PENERAPAN METODE DEMONTRASI PADA MATERI THREE-DIMENSIONAL SPACE DALAM UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X-6 (KELAS BILINGUAL) SMA NEGERI 10 MALANG Oleh: P E Teja Purnamadewi Mahasiswi Jurusan Matematika FMIPA UM email:
[email protected] Erry Hidayanto Dosen Jurusan Matematika FMIPA UM email:
[email protected]
ABSTRAK: Dalam tulisan ini diceritakan tentang penerapan metode demontrasi pada materi three-dimensional space untuk meningkatkan prestasi belajar siswa X.6.. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran dengan penerapan metode demontrasi untuk meningkatkan prestasi belajar siswa (billingual) kelas X.6 SMA Negeri 10 Malang pada materi threedimensional space. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian terdapat dua siklus yang masingmasing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Langkah-langkah pembelajaran dengan metode demontrasi adalah (1) menentukan materi yang akan didemontrasikan (2) membagi siswa menjadi kelompok kecil yang masing-masing kelompok memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah (3) memberikan siswa suatu masalah yang bisa didemontrasikan (4) siswa melakukan diskusi dengan teman kelompoknya (5) siswa mendemontrasikan pekerjaanya di depan kelas (6) guru memberikan evaluasi berupa kuis. Peningkatan prestasi belajar matematika siswa dari hasil nilai rata-rata 65.80 dan meningat pada siklus I menjadi 73.03, pada siklus II meningkat sebesar 84.03. Kata Kunci: metode demontrasi, prestasi belajar, three-dimensional space
Proses belajar mengajar dapat terlaksana dengan baik apabila guru memiliki persiapan dan perencanaan mengajar yang matang, dimana kelengkapan alat-alat pembelajaran seperti materi pelajaran dan metode pembelajaran dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran secara maksimal. Namun disisi lain siswa juga berperan aktif dalam mewujudkan tercapain tujuan pembelajaran secara maksimal. Proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas tidak terlepas dari keaktifan siswa, rasa ingin tahu yang besar, ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan, disamping persiapan guru yang matang dan perencanaan guru sebagai mana yang telah disebutkan di atas. Kenyataan di lapangan masih banyak guru-guru pada tingkat sekolah menengah atas, khususnya di SMA Negeri 10 Malang, pembelajaran yang digunakan cenderung menggunakan metode caramah, khususnya pada pembelajaran matematika. Kondisi ini cenderung mengakibatkan minat belajar siswa yang menurun karena kurang termotivasi dalam pembelajaran. Hal ini dapat peneliti lihat dari obeservasi di lapangan pada saat peneliti melakukan praktek pengalaman lapangan (PPL). Salah satu akibat dari kurang termotivasinya minat
belajar siswa adalah siswa tidak mempunyai inisistif belajar sendiri sebelum dijelaskan materi yang terkait, sehingga pada saat guru menjelaskan materi tersebut siswa akan kesulitan untuk memahami (kurang mengerti). Jika kondisi ini dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan proses belajar mengajar yang dilaksanakan berjalan monoton, artinya sasaran pelaksanaan proses belajar mengajar tidak dapat dicapai dengan baik. Sampai saat ini pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional, sehingga siswa menjadi pasif, tidak mandiri dan selalu bergantung dengan orang lain. Sikap belajar seperti ini yang berpengaruh besar terhadap prestasi siswa, khususnya pada mata pelajaran matematika masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai ulangan harian sebelumnya, terlihat dari 31 siswa hanya 12 siswa yang mencapai SKM yang ditetapkan oleh sekolah. Permasalahan tersebut diatas merupakan masalah utama pada dunia pendidikan, sehingga guru harus dapat mementukan metode pembelajaran yang tepat bagi siswa-siswanya. Sedangkan dalam pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi siswa dan kelas, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai optimal yang salah satunya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Untuk mengatasi masalah ini peneliti menawarkan metode demontrasi yang nantinya diharapkan dapat membantu meningkatkan prestasi belajar siswa. Sanjaya (2007:150), mengemukakan bahwa demontrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan pada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang ahli dalam topik bahasan yang harus didemontrasikan. Metode demontrasi biasanya berkenaan dengan tindakantindakan atau prosedur yang dilakukan misalnya proses mengerjakan sesuatu, proses menggunakan sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain, atau untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu. Menurut Roestiyah (2008:83) demontrasi adalah cara mengajar dimana seorang instruktur menunjukkan, memperlihatkan suatu proses tertentu sehingga siswa dapat melihat, mengamati, mendengar dan merasakan proses yang dipertunjukkan oleh instruktur tersebut. Dengan demontrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Adapun penggunaan metode demontrasi mempunyai tujuan agar siswa mampu memahami tentang cara mengatur atau menyusun sesuatu. Bila siswa melakukan sendiri demontrasi tersebut, maka ia dapat mengerti juga cara menggunakan sesuatu. Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik rumusan masalah bagaimanakah proses pembelajaran dengan metode demontrasi materi threedimensional space dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas X6 SMA Negeri 10 Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran dengan metode demontrasi yang dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas X-6 SMA Negeri 10 Malang.
METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK), karena masalah yang muncul berasal dari penelitian di kelas dan selanjutnya dilakukan tindakan perbaikan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Tempat yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian adalah SMA Negeri 10 Malang tepatnya di kelas X.6 yang sekaligus di jadikan subyek penelitian. Alasan peneliti memilih kelas ini adalah karena keaktifan belajar matematika siswa yang rendah dan pada kelas ini siswa kurang memiliki motivasi belajar hal itu terlihat dari nilai ulangan pada materi sebelumnya, sehingga diperlukannya metode pembelajaran baru untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa di dalam kelas. Data dalam penelitian ini diperoleh dari : (1) Skor tes yaitu nilai awal dan tes akhir, (2) Hasil observasi selama kegiatan pembelajaran, (3) Hasil wawancara kepada siswa yang menjadi subjek penelitian, (4) Catatan lapangan sebagai pelengkap pengamatan. Adapun teknis analisis data meliputi (1) Tes, kriteria keberhasilan prestasi belajar ditentukan dengan cara melihat adanya peningkatan persentase nilai siswa. Siswa dikatakan prestasi belajar meningkat jika mendapat skor lebih besar sama dengan 75 dan memenuhi criteria ketuntasan belajar secara klasikal lebih besar sama dengan 85%. Perhitungan persentase siswa yang n nilainya meningkat adalah sebagai berikut : P= X 100% N Keterangan : P = ketuntasan belajar klasikal, n = banyaknya siswa dengan nilai minimal 75, N = banyaknya seluruh siswa satu kelas. Sumber: (Arikunto.2009:235). (2) Lembar observasi, kriteria keberhasilan aktivitas guru dan siswa ditentukan dengan lembar observasi yang di isi oleh pengamat. Analisis data hasil observasi menggunakan analisis persentase. Skor yang diperoleh masing-masing deskriptor ditunjukkan dan hasilnya disebut jumlah skor. Selanjutnya dihitung persentase nilai rata-ratanya dengan rumus ∑ skor yang didapat sebagai berikut. Persentase nilai rata-rata (NR) = × 100% ∑ skor maksimal (Sumber: Arikunto.2009) Guru dan siswa dinyatakan melaksanakan pembelajaran dengan baik jika berdasarkan lembar observasi mendapat skor dari pengamat minimal berkriteria baik yaitu lebih besar sama dengan 60%. Tahap-tahap yang dilaksanakan dalam penelitian tindakan ini adalah tahap pra tindakan dan tahap pelaksanaan tindakan.1) Tahapan Pra Tindakan, 2) Tahap Pelaksanaan Tindakan. Pada tahap ini akan akan dilaksanakan penelitian sesuai yang dikemukankan para ahli secara garis besar ada empat tahapan yang harus dilalui yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, (4) refleksi. (Arikunto 2006:16). Berdasarkan hasil refleksi siklus I ini akan ditentukan berlanjut ke siklus II atau tidak. Jika berlanjut ke siklus II maka pada siklus II akan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah dari siklus I, begitu seterusnya.
HASIL Sebelum melaksanakan pembelajaran peneliti melakukan koordinasi dengan guru matematika. Sebagai pelaksana pembelajaran, peneliti mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran, LKS (Lembar Kerja Siswa), lembar observasi, lembar catatan lapangan untuk mengetahui aktifitas guru dan siswa selama proses pembelajaran dan kamera sebagai dokomentasi proses pembelajaran. Peneliti juga mempersiapkan lembar wawancara untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan penerapan metode demontrasi pada materi three dimensional spaces dengan menggunakan pendekatan pengajaran langsung. Setelah direncanakan untuk menerapkan metode demontrasi dalam materi three dimensional spaces khusunya KD 6.1 menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga, dengan indicator pembelajaran sebagai berikut a) menentukan kedudukan titik terhadap garis, b) menentukan kedudukan titik terhadap bidang, c) menentukan kedudukan garis terhadap garis, d) menentukan kedudukan garis terhadap bidang, dan e) menentukan kedudukan bidang terhadap bidang dalam ruang dimensi tiga. Dalam tahap ini peneliti bersama guru mata pelajaran matematika membuat skenario pembelajaran untuk kegiatan pembelajaran kali ini. Peneliti pemberikan lembar observasi aktivitas guru dan siswa kepada guru mata pelajaran dan teman peneliti sebagai observer untuk melihat kondisi belajar mengajar di kelas ketika metode pembelajaran demontrasi diterapkan. Setiap tatap muka dilaksanakan selama 90 menit. Siswa dibagi menjadi delapan kelompok sesuai dengan kemampuan mereka dan akan melakukan demontrasi di depan kelas. Setiap kelompok terdiri dari empat orang siswa. Pelaksanaan kegiatan belajar denagan metode demontrasi pada dasarnya merupakan merupakan kombinasi dari pelajaran klasikal dengan kelompok kecil dan diikuti dengan mendemontrasikan di depan kelas yang dilaksanakan oleh siswa. Pada awal pertemuan, peneliti menjelaskan secara garis besar isi dari materi yang akan di pelajari, dan memberikan sekilas pengertian tentang titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga (memberikan apersepsi), sedangkan siswa mendengarkan penjelasan yang diberikan. Kemudian langkah berikutnya guru membagi siswa menjadi kelompokkelompok kecil dengan jumlah 8 kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa. Pembagian kelompok dilakukan secara merata dengan kemampuan siswa pada tiap-tiap kelompok adalah baik, sedang, dan kurang. Hal ini dilakukan agar nantinya tiap kelompok dapat melakukan diskusi dengan baik. Artinya, tiap siswa dalam satu kelompok dapat saling melengkapi. Setelah itu guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) yang telah disiapkan oleh guru terkait dengan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga. Masing-masing siswa mendapatkan lembar kerja siswa (LKS). Peneliti mengawasi jalannya proses belajar mengajar (diskusi kelompok), guru berpindah dari satu kelompok ke kelompok lainnya untuk memberikan bantuan jika ada masalah yang tidak dapat dipecahkan dalam masing-masing kelompok. peneliti memberikan batasan waktu diskusi, setelah waktu diskusi habis, peneliti membagikan lotre (undian) yang isinya nomor kelompok yang akan
mendemontrasikan materi yang telah didiskusikan dengan kelompoknya di depan kelas. Setelah undian di ambil, maka kelompok yang mendapatkan giliran harus siap untuk tampil. Kelompok yang pertama tampil adalah kelompok 3, sedangkan kelompok yang lain mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari kelompok yang tampil. Kelompok yang lain harus benar-benar memperhatikan jalannya demontrasi di depan, karena diakhir penjelasan, kelompok yang melakukan demontrasi dengan materi yang telah dijelaskan tadi memberikan masing-masing satu soal kepada kelompok lain. Selanjutnya Perwakilan dari kelompok akan mengerjakan di depan. Kegiatan ini terus berlangsung sampai semua kelompok mendapatkan giliran tampil di depan kelas. SIKLUS I Berdasarkan data observasi pengamatan pada lembar observasi kegiatan guru pada siklus I, jumlah skor yang diperoleh dari hasil pengamatan 51 dari skor maksimal 68 dengan demikian presentase rata-rata adalah 75%. Berdasarkan kriteria tahap keberhasilan kegiatan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran termasuk katagori baik. Berdasarkan data observasi pengamat pada lembar observasi siswa diperoleh jumlah skor dari hasil pengamatan adalah 45 dari skor maksimum 60, dengan demikian presentase nilai rata-rata adalah 75%. Berdasarkan kriteria taraf keberhasilan kegiatan siswa dalam melaksanakan pembelajaran termasuk dalam katagori baik. Tabel 1. Perbandingan Prestasi Awal dan Siklus I Nilai rata-rata SKM Ketuntasan klasikal Jumlah siswa
Hasil Prestasi Awal 65.80 12 38.70% 31
Hasil Prestasi Siklus I 73.03 25 80.64% 31
Berdasarkan table 1, dapat dilihat terjadi peningkatan nilai rata-rata siswa setelah diberi tindakan, yaitu dari 65.80 menjadi 73.03. Ketuntasan belajar yang dapat dicapai dengan menggunakan SKM (Standar Ketuntasan Minimal) = 75 diperoleh dari 12 siswa menjadi 25 siswa mencapai SKM. Sedangkan ketuntasan belajar klasikal dengan minimal 85% dalam kelas belum tuntas karena hanya 80.64% siswa mencapai SKM. Karena kriteria ketuntasan belajar penelitian ini belum tercapai yaitu tuntas belajar secara klasikal 85% makan akan dilanjutkan pada siklus II. Tabel 2. Berikut adalah kendala pada siklus I dan akan dilakukan perbaikan pada siklus II. No 1
2
3
Kendala Belum terbiasanya siswa terhadap pembelajaran dengan penerapan metode demontrasi Kondisi kelas yang kurang kondusif
Keterlaksanaan waktu saat melakukan diskusi kelompok
Perbaikan Adanya penjelasan lebih detail terkait dengan pembelajaran menggunakan metode demontrasi Guru dan siswa membuat kesepakatan melalui pemberian point bagi siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran Guru mengontrol siswa pada saat melakukan diskusi kelompok
SIKLUS II Berdasarkan data observasi pengamatan pada lembar observasi kegiatan guru pada siklus II, jumlah skor yang diperoleh dari hasil pengamatan adalah 61 dari skor maksimal 68 dengan demikian presentase rata-rata adalah 89%. Berdasarkan kriteria tahap keberhasilan kegiatan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran termasuk katagori sangat baik. Berdasarkan data observasi pengamat pada lembar observasi siswa, jumlah skor yang diperoleh dari hasil pengamatan adalah 53 dari skor maksimum 60, dengan demikian persentase nilai rata-rata adalah 88%. Berdasarkan kriteria taraf keberhasilan kegiatan siswa dalam melaksanakan pembelajaran termasuk dalam katagori sangat baik. Tabel.3 Perbandingan Prestasi SiklusI dan Siklus II Nilai rata-rata SKM Ketuntasan klasikal Jumlah siswa
Hasil Prestasi Siklus I 73.03 25 80.64% 31
Hasil Prestasi Siklus II 84.03 30 96,77% 31
Berdasarkan table 3 diatas, nilai rata-rata siswa setelah diberi tindakan meningkat, yaitu dari 73.00 menjadi 84.03 . Ketuntasan belajar yang dapat dicapai dengan menggunakan SKM (Standar Ketuntasan Minimal) = 75 diperoleh dari 25 siswa menjadi 30 siswa mencapai SKM. Sedangkan ketuntasan belajar klasikal dengan minimal 85% dalam kelas sudah tuntas dari 80.64 menjadi 96,77% siswa mencapai SKM sehingga siklus II dapat dihentikan. Beberapa temuan penelitian ini berupa temuan pada guru dan temuan pada siswa yang diperoleh pada pelaksanaan siklus I dan siklus II adalah sebagai berikut :1) Temuan Pada Siswa (a) Pembelajaran dengan metode demontrasi ini membuat siswa dapat memahami konsep materi kedudukan dan jarak dalam ruang dimensi tiga dengan mudah, menyenangkan, gaya belajar santai tapi serius membuat mereka lebih nyaman untuk belajar dan diikuti dengan suasana belajar yang terkendali dalam kelas. (b) Siswa dapat aktif dalam pembelajaran, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang berdiskusi dan bertanya kepada siswa lain (teman kelompoknya) atau guru jika kurang mengerti tentang tugas yang dikerjakan. (c) Tes pada akhir siklus dikerjakan dengan baik. Terlihat dari hasil tes yang dikerjakan oleh siswa. Tes (kuis) dikerjakan secara individu sehingga dapat mengukur kemampuan mereka dalam pemahaman materi. 2) Temuan pada guru, (a) Selama pembelajaran berlangsung, guru selalu memberi motivasi kepada siswa untuk lebih bersemangat dalam belajar matematika. Guru menjawab dan mengarahkan setiap pertanyaan dalam diskusi kelompok maupun pada saat berlangsungnya demontrasi di depan kelas. Guru bersifat terbuka dan menyenangkan sehingga suasana tidak terasa bosan dan jenuh selama pembelajaran berlangsung. (b) Guru (peneliti) sudah bisa mengkondisikan kelas sehingga suasana kelas menjadi kondusif. Suasana kelas yang kondusif membuat siswa berkonsentrasi mengerjakan lembar kerja siswa (LKS) dan melakukan diskusi kelompok serta mendemontrasikannya hasil pekerjaannya di depan kelas.
Terlihat dari hasil tes (kuis) menjadi lebih baik (meningkat) dari pada sebelumnya. PEMBAHASAN Pelaksanan kegiatan pembelajaran dengan metode demontrasi pada materi ruang dimensi tiga dilaksanakan dengan memberikan tugas berupa LKS (lembar kerja siswa) yang didiskusikan oleh siswa secara berkelompok, dalam hal ini agar siswa dapat bertukar pikiran dengan teman kelompoknya lalu diikuti dengan mempresentasikan atau mendemontrasikan hasil dari diskusi kelompok. Pemberian tugas yang berbeda pada tiap-tiap kelompok adalah salah satu alternatif untuk lebih menyempurnakan tujuan pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh padatnya materi pelajaran yang harus disampaikan sementara waktu belajar sangat terbatas di dalam kelas. Sebelum pelaksanaan pembelajaran dimulai, peneliti terlebih dahulu membuat rencana pembelajaran, membuat lembar observasi aktifitas guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, menyiapkan catatan lapangan dan lembar kerja siswa (LKS) serta membentuk siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok dengan melihat kemampuan siswa yaitu sedang, rendah, tinggi dibagi langsung oleh guru sebagai peneliti. Dari seluruh jumlah siswa sebanyak 31 orang dibagi menjadi 8 kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Holubec (dalam Nurhadi,dkk 2004:61) Mengatakan bahwa pengajaran kooperatif (Cooperativ Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Robert L.C dan Wiliem R Martin memberikan pengertian kerja kelompok sebagai kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar. Keberhasilan kerja kelompok ini menuntut kegiatan yang kooperatif dari beberapa individu tersebut (Roestiah,N.K, 2008:15) Pembentukan kelompok-kelompok dimaksudkan untuk membantu siswa dalam memperoleh pemahaman konsep melalui teman kelompoknya. Interaksi siswa dalam suatu kelompok dapat meningkatkan pemahaman pada suatu konsep, yang artinya siswa yang lebih paham menjelaskan temannya yang kuarang paham dengan gaya penyampaiannya sendiri, dengan lebih santai, akrab, enjoy maka teman yang menerima penjelasan itu lebih cepat memahaminya sedangkan siswa yang lebih mampu akan bertambah pengetahuannya kerena proses menjelaskan tadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kennedy & Tipps (dalam Wiwin ,2009) bahwa kelompok yang terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, rendah akan dapat memaksimalkan proses belajar karena masing-masing siswa mempunyai kemampuan awal yang berbeda, yang pada akhirnya diharapkan prestasi belajar matematika siswa meningkat. Setelah pembentukan kelompok dan diskusi berlangsung maka langkah selanjutnya adalah mendemontrasikan hasil diskusi kelompok. hal ini bertujuan agar teman-teman kelompok lain mendapatkan penjelasan mengenai langkah-langkah penyelesaian kedudukan dan jarak dalam ruang dimensi tiga mengingat ada 8 kegiatan yang ada pada lembar kerja siswa (LKS) yang masing-masing kelompok bertanggung jawab untuk mendemontrasikannya. Untuk mengukur kemampuan siswa secara individu setelah melakukan proses belajar maka dilakukan evaluasi berupa kuis.
Pelaksanaan pembelajaran atau pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini meliputi siklus I dan siklus II. Setiap akhir tindakan diadakan evaluasi berupa tes (kuis). Tes ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami materi yang telah dipelajari. Disamping itu, tes digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan yang dihadapi siswa. Pelaksanaan metode demontrasi pada materi ruang dimensi tiga melalui tahap-tahap sebagai berikut : (1) tahap awal: tahap ini guru menyampaikan materi yang akan diberikan, memberikan apersepsi terhadap materi tersebut dan menjelaskan secara umum tujuan pembelajaran, kemudian membagi siswa menjadi 8 kelompok. (2) tahap inti : pada tahapan ini guru membagi kegiatan yang ada pada lembar kerja siswa yang akan didiskusikan pada tiap kelompok. Dalam diskusi ini terjadi interaksi sosial siswa yang mengalami kesulitan belajar akan dibantu oleh teman kelompoknya. Sebaiknya siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman yang lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya pengembangan intelektual siswa Susilo (dalam Putra 2010:68) Langkah berikutnya adalah mendemontsikan hasil diskusi, mendemontrasikan hasil diskusi bertujuan agar siswa lebih memahami materi yang mereka diskusikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Roestiyah dalam bukunya yang berjudul Strategi Belajar Mengajar bahwa bila siswa melakukan sendiri demontrasi tersebut, maka ia dapat memahami dan lebih mengerti tentang hal yang didemontrasikan (Roestiyah, 2008:83). (3) tahap akhir : pada tahap akhir peneliti memberikan tes akhir pertemuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari. Tes akhir dilakukan pada saat akhir kegiatan siklus I dan siklus II. Dari kegiatan yang telah dilakukan siswa mulai dari tahap awal sampai tahap akhir pembelajaran dengan metode demontrasi materi ruang dimensi tiga mampu mengoptimalkan interaksi semua komponen pembelajaran. hal ini sesuai dengan pendapat Suharman dkk (dalam Putra 2011:69) bahwa pemilihan strategi dalam pembelajaran matematika harus bertumpu pada optimalisasi keterlibatan seluruh indra siswa. Oleh sebab itu diperlukan persiapan sematang mungkin. Respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan metode demontrasi pada materi ruang dimensi tiga berdasarkan hasil observasi, wawancara dan tes dapat disimpulkan bahwa pada umumnya siswa menyatakan senang dan tertarik terhadap pembelajaran dengan motode demontrasi yang diterapkan. Ketertarikan itu dapat dilihat dari antusisme mereka dalam mengikuti pembelajaran dengan penerapan metode demontrasi. Mereka memperhatikan penjelasan dari guru dan mau mempelajari materi yang akan didemontrasikan. Ketertarikan dan keterminatan ini dapat disebabkan beberapa faktor berikut: (1) dengan menggunakan metode pembelajaran demontrasi, siswa lebih paham tentang materi yang dipelajari. (2) siswa dapat mengemukakan ide-ide mereka dengan menggunakan bahasa yang mereka pahami. (3) siswa bisa termotivasi dengan penerapan metode demontrasi karena mereka dituntut harus belajar karena mereka akan mendemontrasikan hasil pekerjaan mereka di depan kelas. (4) siswa bisa bertukar pikiran dengan temannya sehingga wawasan mereka dapat bertambah dalam mengerjakan permasalahan yang diberikan guru terkait dengan materi ruang dimensi tiga. (5) siswa bisa menumbuhkan rasa percaya dirinya di depan kelas pada saat melakukan demontrasi yang akan di dengarkan oleh seluruh anggota kelas.
KESIMPULAN DAN SARAN Penerapan pembelajaran dengan metode demontrasi pada threedimensional space dilakukan dengan memberikan tugas yang didiskusikan dengan teman kelompoknya, dan kemudian didemontrasikan di depan kelas. Langkahlangkah pembelajarannya sebagai berikut : Tahap Awal Tahap ini guru menyampaikan materi yang akan diberikan, memberikan apersepsi terhadap materi tersebut dan menjelaskan secara umum tujuan pembelajaran, kemudian membagi siswa menjadi 8 kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa. Pembagian kelompok dilakukan secara merata dengan kemampuan siswa pada tiap-tiap kelompok tinggi, sedang, dan kurang. Hal ini dilakukan agar nantinya tiap kelompok dapat melakukan diskusi dengan baik. Artinya, tiap siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda bisa saling melengkapi. Tahap Inti Pada tahapan ini guru membagi kegiatan yang ada pada lembar kerja siswa (LKS) yang akan didiskusikan pada tiap kelompok. Dalam diskusi ini terjadi interaksi sosial siswa yang mengalami kesulitan belajar akan dibantu oleh teman kelompoknya. Peneliti mengawasi jalannya proses belajar mengajar (diskusi kelompok), guru berpindah dari satu kelompok ke kelompok lainnya untuk memberikan bantuan jika ada masalah yang tidak dapat di selesaikan. Peneliti memberikan batasan waktu diskusi, setelah waktu diskusi habis peneliti membagikan undian yang isinya nomer kelompok yang akan mendemontrasikan permasalahan yang ada di lembar kerja siswa (LKS). Langkah berikutnya adalah mendemontrasikan hasil diskusi, bertujuan agar siswa lebih memahami materi yang mereka diskusikan dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa di depan kelas. Tahap Akhir Pada tahap akhir peneliti memberikan tes akhir pertemuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari. Tes akhir dilakukan pada saat akhir kegiatan siklus I dan siklus II. Dari kegiatan yang telah dilakukan siswa mulai dari tahap awal sampai tahap akhir pembelajaran dengan metode demontrasi pada mareti ruang dimensi tiga mampu mengoptimalkan interaksi semua komponen pembelajaran. Terlihat interaksi siswa dengan temannya dan interaksi siswa dengan guru, hal ini membuat proses pembelajaran menjadi tidak tegang dan siswa bisa mengeksplorasi semua pengetahuan mereka tentang materi ruang dimensi tiga di depan kelas. Dengan penerapan metode demontrasi pada three-dimensional space, dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas X.6 SMA Negeri 10 Malang pada materi three-dimensional space. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai rata-rata prestasi belajar matematika siswa sudah meningkat pada siklus I dari 65.80 menjadi 73.03 dan meningkat pada siklus II menjadi 84.03. sudah terlihat bahwa siswa sudah mencapai SKM lebih besar sama dengan 75. Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: 1) Bagi Siswa : peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi siswa sebagai bahan pertimbangan untuk lebih berani bertanya dan mengeluarkan pendapat baik pada guru, teman apabila
menemukan kesulitan dalam pemahaman materi. 2) Bagi Guru: peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan strategi alternatife bagi guru untuk mengajar dalam pembelajaran matematika dengan materi yang berbeda tentunya yang materi yang tepat untuk metode ini. 3) Bagi Peneliti lain: peneliti dapat hasil penelitian ini sebagai masukan untuk mengembangkan pembelajaran matematika yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para peneliti yang berminat dalam meneliti masalah yang sama dan dengan ruang lingkup yang lebih besar. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Bumi Askara. Nurhadi, dkk.2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang Putra, Surya. 2012. Penerapan Metode Demontrasi Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Liner Dua dan Tiga Variabel Dalam Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas X.1 SMA PGRI Lawang. Skripsi tidak Diterbitkan. Universitas Kanjuruan Malang. Roestiyah,N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: Rineka Cipta. Sanjaya, Wina.2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:Kencana.
Artikel ilmiah oleh P E Teja Purnamadewi ini telah diperiksa dan disetujui oleh
Malang, 15 Mei 2013 Pembimbing,
Drs. Erry Hidayanto, M.Si NIP.19660906 199203 1 004
Penulis,
P E Teja Purnamadewi NIM 109311417035