perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS PEMASARAN TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Jurusan/Program Studi Peternakan
Oleh : Aris Widitananto H 0506037
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS PEMASARAN TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan
Jurusan/Program Studi Peternakan
Oleh : Aris Widitananto H 0506037
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
THE ANALYSIS OF MARKETING OF BEEF CATTLE IN PLAYEN DISTRICT, GUNUNGKIDUL REGENCY Aris Widitananto H0506037
SUMMARY The cattle have a high potential to be developed in primarily in Playen District Gunungkidul. Cattle marketing has an important role in the distribution of cattle from producers to consumers. Breeder as producers in the beef market has always weakness. This is because the habit of Breeder selling cattle directly to the broker. This research aims to determine the flow of profils and verious marketing costs of beef cattle in Playen District Gunungkidul. The research was carried out for 4 months starting from August to November 2011. The method used is a survey method and data sources used are primary data and secondary data. The primary data obtained through interviews with respondents, using a prepared questionnaire. Secondary data were obtained from the Animal Husbandry Departemen Gunungkidul, BPS, Bappeda, district office, the Office of the village head. Sample villages were purposively selected based on the number of cattle population of high, medium and small, the Village Bleberan, Plembutan and Playen. The data analysis has been as descriptive (descriptive) , that is analysis of existing data summary measure outcomes cattle ranchers. Survey respondents namely convenience sampling taken by 60 breeder with their own criteria cattle ranges 2-5 cows and cows have been sold. The sample were purposive selected merchants by 10 experienced traders to trade at least 5 years. The research results show that is channel in the Playen District marketing involving, among others: breeders, broker, traders, wholesalers and traders cutter / butcher. Marketing margins are highest in the channel to 4 (breeder - broker-traders - wholesalers - butcher - consumer) Rp. 2.200.000/cattle. Share received by breeder was highest in the first plot is 100%. The first marketing channels of the (breeder-consumers) is the most efficient workflow in District Playen Gunungkidul. The conclusion of this research, there are four kinds of marketing channel of cattle, those are: (I). breeder consumer directly. (II). breeder, broker, traders cutter, consumer. (III). breeder, broker, wholesaler, trader cutter, the consumer. (IV). breeder, broker, traders, wholesalers, traders cutter, the consumer. The lowest marketing costs and margins in the first channel. The lowest farmer's share in the fourth channel. The first marketing channel of the most efficient in Playen District Gunungkidul, because it has the value of the farmer's share as high as 100%. commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………
i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………….....
ii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….....
iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………
iv
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………
vi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………...
vii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………...
viii
RINGKASAN …………………………………………………………………………...
ix
SUMMARY …………………………………………………………………………......
xi
I. PENDAHULUAN …………………………………………………………………..
1
A. Latar Belakang …………………………………………………………………..
1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………….....
3
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………………...
3
D. Kegunaan Penelitian …………………………………………………………......
4
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………………....
5
A. Sapi Potong ………………………………………………………………………
5
B. Pemasaran Sapi Potong ………………………………………………………….
6
C. Saluran Pemasaran ………………………………………………………………
7
D. Margin Pemasaran ………………………………………………………….......
10
E. Biaya Pemasaran ………………………………………………………………...
13
F. Efisiensi Pemasaran ……………………………………………………………...
14
III. METODE PENELITIAN …………………………………………………………..
17
A. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………………………….
17
B. Metode Penelitian ……………………………………………………………......
17
C. Jenis dan Sumber Data …………………………………………………………..
17
D. Teknik Pengambilan Data …………………………………………………….....
18
E. Pengambilan Sampel ………………………………………………………….....
18
F. Analisis Data ……………………………………………………….....................
21
iv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
G. Definisi Operasional …………………………………………………………......
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………………...
24
A. Keadaan Umum Kabupaten Gunungkidul …………………………………….....
24
B. Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong …………………………………..
25
C. Karakteristik Responden Pedagang Sapi Potong …………………………………
29
D. Saluran Pemasaran ………………………………………………………………..
32
E. Fungsi-fungsi Pemasaran …………………………………………………............
37
F. Analisis Biaya Pemasaran ………………………………………………...............
41
G. Efisiensi Pemasaran ……………………………………………………………….
48
V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………...
51
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………......
51
B. Saran ………………………………………………………………………………
51
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………..
52
LAMPIRAN ………………………………………………………………………….....
55
v
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia
merupakan
negara
agraris
dengan
mata pencaharian
penduduknya sebagian besar adalah petani. Lahan pertanian di Indonesia saat ini mulai menyempit, para petani agar dapat meningkatkan pendapatannya, mereka melakukan kegiatan seharinya dengan beternak. Usaha ternak sapi potong secara umum memiliki kelebihan seperti, penghasil daging, kotoran dan kulit. Ternak sapi potong di pedesaan mempunyai prospek untuk meningkatkan salah satu usaha, baik itu usaha sampingan maupun usaha pokok. Usaha sapi potong dapat dijadikan sebagai tabungan keluarga, karena dapat dijual setiap saat (Mosher, 1987). Pembangunan peternakan tidak hanya diarahkan pada peningkatan produksi dan pendapatan peternak tetapi diperluas hingga mencakup pengembangan
agribisnis
secara
terpadu.
Peternak
sebagai
subyek
pembangunan didorong ke arah pemahaman peternakan menjadi sumber pendapatan. Pembangunan usaha peternakan dilakukan secara sinergis, mulai dari hulu sampai hilir dan tidak berhenti hanya di tingkat produksi, tetapi juga sebagai pelaku pasca panen seperti pengolahan dan pemasaran. Populasi dan jumlah pemotongan ternak sapi potong di Indonesia dalam lima tahun terkhir (2005-2010) mengalami penurunan sebesar 0,43% per tahun. Hal ini disebabkan masih rendahnya produktivitas ternak sapi potong dan terbatasnya ketersediaan bibit unggul lokal serta belum optimalnya kelembagaan pembibitan (Ditjen Peternakan, 2010). Kabupaten Gunungkidul dikenal sebagai daerah kegiatan usaha peternakan sapi potong yang banyak dikelola oleh petani dan menyebar secara merata ke seluruh wilayah Gunungkidul. Usaha peternakan mempunyai potensi dan prospek untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian daerah, khususnya di Kabupaten Gunungkidul, hal tersebut dapat ditunjukkan dari jumlah populasi sapi potong pada tahun 2010 terdapat 126.455 ekor sapi. commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 Usaha peternakan sapi potong merupakan usaha yang bernilai ekonomi tinggi sehingga memungkinkan peternak mendapat penghasilan yang cukup. Usaha peternakan sapi potong kegiatan yang paling pokok adalah pada kemampuan memasarkan. Salah satu faktor pelancar dalam pembangunan peternakan adalah sistem pemasaran yang efisien (Mosher, 1987). Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila dapat memberikan suatu balas jasa yang seimbang kepada semua pelaku pemasaran yang terlibat yaitu peternak, pedagang perantara dan konsumen akhir (Azzaino, 1983). Pemasaran juga mempunyai peranan penting dalam memindahkan suatu produk (sapi potong) dari produsen ke konsumen. Pemindahan suatu produk dari produsen ke konsumen akan melibatkan beberapa pedagang sapi potong. Pemasaran ternak sapi potong khususnya di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul lebih banyak dikuasai oleh pedagang seperti blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan jagal. Saluran pemasaran dapat digunakan untuk memindahkan suatu produk dari produsen sampai ke konsumen. Saluran pemasaran yang relatif panjang menyebabkan kerugian bagi peternak maupun konsumen, karena konsumen terbebani dengan biaya pemasaran yang tinggi, bagi peternak perolehan pendapatan menjadi lebih rendah. Sistem pemasaran efisien yaitu apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen kepada konsumen dengan biaya murah serta menguntungkan baik bagi peternak maupun konsumen, sehingga peternak harus memilih alur pemasaran yang pendek. Peternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul dalam memasarkan ternaknya masih menggunakan saluran pemasaran yang panjang, sehingga harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir menjadi lebih tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 B. Rumusan Masalah Populasi ternak sapi potong yang terdapat di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul cukup banyak yaitu sebesar 12.075 ekor. Usaha ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul sebagian besar masih bersifat tradisional dengan rata-rata kepemilikan 2-5 ekor sapi. Peternak sebagian besar menjual sapi tidak langsung ke Pasar Hewan akan tetapi melalui pedagang perantara, sehingga harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir menjadi lebih tinggi. Pemasaran adalah suatu proses sosial ekonomi dimana individu atau kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan dan menawarkan produk, dan dengan rantai pemasaran yang panjang akan berpengaruh terhadap nilai yang diterima peternak. Pemasaran dianggap efisien apabila mampu menyampaikan sapi dari peternak ke konsumen dengan biaya murah. Pedagang mempunyai peranan dalam mendistribusikan ternak sapi potong ke berbagai daerah, sehingga terjadi saluran pemasaran sapi dari peternak ke konsumen. Untuk itu perlu diketahui bagaiman sistem
pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen
Kabupaten Gunungkidul yang meliputi, biaya, margin dan profil saluran pemasaran ternak sapi potong, dan dengan melihat kondisi tersebut ada beberapa permasalahan yang perlu dikaji antara lain: 1. Bagaimana profil pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul? 2. Bagaimana struktur biaya pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui profil pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. 2. Mengetahui berbagai biaya pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi peternak sapi potong, hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pentingnya kegiatan pemasaran sehingga diharapkan mampu meningkatkan pendapatan di tingkat peternak. Diharapkan peternak mampu menjual ternak sapi potong ke pedagang yang membeli dengan harga tinggi atau langsung ke Pasar Hewan. 2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan, serta dapat memberikan
sumbangan
pemikiran,
evaluasi
terhadap
penetapan
kebijakan, terutama kaitannya dengan pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. (Santosa, 1995). Menurut Abidin (2006) sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Bangsa-bangsa sapi potong di Indonesia termasuk tipe dwiguna yakni tipe kerja dan potong. Bangsa sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama dan dengan karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama dan
karakteristik
yang
dimiliki dapat diturunkan ke generasi
berikutnya. Beberapa jenis sapi potong yang banyak dijumpai di Indonesia diantaranya sapi Bali, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole dan sapi Madura. Bangsa sapi potong impor seperti sapi Limousine, sapi Simmental, sapi Charolais dan sapi Brahman (Rivai, 2009). Menurut Talib dan Siregar (1991) sapi potong bangsa Ongole populasinya paling tinggi di antara bangsa-bangsa sapi yang lain di Indonesia, dan jenis sapi yang banyak dipelihara oleh para petani atau peternak di Indonesia adalah sapi Ongole (Djarijah, 1996). Sapi Peranakan Ongole sering juga disebut Sapi Lokal atau Sapi Jawa atau Sapi Putih (Darmono, 1993). Menurut Susilorini (2008) sapi Peranakan Simental mempunyai sifat jinak, tenang, dan mudah dikendalikan. Jenis sapi ini memiliki pertambahan bobot badan berkisar antara 0,6 sampai 1,5 kg/hari. Sapi Peranakan Simental memiliki ciri-ciri ukuran tubuh besar, pertumbuhan otot bagus, bobot sapi betina mencapai 800 kg, dan jantan 1.150 kg (Sugeng, 1998).
commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 B. Pemasaran Sapi Potong Pasar merupakan salah satu aspek penting dalam proses produksi. Ketersediaan pasar dapat memacu berkembangnya program dalam menerapkan teknologi. Menurut Boediono (1998) pasar adalah tempat terjadinya suatu transaksi antara penjual dan pembeli. Pasar juga bisa diartikan sebagai sekumpulan pedagang yang membeli barang dengan maksud untuk dijual lagi supaya bisa menghasilkan laba /keuntungan (Daryanto, 2011). Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan yang sama, yang mungkin bersedia dan mampu melaksanakan pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan itu. Menurut Rahayu (2006) pasar hewan adalah tempat untuk memperdagangkan hewan, khususnya sapi potong. Menurut Mughni (1996) bahwa setiap pedagang sapi potong dalam menjalankan aktifitas ekonominya mengeluarkan biaya pemasaran. Jumlah biaya pemasaran berbeda-beda untuk setiap tingkatan pedagang karena tergantung pada tambahan nilai guna dari ternak sapi potong yaitu guna waktu, guna tempat, guna bentuk dan guna pemilikan. Komponen biaya pemasaran sapi potong berbeda-beda pada setiap tingkatan pedagang. Napitupulu (1989) menyatakan bahwa setiap pedagang melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Pada dasarnya fungsi pemasaran terdiri dari tiga fungsi, yaitu: 1. Fungsi pertukaran yang meliputi pembelian dan penjualan. 2. Fungsi fisik yang meliputi penyimpanan, pengangkutan, standarisasi dan grading. 3. Fungsi fasilitas yang meliputi penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 C. Saluran Pemasaran Menurut Swastha (1997) bahwa saluran pemasaran memberikan gambaran tentang rute atau jalur perjalanan suatu produk. Hanifah dan Saefudin (1986) menyatakan bahwa panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui tergantung pada beberapa faktor, antara lain jarak antara produsen dan konsumen. Kotler (1992) mendefinisikan saluran pemasaran merupakan saluran distribusi yang terdiri dari seperangkat pedagang yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Proses pemasaran dari produsen ke konsumen banyak terdapat berbagai bentuk untuk mengerakkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen (Daryanto, 2011). Gambar umum saluran pemasaran produk pertanian dan peternakan sebagai berikut.
Blantik
Pedagang Besar
Eksportir
Produsen/ Petani peternak Koperasi/ KUD
Pengecer
Konsumen Akhir
Gambar 1. Saluran Pemasaran Umum Produk Pertanian dan Peternakan di Indonesia (Limbong dan Sitorus, 1987)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
Peternak
Blantik
Pedagang Pemotong/Jagal
Pedagang Pengumpul
Konsumen
Pedagang Besar
Gambar 2. Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Sigi Biromuru Kabupaten Donggala Sulawesi Selatan (Mughni 1996)
Hasil penelitian Mughni (1996) menunjukkan bahwa pedagang yang terlibat dalam penyaluran ternak sapi potong yaitu peternak, blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pemotong/jagal dan konsumen. Setiap tingkatan terdapat pedagang yang mengalirkan barang atau jasa dari produsen/peternak hingga ke konsumen akhir. Setiap rantai tingkatan tersebut menciptakan tambahan nilai untuk setiap produk dalam bentuk, tempat, waktu dan pemilikan. Keterlibatan pedagang dalam peyaluran produk adalah untuk mendapatkan nilai tambah atau guna barang atau jasa yang diusahakan. Hal ini menyebabkan fungsi pedagang berbeda di setiap tingkatan, misalnya pedagang pengumpul mempunyai skala usaha yang lebih besar dari pada blantik. Lebih lanjut Napitupulu (1989) menyatakan bahwa bentuk saluran pemasaran lebih memberikan arti apabila harga pada setiap tingkatan dan fungsi-fungsi yang dilakukan pada setiap tingkatan tersebut. Saluran distribusi atau saluran pemasaran adalah saluran yang dipakai produsen untuk menyalurkan barang hasil produksinya kepada konsumen akhir commit to user melalui pedagang perantara. saluran pemasaran ternak sapi potong merupakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 suatu bentuk organisasi dalam peternakan dan luar peternakan yang terdiri atas blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan jagal (Swastha dan Handoko, 1997). Menurut Sudiyono (2002) bahwa pedagang adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainya. Fanani (2000) menyatakan bahwa di dalam pemasaran sapi potong terdapat beberapa pedagang yang ikut ambil bagian, diantaranya: pedagang perantara, pedagang pengumpul dan pedagang antar propinsi. Peran pedagang ini sangat mempengaruhi harga ternak yang akan dijual dan mampu menyampaikan dan memindahkan sapi dari peternak ke konsumen. Pedagang ternak sapi potong yaitu suatu bentuk usaha yang berkaitan dengan ternak sapi potong, seperti halnya jasa-jasa yang ditawarkan oleh peternak atau pedagang sapi (Kartasapoetra, 1992). Pedagang
ini dapat berupa blantik, pedagang
pengumpul, pedagang besar dan pedagang pemotong dengan definisi sebagai berikut: 1.
Blantik, yaitu pedagang yang secara langsung berhubungan dengan peternak, blantik melakukan transaksi dengan peternak baik secara tunai, ijon maupun dengan kontrak pembelian.
2.
Pedagang pengumpul, yaitu pedagang yang membeli ternak sapi dari blantik biasanya relatif kecil.
3.
Pedagang besar, yaitu pedagang yang melakukan proses pengumpulan komoditi dari pedagang pengumpul, juga melakukan proses distribusi ke pedagang pemotong/jagal.
4.
Pedagang pemotong yaitu pedagang yang membeli sapi, kemudian di jual dalam bentuk daging.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10 D. Margin Pemasaran Margin pemasaran adalah selisih harga yang dibayarkan di tingkat pedagang pemotong dengan harga yang diterima oleh produsen (peternak). Menurut Adi (1995) bahwa harga yang terbentuk di pasar banyak dipengaruhi oleh pedagang. Menurut Mubyarto (1994) bahwa sistem pemasaran dianggap efisien bila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari peternak sebagai produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi. Margin pemasaran menurut Kohls (2002) adalah perbedaan harga antara produsen dan konsumen tingkat akhir, dimana di dalamnya terdapat harga penambahan nilai kegunaan dan fungsi serta keuntungan bagi pedagang. Menurut Azzaino (1983) bahwa margin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir untuk suatu produk dan harga yang diterima petani peternak untuk produk yang sama. Harga (P)
Sr Sf
Pr Pf
Qrf
Dr Df
Jumlah (Q)
Gambar 3. Konsep Margin Pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977) Keterangan: Pr
= Harga retail (tingkat pengecer)
Pf
= Harga farmer (tingkat petani) commit todiuser = Supply retail (penawaran tingkat pengecer)
Sr
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 Sf
= Supply farmer (penawaran di tingkat petani)
Dr
= Demand retail (permintaan di tingkat pengecer)
Df
= Demand farmer (permintaan di tingkat petani)
(Pr-Pf) = Margin tataniaga (Pr-Pf) Qrf
= Nilai margin tataniaga
Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer
Berdasarkan Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah barang yang sama, tetapi harga yang diterima petani lebih rendah dibandingkan harga yang dibayarkan konsumen. Permintaan adalah jumlah barang yang dibeli pada tingkat harga tertentu dan cenderung lebih rendah dari yang ditawarkan sehingga semakin banyak barang yang dibeli. Permintaan dan penawaran bertemu maka terbentuklah tingkat harga yang disetujui oleh kedua belah pihak. Daya beli merupakan kemampuan pembeli yang benar-benar menciptakan pasar, maksudnya pembeli berkinginan membeli dan mereka juga mampu membayar. Daya beli ini tidak hanya tergantung pada keinginan konsumen yang ingin terpuaskan tetapi juga bagaimana kedudukan barang tersebut dalam urutan daftar kebutuhan konsumen tersebut, karena semakin penting bagi konsumen untuk membelinya maka akan semakin memberikan peluang untuk menciptakan daya beli konsumen/pembeli. Semakin elastis sifat permintaan pasar maka semakin besar pengaruh perubahan harga terhadap perilaku pembeli. Sifat permintaan barang dikatakan elastis kalau harga barang berubah sedikit saja akan mengakibatkan perubahan volume penjualan lebih besar. Akan tetapi sebaliknya kalau sifat permintaan pasar terhadap barang tersebut adalah inelastis maka dampak pengaruh perubahan harga tidak terlalu membuat perubahan pada volume penjualannya atau dengan kata lain perubahan harga hanya menyebabkan perubahan volume yang lebih kecil persentasenya. Politik penetapan harga dilakukan untuk merangsang dan menarik pembeli agar membeli barang yang ditawarkan perusahan. Adapun politik ini commit to user melibatkan beberapa bagian perusahan terutama bagian penjualan, produksi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 dan keuangan. Margin pemasaran hanya menunjukkan jumlah produk yang dipasarkan, sehingga jumlah produk di tingkat petani sama dengan jumlah produk ditingkat pengecer. Margin pemasaran bukanlah satu-satunya indikator yang menentukan efisiensi suatu komoditas. Salah satu indikator lain adalah dengan membandingkan harga yang dibayar oleh konsumen akhir atau yang biasa disebut farmer’s share (bagian harga yang diterima petani) dan sering dinyatakan dalam persen. Farmer’s share mempunyai hubungan yang negatif dengan marjin pemasaran, sehingga semakin tinggi margin pemasaran maka bagian yang diperoleh petani akan semakin rendah. Kohls (2002) mendefinisikan farmer’s share sebagai selisih antara harga eceran dengan margin pemasaran. Farmer’s share merupakan bagian dari harga konsumen yang diterima oleh petani, dan dinyatakan dalam persentase harga konsumen. Hal ini berguna untuk mengetahui harga yang berlaku di tingkat konsumen dan yang diterima oleh petani. Besarnya farmer’s share biasanya dipengaruhi oleh tingkat pemrosesan, biaya transportasi, keawetan produk dan jumlah produk. Menurut Sudiyono (2002) bahwa bagian yang diterima petani (farmer’s share) sama dengan harga yang betul-betul diterima dibagi dengan yang diterima oleh konsumen dikalikan 100%.
× 100%) Keterangan : F
: Bagian yang diterima oleh petani (Rp)
M : Margin Pemasaran (Rp) Pr : Harga ditingkat konsumen akhir (Rp)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 E. Biaya Pemasaran Menurut Soekartawi (1993) biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran, besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lain disebabkan antara lain: jenis komoditas, lokasi pemasaran, macam pedagang dan efektivitas pemasaran yang dilakukan. Semakin kecil biaya pemasaran yang dikeluarkan, maka semakin efektif pemasaran dilakukan. Biaya pemasaran dibutuhkan untuk menyampaikan barang dari produsen (peternak) ke konsumen akhir. Biaya pemasaran meliputi biaya angkut, biaya pengepakan atau pengemasan, biaya bongkar muat (tenaga), biaya penyusutan dan lain-lain. Secara umum biaya merupakan pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengelola usaha ternaknya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya merupakan pengorbanan yang diukur untuk suatu alat tukar berupa uang yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dalam usahataninya. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan atau aktifitas usaha pemasaran komoditas peternakan. Biaya pemasaran komoditas peternakan meliputi biaya transportasi/biaya angkut, biaya pungutan retribusi, biaya penyusutan dan lain-lain. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lain. Hal ini disebabkan lokasi pemasaran, pedagang (pengumpul, pedagang besar, pengecer, dan sebagainya) dan efektifitas pemasaran yang dilakukan serta macam komoditas (Rahim dan Hastuti, 2007). Seringkali komoditas peternakan yang nilainya tinggi diikuti dengan biaya pemasaran yang tinggi pula. Peraturan pemasaran di suatu daerah juga kadang-kadang berbeda satu sama lain. Begitu pula macam pedagang dan efektivitas pemasaran yang dilakukan. Semakin efektif pemasaran yang dilakukan, maka akan semakin kecil biaya pemasaran yang dikeluarkan (Soekartawi, 1993).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 F. Efisiensi Pemasaran Keuntungan pemasaran merupakan selisih harga di tingkat produsen dan harga yang dibayarkan oleh konsumen dikurangi dengan biaya pemasaran. Jarak yang mengantarkan produksi peternakan dari produsen ke konsumen menyebabkan terjadinya perbedaan besarnya keuntungan. Perbedaan harga di masing-masing pedagang sangat bervariasi tergantung besar kecilnya keuntungan yang diambil oleh masing-masing pedagang (Soekartawi, 1993). Pertimbangan lain dalam menetapkan saluran pemasaran adalah dengan jalan membandingkan
biaya-biaya
yang
harus
dikeluarkan.
Secara
umum
menggunakan saluran pemasaran yang panjang akan menimbulkan biaya-biaya yang lebih besar sehingga mendorong harga jual yang lebih tinggi dan kelancaran penjualan barang-barang tersebut dapat terganggu. Hal ini dapat disebabkan karena setiap spedagang menginginkan keuntungan yang layak sebagai kegiatan imbalan mereka. Harga penjualan agar tidak terlalu tinggi sehingga perusahaan harus merelakan agar komisi dari saluran tersebut menjadi lebih kecil (Semito, 1993). Persaingan yang semakin tajam dapat mendorong harga penjualan menjadi lebih rendah. Tingkat keuntungan dari perusahaan yang megunakan saluran pemasaran yang sangat panjang dapat menyebabkan harga ke konsumen menjadi sangat tinggi dan ini mengganggu kelancaran penjualan barang-barang tersebut. Efisiensi pemasaran menurut Soekartawi (2002) adalah persentase antara biaya pemasaran dengan nilai produk yang dipasarkan. Pemasaran tidak akan efisien jika biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Sistem pemasaran dianggap efisien apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen kepada konsumen dengan biaya murah dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut (Mubyarto, 1995). Pengukur
efisiensi
pemasaran
peternakan
yang
menggunakan
perbandingan output pemasaran dengan biaya pemasaran pada umumnya dapat commit to user pemasaran dengan mengubah digunakan untuk memperbaiki efisiensi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 keduanya. Upaya perbaikan efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan meningkatkan output pemasaran atau mengurangi biaya pemasaran (Sudiyono, 2002). Menurut (Soekartawi, 1993) bahwa faktor-faktor yang dapat sebagai ukuran efisiensi pemasaran adalah sebagai berikut: a. Keuntungan pemasaran. b. Harga yang diterima konsumen. c. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran yang memadai untuk melancarkan transaksi jual beli barang, penyimpanan, dan transportasi. d. Persaingan diantara pelaku pemasaran Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari besarnya margin pemasaran dan farmer’s share, juga dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap pedagang, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.
Rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk
mengetahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh pedagang ketika biaya pemasaran naik sebesar satu satuan. Pengukur efisiensi pemasaran adalah bagian yang diterima oleh peternak. Komoditas yang diproduksi secara tidak efisien maka harus dijual dengan harga per unit yang tinggi sehingga komoditas yang diproduksikan secara tidak efisien menyebabkan bagian yang diterima peternak menjadi kecil (Sudiyono, 2002). Menurut Yusuf et al., (1999) bahwa keuntungan bagi pedagang merupakan imbalan atas jasa yang telah dilakukan selama melakukan proses pemasaran, masing-masing pedagang akan menetapkan harga yang berbedabeda sehingga keuntungan yang diterima tiap pedagang juga berbeda-beda. Selain perbedaan harga di tingkat pedagang, biaya pemasaran yang dikeluarkan akibat adanya fungsi pemasaran juga akan mempengaruhi besar kecilnya keuntungan yang diterima oleh masing-masing pedagang. Pemasaran hasil-hasil peternakan yang efisien ditandai oleh besarnya bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) sebagai imbalan dari pengorbanan yang dilakukan petani dalam menghasilkan komoditas tertentu. user Besarnya bagian yang diterimacommit ini akantotercermin apabila dihubungkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi komoditas tersebut, (Buharman, 1983). Besarnya keuntungan pemasaran diperoleh dari penjumlahan keuntungan pemasaran dari tiap-tiap pedagang. Keuntungan pemasaran ternak sapi potong dapat diketahui dengan jalan menjumlahkan keuntungan dari tiap-tiap pedagang. Keuntungan pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
Kp = Kp1+Kp2+Kp3+.....................+Kpn
Keterangan : Kp
: Keuntungan pemasaran
Kp1+Kp2+Kp3+...+Kpn
: Keuntungan pemasaran setiap pedagang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Bleberan, Plembutan dan Playen, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mulai dari bulan Agustus sampai bulan November 2011. Kecamatan Playen dipilih karena populasi ternak sapi potong di wilayah tersebut paling banyak dibandingkan dengan kecamatan yang lain yaitu sebanyak 12.075 ekor (Tabel 2).
B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei (survey method). Menurut Singarimbun dan Effendi (1995) bahwa penelitian dengan menggunakan metode survei (survey method) adalah pengumpulan informasi dari responden dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.
C. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yaitu sebagai berikut : 1.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari peternak sapi potong dan pedagang sapi dengan cara wawancara serta mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya yaitu berupa kuesioner.
2.
Data sekunder adalah data yang dicatat secara sistematis dan dikutip secara langsung dari instansi pemerintah atau lembaga-lembaga
yang
terkait dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari BPS Kabupaten Gunungkidul, Dinas Peternakan, Kantor Kecamatan Playen dan Kantor Desa yang diambil sebagai desa sampel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 D. Teknik Pengambilan Data 1. Observasi Peneliti melakukan pengamatan secara langsung mengenai pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. 2. Wawancara Wawancara ini dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab secara terstruktur dengan alat bantu kuesioner kepada peternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan aspek penelitian. 3. Metode Pencatatan Metode pencatatan yaitu metode pengumpulan data sekunder dan primer dengan melakukan pencatatan dari segala sumber termasuk wawancara dengan responden dan dari instansi-instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini.
E. Pengambilan Sampel 1. Metode Pengambilan Sampel Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive sampling) yaitu di Kecamatan Playen dan diambil tiga desa yaitu Desa Blebaran, Desa Plembutan dan Desa Playen. Desa-desa tersebut diambil berdasarkan jumlah populasi ternak sapi yang dikategorikan tinggi, sedang dan kecil (Tabel 1). Sampel diambil secara convenience sampling yaitu pengambilan sampel peternak yang terdekat atau telah dijumpai di tempat/lokasi penelitian sebanyak 60 peternak, dan dengan kriteria mereka memiliki sapi potong berkisar 2-5 ekor dan sudah pernah menjual sapi. Jumlah peternak di tiga desa sebanyak 1708 orang (Tabel 4). Sampel pedagang dipilih secara sengaja (purposive sampling) sebanyak sepuluh orang yang sudah berpengalaman berdagang minimal lima tahun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19 Tabel 1. Populasi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Desa Bleberan Banaran Getas Gading Banyusoco Logandeng Ngleri Plembutan Bandung Ngunut Dengok Ngawu Playen Jumlah
Sapi Potong (ekor) Jantan Betina Jumlah 269 1.045 1.314 345 960 1.305 263 988 1.251 422 756 1.178 492 629 1.121 368 708 1.076 219 715 934 227 612 839 237 448 685 178 489 667 238 429 667 170 415 585 209 244 453 3.637 8.438 12.075
Sumber : BPS Gunungkidul (2010) Tabel 2. Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Gunungkidul No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan Playen Tanjungsari Ponjong Gedang Sari Semin Semanu Wonosari Nglipar Tepus Rongkop Girisubo Karang Mojo Patuk Saptosari Panggang Paliyan Ngawen Purwosari Jumlah
Jumlah Sapi Potong (ekor) 12.075 10.891 9.682 8.897 8.508 8.341 7.720 7.594 7.374 5.842 5.543 5.529 5.473 5.357 5.187 4.440 4.392 3.610 126.455 commit user Sumber : Dinas Peternakan Kab. to Gunungkidul (2010)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 Tabel 3. Jumlah Peternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Desa Bleberan Banaran Getas Gading Banyusoco Logandeng Ngleri Plembutan Bandung Ngunut Dengok Ngawu Playen Jumlah
Jumlah Peternak 700 700 687 665 650 640 625 605 577 476 475 464 403 7667
Sumber : Dinas Peternakan Kab. Gunungkidul (2010) 2. Penentuan Responden (Peternak Sampel) Singarimbun dan Effendi (1995) mengatakan bahwa data yang dianalisis harus menggunakan sampel yang cukup besar sehingga dapat mengikuti
distribusi
normal,
yaitu
sebanyak
≥
30.
Berdasarkan
pertimbangan maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60 responden peternak. Pengambilan peternak sampel dilakukan dengan menggunakan metode Proportional random sampling artinya pengambilan sampel dari keseluruhan populasi, yaitu Desa Bleberan, Plembutan, dan Desa Playen dengan rumus menggunakan sebagai berikut:
Keterangan : Ni
: Jumlah sampel peternak sapi potong pada desa ke-i.
Nk
: Jumlah peternak sapi potong dari masing-masing desa.
N
: Jumlah peternak sapi potong dari semua desa.
n
: Jumlah sampel petani/ peternak yang dikehendaki. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 Berdasarkan penggunaan rumus diatas sampel peternak yang memelihara ternak sapi potong tiap desa dipilih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 4. Jumlah Responden Peternak Masing-masing Desa Terpilih No
Kelurahan/ Desa
1 2 3
Bleberan Plembutan Playen Jumlah
Populasi Peternak (orang) 700 605 403 1708
Jumlah sampel Peternak (orang) 25 21 14 60
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
F. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif (descriptive analysis) yaitu suatu analisis terhadap hasil tindakan dan ringkasan data peternakan sapi potong yang digunakan untuk kepentingan peternakan yang bersangkutan, seperti memuat perhitungan rugi, laba serta segala keterangan-keterangan yang dimuat dalam
lampiran-lampirannya untuk mengetahui gambaran posisi dan
perkembangan usaha peternakan yang bersangkutan seperti : 1. Profil pemasaran digunakan untuk menggambarkan keadaan lokasi, karakteristik responden tatalaksana usaha ternak, alur pemasaran, fungsifungsi pemasaran dan sistem pasar. 2. Perhitungan mengenai margin pemasaran (farmer’s share), keuntungan dan bagian yang diterima peternak dapat menggunakan rumus sebagai berikut: a. Rumus perhitungan margin pemasaran (Sudiyono, 2002)
M = Pr-Pf
Keterangan : M : Margin Pr : Harga ditingkat konsumen (Rp) Pf : Harga ditingkat produsen (Rp) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
b. Rumus perhitungan Farmer’s share (Sudiyono, 2002) × 100%)
Keterangan : F
: Bagian yang diterima oleh petani (Rp)
M : Margin Pemasaran (Rp) Pr : Harga ditingkat konsumen akhir (Rp) c. Rumus perhitungan keuntungan pemasaran (Soekartawi, 1993) Kp = Kp1+Kp2+Kp3+……+Kpn
Keterangan : Kp
: Keuntungan Pemasaran
Kp1+Kp2+Kp3+......+Kpn
: Keuntungan Pemasaran tiap pedagang sapi potong
G. Definisi Operasional 1. Peternak adalah orang yang memelihara dan memproduksi ternak sapi potong yang bertindak sebagai produsen. 2. Blantik adalah pedagang yang secara langsung berhubungan dengan peternak, blantik melakukan transaksi dengan peternak baik secara tunai, ijon maupun dengan kontrak pembelian. 3. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli ternak sapi dari blantik biasanya relatif kecil. 4. Pedagang besar adalah pedagang yang melakukan proses pengumpulan komoditi dari pedagang pengumpul, juga melakukan proses distribusi ke pedagang pemotong/jagal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 5. Pedagang pemotong adalah pedagang yang berhadapan langsung dengan konsumen. 6. Pasar hewan sapi adalah tempat yang digunakan untuk memperdagangkan ternak sapi potong di pasar hewan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. 7. Margin pemasaran adalah selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian ternak sapi potong yang dinyatakan dalam Rp/ekor 8. Keuntungan adalah selisih antara marjin pemasaran dengan biaya pemasaran yang dinyatakan dalam Rp/ekor 9. Farmer’ share adalah persentase harga yang diterima petani peternak terhadap harga yang dibayarkan konsumen. 10. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha pemasaran ternak sapi potong yang dinyatakan dalam Rp/ekor 11. Lembaga pemasaran adalah badan-badan atau lembaga-lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, menggerakkan barang dari produsen ke konsumen melalui proses jual beli. 12. Konsumen akhir adalah merupakan pengguna (user) akhir hasil produksi ternak sapi potong. 13. Efisiensi Pemasaran adalah semakin rendah biaya pemasaran dan semakin besar bagian yang diterima peternak, maka sistem pemasaran tersebut dikatakan semakin efisien
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Kabupaten Gunungkidul 1. Geografis Wilayah Kabupaten Gunungkidul terletak antara 7o 46’- 8o 09’ Lintang Selatan dan 110o 21’ - 110o 50’ Bujur Timur, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo dan sebelah timur berbatasan dengan Wonogiri Jawa Tengah dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul tercatat seluas 1.485,36 km2 yang meliputi 18 kecamatan dan 144 desa/kelurahan. Wilayah
Kecamatan Playen
sebagai
lokasi penelitian
secara
administratif berbatasan dengan: Sebelah selatan : Kecamatan Paliyan Sebelah barat
: Kecamatan Bantul
Sebelah utara
: Kecamatan Patuk
Sebelah timur
: Kecamatan Wonosari
Kabupaten Gunungkidul termasuk daerah beriklim tropis, dengan curah hujan rata-rata pada Tahun 2010 sebesar 1.200 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 103 hari/ tahun. Bulan basah tujuh bulan, sedangkan bulan kering berkisar lima bulan. Daerah Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul berpotensi untuk dikembangkan usaha peternakan sapi potong rakyat berbasis limbah pertanian lokal. 2. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul tahun 2010 diperkirakan berjumlah 753.008 jiwa yang tersebar di 18 kecamatan dan 144 desa. Secara keseluruhan jumlah penduduk perempuan (384.248 jiwa) lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki (368.760 jiwa). Jumlah penduduk Kecamatan Playen sampai dengan akhir bulan Agustus 2010 berjumlah 58.186 jiwa, terdiri dari 28.808 laki-laki dan commitKeluarga to user sebanyak 16.100 KK. 29.378 perempuan. Jumlah Kepala 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 3. Keadaan Umum Peternakan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul mempunyai tujuan untuk mengembangkan semua komoditas peternakan. Pengembangan ternak ini diharapkan mampu meningkatkan populasi ternak di masyarakat serta dapat menambah sumber pendapatan keluarga. Perkembangan
populasi
ternak
sapi
potong
di
Kabupaten
Gunungkidul menurut Dinas Peternakan Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5. Perkembangan Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Gunungkidul dari Tahun 2006-2010 Tahun Jumlah Ternak Sapi Potong (ekor) 2006 115.502 2007 114.139 2008 114.696 2009 121.469 2010 126.455 Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Gunungkidul, 2011 Kabupaten Gunugkidul merupakan wilayah untuk pengembangan ternak sapi potong. Pemasukan dan pengeluaran ternak sapi potong di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2010, dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 6. Data Pemasukan dan Pengeluaran Sapi Potong dari Tahun 2009-2010 Tahun 2009 2010
Sapi Potong Pemasukan 3.345 3.291
Pengeluaran 14.008 13.984
Sumber: Dinas Peternakan Kab. Gunungkidul (2011)
B. Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong Identitas responden merupakan gambaran secara umum dan latar belakang dalam menjalankan suatu kegiatan usaha ternak. Dalam menjalankan commit to user usaha ternak sapi potong dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya umur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26 peternak, tingkat pendidikan, jumlah pemilikan ternak, jenis sapi yang diusahakan dan pengalaman beternak. a. Umur Peternak Umur produktif dan umur tidak produktif dapat mempengaruhi kegiatan dalam usaha beternak. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data jumlah peternak responden berdasarkan umur. Tabel 7. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Kelompok Umur No Kelompok Umur Jumlah Persentase (tahun) (orang) (%) 1 0 - 15 0 0,00 2 15 - 60 45 75,00 3 > 60 15 25,00 Jumlah 60 100,00 Sumber: Data Primer Diolah (2011) Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa dari 60 responden peternak sapi potong, yang paling banyak terdapat pada rentang umur antara 15 - 60 tahun sebanyak 45 peternak atau sebesar 75%. Umur peternak secara umum termasuk dalam kelompok umur yang produktif, sehingga usia ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja peternak, seperti mudah menerima informasi dan inovasi baru serta lebih cepat mengambil keputusan dalam penerapan teknologi baru yang berhubungan dengan usaha ternaknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardikanto (1993) bahwa faktor umur peternak berpengaruh terhadap kerja, fisik, daya inovasi, adopsi dan lebih dinamis karena dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha ternak sapi potong. b. Tingkat Pendidikan Peternak Pendidikan peternak responden merupakan salah satu faktor penting menerima dan menerapkan teknologi baru disamping kemampuan dan ketrampilan peternak, dan juga dapat mempengaruhi pola pikir serta mudah mengambil keputusan dalam pengolahan usaha ternak sapi potong dan pemasarannya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data jumlah peternak responden berdasarkan tingkat pendidikan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 Tabel 8. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 SD 28 46,67 2 SMP 18 30,00 3 SMA 12 20,00 4 Perguruan Tinggi 2 3,33 Jumlah 60 100,00 Sumber: Data Primer Diolah (2011) Berdasarkan Tabel 8 tingkat pendidikan peternak di Kecamatan Playen paling banyak pada tingkat pendidikan SD sebesar 22 orang atau 36,7%, hal ini disebabkan karena ekonomi yang kurang, sehingga mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi untuk itu mereka memilih untuk beternak atau bertani. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut akan berdampak pada pola pikir penduduk yang cenderung memiliki pandangan dan pengetahuan yang sempit. Hal ini sesuai dengan penelitian Siregar (1996) bahwa peternak yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi seharusnya dapat meningkatkan pendapatannya, namun tidak demikian di lapangan yang pada umumnya peternak tegolong berpendidikan rendah. c. Jumlah Anggota Keluarga Peternak Jumlah anggota keluarga dalam beternak sapi sangat penting khususnya untuk mengembangkan usaha ternak sapi tersebut. Berikut ini merupakan jumlah anggota keluarga dari peternak responden, dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga No Jumlah Jumlah Persentase Anggota Keluarga (orang) (%) 1 1-4 30 50,00 2 5-8 18 30,00 3 9-13 12 20,00 Jumlah
60
100,00
Sumber: Data Primer Diolah (2011) Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa jumlah anggota keluarga commit to user 30 orang atau 50%. Banyaknya responden terbanyak dikisaran 1-4 sebanyak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 anggota keluarga dapat membantu dalam usaha beternak baik mencari pakan, menggembala maupun menjual ternak tersebut. Menurut Priyanti et al., (1998) bahwa tenaga kerja yang diperuntukkan bagi usaha ternak sapi potong pada umumnya adalah tenaga kerja keluarga. d. Pengalaman berternak Sapi Potong Keberhasilan usaha ternak sapi potong tidak terlepas dari pengalaman beternak. Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa persentase lama menjalankan usaha ternak sapi potong paling banyak terdapat pada lama usaha 5 - 10 tahun sebanyak 28 orang atau 46,57%. Tabel 10. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Pengalaman Beternak Sapi Potong No Lama menjalankan usaha Jumlah Persentase (Tahun) (Orang) (%) 1 <5 3 5,00 2 5 – 10 28 46,67 3 10 – 15 12 20,00 4 > 15 17 28,33 Jumlah 60 100,00 Sumber: Data Primer Diolah (2011) Pengalaman tersebut menunjukkan lamanya waktu peternak dalam mengusahakan ternaknya serta keuletan dalam budidaya dan pemasaran ternak tersebut. Peternak dalam mengembangkan dan meningkatkan usahanya dapat memanfaatkan teknologi kawin suntik untuk perbaikan genetik dan pengolahan pakan untuk perbaikan kualitas pakan dengan teknologi pengawetan. Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh peternak sehingga diharapkan kedepannya dapat lebih baik dalam menjalankan usahanya sehingga bisa mempertahankan serta meningkatkan produktivitas dan
pendapatannya. Menurut
Saksono
(1988)
bahwa pengalaman
merupakan faktor penentu maju mundurnya kegiatan usaha. e. Jenis Pekerjaan Pokok Peternak Keberhasilan usaha peternakan dapat dilihat dari tingkat tenaga kerja yang bekerja di sektor peternakan. Besarnya penyerapan tenaga kerja akan commit to user meningkatkan pendapatan per kapita penduduk, sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 menyejahteraan hidup penduduk. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul dapat di lihat pada Tabel di bawah ini sebagai berikut: Tabel 11. Jumlah Responden Peternak Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pokok No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (orang) (%) 1 Tani 42 70,00 2 Wiraswasta 2 3,33 3 Swasta 7 11,67 4 PNS 9 15,00 Jumlah 60 100,00 Sumber: Data Primer Diolah (2011) Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa jumlah peternak menurut mata pencahariannya sebagian besar adalah petani yaitu sebanyak 42 orang atau 70%. Hal ini dikarenakan usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Gunungkidul secara umum dilakukan sebagai pekerjaan sambilan. Menurut Usman (1993) bahwa usaha peternakan memang dijadikan sebagai usaha pokok yang ditempatkan sebagai salah satu sandaran dalam memenuhi kebutuhan hidup pada kalangan tertentu, tetapi di kalangan masyarakat tertentu lainnya, beternak adalah usaha sambilan disela-sela usaha pertanian. Menurut Susanto (2003) bahwa untuk menghadapi resiko usaha seperti kegagalan produksi, petani melakukan usaha sambilan sebagai salah satu sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
C. Karakteristik Responden Pedagang Sapi Potong Pedagang yang terlibat dalam pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul adalah blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pemotong/jagal. Layaknya suatu pengalaman dan pola pikir yang cermat seperti, pengalaman berdagang, umur, dan pendidikan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam berdagang. Proses penyampaian ternak sapi potong dari peternak sampai ke konsumen terdapat alur pemasaran yang melibatkan beberapa commit to userpedagang sapi potong. Berikut ini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 identitas pedagang sapi di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, dapat dilihat pada Tabel 12. a. Umur Pedagang Faktor umur pedagang berpengaruh terhadap kerja, fisik, daya inovasi, dan kepintaran dalam hal jual beli ternak sapi potong. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data jumlah pedagang berdasarkan umur. Tabel 12. Jumlah Responden Pedagang Berdasarkan Umur No Kelompok Umur Jumlah Persentase (Tahun) (orang) (%) 1 0 – 15 0 0 2 16 – 60 8 80,00 3 > 60 2 20,00 Jumlah 10 100,00 Sumber: Data Primer Diolah (2011) Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa umur responden pedagang sapi potong tergolong dalam usia produktif 16 - 60 tahun dan dari 10 pedagang sapi potong, paling banyak terdapat pada kelompok umur antara 16 - 60 tahun sebanyak 8 orang atau 80%. Umur pedagang yang produktif akan lebih mudah menerima informasi dan inovasi baru serta lebih cepat mengambil keputusan dalam penerapan teknologi baru yang berhubungan dengan jual beli ternak sapi potong. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardikanto (1993) faktor umur berpengaruh terhadap kerja, fisik, daya inovasi, adopsi dan juga dapat mengembangkan usaha, cara menjual dan membeli ternak sapi potong. b. Tingkat pendidikan pedagang Tingkat pendidikan pedagang yang tinggi, dapat dikatakan semakin pandai dalam mengatur harga ternak. Pendidikan merupakan salah satu faktor untuk keberhasilan penerapan teknologi baru yang berhubungan dengan usaha ternak sapi. Berikut ini karakteristik pedagang berdasarkan tingkat pendidikan, dapat dilihat pada Tabel 13.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 Tabel 13. Jumlah Responden Pedagang Berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1 2 3
Tingkat pendidikan SD SMP SLTA Jumlah
Jumlah (Orang) 2 3 5 10
Persentase (%) 20,00 30,00 50,00 100,00
Sumber: Data Primer Diolah (2011) Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden pedagang di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul mayoritas tamat SLTA yaitu sebesar 5 orang atau 50%. Pedagang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga mereka bisa menyusun strategi dalam berjualan, mereka juga bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dan bisa berjalan terus dalam berdagang. Hal ini sesuai dengan penelitian Siregar (1996) bahwa peternak atau pedagang sapi potong yang memiliki
tingkat
pendidikan
lebih
tinggi
dapat
meningkatkan
pendapatannya. c. Karakteristik pedagang berdasarkan pengalaman. Keberhasilan usaha dalam memasarkan ternak sapi potong tidak terlepas dari pengalaman dan kejelian. Hasil wawancara tersebut terdapat jumlah pedagang berdasarkan pengalamannya dapat dilihat pada Tabel 14. Berikut ini karakteristik pedagang sapi potong berdasarkan pengalaman berdagang. Tabel 14. Jumlah Responden Pedagang Berdasarkan Lama Berdagang Sapi potong No 1 2 3
Lama berdagang (Tahun) 0 – 10 11 – 20 > 20 Jumlah
Jumlah (orang) 1 4 5 10
Persentase (%) 10,00 40,00 50,00 100,00
Sumber : Data Primer Diolah (2011) Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa persentase lama berdagang
ternak sapi potong, paling banyak pada lama commit toresponden user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32 berdagang > 20 tahun sebanyak 5 orang atau 50%. Lama berusaha akan mempengaruhi pengalaman mereka dalam memasarkan ternak sapi potong. Pedagang semakin lama berpengalaman maka keberhasilan dalam menjual dan membeli ternak sapi akan lebih mudah. Hal ini sesuai dengan pendapat Saksono (1988) bahwa pengalaman merupakan faktor penentu maju mundurnya kegiatan usaha.
D. Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah saluran yang dipakai oleh produsen untuk menyalurkan barang hasil produksinya kepada konsumen akhir melalui pedagang perantara. Saluran pemasaran ternak sapi potong merupakan suatu bentuk organisasi dalam peternakan dan luar peternakan yang terdiri atas blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan jagal (Swastha dan Handoko, 1997), lebih lanjut Napitupulu (1989) menyatakan bahwa bentuk saluran pemasaran lebih memberikan arti apabila harga pada setiap tingkatan dan fungsi-fungsi yang dilakukan pada setiap tingkatan tersebut. Hanifah dan Saefudin (1986) menyatakan bahwa panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui tergantung pada beberapa faktor, antara lain jarak antara produsen dan konsumen. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diuraikan mengenai saluran pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Pengumpulan data untuk mengetahui berbagai hasil pemasaran ternak sapi potong yang digunakan dan diperoleh dengan cara penelusuran saluran pemasaran ternak sapi potong yaitu dimulai dari petani peternak sapi potong, blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pemotong. Berikut ini terdapat 4 macam saluran pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, dapat dilihat pada gambar dibawah ini sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Peternak
Konsumen
Gambar 4. Saluran I Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
Peternak
Blantik
Pedagang Pemotong
Konsumen
Gambar 5. Saluran II Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
Peternak
Blantik
Pedagang Besar
Pedagang Pemotong
Konsumen . Gambar 6. Saluran III Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul
Peternak
Pedagang Pemotong
Blantik
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Konsumen
Gambar 7. Saluran IV Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34 Gambar saluran I, II, III, dan IV pemasaran ternak sapi potong jika digambarkan dalam satu kesatuan, dapat dilihat pada gambar 8
Peternak Blantik
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Pedagang Pemotong
Konsumen
Gambar 8. Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Keterangan :
Saluran Saluran Saluran Saluran
commit to user
I II III IV
Pemasaran Ternak Sapi Potong Pemasaran Ternak Sapi Potong Pemasaran Ternak Sapi Potong Pemasaran Ternak Sapi Potong
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui beberapa saluran pemasaran ternak sapi potong yang dilalui di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15. Jenis Saluran Pemasaran dan Jumlah Responden Peternak No Saluran Pemasaran Jumlah Peternak Persentase (%) 1 Saluran I 5 8,34 2 Saluran II 12 20,00 3 Saluran III 29 48,33 4 Saluran IV 14 23,33 Jumlah 60 100,00 Sumber : Data Primer Diolah (2011) a. Saluran Pemasaran I Pada saluran pemasaran yang pertama, peternak menjual sapi langsung ke konsumen. Penjualan ini dengan cara konsumen mendatangi peternak, penjualan itu dilakukan pada saat Hari Raya Qurban. Hari-hari biasa peternak kurang luas dalam mencari informasi sampai kekonsumen langsung. Pada saluran pertama peternak tidak mengeluarkan biaya transportasi, parkir dan biaya tenaga kerja, karena ternak diambil langsung oleh konsumen. b. Saluran Pemasaran II Saluran pemasaran II ini, peternak menjual sapi ke blantik, karena peternak sudah berlangganan setiap tahunnya. Blantik menjual sapi ke pedagang pemotong/ jagal dan kemudian jagal menjual langsung ke konsumen dalam bentuk daging. Skala usaha pembelian dan penjualan yang dilakukan oleh jagal sebanyak 2-5 ekor sapi tiap hari. c. Saluran Pemasaran III Saluran pemasaran III peternak menjual sapi ke blantik, karena peternak tidak ingin mengeluarkan biaya. Blantik menguasai proses pemasaran baik di desa maupun di pasar hewan, sehingga peternak tidak perlu membawa sapi ke pasar hewan. Biaya transportasi, parkir dan biaya tenaga kerja di keluarkan blantik. Blantik membawa sapi ke pasar hewan untuk dijual ke pedagang besar yang membeli sapi dalam skala besar (banyak), skala usaha commit to user pedagang besar berkisar antara 12-18/ekor/hr. Sapi dari pedagang besar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36 dijual ke jagal yang berada di luar Kecamatan Playen. Biaya yang dikeluarkan jagal meliputi biaya transportasi, tenaga kerja, retribusi RPH dan sewa kios. Sapi kemudian dijual ke konsumen dalam bentuk daging. d. Saluran Pemasaran IV Saluran pemasaran IV, peternak melakukan penjualan ternak dilakukan di kandang dengan cara blantik desa diundang untuk melakukan penawaran, karena kebutuhan peternak yang sangat mendesak, seperti biaya sekolah dan hajatan. Blantik menjual sapi ke pedagang pengumpul dengan skala usahanya berkisar 5-10 ekor sapi, pedagang pengumpul melakukan seleksi sapi sesuai dengan ukuran tubuh (bobot), kesehatan, jenis dan bangsa sapi. Sapi setelah diseleksi kemudian dikirim ke pedagang besar luar Kabupaten Gunungkidul. Sapi potong yang berada di pedagang besar kemudian dijual ke pedagang pemotong luar kabupaten Gunungkidul yang berdomisili di Jakarta, Cirebon, Klaten, Wonogiri, Pacitan dan Pracimantoro. Jagal melakuakan pemotongan di RPH setempat kemudian hasil potongannya dijual ke konsumen yang berlokasi disekitarnya. Jagal mengeluarkan biaya meliputi biaya transportasi, tenaga kerja, sewa kios dan retribusi RPH. Berdasarkan Gambar saluran pemasaran I,II,III dan IV dapat diketahui bahwa alur III merupakan saluran yang paling banyak digunakan yaitu sebesar 29 responden atau 48,33% dari 60 responden. Peternak pada umumnya tidak menjual sendiri ternak sapinya ke pasar hewan, karena adanya hambatan dari blantik untuk masuk ke pasar. Saluran pemasaran I merupakan saluran yang lebih sedikit digunakan yaitu sebesar 8,34%. Hal ini disebabkan karena peternak sudah berlangganan dengan pembeli setiap tahunnya dan dalam penguasaan informasi pasar kurang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37 E. Fungsi - fungsi Pemasaran Setiap pedagang melakukan fungsi - fungsi pemasaran dalam memasarkan sapi antara lain fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi - fungsi tersebut dapat dilihat pada tabel 16 sebagai berikut: Tabel 16. Fungsi - fungsi Pemasaran Oleh Pedagang Sapi potong Fungsi - fungsi pemasaran Pertukaran · Pembelian · Penjualan Fisik · Penampungan · Penyimpanan · Pengangkutan · Pengemasan · Grading Fasilitas · Penanggungan Resiko · Pembiayaan · Informasi Pasar
Petani peternak
ü
ü
Blantik
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
Pedagang Pemotong ü ü ü ü ü ü ü ü
ü
ü
ü ü
ü ü
ü ü
ü
ü
Sumber : Data Primer Diolah a. Peternak Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh peternak adalah menjual ternak sapi potong dan pada umumnya langsung ke blantik. Peternak dalam menjual sapi sudah membiasakan cenderung menunggu blantik datang, karena peternak lebih mengutamakan pekerjaan yang lain seperti tani, buruh tani dan buruh pabrik. Transaksi jual-beli antara peternak dan blantik dilakukan ditempat peternak. Penjualan ternak sapi potong oleh peternak digolongkan berdasarkan umur, jenis kelamin dan bobot badan. Fungsi fisik yang dilakukan oleh commit to user peternak adalah pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 Kepemilikan ternak sapi oleh peternak rata-rata sebanyak 1-5 ekor. Pakan yang diberikan pada ternak sapi adalah rumput lapang, pollard (jagung dan janggel) dan dedak padi. Fungsi
fasilitas yang dilakukan oleh peternak adalah mencari
informasi pasar tentang harga sapi sehingga peternak dapat memprediksi harga jual dan harga beli sapi potong. Peternak biasanya mencari informasi harga sapi di pasar hewan atau menanyakan kepada tetangga desa. b. Blantik Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh blantik yaitu meliputi subfungsi pembelian dan sub-fungsi penjualan. Blantik melakukan negoisasi dan transaksi jual beli ternak sapi di tempat peternak, profesi sebagai blantik yang memiliki pengalaman bertahun-tahun, sehingga terjalin suatu ikatan sosial dengan peternak. Blantik
memberi uang muka kepada peternak
sebagai tanda sepakat dalam pembelian sapi dan sisa dari harga sapi yang belum dibayar oleh blantik dibayarkan setelah hari pasar. Ternak sapi yang telah dibeli oleh blantik tidak langsung dibawa tetapi menunggu hingga hari pasar. Sub-fungsi penjualan yang dilakukan oleh blantik adalah melakukan penjualan ternak sapi ke pasar hewan. Blantik menjual sapi kepada pedagang pengumpul, kepada jagal dan pedagang besar, seluruh transaksi penjualan ternak sapi oleh blantik dilakukan di pasar hewan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh blantik adalah pembiayaan dan informasi pasar, sub-fungsi pembiayaan yang dilakukan blantik yaitu pembiayaan dalam pengangkutan. Sub-fungsi informasi pasar yang dilakukan blantik yaitu mencari informasi peternak yang akan menjual sapinya. Blantik keliling desa dengan menggunakan sepeda motor untuk mencari informasi peternak yang akan menjual sapi. Pedagang sapi sering berinteraksi di pasar dan selalu mengamati perkembangan pasar terutama mengenai harga sapi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39 c. Pedagang Pengumpul Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah melakukan sub-fungsi pembelian dan sub-fungsi penjualan, pembelian sapi yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berasal dari blantik. Pedagang pengumpul membeli sapi dari blantik dilakukan di pasar hewan. Sapi dari pedagang pengumpul dijual ke kepada pedagang besar. Seluruh transaksi penjualan dan pembelian antara pedagang pengumpul dengan pedagang besar dilakukan di pasar hewan. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang pengumpul meliputi sub-fungsi penampungan
dan
sub-fungsi
pengangkutan.
Pedagang
pengumpul
melakukan penampungan sementara sapi yang telah dibeli. Sapi dari pedagang pengumpul akan dijual kembali pada hari pasar. Lama penampungan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu antara 2-3 hari. Pedagang pengumpul melakukan pengangkutan sapi pada saat pembelian dan saat penjualan. Pengangkutan ternak sapi dilakukan dengan menggunakan truk diesel dengan kapasitas 12 ekor sapi. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengumpul adalah pembiayaan untuk pengangkutan, tenaga kerja, retribusi pasar dan biaya pakan, pedagang pengumpul menyewa truk untuk mengangkut ternak sapi. Besarnya biaya pengangkutan dibebankan per ekor sapi yang diangkut. Biaya tenaga kerja dikeluarkan untuk membantu dalam mengangkut sapi saat pembelian dan saat penjulan. Biaya retribusi pasar dibebankan pada setiap pengeluaran ternak sapi dari pasar hewan dan biaya pakan dikeluarkan selama ternak sapi dalam penampungan. Pedagang pengumpul berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga antar pasar, sehingga pedagang pengumpul selalu mengamati perkembangan pasar dan perkembangan harga sapi. d. Pedagang besar Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang besar adalah meliputi sub-fungsi pembelian dan sub-fungsi penjualan. Pedagang besar membeli commit to user yang dilakukan di pasar hewan. sapi dari blantik dan pedagang pengumpul
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 Pedagang besar menjual sapi dengan cara melakukan pengiriman ternak sapi keluar daerah. Besarnya skala usaha pedagang besar yaitu antara 12 – 18 ekor. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang besar adalah meliputi subfungsi penampungan dan sub-fungsi pengangkutan. Pedagang besar melakukan penampungan ternak sapi selama 2-3 hari sebelum sapi tersebut dikirim. Pedagang besar memberi pakan sapi selama dalam penampungan agar tidak terjadi penyusutan bobot badan yang drastis. Pedagang besar mengangkut sapi dari pasar hewan ke tempat penampungan sementara, kemudian sapi di angkut lagi dari tempat penampungan ke daerah tujuan. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang besar adalah sub-fungsi pembiayaan yang meliputi biaya pengangkutan, biaya tenaga kerja, biaya pakan
dan
retribusi
pasar.
Pedagang
besar
mengeluarkan
biaya
pengangkutan yang berguna untuk mengangkut sapi pada saat pembelian dan pengiriman. Biaya pengangkutan sapi ke luar daerah cukup besar karena jarak yang ditempuh cukup jauh. Pedagang besar mengeluarkan biaya lainlain yaitu berupa pungutan-pungutan selama dalam perjalanan. e. Pedagang Pemotong (Jagal) Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang pemotong (jagal) adalah melakukan pembelian ternak sapi potong di pasar hewan. Jagal membeli sapi dari pedagang pengumpul dan pedagang besar, transaksi pembelian dan penjualan sapi dilakukan di pasar hewan. Jagal membeli sapi rata-rata sebanyak lima ekor dan dilakukan pada saat hari pasar. Jagal kemudian menjual sapi tersebut dalam bentuk potongan-potongan dan dijual di pasar tradisional. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang pemotong meliputi sub-fungsi penampungan, sub-fungsi pengangkutan dan sub-fungsi grading. Jagal melakukan penampungan sapi hingga saatnya dipotong, pemotongan sapi yang dilakukan oleh jagal yaitu selama 1-5 hari. Jagal mengangkut sapi dari pasar hewan ke tempat penampungan sementara, kemudian dari tempat penampungan
sementara
sapi diangkut lagi ke RPH untuk to user dipotong/disembelih, setelahcommit itu pengangkutan hasil ternak sapi dari RPH di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41 bawa ke pasar tardisional. Pengangkutan
ternak sapi dilakukan
menggunakan truk, kemudian untuk hasilnya diangkut menggunakan mobil boks atau angkot. Grading yang dilakukan jagal yaitu pada saat penjualan daging. Jagal menentukan kualitas daging dengan cara membedakan daging yang tidak banyak lemaknya dan daging sapi yang banyak mengandung lemak. Jagal membeli sapi dengan bobot badan rata-rata 270 kg, dan dengan ciri-ciri ternak tersebut gemuk, sehat dan tidak cacat atau sakit. Pengalaman dan keahlian dalam mengamati bobot badan dan karkas sapi sangat diperlukan oleh jagal. Jagal tidak melakukan penggolongan daging secara khusus seperti sirloin, tender loin dan sebagainya. Fungsi
fasilitas
yang
dilakukan
jagal
mencakup
sub-fungsi
pembiayaan, sub-fungsi penanggungan resiko dan sub-fungsi informasi pasar. Jagal mengeluarkan biaya untuk pengangkutan sapi dan hasil potongan-potongannya, tenaga kerja, pakan, retribusi RPH, pengemasan dan sewa kios untuk berjualan. Jagal melakukan penyimpanan daging yang tidak habis terjual di pasar. Jagal selalu mengamati perkembangan harga sapi dan harga hasil ternak sapi baik daging maupun non daging.
F. Analisis Biaya Pemasaran Proses mengalirnya barang dari produsen ke konsumen memerlukan biaya pemasaran dan dengan adanya biaya tersebut maka suatu produk akan meningkat harganya. Semakin panjang saluran pemasaran maka biaya yang dikeluarkan akan semakin tinggi. Setiap pedagang berusaha mendapatkan keuntungan dari kegiatan usahanya untuk mendapatkan nilai tambah. Menurut Saliem (2004) menyatakan bahwa analisis margin pemasaran bertujuan untuk melihat efisiensi pemasaran semakin tinggi harga yang diterima produsen, semakin efisien pemasaran tersebut. Rata-rata biaya, keuntungan dan margin pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul dapat dilihat pada tabel 17. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42 Tabel 17. Harga yang diterima dan yang dibayarkan pada saluran pemasaran I No Uraian Biaya 1 Peternak (Harga Jual 1 ekor sapi) 2 Konsumen (Harga Beli) 3 Farmer’s share Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Rp/ekor 8.100.000 8.100.000 100%
Berdasarkan Tabel 17 pola saluran pemasaran ternak sapi potong yang pertama paling efisien karena mempunyai nilai farmer’s share tinggi yaitu 100%. Menurut Sudiyono (2002) bahwa untuk mengukur efisiensi pemasaran yaitu apabila bagian yang diterima produsen < 50% pemasaran belum efisien dan bila bagian yang diterima produsen > 50% maka pemasaran dikatakan efisien. Berdasarkan Tabel 18 menunjukkan bahwa pedagang yang terkait pada saluran pemasaran II adalah blantik dan pedagang pemotong. Peternak pada saluran ini tidak mengeluarkan biaya pengangkutan karena biaya dikeluarkan sepenuhnya oleh blantik. Harga sapi yang diterima blantik sebesar Rp. 7.750.000/ekor karena kondisi sapi tersebut masih berada di peternak. Blantik pada saluran II mengeluarkan biaya sebesar Rp. 34.000 dan keuntungan yang diperoleh blantik sebesar Rp. 416.000/ekor. Margin pemasaran yang dikeluarkan adalah Rp. 450.000/ekor. Harga jual ternak sapi potong ditingkat blantik sebesar Rp. 8.200.000/ekor. Jagal mengeluarkan biaya paling besar di biaya tenaga kerja sebesar Rp. 200.000/ekor setiap potongnya. Resiko yang diperoleh jagal yaitu daging busuk/rusak, tidak laku, dan persaingan pasar. Biaya retribusi yang dikeluarkan jagal
meliputi
biaya
keamanan, dan pajak di pasar dan total biaya pemasaran ternak sapi potong saluran pemasaran II sebesar Rp. 291.000/ekor, diperoleh dari penjumlahan biaya yang dikeluarkan blantik dan jagal. Total keuntungan pemasaran sebesar Rp. 849.000/ekor, diperoleh dari penjumlahan keuntungan antara blantik dan jagal.
Margin
pemasaran
pada saluran pemasaran ke II sebesar to user Rp. 1.150.000/ekor. Farmer's commit share pada saluran II adalah 87,08%. Melihat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 nilai farmer's share yang terjadi >50% maka saluran pemasaran II efisien. Hal ini sesuai pendapat Sudiyono (2002) bahwa untuk mengukur efisiensi pemasaran yaitu apabila bagian yang diterima produsen < 50% pemasaran belum efisien dan bila bagian yang diterima produsen > 50% maka pemasaran dikatakan efisien, dan juga menurut pendapat dari Soekartawi (2002) bahwa efisiensi pemasaran adalah persentase antara biaya pemasaran dengan nilai produk yang dipasarkan. Pemasaran tidak akan efisien jika biaya pemasaran semakin besar dari nilai produk yang dipasarkan. Tabel 18. Rata-rata biaya pemasaran setiap pedagang pada saluran pemasaran II No 1
Uraian Biaya Peternak a. Harga Jual (1 ekor sapi) 2 Blantik a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran - Pengangkutan (Transportasi) - Parkir - Retribusi Pasar Jumlah Biaya c. Harga Jual Sapi d. Margin Pemasaran e. Keuntungan 3 Pedagang Pemotong a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran - Pengangkutan - Parkir - Retribusi RPH - Tenaga Kerja - Sewa Kios Jumlah Biaya c. Harga Jual Daging dan Ikutannya d. Margin Pemasaran e. Keuntungan a. Total Biaya Pemasaran 4 b. Total Margin Pemasaran c. Total Keuntungan d. Farmer’s Share Sumber: Data Primer Diolah (2011) commit to user
Rp/ekor/hari
*) Rincian harga daging dan ikutannya dapat dilihat pada Lampiran 7
7.750.000 7.750.000 30.000 20.000 2000 34.000 8.200.000 450.000 416.000 8.200.000 20.000 2.000 25.000 200.000 10.000 257.000 8.900.000* 700.000 433.000 291.000 1.150.000 849.000 87,08%
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 Tabel 19. Rata-rata biaya pemasaran setiap pedagang pada saluran pemasaran III No Uraian Biaya Rp/ekor 1 Peternak: a. Harga Jual (1 ekor sapi) 7.750.000 2 Blantik a. Harga Beli 7.750.000 b. Biaya Pemasaran - Pengangkutan 30.000 - Parkir 2.000 - Retribusi Pasar 2.000 Jumlah Biaya 34.000 c. Harga Jual Sapi 8.200.000 d. Margin Pemasaran 450.000 e. Keuntungan 416.000 3 Pedagang Besar a. Harga Beli 8.200.000 b. Biaya Pemasaran - Pengangkutan 75.000 - Parkir 2.000 - Retribusi Pasar 2.000 - Pakan 25.000 - Tenaga Kerja 35.000 Jumlah Biaya 139.000 c. Harga Jual Sapi 8.750.000 d. Margin Pemasaran 550.000 e. Keuntungan 411.000 4 Pedagang Pemotong a. Harga Beli 8.750.000 b. Biaya Pemasaran - Pengangkutan 20.000 - Parkir 2.000 - Retribusi RPH 25.000 - Sewa Kios 10.000 - Tenaga Kerja 200.000 Jumlah Biaya 257.000 c. Harga Jual Daging dan Ikutannya 9.450.000* d. Margin Pemasaran 700.000 e. Keuntungan 443.000 a. Total Biaya Pemasaran 430.000 5 b. Total Margin Pemasaran 1.700.000 c. Total Keuntungan 1.270.000 d. Farmer’s Share 82,01% Sumber : Data Primer Diolah (2011) *) Rincian harga daging dan ikutannya dilihat pada Lampiran 7 commitdapat to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 Berdasarkan Tabel 19 saluran pemasaran III pada ternak sapi potong pedagang yang terlibat yaitu blantik, pedagang besar dan jagal, pada alur pemasaran ini blantik mengeluarkan biaya yaitu biaya parkir, pengangkutan dan retribusi pasar. Biaya paling tinggi adalah biaya pengangkutan, yaitu sebesar Rp. 30.000/ekor. Hal ini disebabkan karena blantik harus melakukan pengangkutan sapi potong dari peternak sampai ke pasar hewan. Keuntungan yang diperoleh blantik sebesar Rp. 416.000/ekor, margin pemasarannya sebesar Rp. 450.000/ekor, dan harga jual ternak sapi potong ditingkat blantik sebesar Rp. 8.200.000/ekor. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran III sebesar Rp. 430.000/ekor dengan total keuntungan pemasaran sebesar Rp. 1.270.000/ekor. Besarnya biaya dan keuntungan dipengaruhi oleh banyak dan sedikitnya pedagang yang terlibat dalam saluran pemasaran. Berdasarkan Tabel 19 total margin pemasarannya sebesar Rp. 1.700.000/ekor. Besarnya nilai margin ini disebabkan oleh besarnya biaya pemasaran. Saluran ini memiliki margin pemasaran yang paling rendah hal ini ditunjukkan dengan nilai farmer’s share sebesar 82,01%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 Tabel 20. Rata-rata biaya pemasaran setiap pedagang pada saluran pemasaran IV No 1 2
3
4
5
6
Uraian Biaya Peternak: Harga Jual (1 ekor sapi) Blantik : a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran - Pengangkutan - Parkir - Retribusi Pasar Jumlah Biaya c. Harga Jual d. Margin Pemasaran e. Keuntungan Pedagang Pengumpul : a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran - Pengangkutan - Tenaga Kerja - Parkir - Retribusi Pasar - Pakan Jumlah Biaya c. Harga Jual d. Margin Pemasaran e. Keuntungan Pedagang Besar : a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran - Pengangkutan - Tenaga Kerja - Parkir - Retribusi Pasar - Pakan Jumlah Biaya c. Harga Jual d. Margin Pemasaran e. Keuntungan Pedagang Pemotong : a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran - Pengangkutan - Parkir - Retribusi RPH - Tenaga Kerja - Sewa Kios Jumlah Biaya c. Harga Jual Daging dan Ikutannya d. MarginPemasaran e. Keuntungan a. Total Biaya Pemasaran b. Total Margin Pemasaran c. Total Keuntungan d. Farmer’s Share
Sumber : Data Primer Diolah commit(2011) to user
Rp/ekor/hari 7.750.000 7.750.000
*) Rincian harga daging dan ikutannya dapat dilihat pada Lampiran 7
30.000 2.000 2.000 34.000 8.200.000 450.000 416.000 8.200.000 25.000 35.000 2.000 2.000 25.000 89.000 8.750.000 550.000 461.000 8.750.000 75.000 35.000 2.000 2.000 25.000 134.000 9.250.000 500.000 466.000 9.250.000 20.000 2.000 25.000 200.000 10.000 257.000 9.950.000* 410.000 153.000 514.000 2.200.000 1.786.000 77,89%
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 Berdasarkan Tabel 20 menunjukkan bahwa saluran pemasaran IV pedagang yang terlibat yaitu blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pemotong (jagal). Peternak pada saluran pemasaran ini tidak mengeluarkan biaya pengangkutan, hal ini disebabkan karena peternak menjual sapi potong pada umumnya langsung ke blantik, sehingga biaya pengangkutan dikeluarkan penuh oleh blantik. Harga yang diterima blantik sebesar Rp. 7.750.000/ekor, karena kondisi sapi tersebut masih berada di peternak. Blantik mengeluarkan biaya pengangkutan rata-rata sebesar adalah Rp. 30.000. Keuntungan yang diperoleh blantik sebesar Rp. 416.000/ekor, margin pemasarannya yaitu Rp. 450.000/ekor dan harga jual ternak sapi potong ditingkat blantik sebesar Rp. 8.200.000/ekor. Pedagang pengumpul pada
saluran
pemasaran
ini
mengeluarkan
biaya
meliputi
biaya
pengangkutan, tenaga kerja, parkir, retribusi pasar, dan pakan. Biaya paling tinggi adalah biaya tenaga kerja, yaitu sebesar Rp. 35.000/hari. Biaya pakan dan pengangkutan masing-masing sebesar Rp. 25.000/ekor. Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul sebesar Rp. 461.000/ekor. Margin pemasaran yang dikeluarkan sebesar Rp. 550.000/ekor. Harga jual ternak sapi potong di tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp. 8.750.000/ekor. Total biaya pemasaran ternak sapi potong pada saluran pemasaran IV diperoleh dari penjumlahan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang sapi potong seperti blantik, pedagang pengumpul, pedagang besar dan jagal. Hasil dari penjumlahan tersebut diperoleh sebesar Rp. 514.000/ekor. Total keuntungan pemasaran ternak sapi potong pada saluran IV diperoleh dari penjumlahan keuntungan dari masing-masing pedagang yang terlibat yaitu sebesar Rp. 1.768.000/ekor dan total margin pemasarannya sebesar Rp. 2.200.000/ekor. Farmer's share pada saluran pemasaran IV adalah 77,89%. Melihat nilai farmer's share >50% maka saluran pemasaran IV efisien.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 G. Efisiensi Pemasaran 1. Efisiensi Pemasaran Ternak Sapi Potong Pemasaran yang efisien apabila mampu menyampaikan hasil dari produsen ke konsumen dengan biaya murah serta mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam mendistribusikan sapi tersebut. Tinggi rendahnya margin pemasaran dan bagian yang diterima peternak merupakan indikator dari efisiensi pemasaran. Semakin rendah margin pemasaran dan semakin besar bagian yang diterima peternak, maka sistem pemasaran tersebut dikatakan efisien (Mubyarto, 1995). Efisiensi pemasaran ternak sapi potong dapat diukur dengan melihat margin dan bagian yang diterima peternak (farmer’s share) pada setiap saluran pemasaran yang ada. Pedagang berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari kegiatan usahanya dalam memasarkan ternak sapi potong. Tabel 21. Perbandingan Total Biaya, Margin, dan Keuntungan Pemasaran Pada Setiap Pedagang Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul No
Saluran Pemasaran
Total Biaya (Rp/ekor/hr)
1 2 3 4
Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV
0 291.000 430.000 514.000
Total Margin Pemasaran (Rp/ekor/hr) 0 1.150.000 1.700.000 2.200.000
Total Keuntungan (Rp/ekor/hr) 0 894.000 1.270.000 1.786.000
Farmer’s Share (%) 100,00 87,08 82,01 77,89
Sumber: Data Primer Diolah (2011) Pedagang sapi berusaha mendapatkan tambahan nilai atau keuntungan dengan cara mendistribusikan sapi dari peternak sampai ke konsumen. Jagal agar bisa mendapatkan tambahan nilai sehingga mereka menjual sapi dengan cara di potong-potong berupa daging yang dikonsumsi oleh konsumen. Keuntungan yang diterima oleh masing-masing pedagang berbedabeda tergantung dari tingkat usahanya. Berdasarkan Tabel 21 dapat commit to IV usermemiliki margin pemasaran yang diketahui bahwa saluran pemasaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 paling tinggi dibandingkan saluran pemasaran yang lain, yaitu sebesar Rp. 2.200.000/ ekor. Hal ini disebabkan karena pada saluran pemasaran IV memiliki farmer’s share yang kecil dan pedagang yang terlibat lebih banyak, sehingga biaya yang dikeluarkan juga semakin tinggi. Hal ini sesuai pendapat Soekartawi (1993) bahwa perbedaan harga di masing-masing pedagang sangat bervariasi tergantung besar kecilnya keuntungan yang diambil
oleh
masing-masing pedagang,
dan
sekaligus
Soekartawi
melanjutkan bahwa biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran, besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lain disebabkan karena macam komoditas, lokasi pemasaran, macam pedagang dan efektivitas pemasaran yang dilakukan. Margin pemasaran menurut Kohls (2002) adalah perbedaan harga antara produsen dan konsumen tingkat akhir, dimana di dalamnya terdapat harga penambahan nilai guna dan fungsi serta keuntungan bagi pedagang. Berdasarkan tinggi dan rendahnya margin pemasaran maka saluran pemasaran pertama merupakan saluran pemasaran yang lebih efisien di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Hal ini dikarenakan pedagang yang terlibat lebih sedikit yaitu dari peternak langsung ke konsumen. Nilai farmer’s share saluran pemasaran pertama lebih tinggi yaitu sebesar 100%. Hal ini dapat dilihat pada tabel 21 bahwa pada saluran pemasaran pertama total margin pemasaran sebesar Rp 0/ekor yang jauh lebih kecil dari total margin pemasaran pada saluran II, III, dan IV, hal ini disebabkan karena perbedaan biaya yang dikeluarkan dan tingkat keuntungan yang berbeda. Saluran pemasaran ternak sapi potong IV di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul mempunyai nilai farmer’s share yang rendah dibandingkan dengan saluran pemasaran yang lain. Hal ini disebabkan karena margin pada saluran ini lebih tinggi, yaitu sebesar Rp. 2.200.000/ekor.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 Kendala-kendala yang dihadapi peternak dalam pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul adalah a. Peternak belum berusaha maksimal dalam mencari informasi di pasar hewan yang berkaitan dengan harga sapi. b. Merosotnya harga sapi potong dipengaruhi oleh cuaca, seperti pada saat musim penghujan fisik pada sapi kurang menarik, contoh pada kulit sapi timbul bintik hitam dan berukuran kecil. Hal ini tentunya tidak menguntungkan bagi peternak. 2. Pasar Hewan Pasar Hewan Siyono Harjo yang berlokasi di Bulak Sepat, Siyono Tengah Desa Logandeng Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Pasar Hewan di bangun di atas tanah seluas lima hektar sejak tahun 2008. Aktivitas pasar hewan setiap hari wage mulai pukul 02.00 – 04.00 WIB. Pasar hewan disini kurang menjalankan fungsinya sebagai penyedia informasai terutama mengenai perkembangan harga sapi dan bobot badan ternak. Pasar Hewan sebenarnya sudah tersedia alat penimbangan sapi, akan tetapi banyak pedagang yang tidak mau menggunakan
untuk
menimbang
karena
memanfaatkannya atau mereka
sudah
terbiasa
menggunakan pengamatannya sendiri dan itu lebih cepat. Informasi mengenai perkembangan harga sapi dan bobot badan sangat penting bagi peternak dan pedagang terutama pedagang pemotong (jagal). Menurut Daryanto (2011) menyatakan bahwa konsumen dalam membeli barang bergantung pada situasi yang dihadapi seperti kerumitan, dan bisa juga situasi tersebut bersifat tidak rumit, sehingga pembeli tidak perlu mempertimbangkan
dalam
pembelian.
Penataan
pasar
hewan
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, bangsa sapi dan sapi pedet. Setiap pengeluaran sapi dari pasar hewan dikenakan biaya retribusi sebesar Rp. 2.000/ekor.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul terdapat empat macam yaitu, a. Saluran I
: Peternak - Konsumen
b. Saluran II
: Peternak - Blantik - Pedagang Pemotong - Konsumen
c. Saluran III
: Peternak - Blantik - Pedagang Besar - Pedagang Pemotong - Konsumen
d. Saluran IV : Peternak - Blantik - Pedagang Pengumpul - Pedagang Besar - Pedagang Pemotong - Konsumen Saluran pemasaran yang pertama yaitu (peternak langsung konsumen) mempunyai biaya pemasaran yaitu Rp. 0.00 dan mempunyai nilai farmer’s share tertinggi sebesar 100%, sehingga saluran pemasaran pertama merupakan saluran yang paling efisien, akan tetapi pada saluran ini hanya dipakai dalam satu tahun sekali ketika Hari Raya Qurban. Peternak dalam menjual sapi disarankan memilih saluran pemasaran yang paling banyak digunakan di wilayah tersebut yaitu saluran pemasaran yang ke III dan dengan persentase 48,33%, karena pada saluran ini dapat mempermudah dan memperlancar peternak dalam proses pemasaran sapi potong dan dapat memenuhi kebutuhannya lebih cepat. Bagian yang diterima peternak pada saluran ini tidak terlalu kecil dan biaya pemsarannya juga tidak terlalu besar.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disarankan kepada peternak supaya lebih aktif dalam mencari informasi pasar, sehingga penerimaan bisa lebih tinggi dan diharapkan pemerintah maupun swasta menyediakan sarana informasi yang berhubungan dengan sistem pemasaran sapi potong, agar peternak bisa meningkatkan akses informasi pasar. commit to user 51