PENDEKATAN ANALISIS “SWOT” DALAM MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI BALI PROGRAM BANTUAN SAPI BIBIT PADA TOPOGRAFI YANG BERBEDA DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN – NTT Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan,
[email protected] ABSTRAK Dinas Peternakan Kabupaten Timor Tengah Selatan melaksanakan program bantuan sapi bibit bagi kelompok ternak di Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan tujuan meningkatkan populasi sapi potong. Kelompok tani ternak yang mendapatkan bantuan sapi bibit berasal dari daerah yang berbeda, seperti topografi dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Perbedaaan ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak, baik berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap ternak. Lokasi penelitian dibagi dalam 3 daerah dataran yang berada pada ketinggian tempat yang berbeda dalam wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan, yaitu daerah dataran rendah (ketinggian < 200 m dpl), daerah dataran sedang (200 – 700 m dpl) dan daerah dataran tinggi (ketinggian > 700 m dpl). Pemilihan 9 (sembilan) sampel kelompok tani ternak dan tiap kelompok diambil 3 (tiga) responden berdasarkan ”Stratified Purposive Random Sampling”. Waktu penelitian berlangsung selama 21 hari dari tanggal 1 Februari 2014 – 21 Februari 2014. Dalam penelitian ini metode yang dipakai adalah metode survei dan observasi sedangkan analisa permasalahan penelitian dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan analisis SWOT (Strenghts, Weakness, Opportunity, Threats). Berdasarkan pendekatan analisis SWOT, dapat disimpulkan bahwa manajemen pemeliharaan ternak khususnya sapi Bali bibit bantuan dari Dinas Peternakan Kabupaten Timor Tengah Selatan sudah berjalan dengan baik. Manajemen pemeliharaan ternak dari kelompok tani ternak di dataran rendah lebih baik apabila dibandingkan dengan dataran sedang dan dataran tinggi. Namun manajemen pemeliharaan ternak di dataran rendah yang baik tidak didukung oleh produktifitas ternak yang baik karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Kata Kunci: Analisis SWOT, Manajemen Pemeliharaan, Sapi Bali Bibit, Topografi
A. Pendahuluan. Kebutuhan daging sapi secara nasional meningkat setiap tahun terutama pada hari – hari raya keagamaan seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Untuk memenuhi kebutuhan nasional, Pemerintah mencanangkan Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) 2014. Dalam mendukung program tersebut Dinas Peternakan Kabupaten Timor Tengah Selatan melaksanakan program bantuan sapi bibit bagi kelompok tani ternak di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kelompok tani ternak yang mendapatkan bantuan sapi bibit berasal dari daerah yang berbeda, seperti topografi dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen pemeliharaan sapi Bali dan dampaknya terhadap produktifitas ternak dalam program bantuan sapi bibit untuk 1
kelompok tani ternak di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada ketinggian tempat yang berbeda. B. Metode Penelitian Lokasi penelitian dibagi dalam 3 daerah dataran yang berada pada ketinggian tempat yang berbeda dalam wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan, yaitu daerah dataran rendah (ketinggian < 200 m dpl), daerah dataran sedang (200 – 700 m dpl) dan daerah dataran tinggi (ketinggian > 700 m dpl). Pemilihan 9 (sembilan) sampel kelompok tani ternak dan tiap kelompok diambil 3 (tiga) responden berdasarkan ”Stratified Purposive Random Sampling”. Waktu penelitian berlangsung selama 21 hari dari tanggal 1 Februari 2014 – 21 Februari 2014. Dalam penelitian ini metode yang dipakai adalah metode survei dan observasi sedangkan analisa permasalahan penelitian dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan analisis SWOT (Strenghts, Weakness, Opportunity, Threats). C. Hasil dan Pembahasan Variabel demografi responden maka faktor kekuatan (strenght) yang dimiliki oleh kelompok tani di dataran rendah lebih banyak apabila dibandingkan dengan kelompok tani yang berada di dataran sedang dan dataran tinggi. Variabel dari faktor kekuatan (strenght) yang dimiliki oleh kelompok tani di dataran rendah adalah tingkat pendidikan SMP dan SMA, pengalaman beternak > 16 tahun, jadwal pertemuan anggota kelompok seminggu sekali dan sebulan sekali serta pelatihan/penyuluhan tentang peternakan yang pernah diikuti oleh anggota kelompok. Ditinjau dari faktor kelemahan (weakness) yang dimiliki oleh kelompok tani ternak maka dataran sedang memiliki kelemahan (weakness) yang lebih banyak apabila dibandingkan dengan dataran rendah dan dataran tinggi. Variabel yang menjadi faktor kelemahan (weakness) kelompok di dataran sedang adalah lama kelompok terbentuk, jadwal pertemuan
setahun
sekali,
tidak
ada
pembagian
tugas
dalam
kelompok
dan
pelatihan/penyuluhan peternakan yang pernah diikuti oleh anggota kelompok. Sedangkan faktor kelemahan (weakness) yang ada pada kelompok dataran tinggi adalah tingkat pendidikan anggota kelompok yang tidak sekolah dan SD. Untuk dataran rendah, faktor kelemahan (weakness) yang dimiliki hanya pada umur anggota kelompok > 50 tahun.
2
Faktor kekuatan (strenght) dari manajemen pemeliharaan ternak yang paling banyak dimiliki oleh kelompok ternak di dataran rendah. Variabel yang menjadi kekuatan (strength) dari kelompok di dataran rendah adalah pemeliharaan ternak dengan cara dikandangkan, anggota kelompok tahu cara pengolahan hijauan dan anggota kelompok tahu membedakan hijauan yang memiliki kualitas baik. Pada faktor kelemahan (weakness), kelompok di dataran sedang memiliki kelemahan yang lebih banyak. Variabel tersebut adalah pemeliharaan sapi dengan cara dilepas di padang penggembalaan dan anggota kelompok tahu cara pengolahan hijauan. Faktor peluang (opportunity) dalam manajemen pemeliharaan ternak paling banyak dimiliki oleh kelompok di dataran rendah. Variabel yang menjadi peluang (opportunity) adalah tidak pernah ada penyakit yang menyerang ternak, tambahan konsentrat yang diberikan pada ternak, air yang tersedia sepanjang tahun. Di dataran tinggi, faktor peluang (opportunity) hanya pada hijauan tersedia sepanjang tahun sedangkan di dataran sedang faktor peluang (opportunity) yang dimiliki hanya pada ketersediaan air . Faktor tantangan (threat) dalam manajemen pemeliharaan ternak paling banyak dimiliki oleh kelompok di dataran tinggi. Variabel yang termasuk dalam tantangan (threat) bagi kelompok adalah penyakit yang menyerang ternak, tidak ada tambahan konsentrat yang diberikan pada ternak dan air tidak tersedia sepanjang tahun. Sedangkan di dataran sedang faktor tantangan (threat) terdapat pada variabel penyakit yang menyerang ternak dan pemberian tambahan konsentrat. Hasil penelitian menunjukan kekuatan (strenght), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan tantangan (threat) dilihat dari segi produksi dan reproduksi ternak. Kelompok tani ternak yang memiliki kekuatan (strength) jika dilihat dari data produksi dan reproduksi adalah kelompok di dataran sedang dan dataran tinggi. Variabel kekuatan (strength) yang dimiliki oleh kelompok tersebut yakni anggota kelompok memiliki pengetahuan tentang ciri – ciri sapi birahi. Sedangkan kelompok di dataran rendah memiliki kelemahan (weakness) dari variabel pengetahuan tentang ciri – ciri sapi birahi. Faktor peluang yang dimiliki oleh kelompok tani ternak maka kelompok di dataran tinggi memiliki peluang yang lebih banyak. Variabel dari peluang yang dimiliki adalah sapi
3
yang dipelihara sudah beranak, perkawinan dilakukan secara alami, program inseminasi buatan pada ternak sapi, service per conception 2 kali dan 3 kali, calving interval 14 bulan dan 15 – 17 bulan. Di dataran rendah, faktor peluang (opportunity) yang dimiliki adalah sapi yang dipelihara sudah beranak, service per conception sekali, 2 kali dan 3 kali, calving interval 15 – 17 bulan. Di dataran sedang, faktor peluang (opportunity) hanya pada sapi yang sudah beranak. Pada faktor tantangan (threat) yang dimiliki oleh kelompok, dataran sedang memiliki tantangan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan dataran rendah dan dataran tinggi. Variabel service per conception dan calving interval tidak tahu. Sedangkan faktor tantangan (threat) yang dimiliki oleh dataran rendah dan dataran tinggi hanya pada variabel calving interval > 18 bulan. Dari hasil pengukuran dimensi tubuh untuk panjang badan sapi Bali bibit, maka di dataran tinggi memiliki rataan ukuran panjang badan yang lebih baik yaitu 119,71 cm. Untuk ukuran lingkar dada, sapi Bali bibit di dataran sedang memiliki rataan ukuran lingkar dada yang lebih baik yakni 147,2 cm. Pada ukuran tinggi gumba, sapi Bali bibit di dataran sedang memiliki rataan ukuran tinggi gumba yang lebih baik yaitu 109,6 cm. Pada pendugaan bobot badan sapi Bali induk dewasa dari 3 dataran yang berbeda di wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan, maka di dataran sedang memiliki bobot badan yang lebih besar yaitu 230,61 kg. Dilihat dari bantuan ternak dan pemasaran ternak maka faktor kekuatan (strenght) yang dimiliki oleh kelompok tani ternak mempunyai jumlah yang sama. Variabel kekuatan (strenght) tersebut adalah pengetahuan anggota kelompok tentang perjanjian kerjasama dengan Dinas Peternakan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan beternak sapi sebagai tabungan untuk anak sekolah. Faktor peluang (opportunity) yang banyak dimiliki oleh kelompok pada dataran tinggi. Variabel peluang tersebut adalah kendala dalam pengembalian ternak sesuai dengan perjanjian, sapi saat dijual harga Rp. 8.000.000 – Rp. 10.000.000 dan harga > Rp. 10.000.000, sapi dijual di pasar hewan. Di dataran sedang, faktor peluang (opportunity) hanya pada kendala dalam pengembalian ternak sesuai dengan surat perjanjian.
4
Faktor tantangan (threat) maka kelompok tani di dataran rendah yang banyak memiliki tantangan. Variabel dari faktor tantangan adalah kendala dalam pengembalian ternak sesuai perjanjian, harga jual sapi Rp. 5.000.000 – Rp. 8.000.000 dan pembeli langsung ke peternak, Pada dataran sedang, faktor tantangan (threat) yang dimiliki pada variabel harga jual sapi Rp. 5.000.000 – Rp. 8.000.000 dan pembeli langsung ke peternak. Sedangkan di dataran tinggi, faktor tantangan (threat) pada variabel harga jual sapi Rp. 5.000.000 – Rp. 8.000.000 dan pembeli langsung ke peternak. Strategi yang dibuat berdasarkan analisis SWOT untuk ciri demografis dan aktifitas kelompok tani ternak yang ada di Kabupaten Timor tengah Selatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel Matriks SWOT Ciri Demografis dan Aktifitas Kelompok
Internal
Kekuatan: - Pengalaman beternak 16 tahun - Kelompok terbentuk lebih dari 4 tahun - Jadwal pertemuan kelompok seminggu dan sebulan sekali - Pembagian tugas dalam kelompok
Eksternal
Peluang: - Pelatihan/penyuluhan tentang peternakan yang dilakukan oleh Dinas Peternakan - Program bantuan bagi kelompok tani ternak dari Pemerintah
Tantangan: - Penyuluhan/pelatihan peternakan dilakukan 1 – 2 hari - Penyuluhan/pelatihan diikuti oleh Ketua Kelompok. - Profesi lain dari anggota kelompok sebagai pegawai kantor Desa
Strategi Kekuatan – Peluang: - Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anggota kelompok tani ternak tentang peternakan dengan mengikuti pelatihan/penyuluhan peternakan - Meningkatkan kerjasama kelompok tani dengan Dinas Peternakan sehingga peluang untuk mendapat bantuan lebih besar Strategi Kekuatan – Tantangan: - Hasil dari pelatihan/penyuluhan diterapkan dalam setiap kegiatan kelompok
Sumber: Diolah dari Data Primer, Tahun 2014
5
Kelemahan: - Usia peternak > 50 tahun - Tingkat pendidikan (Tidak sekolah dan tamat SD) - Kelompok terbentuk 1 – 4 tahun - Jadwal pertemuan kelompok setahun sekali - Tidak semua anggota kelompok mengikuti pelatihan/penyuluhan tentang peternakan Strategi Kelemahan – Peluang: - Meningkatkan kerjasama anggota dalam kelompok tani sehingga kelompok tani ternak berkembang lebih baik - Jadwal pertemuan anggota kelompok dirubah menjadi seminggu/sebulan sekali
Strategi Kelemahan – Tantangan: - Memberikan kesempatan bagi semua anggota kelompok untuk mengikuti kegiatan pelatihan/penyuluhan peternakan
Faktor kekuatan (strenght) dalam manajemen pemeliharaan ternak di dataran rendah adalah ternak sapi sebagian besar sudah dikandangkan. Ternak sapi dikandangkan maka pengawasan terhadap pemberian pakan dan air dapat dilakukan dengan baik, selain itu akan memudahkan anggota kelompok melakukan pengamatan terhadap ternak sapi yang birahi sehingga perkawinan ternak sapi dapat dilakukan tepat waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Guntoro (2002) yang menyatakan bahwa sapi yang dikandangkan akan memudahkan peternak dalam melakukan pemeliharaan dan perawatan. Selain itu Rahardi,dkk (2003) menyatakan bahwa kandang berfungsi melindungi ternak dari pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan dan mempermudah penanganan ternak yang dilakukan. Strategi yang dibuat berdasarkan analisis SWOT untuk manajemen pemeliharaan ternak di kelompok tani ternak yang ada di Kabupaten Timor tengah Selatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel Matriks SWOT Manajemen Pemeliharaan Ternak
Internal Eksternal
Kekuatan: - Pemeliharaan ternak dengan cara dikandangkan dan ditambatkan pada pohon/rumput - Anggota tahu cara pengolahan hijauan - Anggota kelompok tahu membedakan hijauan yang berkualitas
Peluang: Strategi Kekuatan – Peluang: - Pemberian pakan tambahan (konsentrat) pada ternak - Meningkatkan produktifitas ternak - Hijauan mudah didapat dari dengan pemberian hijauan sesuai daerah sekitar dengan kuantitas dan kualitas yang - Tersedia pakan alternative dibutuhkan oleh ternak Tantangan: - Penyakit yang menyerang ternak - Hijauan tidak tersedia sepanjang tahun - Ada biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian pakan alternative
Strategi Kekuatan – Tantangan:
Kelemahan: - Pemeliharaan ternak dengan cara dilepas di padang penggembalaan - Kondisi kandang semi permanen (lantai tanah, atap alang – alang, sanitasi buruk) - Anggota tidak tahu kebutuhan hijauan harian dari ternak Strategi Kelemahan – Peluang: - Memperbaiki sanitasi kandang yang buruk sehingga ternak merasa nyaman - Menyediakan tempat pakan yang baik untuk ternak Strategi Kelemahan – Tantangan:
- Melakukan kegiatan pengolahan hijauan pakan menjelang akhir - Menjadwalkan program musim hujan, atau pada saat vaksinasi ternak dengan baik hijauan banyak tersedia setiap pergantian musim - Meningkatkan pengawasan - Sistem pemeliharaan ternak terhadap kesehatan ternak dirubah dengan cara ternak - Mengamati ketersediaan hijauan di siang dilepas dan malam di daerah sekitar kandangkan
Sumber: Diolah dari Data Primer, Tahun 2014
6
Dari hasil penelitian, peluang (opportunity) sebagian besar sapi bibit untuk service per conception di dataran rendah 1 – 3 kali. Calving interval sapi Bali bantuan yang lebih dari 18 bulan juga merupakan tantangan (threat) bagi kelompok ternak di dataran rendah. Dengan manajemen pemeliharaan ternak yang baik dari anggota kelompok terhadap ternak maka calving interval sapi yang panjang dapat dikurangi. Selain itu, kualitas pakan juga memberikan pengaruh terhadap calving interval ternak. Sesuai dengan pendapat Guntoro (2002) menyatakan bahwa panjangnya jarak beranak (calving interval) dapat disebabkan oleh pengaruh mutu pakan yang diberikan. Tantangan (threat) lain bagi kelompok tani ternak di dataran rendah adalah sapi yang belum beranak. Manajemen pemeliharaan dengan cara dikandangkan akan mempermudah anggota kelompok dalam pengawasan terhadap ternak, baik untuk pengamatan siklus birahi dan waktu perkawinan. Strategi pengembangan kelompok tani ternak yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan berdasarkan analisis SWOT untuk produksi dan reproduksi ternak akan ditampilkan pada tabel dibawah ini. Tabel Matriks SWOT Data Produksi dan Reproduksi Ternak
Internal
Kekuatan: - Pengetahuan anggota kelompok tentang ciri sapi birahi
Eksternal Peluang: - Perkawinan ternak dengan inseminasi buatan - Penampilan sapi Bali betina yang baik - Service per conception 1 – 3 kali - Calving interval 14 – 17 bulan Tantangan: - Ternak dilepas di padang penggembalaan sehingga perkawinan secara alami - Sapi yang dipelihara belum beranak - Calving interval > 18 bulan
Strategi Kekuatan – Peluang: - Melakukan pengamatan siklus birahi sapi betina dengan baik sehingga perkawinan ternak dapat dilakukan tepat waktu dan menghasilkan pedet hasil IB setiap tahun
Strategi Kekuatan – Tantangan: - Sapi betina produktif dikandangkan atau ditambat pada pohon sehingga memudahkan pengawasan terhadap siklus birahi dan perkawinan dapat dilakukan tepat waktu
Sumber: Diolah dari Data Primer, Tahun 2014
7
Kelemahan: - Anggota kelompok tidak tahu service per conception dan calving interval dari ternak sapi betina Strategi Kelemahan – Peluang: - Meningkatkan pengetahuan anggota kelompok tentang manfaat service per conception dan calving interval sapi Bali bagi kelompok tani ternak yang mendapat bantuan dari Pemerintah Strategi Kelemahan – Tantangan: - Anggota kelompok tani ternak mengikuti pelatihan/penyuluhan peternakan agar anggota kelompok tahu cara beternak yang baik
Pemasaran ternak merupakan tantangan (threat) bagi kelompok tani ternak di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Para pembeli langsung membeli ke peternak dengan harga jual ternak yang murah. Lokasi peternak jauh dari pasar hewan dan kondisi infrastruktur jalan yang tidak mendukung sehingga menjual ternak ditempat merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Selain itu, peternak memelihara sapi sebagai tabungan untuk kebutuhan yang mendesak terutama untuk kebutuhan anak sekolah. Setiap awal tahun ajaran baru banyak peternak akan menjual sapi dengan harga yang murah. Analisis SWOT yang dibuat berdasarkan variabel bantuan dan pemasaran ternak yang ada pada kelompok tani ternak di Kabupaten Timor Tengah Selatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel Matriks SWOT Bantuan Ternak dan Pemasaran Ternak
Internal Eksternal Peluang: - Sapi dibawa langsung ke pasar hewan dan dijual dengan harga yang lebih baik
Tantangan: - Kesulitan dalam pengembalian ternak karena sapi belum beranak - Pembeli langsung ke peternak sehingga ada permainan harga
Kekuatan: - Pengetahuan anggota kelompok tentang perjanjian kerjasama dengan Dinas Peternakan Strategi Kekuatan – Peluang: - Meningkatkan kerjasama antara anggota kelompok dengan membentuk koperasi simpan pinjam sehingga anggota yang membutuhkan uang tidak perlu menjual sapi Strategi Kekuatan – Tantangan: - Melapor ke kepala resort agar mengganti ternak yang tidak produktif - Setiap kali anggota kelompok menjual sapi agar berkoodinasi dengan pengurus kelompok tani
Kelemahan: - Peternak menjual sapi dengan harga yang murah pada saat anak sekolah membutuhkan uang Strategi Kelemahan – Peluang: - Anggota kelompok yang akan menjual sapinya dikumpul pada satu lokasi dan diangkut ke pasar hewan
Strategi Kelemahan – Tantangan: - Kelompok tani ternak terus memantau harga sapi yang sedang berkembang di pasaran
Sumber: Diolah dari Data Primer, Tahun 2014 Dari uraian pembahasan diatas, manajemen pemeliharaan ternak di dataran rendah sudah berjalan dengan baik karena didukung oleh sumber daya yang baik. Sumber daya yang dimanfaatkan oleh kelompok tani ternak adalah sumber daya manusia (peternak) dengan tingkat pendidikan yang baik, pengetahuan dan pengalaman dalam beternak. Selain itu, sumber daya genetik bibit sapi Bali yang disalurkan sudah melewati proses seleksi. Manajemen pemeliharaan ternak di dataran rendah didukung sistem pemeliharaan ternak dengan cara dikandangkan. Ternak akan mudah diawasi dan siklus birahi ternak dapat 8
diamati dengan baik. Pemberian hijauan untuk ternak yang dikandangkan dilakukan dengan baik walaupun saat kekurangan pakan. Pemanfaatan hijauan dan pakan alternatif yang berasal dari daerah sekitar untuk memenuhi kebutuhan hijauan ternak. Ternak dikandangkan maka peternak tidak membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih dalam pengawasan. Dalam matriks SWOT disusun strategi pengembangan manajemen pemeliharaan sapi Bali program bantuan sapi bibit di Kabupaten Timor Tengah Selatan – NTT. Matriks SWOT Strategi Pengembangan Kelompok Tani Ternak di Kabupaten Timor Tengah Selatan
Internal
Kekuatan: - Pengalaman beternak - Tingginya keinginan untuk memelihara sapi bantuan - Dinamika dalam kelompok - Sistem pemeliharaan ternak yang baik
Eksternal
Peluang: Strategi Kekuatan – Peluang: - Pelatihan/penyuluhan dari Instansi terkait - Penyediaan hijauan baik kualitas - Program bantuan lanjutan dan kuantitas sesuai kebutuhan dari Pemerintah harian ternak agar service per - Program Inseminasi Buatan conception 1 – 2 kali dan calving - Pengawasan oleh petugas interval 14 – 15 bulan untuk sapi peternakan Bali yang dipelihara oleh kelompok - Kebutuhan daging lokal dan tani ternak nasional terus meningkat Tantangan: Strategi Kekuatan – Tantangan: - Penyakit pada ternak - Kekurangan hijauan saat - Menjadwalkan kegiatan vaksinasi musim kemarau ternak secara teratur terutama - Terbatasnya sumber air saat pergantian musim - Harga jual sapi yang masih - Kelompok tani ternak melakukan rendah pengolahan hijauan terutama saat akhir musim hujan dan membuat tempat penampungan air hujan
Sumber: Diolah dari Data Primer, Tahun 2014
9
Kelemahan: - Usia peternak - Tingkat pendidikan anggota kelompok - Rendahnya pengetahuan anggota tentang beternak yang benar - Beternak bukan sebagai profesi utama - Perkawinan ternak secara alami Strategi Kelemahan – Peluang: - Meningkatkan partisipasi dan kerjasama anggota kelompok tani ternak sehingga manajemen kelompok tani ternak berjalan dengan baik agar tujuan kelompok dapat tercapai Strategi Kelemahan – Tantangan: - Kelompok tani ternak menjalin kerjasama dengan petugas peternakan/kepala resort peternakan untuk menjalankan kegiatan manajemen dalam kelompok tani ternak dengan baik
C. Simpulan dan Saran Berdasarkan pendekatan analisis SWOT, dapat disimpulkan bahwa manajemen pemeliharaan ternak khususnya sapi Bali bibit bantuan dari Dinas Peternakan Kabupaten Timor Tengah Selatan sudah berjalan dengan baik. Manajemen pemeliharaan ternak dari kelompok tani ternak di dataran rendah lebih baik apabila dibandingkan dengan dataran sedang dan dataran tinggi. Namun manajemen pemeliharaan ternak di dataran rendah yang baik tidak didukung oleh produktifitas ternak yang baik karena dipengaruhi oleh sumber pakan dan faktor lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Anonim, (2012). Sapi Bali Sumberdaya Genetik Asli Indonesia. Cetakan Pertama. Denpasar. Udayana University Press. Bamualim, A. dan Wirdahayati (2005). Pola Pengembangan Ternak Di Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ilmiah. ISBN 979-3871-26-1.”t.t”. Hal 55 – 83. Chalib, T. dan Abdul Rahman Siregar. (1984). Ternak Sapi Bali di Timor Nusa Tenggara Timur. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/ wartazoa/wazo13-1.pdf. Diakses Tanggal 1 Nopember 2013. Gomes, F.C. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta. Penerbit Andi Guntoro, S. (2002). Membudidayakan Sapi Bali. Cetakan ke dua. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. Muktiani. (2011). Sukses Usaha Penggemukan Sapi Potong. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Baru Press. Mullik, M dan I Gusti Jelantik. (2009). Strategi Peningkatan Produktifitas Sapi Bali pada Sistem Pemeliharaan Ekstensif di Daerah Lahan Kering, Pengalaman di Nusa Tenggara
Timur.
http://largeruminant.org/wp-
content/uploads/2013/07/Ekstensif_sapibali_Undana.pdf. Diakses Tanggal 1 Nopember 2013. Natsir, M. (1985). Metode Penelitian. Cetakan Pertama. Ghalia Indonesia.
10
Ninu, A.Y. (2008). Produktifitas Karkas dan Mutu Daging Sapi Bali di Timor Barat Nusa Tenggara Timur. (Tesis). Bogor. Institut Pertanian Bogor. Rahardi, F. I. S. Wibawa dan R. N. Setyowati (2003). Agribisnis Peternakan. Jakarta. Penebar Swadaya. Rangkuti, F. (2003). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus. Jakarta. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Santosa, U. (2009). Mengelola Peternakan Sapi secara Profesional. Cetakan ke Dua. Jakarta. Penerbit Penebar Swadaya. Sarwono, J dan Hary Lubis. (2007). Metode Riset untuk Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta. Penerbit Andi. Sutarya, R dan Grubben. (1995). Pedoman Bertanam Sayuran Rendah. Gadjah Mada University Press Kerjasama dengan Prosea Indonesia dan Balai Penelitian Holtikultura Lembang. Lembang. Yupardhi, W.S. (2009). Sapi Bali “Mutiara” dari Pulau Dewata. Cetakan Pertama. Denpasar. Udayana university Press.
11