Prosiding Seminar dan Peluncuran Buku Outlook Energi Indonesia 2013
Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013 Ira Fitriana1 1
Perencanaan Energi – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstract Petroleum reserves continue to decline, but this does not suppress the use of fossil fuels in the transport sector. The transport sector is an important sector in supporting the national economy. Until now, the technology which is used in this sector is still utilizing the oil fuel in its activities. Therefore, it should be considered an alternative fuel that can substitute fuel, one of them is a biofuel that utilizes a mixture of Crude Palm Oil (CPO) and diesel oil, or better known as Biodiesel. According to some studies, biodiesel is still optimal for use with a mixture of 40% palm oil, or called the B40 with the same characteristics as diesel oil. It is expected that the land availability of CPO and the optimal mixture of CPO and diesel oil will reduce the use of fuel in the transport sector. Thus the reduction in fuel will influence to suppress the emissions of greenhouse gases (GHG) as a whole. Keywords: transportation, oil fuel, biodiesel, bio fuel, emission
1. Pendahuluan Sektor transportasi merupakan konsumen energi terbesar kedua sesudah sektor industri, namun secara nasional sektor ini merupakan konsumen bahan bakar minyak (BBM) tertinggi. Dalam kebutuhan energi final tahun 2011, pangsa kebutuhan energi pada sektor transportasi adalah sebesar 27%, kemudian diperkirakan meningkat menjadi 33% pada tahun 2030. Saat ini penggunaan BBM pada sektor ini adalah sebesar 275 juta SBM atau mempunyai pangsa sebesar 76% terhadap penggunaan BBM nasional. Saat ini penggunaan BBM juga telah menaikkan komoditas impor BBM. Dominasi pemakaian BBM ini dapat ditekan dengan mengalihkan penggunaan BBM dengan bahan bakar alternatif. Mengingat teknologi sektor transportasi masih menggunakan mesinmesin yang mengandalkan minyak sebagai
bahan bakar, maka perlu dipertimbangkan bahan bakar alternatif dengan spesifikasi yang sama dengan bahan bakar minyak. Saat ini pemanfaatan biodiesel di dalam negeri masih sangat kecil dan memiliki peluang untuk dioptimalkan. Hal ini diindikasikan dengan negara produsen terbesar biodiesel saat ini adalah Uni Eropa sebesar 4,5 juta ton/tahun dengan bahan baku utama rapeseed berbiaya produksi lebih tinggi dibandingkan Indonesia, sedangkan negara produsen bioetanol terbesar adalah Amerika Serikat dengan produksi 18,5 miliar liter berbahan baku jagung dan kedelai1. Bahkan, pengembangan BBN di Indonesia, khususnya biodiesel dari kelapa sawit dinilai buruk akibat menghasilkan energi lebih rendah dan menyumbang emisi karbon secara tidak langsung melalui pembakaran hutan dan konversi hutan untuk lahan tanam
1
Prosiding Seminar dan Peluncuran Buku Outlook Energi Indonesia 2013
(http://www.guardian.co.uk). Selain itu harga BBM yang masih disubsidi juga menjadi penyebab utama kurang bersaingnya biodiesel di pasaran.
2. Biodiesel Sebagai Bahan Bakar
Alternatif Selain bahan bakar dari eenergi fosil, Indonesia juga memiliki potensi bahan bakar dari energi baru dan terbarukan yang cukup besar. Namun hingga sekarang penerapannya belum optimal menngingat harga ekonomi dari energi alternatif tersebut belum ekonomis bila disaingkan dengan harga bahan bakar konvensional yang selalu didukung oleh adanya subsidi dari Pemerintah. Salah satu bahan bakar alternatif untuk sektor transportasi yang sudah mulai diterapkan adalah biodiesel sebagai pengganti minyak solar. Biodiesel dapat dikembangkan dari berbagai jenis tumbuhan, antara lain kelapa sawit, jarak pagar, kelapa, jarak, nyamplung, algae dan lain-lain. Bahan baku biodiesel yang dikembangkan bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki suatu negara. Indonesia memiliki banyak tumbuhan penghasil minyak nabati. Biodiesel dapat digunakan sebagai pengganti minyak solar karena keduanya mempunyai sifat fisik dan kimia yang hampir sama. Pada dasarnya minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan bakar, namun viskositasnya cukup tinggi untuk digunakan dalam mesin diesel biasa (tanpa modifikasi). Oleh karena itu untuk dapat dimanfaatkan dalam mesin diesel, penggunaan biodiesel masih dicampur dengan minyak diesel. Tabel 1. Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dan solar
Sifat fisik / Biodiesel Solar kimia Komposisi Ester alkil Hidrokarbon Densitas, g/ml 0,8624 0,8750 Viskositas, cSt 5,55 4,6 o Titik kilat, C 172 98 Angka setana 62,4 53 Energi yang 40,1 MJ/kg 45,3 MJ/kg dihasilkan (Sumber : Internasional Biodiesel, 2001)
Keunggulan utama dari pemakaian biodiesel sebagai bahan bakar adalah nilai emisi yang rendah jika dibandingkan dengan minyak diesel yang dihasilkan dari energi fosil. Selain itu jika subsidi untuk bahan bakar minyak dihapuskan, maka harga ekonomis biodiesel dapat bersaing dengan minyak diesel.
3. Kebijakan Pemerintah Mengenai Pemanfaatan Biodiesel Menurut Siaran Pers ESDM tentang Program Percepatan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati : Pemanfaatan BBN telah dimulai sejak tahun 2006 dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006. Sejak tahun 2009, Pemerintah telah memberlakukan kebijakan mandatori pemanfaatan BBN pada sektor transportasi, industri dan pembangkit listrik melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Penggunaan biodiesel ditujukan untuk dapat digunakan pada beberapa sektor pengguna, baik sektor industri, transportasi, rumah tangga, dan komersial. Khususnya untuk sektor transportasi dibedakan menjadi transportasi PSO (Public Service Obligation) dimana kendaraannya masih menggunakan BBM dengan harga bersubsidi dan transportasi non PSO. Selanjutnya untuk dapat digunakan dalam mesin diesel biasa, perlu dilakukan percampuran yang selanjutnya campuran tersebut diatur dalam mandatori biofuel. Untuk B10 menunjukkan campuran biodiesel 10% dan minyak diesel 90%. Pada Permen no. 32/2008, target percampuran tahun 2025 hanya 20%. Kemudian terjadi perubahan sehingga pada Mandatori Biofuel sesuai dengan Permen No.25/2013 yang menyatakan pentahapan kewajiban minimal pemanfaatan biodiesel (B100) sebagai campuran bahan bakar minyak adalah sebagai berikut :
2
Prosiding Seminar dan Peluncuran Buku Outlook Energi Indonesia 2013
Tabel 2. Pentahapan Kewajiban Minimal minimal Pemanfaatan Biodiesel (B100) Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Sektor
September 2013
Januari 2014
Januari 2015
Januari 2016
Januari 2020
Januari 2025
-
-
-
-
-
-
Rumah Tangga
Transportasi PSO
10%
10%
10%
20%
20%
25%
Industri dan Komersial
5%
10%
10%
20%
20%
25%
Transportasi Non PSO
3%
Pembangkit Listrik
10%
7,5%
20%
(Sumber : Permen 25 Tahun 2013)
10% 25%
Namun pada pelaksanaannya target mandatori sangat sulit dicapai. Hal ini terjadi karena harga BBM subsidi masih cukup terjangkau dimana bahan baku Bahan Bakar Nabati masih cukup tinggi. Oleh karena itu pada pelaksanaannya, realisasi pemanfaatan biodiesel masih dibawah angka target mandatory Biofuel seperti dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini. 1,297,000
1,076,051
Kiloliter
788,536 669,398
775,941 358,812 223,041 119,348
2009
2010
Biodiesel
2011
2012
2013
Target Mandatori
Gambar 1. Perbandingan pemanfaatan Biodiesel 2009 – 2013 dan mandatori Biodiesel Permen No.25/2013 (Sumber : Energi Today, 2013)
Realisasi pemanfaatan biodiesel pada tahun 2009 hanya sebesar 15,4% dari target mandatori. Pada tahun 2010 realisasi biodiesel menjadi 20,7% terhadap target mandatori kemudian terus meningkat menjadi 27,7% terhadap target mandatori. Diharapkan pemanfaatan biodiesel akan terus mendekati target yang ditentukan dalam Mandatori sehingga dapat mengurangi penggunaan energi fosil khususnya BBM secara siknifikan.
20% 30%
20% 30%
25% 30%
Keterangan Saat ini tidak ditentukan Terhadap kebutuhan total Terhadap kebutuhan total Terhadap kebutuhan total Terhadap kebutuhan total
4. Potensi Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Biodiesel Indonesia mempunyai kekayaan alam yang cukup luas untuk dapat dikembangkan menjadi bahan bakar nabati. Pada kajian ini akan dibahas potensi kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel selain pemanfaatannya lainnya sebagai bahan baku minyak goreng dan komoditas ekspor. Kelapa sawit merupakan salah satu bahan baku pembuatan biodiesel melalui proses esterifikasi. Luas lahan kelapa sawit dan produksinya terus meningkat. Dari data Direktorat Jenderal Perkebunan, luas lahan kelapa sawit terus bertambah dari sekitar 29 ribu Ha pada tahun 1980 kemudian pada tahun 2012 menjadi sekitar 9 juta Ha, atau mengalami laju pertumbuhan sebesar 29,6% per tahun. Kenyataan ini menunjukkan bahwa hasil produksi kelapa sawit berkembang sangat pesat, namun hal ini juga menunjukkan bahwa penggundulan hutan yang terjadi akibat pengadaan lahan kelapa sawit, sangat mempengaruhi kondisi alam. Diperkirakan luas lahan yang akan digunakan untuk perkebunan kelapa sawit akan mencapai 5. Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel di Sektor Transportasi 6. Proyeksi Penurunan Emisi CO2 Dengan Pemanfaatan Biodiesel
3
Prosiding Seminar dan Peluncuran Buku Outlook Energi Indonesia 2013
24
60
18
40
12
20
6
0
0 2011
2015
2020
2025
10
2030
2029
Pada kasus optimalisasi energi alternatif untuk sektor transportasi (kasus OEAT) proyeksi kebutuhan biodiesel untuk akan meningkat lebih tinggi dari skenario dasar. Laju pertumbuhan yang semula hanya 15,5% per tahun meningkat menjadi 21,6% pada tahun 2030. Di tahun 2030 terdapat penambahan konsumsi sebesar 9,2 juta kilo liter, dari 5,6 juta kilo liter pada skenario dasar terdorong menjadi 14,7 juta kilo liter atau hampir tiga kali lipat di kasus OEAT. 16
21.6%
Biodiesel SkenDasar
Biodiesel Kasus OEAT
12
9.2
8
15.5%
4
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
0
2011
5. Biodiesel mempunyai sifat pembakaran yang sangat serupa dengan minyak solar, sehingga dapat dipergunakan langsung pada mesin berbahan bakar minyak solar tanpa mengubah
2028
2027
2026
2025
2024
2023
2022
2021
2020
2019
2018
2017
2016
2015
2014
Gambar 2. Konsumsi biodiesel di sektor transportasi
2030
Gambar1. Produksi CPO dan ketersediaan lahan
2013
0
2030
80
20
2029
30
Biodiesel
30
2028
Ketersediaan Lahan
Minyak Solar
Juta kL
Juta Ton
100
36
Produksi CPO
Juta Ha
120
40
2012
biodiesel seperti kelapa sawit dan jarak pagar. Berbeda dengan tanaman jarak pagar yang potensinya relatif terbatas, Indonesia merupakan salah satu penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di dunia. Sehingga jika dilihat dari kesiapan dalam penyediaan, CPO dari kelapa sawit mempunyai potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Perkebunan kelapa sawit, yang cara pengelolaannya terdiri atas perkebunan rakyat, perkebunan negara atau Badan Umum Milik Negara (BUMN), dan perkebunan swasta pada tahun 2012 mempunyai luas 9,07 juta hektar. Total produksinya mencapai 23,52 juta ton CPO atau produksi rata-rata dari setiap hektar perkebunan sawit adalah 2,59 ton. Luas lahan kelapa sawit diasumsikan terus bertambah 6.7% per tahun hingga mencapai 29,26 juta hektar di tahun 2030 dengan produksi rata-rata 3,5 ton CPO per hektar.
2011
Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku untuk energi alternatif, pada
Juta kL
7. Kesimpulan dan Saran
mesin. Hasil penelitian beberapa universitas menyebutkan bahwa campuran biodiesel hingga 40% (B40) masih memenuhi standar bahan bakar solar. Hal ini menjadi dasar pada proyeksi konsumsi biodiesel, dimana tahun 2030 diasumsikan B40 sudah dapat diterapkan di Indonesia. Sementara pada tahun 2015 dan tahun 2016 masing-masing masih menggunakan B10 dan B20 yang kemudian meningkat secara berkala hingga mencapai campuran 40%. Program substitusi ini mampu menghemat 15 juta kilo liter minyak solar pada tahun 2030.
Gambar 3. Perbandingan proyeksi kebutuhan biodiesel 2
Prosiding Seminar dan Peluncuran Buku Outlook Energi Indonesia 2013 Pemanfaatan CPO sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel perlu dilaksanakan secara bijaksana dan hati-hati, karena CPO juga merupakan bahan baku minyak goreng. Oleh karena itu, potensi yang ada harus memperhitungkan kebutuhan CPO baik untuk memenuhi produksi pangan di dalam negeri dan ekspor. 23,7%
25%
18,6%
12
20%
14,3%
9
15%
6
10%
5,8% 3
5%
1,5%
Prosentase Biodiesel
Produksi CPO untuk Biodiesel (Juta kL )
15
0%
0 2011
2015
2020
2025
2030
Produksi CPO untuk biodiesel Prosentase Biodiesel Terhadap Produksi CPO
Gambar 4. Produksi CPO untuk biodiesel
2030
OEAT
2025
OEAT
2020
OEAT
2015
OEAT
2011
Proyeksi campuran biodiesel hingga 40% di tahun 2030 membutuhkan produksi CPO sebanyak 12,35 juta kilo liter atau sekitar 23,7% dari total produksi CPO. Dengan demikian masih terdapat 76,3% produksi CPO yang bisa dialokasikan untuk menjamin ketersediaan pasokan pangan dan ekspor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 40% campuran biodiesel layak menjadi target
OEAT
program substitusi BBM demi mencapai sumber daya energi yang berkelanjutan.
Di sektor transportasi, yang didominasi oleh penggunaan bahan bakar cair, perlu mempertimbangkan pemanfaatan energi terbarukan seperti biodiesel dan CNG sebagai pengganti bahan bakar. Pemanfaatan CNG dioptimalkan dengan mempertimbangkan substitusi bensin pada kendaraan umum (angkot dan taksi) dan busway atau bis besar (bermesin CNG dedicated). Sedangkan substitusi biodiesel dioptimalkan dengan mempertimbangkan ketersediaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Adanya kasus optimalisasi penggunaan energi pada sektor transportasi (kasus OEAT) mengakibatkan perubahan komposisi penggunaan energi final tanpa merubah total konsumsi energi final. Pada tahun 2030 penggunaan CNG adalah sebesar 4,8% terhadap penggunaan bensin tahun 2030. Sedangkan pada pemanfaatan biodiesel meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 21,6% per tahun sehingga pada tahun 2030 diperkirakan pemanfaatannya adalah sebesar 95,5 juta SBM. Dengan demikian diharapkan pada tahun 2030 biodiesel akan mensubstitusi minyak solar sebesar 40%.
881
Base
Bensin M. Solar Avtur + Avgas
645
Base
M. Bakar 467
Base
Listrik CNG
328
Base
Bioethanol E100 Biodiesel B100
277
Base 0
200
M. Tanah 400
600
800
1000
Juta SBM
Grafik 5. Perbandingan proyeksi kebutuhan energi final pada sektor transportasi skenario base dan kasus OEAT
.
3
Prosiding Seminar dan Peluncuran Buku Outlook Energi Indonesia 2012
4. Kesimpulan dan Saran Sektor industri merupakan sektor penting yang berkontribusi terhadap PDB dalam perekonomian nasional. Pesatnya laju pertumbuhan industri intensif energi disebabkan oleh makin tingginya laju pertumbuhan ekonomi yang ditunjang dengan meningkatnya pembangunan dan perkembangan infrastruktur energi. Besarnya bahan bakar yang dimanfaatkan pada sektor ini sangat tergantung pada jenis teknologi yang digunakan. Saat ini energi baru dan terbarukan yang dipertimbangkan sebagai bahan bakar pada sektor industri adalah bahan bakar nabati (BBN) berupa biodiesel yang mensubstitusi pemakaian minyak diesel. Diperkirakan peranan BBN akan terus meningkat hingga 4,7% pada tahun 2030. Hal ini dapat diwujudkan apabila harga BBN dapat bersaing dengan bahan bakar fosil , khususnya minyak diesel.
[1] (Azahari, 2008) [2] 2012, Badan Pusat Statistik (BPS) [2] Direktorat Jendral Perkebunan 2010, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2010) [4] 2013, Outlook Energi Indonesia 2013, BPPT, Jakarta. [3] [4] 2009, Technology Needs Assessments Kementrian Lingkungan Hidup (TNA) [5] Untuk tulisan dari situs internet: nama penulis, tahun, judul situs, alamat URL situs.
Daftar Pustaka
4