Hubungan Tingkat Pengetahuan Pria PUS dengan Penggunaan Metode Kotrasepsi Kondom di Kelurahan Mata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat Padang Tahun 2014
oleh Zufrias Riaty ABSTRAK Dari data Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2012, dari 20 puskesmas yang ada Puskesmas Rawang Barat merupakan angka tertinggi pemakaian alat kontrasepsi pria Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu MOP (0,1%) dan Kondom (33,7), jadi totalnya ( 33,8%) (DKK Kota Padang 2012).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat pengetahuan pria PUS dengan metode kontrasepsi kondom di Kelurahan Mata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat Padang Tahun 2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik. Populasi pada penelitian ini adalah pria PUS sebanyak 80 orang dengan sampel 44 orang. Teknik pengambilan sample secara simple random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada tanggal 25 april – 10 maret. Analisa data ditampilkan pada tabel distribusi frekuensi dengan uji chi square. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kurang dari separoh (31,8%) pria PUS yang mempunyai pengetahuan rendah tentang penggunaaan kodom, dan lebih dari separoh (86,4%) pria pus yang tidak menggunakan kondom sebagai alat kotrasepsi. Berdasarkan hasil penelitian tidak terdapat hubungan tingkat pengetahuan pria pus dengan penggunaan metode kontrasepsi kondom. Diharapkan pada petugas kesehatan khususnya PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana) untuk dapat meningkatkan dan mempertahankan partisipasi pria dalam ber KB melalui penyebaran informasi konseling, media cetak, elektronik serta meningkatkan jenis dan mutu pelayanan kotrasepsi pria yang lain. Kata Kunci : Penggunaan Metode Kontrasepsi Kondom Kepustakaan :16 (2008-2013)
Alamat Korespondensi Ns. Zufrias Riaty, S. Kep Dosen D III Kebidanan Universitas Baiturrahmah Padang Aie Pacah KM 13 No Hp: 0812 6624 235
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
1
PENDAHULUAN Organisasi kesehatan dunia (WHO) saat ini telah membentuk tim peneliti guna mencari atau mengembangkan metode pengaturan kesuburan pria yang aman, efektif, reversibel, dan dapat diterima, disamping itu juga dapat memonitor keamanan dan efektifitas metode yang ada. Hal ini dilakukan WHO karena KB juga masalah dunia dalam rangka meningkatkan partisipasi pria untuk berKB. Pada awalnya visi program KB adalah pembangunan yang berwawasan kependudukan untuk menuju keadaan penduduk yang seimbang pada tahun 2020, dalam upaya mewujudkan pelembagaan dan pemberdaya norma keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS). Namun pada perkembangan selanjutnya, visi program KB nasional pada era baru ditetapkan menjadi penduduk dan keluarga berkualitas pada tahun 2015 (http://www.who.int/Keluarga_berencana diakses tanggal 21 Oktober 2013 ). Program KB di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat baik ditinjau dari sudut tujuan, ruang lingkup geografis, pendektan, operasional, dan dampaknya pada pencegahan kelahiran. Keberhasilan ini tandai dengan semakin terwujudnya Norma Keluaraga Kecil Bahagia sebagian meningkatnya angka keikutsertaan Keluarga Berencana (Sulistyawati , 2011). Sedangkan tujuan utama program KB nasional adalah untuk memenuhi perintah masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas. Sasaran gerakan KB Nasional adalah (1) pasangan Usia Subur (PUS), (2) Generasi Muda, (3) Pelaksana dan Pengelola KB, (4) Sasaran Wilayah adalah wilayah denagan laju pertumbuhan penduduk tinggi dan wilayah khusus seperti pemukiman padat, daerah kumuh, daerah pantai dan daerah terpencil (Sulistyawati , 2011).
Berdasarkan data SKDI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2012 menunjukkan tidak ada kenaikan yang signifikan dalam penggunaan kontrasepsi dibandingkan dengan hasil SKDI 2007. Pada tahun 2007, SKDI mencatat sebanyak 57,4% pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi modern, sedangkan SKDI 2012 mencatat angka 57,9% atau kenaikannya hanya sebesar 0,5% selama kurang lebih 5 tahun. Berdasarkan data dari BKKBN Sumatra Barat 2012 terdapat bahwa pemakaian alat kontrasepsi yang paling banyak diminati oleh masyarakat adalah suntik (46,9%), pil (27,1%), implant (8,6%), kondom (8,2%), IUD (7,5%), MOW (1,4%), dan MOP (0,3%). Jadi dapat disimpulkan bahwa penggunaan kontrasepsi pada tahun 2012 antara wanita dan pria sebanyak 91,5% dan 8,5% (BKKBN , 2012). Berdasarkan hasil penelitian Susanti (2010) tentang Gambaran Pengetahuan dan Sikap Pria PUS tentang metode Kontrasepsi Kondom Di Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Kota Padang Tahun 2010 ditemukan hasil lebih dari separoh responden (56,7%) tingkat pengetahuan tinngi dan (13,4%) memiliki pengetahuan rendah.Sedangkan sikap pria tentang kontrasepsi kondom memiliki sikap positif (86,6%) dan sikap negatif (12,4%). Data Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2012, dari 20 puskesmas yang ada Puskesmas Rawang Barat merupakan angka tertinggi pemakaian alat kontrasepsi pria Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu MOP (0,1%) dan Kondom (33,7), jadi totalnya ( 33,8%) (DKK Kota Padang 2012).
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
2
Berdasarkan data dari Puskesmas Rawang Barat Padang tahun 2012 angka cakupan peserta KB pria yang terendah terdapat di Kelurahan Mata Air dengan jumlah PUS yang menjadi akseptor KB aktif pada bulan September 80orang dengan peserta KB pria MOP (0,2%) dan Kondom (2,6%) , jadi totalnya (2,8%) (Profil Puskesmas Padang 2012). Setalah dilakukan survey awal dikelurahan Mata Air dengan melakukan wawancara dari 10 orang pria PUS akseptor KB aktif yang mempunyai istri berusia 25 s/d 40 tahun 7 orang mengetahui tentang KB pria (Kondom) serta penggunaannya. Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh Bagaimana Hubungan Tingkat Pengetahuan Pria PUS dengan Metode Kontrasepsi Kondom Di Kelurahan Mata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat Padang Tahun 2014.
SUBJEK DAN PENELITIAN
METODE
Jenis penelitian ini adalah Analitik dengan pendekatan cross sectionalstudyatau yang bertujuan untuk melihat hubungan antara beberapa variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen , dimana variabel tersebut dapat diambil secara bersamaan dan waktu yang sama. Jadi yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak44PUS yang di dapat dari teknik pengambilan sampel secara simple random sampling (acak sederhana). Adapun kriteria sampel adalah : a. Kriteria Inklusi Kriteria Inklusi dari penelitian ini adalah : 1. Pria yang berstatus menikah dengan usia 20 s/d 40 tahun 2. PUS yang menggunakan kontrasepsi kondom 3. Bisa baca tulis 4. Bersedia menjadi responden 5. Berlokasi di Kelurahan Mata Air
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
1. Tingkat Pengetahuan Pria PUS Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Pria PUS dengan Penggunaan Metode Kontasepsi Kondom di Kelurahan Mata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat Tahun 2014
Tingkat Pengtahuan
f
%
Rendah
14
31,8
Tinggi
30
68,2
Total
44
100
Berdasarkan tabel. 1 diatas dapat dilihat bahwa kurang dari separoh 14 orang (31,8%) responden memiliki tingkat pengetahuan rendah terhadap penggunaan metode kontrasepsi kondom di Kelurahan Mata Air wilayah kerja Puskesmas Rawang Barat tahun 2014. Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rika Ana Susanti di wilayah kerja puskesmas Bungus Padang tahun 2011. Dimana dari 76 orang responden yang diteliti, ternyata yang memiliki pengetahuan rendah tentang penggunaan kondom adalah sebanyak 28 orang responden (36,8%) dan yang memiliki pengetahuan tinggi tentang penggunaan kondom adalah 48 orang responden (63,2%). Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2011) bahwa pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
3
Berdasarkan hasil pengamatan panulis selama melakukan penelitian di Kelurahan Mata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat Padang tahun 2014 didapatkan jumlah responden berpengetahuan rendah tentang penggunaan kondom adalah 14 orang responden (31,8%). Hal ini dapat disebabkan karena informasi tentang manfaat dari alat kontrasepsi kondom yang dapat diperoleh dengan mudah, penyuluhan-penyuluhan dari tenaga kesehatan baik melalui, media elektronik ataupun media cetak. Hal ini sesuai dengan wawancara penulis dengan beberapa orang responden bahwa mereka sering mendapatkan penyuluhan atau informasi mengenai manfaat menggunakan kontrasepsi kondom. 2. Penggunaan Metode Kontrasepsi Kondom Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Pria PUS dengan Penggunaan Metode Kontasepsi Kondom di Kelurahan Mata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat Tahun 2014
Penggunaan Kondom Menggunakan Tidak Menggunakan Total
f 6 38 44
% 13,6 86,4 100
Berdasarkan tabel. 2 diatas dapat dilihat bahwa lebih dari separoh 38 orang (86,4%) responden yang tidak menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi dikelurahan Mata Air wilayah kerja Puskesmas Rawang Barat Tahun 2014. Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rika Ana Susanti di wilayah kerja puskesmas Bungus Padang tahun 2011. Dimana dari 76 orang responden yang diteliti, ternyata yang menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi adalah sebanyak 6 orang responden (13,6%) dan yang tidak menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsiadalah 38 orang (86,4%).
Kondom merupakan suatu selubung / sarung karet tipis yang dipasang pada penis sebagai tempat penampungan air mani yang dikeluarkan pria pada saat senggama sehingga tidak tercurah pada vagina ( Suratun 2008) Kondom umumnya dikenal sebagai karet pelindung, merupakan metode kontrasepsi untuk laki-laki dan bersifat non permanen.Kondom, biasanya tipis, terbuat dari karet, poliureten, atau membran binatang, yang menyelubungi penisyang mengalami ereksi, sebelum terjadi hubungan seksual. Kondom akan mencegah cairan mani memasuki vagina ( Wikoyo 2010). Penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi masih rendah pada kelurahan Mata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat penyebabnya sudah banyak alat kontrasepsi lain yang menjadi pilihan dari PUS, rendahnya minat pria PUS dalam mengakses informasi tentang program KB bagi pria, terbatasnya sarana dan prasaranana pelyanan KB bagi pria selain itu rendahnya partisipasi pria dalam berKB tidak terlepas dari program operasional yang ditujukkan kepada wanita, serta mudahnya diperoleh kondom di tempat-tempat lain, sehingga banyak yang tidak terdaftar dipuskesmas. 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Pria Pus Dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Tabel . 3 Hubungan Tingkat Pengetahuan Pria PUS dengan Penggunaan Metode Kontasepsi Kondom di Kelurahan Mata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat Tahun 2014 Tingkat Penget ahuan
Menggunak an
Rendah Tinggi Total
1 5 6
Penggunaan Kondom % Tidak % Menggun akan 7,1 13 92,9 16,7 25 83,3 13,6 38 86,4
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
f
14 30 44
4
Total %
100 100 100
Berdasarkan tabel .3 dapat dilihat bahwa dari 44 orang responden terdapat 13 orang yang memiliki pengetahuan rendah tidak menggunakan kondom dan 1 orang yang menggunakan kondom. Hasil uji statistik menggunakan uji chi-squre dengan kemaknaan 95% didapatkan nilai p=0,647, artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan pria PUS dengan penggunaan metode kontrasepsi kondom dikelurahan Mata Air wilayah Puskesmas Rawang Barat. Berdasarkan hasil uji statistic chi square di peroleh nilai p= 0,647 (p<0,05) sehingga Ha ditolak yang berarti dapat disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan tingkat pengetahuan pria PUS dengan penggunaan metode kontrasepsi kondom di Kelurahan Mata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat Padang tahun 2014. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Rika Ana Susanti , yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan antara pria PUS denganpenggunaan metode kontrasepsi kondom diwilayah kerja puskesmas bungus padang, berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p = 0.563 (p<0,05) sehingga Ha ditolak yang berarti dapat disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan tingkat pengetahuan dengan penggunaan metode kontrasepsi kondom di puskesmas Bungus Padang. Pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat penting untuk terbentuknya tindakan (over behavior). Pengetahuan akan mempegaruhi seseorang mengadopsi prilaku baru, harus tau terlebih dahulu apa artinya atau manfaat perilaku tersebut bagi kesehatan dirinya atau keluarganya.
Hasil diatas dapat dilihat bahwa lebih dari separoh responden tidak menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsinya. Maka responden yang menggunakan kondom sebagai lat kontrasepsinya tidak dipengaruhi oleh tingginya pengetahuan responden disebabkan karena banyak pilihan kontrasepsi lain yang lebih faktor lain diantaranya adanaya larangan dari keluarga terutama suami dalam mengunakan alat kontrasepsi, kurangnya partisipasi pria dalam berKB dapat terjadi karena istri telah mengikuti program KB dan beranggapan bahwa pria/suami pergi kepelayanan KB merupakan suatu keanehan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Mata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat Padang 2014 maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kurang dari separoh responden (31,8%) pria PUS yang mempunyai pengetahuan rendah tentang penggunaan kondom di Kelurahan Mata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat Padang Tahun 2014. 2. Lebih dari separoh responden (86,4%) pria PUS yang tidak menggunakan kondom sebagai alat kontrasepsi di Kelurahan Mata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat Padang Tahun 2014.
3. Tidak terdapat hubungan tingkat pengetahuan pria PUS dengan penggunaan metode kontrasepsi kondom di KelurahanMata Air Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Barat Padang Tahun 2014, dimana nilai p = 0,647 (p<0,05).
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
5
Saran 1. Bagi Institusi Pendidikan Harapan peneliti agar KTI dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui masalah yang ada di lapangan dan sebagai dasar atau data yang dapat membantu selanjutnya.
Data Laporan. 2012. Data Laporan Pemakaian Kontrasepsi Puskesmas Rawang Barat Padang
2. Bagi Puskesmas Bagi institusi kesehatan diharapkan lebih meningkatkan lagi promosi kesehatan mengenai pentingnya menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan khususnya kondom dan lebih aktif memotivasi masyarakat umum, khususnya lapangan karena kurangnya motivasi pria PUS untuk berKB.
Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknis Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan pada peneliti selanjutnya dapat meneliti factor-faktor lain yang mempengaruhi seseorang menggunakan alat kontrasepsi.
Notoatmojo, Soekijdo. 2010. Pendidikan dan Prilaku. Jakarta: Reneka Cipta
DAFTAR PUSTAKA Ana, Rika Susanti. 2010. “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Pria Tentang Metode Kontrasepsi Kondom di Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Kota Padang”. Disertasi tidak diterbitkan. Padang: Program D3 Kebidanan Puteri Andalas Padang BKKBN. 2012. Laporan Umpan Balik dari Lapangan. Padang: BKKBN Sumbar Dinas Kesehatan Kota Padang. 2012. Laporan Dinas Kesehatan Kota Padang. Padang: DKK Padang
Glasier, Anna. 2006. Keluarga Berencana dan Kesehtan Reproduksi. Jakarta: EGC
Luknis, 2006. Teknik Analisis Data. Jakarta : EGC Notoatmojo, Soekijdo. 2007. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Reneka Cipta
Rahmah. 2013. Dalam Rahmawardah .blogspot.com/2010/07/Program-Kb-diIndonesia-1.html diakses tanggal 09 Desember 2013 Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia Sibagariang, Ellya Eva. 2010. Metodologi Penelitian Untuk Mahasiswa Diploma. Jakarta: Trans Info Media Sulisyawati, Ari. Keluarga Berencana. Medika
2011. Pelayanan Jakarta: Salemba
Suratun, DKK. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
6
Hubungan Usia Dan Paritas Ibu Dengan Kejadian Persalinan Preterm Di RSUP dr. M Djamil Padang Tahun 2013 Oleh Eka Seba Martha ABSTRAK Persalinan preterm merupakan penyebab utama yaitu 60,80 % morbiditas dan mortalitas neonatal di seluruh dunia. RSUP DR. M. djamil Padang tahun 2013 memiliki persalinan preterm sebanyak 130 kasus, hal ini menunjukan adanya peningkatan kejadian persalinan preterm dari tahun 2012 sebanyak 90 kasus persalinan preterm dan tahun 2011 sebanyak 9 kasus persalinan preterm, persalinan preterm disebabkan oleh multifaktor salah satunya adalah usia dan paritas ibu. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan cross sectional dan pengambilan sampel secara systematic random sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di RSUP Dr M Djamil Padang tahun 2013 sebanyak 1569 orang dengan sampel 95 orang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan daftar checklist. Analisa data ditampilkan pada tabel distribusi frekuensi dengan uji chi square. Hasil penelitian ini didapatkan hampir dari separoh responden yaitu 44 orang (46,3 %) mengalami kejadian persalinan preterm. Lebih dari separoh responden yaitu 55 orang (57,9 %) memiliki usia beresiko. Kurang dari separoh responden yaitu 9 orang (9,5 %) memiliki paritas yang beresiko. Ada hubungan bermakna antara usia ibu dengan kejadian persalinan preterm. Ada hubungan bermakna antara paritas ibu dengan kejadian persalinan preterm di RSUP Dr M Djamil Padang Tahun 2013. Dapat disimpulkan bahwa usia dan paritas ibu mempengaruhi terjadinya persalinan preterm. Diharapkan pada pihak RSUP Dr M Djamil Padang dan petugas kesehatan lainya agar dapat memberikan penyuluhan dan informasi serta edukasi tentang persalinan preterm untuk mengetahui lebih jauh mengenai faktor lain yang berhubungan dengan persalinan preterm. Kata Kunci Kepustakaan
: Paritas, Kejadian Preterm : 21 ( 2005-2013)
Alamat Korespondensi Eka Seba Martha, S.SiT, SKM, M. Biomed Dosen D III Kebidanan Puteri Andalas Padang Andalas Baru No 7,Simpang Haru Padang No Hp: 0751 7882882
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
7
PENDAHULUAN Usia kehamilan merupakan indicator yang sangat penting bagi kelangsungan hidup janin dan kualitas hidupnya. Umumnya kehamilan disebut cukup bulan bila berlangsung antara 37-41 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir pada siklus 28 hari (Krisnadi dkk, 2009). Di kota Padang tahun 2011 Jumlah kematian bayi tercatat 164/15.693 kelahiran hidup dengan penyebab terbanyak adalah asfiksia yang mencapai angka 44 orang. Penyebab lainnya adalah BBLR 33 orang, IUFD 32 orang, Tetanus 1 orang, aspirasi 12 orang, prematur 7 orang, kelainan jantung 9 orang d Usia kehamilan merun yang lainnya 26 orang (Dyah muryani,2013). Berdasarkan hasil penelitian Riza Helmi (2011) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian persalinan preterm di RSUP DR M Djamil Padang didapatkan kurang dari separoh responden (21,0 %) memiliki usia beresiko, lebih dari separoh responden (56,5 %) memiliki pendidikan rendah, kurang dari separoh responden (27,4%) memiliki paritas beresiko, kurang dari separoh responden (48,4 %) yang jarak kehamilan beresiko, lebih dari separoh (67,7 %) memiliki kejadian preeclampsia, kurang dari separoh responden (35,5 %) yang jarak kehamilan preterm, sedangkan menurut penelitian agustina (2005) tentang hubungan kejadian persalinan preterm dengan paritas, hasil penelitian didapatkan persalinan preterm banyak terjadi pada ibu dengan paritas tinggi (> 3) yakni sebanyak 70,91% . Rumah Sakit Umum Pusat DR. M. Djamil Padang merupakan Rumah Sakit rujukan terbesar di Sumatra Barat, berdasarkan data awal yang peneliti dapatkan dibagian Rekam Medik RSUP DR. M. djamil Padang tahun 2013 sebanyak 130 kasus persalinan preterm, hal ini menunjukan adanya peningkatan kejadian persalinan preterm dari tahun 2012 sebanyak 90 kasus persalinan preterm dan tahun 2011 sebanyak
9 kasus persalinan preterm. Mengingat masih tingginya angka kejadian persalinan preterm , maka peneliti ingin melihat sejauh mana Hubungan Usia dan Paritas Ibu dengan Kejadian Persalinan Preterm di RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2013.
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah penelitian Analitik dengan desain penelitian cross sectional yaitu variabel independen dan variabel dependen diambil secara bersamaan dengan melihat Hubungan Usia dan Paritas Ibu dengan Kejadian Persalinan Preterm di RSUP DR. M. Djamil Padang. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di RSUP DR. M. Djamil Padang pada tahun 2013 sebanyak 1569 orang. Jadi sampel pada penelitian ini berjumlah 95 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu bersalin yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Ibu yang bersalin di RSUP Dr M Djamil Padang. b. Ibu yang terdaftar di Medical Record.
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
a. Kejadian Persalinan Preterm Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan KejadianPersalinan Preterm Di RSUP DR M DJamil Padang Tahun 2013
Persalinan Preterm
Preterm
44
Tidak Preterm
51
Jumlah
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
%
f
46,3 53,7 100
95
8
a. Usia ibu Pada tabel .1 dapat dilihat bahwa dari 95 responden hampir dari separoh responden yaitu 44 orang (46,3 %) mengalami kejadian persalinan preterm di RSUP DR M Djamil Padang Tahun 2013. Menurut WHO, persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 259 hari berdasarkan hari pertama haid terakhir. Masalah utama pada persalinan preterm ialah perawatan bayinya, semakin muda usia kehamilanya maka semakin besar morbiditas dan mortalitasnya. Persalinan preterm diberbagai Negara dan di Indonesia masih tinggi dengan kejadian yang bervariasi di RSU Dr Saiful Anwar Malang pada tahun 2008 proporsi bayi preterm 23,35 % dari seluruh persalinan dan proporsi bayi preterm di RSUD Pariaman sebanyak 7,7 % dari 690 persalinan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari 95 responden didapatkan 44 orang yang mengalami kejadian persalinan preterm dan 51 orang tidak mengalami kejadian persalinan preternm di RSUP Dr M Djamil Padang pada tahun 2013.
Persalinan preterm disebabkan oleh multifaktor, faktor yang terbukti berhubungan dengan persalinan preterm ialah riwayat persalinan preterm sebelumnya, usia ibu yang ekstrim, infeksi saluran kemih, kondisi sosio-ekonomi rendah, perokok berat/peminum alkohol, dan pemeriksaan kehamilan yang tidak berkualitas. Sedangkan faktor yang mungkin berhungan dengan preterm ialah paritas, pertambahan berat badan yang tidak adekuat, berat badan hamil rendah <40 kg, faktor uterus dan pekerjaan fisik yang berat (Krisnadi, dkk. 2009)
Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Ibu Bersalin Di RSUP DR M DJamil Padang Tahun 2013
Usia Ibu
f
Beresiko
55
Tidak Beresiko
40
Jumlah
95
%
57,9 42,1 100
Pada tabel. 2 dapat dilihat bahwa dari 95 responden lebih dari separoh responden yaitu 55 orang (57,9 %) memiliki usia beresiko di RSUP DR M Djamil Padang tahun 2013. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Intan Simomora (2008) di RS Santa Elisabeth Medan dimana sebahagian besar (81 %) ibu mengalami persalinan preterm dengan usia beresiko. Dari hasil penelitian terdapat usia terendah adalah 16 tahun dan usia tertinggi adalah 45 tahun. Usia dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih dari kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Sarwono, 2007). Berdasarkan hasil penelitian dari 95 responden didapatkan 55 orang ibu bersalin yang mengalami kejadian persalinan preterm dengan umur beresiko
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
9
dan 40 rang ibu bersalin dengan umur yang tidak beresiko, kejadian persalinan preterm pada ibu bersalin dengan umur beresiko terjadi pada usia < 20 tahun sebanyak 18 orang ibu bersalin dan 37 orang ibu bersalin pada usia > 35 tahun. Menurut peneliti, beresikonya usia ibu bersalin disebabkan oleh masih banyak ibu yang melahirkan dengan usia > 35 tahun dan < 20 tahun. Wanita yang berusia < 20 tahun beresiko dikarenakan belum matangnya fungsi reproduksi. Sedangkan wanita yang berusia >35 tahun mengalami penyulit obstetric, fungsi organ dan fungsi rahim menurun. Selain itu, jaringan rongga panggul dan otot-ototnya pun melemah sejalan pertambahan usia. b. Paritas ibu Tabel. 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas Ibu Bersalin Di RSUP dr. M .DJamil Padang Tahun 2013
Paritas Ibu
f
Beresiko
9
Tidak Beresiko
86
Jumlah
95
%
9,5 90,5 100
Pada tabel. 3 dapat dilihat bahwa dari 95 responden kurang dari separoh responden yaitu 9 orang (9,5 %) memiliki paritas yang beresiko di RSUP DR M Djamil Padang Tahun 2013. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusmilawati (2011) di RSUD painan, dimana didapatkan (52,4 %) ibu memiliki paritas yang beresiko dengan persalinan preterm. Dari hasil penelitian paritas terkecil adalah 0 dan paritas tertinggi adalah 5.
Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetric lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebahagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Sarwono, 2007). Mempunyai anak lebih dari empat meningkatkan resiko kesehatan ibu hamil dan bersalin. Setelah anak keempat, kehamilan berikutnya membawa akibat buruk terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan anak. Apalagi bila persalinan sebelumnya tidak dijarakkan lebih dari dua tahun. Tubuh wanita mengalami kelelahan karena berulangnya kehamilan, persalinan, menyusui dan merawat anak. Bertambahnya anak berarti bahwa wanita akan menderita apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi tubuhnya (Putranto, 2005). Berdasarkan hasil penelitian dari 95 responden didapatkan 9 orang ibu bersalin dengan usia beresiko yang mengalami kejadian persalinan preterm dan 86 orang ibu bersalin dengan usia tidak beresiko, kejadian persalinan preterm ibu bersalin dengan usia beresiko terjadi pada pada ibu yang telah melahirkan > 4 Menurut peneliti, beresikonya paritas disebabkan oleh kurangnya keinginan masyarakat untuk mengatur jumlah anak dan kurangnya inisiatif dalam memakai kontrasepsi karena takut akan efek samping dari kontrasepsi tersebut. Selain itu juga kurangnya dalam mengikuti penyuluhan yang diadakan oleh petugas kesehatan tentang keuntungan dan manfaat menggunakan kontrasepsi. 1. Analisa Bivariat a. Hubungan Usia Ibu dengan Kejadian Persalinan Preterm
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
10
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Ibu dengan Kejadian Persalinan Preterm Di RSUP DR M DJamil Padang Tahun 2013
Kejadian Persalinan Usia Ibu
Jumlah
Preterm
Tidak Preterm
f
%
f
%
f
%
Beresiko
8
14,5
47
85,5
55
100
Tidak Beresiko
36
90,0
4
10
40
100
Jumlah
44
46,3
51
53,7
95
100
ρ-value = 0,000 Pada tabel. 1 menunjukan bahwa presentasi responden yang mengalami persalinan preterm pada umur beresiko lebih sedikit yaitu 8 orang (14,5 %) dibandingkan dengan umur yang tidak beresiko yaitu 36 orang (90,0 %).uji statistik menunjukan nilai ρ-value <0,05 yaitu nilai ρ-value = 0,000 sehingga ada hubungan bermakna antara usia ibu dengan kejadian persalinan preterm di RSUP DR M Djamil Padang tahun 2013. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Intan Simomora (2008) di RS Santa Elisabeth Medan dimana sebahagian besar (81 %) ibu mengalami kejadian persalinan preterm dengan usia beresiko. Dari hasil penelitian terdapat usia terendah adalah 16 tahun dan usia tertinggi adalah 47 tahun. Berdasarkan hasil penelitian dari 95 responden didapatkan 55 orang ibu bersalin yang mengalami kejadian persalinan preterm dengan umur beresiko dan 40 rang ibu bersalin dengan umur yang tidak beresiko, kejadian persalinan preterm pada ibu bersalin dengan umur
beresiko terjadi pada usia < 20 tahun sebanyak 18 orang ibu bersalin dan 37 orang ibu bersalin pada usia > 35 tahun. Wanita yang berusia < 20 tahun beresiko dikarenakan belum matangnya fungsi reproduksi. Sedangkan wanita yang berusia >35 tahun mengalami penyulit obstetric, fungsi organ dan fungsi rahim menurun. Selain itu, jaringan rongga panggul dan otot-ototnya pun melemah sejalan pertambahan usia. b. Hubungan Paritas Ibu Kejadian Persalinan Preterm
dengan
Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas Ibu dengan Kejadian Persalinan Preterm Di RSUP DR M DJamil Padang Tahun 2013
Kejadian Persalinan Jumlah Paritas Ibu Preterm
Tidak Preterm
f
%
f
%
f
%
Beresiko
8
88,9
1
11,1
9
100
Tidak Beresiko
36
41,9
50
58,1
86
100
Jumlah
44
46,3
51
53,7
95
100
ρ-value = 0,011 Pada tabel. 2 menunjukan bahwa presentasi responden yang mengalami kejadian persalinan preterm pada paritas beresiko lebih banyak yaitu 8 orang (88,9 %) dibandingkan dengan paritas yang tidak beresiko yaitu 36 orang (41,9 %). Setelah dilakukan dengan uji statistik menunjukan nilai ρ-value < 0,05 yaitu nilai ρ-value = 0,011 sehingga ada hubungan yang bermakna antara paritas ibu dengan kejadian persalinan preterm di RSUP dr M Djamil Padang tahun 2013. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
11
lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetric lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebahagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Sarwono, 2007). Mempunyai anak lebih dari empat meningkatkan resiko kesehatan ibu hamil dan bersalin. Setelah anak keempat, kehamilan berikutnya membawa akibat buruk terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan anak. Apalagi bila persalinan sebelumnya tidak dijarakkan lebih dari dua tahun. Tubuh wanita mengalami kelelahan karena berulangnya kehamilan, persalinan, menyusui dan merawat anak. Bertambahnya anak berarti bahwa wanita akan menderita apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi tubuhnya (Putranto, 2005). Berdasarkan hasil penelitian dari 95 responden didapatkan 9 orang ibu bersalin dengan usia beresiko yang mengalami kejadian persalinan preterm dan 86 orang ibu bersalin dengan usia tidak beresiko, kejadian persalinan preterm ibu bersalin dengan usia beresiko terjadi pada pada ibu yang telah melahirkan > 4. Terdapatnya hubungan yang bermakna antara paritas ibu bersalin dengan kejadian persalinan preterm karena yang melahirkan anak lebih dari 3 berpeluang besar mengalami persalinan preterm, hal ini disebabkan oleh akibat kekendoran dinding perut dan dinding rahim sehingga menurunkan kemampuan uterus untuk berkontraksi dan sulit melakukan penekanan pembuluh darah yang terbuka setelah lepasnya plasenta. Resiko terjadinya hal ini amat meningkat pada multipara dan grandemultipara.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian tentang hubungan usia dan paritas ibu dengan kejadian persalinan preterm di RSUP DR M Djamil Padang pada tahun 2013, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hampir dari separoh responden yaitu 44 orang (46,3 %) mengalami kejadian persalinan preterm di RSUP DR M Djamil Padang Tahun 2013. 2. Lebih dari separoh responden yaitu 55 orang (57,9 %) memiliki usia beresiko di RSUP dr M Djamil Padang tahun 2013. 3. Kurang dari separoh responden yaitu 9 orang (9,5 %) memiliki paritas yang beresiko di RSUP dr M Djamil Padang Tahun 2013. 4. Ada hubungan bermakna antara usia ibu dengan kejadian persalinan preterm di RSUP dr M Djamil Padang tahun 2013. 5. Ada hubungan bermakna antara paritas ibu dengan kejadian persalinan preterm di RSUP dr M Djamil Padang tahun 2013. Saran 1. Bagi RSUP DR M Djamil Padang Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi RSUP DR M Djamil Padang mengenai faktor resiko kejadian persalinan preterm, sehingga pihak rumah sakit dapat memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu yang memiliki faktor resiko persalinan preterm dan diupayakan pencegahan terjadinya persalinan preterm. 2.Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan mahasiswa Akbid Puteri Andalas Padang tentang kejadian persalinan preterm. 3.Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar pada penelitian selanjutnya dengan faktor resiko persalinan preterm yang lain.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
12
DAFTAR PUSTAKA Agustina. 2005. Hubungan kejadian persalinan preterm dengan paritas di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Manuaba, dkk. 2007. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan KB,EGC : Jakarta
Depkes RI, 2012. Profil kesehatan Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta
Dyah, muryani, 2013. Kematian bayi.
Angka
Helmi, riza, 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian persalinan di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012 : Akbid Puteri Andalas Padang Hidayat, 2007. Metedologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Iwan, dkk. Laporan Kematian Ibu dan Bayi
Angka
Krisnadi,dkk,2009.Prematuritas. Bandung: Refika Aditama Kurniasih, 2009. Angka Kejadian Persalinan Preterm. Maimunah, Siti, 2005.Kamus Istilah Kebidanan.Jakarta : Trans Info Media
Nugroho,Taufan,2010.Obstetri. yogyakarta: Nuha Medika Prawirohardjo, Sarwono, 2007. Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT. Bina Pustaka ____________________, 2008. Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT. Bina Pustaka ____________________, 2010. Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT. Bina Pustaka Putranto, 2005. Kedaruratan Medik.Jakarta: Bina Rupa Aksara Rukiyah, Yulianti, 2010.Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan).Jakarta: Trans Info Media Sofian, Amru, 2011.Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri.Jakarta:EGC
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
13
Hubungan Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan Partus Prematurus di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014 Oleh Sari Setiarini ABSTRAK Persalinan preterm merupakan penyebab utama morbiditas yaitu 60-80% dan mortalitas neonatal diseluruh dunia. Indonesia memiliki angka kejadian prematur sekitar 19%. Persalinan prematur ini dari sudut medis 30% diakibatkan oleh KPD. Di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2012 terdapat 89 kasus sedangkan bulan Januari s/d Juni 2013 85 kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan KPD dengan kejadian partus prematurus di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013. Jenis penelitian ini Analitik dengan menggunakan pendekatan Retrospektif dengan desain case control yang telah dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014. Sampel terdiri dari 48 ibu bersalin dengan preterm untuk kasus dan 48 ibu bersalin yang tidak preterm untuk kontrol, sehingga total sampel 96 ibu yang bersalin. Pada kelompok kontrol sampel diambil secara simple random sampling dengan menggunakan uji statistic chi-square. Teknik analisa data yang digunakan analisa univariat dan bivariat. Dari hasil penelitian 50% ibu mengalami preterm, 42,7% ibu yang mengalami KPD dan 57,3% ibu yang tidak KPD, Ibu bersalin dengan preterm lebih banyak pada ibu yang mengalami KPD 28,1% dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami KPD 21,9%. Secara statistik didapat P value = 0,013 maka adanya hubungan yang bermakna antara KPD dengan kejadian preterm dengan nilai OR = 3,122 artinya ibu mengalami KPD beresiko 3 kali lebih besar mengalami persalinan preterm dari pada ibu yang tidak mengalami KPD. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Ketuban Pecah Dini (KPD) mempengaruhi terjadinya persalinan preterm di RSUP Dr. M Djamil Padang. Diharapkan supaya petugas kesehatan agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan mampu memberikan penyuluhan.
Kata Kunci Daftar Pustaka
: Partus prematurus, Ketuban Pecah Dini : 15 (2004- 2013)
Alamat Korespondensi Ns. Sari Setiarini, M. Kep Dosen D III Keperawatan Universitas Baiturrahmah Padang Aie Pacah KM 13
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
14
PENDAHULUAN Menurut world health organitation (WHO) pada tahun 2010, sebanyak 536.000 perempuan meninggal akibat persalinan. Sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negaranegara berkembang. Jumlah angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi diantara negara-negara ASEAN lainnya. WHO memperkirakan jika ibu hanya melahirkan rata-rata 3 bayi, maka kematian ibu dapat diturunkan menjadi 300.000 jiwa dan kematian bayi sebesar 5.600.000 jiwa pertahun. Kematian ibu di Indonesia masih berkisar 425/100.000 persalinan hidup. Sedangkan kematian bayi sekitar 56/1.000 persalinan hidup (Manuaba, 2010). Persalinan preterm merupakan penyebab utama yaitu 60-80% morbiditas dan mortalitas neonatal diseluruh dunia. Indonesia memiliki angka kejadian prematur sekitar 19% dan merupakan penyebab utama kematian perinatal. Kelahiran di Indonesia dapat diperhitungkan kematian bayi 56/1.000 kelahiran hidup, menjadi 2,2-2,6 menit bayi meninggal. Penyebab kematian tersebut antara lain asfiksia (49-60%), infeksi (24-34%), BBLR (15-20%), trauma persalinan (2-7%), dan cacat bawaan (1-3%) (Manuaba, 2010). Angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan di suatu Negara seluruh dunia. AKB di Indonesia masih sangat tinggi, menurut hasil survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) bahwa AKB di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 31/1.000 kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan target dalam Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 yaitu 17/1.000 kelahiran hidup, ternyata AKB di Indonesia masih sangat tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Monalisa silviana, dengan judul faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian persalinan preterm di RSUP Dr.M.Djamil padang tahun 2012 dilaksanakan pada bulan Januari sampai juni 2013. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan menggunakan pendekatan retrospektif dengan desain case control. Populasi adalah ibu bersalin sebanyak 948 orang. Sampel terdiri dari kasus dan control dengan perbandingan 1:1 sehingga jumlah sampel sebanyak 144 orang. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Sumatera Barat pada tahun 2010, Angka Kematian Ibu (AKI) 228/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) tercatat 32/1000 kelahiran hidup. Kepala Dinas Sumbar menargetkan pada tahun 2011 AKI menjadi 226/100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 28/1000 kelahiran hidup. Di Kota Padang pada tahun 2011 bayi lahir hidup berjumlah 16.590 jiwa, kasus bayi lahir mati adalah 24 bayi, kasus ini turun lebih dari 50% dibandingkan 2010 sebanyak 50 orang/16.542 kelahiran. Untuk bayi (0-7 hari) mati pada tahun 2011 berjumlah 44 0rang, bayi umur 1 minggu – 28 hari dan 112 bulan sebanyak 23 orang. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi penurunan kasus kematian, dimana pada tahun 2009 terdapat 37/16.486 bayi mati dan 2008 terdapat 164 orang kematian bayi dari 15.639 kelahiran hidup Rumah sakit umum pusat Dr. M. Djamil padang merupakan rumah sakit rujukan terbesar di sumatera barat. Berdasarkan data awal yang yang peneliti dapatkan dibagian Rekam Medik RSUP Dr. M Djamil Padang, terdapat peningkatan atas kasus persalinan prematur dari bulan Januari sampai Desember tahun 2011 kasus yang ada 9 kasus , sedangkan 2012 terjadinya peningkatan menjadi 89 kasus. Sedangkan
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
15
pada bulan Januari sampai juni 2013 terdapat 85 kasus . Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan kejadian Partus Prematurus di RSUP Dr. M Djamil Padang Tahun 2013”.
SUBJEK DAN PENELITIAN
METODE
Jenis penelitian adalah penelitian Analitik dengan pendekatan Retrospektif yaitu rancang bangun dengan melihat ke belakang dari suatu kejadian yang berhubungan dengan kejadian persalinan preterm yang diteliti. Desain penelitian ini membandingkan antara kelompok kasus dengan kelompok control untuk mengetahui proposi kejadian berdasarkan riwayat ada tidaknya paparan yaitu desain Case Control (Aziz,2009) Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di RSUP Dr. M. Djamil Padang dari bulan Januari sampai Desember 2012 sebanyak 1.648 orang ibu bersalin Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel yang diambil adalah ibu-ibu yang terjaring untuk menjadi sampel dengan kriteria ibu bersalin dari bulan Januari sampai Desember 2012 (Nursalam, 2013). Dengan demikian didapatkan jumlah sampel sebanyak 48 orang. Berdasarkan jumlah populasi maka sampel yang diambil sebanyak 48 orang. Pada penelitian ini terdapat kasus dan kontrol dengan perbandingan 1:1, jadi sampel yang digunakan 48 orang untuk kasus dan 48 orang untuk kontrol, Kemudian sampel di ambil secara simple random sampling, dimana sampel mempunyai 2 kriteria yaitu (Nursalam, 2013) :
a.
Kriteria inklusi
1) Ibu-ibu bersalin di RSUP Dr. M. Djamil Padang b. Kriteria ekskulsi 1) Responden yang Medical Record tidak lengkap
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
a. Kejadian Preterm Tabel. 1 Distribusi Frekuensi KejadianPartus Prematurus di RSUP Dr. M Djamil Padang Tahun 2013
No. 1 2
Kejadian Partus Prematurus Preterm Tidak Preterm Jumlah
f
%
48 48 96
50 50 100
Berdasarkan tabel. 1 diatas bahwa separoh responden yaitu 48 orang (50%) ibu mengalami preterm dan (50%) ibu yang tidak mengalami preterm di RSUP Dr. M. Djamil Padang 2013. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Monalisa pada tahun 2013 yang berjudul “Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian persalinan preterm di RSUP Dr. M. Djami Padang” dari 144 responden didapatkan (80,6%) ibu memiliki umur yang beresiko pada kelompok kasus, (69,4%) ibu mengalami preeklampsi pada kelompok kasus, (88,9%) ibu mengalami KPD pada kelompok kasus, lebih dari separoh (88,9%) ibu yang KPD mengalami dari pada ibu yang tidak mengalami KPD. Menurut teori yang dikemukakan oleh Prawiroharjo (2011) Penyebab persalinan preterm sering kali dikenali dengan jelas. Namun pada banyak kasus penyebab pasti tidak dapat dapat diketahui dengan pasti. Beberapa faktor yang mempunyai andil dalam terjadinya persalinan preterm seperti faktor pada ibu, faktor janin dan faktor lain
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
16
seperti gaya hidup yang kurang sehat dan social ekonomi. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa responden yang mengalami persalinan dengan preterm angka kejadiannya masih tinggi dikarenakan RSUP Dr. M Djamil Padang adalah rumah sakit rujukan pertama di sumatera barat yang ditangani adalah kasus-kasus patologis termasuk juga kasus kebidanan.
C. Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan kejadian preterm di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tabel. 3 Hubungan Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan kejadian Partus Prematurus di RSUP Dr. M Djamil Padang Tahun 2013
No
Ketu ban Pecah Dini
Kejadian Partus Prematurus Pret Tidak erm preterm f
b. Kejadian KPD Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Ketuban Pecah Dini (KPD) di RSUP Dr. M Djamil Padang Tahun 2013
1
KPD
2
Tidak KPD
Jumlah N o
Ketuban Pecah Dini
1
KPD
2
Tidak KPD Jumlah
f
%
41
42,7
55
57,3
66
100
Berdasarkan tabel. 2 diatas bahwa kurang dari separoh responden yaitu 41 orang (42,7%) ibu mengalami KPD dan 55 orang (57,3%) ibu yang tidak mengalami KPD di RSUP Dr. M. Djamil Padang 2013. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rahman Rahim (2010), dimana didapatkan (51,8%) ibu mengalami ketuban pecah dini terhadap kejadian persalinan preterm. Menurut teori yang dikemukakan oleh Manuaba (2010) Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan / sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Menurut peneliti, ibu yang mengalami KPD berhubungan langsung terhadap janin sehingga memudahkan terjadinya infeksi karena itu selaput ketuban bisa pecah sebelum waktunya dan kemudian mengakibatkan terjadinya persalinan prematur atau kehamilan kurang bulan.
27
P Total
Va lue
%
f
%
f
%
28,1
14
14,6
48
100
48
100
96
100
21
21,9
34
35,4
48
100
48
100
0,0
3,1
13
22
Berdasarkan Tabel. 3 diatas didapat bahwa proporsi ibu bersalin dengan preterm lebih banyak pada ibu yang mengalami KPD yaitu 27 orang (65,9%) dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami KPD yaitu 21 orang (34,1%), sedangkan ibu bersalin yang tidak preterm lebih sedikit pada ibu yang mengalami KPD yaitu 14 orang (34,1%) dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami KPD yaitu 34 orang (61,8%) di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013. Setelah dilakukan dengan uji statistik menunjukan nilai ρ value = 0,013 ( ρ < 0,05 ) sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara KPD dengan kejadian persalinan preterm di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013. Perhitungan Odds Ratio (OR) = 3,122 artinya ibu yang mengalami KPD akan beresiko 3 kali lebih besar mengalami kejadian persalinan preterm dari pada ibu yang tidak mengalami KPD. Menurut teori yang dikemukakan oleh Manuaba (2010) Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan / sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten).
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
OR
17
Dari hasil penelitian didapat ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian persalinan preterm karena pecahnya ketuban sebelum waktunya akan mengakibatkan terjadinya infeksi sehingga terjadilah persalinan preterm dan ibu yang mengalami KPD lebih beresiko akan mengalami persalinan preterm di bandingkan ibu yang tidak mengalami KPD sehingga dapat disimpulkan ibu yang mengalami KPD lebih berpengaruh akan terjadinya persalinan preterm atau prematur.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan : Setelah dilakukan penelitian tentang hubungan Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan kejadian partus prematurus di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2013 maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Sebanyak 48 orang (50%) ibu mengalami preterm dan (50%) ibu yang tidak mengalami preterm di RSUP Dr. M. Djamil Padang 2013. 2. Sebanyak 41 orang (42,7%) ibu mengalami KPD dan lebih dari 55 orang (57,3%) ibu yang tidak mengalami KPD di RSUP Dr. M. Djamil Padang 2013. 3. Adanya hubungan Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan Partus Prematurus. Setelah dilakukan dengan uji statistik didapatkan nilai P value = 0,013 (P< 0,05) sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara KPD dengan kejadian persalinan preterm di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan nilai Odds Ratio (OR) = 3,122 artinya ibu mengalami KPD akan beresiko 3,1 kali lebih besar mengalami kejadian persalinan preterm dari pada ibu yang tidak mengalami KPD.
Saran : Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut : 1. Bagi RSUP Dr. M. Djamil Padang Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan 2. Bagi Tenaga Kesehatan Diharapkan tenaga kesehatan khususnya dokter, bidan dan perawat agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan mampu memberikan penyuluhan tentang persalinan preterm pada ibu bersalin yang mempunyai resiko tinggi dan menyarankan melakukan kunjungan Antenalat Care yang teratur untuk mencegah terjadinya persalinan preterm , apalagi pada ibu yang memiliki riwayat Ketuban Pecah Dini (KPD). 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Untuk meneliti lebih jauh mengenai masalah atau factor lain yang mempengaruhi persalinan preterm. 4. Bagi Institusi Pendidikan Dapat sebagai bahan acuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan bagi peserta didik dan sebagai informasi atau sebagai bahan penunjang dalam menambah referensi perpustakaan yang bersangkutan dengan persalinan preterm.
DAFTAR PUSTAKA Andriyani, (2008). Hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian partus prematurus. RSU PKU Muhammadiyah Batul. Aziz Alimul, (2009). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : salemba. Dahlan sopiyudin. 2009. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta : salemba medika.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
18
Depkes RI, (2011). Profil Kesehatan Indonesia 2011. http://www.depkes.go.id diakses 23 agustus 2013.
Nursalam. 2013. Metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba medika
Fadlun dan Achmad. 2012. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta: salemba medika.
Prawirohardjo, sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Krisnadi, dkk. 2009. Prematuritas. Bandung: Refika Aditama. Manuaba, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC _____________ Obstetri Jakarta : EGC
2010.
Patologis
Monalisa, (2012). Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Preterm. RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012
__________________. 2010. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : PT. bina pustaka Rahman rahim, (2010). Hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian partus premature. VK IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya. RSUP Dr. M. Djamil Padang, 2012. Ibu Bersalin. Kamar Bersalin RSUP Dr. M. Djamil Padang, 2012. Ibu Bersalin. Rekam Medik
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Rukiyah, Ylianti. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Trans Info Media.
Nugroho, Taufan. 2010. Yogyakarta : Nuha Medika
Sofian, Amru. 2011. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Obstetri.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
19
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMP KELAS VIII TENTANG KEPUTIHAN DI SMP KARTIKA 1-7 PADANG Oleh Elma Rezi ABSTRAK Masalah kesehatan reproduksi wanita, salah satunya adalah keputihan. Keputihan dapat terjadi pada anank-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Gaya hidup yang tidak sehat pada remaja bisa menyebabkan keputihan. Remaja sering beranggapan keputihan tidak mempunyai masalah yang serius, sebanyak 75 % perempuan di Indonesia minimal pernah mengalami keputihan satu kali dalam hidupnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan sikap siswi tentang keputihan di SMP Kartika 1-7 Padang. Jenis penelitian ini adalah diskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah siswi kelas VIII di SMP Kartika 1-7 Padang sebanyak 141 orang dengan sampel 58 orang. Teknik pengambilan sample random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada tanggal 3-5 Juni 2014. Analisa data ditampilkan pada table distribusi frekuensi. Hasil peneliti didapatkan lebih dari separoh yaitu sebanyak 37 orang (63,8 %) siswi memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang keputihan dan juga lebih dari separoh yaitu sebanyak 32 orang (55,2 %) siswi yang memiliki sikap positif tentang keputihan. Diharapkan kepada pihak sekolah untuk mengaktifkan kembali UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dan bekerja sama dengan pihak peskesmas untuk memberikan penyuluhan tentang reproduksi remaja kususnya tentang keputihan. Kata Kunci Daftar Pustaka
: Keputihan, pustaka,sikap. : 12 (2004-2013)
Alamat Korespondensi Elma Rezi, S. ST Dosen D III Kebidanan Akademi Kebidanan Puteri Andalas Andalas Baru No 7 082174871775
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
20
PENDAHULUAN Masalah kesehatan reproduksi remaja/wanita, salah satunya adalah keputihan. Lochea atau keputihan merupakan gejala dimana terjadinya pengeluaran cairan dari alat kelamin wanita yang tidak berupa darah. Keputihan terbagi atas dua macam yaitu, keputihan fisiologis (normal) dan keputihan patologis (abnormal). (Sabagariang,2010) Keputihan adalah keluarnya sekret atau cairan dari vagina. Sekret tersebut dapat bervariasi dalam konsistensi, warna dan bau. Keputihan dapat di artikan sebagai semacam lendir yang keluar terlalu banyak, warnanya putih seperti sagu kental dan agak kekunungkuningan, jika slim atau lendir tidak terlalu banyak, tidak menjadi persoalan. Umumnya wanita yang menderita keputihan mengeluarkan lendir tersebut terlalu banyak dan menimbulkan bau yang tidak enak. Ini di sebabkan karena terjadinya peradangan dan infeksi pada liang vagina. Jika keputihan sudah berlarut-larut dan menjadi berat, maka kemungkinan wanita yang bersangkutan akan menjadi mandul.( Wijayanti,2009) Menurut Word Health Organitation (WHO) tahun 2009 Jumlah wanita di Dunia yang pernah mengalami keputihan 75 %, sedangkan wanita Eropa yang mengalami keputihan sebesar 35%. Masalah kesehatan reproduksi wanita yang buruk telah mencapai 33% dari jumlah total beban penyakit yang menyerang para wanita di seluruh dunia. Dari hasil penelitian Nurul Anisa (2009) tentang keputihan didapatkan data bahwa sebanyak 74,4% remaja putri mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi tentang keputihan, 23,2 % memiliki pengetahuan yang sedang tentang keputihan dan 2,3 % memiliki pengetahuan yang rendah tentang keputihan.
Berdasarkan penelitian yang di lakukan Desyef di SMP Pertiwi Padang tentang Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja putri Tentang Keputihan di SMP 2 Pertiwi Padang tahun 2009 di peroleh dari 78 memiliki tingkat pengetahuan tentang keputihan yaitu sekitar 44 orang (56,6%) dan yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang keputihan yaitu sekitar 34 orang (43,65%). SMP Kartika 1-7 Padang merupakan salah satu SMP yang belum pernah mendapatkan informasi tentang kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan yang berkaitan dengan keputihan. SMP Kartika 1-7 Padang belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya tentang Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Siswi SMP Kelas VIII Tentang Keputihan Di SMP Kartika 1-7 Padang. Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna mendapatkan “Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswi Kelas VIII Terhadap Keputihan di SMP Kartika 1-7 Padang”.
SUBJEK DAN PENELITIAN
METODE
Jenis penelitian yang di gunakan adalah diskriptif dimana penelitian menggambarkan tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri kelas VIII tentang keputihan di SMP Kartika 1-7 Padang. Populasi adalah keseluruhan dari objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri kelas VIII di SMP Kartika 1-7 Padang yang berjumlah 141 orang.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
21
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini mengambilan sampel secara simplerandom sampling dan tidak semua populasi dijadikan sampel, Jadi sampel yang di dapat adalah 58 orang siswi, di ambil secara acak dari keseluruhan kelas VIII .
Adapun kriteria inklusi sebagai berikut : 1. 2. 3.
Bersedia menjadi responden Siswi kelas VIII SMP Kartika 1-7 Padang Berada di tempat pada saat penelitian
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
a. Tingkat Pengetahuan Tabel .1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Keputihan Di SMP Kartika 1-7 Padang Tahun 2014 No 1. 2.
Pengetahuan Tinggi Rendah Jumlah
f 30 28 58
% 51,7 48,3 100,0
Berdasarkan tabel. 1 lebih dari separoh responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi yaitu dengan distribusi frekuensi 30 orang atau 51,7 %. Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengideraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera pengliatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2007 : 139)
Menurut Notoatmodjo (2007), factor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pengalaman, pendidikan, kepercayaan, dukungan keluarga, informasi atau media dan sosial budaya Keputihan yang normal terlihat bening, tidak berbau dan biasanya muncul beberapa saat sebelum atau sesudah menstruasi adalah wajar. Keputihan normal dapat terjadi pada masa ovulasi yaitu kurang lebih 12-14 hari setelah menstruasi, dalam keadaan terangsang atau birahi, dalam keadaan stress emosional. Keputihan abnormal adalah berupa keluarnya cairan secara berlebihan dari yang ringan sampai berat misalnya keluar cairan kental, berbau busuk yang tidak biasanya dan berwarna kuning sampai kehijauan. Sering kali terjadi karena infeksi jamur, bakteri atau parasit (Kusmiran Eny,2011). Hasil penelitian ini lebih rendah di bandingkan dengan hasil penelitian yang di lakukan Leygiana tahun 2009 di SMP 2 Pertiwi Padang yaitu 51 orang (65,4%) responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Menurut peneliti bahaya keputihan pada wanita yang banyak di ketahui secara garis besarnya saja, sedangkan hampir separoh siswi berpengetahuan rendah tentang keputihan. Hal ini di karenakan siswi tidak tahu bagaimana tanda dan gejala keputihan, bahkan penyebab keputihan tersebut. Tingginya tingkat pengetahuan siswi tentang keputihan terdapat pada jawaban siswi tentang bagaimana cara perawatan keputihan yaitu dengan selalu membersihkan vagina atau kemaluan dengan air bersih, dan di ikuti dengan jawaban tentang pengertian keputihan yaitu cairan yang keluar dari vagina, selain darah, dapat berupa secret.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
22
b. Sikap Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Tentang Keputihan Di SMP Kartika 1-7 Padang Tahun 2014 No 1. 2.
Sikap Positif Negatif Jumlah
f 32 26 58
% 55,2 44,8 100
Berdasarkan tabel 2 lebih dari separoh responden memiliki sikap positif yaitu dengan distribusi frekuensi 32 orang atau 55,2 %. Dari hasil penelitian dapat di lihat bahwa dari 58 orang responden terdapat 32 orang siswi (55,2 %) yang memiliki sikap positif tentang keputihan di SMP Kartika 1-7 Padang. Sikap sebagai pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predispose untuk menyesuaikan diri dalam situasi social, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli social yang telah terkondisikan. (Azwar,2005) Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk secara konsisten memberikan tanggapan menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek, kecenderungan ini merupakan hasil belajar, bukan pembawaan atau keturunan. Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negative (unfavorably) terhadap objek-objek tertentu. Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap sesuatu stimulus atau objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak terhadap objek tertentu, dan sikap hanyalah dari perilaku manusia. (Notoatmodjo,2010)
Hasil penelitian ini lebih rendah di bandingkan dengan hasil penelitian yang di lakukan Leygiana tahun 2009 di SMP 2 Pertiwi Padang yaitu 40 orang responden yang memiliki sikap positif. Dapat dilihat dari penelitian ini banyak siswi yang bersikap positif dan masih ada siswi yang memiliki sikap negatif, karana mahasiswi memiliki jawaban tertinggi positif tentang sikap.,LMKJKJHV,KHLJHJJK;;VGDasdgk ;’idgde Hal ini di karenakan siswi cenderung menganggap bahwa mereka membersihkan alat kelaminnya cukup dengan air berih saja dan masih ada yang beranggapan bahwa memakai celana yang ketat bukanlah penyebab keputihan. Hal ini terbukti banyaknya siswi yang berpendapat dan bersikap sangat setuju dengan pernyataan kalau saya sangat setuju jika saya akan mencari informasi lengkap kepada pelayanan kesehatan tentang keputihan, dan di ikuti dengan pernyataan sangat setuju kalau saya akan memperhatikan perawatan kebersihan vagina saya untuk mencegah terjadinya keputihan yang di sebabkan oleh infeksi jamur (Candida albicans).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswi SMP Kelas VIII Tentang Keputihan di SMP Kartika 1-7 Padang yang dilakukan pada tanggal 5 juni 2014 di dapatkan hasil sebagai berikut. 1. Bahwa dari 58 siswi Kelas VIII di SMP Karika 1-7 Padang lebih dari separoh memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang Keputihan yaitu 30 orang atau 51,7 %. 2. Bahwa dari 58 orang siswi Kelas VIII di SMP Kartika 1-7 Padang lebih dari separoh siswi memiliki sikap positif tentang Keputihan yaitu 32 orang siswi atau 55,2 %.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
23
Saran 1. Pihak Sekolah Diharapkan kepada pihak sekolah untuk mengaktifkan kembali UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dan bekerja sama dengan pihak peskesmas untuk memberikan penyuluhan tentang reproduksi remaja kususnya tentang keputihan.
2. Institusi Pendidikan Sebagai pembendaharaan bacaan perpustakaan Akademi Kebidanan puteri andalas Padang dan dapat juga sebagai perbandingan untuk peneliti selanjutnya. 3. Bagi Peneliti Sebagai aplikasi dari ilmu yang telah di dapakan selama masa perkuliahan di Akademi Kebidanan Puteri Andalas Padang khususnya kesehatan reproduksi dan metodologi penelitian. Menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam hal melakukan suatu penelitian tentang pengetahuan dan sikap siswi SMP tentang Keputihan.
DAFTAR PUSTAKA Aziz Alimul, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis, Jakarta : Salemba Medika Fransiska Jakarta
Handy,
2010.
Indarti, junita, 2006. Panduan Kesehatan Wanita, Jakarta : Puspa Swara Iskandar, 2010. Kesehatan Reproduksi, 2010, http://www.infokes.com, di akses tanggal 15 Februari 2012. Leygiana Susri Desyef, 2009. Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Keputihan (Flour Albus) di SMP 2 Pertiwi Padang Tahun 2009. Akademi Kebidana Puteri Andalas Padang.Medika salemba, 2011 Kesehatan Reproduksi Remaja, 2011 Notoatmodjo, Soekidjo, 2007. ‘’ Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku”, Jakarta: Rineka Cipta , 2007. Promosi Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta Nursalam, 2003. Riset Metodologi Penelitian, Jakarta : EGC Soekidjo Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta Suharsumi Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian, Jakarta : PT Rineka Cipta Suharsimi Arikunto, 2002. Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta
Remaja, Sunaryo. 2004. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : salemba Medika
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
24
Gambarn Tingkat Pengetahuan Ibu Lansia Tentamg Menopause DI Kelurahan Kampung Lapai Wilayah Kerja puskesmas Lapai Padang Tahun 2014. Oleh Marisa Hasren ABSTRAK Jumlah wanita usia menopause pada tahun 2000 mencapai 15,5 juta jiwa atau sekitar 7,6 dari keseluruhan jumlah total penduduk di Indonesia fdan jumlah ini diperlykan akan bertambah dari tahun ke tahun,meskipun demikian namun pelayanan kesehatan reproduksi yang sangat dibutuhkan di usia menopausebelum cukup memadai. Jenis penelitian yang dilakuakan deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu menopause di kelurahan kampung kapai wilayah kerja puskesmas lapai padang berjumlah 136 orang dengan sampel 58 orang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada bulan 24 Maret-2 Juni 2014. Analisa data ditampilkab pada table distribusi frekuensi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan gambaran tingkat pengetahuan ibu lansia tentang menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai padang dapat disimpulkan bahwa kurang dari separoh ibu menopause sebanyak. Dari hasil penelitian didapatkan 33 responden (56.9%) rendah pengetahuan tentang Pre Menopause. sedangkan untuk melakukan perubahan tentang Pre Menopause paling banyak sedang sebanyak 26 responden (43.1%). Dan mengetahui tentang masalah paling banyak rendah tentang masalah dengan responden 29 tingkat persentase 50%. Dan yang mengetahui tanda-tanda Pre Menopause banyak yang rendah pengetahuan dengan responden 38 tingkat persentase 65.8%. dan yang mengetahui bagaimana upayanyan banyak yang rendah dengan jumlah responden 31 tingkat persentase 53.4%. Hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak puskesmas dapat meningkatkan pengetahuan ibu menopause tentang menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai padang. Kata Kunci
: Lansia, Monopouse
Daftar Pustaka
: 12 (2003 – 2012)
Alamat Korespondensi Marisa Hasren, S. ST Dosen D III Kebidanan Akademi Kebidanan Puteri Andalas Jln. Andalas Baru No. 7 085265175399 Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
25
PENDAHULUAN Data Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization pada tahun 2007 menunjukkan, setiap tahun sekitar 25 juta wanita di seluruh dunia diperkirakan mengalami menopause. Asia menjadi wilayah dengan jumlah perempuan bergejala awal menopause tertinggi di dunia. Berdasarkan Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 273,65 juta jiwa pada tahun 2025. Pada tahun yang sama angka harapan hidup diperkirakan mencapai 73,7 tahun. Sedangkan menurut CIA World Factbook memperkiraan Angka harapan hidup orang Indonesia secara keseluruhan adalah 70.76 tahun. Jika dibagi berdasarkan jenis kelamin, maka angka harapan hidup Pria Indonesia adalah 68.26 tahun dan Wanita 73.38 tahun. Setiap tahunnya, sekitar 25 juta perempuan seluruh dunia diperkirakan mengalami menopause. Jumlah perempuan usia 50 tahun ke atas diperkirakan meningkat dari 500 juta pada saat ini menjadi lebih dari 1 miliar pada 2030. Di Asia, menurut data WHO, pada 2025 jumlah wainta yang berusia tua diperkirakan menjolak dari 107 juta ke 373 juta. Menopause merupakan suatu tahap dimana wanita tidak lagi mendapatkan menstruasi, yang menunjukkan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi. Pada saat menopause, wanita akan mengalami perubahan perubahan di dalam organ tubuhnya yang disebabkan oleh bertambahnya usia. (Saurotun Nisaa, 2004) Menurut Depkes RI Tahun 2006 terdapat batasan-batasan usia lanjut yaitu : kelompok pra usia lanjut 45-59 tahun, kelompok usia lanjut 60 tahun keatas, kelompok usia dengan resiko tinggi 70 tahun keatas. Masa menopause terjadi pada kelompok pra usia lanjut dengan umur 45 – 59 tahun.
Wanita yang telah memiliki kesiapan dalam menghadapi menopause tidak akan merasa takut lagi menghadapi menopause. Peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi mengenai menopause dan bagaimana cara menghadapinya sangat penting agar wanita siap menghadapi masa menopause ini (Sastrawinata, 2008). Pada tahun 2006 tidak ada angka pasti wanita menopause di Indonesia, tetapi diperkirakan 10% dari jumlah wanita sudah memasuki masa menopause.Tetapi banyak juga yang berpendapat bahwa proses ini sebagai suatu kelainan sehingga memerlukan pengobatan yang khusus. Di Sumatera Barat jumlah lansia 133.216 juta orang. Kira-kira 50-60% wanita dapat melewati masa menopause dengan tenang, hampir tanpa tanda-tanda gangguan fisik maupun emosional. (Anonim, 2006). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Padang menunjukkan bahwa dari 20 Puskesmas yang ada di Kota Padang, Puskesmas Lapai memiliki Jumlah lansia terbanyak yang berjumlah 2.150 orang tetapi, yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.958 orang (91,07%), sedangkan data yang di dapatkan pada Bulan Desember 2013 di Puskesmas Lapai, jumlah lansia sebanyak 1.109, tetapi yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.020 orang. Di Puskesmas Lapai terdapat 3 Kelurahan yang mempumyai sasaran lansia yaitu : di kelurahan kampung lapai terdapat sasaran lansia sebanyak 136 orang, di Kelurahan Kampung Olo terdapat sasaran lansia sebanyak 41 orang, dan di kelurahan Tabing Gadang terdapat sasaran lansia sebanyak 25 orang.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
26
Dari survey awal yang dilakukan di Kelurahan Kampung Lapai diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang menopause 6 orang (60%) rendah dari 10 orang responden.
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat lebih dari separoh sebanyak 33 ( 56,9% ) responden mengetahui tingkat pengetahuan rendah tentang menopause.
Berdasarkan dari latar belakang dan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Gambaran tingkat pengetahuan ibu lansia tentang menopause di Kelurahan Kampung Lapai Wilayah Kerja Puskesmas Lapai.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
SUBJEK DAN PENELITIAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah pendidikan, ionformasi atau media masa, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman dan usia.Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut menerima informasi.Masyarakat mendapatkan inofasi baru berkembangnya teknologi dan media masa. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan sesuatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu. Adanya interaksi individu terhadap lingkungan juga mempengaruhi.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dimana tujuannya menggambarkan bagaimana tingkat pengetahuan ibu lansia tentang menopause di kelurahan kampung lapai Wilayah Kerja Puskesmas Lapai Padang Tahun 2013. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah ibu menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai padang berjumlah 136 orang. Jadi sampel yang di dapatkan simple adalah 58 orang.pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara simpe random sampling (acak sederhana) pada semua ibu-ibu menoupouse di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai padang.
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN Menopause adalah terhentinya menstruasi, perubahan dan keluhan psikologis dan fisik makin menonjol. Berlangsung sekitar 3-4 tahun pada usia antara 50-60 tahun (Manuaba :2006).
a. Pengetahuan Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang pengertian menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai Tahun 2014 No 1 2 3
Kategori Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Dari hasil penelitian Yeni Ratnawati tahun 2011 yang telah dilakukan di Desa Mardiasar Temanggung bahwa sebanyak (88,7 %) berpengetahuan Tinggi tentang pengertian menopause. Angka dari penelitian Yeni Ratnawati sama dengan penelitian yang dilakukan di karenakan memiliki kategori umur yang sama 45-59.
f 9 16 33
15,5 27,6 56,9
%
58
100
Tingginya tingkat pengetahuan ibu lansia tentang pengertian menopause disebabkan karena banyaknya informasi dari media masa, lingkungan sekitar, dan petugas kesehatan pada saat posyandu lansia tentang menopause ini.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
27
b. Tanda dan Gejala Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang tanda dan gejala menopause di kelurahan kampong lapai wilayah kerja puskesmas lapai Tahun 2014 No 1 2 3
Kategori Tinggi Sedang Rendah Jumlah
f 10 10 38 58
% 17,2 17,2 65,5 100
Jadi dapat disimpulkan tingkat pengetahuan ibu lansia terhadap tanda gejala menopause dikategorikan sedang karena ibu lansia yang perilakunya aktif dan mau tau tentang tanda gejala masa menopause.
c. Perubahan Tabel. 3
Berdasarkan tabel. 2 dapat dilihat, lebih dari separoh sebanyak 38 ( 65,5% ) memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang tanda dan gejala menopause. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh oleh mata dan telinga. Penelitian Trisna Dewi Tahun 2012 di RW 18 Kelurahan Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden tentang tanda dan gejala menopouse memiliki pengetahuan sedang sebanyak 24 orang (63,1%), dikarenakan sama kategori sedang dengan pembahasan tanda gejala menopause. Tanda tanda gejala fisik pada menopause ketidakteraturan siklus haid,gejolak rasa panas kekeringan vagina, perubahan kulit, keringat dimalam hari, rambut rontok,rasa lelah, badan menjadi gemuk, jantung berdebar debar.Tanda gejala psikologisnya seperti, ingatan menurun, mudah tersinggung, stress, kecemasan.
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang perubahan pada masa pre menopause di kelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai Tahun 2014
No Kategori 1 Tinggi 2 Sedang 3 Rendah Jumlah
f % 16 27,6 25 43,1 17 29,3 58 100
Berdasarkan tabel. 3 kurang dari separoh 25 ( 43,1% )memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang perubahan pada masa pre menopause. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overbehavior) lansia. Dari hasil penelitian Ana Samiatul Tahun 2011 di Kelurahan Cilangkap Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya tentang pengetahuan perubahan menopause frekuensi tertinggi adalah kategori rendah, sebanyak 63 orang (56,3%), di karenakan membahas tentang perubahan pada masa pre menopause dari angka penelitian Ana Samiatul sama rendah dengan penelitian yang dilakukan.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
28
Perubahan kejiwaan yang dialami wanita menjelang menopause meliputi merasa tua, tidak menarik lagi, rasa tertekan karena takut menjadi tua, mudah tersinggung, mudah terkejut sehingga jantung berdebar- debar dan perubahan fisik seseorang mengalami perubahan pada kulit, lemak bawah kulit kurang sehinnga kulit menjadi kendor. Rendahnya pengetahuan terhadap perubahan perubahan pada masa menopause ini disebabkan karena perubahan perubahan yang timbul dari fisik maupun kejiwaan yang terjadi pada masa menopause di anggap hal yang tidak berbahaya sehingga diabaikan saja . d. Penanganan Tabel. 4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang penanganan pada masa menopause dikelurahan kampung lapai wilayah kerja puskesmas lapai padang Tahun 2014. No 1 2 3
Kategori Tinggi Sedang Rendah Jumlah
f 19 8 31 58
% 32,8 13,8 33,4 100
Pada tabel 4. dapat dilihat, dari 58 responden terdapat 31 (33,4%) memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang masalah pada menopause. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang atau (over behavior) , karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Gejala menopause disebabkan oleh defesiensi estrogen, maka terapi yang logis adalah dengan sulih estrogen. Dalam preparat TSH kombinasi untuk wanita yang uterusnya masih utuh,dilakukan penambahan progestogen untuk mencegah berkembangnya penyakit endometrium. (Glasier dkk, 2006 : 403)
Dari hasil penelitian Darmayanti tahun 2012 di Kelurahan Genuksari,Kecamatan Genuk, Kota Semarang tentang upaya penanganan pada masa menopause sebanyak 75 (73,5%) berpengatahuan rendah. Angka penelitian Darmayanti sama dengan penelitian yang dilakukan dikarenakan memiliki pembahasan yang sama. Rendahnya pengetahuan ibu lansia tentang upaya persiapan diri menghadapi penanganan masa menopause dikarenakan tidaknya pedulinya ibu lansia terhadap masalah-masalah menopause yang akan terjadi pada dirinya sehingga ibu tidak ada upaya untuk mempersiapkan diri dan ibu menganggap ini semua tidak berbahaya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Lebih dari separoh (56,9%) Ibu Lansia memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang pengertian menopause 2. Kurang dari separoh (65,5 %) Ibu Lansia memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang tanda dan gejala menopouse 3. Lebih dari separoh (43,1% )Ibu Lansia memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang perubahan pada masa pre menopause. 4. Kurang dari separoh (33,4 %) Ibu Lansia memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang upaya penanganan pada masa menopause
Saran 1. Bagi Institusi Pendidikan Harapan peneliti agar KTI dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui masalah yang ada di lapangan dan sebagai dasar atau data yang dapat membantu selanjutnya.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
29
2.
Bagi Institusi kesehatan Diharapkan menjalankan posyandu Lansia secara rutin dan diharapkan tenaga kesehatan beserta kader lebih berperan aktif untuk mengajak dan menarik minat ibu Lansia untuk datang ke Posyandu Lansia agar mendapatkan informasi kesehatan yang berguna bagi ibu Lansia. 3.
Bagi Peneliti selanjutnya Diharapakan kepada peneliti selanjutnya agar dapat meneliti variable lain dan cara ukur yang berbeda agar didapatkan hasil mengenai hal-hal yang menjadi faktor pendukung mengenai pengetahuan ibu lansia tentang menopause. 4.
Bagi tempat penelitian Diharapkan untuk kelurahan Kampung Lapai untuk lebih meningkatkan posyandu lansia secara rutin dan diharapkan kepada tenaga kesehatan lebih berperan aktif untuk mengajak dan berperan aktif untuk mengajak dan menarik minat ibu lansia untuk datang ke posyandu lansia agar mendapatkan informasi kesehatan yang berguna.
DAFTAR PUSTAKA Glasier, Anna, 2006, Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hidayat Alimul, 2011, Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data :Penerbit Salemba Medika Manuaba, 2006, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Nissa, Hammsa, 2004, Menopause Kiat Lansia Sehat Menuju Khusnul Khatimah : Ma’sum Press Solo Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : PT Rineka Cipta. Prawirohardjo, Sarwono, 2009, Ilmu Kandungan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Rosidawati Dkk, 2008Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta : Salemba Medika Wawan dan Dewi, 2011, Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Prilaku Manusia, Yogyakarta : Muha, Medika Damayanti, 2012. Hubungan Tingkat pengetahuan dan upaya penanganan ibu dengan kecemasan dalam menghadapi menopause di Kelurahan Genuksari kecamatan Genuk Kota Semarang Anonim, 2006. Angka kejadian menopause Indonesia Sastrawinata, 2008, Gambaran tingkat penegtahuan ibu lansia tentang menopouse
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
30
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status Gizi Balita Di Kelurahan Palapa Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2009. Oleh Hamidatul Yuni Abstrak Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi (Almatsier, 2002). Data yang didapatkan dari Puskesmas Lubuk Begalung, Kelurahan Palapa yang memiliki angka status gizi terendah tahun 2008, dimana balita yang mengalami gizi buruk sebanyak 17,81%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita di kelurahan palapa wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang tahun 2009. Desain Penelitian cross sectional dengan jenis penelitian yang digunakan adalah analitik. Penelitian dilakukan pada tanggal 13 Juli – 25 Juli 2009. Populasi adalah seluruh ibu yang memiliki balita dan mempunyai KMS (Kartu Menuju Sehat), yaitu sebanyak 174 orang. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan didapatkan besar sampel 122 orang. Pengumpulan data primer dengan menggunakan kuisioner yang dilakukan dengan wawancara terpimpin dan hasil penimbangan berat badan balita dan Data Sekunder diperoleh dari instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini, yaitu dari KMS (Kartu Menuju Sehat) dan catatan medik dari Puskesmas Lubuk Begalung. Pengolahan data dengan tahapan editing, coding, transfering, tabulating. Analisis data diolah secara komputerisasi dengan SPSS. Hasil penelitian diperoleh bahwa lebih separoh balita memilki status gizi baik (69,7%), dan lebih dari separoh tingkat pengetahuan responden tentang gizi adalah rendah (52,5%). Dari pengolahan data menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan tenaga kesehatan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat terutama ibu-ibu yang memiliki balita mengenai maksud dari status gizi balita, terdiri dari apa pengertian status gizi, apa-apa ciri balita yang menderita kurang gizi dan apa faktorfaktor yang mempengaruhi status gizi balita, serta dampak dari status gizi yang buruk sehingga angka gizi buruk bisa ditekan dan bisa mencegah balita-balita yang berpotensi agar tidak menjadi gizi buruk. Kata Kunci : Gizi Balita, Status Gizi Daftar Pustaka : 18 (2000-2009)
Alamat Korespondensi Hamidatul Yuni Dosen D III Kebidanan Akademi Kebidanan Puteri Andalas Jln. Andalas Baru No. 7 085363069300
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
31
PENDAHULUAN Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2002). Status gizi yang sangat rawan adalah pada balita dimana balita merupakan tumpuan masa depan negara. Meningkatkan kualitas hidup balta berarti memenuhi semua kebutuhan tidak sekedar kebutuhan akan sandang, pangan, serta papan karena balita diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaikbaiknya. Dengan demikian, nantinya menjadi orang dewasa yang sehat secara fisik, mental dan sosial Sekitar 30 % penduduk dunia yang juga termasuk balita menderita kurang gizi. Hampir separo (49 %) kematian balita berkaitan dengan gizi kurang. Sensus WHO menunjukkan bahwa 49 % dari 10,4 juta kematian balita di negara berkembang berkaitan dengan gizi buruk. Tercatat sekitar 50 % balita di Asia menderita gizi buruk. Data-data tentang gizi buruk di indonesia, pada tahun 2006 jumlah balita yang menderita gizi buruk adalah 2,3 juta jiwa, naik sekitar 500 ribu jiwa dibanding tahun 2005. Nusa Tenggara Barat merupakan daerah dengan penderita gizi buruk terburuk di indonesia. Daerah rawan gizi buruk adalah Gorontalo, Kalimantan Barat, NTB, NTT, NAD, Kalimantan Selatan, Banten. Sumatera Barat kurang lebih 56 dari 480 ribu balita di 19 kabupaten dan kota yang ada di Sumbar manderita gizi buruk. Penderita gizi buruk di sumbar masih relative kecil dibanding rata-rata nasional yang mencapai 8 % yakni 0,3 %
Data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Padang melalui kegiatan pemantauan status gizi tahun 2008 di atas, 11 Kecamatan dengan jumlah sasaran balita sebanyak 5508 balita, didapatkan kasus terbanyak terdapat di Kecamatan Lubuk Begalung. Kecamatan Lubuk Begalung yang mempunyai dua puskesmas yaitu Puskesmas Pengambiran dan Puskesmas Lubuk Begalung, dari kedua puskesmas tersebut kasus gizi buruk lebih banyak di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung. Data yang didapatkan dari Puskesmas Lubuk Begalung, Kelurahan Palapa yang memiliki angka status gizi terendah tahun 2008, dari 912 balita yang terdapat di Kelurahan Palapa terdapat sekitar 174 balita yang ditimbang, dimana balita yang mengalami gizi buruk sebanyak 17,81%. Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan di wilayah kerja Puskesmas Palapa terhadap 10 orang ibu yang memiliki balita didapatkan 7 orang ibu yang menyatakan tidak tahu tentang pengertian gizi kurang, 2 orang ibu mengatakan gizi kurang itu adalah kurang gizi pada anak yang ditandai dengan berat badan anak tidak sesuai dengan umur, 1 orang lagi mengatakan tidak mengetahui tentang gizi. Peran ibu sangatlah penting karena merupakan individu terdekat dengan balita, sebagaimana juga dikatakan Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan merupakan domain yang paling penting dalam membentuk tindakan seseorang. Jadi dalam hal ini pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk pencegahan masalah gizi pada balita. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita di kelurahan palapa wilayah kerja puskesmas lubuk begalung tahun 2009.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
32
HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
a. Status Gizi
No. 1 2 3
Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita di Kelurahan Palapa Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2009 Status Gizi Balita f (%) Baik 85 69,7 Kurang 33 27 Buruk 4 3,3 Total 122 100
Tabe1. 1 menunjukkan bahwa lebih dari separoh balita memiliki status gizi baik (69,7%). Menurut supariasa (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi gizi balita ada dua, yaitu secara langsung disebabkan oleh penyakit infeksi dan konsumsi zat makanan, kemudian secara tidak langsung disebabkan oleh pola makanan, pelayanan kesehatan, perawatan anak dan ibu hamil, kemiskinan, kurangnya pendidikan dan keterampilan. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Andriani (2005), mengatakan bahwa lebih dari separoh (68%) status gizi balita di Kelurahan Baringin wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Padang dengan kategorik baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat lebih banyak balita yang memiliki status gizi baik dibandingkan status gizi kurang. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor kebiasaan responden dalam memberikan makanan pada balitanya dengan makanan yang baik (sayur, telur, ikan) bukan berdasarkan pengetahuannya tentang manfaat dan kandungan dari makanan tersebut, melainkan dari faktor kebiasaan responden tersebut, disamping itu responden juga berusaha untuk mencari alternatif lain dalam mengatasi anak yang tidak mau makan misalnya dengan mencari makanan pengganti yang disukai anak.
b. Pengetahuan Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Gizi di Kelurahan Palapa Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2009 No. 1 2 Total
Tingkat Pengetahuan Tinggi Rendah
Frekuensi 58 64 122
(%) 47,5 52,5 100
Berdasarkan tabel. 2 diatas menunjukkan bahwa lebih dari separoh tingkat pengetahuan responden tentang gizi adalah rendah (52,5%). Menurut Supariasa (2001), seorang ibu yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang status gizi balitanya akan mempengaruhi perilaku individu tersebut dalam penentuan status gizi balita. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Andriani (2005) bahwa lebih dari separoh ibu yang mempunyai balita di Kelurahan Baringin wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Padang yang memiliki pengetahuan dengan kategori rendah. Rendahnya tingkat pengetahuan responden dapat disebabkan oleh tingkat pendidikan karena hanya sebagian kecil responden yang berpendidikan sampai perguruan tinggi (5,7%). Hal ini mengakibatkan kurangnya kemampuan responden dalam menyerap atau mengerti tentang informasi yang didapat. Sama halnya dengan status gizi buruk yang disebabkan kurangnya pengetahuan tentang gizi balita khususnya mengenai maksud dari status gizi, terdiri dari apa pengertian status gizi, apa ciri-ciri balita yang menderita kurang gizi dan apa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi, serta dampak dari status gizi yang buruk.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
33
c. Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Gizi Dengan Status Gizi Tabel. 3 Distribusi Frekuensi Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden tentang Gizi dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Palapa Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2009 STATUS GIZI
Total
No.
Tingkat Pengetahuan
Baik
%
Kurang
%
Buruk
%
N
1
Tinggi
41
70,7
15
25,9
2
,4
58
2
Rendah
4
68,8
18
28,1
2
,1
64
85
69,7
33
27
4
3,3
122
Jumlah
Berdasarkan tabel. 3 dapat dilihat bahwa pengetahuan tentang gizi balita dengan kategori rendah lebih dari separoh balitanya memiliki status gizi baik (68,8%). Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p value ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita. Menurut Pudjiadi (2003) sebagian besar kejadian gizi kurang tidak dapat dihindari hanya apabila ibu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang cara memelihara gizi dan makanan anak. Menurutnya keadaan gizi anak dapat saja terjadi akibat ketidaktahuan ibu misalnya mengenai cara penyapihan atau penghentian ASI yang sering dilakukan tanpa persiapan terlebih dahulu. Akibatnya anak belum siap menerima makanan pengganti ASI dan anak akan menolak untuk makan-makanan yang diberikan ibunya sehingga keadaan gizi anak akan menurun karena tidak memperoleh berbagai zat gizi dalam keadaan cukup. Penyebab status gizi secara tidak langsung bukan saja dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, tetapi juga karena pola makanan, pelayanan kesehatan, perawatan anak dan ibu hamil, kemiskinan dan kurangnya pendidikan (Supariasa, 2001).
% 100 100 100
Pengetahuan yang tinggi tidak akan ada artinya bila tidak diikuti oleh motivasi dan kemauan untuk melakukannya. Demikian pula halnya status gizi balita, adanya motivasi dan kemauan dari ibu balita untuk melakukan upaya meningkatkan status gizi balitanya akan sangat mendukung tercapainya balita dengan status gizi baik (Notoamodjo, 2002). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang atau overt behavior (Notoamodjo, 2003). Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan gizi dengan kategori rendah tidak selalu memiliki balita dengan status gizi kurang. Kenyataan yang didapat di lapangan, banyak ibu yang memiliki balita bekerja diluar rumah sehingga balita dirawat bukan oleh ibunya melainkan keluarga lain atau pembantu sehingga asupan gizi tidak didapatkan balita secara maksimal, karena yang merawatnya bisa orang yang memiliki pengetahuan yang rendah tentang gizi, sehingga ibu balita yang memiliki pengetahuan tinggi tidak mempengaruhi status gizi balita. Hal lain bisa disebabkan oleh pengaruh intake (asupan) makanan yang sudah cukup atau prilaku ibu dalam pemilihan makanan yang sudah tepat. Disamping itu hal ini juga disebabkan oleh faktor kebiasaan responden dalam memberikan makanan pada balitanya dengan makanan yang baik (sayur, telur, ikan) bukan berdasarkan pengetahuan tentang manfaat dan kandungan dari makan tersebut, melainkan dari faktor kebiasaan responden tersebut. Selain itu responden juga sering mendapat informasi dari televisi tentang kesehatan, sehingga walaupun pengetahuan responden tentang gizi rendah tetapi mereka memiliki anak dengan status gizi baik.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
34
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian dari hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita di Kelurahan Palapa wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang tahun 2009 didapatkan kesimpulan sebagai berikut : a. Sebagian besar balita memiliki status gizi baik (69,7%). b. Menunjukkan bahwa lebih dari separoh tingkat pengetahuan responden tentang gizi adalah rendah (52,5%). c. Didapatkan P value = 0,959. Dengan demikian P value > 0,05, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita. Saran a. Kepada tenaga kesehatan khususnya Lubuk Begalung diharapkan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat terutama ibu-ibu yang memiliki balita mengenai maksud dari status gizi, terdiri dari apa pengertian status gizi, apa ciri-ciri balita yang menderita kurang gizi dan apa faktorfaktor yang mempengaruhi status gizi, serta dampak dari status gizi yang buruk sehingga angka gizi buruk bisa ditekan dan bisa mencegah balita-balita yang berpotensi agar tidak menjadi gizi buruk. b. Hasil penelitian ini semoga bermanfaat bagi masyarakat agar lebih memperhatikan lagi masalah gizi, sehingga tujuan akhirnya akan tercapai. Dan bagi ibu-ibu balita yang bekerja agar tetap memperhatikan gizi balitanya, tidak sepenuhnya menyerahkan kepada pengasuhnya, disaat ibu harus bekerja. c. Kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melanjutkan penelitian dengan melihat variabel selain tingkat pengetahuan dengan status gizi balita sebagai faktor lain yang mempengaruhi status gizi balita.
DAFTAR PUSTAKA Alimul, Aziz, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data,Jakarta; Salemba MedikaDepkes RI, 2006. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta Dinas Kesehatan Kota Padang, 2012. Data Jumlah Balita dalam cakupan DDTK Kota Padang. Padang Dinas Kesehatan Kota Padang, 2011. Profil Kesehatan Tahun 2011. Padang Endah, 2012Stimulasi Tumbuh Pada Anak, diakses 20 November2012 IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja,Jakarta. Maritalia, 2009. Analisis Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) Balita), semarang. Diakses 20 November 2012 Maryunani, Anik, 2010. Ilmu kesehatan Anak dalam Kebidananan, jakarta; Trans Info Media. Profil Puskesmas Padang Pasir, 2012. Padang Sufyanti, Yuni, 2009. Konsep Dasar Tumbuh Kembang Anak, Jakarta. Suryadi, 2006. Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak, Surabaya. Syafrianto, 2010. Anak, Jakarta
Tumbuh
Kembang
Tanuwidjaya, Suganda, 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, jakarta ;Sagung Reyo. Whaley & Wong, 2005. Tumbuh Kembang Pada Anak dalam kesehatan, Jakarta.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
35
Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan dan Dukungan Suami dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2014
Oleh Defi Yulita
ABSTRAK Berdasarkan data UNICEF pemberian ASI Eksklusif masih rendah, di India cakupan pemberian ASI Eksklusif sebesar 46 %, Philipina sebesar 34 %, Vietnam 27 %, dan Myanmar sebesar 24 % Sedangkan di Indonesia Cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0–6 bulan menunjukkan penurunan dari 61,5 % tahun 2010 menjadi 61,1% pada tahun 2011. Berdasarkan data Dinas kesehatan Kota Padang Tahun 2013 tentang pemberian ASI ekslusif, dari 20 puskesmas yang ada di Kota Padang ditemukan data cakupan pemberian ASI eksklusif nomor dua terendah berada di Puskesmas Lubuk Begalung yaitu 48.8%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan tenaga kesehatan dan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2014. Jenis penelitian ini adalah Analitik dengan desain Cross Sectional, penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang. Populasi penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 712 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang. Teknik pengambilan sampel secara Random samplingberjumlah 40 orang, pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan komputerisasi denga uji chi-square. Analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat . Hasil penelitian didapatkan bahwa 18 orang (45%) responden yang tidak memberikan ASI Eksklusif dan 8 orang (20%) responden yang tidak mendapatkan dukungan suami 19 orang (47,5%) responden yang tidak mendapatkan dukungan tenaga kesehatan. Terdapat hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dan dukungan suami dengan pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan hasil penelitian adanya hubungan bermakna antara dukungan tenaga kesehatan dan dukungan suami dengan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang tahun 2014. Dari hasil penelitian ini diharapkan pada puskesmas dan petugas kesehatan agar dapat memberikan informasi, komunikasi dan edukasi tentang manfaat atau keunggulan ASI Ekslusif dan kerugian bila tidak memberikan ASI Eksklusif.
Daftar Bacaan : 16 ( 2009 - 2012) Kata Kunci : Dukungan Tenaga Kesehatan, Dukungan Suami, dan Pemberian ASI Ekslusif Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
36
PENDAHULUAN Air susu ibu (ASI) adalah merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain itu, secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Dilain pihak, sistem pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencena makanan (Arif, 2009). Berdasarkan data UNICEF Pemberian ASI eksklusif sangat kurang, di India cakupan pemberian ASI Eksklusif sebesar 46 %, Philipina sebesar 34 %, Vietnam 27 % dan Myanmar sebesar 24 %. Selain World Health Organization(WHO) merekomendasikan pemberian ASI secara Eksklusif, di Indonesia anjuran ini dipertegas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Perturan ini menyatakan kewajiban ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif sejak lahir sampai berusia 6 bulan (Arif, 2009). Menurut Riskesdas tahun 2010, bayi yang menyusu eksklusif sampai 6 bulan hanya 15,3 %. Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan kualitas sumber daya manusia secara umum. Di Indonesia Cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0–6 bulan menunjukkan penurunan dari 61,5 % tahun 2010 menjadi 61,1% pada tahun 2011. (Kemenkes, 2013). Salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah dukungan tenaga kesehatan yang mempunyai tanggung jawab pokok pelayanan kesehatan ibu dan anak harus
mempunyai penerapan konsep ASI Eksklusif agar bayi mendapatkan nutrisi yang adekuat untuk tumbuh kembangnya. Dengan demikian tenaga kesehatan berperan aktif dalam memberikan pemahaman dan penyuluhan kepada ibu tentang pentingnya ASI sehingga setiap ibu menyadari dan merasakan bangga dan bahagia serta respek dalam menyusui bayinya (Sri Purwanti, 2012). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan tenaga kesehatan sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif, yang ditinjau dari aspek kebijakan, struktur dan metoda pelayanan, serta penyuluhan oleh petugas. Pola rawat gabung dan pemberian penyuluhan kepada ibu yang dimulai sejak ibu hamil berpengaruh secara bermakna terjadap pemberian SI Eislusif. Menurut Elizabeth Helsing, bahwa penurunan kebiasaan menyusui terutama berkaitan dengan kebiasaan di rumah sakit/klinik, sikap petugas, ketidaktahuan ibu akan cara menyusui, dan pengaruh iklan pemasaran susu formula. Selain dukungan tenaga kesehatan, dukungan suami sangat berperan aktif dalam kelancaran menyusui. Peran ayah sama pentingnya dengan peran ibu. Peran ayah adalah menciptakan situasi yang memungkinkan pemberian ASI berjalan lancar. Selain memberikan makanan yang baik untuk ibu, ayah dapat mengambil peran peran sebagai penghubung dalam menyusui dengan membawa bayi pada ibunya.Sekitar 50% keberhasilan menyusui ditentukan oleh peran ayah (Yuliarti, 2010). Ibu yang mendapat dukungan dari tenaga kesehatan dan suami pada umumnya berhasil dalam menyusui bayinya. Terdapat kolerasi antara rasa percaya diri ibu yang rendah dengan kegagalan menyusui. Intervensi perlu diubah dari edukasi ke upaya agar ibu
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
37
menjadi percaya dalam menyusui bayinya (Soetjiningsih, 1997). Dari Data Dinas kesehatan Kota Padang tahun 2013 tentang pemberian ASI ekslusif didapatkan dari 20 Puskesmas yang ada di Kota Padang ditemukan data cakupan pemberian ASI eklusif nomor dua terendah di Puskesmas Lubuk Begalung yaitu 48.8% (Profil dinas kesehatan Kota Padang, 2013) Berdasarkan data tersebut maka peneliti melakukan penelitian tentang hubungan dukungan tenaga kesehatan dan dukungan suami dengan pemberian ASI ekslusif di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang tahun 2014.
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan desain cross sectional, yaitu variabel bebas (independen) meliputi dukungan tenaga kesehatan dan dukungan suami sedangkan variabel terikat (dependen) yaitu pemberian ASI eksklusif yang diukur secara bersamaan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah ibu – ibu yang mempunyai bayi usia 7 – 12 bulan di wilayah kerja puskesmas Lubuk Begalung Padang yang berjumlah 187 orang. Di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang terdapat 62 Posyandu. Untuk mendapat jumlah sampel dari 62 Posyandu, Posyandu diacak secara berkelompok (Cluster Random Sampling ). Setelah diacak didapatkan 2 Posyandu yaitu :
1) Posyandu Cempaka Putih II berada di Kelurahan Banuaran dengan jumlah bayi sebanyak 30 orang. 2) Posyandu Flamboyan V berada di Kelurahan Kampung Baru dengan jumlah bayi sebanyak 10 orang. Jadi jumlah sampel dari penelitian ini adalah sebanyak 40 orang. Dengan Kriteria menjadi sampel sebagai berikut ; a. Orang tua yang mempunyai bayiusia Ibu punya bayi usia 7 - 12 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang b. Bersedia menjadi Responden c. Bisa baca tulis d. Ada ditempat saat penelitian, Kunjungan minimal 2 kali, apabila responden telah ditemui 2 kali dan responden tidak ada di tempat maka responden dianggap gugur.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. ASI Eksklusif Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2014 No ASI Eksklusif 1 Tidak ASI Eksklusif 2 ASI Eksklusif Total
F 18 22 40
% 45 55 100
Dari tabel diatas dapat dilihat sebanyak 18 orang (45%) ibu tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayinya di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
38
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Dewi(2010) di Puskesmas Padang Pasir Padang didapatkan kurangdariseparohrespondenyaitu 24 orang (55,2%) yang tidak memberikan ASI Eksklusif. Dari hasil penelitian yang dilakukan masih ada sebagian kecil responden yang tidak memberikan ASI Ekslusif. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya tingkat pengetahuan ibu akan manfaat ASI Eksklusif. 2. Dukungan Tenaga Kesehatan
1 2
Dukungan TenagaKesehatan Negatif Positif Total
3. DukunganSuami Tabel 3 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Dukungan Suami DenganPemberian ASI EksklusifDiWilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2014 No
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Tenaga Kesehatan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2014 No
kesehatan yang membekali ibu dengan susu formula sewaktu ibu pulang setelah melahirkan.
F
%
19 21 40
47,5 52,5 100
Dari tabel diatas dapat dilihat sebanyak 19 orang (47,5%) ibu tidak mendapat dukungan dari tenaga kesehatan dalam memberikan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Noveri Aisyaroh (2011) bahwa didapatkan sebagian besar responden yaitu 25 orang (47,2 %) tidak mendapat dukungan tenaga kesehatan di Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal JawaTimur tahun 2011.
1 2
Dukungan Suami Negatif Positif Total
F
%
8 32 40
20 80 100
Dari tabel diatas dapat dilihat sebanyak 8 orang (20%) ibu tidak mendapatdukungandarisuami diWilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang. Penelitian ini hampirsama dengan penelitian Jusmaini (2010) bahwa ditemukan (35,9%) responden tidak mendapat dukungan dari suami dalam memberikan ASI eksklusif di Puskesmas Lubuk Buaya Padang. Dari hasil penelitian yang dilakukan masih ada sebagian kecil responden yang tidak mendapatkan dukungan suami. Hal ini dikarenakan suami kurang memberikan dukungan saat pemberian ASI eksklusif sepertitidak pernah memberikan informasi, buku-buku ataupun bahan bacaan mengenai ASI Eksklusif.
Dari hasil penelitian yang dilakukan masih ada sebagian kecil responden yang tidak mendapatkan dukungan tenaga kesehatan. Hal ini dikarenakan masih banyaknya petugas Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
39
4. Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan dengan Pemberian ASI Eksklusif Tabel 4 Hubungan DukunganTenaga Kesehatan Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2014
Dukungan Tenaga Kesehatan Negatif Positif Jumlah
ASI Eksklusif ASI Tidak ASI Eksk Eksklusif lusif n % n 16 84,2 3 2 9,5 19 18 45 22
Jumlah % 15,8 90,5 55
n 19 21 40
% 100 100 100
p=0,000 Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa proporsi responden yang tidak memberikan ASI eksklusif lebih banyak ditemui pada responden yang mendapatkan dukungan tenaga kesehatan negatifsebanyak 16 responden (84,2%), dibandingkan dengan responden yang mendapat dukungan tenaga kesehatan positifsebanyak 2 responden (9,5%). Berdasarkan uji statistik didapatkan p= 0,000 dimana p value < 0,05. Berarti ada hubungan bermakna antara dukungan tenaga kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2014. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakuan oleh Noveri Aisyaroh (2011) dimana didapatkan p value 0,037 yang manater dapat adanya hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal Jawa Timur tahun 2011. Hasil penelitian ini ada hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan pemberian ASI Eksklusif, dapat dilihat dari kurangnya informasi yang diperoleh
responden tentang manfaat ASI Eksklusif yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu diharapkan kepada tenaga kesehatan agar lebih iku tserta dalam kelancaran pemberian ASI Eksklusif. Karena dukungan tenaga kesehatan sangat berpengaruh dalam proses pemberian ASI Eksklusif. Dukungan tenaga kesehatan sangat berpengaruh terhada pemberian ASI Eksklusif. Tenaga kesehatan khususnya Bidan mempunyai tanggung jawab pokok dalam pelayanan ibu dan anak dalam penerapan konsep ASI eksklusif agar bayi mendapat nutrisi yang adekuat untuk tumbuh kembangnya. 5. Hubungan DukunganSuami dengan Pemberian ASI Eksklusif Tabel 5 Hubungan DukunganSuami Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2014
Dukungan Suami Negatif Positif Jumlah
ASI Eksklusif Tidak ASI ASI Eksklusif Eksklusif n % n % 8 100 0 0 10 31,3 22 68,8 18 45 22 55
Jumlah n 8 32 40
p=0,001 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa proporsi responden yang tidak memberikan ASI eksklusif lebih banyak pada responden yang mendapatkan dukungan positif dari suami sebanyak 10 responden (31,3%), dibandingkan dengan responden yang mendapat dukungan negatif dari suami sebanyak 8 responden (100%). Berdasarkan uji statistik didapatkan p= 0,001 dimana p value < 0,05. Berarti ada hubungan bermakna antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang Tahun 2014.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
40
% 100 100 100
Penelitian ini sama dengan penelitian Fitu Agresi (2013) dimana didapatkan nila p value 0,001 yang mana terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan suami dengan pemberian ASI ekskusif di Kelurahan Cengkeh Kecamatan Lubuk Begalung Tahun 2013. Ibu yang mendapat dukungan dari suami pada umumnya berhasil dalam menyusui bayinya. Terdapat kolerasi antara rasa percaya diri ibu yang rendah dengan kegagalan menyusui. Intervensi perlu diubah dari edukasi ke upaya agar ibu menjadi percaya dalam menyusui bayinya (Badriul 2010). .
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan dukungan tenagakesehatan dan dukungansuamidengan pemberian ASI Eksklusifdi Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Begalung Padang tahun 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1 Sebanyak 22 orang (55%) ibu memberikan ASI Eksklusif pada bayinya 2
3
4
5
Sebanyak 21 orang (52,5%) ibu mendapat dukungan dari tenagakesehatan dalam memberikan ASI eksklusif. Sebanyak 32 orang (80%) ibu mendapatdukungandarisuamidalamme mberikan ASI eksklusif Ada hubungan bermakna antara dukungan tenagakesehatan dengan pemberian ASI eksklusif Ada hubungan bermakna antara dukungansuami dengan pemberian ASI eksklusif
Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini : 1. Bagi Peneliti Selanjutnya Untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai masalah atau faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif. 2. Bagi Institusi Kesehatan Diharapkan pada tenaga kesehatan agar dapat memberikan komunikasi, informasi dan edukasi penyuluhan tentang kerugian bila ASI eksklusif tidak diberikan, manfaat dan keunggulan ASI eksklusif. Sehingga target pemberian ASI eksklusif dapat tercapai
DAFTAR PUSTAKA Agresi,
Fitu (2013). Hubungan Dukungan Suami dan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif .KTI AKBID X Padang.
Aisyaroh, Noveri (2011). Hubungan Dukungan Bidan dalam Pemberian ASI Eksklusif. KTI AKBID X Kendal. Ariani. 2009. ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya Arikunto. 2009. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Bahiyatun, 2009. Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Dewi, Lidya Mustika (2010). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif. KTI AKBID X Padang.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
41
Hegar, Badriul. 2010. Bedah ASI Jakarta: Badan Peberbit IDAI Jusmaini (2010). Hubungan Dukungan Suami dan Pengetahuan Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif. KTI AKBID X Padang. Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Prawirohardjo, Sarwono. 2011.Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Proverawati, Atikah. 2010. Kapita Selekta ASI dan Menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika Ramadani, Mery. 2009. Dukungan Suami dalam Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Air Tawar. Padang Roesli, Utami. 2010. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya. Suardi, Ruliana (dkk) 2009. Panduan Praktis Menyusui. Jakarta: Pustaka Bunda Sri Purwanti, Hubertin. 2012. Konsep Penerapan ASI eksklusif. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Yuliarti, Nurheti. 2010. Keajaiban ASI. Jakarta: Andi Publisher
Jufri, 2004. Kemampuan Intelektual, Jakarta : Numed Notoatmodjo, Soekidjo (2003). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.(2007). Promosi dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.(2010). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Purwanti, Hubertin Sri (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta : EGC Suradi ,ruliana. 2010. Indonesia menyusui.Jakarta: badan penerbit IDAI Utami Roesli. 2004. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya2009.Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya Suradi, Rulina dan Roesli, Utami (2008). Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta : FKUI
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
42
Hubungan Mutu Pelayanan ANC dengan tingkat Kepuasan Ibu Hamil di Puskesmas Andalas Tahun 2014 Oleh Sandra Ilona ABSTRAK Salah satu keharusan dalam memberikan pelayanan kesehatan adalah terjaminnya mutu pelayanan sehingga pasien yang dilayani akan merasa puas dengan pelayanan yangdiberikan. Berdasarkan survey yang dilakukan di Puskesmas Andalas tahun 2013 sebanyak ( 60% ) dan tahun 2014 sebanyak ( 88,6% ) menyatakan tidak puas dengan pelayanan yang diberikan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan mutu pelayanan ANC dengan tingkat kepuasan ibu hamil. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cros sectional..dengan Populasi semua ibu hamil yang berkunjung di Puskesmas Andalas pada tanggal 7 s/d 20 April 2014 dengan jumlah responden 44 orang. Sampel di ambil dengan menggunakan teknik accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan data primer, dan dianalisa secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi-square (p<0,05 ). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pasien tidak puas ( 88,6% )< kehandalan petugas yang tidak baik ( 86,4% ), ketanggapan petugas yang tidak baik ( 86,4% ), jaminan petugas yang tidak baik ( 88,6% ).Berdasarkan hasil uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara kehandalan, ketanggapan, jaminan,dengan tingkat kepuasan p=0,000 Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lebih dari sepruh responden menyatakan tidak puas dengan pelayanan ANC yang diberikan. Disarankan kepada petugas kesehatan khususnya bidan untuk lebih memperhatikan kebutuhan pasien dan petugas memberikan informasi sesuai kebutuhan ibu hamil serta menyadiakan waktu yang cukup pada waktu pemeriksaan. Kata Kunci Daftar Pustaka
: Mutu Pelayanan ANC, Tingkat Kepuasan : 15 ( 1998-2010 )
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
43
PENDAHULUAN Word Health Organitation (WHO) tahun 2010 menyebutkan kematian ibu di kawasan Asia Tenggara tergolong masih tinggi yaitu menyumbang hampir sepertiga jumlah kematian ibu dan anak secara Global WHO memperkirakan sebanyak 37 juta kelahiran terjadi dikawasan Asia Tenggara setiap tahun, sementara total kematian ibu dan bayi baru lahir dikawasan ini diperkirakan berturut-turut 170 ribu dan 1,3 juta pertahun. Sebanyak 98% dari seluruh kematian ibu dana nak (Susiana, 2012). Dari laporan akhir tahun Dinas Kesehatan Sumatra Barat tanggal 30 Desembar 2011 pembangunan dibidang kesehatan selama beberapa tahun terakhir dikatakan menurun. Hal itu dilihat dari angka Kematian bayi tahun 2007, 34 per 1000 kelahiran hidup. Kemudian pada tahun 2008 turun menjadi 30 per 1000 kelahiran hidup. Sementara angka kematian ibu menurut estimasi badan pusat statistik Sumatra Barat mengalami penurunan. Pada tahun 2007 angka kematian ibu 229 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2008 turun menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (Riskesdas,2010) Di kota Padang pada tahun 2012 jumlah kematian ibu tercatat 16 orang per 16.805 kelahiran hidup, dengan diantaranya terdapat 4 orang ibu hamil, penyebab utama kematian ibu adalah eklamsia dan Pendarahan (Profil Dinas Kesehatan Kota Padang 2012)
Dari hasil survey lapangan yang telah di lakukan peneliti di Puskesmas Andalas pada tanggal 29/31 oktober 2013, terhadap 10 orang ibu hamil yang berkunjung memeriksakan kehamilannya ke ruang KIA Puskesmas Andalas ,(50 %) ibu hamil menyatakan tidak puas terhadap pelayanan ANC yang diberikan, di antaranya mengeluh karena petugas kesehatan yang tidak tepat waktu dalam memberikan pelayanan, petugas tidak menjelaskan tujuan tindakan ANC sebelum memeriksa ibu, melakukan pemeriksaan dengan waktu yang singkat, jawaban petugas yang kurang memuaskan hati ibu hamil jika bertanya berkaitan dengan kehamilannya, kondisi alas kasur yang tidak diganti dalam dua hari sekali. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian “ Hubungan mutu pelayanan ANC dengan tinggkat kepusan ibu hamil di Puskesmas Andalas tahun 2014 “
SUBJEK PENELITIAN a. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang berkunjung untuk memeriksakan kehamilannya ke ruang KIA Puskesmas Andalas. Adapun data dalam bulan oktober dengan jumlah kunjungan ibu hamil 110 orang.rata-rata kunjungan ibu hamil tiap minggunya ± 30 orang.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
44
b. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil dan di pergunakan untuk menentukan sifat ciri yang dikehendaki dari dari populasi. Pengambilan sampel di lakukan dengan menggunakan teknik Accidental sampling , dimana sampel diambil dari jumlah ibu hamil yang datang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Andalas pada saat peneliti melakukan penelitian Kriteria Sampel Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria nya : a. Ibu hamil yang datang memeriksakan kehamilanya ke puskesmas Andalas pada saat penelitian b. Ibu hamil yang bersedia menjadi responden c. Sudah mendapatkan pelayanan ANC minimal 1 kali di puskesmas Andalas
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Tingkat Kepuasan Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan Ibu Hamil Terhadap Pelayanan ANC Di Puskesmas Andalas Tahun 2014
Tingkat kepuasan Tidak puas Puas Total
f 39 5 44
% 88,6 11,4 100%
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 44 orang responden terdapat 39 (11,4%) responden yang menyatakan tidak puas terhadap pelayanan ANC.
Dengan jumlah rata-rata persepsi dari kehandalan 14,5 dan rata-rata harapan 18,2.sedangkan rata –rata dari persepsi ketanggapan lebih tinggi dari pada kehandalan 14 dengan rata-rata harapan 17.dan rata-rata dari proporsi jaminan dengan persepsi 13 dan harapan dengan nilai rata-rata 18. Engel,Etal (1990) dalam Tjiptono (2005) mendefenisikan kepuasan pelanggan merupakan evaluasi pembeli dimana alternatif yang dipilih sekurang – kurangnya sama atau melewati harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul bila hasil tidak memenuhi harapan. Hasil penelitian Daniel (2005) tentang Hubungan dimensi mutu dengan tingkat kepuasan pasien pada ruang rawat inap di RSUP. Dr. M. Djamil didapatkan hasil (88,2%) responden menyatakan tidak puas terhadap pelayanan. Bila dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan masih adapasien yang merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan . oleh karena itu masih perlu ditingkatkan lagi karena persepi pasien terhadap kepuasan adalah penilaian subjektif dari hasil yang diperoleh dan hal ini masih sangat penting untuk peningkatan penggunaan jasa berulang. Untuk meningkatkan kepuasan pasien maka petugas kesehatan harus lebih meningkatkan kehandalan, ketanggapan,jaminanperhatian dan bukti fisik dalam memberikan pelayanan kebidanan.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
45
b. Distribusi Kehandalan (relreliabilitas) Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasrakan Kehandalan Petugas Kesehatan Terhadap Pelayanan ANC Di Puskesmas Andalas Tahun 2014
% Kehandan Tidak handal Handal Total
f 38 6 44
3,6 100%
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa dari 44 orang responden terdapat 38 (84,6%)responden yang menyatakan bahwa kehandalan petugas kesehatan termasuk kategori tidak baik. Irwan (2002) mengemukakan bahwa pelangan yang kaya mempunyai harapan yang jauh lebih tinggi terhadap kecepatan pelayanan.dimensi pelayanan kehandalan sama dengan dimensi pelayanan lain adalah berdasarkan persepsi bukan aktualnya, karena persepsi mengandung aspek psikologis lain, maka faktor komunikasi dan situasi fisik disekeliling pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi nilai pelanggan. Hasil penelitian Iwan Lamri (2001) tentang pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat inap RS Samarinda yang menyatakan kehandalan petugas dalam memberikan pelayanan kebidanan yaitu sebanyak (82,0%) kemampuan untuk memberikan yang handal seperti yang disajikan dengan segera dan akurat serta memuaskan dapat diterjemahkan sebagai tepat waktu,pelayanan yang sama dan adil untuk pelanggan, serta sikap yang simpatik merupakan bentuk pelayanan yang diharpkan oleh pasien.
Bila dilihat dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa dalam melakukan pelayanan ANC petugas kesehatan tidak tepat waktu dalam memberikan pelayanan terhadap pasien. ini dapat disimpulakan bahwa petugas kesehatan harus memberikan pelayanan yang menjanjikan dengan ketepatan waktu pelayanan,misalnyawaktu tunggu pasien, waktu pelaksanan (proses) pelayanan agar meningkatkan mutu pelayanan sehingga dapat memberikan kepuasan terhadap pasien c. Distribusi Ketanggapan (responsiveness) Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ketanggapan Petugas Kesehatan Terhadap Pelayanan ANC Di Puskesmas Andalas Tahun 2014
Ketanggapan Tidak Tanggap Tanggap Total
f 38 6 44
% 86,4 13,6 100%
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 44 orang responden terdapat 38 (86,4%) responden yang menyatakan bahwa ketanggapan petugas kesehatan termasuk kategori tidak baik. Menurut Irwan (2002) ketanggapan adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis ini berdsarkan persepsi, karena persepsi mengandung psikologis lain maka faktor komunikasi dan situasi di sekeliling pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi penilaian pelanggan. Pelayanan yang handal atau tanggap juga sangat di pengaruhi oleh sikap front-line staf, salah satunya adalah kesigapan dan ketulusan dalam menjawab pertanyaan atau penerimaaan pasien.
Hasil penelitian Fitria (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
46
dengan kepuasan ibu hamil pada pelayanan ANC di puskesmas Tarusan bahwa sebagian responden (78,4%) menyatakan ketanggapan petugas kesehatan berada pada kategori tidak baik. Ketanggpan adalah keinginan bidan untuk membantu pasien dalam memberikan pelayanan dengan tanggap. Pelayanan yang tanggap terhadap bidan adalah pelayanan yang saling menghormati dan jujur. Bila dilihat dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa dalam melakukan pelayanan ANC petugas kesehatan kurang tanggap dalam menangani keluhan dan pertanyaan ibu hamil dalam memberikan pelayanan. d. Distribusi jaminan (assurance) Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan jaminan Petugas Kesehatan Terhadap Pelayanan ANC Di Puskesmas Andalas Tahun 2014
Jaminan Tidak Baik Baik Total
f 39 5 44
% 88,6 11,4 100%
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 44 orang responden terdapat 39 (88,6%) responden yang menyatakan bahwa jaminan petugas kesehatan termasuk kategori tidak baik. Menurut Parasuraman (1998) dalam buku Service Quality Satisfaction (Tjiptono 2006), jaminan (assurance) mencakup pengatuhan, sikap sopan bidan disaat bekerja dan di saat memberikan pelayanan kebidanan dan kemampuan membina kepercayaan dan yakin dalam bertidak.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian fitria (2011) yang menyatakan bahwa sebagian besar responden
(74,5%) menyatakan jaminan petugas kesehatan berada pada kategori tidak baik. Bila dilihat dari hasil penelian ini dapat dilihat bahwa petugas kesehatan dalam memberikan Pelayanan masih adanya jawaban yang kurang memuaskan atau menyenangkan hati ibu hamil jika bertanya berkaitan dengan kehamilannya. Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 44 orang responden terdapat 39 (88,6%) responden menyatakan tidak puas terhadap pelayanan ANC. Dengan jumlah rata-rata persepsi dari kehandalan 14,5 dan rata-rata harapan 18,2.sedangkan rata –rata dari persepsi ketanggapan lebih tinggi dari pada kehandalan 14 dengan rata-rata harapan 17.dan rata-rata dari proporsi jaminan dengan persepsi 13 dan harapan dengan nilai rata-rata 18. Engel,Etal (1990) dalam Tjiptono (2005) mendefenisikan kepuasan pelanggan merupakan evaluasi pembeli dimana alternatif yang dipilih sekurang – kurangnya sama atau melewati harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul bila hasil tidak memenuhi harapan. Hasil penelitian Daniel (2005) tentang Hubungan dimensi mutu dengan tingkat kepuasan pasien pada ruang rawat inap di RSUP. Dr. M. Djamil didapatkan hasil (88,2%) responden menyatakan tidak puas terhadap pelayanan.
Bila dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan masih adapasien yang merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan . oleh karena itu masih
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
47
perlu ditingkatkan lagi karena persepi pasien terhadap kepuasan adalah penilaian subjektif dari hasil yang diperoleh dan hal ini masih sangat penting untuk peningkatan penggunaan jasa berulang. Untuk meningkatkan kepuasan pasien maka petugas kesehatan harus lebih meningkatkan kehandalan, ketanggapan,jaminanperhatian dan bukti fisik dalam memberikan pelayanan kebidanan. Menurut Tjiptono (2005) kehandalan adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan bagi pasien. untuk itu agar proses pelaksanaan asuhan kebidanan yang menangkut kehandalan bidan dituntut untuk dapat lebih meningkatkan kemampuan dan kinerjanya, dalam mempertahankan mutu pelayanan sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pasien dan keluarganya karena kepuasan pelanggan atau kepuasan pasien adalah penelitian subjektif atau opini tentang kualitas pelayanan, khususnya berkaitan dengan pengalaman pasien setelah mengalami sejumlah tindakan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh fitria (2011) menyatakan bahwa kehandalan petugas kesehatan dengan kepuasan pasien di puskesmas tarusan yang menemukan adanya hubungan yang bermakna antara kehandalan petugas kesehatan dengan tingkat kepuasan pasien. pada hasil uji statistik di peroleh p=0,000 (<0.05).
Dari hasil penelitian yang didapatkan ternyata masih ada ibu hamil yang menyatakan kehandalan petugas kesehatan yang baik merasa tidak puas dengan pelayanan ANC yang diberikan.
Hal ini terjadi karena dalam melakukan pelayanan ANC petugas kesehatan tidak tepat waktu dalam memberikan pelayanan terhadap pasien. sebenarnya ini dapat ditingkatkan mutu pelayanannya apabila petugas kesehatan memberikan pelayanan yang menjanjikan dengan ketepatan waktu pelayanannya, misalnya waktu tunggu pasien, waktu pelaksanaan (proses) pelayanan maka pasien akan merasa puas terhadap pelayanan. e. Hubungan Ketanggapan petugas kesehatan dengan tingkat kepuasan Tabel 5 Hubugan Ketanggapan Petugas Kesehatan dengan Tingkat Kepuasan Di Puskesmas Andalas Tahun 2014 Tingkat kepuasan Ketanggapan
Total Puas
Baik Tidak baik Jumlah
Tidak puas
f
%
f
%
f
%
4 1 5
66,7 ,6 1,4
2 7 8
33,3 97,4 88,6
6 8 4
00 00 00
p=0,001 Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa Proporsi tingkat kepuasan responden yang tidak puas lebih tinggi pada kehandalan petugas kesehatan yang tidak baik dibandingkan dengan yang baik (97,4% : 33.3%) .setelah dilakukan uji chi-square di peroleh p= 0,001(<0,05)dapat di kemukakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ketanggapan petugas kesehatan dengan tingkat kepuasan.
Menurut Irwan (2002) ketanggapan adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis ini berdasarkan persepsi, karena persepsi mengandung aspek psikologis lain maka faktor komunikasi dan situasi fisik di sekeliling pelanggan
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
48
yang menerima pelayanan merupakan hal yang paling dalam mempengaruhi penilaian pelanggan. Pelanggan yang handal atau tanggap juga sangat dipengaruhi oleh sikap front-line staf, salah satunya adalag sesigapun dan ketulusan dalam menjawab pertanyaan atau penerimaan pasien. Hasil yang dilakukan oleh Waidah (2008) menyatakan bahwa ketanggapan petugas kesehatan dengan kepuasan pasien di Puskesmas Biaro IV yang menemukan adanya hubungan yang bermakna antara ketanggapan petugas kesehatan dengan tingkat kepuasan pasien. pada uji statistik diperoleh p=0,001 (<0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat ternyata masih banyak petugas kesehatan yang kurang tanggap terhadap pelayanan sehingga masih ada responden merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan. Hal ini terjadi karena masih ada petugas kesehatan yang kurang menaggapi keluhan dan pertanyaan ibu hamil, sehingga ibu tidakmerasa puas. Ini bisa tingkatkan mutunya apabila petugas memberikan pelayanan dengan tanggap dan cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan, pertanyaan, keluhan dari masalah responden, maka responden akan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh petugas.
DAFTAR PUSTAKA AL-Assaf, A.F , 2003 Mutu Pelayanan Kesehatan Perspektif International, Jakarta : EGC Azwar, Asrul, 2004 Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan Edisi Ketiga. Jakarta : Sinar Harapan
Bustami, 2010 Penjamin Mutu & Askeptabilitas Pelayanan Kesehatan, Padang : Erlangga_2011 Bustami, 2010Penjamin Mutu & Askeptabilitas Pelayanan Kesehatan, Padang : Erlangga _2011 Depkes RI, 2002. Pedoman Manajemen Puekesmas. Jakarta : Proyek Kesehatan Puskesmas_2003 Depkes RI, 2002. Indonesia sehat 2010 . Jakarta_2004 Depkes RI, 2002. Sistem Kesehatan Nasional . Jakarta : Sinar Grafika Dinkes Sumbar 2012.Profil Kesehatan . Padang
Dinas
Imbalo Pohan, 2007.Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan . Jakarta : EGC Manuaba, Ida Bagus. 1998.Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan . Jakarta : EGC Supranto, J. 2002.Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan, Jakarta : PT Rineka Citra Tjiptono, Fandy. 2004.Total Quanlity Manajemen. Yogyakarta : Andi Wahyuningsih, 2005.Kepuasan Pelanggan Kebidanan. Jakarta : EGC Bidanlia.blogspot.com september 2013
diaccses
25
Media Indonesia.com september 2013
diaccses
25
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
49
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Hamil Di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011 Oleh VITRI YULI AFNI AMRAN ABSTRAK Data dari dinas kesehatan kota padang kasus abortus tercatat pada tahun 2010 terdapat 436 kasus abortus dan pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 388 kasus. Menurut WHO memperkirakan di dunia terjadi 20 juta kasus abortus tiap tahun dan 70.000 wanita meninggal karena abortus tiap tahunnya. Angka kejadian abortus Asia Tenggara adalah 4,2 juta pertahun, termasuk Indonesia. Angka kejadian abortus di RSUP Dr M. Djamil Padang tahun 2011 sebanyak 88 kasus.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus di RSUP Dr M. Djamil Padang tahun 2011. Jenis Penelitian ini adalah observasional, dengan pendekatan Crossectional.Penelitian ini menggunakan metode Total Sampling, dengan jumlah sampel 88 orang. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis secara univariat dan bivariat, dilanjutkan dengan Uji Chi Square menggunakan derajat kemaknaan 95 % (α = 0,05). Hasil penelitian ini dapat diketahui sebanyak 65,90% mengalami abortus dengan paritas yang beresiko, 60,23% dengan usia yang beresiko, 51,14% dengan jarak kehamilan yang beresiko. Terdapatnya hubungan paritas ibu dengan kejadian abortus, terdapatnya hubungan usia ibu dengan kejadian abortus, dan terdapat hubungan jarak kehamilan dengan abortus di RSUP Dr M. Djamil Padang tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada RSUP Dr M. Djamil Padang, dapat meningkatkan program kesehatan masyarakat, dan semua petugas kesehatan dapat meningkatkan kualitas pelayanannya, agar mencapai kesehatan bagi pasien secara optimal.
Kata Kunci Daftar Pustaka
: Faktor – factor Abortus, Ibu Hamil, : 18 (2005-2012)
Alamat Korespondensi Vitri Yuli Afni Amran Dosen D III Kebidanan Universitas Baiturrahmah Padang Aie Pacah KM 13 No Hp: 0812 6624 235
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
50
PENDAHULUAN Abortus merupakan salah satu komplikasi obstetric, komplikasi perdarahan yang disebabkan keguguran yang tidak aman menurut perkiraan Internasional memberikan kontribusi sebesar 12 -14% terhadap kematian Ibu. Abortus didefenisikan sebagai keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas (yang mampu hidup diluar kandungan) dan masa gestasi sebelum mencapai usia 22 minggu serta berat janin kurang dari 1000 gram. Abortus yang mana faktor Ibu terdiri dari usia, paritas, dan jarak kehamilan yang terlalu dekat yang menyebabkan terjadinya abortus (Arif,2007). Insiden abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus memanjang) (Prawirohardjo,2008). Pada Ibu usia 30 tahun resiko terjadinya abortus kurang dari 2%. Resiko meningkat menjadi 10% pada usia Ibu lebih dari 35 tahun dan mencapai 50% pada usia 45 tahun. Peningkatan resiko abortus ini di duga berhubungan dengan abnormalitas kromosom pada wanita usia lanjut.Pada Ibu yang usianya kurang dari 20 tahun beresiko untuk hamil karena alat-alat reproduksi untuk hamil belum matang dan juga berdampak dengan pertumbuhan janinnya begitu juga dengan jarak kehamilan yang terlalu dekat juga beresiko untuk hamil karena pematangan alat reproduksinya belum sempurna yang mana akan menyebabkan abortus (Manuaba, 2007).
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan abortus, pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Keadaan ini berkaitan dengan proses pematangan organ-organ reproduksi dan kesiapan mental Ibu. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya abortus (Mansjoer Arif, 2007). Masalah kesehatan Ibu merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia mendatang.Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), serta lambatnya penurunan angka kematian Ibu, menunjukkan bahwa pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak sangat mendesak untuk ditingkatkan baik dari segi jangkauan maupun kualitas pelayanan(Manuaba, 2007 ). Abortus merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Abortus akan mempengaruhi pada kesehatan reproduksi ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia, komplikasi perdarahan dan sepsis. Abortus ini juga akan berdampak pada kesehatan alat reproduksi misalnya infeksi serius disekitar kandungan, infeksi serius disekitar kandungan, Rahim yang sobek (Uterine Perforation), Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya, Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita), Kanker indung telur (Ovarian Cancer), Kanker leher rahim (Cervical Cancer), Kanker hati (Liver Cancer), Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa), yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya, dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya, Menjadi mandul/tidak mampu memiliki
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
51
keturunan lagi (Ectopic Pregnancy), Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease), Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis) (Gunawan, 2007). Menurut World Health Organization (WHO) di negara-negara miskin dan sedang berkembang, kematian maternal berkisar antara 750-1.000 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian maternal di negara-negara maju berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup(Manuaba, 2007 ). Angka kejadian abortus di Asia Tenggara adalah 4,2 juta per tahun, termasuk di Indonesia. Frekuensi abortus spontan di Indonesia adalah 10%-15% dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya atau 600 ribu - 900 ribu, sedangkan abortus buatan sekitar 750 ribu - 1,5 juta setiap tahunnya . Berdasarkan hasil survey demografi Kesehatan Indonesia tahun 2006 AKI di Indonesia sebanyak 133 orang atau 101,56 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2007 sebanyak 143 kematian atau 92,89 per 100.000 kelahiran hidup. Tahun 2008 jumlah kematian ibu maternal mengalami penurunan menjadi 121 orang atau 85,17 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2009 menurun lagi menjadi 118 orang atau 78,84 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian Ibu maternal tersebut terdiri dari kematian Ibu hamil (19%), kematian ibu bersalin (46%), dan kematian Ibu nifas (35%) . Indikator AKI merupakan salah satu indikator yang diramalkan sulit dicapai. Data terakhir pada tahun 2011 menunjukkan AKI di Indonesia sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, sedangkan di Sumatera Barat AKI mencapai 57/100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target Target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 sebesar 102/100.000 kelahiran hidup.
Abortus disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor janin dan faktor ibu, yang mana faktor ibu terdiri dari usia, paritas, jarak kehamilan yang terlalu dekat yang menyebabkan terjadinya abortus (Sarwono 2006). Pada ibu usia 30 tahun risiko terjadinya abortus kurang dari 2 %. Risiko menjadi meningkat menjadi 10 % pada usia ibu lebih dari 35 tahun dan mencapai 50 % pada usia ibu lebih dari 45 tahun. Pada ibu yang usianya kurang dari 20 tahun beresiko untuk hamil karena alat-alat reproduksi untuk hamil belum matang dan juga berdampak dengan pertumbuhan janinnya begitu juga dengan jarak kehamilan yang terlalu dekat juga berisiko untuk hamil karena pematangan alat reproduksinya belum sempurna yang mana akan menyebabkan abortus. (Cuningham, 2006). Data yang tecatat dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, kasus abortus yang tercatat pada tahun 2010 adalah terdapat 436 kasus abortus, dan pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 398 kasus. Data dari Dinas Kesehatan Kota Padang juga menunjukkan bahwa kasus abortus pada tahun 2011 juga mengalami penurunan yaitu pada tahun 2010 terdapat 113 kasus, sedangkan pada tahun 2011 terdapat 97 kasus abortus (http:www//kasus// abortus// dinas kesehatan//sumbar-padang com, diakses 16 Maret, 2012) . Rumah Sakit DR. M. Djamil Padang merupakan salah satu rumah sakit rujukan di Sumatera Barat. Berdasarkan data medical record RS. M. Djamil pada bulan Januari sampai Desember tahun 2010 , angka kejadian abortus mencapai 161 kasus, sedangkan pada bulan Januari sampai Desember tahun 2011 mengalami penurunan yaitu 88 kasus.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
52
SUBJEK PENELITIAN Penelitian ini dengan pendekatan crossectional study, dimana paritas, usia Ibu, dan jarak kehamilan sebagai variabel independen, dan kejadian abortus sebagai variabel dependen di teliti dan diamati pada waktu yang bersamaan.Tempat yang digunakan untuk melaksanakan penelitian adalah RS.DR.M.Djamil Padang . Waktu penelitian pada bulan Februari - Agustus 2012. Populasi penelitian ini adalah seluruh Ibu hamil yang mengalami abortus pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2011 di bagian kebidanan RS.DR.M.Djamil Padang yang berjumlah 88 kasus.Mengingat jumlah populasi yang tidak terlalu banyak, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan teknik Total sampling Semua objek tersebut diambil sebagai responden. Analisis data yang digunakan adalahanalisa univariat dan analisa bivariat dengan uji statistic Chi-square.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Kejadian Abortus
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Reyna Permata Sari di RSI Ibnu Sina Yarsi Padang, angka kejadian abortus dari tahun 2008 lebih tinggi dari tahun 2007. Abortus adalah pengakhiran kehamilan dengan cara apapun sebelum janin cukup hidup berkembang untuk dapat hidup di luar kandungan. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan apapun disebut abortus spontan. Abortus buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 28 minggu sebagai akibat sesuatu tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik (Prawirohardjo,2008). Menurut peneliti tingginya angka kejadian abortus di RSUP.M.Djamil Padang, karena faktor usia ibu, paritas, dan jarak kehamilan lebih banyak yang beresiko dari pada yang tidak beresiko. 2. Paritas Ibu Hamil
Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Kejadian Abortus di RSUP Dr M. Djamil Tahun 2011 Kejadian Abortus Komplit Inkomplit Jumlah
kota Padang, apabila komplikasi abortus membutuhkan fasilitas dan penanganan yang lebih khusus.
f 57 31 88
% 64,77 35,23 100
Berdasarkan tabe1. 1 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh ibu hamil mengalami kejadian abortus komplit yaitu sebanyak 57 (64,77 %). Angka kejadian abortus di RSUP Dr M Djamil Padang tahun 2011, lebih tinggi dibandingkan dengan RS lainnya yang ada di kota Padang, karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan di
Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Paritas Ibu Hamil Di RSUP Dr M. Djamil Tahun 2011 Paritas f % Beresiko 58 65,90 Tidak Beresiko
30
34,10
Jumlah
88
100
Dari tabel. 2 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh ibu hamil (65,90%) dengan paritas yang beresiko. Paritas 1-3 adalah paritas yang baik untuk kesehatan ibu maupun janin yang ada dalam kandungan, paritas >3 beresiko untuk hamil. Bila Ibu mempunyai anak
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
53
yang lebih dari 3 orang dapat menimbulkan resiko terjadinya gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan dan bisa menyebabkan ibu abortus ( wiknjosastro, 2007 ) Penelitian ini sesuai dengan teori yang mana pada penelitian ini paritas >3 banyak yang mengalami abortus. Bagi Ibu yang telah memiliki anak yang lebih dari 3 disarankan lebih memilih metode kontrasepsi yang efektif yang bertujuan untuk keselamatan Ibu dan mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera ( NKKBS ). Menurut peneliti, bahwa paritas juga memiliki resiko terjadinya abortus pada ibu hamil yang ditandai dengan jarak usia dan jumlah anak yang dilahirkan selalu bertambah setiap tahun yang lebih dari 3 berkisar dari 3 orang sampai 6 orang, hal ini berarti ibu hamil belum mengetahui pentingnya memperhatikan jumlah anak untuk kesejahteraan keluarga maupun kesejahteraan ekonomi. 3. Usia Ibu Hamil Tabel. 3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Ibu Hamil Di RSUP Dr M. Djamil Padang Tahun 2011 Usia Beresiko
f 53
% 60,23
Tidak Beresiko
35
39,77
Jumlah
88
100
Dari tabel. 3 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh (60,23%) ibu hamil dengan usia yang beresiko. Umur Ibu yang baik untuk masa kehamilan dan persalinan antara 20-35 tahun ini disebut dengan usia reproduksi sehat. Wanita yang melahirkan dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai
resiko yang tinggi bagi Ibu hamil ( Mochtar, 2008 ). Penelitian yang ditemukan sesuai dengan teori yng mana pada penelitian ini usia Ibu yang <20 dan >35 banyak yang mengalami abortus. Untuk itu kepada wanita agar tidak menikah diusia muda kurang dari 20 tahun dan besar dari 35 tahun karena sangat berpengaruh pada kesehatan reproduksinya yang dapat menyebabkan terjadinya abortus. Menurut peneliti yang telah dilakukan Di RSUP Dr.M.Djamil Padang dapat diambil kesimpulan bahwa usia dapat mempengaruhi terjadinya abortus, karena wanita yang berumur <20 tahun atau >35 tahun mempunyai resiko yang tinggi untuk hamil karena dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu maupun janinnya, dan juga beresiko mengalami abortus. 4. Jarak Kehamilan Table 4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jarak Kehamilan RSUP Dr M. Djamil Tahun 2011 Jarak Kehamilan Beresiko
f 45
% 51,14
Tidak Beresiko
43
48,86
Jumlah
88
100
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa terdapat lebih dari separuh (51,14%) ibu hamil dengan jarak kehamilan beresiko. Dari hasil penelitian ini jarak kehamilan tidak terlalu berpengaruh dengan kejadian abortus,oleh karena itu kepada ibu-ibu agar menjarak kan kehamilannya hingga 2 tahun agar pengembalian ASI dan Zat Besi menjadi sempurna. Jarak kehamilan yang beresiko (< 24 bulan) yang mana dapat menyebabkan terjadinya abortus. Jarak
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
54
kehamilan yang terlalu dekat sangat berpengaruh terhadap pengembalian asi dan zat besi setelah melahirkan ( Soetjiningsih, 2008) Menurut peneliti bahwa terdapat lebih dari separuh (51,14%) ibu hamil dengan jarak kehamilan beresiko disebabkan karena ibu hamil kurang mengetahui berapa tahun jarak untuk hamil lagi setelah ibu melahirkan anak terakhir, karena ibu kurang mendapatkan informasi dari pelayanan kesehatan, atau media informasi lainnya seperti media massa, media elektronik, dan internet, ibu juga kurang teratur dalam melakukan kunjungan ulang saat hamil. 5. Paritas Ibu hamil Dengan Kejadian Abortus Tabel. 5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Paritas Ibu Hamil dan Kejadian Abortus di RSUP Dr M. Djamil Tahun 2011 Kejadian Abortus Paritas Beresiko Tidak beresiko Jumlah
Total
Komplit f % 40 68,96 17 56,67
Inkomplit f % 18 31,04 13 43,33
f 58 30
% 100 100
57
31
88
100
64,77
35,23
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa kejadian abortus komplit dan paritas beresiko 68,96%. Didapatkan uji statistik Chi Square P Value =0,016. Dengan demikian p value < 0.05 , menunjukan bahwa adanya hubungan antara paritas ibu hamil dengan kejadian abortus diRSUP Dr M. Djamil Padang Tahun 2011. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian (Reyna Permata sari : 2010) tentang Hubungan Paritas dan Usia Ibu Hamil dengan kejadian abortus di RSI Ibnu Sina Yarsi Padang Tahun 2010, menunjukan bahwa kejadian abortus
banyak terjadi pada paritas yang tidak beresiko. Cunningham (2005 : 573) menyatakan bahwa resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas sehingga abortus cendrung terjadi pada paritas yang beresiko. Abortus terjadi pada paritas yang aman dan sehat karena adanya perbedaan karakteristik dari faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian abortus antara lain penyulit kehamilan, asupan gizi, status sosial, status ekonomi dan nilai-nilai responden. Pada paritas lebih dari 3 fungsi otot leher rahim mengalami penurunan, rahim menjadi longgar sehingga janin yang tumbuh dan berkembang mengalami hambatan yang salah satunya penyebab terjadinya abortus. Selain itu, dapat mengakibatkan terjadi penyulit dalam kehamilan, seperti anemia, dapat menghambat proses persalinan, seperti gangguan kekuatan kontraksi, kelainan letak, dan posisi janin, dapat menyebabkan perdarahan pascapersalinan, tumbuh kembang anak tidak optimal serta menambah beban ekonomi keluarga. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ditemukan oleh para ahli bahwa paritas yang beresiko merupan faktor resiko terhadap kejadian abortus. Dengan meningkatnya angka kejadian abortus berarti menyumbangkan angka kesakitan dan kematian maternal akibat komplikasi abortus yang tidak ditangani dengan baik. Karena umumnya keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda yang ringan sehingga wanita tidak datang ke dokter dan Rumah Sakit. Menurut peneliti, mengurangi angka kejadian abortus dan komplikasi abortus diperlukan informasi kesehatan dan pelayanan kesehatan yang memadai. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memadai. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
55
yang harus memberikan informasi tentang paritas yang aman dan sehat bagi wanita sehingga perlu dipertimbangkan untuk merencanakan kehamilan serta berperan aktif dalam menciptakan paritas yang sehat dan aman tersebut bagi wanita dalam usia reproduksi, misalnya dengan menggerakan program Keluarga Berencana dan memberikan asuhan obstetrik yang komperhensif, efektif serta efisien. 6. Usia Ibu Abortus
Hamil
dan
Kejadian
Tabel . 6 Hubungan Frekuensi Responden menurut Usia Ibu Hamil dan Kejadian Abortus RSUP Dr. M. Djamil Tahun 2011
antara umur 20-35 tahun, ini disebut juga dengan reproduksi sehat. Wanita yang melahirkan di bawah usia 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai resiko yang paling tinggi menyebabkan terjadinya abortus. Menurut peneliti kejadian abortus banyak terjadi pada abortus komplit pada usia ibu yang tidak beresiko, ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara usia ibu hamil dengan kejadian abortus komplit dan inkomplit di RSUP Dr.M.Djamil padang tahun 2011, karena usia ibu hamil di RS M Jamil berkisar antara 18-42 tahun. 7. Jarak Kehamilan Ibu dan Kejadian Abortus
Kejadian Abortus Usia Beresiko Tidak beresiko Jumlah
Total
Komplit f % 34 64,15 23 65,71
Inkomplit f % 19 35,85 12 34,29
f 53 35
% 100 100
57
31
88
100
64,77
35,23
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa kejadian abortus banyak terjadi pada abortus komplit pada usia ibu yang tidak beresiko 65,71%. Didapatkan uji statistik Chi Square p Value =0,021 Dengan demikian p value < 0.05 , menunjukan bahwa adanya hubungan antara usia ibu hamil dengan kejadian abortus komplit dan inkomplit di RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun 2011 Cunningham ( 2005 ) menyatakan bahwa frekuensi abortus yang dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berumur kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur 35 tahun.
Tabel. 7 Hubungan Frekuensi Responden menurut Jarak Kehamilan Ibu Hamil dan Kejadian Abortus RSUP Dr M.Djamil Padang Tahun 2011. Kejadian Abortus Jarak Kehamilan Beresiko Tidak beresiko Jumlah
Total
Komplit f % 25 55,56 32 74,42
Inkomplit f %
20 11
44,44 25,58
f 45 33
% 100 100
57
31
35,23
88
100
64,77
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa kejadian abortus banyak terjadi pada abortus komplit pada jarak kehamilan yang tidak beresiko. Didapatkan uji statistik Chi Square P Value =0,957, dengan demikian p value > 0.05 , menunjukan bahwa tidak adanya hubungan jarak kehamilan pada Ibu hamil dengan kejadian abortus di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2011.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dalam buku (Prawirohardjo,2008) yang menyatakan umur Ibu yang baik untuk masa kehamilan dan persalinan Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
56
Penelitian Angraini (2009) menunjukan bahwa tidak ada terdapat hubungan yang bermakna antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus dan penelitian Riri (2009) juga mengatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus. Seseorang wanita membutuhkan waktu 2-3 tahun untuk dapat memulihkan fungsi reproduksinya keadaan semula dan dapat mempersiapkan diri untuk persalinan berikutrnya sehingga semua alat reproduksi telah kembali normal. Untuk mencegah hal tersebut diharapkan tenaga kesehatan memberikan informasi tentang bahayanya jarak kehamilan yang pendek. Menurut peneliti tidak terdapatnya hubungan jarak kehamilan ibu dengan kejadian abortus, karena organ reproduksinya telah berfungsi dan telah kembali normal sehingga tidak terdapat hubungan jarak kehamilan dengan abortus.
5. Kejadian abortus komplit dan paritas beresiko 68,96%. 6. Kejadian abortus banyak terjadi pada abortus komplit pada usia ibu yang tidak beresiko 65,71%. 7. Kejadian abortus banyak terjadi pada abortus komplit pada jarak kehamilan yang tidak beresiko. Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini : a. Bagi Peneliti Selanjutnya Untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai masalah atau faktor - faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Hamil Di RSUP Dr. M. Djamil.
KESIMPULAN DAN SARAN
b. Bagi Institusi Kesehatan Diharapkan pada tenaga kesehatan agar dapat memberikan komunikasi, informasi dan edukasi penyuluhan tentang Abortus Pada Ibu Hamil
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA Arif,
Berdasarkan hasil penelitian tentang Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Hamil Di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Lebih dari separuh ibu hamil mengalami kejadian abortus komplit yaitu sebanyak 57 (64,77 %). 2. Lebih dari separuh ibu hamil (65,90%) dengan paritas yang beresiko. 3. Lebih dari separuh (60,23%) ibu hamil dengan usia yang beresiko. 4. Lebih dari separuh (51,14%) ibu hamil dengan jarak kehamilan beresiko.
Mansjoer.2007.Kapita Kedokteran.EGC.Jakarta.
Selekta
Arikunto, 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. Cuningham, dkk .2006.Jakarta. EGC Gunawan,2007.Ilmu Kebidanan. YBP-SP. Jakarta Manuaba,2007. Ilmu Kebidanan : Penyakit Kandungan untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta. Marshall. 2006. Awal Menjadi Ibu. Arcan. Jakarta Notoadmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta Jakarta
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
57
Obsteri patologi Universitas Padjajaran, 2006.Elstar Ofset Bandung Prawirohardjo,2008. Ilmu Kebidanan Edisi Kedua.Yayasan Bina Pustaka.Jakarta Sarwono, 2006, Asuhan Kebidanan, http://www.scrib.com/doc/14077783 , Jakarta
______, 2007. Ilmu Kebidanan. YBP-SP. Jakarta Winkjosastro 2008Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Arcan. Jakarta http://www.rnw.nl/bahasaIndonesia/article/cina-angkaabortus-tertinggi, diakses 7 Februari 2012).
______, 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YBP-SP. Jakarta
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
58
Hubungan Usia dan Paritas dari Ibu Bersalin Dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUP. Dr.M.Djamil Padang Tahun 2010 Oleh Yeni Dila Roza
ABSTRAK Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu di suatu negara. Bila angka kematian ibu masih tinggi berarti pelayanan kesehatan ibu belum baik, sebaliknya bila angka kematian ibu rendah berarti pelayanan kesehatan ibu sudah baik. Berdasarkan Survei Demografi AKI mengalami penurunan dari 305 /100 ribu kelahiran hidup tahun 2006 menjadi 294 /100 ribu kelahiran hidup tahun 2007. Menurut Profil Kesehatan tahun 2008 target provinsi Sumatera Barat tahun 2010 AKI sudah harus mencapai 125 /100 ribu kelahiran hidup, maka penulis tertarik untukmeneliti Hubungan Usia dan Paritas dari Ibu Bersalin dengan Kejadian Perdarahan post partum di RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2010. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain penelitian Cross Sectional. Penelitian dilakukan di RSUP Dr.M.Djamil Padang pada bulan juli 2010. Populasi dari penelitian ini adalah ibu melahirkan normal dari bulan Januari sampai Mei 2010 sebanyak 212 orang, dengan sampel penelitian sebanyak 68 orang di RSUP Dr. M.Djamil padang. Hasil Penelitian didapatkan bahwa dari 68 responden di temukan (55,9%) mengalami kejadian perdarahan post partum, kurang dari separoh (35,3%) responden pada paritas beresiko mengalami kejadian perdarahann post partum, kurang dari separuh (20,6%) responden pada paritas beresiko mengalami perdaraha post partum. Hasil uji statistik didapatkan hubungan yang bermakna dengan usia dan tidak terdapat hubungan tidak bermakna antara paritas dengan kejadian perdarahan post partum di RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2010. Diharapkan kepada tenaga kesehatan dirumah sakit, dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yangb lebih baik serta pasangan usia subur mengenai faktor – faktor usia dan paritas yangdapat mempengaruhi kejadian perdarahan pospartum. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan kepada pemerintah untuk bekerja sama dengan masyarakat agar memberikan pelatihan atau seminar kepada ibu – ibu hamilagar kejadian perdarahan post partum dapat diatasi. Kata Kunci : Usia, Paritas, Ibu Hamil, Perdarahan Postpartum Daftar Pustaka : 14(1996-2010) Alamat Korespondensi Yeni Dila Roza Dosen D III Kebidanan Universitas Baiturrahmah Padang Aie Pacah KM 13 No Hp: 0812 6624 235 Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
59
PENDAHULUAN Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu di suatu negara. Bila angka kematian ibu masih tinggi berarti pelayanan kesehatan ibu belum baik, sebaliknya bila angka kematian ibu rendah berarti pelayanan kesehatan ibu sudah baik (Syaifuddin, 2002) Masalah kejadian perdarahan postpartum dipandang penting karena sangat berkaitan dengan usaha pemerintah dalam menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Pada saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) masih yang tertinggi di Negara ASEAN. Sumatera Barat AKI menagalami penurunan dari 305/100.000 kelahiran hidup tahun 2006 menjadi 294/100.000 kelahiran hidup tahun 2007. Sedangkan target provinsi Sumatera Barat tahun 2010 AKI sudah harus mencapai 125/100.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab terbanyak tingginya AKI ini disebabkan oleh perdarahan post partum. (Profil Kesehatan Sumbar, 2008). Hasil penelitian Suryeni (2006) di Rumah Sakit RSUP. Dr. M. Djamil Padang ditemukan bahwa dari 1.623 persalinan terdapat 41,4% kejadian pendarahan. Sedangkan penelitian Miratu (2009) di RSUP Dr. M. Djamil Padang ditemukan bahwa dari 762 persalinan terdapat 60,2% kejadian perdarahan Pospartum. Tingginya angka kematian ibu terutama karena faktor-faktor kesehatan perempuan. SKRT tahun 2001 melaporkan penyebab kematian ibu tertinggi adalah sekitar 40% disebabkan oleh adanya perdarahan baik selama kehamilan, persalinan maupun pasca persalinan. Berdasarkan penyebab terbanyak perdarahan post partum disebabkan oleh berbagai faktor yaitu atonia uteri (50-
60%), retensi plasenta (16-17%). Sisa plasenta (23-24%), laserasi jalan lahir (45%), kelainan darah (0,5-0,8%). Faktor atonia uteri sebagai penyebab terbantyak yang menyebabkan terjadinya perdarahan yang diperngaruhi oleh berbagai faktor antara lain usia, paritas dengan jarak keamilan serta uterus terlalu tegang. (Mochtar, 1998). Penyebab perdarahan adalah ibu berusia kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun. Juga ibu dengan paritas lebih dari tiga. (Manuaba, 1998). Usia dan paritas sebagai faktor yang mempengaruhi terjadinya perdarahan post partum. Indikator penting dalam kesehatan reproduksi yang dapat memicu terjadinya perdarahan psot partum. Usia reproduksi wanita yang sehat dengan acuan untuk hamil dan melahirkan baik secara fisik maupun psikologis sekitar 20 – 35 tahun. (Sarwono, 2001) Angka kematian ibu dapat diturunkan apabila ibu hanya mempunyai anak 3 orang saja. Paritas yang terlalu banyak dapat menurunkan kemampuan organ-organ reprosuksi terutama kemampuan uterus untuk berkontraksi menjadi berkurang, sehingga memudahkan timbulnya perdarahan setelah persalinan.(Sarwono, 2002). Menurut Putranto disebut dengan 4 terlalu yaitu (terlalu tua, terlalu muda, terlalu dekat, terlalu banyak). Mempunyai anak lebih dari 4 meningkatkan resiko kesehatan ibu hamil dan bersalin. Setelah anak ke empat kehamilan berikutnya berakibat buruk terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan anak. Apabila persalinan sebelumnya tidak dijarak lebih dari 2 tahun tubuh wanita dapat kelelahan oleh karena berulangnya kehamilan, persalinan, menyusui dan merawat anak. Bertambahnya anak berati wanita akan menderita apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi tubuhnya.(Putranto, 2005 : 25).
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
60
Berdasarkan studi awal yang peneliti lakukan pada bulan Januari sampai Mei 2010 dari jumlah ibu melahirkan normal 212 orang ibu bersalin ditemukan 32 orang mengalami kasus perdarahan post partum. Ternyata 14 orang diantaranya mengalami pendarahan post partum dikarenakan usianya yang terlalu tua yaitu > 35 dan 6 orang mengalami pendarahan post partum dikarenakan usianya yang terlalu muda yaitu < 20, dan 12 orang mengalami pendarahan post partum dikarenakan paritas > 3 orang dan jarak kehamilan < 2 tahun.
SUBJEK PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional dimana data menyangkut variabel usia dan paritas dengan pendarahan post partum akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Penelitian akan dilakukan di bagian medical record Rumah Sakit Umum Dr. M, Djamil Padang pada bulan Juli tahun 2010.Populasi dalam penelitian ini adalah ibu melahirkan normal dari bulan Januari sampai Mei tahun 2010 sebanyak 240 orang di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Sampel adalah sebagian dari populasi atau ibu yang melahirkan berdasarkan rekam medik yang terjadi di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Data dianalisa secara univariat untuk melihat dari masing-masing variabel independen, Usia dan paritas ibu dengan kejadian perdarahaan post partum dari hasil penelitian. Analisa ini untuk melihat hubungan umur, paritas, jenis persalinan dengan perdarahan post partum, dilakukan uji statistic dengan menggunakan uji ChiSquare.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Pendarahan Post Partum Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Kejadian Pendarahan Post PartumRumah Sakit Umum Dr. M. Djamil Padang Tahun 2010 Pendarahan Post Partum Ya Tidak Jumlah
f
%
38 30 68
55,9 44,1 100
Berdasarkan tabe1. 1 dapat dilihat bahwa dilihat bahwa dari 68 responden di RSUP. Dr. M. Djamil Padang, sebanyak 38 (55,9%) responden mengalami kejadian pendarahan Post Partum. Hasil penelitian ini hampir sama dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Miratu (2009) di Rumah Sakit Umum Dr. M. Djamil didapatkan bahwa sebagian besar (60,2%). Jika kedua penelitian ini dibandingkan maka dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan sekitar 4,3%. Hal ini disebabkan karena sudah baiknya pelayanan kesehatan di Rumah sakit telah optimal untuk mencegah terjadinya pendarahan post partum Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital (pasien mengeluh lemah, linglung, berkeringat dingin, menggigil ) hipeunia sistolik > 90 nadi > 100, kadar Hb < 89% (Sarwono, 2001: 173) Menurut Muchtar (1998) Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Karena sulit menilai pendarahan pada kala I, II pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat pendarahan yang
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
61
banyak sampai syok apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas. Menurut analisa peneliti pendarahan post partum bisa terjadi bila tenaga kesehatan lambat dalam memberikan tindakan maka dari itu apabila ada ibu bersalin sangat diperlukan pemantauan dari kala I – Kala IV ini sangat membatu akan terjadi angka kematian ibu dan bayi. 2. Usia Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia diRSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2010
Usia Ibu
f
%
Beresiko
24
35,3
Tidak Beresiko Jumlah
44 68
64,7 100
Hasil penelitian yang dilakukan di RSUP. Dr. M. Djamil Padang diketahui responden yang beresiko sebanyak 24 (35,3%) Hal ini tidak berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Miratu di Rumah Sakit Umum Dr. M. Djamil Padang tahun (2009) di dapatkan bahwa sebagian kecil (34,5%) responden memiliki usia beresiko namun lebih dari separoh (65,5%) Responden tidak memilki usia beresiko. Pada dasarnya, dalam kurun reproduksi, kematian maternal terjadai pada usia dibawah 20 tahun dan meningkat kembali sesudah usia 30 – 35 tahun. HPP (Haemoragic Post Partum) sering terjadi pada usia terlalu muda atau tua (Sarwono 2002)
Menurut analisa peneliti ibu hamil yang akan bersalin baik dalam keadaan resiko atau pun tidak selalu dianggap beresiko untuk kewaspadaan tertinggi. Diharapkan wanita usia subur bersalin di usia >20thn atau <35 thn. 3. Paritas Table 3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Paritas RSUP Dr M. Djamil Tahun 2010 Paritas Ibu Beresiko
f 14
% 20,6
Tidak Beresiko
54
79,4
Jumlah
68
100
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa terdapat 14 responden (20,6%) ibu hamil 64,7 dengan paritas beresiko. Hasil ini berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Miratu di Rumah Sakit Umum Dr.M.Djamil (2009) didapatkan bahwa sebagian kecil (37,5%) responden memiliki usia beresiko namun lebih dari separoh (62,5%) responden tidak memiliki usia beresiko. Hal ini disebabkan karena rumah sakit mempunyai sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang cukup baik. Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan, termasuk yang meninggal dengan usia kehamilan 36 minggu. Paritas 1-3 merupakan paritas paling aman bagi kesehatan ibu maupun janin yang dalam kandungan (Winjoksastro, 2008). Menurut analisa peneliti ibu dengan paritas >4 mempunyai resiko pendarahan post partum dan paritas <4 kemungkinan tidak mempunyai resiko pendarahan post partum.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
62
4. Hubungan Usia Ibu Dengan Kejadian Perdarahan Post Partum. Tabel. 4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Ibu Dengan Kejadian Perdarahan Post Partum Tahun 2010. Perdarahan Post Partum Usia ibu
Beresiko Tidak beresiko Jumlah
Perdarahan f 18 20
% 75,0 45,5
Tidak Perdarahan f % 6 25,0 24 54,5
38
55,9
30
44,1
5. Paritas Ibu dengan Perdarahan Post Partum
Kejadian
Tabel . 5 Hubungan Frekuensi Responden menurut Paritas Ibu dengan Kejadian Perdarahan Post Partum RSUP Dr. M. Djamil Tahun 2010
Total Perdarahan Post Partum f 24 44
% 100 100
68
100
Berdasarkan tabel 4 di atas dari 68 responden usia yang beresiko sebanyak 18 (75,0%) lebih besar dari usia yang tidak beresiko sebanyak 24 (54,5%) yang mengalami kejadian pendarahan postpartum di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Miratu (2009) di Rumah Sakit Umum Dr. M Djamil Padang didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian pendarahan post partum Menurut analisa statistik, ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian pendarahan post partum dengan Pvalue= 0,037 Menurut Prawirohardjo, (2007) Kurun waktu produksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk hamil dan melahirkan adalah 20-30. Kematian maternal dibawah usia 20 tahun ternyata 25 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal usia 20-25 tahun, kemudian meningkat kembali usia 30-35 tahun. Jadi dapat disimpulkan bahwa usia <20 dan >35 mempunyai resiko untuk pendarahan post partum.
Paritas
Beresiko Tidak beresiko Jumlah
Perdaraha n f % 18 75,0 20 45,5
Total Tidak Perdarahan Perdarahan f % f % 18 75,0 18 75,0 20 45,5 20 45,5
38
38
55,9
55,9
38
55,9
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dari 68 responden paritas yang beresiko sebanyak 9 (64,3%) lebih besar dari responden yang tidak beresiko sebanyak 25 (46,3%) yang mengalami kejadian pendarahan postpartum di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Miratu (2009) yang dilakukan di RSUP Dr.M.Djamil Padang, didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian pendarahan post partum. Menurut analisa statistik, tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian pendarahan post partum Pvalue= 0,683 Upaya yang dapat dilakukan adalah konseling KB pada ibu melahirkan post partum kemudian penyuluhan KB pada pasangan usia subur dan bekerja sama dengan tokoh masyarakat tokoh agama kader kesehatan serta lintas program dan lintas sektoral yang terkait sehingga jarak dan jumlah anak dapat diatur.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
63
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan
Arikunto. 2002. Metode Penelitian. Sinar Harapan. Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Usia dan Paritas dari Ibu Bersalin Dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUP. Dr.M.Djamil Padang Tahun 2010 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dari 68 responden di RSUP. Dr. M. Djamil Padang, sebanyak 38 (55,9%) responden mengalami kejadian pendarahan Post Partum. 2. Dari 68 responden di RSUP. Dr. M. Djamil Padang, memiliki usia beresiko sebanyak 24 (35,3%)
Buku Acuan JPNK. KR. 2007 Asuhan Persalinan Normal. Dinas Kesehatan Propinsi Sumbar 2008. Profil Kesehatan Padang. Hakim,
Muhammad. 1996. Ilmu Kebidanan Fisiologis Dan Patologis Persalinan. Jakarta
(http:/www.google.com. Diakses 5 Maret 2010 (http://gandus-gandus.blogspot.com). Diakses 5 Maret 2010
3. Dari 68 responden di RSUP. Dr. M. Djamil Padang, memiliki paritas beresiko sebanyak 14 (20,6%)
Masnsyur, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta
4. Lebih dari separuh pada usia beresiko (75,0%) dibandingkan dengan usia yang tidak beresiko (45,5%)
Miratu, 2009.Hubungan Usia Dengan Paritas Ibu Bersalin Dengan Kejadian Pendarahan Post Partum di RSUP Dr. M. Djamil Padang. KTI Dharma Launbow
5. Lebih besar pada paritas beresiko (64,3%) dibandingkan paritas tidak beresiko (53,7%)
Muchtar, Rustam : 1998. Obstetric. Jakarta.
Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini : a. Bagi Peneliti Selanjutnya Untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai masalah atau faktor - faktor Yang Berhubungan Dengan Perdarahan Post Partum di RSUP. Dr.M.Djamil Padang b. Bagi Institusi Kesehatan Diharapkan pada tenaga kesehatan agar dapat memberikan komunikasi, informasi tentang Perdarahan Post Partum di RSUP. Dr.M.Djamil Padang
Synopsis
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta Prawirohardjo, Sarwono, 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta Prawirohardjo, Sarwono, 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Putranto, 2005.Synopsis Obstetric. Jakarta
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
64
Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Siswi Smp Kelas VIII Tentang Keputihan Di Smp Kartika 1-7 Padang Oleh Mutiara Anisa
ABSTRAK Masalah kesehatan reproduksi wanita, salah satunya adalah keputihan. Keputihan dapat terjadi pada anank-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Gaya hidup yang tidak sehat pada remaja bisa menyebabkan keputihan. Remaja sering beranggapan keputihan tidak mempunyai masalah yang serius, sebanyak 75 % perempuan di Indonesia minimal pernah mengalami keputihan satu kali dalam hidupnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan sikap siswi tentang keputihan di SMP Kartika 1-7 Padang. Jenis penelitian ini adalah diskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah siswi kelas VIII di SMP Kartika 1-7 Padang sebanyak 141 orang dengan sampel 58 orang. Teknik pengambilan sample random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada tanggal 3-5 Juni 2014. Analisa data ditampilkan pada table distribusi frekuensi. Hasil peneliti didapatkan lebih dari separoh yaitu sebanyak 37 orang (63,8 %) siswi memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang keputihan dan juga lebih dari separoh yaitu sebanyak 32 orang (55,2 %) siswi yang memiliki sikap positif tentang keputihan. Diharapkan kepada pihak sekolah untuk mengaktifkan kembali UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dan bekerja sama dengan pihak peskesmas untuk memberikan penyuluhan tentang reproduksi remaja kususnya tentang keputihan. Kata Kunci Daftar Pustaka
: Pengetahuan, Sikap, Keputihan : 12 (2004-2013)
Alamat Korespondensi Mutiara Anisa Dosen D III Kebidanan Universitas Baiturrahmah Padang Aie Pacah KM 13 No Hp: 0812 6624 236
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
65
PENDAHULUAN Masalah kesehatan reproduksi remaja/wanita, salah satunya adalah keputihan. Lochea atau keputihan merupakan gejala dimana terjadinya pengeluaran cairan dari alat kelamin wanita yang tidak berupa darah. Keputihan terbagi atas dua macam yaitu, keputihan fisiologis (normal) dan keputihan patologis (abnormal). (Sabagariang,2010) Keputihan adalah keluarnya sekret atau cairan dari vagina. Sekret tersebut dapat bervariasi dalam konsistensi, warna dan bau. Keputihan dapat di artikan sebagai semacam lendir yang keluar terlalu banyak, warnanya putih seperti sagu kental dan agak kekunung-kuningan, jika slim atau lendir tidak terlalu banyak, tidak menjadi persoalan. Umumnya wanita yang menderita keputihan mengeluarkan lendir tersebut terlalu banyak dan menimbulkan bau yang tidak enak. Ini di sebabkan karena terjadinya peradangan dan infeksi pada liang vagina. Jika keputihan sudah berlarut-larut dan menjadi berat, maka kemungkinan wanita yang bersangkutan akan menjadi mandul.( Wijayanti,2009) Remaja merupakan suatu masa kehidupan individu dimana terjadinya eksplorasi psikologis untuk menentukan identitas diri. Pada masa transisi dari masa anak-anak ke masa remaja, individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi lebih berbeda. Remaja mulai memandang diri dengan penilaian dan standar pribadi, tetapi kurang dalam interprestasi perbandingan sosial. Remaja mempunyai sifat yang unik, salah satunya adalah sifat ingin meniru sesuatu hal yang di lihat, kepada keadaan, serta lingkungan disekitarnya. Disamping itu, remaja mempunyai kebutuhan seksual tersebut bervariasi. (Kusmiran Eny,2011) Menurut Word Health Organitation (WHO) tahun 2009 Jumlah wanita di Dunia yang pernah mengalami
keputihan 75 %, sedangkan wanita Eropa yang mengalami keputihan sebesar 35%. Masalah kesehatan reproduksi wanita yang buruk telah mencapai 33% dari jumlah total beban penyakit yang menyerang para wanita di seluruh dunia. Pada tahun 2010 Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menemukan sekitar 34% remaja putri menderita keputihan. Hal ini di duga karena keterbatasan informasi dan layanan kesehatan yang berdampak pada rendahnya pegetahuan tentang keputihan di kalangan remaja putri. (DepKes,2010) Pada tahun 2011 SDKI menemukan sekitar 34% remaja putri menderita keputihan. Kejadian keputihan juga banyak disebabkan karena bakteri kandidosis vulvovagenitis dan banyaknya perempuan yang tidak mengetahui cara membersihkan daerah vaginanya.(DepKes,2011) Salah satu bentuk keluhan yang terjadi pada wanita yaitu keputihan. Menurut data internasional , sebanyak 75 % perempuan di Indonesia pernah mengalami keputihan satu kali dalam hidupnya. Gejala keputihan pada umumnya diderita oleh wanita usia produktif (15-24 tahun), bahkan mencapai 85 %. Pada usia ini kebanyakan penderitanya adalah remaja putri. (Eviani, 2010) Berdasarkan DepKes tahun 2010 dari 43,3 juta jiwa remaja berusia 15-24 tahun berprilaku tidak sehat. Remaja putri indonesia dari 23 juta jiwa berusia 15-24 tahun 83,3% pernah berhubungan seksual, ini merupakan salah satu penyebab dari keputihan (Deherba,2010) Dari hasil penelitian Nurul Anisa (2009) tentang keputihan didapatkan data bahwa sebanyak 74,4% remaja putri mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi tentang keputihan, 23,2 % memiliki
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
66
pengetahuan yang sedang tentang keputihan dan 2,3 % memiliki pengetahuan yang rendah tentang keputihan. Keputihan dapat menyerang wanita mulai dari usia muda, usia reproduksi sehat maupun usia tua dan tidak mengenal tingkat pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya, meskipun kasus ini lebih banyak di jumpai pada wanita dengan tingkat pendidikan dan sosialekonomi yang rendah. Keputihan patologis sering di sebabkan oleh infeksi, salah satunya bakteri vaginosis (BV) adalah penyebab tersering ( 40-50% kasus infeksi vaginal), vulvovaginal candidiasis (VC) disebabkan oleh jamur candida species, 80-90% oleh candida albicans, trichomoniasis (TM) disebabkan oleh vaginalis, angkakejadiannya sekitar 5-20% dari kasus infeksi vaginal. (Haryadi,2011) Penyebab keputihan yang di alami oleh remaja yaitu saat menjelang menstruasi, atau setelah menstruasi, rangsangan seksual, stress dan baik fisik maupun psikologis. Bila penyakit keputihan ini tidak di obati secara tuntas,maka infeksi dapat merambat ke rongga rahim kemudian kesaluran telur dan dan sampai ke indung telur dan akhirnya ke rongga panggul. Tidak jarang wanita yang menderita keputihan yang kronik (bertahun-tahun) menjadi mandul, tumor pada organ reproduksi dan carcinoma leher rahim. Dalam upaya menurunkan angka keputihan pada wanita , sangat di perlukan sekali ilmu pengetahuan tentang keputihan, setelah wanita tahu apa itu keputihan wanita dapat menentukan atau bersikap bagaimana cara mencegah keputihan dan mengatasi keputihan. Menurut Allport, sikap merupakan suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang yang di dalamnya terdapat pengalaman individu yang akan
mengarahkan dan menentukan respon terhadap berbagai objek dan situasi (Sarwono,2009) Berdasarkan penelitian yang di lakukan Desyef di SMP Pertiwi Padang tentang Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja putri Tentang Keputihan di SMP 2 Pertiwi Padang tahun 2009 di peroleh dari 78 memiliki tingkat pengetahuan tentang keputihan yaitu sekitar 44 orang (56,6%) dan yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang keputihan yaitu sekitar 34 orang (43,65%). Dari hasil penelitian yang di lakukan oleh Zubir tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Keputihan pada siswi kelas II dan III di SMK Kartika padang tahun 2010 di peroleh bahwa sebanayak 36 responden (52,2%) memiliki pengetahuan tinggi dan 36 responden (52,2%) memiliki sikap negatif tentang keputihan. SMP Kartika 1-7 Padang merupakan salah satu SMP yang belum pernah mendapatkan informasi tentang kegiatan penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan yang berkaitan dengan keputihan. SMP Kartika 1-7 Padang belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya tentang Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Siswi SMP Kelas VIII Tentang Keputihan Di SMP Kartika 1-7 Padang. SMP Kartika 1-7 Padang terletak tidak jauh dari kampus Akademi Kebidana Puteri Andalas Padang. Alasan peneliti mengambil SMP Kartika 1-7 Padang tersebut adalah di karena solidaritas peneliti terhadap lingkungan sekitar sebagai tenaga calon bidan. Dari hasil wawancara tanggal 04 Desember 2013, di SMP Kartika 1-7 Padang, dari 10 orang remaja putri, 7 orang tidak tahu apa penyebab keputihan, dan 6 orang tidak tahu apa pengertian dari keputihan tersebut.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
67
Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna mendapatkan “Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswi Kelas VIII Terhadap Keputihan di SMP Kartika 1-7 Padang”.
SUBJEK PENELITIAN Jenis penelitian yang di gunakan adalah diskriptif dimana penelitian menggambarkan tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri kelas VIII tentang keputihan di SMP Kartika 1-7 Padang. Populasi adalah keseluruhan dari objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri kelas VIII di SMP Kartika 1-7 Padang yang berjumlah 141 orang. Jadi sampel yang di dapat adalah 58 orang siswi
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tingkat Pengetahuan Tabel. 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Keputihan Di SMP Kartika 1-7 Padang Tahun 2014 Pengetahuan Tinggi Rendah Jumlah
f 30 28 58
% 51,7 48,3 100
Berdasarkan tabe1. 1 dapat dilihat bahwa, lebih dari separoh responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi yaitu dengan distribusi frekuensi 30 orang atau 51,7 %. Hasil penelitian ini lebih rendah di bandingkan dengan hasil penelitian yang di lakukan Leygiana tahun 2009 di SMP 2 Pertiwi Padang yaitu 51 orang (65,4%)
responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Menurut Notoatmodjo (2007), factor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pengalaman, pendidikan, kepercayaan, dukungan keluarga, informasi atau media dan sosial budaya Keputihan yang normal terlihat bening, tidak berbau dan biasanya muncul beberapa saat sebelum atau sesudah menstruasi adalah wajar. Keputihan normal dapat terjadi pada masa ovulasi yaitu kurang lebih 12-14 hari setelah menstruasi, dalam keadaan terangsang atau birahi, dalam keadaan stress emosional. Keputihan abnormal adalah berupa keluarnya cairan secara berlebihan dari yang ringan sampai berat misalnya keluar cairan kental, berbau busuk yang tidak biasanya dan berwarna kuning sampai kehijauan. Sering kali terjadi karena infeksi jamur, bakteri atau parasit (Kusmiran Eny,2011). Menurut peneliti bahaya keputihan pada wanita yang banyak di ketahui secara garis besarnya saja, sedangkan hampir separoh siswi berpengetahuan rendah tentang keputihan. Hal ini di karenakan siswi tidak tahu bagaimana tanda dan gejala keputihan, bahkan penyebab keputihan tersebut. 2. Sikap Tabel. 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Keputihan Di SMP Kartika 1-7 Padang Tahun 2014 Sikap
f
%
Positif
32
55,2
Negatif
28
Jumlah
58
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
44,8
64,
100
68
Berdasarkan tabe1. 2 dapat dilihat bahwa, lebih dari separoh responden memiliki sikap positif yaitu dengan distribusi frekuensi 32 orang atau 55,2 %. Hasil penelitian ini lebih rendah di bandingkan dengan hasil penelitian yang di lakukan Leygiana tahun 2009 di SMP 2 Pertiwi Padang yaitu 40 orang responden yang memiliki sikap positif. Sikap sebagai pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predispose untuk menyesuaikan diri dalam situasi social, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli social yang telah terkondisikan. (Azwar,2005) Hal ini terbukti banyaknya siswi yang berpendapat dan bersikap sangat setuju dengan pernyataan kalau saya sangat setuju jika saya akan mencari informasi lengkap kepada pelayanan kesehatan tentang keputihan, dan di ikuti dengan pernyataan sangat setuju kalau saya akan memperhatikan perawatan kebersihan vagina saya untuk mencegah terjadinya keputihan yang di sebabkan oleh infeksi jamur (Candida albicans).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswi SMP Kelas VIII Tentang Keputihan di SMP Kartika 1-7 Padang yang dilakukan pada tanggal 5 juni 2014 di dapatkan hasil sebagai berikut. Bahwa dari 58 siswi Kelas VIII di SMP Karika 1-7 Padang lebih dari separoh memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang Keputihan yaitu 30 orang atau 51,7 %.
Bahwa dari 58 orang siswi Kelas VIII di SMP Kartika 1-7 Padang lebih dari separoh siswi memiliki sikap positif tentang Keputihan yaitu 32 orang siswi atau 55,2 %. Saran Pihak Sekolah Diharapkan kepada pihak sekolah untuk mengaktifkan kembali UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dan bekerja sama dengan pihak peskesmas untuk memberikan penyuluhan tentang reproduksi remaja kususnya tentang keputihan. Institusi Pendidikan Sebagai pembendaharaan bacaan perpustakaan Akademi Kebidanan puteri andalas Padang dan dapat juga sebagai perbandingan untuk peneliti selanjutnya. Bagi Peneliti Sebagai aplikasi dari ilmu yang telah di dapakan selama masa perkuliahan di Akademi Kebidanan Puteri Andalas Padang khususnya kesehatan reproduksi dan metodologi penelitian. Menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam hal melakukan suatu penelitian tentang pengetahuan dan sikap siswi SMP tentang Keputihan.
DAFTAR PUSTAKA Aziz Alimul, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis, Jakarta : Salemba Medika . Fransiska Handy, 2010. Remaja, Jakarta. Indarti, junita, 2006. Panduan Kesehatan Wanita, Jakarta : Puspa Swara Iskandar, 2010. Kesehatan Reproduksi, 2010, http://www.infokes.com, di akses tanggal 15 Februari 2012.
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
69
Leygiana Susri Desyef, 2009. Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Keputihan (Flour Albus) di SMP 2 Pertiwi Padang Tahun 2009. Akademi Kebidanan Puteri Andalas Padang.
Nursalam, 2003. Riset Metodologi Penelitian, Jakarta : EGC Soekidjo Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta
Medika salemba, 2011 Kesehatan Reproduksi Remaja, 2011
Suharsumi Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian, Jakarta : PT Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo, 2007. ‘’ Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku”, Jakarta: Rineka Cipta
Sunaryo. 2004. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : salemba Medika
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
70
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
71
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
72
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
73
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
74
Jurnal Pengembangan Ilmu Kebidanan dan Kesehatan Reproduksi Vol III No I, Juni, 2015, ISSN : 2356-0819
75