BAGAIMANA PARA ELITE FINANSIAL INTERNASIONAL . MENGUBAH PEMERINTAHAN UNTUK MELAKSANAKAN PENGHEMATAN oleh Ismael Hossein-zadeh Banyak negeri di dunia terganggu segala macam pemberontakan bersenjata, sanksi ekonomi, perang dalamnegeri, kudeta “demokratis”, dan/atau perang “ganti-rezim”. Di antara negeri-negeri itu termasuk Ukraina, Venezuela, Suriah, Muangthai, Iran, Afganistan, Irak, Mesir, Yaman, Somalia, dan Libanon. Bahkan di negeri-negeri kapitalis inti pun bagian terbesar sekali dari warganya menjadi sasaran perang ganas penghematan ekonomi. Meskipun tidak baru, tapi ledakan-ledakan sosial nampaknya lebih sering terjadi dalam tahun-tahun belakangan ini. Ledakan-ledakan sosial itu terutama lebih sering terjadi sejak serangan-serangan misterius 9-11 terhadap World Trade Center dalam tahun 2001 dan keambrukan finansial tahun 2008 Amerika Serikat, yang segera menimbulkan keambrukan finansial dan krisis-krisis ekonomi yang serupa di Eropa dan lebih jauh lagi. Walaupun banyak berbeda-beda, tapi pergolakan-pergolakan sosial ini semuanya memiliki dua ciri yang sama. Ciri yang pertama yalah bahwa pergolakan-pergolakan itu sebagian besar disebabkan, dipupuk dan diatur dari luar, yaitu oleh Amerika Serikat dan sekutusekutunya – dengan sendirinya dengan bekerjasama dengan sekutu-sekutu klasnya dari dalam. Dan ciri yang kedua yalah bahwa, bertentangan dengan pola historis revolusi-revolusi sosial yang sudah berlaku lama, di mana massa nekad yang telah dicabut segala haknya memberontak terhadap elite-elite yang berkuasa, maka dalam kebanyakan pertarungan belakangan ini kaum elitelah yang menjadi penghasut pemberontakan dan perang dalamnegeri terhadap massa. Kedua ciri itu, dengan sendirinya, jalin-berjalin: pada intinya mencerminkan kepentingan bersama dan rencana-rencana kerjasama dari plutokrasi-plutokrasi [pemerintah kekuasaan kaum beruang – penerjemah] internasional melawan 99% rakyat sejagad. Bertarung untuk menjadikan ekonomi penghematan berlaku umum Alasan resmi (yang diberikan oleh AS dan sekutu-sekutunya) bahwa tujuan menyokong kekuatan-kekuatan oposisi di tempat-tempat seperti Suriah, Ukraina dan Venezuela adalah untuk menyebarkan demokrasi itu samasekali tidak berlaku lagi; alasan itu gampang saja disisihkan sebagai dalih otak-udang untuk mengekspor neoliberalisme dan
1
menyebarkan ekonomi penghematan. Bukti berlimpah-limpah yang tak terbantahkan menunjukkan bahwa di tempat-tempat di mana mayoritas warga memilih pemerintah yang tidak disukai oleh negara-negara Barat, maka oleh negara-negara Barat itu digerakkan sekutu-sekutu dalamnegeri mereka dan disewa segala macam kekuatan bersenjata untuk menggulingkan pemerintah-pemerintah yang sah, dan dengan demikian membatalkan suara majoritas. Dalam campurtangan terang-terangan untuk membatalkan hasil-hasil suara mayoritas demikian itu termasuklah Revolusi Orange di Ukraina (2004 dan 2014), Revolusi Merahmawar di Georgia (2003), Revolusi Cedar di Libanon (2005), Revolusi Tulip di Kyrgistan (2005) dan Revolusi Hijau di Iran (2009). Dalam campurtangan itu juga termasuk agitasi dahsyat terhadap pemerintah-pemerintah terpilih sah dari mendiang Hugo Chavez dan penerusnya sekarang Nicolas Maduro di Venezuela, serta penolakan (dan pembatalan efektif) terhadap pemerintah Hamas yang terpilih dengan sah di Palestina. Maka, kekuatan-kekuatan pendorong sesungguh-sungguhnya di belakang perang-perang ganti-rezim haruslah dicari di tempat lain; khususnya dalam keharusan expansi dan akumulasi modal pada tingkatan global [mencakup seluruh dunia – penerjemah]. Pemimpin-pemimpin sosialis, sosial-demokratis, populis atau nasionalis yang tidak memeluk kebijakan ekonomi neoliberal, dan mungkin waspada dalam membuka lebar pasaran mereka bagi modal asing yang tak terkendalikan, akan menjadi sasaran untuk digantikan dengan pemimpin-pemimpin yang nurutan, atau negara-negara klien. Hal ini, sudah tentu, bukanlah penjelasan baru tentang imperialisme ekonomi, ini sama tuanya dengan internasionalisme perdagangan dan penanaman modal. Yang agak baru, dan nampaknya merupakan kekuatan pendorong utama di belakang perang-perang ganti-rezim belakangan ini yalah, karena AS dan negara-negara kapitalis besar lain belakangan ini telah mengawali kebijakan-kebijakan ekonomi penghematan di negeri mereka sendiri maka mereka juga mengharapkan dan, memang menuntut, agar negara-negara lain mengikuti. Dengan kata-kata lain, tidak cukup lagilah bagi suatu negeri bila cuma membuka pasarannya buat penanaman modal dan perdagangan besar dengan negara-negara besar ekonomi Barat. Nampaknya bagi negara-negara besar itu sama pentingnya bahwa negeri itu juga menghentikan rencana-rencana kesejahteraan umumnya dan melaksanakan tindakan-tindakan penghematan dari neoliberalisme. Misalnya, setelah bertahun-tahun melawan tekanan-tekanan imperialis, mendiang pemimpin Lybia Muammar al-Gaddafi akhirnya mengalah dalam th. 1993, dan menyetujui perjanjian-perjanjian penanaman modal dan perdagangan dengan perusahaan-perusahaan besar minyak dan perusahaan-perusahaan transnasional lain dari negara-negara Barat
2
yang memberi keuntungan-keuntungan besar bagi mereka. Di bawah tekanan, ia bahkan membongkar teknologi nuklirnya dengan harapan bahwa hal itu akan membuat mereka senang dan ¨tidak mengganggu-ganggu dia¨ lagi. Akan tetapi walau pum ia sudah mengalah begitu, AS dan sekutu-sekutunya belum puas juga, terbukti dengan penggulingan rezimnya dengan kekerasan dalam tahun 2012 dan ia disembelih sungguhan oleh gerombolan-gerombolan bandit yang telah dilatih dan dipersenjatai oleh negara-negara Barat. Mengapa? Karena AS dan sekutu-sekutunya mengharapkan lebih banyak; mereka menghendaki dia menuruti garis-garis bimbingan ekonomi dari ¨pakar-pakar¨ finans global, yaitu, dari ¨penasehat-penasehat¨ ekonomi AS dan Eropa, dari Dana Moneter Internasional dan Worl Trade Organisation – pendeknya, ia harus membongkari rencana-rencana kesejahteraan yang kokoh dari negaranya dan merobah ekonominya menurut model neoliberal. Perlakuan sebagai penjahat kriminal terhadap Gaddafi itu bisa membantu menjelaskan mengapa negara-negara imperialis juga telah menyusun komplotan-komplotan untuk menggulingkan rezim-rezim populis/sosialis dari mendiang Hugo Chavez dan penerusnya di Venezuela, dari Castro bersaudara di Kuba, dari Rafael Correa Delgado di Ekuador, dari Bashar al-Assad di Suriah dan dari Evo Morales di Bolivia. Hal itu juga membantu menjelaskan mengapa mereka telah menggulingkan pemerintah-pemerintah pilihan rakyat dari Mohammad Mossadeq di Iran, dari Jacobo Arbenz di Guatemala, dari Kusno Sukarno di Indonesia, dari kaum Sandinista di Nicaragua, dari Salvador Allende di Chili, dari Jean-Bertrand Aristide di Haiti dan dari Manuel Zelaya di Honduras. Agenda imperialis untuk menggulingkan al-Gaddafi dan penganjur-penganjur rencanarencana kesejahteraan negara yang “membangkang” di luarnegeri itu pada intinya merupakan bagian dari agenda jahat untuk memereteli program-program semacam itu di dalamnegeri. Walau bentuk, hubungan dan cara-cara memereteli mungkin berbeda, tapi pukulan serangan-serangan tak berampun terhadap syarat-syarat hidup rakyat-rakyat Lybia, Iran, Venezuela atau Kuba adalah pada intinya sama seperti serangan-serangan yang sama ganasnya terhadap syarat-syarat hidup kaum miskin dan rakyat pekerja di AS, Inggris, Perancis dan negeri-negeri kapitalis lain yang sudah merosot akhlak. Secara hampir tak kentara semuanya itu merupakan bagian dari perang klas sepihak yang sedang berlangsung di seluruh jagad. Apakah dilancarkan dengan peralatan militer dan pemboman ataukah melalui proses-proses pengadilan atau undang-undang, semuanya pada pokoknya tidak ada bedanya sejauh menyangkut akibatnya pada kehidupan dan penghidupan rakyat.
3
Kekuasaan plutokrasi yang kuat di negeri-negeri kapitalis inti nampaknya tidak merasa enak untuk memereteli ekonomi-ekonomi New Deal, reform-reform sosial-demokratis dan`rencana-rencana negara di bidang kesejahteraan di negeri-negeri ini sedang rakyat di negeri-negeri yang lebih kecil yang kurang berkembang semacam Lybianya al-Gaddafi, Venezuela atau Kuba menikmati program-program keselamatan sosial yang kuat dukungan negara. Tak bisanya plutokrasi menenggang ekonomi-ekonomi yang “diatur” itu disebabkan oleh ketakutan bahwa program-program kuat dukungan negara tentang jaringan keselamatan ekonomi di negeri-negeri lain bisa menjadi teladan yang “buruk” yang mungkin akan dituntut oleh warga-warga di negeri-negeri inti kapitalis. Pada suatu saat lagi jujur, mantan Presiden Harry Truman diberitakan telah menyatakan (dalam tahun 1947) tugas yang tidak dinyatakan dari Amerika Serikat untuk mengglobalisasikan sistem ekonominya dengan kata-kata yang berikut: “Seluruh dunia harus memakai sistem Amerika. Sistem Amerika hanya bisa hidup terus di Amerika bila menjadi sistem dunia” 1. Dengan cara serupa, Lord Cecil Rhodes, yang telah menaklukkan seluruh Afrika untuk Imperium Inggris, diberitakan telah menyarankan pada masa jayanya Imperium bahwa cara yang paling sederhana untuk mencapai perdamaian bagi Inggris adalah mengubah dan menambahkan sisa dunia (kecuali Amerika Serikat, Jerman dan beberapa negara Barat masa itu) pada tanah-tanah jajahannya. Kata-kata mafia yang sepadan dengan pernyataan-pernyataan Truman dan Rhodes itu yalah kira-kira seperti ini: “Kerjakan menurut cara kami, kalau tidak, kakimu kami patahkan”. Jalan pikiran yang membimbing pernyataan Truman yang kasar bahwa sisa dunia “harus memakai sistem AS” itu memang telah merupakan sesuatu yang sama dengan tugas suci yang telah membimbing politik luarnegeri Amerika Serikat sejak menggantikan kekuasaan Inggris sebagai kekuasaan dunia yang utama. Hal itu menjelaskan, misalnya, sebab yang sungguh-sungguh dan utama di belakang Perang Dingin antara AS dan sekutu-sekutunya, di satu pihak, dan Uni Soviet dan sekutu-sekutunya, di pihak lain. Sedangkan “ancaman komunisme” telah merupakan alasan resmi untuk permulaan dan peningkatan permusuhan itu, tapi ada bukti yang meyakinkan bahwa bukan saja Joseph Stalin dan penerus-penerusnya di Uni Soviet tidak mempunyai rencana-rencana untuk melancarkan perang melawan Amerika Serikat atau sekutusekutunya melainkan, dalam kenyataannya, mereka telah memainkan peranan kendali 1
Sebagaimana disebutkan dalam Jan Nederveen Pieterse, Globalizationor Empire, New York dan London: Routledge 2004, hlm. 131.
4
dalam menahan gerakan-gerakan revolusioner untuk kemerdekaan di seluruh dunia. “Seringkali dilupakan”, demikian dikemukakan oleh Sidney Lens, “bahwa selama beberapa tahun sehabis perang, dia (Stalin) mengambil sikap yang sangat moderat …. Nasionnya telah kehilangan 25 juta orang dalam perang, ia amat sangat membutuhkan bantuan untuk pembangunan kembali, dan untuk waktu yang lama terus memegang harapan-harapan akan hidup berdampingan. Jauh dari pada revolusioner, Stalin pada tahun-tahun itu meredakan revolusi di mana saja ia bisa”2. Untuk menenangkan Amerika Serikat dan negara-negara Barat lain dengan harapan hidup berdampingan secara damai, Stalin sering menasehati, dan kadang-kadang memerintahkan, kepada partai-partai komunis/kiri di Eropa dan tempat-tempat lain di dunia agar jangan menjalankan kebijakan-kebijakan revolusioner yang mungkin bisa membahayakan keinginan-keinginan yang diharapkan untuk hidup berdampingan. Tujuan atau tugas mengubah ekonomi-ekonomi lain itupun membuat kapitalisme gaya Amerika juga membantu menjelaskan mengapa Amerika Serikat telah melancarkan begitu banyak operasi militer dan mengatur begitu banyak kudeta dan ganti-rezim di seantero dunia. Federation of American Scientists telah menyusun suatu daftar bentrokan-bentrokan militer AS-asing yang menunjukkan bahwa dalam dasawarsa pertama sesudah robohnya Tembok Berlin, AS menjalankan 134 operasi macam itu, yang sebagian terbanyaknya samasekali tak diketahui oleh umum di Amerika3. Elite-elite finansial global mengganti rezim-rezim yang “tidak menyesuaikan diri” bukan saja di negeri-negeri yang kurang berkembang melainkan juga di negeri-negeri inti kapitalis. Hal ini mereka capai bukan dengan cara-cara militer melainkan lebih banyak dengan menggunakan dua cara yang halus tapi kuat: (a) pemilihan buatan yang dijalankan dengan uang, yang dijajakan sebagai “democracy in action”, dan (b) lembaga-lembaga keuangan dan think tanks (dewan-dewan pemikir -- penerjemah) semacam Dana Moneter Internasional (IMF), bank-bank central dan kantor-kantor penilai saham/kredit seperti Moody´s, Standard and Poor´s dan Fitch Group. Laporan tidak baik dari kantor-kantor itu tentang keadaan kredit suatu negeri bisa menimbulkan kekacauan pada kedudukan ekonomi, keuangan dan kedudukan mata-uang di pasar-pasar dunia bagi negeri itu, sehingga pemerintahnya mengalami nasib terguling dan diganti. Beginilah caranya selama pergolakan finansial tahun-tahun belakangan ini sejumlah pemerintah telah diganti di 2
The Military-Industrial Complex, Kansas City MO: Pilgrim Press and National Catholic Reporter 1970, hlm. 19. 3 Baca Ismael Hossein-zadeh, The Political Economy of US Militarism, Palgrave-Macmillan 2006, hlm. 88. Henry Blodget, ¨America Today: 3 Million Overlords and 300 Million Serfs¨, Business Insider, April 10, 2013.
5
tempat-tempat seperti Junani dan Italia – tidak dibutuhkan gaya ganti-rezim yang biasanya atau yang militer; kudeta finansial, “kekuatan lunak” yang diatur oleh IMF dan/atau kantor-kantor penilai bahkan lebih efektif lagi untuk tujuan ini. Perang klas skala dunia Sebagaimana telah dikatakan, semua rencana dan perang ganti-rezim, baik yang pakai cara militer yang biasanya maupun dengan kekuatan “lunak” palugodam finansial global, pada intinya mewakili satu hal: perang klas terselubung pada tingkatan global, perang ekonomi tak berampun yang meliputi seluruh dunia yang dilancarkan oleh oligarki finansial ekonomi yang satu prosen melawan penduduk lainnya di dunia. Perjuangan klas di masyarakat yang berlapis-lapis secara ekonomis memang tidaklah baru. Yang relatif baru dalam perang yang dilancarkan tahun-tahun belakangan ini oleh yang 1% melawan yang 99% adalah kecepatannya yang bertambah, skalanya yang luas dan sifat pengaturannya yang global. Sedang serangan-serangan penghematan neoliberal terhadap syarat-syarat hidup penduduk umum di negeri-negeri inti kapitalis dimulai (resminya) dengan supply-side economy dari Presiden Ronald Reagan dan Perdana Menteri Margaret Thatcher lebih tiga dasawarsa yang lampau, tapi keganasan serangan semacam itu telah menjadi lebih dahsyat dalam krisis finansial ekonomis dewasa ini, yang dimulai dengan keambrukan finansial 2008 di Amerika Serikat. Dengan menarik keuntungan dari keambrukan itu (sebagai shock therapy ekonomis, sebagaimana disebut Naomi Klein), oligarki finansial dan orangdalam-orangdalam mereka dalam pemerintah negeri-negeri inti kapitalis telah menjalankan kudeta economi secara sistematis terhadap rakyat yang di antara kerusakannya termasuk yang berikut: - Pemindahan trilyunan dollar dari rakyat umum kepada olikarki finansial melalui -
-
-
pemotongan-pemotongan penghematan yang tak kenal ampun. Penswastaan luas terhadap aset-aset dan dinas-dinas umum, termasuk terhadap monumen-monumen sejarah yang tak tergantikan, bangunan-bangunan budaya menonjol yang tak ternilai, dan dinas-dinas sosial vital seperti perawatan kesehatan, pendidikan dan penyediaan air. Pengadaan kebijakan-kebijakan kesejahteraan dari perusahaan/bank untuk menggantikan program-program kesejahteraan rakyat. Alokasi bagian terbesar sekali dari pembagian negara (dan pembagian kredit umumnya) untuk penanaman modal spekulatif dan bukan untuk penanaman modal yang sungguh-sungguh. Penggerowotan sistematis keselamatan pensiun jutaan orang buruh (baik pegawai
6
-
kantor maupun buruh kasar) dan pegawai negeri; Pengawasan yang makin terang-terangan terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi dan/atau keuangan oleh wakil-wakil oligarki finansial.
Bersama-sama, kebijakan-kebijakan itu telah amat sangat memperparah pembagian pendapatan/kekayaan yang sudah berat sebelah itu di negeri-negeri ini. Pemotonganpemotongan besar-besaran dalam pengeluaran sosial telah mengakibatkan pemindahan sumberdaya-sumberdaya ekonomi yang luarbiasa banyaknya dari bawah ke atas. Pemindahan itu, memang sungguh-sungguh, telah lebih dari menutupi kerugian th. 2008 dari spekulator-spekulator finansial. Di AS, misalnya, satu prosen yang paling kaya kini memiliki 40 prosen kekayaan seluruh negeri; sedang 80 prosen yang di bawah hanya memiliki tujuh prosen. Demikian pula, satu prosen yang paling kaya membawa pulang 24 prosen dari jumlah total pendapatan negeri, dibandingkan dengan hanya sembilan prosen empat dasawarsa yang lampau4. Hal ini menunjukkan, sebagaimana dikemukakan lebih dulu, bahwa sedang seranganserangan neoliberal terhadap pihak yang 99% di negeri-negeri kapitalis inti mungkin tidak kelihatan seganas seperti yang mengamuk di Venezuela, Suriah atau Ukraina, tetapi akibat finansial serangan-serangan semacam itu pada syarat-syarat hidup pihak yang 99% tidak sedikit pun kurang menghancurkannya. Kaum plutokrat dunia bersatu Kebijakan-kebijakan ganti-rezim biasanya disusun dan dilaksanakan sebagai rencana-rencana kerjasama oleh plutokrasi-plutokrasi lintasbatas, artinya, oleh oligarkioligarki finansial negeri-negeri imperialis dengan bermitra dengann rekan-rekannya bumiputra di negeri-negeri kurang berkembang. Di samping terus-menerus mengatur siasat di belakang layar, wakil-wakil modal transnasional dan wakil-wakil mereka di dalam pemerintahan kapitalis juga secara rutine bertemu dalam konferensi-konferensi internasional guna menyerempakkan urusanurusan dan kebijakan-kebijakan finansial mereka lintas-batas – yang suatu fokus utamanya tahun-tahun belakangan ini adalah pelaksanaan tindakan-tindakan penghematan global dan menanamkan kebijakan-kebijakan neoliberal seluas dunia. Dalam pertemuan-pertemuan itu termasuk World Economic Forum di Davos, Swis, rapat-rapat tahunan Bank Dunia dan IMF, rapat-rapat periodik G20, Aspen Institutes Ideas Festival, forum geopolitics tahunan Grup Bilderberg, dan pertemuan raja-raja media di Herb 4
The Rise of the New Global Elite, The Atlantic January-February 2001.
7
Allen´s Sun Valley – untuk menyebutkan beberapa saja di antara banyak pertemuanpertemuan kebijakan internasional semacam itu. Melalui siasat dan operasi-operasi globalnya, modal transnasional telah membebaskan diri dari pembatasan nasional dan janji-janji kesanggupannya di negerinya dan berhasil memindahkan salinghubungan kekuatan-kekuatan klas dan persekutuan-persekutuan sosial ke tingkat seluas dunia. Elite-elite global dari kapitalisme dewasa ini “sedang menjadi masyarakat lintas-dunia yang lebih banyak persamaannya satusamalain ketimbang dengan orang-orang di negeri mereka sendiri”, demikian tulis Chrysta Freeland, Editor Dunia dari Reuters, yang mengadakan perjalanan dengan orang-orang elite ke banyak bagian dunia. “Tak jadi soal apakah mereka punya rumah utamanya di New York atau Hongkong, Moskow atau Mumbai, orang-orang superkaya hari ini semakin merupakan suatu nasion tersendiri”, demikian tambahnya. Implikasi-implikasi untuk globalisasi dari bawah Kesimpulan-kesimpulan apakah yang bisa ditarik oleh pihak yang 99% dari hal ini? Apakah yang bisa dilakukan oleh rakyat pekerja dan lapisan lain akar-rumput untuk melindungi pekerjaan mereka, sumber-sumber penghidupan mereka, masyarakat-masyarakat dan lingkungan mereka? Apakah yang bisa dilakukan oleh masyarakat-masyarakat orang biasa untuk menggerowoti siasat-siasat pihak 1% yang global yang merintangi reform-reform sosial dan ekonomis yang progresif yang dapat menopang hidup? Sama halnya seperti elite-elite klas kapitalis internasional dalam pertarungan mereka melawan rakyat pekerja tidak terikat oleh perbatasan kawasan atau nasional, demikian pulalah klas yang bekerja harus mengkordinasi balasannya secara Internasional. Satu langkah pertama yang logis yang bisa merintangi siasat modal transnasional menakut-nakuti kaum buruh dan masyarakat-masyarakat dengan ancaman-ancaman seperti manghapuskan atau mengekspor tempat-tempat pekerjaan dengan memindahkan perusahaan mereka ke tempat lain adalah menghapuskan pikatan-pikatan yang mendorong pemindahan perusahaan, pelarian modal atau outsourcing. Untuk keperluan itu sangat perlu sekali ongkos buruh dalam produksi harus dibuat sebanding pada tingkatan internasional. Hal ini akan minta diambilnya langkah-langkah yang diperlukan menuju penetapan upah dan keuntungan secara internasional, yaitu kesamaan ongkos kerja di dalam perusahaan yang sama dan jenis usaha yang sama, harus sesuai dengan (a) ongkos hidup, dan (b) produktifitas di tiap negeri.
8
Siasat semacam ini akan menggantikan persaingan adu murah dewasa ini antara kaum buruh di berbagai negeri dengan perundingan terkordinasi dan kebijakan-kebijakan bersama untuk kepentingan-kepentingan bersama dan pemecahan masalah pada tingkatan global. Walau pun ini kedengerannya radikal, tapi sedikit pun tidak lebih radikalnya ketimbang apa yang dilakukan oleh pihak transnasional yang 1% itu, yang mengkordinasi sejagad siasat-siasat mereka anti pihak yang 99%. Kalau pada suatu tingkatan perkembangan kapitalisme yang lebih awal seruan ¨Kaum Buruh Seluruh Dunia, Bersatulah¨ kelihatannya seperti mimpi yang aneh dari jago buruh terkemuka Karl Marx, maka internasionalisasi modal, melimpahnya sumberdaya-sumberdaya bahan dan perkembangan-perkembangan dalam teknologi, yang telah sangat mempermudah pengorganisasian dan kordinasi aksi-aksi lintas-batas bagi pihak yang 99%, kini telah membuat impian itu suatu keperluan yang mendesak. Karena modal dan kerja merupakan landasan produksi kapitalis, maka organisasi dan lembaga-lembaganya berkembang dengan kecepatan yang kurang-lebih sama, dalam waktu dan ruang. Demikianlah, ketika produksi berlangsung setempat, maka tukang batu, dan tukang-tukang lain berorganisasi terutama di masyarakat-masyarakat setempat. Tetapi ketika produksi kapitalis menjadi nasional, maka begitu pulalah serikatburuh-serikatburuh. Kini setelah produksi kapitalis menjadi global, maka organisasi-organisasi buruh pun perlu menjadi internasional agar bisa melindungi hak-hak mereka dan masyarakat-masyarakat mereka terhadap tingkah-laku garuk untung kapitalis-kapitalis transnasional yang bebas pergi kemana-mana dan bebas berbuat apa saja. Banyak orang akan berpendapat bahwa waktu ini bukanlah waktu yang baik untuk berbicara tentang alternatif-alternatif yang radikal ketimbang kapitalisme. Keadaan sosiopolitik masyarakat-masyarakat kita dewasa ini nampaknya membenarkan perasaan pesimis semacam itu. Tingkatan-tingkatan tinggi pengangguran di kebanyakan negeri di dunia dan persaingan di antara kaum buruh internasional yang diakibatkannya, berbareng dengan ofensif penghematan yang dilancarkan oleh neoliberalisme pada tingkatan global, telah memukul klas buruh dan lapisan akar-rumput ke dalam defensif. Penyelewengan terus-menerus partai-partai/pemerintah-pemerintah Sosialis, Sosial Demokratis, dan Buruh di Eropa ke arah ekonomi-ekonomi pasar gaya AS serta ausnya ideologi tradisional, kekuatan dan nama baik mereka telah menyebabkan kebingungan kaum buruh di sana. Ambruknya Uni Soviet, betapa tegasnya pun sementara orang sosialis telah menjauhkan diri dari sistem itu, membayang-bayangkan hantu sosialisme, dan kiranya akan terus terbayang untuk beberapa waktu mendatang. Dapat difahamilah bahwa perkembangan-
9
perkembangan ini telah menimbulkan kebingungan dan kehilangan arah di antara kaum buruh dan lapisan-lapisan akar-rumput lain di dunia. Akan tetapi, semua ini bukanlah berarti bahwa keadaan akan tetap begini, tanpa jalan keluar. Kapitalisme itu tidak hanya ¨merusak¨, tapi juga ¨menumbuhkan¨, kata Marx. Sambil merebut pasar-pasar dunia, menguniversalkan kekuasaan modal, dan mengacaukan syarat-syarat hidup banyak orang, kapitalisme itu pada waktu yang bersamaan menabur benih-benih pengubahan diri-sendirinya. Kapitalisme itu di satu pihak menciptakan masalah-masalah dan kekhawatiran bersama bagi mayoritas penduduk dunia, di pihak lain menciptakan syarat-syarat material dan teknologi yang memudahkan salinghubungan dan kerjasama antara mayoritas warga dunia ini untuk mengadakan aksi-aksi bersama dan pemecahan-pemecahan dengan pilihan-pilihan lain. Apabila mayoritas penduduk dunia, pihak 99% yang global, akan menyedari dan bertekad untuk dengan sungguh-sungguh mengambil dan menggunakan teknologi dan sumberdaya bahan untuk pengorganisasian dan pengelolaan ekonomi dunia, siapa tahu? Tetapi kemungkinannya dan jalan jangka panjang perkembangan sosio-ekonomi dunia menunjuk ke arah itu. Jarak antara kini dan waktu kelak itu, antara kekecewaan kita yang langsung dan peradaban unggul yang kita inginkan tapi sukar dapat itu, hanya bisa ditempuh kalau kita mengambil langkah-langkah yang diperlukan ke arah tujuan itu5. Ismael Hossein-zadeh adalah Profesor Emeritus Ekonomi, Drake University, Des Moines, Iowa.
Diterjemahkan dari Counterpunch, Feb. 28, 2014
5
Untuk diskusi rinci tentang masalah ini bacalah Ismael Hossein-zadeh, Beyond Mainstream Explanations of the Financial Crisis, Routledge (fourthcoming, April 29, 2014), Jld. 8.
10