terutama kelas ekonomi – tidak menjadi semakin membaik. Tidak hanya headway yang tidak pasti, kondisi keamanan yang rawan, dan tingkat keselamatan yang terus menurun. Kondisi ini diperburuk lagi dengan meningkatnya angka kecelakaan kereta api selama tahun 2005-2007. Hanya pada tahun 2008 terjadi pengurangan jumlah kecelakaan kereta api, yaitu menjadi 117 kali, menurun dari tahun 2007 terjadi kecelakaan sebanyak 140 kali. Lebih dari 90% kecelakaan yang terjadi di tahun 2008 terjadi akibat kereta anjlok atau terguling (http://perkeretaapian.dephub.go.id). 5.2.1 Kereta Api Commuter JABODETABEK Khusus untuk operasional kereta api di Jabodetabek berada di bawah manajemen PT.KAI Operasional Wilayah I yang mencakup
100
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:100
6/22/2010 6:10:47 PM
Pengalaman India, Jepang dan Australia Dalam Pengelolaan Kereta Api Commuter
semua layanan kereta api di Provinsi DKI Jakarta, Propinsi Banten, juga 3 daerah dalam wilayah administrasi Propinsi Jawa Barat (kota Depok, kota Bekasi, dan daerah Bogor). Operasional dan pemeliharaan infrastruktur tidak hanya mencakup kereta lokal tapi juga kereta api regional yang keberangkatan dan kedatangan berada di wilayah tersebut. Pada tahun 2008, akibat tingginya permintaan di daerah Jabodetabek, berdasarkan Keputusan Presiden No. 5 pada 2008 dan Surat Menteri Memiliki Usaha Negara No. S-653/ MBU/2008 tanggal 12 Agustus 2008, bagian komuter Jabodetabek menjadi PT. Kereta Api Commuter Jabodetabek (PT. KCJ). Operasional PT. KCJ telah terpisah dari PT KAI sejak April 2009 dan menjadi independen. Sampai dengan saat ini, terdapat total 70 stasiun yang menjadi tanggung jawab PT. KCJ dan PT KAI DAOP I. Stasiun yang menjadi tanggung jawab penuh PT. KCJ adalah stasiun yang hanya khusus untuk melayani keberangkatan atau pemberhentian kereta api commuter. Di dalam stasiun ini terdapat kantor administrasi, konter tiket, lobi, dan bahu kereta. Bahu kereta api di beberapa stasiun ada yang lebih rendah daripada pintu masuk dan ada juga yang sama dengan pintu masuk kereta. Namun, panjang bahu kereta di beberapa stasiun tidak sepanjang kereta. Kondisi ini dapat menyebabkan kecelakaan dan kesulitan bagi penumpang yang akan naik dan turun dari kereta api. Keadaan ini juga dapat mencegah orang yang cacat dan lanjut usia untuk menggunakan kereta api sebagai alat transportasi mereka. Adanya kondisi stasiun dengan akses terbuka memberikan banyak keuntungan bagi penumpang yang tidak memiliki tiket untuk masuk ke dalam kereta, terutama di jam sibuk.
101
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:101
6/22/2010 6:10:47 PM
Nurlia Listiani
Untuk jumlah armada kereta apinya, PT. KCJ mengoperasikan 395 unit kereta rel listrik (KRL) untuk layanan komuter. Sebagian besar kereta yang digunakan di Jabodetabek merupakan kereta pemberian dari Pemerintah Jepang, walaupun ada juga kereta api yang diproduksi oleh perusahaan lokal yaitu KRL 1 INKA. Terdapat tiga jenis kereta komuter, yaitu komuter ekonomi non AC, AC dan express AC. Kereta api komuter ekonomi non AC adalah kereta api yang mendapatkan subsidi pemerintah. Kapasitas penumpang untuk satu kereta adalah 200 penumpang. Sampai dengan saat ini komuter Jabodetabek dapat menampung 325.000 penumpang per hari. Namun, jumlah armada kereta api sekarang ini belum memenuhi harapan masyarakat, karena ketersediaan armada kereta api tidak sebanding dengan jumlah penumpang maka kondisi ini membuat kenyamanan penumpang menjadi terganggu.
5.3 Kondisi Perkeretaapian di India Sampai sekarang kereta api masih menjadi sarana transportasi andalan di India. Setiap harinya armada kereta api di India mengangkut 11 juta penumpang dan satu juta ton barang. Jaringan kereta api di India memiliki panjang 63.140 km yang nampaknya merupakan jaringan kereta api terbesar di dunia. Jaringan kereta api ini dilalui lebih dari 14.440 kereta api setiap hari. Perusahaan kereta api di India (Indian Railways - IR) dimiliki secara monopoli oleh pemerintah India. IR mempekerjakan sekitar 1,6 juta orang sehingga menjadikannya salah satu perusaahaan terbesar di dunia. Sebelumnya, terdapat 42 perusahaan kereta api di India, dalam perkembangannya perusahaan-perusahaan tersebut kemudian dinasionalisasikan menjadi Indian Railways (I)
102
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:102
6/22/2010 6:10:47 PM
Pengalaman India, Jepang dan Australia Dalam Pengelolaan Kereta Api Commuter
saat India merdeka. India memiliki dua lintasan kereta api yang telah diakui oleh UNESCO sebagai Pusaka Dunia (World Heritage), yaitu Darjeeling Himalaya Railway dan Nilgiri Mountain Railway, yang merupakan satu-satunya lintasan bergerigi di India. Selain itu, stasiun Chatrapati Shivaji dulunya bernama stasiun Victoria Terminus di Mumbai juga tercatat sebagai Pusaka Dunia. Sampai dengan tahun 1995 IR lokomotif uap masih dioperasikan secara reguler. India menjadi negara pertama di Asia yang membangun jaringan kereta api setelah diresmikannya lintasan Bori Bundar (Bombay) dan Thane sepanjang 34 kilometer pada tahun 1853. Kemudian, menyusul Indonesia (1867) dan China (1876) yang juga membangun jaringan kereta api. Apabila di Indonesia hanya terdapat satu jenis lebar rel kereta api – 1067 mm, di India terdapat empat jenis lebar rel kereta api, yaitu 1676 mm, 1000 mm, 792 mm, dan 609 mm. Kereta api komuter di India sudah beroperasi di Mumbai, Chennai, Kolkata, Delhi, Hyderabad, Pune, dan Lucknow. Khusus New Delhi, Kolkata, dan Chennai sudah memiliki jaringan metro sendiri, yaitu New Delhi Metro, Kolkata Metro dan Chennai MRTS. Kereta api komuter yang beroperasi di Mumbai merupakan sistem kereta api tertua di Asia. Kereta api komuter ini sebagian besar merupakan kereta api listrik (electric multiple unit – EMU) yang memiliki 9 bahkan 12 gerbong pada saat jam sibuk. Standard satu gerbongnya dapat menampung 96 penumpang duduk, tetapi jumlah ini dapat meningkat menjadi dua atau tiga kali lipat pada saat jam sibuk.
103
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:103
6/22/2010 6:10:47 PM
Nurlia Listiani
Harga tarif tiket kereta api di India merupakan harga tiket terendah di dunia, hal ini disebabkan adanya subsidi yang sangat besar dari pendapatan kereta api angkutan barang. Sampai akhir tahun 1980-an, pemesanan tiket kereta api dilakukan secara manual. Namun, pada akhir 1987, sistem tiket yang terkomputerisasi mulai digunakan. Seluruh informasi mengenai tiket sepeti status dan ketersediaan dapat diketahui secara online mulai tahun 1995. Terdapat potongan tiket bagi warga senior yaitu berusia di atas enam puluh tahun dan beberapa kategori penumpang lain seperti penyandang cacat, mahasiswa, dan orang yang terserang penyakit serius. Dalam satu gerbong dari masing-masing kelas kereta api terdapat satu gerbong yang dikhususkan untuk wanita. Khusus untuk turis asing disarankan untuk membeli Indrail Pass, yaitu tiket yang memungkinkan perjalanan tak terbatas dalam jangka waktu tertentu. Satu hal yang sangat menonjol dalam sistem perkeretaapian di India yaitu mengenai sistem perkeretaapian yang sudah jauh lebih siap mengimplementasikan keselamatan. Perkeretaapian di India memiliki buku panduan keselataman kereta api (Corporate Safety Plan) yang memiliki target zero accident. Di dalam Corporate Safety Plan (2003-2013) yang ditandatangani Menteri Perkeretaapian Nitish Kumar, terbaca jelas visi dan misi peningkatan keselamatan. Dalam kurun waktu selama 10 tahun, untuk mereduksi 60 % kereta anjlok, IR akan mengganti rel dan memperbaiki konstruksi 120.000 jembatan rel kereta api. Kemudian, tabrakan kereta api sama sekali dihilangkan dengan memasang Anti-Collision Device (ACD), yang bekerja dengan panduan Global Positioning System atau GPS. Untuk mendukung program tersebut, IR membuat Accident Manual Book. Buku saku tersebut berisikan pedoman penanganan setiap kecelakaan, berikut cara menyelidikinya. Selain itu, tertera
104
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:104
6/22/2010 6:10:47 PM
Pengalaman India, Jepang dan Australia Dalam Pengelolaan Kereta Api Commuter
juga seluruh nama pejabat berikut nomor teleponnya. Bukan hanya nomor kantor, tetapi juga nomor rumah dan handphone. Dengan demikian pejabat kereta api manapun tidak ada yang mampu “bersembunyi” ketika terjadi kecelakaan. Secara kuantitatif, dari rata-rata kereta api IR mengalami anjlok sebanyak 282 kali dalam setahun, sehingga ditargetkan hanya terjadi 113 anjlokan pada tahun 2012-2013. Apabila rata-rata setahun terjadi 22 kali tabrakan kereta api IR, maka tahun 20122013 ditargetkan nol kejadian. Dengan adanya target kuantitatif ini akan menjadikan aksi keselamatan menjadi terukur, sekaligus realistis. IR mengakui tahun 2012-2013 diprediksi masih terjadi 206 kejadian, di antaranya 90 kecelakaan di perlintasan.
5.4 Kondisi Perkeretaapian di Jepang Kereta api merupakan alat transportasi utama di Jepang, terutama untuk menghubungkan kota-kota utama dan sebagai alat angkut komuter di kota-kota besar seperti Tokyo dan Osaka. Tujuh buah perusahaan regional kereta api Jepang atau yang disebut Japan Railways, meliputi hampir sebagian besar kota dan desa di Jepang. Selain Japan Railways, terdapat juga perusahaan kereta api swasta, pemerintah daerah, dan patungan swasta dengan pemerintah daerah. Dengan adanya banyak perusahaan maka monopoli dapat terhindari. Dengan demikian, semua perusahaan berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Seluruh kereta api di Jepang sudah terhubung menjadi satu sehingga penumpang dapat mengakses seluruh penjuru Jepang dengan menggunakan kereta tanpa keluar dari stasiun.
105
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:105
6/22/2010 6:10:47 PM
Nurlia Listiani
Sistem transportasi Jepang sudah sangat berkembang, dengan jaringan jalan dan rel kereta-api mencakup hampir setiap bagian wilayah Jepang, bersama dengan layanan angkutan udara dan laut yang luas. Shinkansen yang disebut sebagai kereta listrik super cepat adalah kereta-listrik ekspres yang berjalan dengan kecepatan maksimal 250 hingga 300 km per jam. Shinkansen dapat menjangkau kota kedua terbesar di Jepang, Osaka (552 km) dalam tempo 2 jam 30 menit. Dengan catatan singgah di beberapa kota seperti Yokohama, Nagoya dan Kyoto. Jaringan Shinkansen mempunyai lima rute yang menyebar dari Tokyo dan Osaka. Selama ini belum pernah terjadi kecelakaan operasional yang fatal sehingga Shinkansen dianggap merupakan sistem kereta-api berkecepatan tinggi yang paling aman di dunia. Selain Shinkansen, Jepang mempunyai jaringan kereta reguler. Banyak kota besar di Jepang yang juga mempunyai jalur subway (kereta bawah-tanah). Sistem subway di ibu kota Tokyo mempunyai lebih dari 12 jalur yang mencakup jalur ratusan kilometer, dianggap merupakan yang terbaik di dunia, dan terus berkembang. Sistem ini dilayani dua perusahaan, yaitu Tokyo Metro dan Biro Transportasi Metropolitan Tokyo (Toei Metro)9. Layanan angkutan kereta bagi para komuter seperti ini dipergunakan oleh rata-rata 7,8 juta penumpang setiap hari untuk pergi ke dan pulang dari tempat kerja, atau sekolah. Beraneka macam kereta Jepang terkenal karena kebersihannya dan ketepatan waktunya. Selain itu, para petugas melayani para penumpang dengan ramah dan sangat santun. Siapapun yang menggunakan kereta api cepat itu akan merasakan kenikmatan yang tinggi. 9
Tokyo Metro merupakan hasil penswastaan pada tahun 2004; sebelumnya bernama Otorita Angkutan Cepat Teito (Teito Rapid Transit Authority). Tokyo Metro mengoperasikan 175 stasiun per Juni 2008 dengan tariff minimum adalah 160 yen untuk satu kali perjalanan. Sedangkan, Biro Transportasi Metropolitan Tokyo (Toei Metro), dimiliki oleh pemerintah metropolitan Tokyo. Perusahaan ini mengopereasikan 106 stasiun per Oktober 2007 dan tariff minimumnya adalah 170 Yen untuk satu kali perjalanan.
106
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:106
6/22/2010 6:10:47 PM
Pengalaman India, Jepang dan Australia Dalam Pengelolaan Kereta Api Commuter
Sampai dengan saat ini terdapat 13 jalur kereta api yang sedang beroperasi. Berikut adalah tabel yang menjelaskan jalurjalur kereta api tersebut. Tabel 5.1 Jalur Kereta Api Tokyo
Selain itu terdapat juga jalur lainnya yaitu jalur Yamanote dan jalur Rinkai. Jalur Yamanote dimiliki JR East (JR) bukan merupakan bagian dari sistem angkutan cepat, namun merupakan jalur kereta komuter. Akan tetapi, Jalur Yamanote berperan sebagai jalur arteri di pusat kota Tokyo, oleh karena itu jalur ini sering dimasukkan dalam peta angkutan cepat Tokyo. Selain itu, Jalur Rinkai yang secara resmi bukan dianggap sebagai bagian dari sistem angkutan cepat Tokyo, beroperasi dengan delapan stasiun sepanjang 12,2 km (10 km di bawah tanah) yang menghubungkan Tokyo dengan pulau-pulau buatan di Teluk Tokyo.
107
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:107
6/22/2010 6:10:47 PM
Nurlia Listiani
Untuk sistem tiket, pada tahun 2000 mulai diperkenalkan sistem kartu isi ulang (stored value) dinamakan Passnet. Sistem ini berguna untuk perjalanan tunggal yang memerlukan biaya tambahan sebesar 90 atau 100 Yen untuk tiket transfer khusus yang diperlukan untuk menyeberang. PASSNET dapat digunakan di sebagian besar jalur kereta di Tokyo Raya kecuali JR East yang menggunakan kartu Suica. Pada tahun 2007 diperkenalkan kartu PASMO yang mempunyai kompatibilitas dengan Suica maupun PASSNET sehingga kini tersedia sistem kartu isi-ulang yang dapat digunakan di hampir seluruh jaringan kereta api Tokyo. Jadwal kereta yang diberikan sudah sangat akurat dengan deviasi mungkin hanya 1 menit. Dengan demikian, pengguna kereta api dapat mengatur jadwalnya dengan sangat mudah.
5.5
Kondisi Perkeretaapian di Australia – Brisbane
Jaringan Perusahaan Kereta Communer Brisbane (The QR Citytrain-QRC) terbentang mulai dari pusat Kota Brisbane ke selatan menuju Beenleigh dan Robina yang terletak di Goldcoast, ke utara menuju Ferny Grove, Schorncliffe, Caboolture, dan Gympie ke timur menuju Cleveland dan ke barat menujut Ipswich dan Rosewood. Jaringan QRC meliputi jalur kereta (track) 400 km dan 143 stasiun. Pemerintah kota Quensland meramalkan bahwa 60 juta penumpang melakukan perjalanan setiap tahun dengan QRC dengan rata-rata penumpang per rute sebesar 165 ribu penumpang. QRC selama kurang lebih 20 tahun telah melakukan investasi didalam mendukung perkembangan yang cukup cepat dari pertumbuhan penduduk yang sangat besar di Queensland bagian
108
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:108
6/22/2010 6:10:47 PM
Pengalaman India, Jepang dan Australia Dalam Pengelolaan Kereta Api Commuter
tenggara. Pemerintah Queensland mengeluarkan $ 82 juta untuk rencana investasi tersebut, diantaranya perbaikan stasiun, parkir, fasilitas intermoda, fasilitas keamanan dan fasilitas peningkatan kenyamanan penumpang. Upaya yang dilakukan berkaitan dengan fasilitas tersebut adalah penyedian 3 buah kereta dengan tempat duduk 44 kursi untuk saranan transportasi commuter. Sehingga pada tahun 2010 akan tercipta tingkat akselerasi yang lebih baik dan ketepatan waktu. Disamping itu, QRC secara langsung terintegrasi dengan noda transportasi kota lainnya (translink) di seluruh Queensland. 5.5.1
Gangguan Pelayanan
Gangguan pelayanan yang terjadi selama ini dapat diakibatkan karena gangguan pelayanan yang tak terencana ataupun yang terencana: Pertama, gangguan pelayanan diakibatkan oleh kejadian yang tak terduga yang mengakibatkan terhentinya pelayanan sementara ataupun beberapa jam. QRC bertanggung jawab terhadap gangguan tersebut yang kemudian menyediakan bis alternatif bagi penumpang yang terbengkalai. Kedua, gangguan yang disengaja diantaranya perbaikan track, peningkatan pelayanan, koridor, stasiun. Informasi adanya gangguan terencana disebarkan luas oleh QRC melalui pusat informasi kota yang kemudian di informasikan diberbagai tempat umum dan intermoda lainnya melalui media elektronik dan cetak. Pembangunan infrastruktur QRC saat ini difokuskan di daerah penyangga (suburban) yang secara khusus dilakukan oleh SEQIP ( South east Queenslang Infrastructure Progam) semacam Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang bertujuan
109
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:109
6/22/2010 6:10:47 PM
Nurlia Listiani
untuk membangun jaringan infrastruktur kereta commuter. Selama pembangunan jaringan kereta commuter QRC menyediakan berbagai alternatif noda transport semacam bis ke berbagai tujuan ataupun menuju ke stasiun penghubung lainnya. 5.5.2 Keamanan Aktivitas kejahatann dan perilaku sosial yang tidak baik menjadi perhatian utama didalam pemantauan keamanan QRC meskipun tindak kejahatan yang terjadi selama ini sangat kecil. QRC berdedikasi untuk meningkatkan keamanan penumpang dan keamanan diseluruh jaringan kereta commuter. Pelayanan keamanan dilakukan dengan bekerjasama dengan Queensland Police Service (QPS) sebanyak 55 orang yang berpatroli disepanjang jaringan kereta commuter. Berbagai pelayanan keamanana di QRC tidak hanya dilakukan oleh petugas, penumpang dapat juga menginformasikan berbagai tindak kejahatan, pengrusakan ataupun tindak asusila dengan mengontak petugas ataupun lewat telpon ke bagian customer service QRC yang tersedia on-line selama 24 jam 7 hari nonstop. Disamping itu, setelah jam 6 sore terdapat pelayanan keamanan pribadi di QRC atau dikenal dengan “Guardians Trains” yang terdapat dijadwal. 5.5.3 Airtrain Berbagai jaringan kereta commuter yang tersedia, salah satu yang menarik adalah jasa airtrain. Jasa airtrain menghubungkan 110 stasiun yang dilalui oleh kereta commuter QRC menuju bandara internasional ataupun domestik. Airtrain beroperasi di dua stasiun bandara yaitu domestik dan internasional. Manajemen airtrain
110
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:110
6/22/2010 6:10:47 PM
Pengalaman India, Jepang dan Australia Dalam Pengelolaan Kereta Api Commuter
merupakan salah satu noda transportasi yang tidak disubsidi oleh pemerintah Queensland. Airtrain merupakan sarana transportasi tercepat, termudah dan paling terjangkau untuk menuju bandara. Airtrain terpisah dengan jaringan kereta commuter sehingga ketepatan jadwalnya mencapai 99 %. Sehingga merupakan transportasi yang terbebas dari kemacetan saat menuju bandara dan dari bandara ke tempat tujuan lainnya. Airtrain beroperasi dari jam 06.00 sampai dengan jam 20.30 dari pusat kota dan Gold coast setiap 30 menit sekali. Tiket airtrain dapat diperoleh di setiap stasiun di seluruh Queensland. Airtrain menjadi pilihan utama penduduk Queensland untuk menuju ke bandara dengan rata-rata jumlah penumpang tiap tahun sebesar 1,5 juta orang. 5.5.4 Tiket Tiket perjalanan kereta api juga dapat digunakan sebagai tiket transportasi menggunakan bis ataupun city cat. Tiket ini dapat diperoleh dengan mudah diberbagai noda transportasi yang terintegrasi dengan translink, tiket tersebut terbagi kedalam berbagai kategori sesuai dengan jenis jadwal dan frekuensi masing-masing penumpang sebagai berikut: 1. Daily Merupakan tiket perjalanan di semua tujuan translink dalam jangkauan zona yang tertera didalam tiket. Tiket tersedia selama seminggu penuh, tidak termasuk liburan nasional sampai dengan pelayanan terakhir pada jam 02.00. 2. Off Peak daily Merupakan tiket yang didiskon di semua tujuan translin
111
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:111
6/22/2010 6:10:47 PM
Nurlia Listiani
dalam jangkauan zona yang tertera tersedia antara jam 09.00 sampai dengan jam 15.30 dan setelah jam 19.00 setiap hari selama seminggu penuh sampai dengan pelayanan terakhir jam 02.00. 3. Weekly Merupakan tiket perjalanan di semua tujuan translink dalam jangkauan zona yang tertera dalam tiket untuk 7 hari sejak tiket diterbitkan sampai dengan pelayanan terakhir jam 02.00 dan berlanjut sampai dengan tiket kadaluarsa. 4. Monthly Merupakan tiket perjalanan tidak terbatas selama satu bulan penuh ke semua tujuan translink dalam jangkuan zona yang tertera ditiket dan sampai dengan kadaluarsa sesuai dengan tiket dengan jam layanan terakhir jam 02.00. Tiket bulanan hanya tersedia pada stasiun kota- Roma.
112
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:112
6/22/2010 6:10:47 PM
Pengalaman India, Jepang dan Australia Dalam Pengelolaan Kereta Api Commuter
5.6 Penutup Pengalaman dari negara India, Jepang dan Australia menunjukkan bahwa sistem perkeretaapian yang tertata dengan baik mampu memberikan rasa aman, nyaman dan kepastian waktu bagi penumpang. Lebih jauh dari itu, penataan kereta api juga bisa menjadi dasar dalam mengintegrasikan sistem transportasi secara komprehensif sehingga bisa mengurangi kemacetan lalu lintas dan menekan penggunaan bahan bakar minyak oleh kendaraankendaraan pribadi. Pemerintah Indonesia, khususnya DKI Jakarta hendaknya mengembangkan jaringan kereta api yang dapat memberikan pelayanan yang optimal serta kenyamanan bagi para pengguna kereta, agar tingkat kemacetan dapat berkurang. Dengan demikian masyarakat tidak akan tergantung lagi pada angkutan pribadi ataupun bus, tetapi pada kereta api angkutan massal yang cepat. Pilihan terbaik yang semestinya dilakukan oleh pemerintah adalah pembangunan kereta api bawah tanah yang mempunyai kecepatan tinggi dan mampu mengangkut penumpang dalam jumlah besar. Oleh sebab itu, prioritas anggaran publik untuk menopang usaha pembangunan sistem kereta api barang dan penumpang harus dilakukan dengan segera dan sungguh-sungguh dalam memodernisasikannya. Terkait dengan aspek keselamatan penumpang, beberapa hal yang perlu segera dibenahi adalah menyangkut prasarana dan sarana kereta api, misalnya peremajaan gerbong, perbaikan bantalan rel, pemasangan pintu perlintasan di tempat-tempat yang belum ada pintu perlintasan. Penegakkan disiplin dan penanaman rasa tanggungjawab di dalam diri pegawai kereta api mulai dari
113
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:113
6/22/2010 6:10:48 PM
Nurlia Listiani
teratas hingga terendah perlu digalakkan secara egaliter. Aspek keselamatan kereta api juga sangat dipengaruhi oleh perilaku penumpang dan masyarakat. Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan tata tertib dan perilaku pada saat naik kereta api juga perlu diintensifkan.
114
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:114
6/22/2010 6:10:48 PM
Analisis Kesenjangan Permintaan dan Penawaran Jasa Angkutan Kereta Api Commuter Jabodetabek
BAB 6 ANALISIS KESENJANGAN PERMINTAAN DAN PENAWARAN JASA ANGKUTAN KERETA API COMMUTER JABODETABEK Agus Syarip Hidayat
6.1 Pengantar Peran kereta api commuter Jabodetabek dalam membantu menggerakkan roda perekonomian perkotaan dan mengatasi kemacetan perkotaan akan semakin diharapkan setelah lahirnya UU Perekeretaapian yang baru, UU Nomor 23 Tahun 2007. UU ini telah memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi moda angkutan kereta api untuk menjadi andalan transportasi di masa mendatang. Lebih jauh dari itu, UU ini juga telah mencabut monopoli pemerintah sebagai penyedia jasa angkutan kereta api dan memberikan kesempatan yang luas kepada pemerintah daerah dan swasta untuk mengambil bagian dalam kegiatan penyediaan jasa angkutan kereta api. Dengan landasan aturan baru ini, penyediaan jasa angkutan kereta api commuter bisa dilakukan oleh banyak operator (multioperator). Pengembangan jasa angkutan kereta api dengan melibatkan pemerintah daerah dan sektor swasta menjadi sangat penting mengingat saat ini peran dan tingkat layanan kereta api commuter Jabodebatek masih jauh dari optimal, baik dilihat dari sisi kuantitas maupun kualitas pelayanan yang diberikan. Bukanlah hal yang luar biasa kalau jadwal kereta api seringkali tidak tepat waktu.
115
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:115
6/22/2010 6:10:48 PM
Agus Syarip Hidayat
Bukan pula hal yang aneh melihat tumpukan penumpang di dalam kereta api yang sangat padat melebihi kapasitas maksimal yang dipersyaratkan. Hal lain yang lebih memprihatinkan lagi adalah masih seringnya terjadi kecelekaaan, baik karena faktor teknis maupun karena kelalaian petugas. Masih belum optimalnya pelayanan kereta api commuter Jabodetabek ini semakin diperparah oleh kondisi faktor inputnya yang umumnya sudah masuk usia senja atau “sunset age”. Mencermati kondisi seperti ini, tulisan pada bab V ini secara garis besar akan diarahkan untuk menjelaskan tentang kesenjangan antara permintaan dan penawaran jasa angkutan kereta api commuter Jabodetabek. Setidaknya ada dua bentuk kesenjangan yang terjadi dalam jasa angkutan kereta api commuter Jabodetabek. Pertama, kesenjangan antar infrastruktur dan Kedua, kesenjangan antara infrastruktur (khususnya gerbong kereta api) dengan jumlah permintaan yang ada dan permintaan potensial.
6.2 Kesenjangan Infrastruktur Kesenjangan antar infrastruktur meliputi dua bentuk yaitu (1) kesenjangan antara prasarana dengan sarana; (2) kesenjangan antara teknologi prasarana dan sarana yang dimiliki oleh pengelola jasa angkutan kereta api commuter Jabodetabek dengan teknologi yang sudah tersedia di pasaran. Kesenjangan infrastruktur bentuk pertama secara tidak langsung sudah diuraikan di bab III yang membahas faktor input. Sementara kesenjangan infrastruktur bentuk kedua bisa dilihat dalam tabel berikut ini:
116
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:116
6/22/2010 6:10:48 PM
Analisis Kesenjangan Permintaan dan Penawaran Jasa Angkutan Kereta Api Commuter Jabodetabek
Tabel 6.1 Teknologi On-Board Perkeretaapian Nasional Saat ini
Tabel 6.2 Teknologi Sistem Internal Perkeretaapian Nasional Saat ini
Tabel di atas jelas menunjukkan bahwa teknologi perkeretaapian Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan teknologi perkeretaapian yang sudah tersedia. Kita ambil
117
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:117
6/22/2010 6:10:48 PM
Agus Syarip Hidayat
salah satu contoh teknologi on board dalam sistem persinyalan untuk proteksi kereta api memegang peranan sangat penting dalam lalu lintas perekeretaapian, namun sangat disayangkan, PT. KAI maupun PT. KCJ belum mempunyai sistem proteksi kereta api untuk menghindari terjadinya kecelakaan ini. Padahal, saat ini sudah ada yang namanya Automatic Train Protection System (ATPS). ATPS merupakan sebuah sistem proteksi untuk menghindari terjadinya kecelakaan kereta api baik yang disebabkan oleh kegagalan masinis dalam membaca sinyal maupun akibat kecepatan kereta yang melebihi batas. Sistem ini dipasang di kereta dengan cara kerja menggunakan indikator kecepatan dan peringatan suara untuk memperingatkan masinis jika melaju dengan kecepatan tinggi yang dikhawatirkan melewati sinyal merah atau melewati batas kecepatan. Sistem ini akan secara otomatis terhubung pada sistem pengereman jika masinis tidak atau lambat menghiraukan peringatan yang diberikan (http://www.rail-reg.gov.uk). ATPS ini sudah terbukti mampu mencegah terjadinya kecelakaan kereta api di banyak negara. Beberapa kasus kecelakaan yang mampu terhindarkan atau terminimalisir dalam jatuhnya korban dengan bantuan sistem ini diantaranya adalah kasus kereta api Waterfall di Australia pada tahun 2003 yang disebabkan oleh kecepatan tinggi pada saat melewati tikungan tajam, kasus kereta api Amagasaki di Jepang pada tahun 2005 yang disebabkan oleh kecepatan yang melebihi batas dalam tikungan yang tajam dan kasus kereta api Chatsworth di Amerika Serikat pada tahun 2008 yang disebabkan oleh keteledoran masinis kereta api commuter dengan melewati sinyal merah sehingga terjadi tabrakan dengan kereta barang (http://en.wikipedia.org).
118
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:118
6/22/2010 6:10:48 PM
Analisis Kesenjangan Permintaan dan Penawaran Jasa Angkutan Kereta Api Commuter Jabodetabek
6.3
Kesenjangan Sarana Gerbong Dengan Jumlah Penumpang
6.3.1 Dinamika Penumpang Jasa Angkutan Kereta Api Commuter Jabodetabek Permintaan jasa angkutan kereta api commuter Jabodetabek dalam empat tahun terakhir ini terus mengalami lonjakan yang cukup pesat. Pada tahun 2005, jumlah penumpang KRL Jabodetabek tercatat sekitar 101 juta orang. Angka ini meningkat menjadi 104,4 juta orang pada tahun 2006 atau tumbuh sebesar 3,4 %. Peningkatan cukup drastis terjadi pada tahun 2007 dan 2008 dimana penumpang KRL Jabodetabek masing-masing mencapai 118,1 juta orang dan 126,7 orang atau mengalami pertumbuhan 13,1 % dan 7,3 %. Tabel 6.3 Penumpang KRL Jabodetabek Menurut Kelas
119
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:119
6/22/2010 6:10:48 PM
Agus Syarip Hidayat
Tabel 6.4 Pertumbuhan KRL Jabodetabek Menurut Kelas
Dilihat menurut kelasnya, pangsa terbesar dari penumpang KRL Jabodetabek masih terkonsentrasi di kelas ekonomi. Pada tahun 2005, pangsa kelas ekonomi mencapai 91,6 % dan kelas komersial10 8,4 %. Dalam perkembangannya, terjadi fenomena menarik dimana pangsa penumpang kelas komersial tumbuh jauh lebih cepat daripada kelas ekonomi. Pada September 2009 pangsa KRL kelas komersial sudah mencapai 11,8 %. Sementara pangsa KRL kelas ekonomi turun menjadi 88,2 %. Melihat perkembangan jumlah penumpang KRL yang terus meningkat dan adanya pergeseran pangsa kelas KRL mengindikasikan beberapa fenomena berikut ini: Pertama, secara umum kondisi permintaan (demand condition) jasa angkutan kereta api commuter Jabodetabek berada pada level stabil dengan pertumbuhan permintaan konsumen lokal Jabodetabek yang terus meningkat; Kedua, peningkatan konsumen segmen menengah atas dalam penggunaan KRL commuter Jabodetabek, khususnya untuk kelas komersial. Beberapa faktor yang diduga kuat berpengaruh pada melonjaknya permintaan jasa angkutan kereta api commuter Jabodetabek adalah: 10
KRL kelas ekonomi merupakan gabungan antara kelas ekonomi non AC dan kelas ekonomi AC. Sementara kelas komersial dikenal juga sebagai KRL ekspress.
120
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:120
6/22/2010 6:10:48 PM
Analisis Kesenjangan Permintaan dan Penawaran Jasa Angkutan Kereta Api Commuter Jabodetabek
a) Peningkatan pekerja yang bekerja di wilayah Jabodetabek, khususnya di DKI Jakarta. Hal ini bisa dilihat dari statistik tenaga kerja DKI Jakarta dimana pada tahun 2005 jumlah penduduk DKI Jakarta yang bekerja sebanyak 3.267.526 orang. Jumlah ini meningkat hampir 30 % pada Februari 2009 atau rata-rata 7 % per tahun. Tidak ada data yang menyebutkan apakah mereka ini bekerja murni di Jakarta atau juga melakukan kegiatan commuter di wilayah Jabodetabek, namun yang pasti penambahan jumlah orang bekerja di DKI Jakarta ini berpotensi meningkatkan kebutuhan dan mobilitas jasa angkutan. b) Tingkat kemacetan jalan raya di wilayah Jabodetabek, khususnya Jakarta yang sudah sangat parah sehingga mendorong sebagian untuk migrasi ke angkutan kereta api. Kemactean di DKI Jakarta tidak hanya terjadi di jalan raya biasa, tetapi juga di jalan tol dalam kota. Kemacetan membuat perencanaan kegiatan ataupun bisnis menjadi sulit diprediksi. Dengan kondisi ini, sebagian orang lebih memilih jasa angkutan kereta api yang relative lebih bisa diprediksi. Aklaupun sering terjadi keterlambatan dalam waktu keberangkatan dan kedatangan, namun untuk ruasruas jalan tertentu tidak separah keterlambatan akibat kemacetan di jalan raya. c) pengalihan beberapa jalur trayek angkutan bis kota, seperti pengalihan rute bus jurusan Bogor dari yang sebelumnya melewati cawing UKI, kemudian dialihkan melalui terminal Kp Rambutan. Pengalihan jalur bis kota ini dianggap oleh sebagian kalangan sangat merepotkan sehingga mereka beralih ke angkutan KRL Jabodetabek.
121
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:121
6/22/2010 6:10:48 PM
Agus Syarip Hidayat
6.3.2 Kesenjangan Gerbong dan Jumlah Penumpang Menurut Wilayah Berdasarkan letak geografis dari jalur stasiun yang dilewati kereta api commuter Jabodetabek, PT. KCJ mengelompokkan penumpang ke dalam tiga wilayah, yaitu wilayah 1 (meliputi stasiun Tebet, Cawang, Durenkalibata, Psm Baru, Pasarminggu, Tanjungbarat, Lenteng Agung, Universitas Pancasila, Universitas Indonesia, Pondokcina, Depokbaru, Depok, Citayam, Bojonggede, Cilebut dan Bogor); wilayah II (meliputi stasiun Jakarta Kota, Jayakarta, Manggabesar, Sawahbesar, Juanda, Gambir, Gondangdia, Cikini, Manggarai, Kampungbanda, Tanjungpriok, Rajawali, Kemayoran, Pasar Senen, Gangsentiong, Kramat, Pondokjati, Jatinegara, Klender, Buaran, Klenderbaru, Cakung, Kranji dan Bekasi); wilayah III (meliputi stasiun Tangerang, Batuceper, Poris, Kalideres, Rawabuaya, Bojongindah, Pesing, Duri, Angke, Tanahabang, Karet, Sudirman, Palmerah, Kebayoran, Pondokranji, Sudimara, Serpong).
122
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:122
6/22/2010 6:10:48 PM
Analisis Kesenjangan Permintaan dan Penawaran Jasa Angkutan Kereta Api Commuter Jabodetabek
Gambar 6.1 Peta Jalur Kereta Api Commuter Jabodetabek Sumber : PT. KCJ
123
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:123
6/22/2010 6:10:48 PM
Agus Syarip Hidayat
Tabel 6.5 Volume Penumpang Per Wilayah Tahun 2008
Pada tahun 2008, sekitar 88,3 % penumpang terkonsentrasi di wilayah I dan II. Sementara sisanya merupakan penumpang dari wilayah III. Beberapa faktor yang menyebabkan volume penumpang lebih banyak terkonsentrasi di wilayah I dan II adalah: Pertama, wilayah I dan II selama ini telah dikenal sebagai wilayah pilihan utama bagi pekerja commuter yang bekerja di Jakarta. Harga tanah dan rumah di DKI Jakarta yang sangat tinggi membuat para pekerja mengalihkan pilihannya ke daerah ring I Jakarta seperti Bekasi, Depok, Bogor dan sekitarnya; Kedua, Pilihan tranportasi publik seperti bus kota dari wilayah I khususnya dari Depok, Citayam, Bojonggede, Cilebut dan Bogor ke DKI Jakarta masih relative terbatas atau dengan kata lain faktor substitusi transportasi publiknya masih rendah. Sementara pilihan transportasi publik di Wilayah II dan III relatif lebih banyak dibandingkan wilayah I; Ketiga, wilayah I dan II memiliki sentra-sentra bisnis, pendidikan dan hiburan yang relative lebih banyak dibandingkan wilayah III.
124
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:124
6/22/2010 6:10:49 PM
Analisis Kesenjangan Permintaan dan Penawaran Jasa Angkutan Kereta Api Commuter Jabodetabek
Tabel 6.6
Perkiraan Jumlah Penumpang Menurut Kelas di Tiga Wilayah
Tabel 6.7 Perkiraan Rata-rata Jumlah Penumpang Per Gerbong dalam satu Trip Perjalanan Kereta Api Commuter Jabodetabek
Estimasi rata-rata jumlah penumpang per gerbong menunjukkan bahwa terdapat perbedaan volume penumpang per gerbong yang cukup tinggi diantara ketiga wilayah. Gerbong kereta api commuter Jabodetabek kelas ekonomi di wilayah II menjadi gerbong dengan rata-rata jumlah penumpang terpadat, yaitu mencapai 171 penumpang per gerbong. Sementara gerbong kereta
125
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:125
6/22/2010 6:10:49 PM
Agus Syarip Hidayat
api commuter Jabodetabek kelas ekonomi di wilayah III merupakan gerbong dengan volume penumpang paling rendah dimana hanya sekitar 98 penumpang per gerbong. Pola yang sama juga terjadi pada kereta api commuter Jabodetabek kelas komersial, dimana gerbong kereta api di Wilayah II menjadi yang paling tinggi volume penumpangnya yaitu ratarata mencapai 53 penumpang per gerbong. Sementara gerbong kereta api di wilayah III memiliki tingkat okupasi yang paling rendah dimana rata-rata hanya 27 penumpang per gerbong. Menurut PT. KCJ, kapasitas maksimum penumpang per gerbong pada saat jam padat/ sibuk adalah 180 orang. Angka ini dihitung dengan asumsi bahwa luas gerbong sekitar 30 m2 dan rata-rata penumpang per m2 adalah 6 orang. Tempat duduk yang tersedia di setiap gerbong berjumlah 60 tempat duduk (seat). Jadi pada saat jam sibuk, penumpang yang harus berdiri sekitar 120 orang. Penyebutan jam sibuk didasarkan pada waktu pagi hari ketika mayoritas penumpang mulai berangkat kerja, sekolah dan kuliah serta pada sore hari ketika mayoritas penumpang pulang kerja, sekolah dan kuliah. Tidak ada definisi pasti tentang jam sibuk, namun diperkirakan jam sibuk pada pagi hari mulai jam 5:00 – 10:00 wib. Sementara jam sibuk pada sore hari sekitar jam 16:00 – 19:00 wib. Jika mengacu pada standar kapasitas penumpang yang ditetapkan oleh PT. KCJ, maka secara umum sebenarnya rata-rata volume penumpang per gerbong masih berada dalam batas wajar karena tidak melebihi kapasitas maksimum. Namun demikian, beberapa hal yang menjadi catatan dalam perhitungan di atas adalah Pertama, estimasi rata-rata penumpang per gerbong ini
126
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:126
6/22/2010 6:10:49 PM
Analisis Kesenjangan Permintaan dan Penawaran Jasa Angkutan Kereta Api Commuter Jabodetabek
dihitung dengan faktor pembagi hari perjalanan kereta api selama satu tahun penuh atau 365 hari. Dengan faktor pembagi yang lebih rendah, misalnya hanya hari kerja, maka sebenarnya ratarata penumpang per gerbong bisa jauh lebih tinggi dari perkiraan sebagaimana tercantum dalam tabel di atas; Kedua, faktor lain yang tidak diperhitungkan adalah jumlah penumpang gelap untuk kereta api kelas ekonomi yang diperkirakan sebesar 15 % dari total penumpang kelas ekonomi. Jika diasumsikan penumpang gelap ini dimasukkan ke dalam perhitungan di atas, maka untuk wilayah II, rata-rata jumlah penumpang per gerbong menjadi sekitar 196 orang. Angka ini jelas melebih kaspitas maksimum yang ditetapkan sebesar 180 orang per gerbong. 6.3.3 Kesenjangan Gerbong dan Jumlah Penumpang Menurut Jam Keberangkatan Untuk memberikan gambaran yang lebih detail tentang perhitungan rata-rata penumpang per gerbong, bagian ini akan membedakan rata-rata penumpang per gerbong berdasarkan waktu keberangkatan kereta api pada jam sibuk dan di luar jam sibuk. Untuk kereta api commuter Jabodetabek kelas ekonomi, simulasi perhitungan rata-rata jumlah penumpang per gerbong pada jam sibuk disajikan dalam tabel di bawah ini:
127
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:127
6/22/2010 6:10:49 PM
Agus Syarip Hidayat
Tabel 6.8 Perkiraan Rata-rata Jumlah Penumpang Kereta Api Commuter Jabodetabek Kelas Ekonomi Pada Saat Jam Sibuk
Hasil estimasi di atas menunjukkan bahwa wilayah II mempunyai rata-rata penumpang kereta api commuter Jabodetabek per gerbong terbanyak pada saat jam sibuk, baik jam sibuk pagi hari maupun jam sibuk sore hari. Rata-rata jumlah penumpang per gerbong di wilayah II mencapai 226 orang pada jam sibuk pagi dan 194 orang per gerbong saat jam sibuk sore. Wilayah I berada di urutan kedua dengan rata-rata penumpang per gerbong pada saat jam sibuk pagi dan sore masing-masing mencapai 183 orang dan 163 orang. Sementara wilayah III memiliki rata-rata volume penumpang per gerbong saat jam sibuk pagi 125 orang dan jam sibuk sore sebanyak 75 orang. Satu hal menarik dari hasil estimasi di atas adalah bahwa rata-rata penumpang per gerbong di wilayah I dan wilayah II pada saat jam sibuk pagi melebihi kapasitas maksimum sebagaimana
128
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:128
6/22/2010 6:10:49 PM
Analisis Kesenjangan Permintaan dan Penawaran Jasa Angkutan Kereta Api Commuter Jabodetabek
ditetapkan oleh PT. KCJ sebanyak 180 orang per gerbong. Sementara pada saat jam sibuk sore, hanya penumpang di wilayah II yang melebihi kapasitas yang ditetapkan. Rasio penumpang per m2 di wilayah II mencapai 7-8 orang. Sementara untuk kereta api commuter Jabodetabek kelas komersial, simulasi perhitungan rata-rata jumlah penumpang per gerbong pada jam sibuk disajikan dalam table di bawah ini. Tabel 6.9 Perkiraan Rata-rata Jumlah Penumpang Kereta Api Commuter Jabodetabek Kelas Ekspress Pada Saat Jam Sibuk
Rata-rata jumlah penumpang per gerbong di kelas eksekutif mempunyai pola yang hampir sama dengan kelas ekonomi dimana volume penumpang di wilayah II merupakan yang terbanyak, yaitu rata-rata 88 penumpang per gerbong.
129
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:129
6/22/2010 6:10:49 PM
Agus Syarip Hidayat
Selain masalah kesenjangan antara jumlah gerbong dengan penumpang, masalah lain yang sangat mengganggu pengguna kereta api commuter Jabodetabek adalah ketidaktepatan waktu keberangkatan dan kedatangan kereta api. Tabel 6.10 Ketepatan Kerata Api Terhadap Jadwal Pelajaran
Dalam empat tahun terakhir ini, tingkat ketepatan waktu keberangkatan dan waktu kedatangan kereta api secara umum masih mengecewakan dan belum menunjukkan adanya perbaikan. Pada tahun 2006, ketepatan waktu keberangkatan sudah mencapai 82 %. Empat tahun kemudian atau tepatnya Maret 2009, tingkat keberangkatan yang tepat waktu menurun menjadi hanya 77 %. Ketidaktepatan waktu saat kedatangan lebih parah lagi. Rata-rata kereta api yang datang tepat waktu pada tahun 2009 hanya 29 % atau dengan kata lain ada 71 % kereta api yang selalu dating terlambat. Menurut Marzuki, Direktur operasional PT. KAI KCJ, pengelola kereta api commuter jabodetabek, keterlambatan kereta api
130
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:130
6/22/2010 6:10:49 PM
Analisis Kesenjangan Permintaan dan Penawaran Jasa Angkutan Kereta Api Commuter Jabodetabek
commuter jabodetabek lebih disebabkan oleh masih bercampurnya jalur rel commuter dengan kereta jarak jauh. Selama ini, kereta api commuter Jabodetabek belum mempunyai jalur rel sendiri. Jalur rel yang digunakan adalah jalur rel bersama dengan kereta api jarak jauh11. 6.4
Implikasi Kesenjangan Permintaan dan Penawaran
Kesenjangan antar infrastruktur maupun kesenjangan antara infrastruktur dengan permintaan berimplikasi pada ketidakoptimalan kereta api commuter Jabodetabek dalam memberikan pelayanan pada konsumen. Tidak optimalnya pelayanan ini pada akhirnya berdampak pada konsumen. Dalam spectrum yang lebih luas, hal ini juga memberikan efek langsung dan tidak langsung terhadap perekonomian daerah dan nasional. Beberapa implikasi langsung yang dirasakan oleh konsumen akibat belum optimalnya pelayanan kereta api commuter Jabodetabek adalah:
11
a.
Tidak adanya kepastian waktu keberangkatan dan kedatangan. Hal ini berpengaruh pada ketepatan waktu kerja, kuliah dan sekolah. Bagi konsumen yang bekerja di perusahaan-perusahaan swasta yang sangat ketat dalam pengaturan jam kerja, keterlambatan masuk kerja akan berakibat pada pemotongan gaji, uang transport atau insentif lainnya.
b.
Timbulnya rasa kurang nyaman dan kurang aman selama dalam perjalanan. Hal ini terutama dirasakan oleh konsumen kereta api kelas ekonomi dan ekonomi
http://www.krlmania.com
131
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:131
6/22/2010 6:10:50 PM
Agus Syarip Hidayat
AC. Dengan mengacu pada hasil estimasi rata-rata penumpang per gerbong di tiga wilayah, maka rasa akurang nyaman dan kurang aman tertinggi akan dirasakan oleh para penumpang yang berada di wilayah yang penumpang per gerbongnya paling padat yaitu wilayah II dan wilayah I. Kurang optimalnya pelayanan kereta api commuter Jabodetabek ini juga akan memberikan dampak tidak langsung bagi konsumen dan konsumen potensial dalam bentuk: a. Sebagian konsumen khususnya konsumen kelas menengah yang sebelumnya sudah beralih menggunakan kereta api kelas komersial bisa berbalik kembali menggunakan kendaraan pribadi. b. Keengganan sebagian konsumen potensial untuk beralih menggunakan kereta api. Jika konsumen yang sudah menggunakan kereta api commuter berbalik kembali menggunakan kendaraan pribadi dan konsumen potensial enggan beralih ke kereta api, maka dampak lanjutannya adalah upaya mengurangi kemacetan lalu lintas dan mereduksi polusi di wilayah perkotaan akan susah diwujudkan. Penghematan penggunaan BBM juga akan semakin susah ditekan. Kesenjangan antar infrastruktur maupun kesenjangan antara infrastruktur dengan permintaan sebenarnya juga akan berdampak pada stakeholder lain seperti pengelola kereta api commuter Jabodetabek, PT. KAI Commter Jabodetabek, dan PT. Kereta Api Indonesia. Dampak langsung yang timbul dari kesenjangan ini bisa berupa inefisiensi dalam biaya operasional dan biaya perawatan. Inefisiensi terjadi karena biaya operasional dan biaya perawatan
132
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:132
6/22/2010 6:10:50 PM
Analisis Kesenjangan Permintaan dan Penawaran Jasa Angkutan Kereta Api Commuter Jabodetabek
menjadi lebih mahal karena sering terjadinya gangguan dalam sarana persinyalan, telekomunikasi maupun peralatan listrik yang umur ekonomisnya sudah terlewati. Pada saat yang sama, gangguan-gangguan teknis ini juga menjadikan potensi kecelakaan menjadi semakin tinggi.
6.5 Penutup Permintaan akan jasa transportasi publik yang berkualitas di wilayah Jabodetabek akan terus bertambah. Jasa angkutan kereta api commuter sebenarnya diharapkan mampu memenuhi tuntutan pelanggan maupun konsumen potensial. Namun harapan ini masih jauh dari kenyataan. Hingga saat ini, kereta api commuter Jabodetabek belum mampu memenuhi minimal tiga dimensi pelayanan transportasi publik yang diharapkan oleh konsumen yaitu keselamatan, kenyamanan dan ketepatan. Salah satu faktor kunci yang menyebabkan belum optimalnya pelayanan yang diberikan ini sangat terkait dengan belum memadainya kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana yang dimiliiki oleh pengelola kereta api commuter Jabodetabek. Penataan akan kebutuhan prasarana dan sarana angkutan kereta api commuter terlalu lambat dilakukan. Akibatnya konsumen harus merasakan minimnya rasa aman, rasa nyaman dan ketidakpastian waktu ketika menggunakan kereta api commuter. Dengan kata lain, lemahnya manajemen pengelolaan kereta api commuter yang berakibat pada terjadinya kesenjangan antar infrastruktur juga harus dirasakan konsumen dalam bentuk kesenjangan pelayanan.
133
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:133
6/22/2010 6:10:50 PM
Agus Syarip Hidayat
134
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:134
6/22/2010 6:10:50 PM
Kesimpulan dan Rekomendasi
BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Agus Syarip Hidayat, Maxensius Tri Sambodo, Sairie Erfanie Dhani Agung Darmawan dan Nurlia Listiani
Kereta api commuter Jabodetabek sebenarnya diharapkan menjadi moda transportasi publik unggulan dalam sistem transportasi Jabodetabek. Namun demikian, hingga saat ini kereta api commuter belum menjadi moda utama dalam mendukung aktivitas ekonomi yang menghubungkan pusat pertumbuhan dan daerah penyangga. Relatif lambatnya perkembangan kereta api commuter tidak terlepas dari tiga masalah utama yaitu sarana dan prasarana, aspek kelembagaan, dan permasalahan struktural di level pemerintah daerah. Ketiga masalah ini telah menjadikan peran kereta api commuter Jabodetabek masih jauh dari optimal. Dari sisi prasarana dan sarana, ketersediaannya baik secara kuantitas maupun kualitas masih jauh dari memadai. Akibatnya tingkat kesenjangan antara prasarana dan sarana masih sangat tinggi. Usia prasarana dan sarana pun umumnya berada pada usia senja atau “sunset age”. Lambatnya pembenahan di sisi infrastruktur ini sangat terkait erat dengan beberapa faktor berikut ini: (a) regulasi perkeretaapian belum dituangkan ke dalam peraturanperaturan teknis yang bisa menjadi acuan dalam penyelenggaraan jasa angkutan kereta api; (b) lemahnya regulator dan pengelola perkeretaapian dalam merespon dinamika permintaan yang ada; (c) masih minimnya investasi dan biaya perawatan yang dialokasikan oleh pemerintah untuk menjaga kuantitas dan kualitas jasa angkutan kereta api.
135
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:135
6/22/2010 6:10:50 PM
Agus Syarip Hidayat, Maxensius Tri Sambodo, Sairie Erfanie Dhani Agung Darmawan dan Nurlia Listiani
Dalam aspek kelembagaan, pengelolaan jasa angkutan kereta api commuter Jabodetabek masih dimonopoli oleh PT. KCJ. Pintu untuk melibatkan partisipasi aktif sektor swasta masih tertutup rapat walaupun peluang untuk ke arah sana sudah dinyatakan dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Aspek kelembagaan (institution) sektor perkeretaapian juga masih relatif lemah. Berbagai regulasi turunan dari UU perekeretaapian dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri masih banyak yang belum tuntas. Pada sisi lain, sebagaimana diamanatkan dalam UU tersebut, aturan pendukung diterbitkan satu tahun setelah UU tersebut disahkan. Dengan kata lain, di bulan April 2008, seharusnya perangkat regulasi kereta api sudah siap. Permasalahan di seputar prasarana dan sarana dan kelembagaan pada akhirnya berimbas pada masyarakat pengguna jasa angkutan kereta api. Dari sisi permintaan, kuantitas dan kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumen masih jauh dari memadai. Hasil analisis data sekunder dan pengamatan lapangan menunjukkan, penumpang yang berada di wilayah I dan wilayah II harus merasakan naik kereta api dengan kondisi melebihi kapasitas gerbong yang dipersyaratkan. Dari sisi kualitas, penumpang kereta api khususnya yang berada di kelas ekonomi dan ekonomi AC menyatakan rasa kekurangpuasan terhadap pelayanan pengelola jasa angkutan kereta api commuter karena belum mampu menghadirkan rasa aman, nyaman dan tepat waktu dalam perjalanan kereta api. Ketidaknyamanan lebih besar dirasakan oleh penumpang perempuan. Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan jasa angkutan KRL menunjukkan bahwa keterkaitan antara gender, usia, pekerjaan, tarif, frekuensi dan aktivitas dengan jenis KRL yang digunakan (KA); hanya variabel gender dan tarif yang signifikan berpengaruh terhadap jenis KRL yang digunakan.
136
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:136
6/22/2010 6:10:50 PM
Kesimpulan dan Rekomendasi
Mencermati kondisi di atas, pembenahan kereta api commuter Jabodetabek sangat mendesak untuk dilakukan. Dalam hal penyiapan infrastruktur kereta api, dominasi pemerintah pusat masih sangat kuat. Sejauh ini, kereta api belum menjadi isu strategis nasional, maka dapat dipastikan pembangunan infrastuktur kereta juga belum menjadi prioritas. Pemerintah daerah memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan kereta api. Baik pemerintah pusat dan daerah harus menjadi satu kesatuan yang utuh dalam hal perencanaan sistem perkeretaapian nasional. Koordinasi dan komunikasi antara keduanya harus berjalan secara baik. Namun demikian, temuan di propinsi Jawa Barat dan Banten, menunjukkan kemampuan daerah dalam hal sumber daya manusia masih sangat terbatas. Urusan perkeretaapian berada dibawah kewenangan eleson 3 atau 4. Dalam hal ini tentu akan sangat sulit mengharapkan terobosan kebijakan yang kreatif dan inovatif di tingkat daerah. Pemerintah harus sesegera mungkin menyiapkan perangkat peraturan teknis yang menjabarkan UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Ada sekitar 28 PP (Peraturan Pemerintah) yang harus diturunkan dari UU tersebut. Lebih teknis lagi, paling tidak ada 8 peraturan setingkat menteri yang perlu diimplementasikan. Investasi dan biaya perawatan terhadap prasarana dan sarana perlu mendapat prioritas untuk dinaikkan. Jika kebutuhan investasi masih perlu waktu yang cukup lama untuk memenuhinya, maka minimal untuk saat ini alokasi biaya perawatan harus dialokasikan hingga menyentuh level perawatan 100 %. Dari hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan jasa menunjukkan bahwa gender dan tarif yang berpengaruh. PT. KCJ disarankan mempertimbangkan aspek gender dalam pelayanan kereta api. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan gerbong
137
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:137
6/22/2010 6:10:50 PM
Agus Syarip Hidayat, Maxensius Tri Sambodo, Sairie Erfanie Dhani Agung Darmawan dan Nurlia Listiani
dan ataupun akses masuk dan keluar bagi perempuan. Kualitas pelayanan pun perlu ditingkatkan agar konsumen mendapatkan kepuasan yang setimpal dengan tariff yang mereka bayarkan. Bercermin dari pengalaman India, Jepang dan Australia dalam mengelola kereta api commuter, beberapa hal teknis yang bisa dijadikan pelajaran oleh pengelola jasa angkutan kereta api commuter Jabodetabek adalah: a. Sistem komputerisasi dalam penyediaan tiket b. penyediaan gerbong khusus wanita c. Pemasangan Anti-Collision Device (ACD), yang bekerja dengan panduan Global Positioning System atau GPS untuk meminimalisir kecelakaan dan tabrakan kereta api. d. Integrasi kereta api dengan moda transportasi lain e. Penerapan sistem tiket isi ulang (stored value)sejak tahun 2000 f.
System informasi gangguan
g. Integrasi tiket kereta api dengan moda angkutan lain
138
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:138
6/22/2010 6:10:50 PM
Kesimpulan dan Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA Angkutan Kereta Api di Tokyo, diakses dari: http://id.wikipedia.org/ wiki/Angkutan_cepat_di_Tokyo, pada tanggal 16 November 2009. Anonim Y.W, 2008, Antara Subway, KRL, atau Busway ?, artikel dalam http://ardypurnawansani.wordpress.com/2008/05/26/ efektifkah-subway/ diakses pada tanggal 22 Juni 2009 Anonim Y.W, 2008, Antara Subway, KRL, atau Busway ?, artikel dalam http://ardypurnawansani.wordpress.com/2008/05/26/ efektifkah-subway/ diakses pada tanggal 22 Juni 2009 Badan Pusat Statistik, 2007. DKI Jakarta dalam Angka 2007, Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. Belajarlah dari Sistem Transportasi Jepang, diakses dari: http://www. kompas.com/read/xml/2008/06/18/17411182/belajarlah. dari.sistem.transportasi.jepang, pada tanggal 18 November 2009. Casson, Mark. 1995. Enterprise and Competitiveness. A System View of International Business. Oxford University Press Inc, New York. Damardono, H 2008, PT Kereta Api Tak Serius Benahi Keselamatan, Kompas, diakses dari: http://cetak.kompas.com/read/ xml/2008/11/17/01185139/pt.kereta.api.tak.serius.benahi. keselamatan, pada tanggal 16 November 2009. Departemen Perhubungan Ditjen Perkeretaapian (2008 ?); Cetak Biru (Blueprint) Pembangunan Transportasi Perkeretaapian Indonesia.
139
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:139
6/22/2010 6:10:50 PM
Agus Syarip Hidayat, Maxensius Tri Sambodo, Sairie Erfanie Dhani Agung Darmawan dan Nurlia Listiani
Departemen Perhubungan, 2009, Statistik Perhubungan 2008, Departemen Perhubungan, Jakarta Departemen Perhubungan, 2009, Statistik Perhubungan 2008, Departemen Perhubungan, Jakarta Departemen Perhubungan-Direktorat Jenderal Perkeretaapian Indonesia, 2007, Cetak Biru (Blueprint) Pembangunan Transportasi Perkeretaapian Indonesia, Dephub-Dirjen Perkeretaapian, Jakarta Departemen Perhubungan-Direktorat Jenderal Perkeretaapian Indonesia, 2007, Cetak Biru (Blueprint) Pembangunan Transportasi Perkeretaapian Indonesia, Dephub-Dirjen Perkeretaapian, Jakarta Elhorst, J. Paul & Jan Oosterhaven, 2003, Effects of Transport Improvements on Commuting and Resiential Choice, Paper for the 4rd European Conggres of the Regional Science Association, Jyvaskyla, August 27-30, 2003 Elhorst, J. Paul & Jan Oosterhaven, 2003, Effects of Transport Improvements on Commuting and Resiential Choice, Paper for the 4rd European Conggres of the Regional Science Association, Jyvaskyla, August 27-30, 2003 http://en.wikipedia.org/wiki/Automatic_Train_Protection. Automatic Train Protection. Diakses Pada 8 Desember 2009. http://www.krlmania.com/gerbong/read.php?id=1527. ‘Mahluk’ Baru itu Bernama KCJ. Diakses Pada 17 November 2009. http://www.rail-reg.gov.uk. Automatic_Train_Protection Diakses Pada 8 Desember 2009
System.
140
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:140
6/22/2010 6:10:50 PM
Kesimpulan dan Rekomendasi
Humas PT Kereta Api (Pesero); Profil Perusahaan PT Kereta Api (Pesero) Indonesian Railways, 2008. Minniti, Maria and Moren Lévesque. 2008. Recent developments in the economics of entrepreneurship. Journal of Business Venturing 23 (2008) 603–612 Nikmah, SK dan Wijiyati, VS 2008., Kereta Apiku Sayang Kereta Apiku Malang; Proyek Efisiensi Perkeretaapian., Working Paper No. 1, INFID. Our City Our City Train, 2008, Queensland City Train Consumer Service Guide, diakses dari: www.qr.com.au, pada tanggal 18 November 2009. Porter, M., 1985. The Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performace, the Free Press, New York Porter, Michael E. 1990. The Competitiveness Advantage of Nations. New York: The Free Press. Pos Kota, 2009, Kabel Listrik Terputus; Ribuan Penumpang Telantar, Harian Pos Kota Edisi 15318 Selasa 11 Agustus 2009 Pos Kota, 2009, Kabel Listrik Terputus; Ribuan Penumpang Telantar, Harian Pos Kota Edisi 15318 Selasa 11 Agustus 2009 Prihartono, B., 2008. “Kebijakan Energi Nasional dan Dampak Kenaikan Harga BBM di Sektor Infrastruktur”, Makalah, disampaikan dalam Seminar Laporan Penelitan Pusat Penelitan Ekonomi – LIPI, 25 November. PT. KAI Commuter, 2009, PT KAI Commuter Jabodetabek Mulai Membersihkan dan Menertibkan Stasiun Jabotabek,
141
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:141
6/22/2010 6:10:50 PM
Agus Syarip Hidayat, Maxensius Tri Sambodo, Sairie Erfanie Dhani Agung Darmawan dan Nurlia Listiani
artikel dalam, http://www.krl.co.id/index.php/Newsflashes/ BERITA-TERKINI/PT-KAI-Commuter-Jabodetabek-MulaiMembersihkan-dan-Menertibkan-Stasiun-Jabotabek.html diakses pada tanggal 22 Juni 2009 PT. KAI Commuter, 2009, PT KAI Commuter Jabodetabek Mulai Membersihkan dan Menertibkan Stasiun Jabotabek, artikel dalam, http://www.krl.co.id/index.php/Newsflashes/ BERITA-TERKINI/PT-KAI-Commuter-Jabodetabek-MulaiMembersihkan-dan-Menertibkan-Stasiun-Jabotabek.html diakses pada tanggal 22 Juni 2009 PT. KAI, diakses dari: http://www.kereta-api.com, pada tanggal 10 Oktober 2009. Rail Transport in India, diakses dari: http://en.wikipedia.org/wiki/ Rail_transport_in_India, pada tanggal 10 Oktober 2009. Republika, 2009, Menyorot Kualitas Petugas Kereta Api, artikel pada Harian Republika 14 Agustus 2009 hal.23 Republika, 2009, Menyorot Kualitas Petugas Kereta Api, artikel pada Harian Republika 14 Agustus 2009 hal.23 Republika, 2009, Tragedi Tanah Sareal, artikel pada Harian Republika 14 Agustus 2009 hal.23 Republika, 2009, Tragedi Tanah Sareal, artikel pada Harian Republika 14 Agustus 2009 hal.23 Santoso, Singgih, 2009, Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17, Elex Media Komputindo, Jakarta
142
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:142
6/22/2010 6:10:50 PM
Lampiran
Kesimpulan dan Rekomendasi
Santoso, Singgih, 2009, Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17, Elex Media Komputindo, Jakarta Statistik Jumlah Kecelakaan Kereta Api, Direktorat Jenderal Perkeretaapian - Departmen Perhubungan RI, diakses dari: http://perkeretaapian.dephub.go.id, pada tanggal 5 November 2009. Statistik Perhubungan, 2008. Sunarto, RS 2009., Contractual Governance of Indonesia Railway System Case Study: Customer Satisfication in Jabodetabek Area Vs Varmlandstrafik AB., Service Science Program., Karlstad University, Swedia. Sunyoto, Danang, 2009, Analisis Regresi dan Uji Hipotesis, PT. BukuKita, Yakarta Sunyoto, Danang, 2009, Analisis Regresi dan Uji Hipotesis, PT. BukuKita, Yakarta Tjiptono, Fandy, 2004, Pemasaran Jasa, Bayumedia, Malang Tjiptono, Fandy, 2004, Pemasaran Jasa, Bayumedia, Malang
143
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:143
6/22/2010 6:10:50 PM
Agus Syarip Hidayat, Maxensius Tri Sambodo, Sairie Erfanie Lampiran Dhani Agung Darmawan dan Nurlia Listiani
LAMPIRAN HASIL ANALISIS CHI-SQUARE
Sumber : data primer, diolah
Sumber : data primer, diolah
Sumber : data primer, diolah
144
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:144
6/22/2010 6:10:50 PM
Lampiran
Sumber : data primer, diolah
Sumber : data primer, diolah
Sumber : data primer, diolah
145
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:145
6/22/2010 6:10:50 PM
Lampiran
Sumber : data primer, diolah
Sumber : data primer, diolah
Sumber : data primer, diolah
146
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:146
6/22/2010 6:10:51 PM
Lampiran
147
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:147
6/22/2010 6:10:51 PM
Lampiran
148
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:148
6/22/2010 6:10:51 PM
Lampiran
149
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:149
6/22/2010 6:10:51 PM
Lampiran
150
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:150
6/22/2010 6:10:51 PM
Lampiran
151
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:151
6/22/2010 6:10:52 PM
Lampiran
152
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:152
6/22/2010 6:10:52 PM
Lampiran
153
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:153
6/22/2010 6:10:52 PM
Lampiran
154
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:154
6/22/2010 6:10:52 PM
Lampiran
155
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:155
6/22/2010 6:10:52 PM
Lampiran
156
BUKU LAPORAN DIKTI 2.indd Sec1:156
6/22/2010 6:10:52 PM