PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM POSING MODEL SEARCH, SOLVE, CREATE AND SHARE (SSCS) DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA MATEMATIKA (Suatu Kajian Eksperimen pada Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Padang (UNP) Oleh: Irwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Padang Abstrak: Kemampuan penalaran matematis merupakan kemampuan yang sangat penting dan bagian yang integral dalam kurikulum jurusan matematika di perguruan tinggi. Pendekatan problem posing dengan penyelesaian model search, solve, create and share (SSCS) diasumsikan mampu untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis mahasiswa. Penelitian quasi eksperimen ini dilakukan untuk melihat pengaruh pendekatan problem posing dengan penyelesaian model search, solve, create and share (SSCS) terhadap peningkatan penalaran matematis mahasiswa Jurusan Matematika prodi pendidikan matematika FMIPA Universitas Negeri Padang. Sampel pada penilitian ini ditetapkan secara acak bertujuan (purposive sampling), yaitu mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Struktur Aljabar pada semester Juli-Desember 2010 yang terdiri dari dua kelas. Mahasiswa kelas eksperimen mendapat pembelajaran dengan pendekatan problem posing model SSCS sedangkan mahasiswa pada kelas kontrol mendapat pembelajaran konvensional. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pretes dan postes untuk kemampuan penalaran matematis, lembar observasi, dan pedoman wawancara. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif, uji beda rata-rata Mann-Whitney U, dan uji-t. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, peningkatan kemampuan penalaran matematis mahasiswa yang mendapat pendekatan problem posing model SSCS lebih tinggi daripada mahasiswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Hasil analisis terhadap data observasi dan wawancara menunjukkan bahwa pendekatan problem posing model SSCS dapat meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa, dan kecepatan mengajukan pertanyaan dan tanggapan terhadap jawaban dosen. Kata Kunci: kemampuan penalaran matematis, Pendekatan problem posing, model penyelesaian search, solve, create and share (SSCS). Abstract: Mathematical reasoning ability is an important competence integrated in require university mathematics curriculum. Problem posing approach through SSCS model is assumed capable to achieve university student’s mathematical reasoning ability. Sample in this study that is determined by purposive sampling is university student at mathematics department - FMIPA UNP consisted of two classes taking abstract algebra course on July till December in 2010 which one class uses problem posing approach through SSCS model and the other one uses conventional approach. This study is an experimental quasi conducted to search the impact of problem posing approach toward the increasing university student’s mathematical reasoning ability. Some instruments are used including pretest and posttest of mathematical reasoning ability, observation and interview sheets. Data are analyzed by using a qualitative-descriptive technique, Mann-Whitney U test, and independentsample t test. Data analysis result shows that university student’s mathematical reasoning ability using problem posing approach through SSCS model significantly higher than conventional. Observation and interview data result shows that problem posing approach through SSCS model increased activity as well as question pose and response acceleration of university student learning toward lecturer’s response. Key Word: Problem Posing Approach, SSCS Model, Mathematical Reasoning Ability
Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No. 1, April 2011
1
PENDAHULUAN
di atas, jelas bahwa kreativitas dalam menyelesaikan
Peningkatan dan pengembangan mutu
masalah, penalaran, dan problem posing
pembelajaran matematika merupakan hal yang
merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
mutlak untuk dilakukan pada tiap jenjang
pengajaran matematika di perguruan tinggi.
pendidikan. Hal ini dilakukan untuk mengikuti
Perguruan tinggi harus merancang suatu proses
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
belajar mengajar (perkuliahan), sehingga apa yang
semakin pesat. Tuntutan dunia yang semakin
diharapkan pada mahasiswa dapat terwujud.
kompleks, mengharuskan siswa memiliki
Pemilihan metode dan pendekatan yang tepat serta
kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif,
penciptaan suasana belajar yang kondusif akan
bernalar dan kemauan bekerjasama yang efektif.
mempengaruhi tercapainya tujuan perkuliahan.
Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui
Problem posing disamping sebagai suatu
belajar matematika, karena matematika memiliki
kemampuan yang dituntut pada mahasiswa, juga
struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar
merupakan salah satu strategi pembelajaran
konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil
matematika. Problem posing, yang sebagian ahli
berpikir rasional. Sesuai dengan rekomendasi
(Silver,1994, English,1998), menyebutnya dengan
Committee on the Undergraduate Program in
pengajuan masalah, merupakan suatu bentuk
Mathematics (CUPM) (MAA, 2004), yang
pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan
mengatakan bahwa setiap perkuliahan harus
pada perumusan soal dan menyelesaikannya
mencakup kegiatan-kegiatan yang akan membantu
berdasarkan situasi yang diberikan kepada
semua mahasiswa untuk mengembangkan daya
mahasiswa. Karena soal dan penyelesaiaannya
analitis, penalaran kritis, pemecahan masalah, dan
dirancang sendiri oleh mahasiswa, maka
kemampuan berkomunikasi dan terbiasa dengan
dimungkinkan bahwa problem posing dapat
berpikir matematis. Lebih lanjut CUPM mengatakan
mengembangkan kemampuan berpikir matematis
bahwa perkuliahan harus dirancang sedemikian rupa
atau menggunakan pola pikir matematis.
sehingga mahasiswa mempunyai kemampuan: 1)
Anjuran penggunaan problem posing
menyatakan masalah dengan hati-hati, memodifikasi
dalam kurikulum matematika juga telah disampaikan
masalah ketika diperlukan sehingga dapat
oleh beberapa ahli. Schoenfeld (1992) dan NCTM
diselesaikan, dapat berasumsi, punya alasan yang
(2000), mengatakan bahwa problem posing
logis untuk mengambil kesimpulan (penalaran), dan
meliputi aktivitas yang dirancang sendiri oleh
dapat membuat tafsiran dengan tepat, serta 2)
mahasiswa dan dengan demikian merangsang
menggunakan pendekatan pemecahan masalah
seluruh kemampuan mahasiswa sehingga diperoleh
dengan beberapa model, mempunyai daya juang
pemahaman yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan
yang tinggi dalam menghadapi kesulitan, melakukan
pendapat English (1998) dan Brown & Walter
penilaian terhadap kebenaran solusi, mengeksplorasi
(2005) yang menjelaskan bahwa problem posing
contoh, mengajukan pertanyaan (problem posing),
adalah penting dalam kurikulum matematika karena
serta merancang dan menguji dugaan (conjecture).
di dalamnya terdapat inti dari aktivitas matematika,
Dengan merujuk pada rekomendasi CUPM
termasuk aktivitas dimana siswa membangun
2
ISSN 1412-565X
masalah sendiri. Beberapa aktivitas problem
posing model SSCS terhadap peningkatan penalaran
posing mempunyai tambahan manfaat pada
matematis mahasiswa baik untuk ketegori
perkembangan pengetahuan dan pemahaman anak
kemampuan awal tinggi, sedang, maupun rendah.
terhadap konsep penting matematika. Hal senada
Di samping itu, peneliti juga ingin melihat apakah
juga diungkapkan oleh Abu-Elwan (2002 dan 2007),
terdapat interaksi antara jenis pendekatan
Grundmeier (2002), Crespo (2003), Cifarelli dan Cai
pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan
(2006), serta Akay dan Boz (2008).
akademik mahasiswa.
Jika kita perhatikan penelitian-penelitian yang telah dilakukan di atas, umumnya peneliti
Pendekatan Problem Posing
menggunakan langkah-langkah heuristik Polya
Beberapa pendapat ahli tentang problem
dalam pemecahan masalah yang diajukan.
posing dapat dijelaskan sebagai berikut. Silver
Berkenaan dengan teknik pemecahan masalah
(1994) mengatakan bahwa dalam ranah pendidikan
tersebut, Pizzini (1991) mengajukan sebuah model
matematika, problem posing mempunyai tiga
yang lebih dikenal dengan fase search, solve,
pengertian, yaitu: 1) problem posing adalah
create dan share (SSCS). Model yang pertama kali
perumusan soal sederhana atau perumusan ulang
diperkenalkan pada tahun 1987 ini, meliputi empat
soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih
fase, yaitu pertama fase search yang bertujuan
sederhana dan dapat dipahami dalam rangka
untuk mengidentifikasi masalah, kedua fase solve
memecahkan soal yang rumit (problem posing
yang bertujuan untuk menrencanakan penyelesaian
sebagai salah satu langkah problem solving), 2)
masalah, ketiga fase create yang bertujuan untuk
problem posing adalah perumusan soal yang
melaksanakan penyelesaian masalah, dan keempat
berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah
adalah fese share yang bertujuan untuk
dipecahkan dalam rangka mencari alternatif
mensosialisasikan penyelesaian masalah yang kita
pemecahan lain atau mengkaji kembali langkah
lakukan. Pada awalnya model ini diterapkan pada
problem solving yang telah dilakukan, dan 3)
pendidikan sains, tetapi melalui berbagai
problem posing adalah merumuskan atau membuat
penyempurnaan, maka model ini dapat diterapkan
soal dari situasi yang diberikan.
pada pendidikan matematika dan sains (Laboratory Network Program, 1994).
Melengkapi pendapatnya di atas, Silver (1994) juga mengatakan problem posing
Sampai saat ini telah banyak penelitian yang
merupakan aktivitas yang meliputi merumuskan
berkenaan dengan penggunaan model SSCS, baik
soal-soal dari hal-hal yang diketahui dan
untuk tingkat sekolah menengah (Pizzini dan
menciptakan soal-soal baru dengan cara
Shepardson, 1990; Phomutta, 2002; dan
memodifikasi kondisi-kondisi dari masalah-masalah
Busarakamwong, 2008), maupun tingkat perguruan
yang diketahui tersebut serta menentukan
tinggi (Luft dan Pizzini, 1997).
penyelesiannya. Hal senada juga dinyatakan oleh
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
Abu-Elwan (2002), Cunningham (2004), Cifarelli
tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat
dan Cai (2006), Bonotto (2006), Abu-Elwan (2007),
pengaruh pembelajaran dengan pendekatan problem
serta Akay dan Boz (2008).
Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No. 1, April 2011
3
Sebutan lain untuk problem posing pernah
Beberapa aktivitas problem posing mempunyai
juga diberikan oleh Bernardo (2001). Bernardo
tambahan
manfaat
pada
perkembangan
menyebut problem posing dengan nama analogical
pengetahuan dan pemahaman anak terhadap
problem construction and transfer. Prinsipnya
konsep penting matematika.
sama saja dengan probem posing seperti yang didefinisiskan sebelumnya, yaitu pada mulanya
Model Penyelesaian Masalah Search, Solve,
siswa diberi suatu persoalan atau permasalahan
Create dan Share (SSCS)
selanjutnya siswa menyelesaikan persoalan
Dalam strategi problem solving dan posing
tersebut. Setelah itu, siswa diminta untuk mencari
ini, salah satu model penyelesaian masalah yang
analogi dari permasalahan tersebut. Siswa diminta
dapat digunakan adalah model SSCS (search,
menkonstruksi sendiri analog dari permalasahan
solve, create dan share). Model ini pertama kali
yang ada. Setelah itu mereka menyelesaikannya.
dikembangkan oleh Pizzini pada tahun 1988 pada
Sementara itu, Cai dan Brook (2006) juga
mata pelajaran sains (IPA). Selanjutnya Pizzini, Abel
menyebut problem posing dengan looking back in
dan Shepardson (1988) serta Pizzini dan Shepardson
problem solving. Prinsipnya sama saja dengan
(1990) menyempurnakan model ini dan mengatakan
problem posing yang telah dijelaskan sebelumnya.
bahwa model ini tidak hanya berlaku untuk
Setelah siswa menyelesaikan permasalahan yang
pendidikan sain saja, tetapi juga cocok untuk
diberikan kepada mereka, mereka diminta untuk
pendidikan matematika. Pada tahun 2000 Regional
melihat kembali hasil pekerjaannya. Dalam hal ini,
Education Laboratories suatu lembaga pada
“melihat kembali” (looking back) bukan untuk
Departemen Pendidikan Amerika Serikat (US
mencari ada yang salah atau tidak. Tujuannya di
Department of Education) mengeluarkan laporan,
sini adalah: (1) Membangun, menganalisis, dan
bahwa model SSCS termasuk salah satu model
membandingkan dengan bentuk penyelesaian yang
pembelajaran yang memperoleh Grant untuk
lainnya (penyelesaian alternatif); (2) Membuat soal
dikembangkan dan dipakai pada mata pelajaran
sejenis serta penyelesaiannya; dan (3) Membuat
matematika dan IPA. Model SSCS ini mengacu
generalisasi.
kepada empat langkah penyelesaian masalah yang
Problem posing, dalam pembelajaran
urutannya dimulai pada menyelidiki masalah
matematika juga dapat merupakan suatu bentuk
(search), merencanakan pemecahan masalah
pendekatan yang menekankan pada perumusan soal
(solve), mengkonstruksi pemecahan masalah
dan
(create),
menyelesaikannya,
yang
dapat
dan
yang
mengembangkan kemampuan berpikir matematis
mengkomunikasikan
atau menggunakan pola pikir matematis. Hal ini
diperolehnya (share).
terakhir penyelesaian
adalah yang
sejalan dengan pendapat English (1998) yang
Menurut laporan Laboratory Network
menjelaskan bahwa problem posing adalah penting
Program (1994), standar NCTM yang dapat dicapai
dalam kurikulum matematika karena di dalamnya
oleh model pembelajaran SSCS adalah sebagai
terdapat inti dari aktivitas matematika, termasuk
berikut: 1) mengajukan (pose) soal/masalah
aktivitas dimana siswa membangun masalah sendiri.
matematika, 2) membangun pengalaman dan ISSN 1412-565X
4
pengetahuan
siswa,
3)
mengembangkan
untuk ide-ide matematika, 7) berguna untuk
keterampilan berpikir matematika yang meyakinkan
perumusan masalah, pemecahan masalah, dan
tentang keabsahan suatu representasi tertentu,
penalaran matematika, dan 8) mempromosikan
membuat dugaan, memecahan masalah atau
pengembangan semua kemampuan siswa untuk
membuat jawaban dari mahasiswa, 4) melibatkan
melakukan pekerjaan matematika. Berdasarkan
intelektual siswa yang berbentuk pengajuan
kedelapan hal di atas, maka dapat disimpulkan
pertanyaan dan tugas-tugas yang melibatkan siswa,
bahwa model SSCS ini dapat digunakan dalam
dan menantang setiap siswa, 5) mengembangkan
pembelajaran matematika, terutama dalam
pengetahuan dan keterampilan matematika siswa,
pemecahan masalah dan penalaran.
6) merangsang siswa untuk membuat koneksi dan
Berikut ini akan dibahas secara rinci
mengembangkan kerangka kerja yang koheren
kegiatan yang dilakukan mahasiswa pada keempat fase di atas.
TABEL 1 AKTIVITAS MAHASISWA PADA SETIAP FASE Fase Search
Kegiatan yang dilakukan 1.
2. 3. 4. Solve
1. 2.
Create
3. 4. 1. 2. 3.
Share
1. 2.
Memahami soal atau kondisi yang diber ikan kepada siswa, yang ber upa apa yang diketahui, apa yang tidak diketahui, apa yang ditanyakan, Melakukan observasi dan investigasi ter hadap kondisi tersebut, Membuat pertanyaan-pertanyaan kecil, serta menganalisis informasi yang ada sehingga terbentuk sekumpulan ide. Menghasilkan dan melaksanakan rencana untuk mencari solusi Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif , membentuk hipotesis yang dalam hal ini berupa dugaan jawaban, Memilih metode untuk memecahkan masalah, Mengumpulkan data dan menganalisis menciptakan produk yang berupa solusi masalah berdasarkan dugaan yang telah dipilih pada f ase sebelumnya. Menguji dugaan yang dibuat apakah benar atau salah. Menampilkan hasil yang sekreatif mungkin dan jika perlu siswa dapat menggunakan graf ik, poster atau model Berkomunikasi dengan guru dan teman sekelompok dan kelompok lain atas temuan, solusi masalah. Siswa dapat menggunakan media rekaman, video, poster, dan laporan Mengartikulasikan pemikiran mereka, menerima umpan balik dan mengevaluasi solusi.
Sumber: Pizzini, Abel dan Shepardson (1988)
METODE
Desain penelitian yang akan peneliti
Sampel pada penelitian ini adalah
gunakan adalah The Static-Group Pretest-Posttest
mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Struktur
Design. Sedangkan instrumen yang digunakan
Aljabar pada Semester Juli – Desember tahun 2010
adalah tes kemampuan awal mahasiswa, tes
pada jurusan matematika FMIPA UNP Padang.
kemampuan penalaran matematis, skala sikap,
Sampel terdiri dari dua kelas, yaitu kelas eksperimen
pedoman wawancara, serta lembar observasi.
yang sebanyak 40 mahasiswa dan kelas eksperimen
Tes kemampuan awal mahasiswa diberikan
sebanyak 36 mahasiswa. Kedua kelas dibagai lagi
sebelum pelaksanaan penelitian yang bertujuan
menjadi kategori tinggi, sedang dan rendah
untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa
berdasarkan kemampuan awal mahasiswa tersebut. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No. 1, April 2011
sebelum mengikuti perkuliahan struktur aljabar. 5
Dari hasil kemampuan awal ini, mahasiswa
normalitas disimpulkan bahwa data KAM berdistribusi
dikelompokkan ke dalam kategori tinggi, sedang dan
normal dan dari uji homogenitas varians disimpulkan
rendah. Selanjutnya peneliti memberikan pretest
bahwa kedua kelompok data variansnya homogen.
guna mngetahui tingkat penalaran matematis
Karena data berdistribusi normal dan variansnya
mahasiswa sebelum penelitian dilaksanakan.
homogen, maka untuk uji kesamaan rata-rata
Setelah perlakuan selesai, penulis memberikan
digunakan uji t dengan asumsi varians homogen. Hasil
posttest yang soalnya sama dengan pretest. Selama
analisis uji t data KAM dapat dilihat pada Tabel 3
penelitian berlangsung, penulis bersama observer
berikut.
melakukan observasi terhadap jalannya penelitian,
TABEL 3 UJI KESAMAAN RATA-RATA DATA KAM
serta aktivitas mahasiswa selama pembelajaran berlangsung. Akhir dari kegiatan ini adalah penulis
Prodi
Statistikt df
memberikan angket yang berupa skala sikap serta melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa berkaitan dengan jawaban tes yang
Pendidikan Matematika
0,403
74
Sig. (2- Mean Std. Error tailed) Difference Difference 0,688
1,25000
3,09865
H0 diterima
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai sig. untuk
mereka tuliskan pada lembaran jawaban.
adalah 0,688. Jika dibandingkan dengan nilai alpha, yaitu 0,05, jelas bahwa nilai sig. lebih besar dari nilai alpha.
HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI Untuk memperoleh gambaran kualitas KAM
Ini berarti bahwa H0 diterima. Dapat disimpulkan
tersebut, data dianalisis secara deskriptif agar dapat
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
diketahui rata-rata, simpangan baku, kategori KAM
rata-rata KAM kelompok dengan pendekatan PPPMS
mahasiswa, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
dan kelompok dengan pendekatan PMK.
Rangkuman hasil analisis deskriptif data PAM siswa
Karena kelompok eksperimen dan
berdasarkan pendekatan pembelajaran disajikan pada
kelompok kontrol terdiri dari kategori KAM rendah,
Tabel 2.
sedang dan tinggi, maka analisis selanjutnya adalah
TABEL 2 DESKRIPSI DATA KAM BERDASARKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN
Program Studi
Statistik n
Pendidikan Matematika SD
berbeda dari kedua kelompok itu. Dalam hal ini, teknik yang digunakan adalah uji ANAVA satu jalur
Pendekatan PPPMS 40 38,75 13,24
menentukan kategori KAM yang mana saja yang
PMK 36 37,5 13,76
untuk non parametrik, yaitu uji Kruskal-Wallis. Untuk menentukan kategori KAM mana saja yang berbeda, selanjutnya dilakukan uji U Mann-Whitney untuk setiap kategori KAM pada kelompok dengan pendekatan PPPMS dengan
Sebelum melakukan uji kesamaan rata-rata,
setiap kategori KAM pada kelompok dengan
terlebih dahulu peneliti melakukan uji normalitas dan
pendekatan PMK. Berdasarkan hal tersebut,
uji homogenitas varians. Untuk uji normalitas digunakan
peningkatan kemampuan penalaran matematis yang
uji Kolmogorov-Smirnov sedangkan untuk uji
berbeda untuk setiap kategori KAM adalah KAM
homogenitas varians digunakan uji Levene. Dari uji
Rendah PPPMS dengan KAM rendah PMK, KAM
6
ISSN 1412-565X
sedang PPPMS dengan KAM rendah PMK dan
mahasiswa kategori KAM sedang pada PPPMS,
KAM sedang PMK, serta KAM tinggi PPPMS
lebih tinggi dari rata-rata peningkatan kemampuan
dengan ketiga kategori KAM pada pendekatan
penalaran matematis kategori KAM rendah, dan
PMK.
kategori sedang pada pendekatan PMK. Sedangkan Untuk melihat adanya interaksi antara
rata-rata peningkatan kemampuan penalaran
kategori KAM dengan pendekatan pembelajaran,
matematis untuk kategori KAM tinggi pada
digunakan analisa grafik dari rata-rata KAM setiap
pendekatan PPPMS juga lebih tinggi dari semua
kategori KAM pada kedua jenis pendekatan. Grafik
kategori KAM pada pendekatan PMK.
interaksi antara kategori KAM dengan pendekatan
Peningkatan kemampuan penalaran
pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan
matematis untuk setiap kategori KAM dan
penalaran matematis mahasiswa diperlihatkan pada
pendekatan pembelajaran untuk prodi pandidikan
Gambar 1 berikut.
matematika dan prodi matematika berturut-turut ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Rata-rata Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa Gambar 1. Interaksi Kategori KAM dan Model Pembelajaran terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis
Hasil pengujian terhadap hipotesis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis yang
Berdasarkan bentuk grafik yang terbentuk
signifikan antara mahasiswa yang memperoleh
dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara
pembelajaran PPPMS dan pembelajaran PMK.
kategori KAM dan model pembelajaran terhadap
Dari nilai rata-rata kedua kelompok, dapat dikatakan
peningkatan penalaran matematis mahasiswa
bahwa peningkatan kemampuan penalaran
(Wahyudin, 2007). Dari Tabel 4 dapat juga dilihat
matematis mahasiswa yang memperoleh
bahwa rata-rata peningkatan kemampuan
pembelajaran PPPMS lebih baik daripada
penalaran matematis mahasiswa kategori KAM
peningkatan kemampuan penalaran matematis
rendah pada pendekatan PPPMS, lebih tinggi dari
mahasiswa yang diajar secara konvensional (PMK).
rata-rata peningkatan kemampuan penalaran
Kesimpulannya adalah bahwa pendekatan problem
matematis pada kategori KAM rendah dan KAM
posing model SSCS atau PPPMS dapat
sedang pada pendekatan PMK. Rata-rata
meningkatkan kemampuan penalaran matematis
peningkatan kemampuan penalaran matematis Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No. 1, April 2011
mahasiswa. Hal ini berarti bahwa pembelajaran
7
dengan pendekatan problem posing model SSCS
penalaran dalam menyelesaikan soal yang mereka
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
ajukan (Pizzini, Abel dan Shepardson, 1988). Fase
peningkatan penalaran matematis mahasiswa.
serach menuntun mahasiswa untuk memahami soal
Pada pembelajaran PPPMS, mahasiswa memanfaatkan
mengajukan
mahasiswa dapat menentukan apa yang diketahui
masalahnya dalam upaya mengidentifikasi,
dan apa yang ditanyakan dari soal. Fase solve
menghubungkan, menganalisis, dan mengevaluasi
menuntun mahasiswa untuk menemukan berbagai
situasi yang diberikan. Artinya kemampuan
macam cara penyelesaian dari soal tersebut.
kognisinya memperoleh kesempatan untuk
Berdasarkan apa yang diketahui dari soal,
diberdayakan, disegarkan, atau dimantapkan, apalagi
mahasiswa dapat menentukan cara penyelesaian,
bila mahasiswa tersebut bekerja bersama-sama
seperti: apakah akan menggunakan tabel Cayley,
dalam satu kelompok. Diskusi antar mahasiswa
apakah menggunakan teorema yang ada, apakah
dalam
menambah
menggunakan pembuktian langsung atau tak
pemahamannya terhadap situasi yang diberikan
langsung, apakah akan menggunakan contoh
kepada mereka. Akibatnya mareka memperoleh
penyangkal, dan sebagainya. Dengan adanya
pemahaman yang lebih baik tentang materi
berbagai macam alternatif pemecahan masalah,
pelajaran. Diskusi yang dilakukan antar mahasiswa
mahasiswa dapat memilih cara mana yang lebih
dapat mengembangkan nalar mereka. Ini sesuai
efektif. Fase create merujuk pada proses
dengan apa yang dikemukakan oleh Brown dan
penyelesaian soal berdasarkan cara penyelesaian
Walter, (2005), yaitu agar diperoleh kesimpulan
yang sudah ditetapkan pada fase solve. Dan fase
yang benar dari situasi tersebut, mahasiswa harus
keempat
menggunakan nalarnya.
mengharuskan mahasiswa mensosialisasikan
satu
kemampuan
yang akan diselesaikan. Pada fase search ini
kelompok
akan
yang
merupakan
fase
share
Dalam menjawab pertanyaan yang mereka
pekerjaannya kepada teman-teman yang lain. Pada
ajukan, mahasiswa juga dituntut untuk dapat
fase ini terjadi tanya jawab dan diskusi mengenai
bernalar dengan baik, sehingga jawabannya jadi
penyelesaian soal yang dikerjakan. Inti dari keempat
benar dan kesimpulan yang diambil juga benar
fase di atas merupakan aspek-apspek dalam
(Gonzales, 1988). Hasil ini juga sesuai dengan apa
kemampuan penalaran matematis.
yang dinyatakan oleh Cai (2003) dan Cunningham (2004) yang berkesimpulan bahwa dan problem
KESIMPULAN
posing dapat meningkatkan penalaran dan refleksi
Berdasarkan hasil pengolahan data dan
untuk pemahaman matematika yang lebih dalam (a
analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
deep understanding of mathematics).
sebagai berikut:
Di samping itu, penyelesaian masalah
1. Pembelajaran dengan pendekatan problem
melalui model SSCS menuntun mereka dalam
posing model SSCS memberikan pengaruh yang
menyelesaikan soal yang mereka ajukan sendiri
signifikan dalam upaya meningkatkan
secara teratur, runtun dan logis. Keempat fase pada
kemampuan penalaran matematis mahasiswa
SSCS akan menuntun mereka mengunakan
jurusan matemtiak FMIPA Universitas Negeri
8
ISSN 1412-565X
Padang. Hal ini disebabkan karena pada
menciptakan suasana pembelajaran lebih
pembelajaran dengan pendekatan tersebut
kondusif, serta memberikan kesempatan pada
tercipta suasana pembelajaran yang lebih
mahasiswa untuk bebas melakukan eksplorasi.
kondusif, aktivitas dan kerjasama mahasiswa
2. Dalam mengimplementasikan pembelajaran
mahasiswa meningkat. Proses pengajuan
dengan pendekatan problem posing model
masalah memicu mahasiswa untuk lebih aktif
SSCS (PPPMS) dengan tujuan meningkatkan
dalam belajar yang pada akhirnya meningkatkan
kemampuan penalaran matematis, guru atau
penalaran dalam memahami situasi yang
dosen perlu mempersiapkan secara baik dan
diberikan.
mengantisipasi berbagai kemungkinan yang
2. Dalam peningakatan kemampuan penalaran
terjadi pada saat proses pembelajaran serta
matematis mahasiswa tersebut terdapat interaksi
mempertimbangkan kemampuan siswa atau
antara pendekatan pembelajaran yang digunakan
mahasiswa.
dengan kategori KAM mahasiswa.
3. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
3. Berdasarkan observasi terhadap pelekasanaan
mengimplementasikan pembelajaran PPPMS
pembelajaran serta tanya jawab terhadap
yaitu: lembar LKM hendaklah berupa situasi
beberapa mahasiswa dapat disimpulkan bahwa
yang lebih menantang dan dapat mengarahkan
pendekatan problem posing model SSCS ini
mahasiswa untuk langsung mengajukan
dapat meningkatkan semangat mereka dalam
pertanyaan
belajar, proses perkuliahan berlangsung dua arah
mengembangkan setiap aspek kemampuan
karena terjadi proses tanya jawab antara dosen
penalaran matematis, maupun kemampuan
dengan mahasiswa dan sesama mahasiswa.
lainnya; pertanyaan arahan yang diajukan oleh
tertentu,
sehingga
dapat
guru atau dosen (probing) sebaiknya bersifat REKOMENDASI
terbuka supaya dapat melatih siswa dalam
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, selanjunya dikemukakan saran-saran
berpikir. 4. Dengan memperhatikan temuan bahwa
sebagai berikut:
pembelajaran dengan pendekatan problem
1. Pembelajaran dengan pendekatan problem
posing model SSCS (PPPMS) berpengaruh
posing model SSCS (PPPMS), hendaknya
terhadap peningkatan kemampuan penalaran
dapat terus dikembangkan di lapangan dan
matematis mahasiswa, diharapkan menjadi
dijadikan sebagai alternatif pilihan guru atau
bahan masukan bagi pengambil kebijakan untuk
dosen dalam pembelajaran matematika. Hal ini
mengadakan perubahan-perubahan terhadap
dikarenakan pembelajaran tersebut dapat
paradigma pembelajaran matematika.
meningkatkan
kemampuan
penalaran
5. Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan dua
matematis serta sikap positif siswa dalam
model sekaligus. Peneliti tidak mengkaji
matematika; melibatkan aktivitas mahasiswa
pendekatan mana yang lebih dominan dalam
secara optimal; memfasilitasi mahasiswa
meningkatkan kemampuan penalaran
menemukan danmembangun pengetahuannya;
matematis mahasiswa. Untuk itu dalam
Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12 No. 1, April 2011
9
pengkajian selanjutnya, hendaknya dikaji
meningkatkan
kemampuan
pendekatan mana yang lebih berperan dalam
matematis tersebut.
penalaran
DAFTAR PUSTAKA Abu-Elwan, R. (2002). Effectiveness of Problem Posing Strategies on Prospective Mathematics Teachers’ Problem Solving Performance, Journal of Science and Mathematics Education in Southeast Asia , 25 (1) 56- 69. Abu-Elwan, R. (2007). The Use of Webquest to Enhance the Mathematical Problem-Posing Skill of Pre-Service Teacher, The International Journal for Technology in Mathematics Education, 14 (1) 31- 39. Akay, H., dan Boz, N. (2008). The Effect of Problem Posing Oriented Calculus II Instruction on Academic Success, K.Maraþ Sütçü Ýmam University, Faculty of Education Department of Secondary Science and Mathematics Education, Mathematics Education Program, K.Maraº /Turkey. Busarakamwong, Thana Degre La. (2008). Effects of Science Instruction Using SSCS Model on Learning Achievment and Problem Solving Ability of Lower School Student. Tersedia Error! Hyperlink reference not valid. Januari 2010] Bernardo, Allan B.I., (2001). Analogical Problem Construction and Transfer in Mathematical Problem Solving, Educational Psycology. Vol 21, (2), 137 – 150. Bonotto, C. (2006). Extending Students’ Understanding of Decimal Numbers vis Realistic Mathematical Modeling and Problem Posing, Proceding 30th Conference of The International Group for the Psychology of Mathematics Education, 2 193 – 200, Prague, Czech Republic, July 16-21, 2006 Brown, S. I., & Walter, M. I. (2005). The art of problem posing (3rd edition). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers. Cai, J. (2003). Singaporean Students’ Mathematical Thinking in Problem Solving and Problem Posing: an Exploratory Study, International Journal of Mathematics Education in Science and Technology, 34 (5), 719 – 737. Cai, J., Brook, Michael. (2006). Looking Back in Problem Soving: Mathematics Teaching. (196), 42 – 45 Cifarelli, V. V., & Cai, J. (2006). The Role of Self-Generated Problem Posing in Mathematics Eevolution of mathematical explorations in open-ended problem solviploration, Proceding 30th Conference of The International Group for the Psychology of Mathematics Education, 2, 312 – 328, Prague, Czech Republic, July 16-21, 2006 Crespo, S. (2003). Learning to Pose Mathematical Problem: Exploring Changes in Pre Service Teachers’ Practices, Education Studies in Mathematics, (52), 243 – 270. Cunningham, R.F., (2004). Problem Posing: An Opportunity for Increase Student Responsibility, Mathematics and Computer Education, 38 (1) 83 – 89 English, L. D., (1998) Children’s Problem Posing within Formal and Informal Contexts, Journal for Research in Mathematics Education. 29 (1), 83 – 107. Gonzales, N. A. (1998). A Blueprint for Problem Posing, School Science and Mathematics, 98 (8). 448 – 453 Grundmeier, T. A., (2002). University Students’ Problem Posing Abilities and Attitudes Towards Mathematics, Problems, Resources, and Issues in Mathematics Undergraduate Studies, 12 (2), 122 – 133. Laboratory Network Program. (1994). Promising Practices in Mathematics and Science Education. Tersedia http://openlibrary.org/works/ OL3583961W/ Promising_ practices_in_mathematics_and_science_education. [2 Maret 2010]. Luft, Julie A. dan Pizzini, Edward L. (1998). The demonstration classroom in-service: Changes in the classroom. Science Education 82:147-162. USA: John Wiley & Sons, Inc. Mathematics Association of America. (2004). Undergraduate Programs and Courses in the Mathematical Sciences: CUPM Curriculum Guide 2004. USA: The Mathematics Association of America Published. NCTM (2000). Principles and standards for school mathematics. Reston, VA: NCTM. Phomutta, Nuanchan (2002). Effects of teaching mathematics by using SSCS model on mathematics problem solving ability of mathayom suksa two students. Chulalongkorn University. Thesis S2 Error! Hyperlink reference not valid., [26 Januari 2010].
BIODATA SINGKAT Penulis adalah Dosen pada Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Padang
10
ISSN 1412-565X