PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN DI DPRD KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2009-2014
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh: SITI RAHMADIANTI
1110048000067
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
ABSTRAK
Nama
:Siti Rahmadianti
NIM
: 1110048000067
Prodi/Konsentrasi
: Ilmu Hukum / Hukum Kelembagaan Negara
Judul Skripsi
:Peran Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014.
Peran perempuan di parlemen tergolong sangat rendah. Ini dibuktikan dari jumlah anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan yang tidak mencapai 30% dari jumlah anggota. Walaupun demikian, para anggota legislator perempuan ini tidak pantang menyerah dalam menyuarakan pendapat mereka dan mereka sangat berperan aktif dalam mensosialisasikan apa yang dibutuhkan oleh kaum perempuan dan anak. Meskipun jumlah anggota perempuannya sedikit tetapi salh satu dari mereka menjadi ketua Komisi dalam DPRD Kota Tangerang Selatan. Dalam penelitian ini, penulis memaparkan bukti bagaimana bentuk partisipasi anggota legislatif perempuan khusunya di Kota Tangerang Selatan dalam memperjuangkan apresiasinya untuk membela kaum perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis kualitatif. Sedang wawancara dilaksanakan dengan anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009 - 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode yang lazim digunakan yaitu studi normatif dan studi kepustakaan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa anggota legislatif perempuan di Kota Tangerang Selatan Periode 2009 - 2014 telah banyak mengapresiasikan suaranya, telah banyak peraturan - peraturan yang mereka buat dan mereka dapat bersaing secara sehat walaupun jumlah anggota legislatif perempuan tergolong sangat sedikit. Kata Kunci
:Peranan dan legislator perempuan
Dosen Pembimbing
: Dr. Asmawi, M.Ag
Daftar Pustaka
: Tahun 1997 s.d Tahun 2014.
iv
KATA PENGANTAR
ْحي ِ َن الّر ِ َسمِ اللّهِ الّرَحْم ْ ِب Assalamua’alaikum. Wr.Wb Puji dan syukur Alhamdulillah tak hentinya penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang dengan limpahan rahmat-Nya. Shalawat serta salam dipanjatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta umatnya, yang Insya Allah kita masukkan di dalamnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014” dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini mendapat banyak bimbingan, bantuan serta motivasi dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Dr. Dede Rosyada M.A.,selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Dr. H. JM. Muslimin M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H., selaku ketua prodi Ilmu Hukum, serta Bapak Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum., selaku sekretaris prodi Ilmu Hukum.
4.
Bapak Dr. Asmawi, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
5.
Bapak Nur Habibi, S.H.i, M.H. Selaku dosen Hukum Kelembagaan Negara yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
6.
Bapak Nurrohim Yunus, LLM selaku dosen Kelembagaan Negara yang telah membantu mengoreksi dan merevisi skripsi ini.
v
7.
Orang tua ayah H. Herizal, ibu Hj. Irma Suryani, serta kakak Rahmi Umami Herizal Putri, kakak ipar Wibnu Setiawan serta adik Ikhsyan Herizal Putra yang penulis kasihi dan sayangi, terima kasih tak henti atas kasih sayang, doa, restu, serta bimbingan materi maupun moril yang diberikan kepada penulis.
8.
Segenap Dosen beserta Staf Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah baik memberikan ilmu pengetahuan selama penulis menimba studi di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
9.
Ucapan terimakasih spesial untuk teman terdekat Farhan Kamal S.Kom.i yang memberikan dorongan mental untuk menyelesaikan penelitian ini, meluangkan waktunya bagi penulis, yang selalu sabar dalam memberikan motivasi, dan selalu ada dikondisi apapun.
10. Sahabat-sahabat penulis selama 4 tahun kuliah Sarah Eka Aprilia, Eka Sari Saputri, Dyah Savitri, Yulita Rosalina, Tanti Oktari, Galuh Hayu Nastiti, Mona Hasinah yang telah memberikan motivasi dan doanya dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih banyak untuk adik kelas Ummu Salamah yang turut membantu mencarikan referensi buku. 11. Seluruh kawan - kawan Prodi Ilmu Hukum, Hukum Kelembagaan Negara yang mengenal dan berteman baik dengan penulis, semoga kawan-kawan sukses dan sejahtera di masa yang akan datang. 12. Sahabat-sahabat penulis sejak SMA sampai selamanya Hayu Putri Katriana S,ST,Par dan Aisyah Yulita Lubis S.ikom terimakasih atas dukungan dan doanya terhadap penulis. 13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas semua kebaikan dan jasanya (Aamiin). Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan skripsi ini. Harapan penulis semoga
vi
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi penelitian selanjutnya. Jakarta, 12 Januari 2015
Siti Rahmadianti
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..........................................
i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ....................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................
iii
ABSTRAK .................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...............................................................................
v
DAFTAR ISI ..............................................................................................
vii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang.....................................................................
1
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ......................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................
6
D. Metode Penelitian ................................................................
7
E. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu .....................................
8
F. Sistematika Pembahasan .....................................................
10
KEDUDUKAN
DPRD
DALAM
TATA
PEMERINTAHAN
DAERAH DI INDONESIA A. Pemerintahan Daerah di Indonesia ......................................
12
B. Lembaga Perwakilan Daerah ...............................................
14
1.
Sejarah Lembaga Perwakilan .......................................
14
2.
Fungsi Lembaga Perwakilan .......................................
16
vii
3.
Otonomi Daerah ...........................................................
17
4.
Tujuan Pemberian Otonomi Daerah .............................
20
5.
Dasar Hukum Otonomi Daerah ....................................
22
C. Kedudukan DPRD kabupaten/kota......................................
24
1.
Fungsi DPRD kabupaten/kota ......................................
26
2.
Tugas dan Wewenang DPRD .......................................
29
3.
Dasar Hukum DPRD ....................................................
30
BAB III PROFIL
DAN
KEDUDUKAN
ANGGOTA
LEGISLATIF
PEREMPUAN DI DPRD KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2009-2014 A. Profil DPRD Kota Tangerang Selatan .................................
33
1.
Sejarah Singkat Kota Tangerang Selatan .....................
35
2.
Visi Misi DPRD Kota Tangerang Selatan ....................
37
3.
Komposisi Keanggotaan DPRD dan program kerja Periode 2009-2014 .......................................................
38
B. Hak dan Kewajiban Legislator Perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014 ....................... C
44
Profil Legislator Perempuan di DPRD Tangerang Selatan Periode 2009-2014...............................................................
49
BAB IV KINERJA LEGISLATOR PEREMPUAN di DPRD KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2009-2014 A. Kontribusi Legislasi Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014 .......................
viii
54
B. Eksistensi Anggota Legislatif Perempuan Dalam Meningkatkan Kredibilitas di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014 ............................................................................
59
C. Strategi Peningkatan kualitas Anggota Legislatif Perempuan Di DPRD Kota Tangerang Selatan Dalam 5 Tahun Kedepan (2014-2019) ......................................................................... BAB V
63
PENUTUP A. Kesimpulan .....................................................................
65
B. Saran ...............................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
73
LAMPIRAN
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angin reformasi yang berhembusan pada Mei 1998 telah membawa berkah tersendiri bagi kebangkitan perempuan Indonesia di arena politik. Perjuangan umtuk mengegolkan kebijakan yang diambil untuk bertujuan agar kelompok tertentu (gender ataupun profesi) memperoleh peluang yang setara dengan kelompok lain dalam bidang yang sama (affirmatif action) dalam Undang-Undang pemilu berujung dengan meningkatnya representasi perempuan di lembaga legislatif.1 Studi wanita dalam politik biasanya dibedakan menjadi dua. Pertama, kajian dan penelitian yang memfokuskan pada perananan wanita dalam berbagai aspek atau fungsi politik, seperti sosialisasi politik, partisipasi politik, dan elite politik. Kedua, kajian mengenal wanita dan politik sebagai subbidang kajian dalam ilmu politik. Sebagai subbidang kajian, gerakan wanita uyang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria (feminisme) memiliki substansi kajian yang berhubungan dengan hakikat hidup (ontologi), metode atau ilmu mengenai hakikat hidup (metodologi), dasar-dasar mengenai hakikat hidup (epistemologi), dan tujuan kajian (aksiologi) tersendiri.2
1
“ Baru Sekadar Jumlah”, Republika, 30 November 2011, h. 23.
2
Liza Hadis, Perempuan Dalam Wacana Politik Orde Baru, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004), Cet. Pertama, h.404.
1
2
Sementara itu, kajian wanita dalam politik atau penjelasan tentang peranan politik wanita biasanya melalui dua sudut pandang. Pertama, penjelasan terhadap pola khusus partisipasi wanita, yang umumnya bersifat kendala. Kendala pertisipasi wanita bersumber pada, perbedaan sosialisasi antara wanita dan pria, karakteristik biologis dan siklus kehidupan, akses yang tidak sama terhadap sumber daya, profesi dan keuangan.3 Dalam UUD 1945 Amandemen mengakui adanya kebijakan affirmasi, sebagaimana terdapat dalam Pasal 28H ayat (2), “setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.” Dan penerapan kebijakan ini di beberapa negara ternyata efektif meningkatkan jumlah perempuan di legislatif.4 Sekarang wanita Indonesia memiliki peranan dalam pembangunan di bidang politik, baik terlibat dalam kepartaian, legislatif, maupun dalam pemerintahan. Partisipasi dalam bidang politik ini tidaklah semata-mata hanya sekedar pelengkap saja melainkan harus berperan aktif di dalam pengambilan politik yang menyangkut kepentingan kesinambungan negara dan bangsa.5 Meskipun tidak semua wanita mempunyai pandangan- pandangan dan kepentingan-kepentingan yang sama, ada
3
Ibid., h. 404.
4
Nadezha Shedova, Kendala-Kendala terhadap Partisipasi, (Jakarta: IDEA, 1992), h. 20-
22. 5
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 474.
3
sesuatu yang menyinggung banyak wanita jika parlemen yang sebagian besar terdiri atas para pria memutuskan suatu peraturan perundangundangan tentang kontrasepsi, aborsi, perkosaan dan sebagainya.6 Seiring perkembangan zaman tingkat modernisasi dan globalisasi informasi serta keberhasilan gerakan emansipasi wanita dan feminisme, sikap dan peran wanita khusunya pandangannya tentang dunia politik mulai mengalami pergeseran. Wanita sudah aktif berperan di berbagai bidang kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun politik.7 Peningkatan yang lumayan besar terjadi pada hasil Pemilu 2009 di DPRD provinsi, dari 10 persen menjadi 16 persen (321 dari 2.005). Sedangkan di DPRD kabupaten/kota, dari 5 persen menjadi 12 persen (1857 dari 15.758).8 Tetapi sampai sekarang banyak persoalan-persoalan yang di hadapi anggota legislatif perempuan diantaranya masih banyak kepentingan laki-laki yang mendominasi perebutan kekuasaan yang enggan memberikan kesempatan pada perempuan dan kendala utama bagi perempuan untuk berperan di bidang politik adalah budaya patriarkhi ( sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok
6
David Beetham dan Kevin Boyle, Demokrasi: 80 Tanya Jawab, (Yogyakarta: Kansius),
h. 80. 7
Liza Hadis, Perempuan Dalam Wacana Politik Orde Baru, ( Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004), Cet. Pertama, h.398. 8
Ibid., h.398.
4
otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial) yang masih mendominasi kehidupan masyarakat.9 Riset Puskapol UI terhadap perempuan anggota DPRD di tiga provinsi yakni Banten, Jawa Barat, dan DKI jakarta, mencatat sejumlah persoalan yang menjadi tantangan bagi representasi poltik perempuan. Persoalan itu antara lain, minimnya dukungan pimpinan partai poltik dan pimpinan Dewan terhadap keterlibatan anggota legislatif perempuan secara strategis dalam proses politik di partai dan parlemen.10 Perempuan dinilai tidak mampu memimpin dan membuat kebijakan karena pola (patron) membentuk perempuan sangat bersifat berpihak (tendensius), yakni mengutamakan perasaan sehinga jauh dari sikap rasionalitas (pemikiran yang berdasarkan logis). Sulitnya perempuan menjadi wakil di legislatif merupakan suatu fakta.11 Sebagai contoh untuk penelitian skripsi ini adalah anggota Legislatif perempuan di DPRD kota Tangerang Selatan periode 20092014 tergolong sedikit. Itu terbukti dari 48 anggota legislatif hanya 7 anggota legislatif perempuan yang terjun dan terpilih menjadi anggota dewan. Dalam hal ini apakah perempuan mempunyai kesempatan (kans) untuk ikut serta mewarnai dinamika aspirasi di legislatif, tentu jawaban
9
Herry Priyono, DKK, Kratos Minus Demos (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indoesia, 2012), h.206. 10
“Menggagas Agenda Baru Politik Perempuan”, Republika,7 Maret 2013, h. 23.
11
Najlah Naqiyah, Otonomi Perempuan (Malang: Bayumedia publishing, 2005), h.60.
5
itu bisa dilihat dari kesadaran masyarakat dalam memilih calon dari kalangan perempuan. Dengan demikian, jelas bahwa peran perempuan merupakan hal yang sangat penting dalam lembaga legislatif guna memenuhi persyaratan sebagai calon partai politik dan parlemen. Berdasarkan pemikiran diatas, maka dalam hal ini penulis melakukan penelitian berjudul “Peran Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014.” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Perumusan Masalah Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka perlu di buat perumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana kedudukan DPRD dalam tata pemerintahan daerah di Indonesia? b. Bagaimana kedudukan anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014? c. Bagaimana kinerja anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014? 2. Pembatasan Masalah Berdasarkan perumusan masalah diatas, penulis memberikan batasan masalah hanya pada peran anggota legislatif perempuan di parlemen khususnya DPRD Kota Tangerang Selatan periode 2009-2014 dan seberapa besar partisipasi anggota legislatif perempuan di DPRD
6
Kota Tangerang Selatan dalam periode 2009-2014. Pembatasan ini dilakukan untuk lebih fokus dan mempermudah penulis dalam penelitian ini juga untuk menghindari perluasan pembahasan yang tidak ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk menjelaskan kedudukan DPRD dalam tata pemerintahan daerah di Indonesia saat ini b. Untuk menggambarkan kedudukan anggota legislatif perempuan dalam meningkatkan kredibilitas di DPRD Kota Tangerang Selatan periode 2009-2014 c. Untuk menjelaskan kinerja anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan periode 2009-2014 2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini berguna untuk memberikan apresiasi kepada pihak anggota legislatif perempuan khususnya DPRD Kota Tangerang Selatan bahwa dalam periode 2009-2014 telah banyak berperan dalam rangka memperkuat peran politik perempuan. Selain itu, untuk para masyarakat yang membaca penelitian ini untuk mengetahui bagaimana peran anggota legislatif perempuan di parlemen khususnya di DPRD kota Tangerang Selatan periode 2009-2014.
7
D. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian yang dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang– undangandengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder.12Oleh karena
itu penelitian ini menitik beratkan pada analisis mengenai hukumhukum/ketetapan-ketetapan
yang
berlaku
dan
berkaitan
dengan
perundang-undangan yang melindungi hak politik perempuan menjadi anggota legislatif. Penelitian ini juga memakai penelitian deskriptif kualitatif yang mengungkap fakta dan keadaan bagaimana para legislator perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan melakukan kontribusi ketika mereka menjabat sebagai wakil rakyat. Sedangkan Metode pendekatan analisis data yang diperlukan
adalah Metode kualitatif yang memahami secara mendalam yang terjadi menghasilkan data deskriptif analisis. Metode ini digunakan karna dalam penelitian memakai data kualitatif.13 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu studi dokumenter yang mempelajari beberapa literatur tertulis baik yang bersumber pada buku, jurnal, makalah, artikel, koran dan internet, maupun dari sumber tertulis lainnya yang mengandung 12
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta : Rajawali Pers, 2001), h. 13. 13
Bambang, Sunggono, Metode Penelitian Hukum , (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1997), h. 27 – 28.
8
informasi berkaitan dengan masalah yang dibahas, yang dihimpun dari berbagai tempat. Selain itu dilakukan teknik wawancara anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan periode 20092014. 3. Teknik Analisis Data Penulisan skripsi ini termasuk salah satu jenis penelitian deskriptif dengan
menggunakan
pendekatan
kualitatif,
yaitu
dengan
cara
mengumpulkan data-data yang terkait melalui teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, dan wawancara setelah itu dianalisis kemudian disusun dalam laporan penelitian dengan demikian akan tergambar sejauh manakah peran anggota legislatif perempuan di parlemen khususnya di DPRD Kota Tangerang Selatan periode 20092014. Teknik PenulisanPenulis menggunakan buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: UIN Jakarta Press, 2012. E. Tinjauan (Review) KajianTerdahulu Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku, serta skripsi-skripsi ataupun penelitian-penelitian yang pernah membahas seputar politik perempuan. Berikut beberapa review data yang menyinggung mengenai bahasan dunia politik yaitu: Pertama, buku Politik Perempuan Bukan Gerhana. Buku ini menyimpulkan seperti apa prestasi dan partisipasi perempuan di dunia
9
politik baik di jawa ataupun luar jawa, kesetaraan, keterwakilan, dan keadilan “ affirmative action’’ untuk perempuan di parlemen. Selain itu, merekam perjalanan penting sejarah gerakan perempuan Indonesia, khususnya dalam mencari terobosan yang strategis untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan Indonesia. Kebijakan affirmative action sangat dijelaskan disini bahwa kebijakan tersebut adalah tindakan strategis yang harus diambil untuk percepatan peningkatan representasi perempuan dalam poltik14 Kedua, buku dari Najlah Naqiyah yaitu berjudul Otonomi Perempuan. Buku ini menyimpulkan syarat-syarat melapangkan gerak perempuan menuju puncak kesuksesan yang dihadapkan pada pilihan hidup yang tidak mudah. Secara jelas dijelaskan dibuku ini perlakuan kepada perempuan seringkali diabaikan. Mereka tidak mendapatkan apa pun atas cinta dan penghargaan yang mereka berikan. Mengenai keterwakilan perempuan di legislatif bahwa budaya laki-laki yang mendominasi, keras, dan kasar telah menorehkan kebijakan yang menindas kaum perempuan15 Ketiga, Buku Perempuan Dalam Wacana Politik Orde Baru. Kesimpulan dari buku ini adalah kaum perempuan masih dihambat oleh nilai-nilai budaya dan struktur politik yang tidak mendukung penuh keterlibatan perempuan dalam urusan politik. Namun, politisi wanita 14
Ani Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005). 15
Najlah Naqiyah, Otonomi Perempuan, (Malang: Bayumedia Publishing, 2005).
10
yang diteliti dalam buku ini mempunyai suami yang bekerja pegawai negeri (sipil atau ABRI) dan menempati posisi penting di bidang pekerjaan masing-masing. Bahkan, mungkin naiknya para politisi wanita menjadi anggota legislatif itu ditopang oleh nama besar dan jabatan suaminya.16 Keempat, buku Menuju Kemandirian Politik Perempuan yang berkesimpulan mengenai ketimpangan dan ketidakadilan yang banyak menimpa kaum perempuan sehingga mereka tidak dapat berpartisipasi secara optimal dalam bidang politik. Akibatnya, pembangunan poltik bangsa ini tidak mengalami kemajuan yang signifikan seperti diharapkan.17 Kelima, Skripsi dari
Erza
Fauziah
berjudul
Keterwakilan
Anggota Legislatif Perempuan Di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Skripsi tersebut membahas tentang keterwakilan anggota perempuan di DPR RI sedangkan penulis memfokuskan penelitian mengenai peran anggota legislatif perempuan di Parlemen (Studi kasus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tangerang Selatan periode 20092014). Setelah melihat tinjauan terdahulu maka penelitian yang penulis buat sangat berbeda dengan yang diatas. Penelitian ini membahas
16
Liza Hadiz, Perempuan Dalam Wacana Politik Orde Baru, (Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia, 2004) 17
Siti Musdah Mulia, Menuju Kemandirian Politik Perempuan, (Yogyakarta: Tim Kibar
Press, 2008)
11
mengenai peran anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan yang menitkberatkan pada kontribusi mereka selama lima tahun menjabat yaitu periode 2009-2014 dan sejauh apakah eksistensi mereka dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. F. Sistematika Penulisan Untuk dapat menuangkan hasil penelitian kedalam bentuk penulisan yang teratur dan sistematis, maka skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab. BAB Pertama adalah pendahuluan dalam bab ini dikemukakan mengenai latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian (review) studi terdahulu, metodologi penelitian serta sistematika penulisan. BAB Kedua pembahasan mengenai tata pemerintahan daerah di indonesia, kedudukan DPRD di Indonesia, otonomi daerah yang terdiri dari tujuan otonomi itu sendiri, menjelaskan mengenai perwakilan daerah di indonesia termasuk fungsinya, dan menjelaskan kedudukan DPRD kabupaten/kota. BAB Ketiga membahas mengenai DPRD Kota Tangerang Selatan yang terdiri dari profil, sejarah dan visi misi Kota Tangerang Selatan, komposisi keanggotaan DPRD secara menyeluruh dan program kerja selama periode 2009-2014, profil anggota legislatif perempuan periode 2009-2014, hak dan kewajiban dari legislator perempuan di DPRD Kota
12
Tangerang Selatan, pentingnya perempuan di DPRD Tangerang Selatan, Upaya perlindungan hak politik perempuan secara umum. BAB Keempat berisi mengenai Hasil dari wawancara anggota legislatif perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan periode 2009-2014 yang didalamnya terdiri dari kontribusi legislasi, eksistensi, dan strategi peningkatan anggota legislatif untuk 5 tahun kedepan 2014-2019. BAB Kelima adalah bab yang terakhir dan merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran dari penelitian yang dengan harapan dapat kiranya untuk memberikan sumbangan pengetahuan dalam kinerja anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014.
13
BAB II KEDUDUKAN DPRD DALAM TATA PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA A. Pemerintahan Daerah di Indonesia Negara dapat diartikan sebagai suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia, yang berada dibawah suatu pemerintahan yang sama. Pemerintahan ini sebagai alat untuk bertindak demi kepentingan rakyat untuk mencapai tujuan organisasi negara, antara lain kesejahteraan, pertahanan, keamanan, tata tertib, keadilan, kesehatan dan lain-lain.untuk dapat bertindak dengan sebaik-baiknya guna mencapai tujuan tersebut, pemerintah mempunyai wewenang, wewenang mana dibagikan lagi kepada alat-alat kekuasaan negara, agar tiap sektor tujuan negara dapat bersamaan dikerjakan. Berkenaan dengan pembagian wewenang ini, maka terdapatlah suatu pembagian tugas negara kepada alat-alat kekuasaan negara.18 Pemerintahan daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masingmasing mempunyai pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah yaitu provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD 18
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia,(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), Cet. Kedua, h.88.
13
14
sedangkan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.19 Pemerintah daerah itu sendiri terdiri dari : a. Kepala daerah (memimpin bidang eksekutif), dan b. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bergerak dalam bidang legislatif.20 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan bagian dari penyelenggara pemerintahan di daerah yang turut menentukan bentuk dan hasil pemerintahan daerah yang berlangsung. Hanya saja, seberapa jauh
peran
tersebut
dijalankan,
akan
sangat
bergantung
pada
kedudukannya ketika diperbandingkan dengan unsur penyelenggara pemerintahan daerah lainnya, yaitu kepala daerah. 21 B. Lembaga Perwakilan Daerah 1. Sejarah Lembaga Perwakilan Struktur organisasi lembaga perwakilan rakyat terdiri dari dua bentuk menurut John A. Jacobson yaitu lembaga perwakilan rakyat satu kamar (unicameral),
dan lembaga perwakilan rakyat dua kamar
(bicameral).22 Lembaga perwakilan rakyat dalam arti khusus yakni
19
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), Cet. Kedua, h.130 20
Ibid., h.46.
21
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2012) Cet. Kedua, h.150. 22
Ibid., h.184.
15
parlemen adalah suatu institusi yang mewakili masyarakat pemilih secara resmi
dalam
government)
sistem yang
pemerintahan
terbentuk
melalui
perwakilan sitem
(representative
pemilihan
umum.23
Perwakilan dalam konteks modern adalah mekanisme antara penguasa dengan rakyatnya. Hubungan yang terbina diantara penguasa dengan rakyatnya haruslah harmonis karena penguasa memiliki tanggung jawab kepada rakyatnya yang telah memilih mereka sebagai penguasa.24 Perwakilan (reprsentation) itu sendiri memiliki arti bahwa seorang atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara atau bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Apabila seseorang duduk dalam Lembaga Perwakilan melalui pemilihan umum maka sifat perwakilannya disebut perwakilan politik (political representation). Apapun fungsinya dalam masyarakat, kalau yang bersangkutan akhirnya menjadi anggota Lembaga Perwakilan melalui pemilihan umum tetap disebut perwakilan politik. 25 Umumnya perwakilan semacam ini mempunyai kelemahan karena yang terpilih biasanya adalah orang yang populer karena reputasi politiknya, tetapi belum tentu menguasai
bidang-bidang teknik
pemerintahan, perekonomian dan sebagainya. Sedang para ahli sukar
23
Paimin Napitupulu, Menuju Pemerintahan Perwakilan,( Jakarta: P.T. Alumni, 2007),
h.18. 24
Rusadi kantaprawira dan Dede Mariana, perihal Ilmu Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 20017), h. 93. 25
Ibid., h.94.
16
terpilih melalui perwakilan politik ini, apalagi dengan sistem pemilihan distrik.26 Di negara-negara maju kelemahan ini kurang terasa, karena tingkat-tingkat pengetahuan/pendidikan sudah begitu maju. Itulah sebabnya perwakilan politik merupakan pilihan dari negara-negara maju, dan pemilihan umum tetap merupakan cara yang terbaik untuk menyusun keanggotaan parlemen dan membentuk pemerintah.27 Dalam praktik ketatanegaraan, kita mengenal beberapa jenis perwakilan: Pertama, adalah jenis perwakilan geografis yaitu anggota parlmen yang hanya mewakili masyarakat yang berada di wilayah geografis tertentu jadi anggota parlemen ini mengesampingkan kepentingan kelompok lain. Kedua, adalah jenis perwakilan partai yaitu anggota parlemen yang loyalitas terhadap partai. Buruknya dari jenis perwakilan ini adalah para parlemen mengesampingkan hubungan dengan para pemilih dan fokus pada partai mereka. Ketiga, jenis perwakilan kelompok kepentingan khusus yaitu para parlemen hanya memusatkan perhatiannya kepada kepentingan yang mereka wakili.28
26
Ibid., h.95.
27
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara,(Jakarta: Bumi Aksara, 2010) h. 149 – 150.
28
Paimin Napitupulu, Menuju Pemerintahan Perwakilan, h. 36.
17
2. Fungsi Lembaga Perwakilan Lembaga Perwakilan yang disebut Parlemen umumnya mempunyai tiga fungsi yaitu: a) Fungsi perundang-undangan Fungsi perundang-undangan disini adalah membentuk: Undang-undang biasa seperti UU Pemilu, UU Pajak dan sebagainya Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Ratifikasi terhadap perjanjian-perjanjian dengan Luar Negeri b) Fungsi pengawasan Adalah fungsi yang dijalankan oleh Parlemen untuk mengawasi eksekutif agar berfungsi menurut undang-undang yang dibentuk oleh Parlemen. Untuk melaksanakan fungsi ini Parlemen diberi beberapa hal antara lain hak bertanya. Interpelasi (minta keterangan) Angket (mengadakan penyidikan) Mosi Amandemen (mengadakan perubahan)29 Arti penting dari badan perwakilan adalah menjadi atribut demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Atas dasar prinsip normatif demikian dalam praktik kehidupan demokrasi sebagai DPRD 29
Ibid., h. 151.
18
memiliki posisi sentral yang biasanya tercermin dalam doktrin kedaulatan rakyat. Hal ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa DPRD yang dapat mewakili rakyat dan memiliki kompetensi untuk memenuhi kehendak rakyat.30 3. Otonomi Daerah Istilah otonomi atau “autonomy” secara etimologis berasal dari kata yunani “autos” yang berarti sendiri dan “nomous” yang berarti hukum atau peraturan.31 Secara luas otonomi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.32 Otonomi adalah hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa adanya campur tangan dan intervensi pihak lain.33 Otonomi diartikan sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan
30
Siswanto Supenarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012, Cet. Keempat, h.65. 31
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Kewenangan DPRD dan Kepala Daerah, h.127. 32
Nomensen Sinamo, Hukum Pemerintahan Dearah, (Tangerang: PT. Pustaka Mandiri, 2010) Cet. Pertama, h.1. 33
Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010), Cet. Ketiga, h.31.
19
peraturan perundang-undangan. Otonomi juga adalah suatu perangkat di dalam negara kesatuan34 Otonomi dalam konteks hubungan hierarki dikaitkan dengan pembagian kekuasaan secara vertikal, diartikan sebagai penyerahan atau membiarkan setiap pemerintahan yang lebih rendah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tertentu secara penuh baik mengenai asas-asas maupun cara menjalankannya.35 Otonomi
daerah
adalah
perpaduan
langsung
dari
ide-ide
desentralisasi dengan ide-ide demokrasi. Otonomi daerah biasanya menggambarkan satu tipe desentralisasi yang relatif sempurna.36 Otonomi daerah, menurut pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah: Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peratutan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur
dan
mengurus
urusan
pemerintahan
dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan 34
HAW, Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perasa, 2002), Cet. Kedua, h.76. 35
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD 1945, (Jakarta: Kencana 2010) Cet. Pertama, h. 254. 36
Raisul Muttaqien, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara (Hans Kelsen), (Bandung: Nusa Media, 2009) Cet. Keempat, h.445.
20
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan otonomi daerah adalah mencapai efesiensi dan efektifitas dalam pelayanan kepada masyarakat.37 Konsep otonomi daerah pada hakikatnya merupakan bagian dari proses demokratisasi yang mengutamakan transparansi dan partisipasi aktif dari seluruh warga masyarakat. Tentu saja yang dimaksud dengan masyarakat disini selalu terdiri dari laki-laki dan perempuan.38 Pengertian dan makna otonomi daerah telah mengalami pergeseran mendasar sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974. Kemudian, Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah merupakan langkah strategis yang diharapkan akan mempercepat pertumbuhan dan pembangunan
daerah,
disamping
menciptakan
keseimbangan
pembangunan antar daerah di Indonesia.39 Pelaksanaan
otonomi
daerah
selain
berlandaskan
pada
acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih 37
Ibid., h.76.
38
Siti Musdah Mulia, Islam&Inspirasi Kesetaraan Gender, (Yogyakarta: Kibar Press, 2007) Cet. Kedua, h. 217. 39
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewargaan (civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2010) Cet. Kelima, h.155.
21
luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing. 4. Tujuan Pemberian Otonomi Daerah Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah.40 Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan hukum yaitu perundang-undangan.41 Dalam undang-undang yang mengatur mengenai otonomi daerah di Indonesia telah diatur segala hal mengenai sistem otonomi daerah di Indonesia yang untuk selanjutnya dapat dikembangkan oleh pemerintah daerah melalui penyusunan peraturan perundang-undangan (Peraturan Daerah) agar lebih aplikatif sesuai dengan kondisi obyektif daerah masing-masing. Pengertian otonomi daerah tersebut bisa saja mengalami 40
Ryaas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 26. 41
Ibid.,h. 27.
22
perubahan dan perkembangan sejalan dengan perubahan konsepsi otonomi daerah yang dilaksanakan di Indonesia.42 Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut:43 a. Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik. b. Pengembangan kehidupan demokrasi. c. Keadilan nasional. d. Pemerataan wilayah daerah. e. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI. f. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat. g. Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Tujuan adanya otonomi kepada daerah yaitu berfokus pada pembangunan dalam segi kehidupan dan penghidupan. Jadi, otonomi daerah lebih mendahulukan kewajiban daripada hak. Hal ini berarti bahwa daerah berkewajiban melancarkan jalannya pembangunan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa tanggung jawab sebagai sarana untuk mencapai cita-cita bangsa.44
42
Ibid., h. 28.
43
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 32. 44
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) Cet. Ketiga, h.9.
23
5. Dasar Hukum Otonomi Daerah Otonomi Daerah berpijak pada dasar perundang-undangan yang kuat, yakni:45 a. Undang Undang Dasar. Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pascaamandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang. 46 Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut
asas
otonomi
dan
tugas
pembantuan.”
Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-
45
Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung: Alumni, 1982),
46
Ibid., 23.
h. 23.
24
undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yangsama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.47 b. Ketetapan MPR-RI Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah: Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.48 c. Undang-Undang Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Namun, karena dianggap
tidak
sesuai
lagi
dengan
perkembangan
keadaan,
ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober
47
Ibid., h. 24.
48
Ibid., h. 25.
25
2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 49 Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal. C. Kedudukan DPRD Kabupaten/Kota DPRD merupakan lembaga legislatif yang berfungsi sebagai badan pembuat kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Sebagai wakil rakyat DPRD harus mampu memperhatikan asprirasi atau kepentingan masyarakat yang berwujud materiel seperti sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan berwujud spiritual seperti pendidikan, kebebasan, keadilan, keagamaan, dan sebagainya.50 Lembaga-lembaga seperti gubernur dan DPRD bukanlah lembaga masyarakat, tetapi merupakan lembaga negara. Bahkan, keberadaannya ditentukan dengan tegas dalm UUD 1945. Oleh karena itu, gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah termasuk ke dalam pengertian lembaga negara dalam arti yang luas. Namun, karena tempat kedudukannya
di
daerah,
dan
merupakan
bagian
dari
sistem
pemerintahan daerah, maka lembaga-lembaga negara seperti gubernur
49
Ibid., h.26.
50
Paimin Napitupulu, Menuju Pemerintahan Perwakilan, h. 26.
26
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah lebih tepat disebut sebagai lembaga daerah.51 Pemerintahan daerah provinsi mempunyai gubernur dan DPRD provinsi, pemerintahan daerah kabupaten mempunyai bupati dan DPRD kabupaten, dan pemerintahan daerah kota mempunyai walikota dan DPRD kota. Rumusan terakhir tentang kedudukan DPRD seperti terdapat dalam Pasal 40 UU Nomor 32 Tahun 2004 berbunyi: “DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyar Daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”. 52
51
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), Cet. Kedua, h. 236. 52
Ibid, h. 265.
27
1. Fungsi DPRD Kabupaten/Kota DPRD itu sendiri merupakan lembaga yang oleh undang-undang memiliki posisi strategis dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap pemerintahan kabupaten dan kota. Realitas pelaksanaan fungsi DPRD tersebut kadangkala tidak secara maksimal. Hal ini dikarenakan ketidakpahaman para legislator untuk menjabarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, bahkan yang lebih ekstrim, keberadaan fungsi pengawasan hanya dijadikan alat untuk menyoroti kesalahan eksekutif bukan pada peran untuk membantu eksekutif dalam menjalankan tugas pemerintahan.53 DPRD Kabupaten/Kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah Kabupaten/Kota yang mempunya tiga fungsi yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan.54 Bersama Gubernur/KDH untuk Dati I; bersama Bupati KDH atau Walikota/KDH untuk Dati II menyusun dan menetapkan Anggaran Daerah Bersama Gubernur/KDH untuk tingkat I; bersama Bupati KDH atau Walikota Madya/KDH untuk Dati II menyusun dan menetapkan Peraturan Daerah
53
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) Cet. Kedua, h 149. 54
Ibid., h.151.
28
Mengawasi jalannya pemerintahan di Daerah dan untuk itu diberi hak - hak: 1. Anggaran 2. Mengajukan pertanyaan 3. Meminta keterangan 4. Mengadakan perubahan 5. Mengajukan pernyataan pendapat 6. Prakarsa 7. Penyelidikan memperhatikan dan menampung aspirasi serta memajukan kehidupan
rakyat
dengan
berpegang
pada
perogram
pembangunan Nasional memilih calon untuk Gubernur/KDH tingkat Bupati/Walikota55 Perwujudan dari fungsi DPRD, seperti hak anggaran, hak mengajukan pertanyaan, hak meminta keterangan, hak prakarsa, hak penyelidikan menjadi modal besar dalam menghadapi kekuasaaan pemerintahan daerah. Dalam tatanan tersebut kekuasaan DPRD menjadi lemah dibandingkan kekuasaan pemerintahan daerah. Kekuasaan DPRD dan kekuasaan pemerintah daerah terjadi ketidak seimbangan antar kekuasaan.56
55
Ibid., h. 152.
56
Ibid., h. 153.
29
Sesuai ketentuan Pasal 40 Undang-Undang No .32 Tahun 2004, DPRD, baik tingkat Provinsi, Kabupaten ataupun kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD ditentukan memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pegawasan. Hak - hak DPRD secara umum adalah (a) hak interpelasi, (b) hak angket, dan (c) hak untuk menyatakan pendapat.57 Oleh karena itu dibutuhkan mekanisme check and balances antara kedua kekuasaan tersebut dan hanya bisa dihindari apabila terdapat pengawasan dan kontrol, dalam rangka terwujudnya pelaksanaan pemerintahan daerah yang bersih.58 Adapun fungsi dari DPRD sama dengan fungsi DPR-RI yang mencakup tiga hal, yaitu: “ fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.”59 Dalam penjelasan pasal 61 dan Pasal 77 UU Nomor 22 Tahun 2003. Dirumuskan bahwa: “ yang dimaksud dengan fungsi legislasi adalah legislasi daerah yang merupakan fungsi DPRD Provinsi untuk membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernur”. Adapun yang dimaksud dengan fungsi anggran adalah fungsi DPRD Provinsi bersama-sama dengan pemerintah daerah untuk
57
Ibid., h. 66.
58
Ibid., h.67.
59
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009, Pasal 292.
30
menyusun dan menetapkan APBD yang didalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD Provinsi. Penjelasan mengenai fungsi pengawasan ialah: “ yang dimaksud dengan fungsi pengawasan adalah fungsi DPRD Provinsi untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, peraturan daerah, dan keputusan gubernur serta kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah”.60 2. Tugas Dan Wewenang DPRD Dalam UU Nomor 22 Tahun 2003, DPRD Kabupaten/Kota hanya sekedar mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.61 Adapun tugas wewenang DPRD menurut Pasal 42, UU Nomor 32 Tahun 2004 antara lain adalah: a.
Membentuk peraturan daerah (Perda) yang dibahas dengan Gubernur untuk mendapatkan persetujuan bersama;
b.
Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah;
c.
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah, dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam
60
B.N. Marbun, DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006) Cet. Pertama, h. 159. 61
Ibid., 160.
31
melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah; d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/Kota; e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah; f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. Memberikan
persetujuan
terhadap
rencana
kerjasama
internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemeritahan daerah; i. Membentuk panitia pengawasan pemilihan kepala daerah; j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan dengan hak ketiga yang membebani masyarakat daerah.62
62
B.N. Marbun, DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya,(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006) Cet. I, h.160-161.
32
3. Dasar Hukum DPRD Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 mengatur tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD untuk menjadi lembaga perwakilan yang mampu mewujudkan nilai demokratis dan memperjuangkan suara rakyat. Dalam pasal 18 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dam Kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotanya dipilih melalui suara rakyat atau pemilihan umum.”63 Dasar hukum yang lebih mendalam mengenai DPRD terdapat pada Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah: “Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintahan daerah dan DPRD.” Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 DPRD adalah Perwakilan Rakyat Daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.64
63
Ibid., h. 159.
64
Jimly Asshidiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer,
2007), h.19
33
BAB III KEDUDUKAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN DI DPRD KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2009-2014 A. Profil DPRD Kota Tangerang Selatan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang lebih dikenal dengan sebutan Otonomi Daerah, telah menunjukkan sisi lain pengelolaan sebuah daerah. Dengan adanya Undang-Undang tersebut menunjukkan sisi lain dari pengelolaan yang lebih desentralistik dimana daerah yaitu kabupaten/kota dan propinsi dibeli kewenangan secara otonom untuk mengelola daerahnya dalam beberapa bidang pemerintahan.65 Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang terbentuk pada akhir tahun 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten. Pembentukan daerah otonom baru tersebut dilakukan dengan tujuan meningkatkan pelayanan dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan serta dapat memberikan kemapuan dalam pemanfaatan potensi daerah.66
65
Fitron Nur Ikhsan, Selayang Pandang Kota Tangerang Selatan - Kota Kami Rumah Kami, (Tangerang Selatan: Bagian Humas dan Protokol Pemkot Tangerang Selatan, 2012), Cet: Pertama, h.18. 66
Ibid., h. 37
34
Dalam peraturan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 Kota Tangerang Selatan terdiri atas 7 (tujuh) kecamatan yang dahulunya begian dari Kabupaten Tangerang kini menjadi daerah otonomi sendiri. Menurut Kabupaten Tangerang Dalam Rangka Tahun 2007/2008, luas wilayah kecamatan yang berada di Kota Tangerang Selatan (yang kemudian diambil sebagai luas33wilayah kota Tangerang Selatan) adalah sebesar 150,78 Km2 sedangkan menurut Kompilasi Data untuk Penyusunan RTRW Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 147,19 Km2 dengan rincian luas kecamatan masing-masing yang berbeda pula. Angka yang digunakan adalah 147,19 Km2 karena sesuai dengan UndangUndang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten.67 Kota Tangerang Selatan terletak di sebelah timur Propinsi Banten dengan batas wilayah: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pinang, Kecamatan Larangan, dan Kecamatan Ciledug Kota Tangerang; b. Sebelah timur dengan Kota Jakarta Selatab Provinsi DKI Jakarta; c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Depok dan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat;
67
Ibid., h. 38.
35
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisauk, Kecamatan Pagedangan,
dan
Kecamatan
Kelapa
Dua
Kabupaten
Tangerang.68 1. Sejarah Singkat Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Selatan adalah salah satu kota di Provinsi Banten, Indonesia. Kota ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008. Wilayah ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Rencana ini berawal dari keinginan warga di wilayah selatan untuk mensejahterakan masyarakat. Pada tahun 2000, beberapa tokoh dari kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut Cipasera sebagai wilayah otonom. Warga
merasa kurang diperhatikan Pemerintah Kabupaten
Tangerang sehingga banyak fasilitas terabaikan. Pada 27 Desember 2006, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang menyetujui terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Calon kota otonom ini terdiri atas tujuh kecamatan, yakni, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok Aren, Cisauk, dan Setu. Wilayah ini berpenduduk sekitar 966.037 jiwa.69 Pada masa penjajahan Belanda, wilayah ini masuk ke dalam Karesidenan Batavia dan mempertahankan karakteristik tiga etnis, yaitu Suku Sunda, Suku Betawi, dan Suku Tionghoa. Pada 22 Januari 2007, Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten 68
Ibid., h. 39.
69
“Wilayah Kota Tangerang Selatan”, artikel diakses pada tanggal 31 Desember 2014 dari http://dprd-tangselkota.go.id.
36
Tangerang menetapkan Kecamatan Ciputat sebagai pusat pemerintahan Tangerang Selatan. Dalam rapat yang dipimpin Ketua DPRD Endang Sujana, Ciputat dipilih secara aklamasi. Jumlah penduduk di wilayah ini lebih dari satu juta jiwa. Pamulang dihuni 236.000 jiwa, sedang Ciputat dihuni 260.187 jiwa. Dari dua kecamatan ini, jumlah penduduk 500.000 jiwa. Jika ditambah dengan penduduk Serpong, Pondok Aren, dan Cisauk akan berjumlah lebih dari satu juta jiwa. Sehingga, memenuhi syarat untuk suatu daerah otonom. Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Banten mulai membahas berkas usulan pembentukan Kota Tangerang mulai 23 Maret 2007. Pembahasan
dilakukan
setelah
berkas
usulan
dan
persyaratan
pembentukan kota diserahkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ke Dewan pada 22 Maret 2007.70 Pada 2007, Pemerintah Kabupaten Tangerang menyiapkan dana 20 miliar rupiah untuk proses awal berdirinya Kota Tangerang Selatan. Dana itu dianggarkan untuk biaya operasional kota baru selama satu tahun pertama dan merupakan modal awal dari daerah induk untuk wilayah hasil pemekaran. Selanjutnya, Pemerintah Kabupetan Tangerang akan menyediakan dana bergulir sampai kota hasil pemekaran mandiri.71
70
“ jumlah penduduk”, artikel diakses pada tanggal 31 Desember 2014 dari http://dprdtangselkota.go.id. 71
Fitron Nur Ikhsan, Selayang Pandang Kota Tangerang Selatan - Kota Kami Rumah Kami, (Tangerang Selatan: Bagian Humas dan Protokol Pemkot Tangerang Selatan, 2012), Cet: Pertama, h.5.
37
2. Visi Misi DPRD Kota Tangerang Selatan Visi DPRD Kota Tangerang Selatan adalah menjadikan dewan perwakilan rakyat sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah yang terpercaya, kreatif dan produktif. Selain visi DPRD Kota Tangerang Selatan juga mempunyai misi untuk kepentingan masyarakat yaitu: a) Menyelenggarakan fungsi legislatif secara proaktif untuk kepentingan masyarakat, b) Menyelenggarakan fungsi anggaran dengan berorientasi pada pengalokasian anggaran daerah untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, c) Menyelenggarakan fungsi pengawasan secara bertanggung jawab, d) Meningkatkan kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam menjalankan tugas, fungsi, wewenang, dan kewajiban lembaga dan anggota DPRD.72
72
Ibid., h.39.
38
3. Komposisi Keanggotaan DPRD dan program kerja periode 2009-2014 Jumlah keseluruhan anggota legislatif di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014 sebanyak 48 anggota. 40 anggota lelaki dan 8 wanita. Anggota parlemen itu yang terdiri dari partai Golkar adalah Bapak. Abdul Kohar, Abdul Rahim Hr, Aminudin, Hadidin H, Syihabuddin Hasyim h, Mustapa Abdurrahman, dan Sukarya. H. Semua anggota parlemen yang berada di partai Golkar adalah tujuh orang. 73 Partai PBB terdiri dari satu orang anggota yaitu Bapak. Abdul Qodir. Dari Partai PPP terdiri dari dua orang yaitu Bapak. Achmad Fauzi dan Ahmad Ghozali. Dari banyak partai yang berada DPRD Kota Tangsel Partai Demokrat lah yang terbanyak. Anggotanya terdiri dari Bapak. Andi Sucipto, Aditya W, Ibu Agnes Hanarsih Haroen, Bapak. Bambang P Rachmadi, Edwad Hasibuan, Gacho Sunarso, Heri Somantri, Hery Sumardi, M. Rizky Jonis, Rommy Adhie Santoso, Ibu Sri Noor Lenawati, Bapak. Sugeng Santoso, Surya Adhiyaksa, dan Tb. Irvannul Hakim. Semua anggota parlemen dari Partai Demokrat terdiri dari 14 orang (empat belas).74 Dari Partai PDIP terdapat Bapak. Akhmaludin Nugraha, Tb Bayu Murdani, Toha, Bambang Triyadi dan Iwan Rahayu. Partai PDIP mempunyai anggota legislatif lima orang. Partai PAN terdiri dari Bapak.
73
“anggota DPRD Periode 2009-2014”, artikel diakses pada tanggal 3 Januari 2015 dari http://tangerangselatankota.go.id/ver3/ 74
Ibid.,
39
Al Mansur, Tb. Rachmatullah, dan Ibu Nani Suparni. Semuanya beranggotakan tiga orang untuk mewakili duduk di DPRD Kota Tangerang Selatan. Partai Hanura Terdiri dari Bapak. Amar dan Moh. Saleh Asnawi. Partai PKS terdiri dari Ibu Andi Cut Muthia, Siti Chodijah, Yulhida Zahar, Bapak. Ruhamaben, Sudarso, Arif Wahyudi dan Muhammad Salbini. Banyak anggota legislatif perempuan di Partai PKS ini yaitu terdiri dari tiga orang dan dua lelaki. Ibu Nurhayati Yusup dan Bpk. Nur Kholiq dari Partai PKB. Partai PDS terdiri dari dua orang saja yaitu Ibu Linawati Rompis dan Bapak. Matheas Tahir. Dari Partai PKPI terdapat satu anggota yaitu Bapak. Mohamad Robert Usman. Partai PPDI terdiri dari satu anggota yaitu Bapak. Suryadi Hendarman. Bapak Zaid Elhabib dari anggota Partai Gerindra.75 Dapat disimpulkan dari semua partai yang masuk ke dalam DPRD Kota Tangerang Selatan bahwa Partai Golkar terdiri dari 7 orang, Partai PBB 1 orang, Partai PPP 2 orang, Partai Demokrat terdiri dari 14 orang, Partai PDIP 5 orang, Partai PAN terdiri dari 3 orang, Partai Hanura terdiri dari 2 orang, Partai PKS terdiri dari 5 orang, Partai PKB terdiri dari 2 orang, Partai PDS terdiri dari 2 orang, Partai PKPI, PPDI, Gerindra masing-masing terdiri
75
Ibid.,
dari
1
orang.
Semua
anggota
tentunya
40
menjalankan tugas mereka selama lima tahun sesuai program kerja yang ditentukan. Program kerja dibuat berdasarkan strategis permasalahan
utama
Kota
Tangerang
Selatan,
yang menjadi ditetapkanlah
beberapaprioritas yang menjadi program kerja para legislator selama menjabat di periode 2009-2014 sebagai berikut:76 Program Kerja 1: Peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah Sasaran dari program kerja tersebut adalah: a) Tersusunnya regulasi terkait penyelenggaraan pemerintahan b) Meningkatnya kapasitas aparatur c) Meningkatnya
ketersediaan
prasarana
dan
sarana
penyelenggaraan pemerintahan d) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penyusunan kebijakan publik e) Meningkatnya kualitas pelayanan informasi publik terhadap kebijakan pembangunan daerah Program Kerja 2: Peningkatan ketersediaan dan kualitas infrastruktur dasar Sasaran dari program kerja tersebut adalah:
76
Fitron Nur Ikhsan, Selayang Pandang Kota Tangerang Selatan - Kota Kami Rumah Kami, (Tangerang Selatan: Bagian Humas dan Protokol Pemkot Tangerang Selatan, 2012), Cet: Pertama, h.95.
41
a) Meningkatnya aksesibilitas orang, barang dan jasa dengan peningkatan ketersediaan dan kualitas prasarana dan sarana dasar wilayah jalan melalui pembangunan dan pemeliharaan jalan dan jembatan b) Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan utilitas c) Tertanganinya masalah bencana alam d) Menurunnya tingkat kemacetan lalu lintas e) Meningkatnya penyelenggaraan tata ruang daerah dengan keserasian pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup f) Berkurangnya intensitas pencemaran air dan udara Program Kerja 3: Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan Sasaran dari program kerja tersebut adalah: a) Meningkatnya kualitas dan layanan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah b) Meningkatnya mutu pendidik dan tenaga kerja kependidikan c) Meningkat
dan
berkembangnya
budaya
baca
di
kalanganmasyarakat d) Meningkatnya Pengetahuan,
peran
dan
Kemampuan
Kewirausahaan Sumber
Daya
Kepemudaan, Pemuda
serta
Pengembangan Sarana-Prasarana Olah Raga 77 Program Kerja 4: Peningkatan Akses Dan Kualitas Pelayanan Kesehatan
77
Ibid., h. 96.
42
Sasaran dari program kerja tersebut adalah: a) Meningkatnya
aksesibilitas
masyarakat
terhadap
layanan
kesehatan b) Meningkatnya pengembangan kesehatan berbasis masyarakat melalui promosi dan upaya kesehatan berbasis masyarakat c) Meningkatnya perilaku hidup bersih dan sehat d) Meningkatnya pelayanan Kesehatan Ibu Anak (KIA) dan terkendalinya laju pertumbuhan penduduk Program Kerja 5: Peningkatan akses Masyarakat Miskin Kepada Pelayanan Dasar Sasaran dari program kerja tersebut adalah: a) Meningkatnya akses pendidikan penduduk miskin terhadap pelayanan pendidikan b) Meningkatkan akses penduduk miskin dalam pelayanan kesehatan yang berkualitas c) Meningkatnya
aksesibilitas
dan
mutu
layanan
terhadap
masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial d) Meningkatnya keberdayaan masyarakat miskin dalam proses pembangunan dan pemanfaatan hasil pembangunan78 Program Kerja 6:Pengembangan program pembangunan berbasis masyarakat Sasaran dari program kerja tersebut adalah:
78
Ibid., h. 97.
43
a) Meningkatnya keberdayaan masyarakat miskin dan PNPM Perdesaan
melalui
fasilitas
dari
pengembangan
PNPM
Perdesaan b) Meningkatnya penanggulangan kemiskinan perkotaan melalui fasilitas dan pengembangan PNPM Perkotaan Program Kerja 7: Peningkatan kompetensi tenaga kerja dan peningkatan akses terhadap lapangan kerja Sasaran dari prioritas tersebut adalah: a) Meningkatnya penciptaan lapangan kerja b) Meningkatnya kompetensi tenaga kerja c) Meningkatnya akses informasi lapangan kerja Program Kerja 8: Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Sasaran dari prioritas tersebut adalah: a) Meningkatnya akses UKM terhadap sumber daya produktif b) Meningkatnya
kompetensi
pelaku
UKM
dan
kualitas
kelembagaan UKM79 Progrram Kerja 9: Ketahanan Pangan dan Pengembangan Pertanian Sasaran dari prioritas tersebut adalah: a) Meningkatnya
ketersediaan,
kemudahan pangan
79
Ibid., h. 98.
keterjangkauan
harga
dan
44
b) Meningkatya pengolahan dan pemasaran hasil pertanian holtikultura, perikanan dan peternakan c) Meningkatnya
cakupan
pelayanan
kesehatan
masyarakat
veteriner (kesmavet) Program
Kerja
10:
Pemberdayaan
Perempuan
dan
Perlindungan Anak Sasaran dari prioritas tersebut adalah: a) Meningkatnya akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi b) Meningkatnya kapasitas kelembagaan dalam pemberdayaan dan upaya pengarusutamaan gender c) Meningkatnya kualitas hibah perempuan dan pemenugan hak anak d) Meningkatnya Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan terkendalinya Laju Pertumbuhan Penduduk.80 B. Hak dan Kewajiban Legislator Perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan Hak untuk ikut serta berpartisipasi dalam politik adalah bagian dari Hak Asasi Manusia, dan ini sudah pasti hak perempuan juga. Demokrasi tidak mungkin dapat dibangun tanpa keikutsertaan perempuan. Legitimasi
80
Ibid., h. 99.
dari
suatu
kebijakan
yang
demokratis
harus
pula
45
memperhitungkan kepentingan pemilih yang terdiri dari perempuan dan laki-laki. 81 Pengertian Hak Politik itu sendiri adalah hak yang ditetapkan dan diakui oleh Undang-Undang Dasar atau Konstitusi Negara berdasarkan keanggotaan seseorang sebagai warga negara. Hak-hak politik tersebut, antara lain mencakup: 1) hak untuk mengungkapkan pendapat dalam pemilihan umum dan referendum; 2) hak untuk mencalonkan diri sebagai anggota lembaga perwakilan rakyat; 3) hak pencalonan menjadi presiden dan hal - hal lain yang berkaitan dengan politik.82 Dalam Pasal 43 UU No. 32 Tahun 2004 disebut bahwa: DPRD mempunyai hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat.83 Pelaksanaan angket tersebut dilakukan setelah diajukan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPRD yang dihadiri sekurang kurangnya ¾ dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang - kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir. Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah -daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang
81
Ani Widyani Soetjipto, Politik Perempuan Bukan Gerhana, (Jakarta: Kompas, 2005),
h. 135. 82
Siti Musdah Mulia, Menuju Kemandirian Politik perempuan (Upaya Mengakhiri Depolitisasi Perempuan Di Indonesia), (Yogyakarta: Kibar Press, 2008), h. 181-183. 83
Ibid., h.161.
46
tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.84 Anggota DPRD itu sendiri mempunyai hak untuk mengajukan rancangan perda, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, protokoler dan keuangan administratif.85 Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 44 disebutkan bahwa hak anggota DPRD adalah: a. Mengajukan rancangan peraturan daerah; b. Mengajukan pertanyaan; c. Menyampaikan usul dan pendapat; d. Memilih dan dipilih; e. Membela diri; f. Imunitas; g. Prokoler; dan h. Keuangan dan administratif. Sepintas terlihat bahwa hak anggota DPRD ini cukup luas dan menarik. Tetapi dalam praktek sulit merealisasinya, contoh: mengajukan rancangan Perda. Apa mungkin seorang anggota DPRD menyusun rancangan Perda?
84
85
h.136
Ibid., h.184. C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia,
47
Ternyata sebagian besar hak anggota DPRD ini dahulunya dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 adalah hak DPRD bukan hak anggota.86 DPRD Kabupaten/Kota yang terdiri atas para politisi lokal yang hanya dipersyaratkan minimum lulusan SLTA, dan hanya bekerja untuk masa kerja lima tahunan, tentu tidak dapat diandalkan untuk mempersiapkan bahan rancangan dan data pendukung dalam proses pembentukan peraturan daerah itu melebihi kemampuan yang dapat dilakukan oleh aparat pemerintah.87 Kemudian hak DPRD kabupaten/kota diatur dalam pasal 349 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2009 DPRD Kabupaten/Kota yakni Interpelasi, Angket dan Menyatakan Pendapat. Pasal 350 UU No. 27 Tahun 2009 menyatakan
anggota
DPRD
Kabupaten/Kota
mempunyai
hak,
mengajukan rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota, mengajukan pertanyaan, menyampaikan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, mengikuti orientasi dan pendalaman tugas, prokoler serta keuangan dan administratif.88 Oleh karena itu, peran yang perlu diperkuat dari DPRD adalah fungsinya sebagai pengontrol atau pengendali proses pembentukan peraturan itu daripada mengutamakan peran sebagai insiator. Bahwa hak
86
B.N. Marbun, DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006) Cet. I, h.162. 87
Wahidin Halim, Ziarah Budaya Kota Tangerang menuju Masyarakat berperadaban Akhlakul Karimah, (Jakarta: Auracitra 2011) Cet.2, h.86. 88
Ibid, h.256.
48
untuk mengambil inisiatif mengajukan rancangan tetap ada di tangan DPRD dan para anggota DPRD haruslah diakui.89 Anggota DPRD Kabupaten/Kota selain mempunyai hak yang harus dilaksanakan mereka juga mempunyai kewajiban yang perlu ditaati dan dilaksanakan sebagai anggota legislatif. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 mengaturnya dalam pasal 45 bahwa anggota DPRD mempunyai kewajiban sebagai berikut: a. Mengamalkan Pancasila melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan; b. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; c. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. Memperjuangkan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; e. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; f. Mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; g. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politisi kepada pemilih dan daerah pemilihannya; 89
Ibid, h.257.
49
h.
Menaaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik dan Sumpah/Janji anggota DPRD
i.
Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.90
Secara garis besar hak dan kewajiban anggota legislatif perempuan sama saja dengan anggota legislatif laki-laki karena posisi mereka pun sama di DPRD Kota Tangerang Selatan. C. Profil Legislator Perempuan di DPRD Tangerang Selatan Periode 2009-2014 Dalam periode 2009-2014 terdapat 8 legislator perempuan dari 48 seluruh anggota legislatif di DPRD Kota Tangerang Selatan. Memang tergolong masih sangat minim jumlah mereka tetapi sangat berperan dalam pembangunan
dan kesejahteraan Kota Tagerang Selatan pada
Periode itu. Dibawah ini terdapat profil singkat anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan: Yang pertama, ibu Agnes Hanarsih Haroen. Lahir di Jakarta, 25 Agustus 1982. Berkeyakinan Islam. Rumah yang beliau tempati sekarang di Pamulang Permai II Blok D 43/9 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan. Beliau menjabat sebagai wakil ketua yang merangkap sebagai anggota Fraksi Demokrat pada masa jabatannya sebagai
90
B.N. Marbun, DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006) Cet. Pertama, h.163.
50
legislator di DPRD Kota Tangerang Selatan. Daerah pemilihan pada masa pemilu 2009 yaitu di Tangerang Selatan 1.91 Yang kedua, Ibu Hj. Sri Noor Lenawati. Beliau memeluk agama Islam. Lahir di Banjarmasin, 10 November 1953. Sudah menikah dan mempunyai keluarga yang tinggal di Jl. Sirsak 3 Blok K5 No.14 Pamulang Estate Pamulang Timur Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan. Daerah pemilihan beliau pada saat pemilu 2009 di Tangerang Selatan 2. Ketika menjabat sebagai legislator beliau menjadi anggota Fraksi Demokrat.92 Anggota legislatif yang ketiga, yaitu Ibu Siti Chodijah. Beliau lahir di Bandung, 16 September 1971. Kesibukan Ibu di luar ranah politik memang sudah aktif di kegiatan sosial seperti Ketua yayasan Ibu Bahagia dan sebelum ibu menjabat sebagai anggota dewan beliau juga menjadi Ketua Forum Peduli Lingkungan di daerah tempat tinggalnya yaitu Pondok Aren. Setelah menjadi dewan Ibu menjadi pelindung atau pendukung kegiatan-kegiatan sosial yang dulu dilakukannya. Selain sibuk dalam kegiatan sosialnya ibu juga aktif dalam Majelis Ta’lim sebagai penceramah.Rumah yang beliau tempati sekarang di Perum Bintaro Blok A No 9 Rt 06/02 Jurang Mangu Timur Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan. Beliau menjabat sebagai wakil Ketua Komisi
91
Andi Suandi, Jejak Perupa Tangerang Selatan,(Tangerang Selatan: Bagian Humas dan Protokol Pemkot Tangerang Selatan, 2014), Cet: Pertama, h.88. 92
Ibid., h.89.
51
pada dua tahun pertama dan Ketua Komisi di dua tahun kedua karna saya hanya menjabat 4 tahun setengah pada Fraksi PKS.93 Anggota legislatif perempuan yang keempat adalah Yulhilda Zahar, S.Sos. Medan, 18 Juli 1968 merupakan tempat dan tanggal lahir beliau. Islam merupakan agama yang beliau anut sejak kecil. Beliau bertempat tinggal di Jl. Benda Barat 9 D16/II Pamulang Permai I Pondok Benda, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Daerah tempat pemilihan suara Ibu Yulhilda di Tangerang Selatan 2. Beliau menjabat sebagai anggota Fraksi PKS.94 Anggota legislatif yang kelima adalah Ibu Hj. Nani Suparni SE. Beliau lahir di Tangerang 26 November 1972. Ibu Nani menjabat sebagai anggota Fraksi Partai PAN. Tempat tinggal beliau saat ini adalah Jl. Nangka Rt. 02/01 No. 2 Kelurahan Pakulonan Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan. Anggota legislatif perempuan yang keenam adalah Andi Cut Muthia Ahmad Muis, A.Md. beliau lahir di Ujung Pandang, 18 Januari 1971. Beliau bertempat tinggal di Jl. Nusa Indah Kav. 1867 Perum Bukit Nusa Indah Kel. Sarua Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Pada saat menjabat sebagai anggota sering menemui masyarakat sekitar dengan cara ikut pengajian, acara pemuda-pemudi yang dibuat, acara keputrian, acara yang dibuat oleh partai, dan sebagai narasumber di 93
Wawancara pribadi dengan Siti Chodijah, anggota legislatif perempuan periode 20092014 dan 2014-2019, pada tanggal 12 September 2014. 94
“anggota legislatif perempuan di DPRD Periode 2009-2014”, artikel diakses pada tanggal 3 Januari 2015 dari http://tangerangselatankota.go.id/ver3/
52
perkumpulan pemuda dan di SMA, sebelum menjadi dewan pernah menjadi mantan ketua bidang perempuan partai PKS Kecamatan Ciputat.95 Ketujuh Ibu Nurhayati Yusup. Beliau menjabat sebagai sekretariat DPRD dan merangkap sebagai anggota Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Beliau lahir di Tangerang, 22 Agustus 1976. Alamat rumah beliau di Kp. Perigi Rt. 015/04 Lengkong Wetan, Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan.96 Anggota Legislatif terakhir yang kedelapan, adalah ibu Julia Miharja. Beliau mempunyai kedua orang tua yang berkedudukan di tangerang karena beliau dilahirkan di Tangerang, 27 Juli 1966. Beliau satu-satunya anggota legislatif perempuan yang beragama Kristen. Alamat rumah beliau di Jl. Danau Batur No 36, Taman Beverly.Rt 01/08 Ds. Bencongan Indah, Lippo Karawaci, Kec. Kelapa Dua, Kab. Tangerang. Ibu Julia merupakan anggota dari Fraksi Partai Damai Sejahtera97
95
Wawancara pribadi dengan Andi Cut, anggota legislatif perempuan periode 2009-2014, pada tanggal 20 September 2014 96
Andi Suandi, Jejak Perupa Tangerang Selatan,(Tangerang Selatan: Bagian Humas dan Protokol Pemkot Tangerang Selatan, 2014), Cet: Pertama, h.90. 97
Ibid., h.91.
53
BAB IV KINERJA LEGISLATOR PEREMPUAN DI DPRD KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2009-2014 A. Kontribusi Legislasi Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014 DPRD Kota Tangerang Selatan mempunyai 4 Komisi. Komisi I adalah bidang Pemerintahan, Komisi II bidang Perekonomian dan Kesejahteraan, Komisi III bidang keuangan yang di dalamnya dapat menggali penghasilan daerah, pajak daerah dan Komisi IV di bidang Pembangunan.98 Anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan tergolong sangat sedikit, namun dalam periode 2009-2014 banyak kontribusi yang dilakukan oleh para legislator perempuan di Tangerang Selatan. DPRD tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota menghasilkan sejumlah Peraturan Daerah (perda) yang berpihak terhadap perempuan dan anak, sebagai akibat dari adanya intervensi organisasi-organisasi perempuan dalam program legislasi daerah (Prolegda). Perda tersebut adalah: 1. Legislasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan 98
Wawancara pribadi dengan Andi Cut. Jakarta, 02 Oktober 2014.
53
54
Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Dengan lingkungan-lingkungan yang baik dan menyenangkan bagi anak untuk tumbuh dan berkembang menjadi suatu kawasan atau kota layak untuk tempat tinggal anak atau sekarang dikenal dengan Kota Layak Anak.99 Selain Kota Layak Anak yang merupakan upaya pemerintahan untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak ada pula yang sampai sekarang masih berlaku. Peraturan Daerah itu juga mengatur mengenai perlindungan perempuan terhadap kekerasan rumah tangga, diskriminasi di dunia pekerjaan, pelecehan di tempat umum.100 Sebelum lahirnya perda ini banyak kasus yang diadukan ke kepolisian terkait koban kekerasan. Dari sinilah pemikiran para anggota legislatif untuk membantu korban dengan cara membuat peraturan daerah. Dalam membuat perda ini para legislator tidak banyak mendapatkan kesulitan karena dalam Kota Tangerang Selatan korban kekerasan perempuan dan anak menjadi program kerja dan prioritas yang harus dilaksanakan secepatnya.Setelah perda ini dibuat jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak mulai menurun. Ini dikarenakan para legislator 99
Fitron Nur Ikhsan, Selayang Pandang Kota Tangerang Selatan - Kota Kami Rumah Kami, (Tangerang Selatan: Bagian Humas dan Protokol Pemkot Tangerang Selatan, 2012), Cet: Pertama, h.153. 100
“Peraturan Daerah” artikel ini diakses pada tanggal 5 januari 2015 dari http://hukum.tangerangselatankota.go.id/detailPUU?id=5288
55
perempuan ikut berperan membantu dengan cara sering mengadakan pertemuan yang didalamnya membahas mengenai kekerasan. Perda ini masih berlaku di Kota Tangerang Selatan.Dengan adanya perda ini perempuan dapat dilindungi melalui jalur hukum.101 2. Legislasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Sistem Kesehatan Dalam perda ini jika masyarakat baik perempuan, lelaki, atau anak dapat pelayanan kesehatan melalui Upaya Kesehatan Mayarakat atau disingkat UKM.102 Yang di dalam UKM ini terdapat urusan kesehatan secara umum yang diarahkan pada upaya pemerataan akses masyarakat kurang mampu pada layanan kesehatan, peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan kesehatan, dan peningkatan pelayanan kesehatan.103 Pada pasal 11 dijelaskan apa saja yang dilakukan oleh UKM. Memang masalah
kesehatan
khususnya
untuk
para
masyarakat
yang
berpenghasilan rendah sangatlah tragis. Mereka tidak dapat berobat dikarenakan biaya
yang besar. Banyak masyarakat miskin yang
penanganannya di rumah sakit khusunya Tangerang Selatan yang ditelantarkan karena tidak mempunyai biaya. Para legislator pun membuat perda ini untuk mempermudah masyarakat dalam menerima 101
Wawancara pribadi dengan Siti Chodijah, anggota legislatif perempuan periode 20092014 dan 2014-2019, pada tanggal 12 September 2014. 102
“Peraturan Daerah” artikel ini diakses pada tanggal 5 januari 2015 dari http://hukum.tangerangselatankota.go.id/detailPUU?id=5288 103
Ariefuzzaman, Very Muchis, “ Menyemai Beni Menuai Hasil Pembangunan, Upaya Nyata Mewujudkan Banten Sejahtera, (Tangerang Selatan: Banten Bersatu Press, 2011), Cet. Pertama, h. 100.
56
penanganan kesehatan secara cepat. Tanggal penetapan perda ini pada 28 Januari 2013 yang sampai sekarang perda ini masih berlaku. Dengan adanya perda ini sistem rumah sakit khusunya Tangerang Selatan diharuskan menangani pasien secara cepat tanpa memandang ekonomi. Para legislator pun mempunyai jadwal sidak ke rumah sakit untuk melihat sejauh mana perkembangan perda ini. Diharapkan mengenai sistem kesehatan di Kota Tangerang Selatan tidak dipersulit karena sudah ada peraturan daerah yang mengatur.104 3. Legislasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan
Perizinan
dan
Pendaftaran
Usaha
Perindustrian Banyak kasus yang ditangani kepolisian Kota Tangerang Selatan dalam kasus penjualan minuman keras. Ini dikarenakan sebelum lahirnya perda ini banyak perusahaan dan industri-industri yang memproduksi dan menjual minuman keras secara sembarangan. Ini sangat berbahaya jika anak kecil dengan mudah membeli minuman keras tanpa adanya peraturan yang dibuat. Untuk itu para legislator membuat perda ini untuk menciptakan lingkungan yang aman terhadap para penjual minuman keras serta melindungi pembeli yang dibawah umur. Pada pasal 10 Perda Nomor 4 Tahun 2014 terdapat beberapa perusahaan industri yang secara tegas dilarang berindustri termasuk melarang keras berindustri minuman beralkohol. Ketika membuat perda ini para legislator khusunya 104
Wawancara pribadi dengan Andi Cut, anggota legislatif perempuan periode 20092014, pada tanggal 20 September 2014.
57
perempuan sangat mendukung. Sebab, mereka banyak mendapat keluhan dari para ibu-ibu yang mengadukan bahwa anak mereka dapat dengan mudah membeli minuman keras. Ini sangat berbahaya terlebih anak adalah masa depan bangsa ini. Setelah adanya perda ini memang industri minuman keras menurun, tetapi banyak para penjual yang masih dengan sengaja menjual minuman keras secara diam-diam untuk mengambil untung besar. Inilah tugas para legislator yang masih belum memuaskan. Perlu tindakan yang lebih tegas untuk para penjual yang masih secara diam-diam melakukan penjualan minuman keras105 4. Legislasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaran Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Di Kota Tangerang Selatan sangat banyak masyarakat yang hidupnya masih dibawah tingkat kesejahteraan. Para legislator banyak melakukan kunjungan kerumah para warga atau mengadakan pertemuanpertemuan khusus untuk mendengarkan keluhan masyarakat yang kesejahteraannya belum terjamin. Dalam hal ini legislator perempuan mengajukan perda ini karena dalam masalah kesejahteraan perempuan dan anaklah yang banyak menjadi korban. Inilah yang diupayakan para legislator perempuan dalam melindungi kaum perempuan. Dalam mengajukan perda tentunya para legislator perempuan ataupun laki-laki mendapat dukungan dari fraksi yang mereka naungi. Setelah perda ini 105
Wawancara pribadi dengan Siti Chodijah, anggota legislatif perempuan periode 20092014 dan 2014-2019, pada tanggal 12 September 2014.
58
disahkan para legislator khususnya perempuan bekerja sama dengan para pekerja sosial profesional sering kali mengadakan rehabilitasi sosial terhadap perempuan korban pelecehan sexsual. Mereka memberika motivasi dan memecahkan masalah mereka secara pribadi. Selain itu rehabilitasi sosial dapat dilakukan dalam bentuk perawatan dan pengasuhan, pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan, bimbingan mental spiritual, bimbingan fisik, bimbingan sosial dan konseling psikososial, pelayanan aksesibilitas, bantuan dan asistensi sosial, bimbingan resosialisasi, bimbingan lanjut, dan/atau rujukan. Itulah cara para legislator perempuan dan laki-laki dalam melindungi kesejahteraan.106 5. Legislasi Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Ketenagakerjaan Mengenai ketenagakerjaan yang didalamnya banyak para laki-laki dibanding perempuan merupakan kejadian sosial yang sangat lumrah di kalangan masyarakat kini. Terlebih sekarang banyak perempuan yang sebagai tulang punggung keluarga. Tetapi para pekerja perempuan tidak ada lindungan hukum pada saat perda ini belum dibuat.Sebagai contoh, ada karyawan perempuan yang bekerja disuatu perusahaan yang didalamnya tidak diperbolehkan memakia jilbab. Akhirnya para legislator membuat perda ini bertujuan untuk melindungi para pekerja.Ibu Siti Chodijah (anggota legislatif perempuan periode 2009106
Pasal 8 Perda Nomor 6 Tahun 2013
59
2014) memberikan satu pasal yang menguatkan perempuan dalam bekerja di suatu tempat tapi dilarang untuk berhijab. Jika perempuan itu berhijab maka ia dikeluarkan dari tempat pekerjaannya. Sedangkan pada Pasal 10 Perda Nomor 3 Tahun 2011 yang berisi pemutusan hubungan kerja tidak ada larangan dalam berhijab. Sebagai perempuan yang memakai hijab Ibu Siti Chodijah berkewajiban untuk membantu dan menegakkan hak asasi perempuan dalam hal ini memakai hijab. Ibu Siti Chodijah berkata kontribusi yang dilakukan oleh anggota legislatif semua berdasarkan dari fraksi masing-masing. Dalam hal legislasi beliau sesuai dengan fraksi yang dinaungi yaitu Budgeting, Legislasi, Controling dan banyak terlibat dalam hal yang dibutuhkan oleh masyarakat seperti ketenagakerjaan. Banyak pula Perda yang dibuat terutama untuk perempuan dan anak korban kekerasan.107 Setelah beliau menjadi wakil rakyat kontribusi yang dilakukan secara umum adalah menjadi pelindung atau pendukung kegiatankegiatan sosial yang dulu dilakukannya. Di luar ranah politik Ibu Siti Chodijah memang sudah aktif di kegiatan sosial seperti Ketua yayasan Ibu Bahagia dan sebelum beliau menjabat sebagai anggota dewan beliau pun pernah menjadi Ketua Forum Peduli Lingkungan di daerah tempat tinggalnya yaitu Pondok Aren dan dalam kegiatan sosialnya ibu juga aktif dalam Majelis Ta’lim sebagai penceramah.108 107
Wawancara pribadi dengan Siti Chodijah, anggota legislatif perempuan periode 20092014 dan 2014-2019, pada tanggal 12 September 2014. 108
Ibid.,
60
Selain ibu Siti Chodijah, ada pula ibu Andi Cut dari Partai yang sama yaitu PKS Periode 2009-2014. Kontribusi beliau ketika menjabat sebagai anggota legislatif selama lima tahun lebih banyak di bidang perempuan sesuai dengan jabatannya. Ibu Andi Cut bersama anggota legislatif perempuan lainnya termasuk Ibu Siti Chodijah pernah membuat Peraturan Daerah ketenagakerjaan yang di dalamnya perempuan muslimah diperbolehkan memakai jilbab disaat bekerja dan diizinkan untuk beribadah sesuai keyakinannya. Semua Anggota Legislatif perempuan lah yang banyak berkontribusi bukan hanya satu atau dua pihak saja tapi semua anggota khusunya perempuan mempunyai visi misi untuk mengeluarkan dan mengapresiasikan suara perempuan.109 Sebagai anggota legislatif perempuan tentunya bidang perempuan dan anak lah yang banyak mereka pikirkan. Terlebih, di Kota Tangerang Selatan masalah perempuan dan anak sangat banyak sebagai contoh masalah kesehatan, pendidikan, dan masalah kesejahteraan masyarakat yang peraturan daerahnya atau hukum yang melindungi masalah tersebut belum dapat dibuat. Banyak prioritas yang sampai sekarang masih di perjuangkan oleh para legislator perempuan, yaitu:110
109
Wawancara pribadi dengan Andi Cut, anggota legislatif perempuan periode 20092014, pada tanggal 20 September 2014. 110
Fitron Nur Ikhsan, Selayang Pandang Kota Tangerang Selatan - Kota Kami Rumah Kami, (Tangerang Selatan: Bagian Humas dan Protokol Pemkot Tangerang Selatan, 2012), Cet: Pertama, h.97-98.
61
1. Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan 2. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan 3. Peningkatan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar 4. Peningkatan kompetensi tenaga kerja dan peningkatan akses terhadap lapangan kerja 5. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Selain membuat kebijakan mengenai perempuan dan anak, banyak hal
yang
dilakukan
oleh
legislator
perempuan
tersebut.
Jika
membicarakan kemiskinan, kalangan yang yang paling miskin adalah perempaun; bicara mengenai keterbelakangan bidang pendidikan, maka yang paling terbelakang adalah kaum perempuan; dan bicara mengenai politik kelompok yang masih lemah partisipasinya adalah perempuan.111 B. Eksistensi
Anggota
Legislatif
Perempuan
dalam
Meningkatkan Kredibilitas di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014 Partisipasi perempuan di dunia politik Indonesia masih sangat rendah. Ini bisa dilihat
dengan tingkat keterwakilan perempuan di
parlemen, lembaga-lembaga tinggi negara, pemerintah, partai politik dan juga di organisasi-organisasi publik lainnya yang masih minim. Jumlah perempuan yang rendah di parlemen disebabkan oleh: 1. Kebijakan-kebijakan
negara
yang
cenderung
tidak
mengakomodir kebutuhan dan kepentingan perempuan. Masalah
111
Ibid., h.147.
62
ini memang bukan hanya dialami oleh Indonesia, tapi merupakan masalah global yang dialami oleh seluruh negara di dunia. Sebagian besar negara di dunia berada pada tingkat keterwakilan perempuan yang rendah di Parlemen, bahkan di negara-negara Arab, perempuan baru memperoleh hak pilih sepuluh tahun belakangan. Hal ini disebabkan karena tidak ada kesetaraan gender dan representasi politik di negara mana pun, termasuk negara maju. 112 2. Hampir semua masyarakat di dunia masih ditandai sikap yang menganggap bahwa perempuan lebih rendah kedudukannya dan nilainya dibanding laki-laki. Hal ini menyebabkan bahwa perempuan pada umumnya kurang atau sama sekali tidak berperan dalam proses pengambilan keputusan dalam keluarga maupun dalam masyarakat.113 3. Kurangnya kepekaan pemerintah terhadap persoalan gender, apabila perempuan tidak ikut serta menentukan kebijakan yang mengatur kebutuhan yang harus dipenuhi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraannya, sangat mungkin kebutuhan
112
Achie Sudiarti Luhulima, Bahan Ajar tentang Hak Perempuan: UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, Cet. Pertama) h. 40-41. 113
Ibid.,h.42.
63
perempuan akan ditempatkan pada skala prioritas yang rendah. 114
4. Selain itu partai-partai yang berbasis Islam mempunyai kesulitan dua kali lipat untuk mengimplementasikan program pemajuan perempuan. Ini berkaitan dengan adanya ajaran-ajaran dalam agama serta banyaknya peran ulama yang tidak terlalu mendukung ide perempuan terlibat di dunia politik. 5. Kesulitan Partai mencari kader di tingkat bawah, seharusnya juga
bisa
diatasi
dengan
melakukan
prakondisi
yaitu
menyiapkan masyarakat yang paham makna demokrasi, hak-hak politik, dan melahirkan kesadaran kritis sebagai warga Negara.115 6. Untuk sebagian besar politisi perempuan, hambatan terbesar berasal dari partai, yang tidak membuka ruang lebar-lebar bagi partisipasi yang lebih luas, serta ada kecenderungan untuk domestikasi peran-peran perempuan dalam struktur partai (misalnya peran dan posisi mereka di Departemen Wanita). Keluhan seperti ini misalnya disampaikan oleh kader-kader perempuan di Partai Bulan Bintang dan Partai Amanat Nasional.116
114
Endriana Noerdin, DKK, Potret Kemiskinan Perempuan, (Jakarta: Women Research Institute, 2006), h. 5-7. 115
116
Harus Dari Perempuan, Republika, 30 November 2011,h. 25.
Ibid., h. 57 - 58
64
7. Budaya patriarki juga berlangsung sepanjang proses sejarah kehidupan kaum perempuan ternyata mempengaruhi kehidupan mereka. Pada hakikatnya negara berkewajiaban melindungi warga negaranya tanpa melihat laki-laki ataupun perempuan. Namun faktanya spesifik perempuan terabaikan, baik di DPR, Pemerintah maupun lembaga-lembaga sosial lainnya.117 8. Faktor perempuan yang bekerja menggunakan perasaan juga sebagai faktor penghambat secara pribadi. Pemikiran waktu anggota legislaif perempuan yang sudah berumah tangga terhadap keluarga yang semakin sedikit dan kebanyakan dewan perempuan lebih memeningkan perasaannya sehingga terkadang menghalangi untuk bersikap seperti dewan lelaki dalam mengambil keputusan.118 Umumnya partai-partai yang menyatakan tidak setuju diberikannya kuota terhadap perempuan memberikan alasan yang serupa mengenai sikap tersebut. Alasan-alasan yang dikemukakan adalah pertama, perempuan dan laki-laki diberikan kesempatan yang sama oleh karena itu mereka harus menunjukkan kualitas dan kemampuannya. Yang terbaik
117
Umaimah Wahid, Risalah Politik Perempuan: Media Massa dan Gerakan Counter Hegemony, h 137. 118
Wawancara pribadi dengan Siti Chodijah, anggota legislatif perempuan periode 20092014 dan 2014-2019, pada tanggal 12 September 2014.
65
akan terpilih. Kedua, emansipasi telah ditetapkan di Indonesia bagi lakilaki dalam menentukan kebijakan haknya sama.119 Dalam konteks Indonesia, khusus untuk bidang agama, kendala yang dihadapi dalam upaya pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender, menurut Musdah ada dua masalah utama. Pertama, rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai nilai-nilai agama yang berkaitan dengan dan fungsi perempuan; dan kedua, masih banyaknyapenafsiran anjuran agama yang merugikan kedudukan dan peran perempuan.120 Kehadiran atau eksistensi anggota legislatif perempuan dalam meningkatkan kredibilitas di DPRD Kota Tangerang Selatan Periode 2009-2014 ditunjukkan dari segi pendidikan, umumnya politisi wanita mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup memadai. Dengan begitu, jika kompetensi politisi wanita diukur dari latar belakang pendidikan maka dapat digambarkan bahwa dari segi pendidikan politisi wanita mempunyai kapasitas yang memadai untuk memahami dan menjalankan fungsi badan legislatif.121 Walaupun representasi perempuan di dunia politik masih kurang terlihat, tetapi Ibu Siti Chodijah dapat menduduki posisi sebagai wakil Ketua Komisi pada dua tahun pertama dan Ketua Komisi di dua tahun 119
Ibid., h. 70.
120
Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, (Yogyakarta: Kibar Press, 2007), Cet. Kedua, h.22. 121
Liza Hadis, Perempuan Dalam Wacana Politik Orde Baru, ( Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004), Cet. Pertama, h.410-411.
66
kedua. Selain ibu Siti Chodijah, ada pula ibu Andi Cut dari Partai yang sama yaitu PKS Periode 2009-2014. Ketika menjabat sebagai anggota legislatif beliau berada di Komis II yaitu bidang perekonomian dan kesejahteraan yang didalamnya terdapat dinas kesehatan, pendidikan, Badan Pemberdayaan Perempuan, Koperasi, Pertanian, Pemadam Kebakaran dan Badan Bencana. C. Strategi
Peningkatan
kualitas
Anggota
Legislatif
Perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan dalam 5 Tahun Kedepan (2014-2019) Strategi peningkatan kualitas perempuan di Parlemen untuk meningkatkan kualitas anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan dalam 5 tahun kedepan melalui: 1. Para anggota harus banyak latihan dan pengalaman para perempuan yang menjadi anggota legislatif memang harus mempunyai wawasan yang luas. Mereka merupakan panutan atau contoh untuk mayarakat sehingga mereka lebih mengerti apa yang di perlukan untuk masyarakat. 2. Kehadiran dan konsistensi organisasi perempuan di luar parlemen. 3. Secara eksternal dari semua partai yang dinaungi pun harus menyadarai bahwa perempuan harus ada di politik untuk mengapresiasikan suara perempuan dan anak.122 122
Ibid.,
67
4. Perempuan juga harus mepunyai sikap dan bekal yang dibawa untuk terjun ke dunia politik. Perempuan harus mempunyai ilmu untuk bersaing dengan para politisi-politisi lainnya. 5. Memperluas jaringan di masyarakat dan mudah bergaul dengan masyarakat sekitar karena dengan cara seperti itulah kita dapat smengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat. 6. Sebagai pempimpin dan wakil rakyat perempuan harus sadar kodratnya sebagai ibu, maka sebagai wanita yang terpilih menjadi wakil rakyat haruslah menujukkan sikap seorang ibu agar lebih dihargai oleh semua anggota legislatif. 7. Sebagai anggota legislatif khususnya perempuan juga harus bisa menjadi jembatan masyarakat dalam mengadu kesulitan secara langsung ataupun tidak langsung. Banyak para anggota dewan yang
hanya
mengambil
hati
rakyat
untuk
mengambil
keuntungan pada saat pemilu dan sikap ini harus diberantas bahwa setiap anggota dewan mempunyai janji dan tanggung jawab yang harus ditepati.123 Affirmative action pun berperan dalam keeksistensian legislator perempuan walaupun, jumlah mereka masih tergolong sangat sedikit yaitu dari 48 seluruh anggota hanya terpilih 7 perempuan yang menjadi anggota legislatif.124 Banyak memang dari partai-partai sangat kesulitan
123
124
Wawancara pribadi dengan Siti Chodijah. Jakarta, 12 september 2014.
Ibid.,
68
dalam mencari legislator perempuan yang mempunyai kualitas bagus untuk menjabat sebagai wakil rakyat. Tetapi dengan kemajuan dan cara berpikir perempuan yang sudah maju membuat mereka sangat ditunggu kehadirannya untuk membawa perubahan besar. Ibu Siti Chodijah dan Ibu Andi Cut berasal dari partai yang sama yaitu PKS. Dengan kesadaran dari partai yang mereka naungi bahwa perempuan harus turut berperan dalam perubahan, membuat mereka terbantu dalam meningkatkan jumlah perempuan di DPRD Tangsel. Di awal nya pun memang PKS sendiri sangat berkonsentrasi mengenai perempuan. Tujuan adanya perempuan menjadi anggoa legislatif karena memang adanya perjuangan itu sendiri dari perempuan. Selain itu PKS sendiri juga melihat dari sisi islam bahwa pemberdayaan perempuan itu memang ada.125 Ibu Andi Cut juga mempunyai cara sendiri untuk meningkatkan kualitas Anggota Legislatif Perempuan Di DPRD Kota Tangerang Selatan Dalam 5 Tahun Kedepan (2014-2019) dengan cara legslator perempuan harus turun ke masyarakat dan secara sabar mendengarkan keluh kesah rakyat. Ini dapat dilakukan dengan cara memberikan nomor handpone nya kepada masyarakat yang membutuhkan sehingga kesulitan atau keluhan yang dihadapi masyarakat dapat didengar atau dilihat melalui via handphone. Selain itu, para legislator perempuan tidak segan
125
Wawancara pribadi dengan Andi Cut, anggota legislatif perempuan periode 20092014, pada tanggal 20 September 2014
69
untuk mengikuti acara pertemuan yang dibuat dalam hal mendukung kemajuan kaum perempuan dan anak.126 Perempuan memperjuangkan
memang
harus
identitasnya.
hadir
Karena
sebagai sumber
dirinya
untuk
ketidakberdayaan
perempuan adalah ketika perempuan tidak mampu dan tidak mau membebaskan diri dari ketidak berdayaan tersebut.127
126
Ibid.,
127
Fitron Nur Ikhsan, Selayang Pandang Kota Tangerang Selatan - Kota Kami Rumah Kami, (Tangerang Selatan: Bagian Humas dan Protokol Pemkot Tangerang Selatan, 2012), Cet: Pertama, h.147.
70
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kontribusi legislasi anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan periode 2009 -2014 sudah mulai banyak terlihat karena legislator perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan ini berani untuk bersaing secara sehat dan tentunya mereka duduk di bangku parlemen dengan tujuan mengapresiasikan suaranya untuk para kaum perempuan dan anak-anak. Suara-suara para legislator perempuan pun didengar oleh para anggota yang lain. Banyak peraturan Daerah (Perda) yang suaranya banyak diambil dari legislatif perempuan, contohnya mengenai ketenagakerjaan perempuan di Kota Tangerang Selatan, adanya Perda Perizinan Perindustrian Perdagangan untuk memerangi masuknya miras ke Kota Tangerang Selatan ini dan sekarang perda itu menjadi Perda No. 4 Tahun 2014 Secara keseluruhan peran perempuan di DPRD tidak mengecewakan karena mereka banyak berperan dalam keputusan yang dibuat. 2. Eksistensi anggota legislatif perempuan dalam meningkatkan kredibilitas anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan periode 2009 - 2014 sudah sangat bagus dan dapat diperhitungkan. Sebab salah satu dari mereka dapat menjadi Ketua Komisi dari Frakasi PKS dan aspirasi mereka dalam memperjuangkan perempuan dan anak sangat dihargai oleh semua anggota.
70
71
3. Strategi Peningkatan kualitas Anggota Legislatif Perempuan Di DPRD Kota Tangerang Selatan Dalam 5 Tahun Kedepan (2014-2019) sangat dibutuhkan pendidikan yang luas, pemikiran yang maju, tentunya masih mengikuti norma-norma agama yang dianut. Sebab kehadiran perempuan di parlemen khususnya di DPRD Kota Tangerang Selatan sangat dibutuhkan. Selain itu, pergaulan luas yang dimiliki juga sangat dibutuhkan terlebih legislator harus mau terjun mendengarkan keluh kesah rakyat. Harus diingat bahwa legislator perempuan dipilih oleh rakyat untuk membantu mereka dalam mewakili aspirasi yang mereka perlukan. Harus mampu berjuang dan berani bertarung secara sehat dan tidak berpikir bahwa dunia politik hanya untuk para lelaki saja. B. Saran Sebagai perempuan kita telah banyak menanam sistem adat yang sudah lampau. Dimana para wanita harus bekerja di rumah. Dengan adanya kebijakan-kebijakan
yang dibuat
untuk
melindungi
hak
politik
perempuan kita harus menyadari bahwa betapa penting aspirasi perempuan dalam meningkatkan kemajuan dunia. Sudah saatnya perempuan benar-benar disetarakan keberadaannya terlebih di dunia yang biasa di naungi oleh para lelaki. Pendapat, saran, atau keluhan yang diperjuangkan oleh para perempuan harus dipertimbangkan dan dicari solusi karena dari perempuan lah lahir penerus bangsa yang cerdas dan berakhlak mulia. Kebijakan yang dibuat juga harus diterapkan secara tegas untuk mencapai hasil yang maksimal. Tidak ada lagi keterpaksaan
72
dalam menjalankan kebijakan yang dibuat. Selain itu harus adanya pendidikan khusus untuk perempuan dalam berpolitik. Hal itu sangat diperlukan untuk memperbanyak kualitas perempuan yang dibutuhkan. Dari perempuan secara internal, kita pun harus berani dan tetap beratnggung jawab atas amanat yang diberikan oleh rakyat.
73
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Asshiddiqie, Jimly. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2007. ----------. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika, 2012. Beetham, David dan Kevin Boyle. Demokrasi: 80 Tanya Jawab. Yogyakarta: Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia, 2008. Busroh, Abu Daud. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara, 2010. Farid, Mohammad. Perisai Perempuan; Kesepakatan Internasional untuk perlindungan perempuan. Yogyakarta: Yayasan Galang,1999. Hadiz, Liza. Perempuan Dalam Wacana Politik Orde Baru. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2004. Ikhsan, Fitron Nur. Selayang Pandang Kota Tangerang Selatan-Kota Kami Rumah Kami. Tangerang Selatan: Bagian Humas dan Protokol Pemkot Tangerang Selatan, 2012. Irianto, Sulistyowati. Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang berperspektif Kesetaraan dan Keadilan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006. Juanda. Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Kewenangan DPRD dan Kepala Daerah. h.127 Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil.Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2008. ----------, Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta, Kansius, 2008. Kantaprawira, Rusadi dan Dede Mariana. perihal Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2001. Luhulima, Achie Sudiarti. Bahan Ajar tentang Hak Perempuan: UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
73
74
Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007 Marbun, B.N. DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006. ----------. Menuju Kemandirian Politik Perempuan. Yogyakarta: Tim Kibar Press, 2008. Muslimin, Amrah. Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah. Bandung: Alumni, 1982 Muttaqien, Raisul. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara ( Hans Kelsen). Bandung: Nusa Media, 2009. Napitupulu, Paimin. Menuju Pemerintahan Perwakilan. Jakarta: P.T. Alumni, 2007. Naqiyah, Najlah. Otonomi Perempuan. Malang: Bayumedia publishing, 2005. Noerdin, Endriana, dkk. Potret Kemiskinan Perempuan. Jakarta: Women Research Institute, 2006. Priyono, Herry, dkk. Kratos Minus Demos. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012. Rasyid, Ryaas. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Sarundajang. Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010 Shedova, Nadezha. Kendala-kendala terhadap Partisipasi. Jakarta: IDEA, 1992. Sunarno Siswanto. Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Sinamo, Nomensen. Hukum Pemerintahan Dearah. Tangerang: PT. Pustaka Mandiri, 2010. Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta : Rajawali Pers, 2001. Soetjipto, Ani Widyani. Politik Perempuan Bukan Gerhana. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005.
75
Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Grafindo Persada,1997. Supenarno, Siswanto.Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2012. Tutik, Titik Triwulan. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia PascaAmandemen UUD 1945. Jakarta: Kencana 2010. Ubaedillah, A, dkk.Pendidikan Kewargaan (civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2010. Wahid, Umaimah. Risalah Politik Perempuan: Media Massa dan Gerakan counter Hegemony. Tangerang: Empat Pena Publishing, 2014. Widjaja, HAW. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT Raja Grafindo Perasa, 2002. B. PERUNDANG – UNDANGAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten. UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia UU No. 31 tahun 2002 tentang partai politik UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (pemilu legislatif) UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik telah untuk memenuhi kuota 30% bagi perempuan dalam politik, terutama di lembaga perwakilan rakyat.
76
C. BERITA KORAN “ Baru Sekadar Jumlah”, Republika. 30 November 2011. “Harus Dari Perempuan”, Republika, 30 November 2011, “Perempuan
Menuju Pemilu 2014”, Republika.11 Mei 2012.
“Menggagas Agenda Baru Politik Perempuan”, Republika. 7 Maret 2013. D. INTERNET http://dprd-tangselkota.go.id E. WAWANCARA Wawancara pribadi dengan Andi Cut. Jakarta, 02 Oktober 2014. Wawancara pribadi dengan Siti Chodijah. Jakarta, 12 September 2014
HASIL WAWANCARA Hari/Tanggal
: 12 September 2014.
Waktu
: 11.30 WIB
Tempat
: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Nama Responden : Siti Chodijah Jabatan
:Mantan Ketua komisi II DPRD Kota Tangerang Selatan periode 2009-2014
1. Selama lima tahun menjabat sebagai anggota legislatif perempuan di DPRD kota Tangerang Selatan, apa kesibukan ibu yang lain di luar ranah politik? Jawab: Kesibukan Ibu di luar ranah politik memang sudah aktif di kegiatan sosial seperti Ketua yayasan Ibu Bahagia dan sebelum ibu menjabat sebagai anggota dewan saya juga menjadi Ketua Forum Peduli Lingkungan di daerah tempat tinggalnya yaitu Pondok Aren. Setelah menjadi dewan saya menjadi pelindung atau pendukung kegiatan-kegiatan sosial yang dulu dilakukannya. Selain sibuk dalam kegiatan sosialnya ibu juga aktif dalam Majelis Ta’lim sebagai penceramah. 2. Sebagai wanita yang sudah berumah tangga, apa suami atau keluarga ibu melarang ibu masuk ke dunia politik? Jawab: Sebelum Ibu mencalonkan dirinya menjadi angota dewan ibu memang meminta ridho kepada suami. Tentunya suami dan anak mengizinkan ibu untuk turun sebagai anggota dewan. Karna setelah ibu mencalonkan dan terpilih ibu
tetap menjaga keseimbangan antara dunia politik dan perannya sebagai Ibu Rumah Tangga. 3. Bagaimana pendapat ibu mengenai perempuan yang bekerja di ranah politik? Jawab: Perempuan diranah politik menurut ibu bagus asal membawa kemanfaatan terhadap bangsa, masyarakat dan sesama manusia lainnya. Perempuan itu memang tempatnya di rumah tetapi sepanjang apa yang dilakukan di luar rumah bermanfaat dan ilmu yang kita punya dapat dibagikan itu lebih baik. Sebagai anggota legislatif perempuan yang dipercaya mewakili suara kaum perempuan saya juga harus bisa mengimbangi kinerja. 4. Ketika pemilu 2009 apa kendala yang ibu alami dan bagaimana cara ibu mengambil suara dari masyarakat? Jawab: Kendala pertama adalah sebagai pemula menjadi Calon Anggota Legislatif saya masih sangat susah untuk berkomunikasi dengan masyarakat dan kendala terutama yang dialami untuk perempuan adalah dari masyarakat itu sendiri yang kurang untuk memilih perempuan di saat pemilu. Walaupun saya melakukan banyak segmentasi tapi saya lebih banyak bergerak di kaum ibu-ibu dan anak, selain itu tidak semua segmen bisa dimasuki oleh ibu, tidak seperti lelaki yang bisa berbaur kemana saja. Kendala kedua, adalah banyaknya terjadi money politic sedangkan masih banyak orang-orang yang mau berjuang secara murni. Kendala ketiga, adalah dari pribadi yaitu dapil yang tidak sesuai dengan tempat tinggal 5. Apa peran dan kontribusi ibu sendiri ketika menjadi anggota DPRD Kota Tangerang Selatan selama lima tahun?
Jawab: Saya adalah wakil Ketua Komisi pada dua tahun pertama dan Ketua Komisi di dua tahun kedua karna saya hanya menjabat 4 tahun setengah disebabkan adanya pemekaran. Kontribusi ibu sesuai dengan fraksi ibu yaitu Budgeting, Legislasi, Controling .Dalam hal legislasi ibu banyak terlibat dalam hal yang dibutuhkan oleh masyarakat seperti pelayanan ketenagakerjaan dan disana saya memberikan satu pasal yang menguatkan perempuan dalam bekerja di suatu tempat tapi dilarang untuk berhijab. Banyak pula Perda yang dibuat terutama untuk perempuan dan anak korban kekerasan, selain itu adanya Perda Perizinan Perindustrian Perdagangan untuk memerangi masuknya miras ke Kota Tangerang Selatan Ini dan sekarang perda itu menjadi Perda No 4 Tahun 2014 walaupun penegakan perda nya masih butuh banyak kontrol dari DPRD dan Pemkot masih sisah untuk menerapkannya. 6. Bagaimana ibu memaknai kehadiran ibu dalam perpolitikan di Indonesia? Jawab: Tentunya saya bangga bisa ikut berperan di politik dan mewakili aspirasi masyarakat Kota Tangerang Selatan di DPRD. Terlebih saya bersaing secara sehat dengan anggota legislatif laki-laki. Dengan perkembangan zaman, perempuan semakin sadar dan mau maju untuk masuk ke dunia politik. Memang dari kesadaran perempuan lah bahwa perempuan sangat berperan dalam mengeluarkan pendapat terlebih menjadi wakil rakyat
7. Apa kendala atau halangan ibu khususnya untuk mengapresiasikan suara anda ketika duduk sebagai anggota legislatif perempuan pada periode 2009-2014?
Jawab: Ketika menjadi anggota Dewan kendala pribadi adalah waktu saya sangat terkuras di luar rumah dan harus meninggalkan keluarga saya ke luar kota.dalam mengapresiasikan suara saya tidak ada kesulitan karna dalam satu Fraksi pasti ada perempuannya yang ikut mendukung tapi secara keseluruhan semua anggota mau bekerja sama. Terkadang saya sudah menyuarakan pendapat saya tapi tidak ada perubahan dari pihak pemerintah contohnya diadakannya sekolah gratis tetapi masih banyak pihak yang memungut biaya. Selain itu kebanyakan usulan anggota legislatif lewat Pemerintah Kota kurang didengar 8. Selama menjabat sebagai anggota legislatif perempuan,apakah sesama anggota (khusunya laki-laki) mempersulit anda dalam meyuarakan pendapat? Jawab: Sesama anggota tidak mempersulit sama sekali apalagi saya dulu Ketua Komisi II yang harus mengatur seluruh anggota saya termasuk lelaki yang menjadi anggota di Komisi II. Sekarang saya Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Kendala itu dapat diatasi jika kita menampilkan citra sebagai seorang IBU untuk bisa lebih dihargai. 9. Apa faktor yang menghalangi eksistensi anggota legislatif perempuan? Jawab: Sebenarnya secara peluang pasti ada tetapi dengan adanya dukungan dari masyarakat untuk diadakannya perempuan di dunia politik dan adanya kebijakan affirmative action halangan untuk tetap eksis bisa diperkecil. Tetapi halangan secara pribadi adalah waktu saya yang kurang teradap keluarga dan kebanyakan dewan perempuan lebih memeningkan perasaannya sehingga terkadang menghalangi untuk bersikap seperti dewan lelaki.
10. Apa menurut ibu peran dan fungsi perempuan di partai yang ibu naungi secara struktural sangat penting? Jawab: Tentunya sangat penting terlebih perempuan itu sangat detail, lebih berempati khususnya sebagai penyeimbang. Terlebih di PKS diadakannya bidang perempuan sebagi bentuk apresiasi untuk mensejahterakan perempuan. Di PKS jaringan yang luas dimiliki oleh ibu-ibu karena sering ikut majelis ta’lim dan dalam melaksanakan tugasnya anggota dewan perempuannya lebih mau terjun ke masyarakat. 11. Menurut ibu sendiri bagaimana cara atau upaya untuk peningkatan eksistensi anggota legislatif perempuan di parlemen khusunya untuk 5 tahun kedepan? Jawab: Yang paling utama perempuan harus mempunyai ilmu, jangan sampai kita diberi kesempatan untuk menjadi wakil rakyat tetapi tetap tersisihkan. Yang kedua¸adalah jaringan di masyarakat dan gampamg bergaul dengan cara selalu hadir dalam acara-acara tertentu. Selain itu dewan harus mempunyai sifat BBM (Birokrat Bersih dan Melayani) dan sebagai dewan harus menjadi jembatan masyarakat dalam mengadu kesulitan.selain itu harus adanya kemauan untuk terjun ke masyarakat secara langsung tidak pada saat pemilu saja tetapi saat terpilih harus bisa membuktikan janji sebagai wakil rakyat.
