ANALISIS PENDAPATAN DAN TITIK IMPAS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH PADA PERUSAHAAN TRISNO INSAN MANDIRI MUSHROOM (TIMMUSH) DESA CIBUNTU KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT
Oleh : RENIE CONNIE A 14105591
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ANALISIS PENDAPATAN DAN TITIK IMPAS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH PADA PERUSAHAAN TRISNO INSAN MANDIRI MUSHROOM (TIMMUSH) DESA CIBUNTU KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT
Oleh : RENIE CONNIE A 14105591
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
Nama NRP
: Analisis Pendapatan dan Titik Impas Usahatani Jamur Tiram Putih pada Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat : Renie Connie : A14105591
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec NIP. 131 804 162
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
RINGKASAN
RENIE CONNIE. Analisis Pendapatan dan Titik Impas Usahatani Jamur Tiram Putih pada Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (di bawah bimbingan YUSMAN SYAUKAT). Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis sayuran yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki gizi masyarakat. Kesadaran masyarakat untuk lebih banyak mengkonsumsi produk pangan yang sehat juga telah ikut mendorong industri jamur tiram putih. Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) merupakan pelopor usahatani jamur tiram putih di daerah Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kegiatan produksi jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH terdiri dari penyiapan media tanam, pembibitan, pemeliharaan, dan panen. Pada tahap penyiapan media tanam, proses sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usahatani jamur tiram putih. Sterilisasi dilakukan untuk membunuh bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan kontaminasi dan dapat merusak media tanam jamur tiram putih. Dalam menjalankan usahanya, pemilik Perusahaan TIMMUSH sempat mengalami kendala pada kegiatan produksinya. Hal tersebut berkaitan dengan terjadinya kelangkaan dan meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Kelangkaan BBM ini telah mengubah pola penggunan minyak tanah pada proses sterilisasi di Perusahaan TIMMUSH. Mengingat proses sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usahatani jamur tiram putih, maka untuk mengatasi masalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak tanah tersebut pemilik Perusahaan TIMMUSH melakukan perubahan pada alat sterilisasinya, yaitu dari kompor semawar ke kayu bakar. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk membandingkan tingkat pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar; (2) mengidentifikasi alat sterilisasi mana yang lebih efisien bagi Perusahaan TIMMUSH. Penelitian ini dilaksanakan pada Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) yang berada di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Perusahaan TIMMUSH merupakan salah satu produsen jamur tiram putih terbesar di daerah Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data dilakukan secara dua tahap, yaitu bulan MeiJuni 2008 dan bulan Agustus 2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan dan titik impas. Berdasarkan hasil analisis pendapatan baik pada saat penelitian (Mei-Juni 2008) maupun setelah penelitian (Agustus 2008), tingkat keuntungan dan nilai R/C rasio yang diperoleh Perusahaan TIMMUSH setelah mengganti alat sterilisasinya dengan kayu bakar lebih besar dibandingkan ketika pemilik perusahaan masih menggunakan kompor semawar. Namun, besarnya pendapatan dan nilai R/C rasio tersebut tidaklah jauh berbeda antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi. Hasil analisis pendapatan berdasarkan data pada saat penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tersebut hanya sebesar Rp 100.000 atau 2,10 persen untuk pendapatan atas biaya tunai dan 0,02 atau 1,26 persen untuk nilai R/C atas biaya tunai, sedangkan berdasarkan data setelah penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jumlah pendapatan dan nilai R/C tersebut hanya sebesar Rp 390.000 atau 9,59 persen untuk pendapatan atas biaya tunai dan 0,07 atau 4,79 persen untuk nilai R/C atas biaya tunai. Hasil analisis titik impas baik pada saat penelitian maupun setelah penelitian dilakukan menunjukkan bahwa pergantian alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar membuat volume minimum penjualan jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUH menjadi lebih rendah dibandingkan pada saat pemilik perusahaan masih menggunakan kompor semawar. Namun, besarnya titik impas dari kedua kondisi tersebut tidaklah jauh berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut yaitu hanya sebesar 68,51 kilogram atau sebesar 4,80 persen berdasarkan data pada saat penelitian dan 133,09 kilogram atau 8,48 persen berdasarkan data setelah penelitian dilakukan. Alat sterilisasi terbaik bagi Perusahaan TIMMUSH adalah kayu bakar karena memberikan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 4.902.200 per musim tanam dan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1,61 (Mei-Juni 2008) serta memberikan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 4.458.700 per musim tanam dan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1,53 (Agustus 2008). Selain itu, penggunaan kayu bakar juga dapat mengatasi terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga minyak tanah. Secara umum total biaya usahatani dan jumlah pendapatan dan antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi tidak berbeda secara signifikan. Selain itu, konversi bobot jamur tiram putih per baglog, jumlah dan lamanya tenaga kerja bekerja (dalam satuan harian kerja) di Perusahaan TIMMUSH baik sebelum maupun setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi ternyata juga tidak berubah. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesa awal yang memprediksi adanya perbedaan yang signifikan dari perubahan penggunaan alat sterilisasi tersebut. Saran yang dapat diberikan kepada pemilik Perusahaan TIMMUSH antara lain : (1) meskipun jumlah pendapatan dan nilai titik impas antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi baik pada saat penelitian maupun setelah penelitian tidak berbeda secara signifikan, pemilik Perusahaan TIMMUSH sebaiknya tetap menggunakan kayu bakar pada alat sterilisasinya; (2) untuk mengantisipasi semakin langka dan meningkatnya harga minyak tanah terutama di sekitar lokasi perusahaan, pemilik Perusahaan TIMMUSH dapat menggunakan bahan bakar alternatif lainnya seperti gas ataupun briket batubara pada alat sterilisasinya.
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN DAN TITIK IMPAS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH PADA PERUSAHAAN TRISNO INSAN MANDIRI MUSHROOM (TIMMUSH) DESA CIBUNTU, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
Renie Connie A14105591
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, tanggal 3 Januari 1984 dari pasangan (Alm.) Panahatan Eli Akim Sitorus dan Manur Marisi Manurung. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SD Kristen Satu Bakti Bogor dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan tingkat menengah dapat diselesaikan penulis pada tahun 1999 di SMP Negeri 4 Bogor. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan tingkat atasnya di SMU Negeri 5 Bogor. Pada tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Diploma III Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian. Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1 pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005.
KATA PENGANTAR
Skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis di Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) dari bulan Mei sampai Juni 2008. Perusahaan TIMMUSH merupakan salah satu produsen jamur tiram putih terbesar di daerah Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Usahatani jamur tiram putih merupakan usahatani yang menggunakan minyak tanah dalam jumlah yang cukup besar pada proses sterilisasinya. Semenjak terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga bahan bakar (BBM) di Indonesia, pemilik Perusahaan TIMMUSH melakukan perubahan pada alat sterilisasinya, yaitu mengganti penggunaan kompor semawar dengan kayu bakar. Penulis melihat fenomena di atas sebagai salah satu hal yang menarik untuk diteliti. Skripsi ini menganalisis bagaimana tingkat pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar. Hasil analisis dari setiap jenis alat sterilisasi tersebut kemudian akan dibandingkan, mana yang dapat memberikan keuntungan maksimal bagi perusahaan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan sebagai bahan referensi dan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya.
Bogor, September 2008
Renie Connie A14105591
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih setiaNya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini tidak telepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Mama, B’Podi Sitepu, dan adik-adikku tercinta (Daniel, Yoshinta, Eben) atas perhatian, doa, kasih sayang, dan dorongannya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini. 3. Ir. Joko Purwono, MS sebagai dosen penguji utama dan Rahmat Yanuar, SP, MSi sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan atas saran dan kritikannya untuk perbaikan skripsi ini. 4. Ir. Dwi Rahcmina, MSi sebagai dosen evaluator pada kolokium yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang membangun untuk kemajuan skripsi ini. 5. Bapak Trisno selaku pemilik Perusahaan TIMMUSH dan seluruh karyawan Perusahaan TIMMUSH yang telah bersedia menerima dan memberikan informasi selama penelitian. 6. Marojie Firwiyanto yang telah bersedia menjadi pembahas pada saat seminar.
7. Sahabat-sahabatku Perta, Santy, Ochie, Lea, Rinrin, Dea Ardiles, Chaca, Nusrat, Afnita, Baban, Renna, Nina, dan (Almh.) Nelda Yessi, serta temanteman dari BPK Gerakan Pemuda GPIB ‘Sola Gratia’ Bogor yang selalu memberikan semangat dan selalu mendukungku dalam doa. God bless you all. 8. Rekan-rekan Ekstensi MAB 13 dan seluruh staf Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, September 2008
Renie Connie A14105591
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
iii iv iv
I.
PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.4 Kegunaan Penelitian ..................................................................
1 1 5 7 7
II.
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2.1 Usahatani ..................................................................................... 2.2 Penerimaan dan Biaya Usahatani ............................................ 2.3 Analisis Pendapatan Usahatani ............................................... 2.4 Analisis Titik Impas ................................................................... 2.5 Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) .................................. 2.6 Manfaat Jamur Tiram ................................................................ 2.7 Penelitian Terdahulu ................................................................ 2.7.1 Analisis Pendapatan Usahatani ....................................... 2.7.2 Analisis Titik Impas ..........................................................
8 8 8 9 10 11 12 13 13 15
III.
KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................ 3.2 Hipotesa ......................................................................................
17 17 18
IV.
METODE PENELITIAN ................................................................. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 4.2 Jenis dan Sumber Data .............................................................. 4.3 Metode Analisis Data ................................................................ 4.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani ...................................... 4.3.2 Analisis Titik Impas ......................................................... 4.4 Konsep Pengukuran Variabel ..................................................
20 20 20 21 21 22 23
V.
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ...................................... 5.1 Sejarah Perusahaan .................................................................... 5.2 Keadaan Geografis Perusahaan ................................................ 5.3 Struktur Organisasi Perusahaan .............................................. 5.4 Sumberdaya Perusahaan ........................................................... 5.4.1 Sumberdaya Manusia ....................................................... 5.4.2 Sumberdaya Fisik .............................................................. 5.5 Keragaan Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH ................................................................................... 5.5.1 Persiapan Media Tanam ................................................... 5.5.2 Pemeliharaan ...................................................................... 5.5.3 Pengendalian Hama dan Penyakit ..................................
26 26 26 27 30 30 31 33 34 38 40
i
5.5.4 Penanganan Pasca Panen ................................................. 5.5.5 Pemasaran ..........................................................................
41 42
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 45 6.1 Analisis Pendapatan Usahatani ................................................ 45 6.1.1 Penerimaan Usahatani ...................................................... 45 6.1.2 Pengeluaran Usahatani ..................................................... 46 6.1.3 Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani ............. 48 6.2 Analisis Titik Impas .................................................................... 49 6.2.1 Biaya .................................................................................... 49 6.2.2 Analisis Perbandingan Titik Impas ................................. 50 6.3 Analisis Perbandingan Pendapatan dan Titik Impas Usahatani Berdasarkan Data pada Bulan Agustus 2008 ........................ 51 6.4 Memilih Alat Sterilisasi Terbaik ............................................... 53
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 7.1 Kesimpulan .................................................................................. 7.2 Saran .............................................................................................
55 55 56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... LAMPIRAN ...................................................................................................
58 60
ii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Perkembangan PDP Hortikultura Tahun 2003-2006 (Milyar Rp) .................................................................................
2
2
Urutan Negara Penghasil Beberapa Jenis Jamur Berdasarkan Tingkat Produksinya ...........................................
3
3
Jumlah Log dan Produksi Jamur Tiram Putih di Bogor Tahun 2005-2007 .........................................................................
4
4
Jenis Pekerjaan dan Jumlah Tenaga Kerja pada Perusahaan TIMMUSH .............................................................
30
5
Rincian Ruang Produksi Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH .............................................................
33
6
Rincian Penerimaan Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam ............
46
7
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam .............................................................................
48
Analisis Perbandingan Titik Impas Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam .............................................................................
50
Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam Berdasarkan Data pada Bulan Agustus 2008 ...............................................................................................
52
Analisis Perbandingan Titik Impas Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam Berdasarkan Data pada Bulan Agustus 2008 ...............................................................................................
53
8
9
10
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Kerangka Pemikiran Operasional ..............................................
17
2
Struktur Organisasi Perusahaan TIMMUSH ............................
28
3
Jalur Pemasaran pada Perusahaan TIMMUSH ........................
43
iv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Gambar Bangunan di Perusahaan TIMMUSH .........................
61
2
Peralatan yang digunakan Perusahaan TIMMUSH dalam Menjalankan Usahatani Jamur Tiram Putih beserta Fungsinya ......................................................................................
62
3
Tahap-tahap Proses Produksi Jamur Tiram Putih pada Perusahaan TIMMUSH ................................................................
63
4
Gambar Peralatan di Perusahaan TIMMUSH ..........................
64
5
Rincian Biaya Penyusutan pada Perusahaan TIMMUSH ......
65
6
Rincian Pengeluaran Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMSUH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kompor semawar) .............................................
66
Rincian Pengeluaran Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kayu bakar) .......................................................
67
7
8
9
10
11
a. Biaya Tetap Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kompor semawar) ................................................................. b. Biaya Tetap Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kayu bakar) ............................................................................. a. Biaya Variabel Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kompor semawar) ...................................... b. Biaya Variabel Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (setelah menggunakan kayu bakar) ...................................
68 68
69 70
Rincian Pengeluaran Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMSUH Selama Satu Musim Tanam Berdasarkan Data pada Bulan Agustus 2008 (menggunakan kompor semawar) ........................................................................
71
Rincian Pengeluaran Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMSUH Selama Satu Musim Tanam Berdasarkan Data pada Bulan Agustus 2008 (menggunakan kayu bakar) ....................................................................................
72
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor andalan dalam pembangunan nasional. Selain memberikan sumbangan yang besar dalam perekonomian nasional, sektor pertanian juga berperan secara signifikan dalam penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan nasional.1 Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Dari keempat sub sektor tersebut, hortikultura merupakan salah satu sub sektor yang mempunyai peran penting dalam sektor pertanian.2 Pada dasarnya, sub sektor hortikultura dikelompokkan ke dalam empat kelompok komoditas yaitu buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan biofarmaka (tanaman obat-obatan). Sub sektor hotikultura terdiri dari 323 jenis komoditas, yaitu buah-buahan 60 jenis, sayuran 80 jenis, biofarmaka 66 jenis, dan tanaman hias 117 jenis.3 Sejauh ini sub sektor hortikultura menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup signifikan di tingkat nasional. Pada Tabel 1 terlihat bahwa kontribusi sub sektor hortikultura pada pembentukan PDB memperlihatkan kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya dan PDP untuk komoditas sayuran menempati urutan kedua setelah buah-buahan.
http://www.fp.brawijaya.ac.id Tanggal 30 Juni 2008 http://www.deptan.go.id Tanggal 30 Juni 2008 3 Loc. cit. 1 2
2
Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2003-2006 (Milyar Rp) No. 1 2 3 4
Kelompok Komoditas Buah-buahan Sayuran Biofarmaka Tanaman Hias Total Hortikultura
Nilai PDB 2004 2005 30.765 31.694 20.749 22.630 722 2.806 4.609 4.662 56.844 61.792
2003 28.246 20.573 565 4.501 53.885
2006 35.448 24.694 3.762 4.734 68.639
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008 Pada Tabel 1 terlihat bahwa PDP hortikultura untuk komoditas sayuran dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. PDP tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp 24,694 milyar. Peningkatan ini terjadi karena terjadinya peningkatan produksi di berbagai sentra peningkatan luas areal panen disamping nilai ekonomi komoditas sayuran yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya.4 Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk; pestisida kimia sintetis; dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik. Jamur
tiram
merupakan
salah
satu
jenis
sayuran
yang
dapat
dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki gizi masyarakat. Sayuran jenis jamur tiram diproduksi tanpa pupuk dan pestisida, tanaman ini tumbuh murni dengan memanfaatkan unsur hara pada kayu dengan demikian
4
http://www.hortikultura.deptan.go.id Tanggal 30 Juni 2008
3
jamur tiram diproduksi dengan bahan organik.5 Kesadaran masyarakat untuk lebih banyak mengkonsumsi produk pangan yang sehat juga telah ikut mendorong industri jamur tiram. Peluang bisnis ini kemudian menarik minat masyarakat untuk turut mengembangkannya dan lokasi-lokasi budidaya jamur tiram pun bermunculan. Indonesia kemudian menjadi salah satu negara penghasil jamur tiram yang cukup besar. Tabel 2 menunjukkan beberapa negara penghasil jamur utama di dunia. Tabel 2. Urutan Negara Penghasil Beberapa Jenis Jamur Berdasarkan Tingkat Produksinya Jenis Jamur Jamur Champignon Jamur Shiitake Jamur Merang Jamur Tiram
Negara Penghasil Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Cina, Taiwan, Australia, Skandinavia Cina, Jepang, Taiwan, Korea, Indonesia, Amerika Serikat Cina, Taiwan, Filipina, Thailand, Korea, Indonesia, Malaysia Cina, Taiwan, Thailand, Pakistan, Indonesia, Singapura, Jerman, Belanda
Sumber : Suriawiria, 2000 dalam Nugraha, 2006 Beberapa jenis jamur tiram yang mulai banyak dibudidayakan diantaranya jamur tiram putih, abu-abu, cokelat, dan merah muda. Namun, jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) atau yang dikenal dengan nama Shimeiji White merupakan jenis jamur tiram yang paling banyak dikenal dan dibudidayakan oleh petani jamur Indonesia.6 Daerah penghasil jamur tiram putih di Indonesia masih didominasi oleh Jawa Barat. Salah satu daerah di Jawa Barat yang banyak mengusahakan jamur tiram putih adalah Bogor. Jamur tiram putih sudah dibudidayakan di wilayah Bogor sejak tahun 1982, tetapi baru berkembang menjelang tahun 2000.7 Data
Istuti, W, T. Siniati, dan E. Retnaningtyas. 2002. “Visitor Plot Jamur Tiram (Pleurotus spp.)” http://www.iptek.net.id Tanggal 30 Juni 2008 6 http://www.iptek.net.id Tanggal 30 Juni 2008 7 http://www.asimas.co.id Tanggal 30 Juni 2008 5
4
perkembangan jumlah log dan produksi jamur tiram putih di Kota Bogor dari tahun 2005-2007 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Log dan Produksi Jamur Tiram Putih di Bogor Tahun 20052007 Tahun 2005 2006
Jumlah (log)
2007
Produksi (kg) 665 1.170
196 585
1.822
911
Sumber : Monografi Pertanian dan Kehutanan Bogor Tahun 2005 - 2007 (diolah) Pada Tabel 3 terlihat bahwa jumlah log dan produksi jamur tiram putih di Bogor semakin meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani jamur tiram putih di wilayah Bogor memiliki prospek yang cukup baik. Wilayah Bogor memiliki kondisi alam yang sesuai bagi pertumbuhan jamur tiram putih. Hal tersebut menjadi faktor pendorong utama bagi usahatani jamur tiram putih ini. Kehadiran usahatani jamur tiram putih ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan sumberdaya yang sebelumnya kurang produktif baik dari segi bahan baku maupun tenaga kerja. Apabila dilihat dari bahan baku, usaha budidaya jamur tiram putih sangat produktif dalam memanfaatkan limbah serbuk gergaji. Pada umumnya serbuk gergaji masih
dianggap
sebagai
sampah
yang
dibuang
begitu
saja,
padahal
ketersediaanya sangat melimpah. Dengan adanya perlakuan tertentu, serbuk gergaji dapat diolah menjadi media tanam bagi jamur tiram putih yang mempunyai nilai tinggi. Sementara apabila dilihat dari segi tenaga kerja, usaha budidaya jamur tiram putih ini mampu menyerap tenaga kerja setempat yang berkemampuan rendah karena teknologi yang digunakan relatif sederhana dan
5
mudah untuk diadopsi, sehingga untuk jangka panjang pengembangan usahatani jamur tiram putih ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah.
1.2 Perumusan Masalah Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) merupakan salah satu usaha agribisnis yang telah cukup lama mengusahakan jamur tiram putih, yaitu semenjak pertengahan bulan Mei tahun 2000. Perusahaan TIMMUSH merupakan pelopor usahatani jamur tiram putih di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Selain jamur tiram putih sebagai komoditas utamanya, perusahaan ini juga memproduksi bibit dan baglog jamur tiram putih. Kegiatan produksi jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH terdiri dari penyiapan media tanam, pembibitan, pemeliharaan, dan panen. Pada tahap penyiapan media tanam, proses sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usahatani jamur tiram putih. Sterilisasi dilakukan untuk membunuh bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan kontaminasi dan dapat merusak media tanam jamur tiram putih. Pada awal usahanya, alat yang digunakan pemilik Perusahaan TIMMUSH untuk mengukus atau memasak media tanam jamur tiram putihnya adalah sebuah drum besar yang pengapiannya berasal dari kompor semawar. Untuk menyalakan kompor semawar tersebut diperlukan bahan bakar berupa minyak tanah sebanyak 60 liter per proses sterilisasi. Namun semenjak awal bulan November 2007, pemilik Perusahaan TIMMUSH melakukan perubahan pada alat sterilisasinya, yaitu mengganti penggunaan kompor semawar dengan
6
kayu bakar. Perubahan alat sterilisasi ini dilakukan pemilik perusahaan untuk mengatasi terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Kenaikan harga BBM, terutama minyak tanah memiliki dampak yang amat besar bagi kelangsungan usahatani jamur tiram putih. Kenaikan harga minyak tanah ini akan berdampak pada proses produksi, distribusi, hingga pola konsumsi konsumen yang mempengaruhi permintaan akan jamur tiram putih. Dalam proses produksi, peningkatan harga BBM akan meningkatkan biaya yang diperlukan baik dalam penggunaan bahan bakar secara langsung dalam proses produksi maupun kenaikan secara tidak langsung berupa kenaikan harga bahan baku. Sementara dalam proses produksi jamur tiram putih, peningkatan harga bahan bakar akan meningkatkan biaya distribusi secara langsung, mengingat alat transportasi yang tersedia berbasis pada bahan bakar minyak. Dengan dilakukannya perubahan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar ini, pemilik Perusahaan TIMMUSH berharap keuntungan yang diperolehnya dapat meningkat dan volume minimum penjualan jamur tiram putihnya menjadi lebih rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan diteliti, yaitu bagaimana dampak perubahan penggunaan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar terhadap tingkat pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH; alat sterilisasi mana yang terbaik dan sebaiknya digunakan pemilik Perusahaan TIMMUSH.
7
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Membandingkan tingkat pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar. 2. Mengidentifikasi alat sterilisasi mana yang lebih efisien bagi Perusahaan TIMMUSH. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan tambahan informasi bagi Perusahaan TIMMUSH dalam pengambilan keputusan serta sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya dan pihak lain yang berkepentingan. Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini digunakan sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan atas ilmu yang telah dipelajari semasa kuliah dan sebagai latihan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengamati, mengumpulkan data, menganalisis, dan melaporkan keadaan suatu bentuk ilmiah tentang keadaan finansial suatu usahatani jamur tiram putih.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usahatani Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang di tempat itu diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh tanah-tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan atas tanah dan sebagainya. Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak (Mubyarto, 1994). Menurut Rifai dalam Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja (1983) usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Usahatani biasanya diartikan bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu-waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) dengan sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan output yang melebihi input (Soekartawi, 1995).
2.2 Penerimaan dan Biaya Usahatani Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani (Soekartawi, 1995). Biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan).
9
Biaya tunai merupakan biaya-biaya rutin yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan produk. Biaya tunai yang dikeluarkan terbagi atas dua jenis, biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa biaya air dan pajak tanah, sedangkan biaya variabel antara lain biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah pengeluaran untuk pemakaian input milik sendiri berdasarkan tingkat upah yang berlaku. Contoh biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), dan biaya tenaga kerja keluarga (biaya variabel).
2.3 Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan dapat didefinisikan sebagai jumlah yang tersisa setelah biaya, yaitu semua nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar dibayar maupun yang hanya diperhitungkan, setelah dikurangkan dari penerimaan (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1983). Menurut Soekartawi (1995), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani, analisis pendapatan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Tingkat keberhasilan usahatani dapat diketahui dengan melakukan analisis rasio penerimaan dan biaya. Analisis tersebut dikenal dengan nama R/C ratio yang dihitung dengan membandingkan antara total penerimaan dengan
10
total biaya dalam satu periode tertentu. Semakin besar nilai R/C rasio, maka akan semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah yang dikeluarkan. Suatu usahatani dapat dikategorikan efisien jika nilai R/C lebih besar dari 1 (R/C 1), artinya setiap tambahan biaya yang akan dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani menguntungkan. Sebaliknya, kegiatan usahatani dikategorikan tidak efisien jika memiliki nilai R/C rasio kurang dari satu (R/C < 1), yang berarti untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usahatani merugikan. Kegiatan usahatani yang memiliki nilai R/C rasio sama dengan satu (R/C = 1), berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal. 2.4 Analisis Titik Impas Titik impas adalah titik dimana biaya dan pendapatan adalah sama. Tidak ada laba maupun rugi pada titik impas. Untuk mencapai titik impas, target laba adalah nol (Carter dan Usry, 2005). Analisis titik impas digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan hanya untuk menutup semua biaya yang terjadi selama periode tersebut. Analisis titik impas dipengaruhi oleh pendapatan dan biaya. Biaya-biaya yang digunakan dikelompokkan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang
11
diperoleh. Contoh biaya tetap antara lain, biaya listrik dan air, sewa tanah, pajak, dan lain sebagainya. Biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi (Soekartawi, 1995).
2.5 Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Jamur tiram putih yang dalam bahasa latinnya disebut Pleurotus ostreatus merupakan jamur konsumsi, disebut jamur tiram atau oyster mushroom karena bentuk tudungnya agak membulat dengan diameter antara 3-15 cm, lonjong, melengkung seperti cangkang tiram, dan berwarna putih susu sampai kekuning-kuningan. Batang atau tangkai tanaman ini tidak tepat berada pada tengah tudung tetapi agak ke pinggir. Jamur tiram putih tumbuh membentuk rumpun dalam satu media. Setiap rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak. Secara alami, jamur tiram putih ditemukan di hutan di bawah pohon berdaun lebar atau di bawah tanaman berkayu. Jamur tiram putih tidak memerlukan cahaya matahari yang banyak, ditempat terlindung miselium jamur akan tumbuh lebih cepat daripada di tempat yang terang dengan cahaya matahari berlimpah. Kelembaban ruangan optimal 90-96 persen yang harus dipertahankan dengan menyemprotkan air secara teratur. Miselium jamur tumbuh baik pada kisaran temperatur antara 23-28C (kisaran temperatur normal untuk pertumbuhannya) dan untuk pertumbuhan tubuh buah adalah 13-15C. Jika di bawah 23C (15 -21C) masih dapat tumbuh tetapi agak lambat. Secara alamiah, di Indonesia daerah yang mempunyai suhu
12
23-28C terdapat pada daerah dataran tinggi kira-kira pada ketinggian 500-1000 meter di atas permukaan laut. 2.6 Manfaat Jamur Tiram Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur yang enak dimakan serta memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan jamur lainnya. Jamur tiram memiliki manfaat sebagai antitumor, meningkatkan sistem kekebalan, menurunkan kolesterol, dan efek antioksidan. Di samping itu, kandungan proteinnya tinggi dengan asam amino yang bagus, kecuali triptopan; serta mengandung lemak rendah yang bermanfaat karena adanya omega enam, asam lemak, asam linoleat, dan asam oleat. Jamur tiram juga sangat kaya vitamin, seperti vitamin B (B1, B2, B3, B6, biotin, dan B12); vitamin C; dan bioflavonoid. Mengandung beberapa mineral seperti sodium, potasium, fosfor, Mn (mangan), Mg (magnesium), Fe (besi), Co (kobal), selenium, dan Zn (seng), yang jumlahnya tergantung dari tempat tumbuhnya. Jika ditanam di media tanam yang subur, asam lemak esensial akan meningkat. Mengandung cukup serat yang kaya akan chitin. Selain sebagai sumber vitamin dan mineral yang baik untuk tubuh, jamur tiram juga berfungsi sebagai obat tradisional. Di Cina, jamur tiram sering dimanfaatkan untuk relaksasi otot dan tulang sendi; serta mengobati sakit pada pinggang, encok, tungkai, lengan mati rasa, dan pembuluh darah terganggu. Di Meksiko jamur tiram dimasak atau digoreng sebentar untuk menguatkan vena dan melumaskan otot. Di Cekoslovakia ekstrak tubuh buah jamur tiram digunakan untuk diet dan mencegah kolesterol tinggi. Sementara itu, di Perancis jamur tiram dikonsumsi bersama makanan berlemak seperti omelet atau saus
13
krim. Jamur tiram tersebut berfungsi unik, yakni sebagai penyeimbang makanan berlemak yang dikonsumsi (Widyastuti, N. dan Koesnandar, 2005). 2.7 Penelitian Terdahulu Usahatani jamur tiram putih sudah mulai banyak diusahakan, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan pada usahatani jamur tiram putih baik dari segi budidaya maupun dari segi ekonominya. Berikut adalah penelitianpenelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang terdiri dari analisis pendapatan usahatani dan titik impas. 2.7.1 Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya-biaya yang dilakukan dalam menjalankan usahatani tersebut. Untuk mengukur tingkat efisiensi dari suatu usahatani jamur tiram putih dilakukan perbandingan R/C rasio. Menurut penelitian Maharany (2007) dan Ruillah (2006), petani jamur tiram putih di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat diklasifikasikan menjadi tiga skala. Maharany (2007) mengelompokkan skala usahataninya berdasarkan jumlah log yang dihasilkan, yaitu skala kecil (kurang dari 10.000 log), skala menengah (10.000 – 24.000 log), dan skala besar (lebih dari 24.000 log). Berdasarkan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total, skala usahatani menengah (10.000 – 24.000 log) adalah yang paling efisien. Ruillah (2006) mengklasifikasikan usahatani jamur tiram putih di Desa Kertawangi berdasarkan luas kumbung yang dimiliki, yaitu petani skala I adalah petani yang memiliki luas kumbung kurang dari 76,5 meter persegi, skala II antara 76,5 – 135,5 meter persegi, dan skala III lebih dari 135,5 meter persegi. Dari
14
analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai untuk petani skala I lebih besar dari skala II dan III, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram putih di Desa Kertawangi yang lebih menguntungkan adalah petani skala I. Sedangkan jika dilihat dari nilai R/C rasio, diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai maupun atas biaya total untuk petani skala III lebih besar dibandingkan skala I dan II. Yanti (2003), menyatakan bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa Barat menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C rasio atas biaya total yang lebih dari satu. Penelitian yang dilakukan oleh Rahwana (2003) memiliki
perbedaan
dengan
penelitian-penelitian
sebelumnya.
Rahwana
menganalisis usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cicurug dan Parung Kuda, Kabupaten Sukabumi berdasarkan skala usaha dan teknologi yang digunakan. Berdasarkan skala usahanya, usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Cicurug dan Parung Kuda dapat dikelompokkan menurut jumlah log yang dihasilkan, yaitu mulai dari 5.000 sampai 20.000 log. Sedangkan menurut teknologi yang digunakan dapat dikelompokkan berdasarkan alat sterilisasi, yaitu drum dan autoklaf. Berdasarkan pendekatan R/C rasio dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram putih yang paling efisien adalah usahatani pada skala 10.000 log, baik dengan teknologi drum maupun autoklaf. Hal tersebut dikarenakan petani pada skala usaha 10.000 log melakukan penghematan tenaga kerja sekitar 50 persen pada tenaga kerja luar keluarga dari standar yang biasa digunakan, sehingga biaya produksinya dapat ditekan dan pada akhirnya penerimaan yang diperoleh akan lebih besar.
15
Merajuk pada penelitian Windyastuti (2000), usahatani jamur tiram putih Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dapat dikatakan menguntungkan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu.
2.7.2 Analisis Titik Impas Pada penelitian Rahwana (2003) disebutkan bahwa berdasarkan pendekatan Titik Impas Produksi (TIP), dari delapan contoh petani yang ada untuk teknologi drum efisien pada skala usaha 20.000 log, sedangkan untuk teknologi autoklaf, efisien pada skala usaha 10.000 log. Pada pendekatan ini, teknologi drum efisien pada skala usaha yang lebih besar dan untuk teknologi autoklaf efisien pada skala usaha yang lebih kecil. Hal tersebut dikarenakan terdapat perbedaan besarnya skala usaha, harga input, jumlah input, dan teknologi yang digunakan antara skala usaha 20.000 log dengan skala usaha yang lainnya. Nilai titik impas produksi jamur tiram putih yang dihasilkan pada saat penelitian di Usaha Agribisnis Supa Tiram Mandiri (UA STM), Kebun Percobaan Cikabayan, Faperta IPB, Dermaga, Bogor, Jawa Barat adalah 1.065,75 kilogram per bulan sedangkan produksi jamur tiram putih yang dihasilkan oleh UA STM adalah 4.398,88 kilogram per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya usaha jamur tiram putih yang dilakukan oleh UA STM telah memperoleh keuntungan karena produksi yang dihasilkan telah melebihi produksi pada saat titik impas. Selisih rata-rata antara produksi jamur tiram putih dengan titik impas selama periode analisis adalah sebesar 3.333,15 kilogram. Semakin besar selisih
16
antara produksi jamur tiram putih dengan titik impas, berarti laba atau keuntungan yang diperoleh UA STM semakin besar juga. Hal tersebut dijelaskan dalam penelitian Wati (2000). Selain Rahwana dan Wati, analisis titik impas juga dilakukan oleh Damayanti (2004) dan Diana (2003). Penelitian Damayanti (2004) dilakukan pada salah satu perusahaan perekebunan teh yang terletak di wilayah Jawa Barat. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan yang terjadi pada titik impas perusahaan akibat adanya penerapan harga pokok prroduksi alternatif. Diana (2003) melakukan penelitian tentang analisis harga pokok dan titik impas produksi benih padi bersertifikat pada PT. Pertani (Persero)
SPB
Karawang.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
bila
dibandingkan dengan produksi aktualnya, maka pada umumnya produksi titik impas produksi di kedua perusahaan tersebut telah mendapatkan keuntungan. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah belum adanya
penelitian
tentang
perbandingan
usahatani
jamur
tiram putih
berdasarkan alat sterilisasi yang digunakan. Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis perbandingan tingkat keuntungan dan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar.
17
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Operasional Perusahaan TIMMUSH merupakan salah satu produsen jamur tiram putih terbesar di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dalam menjalankan usahanya, pemilik perusahaan sempat mengalami kendala pada kegiatan produksinya. Hal tersebut berkaitan dengan terjadinya kelangkaan dan kelangkaan harga BBM di Indonesia. Kelangkaan BBM ini telah mengubah pola penggunan minyak tanah pada proses sterilisasi di Perusahaan TIMMUSH. Usahatani jamur tiram putih merupakan salah satu usahatani yang memerlukan bahan bakar berupa minyak tanah dalam jumlah yang cukup banyak. Mengingat proses sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usahatani jamur tiram putih, maka untuk mengatasi masalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak tanah tersebut pemilik Perusahaan TIMMUSH melakukan perubahan pada alat sterilisasinya. Pada awalnya, alat sterilisasi yang digunakan di Perusahaan TIMMUSH untuk mengukus atau memasak baglog jamur tiram putihnya adalah kompor semawar. Untuk menyalakan kompor semawar tersebut dibutuhkan bahan bakar berupa minyak tanah sekitar 60 liter per proses sterilisasi. Namun, semenjak
awal
bulan
November
2007
pemilik
perusahaan
mengganti
penggunaan kompor semawar ke kayu bakar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana dampak perubahan penggunaan alat sterilisasi yang terjadi di Perusahaan TIMMUSH, apakah keuntungan yang diperoleh menjadi meningkat setelah dilakukan pergantian
18
alat sterilisasi tersebut. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi alat sterilisasi mana yang lebih efisien bagi Perusahaan TIMMUSH. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis pendapatan dan titik impas usahatani. Hasil analisis ini kemudian akan dijadikan referensi bagi Perusahaan TIMMUSH dalam menentukan alat sterilisasi mana yang lebih efisien bagi Perusahaan TIMMUSH. Kerangka pemikiran operasional di atas dapat diringkas seperti yang terlihat pada Gambar 1. Proses sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH Terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar akibat kelangkaan dan kenaikan harga minyak tanah di Indonesia
Kompor Semawar
Kayu Bakar
Analisis Pendapatan Usahatani Analisis Titik Impas
Memberikan informasi mengenai sistem produksi yang lebih efisien bagi Perusahaan TIMMUSH
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional. 3.2 Hipotesa Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka hipotesa awal dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
19
1. Tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik Perusahaan TIMMUSH setelah menggunakan kayu bakar pada alat sterilisasinya diduga akan meningkat secara signifikan. Hal tersebut dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli kayu bakar selama satu musim tanam lebih rendah dibandingkan untuk membeli minyak tanah. 2. Kemampuan produksi per baglog jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH per musim tanam diduga akan menurun setelah menggunakan kayu bakar karena proses pengapian pada saat menggunakan kayu bakar kurang stabil dibandingkan pada saat menggunakan kompor semawar. 3. Jumlah dan lamanya tenaga kerja bekerja (dalam satuan harian kerja) di Perusahaan TIMMUSH diduga akan berubah setelah pemilik perusahaan mengganti alat sterilisasinya dengan kayu bakar. Hal tersebut dikarenakan penggunaan kayu bakar kurang praktis dibandingkan dengan kompor semawar, dengan demikian diduga jumlah dan lamanya tenaga kerja bekerja di Perusahaan TIMMUSH akan meningkat setelah menggunakan kayu bakar pada alat sterilisasinya. 4. Total biaya usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi diduga berbeda sangat signifikan karena biaya yang dikeluarkan untuk membeli kayu bakar selama satu musim tanam lebih rendah dibandingkan untuk membeli minyak tanah.
20
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) yang berada di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Perusahaan TIMMUSH merupakan salah satu produsen jamur tiram putih terbesar di daerah Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data dilakukan secara dua tahap, yaitu pada saat penelitian (Mei-Juni 2008) dan setelah penelitian dilakukan(Agustus 2008).
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap kegiatan usahatani dan wawancara dengan pemilik perusahaan maupun pihakpihak terkait lainnya untuk memperoleh informasi tambahan yang bersifat mendukung hasil penelitian. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, internet, catatan atau dokumen yang ada di Perusahaan TIMMUSH, dan dari berbagai instansi atau lembaga pemerintah yang memberikan data dan informasi yang relevan dengan topik yang akan diteliti.
21
4.3 Metode Analisis Data Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan dan titik impas. Tahap analisis data yang dilakukan melalui tahap transfer data, pengeditan serta pengolahan data dengan menggunakan alat hitung kalkulator dan program Excel. Hasil pengolahan data tersebut akan dinyatakan dalam bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif. 4.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan dan efisiensi usahatani jamur tiram putih yang dilakukan di Perusahaan TIMMUSH. Perhitungan
usahatani
tersebut
dilakukan
dengan
menghitung
semua
pengeluaran dan penerimaan selama proses produksi berlangsung dari awal hingga akhir. Total penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produksi. Total pengeluaran usahatani adalah nilai semua input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Total pendapatan adalah total penerimaan dikurangi dengan dan total biaya dalam suatu proses produksi (Soekartawi, 1999). Rumus pendapatan usahatani jamur tiram putih adalah sebagai berikut : TR PY Q Y TC TFC TVC TR TC ................................................................................. 4.1
22
dimana :
PY QY TR TC TFC TVC
= pendapatan usahatani jamur tiram putih (Rp) = harga jamur tiram putih (Rp) = jumlah produksi jamur tiram putih per musim tanam (Kg) = penerimaan total usahatani jamur tiram putih per musim tanam (Rp) = biaya total usahatani jamur tiram putih per musim tanam (Rp) = biaya tetap total usahatani jamur tiram putih per musim tanam (Rp) = biaya variabel total usahatani jamur tiram putih per musim tanam (Rp) Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lainnya apabila
rasio output terhadap inputnya menguntungkan dan dikatakan layak untuk diusahakan
apabila
keuntungannya
melebihi
nilai
nol
0 . Untuk
menunjukkan berapa penerimaan yang diterima petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan, maka dapat digunakan ukuran kedudukan ekonomi R/C rasio. Analisis R/C rasio digunakan sebagai alat untuk mengukur perbandingan penerimaan dan biaya usahatani. Perhitungan R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut : R/C ratio
TR ......................................................................... 4.2 TC
Bila nilai R/C rasio yang diperoleh melebihi nilai satu, maka usahatani tersebut dapat dikatakan efisien. Sebaliknya bila nilai R/C rasio kurang dari nilai satu maka usahatani tersebut dapat dikatakan tidak efisien. Semakin besar nilai R/C rasio maka usahatani semakin menguntungkan.
4.3.2 Analisis Titik Impas Analisis titik impas adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menentukan besarnya output yang dihasilkan agar penerimaan sama dengan biaya. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui batas minimal penjualan jamur tiram putih agar Perusahaan TIMMUSH tidak mengalami kerugian.
23
Pada analisis titik impas ini, biaya-biaya yang digunakan dikelompokkan ke dalam biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Rumus yang digunakan dalam menghitung titik impas adalah sebagai berikut : TR TC P Q TFC TVC
P Q TFC AVC Q QP AVC TFC Q
TFC .............................................................................. (4.3) P AVC
dimana : Q AVC
= volume titik impas (kg) = biaya variabel rata-rata usahatani jamur tiram putih per musim tanam (Rp/Kg)
4.4 Konsep Pengukuran Variabel Peubah atau variabel yang diamati merupakan data dan informasi mengenai usahatani jamur tiram putih yang diusahakan di Perusahaan TIMMUSH, Kampung Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dalam menganalisis pendapatan dan titik impas usahatani jamur tiram putih, variabel-variabel yang diukur adalah : 1. Seluruh proses produksi jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH adalah 120 hari atau sekitar empat bulan lamanya. 2. Jumlah baglog yang diproduksi per musim tanam adalah 4.000 baglog dengan tingkat kegagalan pada saat pembuatan baglog sebesar 0,5 persen dan saat penumbuhan sebesar 10 persen.
24
3. Konversi bobot hasil per musim tanam adalah 0,5 kilogram per baglog (baik pada saat pemilik Perusahaan TIMMUSH masih menggunakan kompor semawar maupun setelah menggunakan kayu bakar). 4. Modal adalah barang ekonomi berupa bangunan, alat-alat pertanian, dan uang tunai yang digunakan untuk menghasilkan produksi jamur tiram putih. 5. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi. Seluruh tenaga kerja disetarakan dengan satuan Hari Kerja Pria (HKP) dengan lama kerja 8 jam per hari. 6. Produksi total adalah hasil jamur tiram putih yang didapat dari hasil pemanenan jamur tiram putih. Satuan yang digunakan adalah kilogram. 7. Harga produk adalah harga jamur tiram putih ditingkat petani pada saat penelitian. Satuan yang digunakan adalah rupiah per kilogram. 8. Penerimaan petani adalah nilai semua produk yang dihasilkan usahatani jamur tiram putih yang diukur berdasarkan jumlah produk yang dihasilkan dikali dengan tingkat harga yang berlaku di tingkat petani pada saat penelitian. 9. Biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada volume produksi atau tidak habis dalam satu kali produksi. Biaya ini terdiri dari biaya listrik dan gaji kepala kebun dan wakilnya. 10. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Biaya ini terdiri dari biaya pembelian sarana produksi (bahan baku dan bahan penunjang pembuatan jamur tiram putih) dan upah tenaga kerja bagian persiapan sampai bagian panen dan pasca panen. 11. Biaya diperhitungkan adalah biaya faktor produksi milik sendiri yang digunakan dalam usahatani. Biaya ini sebenarnya tidak dibayarkan secara
25
tunai, hanya diperhitungkan saja untuk melihat pendapatan petani bila faktor produksi milik sendiri dibayar. Biaya diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan dan sewa lahan milik sendiri (tempat pembuangan sisa baglog jamur tiram putih). 12. Biaya penyusutan merupakan biaya karena pemakaian peralatan. Biaya penyusutan diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal dipakai. Rumus yang digunakan yaitu : Biaya Penyusutan (Rp) =
Nilai beli (Rp) — Nilai sisa (Rp) Jumlah umur pemakaian (thn)
13. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani yang diukur dalam satuan rupiah. 14. R/C rasio adalah imbangan antara penerimaan dengan biaya untuk mengetahui keuntungan usahatani jamur tiram putih. 15. Titik impas adalah titik dimana pendapatan dan biaya adalah sama, sehingga usahatani jamur tiram putih dapat dikatakan tidak mengalami kerugian ataupun laba. Dalam analisis ini, titik impas dinyatakan dalam satuan kilogram.
26
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Sejarah Perusahaan Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH) adalah sebuah nama home industry budidaya jamur tiram putih yang didirikan oleh Bapak Trisno pada pertengahan bulan Mei tahun 2000. Alasan pemilik Perusahaan TIMMUSH memilih untuk berusahatani jamur tiram putih karena pada saat itu masih jarang orang yang mengusahakan komoditas tersebut dan karena prospek usahatani jamur tiram putih yang cukup menjanjikan. Selain memproduksi jamur tiram putih dalam bentuk segar, perusahaan ini juga memproduksi bibit dan media tanam jamur tiram putih (baglog). Tujuan dari pendirian perusahaan ini adalah menjadikan Perusahaan TIMMUSH sebagai perusahaan pertanian yang mampu memberikan keuntungan dan menjadi sumber penerimaan bagi pemiliknya dengan memproduksi jamur tiram putih yang mampu bersaing di pasar dan diterima oleh konsumen. Selain itu, perusahaan ini juga berfungsi sebagai tempat pelatihan ataupun sumber informasi bagi orang-orang yang tertarik dengan usahatani jamur tiram putih.
5.2 Keadaan Geografis Perusahaan Perusahaan TIMMUSH terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Batas-batas wilayah Desa Cibuntu adalah sebagai berikut : a. Sebelah utara
: Desa Cicadas
b. Sebelah selatan
: Desa Ciampea Udik dan Desa Ciaruteun
c. Sebelah barat
: Desa Cibatok
27
d. Sebelah timur
: Desa Cinangka
Secara umum daerah penelitian memiliki suhu 28C dan kelembaban 70 persen. Dengan kondisi demikian, usahatani jamur tiram putih cocok untuk dibudidayakan di daerah tersebut karena pada umumnya jamur tiram putih tumbuh dengan baik di daerah dengan suhu rata-rata 23-28C dan kelembaban 60-80 persen. Lokasi usahatani jamur tiram putih ini cukup strategis dan mudah dijangkau, sehingga sangat menguntungkan dalam kegiatan operasional perusahaan dan pemasaran hasil produksi. Selain itu, lokasi usaha ini juga berada di tengah pemukiman yang tidak padat penduduk. Sebagian besar lingkungan yang ada di sekitarnya merupakan kawasan pertanian dimana masyarakat memanfaatkannya untuk bercocok tanam padi, buah-buahan dan sayur-sayuran.
5.3 Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi dari Perusahaan TIMMUSH masih sangat sederhana, namun dengan adanya struktur organisasi maka tugas, wewenang, dan tanggungjawab setiap bagian dalam perusahaan dapat terlihat dengan jelas. Srtuktur organisasi Perusahaan TIMMUSH dapat terlihat pada Gambar 2.
Pemimpin/Pemilik Perusahaan
28
Bagian Administrasi & Keuangan
Bagian Produksi
Tenaga Kerja Pria
Gambar 2. Struktur Organisasi Perusahaan TIMMUSH. Melihat struktur organisasi Perusahaan TIMMUSH, tampak bahwa Perusahan TIMMUSH dipimpin oleh pemilik perusahaan langsung. Dalam melaksanakan tugasnya, pemilik perusahaan dibantu oleh bagian administrasi dan keuangan dan bagian produksi. Kedua bagian tersebut kemudian membawahi tenaga kerja tetap pria. Adapun tugas dan wewenang masingmasing bagian adalah sebagai berikut : 1. Tugas dan wewenang pimpinan : a. Membawahi dan bertanggung jawab atas operasional sehari-hari dan pada semua bagian yang terdapat di dalam perusahaan. b. Mengkoordinasi dan mengawasi seluruh kegiatan karyawan pada masing-masing bagian. c. Memberikan arahan kepada karyawan mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan. d. Mengambil keputusan yang menyangkut kemajuan usahanya. e. Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan serta quality control dalam mendukung kegiatan usahanya. f.
Membuat bibit jamur tiram putih.
29
2. Tugas dan wewenang bagian administrasi dan keuangan : Pada bagian ini, isteri dari pemilik perusahaan yang bertanggung jawab dalam melakukan proses administrasi untuk bahan baku, pembagian gaji karyawan, dan membuat catatan panen. 3. Tugas dan wewenang bagian produksi : Menangani segala hal yang berhubungan dengan kegiatan produksi, mulai dari persiapan sampai dengan panen dan pasca panen. Pada bagian ini terdapat dua orang yang bertindak sebagai koordinator yang membawahi 16 orang tenaga kerja tetap pria. 4. Tugas tenaga kerja pria : a. Melakukan
proses
pencampuran,
pengadukan,
pengayakan,
dan
pemberian air terhadap bahan-bahan baku untuk membuat jamur tiram putih. b. Melakukan pengisian media ke dalam plastik polipropilen. c. Melakukan proses sterilisasi, yaitu memasak atau mengukus baglog jamur tiram putih. d. Melakukan proses inokulasi, yaitu memasukkan bibit jamur tiram putih kedalam baglog. e. Menyusun baglog-baglog yang telah diberi bibit kedalam rak-rak di ruang penumbuhan. f.
Melakukan proses pemeliharaan terhadap produksi jamur tiram putih, seperti penyiraman; pengendalian hama dan penyakit; dan melakukan kegiatan pemanenan dan pasca panen.
5.4 Sumberdaya Perusahaan
30
Sumberdaya yang terdapat di Perusahaan TIMMUSH terdiri dari dua jenis, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya fisik yang meliputi lahan bangunan dan alat-alat produksi. 5.4.1 Sumberdaya Manusia Perusahaan dalam industri kecil lebih berfungsi sebagai industri padat karya
yang
memanfaatkan
tenaga
kerja
terutama
tenaga
kerja
yang
berpendidikan rendah. Sumberdaya manusia yang berada di dalam Perusahaan TIMMUSH umumnya tidak diperlukan tenaga kerja yang berlatar belakang pendidikan tinggi dan berketerampilan khusus. Kebanyakan dari mereka mempunyai tingkat pendidikan yang cukup rendah, yaitu lulusan SD dan SMP. Sumberdaya yang dimiliki oleh Perusahaan TIMMUSH saat ini berjumlah 16 orang. Tenaga kerja tersebut berasal dari daerah sekitar perusahaan, yaitu Desa Cibuntu dan Gunung Bunder. Perekrutan karyawan dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan pada saat itu dan tanpa ada ikatan, dalam arti karyawan yang telah direkrut dapat masuk dan keluar sesuai dengan keinginannya. Pembagian kerja dan jumlah tenaga kerja pada Perusahaan TIMMUSH dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis Pekerjaan dan Jumlah Tenaga Kerja pada Perusahaan TIMMUSH No. 1 2 3 4 5 6
Jenis Pekerjaan Pengayakan dan pencampuran Pengisian media ke dalam plastik Sterilisasi Pembibitan Pemeliharaan Panen dan pasca panen Jumlah
Sumber : Perusahaan TIMMUSH, 2008
Tenaga Kerja (orang) 2 4 2 4 2 2 16
31
Jam kerja bagi karyawan Perusahaan TIMMUSH dimulai pukul 07.00 hingga pukul 16.00 dengan waktu istirahat dari pukul 12.00 hingga pukul 13.00. Tenaga kerja bekerja selama delapan jam per hari dengan hari kerja selama tujuh hari dalam satu minggu. Pembayaran gaji bagi karyawan tetap dilakukan setiap akhir bulan, yaitu sebesar Rp 360.000 per orang. Sistem penggajian yang diberlakukan di Perusahaan TIMMUSH adalah sistem gaji harian yang pembayarannya dilakukan setiap akhir bulan. Gaji yang diberikan kepada masing-masing tenaga kerja yaitu sebesar Rp 12.000 per hari (HKP).
5.4.2 Sumberdaya Fisik Sumberdaya fisik yang dimiliki oleh Perusahaan TIMMUSH terdiri dari tiga jenis yaitu lahan, bangunan, dan alat-alat produksi. 1. Lahan Luas lahan keseluruhan yang dimiliki oleh Perusahaan TIMMUSH adalah satu hektar, tetapi yang digunakan untuk budidaya jamur tiram putih hanya seluas 4000 meter persegi. 2. Bangunan Perusahaan TIMMUSH memiliki beberapa bangunan dalam kegiatan usahanya, yaitu terdiri dari ruang persiapan, ruang inokulasi, ruang inkubasi, ruang produksi, dan ruang pembibitan (Lampiran 1). Bangunan-bangunan yang digunakan untuk memproduksi jamur tiram putih merupakan bangunan yang khusus dibangun untuk memproduksi jamur tiram putih (ada beberapa perusahaan yang menggunakan bangunan bekas kandang ternak untuk memproduksi jamur tiram putihnya).
32
a. Ruang Persiapan Ruang persiapan yaitu ruangan yang digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam. Kegiatan yang dilakukan pada ruang persiapan antara lain kegiatan pengayakan, pencampuran, pengomposan, dan pewadahan (pengisian media ke dalam plastik). Kegiatan pengayakan, pencampuran, dan pewadahan pada Perusahaan TIMMUSH dilakukan secara manual. b. Ruang Inokulasi Ruang inokulasi adalah ruangan yang digunakan untuk kegiatan memasukkan bibit pada media tanam. Ruang inokulasi harus mudah dibersihkan untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. c. Ruang Inkubasi dan Produksi Pada Perusahaan TIMMUSH ruang inkubasi dan ruang produksi disatukan. Ruang inkubasi adalah ruang yang digunakan untuk menumbuhkan miselium jamur tiram putih pada media tanam yang sudah diinokulasi, sedangkan ruang produksi digunakan untuk menumbuhkan jamur tiram putih. Kondisi ruang inkubasi diatur pada suhu 23-28C (kisaran temperatur normal untuk pertumbuhan miselium jamur tiram putih). Ruang inkubasi dan produksi dilengkapi dengan rak-rak untuk menempatkan baglog yang telah diinokulasi. Saat ini Perusahaan TIMMUSH memiliki dua buah kumbung dengan masingmasing kapasitas sebesar 170.000 dan 185.000 baglog. Dalam setiap kumbung, terdapat rak-rak berukuran 690 cm × 120 cm × 225 cm, yang digunakan untuk meletakkan baglog jamur tiram putih. Setiap rak terdapat enam tingkat dengan kapasitas masing-masing tingkat sebesar 748 baglog. Tabel 5 menunjukkan rincian ruang produksi yang dimiliki Perusahaan TIMMUSH.
33
Tabel 5. Rincian Ruang Produksi Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH No.
Uraian
1
Ruang Produksi 1 (atas)
Luas (m2) 46,8 × 16,8
2
Ruang Produksi 2 (bawah)
35,8 × 16,8
Jumlah Rak (unit) 42
Kapasitas Produksi (baglog) 185.000
38
170.000
Sumber : Perusahan TIMMUSH, 2008 d. Ruang Pembibitan Ruang pembibitan adalah ruang yang khusus digunakan untuk proses produksi bibit. Ruang produksi bibit ini harus benar-benar steril karena peluang terjadinya kontaminasi sangat besar pada proses pembuatan bibit jamur tiram putih. 3. Peralatan Peralatan-peralatan yang digunakan pada Perusahaan TIMMUSH tidak jauh berbeda dengan yang digunakan oleh petani jamur lainnya di daerah tersebut. Peralatan yang digunakan pada Perusahaan TIMMUSH masih tergolong sederhana. Lampiran 2 menunjukkan alat-alat yang digunakan oleh Perusahaan TIMMUSH dalam menjalankan usahatani jamur tiram putih.
5.5 Keragaan Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Kegiatan produksi dalam usahatani jamur tiram putih terdiri dari penyiapan media tanam, pembibitan, pemeliharaan dan panen. Produksi merupakan suatu kegiatan yang mengelola faktor-faktor produksi menjadi suatu hasil produksi. Dalam proses produksi tersebut diperlukan ketelitian dan kebersihan karena proses budidaya jamur tiram putih tahap inokulasi dan sterilisasi merupakan faktor terpenting berhasil atau tidaknya usaha jamur tiram putih. Kegiatan yang sangat penting lainnya, yaitu dalam hal pemeliharaan,
34
kelembaban ruangan merupakan keadaan yang dibutuhkan oleh jamur tiram putih. Proses produksi jamur tiram putih pada Perusahaan TIMMUSH terdiri beberapa tahapan. Skema tahap-tahap proses produksi jamur tiram dapat dilihat pada Lampiran 3. 5.5.1 Persiapan Media Tanam Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan media tanam jamur tiram putih adalah : (1) Serbuk Kayu Serbuk kayu merupakan salah satu bahan utama yang dibutuhkan dalam pembuatan media tanam. Pembuatan media tanam menggunakan serbuk yang berasal dari kayu Albasia, karena sifat kayunya yang keras dan tidak mengandung bahan pengawet alami. Jangan dipilih kayu dari jenis pinus karena senyawa terpentin yang terdapat di dalamnya dapat menghambat pertumbuhan jamur. Kondisi serbuk yang akan digunakan harus terjaga dengan baik. Serbuk sebaiknya berasal dari kayu yang tidak bergetah karena kayu yang bergetah akan menyebabkan kegagalan akibat getah yang meleleh saat proses sterilisasi. Serbuk gergaji berperan sebagai sumber selulosa untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan jamur. (2) Dedak Dedak berfungsi sebagai sumber gula, lemak, dan protein yang diperlukan sebagai sumber energi jamur dan sangat dianjurkan dalam pembuatan media tanam jamur tiram putih. Dedak yang baik adalah dedak yang masih baru, tidak berbau dan tidak mudah rusak (Cahyana dkk, 2005).
35
(3) Kapur Kapur yang digunakan adalah kapur pertanian atau Calsium Carbonat (CaCO3). Kapur berperan sebagai sumber mineral dan pengatur pH agar keasaman media tidak mudah berubah. Setelah semua bahan terkumpul, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : (1) Persiapan Serbuk kayu, dedak, dan kapur disiapkan sesuai dengan kebutuhan. Perbandingan kebutuhan bahan-bahan yang digunakan untuk sekali proses persiapan media tanam, yaitu serbuk kayu sebanyak 100 karung, dedak 300 kilogram, dan kapur sebanyak 100 kilogram. Setiap satu kali proses produksi dapat menghasilkan 4000 baglog jamur tiram putih. (2) Pengayakan Bahan Proses pengayakan bahan dilakukan sebelum proses pencampuran bahan. Serbuk kayu yang telah disiapkan tersebut kemudian diayak untuk menghilangkan potongan-potongan kayu besar yang berasal dari penggergajian kayu. Pengayakan dilakukan dengan melemparkan serbuk kayu tersebut ke arah ayakan dan dilakukan berulang-ulang. (3) Pencampuran Bahan Pencampuran
serbuk
kayu
dilakukan
secara
manual
dengan
menghamparkan serbuk kayu di ruangan bernaungan. Serbuk ditumpuk setinggi 20-30 cm, kemudian bahan lainnya ditaburkan diatasnya. Campuran kemudian diaduk menggunakan sekop. Pencampuran dilakukan sampai campuran merata.
36
(4) Pemberian Air Bahan-bahan yang telah dicampur tersebut kemudian disiram air hingga kandungan airnya mencapai 50-65 persen. Secara sederhana, untuk mengetahui kadar air 50-65 persen dapat dilakukan dengan cara mengepalkan bahan-bahan tersebut. Apabila bahan-bahan tersebut dalam kepalan mengeluarkan air terlalu banyak maka kandungan air dalam bahan tersebut terlalu tinggi. Campuran bahan yang baik adalah apabila bahan-bahan itu dikepal membentuk suatu gumpalan, tetapi mudah dihancurkan kembali. Campuran bahan yang terlalu banyak mengandung air akan memacu pertumbuhan mikroba lain, terutama jenis kapang yang dapat merusak media, sehingga media tanam maupun jamur yang tumbuh menjadi cepat busuk (Cahyana, dkk, 2005). (5) Pengisian Baglog Pengisian baglog di Perusahaan TIMMUSH masih dilakukan dengan cara manual. Campuran bahan-bahan yang telah diberi air tersebut kemudian dimasukkan ke dalam plastik polipropilen (PP) berukuran 17 cm 25 cm. Kedua ujung kantong plastik kemudian dilipat ke dalam agar baglog dapat berdiri tegak. Selanjutnya, baglog dipadatkan dengan menggunakan alat yang terbuat dari pipa paralon, sehingga kantong plastik terisi sampai ¾ bagian. Baglog harus dipadatkan agar tidak mudah rusak dan hancur, serta tidak menghambat pertumbuhan miselium jamur. Setelah baglog padat, bagian atsnya dilipat, kemudian disusun dan siap untuk disterilisasi. (6) Sterilisasi Sterilisasi dilakukan untuk membunuh bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan kontaminasi dan dapat merusak media tumbuh jamur tiram putih. Plastik yang telah berisi campuran bahan-bahan tadi dimasukkan ke dalam
37
drum sterilisasi (Lampiran 4a). Perusahaan TIMMUSH memiliki empat buah drum sterilisasi, masing-masing berkapasitas 1000 baglog. Pada awalnya alat sterilisasi yang digunakan oleh pemilik perusahaan yaitu kompor semawar (Lampiran 4b). Untuk menyalakan kompor semawar tersebut diperlukan minyak tanah tanah sekitar 60 liter per proses sterilisasi. Semenjak terjadi kelangkaan dan kenaikan harga BBM di Indonesia, pemilik Perusahaan TIMMUSH mengganti penggunaan kompor semawar dengan kayu bakar (Lampiran 4c). Untuk menyalakan kayu bakar tersebut tidak perlu menggunakan minyak tanah lagi, cukup dari sisa serbuk kayu dan plastik baglog yang telah rusak. Kayu bakar yang digunakan pemilik Perusahaan TIMMUSH berasal dari tempat penggergajian kayu di sekitar lokasi perusahaan (Leuwiliang, Tenjo Laya, Cinangneng, dan lain sebagainya). Tidak ada perbedaan lama pelaksanaan sterilisasi antara menggunakan kompor semawar dengan kayu bakar. Keduanya sama-sama dilakukan selama delapan jam dengan suhu alat mencapai 100C agar media matang dengan sempurna. Lain halnya dengan waktu pelaksanaan sterilisasi. Ketika pemilik perusahaan
masih
menggunakan
kompor
semawar,
kegiatan
sterilisasi
dilakukan dari pukul 15.00 sampai pukul 23.00. Setelah menggunakan kayu bakar, kegiatan sterilisasi dilakukan pada pagi hari yaitu dari pukul 09.00 sampai pukul 17.00. Perubahan waktu sterilisasi ini dilakukan pemilik pemilik Perusahaan TIMMUSH untuk mengurangi pengeluaran upah lembur bagi karyawan yang berjaga malam dan tingkat kegagalan produksi akibat kecerobohan karyawan. Setelah dilakukan sterilisasi, baglog-baglog tersebut kemudian didinginkan selama delapan jam sebelum nantinya diberi bibit.
38
(7) Inokulasi (Pembibitan) Baglog yang telah didiamkan selama delapan jam tersebut kemudian dibuka kembali lipatannya untuk diberikan bibit. Bibit yang digunakan biasanya bibit dari turunan ke-2 (F2) yang merupakan bibit produksi. Pembibitan harus dilakukan dengan tempat, alat dan pelaksana yang steril. Hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi bakteri dan mikroba yang dapat mengakibatkan kegagalan saat pembibitan. Pensterilan tempat, alat, dan pelaksana dilakukan dengan menyemprot tempat, mencuci alat dan tangan pelaksana dengan alkohol 70 persen. Pemilik perusahaan menggunakan bibit F2 yang digunakan untuk menginokulasi 20 baglog berukuran 17 cm 25 cm. Setelah diberi bibit, pada leher baglog diberi cincin bambu lalu ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet gelang.
5.5.2 Pemeliharaan Pelaksanaan pemeliharaan meliputi pemeliharaan setelah pembibitan, saat pembentukkan miselium, pertumbuhan tubuh buah dan penanganan hama penyakit. Setelah pelaksanaan pembibitan, media diputihkan di dalam kumbung (ruang produksi). Pemutihan dilakukan dalam waktu 40-50 hari. Miselium jamur tumbuh baik pada kisaran temperatur antara 23-28C dengan kelembaban 60-80 persen. Pengaturan suhu dan kelembaban ruang produksi dapat dilakukan dengan menyemprotkan air bersih ke dalam ruangan. Jamur tiram putih sangat peka terhadap cahaya karena pertumbuhannya tidak membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi. Penerangan ruangan dapat dilakukan dengan bantuan lampu.
39
Pada tahap pemutihan ini dilakukan juga penyortiran untuk memisahkan media yang gagal. Biasanya penyortiran dilakukan saat proses pemutihan telah berjalan tiga minggu. Media yang gagal ditandai dengan timbulnya warna hijau pada media dan miselium tidak tumbuh memenuhi media. Setelah miselium tumbuh merata memenuhi media, bagian atas media tersebut kemudian dibuka agar seluruh permukaan atas media kontak dengan udara. Pada saat jamur mulai membentuk tubuh buah, media tidak boleh dalam keadaan basah karena dapat terjadi pembusukan. Penyiraman sebaiknya dilakukan di sekitar media, bukan langsung ke tubuh buah yang sedang terbentuk. Tujuh hari setelah media dibuka, mulai terlihat pembentukan pinhead (bakal buah jamur) dan dua sampai tiga hari kemudian badan buah jamur akan mekar. Setelah tudung buah terbuka secara maksimal menyerupai payung berwarna putih, jamur dipetik bagian dasarnya. Pengambilan tubuh jamur harus dilakukan dari pangkal batangnya karena jika batangnya tersisa akan terjadi pembusukan. Akibat pembusukan ini yaitu terjadi hambatan pada pertumbuhan tubuh jamur lainnya. Kadang calon bakal buah sudah tumbuh di bagian bawah plastik yang belum terbuka. Bagian plastik tersebut harus dilubangi untuk memberi kesempatan tubuh buah keluar dan tumbuh. Pengeringan bagian media yang telah dibuka dapat dihindari dengan menyemprotkan air pada media dan dinding ruangan. Penyiraman
dilakukan
setelah
kegiatan
pemanenan.
Intensitas
penyiraman sangat tergantung pada keadaan cuaca. Penyiraman pada saat musim panas dilakukan dua sampai tiga kali sehari. Sedangkan pada saat musim hujan penyiraman cukup dilakukan satu kali sehari, yaitu pada pagi atau sore
40
hari. Penyiraman dilakukan dengan cara pengabutan. Penyiraman ini dilakukan setelah panen agar jamur tidak terkena air yang akan membuat jamur menjadi mudah busuk dan menguning. Gunakan air yang bersih (bukan dari selokan atau kolam ikan misalnya) atau air yang bekas sisa klor (misal dari air PAM) karena sisa klor akan dapat menghambat pertumbuhan serat-serat jamur. Air sumur atau air pompa merupakan jenis air yang sangat tepat untuk penyiraman substrat tanaman (Suriawiria, 1989). 5.5.3 Pengendalian Hama dan Penyakit Hama yang sering merusak substrat tanaman jamur dan merugukan diantaranya adalah kutu, ulat, nyamuk, kumbang, dan rayap. Hama ini bersarang di dalam substrat. Penyakit yang banyak mengganggu substrat tanaman jamur tiram putih umumnya disebabkan oleh bakteri dan jamur lain. Berbagai jenis jamur dan bakteri cepat tumbuh di dalam substrat tanam, sehingga menjadi busuk dan akibatnya jamur tidak tumbuh. Penyebab timbulnya penyakit pada jamur tiram putih karena proses sterilisasi yang tidak sempurna, bibit yang tidak murni, alat yang kurang bersih dan kandungan air media terlalu tinggi. Penyakit yang muncul pada jamur tiram putih yaitu berupa tumbuhnya jamur lain seperti Mucor, Rhiozopus, Penicillium, dan Aspergillus pada baglog. Serangan jamur-jamur tersebut dicirikan dengan timbulnya miselium yang berwarna hitam, kuning atau putih, dan timbulnya lendir. Pertumbuhan jamur tiram putih menjadi terhambat atau tidak tumbuh sama sekali. Serangan dapat terjadi pada baglog yang belum atau sudah dibuka.
41
Cara mencegah timbulnya hama yaitu dengan menjaga kebersihan kumbung, lingkungan sekitar kumbung, dan kebersihan alat-alat yang digunakan selama proses produksi. Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh pemilik Perusahaan TIMMUSH, yaitu dengan menggunakan obat pembasmi hama dan penyakit seperti Decis. Penyemprotan Decis dilakukan hanya sesekali saja, tergantung dari tingkat penyerangan hama dan penyakitnya. Apabila pemeliharaan jamur dilaksanakan dengan baik, teratur, dan teliti, maka pertumbuhan sarang-sarang serangga ataupun binatang lain akan dapat dihindari atau dihambat. Secara umum, pencegahan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan meningkatkan sanitasi lingkungan, mengintensifikasikan pemeliharaan dan alat-alat produksi, memilih bahan organik yang bersih, mengomposkan bahan di tempat tersendiri dan membuang media sisa produksi di tempat khusus. 5.5.4 Panen dan Pasca Panen Panen dilakukan dua sampai tiga hari setelah tumbuh bakal buah jamur. Pada saat itu tubuh buah mencapai ukuran diameter rata-rata 5-15 cm. Jamur yang siap dipanen ditandai dengan tepi buah yang tipis. Tubuh buah yang terlambat dipanen dapat mencapai ukuran diameter 20 cm dan ditandai dengan timbulnya warna coklat dibagian sisi tubuh buah. Pengambilan jamur tiram putih segar pada Perusahaan TIMMUSH dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.00. Panen dilakukan sesuai dengan seberapa banyak jumlah jamur tiram putih yang dapat dipanen pada hari itu. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun yang ada. Pemanenan juga harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terbentuk luka yang
42
besar dan tidak merusak miselium yang masih ada di permukaan media. Jamur yang telah dipanen kemudian dibersihkan dari sisa media yang masih menempel. Hal ini bertujuan untuk menghindari timbulnya hama akibat sisa batang jamur yang membusuk. Setelah dilakukan proses penanganan pasca panen, jamur tiram putih tersebut kemudian dikemas dalam plastik berukuran 10 kilogram. Cara pengemasannya yaitu tudung jamur dihadapkan kearah luar plastik dan disusun melingkar pada sisi plastik, setelah itu jamur ditimbang dan diikat dengan menggunakan tali rafia. Seluruh proses produksi jamur tiram putih pada Perusahaan TIMMUSH memerlukan waktu 120 hari atau empat bulan lamanya, mulai dari persiapan bahan baku sampai kegiatan pemanenan. Selama musim tanam, panen dapat dilakukan antara enam sampai tujuh kali panen, tergantung pada kandungan substrat tanaman, bibit jamur, serta lingkungan selama pemeliharaan. Hal ini berarti dalam satu tahun usaha jamur tiram putih terdiri dari tiga musim tanam. Kemampuan produksi per baglog jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH per musim tanam adalah 0,5 kilogram (baik pada saat masih menggunakan kompor semawar maupun setelah menggunakan kayu bakar). 5.5.5 Pemasaran Jamur tiram putih yang telah dikemas kemudian diberikan kepada pedagang pengumpul yang datang langsung ke Perusahaan TIMMUSH pada pukul 10.00. Setelah itu, mereka langsung memasarkannya ke pedagangpedagang sayuran yang berada di Pasar Induk Kemang dan Pasar Bogor. Jamur tiram putih tersebut akan sampai ke tangan pedagang-pedagang sayuran di
43
Pasar Induk Kemang dan Pasar Bogor sekitar pukul 13.00-14.00, kemudian akan dijual kembali kepada pedagang sayur keliling dan konsumen rumah tangga sekitar pukul 03.00 keesokan harinya. Saluran pemasaran jamur tiram putih yang berasal dari Perusahaan TIMMUSH hingga ke tangan konsumen rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 3.
Perusahaan TIMMUSH
Pedagang Pengumpul
Pasar Bogor (dua orang)
Pasar Induk Kemang (satu orang)
Pedagang Sayur Keliling
Konsumen Rumah Tangga
Gambar 3. Jalur Pemasaran pada Perusahaan TIMMUSH. Sumber : Wawancara dengan pemilik Perusahaan TIMMUSH, 2008 Gambar 3 menunjukkan bahwa dari Perusahaan TIMMUSH jamur tiram putih langsung dibawa oleh tiga orang pedagang pengumpul untuk dijual kembali ke Pasar Induk Kemang dan Pasar Bogor. Selanjutnya, para pedagang sayuran di kedua pasar tersebut akan menjualnya kembali kepada konsumen rumah tangga langsung ataupun ke pedagang sayur keliling terlebih dahulu yang selanjutnya akan dijual kembali kepada konsumen rumah tangga.
44
Jamur tiram putih yang diproduksi oleh Perusahaan TIMMUSH dijual dengan harga yang berbeda sesuai dengan jenis konsumen, yaitu Rp 7.200 per kilogram untuk penjualan kepada pedagang pengumpul, Rp 8.000-Rp 10.000 per kilogram kepada pedagang sayuran di Pasar Induk Kemang dan Pasar Bogor, Rp 12.000-Rp 15.000 per kilogram untuk penjualan kepada pedagang sayur keliling atau ke konsumen rumah tangga langsung. Harga jamur tiram putih yang dibeli oleh konsumen rumah tangga dari pedagang sayur keliling mencapai Rp 16.000-Rp 18.000 per kilogramnya.
45
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani menunjukkan struktur biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh dari usahatani tersebut. Analisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH ini dibedakan berdasarkan alat sterilisasi yang digunakan, yaitu kompor semawar dan kayu bakar. Perhitungan usahatani dalam penelitian ini didasarkan pada musim tanam jamur tiram putih, yaitu empat bulan. Hasil analisis dari setiap jenis alat sterilisasi tersebut akan dibandingkan, mana yang dapat memberikan keuntungan maksimal bagi Perusahaan TIMMUSH. 6.1.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH diperoleh dari total produksi jamur tiram putih yang dihasilkan selama satu musim tanam dikalikan dengan harga jamur tiram putih per kilogramnya. Harga jamur tiram putih pada saat penelitian adalah Rp 7.200 per kilogram. Pada penelitian ini, jumlah baglog jamur tiram putih yang diproduksi oleh Perusahaan TIMMUSH adalah 4000 baglog. Tingkat kegagalan pada saat proses sterilisasi diasumsikan sebesar 0,5 persen atau sekitar 20 baglog, sedangkan selama masa inkubasi diasumsikan sebesar 10 persen. Konversi bobot hasil per baglog adalah 0,5 kilogram per musim tanam. Jadi jumlah jamur tiram putih yang dihasilkan oleh Perusahaan TIMMUSH selama satu musim tanam
46
adalah 1.791 kilogram. Total penerimaan yang diperoleh Perusahaan TIMMUSH selama satu musim tanam, baik pada saat masih menggunakan kompor semawar maupun setelah menggunakan kayu bakar adalah Rp 12.895.200 (Tabel 6). Tabel 6. Rincian Penerimaan Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam No.
Keterangan
Satuan
Jumlah
1 Kapasitas produksi
log
2 Tingkat kegagalan saat sterilisasi 0,5%
log
20
3 Jumlah baglog
log
3.980
4 Tingkat kegagalan selama masa inkubasi 10%
log
398
5 Jumlah baglog produktif
log
3.582
6 Konversi bobot hasil per baglog 0,5 kg
kg
1.791
7 Harga jual per kilogram
Rp
7.200
Rp
12.895.200
Total Penerimaan
4.000
6.1.2 Pengeluaran Usahatani Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Komponen biaya tunai dalam usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH, baik pada saat masih menggunakan kompor semawar maupun setelah menggunakan kayu bakar terdiri dari biaya sarana produksi (bahan baku dan penunjang), biaya tenaga kerja pria, dan biaya listrik. Biaya diperhitungkan meliputi biaya penyusutan (Lampiran 5) dan sewa lahan milik sendiri (untuk membuang sisa baglog). Nilai penyusutan dihitung berdasarkan metode garis lurus, yaitu nilai pembelian dikurangi taksiran nilai sisa dibagi jumlah umur pemakaian. Nilai sisa kumbung (ruang produksi), mesin, dan peralatan dianggap nol karena diasumsikan tidak laku dijual lagi setelah digunakan. Rincian pengeluaran usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7.
47
Total biaya tunai yang dikeluarkan Perusahaaan TIMMUSH selama satu musim tanam pada saat masih menggunakan kompor semawar adalah Rp 8.093.000, sedangkan setelah menggunakan kayu bakar menurun sebesar 1,24 persen menjadi Rp 7.993.000. Penurunan total biaya tunai ini dikarenakan biaya untuk membeli kayu bakar selama satu musim tanam lebih rendah dibandingkan biaya untuk membeli minyak tanah. Biaya yang digunakan untuk membeli minyak tanah selama satu musim tanam sebesar Rp 180.000 atau hanya sebesar 1,59 persen dari total biaya dan Rp 80.000 atau hanya sebesar 0,73 persen dari total biaya untuk pembelian kayu bakar selama satu musim tanam. Meskipun presentase pembelian kedua bahan bakar tersebut sangat kecil terhadap total biaya yang dikeluarkan selama satu musim tanam, namun keduanya merupakan faktor terpenting dalam melakukan proses sterilisasi. Total biaya diperhitungkan yang dikeluarkan pemilik Perusahaan TIMMUSH selama satu musim tanam pada saat masih menggunakan kompor semawar adalah Rp 3.158.776, sedangkan setelah menggunakan kayu bakar menurun sebesar 7,39 persen menjadi Rp 2.925.444. Perbedaan total biaya diperhitungkan ini terletak pada besarnya biaya penyusutan antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi. Jumlah biaya penyusutan setelah Perusahaan TIMMUSH mengganti alat sterilisasinya dengan kayu bakar lebih rendah dibandingkan pada saat masih menggunakan kompor semawar (setelah menggunakan kayu bakar komponen kompor, selang semawar, dan drum minyak tanah tidak dimasukkan kedalam biaya diperhitungkan).
48
6.1.3 Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Analisis perbandingan dilakukan untuk membandingkan hasil analisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH baik pada saat masih menggunakan kompor semawar maupun setelah
menggunakan
kayu
bakar
sama-sama
menguntungkan
untuk
diusahakan. Pada Tabel 7 terlihat bahwa pendapatan tertinggi terjadi setelah Perusahaan TIMMUSH mengganti alat sterilisasinya dari kompor semawar ke kayu bakar. Besarnya pendapatan atas biaya tunai dan biaya total antara sebelum dan setelah terjadi perubahan alat sterilisasi ternyata tidak jauh berbeda. Perbedaan tersebut hanya sebesar Rp 100.000 atau 2,10 persen untuk pendapatan atas biaya tunai dan Rp 333.332 atau 20,72 persen untuk pendapatan atas biaya total. Tabel 7. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Keterangan Total penerimaan (Rp) Biaya tunai (Rp) Biaya diperhitungkan (Rp) Total biaya (Rp) Pendapatan atas biaya tunai (Rp) Pendapatan atas biaya total (Rp) R/C atas biaya tunai R/C atas biaya total
Kompor Semawar 12.895.200 8.093.000 3.158.776 11.251.776 4.802.200 1.643.424 1,59 1,15
Kayu Bakar
Perbedaan
12.895.200 7.993.000 2.925.444 10.918.444 4.902.200 1.976.756 1,61 1,18
0 -100.000 -233.332 -333.332 100.000 333.332 0,02 0,03
Hasil nilai R/C rasio menunjukkan bahwa usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH yang paling efisien adalah ketika pemilik perusahaan sudah mengganti alat sterilisasinya dari kompor semawar ke kayu bakar. Nilai
49
R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total setelah menggunakan kayu bakar meningkat menjadi 1,61 dan 1,18. Artinya, setiap Rp 1.000 biaya yang dikeluarkan selama proses budidaya akan memberikan penerimaan berturutturut sebesar Rp 1.610 dan Rp 1.180. Seperti halnya dengan jumlah pendapatan, nilai R/C rasio antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi juga tidak jauh berbeda. Perbedaan tersebut hanya sebesar 0,02 atau 1,26 persen untuk R/C rasio atas biaya tunai dan 0,03 atau 2,61 persen untuk R/C rasio atas biaya total. 6.2 Analisis Titik Impas Analisis titik impas merupakan informasi yang digunakan oleh manajemen untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat volume penjualan minimum yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian ataupun laba. Apabila terdapat pilihan alternatif pada analisis ini, maka pilihan yang diambil adalah kegiatan yang memiliki titik impas terkecil. Dalam analisis ini, titik impas produksi dinyatakan dalam satuan kilogram. 6.2.1 Biaya Biaya adalah pengorbanan yang dikeluarkan untuk barang atau jasa agar menghasilkan suatu produk. Pada analisis titik impas ini, biaya-biaya yang digunakan dikelompokkan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap di Perusahaan TIMMUSH meliputi biaya tenaga kerja (kepala kebun dan wakil), biaya listrik, sewa lahan milik sendiri, dan biaya penyusutan. Total biaya tetap yang dikeluarkan Perusahaan TIMMUSH pada saat masih menggunakan kompor semawar adalah Rp 6.438.776 dan setelah menggunakan kayu bakar menurun sebesar Rp 6.205.444. Perbedaan total biaya tetap ini terletak pada
50
jumlah biaya penyusutan selama satu musim tanam antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi (Lampiran 5). Biaya variabel usahatani jamur tiram putih yang dikeluarkan oleh Perusahaan
TIMMUSH
selama
satu
musim
tanam
pada
saat
masih
menggunakan kompor semawar adalah Rp 4.813.000, sedangkan setelah menggunakan kayu bakar menurun sebesar 2,08 persen menjadi Rp 4.713.000. Biaya tersebut digunakan untuk membeli sarana produksi, seperti bahan baku dan penunjang selama satu musim tanam. Penurunan total biaya variabel ini dikarenakan biaya untuk membeli kayu bakar selama satu musim tanam lebih rendah dibandingkan biaya untuk membeli minyak tanah. Rincian biaya tetap dan biaya variabel usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.
6.2.2 Analisis Perbandingan Titik Impas Analisis perbandingan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH selama satu musim tanam dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Analisis Perbandingan Titik Impas Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam No. 1 2 3 4 5
Keterangan TFC (Rp) TVC (Rp) AVC (Rp/kg) P – AVC (Rp/kg) Titik Impas (kg)
Kompor Semawar 6.438.776 4.813.000 2.687,33 4.512,67 1.426,82
Kayu Bakar 6.205.444 4.713.000 2.631,49 4.568,51 1.358,31
Perbedaan -233.332 -100.000 -55,84 55,84 -68,51
Pada Tabel 8 terlihat bahwa volume penjualan minimum jamur tiram putih yang harus dipenuhi pemilik perusahaan setelah menggunakan kayu bakar lebih rendah bila dibandingkan ketika pemilik perusahaan masih menggunakan kompor semawar, yaitu dari 1.426,82 kilogram menjadi 1.358,31
51
kilogram. Namun, besarnya titik impas tersebut tidaklah jauh berbeda antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi, yaitu hanya sebesar 68,51 kilogram atau 4,80 persen. 6.3 Analisis Perbandingan Pendapatan dan Berdasarkan Data pada Bulan Agustus 2008
Titik
Impas
Usahatani
Komponen biaya tunai dan diperhitungkan di Perusahaan TIMMUSH berdasarkan data setelah penelitian (Agustus 2008) sama dengan pada saat penelitian (Mei-Juni 2008). Namun, jumlah pengeluaran usahatani jamur tiram putih selama satu musim tanam pada bulan Agustus 2008 berbeda dengan jumlah pengeluaran usahatani pada saat penelitian berlangsung (Mei-Juni 2008). Hal tersebut dikarenakan harga bahan baku dan penunjang jamur tiram putih pada bulan Agustus relatif meningkat dibandingkan pada saat penelitian. Adapaun rincian pengeluaran usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH berdasarkan data pada bulan Agustus 2008 dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Hasil analisis perbandingan pendapatan usahatani di Perusahaan TIMMUSH berdasarkan data setelah penelitian (Agustus 2008) menunjukkan bahwa pendapatan tertinggi tetap terjadi setelah Perusahaan TIMMUSH mengganti alat sterilisasinya dengan kayu bakar (Tabel 9). Jumlah pendapatan atas biaya tunai dan biaya total antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi ternyata tetap tidak jauh berbeda, yaitu hanya sebesar Rp 390.000 atau 9,59 persen dan Rp 623.332 atau 68,50 persen.
52
Tabel 9. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam Berdasarkan Data pada Bulan Agustus 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Keterangan Total penerimaan (Rp) Biaya tunai (Rp) Biaya diperhitungkan (Rp) Total biaya (Rp) Pendapatan atas biaya tunai (Rp) Pendapatan atas biaya total (Rp) R/C atas biaya tunai R/C atas biaya total
Kompor Semawar 12.895.200 8.826.500 3.158.776 11.985.276 4.068.700 909.924 1,46 1,08
Kayu Bakar
Perbedaan
12.895.200 8.436.500 2.925.444 11.361.944 4.458.700 1.533.256 1,53 1,13
0 -390.000 -233.332 -623.332 390.000 623.332 0,07 0,05
Pada Tabel 9 terlihat bahwa nilai R/C rasio usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH yang paling efisien tetap terjadi ketika pemilik perusahaan telah mengganti alat sterilisasinya dari kompor semawar ke kayu bakar. Besarnya nilai R/C rasio antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi tenyata tetap tidak jauh berbeda. Perbedaan tersebut hanya sebesar 0,07 atau 4,79 persen untuk R/C rasio atas biaya tunai dan 0,05 atau 4,63 persen untuk R/C rasio atas biaya total. Seperti halnya dengan hasil analisis pendapatan, volume minimum penjualan jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH berdasarkan data setelah penelitian tetap lebih rendah setelah menggunakan kayu bakar dibandingkan pada saat menggunakan kompor semawar. Nilai titik impas antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi ternyata juga tidak jauh berbeda, yaitu sebesar 133,09 kilogram atau 8,48 persen. Analisis perbandingan titik impas usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH selama satu musim tanam dapat dilihat pada Tabel 10.
53
Tabel 10. Analisis Perbandingan Titik Impas Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam Berdasarkan Data pada Bulan Agustus 2008 No. 1 2 3 4 5
Keterangan TFC (Rp) TVC (Rp) AVC (Rp/kg) P – AVC (Rp/kg) Titik Impas (kg)
Kompor Semawar 6.438.776 5.546.500 3.096,87 4.103,13 1.569,24
Kayu Bakar 6.205.444 5.156.500 2.879,12 4.320,88 1.436,15
Perbedaan -233.332 -390.000 -217,75 217,75 -133,09
Dari hasil analisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH baik pada saat penelitian (Mei-Juni 2008) maupun setelah penelitian dilakukan (Agustus 2008), maka dapat diketahui bahwa secara umum total biaya usahatani dan jumlah pendapatan dan antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi tidak berbeda secara signifikan. Selain itu, konversi bobot jamur tiram putih per baglog, jumlah dan lamanya tenaga kerja bekerja (dalam satuan harian kerja) di Perusahaan TIMMUSH baik sebelum maupun setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi ternyata juga tidak berubah. Kemampuan produksi per baglog jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUSH per musim tanam tetap 0,5 kilogram, jumlah tenaga kerja di Perusahaan TIMMUSH tetap 16 orang, dan lamanya mereka bekerja tetap selama delapan jam per hari dengan hari kerja selama tujuh hari dalam satu minggu. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesa awal yang memprediksi adanya perbedaan yang signifikan dari perubahan penggunaan alat sterilisasi tersebut.
6.4 Memilih Alat Sterilisasi Terbaik Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani yang telah dilakukan pada kedua alternatif bahan bakar tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan kayu bakar merupakan alat sterilisasi terbaik bagi Perusahaan TIMMUSH. Hal
54
tersebut dikarenakan tingkat hasil penerimaan dan nilai R/C rasio yang diperoleh Perusahaan TIMMUSH setelah mengganti alat sterilisasinya dengan kayu bakar lebih tinggi dibandingkan pada saat masih menggunakan kompor semawar. Meskipun jumlah pendapatan antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi tidak berbeda secara signifikan, namun perolehan kayu bakar lebih mudah didapatkan dibandingkan dengan minyak tanah yang semakin langka dan mahal harganya. Dengan demikian, sistem produksi yang lebih efisien digunakan Perusahaan TIMMUSH adalah menggunakan kayu bakar dibandingkan dengan kompor semawar.
55
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan baik pada saat penelitian (Mei-Juni 2008) maupun setelah penelitian (Agustus 2008), tingkat keuntungan dan nilai R/C rasio yang diperoleh Perusahaan TIMMUSH setelah mengganti alat sterilisasinya dengan kayu bakar lebih besar dibandingkan ketika pemilik perusahaan masih menggunakan kompor semawar. Namun, besarnya pendapatan dan nilai R/C rasio tersebut tidaklah jauh berbeda antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi. Hasil analisis pendapatan berdasarkan data pada saat penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tersebut hanya sebesar Rp 100.000 atau 2,10 persen untuk pendapatan atas biaya tunai dan 0,02 atau 1,26 persen untuk nilai R/C atas biaya tunai, sedangkan berdasarkan data setelah penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jumlah pendapatan dan nilai R/C tersebut hanya sebesar Rp 390.000 atau 9,59 persen untuk pendapatan atas biaya tunai dan 0,07 atau 4,79 persen untuk nilai R/C atas biaya tunai. 2. Hasil analisis titik impas baik pada saat penelitian maupun setelah penelitian dilakukan menunjukkan bahwa pergantian alat sterilisasi dari kompor semawar ke kayu bakar membuat volume minimum penjualan jamur tiram putih di Perusahaan TIMMUH menjadi lebih rendah dibandingkan pada saat pemilik perusahaan masih menggunakan kompor semawar. Namun, besarnya titik impas dari kedua kondisi tersebut tidaklah jauh berbeda antara
56
satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut yaitu hanya sebesar 68,51 kilogram atau sebesar 4,80 persen berdasarkan data pada saat penelitian dan 133,09 kilogram atau 8,48 persen berdasarkan data setelah penelitian dilakukan. 3. Alat sterilisasi terbaik bagi Perusahaan TIMMUSH adalah kayu bakar karena memberikan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 4.902.200 per musim tanam dan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1,61 (Mei-Juni 2008) serta memberikan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 4.458.700 per musim tanam dan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1,53 (Agustus 2008). Selain itu, penggunaan kayu bakar juga dapat mengatasi terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga minyak tanah. 4. Secara umum total biaya usahatani dan jumlah pendapatan dan antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi tidak berbeda secara signifikan. Selain itu, konversi bobot jamur tiram putih per baglog, jumlah dan lamanya tenaga kerja bekerja (dalam satuan harian kerja) di Perusahaan TIMMUSH baik sebelum maupun setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi ternyata juga tidak berubah. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesa awal yang memprediksi adanya perbedaan yang signifikan dari perubahan penggunaan alat sterilisasi tersebut. 7.2 Saran Saran yang dapat diberikan kepada pemilik Perusahaan TIMMUSH antara lain : 1. Meskipun jumlah pendapatan dan nilai titik impas antara sebelum dan setelah terjadi perubahan penggunaan alat sterilisasi baik pada saat penelitian maupun setelah penelitian tidak berbeda secara signifikan, pemilik
57
Perusahaan TIMMUSH sebaiknya tetap menggunakan kayu bakar pada alat sterilisasinya. 2. Untuk mengantisipasi semakin langka dan meningkatnya harga minyak tanah terutama di sekitar lokasi perusahaan, pemilik Perusahaan TIMMUSH dapat menggunakan bahan bakar alternatif lainnya seperti gas ataupun briket batubara pada alat sterilisasinya.
58
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri dan YB. Kadarusman. 2003. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Kedua. BPFE-YOGYAKARTA. Yogyakarta. Carter, K. William dan Milton F. Usry. 2005. Akuntansi Biaya. Edisi 13. Buku 2. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Damayanti, Aprilia Ritma. 2004. Analisis Perubahan Penetapan Harga Pokok Produksi Teh dalam Kaitannya dengan Titik Impas dan Profitabilitas Perusahaan (Studi Kasus di Perusahaan Perkebunan Teh XYZ Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Diana, Reny. 2003. Analisis Harga Pokok dan Titik Impas Produksi Benih Padi Bersertifikat pada PT. Pertani (Persero) SPB Karawang. Skripsi. Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hernanto, Fadholi. 1996. Ilmu Usahatani. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Maharany, D. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Studi Kasus : Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Pustaka LP3ES. Jakarta. Nugraha, Adtya Pandu. 2006. Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rahwana, Heri. 2003. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Cicurug dan Parung Kuda Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Ruillah. 2006. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus : Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, A. S, John L. Dillon, dan J. Brian Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia (UI – PRESS). Jakarta. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia (UI – PRESS). Jakarta.
59
Soekartawi. 1999. Agribisnis : Teori dan Aplikasi. CV. Rajawali. Jakarta. Suriawiria, H. Unus. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius. Yogyakarta. Syahruddin. 1990. Dasar-dasar Teori Ekonomi Mikro. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Tjakrawiralaksana, Ir. Abbas dan H. M. Cahyana Soeriaatmadja. 1983. Usahatani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Todaro, Michael P. 1985. Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang :Suatu Pengantar Mengenai Dasar-dasar, Masalah-masalah dan Kebijaksanaan dalam Pembangunan. Buku I. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta. Wati, Restu. 2000. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Titik Impas Jamur Tiram Putih (Studi Kasus Usaha Agribisnis Supa Tiram Mandiri di Kebun Percobaan Cikabayan Faperta IPB, Darmaga, Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Widyastuti, Netty dan Koesnandar. 2005. Shiitake dan Jamur Tiram : Penghambat Tumor dan Penurun Kolesterol. Agro Media Pustaka. Jakarta. Windyastuti, Poppy Winanti. 2000. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih (Studi Kasus di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. YA, Cahyana, Muchrodji, dan M. Bakrun. 2005. Jamur Tiram. Penebar Swadaya. Jakarta. Yanti, Lili. 2003. Analisis Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Produksi Budidaya Jamur Tiram Putih (Studi Kasus di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
60
61
Lampiran 1. Gambar Bangunan di Perusahaan TIMMUSH
Ruang Produksi (tampak dari luar dan dalam)
Ruang Persiapan Ruang Pembibitan
62
Lampiran 2. Peralatan yang digunakan Perusahaan TIMMUSH dalam Menjalankan Usahatani Jamur Tiram Putih beserta Fungsinya No.
Peralatan
1 Kompor semawar
Fungsi Kompor untuk mengukus atau memasak media tanam dan bibit jamur dengan bahan bakar minyak tanah
2 Drum sterilisasi
Tempat mengukus atau memasak baglog dan bibit jamur
3 Drum minyak tanah
Tempat untuk menyimpan minyak tanah
4 Cangkul dan Sekop
Alat untuk mengaduk dan mencampur bahanbahan media tanam jamur
5 Timbangan
Alat untuk menimbang jamur saat panen
6 Selang
Alat untuk menyiram ruang penumbuhan
7 Pompa air
Alat untuk membantu proses penyiraman
8 Pompa semprot hama
Alat untuk menyemprot hama
9 Ayakan
Alat untuk memisahkan serbuk kayu dari potongan-potangan kayu besar
10 Keranjang bambu
Alat untuk membawa jamur pada saat panen
11 Cutter
Alat untuk mensortasi jamur tiram putih dan memotong benda lainnya
12 Karung
Tempat menyimpan serbuk kayu, bekatul, dan kapur
13 Pipa paralon
Alat pemadat dan pencetak baglog
14 Sendok makan
Alat untuk pembibitan Sumber : Perusahaan TIMMUSH, 2008
membantu
dalam
proses
63
Lampiran 3. Tahap-tahap Proses Produksi Jamur Tiram Putih pada Perusahaan TIMMUSH
Persiapan bahan
Pengayakan bahan
Pencampuran bahan
Pemberian air
Pengisian baglog
Sterilisasi
Inokolasi / Pembibitan
Pemeliharaan
Penyiraman
Pengendalian HPT
Panen & Pasca Panen
Pemasaran
Sumber : Perusahaan TIMMUSH, 2008
64
Lampiran 4. Gambar Peralatan di Perusahaan TIMMUSH
b. Alat Sterilisasi (menggunakan kayu bakar)
a. Drum Sterilisasi
c. Alat Sterilisasi (menggunakan kompor semawar)
65
Lampiran 5. Rincian Biaya Penyusutan pada Perusahaan TIMMUSH No.
Jml
Satuan
Keterangan
Total Investasi (Rp)
Umur Teknis (Thn)
Biaya Penyusutan/Thn (Rp)
TANAH 1 Tanah
4.000
m2
Sub Total
160.000.000
0
0
160.000.000
0
BANGUNAN 1 Ruang Produksi (kumbung)
2
Unit
Sub Total
49.130.000
10
49.130.000
4.913.000 4.913.000
MESIN 1 Pompa air
4
Unit
Sub Total
2.000.000
3
666.667
2.000.000
400.000
PERALATAN 1 Kompor & selang semawar
12
Unit
1.800.000
3
600.000
2 Drum untuk sterilisasi
4
Unit
14.000.000
10
1.400.000
3 Keranjang bambu
6
Unit
240.000
3
80.000
4 Cangkul
8
Unit
200.000
3
66.667
5 Sekop
6
Unit
150.000
3
50.000
6 Ayakan
4
Unit
200.000
3
66.667
7 Timbangan 20 kg
2
Unit
1.500.000
10
150.000
8 Drum minyak tanah
3
Unit
300.000
3
100.000
9 Pompa semprot hama
1
Unit
350.000
3
116.667
10 Selang untuk menyiram
3
Unit
150.000
3
50.000
10
Unit
50.000
3
16.667
11 Bangku kayu Sub Total
2.696.667
TOTAL
8.276.333
Sumber : Perusahaan TIMMUSH, 2008 1. Biaya penyusutan pada saat Perusahaan TIMMUSH masih menggunakan kompor semwar : –
Biaya penyusutan per tahun = Rp 8.276.333
–
Biaya penyusutan per bulan = Rp 8.276.333 : 12 bulan = Rp 689.694
2. Biaya penyusutan setelah Perusahaan TIMMUSH menggunakan kayu bakar (kompor, selang semawar, dan drum minyak tanah tidak diperhitungkan) : –
Biaya penyusutan per tahun = Rp 8.276.333 – (Rp 600.000 + Rp 100.000) = Rp 7.576.333
–
Biaya penyusutan per bulan = Rp 7.576.333 : 12 bulan = Rp 631.361
66
Lampiran 6. Rincian Pengeluaran Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMSUH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kompor semawar) No.
1
2
3
4
1 2
Keterangan BIAYA TUNAI Bahan baku : a. Serbuk Kayu b. Dedak c. Kapur d. Bibit F2 Bahan penunjang : a. Minyak tanah b. Karet gelang c. Koran d. Alkohol e. Tali rafia f. Plastik log (17 cm x 25 cm) g. Plastik kemasan (10 kg) h. Decis (pembasmi HPT) Tenaga kerja pria : a. Kepala Kebun b. Wakil c. Bag. persiapan d. Bag. pembuatan log e. Bag. sterilisasi f. Bag. pembibitan g. Bag. pengikisan h. Bag. panen & pasca panen Listrik Sub Total BIAYA DIPERHITUNGKAN Sewa lahan milik sendiri (utk membuang sisa balog) Penyusutan Sub Total TOTAL BIAYA
Jml
Satuan
Harga/Satuan (Rp)
Total (Rp)
Persentase (%)
100 300 100 200
krg kg kg log
1.500 1.000 1.000 3.000
150.000 300.000 100.000 600.000
1,333 2,666 0,889 5,333
60 1 2 0,5 1 10 0,5 100
ltr kg kg ltr bh kg kg ml
3.000 25.000 3.000 20.000 1.000 20.000 15.000
180.000 25.000 6.000 10.000 1.000 200.000 7.500 17.500
1,599 0,222 0,053 0,089 0,009 1,778 0,067 0,155
120 120 2 4 2 4 128 128 4
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP bln
12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 100.000
1.440.000 1.440.000 24.000 48.000 24.000 48.000 1.536.000 1.536.000 400.000 8.093.000
12,798 12,798 0,213 0,427 0,213 0,427 13,651 13,651 3,555
4
bln
100.000
400.000
3,555
4
bln
689.694
2.758.776 3.158.776 11.251.776
24,519 100
67
Lampiran 7. Rincian Pengeluaran Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kayu bakar) No.
1
2
3
4
1 2
Keterangan BIAYA TUNAI Bahan baku : a. Serbuk Kayu b. Dedak c. Kapur d. Bibit F2 Bahan penunjang : a. Kayu bakar b. Karet gelang c. Koran d. Alkohol e. Tali rafia f. Plastik log (17 cm x 25 cm) g. Plastik kemasan (10 kg) h. Decis (pembasmi HPT) Tenaga kerja pria : a. Kepala Kebun & Wakil b. Wakil c. Bag. persiapan d. Bag. pembuatan log e. Bag. sterilisasi f. Bag. pembibitan g. Bag. pengikisan h. Bag. panen & pasca panen Listrik Sub Total BIAYA DIPERHITUNGKAN Sewa lahan milik sendiri (utk membuang sisa baglog) Penyusutan Sub Total TOTAL BIAYA
Jml
Satuan
Harga/Satuan (Rp)
Total (Rp)
Persentase (%)
100 300 100 200
krg kg kg log
1.500 1.000 1.000 3.000
150.000 300.000 100.000 600.000
1,374 2,748 0,916 5,495
1 1 2 0,5 1 10 0,5 100
m3 kg kg ltr bh kg kg ml
80.000 25.000 3.000 20.000 1.000 20.000 15.000
80.000 25.000 6.000 10.000 1.000 200.000 7.500 17.500
0,733 0,229 0,055 0,092 0,009 1,832 0,069 0,160
240 120 2 4 2 4 128 128 4
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP bln
12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 100.000
1.440.000 1.440.000 24.000 48.000 24.000 48.000 1.536.000 1.536.000 400.000 7.993.000
13,189 13,189 0,219 0,439 0,219 0,439 14,068 14,068 3,664
4
bln
100.000
400.000
3,664
4
bln
631.361
2.525.444 2.925.444 10.918.444
23,130 100
68
Lampiran 8a. Biaya Tetap Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kompor semawar) No.
Keterangan
1
Tenaga kerja pria : a. Kepala Kebun b. Wakil Listrik Sewa lahan milik sendiri Penyusutan Total Biaya Tetap
2 3 4
Jml
120 120 4 4 4
Satuan
HKP HKP bln bln bln
Harga/Satuan (Rp) 12.000 12.000 100.000 100.000 689.694
Total (Rp) 1.440.000 1.440.000 400.000 400.000 2.758.776 6.438.776
Persentase (%) 22,365 22,365 6,212 6,212 42,846 100
Lampiran 8b. Biaya Tetap Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kayu bakar) No.
Keterangan
1
Tenaga kerja pria : a. Kepala Kebun b. Wakil Listrik Sewa lahan milik sendiri Penyusutan Total Biaya Tetap
2 3 4
Jml
120 120 4 4 4
Satuan
HKP HKP bln bln bln
Harga/Satuan (Rp) 12.000 12.000 100.000 100.000 631.361
Total (Rp) 1.440.000 1.440.000 400.000 400.000 2.525.444 6.205.444
Persentase (%) 23,205 23,205 6,446 6,446 40,698 100
69
Lampiran 9a. Biaya Variabel Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kompor semawar) No. 1
2
3
Keterangan Tenaga kerja pria : a. Bag. persiapan b. Bag. pembuatan log c. Bag. sterilisasi d. Bag. pembibitan e. Bag. pengikisan f. Bag. panen & pasca panen Bahan baku : a. Serbuk Kayu b. Dedak c. Kapur d. Bibit F2 Bahan penunjang : a. Minyak tanah b. Karet gelang c. Koran d. Alkohol e. Tali rafia f. Plastik log (17 cm x 25 cm) g. Plastik kemasan (10 kg) h. Decis (pembasmi HPT) Total Biaya Variabel
Jml
Satuan
Harga/Satuan (Rp)
Total (Rp)
Persentase (%)
2 4 2 4 128 128
HKP HKP HKP HKP HKP HKP
12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000
24.000 48.000 24.000 48.000 1.536.000 1.536.000
0,499 0,997 0,499 0,997 31,914 31,914
100 300 100 200
krg kg kg log
1.500 1.000 1.000 3.000
150.000 300.000 100.000 600.000
3,116 6,233 2,078 12,466
60 1 2 0,5 1 10 0,5 100
ltr kg kg ltr bh kg kg ml
3.000 25.000 3.000 20.000 1.000 20.000 15.000
180.000 25.000 6.000 10.000 1.000 200.000 7.500 17.500 4.813.000
3,739 0,519 0,125 0,208 0,021 4,155 0,156 0,364 100
70
Lampiran 9b. Biaya Variabel Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam (menggunakan kayu bakar) No. 1
2
3
Keterangan Tenaga kerja pria : a. Bag. persiapan b. Bag. pembuatan log c. Bag. sterilisasi d. Bag. pembibitan e. Bag. pengikisan f. Bag. panen & pasca panen Bahan baku : a. Serbuk Kayu b. Dedak c. Kapur d. Bibit F2 Bahan penunjang : a. Kayu bakar b. Karet gelang c. Koran d. Alkohol e. Tali rafia f. Plastik log (17 cm x 25 cm) g. Plastik kemasan (10 kg) h. Decis Total Biaya Variabel
Jml
Satuan
Harga/Satuan (Rp)
Total (Rp)
Persentase (%)
2 4 2 4 128 128
HKP HKP HKP HKP HKP HKP
12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000
24.000 48.000 24.000 48.000 1.536.000 1.536.000
0,509 1,019 0,509 1,019 32,591 32,591
100 300 100 200
krg kg kg log
1.500 1.000 1.000 3.000
150.000 300.000 100.000 600.000
3,183 6,365 2,122 12,731
1 1 2 0,5 1 10 0,5 100
m3 kg kg ltr bh kg kg ml
80.000 25.000 3.000 20.000 1.000 20.000 15.000
80.000 25.000 6.000 10.000 1.000 200.000 7.500 17.500 4.713.000
1,697 0,530 0,127 0,212 0,021 4,244 0,159 0,371 100
71
Lampiran 10. Rincian Pengeluaran Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMSUH Selama Satu Musim Tanam Berdasarkan Data pada Bulan Agustus 2008 (menggunakan kompor semawar) No.
1
2
3
4
1 2
Keterangan BIAYA TUNAI Bahan baku : a. Serbuk Kayu b. Dedak c. Kapur d. Bibit F2 Bahan penunjang : a. Minyak tanah b. Karet gelang c. Koran d. Alkohol e. Tali rafia f. Plastik log (17 cm x 25 cm) g. Plastik kemasan (10 kg) h. Decis (pembasmi HPT) Tenaga kerja pria : a. Kepala Kebun b. Wakil c. Bag. persiapan d. Bag. pembuatan log e. Bag. sterilisasi f. Bag. pembibitan g. Bag. pengikisan h. Bag. panen & pasca panen Listrik Sub Total BIAYA DIPERHITUNGKAN Sewa lahan milik sendiri (utk membuang sisa baglog) Penyusutan Sub Total TOTAL BIAYA
Jml
Satuan
Harga/Satuan (Rp)
Total (Rp)
Persentase (%)
100 300 100 200
krg kg kg log
2.000 1.500 1.000 3.500
200.000 450.000 100.000 700.000
1,669 3,755 0,834 5,840
60 1 2 0,5 1 10 0,5 100
ltr kg kg ltr bh kg kg ml
8.000 40.000 3.500 40.000 1.000 30.000 25.000
480.000 40.000 7.000 20.000 1.000 300.000 12.500 20.000
4,005 0,334 0,058 0,167 0,008 2,503 0,104 0,167
120 120 2 4 2 4 128 128 4
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP bln
12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 100.000
1.440.000 1.440.000 24.000 48.000 24.000 48.000 1.536.000 1.536.000 400.000 8.826.500
12,015 12,015 0,200 0,401 0,200 0,401 12,816 12,816 3,337
4
bln
100.000
400.000
3,337
4
bln
689.694
2.758.776 3.158.776 11.985.276
23,018 100
72
Lampiran 11. Rincian Pengeluaran Usahatani Jamur Tiram Putih di Perusahaan TIMMUSH Selama Satu Musim Tanam Berdasarkan Data pada Bulan Agustus 2008 (menggunakan kayu bakar) No.
1
2
3
4
1 2
Keterangan BIAYA TUNAI Bahan baku : a. Serbuk Kayu b. Dedak c. Kapur d. Bibit F2 Bahan penunjang : a. Kayu bakar b. Karet gelang c. Koran d. Alkohol e. Tali rafia f. Plastik log (17 cm x 25 cm) g. Plastik kemasan (10 kg) h. Decis (pembasmi HPT) Tenaga kerja pria : a. Kepala Kebun & Wakil b. Wakil c. Bag. persiapan d. Bag. pembuatan log e. Bag. sterilisasi f. Bag. pembibitan g. Bag. pengikisa h. Bag. panen & pasca panen Listrik Sub Total BIAYA DIPERHITUNGKAN Sewa lahan milik sendiri (utk membuang sisa baglog) Penyusutan Sub Total TOTAL BIAYA
Jml
Satuan
Harga/Satuan (Rp)
Total (Rp)
Persentase (%)
100 300 100 200
krg kg kg log
2.000 1.500 1.000 3.500
200.000 450.000 100.000 700.000
1,760 3,961 0,880 6,161
1 1 2 0,5 1 10 0,5 100
m3 kg kg ltr bh kg kg ml
90.000 40.000 3.500 40.000 1.000 30.000 25.000
90.000 40.000 7.000 20.000 1.000 300.000 12.500 20.000
0,792 0,352 0,062 0,176 0,009 2,640 0,110 0,176
240 120 2 4 2 4 128 128 4
HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP HKP bln
12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 100.000
1.440.000 1.440.000 24.000 48.000 24.000 48.000 1.536.000 1.536.000 400.000 8.436.500
12,674 12,674 0,211 0,422 0,211 0,422 13,519 13,519 3,521
4
bln
100.000
400.000
3,521
4
bln
631.361
2.525.444 2.925.444 11.361.944
22,227 100