PEMIKIRAN DAN AKTIVISME ISLAM ABU JIBRIL: MENGKAJI WACANA ISLAM RADIKAL DI ERA REFORMASI
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: Meutia Rachmawati 109033200013
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
ABSTRAKSI Skripsi ini menganalisis pemikiran dan aktifisme Islam Abu Jibril dan mencoba mengkaji lebih dalam wacana Islam Radikal di era reformasi. Tumbangnya rezim Orde Baru di tahun 1998 telah memberikan peluang bagi munculnya kelompok-kelompok Islam Radikal sebagai kekuatan baru politik Islam di Indonesia. Kemunculan kelompok-kelompok Islam Radikal ditandai dengan maraknya aksi-aksi yang melibatkan massa dalam skala massif. Kendati ada perbedaan dari segi pandangan politik maupun strategi perjuangan, umumnya mereka memiliki persamaan dalam satu hal, yaitu menghendaki penetapan syariat (hukum) Islam di Indonesia sebagai sistem hukum dan kenegaraan. Wacana penetapan syariat Islam sebagai sistem baru pengganti demokrasi digulirkan karena para tokoh Islam Radikal beranggapan bahwa demokrasi yang sekuler telah gagal membawa umat Islam menuju kesejahteraan dan keadilan sosial. Menjamurnya organisasi gerakan Islam Radikal yang muncul pasca runtuhnya Orde Baru memang tidak terlepas dari kondisi sosial politik Indonesia yang kala itu mengalami krisis multidimensi yang membuat umat Islam kecewa dan kehilangan kepercayaan terhadap sistem maupun rezim yang ada. Dan di tengah rasa kekecewaan tersebut, Abu Jibril tampil untuk menawarkan Syariat Islam sebagai jalan keluar untuk mengatasi segala masalah sosial yang menimpa Indonesia. Minat Abu Jibril pada Syariat Islam bukan hal baru. Sejak mahasiswa, Abu Jibril aktif di organisasi pemuda Islam dan terbiasa dengan wacana keIslamana terutama Syariat Islam. Tapi sayangnya, keinginan untuk mengartikulasikan aspirasi keIslamannya menghadapai jalan buntu karena tekanan politik yang gencar dari rezim Orde Baru. Ketika itu, Orde Baru mengehendaki negara yang stabil dengan memberlakukan ideologi tunggal Pancasila sebagai satu-satunya asas semua organisasi massa dan politik. Dan siapapun yang berseberangan dituduh subversif. Abu Jibril pernah terjaring dalam pasal subversif Orde Baru ketika ia dan kelompoknya berusaha melanggarnya. Antara tahun 1979-1981, ia dipenjarakan dengan alasan subversif selama kurang lebih 2,5 tahun. Selepas dari tahanan, Abu Jibril masih tetap dicurigai dan karenanya terus diawasi rezim penguasa. Dalam konteks politik Orde Baru yang represif inilah Abu Jibril mulai melakukan pengembaraan untuk memperkuat wacana dan aktifisme Islamnya. Sejak itu ia menyingkir. Pada tahun 1986 mengembara ke Afghanistan, tempat yang penuh gejolak dan tempat dia untuk mengalami, memahami dan memaknai jihad secara lebih faktual. Afghanistan kemudian menginspirasinya untuk melakukan gerakan secara radikal dengan jihad untuk mewujudkan masyarakat yang lebih Islami melalui penerapan syariat Islam. Islam di mata aktifis Islam Radikal seperti Abu Jibril bukan lagi sekadar agama yang mengajarkan kebaikan dan bakti kepada Sang Pencipta melalui jalan peribadatan. Tapi lebih dari itu, Islam dimaknai sebagai suatu wacana yang lebih luas. Para aktifis Islam menggulirkan syariat sebagai suatu wacana tandingan terhadap sistem sosial ala Barat yang dianggap telah gagal mensejahterakan umat. Dalam konteks inilah penelitian ini mengungkap proses-proses yang membuat seorang aktifis Muslim menjelma menjadi aktifis dan tokoh Islam Radikal.
vi
KATA PENGANTAR
Assalaamu'alaikum wr. wbr Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha ESA, karena berkat karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan yang harus ditempuh dalam menyelesaikan program study Strata Satu ( S1) Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini kami beri judul: "Pemikiran Dan Aktivisme Islam Abu Jibril: Mengkaji Ideologi Islam Radikal Di Era Reformasi" Penulis sangat menyadari akan keterbatasan pengetahuan dan wawasan, sehingga dalam penyusunan skripsi masih jauh dari sempurna, untuk itu dibutuhkan kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan, kesabaran dan kesehatan dalam proses penyusunan Skripsi ini. 2. Yang tercinta Papa (almarhum) dan Mama, serta adikku Teguh, yang selalu berdoa, sabar dan tidak henti-hentinya memberikan semangat dan dukungan. Semoga bisa membuat kalian bangga. 3. Bapak Chaider Bamualim, M.A selaku dosen pembimbing atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing, mendukung, dan mengarahkan penulis. Terima kasih banyak atas bimbinganya. 4. Bapak Dr. Ali Munhanif, M.A dan Bapak M Zaki Mubarak, M.Si terimakasih atas kesediaannya memberikan masukan terhadap skripsi ini. 5. Bapak Dr. Sirojuddin Aly, MA selaku penguji, terima kasih atas kesediaannya memberikan masukan terhadap skripsi ini. 6. Bapak Dr. Sya’ban Muhammad, MA selaku penguji, terima kasih atas kesediaannya memberikan masukan terhadap skripsi ini.
vii
7. Ustad Abu Jibril yang bersedia meluangkan waktu di sela-sela kesibukan untuk menjadi narasumber. Terima kasih atas keramahan Ustad dan keluarga yang bersedia berbagi pengalaman dengan penulis. 8. My beloved Fahmi Abadiah, thank you for everything ciku. 9. Tante Ifwani dan om Alan Mc Clymont, terima kasih atas supportnya dan bantuan yang sangat berharga bagi penulis. 10. Rekan-rekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Jakarta khususnya pada prodi Ilmu Politik angkatan 2009 atas supportnya yang sangat berharga bagi penulis. 11. Sahabat-Sahabati PMII Ciputat dan Pengurus BEMF FISIP masa bakti 2012, terima kasih atas dukungan semangat dan keceriaan sahabatsahabat 12. Riski mel, Arif, Ayu, Riski, Algi, Bayhaqi, Novi, Amizar, Eko, Amin, princes Eny, Ifah, Dwi, Rangga, Liloy, Piko, Oday, Lina, kanda Dedi, bang Ervan, Ismet, Herman, Rahmat, Ardi, Adi, Rowi, Rafsan, sahabat seperjuangan di keseharian kehidupan penulis, terima kasih atas segalanya. 13. Teman-teman PHD JK-PIN yang selalu membawa keceriaan dan semangat, terima kasih. 14. Terima kasih seluruh dosen dan staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga Allah Swt selalu melimpahkan Rahmat atas kebaikan dalam membantu penyusunan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Wassalaamu'alaikum wr. wbr Jakarta, 24 Desember 2013
Meutia Rachmawati
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
: ............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN : ...................................................................................... ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME : ............................................................ ..iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN : .......................................................................... iv ABSTRAK
: ............................................................................................ v
KATA PENGANTAR : ........................................................................................... vi DAFTAR ISI
BAB I
: ......................................................................................... viii
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 10 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 11 D. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 11 E. Metode Penelitian ........................................................................... 13 F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 15
BAB II
: ISLAM RADIKAL DAN ISLAMISME A. Islam Radikal .................................................................................. 16 B. Islamisme: Upaya Memperjuangkan Islam Sebagai Sistem Politik ...... ................................................................................. 18 C. Islam Radikal di Indonesia Pasca Orde Baru .................................. 25
BAB III : ABU JIBRIL DAN AKTIFITAS GERAKAN ISLAM A. B. C. D.
Riwayat Hidup ................................................................................ 37 Latar Belakang Pendidikan ............................................................. 39 Aktifitas Sosial, Dakwah, dan Politik ............................................. 43 Abu Jibril dan Majelis Mujahidin Indonesia .................................. 49
ix
BAB IV : JIHAD DAN UPAYA PENEGAKAN SYARIAT ISLAM A. Jihad . ............................................................................................... 55 1. Makna Jihad .......................................................................... 55 2. Jihad Sebagai Tugas Bersama Seluruh Umat Islam ............. 58 3. Jihad sebagai Jalan Utama Tegaknya Islam .......................... 61 4. Jihad dan Terorisme .............................................................. 62 B. Penegakan Syariat Islam ................................................................. 69 1.Makna Syariat Islam .............................................................. 69 2.Penegakan Syariat Islam Demi Berdirinya Daulah Islamiyah Politik ...... ............................................................. 72 C. Menegakan Syariat Islam dan Pluralisme Masyarakat Indonesia ... 77 D. Penolakan Terhadap Demokrasi dan Pancasila…………………....80 BAB V
: PENUTUP .............................................................................................. 86 A. Kesimpulan ..................................................................................... 86 B. Saran ................................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 92
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Runtuhnya rezim Soeharto pada Mei 1998 telah membuka kesempatan bagi segenap rakyat Indonesia untuk menikmati proses demokratisasi di Indonesia. Masyarakat yang mulai merasakan kebebasan berkespresi dan berpolitik dalam iklim Demokrasi yang baru saja datang. Kebebasan berkespresi dan berpolitik tampak jelas dari sikap masyarakat yang berani berkumpul, berdiskusi, mengutarakan pendapat, serta ikut berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik. Dalam situasi kebebasan berpolitik seperti itu, berbagai gerakan Islam semakin berani menyampaikan aspirasinya, termasuk berbagai aspirasi yang selama masa pemerintahan Soeharto dianggap subversif, misalnya tuntutan pemberlakuan syariat Islam oleh kelompok Islam Radikal.1 Kehadiran kelompok Islam Radikal yang dengan segala upaya menawarkan suatu sistem baru atas nama syariat Islam secara otomatis melahirkan problema tersendiri bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Sepak terjang kelompok-kelompok Islam Radikal patut dicermati mengingat perjuangan kelompok-kelompok ini bukan hanya berskala lokal saja, tapi juga terkait dengan jaringan internasional. Kenyataan bahwa Islam merupakan agama yang sempurna dan komprehensif membuat kelompok Islam Radikal menuntut pemberlakuan syariat 1
M Zaki Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokrasi (Jakarta: LP3ES, 2008), 11.
1
Islam sebagai hukum positif di Indonesia. Islam diyakini memiliki konsep kenegaraan dan politik secara luas. Sejarah Islam dipenuhi dengan kejayaan pemerintahan masa Nabi Muhammad SAW hingga masa pimpinan para sahabat Nabi, terutama di masa Khulafa Rasyidin. Kenyataan ini membuat aktifis Islam Radikal berpandangan bahwa Islam merupakan agama yang terkait erat dengan politik kenegaraan. Ungkapan “Islam adalah agama dan negara” (al-Islam din wa daulah), telah mengisyaratakan keterkaitan yang erat antara agama dan negara.2 Islam tidak hanya berkembang sebagai suatu gerakan keagamaan, tetapi juga berkembang sebagai gerakan politik dimana agama menyatu dengan negara dan masyarakat. Kaum Muslim percaya bahwa keimanan dan politik dalam Islam bersumber pada kitab yang merupakan wahyu ilahi, yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Para pemikir Islam Radikal asal Pakistan seperti Abul A’la al-Maududi berpandangan bahwa Islam adalah suatu agama yang paripurna, lengkap dengan petunjuk untuk mengatur semua segi kehidupan manusia, termasuk kehidupan politik.3 Maka keduanya secara langsung memiliki keterkaitan erat satu sama lain yang tidak bisa dengan mudah dipisahkan. Walaupun Islam bukanlah agama politik namun secara historis politik tidak terpisahkan dari umat Islam. Perjalanan umat Islam diberbagai negara tetap saja diwarnai oleh gejolak politik setempat. Begitupun maju mundurnya umat
2
Musdah Mulia, Negara Islam (Depok: Kata Kita, 2010), 14. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UIPress, 1990), 166. 3
2
Islam dari kancah pergaulan internasional juga dipengaruhi oleh percaturan politik yang berkembang.4 Secara historis, usaha-usaha untuk mendirikan negara Islam di Indonesia sudah berlangsung sejak lama.5 Bahkan hingga saat ini, isu pembentukan negara Islam belum tuntas sepenuhnya. Negara Islam dicita-citakan untuk dibentuk dengan tujuan keselamatan manusia dalam menjalankan perintah Allah SAW. Banyak organisasi masa yang tetap bersikukuh menginginkan Indonesia berdasarkan syariat Islam tanpa sedikitpun ada unsur demokrasi didalamnya, sebut saja organisasi seperti Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), hingga Laskar Jihad (LJ).6 FPI misalnya muncul sebagai reaksi atas maraknya kemaksiatan yang makin tak terjangkau oleh hukum.7 MMI tampil untuk merespons kondisi ekonomi dan politik yang kian tidak berdaya menghadapi kekuatan asing (khususnya AS).8 HTI merespon ketidakadilan tata hubungan antar bangsa yang makin didominasi imperialisme AS.9 Sedangkan munculnya LJ lebih merupakan reaksi atas ketidak mampuan pemerintah pusat mengatasi konflik di Ambon.10
4
Moh. Mufid, Politik Dalam Perspektif Islam (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), 1. Al-Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M Kartosoewirjo: Mengungkap Manipulasi Sejarah Darul Islam/DI-TII Semasa Orde Lama dan Orde Baru (Jakarta: Darul Falah, 1999), ix-xiv. 6 Endang Turmudi dan Riza Sihbudi, ed., Islam dan Radikalisme di Indonesia (Jakarta: LIPI Press, 2005), 5. 7 Lihat Chaider S Bamualim, “Islamic Militancy and Resentment against Hadhramis in Post-Suharto Indonersia: A Case Study of Habib Rizieq Syihab and His Islamic Defenders Front”, Comparative Studies of South Asia, Africa and the Middle East, Vol. 31, No. 2, 2011, hal. 267281. 8 Irfan Suryahadi Awwas, ed., Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam (Yogyakarta: Wihdah Press, 2001), xvii-xxviii 9 Turmudi dan Sihbudi, ed., Islam dan Radikalisme di Indonesia, Vii. 10 Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-Orde Baru, (Jakarta: LP3ES, 2008), 274-321. 5
3
Bangkitnya gerakan-gerakan keagamaan ini ditandai dengan maraknya aksi-aksi yang melibatkan massa dalam skala massif yang dimotori kelompok Islam Radikal tersebut. Kendati ada perbedaan dari segi pandangan politik maupun strategi perjuangan, umumnya mereka memiliki persamaan dalam satu hal, yaitu menghendaki penetapan syariat (hukum) Islam di Indonesia. Para aktifis politik Islam memperjuangkan kebangkitan Islam melalui legalitas negara Islam yang terinspirasi dari pengembalian nilai-nilai ajaran Islam yang murni. Islam dimaknai bukan hanya sekedar agama yang terdiri dari ritual tertentu semata, tetapi juga sebagai jalan hidup yang mencangkup segala hal.11 Gagasan untuk mendirikan negara Islam berpijak pada anggapan bahwa sistem pemerintahan yang berasal dari Barat seperti demokrasi, sosialisme, kapitalisme, sekularisme, dan nasionalisme, yang merupakan sistem buatan manusia, dianggap telah gagal untuk memajukan dan mensejahterakan umat Muslim. Umat Muslim menderita dan kecewa dengan terus menerus berada dalam suatu
krisis
yang
berkepanjangan
akibat
sistem
pemerintahan
yang
mengesampingkan Islam sebagai unsur penting dalam identitas dan ideologi nasional. Islam yang ada saat ini tampak seperti terlalu tergantung kepada Barat, maka alternatif politik Islam disinyalir akan menjadi suatu daya tarik baru untuk umat.12 Dari proses kebangkitan kaum Muslim di seluruh dunia, maka kemudian muncul istilah-istilah seperti fundamentalisme, radikalisme, renaisans Islam, militan dan sebagainya. Terlepas dari kontroversi mengenai istilah-istilah tersebut, 11 12
Jenggis P, Kebangkitan Islam (Yogyakarta: NFP Publishing, 2011), 2. Jenggis P, Kebangkitan Islam, 3.
4
kelompok ini, baik terorganisasi maupun tidak, bertujuan mengganti sistem kenegaraan sekuler yang tidak Islami dengan tatanan sosial politik Islami. Islam dan politik kini dipandang sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan. Sistem politik sekuler dipandang telah gagal mengangkat harkat kaum Muslim. Sistem politik Islam diyakini sebagai satu-satunya alternatif untuk menangkis hegemoni dunia barat.13 Salah satu sosok yang namanya kerap kali diidentikan dengan gerakan Islam Radikal di Indonesia yang bersikap keras dalam memperjuangkan syariat Islam adalah Ustad Muhammad Abu Jibril yang secara resmi bernama Muhammad Iqbal Abdurahman. Abu Jibril merupakan aktifis Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). MMI adalah organisasi yang dilahirkan melalui Konggres Mujahidin I yang diselenggarakan di Yogyakarta tanggal 7 Agustus 2000. Tujuannya adalah untuk bersama-sama berjuang menegakkan Syariat Islam dalam segala aspek kehidupan, sehingga Syariat Islam menjadi rujukan tunggal bagi sistem pemerintahan dan kebijakan kenegaraan secara nasional maupun internasional. Yang dimaksudkan dengan Syari’at Islam disini adalah segala aturan hidup serta tuntunan yang diajarkan oleh agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.14 MMI mempunyai pendirian yang erat dengan negara Islam (Daulah Islamiyah atau Islamic state). Bagi mereka, sesungguhnya Islam adalah agama dan negara (al-Islām dīn wa daulah), yang mengisyaratakan keterkaitan yang erat
13 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post-Modernisme (Jakarta: Penerbit Paramadina, 1996), 18-19 14 Abu Bakar Baasyir “Majelis Mujahidin Indonesia” tersedia di http://majelismujahidin.wordpress.com/ Internet; diunduh 14 oktober 2012
5
antara agama dan negara. Adapun maksud dan tujuan diselenggarakanya kongres mujahidin adalah: Pertama, memajukan perjuangan para mujahidin dalam menegakan syariat Islam. Kedua, membangun satu kesatuan shaf mujahidin yang kokoh dan kuat, baik dalam negeri, regional, maupun internasional. Ketiga, terbentuknya
institusi
mujahidin.
Dan
keempat,
mewujudkan
dewan
kepemimpinan umat sebagai Khalīfatullāh fī al-Ardhi.15 Sosok Abu Jibril berkali-kali diidentikkan dengan aksi terorisme yang beberapa tahun belakangan terjadi di Indonesia. Sikapnya yang keras dalam hal jihad, dan juga syariat Islam, mudah menjadi pembenar tuduhan semacam itu. Kenyataan bahwa pada pertengahan 1980-an Abu Jibril sempat berjihad ke Afghanistan mungkin juga menguatkan pendapat tersebut. Abu Jibril juga pernah ditahan di Malaysia dengan tuduhan melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan Malaysia karena dituduh aktif dalam organiasi Mujahidin Malaysia. Atas dasar Akta Keamanan dalam Negeri (ISA), Abu Jibril ditahan di Penjara Kemunting Perak pada 21 juni 2001.16 Beberapa hari sesudah bom meledak di Hotel Ritz Carlton dan JW Marriot pada 17 Juli 2009, putra Abu Jibril, Muhammad Jibril, ditahan karena dituduh terlibat dalam pemboman tersebut. Nama Abu Jibril juga kembali terdengar saat penembakan Dulmatin di Pamulang, Tangerang Selatan, pada 9 Maret 2010, apalagi lokasi penembakan Dulmatin tidak jauh dari kediaman Abu Jibril di komplek Witanaharja, Pamulang. Mantri Fauzi, warga Pamulang yang menampung Dulmatin, juga merupakan murid pengajian Abu Jibril. Karenanya 15
Awwas, ed., Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam, XXVIII. Haris Firdaus ”Abu Jibril” tersedia di http://rumahmimpi.net/2010/04/abu-jibril/ Internet; diunduh 21 september 2012. 16
6
isu keterlibatan Abu Jibril dengan terorisme kembali menjadi bahan pembicaraan. Hal ini juga disebabkan karena pengajiannya di Masjid Al-Munawwaroh dianggap eksklusif dan mengajarkan kekerasan.17 Abu Jibril dikenal gigih dalam memperjuangkan tegaknya syariat Islam. Menurutnya, perkembangan Islam saat ini tidak mengarah pada penegakan syariat Islam. Masing-masing kelompok punya kepentingan dan membaca Islam dengan cara yang tidak semestinya. Islam menghendaki umat mengikuti syariat yang lurus, mengikuti perintahNya, menjauhi laranganNya. Janganlah mengikuti tatanan hidup lain, karena melepaskan syariat Islam dalam
sendi kehidupan
manusia, maka hal itu dengan sendirinya akan menjauhkan umat Muslim dari Islam. Islam tidak boleh dikaitkan dengan istilah lain misalnya Islam moderat, Islam madani, dan sebagainya. Yang ada hanya satu Islam, yaitu Islam yang mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah.18 Islam merupakan sistem yang komperehensif yang mengatur segala segi kehidupan, baik ruhani maupun praktikal, serta mengatur urusan-urusan manusia dalam kehidupanya di dunia dan akhirat sesuai dengan undang-undang dan nilainilai akhlak yang harus dituruti.19 Abu Jibril menegaskan bahwa, Islam adalah satu-satunya undang-undang kehidupan dan peraturan hidup yang hakiki bagi manusia dan diridhoiNya. Oleh karena itu, barang siapa yang menjalankan syariat Islam dalam hidupnya maka akan mendapatkan jaminan kehidupan yang mulia di dunia dan akhirat dari Allah 17
Haris Firdaus ”Abu Jibril” tersedia di http://rumahmimpi.net/2010/04/abu-jibril/ Internet; diunduh 21 september 2012. 18 “Abu Jibril: Ulama Sekarang Mewakili Penguasa” tersedia di http://abujibriel.com/ Internet; diunduh 21 september 2012. 19 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), X.
7
SWT. Untuk menjaga kesucian agama Islam, Allah SWT telah mengirimkan orang-orang yang berupaya mengembalikan syariat sesuai dengan yang diturunkan oleh Allah SWT dan membumikan sunnah-sunnah yang diwariskan Rasulullah SAW kepada umat saat ini. Mereka dijadikan oleh Allah SAW sebagai wali di muka bumi untuk tetap mengawal umat sehingga tidak berbelok ke arah yang berseberangan dengan jalan Islam.20 Abu Jibril secara tegas menolak sistem demokrasi yang dalam pandanganya tidak sesuai dengan syariat Islam. Demokrasi sejatinya merupakan suatu bentuk pemerintahan yang ditata dan diorganisasikan berdasarkan prinsipprinsip kedaulatan rakyat, kesamaan politik, konsultasi atau dialog dengan rakyat dan berdasarkan pada aturan suara mayoritas.21 Keseriusan Abu Jibril dalam memperjuangkan tegaknya Syariat Islam dapat dilihat dari sikap konsisten beliau dalam berdakwah dan memimpin MMI. MMI dibawah kepemimpinan Abu Jibril bertekad meneruskan kebijakankebijakan sebelumya, antara lain berfungsi sebagai motivator umat untuk penegakan syariat Islam dalam lingkup keluarga, masyarakat, dan pemerintahan negara, serta membuat fatwa tentang kasus-kasus tertentu mengenai ajaran-ajaran yang menyimpang dari Islam seperti ajaran Ahmadiyah,22 Syi’ah23 yang dianggap sesat dan menyesatkan. 20
Abu Jibril “Berilmu Dahulu, Beramal Kemudian” tersedia di http://abujibriel.com/ internet; diunduh 26 september 2012. 21 Trubus Rahardiansyah, Pengantar Ilmu Politik: Konsep Dasar, Paradigma dan Pendekatanya (Jakarta: Universitas Trisakti, 2006), 121. 22 Ahmadiyah, adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889, di sebuah kota kecil yang bernama Qadian di negara bagian Punjab, India. Jemaat Ahmadiyah adalah satu organisasi keagamaan yang bersifat Internasional yang telah tersebar di lebih dari 200 negara di dunia. Salah satu bentuk pengkhidmatan Jemaat Ahmadiyah Internasional adalah menterjemahkan Al-Quran ke dalam
8
Abu Jibril dan MMI selalu berupaya untuk memperkenalkan sekaligus memperkuat ingatan umat tentang syariat Islam melalui jalan dakwah. Abu Jibril sebagai Amir MMI tidak henti-hentinya mendakwahkan betapa pentingnya syariat Islam bagi keberlangsungan kehidupan sosial bangsa Indonesia menuju kehidupan yang lebih baik. Sejarah Islam di masa modern ini merupakan interaksi terus-menerus antara ajaran-ajaran Islam dan gerakan-gerakan perubahan. Namun kenyataanya, kekuatan dan interaksi Islam dalam pembaharuan sosial dan politik sering tidak diperhatikan atau kurang mendapat perhatian. Sejatinya, kebangkitan Islam bukan merupakan akibat dari perasaan keterasingan massal atau penolakan terhadap modernisasi, akan tetapi munculnya Islam kembali sebagai bagian penting dari ideologi politik.24 Cita-cita Abu Jibril untuk mewujudkan tegaknya Syariat Islam di Indonesia tentu bukanlah hal mudah, mengingat Indonesia merupakan negara bahasa-bahasa besar di dunia dan penerjemahan Al-Quran sudah hampir mencapai 100 bahasa di dunia. Tersedia di http://www.ahmadiyya.or.id/index.php/artikel/sejarah-jemaat-ahmadiyah. Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Pada tahun 1980 Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah aliran yang sesat dan menyesatkan. Di Indonesia aliran ini bermarkas di Parung, Bogor yang memiliki kampus yang dinamakan Kampus MUBARAK untuk mencetak kader mubaligh Ahmadiyah. Tersedia di, http://ahmadiyah.20m.com/. Internet; diunduh 21 september 2012. 23 Syiah dalam pengertian bahasa, adalah Pengikutan, Pembelaan atau menyatu untuk pembelaan dan kepentingan seseorang, atau sesuatu perkara, pada mulanya kata itu adalah umum tidak spesifik untuk sesuatu golongan;' tetapi kemudian kata Syiah itu menjadi spesifik untuk mereka yang menamakan din pengikut Ali dan keluarganya. Syiah lmamiyah Itsna Asyariyah, Ja'fariyah ; sekte Syiah inilah yang merupakan mayoritas di kalangan Syiah di seluruh Dunia, mereka berada di Iran, Irak, Libanon, sebagian kecil di India, Pakistan dan negeri-negeri Teluk Mereka menamakan diri mereka Imamiyah atau Itsna Asyariyah, karena mereka percaya bahwa sesudah Rasulullah S.A.W. yang boleh ada sebagai Khalifahnya hanya Dua belas Imam yang bersifat Ma'shum seperti halnya Nabi. Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syi'ah. Hubungan antara Sunni dan Syi'ah telah mengalami kontroversi sejak masa awal terpecahnya secara politis dan ideologis antara para pengikut Bani Umayyah dan para pengikut Ali bin Abi Thalib. Tersedia di, http://www.syiah.net/2007/10/agama-syiah-danlandasan-kepercayaannya-bag-1.html Internet; diunduh 21 september 2012. 24 Jhon L. Esposito, Identitas Islam: Pada Perubahan Sosial-Politik (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), 5.
9
yang kaya akan keanekaragaman suku bangsa, budaya, hingga agama. Namun harapan untuk menumbuhkan semangat penegakan syariat Islam tidak pernah pupus dari benak Abu Jibril. Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka dalam penulisan skripsi ini penulis ingin mengkaji lebih jauh mengenai konteks spesifik dan makro yang telah mendorong bangkitnya radikalisme baik itu sebagai pemikiran dan gerakan yang menjadikan Abu Jibril sebagai studi kasus dalam penelitian ini.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Studi ini menjadikan Abu Jibril sebagai studi kasus, seorang aktifis Muslim yang menjelma menjadi tokoh Islam Radikal yang kontroversial yang berkeinginan untuk merubah tatanan sosial politik Indonesia yang dituduhnya sekuler menjadi tatanan sosial yang lebih Islami. Untuk memudahkan penelitian ini, maka penulis membatasi masalah pada pemikiran dan gerakan politik Islam Radikal Abu Jibril. Adapun rumusan masalahnya dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1.
Apa faktor dan konteks spesifik yang memungkinkan seorang aktifis Islam seperti Abu Jibril menjelma menjadi pemikir dan aktifis Islam Radikal?
2. Apa saja wacana dominan
Islam Radikal yang digagas dan
diobsesikan Abu Jibril? Dan apa yang menginspirasi Abu Jibril untuk memantapkan dirinya menjadi aktifis Islam Radikal?
10
3. Bagaimana cara Abu Jibril mewujudkan wacana tersebut secara konkret ke dalam masyarakat Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami secara jelas mengenai faktor dan konteks spesifik yang memungkinkan berubahnya aktifisme Islam yang normal menjadi Radikal yang juga berarti merubah aktifisnya menjadi aktifis Islam Radikal. Penelitian ini mencermati bagaimana proses-proses dan konteks yang membuat seorang aktifis Muslim menjelma menjadi aktifis dan tokoh Islam Radikal. Dalam studi ini akan juga dilihat apa saja wacana dominan yang diobsesikan oleh aktifis Islam Radikal dan bagaimana cara mereka mewujudkannya dalam masyarakat. Sedangkan manfaat penelitian ini adalah untuk memperkaya wacana politik Islam, terutama kajian politik
Islam Radikal. Penulis berharap agar
penelitian ini secara khusus bermanfaat dalam membantu untuk memahami bagaimana seorang aktifis Islam berubah menjadi aktifis Islam Radikal serta agenda yang mereka perjuangkan dan bagaimana cara mewujudkannya dalam masyarakat.
D. Tinjauan Pustaka Telah terdapat banyak studi yang mengkaji gerakan Islam Radikal di Indonesia. Studi-studi yang membahas mengenai pergerakan politik kelompokkelompok Islam Radikal, seperti buku M. Zaki Mubarak, Genealogi Islam
11
Radikal di Indonesia: Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokrasi (2008). Buku ini
membahas
mengenai
transisi
demokrasi
di
Indonesia
yang
pada
perkembanganya telah menimbulkan ekses yang membuat makin subur dan berpengaruhnya elemen Islam Radikal yang dari segi doktriner tidak bersahabat dengan demokrasi. Kelompok Islam garis keras ini seringkali muncul menjadi kelompok penekan terhadap pemerintah yang berkuasa. Kajian lain tentang Islam Radikal adalah karya Noorhaidi Hasan berjudul Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-Orde Baru (2008). Buku ini memberi kontribusi amat penting untuk memahami Islam Radikal di Indonesia sebagai bentuk ekspansi Islam politik dalam perpolitikan di Indonesia pasca-Orde Baru. Menurutnya, “fenomena pergeseran aksi pergerakan dari gerakan salafi menuju aktifisme politik dan militansi tidak terlepas dari ambisi-ambisi politik para pemimpin gerakan yang melihat perubahan cepat dalam perpolitikan di Indonesia yang justru mempermudah untuk membangun aksi-aksi kolektif.”25 Kajian lainnya adalah “Mendiskusikan Radikalisme Islam: Definisi dan Strategi Wacana”, juga oleh Noorhaidi Hasan.26 Dalam artikel ini Noorhaidi membahas seberapa dalamnya pengaruh
Islam Radikal di Indonesia. Dalam
tulisan ini, Noorhaidi juga menjelaskan hubungan erat antara Islam Radikal dengan Islamisme. Menurutnya, Radikalisme dan Islamisme bertujuan untuk “menuntut reposisi peran Islam dalam ruang diskursif dan landskap politik, 25
Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2008)l, hal. 26 Noorhaidi Hasan, “Mendiskusikan Radikalisme Islam: Definisi dan Strategi Wacana,”Masjid dan Pembangunan Perdamaian: Studi Kasus Poso, Ambon, Ternate, dan Jayapura (Jakarta: CSRC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), hal. 45-70.
12
ekonomi, sosial, dan budaya.” Sedangkan Islamisme menurut Noorhaidi “Bagaikan titik patahan dalam rentang panjang sejarah, yang terkait erat dengan gejala perubahan sosial, politik dan ekonomi yang diakibatkan oleh persentuhan dunia Islam dengan modernisasi dan globalisasi.”27 Berdasarkan literatur-literatur yang penulis paparkan di atas, maka bisa dilihat bahwa tidak ada unsur kesamaan antara hasil penelitian penulis dengan literatur-literatur tersebut.
F. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe kualitatif. Prosedur
penelitian
ini
menghasilkan
data
yang
deskriptif,
yaitu
menggambarkan dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti, dalam hal ini mengenai politik Islam Radikal. Penelitian ini akan mengkaji lebih jauh mengenai konteks spesifik dan makro yang telah mendorong bangkitnya radikalisme baik itu sebagai pemikiran dan gerakan yang menjadikan Abu Jibril sebagai studi kasus dalam penelitian ini. 2. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Wawancara mendalam. Wawancara ini upaya pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya-jawab dengan responden (Abu Jibril) dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak berstruktur. Teknik ini 27
Noorhaidi Hasan, “Mendiskusikan Radikalisme Islam: Definisi dan Strategi Wacana,”Masjid dan Pembangunan Perdamaian: Studi Kasus Poso, Ambon, Ternate, dan Jayapura (Jakarta: CSRC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), hal. 48.
13
berguna untuk mendapatkan informasi dari orang pertama secara langsung sehingga nilai informasi itu dapat disebut penting dan terpercaya. b. Observasi. Yaitu pengamatan yang penulis lakukan secara langsung terhadap aktivitas Abu Jibril dengan mengikuti pengajian yang dipimpinnya selama beberapa kali. c. Studi literature dan dokumentasi. Yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai masalah-masalah yang bersangkutan melalui sumber-sumber bacaanberupa buku, surat kabar, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan objek yang sedang diteliti. 3. Teknik Analisa Data Adapun teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun dengan cara memberikan interpretasi secara hati-hati terhadap data-data tersebut. Dengan menggunakan teknik penelitian ini berharap dapat memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta seputar politik Islam Radikal, khususnya mengenai menjelmanya seorang aktifis Muslim menjadi aktifis Islam Radikal, agenda-agenda yang diimpikannya serta cara mereka memperjuangkan agenda tersebut. Untuk pedoman penulisan ini penulis menggunakan buku terbitan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Panduan Penyusunan Proposal dan Skrispi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012 sebagai referensi.
14
G. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang akan diuraikan secara ringkas, dari masing-masing bab sebagai berikut: Bab pertama, berisi pendahuluan yang terdiri dari sub-sub bab yang menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoretis dan sistematika penulisan. Bab kedua, membahas mengenai Islam Radikal dan Islamisme. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai konsep Islam Radikal, Islamisme sebagai upaya memperjuangkan Islam sebagai sistem politik. Dan Islam Radikal pasca runtuhnya Orde Baru. Bab ketiga, berisi mengenai Profil Abu Jibril. Dimulai dari riwayat hidup serta latar belakang pendidikanya. Dalam bab ini juga akan dibahas mengenai aktifitas sosial politik Abu Jibril. Bab keempat, dalam bab ini membahas pemikiran politik Islam Abu Jibril mengenai jihad dan upaya penegakan syariat Islam. Pembahasan ini mengajak kita untuk memahami jihad dalam pandangan kelompok Islam Radikal yang diwakili oleh Abu Jibril. Juga akan dibahas lebih mendalam mengenai usahausaha penegakan syariat Islam di Indonesia. Dan Penolakan Abu Jibril terhadap Demokrasi dan Pancasila. Bab kelima, adalah bab terakhir yang berisikan kesimpulan, saran dan kritik berkaitan dengan masalah yang diajukan dari keseluruhan skripsi ini.
15
BAB II ISLAM RADIKAL DAN ISLAMISME A.
Islam Radikal Kata radikal atau radic secara bahasa berarti mengakar. Perubahan radikal
berarti perubahan mendasar karena hal itu menyangkut upaya penggantian dasardasar yang berubah tadi.28 Istilah radikalisme sebenarnya bukanlah konsep asing dalam ilmu sosial. Disiplin politik, sosial, dan sejarah sejak lama telah menggunakan terma ini untuk menjelaskan fenomena sosial tertentu. Kata radikal digunakan sebagai indikator sikap penolakan total terhadap seluruh kondisi yang sedang berlangsung.29 Radikalisme sendiri merupakan suatu bentuk gerakan yang berusaha untuk merombak secara total tatanan sosial politis yang ada dengan menggunakan kekerasan.30 Maka dari itu, radikalisme selalu dihubung-hubungkan dengan benturan tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan dengan tatanan nilai yang telah mapan saat itu. Radikalisme merupakan respon terhadap suatu kondisi yang dianggap tidak sesuai dengan keinginan sehingga menimbulkan suatu bentukbentuk penolakan atau perlawanan. Dengan demikian, Islam Radikal adalah suatu bentuk gerakan yang berusaha untuk merombak secara total tatanan sosial politik yang ada dengan menggunakan kekerasan untuk menawarkan alternatif sistem pemerintahan yang lebih Islami yang diyakinnya dapat mewujudkan kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat Indonesia. 28 29
Turmudi dan Sihbudi, ed., Islam dan Radikalisme di Indonesia, 281. Bahtiar Effendy dan Hendro prasetyo, ed., Radikalisme Agama (Jakarta: PPIM-IAIN,
1998),xvii. 30
Zainuddin Fananie, dkk, Radikalisme Keagamaan dan Perubahan Sosial (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2002), 1.
16
Kemunculan para aktifis Islam Radikal mengindikasikan bahwa mereka menolak secara menyeluruh tertib sosial yang sedang berlaku. Dengan kata lain, perubahan pola pikir sebagian kecil masyarakat yang diwujudkan dalam aktifisme kelompok radikal keagamaan, barangkali merupakan upaya yang diusahakan sebagian masyarakat untuk ikut menyelesaikan masalah-masalah sosial melalui penegakan nilai-nilai keagamaan secara ketat dan sifatnya mendesak. Namun, aksi-aksi yang dilancarkan kelompok-kelompok radikal seringkali menimbulkan ketegangan di tengah-tengah masyarakat dalam setiap kemunculanya. Justifikasi radikal diberikan oleh masyarakat karena kelompok-kelompok ini umumnya bersifat intoleran.31 Munculnya pandangan negatif masyarakat terhadap kelompok radikal barangkali dikarenakan kemunculan kelompok radikal selain melalui proses yang panjang, biasanya kelompok ini cenderung bersifat eksklusif. Masyarakat baru mengetahui suatu kelompok radikal jika kelompok ini secara langsung terlibat dalam satu aktifitas di ruang publik yang bisa dilihat langsung oleh masyarakat. Jadi, tidak mengherankan jika kemunculan kelompok radikal sering disalahtafsirkan. Namun yang patut dicermati bahwa radikalisme sebenarnya bukanlah suatu masalah sejauh ia hanya bersarang dalam pemikiran para penganutnya. Tetapi, ketika radikalisme pemikiran bergeser menjadi gerakan-gerakan radikal, maka jelas akan menimbulkan masalah, terutama ketika cita-cita radikal tersebut
31
Fananie, dkk, Radikalisme Keagamaan dan Perubahan Sosial, 1.
17
dihalangi dan mendapat tentangan dari pihak lain, maka situasi yang muncul adalah radikalisme yang diiringi oleh kekerasan.32
B.
Islamisme: Upaya Memperjuangkan Islam Sebagai Sistem Politik Islamisme berangkat dari dasar yang meyakini bahwa Islam merupakan
agama yang di dalamnya terkandung norma-norma beserta ajaran yang bersifat komperehensif dan unggul. Oleh karena itu, Islam patut untuk dijadikan sebagai pedoman utama bagi manusia guna mawujudkan kehidupan yang tertib dan teratur. Islamisme merupakan sebuah proyek yang kegiatanya terfokus pada negara. Islamisme berusaha untuk mencari tatanan politik yang lebih sempurna dengan cara mendirikan lembaga-lembaga negara, atau berusaha untuk mengendalikan yang sudah ada sehingga Islam dapat mendominasi segala aspek kehidupan untuk dapat mencapai keadilan dan menjaga integritas umat Muslim.33 Islam Radikal memiliki kaitan dengan Islamisme yang bertujuan menuntut reposisi umat Islam. Islamisme bagaikan titik patahan dalam rentang panjang sejarah, yang terkait erat dengan gejala perubahan sosial, politik dan ekonomi yang diakibatkan oleh persentuhan dunia Islam dengan modernisasi dan globalisasi.34 Pergerakan Islamisme terbagi dalam tiga arus utama di antaranya dakwah, politik, dan jihad. Ketiga arus tersebut bersifat dinamis, maksudnya bersifat 32
Turmudi dan Sihbudi, ed., Islam dan Radikalisme di Indonesia, 5. Ricklefs, M.C, Islamisation and its opponents in Java: a political, social, cultural, and religious history, (Singapore: NUS Press,2012), 515. 34 Noorhaidi Hasan. dkk, Masjid dan Pembangunan Perdamaian: Studi Kasus Poso, Ambon, Ternate, dan Jayapura, (Jakarta: CSRC UIN, 2011), 48. 33
18
dinamis karena asal mula dari Islamisme politik bisa saja adalah gerakan dakwah, dan pada perkembanganya gerakan dakwah dapat pula berubah menjadi suatu gerakan yang bersifat politis, dan pelebaran pola perjuangan pada giliranya dapat melahirkan sebuah transformasi gerakan politis menuju gerakan jihadis. Transformasi yang berlangsung tergantung dari kondisi yang terjadi saat itu. Gerakan Islamis sendiri tidak serupa satu dengan lainya, semua tergantung dari strategi perjuangan masing-masing kelompok.35 Arus Islamisme yang pertama ialah Islamisme politik kontemporer yang dapat dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang menerima demokrasi dan mendukung konstitusi. Umumnya kelompok ini cenderung terbebas dari stigma radikal, karena Islamisme politik ini bergerak dengan pendekatan damai dan akomodatif. Kelompok Islamis tipe ini senantiasa mendukung konstitusi yang berlaku, mereka cenderung untuk menjauhi jalan revolusioner dalam mencapai tujuanya. Misi Islamis yang diembanya biasanya disampaikan dalam bentuk pengajuan perubahan konstitusi melalui partai Islam yang terlibat dalam proses pemerintahan.36 Arus Islamisme yang kedua ialah dakwah salafi, merupakan kelompok Islamisme politik yang biasanya secara terang-terangan menolak sistem pemerintahan demokratis dan konstitusional, dan dalam aksinya mereka kerap mempropagandakan Islam sebagai sistem pemerintahan alternatif yang ideal dan jauh lebih baik. Salafi atau salaf yang berarti para pendahulu. Secara terminologis
35 al-Makassary dan Gaus AF, ed., Benih-Benih Islam Radikal di Masjid: Studi Kasus Jakarta dan Solo, 12 36 al-Makassary dan Gaus AF, ed., Benih-Benih Islam Radikal di Masjid: Studi Kasus Jakarta dan Solo, 13.
19
berarti mereka adalah para pengikut generasi Islam terdahulu, seperti para sahabat nabi, Tabi’in (pengikut sahabat nabi), dan Tabi’un (para pengikut Tabi’in).37 Di Indonesia pengaruh dakwah salafi cukup kuat. Kelompok ini cenderung mananggapi dengan sikap positif suatu rezim yang tegak dibawah pemimpin Muslim. Para pengiikut salafi tidak menggunakan kekerasan dalam aksi perrjuangan mereka. Kekerasan hanya boleh dilakukan semata-mata sebagai perang melawan musuh-musuh Islam demi tujuan dakwah. Dan arus Islamisme yang ketiga adalah kelompok Islamisme jihadis, yaitu kelompok Islamisme yang seringkali diidentikan dengan aksi kekerasan, teror, dan tindak anarki yang berbahaya, oleh karena itu stigma radikal sangat melekat kuat pada kelompok ini. Islamisme jihadis-radikal (menolak sama sekali untuk berpartisipasi didalam kerangka sistem demokrasi) yang sering didefinisikan sebagai kelompok perjuangan bersenjata Islam yang muncul dalam tiga bentuk, pertama, internal ( memerangi rezim Muslim yang dianggap sesat atau thoghut). Kedua, iredentist (berperang untuk merebut wilayah yang diperintah oleh kaum non-Muslim). Ketiga, global (memerangi dominasi barat).38 Dari ketiga arus Islamisme di atas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa kelompok-kelompok Islamis dimanapun keberadaanya selalu berusaha untuk mengganti sistem dan aturan sosial politik yang ada dengan aturan sosial dan norma yang didasarkan pada Islam. Karena memang tujuan perjuangan mereka adalah pendirian negara Islam atau pemberlakuan sistem Islam sebagai aturan
37 al-Makassary dan Gaus AF, ed., Benih-Benih Islam Radikal di Masjid: Studi Kasus Jakarta dan Solo, 15. 38 International Crisis Group (ICG), “Understanding Islamism”. Lihat,Burhanuddin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah (Jakarta: Gramedia, 2012), 49.
20
sosial utama dalam kehidupan masyarakat. Perjuangan dengan jalan damai ataupun kekerasan yang dipilih semua dikembalikan lagi pada nilai yang diyakini para aktor Islamis dalam kegiatan aktifisme Islam yang dijalani kelompoknya. Perjuangan para Islamis umumnya dipengaruhi teologi salafi yang ajaranya menganjurkan untuk kembali kepada al-qur’an, sunnah, dan hukum syariat. Hal ini karena dalam pandangan Islamisme, Islam diyakini sebagai suatu sistem kehidupan yang lengkap dan bersifat universal. Maka dari itu, penerapan syariat dianggap sebagai hal penting yang harus segera terlaksana. Gerakan Islamis memandang bahwa masyarakat yang terdiri dari orang-orang Islam saja tidak cukup, tapi harus Islami dalam landasan maupun strukturnya.39 Argumentasi-argumentasi Islamisme semacam itu secara bertahap telah mampu melahirkan transformasi pergerakan kaum Islamis menuju ranah politik. Perubahan iklim politik tersebut dinilai akan mempermudah gerakan-gerakan Islamis dalam memperjuangkan visi misi Islam yang diembanya. Perubahan politik dan terbukanya kesempatan telah menumbuh suburkan berbagai gerakan Islamis yang dahulu kala pergerakanya hanya sampai di bawah tanah kini berani tampil terbuka untuk mempromosikan Islam sebagai sistem pemerintahan alternatif paling ideal. Lahirnya gerakan sosial sebenarnya merupakan suatu aksi kolektivitas yang bertindak untuk mendorong atau mencegah terjadinya perubahan dalam masyarakat atau kelompok dimana mereka menjadi bagian didalamnya. Sebagai suatu bentuk aksi kolektif, gerakan sosial merupakan suatu tindakan yang telah 39
M Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal : Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), 20.
21
membentuk pola tingkah laku, identitas, kepentingan yang khas sebelum mengorganisasikan diri dan memobilisasi sumber daya untuk mencapai tujuanya.40 Eksistensi gerakan sosial membutuhkan proses mobilisasi politik yang bertujuan menguatkan basis organisasi gerakan dengan memobilisasi masa melalui bentuk pengkaderan. Mobilisasi umumnya disertai dengan pengerahan golongan masyarakat awam dalam upaya mencoba menggunakan kekuatan melawan golongan elit, penguasa dan kelompok lawan. Mobilisasi sumber daya merupakan gerakan kolektif sebagai aksi-aksi rasional, bertujuan, dan terorganisasi.41 Keberhasilan mobilisasi sumber daya yang dipengaruhi beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal biasanya berasal dari organisasi dan kepemimpinan. Sedangkan faktor eksternal biasanya dipengaruhi oleh peluang politik yang ada serta lembaga politik yang menunjangnya.42 Kepemimpinan memegang peranan inti dalam gerakan sosial. Dalam membentuk karakter seorang individu untuk dimobilisasi kedalam aktifitas gerakan sosial, biasanya para pemimpin mengidentifikasi perasaan ketidakadilan yang dialami individu yang terangkum dalam kelompok, membangun identitas kolektif, serta memfasilitasi pengembangan strategi dan pelaksanaan aksi kolektif 40
Darmawan Triwibowo dan Moh. Syafi’ Alielha, “Mengangankan Perubahan Sosial: Analisis Perkembangan Bantuan Hukum Struktural di Indonesia” dalam Darmawan Triwibowo, ed., Gerakan Sosial: Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi (Jakarta: LP3ES, 2006), 157. 41 Darmawan Triwibowo dan Moh. Syafi’ Alielha, “Mengangankan Perubahan Sosial: Analisis Perkembangan Bantuan Hukum Struktural di Indonesia” dalam Triwibowo, ed., Gerakan Sosial: Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi , 157. 42 Darmawan Triwibowo dan Moh. Syafi’ Alielha, “Mengangankan Perubahan Sosial: Analisis Perkembangan Bantuan Hukum Struktural di Indonesia” dalam Triwibowo, ed., Gerakan Sosial: Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi, 158.
22
dengan memanfaatkan peluang politik yang tersedia. Peranan pemimpin menduduki posisi penting dalam membangkitkan ketidakpuasan menjadi sebuah gerakan protes.43 Dalam memobilisasi sumber daya, faktor lain yang mempengaruhi adalah struktur peluang politik yang tersedia. Faktor ini merujuk pada kondisi sistem politik yang bisa memfasilitasi namun bisa juga menghambat pertumbuhan gerakan sosial. Namun, struktur peluang politik yang ada tidaklah bersifat tetap dan tantangan bagi
gerakan sosial adalah mengidentifikasikan serta
mendayagunakanya secara optimal. Karakter kelembagaan politik yang ada juga menentukan keberhasilan proses mobilisasi.44 Dalam hal ini, tiga konsep gerakan sosial yang penting diantaranya, struktur peluang politis (political opportunity), siklus penentangan (cycles of contention), dan pembikaian (framing).45 Konsep struktur peluang politis menjelaskan bahwa kebangkitan gerakan sosial seringkali dipicu oleh perubahan besar yang terjadi dalam struktur politik. Perubahan drastis semacam ini membuka banyak peluang yang menyediakan keuntungan-keuntungan bagi aktor sosial untuk memprakarsai fase-fase baru politik penentangan dan mendorong masyarakat untuk ikut mengambil peluang. Seiring dengan terbukanya peluang politik, gerakan sosial menjadi suatu siklus
43
Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokrasi, 27. 44 Darmawan Triwibowo dan Moh. Syafi’ Alielha, “Mengangankan Perubahan Sosial: Analisis Perkembangan Bantuan Hukum Struktural di Indonesia” dalam Triwibowo, ed., Gerakan Sosial: Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi, 158. 45 Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia PascaOrde Baru, 131.
23
kehidupan, dari tahap perencanaan, ke tahap pembentukan, dan konsolidasi.46 Dari tahapan-tahapan inilah seorang awam bertransformasi menjadi aktifis gerakan sosial, yang mana siklus kehidupan membawa seorang aktifis pergerakan berubah
menjadi
ideolog
sesuai
dengan
peluang
politis
yang
ada.
Keberlangsungan suatu gerakan sosial banyak ditentukan oleh seberapa lama peluang politik tersedia. Kemunculan para aktifis Islam Radikal sebetulnya dipengaruhi oleh kejatuhan rezim Orde Baru yang secara dramatis telah mengakibatkan perubahan politik besar-besaran di Indonesia. Perubahan politik tersebut ditandai dengan adanya kebebasan politik yang menimbulkan efek bagi seluruh anggota masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam segala bentuk aksi-aksi politik. Kondisi semacam ini telah melahirkan berbagai kelompok identitas dan kelompok-kelompok kepentingan yang beramai-ramai mengisi ruang-ruang publik yang tersedia. Bagian penting lainya dari kelahiran gerakan sosial adalah siklus penentangan. Siklus penentangan lahir dari sekelompok orang yang tidak memiliki kuasa apapun namun berusaha melakukan aksi penentangan melawan pemerintahan yang ada. Aksi penentangan terjadi dikarenakan adanya tuntutantuntutan baru yang memaksa untuk segera direalisasikan. Siklus penentangan tumbuh demi untuk mewujudkan tujuan-tujuan kolektif yang dilatarbelakangi oleh rasa solidaritas para anggota kelompok.47
46 Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia PascaOrde Baru, 132. 47 Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia PascaOrde Baru, 131.
24
Kondisi penting lainya yang melatarbelakangi kemunculan gerakan sosial adalah pembingkaian. Proses pembingkaian terjadi ketika aktor gerakan sosial mengemukakan wacana-wacana di tengah masyarakat yang akan dijadikan target mobilisasi.48 Pembingkaian sebenarnya merupakan suatu proses yang dilakukan dengan cara menampung berbagai aspirasi, keluhan dan permasalahan berdasarkan arah pembingkaian yang telah ditentukan. Para pelaku gerakan sosial merupakan individu-individu atau kelompok yang tengah mengembangkan strategi untuk dapat mencapai tujuan dasar mereka. Perasaan diskriminasi dan ketidakadilan yang dirasakan sebetulnya hanyalah perasaan yang sifatnya tidak langsung dalam suatu gerakan sosial, tapi hal tersebut suatu waktu bisa berubah wujud menjadi gerakan sosial bila terdapat sumber daya yang memadai untuk dimobilisasi serta adanya peluang besar untuk menggerakan aksi-aksi kolektif.
C. Islam Radikal di Indonesia Pasca Orde Baru Sepak terjang gerakan radikal selalu menimbulkan ketakutan tersendiri bagi masyarakat. Gerakan Islam Radikal telah menjadi isu politik di tengah masyarakat seiring dengan serangkaian aksi peledakan bom di beberapa tempat di Indonesia antara tahun 1990 hingga menjelang tahun 2000. Kecurigaan publik mengarah langsung kepada kelompok-kelompok Islam Radikal yang dituduh sebagai pihak-pihak paling bertanggung jawab dari aksi kekerasan yang telah menghilangkan ratusan nyawa tersebut. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah 48
Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia PascaOrde Baru, 132.
25
bagaimana kelompok Islam Radikal bisa tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat Indonesia yang dikenal ramah dan cinta damai? Apa penyebab utamanya? Dan sikap subversif rezim Orde Baru kepada para aktifis Islam Radikal disebut-sebut sebagai salah satu penyebab tumbuh suburnya gerakangerakan ini.49 Dan pergerakan kelompok Islam Radikal semakin terlihat nyata dan terbuka pada kondisi Indonesia setelah ditinggalkan kekuasaan Orde Baru, ketika reformasi mengalirkan demokratisasi ke tengah-tengah publik. Runtuhnya rezim Orde Baru diikuti dengan munculnya rasa trauma terhadap Pancasila. Ketakutan terhadap Pancasila ini merebak karena dasar negara itu dianggap identik dengan rezim Orde Baru. Pancasila seakan menandakan adanya semacam trauma terhadap dasar negara yang menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya sumber nilai kebenaran itu.50 Keutamaan Pancasila sebagai ideologi tunggal negara membuatnya kerap kali berbenturan dengan norma-norma atau ideologi lain yang hidup ditengah masyarakat, bahkan benturanya dengan ajaran-ajaran agama juga tidak terelakan. Benturan itu tidak hanya pada level gagasan, bahkan melebar menjadi benturan sosial politik. Contohnya, pemaksaan asas tunggal bagi partai politik (parpol) dan organisasi masyarakat (ormas), penangkapan mereka yang tidak setuju asas tunggal, dan sebagainya.51 Hampir sepanjang pemerintahan Orde Baru, semua organisasi yang mendukung penerapan hukum Islam dipandang sebagai ancaman politik, dan
49
As’ad Said Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, (Jakarta: LP3ES,
2009), 50. 50 51
Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, 50. Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, 50.
26
negara melakukan upaya-upaya untuk mendepolitisisasi Islam. Kondisi ini mendesak banyak orang yang mendukung penerapan hukum Islam untuk menyingkir dan menuju pergerakan-pergerakan bawah tanah. Bagi para aktifis Muslim, tentu sangat menyulitkan menerima adanya asas tunggal, karena Pancasila yang merupakan buatan manusia, ditempatkan diatas Al-qur’an dan Islam yang berasal langsung dari Tuhan. Banyaknya permasalahan dan konflik yang menimpa Indonesia dengan ideologi pancasilanya, membuat para aktifis Muslim berani mengusulkan syariat Islam sebagai visi alternatif bagi masyarakat. Banyak aktifis Muslim menganggap politik asas tunggal sebagai upaya untuk mendepolitisisasi otoritas Islam. Orde Baru berusaha melemahkan dan mendepolitisisasi
Islam
politik
untuk
menghapuskan
kemampuannya
menghadirkan oposisi efektif terhadap rezim itu. Namun tentu bukan hal yang mudah bagi para aktifis Muslim untuk dapat merealisasikan cita-cita Islamis mereka. Ketiadaan jalur institusional untuk berpartisipasi adalah penghambat bagi pergerakan mereka. Ketiadaan akses justru malah membuat mereka semakin termarginalisasi, diasingkan, dan akhirnya berubah radikal. Kebijakan Orde Baru “menyembunyikan” Islam politik demi melenyapkan gerakan-gerakan tersebut justru semakin membuat pergerakan Islamis bawah tanah menjadi gerakan konservatif yang kuat berakar dan sama sekali tidak lenyap. Kenyataan yang ada, despolitisasi Islam politik justru telah banyak
27
meradikalkan para aktifis Muslim yang bercita-cita menjadikan Islam sebagai sistem alternatif ideal untuk masyarakat.52 Sampai saat ini hubungan antara Islam dan negara modern memang problematis, hal ini bisa kita lihat dari masih banyak pandangan dan mazhab yang tidak mudah dipertemukan apalagi disatukan. Dan realita yang terjadi, banyak timbul konflik di tengah masyarakat lantaran ambisi sebagian orang yang memimpikan berdirinya negara Islam, dan sejarah modern tidak pernah sepi dari wacana Islamisme tersebut. Gelombang reformasi telah memunculkan kembali wacana penyatuan agama-negara yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik Islam dan agenda Perda Syariah yang mulai di isukan di beberapa daerah. Mengamati fenomena gerakan Islam dirasakan tepat bila menempatkan negara sebagai faktor penting yang turut serta menumbuh suburkan gerakangerakan Islam. Hal ini dikarenakan kemunculan gerakan keagamaan pada umumnya, kendatipun tidak semuanya, merupakan reaksi terhadap negara, atas apa yang dipunya atau dilakukan negara, baik dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan,
kebijakan,
alokasi
sumberdaya,
kesediaan
untuk
mengakomodasikan berbagai kepentingan yang berkembang di masyarakat, dan lain sebagainya. Tidak hanya terbatas pada kemunculannya, bentuk, isi, pola maupun strategi yang diadopsi oleh gerakan-gerakan keagamaan itu pun pada dasarnya merupakan hasil penyesuaian terhadap sikap dan perilaku negara.53
52 Bahtiar Effendy, pengantar dalam Hwang, Umat Bergerak: Mobilisasi Damai Kaum Islamis di indonesia, Malaysia, dan Turki, (Jakarta: freedom Institute, 2011), xx. 53 Bahtiar Effendy, pengantar dalam Hwang, Umat Bergerak: Mobilisasi Damai Kaum Islamis di indonesia, Malaysia, dan Turki, xx.
28
Walaupun
mayoritas
penduduk
Indonesia
beragama
Islam,
tapi
kenyataanya negara tidak menempatkan Islam sebagai sumber hukum utama. Namun, negara tetap bersedia menerapkan syariat Islam walau hanya dalam hukum-hukum
tertentu,
seperti
hukum
waris,
perkawinan,
hibah,
dan
sebagainya.54 Di masa Orde Baru hubungan politik antara Islam dan negara tidak berjalan baik. Kecurigaan negara terhadap para aktifis gerakan Islam sangatlah kuat, para aktifis Islam dianggap sebagai musuh negara yang sewaktu-waktu dapat menjadi bumerang tersendiri untuk negara. Runtuhnya rezim Orde Baru setelah 32 tahun berkuasa, maka secara drastis negara berubah menjadi demokratis. Demokratisasi ini direspon baik oleh kalangan Islamis, banyak aktifis-aktifis Muslim yang bergabung dengan partai pemerintah, dan banyak juga yang mendirikan partainya sendiri, semua itu dilakukan demi memperjuangkan hukum Islam sebagai hukum positif utama dalam UUD kenegaraan. Wacana mewujudkan kembali Piagam Jakarta seketika kembali terdengar. Namun, perjuangan menegakan syariah Islam tidak selalu melalui aksi di parlemen, karena banyak juga aktifis-aktifis Muslim yang menunjukan keenggananya ikut serta dalam proses demokratis, namun tetap mempromosikan sistem pemerintahan Khilafah Islamiyah. Intinya, bagi kelompok Islamis, syariat Islam tidak akan mampu berjalan maksimal bila syariat Islam tidak dilibatkan langsung dalam sistem kenegaraan.55
54
Bahtiar Effendy, pengantar dalam Hwang, Umat Bergerak: Mobilisasi Damai Kaum Islamis di indonesia, Malaysia, dan Turki, xx. 55 Bahtiar Effendy, pengantar dalam Hwang, Umat Bergerak: Mobilisasi Damai Kaum Islamis di indonesia, Malaysia, dan Turki, xx.
29
Persoalan lainya pasca runtuhnya Orde Baru adalah, hampir tidak ada batasan yang mampu menghambat penyebaran ideologi di Indonesia.56 Penyebaran ideologi di Indonesia semakin kuat seiring dengan terjadinya aksi peledakan bom di beberapa daerah di Indonesia beberapa tahun silam yang menjadi indikasi kuat bahwa pertarungan ideologi tidak lantas berhenti dengan berakhirnya perang dingin. Dalam konteks Islam, ideologisasi muncul belakangan ketika beberapa wilayah Islam harus berhadapan dengan modernisme barat yang ditegaskan melalui kolonialisme. Hampir seluruh pranata intelektual Islam saat ini tidak memiliki pemikiran tandingan yang dapat dipakai untuk menghadapi barat. Pada awal abad ke-20 munculah para konseptualisasi atau ideologisasi Islam. Jamaludin
al-Afgani57
(1839-1897)
adalah
perintis
awal
yang
mengonseptualisasikan ajaran Islam sebagai sebuah semangat perlawanan terhadap kolonialisme dengan membentuk partai politik Hizbul Wathon di Mesir. Melalui partai itu Afgani mulai bersikap keras terhadap penguasa Islam tradisional dan mulai melakukan perlawanan terhadap barat. Menurut Afgani, tersisihkanya Islam jika dibandingkan dengan barat semata-mata karena tidak 56
Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, 290. Jamaluddin al-Afgani dilahirkan dalam tahun1838. Ia merupakan seorang pemikir Islam, aktifis politik, dan jurnalis terkenal. Afghani, penganjur pembaharuan Islam dan penentang yang gigih terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh para penganut tarikat. Kebencian alAfgani terhadap kolonialisme menjadikannya perumus dan agitator paham serta gerakan nasionalisme dan pan-Islamisme yang gigih, baik melalui pidatonya maupun tulisan-tulisannya. Karenanya di tengah kemunduran kaum Muslimin gejolak kolonialisme bangsa Eropa di negerinegeri Islam, al-Afgani menjadi seorang tokoh yang amat mempengaruhi perkembangan pemikiran dan aksi-aksi sosial pada abad ke-19 dan ke-20. pada tahun 1876 ia melihat adanya campur tangan Inggris dalam soal politik di Mesir. Kondisi tersebut mendorong al-Afgani untuk terjun ke dalam kegiatan politik di Mesir. Ia bergabung dengan perkumpulan yang terdiri atas orang-orang politik di Mesir. Lalu pada tahun 1879, al-Afgani membentuk partai politik dengan nama Hizb al-Watani (Partai Kebangsaan). Dengan partai ini ia berusaha menanamkan kesadaran nasionalisme dalam diri orang-orang Mesir. Lihat, Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UI-Press, 1990). 57
30
adanya persatuan dalam Islam, Islam yang ada tercerai-berai sehingga menjadi lemah. Maka munculah gagasan Pan Islamisme, yaitu gagasan
yang
mengutamakan pentingnya persatuan Islam. Walau gagasanya tidak begitu berkembang, tapi melalui gagasan ini justru telah melahirkan gagasan nasionalisme Islam.
Nasionalisme tidak boleh mengabaikan pentingnya
persaudaraan sesama muslim yang mungkin bersifat lintas nasional. Gagasangagasan al-Afgani kemudian di sistematisasi dan dilanjutkan Mohammad Abduh58 (1849-1905) dan Rasyid Ridla59 (1865-1935), serta beberapa pengikut lainya, yang kelak menginspirasi lahirnya nasionalisme di timur tengah.60 Namun, Islam yang berdampingan dengan nasionalisme perlahan-lahan memudar, lantaran tidak mampunya negara-negara Islam di timur tengah dalam 58
Muhammad Abduh lahir di Delta Nil 1849, ia dilahirkan dari keluarga petani di Mesir Hilir. – meninggal di Iskandariyah (kini wilayah Mesir), 11 Juli 1905 pada umur 55/56 tahun) adalah seorang pemikir Muslim dari Mesir, dan salah satu penggagas gerakan modernisme Islam. Ia belajar tentang filsafat dan logika di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan juga murid dari Jamaluddin al-Afghani. Abduh percaya betul bahwa hanya melalui reformasi dalam bidang pendidikan umat Islam disatu sisi akan mendapatkan kebebasan dan kemampuan berfikir serta tahu hak-haknya, dan di sisi lain meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab dan kewajibanya. Lihat, Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UIPress, 1990). 59 Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-Qalmuni AlHusaini (dikenal sebagai Rasyid Ridha; 1865-1935) adalah seorang intelektual Muslim dari Suriah yang mengembangkan gagasan modernisme Islam yang awalnya digagas oleh Jamaluddin alAfghani dan Muhammad Abduh. Ridha mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat Muslim saat itu, dibandingkan masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan tersebut antara lain kecenderungan umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid), minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi. Ia berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan kembali ke prinsip-prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad dalam menghadapi realita modern.Kiprah Rasyid Ridha dalam dunia politik secara nyata dapat dilihat dalam aktivitasnya. Ia pernah menjadi Presiden Kongres Suriah pada tahun 1920, menjadi delegasi Palestina-Suriah di Jenewa tahun 1921. Ia juga pernah menjadi anggota Komite Politik di Kairo tahun 1925, dan menghadiri Konferensi Islam di Makkah tahun 1926 dan di Yerusalem tahun 1931. Ridha menerbitkan surat kabar yang bernama Al-Manar. Banyak kalangan ulama yang tertarik untuk membaca majalah Al-Manar dan mengembangkan ide yang diusungnya. Nama besarnya terus dikenang hingga ia wafat pada Agustus 1935. Lihat, Nidia Zuraya “Hujjatul Islam: Rasyid Ridha, Tokoh Reformis Dunia Islam” tersedia di http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/03/09/m0m63s-hujjatul-islamrasyid-ridha-tokoh-reformis-dunia-islam-5habis Internet; diunduh 20 Juni 2013. 60 Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, 290.
31
menemukan solusi dari ketegangan sosial politik dan intelektual, serta kegagalan negara-negara nasional yang dipimpin umat Islam untuk menghalau dominasi barat di negara mereka. Maka munculah Hasan al-Bana61 yang menawarkan alternatif ajaran Islam. Gagasanya doktrin Islam kafah. Al-Bana dengan Ikhwanul Muslimin mengakui Daulah Islamiyah sebagai instrument penting dalam mewujudkan pemberlakuan syariat. Sejak awal, al-Bana percaya dengan universalitas Islam sehingga sebaran dakwahnya tidak tersekat teritori negara.62 Secara doktrin gagasan al-Bana memang mengandung militansi yang kuat. Aspek inilah yang kemudian dielaborasi lebih dalam oleh Sayyid Qutb, 63 pemikir
61 Hassan al-Banna dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1906 di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir. Ia adalah seorang mujahid dakwah, peletak dasar-dasar gerakan Islam sekaligus sebagai pendiri dan pimpinan Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslimin). Ia memperjuangkan Islam menurut Al-Quran dan Sunnah hingga dibunuh oleh penembak misterius yang oleh banyak kalangan diyakini sebagai penembak 'titipan' pemerintah pada 12 Februari 1949 di Kairo. Didorong oleh fenomena yang disaksikanya sendiri di Kairo, berupa munculnya tradisi permissivisme dan jauhnya kehidupan dari akhlak Islam, yang seperti juga terjadi di berbagai tempat di dunia. menurut al- Bana, Islam adalah agama Allah yang satu, yang diwahyukan kepada para rasul dan nabi-Nya sejak dimulai risalah samawiyah hingga risalah penutupnya dengan kehadiran Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung satu aqidah dengan syari’ah beragam: ibadat dan muamalat. Pemikiran Hassan al-Banna dikenal memiliki dampak yang besar dalam pemikiran Islam modern. Untuk membantu meluruskan tatanan Islam, al-Banna menyerukan melarang semua pengaruh Barat dari pendidikan dan memerintahkan semua sekolah dasar harus menjadi bagian dari mesjid. Dia juga menginginkan larangan partai politik dan lembaga demokrasi lainnya dari Syura (Islam-dewan) dan ingin semua pejabat pemerintah menjadikan agama sebagai pendidikan utama. Hassan al-Banna melihat Jihad sebagai strategi defensive, yaitu telah menjadi kewajiban individual. Lihat, “Hasan Al Banna: Mengeja Islam Secara Kaffah” tersedia di http://www.hasanalbanna.com/kategori/peradaban/pemikiran-islam/ Internet; diunduh 20 Juni 2013. 62 Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, 292. 63 Sayyid Qutb lahir di Musha pada Oktober 1906. Beliau merupakan anggota utama Ikhwanul Muslimin Mesir pada era 1950 hingga 1960. Di tahun 1966 dia dituduh terlibat dalam rencana pembunuhan presiden Mesir Gamal Abdel Nasser dan dieksekusi dengan cara digantung. Sayyid qutb pernah menetap selama dua tahun di AS sekitar 1948-1950. Setelah kembali ke Mesir, ia mengundurkan diri dari pekerjaannya di Direktorat Pendidikan dan mengabdikan dirinya untuk gagasan demi membawa perubahan total dalam sistem politik Mesir. Ikhwan memperoleh vitalitas ideologis ketika Sayyid Qutb dalam sel penjaranya menulis sebuah buku di mana ia merevisi pemikiran Hassan al-Banna yaitu keinginan mendirikan sebuah negara Islam di Mesir setelah negara itu benar-benar mengislamkan seluruh lapisan kehidupan. Sayyid Qutb merekomendasikan bahwa pelopor revolusioner harus terlebih dahulu mendirikan negara Islam
32
kedua setelah al-Bana. Bagi Sayyid Qutb, Islam sebagai agama kaffah dapat dijadikan ideologi alternatif terhadap kapitalisme maupun sosialisme. Untuk bisa mewujudkanya harus ditarik garis pemisah yang tegas dengan ideologi-ideologi sekuler tersebut. Dalam konteks ini, jalan jihad adalah mulia, sebagaimana diajarkan dalam Islam.64 Qutb mengembangkan doktrim hakimiyyah, sebagai doktrin kunci yang mengajarkan tentang kedaulatan mutlak Tuhan. Tidak ada satupun undang-undang dan sistem kehidupan yang bisa diterima kecuali yang bersumber dari Allah SWT. Qutb berpendapat penguasa dan mereka yang menolak hukum Allah berarti telah jatuh kedalam kekafiran. Negara yang diperintah otomatis berubah menjadi dar al-harb, dimana jihad dalam pengertian perang menjadi sebuah keniscayaan. Inilah doktrin takfir yang dikembangkan Qutb yang mengilhami munculnya gerakan-gerakan Islam Radikal.65 Seiring perkembanganya, terdapat perkawinan gagasan lebih intensif antara Ikhwan, terutama pemikiran Sayyid Qutb, dengan salafi. Sintesis gagasan itu melahirkan sebuah gerakan yang lebih radikal, yaitu Jamaah Jihadi. Sosoksosok penting yang memadukan kedua paham itu ialah Mullah Umar66 dan
dan kemudian, dari atas memberlakukan Islamisasi pada masyarakat Mesir yang telah melenceng ke ideologi nasionalisme Arab. Lihat, Ahmed El-Kadi, MD “Sayyid Qutb” tersedia di http://www.islam101.com/history/people/century20/syedQutb.htm Internet; diunduh 20 Juni 2013. 64 Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, 295. 65 Hasan. dkk, Masjid dan Pwmbangunan Perdamaian: Studi Kasus Poso, Ambon, Ternate, dan Jayapura, 49-50. 66 Mullah Mohammed Omar adalah pemimpin spiritual Taliban. Omar lahir di provinsi tengah Uruzgan pada tahun 1962. Omar belajar di beberapa sekolah Islam di luar Afghanistan (Quetta, Pakistan) sebelum bergabung dengan pasukan Jihad melawan pendudukan Rusia pada 1980-an. Di tahun 1996 sampai akhir 2001, Omar memegang gelar Komandan Mukminin Imarah Islam Afghanistan (Amir-ul-Mukminin), yang diakui oleh hanya tiga negara: Pakistan, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Dia dianggap sebagai salah satu tokoh paling misterius dalam politik Afghanistan. Bahkan banyak yang meragukan keberadaannya. Mullah Omar memiliki hubungan erat dengan tokoh lain yang populer dalam politik dunia Afghanistan, yaitu Osama bin Laden. Pemerintah AS mengajukan permintaan padanya untuk menyerahkan Osama bin Laden karena
33
Abdullah Azzam.67 Lahirnya Jamaah Jihad mendapatkan momentum sehubungan dengan invasi Uni Soviet ke Afganistan.68 Bagaimanapun peristiwa itu merupakan panggilan jihad bagi seluruh umat Islam. Jalur jihad itu dirintis oleh Kadungga 69 (mantan eksponen Darul Islam) dan digarap serius oleh Abdullah Sungkar.70 Basis operasinya terdapat di Malaysia. Pilihaan itu adalah pertimbangan logis mengingat represi Orde Baru yang sangat kuat terhadap mantan aktifis Darul
tuduhan terorisme, Mullah Omar menolak dan menyatakan bahwa dirinya adalah tamu bangsa Afghanistan. Keberadaannya saat ini tidak diketahui. Lihat, “Mullah Muhammad Omar” tersedia di http://www.afghan-web.com/bios/today/momar.html Internet; diunduh 20 Juni 2013. 67 Dr. Abdullah Yusuf Azzam (1941–1989), juga dikenal dengan nama Syekh Azzam, adalah seorang figur utama dalam perkembangan pergerakan Islam. Ia seorag doctor dalam ilmu hukum dari universitas Al-Azhar di Cairo. Ia berpengalaman dalam gerakan Klandestin (bawah tanah dan rahasia) sebelumnya yang bernama Ikhwanul Muslimn di Mesir. Ia mendirikan Baitul Anshar, sebuah lembaga yang menghimpun bantuan untuk para mujahid Afghan. Ia juga menerbitkan sebuah media Ummah Islam. Lewat majalah inilah ia menggedor kesadaran ummat tentang jihad. menurutnya, jihad di Afghan adalah tuntutan Islam dan menjadi tanggung jawab ummat Islam di seluruh dunia. Seruannya itu tidak sia-sia. Jihad di Afghan berubah menjadi jihad universal yang diikuti oleh seluruh ummat Islam di pelosok dunia. ia dibunuh pada 24 November 1989. Lihat, Hendropriyono, Terorisme Fndamentalis, Kristen, Yahudi, Islam (Jakarta: Kompas, 2009). 68 Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, 298. 69 Abdul Wahid Kadungga, tokoh Islam asal Sulawesi Selatan. Dirinya sempat disebutsebut sebagai petinggi Jamaah Islamiyah (JI) karena ia dekat dengan Abu Bakar Ba’asyir saat masih di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 1985. Namun dia mengaku tak mengenal organisasi tersebut. Kadungga adalah menantu almarhum Kahar Mudzakkar, Panglima Hisbullah Makassar dan pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia. Saat itu, Kadungga baru datang dari Belanda sementara Ba’asyir baru melarikan diri dari Indonesia. Saat dirinya kembali ke Indonesia, salah satu kegiatannya adalah bekerja untuk dakwah di Dewan Dakwah Islam Indonesia. Kadungga yang sempat menjadi sekretaris pribadi M. Natsir. Lihat, Choirul Aminuddin “Abdul Wahid Kadungga, Tokoh Islam Asal Sulawesi Selatan Tutup Usia” tersedia di http://www.tempo.co/read/news/2009/12/12/058213459/Abdul-Wahid-Kadungga-Tokoh-IslamAsal-Sulawesi-Selatan-Tutup-Usia. Internet; diunduh 20 Juni 2013. 70 Abdullah Sungkar, lahir tahun 1937 di Solo, berasal dari keluarga ternama pedagang batik, berketurunan Arab Yaman. Ia ikut mendirikan Pondok Ngruki (Pesantren al-Mukmin) di Solo, Jawa Tengah dan Pesantren Luqmanul Hakiem di Johor, Malaysia. Ditahan beberapa waktu tahun 1977 kerana mempengaruhi masyarakat untuk golput (golongan putih: tidak mengundi dalam pilihanraya), kemudian ditangkap bersama Abu Bakar Ba'asyir pada tahun1978 atas tuduhan subversif, kerana didakwa terbabit dengan kumpulan Komando Jihad/Darul Islam, dipenjarakan selama tiga setengah tahun. Beliau kemudian lari ke Malaysia tahun 1985, kerana dituduh menghasut orang ramai menolak Pancasila yang mengakibatkan terjadinya peristiwa Tanjung Priok tahun 1984. Setelah kejatuhan rejim Soeharto, Sungkar pulang ke Indonesia dan wafat di Indonesia pada bulan November 1999. Lihat “Indonesia Backgrounder: How The Jemaah Islamiyah Terrorist Network Operates”, ICG (International Crisis Group) Asia Report, No.43, 11 Desember 2002, h. 32. Tersedia di http://www.meforum.org/2044/jemaah-islamiyah-adopts-thehezbollah-model Internet; diunduh 20 Juni 2013.
34
Islam. Sementara itu, Malaysia menyediakan tempat bagi operasi gerakan tersebut.71 Secara kontinyu Sungkar mengirim kader-kader baru dari Indonesia untuk dilatih di Pesyawar, tepi Pakistan, yang selanjutnya diterjunkan ke medan perang Afghanistan, dan dari situlah mereka bertemu dengan Jaringan Jihadi internasional. Hal yang perlu digarisbawahi dari perang Afganistan adalah lahirnya gerakan-gerakan baru berciri lebih radikal dan fundamentalis dari pada gerakan Islam berbasis nasionalisme (DI/TII).72 Bagaimanapun kemunculan kelompok Islam radikal tidak bisa dipisahkan dari krisis multidimensi yang melanda Indonesia setelah jatuhnya rezim Soeharto dan tidak menentunya arah reformasi. Kemunculan dan perkembangan kelompok Islam Radikal diakibatkan dari negara yang cenderung lemah, kesenjangan sosial di tengah masyarakat, krisis ekonomi, dan lemahnya penegakan hukum. Kondisi ini telah memberikan harapan bagi sejumlah individu dan kelompok tertentu untuk membentuk gerakan alternatif dengan menggunakan simbol-simbol agama Islam yang mengusung syariat Islam sebagai wacana utama. Apabila pemerintahan yang ada gagal membangun Indonesia menuju bangsa adil, demokratis, dan sejahtera maka kelompok-kelompok Islam Radikal dan gerakangerakan sejenisnya akan berkembang dengan subur dan tuntutan kepada pelaksanaan syariat akan terus bergulir, dan tentunya mengancam kedamaian pluralisme di Indonesia. Ketidakadilan sosial, konflik-konflik berkepanjangan,
71 72
Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, 202. Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, 203.
35
lemahnya hukum yang berlaku, tentu akan melahirkan kondisi sosial yang justru mempermudah tumbuh-suburnya radikalisme. Tulisan di Bab selanjutnya akan kita lihat bagaimana studi mengenai salah satu tokoh Islam Radikal yang mencoba untuk memperjuangkan terwujudnya satu tatanan kehidupan sosial islami yang sempurna dengan cara mempromosikan wacana-wacana Islam seperti revitalisasi jihad yang bagi umat Islam merupakan instrument untuk mewujudkan pemberlakuan syariat Islam dalam sistem sosial politik masyarakat.
36
BAB III ABU JIBRIL DAN AKTIFITAS GERAKAN ISLAM A.
Riwayat Hidup Muhammad Iqbal Abdul Rahman, yang lebih dikenal dengan
Abu
Muhammad Jibril atau Abu Jibril, lahir pada tanggal 17 Agustus 1956 di sebuah kota kecil bernama Desa Tirpas yang terletak di kabupaten Lombok timur Nusa Tenggara Barat (NTB). Ibunya bernama Wilis dan ayahnya bernama H. Nashrah Awwas, dengan pangilan sehari-hari Amak (ayah). Kedua orang tuanya samasama berasal dari Lombok timur.73 Semasa kecilnya, Iqbal, atau Abu Jibril kecil, dibesarkan di lingkungan keluarga yang berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan. Karenanya, tidak heran, ia mendapatkan pendidikan agama dari kedua orang tuanya sejak usia dini. Iqbal pandai mengaji dan pandai bergaul dan tumbuh menjadi anak yang cerdas di lingkungannya. Tapi secara umum, Iqbal tetap saja hidup dalam fitrahnya sebagai anak-anak yang tidak berbeda dengan anak-anak kebanyakan. Menginjak dewasa, kepribadian Iqbal mulai terbentuk. Perangainya lembut tapi kepribadiannya kuat dan tegas. Ia suka berpegang teguh pada prinsip, dan tidak mudah menyerah. Ia menjadi aktifis dakwah dan dikenal dengan nama Abu Jibril. Perjalanan dakwahnya dimulai saat Abu Jibril duduk di bangku kuliah, sekitar tahun 1977, namanya mulai dikenal dikalangan mahasiswa sejak 73 Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 18 Desember 2012.
37
memimpin organisasi pemuda Islam, Himpunan Angkatan Muda Masjid (HIMAMUMAS) di tahun 1980. Iqbal Abdurahman mulai disapa dengan panggilan Abu Jibril sejak kelahiran putra pertamanya Muhammad Jibril di tahun 1989. Tahun 1980, Abu Jibril menikah dengan Fatimah Zahra yang berasal dari Kalimantan. Keduanya bertemu saat sedang menempuh pendidikan tinggi di Jogjakarta. Fatimah mengagumi sifat Abu Jibril yang lembut dan menjadikan Islam sebagai jalan hidup utamanya. Dari pernikahanya ini, Abu Jibril dikaruniai sepuluh orang anak.74 Selama ini dakwah Abu Jibril kerap kali dinilai berhaluan radikal. Seringkali di sela-sela ceramahnya Abu Jibril menyelipkan ajaran mengenai jihad, dan tidak segan untuk berkata keras mengenai kewajiban umat Muslim untuk memerangi kaum kafir dan menyebut bahwa Muslim yang menolak syariat untuk diterapkan sebagai dasar negara dan hukum positif sama saja dengan kaum kafir, dan umat Islam wajib hukumnya menolak sistem atau pandangan yang berasal dari barat seperti demokrasi, liberalisasi, sekularisasi, nasionalisme, dan bahkan seruanya agar umat Muslim Indonesia menolak pancasila. Mungkin karena isi maupun tema ceramah Abu Jibril tersebut membuat dirinya kerap kali dipandang sebagai ulama yang berhaluan radikal. Bahkan pengajianya di masjid AlMunawarah dianggap eksklusif dan mengajarkan kekerasan. Sekalipun ditimpa berbagai tuduhan dan kecaman yang kerap kali menimpa dirinya dan keluarganya, Abu Jibril tidak pernah merasa takut. Ia tidak 74
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 18 Desember 2012.
38
gentar, bahkan kerap berani mengkritik pemerintah yang dianggapnya telah gagal mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Bagi Abu Jibril, kegagalan ini dikarenakan pemerintah enggan untuk menerapkan syariat Islam dalam ruang lingkup legalitas negara. Dakwahnya yang terkesan keras membuat Abu Jibril dihujani berbagai tuduhan terkait gerakan terorisme.
B.
Latar Belakang Pendidikan Abu Jibril menamatkan pendidikan dasarnya di Lombok Timur tempat
kelahiranya. Dan melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di Mataram. Usai menyelesaikan pendidikan pada sekolah menengah atas, SPMA Mataram, tahun 1977 ia melanjutkan kuliah pada Sekolah Tinggi Perkebunan (STIPER) Jogjakarta. Sejak mahasiswa, Abu Jibril mulai aktif dalam kegiatan dakwah Islam. Tahun 1980, Abu Jibril memimpin organisasi pemuda Islam, Himpunan Angkatan Muda Masjid (HIMAMUMAS) yang memiliki agenda dasar untuk mengarahkan aktifitas kepada peningkatan dan pembangunan moral generasi muda, dengan cara mengajak pemuda-pemudi Islam untuk kembali ke Masjid. Namun oleh rezim Soeharto, organisasi ini tidak dibiarkan berkembang, karena kala itu kekuasaan Orde baru mengharuskan menjadikan asas tunggal (Pancasila) sebagai satusatunya asas semua organisasi massa dan politik, dan siapa saja yang berseberangan dengan keputusan itu dituduh subversive.75
75
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 18 Desember 2012.
39
Ketidakpatuhan Abu Jibril dan organisasinya terhadap pemberlakuan asas tunggal, membuat kegiatan dakwah Abu Jibril dan teman-temannya kala itu banyak sekali mendapat tentangan bahkan tidak sedikit kecaman yang datang pada organisasi mahasiswa yang dipimpinya itu. Bahkan oleh rezim Orde Baru, organisasi ini dianggap radikal dengan tuduhan membentuk pemuda Islam yang militan. Menurut Abu Jibril, HIMAMUMAS sendiri dikenal sebagai organisasi yang menghimpun para mujahid muda yang misinya menjadikan jihad fisabililah sebagai jalan hidup utama dan syariat Islam sebagai tujuan. Organisasi kepemudaan ini menjadi salah satu organisasi yang diwaspadai rezim penguasa saat itu karena dianggap cukup keras bersuara menentang pemerintah dan mengkrtik demokrasi yang dianggap tidak sesuai dengan kehidupan umat Islam. Berbagai tuduhan yang dilancarkan rezim Orde Baru kepadanya dan organisasi kemahasiswaanya itu, menyebabkan Abu Jibril menjadi salah seorang pemuda yang diburu rezim penguasa. Antara tahun 1979-1981, kurang lebih 2,5 tahun ia dipenjarakan oleh rezim Soeharto dengan alasan subversif. Hukuman yang dibebankan padanya ditanggung tanpa proses pengadilan.76 Sejak 1985 bersama teman-temanya Abu Jibril mulai hidup berpindah-pindah tempat. Namun, Abu Jibril tetap konsisten dalam menjalani aktifitasnya sebagai pendakwah, walaupun harus dilakukan secara tertutup dan sembunyi-sembunyi. Ketidakadilan yang sempat Abu Jibril dan teman-teman sesama aktifisnya rasakan telah membangkitkan semangat perjuangan jihad fie sabilillah dalam 76
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 18 Desember 2012.
40
benaknya. Bahwa dalam pandanganya, Indonesia yang ada ketika itu berada dalam situasi miris yang minim keadilan sosial dan jauh dari jalan tegaknya Islam. Pada tahun 1986, Abu Jibril memutuskan untuk berangkat ke Afghanistan. Abu Jibril bahkan pernah terjun langsung ke medan perang Afganistan. Alasan keberangkatan Abu Jibril ke Afganistan karena menurutnya satu-satunya kekuatan yang dapat mengusir penderitaan dan ketidakadilan ialah amalan jihad. Maka, ketika itu menurut Abu Jibril, pemerintahan Afghanistan yang dipimpin Najibullah77 berhasil dijatuhkan oleh kekuatan mujahidin.78 Para pemuda dan mahasiswa yang telah mengikuti pengkaderan saat itu sangat bersemangat untuk pergi berjihad ke Afganistan, masing-masing berusaha mencari dana dengan cara mereka sendiri, yaitu mencari donatur yang sanggup membiayai. Proses keberangkatan dilakukan dengan cara membuat pasport dan membeli tiket tujuan Malaysia. Abu Jibril berangkat dari Malaysia dengan menggunakan pasport Malaysia (Surat Perjalanan Laksana Pulang Pergi).79 77 Mohammad Najibullah adalah presiden keempat dan terakhir dari Republik Demokratik Afganistan pada masa komunis. Ia juga merupakan presiden kedua dari Republik Afganistan. Ia memimpin pada tanggal 30 September 1987 dan berakhir pada tanggal 16 April 1992. Kelompok Mujahidin memerangi pasukan pemerintah Najibullah karena para pemimpin agama mengeluarkan fatwa rezim itu adalah kafir. Mati dalam peperangan melawan rezim itu berarti mati syahid. Pertempuran hebat pada 12 April 1989 yang melibatkan puluhan ribu pasukan dan mesin perang mengakibatkan lima juta penduduk sipil mengungsi ke Pakistan dan Iran. Pasca kepergian pasukan Soviet, para Mujahidin masih terus melakukan perlawanan untuk menumbangkan pemerintahan komunis. Pemerintahan Najibullah semakin melemah akibat krisis ekonomi, karena partner utama ekonomi Afghanistan adalah Soviet. Hal ini diperparah lagi dengan kudeta militer pada bulan Maret 1990 yang dilakukan oleh Mentri Pertahanan, Shahnawaz Tanai (akibat perbedaan pandangan) Najibullah mengganti nama negara menjadi Republic of Afghanistan, dan dia dianggap sebagai presiden kedua Afghanistan setelah Muhammad Daud Khan. Kejatuhan rezimnya ditandai dengan pendudukan ibu kota Kabul oleh pasukan Mujahidin pada tahun 1992. Ia dibunuh di Kabul, Afganistan pada tanggal 28 September 1996. Tersedia di http://news.liputan6.com/read/20952/persengketaan-panjang-di-bumi-afghan. Internet; diunduh 20 Juni 2013. 78 Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 18 Desember 2012. 79 Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 18 Desember 2012.
41
Di Afghanistan Abu Jibril mengikuti pendidikan Tarbiyyah Jihadiyyah, di Al Jamiah Al Harbiyyah Al Ittihad Al Islamiyah,80 atau dikenal juga dengan Akademi Jihad Perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Di akademi inilah Abu Jibril mendalami Islam dari para guru yang disebutnya mujahidin yang berkhidmat dalam jihad Afghanistan. Selama berada di Afghanistan, semua biaya hidup Abu Jibril dan teman-temanya didapatkanya dari donator.81 Dalam mendalami ilmu agamanya, Abu Jibril banyak mendapatkan pelajaran dan bimbingan dari Dr. Abdullah Azzam, Syaikh’ Abdu Rabbi Rasul Sayyaf, Syaikh Mustafa Mansyur, dan Syaikh Umar Saif. Abu Jibril juga sempat berguru dengan seorang alim di India, yaitu Syaikh Ali an Nadwi. Setelah beberapa lama di Afghanistan, Abu Jibril melanjutkan perjalananya ke Arab Saudi dan India. Abu Jibril bahkan sempat kuliah di Mulazamah di Ummul Qura,82 Makkah al Mukarramah, Arab Saudi, dibawah bimbingan antara lain Syaikh Muhammad Quthb dan Sayyid Sabiq. Dan diantara guru-gurunya tersebut, Abu Jibril sangat mengagumi Dr. Abdullah Azzam dan Dr. Muhammad Quthb83 yang merupakan adik kandung Syaikh Quthb.
80
Pendidikan atau kuliah Harbiyah berarti akademi militer, istlah yang dipakai oleh orang Arab ketika menyebutkan nama Akademi Militer Mujahidin Afganistan di Sadda, Pakistan. Sering disebut KHD-1 yang berarti kuliah Harbiyah Dauroh-1 (akademi militer angkatan pertama). Lihat, A.M Hendropriyono, Terorisme Fndamentalis, Yahudi, Islam (Jakarta: Kompas, 2009). 81 Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 18 Desember 2012. 82 Pada tahun 1369 H Raja Abdul Aziz memerintahkan untuk mendirikan sekolah tinggi Syari’ah di Mekkah sebagai lembaga pendidikan tingkat tinggi pertama di Arab Saudi, yang pada akhirnya menjadi cikal bakal Universitas Ummul Qura. Tersedia di https://
[email protected]/page/en/655. Internet; diunduh 20 Juni 2013. 83 Muhammad Quthb merupakan adik kandung Sayyid Quthb yang merupakan salah seorang pemikir besar Islam kontemporer. Dia juga seorang penulis, karya-karyanya yang terkenal antara lain: al-Salaamu al-Alamy wa al Islam, Ma’alim Fith-Thariq, dan Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Sebagai seorang pemikir Muslim modern, beliau juga terlibat dalam berbagai kancah keilmuan, seperti pernah menjabat sebagai direktur Biro Proyek Terjemahan Seribu Buku di Mesir,dan juga beliau terlibat dalam Konferensi Dunia Pertama tentangPendidikan Islam di Mekkah pada tanggal
42
C.
Aktifitas Sosial, Dakwah, dan Politik Sejak tahun 1991, Abu Jibril menetap di Malaysia. Abu Jibril aktif sebagai
pendakwah dan mendaptkan izin dari pihak kerajaan Malaysia. Abu Jibril tidak sendiri berdakwah di Malaysia, disana ia menetap bersama sahabat-sahabatnya Abu Bakar Ba’asyir84 dan Abdullah Sungkar. Abu Jibril memilih menetap di Malaysia selain karena memang mengikuti jejak Sungkar dan Ba’asyir, lantaran pada saat itu keadaan dalam negeri Indonesia tidak memungkinkan aktifis seperti dirinya untuk kembali ke tanah air. Di Malaysia di bawah pimpinan Abu Bakar Ba’asyir, berhasil mendirikan lembaga pendidikan pondok pesantren Lukmanul Hakim di Johor pada tahun 1986. Kelompok pengajian ini di Malaysia sendiri lebih dikenal dengan sebutan Kelompok Militan Malaysia atau Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM). Pemerintah Malaysia menuduh kelompok ini militant dan kerap mengajarkan kekerasan kepada para pengikutnya. KMM awalnya merupakan sebuah gerakan 31 Maret-8 April tahun 1977,dimana beliau ikut menyampaikan makalah yang berjudul, “The Role OfReligion In Education”.3Pemikiran-pemikiran Muhammad Quthb banyak terinspirasi darikakak kandungnya sendiri, yaitu Sayyid Quthb. Muhammad Quthb pernah ditahan oleh presiden Jamal AbdulNasser selang beberapa hari sebelum kakaknya ditangkap, yaitu padatanggal 29 Juli 1965 karena diduga keras sebagai komplotan yang akan menggulingkan pemerintahan pada saat itu. Ia dipenjara selama tujuh tahun, dan bebas pada tahun 1972. Tersedia di http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2197024-biografi-singkat-muhammad-quthb/. Internet; diunduh 20 Juni 2013. 84 Abu Bakar Ba'asyir bin Abu Bakar Abud, biasa dipanggil Ustaz Abu, lahir di Jombang, 17 Agustus 1938, keturunan Arab Yaman. Pendidikannya adalah mantan Siswa Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur (1959) dan alumni Fakultas Dakwah Universitas Al-Irsyad, Solo, Jawa Tengah (1963). Menjadi aktifis Himpunan Mahasiswa Islam Solo; menjawat jawatan Setiausaha Pemuda Al-Irsyad Solo; terpilih menjadi Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (1961), Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam; memimpin Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Solo, Jateng (1972); lari ke Malaysia 1985, kembali ke Indonesia setelah Soeharto berundur. Ikut mendirikan Robitatul Mujahidin (RM, sekutu kumpulan pemisah dari Filipina, Indonesia, Malaysia, Myanmar, dan Thailand) di Malaysia akhir tahun 1999, dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) bulan Ogos 2000. Beliau kononnya menggantikan kepemimpinan Abdullah Sungkar di Jemaah Islamiyah setelah ia wafat tahun 1999, tetapi dianggap kurang radikal oleh anggota JI. Lihat Levi Silalahi (2004), “Abu Bakar Ba’asyir”, Tempo Interaktif, 17 April 2004 dan ICG Asia Report, No. 43, h. 32.Tersedia di http://tempo.co.id/hg/narasi/2004/04/17/nrs,2004041702,id.html Internet; diunduh 20 Juni 2013.
43
yang pengorganisasianya sangat longgar. Gerakan ini muncul di tahun 1986, namun diresmikan pertama kali di tahun 1995, yang mana di tahun itu para afganist veteran berkumpul di Malaysia untuk mengadakan pertemuan.85 Tujuan pertama KMM adalah mendakwahkan ajaran Islam yang murni terhadap orang-orang Melayu. KMM mengajak para mantan pejuang Afganistan untuk terlibat dalam misi ini. Selama perang Afganistan tahun 1980an, orangorang Islam Malaysia pergi ke Afganistan untuk membantu saudara-saudara Muslimnya dalam berperang melawan Uni Soviet. Sebagian dari yang berangkat ke Afganistan adalah Mahasiswa yang sedang belajar di Pakistan. Tujuan lain dari adanya KMM adalah untuk menjaga dan meyakinkan perjuangan politik PAS 86 yang dinilai dapat mencapai agenda Islam melalui sebuah proses politik yang normal. Sedangkan tujuan jangka panjang KMM adalah untuk melaksanakan 85 Kamarulnizam, “Gerakan Militan Islam dan Konflik Komunal di Malaysia” dalam S. Yunanto, Gerakan Militan Islam di Indonesia dan di Asia Tenggara, (Jakarta: FES and The Ridep Institute, 2003), 225. 86 Partai Islam Se-Malaysia (PAS) adalah sebuah partai politik di Malaysia. PAS pada awalnya hanya organisasi keulamaan yang ada dibawah kendali UMNO, namun pada 23 Agustus 1951 Persatuan Ulama Se-Malaya ini melakukan kongres di Bangunan Kelab Melayu Bagian Butteworth Pulau Pinang, dan memutuskan untuk keluar dari UMNO serta menjadikan sebuah partai politik yang disebut dengan PAS, karena kecewa terhadap UMNO yang kompromis terhadap orang-orang non-Muslim dan melakukan pembiyaran terhadap berbagai kemungkaran seperti pembiyaran terhadap judi loutere. Pada awal berdirinya PAS, mengikrarkan diri sebagai partai Islam, yang ingin mewujudakan kemerdekaan Malaysia serta menerapkan syariah Islam dengan mewujudakan Negara Islam. Negara Islam yang ditawarkan PAS, ialah sebuah Negara yang dipimpin oleh pemimpin yang takwa kepada Allah, dipilih secara langsung oleh rakyat dan segala kebijakannya berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah serta produk yang dihasilkan berdasarkan dua sumber tersebut seperti ijma' ulamak dan Qiyas. Segala aktifitas pemerintahan harus berdasarkan sumber tersebut, baik dalam pelaksanaan hudud, menjamin keadilan, kesetaraan, kesejehteraan, musyawara, kedamain serta hak terhadap non-Muslim. Karena dengan hal tersebut tercipta sebuah Negara yang sesuai dengan tujuan syariah Islam. PAS dalam mewujudkan Negara Islam Malaysia sampai saat ini masih di ambang pintu. Dimana Malaysia walaupun Masyarakatnya mayoritas beragama Islam dan Islam menjadi agama resmi Negara namun pada kenyataanya Malaysia adalah Negara pluralism yang terpengaruh oleh sekularisme dan modernisme. sehingga PAS mengalami kesulitan dalam mewujudkan Negara Islam terlebih PAS belum pernah menguasai sebanyak 2/3% kursi dalam parlemin. PAS sangat konsisten untuk mewujudkan kemerdekaan dan Negara Islam Malaysia. Padahal agama Islam sudah memiliki tempat Istimewa sebagai agama resmi Negara federasi Malaysia. Presiden PAS sekarang adalah Abdul Hadi Awang dan merupakan salah seorang wakil dewan dari negara bagian Terengganu. Tersedia di http://digilib.uin-suka.ac.id/5825/ Internet; diunduh 20 Juni 2013.
44
syariat Islam di Malaysia sebagai dasar untuk mendirikan negara Islam. Gerakan ini bahkan membayangkan terbentuknya negara Islam di wilayah ini yang menggabungkan Indonesia, Malaysia, Filipina Selatian, dan Thailand Selatan yang kemudian disebut sebagai Daulah Islam Nusantara.87 Dakwahnya yang dianggap keras dan posisinya yang merupakan salah satu pimpinan KMM membuatnya ditahan oleh pemerintah Malaysia dengan tuduhan melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan Malaysia karena aktif dalam organiasi Mujahidin Malaysia. Abu Jibril ditahan di Penjara Kemunting Perak pada 21 juni 2001, Abu Jibril dihukum selama dua tahun penjara dengan menggunakan Undang-undang Keamanan Dalam Negeri atau ISA (Internal Security Act).88 Pemerintah Malaysia sangat mengkhawatirkan kelompok yang anggota-angoanyanya telah dilatih di Afghanistan.89 Kelompok ini bahkan disebut-sebut sebagai salah satu jaringan Jamaah Islamiyah (JI).90 Jamaah Islamiyah adalah nama untuk kumpulan Muslim yang beroperasi di Asia Tenggara. Jamaah Islamiyah mulai santer dibicarakan di Indonesia seiring dengan terjadinya aksi-aksi pengeboman gereja-gereja yang terjadi secara serentak di malam natal tahun 2000, yang juga diikuti dengan meletupnya aksi pengeboman yang lebih besar, terutama Bom Bali I dan Bom Bali II di tahun
87
Yunanto, Gerakan Militan Islam di Indonesia dan di Asia Tenggara, 226. S. Yunanto, Gerakan Militan Islam di Indonesia dan di Asia Tenggara, 74. 89 “KMM” tersedia di http://www.globalsecurity.org/military/world/para/kmm.htm/ Intrnet; Diunduh 3 Juli 2013. 90 "Beberapa anggota Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM) yang ditahan memang punya hubungan dengan Jamaah Islamiyah di Singapura," ujar Tan Sri Norian Mai, Kepala Polisi Diraja Malaysia. KMM termasuk gerakan radikal yang diintai pemerintahan Mahathir Mohamad. Tersedia di http://www.tempo.co.id/majalah/min/uta-7.html Diunduh 3 Juli 2013. Lihat juga, Security Council Committee pursuant to resolutions 1267 (1999) and 1989 (2011) concerning AlQaida and associated individuals and entities. Tersedia di http://www.un.org/sc/committees/1267/NSQI08603E.shtml. Diunduh 3 Juli 2013. 88
45
2002.91 Kemudian JI juga dipercayai bertanggung jawab atas pengeboman di hotel J.W. Marriot di tahun 2003 dan 2009,92 serta aksi pengeboman di depan Kedutaan Australia di Jakarta pada 9 September 2004. Serangkaian aksi teror yang diuduhkan pada JI, maka secara resmi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa memasukkan Jamaah Islamiyah dalam daftar teroris internasional pada 25 Oktober 2002.93 Menurut Sidney Jones, JI tidak hanya bercita-cita mendirikan Negara Islam Indonesia, melainkan bertujuan lebih jauh lagi, yaitu mendirikan Negara Islam di Asia Tenggara atau Daulah Islamiyah Nusantara, yang terdiri dari Malaysia, Indonesia, Brunei, Thailand Selatan, dan Mindanao di Filipina, bahkan juga mencakupi Papua dan Australia. Pada akhirnya, JI berniat mendirikan Khilafah Islamiyyah yang akan menaungi umat Islam secara keseluruhannya. 94 Dalam perjalanan dakwahnya, Abu Jibril dikenal sebagai sosok yang kosekuen dan istiqamah. Dalam dakwahnya, Abu Jibril kerap kali menyerukan agar umat Islam senantiasa kembali kepada hukum Allah. Karena Islam menghendaki umat mengikuti syariat yang lurus, mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan jangan sekali-kali mengikuti tatanan hidup yang lain selain dari pada Islam.
91
Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokrasi, 317. 92 Penyelidikan Bom Marriott Mengarah ke Jamaah Islamiyah. Tersedia di http://www.tempo.co.id/hg/nasional/2003/08/08/brk,20030808-28,id.html Internet; Diunduh 3 Juli 2013. 93 Jemaah Islamiyah Resmi Masuk Daftar Teroris PBB. Tersedia di http://www.tempo.co.id/harian/fokus/2003/2,1,53,id.html Internet; diunduh 3 Juli 2013 94 Lihat Sidney Jones (2003), “Jemaah Islamiyah: A Short Description”, Jurnal Kultur, Vol. III, No. 1, tahun 2003, tersedia di http://www.crisisgroup.org/en/regions/asia/south-eastasia/indonesia/063-jemaah-islamiyah-in-south-east-asia-damaged-but-still-dangerous.aspx Internet; diunduh 3 Juli 2013.
46
Pada 14 Mei 2004, Abu Jibril dideportasi ke Indonesia. Namun, baru saja menginjakkan kaki di bandara, Abu Jibril langsung “dijemput” polisi Indonesia. Abu Jibril hendak diperiksa terkait isu terorisme, walau pada akhirnya polisi hanya mengenakan tuduhan pemalsuan dokumen. Atas dakawaan itu, AbuJibril kembali ditahan selama 5 bulan penjara. Tahun 2009 hingga 2010 merupakan tahun ujian tersendiri bagi Abu Jibril karena beberapa hari sesudah bom meledak di Hotel Ritz Carlton dan JW Marriot pada 17 Juli 2009, putra sulung Abu Jibril, yaitu Muhammad Jibril, ditahan karena dituduh terlibat dalam pemboman tersebut. Muhammad Jibril sendiri menjelaskan bahwa selama dalam masa tahanan, dirinya kerap mendapatkan perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari aparat kepolisian. Dirinya dipaksa mengaku sebagai dalang teroris dari tragedi peledakan bom di Hotel Ritz Carlton dan JW Marriot.95 Muhammad Jibril sendiri merupakan pemimpin perusahaan situs http://www.arrahmah.com, yang merupakan peusahaan keluarga Abu Jibril. Abu Jibril dan keluarga sangat terpukul dengan penangkapan Muhammad Jibril, Abu Jibril menegaskan bahwa putranya tidak ada hubungan dengan teroris apalagi terlibat jaringan Noordin M Top96 seperti yang dituduhkan banyak pihak.
95 Penuturan Muhammad Jibril yang disampaikan di kediaman pribadi Abu Jibril perumahan witanaharja, Pamulang Tanggerang Selatan, dalam acara akekahan cucu Abu Jibril 15 Januari 2013. 96 Kelompok (jaringan) teroris Noordin M Top merupakan kelompok teroris sempalan dari Jamaah Islamiyah. Kelompok Noordin M Top mulai memisahkan diri dari JI sejak terjadi peristiwa peledakan Hotel Mariott tahun 2003. Tujuan perjuangan kelompok teroris Noordin M Top adalah untuk menyerang kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya di Indonesia. Noordin M Top adalah orang yang dianggap bertanggung jawab atas serentetan serangan teror di Indonesia. Noordin, bersama dengan Dr. Azahari menjadi murid dari Abu Bakar Baasyir, sewaktu Baasyir berada dalam pelarian di Malaysia. Lihat, Sukawarsini DJelantik, Terorisme: Tinjauan PsikoPolitis, Peran Media, Kemiskinan, dan Keamanan Nasional (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010).
47
Muhammad Jibril hanya sebagai wartawan dan pengusaha media website dan patut mendapatkan pembelaan. Nama Abu Jibril juga kembali tenar saat penembakan Dulmatin97 di Pamulang, Tangerang Selatan, pada 9 Maret 2010 lalu. Kebetulan, lokasi penembakan memang tidak jauh dari rumah Abu Jibril di komplek Witanaharja, Pamulang. Andi Fauzi, orang yang menampung Dulmatin, juga merupakan murid pengajian Abu Jibril. Tidak pelak, isu keterlibatan Abu Jibril dengan terorisme kembali mencuat. Abu Jibril membantah bila selama ini dirinya memberi ajaran terorisme kepada Andi Fauzi maupun muridnya yang lain, karena yang diajarkanya selama ini adalah ajaran yang bersumber dari Al-Quran dan sunnah. Di beberapa tempat di Witanaharja, termasuk di dekat rumah Abu Jibril dan Masjid Al Munawwaroh, pada waktu yang berdekatan dengan penembakan Dulmatin, mulai muncul sejumlah spanduk berisi tulisan dengan huruf-huruf ukuran besar berbunyi, “Waspadai Teroris di Sekitar Kita”. Mau tidak mau, masyarakat akan berpendapat bahwa spanduk-spanduk itu secara tidak langsung ditujukan pada Abu Jibril.98
97
Djoko Pitono atau Dulmatin asal Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah. Ia tewas diterjang peluru pasukan Detasemen Khusus 88/Antiteror Mabes Polri dalam penggerebekan di rumah toko Multiplus Jalam Siliwangi, Pamulang, Tangerang Selatan. Sebelumnya Dulmatin diketahui bersembunyi di Filipina. dirinya dicari polisi setelah dituduh terlibat dalam bom Bali I. Tersediahttp://www.tempo.co/read/news/2010/03/09/064231220/Dulmatin-TewasDiberondong-Densus-88. Internet; diunduh 3 Juli 2013. 98 Haris Firdaus ”Abu Jibril” tersedia di http://rumahmimpi.net/2010/04/abu-jibril/ Internet; diunduh 21 september 2012
48
D.
Abu Jibril dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Selain aktif berdakwah dan pernah mengalami perjalanan panjang di luar
negeri, Abu Jibril bergabung dengan Majelis Mujahidin Indonesia yang dideklarasikan pertama kali melalui sebuah kongres pada tanggal 5-7 Agustus 2000 di Yogyakarta. Abu Jibril sendiri dianggap sebagai salah satu tokoh pelopor gerakan tersebut selain Abu Bakar Ba’asyir. Abu Jibril bersama dengan Ba’asyir merupakan figur penting dikalangan kelompok Islam Radikal yang melakukan aktifitasnya di Malaysia.99 Munculnya MMI sebenarnya sangat berkaitan dengan keprihatinan sebagian tokoh Islam tentang lemahnya posisi umat Islam dalam ikut membangun bangsa Indonesia. Posisi umat Islam sendiri dalam kenyataanya terus terpinggirkan, terlebih ketika Orde Baru memegang kekuasaan pemerintahan. Karena itulah, ketika Orde Baru jatuh telah muncul dikalangan umat Islam diskusi-diskusi tentang bagaimana mengangkat citra umat Islam sehingga Islam menjadi rahmatan lilalamin. MMI didirikan dengan misi menegakan syariat Islam di tanah air. Tujuan utama MMI adalah berlakunya syariat Islam melalui kekuatan negara. MMI lahir dengan berkembangnya anggapan bahwa krisis multi dimensi yang berkembang di tanah air dapat diatasi dengan penerapan syariat Islam dalam semua sektor kehidupan. Bagi MMI Islam merupakan alternatif ideologi yang harus diberlakukan sesuai ketentuan Allah melalui hambanya di dunia.100
99 Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokrasi, 127. 100 Turmudi dan Sihbudi, ed., Islam dan Radikalisme di Indonesia, 249.
49
Formulasi syariat Islam sebetulnya pernah tertuang dalam piagam Jakarta. Piagam Jakarta adalah hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 antara pihak Islam dan nasionalis. Panitia Sembilan merupakan panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI. Dalam Piagam Jakarta tersusun: “… maka di susunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada; ke- Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”. bukan Cuma tujuh kata dalam piagam Jakarta yang dihapus, redaksi dan istilah didalamnya mengalami perubahan, seperti “Hukum Dasar” menjadi “Undang-Undang Dasar” . lebih lengkap susunan UUD 1945 itu ialah; “…maka di susunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada; ke- Tuhanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan
kerakyatan
yang
di
pimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
50
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.101 Butir pertama yang berisi kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa oleh Drs. M. Hatta. Naskah Piagam Jakarta ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Bagi MMI, hal yang harus dilakukan adalah mengusahakan agar umat Islam mempunyai payung berupa undang-undang yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk menegakan syariat Islam. Akan tetapi karena tujuh kata (piagam Jakarta) dicabut maka upaya umat Islam untuk menegakan syariat harus dimulai lagi dari awal. Kongres I MMI di Yogyakarta tersebut dirancang untuk tujuan tersebut yang kemudian menjadi langkah awal penegakan syariat Islam secara total.102 Keputusan yang paling monumental dari kongres ini adalah lahirnya piagam Yogyakarta yang merupakan seruan kepada semua kaum Muslimin tentang wajibnya menegakan hukum Allah dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara.103 Meskipun tidak keras dalam tindakan, MMI sebenarnya cukup kritis terhadap hal atau sistem selain dari yang disodorkan selain Islam. MMI menolak demokrasi dan tidak setuju dengan nasionalisme yang dianggapnya sebagai
101 Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 (Bandung: Pustaka Perpustakaan Salman ITB, 1981), 143-144. 102 Awwas, ed., Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam, xvii-xxviii. 103 Awwas, ed., Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam, 132.
51
pengkotakan. Nasionalisme dan demokrasi dianggapnya menjadi malapetaka bagi umat Islam karena dengan demokrasi umat Islam menjadi terpecah-pecah dalam banyak partai atau kelompok.104 Diawal berdirinya MMI, Abu Jibril terpilih untuk membawahi Departemen Peningkatan Sumber Daya Mujahid (Qism Tanmiyatul Mawarid al- basyariyah), yang memliki agenda antara lain, menyelenggarakan pengkaderan para da’I dan mujahid secara terkoordinir dan terseleksi dalam semua tingkatan baik seara, terpusat, maupun berpindah tempat menurut keperluanya, serta menyusun sistem dan metode pengkaderan sesuai dengan tantangan dan kebutuhan, termasuk sosialisasi.105 Saat ini Abu Jibril sendiri menjabat sebagai Amir MMI yang merupakan pimpinan tertinggi dari organisasi tersebut yang dahulu di awal masa berdirinya, MMI di pimpin oleh Abu Bakar Ba’asyir yang kini berjalan sendiri di bawah organisasi barunya Jamaah Ansharut Tauhid. Perbedaan pendapat soal sistem organisasi membuat Abu Bakar Ba’asyir di tahun 2008 mundur dari MMI. Menurut Abu Bakar Ba’asyir MMI yang ada kini tidak sesuai dengan syariat Islam karena sistem yang diterapkan MMI masih menggunakan sistem Yahudi, tata cara pemilihan Amir masih menggunakan sistem periodik (demokrasi), menurutnya di MMI Amir hanya sebagai koordinator, bukan pemimpin tunggal.106
104
Turmudi dan Sihbudi, ed., Islam dan Radikalisme di Indonesia, 255. Awwas, ed., Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam, 174. 106 “Ba'asyir Dirikan Ormas Baru” tersedia di http://regional.kompas.com/read/2008/09/17/13241387/Ba%E2%80%99ashir%20Mundur%20dari %20Majelis%20Mujahidin%20Indonesia Internet; diunduh 21 Februari 2013. 105
52
Abu Bakar Ba’asyir menegaskan bahwa dalam Islam pemimpin dipilih dan diturunkan bila ia melanggar syariat, meninggal, mengundurkan diri, atau sakit permanen. Seorang pemimpin tidak perlu mempertanggung jawabkan kepemimpinanya di kongres, melainkan langsung bertanggung jawab kepada Allah.107 Abu Jibril sendiri menegaskan bahwa MMI yang ada sudah berjalan sesuai dengan tujuanya untuk menegakan syariat Islam, karena syariat Islam tidak bisa dipandang lewat perspektif seseorang, karena itu dalam MMI tidak ada simbol atau figuritas sentral. Abu Jibril sendiri membenarkan pernyataan Abu Bakar Ba’asyir tersebut, hanya saja menurutnya pandangan Abu Bakar Ba’asyir tersebut tidak selaras dengan realitas yang ada, karena seorang pemimpin tidak perlu mempertanggung jawabkan kepemimpinanya di kongres, melainkan langsung bertanggung jawab kepada Allah hanya dapat direalisasikan bila sudah tegak kepemimpinan umat Islam internasional (Khilafah) dan pemimpinya disebut Khalifah atau secara nasional disebut Amirud Daulah. Pandangan Abu Bakar Ba’asyir dinilai tidak realistis karena MMI saat ini masih berbentuk jamaah kecil.108 MMI dibawah kepemimpinan Abu Jibril bertekad meneruskan kebijakankebijakan sebelumya, antara lain berfungsi sebagai motivator umat untuk penegakan syariat Islam dalam lingkup keluarga, masyarakat, dan pemerintahan negara, serta membuat fatwa tentang kasus-kasus tertentu mengenai ajaran-ajaran 107
“Ba'asyir Dirikan Ormas Baru” tersedia di http://regional.kompas.com/read/2008/09/17/13241387/Ba%E2%80%99ashir%20Mundur%20dari %20Majelis%20Mujahidin%20Indonesia Internet; diunduh 21 Februari 2013. 108 Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 18 Desember 2012.
53
yang menyimpang dari Islam seperti ajaran Ahmadiyah, Syi’ah yang dianggap sesat dan menyesatkan. Abu Jibril dan MMI selalu berupaya untuk memperkenalkan sekaligus memperkuat ingatan umat tentang syariat Islam adalah melalui jalan dakwah. Abu Jibril sebagai Amir MMI tidak henti-hentinya mendakwahkan betapa pentingnya syariat Islam bagi keberlangsungan kehidupan sosial bangsa Indonesia menuju kehidupan yang lebih baik. Menegakan syariat Islam merupakan kewajiban setiap Muslim, oleh karena itu siapapun yang ingin menegakan syariat Islam, harus didukung secara maksimal. Abu Jibril mengungkapkan harapanya agar usaha yang dilakukan para mujahid untuk menegakan syariat Islam dapat memperoleh dukungan dari masyarakat Islam sendiri. Umat Islam harus bersatu dalam satu barisan dan jangan sampai terkotak-kotak. Umat Islam harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan mendalami Islam dengan sebenar-benarnya.109
109
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 18 Desember 2012.
54
BAB IV JIHAD DAN UPAYA PENEGAKAN SYARIAT ISLAM
A. 1.
Jihad Makna Jihad Istilah jihad berasal dari bahasa Arab ‘Jahada’ yang berarti ‘upaya
sungguh-sungguh’. Jihad bisa juga berarti perang suci. Istilah perang seringkali diterjemahkan merupakan bagian dari ajaran Islam. Oleh karena itu, stigmatisasi yang berkembang adalah Islam sebagai agama brutal, dimana perang tidak hanya dibenarkan tetapi juga dianggap suci.110 Dalam Al-Qur’an sebetulnya telah banyak dijelaskan mengenai makna jihad, dan wajib bagi setiap Muslim untuk berjuang demi menegakan Islam di muka bumi. Dalam teori hukum Islam banyak cara yang digunakan untuk memenuhi kewajiban jihad diantaranya menggunakan hati, lidah, tangan, dan pedang. Jihad yang menggunakan hati berkaitan dengan pertarungan melawan setan, dan dipandang sebagai jihad terbesar (jihad akbar). Jihad yang menggunakan lidah dan tangan adalah jihad yang memerintahkan kebenaran dan melarang kejahatan (amar ma’ruf nahi munkar). Jihad yang menggunakan pedang sama dengan perang dan dinilai sebagai jihad paling ringan (jihad asghar).111
110
Chaider S. Bamualim, “What’s Wrong with the Notion of Jihad”. Lihat, Cheyne Scoot
dan Irfan Abubakar (ed), Contemporary Issues in the Islamic World: The IndonesianPerspective, (Jakarta: CSRC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), 5-6. 111
Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-
Orde Baru, 216.
55
Para ahli hukum Islam (fuqaha) tradisional membagi jihad ini dalam dua bentuk, jihad ofensif (menyerang) dan jihad defensive (mempertahankan diri).112 Jihad ofensif merupakan suatu bentuk perlawanan masyarakat Muslim terhadap kolonialisme
kaum
kafir.
Jihad
ofensif
merupakan
kewajiban,
namun
penyebarluasanya hanya boleh dilakukan oleh negara, karena didalamnya terkandung tujuan mulia yaitu mengajak atau menghimbau agar manusia lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjadikan Islam sebagai satu-satunya keyakinan yang diyakini dapat menuntun menuju kemaslahatan umat, maka jihad ini menjadi tanggung jawab dan kewajiban khalifah sebagai pemimpin negara. Sedangkan jihad defensive dikatakan sebagai jihad perseorangan karena hanya wajib bagi umat Muslim yang mampu melaksanakanya. Baik jihad ofensif maupun jihad defensive, pelaksanaanya harus mendapat persetujuan imam sebagai pemegang otoritas tertinggi agar dalam pelaksanaanya umat Islam senantiasa terbebas dari segala sanksi hukum yang dinilai memberatkan. Jihad juga harus senantiasa memperhatikan etika dan hak preroatif. Maka dari itu peran imam sangatlah kuat dalam mewujudkan dan mengamalkan kedua jihad tersebut.113 Menurut Abu Jibril, jihad yang benar itu diantaranya jihad melawan hawa nafsu, setan, orang kafir, orang zalim dan munafik. Dari jihad tersebut, jihad melawan orang kafir merupakan bentuk jihad yang paling sukar. Dan jihad wajib
112
Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-
Orde Baru, 216. 113
Djelantik, Terorisme: Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan, dan
Keamanan Nasional, 151.
56
dipelajari dan diamalkan kaum Muslim karena jihad merupakan benteng pertahanan umat Islam dan cara umat Islam untuk menegakkan agama Allah. Jihad apapun bentuknya bukanlah perbuatan buruk karena jihad merupakan jalan Islam.114 Abu Jibril menuturkan sesungguhnya Islam itu tinggi dan mulia, tidak ada suatu agama yang dapat mencapai ketinggian dan kemuliaan Islam, juga satusatunya agama yang diridhai Allah. Allah berfiman dalam QS. Ali-Imran, ayat 19: “sesungguhnya dien (agama) yang diridhai, diakui (diiktiraf) di sisi Allah ialah Islam” (QS Ali-Imran,3: ayat 19) 115
Berdasarkan ayat tersebut Abu Jibril menjelaskan bahwa ketinggian dan kemuliaan Islam telah dirasakan oleh dunia dan seisinya pada saat ajaran Islam dilaksanakan sepenuhnya secara kaffah (syumul) pada saat Islam ditegakan mengikuti metode (manhaj) Rasulullah. Islam ditegakan Nabi Muhammad SAW dengan dakwah dan diakhiri dengan jihad.116 Maka menurut Abu Jibril, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa dakwah Islam sudah menyebar ke seluruh pelosok dunia. Namun sayangnya dakwah Islam saat ini tidak diikuti dengan seruan kepada Hijrah dan Jihad, yang justru dianggap sebagai sesuatu yang asing ditengah kehidupan masyarakat kini. Padahal, kesemuanya merepukan satu komponen yang tidak bisa dipisahkan.117 114
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
17 September 2013. 115
Abu Muhammad Jibriel AR, Karakteristik Lelaki Shalih, (Pamulang:Ar Rahmah
Media, 2005), 106. 116
Jibriel AR, Karakteristik Lelaki Shalih, 107.
117
Jibriel AR, Karakteristik Lelaki Shalih, 108.
57
Selanjutnya Abu Jibril berkata bahwa Islam adalah agama damai dan pembawa perdamaian. Perdamaian akan terjadi jika seluruh manusia sudah berhenti memerangi agama Allah atau agama itu milik Allah seluruhnya.118 Ditegaskanya pula bahwa jihad fie sabilillah adalah puncak ketinggian Islam dan merupakan ibadah yang paling utama dan tiada suatu amalpun yang mampu menandinginya. Jihad adalah satu-satunya cara untuk mengatasi persoalanpersoalan yang menimpa umat Islam saat ini dan untuk menegakkan martabat Islam, maka dari itu jihad merupakan hal yang penting bagi kehidupan umat Islam.
2.
Jihad Sebagai Tugas Bersama Seluruh Umat Islam Menurut Abu Jibril, jihad itu adalah tugas bersama, maka wajib hukumnya
mengajak seluruh komponen kaum Muslimin apa pun latar belakangnya untuk bersama-sama kaum Muslimin seluruh dunia untuk memerangi orang-orang kafir yang memerangi Islam.119 Abu Jibril mengutip surat At Taubah ayat 123: “Wahai kaum mukmin, perangilah orang-orang kafir yang membahayakan kalian yang tinggal di sekitar negeri kalian, agar mereka merasakan kekerasan kalian terhadap mereka. Ketahuilah bahwa Allah bersama hamba-Nya yang taat kepada-Nya (Q.S. At Taubah : 123).
118
Abu Muhammad Jibril AR, “Potret Medan Jihad” dalam Awwas, ed., Risalah Kongres
Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam, 103. 119
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
5 Februari 2013.
58
Maka dari itu Abu Jibril berpendapat bahwa tidak ada alasan bagi kaum Muslimin untuk mengesampingkan apalagi sampai menolak jihad dan menganggapnya sebagai ajaran yang sesat dan menyesatkan. Lebih lanjut mengenai jihad, Abu Jibril menegaskan bahwa jihad merupakan amalan Islam yang tinggi dan mulia, namun sekaligus merupakan amalan yang paling berat dan sukar. Medan jihad adalah suatu tempat untuk tidak bersenang-senang dan memikirkan kemewahan dunia. Medan jihad suatu tempat yang penuh cobaan dan ujian, kesusahan dan penderitaan. Maka dari itu tidak banyak manusia yang sanggup mengarungi medan jihad.120 Dijelaskan oleh Abu Jibril, bahwa tugas manusia dalam hidup ini adalah menegakan Dienullah (Agama Allah). Dan menegakkan Dienullah di muka bumi ini merupakan suatu pekerjaan yang mesti disertai dengan jihad. Abu Jibril berpendapat, sesungguhnya jihad tidak mungkin akan tegak kecuali memenuhi dua syarat yang asas dan pokok. Pertama, sabar yang membuahkan keberanian. Kedua, dermawan yang siap mengorbankan yang paling berharga dari apa yang dimilikinya yaitu jiwa, raga, keluarga, dan hartanya. Kedua syarat tersebut hampir hilang dari kehidupan umat Islam hari ini, dan banyak yang menjadi penakut dan pengecut. Mereka lupa, terlalu cinta kepada dunia dan takut berjihad adalah puncak tragedi kebinasaan umat Islam.121
120
Abu Muhammad Jibril AR, “Potret Medan Jihad” dalam Awwas, ed., Risalah Kongres
Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam, 103. 121
Abu Muhammad Jibril AR, “Potret Medan Jihad” dalam Awwas, ed., Risalah Kongres
Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam, 103.
59
Abu Jibril mengutarakan keprihatinanya, bahwa kenyataan yang terjadi saat ini, sebagian besar kaum Muslimin telah mengabaikan dan tidak memperdulikan jihad, mereka juga tidak mengadakan persiapan untuk berjihad, padahal jihad dalam Islam adalah satu amalan yang menjanjikan kemuliaan kepada hamba yang mengamalkanya. Dengan jihad, Islam dan umatnya akan menjadi tinggi dan mulia dihadapan seluruh umat yang lain di bumi ini. Sedangkan tanpa jihad Islam dan umatnya akan menjadi hina lagi dilecehkan. Ganjaran yang diberikan oleh Allah kepada para mujahid tidak terbatas kepada yang berperang saja. Apa saja yang berkaitan dan berhubungan dengan jihad di jalan Allah akan diberikan ganjaran dan keutamaan yang berlipat ganda. Salah satu keutamaan tersebut adalah kematian yang merupakan satu kepastian. Dan sebaik-baiknya kematian adalah mati syahid di medan jihad di jalan Allah.122 Abu Jibril berpandangan, bahwa tidak ada yang mampu melaksanakan jihad, melainkan hanya segelintir atau sekelompok kecil dari manusia pilihan. Tidak ada orang yang mau menjadikan program hidupnya membunuh atau dibunuh, berperang atau diperangi, menang atau mati di jalan Allah, kecuali sekelompok kecil hamba-hamba Allah yang shalih. Dengan demikian, jihad dianggap sebagai bagian penting dari syariat yang harus diterima umat Islam sepenuhnya. Komitmen pada jihad membuktikan kekuatan tauhid seseorang.123
122 123
Tersedia di http://abujibriel.com/ Internet; diunduh 3 Januari 2014. Jibriel AR, Karakteristik Lelaki Shalih, 152.
60
3.
Jihad Sebagai Jalan Utama Tegaknya Islam Abu Jibril merupakan salah satu tokoh Islam Radikal yang kerap kali
tampil berani dalam menyampaikan idenya dalam memperjuangkan syariat Islam. Di setiap sela-sela ceramahnya, seringkali Abu Jibril menyelipkan ajaran-ajaran mengenai jihad dan menyerukan jamaahnya untuk tidak segan-segan berjihad demi menegakan syariat Islam dan menjauhi sistem sosial ala barat yang dianggapnya kafir dan menyesatkan. Ketinggian dan kemuliaan Islam telah dirasakan oleh dunia dan seisinya pada saat ajaranya dilaksanakan sepenuhnya secara kaffah. Tetapi sekarang ini, pada beberapa abad terakhir situasi dan kondisinya amat jauh berbeda. Umat Islam tidak lagi dihormati dan dihargai seperti pada kurun waktu awal dahulu. Ketinggianya tidak diakui dan kemuliaanya dilucuti. Umat Islam seakan lupa akan pentingnya menegakkan syariat Islam di muka bumi. Seruan kepada Hijrah dan Jihad dianggap sebagai sesuatu yang asing di tengah kehidupan masyarakat kini. Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk memiliki keberanian. Tegaknya Islam adalah dengan shalat, sedangkan puncaknya Islam adalah jihad. Jika ada orang Islam yang menolak jihad, maka Islamnya menjadi batal. Ketika fondasinya tauhid, tiangnya shalat, puncaknya jihad. Maka rangkaian itu tidak bisa terpisahkan.124 Ditegaskan oleh Abu Jibril, bahwa sekarang ini di seluruh dunia, yang ditakuti musuh Islam bukanlah orang yang sekedar shalat, berinfaq, berzikir, umrah dan haji, tapi juga mereka yang berjihad. Jihad juga tidak akan tegak tanpa shalat, infaq sedekah, karena kesemuanya merupakan satu kesatuan. Maka, ketika
124
Jibriel AR, Karakteristik Lelaki Shalih, 107.
61
sebuah generasi menolak jihad, maka Allah akan mengganti generasi lain yang lebih baik. Sesungguhnya, musuh Allah itu takut dengan jihad. Jihad itu bukan hanya perang, tapi perang melawan hawa nafsu, melawan syaitan, melawan kaum kufar, dan rezim yang zalim. Termasuk juga jihad adalah sabar mencari ilmu, mengamalkan ilmu, dan mendakwahkan ilmu. Jihad bukan hanya dengan pergi berperang, tetapi jihad bisa dengan ilmu, harta dan jiwa.125 Bagi Abu Jibril, amalan jihad dalam Islam merupakan suatu amalan mulia dan wajib untuk sesegera mungkin dilaksanakan umat Muslim untuk menegakkan Islam di muka bumi. Memang pada dasarnya jihad merupakan amalan yang paling berat ditunaikan manusia, karena memang tidak ada amalan lain yang melebihi sukar dan beratnya amalan jihad. Karena sukar dan beratnya perjalanan Jihad ini, maka tidak ramailah manusia yang berminat di dalamnya dan ikut serta bergabung meskipun ia menjanjikan ganjaran yang sangat besar dan balasan surga.126
4.
Jihad dan Terorisme Isu terorisme ramai diperbincangkan pasca tragedi WTC 11 September
2001. Seusai aksi yang mengejutkan dunia itu, Osama bin Laden dituduh bertanggung jawab dalam aksi tindak terorisme yang telah meluluhlantakan gedung WTC dan gedung Pentagon. Tuduhan itu dilontarkan oleh Presiden Amerika George W Bush. Bush menuduh serangan teror Osama sebagai Perang
125
Abu Muhammad Jibriel AR, Syubhat-Syubhat Seputar Jihad dan Akibat
Meninggalkanya, (Pamulang: Majelis Ilmu Ar-Royan, 2009), 28. 126
Jibriel AR, Syubhat-Syubhat Seputar Jihad dan Akibat Meninggalkanya, 28.
62
Salib.127 Dan pernyataan itu mencoba mempengaruhi pandangan dunia bahwa teroris identik dengan Islam. Serangan 11 September 2001 tersebut, telah membuat Amerika Serikat secara tegas mengumumkan perang melawan terorisme dan berambisi keras untuk menghancurkan jaringan Al-Qaeda. Jaringan Al-Qaeda yang dianggap jaringan teroris internasional yang disinyalir terdapat di seluruh dunia, termasuk di kawasan Asia Tenggara.128 Salah satu organisasi Islam yang disebut-sebut menjalin kedekatan dengan Al Qaeda adalah Jama’ah Islamiyah (JI). Tuduhan mengenai keberadaan JI kemudian terbukti setelah para aktor bom Bali tanggal 12 Oktober 2002 itu, yang menewaskan ratusan warga negara asing ditangkap dan diadili di pengadilan.129 Tragedi bom Bali di tahun 2002, merupakan rangkaian tiga peristiwa pengeboman yang terjadi pada tanggal 12 Oktober 2002. Bom meledak di tiga tempat, yaitu Paddy’s Pub dan Sari Club di Jalan Legian, Kuta, dan Kantor Konsulat Amerika Serikat. Peristiwa bom Bali I ini disusul dengan bom Bali II di tahun 2005. Peristiwa ini dianggap sebagai tragedi terorisme terparah di Indonesia. Dan JI disebut-sebut sebagai dalang dari teror yang menelan 202 127
Pasca tragedi 11 september 2001, presiden Amerika George W Bush
mengkampanyekan perang melawan terorisme ini sebagai perang salib. Pernyataan bush kala itu memang cukup mengejutkan seolah mengobarkan perang Islam vs Kristen. Namun Bush meralat pernyataanya dengan menegaskan perang yang dilancarkanya terhadap teror bukan perang melawan Islam, karena baginya teroris-teroris Muslim telah membajak “agama besar”. Lihat, “Bush: Perangi Teror, Bukan Perangi Islam” tersedia di http://www.gatra.com/ Internet; diunduh 17 September 2013 128
S. Yunanto, Gerakan Militan Islam di Indonesia dan di Asia Tenggara, (Jakarta: FES
dan The Ridep Institute, 2003), 69. 129
Yunanto, Gerakan Militan Islam di Indonesia dan di Asia Tenggara, 70.
63
korban jiwa dan 209 orang luka-luka dan cedera. Nama-nama yang dianggap terlibat dalam peristiwa bom Bali diantaranya Abdul Hamid, Imam Samudera, Ali Gufron alias Mukhlas, Amrozi, Azhari Husin alias Dr. Azahari, Dulmatin, Umar Patek, Zulkarnaen, dan Abu Bakar Ba’ashir. Namun, hanya Ba’ashir yang dinyatakan tidak bersalah dan bebas dari tuduhan dan hanya divonis atas pelanggaran keimigrasian.130 Pertengahan tahun 2003 Indonesia kembali di guncang tragedi bom Marriot. Pada tanggal 5 Agustus 2003, Asmar Latin Sani pelaku bom bunuh diri meledakan mobil yang dikendarainya di lobi hotel JW Marriot, menewaskan 12 orang dan menciderai150 orang.131 Dan tanggal 17 Juli 2009 hotel JW Marriot dan Ritz Carlton kembali diguncang teror bom. Setelah peristiwa bom Marriot itu, putra Abu Jibril, Muhammad Jibril ditahan karena dituduh terlibat dalam aksi pemboman tersebut. Muhammad Jibril dituduh terlibat pendanaan terorisme serta menggunakan identitas palsu dalam aksi pemboman itu. Pada tanggal 11 Mei 2010, Muhammad Jibril ditetapkan sebagai tersangka dan divonis 5 tahun penjara.132 Tapi demikian Abu Jibril membantah keras bahwa anaknya terkait dengan tindak terorisme tersebut. Ditegaskan olehnya bahwa Muhammad Jibril
130
“KejanggalanBomBali”tersediadi http://votreesprit.wordpress.com/ Internet; diunduh
26 september 2013. 131
“Bom Hotel Marriott” tersediadi
http://www.museum.polri.go.id/lantai2_gakkum_bom-marriot.html Internet; diunduh 26 september 2013. 132
“Muhammad Jibril Mengaku Ditelanjangi” tersediadi
http://nasional.kompas.com/read/2010/05/11/15212260/Muhammad.Jibril.Mengaku.Ditelanjangi Internet; diunduh 30 September 2013.
64
hanyalah seorang wartawan media website dan tuduhan yang dialamatkan pada putranya itu merupakan fitnah dan salah sasaran.133 Peristiwa peledakan bom lainya kembali lagi terjadi di tahun 2004. Bom meledak di depan kantor Kedutaan Besar Australia tepat tanggal 9 September 2004. Ini merupakan aksi terorisme terbesar ketiga setelah tragedi bom Bali 2002 dan JW Marriott 2003. Kepolisian Indonesia menduga JI sebagai dalang di balik peristiwa ini. Tidak lama setelah aksi itu, 5 November 2004, polisi menangkap empat orang yang dianggap sebagai pelaku dalam peristiwa ini, mereka adalah Rois, Ahmad Hasan, Apuy, dan Sogir alias Abdul Fatah.134 Motif pelaku terorisme seperti yang pernah dikemukakan Ali Imron, terpidana seumur hidup kasus bom Bali, dikarenakan ketidakpuasan terhadap pemerintahan yang tidak memberlakukan syariat Islam secara menyeluruh. Bagi mereka tidak diberlakukanya syariat Islam telah menyebabkan terjadinya kemungkaran dan kekejian serta kerusakan moral, ekonomi, sosial, budaya yang semakin merajalela di Indonesia. Selain karena ketidakpuasan, aksi-aksi teror yang mereka lancarkan juga dilatarbelakangi keinginan untuk melaksanakan jihad dengan tujuan membalas dendam terhadap kaum kafir dan pihak yang memusuhi dan memerangi Islam.135
133
Azhar
Pungkashadi,
“Muhammad
Jibril
http://www.indosiar.com/fokus/mohammad-jibril-dibesuk_82000.html
dibesuk” Internet;
tersedia
di
diunduh
30
September 2013. 134
“Tuntas
Kasus
Bom
Mega
Kuningan”
tersedia
di
http://nasional.kompas.com/read/2009/10/13/07075585/tuntas.kasus.bom.mega.kuningan Internet; diunduh 26 september 2013 . 135
Ali Imron , Ali Imron Sang Pengebom (Jakarta: Penerbit Republika, 2007), 41-52.
65
Saat ini pemahaman tentang teroris dan terorisme cenderung direduksi sedemikian rupa sehingga setiap kali menyebut kata teroris dan terorisme, maka yang ada dibenak sebagian masyarakat adalah Al-Qaeda dan kaum teroris Islam lainya yang sering mengatasnamakan jihad sebagai cara berjuang. Hal ini dikarenakan Al-Qaeda selalu mengatakan aksi terornya adalah jihad. Dan sejak munculnya seruan perlawanan terhadap Osama bin Laden, jihad seolah menjadi kata kunci yang diidentikan dengan Islam. Kemudian berkembanglah stigma yang menyamakan kaum radikal, sebagai teroris. Lalu yang paling ironis, stigma yang menyamakan atau minimal mengidentikan Muslim dengan teroris atau Islam dengan terorisme.136 Bagi Abu Jibril, terorisme merupakan undang-undang yang dilegalkan penguasa thoghut untuk menghentikan dan mematikan gerakan jihad bagi penegakan syariat Islam dan khilafah. Isu terorisme yang diembuskan pihak-pihak anti-Islam merupakan gerakan yang menghalang-halangi perkembangan agama Islam itu sendiri. Islam, kata Abu Jibril, tidak pernah menakut-nakuti. Orang antiIslam lah yang sebenarnya membuat teror. Jihad mereka sebut amalan yang menakutkan.137 Menurut Abu Jibril, sebagian kaum Muslim dalam memandang dan memahami jihad Islam telah salah dan keliru. Mereka telah banyak terpengaruh oleh pandangan sesat orang kafir, orang-orang munafik dan ahli-ahli bid’ah yang
136
Riza Sihbudi, “Terorisme dan Kospirasi Anti Islam” dalam Akaha, ed., Terorisme
dan Kospirasi Anti Islam, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2002), 62. 137
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
5 Februari 2013.
66
menganggap jihad Islam itu sebagai simbol kekerasan dan keganasan, lalu dengan sewenang-wenangnya melabelkan jihad sebagai terorisme dan pelakunya adalah teroris. Padahal yang sebenarnya, jihad merupakan amalan mulia dan tinggi derajatnya. Bahkan jihad fie sabilillah merupakan satu-satunya amal shalih yang menjadi benteng dan penyelamat seluruh ajaran Islam yang kedudukanya tidak bisa diganti dengan amal shalih yang lain.138 Lebih lanjut Abu Jibril juga menambahkan bahwa seluruh ajaran Islam itu Rahmatan lil alamin, diamalkan, didakwahkan, dan diperjuangkan sesuai petunjuk Rasulullah. Shalat, puasa, zakat, haji, dan umrah bila dikerjakan sesuai ilmu maka akan mendapat rahmat Allah. Begitu juga jihad, jika diamalkan dengan benar akan menurunkan amal yang sangat besar. Maka tidak pantaslah kita menuding dan menghina beberapa jamaah yang dianggap radikal dan keras seperti, MMI, FPI, HTI, dan lainya karena kecendrungan mereka yang menjadikan jihad sebagai jalan hidupnya.139 Mengenai aksi teror bom di Indonesia, Abu Jibril menuturkan bahwa pembantaian umat manusia seperti yang terjadi pada peristiwa-peristiwa peledakan bom, bukanlah termasuk cara orang Islam berjihad. Karena sesungguhnya Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang, dan jihad digunakan untuk menegakkan keamanan dunia. Abu Jibril menegaskan bahwa aksi-aksi teror bom di Indonesia hanyalah ulah pihak-pihak tertentu yang sengaja diciptakan untuk meredam kebangkitan Islam. Densus 88 yang menangkap dan memberi label teroris pada seseorang, maka itulah bentuk teror yang 138
Jibriel AR, Syubhat-Syubhat Seputar Jihad dan Akibat Meninggalkanya, 7.
139
Jibriel AR, Syubhat-Syubhat Seputar Jihad dan Akibat Meninggalkanya, 72.
67
sesungguhnya karena telah mencemari Islam. Islam dituduh teroris, padahal merekalah teroris yang sesungguhnya karena telah menakut-nakuti umat Islam supaya takut pada jihad dan menjauhinya.140 Abu Jibril menambahkan bahwa aksi peledakan bom di Indonesia mengandung banyak kebohongan didalamnya yang merugikan umat Islam. Para tertuduh teroris sesungguhnya telah dipaksa untuk mengakui perbuatan keji tersebut dilakukan mereka atas nama jihad. Hal tersebut dilakukan untuk mencemari jihad dan menguntungkan pihak-pihak yang membenci Islam (Barat). Abu Jibril berpendapat bahwa aksi peledakan bom di Indonesia hanyalah rekayasa Yahudi dan Nasrani untuk terus memojokan Islam.141 Teror dilakukan kaum kafir dengan tujuan memurtadkan kaum muslim, memecah belah kesatuan umat Islam, dan kaum kafir akan terus memerangi Islam.142 Dan pelaku aksi teror yang mengatasnamakan jihad tidak pantas disebut sebagai mujahid, karena sebutan mujahid hanya untuk orang-orang yang berjihad dengan cara-cara yang benar.143 Menurut Abu Jibril, Jihad memang digunakan untuk melawan musuhmusuh Islam. Dan musuh-musuh Islam bukan hanya orang-orang kafir, tapi juga orang Islam yang anti dengan penegakan syariat. Dan perang boleh dilakukan apabila musuh-musuh Islam tersebut memerangi Islam. Kekerasan diperbolehkan
140
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
17 September 2013. 141
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
17 September 2013. 142
Abu Muhammad Jibril, Virus-Virus Syariat: Upaya Menjaukan Umat Islam dari AlQur' (Jakarta: Ar Rahmah Media, 2008), 10. 143 Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan, 17 September 2013.
68
bila ternyata musuh-musuh Islam menggunakan kekerasan dalam menghalanghalangi penegakan syariat Islam. Abu Jibril dengan tegas mengatakan bahwa Islam agama yang lemah lembut dan cinta damai, Islam tidak pernah membantai umat manusia, dan Islam agama yang mampu merangkul semua.144 Bagi Abu Jibril, isu terorisme harus selesai di Indonesia. Dan mengenai aksi-aksi bom di tanah air, Abu Jibril menilai maraknya aksi bom dan serangkaian teror belakangan ini bertujuan untuk mengalihkan isu yang selama ini memojokkan pemerintah, sehingga sesuatu yang mendesak dan mendapat perhatian masyarakat menjadi dilupakan. Padahal semua itu sengaja diciptaan rezim penguasa untuk terus menerus mendiskreditkan umat Islam sehingga menjadi lemah dan akhirnya mudah dikendalikan. Sebaliknya gerombolan Kristen dan Katolik fanatik fundamentalis terus berkembang pesat dan akhirnya berkuasa di Indonesia.145
B.
Penegakan Syariat Islam
1.
Makna Syariat Islam Syariat Islam atau hukum Islam yang bersumber langsung dari Al-Qur’an,
merupakan seperangkat norma yang berfungsi untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Syariat Islam merupakan landasan hukum terpenting bagi
144
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
17 September 2013. 145
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
5 Februari 2013.
69
umat Islam karena syariat Islam adalah hukum yang dinilai mampu memecahkan seluruh permasalahan umat. Penegakan syariat Islam dianggap sebagai suatu kewajiban agama yang implikasinya bukan hanya sebagai solusi permasalahan tetapi juga membantu umat untuk meraih kesejahteraan. Semangat memperjuangkan syariat Islam disegala aspek kehidupan terus berkembang karena didasarkan pada fakta bahwa hukum manusia tidak membawa keadilan dan tidak memperhatikan kepentingan mayoritas (umat Islam). Persoalan yang cukup mengganjal dikalangan aktifis Islam Radikal seperti Abu Jibril, antara lain karena belum diberlakukanya syariat Islam secara utuh, padahal menurut Abu Jibril syariat Islam bagaikan perisai yang melindungi umat Muslim dari serangan paham sekuler dan ideologi-ideologi Barat yang dinilai menyesatkan dan seringkali melahirkan kesenjangan sosial. Masih diberlakukanya sistem lain selain syariat Islam adalah penyebab utama segala masalah dan bencana yang menimpa umat manusia.146 Abu Jibril menjelaskan bahwa Islam datang untuk mentauhidkan umat manusia dan menegakkan syariat diatas tauhid yang benar. Kehidupan akan timpang apabila syariat Islam tidak ditegakkan di bumi, karena syariat Islam diturunkan Allah demi terciptanya kemaslahatan hidup di dunia dan kesejahteraan di akhirat. Apabila syariat tidak ditegakkan maka masyarakat akan menjadi kacau dan tertimpa bencana seperti saat ini.147
146
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
29 April 2013. 147
Tersedia di http://abujibriel.com/ Internet; diunduh 3 Januari 2014.
70
Abu Jibril menyebutkan firman Allah Ta'ala dalam surat al-An'am ayat ke153, yang berbunyi: "Perintah dan larangan ini adalah syari'at-Ku yang benar. Wahai manusia, ikutilah syari'at-Ku itu. Janganlah kalian mengikuti tatanan-tatanan hidup yang lain, karena tatanan-tatanan hidup yang lain itu pasti akan menjauhkan kalian dari syari'at-Nya. Demikianlah Tuhan mengajarkan syari'at-Nya kepada kalian supaya kalian taat kepada Allah dan bertauhid." (Q.S al-An’am: 153)
Dari ayat tersebut Abu Jibril menarik kesimpulan bahwa umat Islam tidak diperkenankan mengikuti satu jalan hidup pun, kecuali syariat Islam. Dan yang memperjuangkan syariat Islam adalah Muslim yang sesungguhnya. Hanya orangorang kafir dan tidak paham Islam-lah yang menolak hal ini.148 Abu Jibril menerangkan, bahwa dengan syariat, Indonesia akan makmur, sejahtera dunia dan akhirat. Oleh karena itu wajib bagi seluruh lapisan masyarakat, baik dari kalangan penguasa maupun sipil bersama-sama menempuh jalan untuk memperbaiki negara yang sarat akan masalah-masalah yang bisa mengundang azab Allah karena keberpalingan dari ketaatan kepada Penguasa semesta alam. Penerapan syariat secara utuh dan menyeluruh akan berimplikasi pada terciptanya ketertiban negara.149 Menurut Abu Jibril penerapan syariat Islam merupakan suatu agenda penting yang bersifat mendesak dan harus terus di perjuangkan umat Islam sampai syariat dapat dilegalkan dalam sistem kenegaraan sehingga tercipta satu kesatuan masyarakat yang hidup di bawah naungan
148 149
Tersedia di http://abujibriel.com/ Internet; diunduh 3 Januari 2014. Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
29 April 2013.
71
kepemimpinan Islam (Daulah Islamiyah). Karena tidak bisa dipungkiri untuk menegakkan syariat Islam diperlukan instumen negara.150
2.
Penegakan Syariat Islam Demi Berdirinya Daulah Islamiyah Segala macam pendapat maupun kritik yang dilontarkan para aktifis Islam
Radikal semata-mata adalah bentuk perjuangan yang bertujuan untuk dapat mengembalikan tata hidup masyarakat sesuai dengan Al-quran dan sunnah. Abu Jibril menegaskan bahwa, masyarakkat harus berpedoman pada Al-quran dan sunnah untuk dapat mewujudkan masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera. Meninggalkan kedua pedoman tersebut maka sama saja dengan membuka jalan timbulnya konflik dan semakin memperlemah kedudukan umat Islam.151 Bagi Abu Jibril, memperjuangkan tegaknya dinul Islam merupakan kewajiban utama umat Islam. Tegaknya dinul Islam ditandai dengan adanya kekuasaan Daulah atau Khilafah Islamiyah, karena dibawah naungan daulah atau khilafah Islamiyah, syariat Islam dapat diamalkan secara terpimpin yang nantinya secara berangsur-angsur akan tercipta masyarakat Islami yang kaffah
dan
terbebas dari dominasi sistem barat yang kufur. Syariat Islam dapat ditegakan dengan berbagai usaha diantaranya melalui jalan dakwah, pendidikan, kegiatan sosial dan jihad.152
150
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
29 April 2013. 151
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
29 April 2013. 152
Tersedia di http://abujibriel.com/ Internet; diunduh 3 Januari 2014.
72
Abu Jibril menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dakwah ialah seruan kepada umat untuk lebih dekat kepada Allah. Dakwah dilakukan untuk kepentingan penyebaran Islam secara luas di berbagai tempat di dunia. Dakwah ditegakan dengan tujuan untuk mengajak manusia agar bertaqwa kepada Allah. Dakwah merupakan kewajiban indifidu dan kelompok Muslim untuk menegakkan Islam di muka bumi. Namun permasalahan yang menimpa umat Islam saat ini adalah belum dapat diamalkanya syariat Islam secara menyeluruh karena penegakan syariat Islam hingga kini masih menjadi perdebatan panjang dan mendapat pertentangan.153
a. Memasukkan Syariat Islam dalam Sistem Kenegaraan Salah satu dari karakteristik syariat Islam adalah cakupanya. Tidak ada satupun dalam kehidupan yang tidak ada hukumnya dalam syariat.154 Maka bagi para aktifis Islam Radikal, upaya yang harus dilakukan umat Islam agar tidak lagi hidup di bawah bayang-bayang kekuasaan barat adalah memperjuangkan syariat Islam untuk masuk kedalam sistem negara. Secara tegas Abu Jibril mengatakan bahwa Islam harus diamalkan secara kaffah dan harus ada didalam sistem kekuasaan. Pemerintahan yang menjadikan Islam sebagai landasan hukum utamanya haruslah selalu berpedoman pada Al-
153 154
Jibriel AR, Karakteristik Lelaki Shalih, 332. Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan Dalam Pandangan Islam, (Jakarta:
Yayasan Al-Amin, 1984), 1.
73
quran dan sunnah, dan yang terpenting dalam sistem kenegaraan tidak boleh ada pengaruh dari sistem lain yang dibentuk orang kafir.155 Abu Jibril mengatakan, Islam harus mampu menjadi bagian dari negara, karena Islam akan semakin kuat dan dapat diamalkan secara benar bila pengaruhnya telah masuk kedalam kekuasaan. Masuknya syariat Islam dalam sistem negara, maka dengan sendirinya syariat Islam telah menempati posisi tunggal dalam sistem kenegaraan dan mempunyai andil besar dalam menjalankan pemerintahan karena secara legal berada dalam UU negara. Ditegaskan oleh Abu Jibril, begitu pentingnya syariat Islam untuk diletakan dalam sistem pemerintahan, membuatnya tidak boleh berada diluar garis kekuasaan negara.156 Islam sejatinya tidak boleh hidup dan berkembang dibawah sistem yang kafir. Hidup dibawah sistem kafir, maka lambat laun akan membuat umat tidak lagi menjadikan Al-quran dan sunnah sebagai pedoman hidup yang utama, hal ini tentu saja sangat megkhawatirkan, karena meninggalkan kedua pedoman tersebut justru akan berakibat pada timbulnya konflik, perpecahan dan akan semakin melemahkan kedudukan umat Islam.157
b. Tata Cara Pelaksanaan Syariat Islam Tata cara pelaksanaan sistem pemerintahan yang sesuai dengan syariat Islam adalah bentuk pemerintahan seperti yang telah dicontohkan Nabi 155
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
29 April 2013. 156 157
Tersedia di http://abujibriel.com/ Internet; diunduh 3 Januari 2014. Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
29 April 2013.
74
Muhammad SAW terdahulu. Sistem pemerintahan Islam ala Nabi Muhammad telah melahirkan sebuah bentuk kesatuan masyarakat terbesar yang disebut negara, dan dalam hal ini adalah negara Islam. Negara Islam atau Daulah Islamiyah merupakan sebutan untuk sebuah tempat yang kekuasaanya berada di tangan kaum Muslim, dan didalamnya syariat Islam merupakan sumber hukum positif yang menjadi Undang-Undang negara.158 Pemerintahan berlandaskan Islam merupakan suatu bentuk pemerintahan yang ditegakan berdasarkan pada norma-norma keislaman. Hukum dan peraturanya berpedoman kepada Al-qur’an dan al-Sunnah. Pemerintahan yang menjadikan Islam sebagai dasar hukum negara tidak akan melahirkan negara yang bersifat kedaerahan yang dibatasi oleh suku atau ras, melainkan negara yang sifatnya universal. Karakter pemerintahan Islam yang universal memungkinya menjadi negara dunia yang mencangkup berbagai ras dan bangsa.159 Abu Jibril menerangkan bahwa, negara Islam memang menonjolkan sifat kekuasaan kaum Muslimin, namun unsur penduduk tidaklah disyaratkan harus seluruh warga Muslim, tetapi ada juga diantara warganya yang bukan kaum Muslim. Jadi dapat dikatakan bahwa kelompok manusia yang ada terbagi atas dua golongan. Golongan pertama adalah kaum Muslimin, dan golongan kedua adalah kaum kafir.160
158
Zaidan, Masalah Kenegaraan Dalam Pandangan Islam, 12.
159
Zaidan, Masalah Kenegaraan Dalam Pandangan Islam, 12.
160
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
29 April 2013.
75
Menurut Abu Jibril, penerapan syariat Islam dalam sistem pemerintahan negara berkaitan dengan peran amir atau pemimpin. Pemimpin ditempatkan sebagai pengambil keputusan yang didasarkan kepada Al-qur’an dan sunnah. Posisi pemimpin atau kepala negara disini merupakan wakil umat. Pemimpin mengelola semua urusan kenegaraan sesuai dengan aturan syariat Islam, menerapkan hukum Islam pada negeri dan rakyat di seluruh wilayah pemerintahanya.161 Abu Jibril menjelaskan bahwa Amir merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan, yang memimpin urusan agama dan dunia. Tujuan utama seorang pemimpin adalah menegakan sendi-sendi agama dan politik dunia, Kepatuhan masyarakat kepada negara yang direpresentasikan dengan perintah dari pemimpin merupakan hak yang bersumber pada syariat atas diri setiap individu. Setiap individu wajib untuk mematuhi, mentaati, dan menjalankan perintah, peraturan-peraturan, dan rencana yang telah ditetapkan pemimpin, dan dilarang untuk memberontak.162 Pemberontakan terhadap pemimpin boleh dilakukan bila pemimpin tersebut kedapatan meninggalkan shalat dan tidak menyeru rakyatnya untuk shalat, dan sekalipun pemimpin tersebut tetap menegakkan shalat namun menolak pemberlakuan syariat Islam sebagai satu-satunya sumber hukum positif, maka pemimpin tersebut telah kafir dan rakyat boleh melengserkanya.163 Dan Islam ditegakkan dengan dua cara yaitu dakwah dan jihad. Dakwah bertujuan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai pentingnya
161
Jibriel AR, Syubhat-Syubhat Seputar Jihad dan Akibat Meninggalkanya, 56.
162
Jibriel AR, Syubhat-Syubhat Seputar Jihad dan Akibat Meninggalkanya, 56.
163
Jibriel AR, Syubhat-Syubhat Seputar Jihad dan Akibat Meninggalkanya, 64.
76
syariat Islam untuk diterapkan sebagai dasar negara dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman syariat Islam melalui jalan dakwah wajib hukumnya untuk terus menerus dilakukan demi mewujudkan negara Islam yang utuh, yaitu bersandar penuh pada syariat Islam. Sedangkan jihad digunakan bila ternyata jalan dakwah dinilai kurang efektif dan belum mendapatkan hasil yang maksimal. Jihad memiliki dua arti, pertama jihad secara lisan, kedua, jihad dengan senjata (perang). Jihad dengan arti yang kedua ini hanya dilakukan bila jihad secara lisan mendapatkan perlawanan dengan menggunakan kekerasan.164 Bila syariat telah berhasil ditanamkan dalam sistem kenegaraan, maka negara harus mengatur kewajiban jihad dengan menetapkan peraturan-peraturan yang diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini, guna merealisir kewajiban penting ini sebaik-baiknya.165
C. Menegakkan Syariat Islam dan Pluralisme Masyarakat Indonesia Indonesia merupakan fenomena tersendiri bagi dunia Islam. Islam yang masuk ke Indonesia harus mampu berdampingan dengan tradisi dan sosio-kultural asli Indonesia, seperti animisme dan dinamisme, yang memiliki andil besar dalam membentuk model Islam Indonesia.166 Fenomena Islam Indonesia yang khas lainnya adalah pluralisme, yaitu beragamnya suku, agama, ras, dan golongan. Islam di Indonesia sebetulnya 164
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
29 April 2013. 165 166
Tersedia di http://abujibriel.com/ Internet; diunduh 3 Januari 2014. Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara: Kritik atas Politik Hukum Islam
di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2001), 7-9.
77
merupakan unsur dominan didalam masyarakat, tapi kenyataan yang terjadi, dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia tidak didasarkan pada Islam, karena realitas yang ada adalah selalu tidak berhasilnya Indonesia menjadikan agama sebagai dasar negara yang mampu merangkul pluralisme. Karena alasan pluralisme itu pula, penerapan dan pemberlakuan hukum Islam dalam dinamika sosial politik Indonesia selalu mengundang polemik. Demi menjaga komitmen atas pluralisme, hukum
Islam “direduksi’ wilayah
pemberlakuanya sampai pada tingkat yang membuat penganut agama lain tidak merasa terancam. Hukum Islam yang mendapatkan legitimasi dan justifikasi dalaam tata hukum Indonesia hanya pada bidang hukum mu’amalah (private laws), itu pun terbatas pada bidang kewarisan, perkawinan, dan perwakafan, padahal ruang lingkup hukum Islam adalah seluruh wilayah aktifitas manusia.167 Memandang konteks Indonesia dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar namun tidak menjadikan syariat Islam sebagai dasar hukum negara, Abu Jibril mengatakan bahwa, Indonesia punya peluang untuk syariat Islam bisa masuk kedalam sistem kenegaraan, karena Islam merupakan agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia. Menurutnya, Indonesia bersyariat harus direbut dengan jalan revolusi. Revolusi yang dimaksud Abu Jibril adalah revolusi damai dengan jalan dakwah. Akan tetapi bila ternyata usaha itu dihadapi dengan kekuatan fisik, terpaksa dilakukan dengan perlawanan.168
167
Wahid dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara: Kritik atas Politik Hukum Islam di
Indonesia, 7-9. 168
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
29 April 2013.
78
Dalam pandangan Abu Jibril, negara yang ada saat ini tidak perlu dihancurkan, cukup penguasa yang tidak pro syariat Islam saja yang disingkirkan dan diganti dengan penguasa Islam yang mendukung syariat. Sebab Nabi juga tidak menghancurkan Mekah, dan tidak menghancurkan kota Madinah ketika ingin menegakan dan menyebarkan ajaran Islam.169 Menurut Abu Jibril, jika Indonesia ingin menjadi lebih baik, maka ganti rezim sekaligus mengganti sistem kenegaran. Jadikan Islam sebagai sistem yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Islam harus dilaksanakan seluruhnya dalam bentuk kekuasaan negara. Rasulullah Saw, Abu Bakar AsShiddiq ra, Umar bin Khaththatb ra, Utsman bin Affan ra, dan Ali bin Abi Thalib ra, adalah pelaksana Al Quran dalam bentuk kekuasaan negara. Maka mustahil Islam dapat diamalkan secara kafah jika kita tidak punya kekuasaan dan negara.170 Abu Jibril menegaskan bahwa yang memperjuangkan syariat Islam adalah Muslim yang sesungguhnya. Hanya orang-orang kafir dan tidak paham Islam-lah yang menolak hal ini sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan di surat an-Nisa’ ayat ke-65 yang artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (Q.S an-Nisa: 65)
Maka menurut Abu Jibril, dengan syariat Islam, Indonesia akan makmur, sejahtera dunia-akhirat. Oleh karena itu, wajib bagi seluruh lapisan masyarakat
169 170
Tersedia di http://abujibriel.com/ Internet; diunduh 3 Januari 2014. Tersedia di http://abujibriel.com/ Internet; diunduh 3 Januari 2014.
79
untuk menegakan dan senantiasa mengamalkan hukum Islam dengan sebaikbaiknya.171
D.
Penolakan Terhadap Demokrasi dan Pancasila Istilah "Demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena
kuno pada abad ke-5 SM. Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.172 Demokrasi yang dianut di Indonesia yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila.173 Kemunculan Pancasila sebagai filsafat negara Republik Indonesia dilatarbelakangi oleh fakta sejarah perjuangan mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.174 Pancasila sendiri merupakan suatu konsep ideologi baru yang di design untuk mewujudkan tatanan negara Indonesia yang modern.175 Demokrasi Pancasila merupakan konsep dan sistem pemerintahan yang lahir sebagai koreksi atas penerapan Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin di bawah kendali kepemimpinan Soekarno yang dinilai telah banyak melakukan penyimpangan terhadap konstitusi dan ideologi negara, sekaligus bertentangan 171
dengan
konsep
Demokrasi
itu
sendiri.
Diantara
bentuk
Wawancara dengan Abu Jibril, Masjid Al-munawarah, Pamulang Tanggerang Selatan,
29 April 2013. 172
Rahardiansyah, Pengantar Ilmu Politik: Konsep Dasar, Paradigma dan Pendekatanya, 120. 173 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 106. 174 Sirojuddin Aly, Revitalisasi Ideologi Nasional Dalam Berbangsa dan Bernegara, (Jakarta: Mazhab Ciputat, 2012), 1. 175 Aly, Revitalisasi Ideologi Nasional Dalam Berbangsa dan Bernegara, 73.
80
penyimpangan yang paling parah ialah ditetapkannya Presiden Soekarno sebagai Presiden seumur hidup melalui Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963. Yang berarti tidak ada mekanisme pergantian kekuasaan eksekutif lewat pemilihan umum.176 Atas dasar itulah Orde Baru tegak dengan membawa konsep Demokrasi Pancasila dengan sebuah komitmen akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Awalnya demokrasi Pancasila menawarkan tiga komponen demokrasi. Pertama, demokrasi dalam bidang politik yang hakikatnya untuk menegakkan kembali asas-asas negara hukum dan kepastian hukum. Kedua, demokrasi dalam bidang ekonomi yang pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara. Ketiga, demokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya adalah pengakuan dan perlindungan HAM, serta peradilan yang bebas dan tidak memihak. Namun, penerapannya komitmen tersebut hanyalah retorika politik belaka. Kebebasan berpendapat dikekang, praktek KKN merajalela, pelanggaran HAM terjadi dimana-mana, seluruh kekuatan politik maupun ormasormas hingga organisasi kemahasiswaan didesak memakai azas tunggal pancasila. Menyimpangnya Demokrasi semasa Orde Baru mengakibatkan munculnya gelombang ketidakpercayaan rakyat terhadap kredibilitas pemerintah yang meledak di tahun 1998.177 Penyimpangan Demokrasi Pancasila itulah yang membuat aktivis Islam Radikal seperti Abu Jibril menolak keras Demokrasi dan Pancasila yang dianggap telah gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat dan
176 177
Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 129-130. Aly, Revitalisasi Ideologi Nasional Dalam Berbangsa dan Bernegara, 98.
81
ketidakmampuanya dalam mengatasi konflik dan krisis multidimensi yang menimpa Indonesia. Dalam pandangan Abu Jibril, umat Islam saat ini masih belum memahami istilah Demokrasi dalam perpektif Islam, apalagi bagi mereka yang belum begitu paham mengenai ajaran Islam sepenuhnya. Menurut Abu Jibril, Demokrasi bagi sebagian umat (kaum Islam Radikal) Islam masih belum diterima secara total. Masih banyak kaum muslim yang
bersikap menolak bahkan mengharamkan
Demokrasi. Karena sungguh merupakan suatu bencana besar bagi umat Islam yang berpaling dari Islam dan memilih demokrasi. Umat Islam yang sebagian besar kurang paham dengan ajaran Islam, telah disesatkan oleh para pemimpin mereka. Menurut Abu Jibril, Allah menciptakan manusia dan menempatkan makhluk-Nya di dunia, mustahil kalau Allah tidak membuat aturan untuk mengelola alam semesta dan manusia. Maka Allah menciptakan aturan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia dan alam semesta. Aturan itu bernama Islam. Tentu Islam adalah aturan yang paling cocok untuk mengatur dunia, karena manusia, alam semesta, dan Islam adalah ciptaan Allah SWT. Namun sangat disayangkan banyak orang yang mengaku Muslim tidak memahami akan hal ini, sehingga mereka memilih aturan lain selain aturan Allah untuk mengatur kehidupannya. Dan salah satu sistem hidup yang dipuja oleh manusia pada saat ini adalah Demokrasi.
82
Demokrasi yang dianut di Indonesia yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila. Penolakan Abu Jibril terhadap Pancasila karena menurutnya asas Pancasila ditemukan dalam Kitab Talmud.178 Asas pertama, monotheisme diganti dengan Ketuhahan. Kedua, nasonalisme, berbangsa, berbahasa dan bertanah air satu tanah Yahudi. Ketiga, humanisme, kemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Yahudi. Keempat, demokrasi, suara terbanyak adalah suara tuhan. Kelima, sosialisme, keadilan sosial bagi setiap orang Yahudi. Kembali pada Pancasila, berarti kembali pada doktrin Yahudi. Padahal, Allah sudah menetapkan: Ikutilah jalan-Ku yang lurus, jangan ikuti jalan-jalan yang lain selain yang ditunjukkan oleh Al Qur’an. Jika kita mengikuti jalan Pancasila, Nasionalisme, Liberalisme, Komunisme, maka sudah dipastikan umat akan bercerai-berai dan binasa. Satusatunya jalan yang menyelamatkan umat Islam adalah Al Qur'an, bukan yang lain.179 Pancasila tampaknya memang menjadi solusi terbaik atas persoalan pluralisme di Indonesia. Selain mampu memberikan kesamaan persepsi dan memupuk integritas atas pluralisme bangsa, Pancasila juga akhirnya diterima 178 Talmud merupakan kitab suci bangsa Yahudi. Talmud berarti ajaran atau pengetahuan, derivasi dari kata laumid dalam bahasa Ibrani yang artinya pelajaran, ada yang mengatakan pengajaran dengan perantara kitab suci, dan setelah pertengahan abad kedua maeshi ditetapkan Talmud sebagai kitab yang berisi hukum-hukum kaum Yahudi. Pada prinsipnya kitab Talmud terbagi dalam dua bagian: Pertama, Mishnah sebagai naskah asli (Matan) adalah udang-undang yang dibuat oleh bangsa Yahudi untuk kepentingan mereka, guna melengkapi kitab Taurat (Perjanjian Lama). Kedua, Gemara yang tersusun atas Gemara Jerussalem (Palestina) yang berisi rekaman diskusi para tokoh agama yang ada di Palestina, khususnya para tokoh agama Thabariyah, saat mereka menafsirkan nash-nash kitab Mishnah. Mishnah dengan tafsir Gemara Jerussalem disebut dengan nama “Talmud Jerussalem”, sedangkan Mishnah dengan tafsiran Gemara Babilon disebut“Talmud Babilon”. Lihat, “Mengenal Sejarah Kitab Talmud” tersedia di http://www.islampos.com/mengenal-sejarah-kitab-talmud-1-59144/ Internet; diunduh 3 Januari 2014. 179 Desastian, “Abu Jibril: Yang Ikut Pancasila Akan Binasa” tersedia di http://www.voaislam.com/read/interview/2011/06/08/15186/abu-jibril-yang-ikut-pancasila-akanbinasa/#sthash.3te4f3Fb.dpuf Internet; diunduh 3 Januari 2014.
83
sebagai satu-satunya ideologi negara. Dan Abu Jibril sangat menyayangkan sikap para penguasa di negeri ini yang lebih memilih ajaran nenek moyangnya, yakni Pancasila.
Dan ketika ditawari syariat Islam yang bersumber dari Al’quran
mereka justru menolak. Abu Jibril menegaskan bahwa Islam sama sekali tidak mentolelir adanya sistem lain, seperti demokrasi. Oleh karena itu wajib bagi umat Islam untuk menuntut kepada pemerintah agar segera mengenyahkan demokrasi dari bumi Indonesia. Karena baginya semua ideologi yang berasal dari Barat bertujuan untuk memerangi masyarakat Islam agar menjauhi syariat Islam.180 Dalam pandangan Abu Jibril, hanya orang kafir, munafik dan sejenisnya yang tidak ingin syariat Islam ditetapkan sebagai dasar hukum negara, padahal hanya aturan Allah (syariat Islam) yang berhak diterapkan di muka bumi. Dan siapa saja yang menghalangi berlakunya aturan itu, maka dia harus diperangi.181 Abu Jibril mengutip surat al-An’am ayat 153: “Perintah dan larangan ini adalah syari'at-Ku yang benar. Wahai manusia, ikutilah syari'at-Ku itu. Janganlah kalian mengikuti tatanan-tatanan hidup yang lain, karena tatanan-tatanan hidup yang lain itu pasti akan menjauhkan kalian dari syari'at-Nya. Demikianlah Tuhan mengajarkan syari'at-Nya kepada kalian supaya kalian taat kepada Allah dan bertauhid” (Q.S. al-An’am: 153). Berdasarkan ayat tersebut, Abu Jibril menyatakan bahwa, perkara yang paling penting dalam kehidupan seorang muslim adalah urusan tauhid dan syariat.
180 181
Jibril, Virus-Virus Syariat: Upaya Menjaukan Umat Islam dari Al-Qur'an, 104. Tersedia di http://abujibriel.com/ Internet; diunduh 3 Januari 2014.
84
Dan sebaik-baiknya umat Islam adalah mereka yang tidak mengikuti satu jalan hidup pun, kecuali syariat Islam.182
182
Tersedia di http://abujibriel.com/ Internet; diunduh 3 Januari 2014.
85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Euforia reformasi telah memberikan peluang munculnya kelompokkelompok Islam Radikal sebagai kekuatan baru politik Islam di Indonesia. Wacana pemberlakuan syariat Islam sebagai sistem baru pengganti demokrasi digulirkan karena sistem demokrasi yang sekuler dianggap bobrok dan telah gagal membawa umat Islam menuju kesejahteraan dan keadilan sosial. Maka dari itu, aktifis Islam Radikal seperti Abu Jibril sangat berkeinginan menggunakan syariat Islam sebagai dasar hukum dan perundang-undangan negara karena beranggapan bahwa syariat Islam merupakan pilihan terbaik untuk menata kehidupan umat. Islam di mata aktifis Islam Radikal seperti Abu Jibril bukan lagi sekadar agama yang mengajarkan kebaikan dan bakti kepada Sang Pencipta melalui jalan peribadatan. Tapi lebih dari itu, Islam telah berkembang sebagai suatu wacana yang lebih luas. Para aktifis Islam menggulirkan syariat sebagai suatu wacana tandingan terhadap sistem sosial ala Barat yang dianggap telah gagal mensejahterakan umat. Upaya penegakan syariat Islam telah menjadikan jihad sebagai jalan utama perjuangan. Namun, mempromosikan syariat Islam melalui jihad bukanlah perkara mudah. Terlebih setelah terjadinya serangan teroris 11 September 2001 terhadap WTC dan Pentagon di Amerika Serikat (AS), respon AS yang melancarkan perang terhadap terorisme telah menempatkan kelompok
86
jihadis Islam sebagai musuh yang mesti dihancurkan. Keadaan ini pun diperburuk dengan rangkaian teror di tahun-tahun berikutnya di Indonesia. Islam Radikal sebenarnya muncul dari suatu situasi dimana warga negara tidak bebas mengekspresikan aspirasi dan hak-hak sipil maupun politiknya. Konteks politik yang menekan kebebasan warga negara untuk menyampaikan aspirasi politiknya itu, terutama semasa rezim Orde Baru membuat masyarakat kecewa dan berusaha menyalurkan kekecewaan mereka dengan mencari wacana agama yang radikal. Kebebasan merupakan hak setiap manusia yang secara alami dimiliki sejak lahir. Karenya ketika kebebasan tersebut tidak ditemukan dan tidak bisa diartikulasikan dalam kehidupan sosial politik, akibat konteks sosial politik yang otoriter yang tidak menjamin terciptanya kebebasan berekspresi, maka situasi ini menyuburkan benih-benih radikalisme. Manusia yang secara alami cenderung menginginkan kebebasan berekspresi, justru mencari jalan keluar atau konteks baru di mana kebebasan yang tertekan itu bisa diekspresikan. Kondisi sosial politik yang tidak kondusif untuk mengekspresikan pemikiran dan gerakan para aktifis Islam telah mendorong mereka untuk menyingkir dari lingkungan yang telah mengekang kebebasan mereka. Keluarnya mereka dari pengawasan rezim yang penuh tekanan bukan hanya untuk mencari suatu tempat baru yang lebih bersahabat untuk mengemukakan gagasan-gagasan mereka, tetapi juga karena adanya keinginan untuk melampiaskan ketidakpuasan dan rasa dendam mereka akibat tekanan rezim otoriter. Dan ungkapan rasa dendam tersebut dilakukan dengan mengkonstruksi ideologi radikal yang dapat dipakai untuk menyerang balik rezim penguasa.
87
Proses pencarian wacana Islam tandingan dilakukan dengan berbagai cara dan di berbagai tempat. Dalam kasus Abu Jibril, pada saat Indonesia tidak bisa menjadi tempat bagi artikulasi aktifisme Islamnya, maka ia mencari tempat lain untuk maksud tersebut. Sejak mahasiswa, Abu Jibril yang aktif di organisasi pemuda Islam seringkali mendapat tekanan dari rezim Orde Baru yang kala itu memberlakukan asas tunggal (Pancasila) sebagai satu-satunya asas semua organisasi massa dan politik. Dan siapapun yang berseberangan dituduh subversif. Antara tahun 1979-1981, kurang lebih 2,5 tahun ia dipenjarakan dengan alasan subversif. Selepas dari tahanan, Abu Jibril masih tetap dicurigai dan karenanya terus diawasi rezim penguasa. Karena itulah Abu Jibril menyingkir dan pada tahun 1986 mengembara ke Afghanistan, tempat yang penuh gejolak dan tempat dia untuk mengalami, memahami dan memaknai jihad secara lebih faktual, dan kemudian menginspirasinya untuk melakukan gerakan secara radikal dengan jihad untuk mewujudkan masyarakat yang lebih islami dengan penerapan syariat Islam. Dan wacana serta konteks radikal yang terinspirasi dari Afghanistan semakin bersemai dalam pikiran Abu Jibril ketika di tahun 1991 Abu Jibril bertemu kembali dengan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’ashir, dalam pelarian mereka di Malaysia, yang juga dikenal sebagai tokoh radikal semenjak dahului. Intensitas Abu Jibril dalam pengalaman dan pemahaman Islam Radikal yang krusial seperti itu, membuat Abu Jibril terinspirasi untuk mewujudkanya di Indonesia. Abu Jibril melihat bahwa Indonesia berada dalam situasi miris yang minim keadilan sosial dan jauh dari jalan tegaknya Islam. Abu Jibril memandang pentingnya syariat Islam untuk ditegakkan di muka bumi karena syariat Islam
88
diturunkan Allah demi mewujudkan kemaslahatan hidup di dunia dan kesejahteraan di akhirat. Syariat Islam diperlukan untuk menggantikan sistem atau tatanan hukum sosial lainya. Islam sama sekali tidak mentoleril adanya sistem lain yang diberlakukan selain syariat Islam karena umat Islam memang tidak diperkenankan mengikuti satu jalan hidup selain syariat Islam. Jadi jelas bahwa aktifis Islam Radikal seperti Abu Jibril lahir karena terdorong keadaan sosial politik disekitarnya yang bersifat tidak Islami. Label negatif yang dilekatkan kepada para aktifis Islam ternyata tidak menyurutkan perjuangan mereka dalam rangka menegakkan Syariat Islam di Indonesia. Dan kepercayaan Abu Jibril dan aktifis Muslim lainya terhadap kesempurnaan syariat Islam serta kondisi sosial politik yang kala itu penuh tekanan rezim penguasa, justru telah melahirkan sikap radikal, baik tindakan maupun pemikiranya. Menjamurnya gerakan Islam Radikal yang muncul pasca runtuhnya Orde Baru memang tidak terlepas dari kondisi sosial politik Indonesia yang kala itu mengalami krisis multidimensi yang membuat umat islam kecewa dan kehilangan kepercayaan terhadap sistem maupun rezim yang ada. Dan di tengah rasa kekecewaan tersebut, Abu Jibril melihat Islam sebagai jalan keluar untuk segala masalah sosial yang menimpa Indonesia. Krisis kepercayaan terhadap sistem yang lama membuat mereka berusaha untuk membangun dan memperjuangkan sistem yang mereka yakini benar. Tentu pemikiran Abu Jibril ini dikatakan radikal karena keinginanya untuk merubah tatanan sosial politik yang ada secara total. Karena perubahan radikal
89
berarti perubahan yang sifatnya mendasar.183 Kondisi sosial politik Indonesia dengan berbagai permasalahanya yang kompleks telah digunakan kaum Islamis untuk mengajukan wacana tandingan dari wacana utama yang dianut negara, yaitu mencoba menggantikan demokrasi dengan syariat Islam. Hingga saat ini fenomena Islam Radikal dengan keinginan mendasar penerapan Islam secara kaffah memang masih kuat di Indonesia. Dan munculnya tokoh radikal seperti Abu Jibril memang bukan didasarkan pada semakin luas pengetahuan masyarakat tentang agama, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial politik yang dianggap telah gagal mewujudkan kesejahteraan dan keadilan di bawah komando demokrasi. Hal inilah yang menjadi alasan kuat di promosikanya syariat Islam sebagai sistem alternatif yang dianggap mampu membawa umat menuju kondisi yang diharapkan. Artinya, demokrasi memberi peluang bagi kelompok Islam Radikal unutk tumbuh dan berkembang. Sebab itu dalam demokrasi mereka hadir untuk menawarkan suatu alternatif sistem pemerintahan yang lebih Islami yang mereka
yakin dapat mewujudkan
kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat Indonesia
B.
Saran-Saran Dari kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, penulis perlu untuk
menyampaikan saran terkait topik penelitian Islam Radikal. Bahwa mengingat pentingnya fenomena Islam Radikal dan demokrasi, maka kiranya perlu untuk terus
melakukan
183
studi-studi
tentang
bagaimana
demokrasi
berdampak
Turmudi dan Sihbudi, ed., Islam dan Radikalisme di Indonesia, 281.
90
menciptakan kondisi sosial politik yang kondusif bagi munculnya dan ekspansinya Islam Radikal.
Adalah juga penting untuk meneliti mengapa
demokrasi juga memunculkan Islam Radikal sebagaimana juga terjadi semasa rezim otoriter Orde Baru yang represif?
Apakah gejala radikalisme di alam
demokrasi hanya fenomena sesaat atau berkelanjutan? Dalam penelitian ini penulis menemukan pentingnya peran
jaringan-
jaringan Islam Radikal di luar negeri, terutama Afghanistan, bagi pembentukan Islam Radikal di tanah air. Maka menurut penulis, penting kiranya pemerintah mendukung penelitian-penelitian mengenai pengaruh politik di dunia Islam serta jaringan aktifisme Islam terhadap pembentukan dan pergerakan Islam Radikal di tanah air. Hal ini perlu dilakukan demi menjaga keamanan nasional dan kestabilan politik di dalam negeri. Penulis juga menyarankan agar supaya pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap aktifitas-aktifitas warga negara Indonesia di negara-negara Islam yang tengah bergejolak atau dilanda perang seperti di Afghanistan, Suriah, Yaman dst. Karena seperti temuan riset ini, gejolak-gejolak di dunia Islam dapat menjadi tempat bagi persemaian Islam Radikal bagi warga negara Indonesia yang berdomisili disana.
91
DAFTAR PUSTAKA Akaha, Abduh Zulfidar (ed), Terorisme dan Kospirasi Anti Islam, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2002. Al-Makassary, Ridwan, dan Ahmad Gaus Af, ed, Benih-Benih Islam Radikal di Masjid: Studi Kasus Jakarta dan Solo, Jakarta: CSRS UIN, 2010. Ali, As’ad Said, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta: LP3ES, 2009. Aly, Sirojuddin, Revitalisasi Ideologi Nasional Dalam Berbangsa dan Bernegara, Jakarta: Mazhab Ciputat, 2012. Anshari, Endang Saifuddin, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, Bandung: Pustaka Perpustakaan Salman ITB, 1981. Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam (Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post-Modernisme), Jakarta: Penerbit Paramadina, 1996. Awwas, Irfan Suryahadi, ed, Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syariah Islam, Yogyakarta: Wihdah Press, 2001. Bamualim, Chaider S, “Islamic Militancy and Resentment against Hadhramis in Post-Suharto Indonersia: A Case Study of Habib Rizieq Syihab and His Islamic Defenders Front”, Comparative Studies of South Asia, Africa and the Middle East, Vol. 31, No. 2, 2011. Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008. Chaidar, Al, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo: Mengungkap Manipulasi Sejarah Darul Islam/DI-TII Semasa Orde Lama dan Orde Baru, Jakarta: Darul Falah, 1999. Djelantik, Sukawarsini, Terorisme: Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan, dan Keamanan Nasional, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonedia, 2010. Effendy, Bahtiar, dan Hendro prasetyo, ed, Radikalisme Agama, Jakarta: PPIMIAIN, 1998. Esposito, Jhon L, Identitas Islam (Pada Perubahan Sosial-Politik), Jakarta: Bulan Bintang, 1986. Fananie, Zainuddin, dkk, Radikalisme Keagamaan dan Perubahan Sosial, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2002.
92
Hasan, Noorhaidi, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-Orde Baru, Jakarta: LP3ES, 2008. ----------------------, dkk, Masjid dan Pembangunan Perdamaian: Studi Kasus Poso, Ambon, Ternate, dan Jayapura, Jakarta: CSRS UIN, 2011. Hedropriyono, A.M, Terorisme: Fundamentalis, Kristen, Yahudi, Islam, Jakarta: Kompas, 2009. Hwang, Julie Chernov, Umat Bergerak: Mobilisasi Damai Kaum Islamis di Indonesia, Malaysia, dan Turki, Jakarta: freedom Institute, 2011 Imron, Ali, Ali Imron Sang Pengebom, Jakarta: Penerbit Republika, 2007 Jenggis P, Akhmad, Kebangkitan Islam, Yogyakarta: NFP Publishing, 2011. Jibril, Abu, Karakteristik Lelaki Shalih, Pamulang: Ar Rahmah Media, 2005. --------------, Syubhat-Syubhat Seputar Jihad dan Akibat Meninggalkanya, Pamulang: Majelis Ilmu Ar-royan, 2009. -------------, Virus-Virus Syariat: Upaya Menjauhkan Umat Islam Dari Al-Qur’an, Jakarta: Ar-Rahmah Media, 2008. M.C, Ricklefs, Islamisation and Its Opponents in Java: a Political, Social, Cultural, and Religious History, Singapura: NUS Press, 2012. Mubarak, M Zaki, Genealogi Islam Radikal di Indonesia (Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokrasi), Jakarta: LP3ES, 2008. Mufid, Moh, Politik Dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004. Muhtadi, Burhanuddin, Dilema PKS: Suara dan Syariah, Jakarta: Gramedia, 2012. Mulia, Musdah, Negara Islam, Depok: Kata Kita, 2010. Rahardiansyah, Trubus, Pengantar Ilmu Politik (Konsep Dasar, Paradigma dan Pendekatanya), Jakarta: Universitas Trisakti, 2006. Rais, M. Dhiauddin, Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Rahmad, M Imdadun, Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005. Scoot, Cheyne, and Irfan Abubakar, ed, Contemporary Issues in the Islamic World: The Indonesian Perspective, Jakarta: CSRC UIN, 2008. Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah dan Pemikiran), Jakarta: UI-Press, 1990.
93
Triwibowo, Darmawan, ed, Gerakan Sosial: Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi, Jakarta: LP3ES, 2006. Turmudi, Endang dan Riza Sihbudi, ed, Islam dan Radikalisme di Indonesia, Jakarta: LIPI Press, 2005). Wahid, Marzuki, dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara: Kritik Atas Politik Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: LKiS, 2001. Yunanto, S, Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara, Jakarta: FES and The Ridep Institute, 2003. Zaidan, Abdul Karim, Masalah Kenegaraan Dalam Pandangan Islam, Jakarta: Yayasan Al-amin, 1984.
Sumber Internet “Ahmadiyyah” Diunduh 20 November 2012 http://www.ahmadiyya.or.id/index.php/artikel/sejarah-jemaat-ahmadiyah. ----------------- Diunduh 20 November 2012 http://ahmadiyah.20m.com/ Aminuddin, Choirul. “Abdul Wahid Kadungga, Tokoh Islam Asal Sulawesi Selatan Tutup Usia” Artikel diunduh 20 Juni 2013 http://www.tempo.co/read/news/2009/12/12/058213459/Abdul-WahidKadungga-Tokoh-Islam-Asal-Sulawesi-Selatan-Tutup-Usia. “Abu Bakar Ba’asyir”, Tempo Interaktif, 17 April 2004 dan ICG Asia Report, No. 43, h. 32. diunduh 20 Juni 2013. http://tempo.co.id/hg/narasi/2004/04/17/nrs,20040417-02,id.html “Ba'asyir Dirikan Ormas Baru” Artikel diunduh 21 Februari 2013. http://regional.kompas.com/read/2008/09/17/13241387/Ba%E2%80%99as hir%20Mundur%20dari%20Majelis%20Mujahidin%20Indonesia “Biografi Muhammad Qutbh”. Diunduh 20 Juni 2013 http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2197024-biografi-singkatmuhammad-quthb/ “Bom Hotel Marriott” artikel diunduh 26 september 2013 http://www.museum.polri.go.id/lantai2_gakkum_bom-marriot.html “Bush: Perangi Teror, Bukan Perangi Islam” Diunduh 17 September 2013 http://www.gatra.com/
Desastian, “Abu Jibril: Yang Ikut Pancasila Akan Binasa” Diunduh 3 Januari 2014 http://www.voa-islam.com/read/interview/2011/06/08/15186/abujibril-yang-ikut-pancasila-akan-binasa/#sthash.3te4f3Fb.dpuf
94
“Dulmatin” Diunduh 3 Juli 2013 http://www.tempo.co/read/news/2010/03/09/064231220/Dulmatin-TewasDiberondong-Densus-88. El-Kadi, Ahmed MD. “Sayyid Qutb” Artikel diunduh 20 Juni 2013 http://www.islam101.com/history/people/century20/syedQutb.htm Firdaus, Haris. 2010 ”Abu Jibril” artikel diunduh pada 21 september 2012 http://rumahmimpi.net/2010/04/abu-jibril/ “Hasan Al Banna: Mengeja Islam Secara Kaffah” Artikel diunduh 20 Juni 2013 http://www.hasanalbanna.com/kategori/peradaban/pemikiran-islam/ “Indonesia Backgrounder: How The Jemaah Islamiyah Terrorist Network Operates”, ICG (International Crisis Group) Asia Report, No.43, 11 Desember 2002, h. 32. Diunduh 20 Juni 2013. http://www.meforum.org/2044/jemaah-islamiyah-adopts-the-hezbollahmodel “Jemaah Islamiyah Resmi Masuk Daftar Teroris PBB”. Diunduh 3 Juli 2013 http://www.tempo.co.id/harian/fokus/2003/2,1,53,id.html Jibril, Abu. 2012 “Berilmu Dahulu, Beramal Kemudian” artikel diunduh 26 september 2012 http://abujibriel.com/ Jones, Sidney (2003), “Jemaah Islamiyah: A Short Description”, diunduh 3 Juli 2013 (Jurnal Kultur, Vol. III, No. 1, tahun 2003, dalam http://www.crisisgroup.org/en/regions/asia/south-east-asia/indonesia/063jemaah-islamiyah-in-south-east-asia-damaged-but-still-dangerous.aspx “Kejanggalan Bom Bali” Diunduh 26 september 2013 http://votreesprit.wordpress.com/ “KMM’ Diunduh 3 Juli 2013 http://www.globalsecurity.org/military/world/para/kmm.htm “KMM gerakan radikal yang diintai pemerintahan Mahathir Mohamad”. Diunduh 3 Juli 2013 http://www.tempo.co.id/majalah/min/uta-7.html “Mengenal Sejarah Kitab Talmud” Diunduh 3 Januari 2014 http://www.islampos.com/mengenal-sejarah-kitab-talmud-1-59144/ “Muhammad Jibril Mengaku Ditelanjangi” Diunduh 30 September 2013 http://nasional.kompas.com/read/2010/05/11/15212260/Muhammad.Jibril. Mengaku.Ditelanjangi “Mullah Muhammad Omar” Diunduh 20 Juni 2013 http://www.afghanweb.com/bios/today/momar.html
95
“Najibullah” Diunduh 20 Juni 2013 http://news.liputan6.com/read/20952/persengketaan-panjang-di-bumiafghan “Partai Islam Se-Malaysia (PAS)” Diunduh 3 Juli 2013 http://digilib.uinsuka.ac.id/5825/ “Penyelidikan Bom Marriott Mengarah ke Jamaah Islamiyah”. Diunduh 3Juli 2013 http://www.tempo.co.id/hg/nasional/2003/08/08/brk,2003080828,id.html Pungkashadi, Azhar “Muhammad Jibril Dibesuk” Diunduh 30 September 2013 http://www.indosiar.com/fokus/mohammad-jibril-dibesuk_82000.html “Security Council Committee pursuant to resolutions 1267 (1999) and 1989 (2011) concerning Al-Qaida and associated individuals and entities” Diunduh 3 Juli 2013 http://www.un.org/sc/committees/1267/NSQI08603E.shtml Silalahi, Levi (2004), “Abu Bakar Ba’asyir”, Diunduh 3 Juli 2013 http://tempo.co.id/hg/narasi/2004/04/17/nrs,20040417-02,id.html “Syiah” Diunduh 20 November 2012 http://www.syiah.net/2007/10/agama-syiahdan-landasan-kepercayaannya-bag-1.html. “Tuntas Kasus Bom Mega Kuningan” Diunduh 26 september 2013 http://nasional.kompas.com/read/2009/10/13/07075585/tuntas.kasus.bom. mega.kuningan “Universitas Ummul Qura”. Diunduh 20 Juni 2013 https://
[email protected]/page/en/655 Zuraya, Nidia “Hujjatul Islam: Rasyid Ridha, Tokoh Reformis Dunia Islam” Artikel diunduh 20 Juni 2013 (http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/khazanah/12/03/09/m0m63s-hujjatul-islam-rasyid-ridha-tokohreformis-dunia-islam-5habis)
96
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 Wawancara Pertama Dengan Abu Jibril Amir Majelis Mujahidin Indonesia Pamulang, 18 Desember 2012 (T) :
Kalau boleh tau Ustad Abu Jibril ini aslinya orang mana ya?
(J) :
Saya Orang Lombok
(T) : Oh orang Lombok, kalo bu Ustad aslinya dari Lombok juga pak? (J) :
Oh gak, istri saya dari Kalimantan
(T) : Loh Lombok-Kalimantan, memang ketemu dimana? (J) :
Ketemu di Jogja saat masih kuliah
(T) :
Oh gitu. Oh iya Ustad, kalo masa kecil Ustad di Lombok seperti apa? Bisa diceritakan sedikit?
(J) :
Ya….kalau masa kecil sih sama saja dengan anak-anak lain, yah biasa saja lah
(T) :
Oh gitu ya. Dulu Ustad sempat kuliah di Jogja itu gimana ceritanya?
(J) : Saya kuliah di Jogja itu tahun 1977 di STIPER, Sekolah Tinggi Perkebunan. Saat kuliah dulu saya senang berorganisasi karena banyak teman, bisa saling bertukar ilmu pengetahuan. Saat kuliah dulu saya sempat memimpin organisasi pemuda HIMAMUMAS, Himpunan Angkatan Muda Masjid. (T) :
HIMAMUMAS itu tujuan dasar organisasinya seperti apa?
97
(J) :
Tujuan dasarnya itu lebih kepada peningkatan moral generasi muda untuk lebih aktif lagi dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam.
(T) : Di tahun 1978-1981, kurang lebih 2 setengah tahun Ustad di penjarakan oleh rezim Orde Baru. Apa sebenarnya tuduhan yang dituduhkan oleh rezim Orde Baru pada Ustad? (J) : Saat itu kekuasaan Orde Baru dibawah pimpinan Soeharto sangat berambisi menjadikan Asas Tunggal sebagai satu-satunya asas semua organisasi masa atau politik. Dan siapa saja yang berseberangan dengan keputusan itu dituduh subversif. Dan kami pada waktu itu sangat menentang keputusan itu. Maka kami ditangkap rezim Soeharto dengan alasan subversive. Dan sekitar tahun 79 sampai tahun 81-an, kurang lebih sekitar 2 setengah tahun saya dipenjara dengan tuduhan tuduhan subversive itu tanpa proses pengadilan. (T) : Tahun 1986 Ustad berangkat jihad ke Afghanistan. Apa yang membuat Ustad memutuskan untuk pergi ke sana? Dan maaf, kalau boleh tau siapa yang membiayai dan bagaimana dengan biaya hidup Ustad selama di sana? Dan dari mana Ustad mendapatkan visa? (J) :
Karena pada saat itu satu-satunya kekuatan Islam yang dapat mengusir musuhNya ialah amalan jihad. Pemerintahan Afghan yang di pimpin oleh Najibullah yang komunis dijatuhkan oleh kekuatan mujahidin. Para pemuda dan mahasiswa yang telah dikader saat itu sangat bersemangat untuk berlatih jihad ke sana. Masing-masing berusaha mencari dana dengan cara
mereka sendiri dengan mencari donator yang sanggup
98
membiayai. Mereka membuat passport dan membeli tiket tujuan ke Malaysia, dan dari Malaysia ke Pakistan. Dan saya berangkat dari Malaysia dengan passport Malaysia (Surat Perjalanan Laksana Pulang Pergi), dan biaya hidup alhamdulilah dari donatur. (T) : Diantara guru-guru Ustad yang namanya dimuat di buku “Karakteristik Lelaki Shalih” siapa yang paling Ustad kagumi ? (J) :
Untuk didalam negeri Ustad Abdullah Sungkar dan di luar negeri DR. Muhammad Qutub (adik kandung Syed Qutb)
(T) :
Di tahun 2008, Ustad Abu Bakar Ba’ashir memutuskan untuk keluar dari MMI. Menurut beliau MMI yang ada tidak sesuai dengan syariat Islam.
Menurutnya
sistem
yang
diterapkan
MMI
masih
menggunakan sistem yahudi, tata cara pemilihan Amir masih menggunakan sistem periodik (demokrasi). Dan di MMI Amir hanya sebagai koordinator dan bukan pemimpin tunggal. Padahal,
menurut beliau, dalam Islam pemimpin dipilih dan
diturunkan bila ia melanggar syariat, meninggal, mengundurkan diri, atau
sakit
permanen.
Dan
seorang
pemimpin
tidak
perlu
mempertanggung jawabkan kepemimpinanya di kongres melainkan harus bertanggung jawab hanya kepada Allah. Bagaimana menurut Ustad? (J) :
Hal itu benar, tapi baru bisa dibenarkan jika itu sudah tegak kepemimpinan umat Islam Internasional (Khilafah) dan pemimpinya disebut Khalifah atau nasional (Amirud Daulah). Sedangkan MMI masih Jemaah kecil,
99
maka pandangan Ustad Abu Bakar Ba’ashir tidak selaras dengan realitas yang terjadi. (T) :
Lalu bagaimana hubungan Ustad dengan Ustad Abu Bakar Ba’ashir saat ini?
(J) :
Kami masih menjalin hubungan baik antara sesame Muslim sampai saat ini
(T) : Kebijakan apa saja yang sudah Ustad lakukan selama masa kepemimpinan Ustad di MMI? (J) : Meneruskan kebijakan-kebijakan sebelumnya, antara lain berfungsi sebagai motivator umat untuk penegakan syariat Islam dalam lingkup keluarga, masyarakat, dan pemerintahan negara. Juga membuat fatwa tentang kasuskasus tertentu mengenai ajaran-ajaran yang menyeleweng dari Islam seperti ajaran Ahmadiyah, Syi’ah yang merupakan ajaran sesat dan menyesatkan. Dan lain-lain yang berhubungan dengan penegakan syariat Islam.
100
Lampiran 2 Wawancara Kedua Dengan Abu Jibril Amir Majelis Mujahidin Indonesia Pamulang, 5 Februari 2013 (T) :
Dari beberapa karya Ustad yang pernah saya baca, Ustad seringkali menekankan pentingnya jihad untuk umat Islam, sebetulnya yang dimaksud dengan jihad itu apa Ustad? Dan seberapa pentingnya jihad untuk umat Islam?
(J) :
Jihad dalam Islam merupakan suatu amalan yang tinggi dan mulia. Jihad bisa dikatakan sebagai suatu bentuk cobaan atau ujian yang paling berat untuk umat. Namun, barang siapa yang berjihad di jalan Allah maka baginya akan diberikan pahala yang berlipat ganda.
(T) : Apa jihad dan perang itu sama Ustad? (J) :
Iya, jihad dapat dikatakan sebagai usaha untuk memerangi kemunkaran. Dan jihad itu bukan hanya sekedar perang dengan menggunakan senjata, tapi juga perang melawan hawa nafsu, melawan godaan syetan, serta melawan orang kafir
(T) : Jadi jihad itu hukumnya wajib Ustad? (J) :
Tentu saja karena jihad merupakan ibadah yang paling utama dan tidak ada suatu amalpun yang menandingi keutamaan jihad
(T) : Lalu bagaimana tanggapan Ustad mengenai jihad yang seringkali diidentikan dengan tindak terorisme?
101
(J) :
Fitnah-fitnah seperti itu sebenarnya datang dari musuh-musuh Islam yang tujuanya untuk melumpuhkan semangat jihad kaum Muslim supaya umat Muslim segan untuk berjihad karena takut dikira teroris
(T) :
Lalu apa tanggapan Ustad mengenai aksi teror bom yang marak terjadi di Indonesia?
(J) :
Kalau yang saya lihat, isu-isu bom seperti itu memang sengaja diadakan dengan tujuan pengalihan isu, sehingga hal-hal penting yang seakan memojokan pemerintah jadi dilupakan masyarakat karena adanya teror bom itu. Semua aksi bom seperti sengaja diciptakan untuk melemahkan umat Islam. Terorisme itu merupakan undang-undang yang dilegalkan penguasa thoghut untuk menghentikan dan mematikan gerakan jihad. Undang-undang
anti
terorisme
yang
dilegalkan
bertujuan
untuk
memojokkan orang yang diduga teroris. Isu terorisme yang diembuskan pihak-pihak anti-Islam justru adalah gerakan yang menghalang-halangi perkembangan agama Islam. Islam, tak pernah menakut-nakuti. Orang anti-Islam lah yang sebenarnya membuat teror.
102
Lampiran 3 Wawancara Ketiga Dengan Abu Jibril Amir Majelis Mujahidin Indonesia Pamulang, 29 April 2013 (T) : Mengenai Syariat Islam nih Ustad, apakah sebegitu pentingnya hukum ini untuk ditegakan di Indonesia? (J) :
Tentu saja penting, dan bukan hanya harus ditegakan di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. kenapa? Karena Islam itu agama dengan ajaran yang sempurna. Syariat Islam diturunkan Allah demi terciptanya kebaikan hidup di dunia dan akhirat.
Apabila syariat tidak ditegakkan maka
masyarakat akan menjadi kacau seperti saat ini. (T) :
Bagaimana caranya menegakan Daulah Islam Ustad?
(J) :
Tegaknya Dinul Islam ditandai dengan adanya kekuasaan daulah atau khilafah, karena dibawah naungan daulah atau khilafah Islamiyah, syariat Islam dapat diamalkan secara terpimpin yang nantinya secara berangsurangsur akan tercipta masyarakat Islami. Syariat Islam dapat ditegakan dengan berbagai usaha diantaranya melalui jalan dakwah, tabligh, pendidikan, usaha sosial dan jihad.
(T) :
Itu artinya Daulah Islam memang tujuan utama dari perjuangan ini kan Ustad?
(J) :
Sebutan ‘Negara Islam’ sebenarnya tidak terlalu penting. Yang utama adalah penerapan syariat Islam. Dan hal itu, memang wajib diperjuangkan.
103
Karena Islam itu memang harus diamalkan secara kafah dan harus ada didalam sistem kekuasaan. (T) : Apa semua penduduknya diwajibkan untuk memeluk agama Islam? (J) : Kelompok manusia itu terbagi atas dua golongan, pertama, kaum Muslim, dan yang kedua adalah golongan kafir. Hubungan kaum Muslim dengan kaum kafir hanya terjalin sebatas hubungan sosial dan urusan yang sifatnya keduniaan (T) : Jika kita lihat konteks Indonesia Ustad, memang mayoritas penduduknya Muslim, tapi Indonesia juga kental dengan pluralisme, keberagaman suku, etnis, hingga agama yang bukan hanya satu macam, lantas bagaimana syariat Islam dapat ditegakan di tengah masyarakat dengan kondisi seperti itu? (J) :
Indonesia punya peluang untuk syariat Islam bisa masuk kedalam sistem kenegaraan karena Islam merupakan agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia. Dan Indonesia bersyariat harus direbut dengan jalan revolusi, yaitu revolusi damai dengan jalan dakwah. Akan tetapi bila ternyata di tengah jalan kita dihalangi dengan kekuatan fisik, terpaksa revolusi itu harus dilakukan dengan perlawanan .
104
Lampiran 4 Wawancara Kempat Dengan Abu Jibril Amir Majelis Mujahidin Indonesia Pamulang, 17 September 2013 (T) :
Jihad yang benar itu jihad yang seperti apa Ustad?
(J) :
Jihad yang benar itu 13 tahapanya. Jihad melawan napsu ada 4, jihad melawan seta nada 2, jihad melawan orang kafir ada 4, jihad melawan orang zalim dan munafik ada 3. Dari 13 jihad tersebut, yang paling tinggi itu jihad melawan orang kafir. Dan untuk penjelasanya itu ada saya muat di buku “karakteristik lelaki shaleh”
(T) : Kapan kekerasan diperbolehkan dilakukan dalam jihad Ustad? (J) :
Jihad itu tidak ada kekerasan, jihad itu santun dan lemah lembut, jangan kita gunakan kekerasan, yang namanya jihad pake pedang itu bisaib. Nah apakah berperang dengan menggunakan pedang dan senjata itu kekerasan? Nah kita selalu diprovokasi oleh orang kafir kalo jihad itu kekerasan, sementara mereka orang-orang kafir membantai itu bukan kekerasan, sehingga disebut jihad di medan perang itu pake senjata. Maka jihad itu ada 4 caranya: pertama jihad dengan lisan, kedua jihaddengan harta, ketiga jihad dengan tangan, dan keempat jihad dengan pedang.
(T) : Ustad selalu bilang kita berjihad untuk melawan musuh-musuh Islam. Sebenarnya yang dimaksud musuh-musuh Islam itu siapa saja Ustad? (J) :
Musuh Islam itu siapa saja yang anti dengan Islam
105
(T) : Orang Islam yang anti dengan syariat Islam juga disebut musuh Islam ya Ustad? (J) :
Iya itu disebut musuh Islam juga, siapa saja yang anti dengan Islam dan syariatnya itu disebut musuh Islam
(T) : Dan apakah orang Islam yang menolak syariat itu juga harus diperangi seperti orang kafir? (J) :
Diperangi kalau dia memerangi, kalau dia tidak memerangi ya gak usah diperangi, kafir kalau dia tidak memerangi ya gak usah diperangi, itulah yang harus ditegaskan
(T) : Ustad, saat ini di tengah masyarakat, jihad Islam selalu diidentikan dengan terorisme, lantaran orang-orang yang dituduh dan ditangkap sebagai pelaku aksi teror seringkali mengatakan bahwa aksi ini adalah salah satu bentuk jihad melawan orang kafir. Contohnya saja seperti aksi bom bali Ustad, apakah itu bisa disebut sebagai jihad? (J) : Yang teroris itu bukan orang Islam. Orang yang memfitnah itu yang teroris. Islam itu tidak pernah memulai dengan peperangan, justru teroris sebenarnya itu adalah orang-orang barat. Orang zionis banyak membantai umat Islam, orang Islam tidak pernah membantai manusia, yang membantai dan menyebarkan teror itu orang kafir, mereka yang tidak bertuhan, orang yang bertuhan tidak pernah membantai manusia karena dia punya Tuhan. Dan tuhanya menyuruh dia untuk memberikan kasih sayang kepada seluruh umat manusia. Nah begitu, harus kita yang berbalik, kita yang menjelaskan bahwa Islam itu ajaran yang mengajarkan
106
segenap kasih sayang, dan yang meneror dan membantai itu orang kafir. Coba itu liat di Palestina, yang membantai orang Islam siapa? Orang Yahudi, ribuan anak hapal Qur’an dibantai, di bom, mana rasa belas kasihan mereka? sudah jelas bahwa yang dibantai di muka bumi itu orang Islam, orang Islam tidak pernah membantai orang kafir. Kamu bisa lihat itu yang di Rohingya, di Suriah. Jadi tolong disucikan makna jihad itu, jihad datang untuk menegakan keamanan dunia, bukan untuk membuat dunia menjadi kacau, yang membuat dunia kacau itu orang kafir. Dimanamana dia tidak ingin keamanan. (T) :
Jadi aksi teror bom yang terjadi di Bali dan beberapa tempat lainya itu bukan termasuk jihad Ustad?
(J) : Aksi-aksi bom itu semua ulah densus, gak ada orang Islam yang melakukan teror. Sudah terbukti bahwa orang-orang yang membunuh dan meneror itu densus. Adanya teror bom, itu hanya akal-akalan densus untuk mencemari Islam, jadi orang Islam dituduh teroris, padahal mereka yang sebenarnya teroris, menakut-nakutin umat Islam supaya tidak berani berjihad (T) : Ustad, apa mungkin orang-orang yang ditangkap dengan tuduhan terorisme itu dipaksa mengaku bahwa dirinya teroris? Dan apa pantas mereka itu disebut sebagai mujahid? (J) : Tentu saja ada paksaan, itu dilakukan untuk menjual bangsa ini dengan uang yang banyak pada presiden SBY itu, karena kalau tidak ada kasus seperti ini polisi tidak dapat duit, dan polisi tidak akan berhenti. Dan itu mujahid atau bukan bisa dilihat dari tujuanya, kalau tujuanya untuk berjihad di
107
jalan Allah, untuk menegakan Islam, maka dia adalah mujahid, begitupun sebaliknya (T) : Jadi Ustad memandang aksi teror yang terjadi di Indonesia sebagai fitnah dan bukan umat Islam pelakunya? (J) :
Itu hanya fitnah, gak ada itu, teror bom itu ulah Yahudi dan Nasrani yang menyatakan perang salib, maka munculah perang melawan Islam
108
Foto-foto suasana pengajian yang di pimpin Abu Jibril di Masjid al-Munawarah Pamulang, Tanggerang Selatan
109
Foto-foto suasana pengajian yang di pimpin Abu Jibril di Masjid al-Munawarah Pamulang, Tanggerang Selatan
110
Foto-foto suasana pengajian yang di pimpin Abu Jibril di Masjid al-Munawarah Pamulang, Tanggerang Selatan
Foto-foto suasana pengajian yang di pimpin Abu Jibril di Masjid al-Munawarah Pamulang, Tanggerang Selatan
111
Foto-foto suasana pengajian yang di pimpin Abu Jibril di Masjid al-Munawarah Pamulang, Tanggerang Selatan
112
Foto peneliti dengan Abu Jibril dan istri selepas wawancara pada 29 April 2013
113
Foto peneliti dengan Abu Jibril dan istri selepas wawancara pada 29 April 2013
114