perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pemberdayaan Tenaga Kerja Pedesaan Melalui Pelatihan Mobile Training Unit (MTU) oleh UPT BLK Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali
Skripsi Disusun Oleh :
Linda Rachmawati D 0107072 Diajukan Untuk M elengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
i
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pembimbing
Drs.H.M arsudi, M.S NIP. 19550823198303 1 001 ii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini Telah Diuji dan Disahkan Oleh Panitia Ujian Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari
:
Tanggal
:
Panitia Penguji :
1. Drs. Budiarjo, M.Si
(.......................)
NIP. 19540602198601 1 001
Ketua
2. Drs. Ali, M .Si
(........................)
NIP. 19540830198503 1 002
Sekretaris
3. Drs. H. Marsudi, M.S
(........................)
NIP. 19550823198303 1 001
Penguji
Mengetahui Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Prof. Drs. Pawito. Ph.D NIP. 19540805 198503 1 002 iii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERNYATAAN
NAMA : Linda Rachmawati NIM
: D0107072
Menyataan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yag berjudul “ Pemberdayaan Tenaga Kerja Pedesaan melalui Pelatihan Mobile Training unit (MTU) oleh UPT BLK Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali” adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia meneria sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, November 2012 Yang membuat pernyataan
Linda Rachmawati D0107072
iv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Apabila didalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat sesuatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun ( Bung Karno) Orang yang berhasil akan mengambil manfaat dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan, dan akan mencoba kembali untuk melakukan dalam suatu cara yang berbeda ( Dale Carnegie ) Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna (Einstein) Belajar dari sebuah kegagalan merupakan salah satu cara untuk mencapai keberhasilan (Penulis)
v
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud rasa sa yang dan terima kasih penulis kepada -
Ibu dan ayah tersayang yang telah memberikan doa restu, semangat, kasih sayang dan nasehatnya
-
Saudara-saudaraku yang selalu mendukung dan memberi semangat
-
Seseorang yang tanpa lelah memberi semangat
-
Orang-orang hebat yang selalu menjadi inspirasiku
-
Teman-temanku yang selalu memberi dukungannya
-
Almamater UNS
vi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Yang Maha Esa karena atas segala berkat, rahmat, dan kehendak-Nya maka penulis mampu untuk menyelesaikan dengan baik skripsi dengan judul “ Pemberdayaan Tenaga Kerja Pedesaan melalui Pelatihan Mobile Training Unit (M TU) oleh UPT BLK Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali” . Penyusunan skripsi ini diajuka n sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Strata satu Jurusan Ilmu Administrasi, Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas M aret Surakarta. Penulis menyadari bahwa sejak awal penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis me nyampaikan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Drs.H.Marsudi, M.S, selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, dan motivasi yang telah diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Rino Ardhian N, S.Sos, M .Ti, selaku pembimbing akademis, atas bimbingan akademis yang telah diberikan selama ini. 3. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. vii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Bapak Prof. Drs. Pawito, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas M aret Surakarta. 5. Seluruh Dosen yang mengampu pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara. 6. Bapak Djoko Prasetyo, S.H, M.Si, selaku Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transm igrasi Kabupaten Boyolali yang telah memberikan ijin penelitian di UPT BLK Kabupaten Boyolali. 7. Ibu Siti Zumrotun S.Pd, M .Pd, Bapak Bambang, dan para instruktur di jajara n UPT BLK Kabupaten Boyolali yang telah memberikan data dan informasi yang dibutuhkan peneliti dalam penyusunan skripsi ini. 8. Bp. Khusnul Hadi, M M, selaku Kasi Sosial Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Simo yang telah membantu dalam memberikan informasi dan data yang dibuthkan peneliti. Bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak tersebut dirasa penulis sangatlah besar artinya. Penulis juga sangat menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan sangatlah jauh dari sempurna, untuk itu penulis selalu terbuka dalam menerima masukan berupa kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini. Penulis juga berharap agar pene litian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Surakarta, Oktober 2012 Penulis
viii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAM AN JUDUL ..……………………………………………………....i HALAM AN PERSETUJUAN
……………………………………….ii
HALAM AN PENGESAHAN
……………………………………….iii
HALAM AN PERNYATAAN
……………………………………….iv
HALAM AN MOTTO
……………………………………………….v
HALAM AN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR
……………………………………….vi
……………………………………………….vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..ix DAFTAR TABEL
………………………………………………………..x ii
DAFTAR GAM BAR ………………………………………………………..xiii ABSTRAK
……………………………………………………………….xiv
ABSTRACT ……………………………………………………………….xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
………………………………………...1
B. Rumusan M asalah
………………………………………………...11
C. Tujuan Penelitian
………………………………………………...12 ix
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian
………………………………………………...12
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka
………………………………………………....14
B. Kerangka Pemikiran ………………………………………………....33 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
………………………………………………....34
B. Lokasi Pene litian
………………………………………………....34
C. Teknik Penarikan Sampel
…………………………………………35
D. Teknik Pengumpulan Data
…………………………………………36
E. Teknik Analisis Data …………………………………………………38 F. Validitas Data ………………………………………………………… 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi 1. Deskripsi singkat Kabupaten Boyolali
…………………42
2. Profil singkat UPT BLK Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali
…………………………43
3. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran UPT BLK Dinsosnakertrans Kabupaten Boyolali
…………………………………………44 x
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Tugas pokok dan fungsi UPT BLK Dinsosnakertrans Kabupaten Boyolali
……………………………………………….....46
5. Struktur Organisasi
………………………………………….47
6. Data jumlah pegawai UPT BLK Kabupaten Boyolali………….51 B. Pembahasan 1. Pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan Mobile Training Unit …………………………………………………..52 2. Fase proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan Mobile Training Unit …………………………………………..61 a. Fase Inisiasi
…………………………………………..61
b. Fase Partisipatoris
…………………………………..70
c. Fase Emansipatoris
…………………………………..76
BAB V KESIM PULAN A. Kesimpulan
…………………………………………………………..85
B. Saran …………………………………………………………………..87 DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………..89
LAMPIRAN
xi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL HALAM AN Tabel I.1 Jumlah penduduk angkatan kerja menurut tingkat pendidikan daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2008-2010............................................................6 Tabel I.2 Jumlah peserta pemberdayaan melalui M obile Training Unit Kabupaten Boyolali Tahun 2010-2011............................................................10 Tabel IV.1 jumlah pegawai UPT BLK berdasarkan tingkat pendidikan.........51 Tabel IV.2 Penyelenggaraan pelatihan Mobile Training Unit Kabupaten Boyolali tahun 2010-2011................................................................................58 Tabel IV.3 Target dan realisasi pelatihan M obile Training Unit Kabupaten Boyolali tahun 2010-2011................................................................................65 Tabel IV.4 Jurusan Pelatihan M obile Training Unit tahun 2010-2011............68
xii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR HALAM AN Gambar 1.1 Kerangka Berpikir
..............................................................33
Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif
..................................................40
Gambar 4.1 Bagan Organisasi UPT BLK ........................................................49 Gambar 4.2 Bagan Organisasi Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali
.......................................................................................50
xiii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK LINDA RACHMAWATI, D0107072, Pemberdayaan Tenaga Kerja Pedesaan melalui Pelatihan Mobile Training Unit (MTU) oleh UPT BLK Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012. Salah satu tujuan dari pembangunan ketenagakerjaan adalah untuk memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi. Oleh karena itu, tenaga kerja pedesaan Kabupaten Boyolali diberdayakan melalui pelatihan Mobile Training Unit. Dimana UPT BLK Kabupaten Boyolali sebagai penyelenggara program pelatihan Mobile Training tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeta hui gambaran proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan oleh UPT BLK Kabupaten Boyolali. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui proses pemberdayaan tersebut digunakan tiga fase proses pemberdayaan yaitu fase inisiasi, partisipatoris, dan emansipatoris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan memanfaatkan data-data primer dan sekunder yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan telaah dokumen. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling, dimana pengolahan data dilakukan melalui model analisis data interaktif untuk memperoleh makna data yang sebenarnya dan validitas data dilakukan melalui triangulasi data. Dari hasil penelitian, maka dapat diketa hui bahwa proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan M obile Training Unit ini masih berada pada fase inisiasi. Pada fase ini, seluruh kegiatan program berasal dari pemerintah dan para tenaga kerja pedesaan hanya menjalankan saja. Disini UPT BLK berperan sebagai bagian dari pemerintah yang bertanggung jawab pada pelaksanaan program pelatihan Mobile Training Unit. Untuk fase partisipatoris, sudah ada inisiatif dari masyarakat dalam pela ksanaan pelatihan tersebut, dimana adanya kesadaran masyarakat untuk memperoleh keterampilan. Sementara itu, untuk fase emansipatoris pada pelatihan Mobile Training Unit ini belum menunjukka n adanya pemberdayaan yang optimal dari masyarakat tersebut. Saran dari peneliti adalah pelatihan Mobile Training Unit ini yang merupakan program dari pemerintah diharapkan mampu mengoptimalkan pelatihan sampai dalam hal penempatan tenaga kerja. Untuk mendukung hal tersebut diharapka n adanya kerjasama dengan pihak stakeholder ataupun lembaga pelatihan lainnya. Kata kunci : pemberdayaan, pelatihan, tenaga kerja
xiv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT LINDA Rachmawati, D0107072, Rural Workforce Empowerment through Training Mobile Training Unit (MTU) by UPT BLK of Boyolali Social Services, Labor and Transmigration, Thesis, Administration Science Departement, Social and Political Sciences, Surakarta Sebelas Maret University, 2012. One of the objectives of manpower development is to empower and optimally utilize manpower and human. Therefore, the rural labor Boyolali empowered through training Mobile Training Unit. Where UPT BLK Boyola li as organizers of Mobile Training Unit program. The purpose of this study is to describe the process of empowerment of rural labor by UPT BLK Boyolali. In this study, to know the process of empowerment is used three phases namely initiation phase, participatory, and emancipatory. The method used in this research was qualitative one by utilizing the primary and secondary data obtained using observation, interviews and document study. The sampling technique used was purposive sampling, in which the data processing was done using an interactive model of data analysis to get the actual meaning of the data and the validity of the data, triangulation of data was done. From the research, it is known that the process of empowerment of rural workforce through training Mobile Training Unit was still at the initiation phase. In this phase, all activities of the program comes from the government and the rural labor just run its course. Here UPT BLK role as part of the government responsible for the implementation of training programs Mobile Training Unit. For participatory phase, there have been initiatives from the community in the implementation of training, where the awareness of the community to acquire skills. Meanwhile, for the training phase of emancipatory M obile Training Unit has not shown the existence of an optimal empowerment of the community. Advice from researchers are training the Mobile Training Unit is a program of the government is expected to optimize the training up in terms of employment. To support this expected that the cooperation with the stakeholders or other training institutions. Keyword : empowerment, training, labor
xv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Daerah pedesaan di Jawa Tengah merupakan wilayah yang memiliki potensi alam yang besar, akan tetapi potensi yang besar itu hanya sebagian kecil yang telah dikembangka n menjadi aktivitas perekonomian. Penduduk pedesaan Jawa Tengah lebih banyak tertuju pada sektor primer, sehingga lebih banyak kegiatan mengolah tanah untuk kegiatan pertanian. Hampir 60% penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan yang persebarannya sampai desa terpencil. Sector pertanian ini juga menyerap tenaga kerja yang cukup besar hampir sekitar 74%. Secara geografis kondisi suatu desa, tanahnya subur tetapi belum diolah secara maksimal karena penduduknya yang jarang dan berpindah-pindah. Ada juga suatu desa yang kurang subur tetapi penduduknya padat sehingga menimbulkan berbagai permasalahan. Dari berbagai permasalahan ya ng kompleks, pemerintah berusaha mengatasi permasalahan tersebut dengan tujuan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di pedesaan, disamping mengurangi kesenjangan sosial antara mas yarakat desa dengan masyarakat kota. Pembangunan itu sendiri merupakan rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan berencana yang dilakukan secara sadar oleh
1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
masyarakat bersama pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa. Pembangunan suatu bangsa memerlukan sumber daya (resources), baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai sumber daya manusia yang cukup melimpah. M elimpahnya jumlah penduduk sendiri merupakan aset penting yang menguntungkan bagi pembangunan suatu bangsa. Di satu sisi penduduk berperan sebagai konsumen dan di sisi lain jumlah penduduk yang besar berperan sebagai sumber tenaga kerja yang akan melaksanakan pembangunan tersebut. Sebagai konsumen, penduduk merupakan faktor utama bagi pertumbuhan ekonomi yang akan mengkonsumsi atau memanfaatkan barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara sebagai output dari pembangunan. Sementara itu, kedudukannya sebagai sumber tenaga kerja, pertambahan penduduk merupakan sumber tenaga kerja baru, sehingga dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tesedia akan mempercepat proses realisasi pembangunan. Kebijaksanaan
pembangunan
ekonomi
yang
diambil
oleh
pemerintah dapat dikatakan kurang berhasil dalam mengurangi angka kemiskinan dan kesenjangan sosial. Isi kebijaksanaan pembangunan yang selama ini hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan mengesampingkan aspek pemerataan pemberdayaan masyarakat. Menurut kebijaksanaan tersebut dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat mengurangi kesenjangan sosial dan juga terjadi penempatan tenaga kerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
yang besar sehingga angka pengangguran dapat berkurang. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga dijadikan sebagai kesejahteraan sosial masyarakat mengalam i peningkatan. Tetapi yang terjadi dalam masyarakat justru sebaliknya, dimana kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan sosial justru semakin tinggi. Pembangunan
ketenagakerjaan
dalam
rangka
menc iptakan
lapanga n kerja dan m engurangi penga ngguran serta pengembanga n sumber daya manusia sesuai a manat GBHN 1993 dalam Repelita VI diarahka n pada pembentukan tenaga kerja profesional yang mandiri dan beretos kerja tinggi dan produktif. Pemba ngunan ketenagaker jaa n merupakan upa ya menyeluruh dan ditujukan pada peningkata n, pembentukan dan penge mbangan tenaga kerja yang berkualitas, produktif, efisie n, efektif, dan berjiwa wirausaha se hingga mam pu mengisi,
menc iptakan,
dan
memperluas
lapangan
kerja
serta
kesempatan usaha. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sumber daya manusia (SDM) mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting sebagai pelaku dalam mencapai tujuan pembangunan. Sejalan dengan itu, pembangunan tenaga kerja sebagai sala h satu unsur pembangunan sumber daya manusia (human resources) diarahkan untuk dapat meningkatkan kualitas dan partisipasinya dalam pembangunan serta melindungi hak dan kepentingannya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Hal ini sesuai dengan pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti bahwa semua warga
negara
Indonesia
mempunyai
pekerjaan
sesuai
dengan
kemampuannya sehingga diharapkan dapat memperoleh penghasilan yang cukup untuk hidup layak. Terkait dengan hal diatas, pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dan kemitraan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
yang
menyebutkan
bahwa
pembangunan
ketenagakerjaan bertujuan untuk : 1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi 2. Menciptakan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah 3. Memberikan perlindungan
bagi tenaga
kerja
dalam
mewujudkan
kesejahteraannya 4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya Sudah saatnya paradigma pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan yang menempatkan kapital finansial dan kapital fisik sebagai modal utama pembangunan, diganti dengan paradigma pembangunan yang berpusat pada masyarakat ekonomi lemah. Pembangunan dengan cara ini hanya akan dapat diwujukdkan kalau pembangunan mampu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
meningkatka n
partisipasi
masyarakat
dalam
proses pembangunan.
Pencapaian tujuan tersebut tidaklah mudah karena jumlah penduduk indonesia yang besar tanpa didukung oleh tingkat pertumbuhan ekonomi. Prioritas yang diberikan adalah kepada pembangunan daerah pedesaan yang mempunyai kaitan langsung dengan usaha memperluas kesempatan kerja. Salah satunya di Kabupaten Boyolali. Kabupaten Boyolali adalah bagian dari wilayah Negara yang berpenduduk dengan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena sebagian besar penduduk dan angkatan kerja berada di daerah pedesaan. Di daerah pedesaan produktifitas tenaga kerja dan laju pertumbuhan produksi relatif rendah, disebabkan masih terbelakangnya caracara produksi, terbatasnya sarana-sarana pemasaran, keuangan, dan padatnya penduduk. Dengan kodisi yang sedemikian itu maka kesempatan bekerja atau menduduki suatu jabatan di berbagai bidang diperlukan kompetisi yang sangat ketat antara satu dengan yang lainnya. Salah satu tujuan dari pembangunan ketenagakerjaan adalah untuk memberdayakan dan menda yagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi. Oleh karena itu diperlukan suatu pemberdayaan tenaga pedesaan. Secara konseptual, pemberdayaan mas yarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisa n masyarakat yang dalam kondisi sekara ng tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan.
memampukan
dan
Dengan
kata
memandirikan
lain
memberdayakan
masyarakat.
commit to user
Senada
adalah dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
Sumodiningrat Keberdayaan bersenyawa
(1999
dalam
Masyarakat dengan
Totok
Mardikanto,2010:40),
merupakan
masyarakat
kemampuan
dalam
bahwa
individu
membangun
yang
keberdayaan
masyarakat yang bersangkutan. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait,
yaitu
masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan. Pertumbuhan peningkatan tenaga
penduduk
yang
tinggi
kerja dan angkatan
akan
berakibat
pada
kerja, dimana tingginya
pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor utama kelebihan tenaga kerja. Laju pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja di indonesia masih cukup tinggi. Berikut disajikan Tabel jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Boyolali berdasar golongan umur dan jenis kelam in : Tabel I.1. Jumlah Penduduk Angkatan Kerja Menurut Tingkat Pendidikan Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2008-2010 Tahun Golongan umur
2008
2009
2010
0-4
70.989
71.154
94.649
5-9
77.800
77.982
65.479
10-14
87.944
88.150
84.616
15-19
72.975
73.142
72.777
20-24
76.414
76.586
62.253
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
25-29
78.240
78.416
72.864
30-34
79.091
79.261
71.682
35-39
64.300
64.438
69.737
40-44
70.554
70.701
71.285
45-49
63.573
63.716
65.082
50-54
48.795
48.902
57.586
55-59
42.145
42.231
44.054
60 – 64
43.259
43.352
34.035
> 65
73.515
73.686
87.716
Jumlah
951.594
951.717
953.815 Sumber : BPS Kab. Boyolali
Berdasarkan hasil pencacaha n Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kabupaten Boyolali tahun 2010 mencapai 953.815 orang dengan jumlah angkatan kerja mencapai 705.971 (74%) dari jumlah penduduk secara keseluruhan. Dimana pengertian angkatan kerja disini adalah penduduk usia produktif dengan batas usia minimum 10 tahun sampai 60 tahun. Dari tabel tersebut dapat terlihat laju pertumbuhan penduduk yang meningkat tiap tahunnya, akan tetapi jumlah angkatan kerjanya menurun tiap tahunnya. Masalah kesempatan kerja ini akan semakin penting dan mendesak karena
pertumbuhan
angkatan
kerja
commit to user
yang
lebih
cepat
daripada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
pertumbuhan kesempatan kerja. Dengan kata lain tingkat tenaga kerja yang terserap pasar kerja semakin sedikit. Disamping itu ada ketidak seimbangan dari struktur angkatan kerja. Mayoritas tenaga kerja yang terserap dalam dunia kerja adalah mereka dengan tingkat pendidikan tamat SMU sederajat. Pendidikan formal tidak cukup menyediakan tenaga kerja yang benar – benar siap dapat melakukan pekerjaan dengan produktif yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitas kerja yang dituntut. Salah satu kelemahan angkatan kerja yang ada adalah masih rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Untuk itu perlu adanya persiapan yang matang untuk dapat mengisi lowongan kerja atau berusaha mandiri sesuai dengan kebutuhan pasar usaha di segala bidang baik di wilayah setempat maupun di luar wila yah Kabupaten Boyolali. Banyaknya pencari kerja yang belum terserap dalam pasar kerja tersebut, baik pendidikan tinggi, menengah maupun rendah mengharuskan Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali selaku lembaga yang mengurusi masalah ketenagakerjaan dan mempunyai misi yang salah satunya adalah melaksanakan pengembangan sektor informal dan usaha mandiri. Oleh karena itu program-program pembangunan di semua sektor mempergunakan perluasan kesempatan
kerja sebagai salah
satu sasarannya yang utama, khususnya melalui usaha-usaha kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Peran birokrasi pemerintah hingga ke tingkat desa atau kelurahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
yang mempunyai akses langsung terhadap masyarakat selaku unsur penanggung jawab, pelaksana, pendamping (fasilitator) harus mampu merangsang tumbuhnya kreativitas dan motivasi untuk berkembang di masyarakat. Untuk melaksanakan peran tersebut maka salah satu langkah dari Dinas sosial, Tenaga Kerja, dan Transportasi melalui UPT BLK adalah pemberdayaan tenaga kerja pedesaan. Pemberdayaan yang dilakukan adalah melalui pelatihan M obile Training Unit (MTU). Mobile training unit dilaksanakan di daerah dimana mereka membutuhkan pelatihan. Sasaran dari pelatihan ini adalah mereka yang membutuhkan pelatihan tanpa harus datang langsung ke Kator UPT BLK seperti tenaga kerja pedesaan. Mobile Training Unit ini memang ditujukan agar memudahkan masyarakat dalam medapatkan pelatihan untuk menambah ketrampilan mereka. Dari Pelatihan Mobile Training Unit ini diharapkan masyarakat pedesaan dapat membuka sendiri lapangan pekerjaan sesuai keterampilan yang dimiliki. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan dari pihak instansi atau perusahaan yang bergerak pada bidang yang sesuai dengan jurusan dalam pelatihan tersebut dapat dipekerjakan dalam instansi tersebut. Berikut data Masyarakat Pedesaan yang telah diberdayakan melalui Pelatihan Mobile Training Unit Kabupaten Boyolali :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Tabel I.3. Jumlah Peserta Pemberdayaan melalui Mobile Training Unit tahun 2010 – 2011 Kabupaten Boyolali Jenis Pelatihan
Jumlah Peserta 2010
2011
Jml
LL
TL
Jml
LL
TL
1. Sepeda Motor
37
35
2
36
36
-
2. Mebelair
57
57
-
52
52
-
3. Prosesing
16
16
-
32
32
-
4. Menjahit
16
16
-
5. Teknisi HP
30
30
-
6. AC Pendingin
16
16
-
7. Elektronika
16
13
3
16
13
3
Jumlah
142
137
5
182
179
3
Tabel diatas merupakan jenis-jenis jurusan dalam pelatihan Mobile Training Unit yang dibiayai dari dana APBD. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah peserta dalam Pelatihan Mobile Training tersebut. Jenis Pelatihan dalam MTU pada setiap tahunnya berbeda dikarenakan sesuai dengan APBD yang dialokasikan sehingga setiap tahun belum tentu melaksanakan jenis pelatihan yang sama. Seperti pada tahun 2011 dibuka pelatihan menjahit dan teknisi HP sedangkan di tahun 2010 dibuka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
jurusan pelatihan AC pendingin.
Pengarahan usaha pembangunan melalui Pelatihan Mobile Training Unit ke daerah pedesaan diharapkan akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja secara langsung maupun tidak langsung. Maksud dan tujuan diselenggarakan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Kabupaten Boyolali terutama didaerah pedesaan. Pelatihan tenaga kerja ini merupakan suatu kegiatan untuk memberikan
pelatihan dan
ketrampilan pada pencari kerja ataupun
pengangguran di pedesaan. Pelatihan ini diharapkan dapat membuka peluang kerja baru di sector informal serta menyediakan tenaga kerja terampil dan profesional bagi daerah lain maupun untuk penyelenggaraan magang di negara asing. UPT BLK Kabupaten Boyolali dituntut untuk bisa menjembatani kesenjangan antara pendidikan dan tuntutan dunia kerja yang ada dengan melakukan pelatihan tenaga kerja sehingga tercipta tenaga kerja yang berkualitas, produktif dan berjiwa wirausaha yang pada akhirnya dapat terserap dalam pasar kerja atau berwira usaha mandiri. B. Rumusan Masalah Dari
latar
belakang
masalah
yang
menjelaskan
kondisi
produktivitas tenaga kerja pedesaan yang relatif rendah dan pembentukan tenaga kerja terampil di pedesaan Kabupaten Boyolali. Maka perlu adanya proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan Mobile
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
Training Unit (MTU). Oleh karena itu dibuatla h rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatiha n mobile training unit oleh UPT BLK Dinas Sosial, Tenaga Kerja,dan Transm igrasi Kabupaten Boyolali ? 2. Adakah Lembaga swasta yang terkait dalam pelatihan Mobile Training Unit tersebut ? C. Tujuan Penelitian Salah satu hal yang sangat penting dalam suatu penelitian adalah adanya tujuan yang ditetapkan sebelumnya.dengan adanya tujuan yang ditetapkan maka sasara n akan menjadi pasti. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk memperoleh gambaran tentang Pemberdayaan Tenaga Kerja Pedesaan melalui Pelatihan Mobile Training Unit oleh UPT BLK Dinas Sosial, Tenaga Kerja,dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali. 2. Untuk mengetahui Lembaga – lembaga swasta yang terkait dalam Pelatihan MTU tersebut. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat, adapun manfaat dari penelitian ini antara lain : 1.
Untuk mendapatkan pengetahuan deskriptif tentang pemberdayaa n tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan mobile training unit Kabupaten Boyolali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
2.
Dapat digunakan sebagai bahan masukan yang bersifat konstruktif bagi kantor Dinas Sosial, Tenaga Kabupaten Boyolali.
commit to user
Kerja,dan Transmigrasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pemberdayaan Tenaga Kerja Pedesaan a. Pemberdayaan
Pada
dasarnya
penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendeskripsikan
pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak-pihak dari luar kelompok dalam rangka memberi keterampilan pada masyarakat pedesaan. Sebelum memasuki tujuan tersebut, konsep pemberdayaan harus dipahami terlebih dahulu. Suharto mengemukakan pendapat beberapa ahli definisi pemberdayaan sebagai berikut : “Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas dan berpengaruh terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup utuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.” (Parson, et.al., 1994 dalam Ismail Nawawi 2009:143) “Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur social.” (Swift dan Levin,1987 dalam Ismail Nawawi 2009:143) “Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang lemah atau tidak beruntung.” (Ife, 1995 dalam Ismail Nawawi 2009:143) “Pemberdayaan masyarakat adalah upaya pengembangan masyarakat melalui penciptaan kondisi yang memungkinkan masyarakat mampu membangun diri dan lingkungannya secara mandiri melalui pemberian sumberdaya, kesempatan dalam pengambilan keputusan, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat.” (Peraturan Kementerian Dalam Negeri No.20 Thn 2010, Pasal 1 Ayat 1)
14
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
“Empowerment is viewed as a process the mechanism by which people, organization and communities gain mastery over their lives. Pemberdayaan adalah suatu cara agar rakyat, komunitas, dan organisasi diarahkan agar mamp menguasai atau berkuasa atas kehidupannya.” (Rappaport 1999 dalam Totok Mardikanto, 2010 : 32 )
Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang berarti kekuatan atau
kemampuan.
Bertolak
dari pengertian
tersebut,
maka
pemberdayaan dapat dimaknai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya / kekuatan / kemampuan, dan atau proses pemberian daya / kekuasaan / kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang / belum berdaya. Istilah lain dari pemberdayaa n adalah penguatan atau empowerment. Pemberdayaan secara konseptual pada intinya membahas bagaimana
individu,
kelompok,
atau
komunitas berusaha
mengontrol
kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk kehidupan masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Dalam perspektif pemberdayaan, masyarakat diberi wewenang untuk mengelola sendiri dana pembangunan baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak lain, disamping mereka harus aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan, perencanaan, dan pelaksanaa n pembangunan. Konsep “empowerment” atau pemberdayaan pada intinya menekankan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat yang berla ndaskan pada sumber daya pribadi, langsung (melalui partisipasi), demokratis dan pembelajaran soal melalui pengalaman langsung. Pemberdayaa n
memberikan
tekanan
pada
otonomi
pengambila n
keputusan dari suatu kelompok masyarakat. Penerapan aspek demokrasi dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
partisipasi dengan titik fokus pada lokalitas akan menjadi landasan bagi upaya penguatan potensi local. Pendekatan utama dalam kosep pemberdayaan ini adalah menempatkan masyarakat tidak sekedar sebagai obyek namun juga sebagai subyek. Pemberdayaan merupakan la ngkah untuk meningkatkan peran aktif masyarakat serta berupaya untuk menggali potensi akan sumber daya yang ada. Pemberdayaan merupakan makna membuat orang menjadi berdaya. Istilah lain untuk pemberdayaan adalah penguatan atau empowerment, dimana kekuatan tersebut berasal dari diri sendiri yang digunakan untuk mendorong terjadinya perubahan, sehingga pemberdayaan sangat jauh dari konotasi ketergantungan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong (encourage), memotivasi dan membangkitkan kesadaran (awarene ss)
a kan
potensi
yang
dimilikinya
serta
berupaya
untuk
mengembangkannya. Pemberdayaan disini sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Menurut Suharto (2005), Pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain ,elakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keingina n dan minat mereka. Ilmu social tradisional menekankan bahwa ke kuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Paradigma baru yang disampaikan untuk mengoreksi paradigma yang sudah adalah paradigma pemberdayaan masyarakat. Melalui pemberdayaan ini masyarakat diberikan hak untuk mengelola sumber daya dalam rangka melaksanakan pembangunan. Bagi masyarakat penerima peran dan posisi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
demikian ideal di bidang pemerintahan dan pembangunan bukanlah pekerjaa n sederhana. Posisi sebagai mitra yang berimbang hanya dapat terwujud denga n melalui proses pembenahan di segala segi, termasuk konsekuensi untuk memberdayakan masyarakat sipil. Korten
mengemuka kan
ciri-ciri
pemberdayaan
sebagai
berikut
(Moeljarto T,1995:136) : a. Prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk meme nuhi kebutuhannya harus diletakkan pada masyarakat atau komunitas ini sendiri. b. Meningkatkan kemampuan masyarakat atau komunitas untuk mengelola dan memobilisasi sumber – sumber yang ada untuk mencukupi kebutuhannya. c. Mentoleransi variasi local dan karenanya sifatnya sama fleksibel menyesuaikan dengan kondisi local. d. Menekankan pada proses social learning yang didalamnya terdapat interaksi kolaboratif antara birokrasi dengan komunitas mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi proyek. e. Proses pembentukan jaringan antara birokrat dan lembaga swadaya masyarakat, satuan-satuan organisasi tradisional yang mandiri, merupakan bagian integral dari pendekatan ini. Baik untuk meningkatkan kemampuan mereka mengidentifikasi dan mengelola berbagai sumber maupun untuk menjaga keseimbangan antar struktur vertical dan horizontal. Kutut Suwondo (2002 : 74) menyebutkan bahwa dalam pemberdayaan atau empowerment terdapat tujuan, yaitu : pertama, meningkatkan kemampuan sumber daya masyarakat dalam penguatan kelembagaan, organisasi sosial ekonomi melalui sosialisasi, pembinaan pelatihan keterampilan. Kedua, mewujudkan masyarakat dengan peran keswadayaan dari masyarakat sebagai pelaku pembangunan. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan mengurangi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
masyarakat miskin dengan mengembangkan sistem perlindungan sosial dan dukungan bantuan sebagai upaya stimulant. Menurut Ife, Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan disini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan penguasaan klie n atas : “Pilihan-pilihan personal dan kesempatan hidup (kemampuan dalam membuat keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal dan pekerjaan). Pendefinisian kebutuhan (kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya). Ide atau gagasan (kemampuan mengekspresika n dan menyumbangkan gagasan dalam suat forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan). Lembaga-lembaga (kemampuan menjangkau, menggunaka n dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga-lembaga kesejahteraan social, pendidikan, kesehatan). Sumber-sumber(kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal da kemasyarakatan). Aktivitas ekonomi (kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi dan pertukaran barang serta jasa). Reproduksi (kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak dan sosialisasi).” (Ife, dalam Ismail Nawawi, 2009:142) Sebagai proses, Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat dan atau mengoptimalkan keberdayaan (dalam arti kemampuan dan atau keunggulan bersaing ) kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu– individu yang mengalami masalah kemiskinan. Dalam proses ini, LSM berperan sebagai fasilitator yang mendampingi proses pemberdayaa n masyarakat. Dalam pemberdayaan masyarakat, masyarakatlah yang menjadi aktor dan penentu pembangunan. Hal ini akan mengurangi ketergantunga n pada sumber daya eksternal atau yang tidak berkelanjutan. Aspek penting dalam suatu program pemberdayaan masyara kat adalah program yang disusun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
sendiri oleh masyarakat, menjadi kebutuhan dasar masyarakat, mendukung keterlibatan kaum miskin, perempuan, buta huruf dan kelompok terabaikan la innya, dibangun dari sumber daya lokal, sensitif terhadap nilai-nilai budaya setempat,
memperhatikan
dampak
lingkungan,
tidak
menciptaka n
ketergantungan, berbagai pihak terkait terlibat serta berkelanjutan. Subejo dan Narimo (2004 dalam Totok Mardikanto, 2010 : 38) mengartikan proses pemberdayaan
masyarakat
merupakan
upaya
yang
disengaja
untuk
memfasilitasi mas yarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumber daya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memilih kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi dan sosial. Selain pendapat para ahli yang merumuskan konsep pemberdayaan, adapun konsep pemberdayaan dalam jurnal internasional. Dalam international journal of procedia social and behavioral science vol. 31, 2012 copyright The aspect of empowerment of human resources, Hamid Tohidi and M. M ehdi Jabbary (2012 :833) menyatakan bahwa “to empower human resources, staff shall be treated the way they feel themselves as alive cells of organization bod y and by feeling meaningful and beneficial and trusted, they make their best in the
given
jobs
and
improve
the
efficiency
of
the
organization”
(www.sciencedirect.com) untuk memberdayakan sumber daya manusia, staf harus diperlakukan dengan cara mereka agar mereka merasa bagian dari organisasi dan dengan merasa bermakna dan bermanfaat, mereka dapat bekerja yang terbaik dan meningkatkan efisiensi organisasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
Rumusan konsep pemberdayaan berbeda-beda antara ahli yang satu dengan yang lainnya, pada dasarnya dapat dinyatakan bahwa pemberdayaa n merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat dengan atau tanpa dukungan pihak “luar”, untuk memperbaiki kehidupannya yang berbasis kepada daya mereka sendiri. Dengan demikian mereka diharapkan mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam menentukan masa depan mereka, dimana provider dari pemerintah dan lembaga non government organization (NGO) hanya
mengambil posisi partisipan, stimulan, dan motivator.
Kemampuan masyarakat untuk mewujudkan dan mempengaruhi arah serta pelaksanaan suatu program ditentukan dengan menga ndalkan power yang dimilikinya sehingga pemberdayaan (empowerment) merupakan central them e atau jiwa partisipasi yang sifatnya aktif kreatif. Proses pemberdayaan hendaknya meliputi Enabling ( menciptakan suasana kondusif ), Empowering (penguatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat), Protecting (perlindungan dari ketidak adilan), Supporting (bimbingan dan dukungan ), dan Foresting (memelihara kondisi yang kondusif tetap seimbang). Kristiadi (1997 dalam Riant Nugroho, 2007:117) melihat bahwa ujung dari pemberdayaan masyarakat harus membuat masyarakat menjadi swadiri, mampu mengurusi dirinya sendiri, dan swasembada, mampu memenuhi kebutuhannya sendiri secara berkelanjutan. Untuk mengetahui focus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indicator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang
itu berdaya
atau
tidak.
Sehingga
commit to user
ketika
senuah
program
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
pemberdayaan social diberikan, sege nap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek dari sasaran perubahan tersebut. Pada penelitian ini, untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan untuk tenaga kerja pedesaan maka proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara bertahap melalui tiga fase (Pranaka dan Prijono, 1996) yaitu: (a) Fase Inisiasi adalah bahwa semua proses pemberdayaan berasal dari pemerintah,
dan masyarakat hanya melaksana kan apa yang
direncanakan dan diinginkan oleh pemerintah dan tetap tergantung pada pem erintah. Dalam hal inirakyat bersifat pasif, melaksanakan apa yang direncanakan pemerintah dan tetap tergantung pada pemerintah. Proses pemberdayaan te naga kerja pedesaan melalui pelatihan Mobile Training Unit merupakan suatu program dari pemerintah. Pada program ini, tenaga kerja pedesaan merupakan pelaku dalam pelatihan Mobile Training Unit dan pemerinta h bertanggung jawab sebagai penyedia sarana dan prasarana. (b) Fase Partisipatoris adalah bahwa proses pemberdayaan berasal dari pemerintah bersama masyarakat, ole h pemerintah dan masyarakat, dan diperuntukkan bagi rakyat. Pada fase ini masyarakat sudah dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembanguna n untuk menuju kemandirian. Pada fase ini, tenaga kerja pedesaan sudah berperan aktif
dalam
pemberdayaan,
kegiatan
pembangunan
sehingga
dalam
menuju
keberhasilan
proses pemberdayaan
antara
pemerintah dan tenaga kerja pedesaan saling memberi masukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
dengan dibantu oleh pihak swasta sebagai instruktur dalam pelatihan Mobile Training Unit. Proses pemberdayaan pada fase ini juga dapat dilihat dari adanya inisiatif dari tenaga kerja pedesaan untuk ikut serta dalam pelatihan. (c) Fase Emansipatoris adalah bahwa proses pemberdayaan berasal dari rakyat dan untuk rakyat dengan didukung oleh pemerintah bersama masyarakat. Pada fase emansipatori ini masyarakat sudah dapat menemukan kekuatan dirinya sehingga dapat dilakukan dalam mengaktualisasikan
dirinya.
Puncak
dari
kegiatan
proses
pemberdayaan masyarakat ini adalah ketika pemberdayaan ini semuanya
datang
dari
keinginan
masyarakat
sendiri
(fase
emansipatoris). Fase emansipatoris dalam pelatihan M obile Training Unit diterapkan melalui pemasaran hasil produksi dalam pelatihan maupun peminjama n modal usaha. Pada tahap ini pemerinta h diharapkan dapat memfasilitasi akhir dari pelatihan M obile Training Unit. Untuk dapat merealisasika n terhadap ketiga fase tersebut dibutuhkan adanya dua persyaratan pokok, yaitu : perencanaa n pembangunan dan pelaksa naan program pembangunan. Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, antara lain : “keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemam puan ekonomi, kemampuan mengakses m anfaat kesejahteraan dan kemampuan cultural dan politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu ‘kekuasaan di dalam (power within), ‘kekuasaan untuk’(power to), ‘kekuasaan atas’ (power
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
over) dan ‘kekuasaan dengan’ (power with). (Suharto,2004 dalam Ismail Nawawi,2009:147) Dengan demikian, maka pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangka ian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalam i masalah kem iskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaa n atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun social. Pengertia n pemberdayaan
sebagai
tujuan
seringkali
digunakan
sebaga i indicator
keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. Banyak pendapat ahli yang memberikan banyak pengertian tentang pemberdayaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adala h proses menyeluruh : suatu proses aktif antara motivator, fasilitator dan kelompok
masyarakat
yang
perlu
diberdayakan
melalui
peningkata n
pengetahuan, keterampilan, pemberian berbagai kemudahan serta peluang untuk mencapai akses sistem sumber daya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. b. Tenaga Kerja Pedesaan
Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan te naga kerja. Penduduk tergolong
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Adapun beberapa definisi tentang tenaga kerja antara lain : Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendir i maupun untuk masyarakat.” “Tena ga kerja (manpower) adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaa n terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut” (Ismail Nawawi, 2009:68) “Menurut Payaman J.S, Sumber Daya Manusia atau Human Resources mengandung dua pengertian. Pertama Sumber Daya Manusia (SDM) mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini SDM mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan ja sa. Pengertian kedua dari SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang bernilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara fisik, kemampuan bekerja diukur dengan usia. Dengan kata la in, orang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja. Kelompok penduduk dalam usia kerja tersebut dinamakan tenaga kerja atau manpower. Secara singkat, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja (working-age population)” “Tenaga kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu, orang yang mampu melakuka n pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.” Sedangkan pengertian pedesaan seperti yang dikemukaka n oleh R. Bintarto (1989: 11) adalah suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsure-unsur fisiograf social, ekonomi, politik, dan cultural yang terdapat di dalam hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, desa didefinisikan sebagai berikut : “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wila yah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Dari berbagai konsep pemberdayaan dan tenaga kerja pedesaan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan tenaga kerja pedesaan merupakan upaya memampukan tenaga kerja pedesaan dan memandirikan dengan cara menggali potesi yang dimilikinya kemudian memberi input atau masukan dan kesempatan untuk mengembangkan potensi tersebut melalui pelatihan, keterampilan, dorongan, hak, wewenang untuk mengelola sumber daya yang ada sehingga tercipta kemandirian yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. 2.
Pelatihan Mobile Training Unit Pembangunan sektoral dan regional perlu sela lu mengusahaka n
terciptanya lapangan kerja yang seluas mungkin. Demikian pula perlu terus ditingkatkan langkah-langkah di berbagai sektor dan daerah secara terpadu untuk membina dan pengembanga n tenaga kerja sesuai de ngan kebutuha n pembangunan antara lain melalui pendidikan dan latihan kerja. Pelatihan adalah suatu proses belajar m engena i sebuah wacana pengetahuan dan keteram pilan yang ditujukan untuk penerapan hasil belajar yang sesuai dengan tuntutan tertentu. Banya k ahli yang berpendapat tentang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
arti, tujuan, dan manfaat pelatihan. M enurut UUSPN 20 Tahun 2003 bahwa “Pelatihan merupakan pendidikan formal. Pelatihan adalah bentuk pendidikan berkelanjutan untuk mengembangkan ke mam puan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keteram pilan, standar kompetensi, pengembangan sikap kewirausahaa n, serta pengembanga n kepribadian professional” M enurut UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerja an ya ng dimaksud pelatihan kerja adalah : “Keseluruhan kegiatan untuk memberi, m emperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan kea hlian tertentu sesuai denga n jenjang dan kualifikasi jaabatan atau pekerjaan baik disektor formal maupun informal.” M enurut Sendjun H.M anulang (1995:29) “Latihan Kerja merupaka n seluruh kegiatan untuk member dan memperoleh se rta meningkatkan pengetahuan, keterampilan, keahlian da n sikap kerja diluar system pendidika n formal yang berlaku dalam waktu tertentu dengan metode ya ng m engutamakan praktek daripada teori.” Dari paparan tentang pengertia n pelatihan tersebut maka dapat diketahui bahwa Pelatihan (training) adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan praktik dari pada teori yang dilakukan seserorang atau kelompok yang bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu. Strategi pembinaan pelatihan diarahkan agar pelatihan kerja mampu berfungsi
memenuhi
menggunakan
tuntutan
pendekatan
pasar
kesisteman
kerja. dan
Strategi
pelatihan
dibina
secara
kerja
terpadu,
berkesinambungan, berperan secara optimal, dan menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai, terampil, disiplin dan produktif. Dalam strategi pembinaa n
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
pelatihan dikenal adanya trilogi latihan kerja sebagai berikut : 1)
Latihan kerja harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan
kesempatan kerja. 2)
Latihan
kerja
harus
senantiasa
mutakhir
sesuai
dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3)
Latihan kerja merupakan kegiatan yang bersifat terpadu dalam arti
proses kaitan dengan pendidikan, latihan dan pengembangan satu dengan yang la in. Untuk memberikan fasilitas dan la yanan bagi para pencari kerja dan pengangguran yang berada di daerah-daerah, Dinsosnakertra ns Kabupaten Boyolali mengerahkan suatu program pelatihanmobile training unit ke berbagai desa. Program pelatihan kerja dengan menggunakan kendaraan keliling ini diprioritaskan untuk melatih para pencari kerja dan pengangguran yang berada di pelosok pedesaan. Mobile Training Unit merupakan pelatihan semacam off the job training dimana pelatihan dilakukan diluar lingkungan tempat bekerja peserta. Peserta meluangkan waktu untuk mendatangi tempat pelatihan dengan tujuan semata untuk mengikuti pelatihan. Sesuai UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 10 Ayat 2, Mobile Training Unit merupakan pelatihan yang mengacu pada kompetensi kerja yang dikenal sebagai pelatihan berbasis kompetensi yang dapat memberikan bekal keterampilan kepada tenaga kerja atau mas yarakat untuk dapat bekerja secara formal dan atau berwirausaha. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
melalui UPT BLK selaku lembaga yang mengurusi masalah ketenagakerjaan bertanggung jawab terhadap kualitas tenaga kerja. Program pelatihan yang dilaksanakan secara garis besar ada 2 : 1. Pelatihan
Institutional
yaitu
pelatihan
dalam
lembaga
ya ng
dilaksanakan ole h UPT BLK atau lem baga pelatihan swasta dibawah bimbingan dinas. 2. Pelatihan Non-Institutional yaitu pelatihan yang dilaksanaka diluar dinas atau berlokasi dimana peserta berada dengan mode l pelatihan keliling. Pelatihan
kerja
ke liling m erupakan
sala h satu
program
kerja
Dinsosnakertrans dalam mengatasi masalah pengangguran di daerah-daerah dengan menyiapkan ketersediaan sumber daya manusia yang kom peten dan produktif. Dengan metode ini semua angkatan kerja, terutama yang tinggal di pede saan agar bisa memiliki keterampilan sehingga siap terjun ke dunia kerja. Dari paparan tersebut dapat disim pulkan bahwa pelatiha n Mobile Training Unit m erupakan suatu model pemberian keterampilan kepada masyaraka t terutama tenaga kerja di pedesaan m elalui pela tihan yang diselenggarakan langsung di desa atau tempat terdekat dengan lokasi tempat tinggal para tenaga kerja.
3.
Pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan Mobile
Training Unit Pada hakikatnya, pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi individu atau masyarakat berkembang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
Pemberdayaa n merupakan konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial, berpusat pada peran serta aktif langsung kelompok tenaga kerja pedesaan. Pemberdayaan bagi pembangunan daerah didasarkan oleh respon terhadap kebutuhan di pedesaa n dan kebutuhan untuk menyejahteraka n tenaga kerja pedesaan secara lebih merata. Mayoritas tenaga kerja terutama di Kabupaten Boyolali mencari kerja diluar wilayah Kabupaten Boyolali. Oleh karena itu, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transm igrasi melalui UPT BLK mengusahakan agar tenaga kerja terutama di pedesaan dapat bekerja pada lapangan kerja di wila yah Kabupaten Boyolali. Untuk me ndukung hal tersebut dan dalam upaya mengatasi masala h pengangguran di daerah pedesaan yang terus meningkat Dinas Sosia l, Tenaga Kerja dan Transm igrasi melalui UPT BLK berupaya mengatasinya denga n memberdayakan tenaga kerja pedesaan secara optimal melalui pelatiha n Mobile Training Unit. Upaya ini diharapka dapat mengembangkan sektor informal dan usaha mandiri. Hasil dari pemberdayaan ini salah satunya menghasilkan tenaga kerja yang dapat berwirausaha seperti dalam international journal of distance learning administration vol. VIII, 2005 copyright “A Framework for the “Entrepreneurial” Learner of the 21 st Century” , Connie Reimers-Hild (2005 :01) menyatakan bahwa “...Entrepreneurial individuals are even more important in the knowledge economy characterized by continuously evolving technologies and change (Brown & Eisenhardt, 1998). Individuals must be able to adapt to rapid changes in order to advance them selves, their places of
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
employment and the societies in which they live. Globalization and rapid change are contributing factors leading to increased competition and uncertainly in the 21 st Century (Bettis & Hitt, 1995; Ireland & Hitt, 1999). These same factors also increase the importance of studying entrepreneurial behavior outside of new venture creation (Gibb, 2002; Huefner & Hunt, 1994; Shepard & Krueger, 2002).”. (www.westga.edu) Wirausaha individu bahka n lebih penting dalam ekonomi pengetahuan ditandai dengan terus berkembang teknologi dan perubahan (Brown & Eisenhardt, 1998). Individu harus mampu beradaptasi dengan perubahan yang cepat dalam rangka untuk memajukan diri, tempat kerja mereka dan masyarakat di mana mereka tinggal. Globalisasi dan perubahan yang cepat merupakan faktor yang menyebabkan meningkatnya persaingan dan ketidakpastian dalam 21 st Century (Bettis & Hitt, 1995; Irlandia & Hitt, 1999). Faktor-faktor yang sama juga meningkatkan pentingnya mempelajari perilaku kewirausahaan luar penciptaan usaha baru (Gibb, 2002; Huefner & Hunt, 1994; Shepard & Krueger, 2002). Pemberdayaa n tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan Mobile Training Unit merupakan suatu upaya dari pemerintah daerah untuk memampukan tenaga kerja pedesaan dan memandirikannya. Usaha untuk memandirikan tenaga kerja pedesaan tersebut adalah dengan memberika n suatu model pelatihan yang diselenggarakan secara langsung didesa ataupun lokasi tempat tinggal para tenaga kerja pedesaan tersebut. Dalam pelatihan Mobile Training Unit, kendaraan pelatihan kerja keliling dilengkapi peralatan dan instruktur pelatihan kerja yang disesuaikan dengan berbagai kejuruan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
diantaranya otomotif, sepeda motor, las, elektronika, listrik, menjahit dan bordir, bangunan, serta pertanian. Untuk mengetahui proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan Mobile Training Unit dapat dilakukan dari beberapa fase : (a)
Fase Inisiasi
Secara harafiah, proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan pada tahap ini adalah berasal dari pemerintah, oleh pemerintah da n diperuntukkan
bagi
rakyat.
Pemerintah
melalui
UPT
BLK
melaksanakan program pelatihan Mobile Training Unit. Dalam hal ini, tenaga
kerja
pedesaan
sebagai
sasaran
dari
program
untuk
mengembangkan usaha mandiri di pedesaan. Batasan dalam fase ini pemerintah menyediakan sarana dan prasarana untuk memudahka n peserta ( tenaga kerja pedesaan ) untuk memperoleh keterampilan. (b)
Fase Partisipatoris
Proses pemberdayaan pada tahap ini, pada dasarnya berasal dari pemerintah bersama rakyat. Pada tahap ini pemerintah telah melibatkan tenaga kerja pedesaan secara aktif untuk menuju kepada kemandirian. Hal itu terlihat dari telah dilibatkannya pegawai pemerintah di pedesaan bersama tenaga kerja pedesaan ikut serta dalam pelatihan Mobile Training Unit dengan dibantu dari piha k swasta sebagai instruktur dalam pelatihan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
(c) Fase Emansipatoris Tahap ini merupakan suatu keadaan puncak yang dialami oleh tenaga kerja pedesaan. Mereka yang telah berdaya dan mereka mempunyai keterampilan yang telah berkembang dalam diri mereka. Ukuran dari fase ini adalah dimana hasil produksi ataupun keterampilan yang dihasilkan dapat digunakan secara umum serta masyarakat secara mandiri dapat membuka lapangan pekerjaan baru. B. Kerangka Berpikir Kerangka pemikiran merupakan suatu uraian yang menjelaska n variable-variabel serta keterka itan ya ng terumuskan dalam perumusan masalah.
Kerangka
pemikiran
ini
dapat membantu
penulis
dalam
menentukan tujuan dan arah pe nelitian serta dalam pemilihan konsep konsep yang benar. Konse p ya kni istila h atau definisi yang digunakan untuk menggam barkan secara abstrak ; kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang m enjadi pusat perhatian ilmu sosial. Pelatihan Mobile Training Unit merupakan
salah satu
model
pemberda yaan te na ga kerja pedesa an diharapkan lebih dapat mensukseska n tujuan pemerintah untuk mengurangi tingka t pengangguran. Hal ini didasarkan pada program pelatihan yang dilaksanakan oleh UPT BLK. Program M obile Training Unit m erupakan suatu progra m da ri pemerinta h untuk memberikan pelatihan secara langsung di desa tempat tenaga kerja pedesaan tinggal. Ha l ini m engingat rendahnya tingkat pengetahuan dan keteram pilan yang dimiliki. Dalam pelaksanaa nnya pemerintah juga bekerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
sam a dengan pihak lain (stakeholder) untuk mendukung la ncarnya kegiata n pelatihan tersebut. Hasil ya ng diharapkan adalah tenaga kerja tersebut dapat memiliki keteram pilan dan meningkatka n jam ina n ekonomi keluarganya. Untuk m empermudah kerangka pemikiran, dibuat suatu bagan kerangka berpikir ya ng dapat dilihat dalam gam bar 1.1 sebagai berikut :
Pemberdayaan Tenaga Kerja Pedesaan
Fase Emansipatoris (Hasil Pelaksanaan) : -
Pemberian pelatihan MTU oleh UPT BLK
Keterampilan Jaminan ekonomi dan kotribusi terhadap keluarga
Proses pemberdayaan melalui fase inisiasi dan partisipatoris
Gambar 1.1 : Skema Kerangka Berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, dengan tujuan untuk menggambarkan realitas yang cermat terhadap fenomena yang terjadi. Deskriptif kualitatif adalah metode yang digunakan untuk mem ecahkan suatu masalah dengan cara memaparkan, menafsirkan serta menginterpretasikan data yang ada. Sedang data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka (lexy J. Moleong, 2010:11). Pada pene litian ini peneliti berusaha mengembangkan konsep dan menghimpun data-data tentang mobile training unit. Penelitian ini menitikberatkan pada field research atau penelitian lapangan, namun juga tidak mengesampingkan pada studi kepustakaan atau library research terutama dalam menyusun landasan teori.
B. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Unit Pelaksana Teknis (UPT) BLK Kabupaten Boyolali yang melaksanakan Pelatihan Mobile Training Unit. Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut sebagai berikut: 34
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
1.
UPT
BLK
Kabupaten
Boyolali
merupakan
instansi
yang
mengurusi masalah pelatihan mobile training unit se-Kabupaten Boyolali dalam rangka pemberdayaan tenaga kerja pedesaan yang merupakan fokus dari penelitian ini. 2.
Peran UPT BLK sebagai fasilitator dan motivator dalam penyelenggaraan pelatihan mobile training unit.
3.
Adanya ketertarikan peneliti terhadap upaya pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan mobile training unit ole h UPT BLK Kabupaten Boyolali. Hal ini didasarkan rasa ke ingintahuan peneliti tentang bagaimana pelaksanaan pelatihan mobile training unit Kabupaten Boyolali dan peran pihak swasta dalam pelatihan tersebut.
4.
Memungkinkan peneliti mendapatkan data-data yang diperlukan.
C. Teknik Penarikan Sampel
Teknik yang digunakan dalam penarikan sampel disini adalah teknik purposive sampling. Dengan teknik ini peneliti cenderung memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masala h secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap ( HB. Sutopo, 1998:56). Oleh karena itu dalam mencari informasi didasarkan pada orang – orang yang dianggap tepat yaitu mereka yang mengetahui seluk beluk mengena i pemberdayaan tenaga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
kerja dan pelatihan M TU di Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transm igrasi. Sampel dalam UPT BLK Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transm igrasi yang mengetahui masalah pelatiha n Mobile Training Unit dengan informan sebagai berikut : 1. Staff UPT BLK Kabupaten Boyolali yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelatihan mobile training unit. 2. Instruktur pengajar pelatihan mobile training unit Kabupaten Boyolali. 3. Kepala UPT BLK Kabupaten Boyolali. 4. Pihak swasta penyalur ataupun pengguna lulusan pelatihan. 5. Peserta pelatihan mobile training unit
D. Teknik Pengumpulan Data
Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Wawancara Peneliti
menggunaka n
te knik
wawancara
dalam
pengumpulan data. Dalam penelitian ini teknik wawancara yang
digunakan
adalah
commit to user
wawancara
terpimpin,
yaitu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
wawancara dilakukan dengan tanya jawab yang terarah untuk mengumpulkan data-data yang relevan saja.pedoman wawancara memuat hal-hal yang akan ditanyakan secara terinci. Dalam hal inin subjek yang diteliti posisinya lebih berperan sebagai informan daripada sebagai responden (Susanto,2006:131). W awancara ini dilakukan dalam waktu dan kondisi-kondisi yang paling tepat guna mendapatkan kejelasan
tentang
hal-hal
yang
berkaitan
dengan
pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatiha n mobile training unit oleh UPT BLK Kabupaten Boyolali. Data yang diperoleh secara la ngsung dari pihak-pihak yang berkepentinga n dengan obyek melalui wawancara denga n narasumber yang me ngerti tentang pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan Mobile Training Unit Kabupaten Boyolali. b. Observasi Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap
gejala-gejala
yang
diteliti
(Purnomo
Setiady,2009:52). Dalam penelitian ini penulis mengadakan pengamatan langsung dan pencatatan tentang kea daan atau fenomena dalam pelatihan mobile training unit yang dijumpai secara sistematis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
c. Dokumentasi Data yang diperoleh secara tidak langsung yaitu melalui buku-buku, kepustakaan, arsip, dan keterangan lain yang berhubungan dengan masalah penelitian yang digunakan sebagai
pelengkap
dan
pendukung
data
primer.
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku kepustakaan yang ada
hubungannya
dengan
materi
pene litian
pengumpulan data berdasarkan catatan
yang
serta berupa
dokumen atau arsip-arsip yang berhubungan dengan pelaksanaan pelatihan mobile training unit di Kabupaten Boyolali.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif ( interactive model of analysis). Dalam model ini terdapat 3 komponen pokok. Menurut Miles dan Huberman dalam Susanto (2006 : 142 - 143), ketiga komponen tersebut adalah : a. Reduksi Data ( Data Reduction ) Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis data yang mempertegas, membuat fokus, membuang hal yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan. Dalam penelitian ini, proses reduksi data dilakukan dengan data-data yang sifatnya umum dari sumber data, kemudian penulis mengelompokkan data-data yang masih umum tersebut menjadi lebih khusus yang sesuai dengan focus penelitian dan dirasa bisa mendukung pembahasan penelitia n. b. Sajian Data (Data Display) Merupakan suatu rakitan informasi yang m emungkinkan kesimpulan. Riset dapat dilakukan dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan peneliti untuk berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut. c. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing) Dalam awa l pengumpulan data peneliti sudah harus mulai mengerti apa arti hal-hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan
peraturan-peraturan,
pola-pola,
pernyataan-
pernyataan, konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan
berbagai
proporsi
sehingga
memudahkan
dalam
pengambilan data kesimpulan. Dalam proses analisisnya, ketiga komponen tersebut akan beraktivitas secara interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Dalam penelitian ini, peneliti tetap bergerak diantara ketiga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
komponen pengumpulan data dan pengambilan kesimpulan dengan menggunakan waktu yang ada.
Proses
analisis
data
dengan
menggunakan model interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan
Gambar 3.1. Model analisis Interaktif ( H. B. Sutopo, 1998 :96 )
F. Validitas data
Validitas data dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa data yang diperoleh pene liti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam kenyataan di lokasi penelitian. Guna menjamin kavalidan data, penulis menggunakan cara triangulasi data ( untuk mendapatkan data tidak dari satu sumber ). Hal ini untuk mengecek kebenaran data tersebut dengan cara membandingkan dengan data sejenis dari sumber yang berbeda ( Lexy J. Moloeng, 2010 : 324). Untuk menjamin validitas data yang akan diperoleh dalam penelitian ini, maka peningkatan validitas data akan dilakukan dengan teknik pemeriksaan terhadap keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data. Cara itulah yang oleh Patton disebut sebagai teknik trianggulasi (1998 :31). Adapun trianggulasi yang digunaka n adalah trianggulasi sumber. Asas dasar dalam trianggulasi sumber
adalah
pemeriksaan
silang
temuan-temuan
dari
satu
wawancara dengan wawancara yang lain atau pemeriksaan kebenaran hasil wawancara dibandingkan dengan dokumen atau sebaliknya. Pada teknik ini temuan data yang berasal dari narasumber yang berbeda bisa saling dibandingkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Deskripsi singkat Kabupaten Boyolali Kabupaten Boyolali merupakan sebuah kabupaten di Jawa Tenga h yang terletak sekitar 25 Km sebelah barat dari Kota Surakarta. Kabupaten Boyolali membentang barat-timur sepanjang 48 km, dan utara-selatan 54 km. Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah dan dataran bergelombang dengan perbukitan. Kabupaten Boyolali terdiri atas 19 kecamatan, yang dibagi lagi atas 260 desa dan 7 kelurahan. Luas wila yah Kabupaten Boyolali yaitu 1.015,07 Km2. penduduk Kabupaten Boyolali berjumlah 956.850 jiwa dengan 2
kepadatan penduduk sebesar 943 jiwa/Km . Pusat pemerintahannya berada di kecamatan Boyolali. Kabupaten Boyolali memiliki batasbatas wila yah sebagai berikut:
Sebelah Utara
: Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang
Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan Kota DI Yogyakarta Sebelah Barat
: Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang
Sebelah Timur :
Kabupaten
Karanganyar,
Kabupaten Sragen dan Kabupaten Sukoharjo.
42
commit to user
Kota
Surakarta,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
2. Profil singkat UPT BLK Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali UPT BLK Boyolali berlokasi di Jl. Raya Boyolali Solo Km5, Randusari, Teras, Boyolali 57372. Unit Pelaksana Teknis Balai Latihan Kerja Kabupaten Boyolali ini didirikan pada tanggal 17 Februari 1982. UPT BLK ini merupakan bagian atau Unit Pelaksana Teknis dari Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 3 Tahun 2008 tanggal 31 Januari 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Daerah Kabupaten Boyolali. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa UPT Balai Latihan Kerja mempunyai tugas pokok melaksanaka n sebagian tugas operasional di bidang pelatihan kerja industri, tata niaga, pertanian, dan aneka kejuruan. UPT BLK merupakan suatu unit pelaksana teknis dari Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali yang
bertugas
untuk
melaksanakan
tugas
operasional
yang
menyangkut tentang pelatihan kerja maupun penempatan kerja denga n harapan dapat memberikan keterampilan bagi para calon tenaga kerja. Fasilitas bangunan yang dimiliki oleh UPT BLK Kabupaten Boyolali adalah : a. Ruang Kantor
: 1 gedung
b. Ruang Pertemuan
: 2 gedung
c. Ruang Praktek
: 7 ruang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
d. Ruang Teori
: 2 ruang
e. Sarana Olahraga. Dalam me laksanakan tugasnya, wilayah cakupan UPT BLK meliputi seluruh daerah di Kabupaten Boyolali dimana wilayah ini meliputi 19 Kecamatan yaitu Kecamatan Selo, Ampel, Cepogo, Musuk, Boyolali, M ojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Sambi, Ngempla k, Nogosari, Simo, Karanggede, Klego, Andong, Kemusu, Wonosegoro, Juwangi. 3. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran UPT Balai Latihan Kerja Dinsosnakertrans Kabupaten Boyolali UPT Balai Latihan Kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transm igrasi merupakan bagian dari Dinsosnakertrans Kabupaten Boyolali dimana merupakan suatu unit pelaksana teknis yang menja lankan tugas di bidang ketenagakerjaan yaitu melaksanakan pelatihan tenaga kerja dalam rangka meningkatkan keterampila n tenaga kerja, oleh karena itu UPT BLK memiliki visi dan misi tersendiri diluar visi dan misi Dinsosnakertrans Kabupaten Boyolali. Hal ini sebagai upaya untuk menjelaskan arah dan tujuan UPT BLK dalam pembangunan ketenagakerjaan. Adapun visi dan misi UPT BLK Kabupaten Boyolali sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
a. Visi Terciptanya Balai Latihan Kerja yang unggul, produktif, profesional
dan
berstandard
internasional
menuju
terwujudnya tenaga kerja yang kompeten, mandiri dan mengacu pasar kerja. b. Misi 1. Melaksanakan pembelajaran berbasis kompetensi berdasarkan Standard Kompetensi Kerja Na sional Indonesia (SKKI) 2. Melaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat 3. Menjalin kerjasama kemitraan dengan pihak ketiga 4. Melaksanakan norma K3 dan 5S c. Tujuan Untuk
meningkatkan
kompetensi
tenaga
kerja
dan
produktivitas tenaga kerja di Kabupaten Boyolali dengan harapan hasil dari pelatihan tersebut dapat bermanfaat di pasar kerja. d. Sasaran Terciptanya tenaga kerja yang terampil dan mandiri sehingga dapat terserap di pasar kerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
4. Tugas Pokok dan Fungsi UPT Balai Balai Latihan Kerja Dinsosnakertrans Kabupaten Boyolali Berikut merupakan uraian tugas pokok dan fungsi dari UPT BLK Dinsosnakertrans Kabupaten Boyolali : 1) Tugas Pokok Melaksanakan tugas operasional di bidang pelatihan kerja industri, tata niaga, pertanian dan aneka kejuruan. 2) Fungsi -
Perumusan kebija kan teknis di bidang pelatihan kerja
-
Perumusan perencanaan pelatihan kerja industri, tata niaga, pertanian dan aneka kejuruan
-
Perumusan pelaksanaan pelatihan kerja industri, tata niaga, pertanian dan aneka kejuruan
3) Uraian tugas -
Merumuskan dan menyusun rencana program baik kegiatan rutin maupun kerjasama dengan pihak ketiga
-
Menyusun
kebutuhan
latihan
sesuai
kebutuhan
masyarakat -
Menyusun rencana pelatihan keliling (MTU), pelatihan institusional,
pemagangan,
keterampilan
commit to user
produksi,
dan
uji
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
-
Melaksanakan kegiatan pelatihan dan uji keterampilan serta meningkatkan produktivitas tenaga kerja di bidang industri, pertanian, tata niaga dan aneka kejuruan
-
Melakukan pem asaran program, fasilitas latihan dan lulusan Balai Latihan Kerja
-
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program pelatihan
-
Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan dinas atau instansi terkait dalam rangka pelaksanaan tugas pelatihan keterampilan kerja.
5. Struktur Organisasi Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Boyolali dipimpin oleh Kepala Dinas dalam menjalankan kepengurusannya dimana bagan struktur organisasi Dinas Sosial, Tenaga Kerja, da n Transm igrasi Kabupaten Boyolali didasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 2 Tahun 2008, dan terdiri dari : 1. Kepala Dinas 2. Sekretariat 3. Bidang Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja 4. Bidang
Hubungan
Industrial
Ketenagakerjaan 5. Bidang Transmigrasi 6. Bidang Sosial
commit to user
dan
Pengawasa n
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
7. Unit Pelaksana Teknis 8. Kelompok Jabatan Fungsional Sedangkan di dalam UPT BLK, kepengurusan organisasi dipimpin oleh kepala UPT BLK dan dalam menjalankan kepengurusannya emiliki struktur organisasi tersusun dari beberapa jabatan yaitu : 1) Kepala UPT BLK 2) Kelompok jabatan fungsional 3) Sub Bagian Tata Usaha 4) Pelaksana Untuk lebih memperjelas dan mempermudah dalam memahami posisi kepengurusan maka aka n ditampilkan bagan organisasi baik di dalam Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Boyola li, maupun bagan organisasi di dalam UPT Balai Latihan Kerja. Berikut ini adalah kedua bagan dari Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transm igrasi serta UPT BLK :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
Gambar IV.1 BAGAN ORGANISASI UPT BLK DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA, DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN BOYOLALI Kepala UPT BLK
Kelompok Jabatan Fungsional
Sub Bagian TU
Pelaksana
Sumber : UPT BLK Kabupaten Boyolali
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
Gambar IV.2 BAGAN ORGANISASI DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSM IGRASI KABUPATEN BOYOLALI KEPALA DINAS
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SEKRETARIS
SUBBAG UM UM DAN KEP EGAWAIAN
BID. PELATIHAN DAN PENEMPATAN TNG KERJA
SEKSI PELATIHAN DAN PRODUKTIFITAS KERJA
SEKSI PENEM PATAN TENAGA KERJA
SEKSI PERLUASAN KERJA
BID. HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
BIDAN G TRANSM IGR A SI
SEKSI PENGERAHAN , PENDAFTARA N
SEKSI SYARAT KERJA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN
SEKSI PEMINDAHAN
SEKSI KELEMBAGAAN, PENGUPAHAN DAN KESEJAHTER AAN
UPT SEKSI PENGAWASAN KETENAGAKERJAA N
Sumber : Dinsosnakertrans Kabupaten Boyolali
commit to user
UPT
SUBBAG PERENCANAA N, PEN ELITIAN DAN PELAP ORAN
SUBBAG KEUAN GA N
BIDAN G SO SIAL
SEKSI BIMBINGAN, PENYULUHAN DAN PEMBERDAYAAN SOSIAL
SEKSI ASISTENSI DAN PENGENDALIAN BANTUAN
SEKSI PELAYANAN DAN REH ABILITASI SOSIAL
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
6. Data jumlah pegawai UPT BLK Kabupaten Boyolali Aspek sumber daya manusia merupakan salah satu bagia n komponen terpenting dalam unsur pembentuk organisasi, dimana melalui SDM suatu arah perkembangan organisasi akan ditentukan. Tanpa adanya komponen SDM, mustahil suatu organisasi bisa berjalan. Oleh karena itu, berikut akan ditampilkan jumlah pegawai UPT BLK berdasarkan tingkat pendidikan : Tabel IV.1 Jumlah Pegawai berdasarkan tingkat pendidikan No.
Pendidikan
status PNS
jumlah PTT
1.
SD
2
1
3
2.
SM P
1
-
1
3.
SM A
23
-
23
4.
D2
3
-
3
5.
D3
3
-
3
6.
S1
17
-
17
JUMLAH
Sumber : UPT BLK Kabupaten Boyolali
commit to user
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
B. Pembahasan 1. Pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan Mobile Training Unit Otonomi daerah merupakan bagian dari proses desentralisasi pelayanan menuju daerah yang lebih baik dari kondisi yang sentralistik dan berbelit. Dengan otonomi daerah diharapkan pola pelayanan publik menjadi semakin dekatnya pela yanan pemerintah kepada masyarakat diharapkan pemerintah akan lebih mudah menyerap aspirasi dan partisipasi masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Akibat langsung dari proses otonomi daerah ya ng sedang berjalan, timbul suatu kompetisi yang se hat dia ntara daerah-daerah tersebut untuk saling membangun daerahnya masing-masing denga n mengerahkan sumber daya ma nusia di daerahnya. Dengan demikian terjadi peluang pasar kerja ditingkat daerah maupun pada tingkat nasional, karena kebutuhan tenaga kerja yang handal dan siap pakai sudah merupakan kebutuhan pokok bagi suatu daerah untuk membangun daerah tersebut agar lebih maju. Berikut akan dijelaskan tentang pemberdayaan tenaga kerja pedesaan mela lui pelatihan M obile Training Unit di Kabupaten Boyolali. Pemberdayaa n masyarakat terutama pedesaan timbul karena adanya suatu kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah. Ketidakmampuan dan ketidaktahuan ini menyebabkan produktivitas terutama tenaga kerja pedesaan rendah. Pemberdayaan tenaga kerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
pedesaan merupakan salah satu program yang ditujukan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan yang terjadi terutama didaerah pedesaan. Pemberdayaan masyarakat adalah proses partisipatif yang memberi kepercayaan dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengkaji tantangan utama pembangunan dan mengajukan kegiatankegiatan yang dirancang untuk mengatasi masalah tersebut. Kegiatan ini kemudian menjadi basis program daerah, regional, dan bahkan nasional. Pemahaman ini menunjukkan bahwa program pemberdayaan masyarakat ditentukan oleh masyarakat dimana lembaga pendukung hanya memiliki peran sebagai fasilitator. Hal ini akan mengurangi ketergantungan pada sumber daya eksternal atau
yang tidak
berkelanjutan. Dalam proses pemberdayaan mas yarakat diarahkan pada pengembangan sumberdaya manusia (pedesaan), penciptaan peluang berusaha yang sesuai dengan keinginan masyarakat. M asyarakat menentukan je nis usaha dan kondisi wilayah yang pada gilirannya dapat menciptakan lembaga dan sistem pelayanan dari, oleh, dan untuk masyarakat setempat. Pada dasarnya pemberdayaan merupakan suatu proses yang dijalankan dengan kesadaran dan partisipasi penuh untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat sebagai sumber daya pembangunan a gar mampu mengenali permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan diri menuju keadaan yang lebih baik,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
mampu menggali dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Pemberdayaa n tenaga kerja pedesaan di Kabupaten Boyolali ditujukan untuk mengurangi tingkat pengangguran dan menambah keterampilan bagi tenaga kerja pedesaan. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Bp. Warhono selaku staf dari bidang penempatan tenaga kerja di Dinas Sosial, Tenaga kerja, dan Transm igrasi “ untuk pemberdayaan tenaga kerja pedesaan, masyarakat desa diberi pelatihan agar bisa berusaha mandiri dan mempunyai keterampilan” (wawancara, 09 April 2012). Konsep pemberdayaan tidak saja terjadi pada tenaga kerja yang tidak memiliki kemampuan, akan tetapi juga pada masyarakat yang memiliki daya yang masih terbatas, sehingga dapat dikembangkan hingga mencapai kemandirian. Untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian mengelola sumber daya atau tenaga kerja serta memenuhi kebutuhannya, pemberdayaan yang berarti pemberian kekuatan pada masyarakat untuk mengatur kehidupannya sendiri. Adanya peluang pasar kerja ditingkat daerah maupun pada tingkat nasional, karena kebutuhan tenaga kerja yang handal dan siap pakai sudah merupakan kebutuhan pokok bagi suatu daerah untuk membangun daerah tersebut agar lebih maju. M engacu pada kebutuhan pasar kerja yang membutuhkan sumber daya manusia yang handal, kompeten
dan
profesional,
Dinas Sosial,
commit to user
Tenaga
Kerja
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
Transm igrasi melalui Unit Pelaksana Teknis Daerahnya (UPT) melakukan
pelatihan-pelatihan
yang
mampu
meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia diberbagai bidang keterampilan yang diperlukan daerah Kabupaten Boyolali. Untuk mewujudkan pelatihan kerja tersebut, UPT BLK Boyolali mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja sesuai yang diamanatkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 pasal 10 ayat 2. Pelatihan yang mengacu pada kompetensi kerja selanjutnya dikenal sebagai Pelatihan Berbasis Kompetensi ( Competenc y Based Trainig ) yang baru dikembangkan di Indonesia. Pelatihan yang dapat memberikan bekal keterampilan kepada tenaga kerja atau masyarakat untuk dapat bekerja secara formal atau berwirausaha. Pelatihan tenaga kerja merupakan salah satu program yang ditujukan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan yang terjadi karena ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan penyedia lapangan kerja, serta adanya perkembangan teknologi. Dengan adanya permasala han tersebut, maka Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi melalui UPT BLK berkewajiban untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui pelatihan kerja. Pelatihan kerja
ini dilakukan dengan
tujuan
untuk
memberikan
bekal
keterampilan bagi tenaga kerja pedesaan sehingga mereka dapat terserap dalam pasar kerja ataupun dapat melakukan usaha mandiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
Seperti wawancara yang dilakukan pada 12 Juni 2012, dengan Ibu Siti Zumrotun selaku Kepala UPT BLK mengatakan bahwa “...zaman yang semakin pesat ini tentu menuntut kualitas tenaga kerja yang lebih baik pula. Karena itu kami dari UPT BLK memang membuka kesempatan untuk para masyarakat ataupun tenaga kerja produktif untuk mendapatkan keterampilan melalui pelatihan kerja sesuai dengan misi UPT BLK mbak yaitu Melaksanakan pembelajaran berbasis masyarakat.” Pada dasarnya UPT BLK melaksanaka n program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja dengan memberikan kegiata n pelatihan bagi para pencari kerja. Pelatihan merupakan sebagai suatu pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan pola perilaku yang diperlukan individu untuk mewujudkan secara lengkap tugas atau pekerjaan
tertentu.
Adapun
2
macam
pelatihan
kerja
yang
dilaksanakan oleh UPT BLK Kabupaten Boyolali, yaitu : a. Pelatihan Institusional Merupakan model pelatihan yang dilaksanakan dalam lembaga, baik oleh dinas maupun lembaga pelatihan swasta dengan tujuan untuk memberikan keterampilan tunggal.
Pelatihan
dilaksanakan
sesuai
denga n
kurikulum dengan lama waktu pelatihan tergantung dari je nis pelatihan yang diikuti. b. Pelatihan Non Institusional (MTU) Merupakan model pelatihan diluar
lembaga yang
dilaksanakan
tujuan
di
desa-desa
commit to user
dengan
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
memberikan jenis pelatihan tunggal yang biasanya dila kukan dengan sistem pelatihan keliling ( MTU). Model pelatihan ini dise lenggarakan secara berpindahpindah dan dikembangkan karena lingkungan sosial ekonomi daerah pedesaan yang terbatas. Penelitia n ini difokuskan pada pelatihan M obile Training Unit. Sasaran dari pelatihan Mobile Training Unit ini adalah tenaga kerja pedesaan, dimana pelatihan diberikan kepada pencari kerja ataupun ibu rumah tangga yang produktif dengan tujuan untuk memberi bekal keterampilan agar mereka dapat membuka usaha atau mengembangkan usaha. Dalam pelatihan Mobile Training Unit ini semua peralatan dan bahan berasal dari dinas sedangkan desa hanya menyediakan tempat. Seperti yang diungkapkan oleh Bp. Bambang selaku instruktur kejuruan elektronika bahwa “...di pelatihan ini, tenaga kerja atau peserta pelatihan di desa tinggal datang dan dapat pelatihan, semua sarana dan prasarana disediakan oleh pihak BLK “ (wawancara, 03 Agustus 2012) Mekanisme pelaksanaan pelatihan model Mobile Training Unit ini juga sama dengan pelatihan institusional, hanya saja alat, bahan dan instruktur yang datang ketempat peserta. Metode yang digunakan juga relatif sama, lebih menekankan praktek daripada teori. Berikut data kegiatan pelatihan Mobile Training Unit tahun 2010/2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
Tabel IV.1 Penyelenggaraan pelatihan Mobile Training Unit Kabupaten Boyolali Tahun 2010/2011 Jenis Pelatihan
Jumlah Peserta 2010
Tempat 2011
peserta paket peserta paket 1. Sepeda 37 Motor
2
36
2
Desa bangak, desa ngaren(2010) Desa sukabumi, desa pelemrejo (2010)
2. Mebelair
57
3
52
3
Musuk, (2010)
Simo
Musuk, Kr.gede, andong (2011) 3. Prosesing
16
1
32
2
Desa (2010)
cerme
Desa candi, karangduren (2011) 4. Menjahit
-
-
16
1
Desa kadipaten (2011)
5. Teknisi HP
-
-
30
1
PWRI CPG Ampel (2011)
6. AC 16 Pendingin
1
-
-
Desa (2010)
7. Elektronika
1
16
1
Sambi (2010)
16
Pelem
Klego (2011) Jumlah
142
8
182
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Dari tabel diatas maka dapat diketahui bahwa jumlah peserta dalam pelatihan M obile Training Unit ini telah dicanangkan oleh pemerintah pusat melalui sistem paketnya yang bersumber dana dari APBD. Pada tabel tersebut, untuk jumlah peserta dari tahun 2010 ke tahun 2011 ada peningkatan jumlah peserta dan paket dengan jenis pelatihan yang berbeda tiap tahunnya.pada tahun 2010 berjumlah 142 peserta dengan 8 paket sedagkan pada tahun 2011 berjumlah 182 peserta dengan 10 paket. Untuk perbedaan jenis pelatihan ini biasanya tergantung dari permohonan pelatihan di masing-masing desa dan jumlah anggaran yang dia lokasikan. Program pelatihan Mobile Training Unit ini merupakan pelatihan
kerja
dengan
menggunakan
kendaraan
keliling
ini
diprioritaskan untuk melatih para pencari kerja dan penga ngguran yang berada di pelosok pedesaan. M enurut Ibu Siti Zumrotun, Kepala UPT BLK mengatakan “ pelatihan jenis ini untuk menjangkau warga didaerah terpencil yang tidak terjangkau oleh BLK. Model pelatihan ini dibutuhkan untuk memfasilitasi tenaga kerja di pedesaan”. (wawancara, 05 Juni 2012) Senada dengan pendapat Bp. Warhono, staf Dinsosnakertrans bahwa “ pada intinya, dengan program MTU ini kita ibaratkan sebagai program jemput bola. Kita datangi warga ke tempat tinggalnya, dengan metode ini, semua angkatan kerja, terutama yang tinggal di pelosok pedesaan agar bisa memiliki keterampilan sehingga siap terjun ke dunia kerja “. (wawancara, 09 April 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
Untuk
model pelatihan M obile Training Unit, system
rekruitmen peserta tidak dilakukan seleksi karena peserta disini cenderung ditunjuk oleh aparat desa seperti yang diungkapkan oleh Ibu Asrori selaku pengurus pelatihan menjahit : “...peserta pelatihan ini tidak diseleksi mbak, tapi langsung saya pilih, namun yang sedikit-sedikit bisa menjalankan mesin jahit minimal bisa medal jahit manual.” (wawancara, 06 Juni 2012) Pelatihan tenaga kerja pada hakekatnya bertujuan untuk menambah kemampuan atau memberi bekal keterampilan yang pada akhirnya para peserta dapat terserap dalam pasar kerja. Dalam rangka pemasaran hasil pelatihan, pihak BLK memberikan keterangan bahwa pelatihan diberikan sebatas untuk memberikan keterampilan dan sebagai penghubung dalam informasi pemasaran. Pada penelitian ini, Untuk dapat mengetahui proses pemberdayaan tenaga kerja melalui pelatihan Mobile Training Unit ini maka dapat dilakukan melalui beberapa fase, yaitu : a. Fase Inisiasi b. Fase partisipatoris c. Fase Emansipatoris
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
2. Fase proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan Mobile Training Unit a. Fase Inisiasi Pada penelitian ini, diketahui bahwa proses pemberdayaan dalam tahap ini berasal dari pemerintah, oleh pemerintah, dan diperuntukkan bagi rakyat. Pada tahap ini rakyat bersifat pasif, menerima apa adanya, melaksanakan apa adanya yang direncanakan oleh pemerintah dan ketergantungan terhadap pemerintah sangat tinggi. Fase inisiasi melihat proses pemberdayaan dari segi bentuk pemberdayaannya, dasar pemberdayaan serta sejauh mana pelaksanaan pemberdayaan tenaga kerja pedesaan ini. Dalam
penelitian
ini
dapat
diketahui
bahwa
proses
pemberdayaan tenaga kerja pedesaan untuk Kabupaten Boyolali dilaksanakan melalui pelatihan Mobile Training Unit. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Siti Zumrotun, Kepala UPT BLK bahwa “...pemberdayaan tenaga kerja terutama di Kabupaten Boyola li itu beragam. Program-program pemberdayaa n ini tentu sa ja ditujukan terutama bagi mereka yang berkemampuan terbatas sedangkan untuk pemberdayaan tenaga kerja sendiri, kita dari BLK mempunyai dua program pelatihan. Pertama, pelatihan institusional dimana pelatihan diadakan di UPT BLK sedangkan untuk pelatihan yang ditujukan untuk tenaga kerja pedesaan kita berikan pelatihan MTU mbak. Pada pelatihan ini orang-orang desa tidak perlu datang ke BLK, mereka diwakili pihak desa hanya m engajukan proposal permohonan pelatihan, nanti kalau di setujui kita kirim mobil pelatihan keliling dengan fasilitas lengkap.” ( wawancara, 05 September 2012) Pelatihan M obile training Unit merupaka n suatu model pelatihan yang diberikan oleh pemerintah melalui UPT BLK. M aksud pelatihan ini adalah untuk menja ngkau tenaga kerja di pedesaan agar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
memperoleh keterampilan tanpa harus datang langsung ke UPT BLK. Pelatihan
M obile
Training
Unit
ini
dinilai
cocok
untuk
memberdayakan tenaga kerja pedesaan Kabupaten Boyolali karena letak pedesaannya yang meluas dan menyebar. Seperti yang diungkapkan oleh Bp. Bambang, selaku staf dari BLK bahwa “...pelatihan Mobile Training Unit ini merupakan proker dari BLK mbak. Dimana pelatihan M TU ini ditujukan untuk mereka tenaga kerja pedesaan produktif agar mereka bisa memperoleh keterampilan. Disini juga calon peserta lebih dimudahkan untuk mengikuti pelatihan. Sedangkan untuk lokasi pelatihannya didesa mereka masing-masing dan untuk fasilitasnya dari BLK disediakan mobil pelatihan keliling yang datang ke desa m ereka masing-masing.” (wawancara, 03 Agustus 2012). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pelatihan ini digunakan untuk melatih para tenaga kerja pedesaan tanpa harus membebani para tenaga kerja untuk datang mengikuti pelatiha n di UPT BLK. Hal ini tentu saja memudahkan calon peserta pelatihan dalam memperoleh keterampilan dan kemampuan kerja yang lebih baik. Hal ini te ntu aka n membantu pembangunan terutama desa itu sendiri. Tujuan pelatihan Mobile Training Unit sangat erat hubungannya dengan keberhasilan pencapaian tujuan dari organisasi UPT BLK itu sendiri. Maka dapat diketa hui bahwa tujuan utama dari pelatihan Mobile Training Unit ini adalah melatih para tenaga kerja pedesaan agar dapat memperoleh keterampilan dan dapat membantu pemerintah untuk mengurangi pengangguran minimal di wilayahnya sendiri. Hal ini juga seperti informasi ya ng diperoleh dari Ibu Siti Zumrotun, S.Pd, M.Pd, selaku Kepala UPT BLK dalam wawancara 06 September 2012 bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
“tujuan dari UPT BLK salah satunya menghasilkan tenaga kerja yang terampil dan meningkatkan produktivitas. Untuk pelatihan MTU sendiri tentu saja tujuan kita untuk melatih para tenaga kerja pedesaan supaya bisa meningkatkan keterampilan dan inovasi pada mereka. Dari keterampilan yang nantinya mereka peroleh diharapkan akan membantu untuk memajukan desa mereka masing-masing. Kita dari UPT BLK sendiri sangat berharap kemudahan-kemudahan dalam mendapatkan pelatihan dapat membantu meningkatkan wawasan dan keterampilan pada mereka sehingga tenaga kerja di pedesaan tidak tergantung pada pertanian saja.” Program pelatihan Mobile Training Unit tersebut diibaratkan sebagai program jemput bola dimana mobil pelatihan keliling yang dilengkapi peralatan dan instruktur langsung didatangkan ke lokasi pelatihan. Hal ini tentu saja akan mempermudah peserta pelatihan dalam mengikuti pelatihan. Untuk tenaga kerja pedesaan dalam mendapatkan keterampilan diberi kemudahan untuk mengaksesnya. Hal tersebut juga bertujuan untuk memperkecil tingkat pengangguran di
pedesaan,
tenaga
kerja
produktif
yang
biasanya
hanya
mengandalkan lapangan kerja yang tersedia diharapkan mampu membuka
lapangan
kerja
sendiri sehingga
dapat memperluas
kesempatan kerja. Hal tersebut juga bertujuan untuk memperkecil tingkat pengangguran di pedesaan. Seperti yang juga diungkapkan oleh Bp. Bambang, selaku Staf BLK mengatakan bahwa “...pemberdayaan tenaga kerja pedesaan memang harus dioptimalkan pelaksanaannya, seperti kemudahan a kses ataupun hasil akhir pelatihan harus benar-benar tercapai...” (wawancara, 05 Juni 2012) Dari
pernyataan
diatas
maka
dapat
diketahui
bahwa
pemberdayaan tena ga kerja pedesaan disini merupakan program yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
berasal dari pemerintah yang dijalankan oleh UPT BLK. Dalam pelatihan ini pemerintah memudahkan tenaga kerja terutama di daerah pedesaan untuk mengikuti pelatihan dengan semua sarana dan prasarana
dikirim
langsung
ke
desa
masing-masing.
Untuk
pelaksanaan pelatihan tersebut diawali dengan persetujuan pengadaan pelatihan di desa tersebut untuk selanjutnya penyediaan tempat dan peserta dan terakhir adalah pelaksanaa n proses pelatihan m inimal 150 JP. Untuk m engetahui sejauh mana pelatihan ini dilaksanakan, hal tersebut dapat diketahui dari wawancara dengan Bp. Bambang selaku staf BLK dalam wawancara 05 September 2012 bahwa “tujuan kita dalam pelatihan ini ya untuk memberi bekal keterampilan mbak. Untuk pelaksanaannya kita berikan teori dan praktek serta kedisplinan bersikap dalam pelatihan. Akan tetapi dalam kompetensinya itu sendiri, porsi untuk praktek lebih besar dibandingkan teori dan sikap karena pada dasarnya kita melaksanakan pelatihan. Untuk targetnya sendiri sistemnya bersumber pada APBD, jadi jumlah target peserta ditentukan dari pusat. Untuk jumlah paket dan pesertanya itu sendiri mempunyai target minimal 16 orang, bisa lebih dari itu dengan syarat lebih dari satu paket pelatihan. Sejauh ini sudah ada peningkatan target dalam pelatihan ini dan diharapkan kedepannya lebih baik lagi.” Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian target dari UPT BLK dalam pelaksanaan pelatihan, maka berikut ini akan ditampilkan serangkaian data tentang target dan realisasi. Data yang disajikan adalah data dua tahun terakhir, dimana dari data tersebut dapat dilihat perbandingan hasil capaiannya. Adapun data pelaksanaan pelatihan Kabupaten Boyolali dari tahun 2010-2011 sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Tabel IV.2 Tabel target dan realisasi pelatihan MTU Kabupaten Boyolali Tahun 2010-2011
Jenis Pelatihan
Jumlah Peserta 2010 target
realis
2011 paket
asi
targe
realis
t
asi
pake t
1. Sepeda Motor
37
35
2
36
36
2
2. Mebelair
57
57
3
52
52
3
3. Prosesing
16
16
1
32
32
2
4. Menjahit
-
16
16
1
5. Teknisi HP
-
30
30
1
6. AC Pendingin
16
16
1
-
7. Elektronika
16
13
1
16
13
1
Jumlah
142
137
8
182
179
10
Dari tabel diatas, maka dapat diperoleh informasi mengenai tingkat pencapaian target pelatiha n M obile training Unit pada tahun 2010. Dalam tabel ini telah tersirat bahwa target jumlah peserta pada tahun 2009 adalah 142 orang sedangkan realisasinya 137 orang dalam 8 paket. Sementara itu pada tahun 2011, terjadi peningkatan jumlah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
peserta yang mencapai 179 orang dari target 182 orang dengan 10 paket. Rata-rata pelatihan ini belum bisa mencapai 100% dalam realisasinya. Dalam pelaksanaan pelatihan MTU ini terlihat belum optimal, walaupun setiap tahunnya ada peningkatan dalam paket dan jumlah peserta akan tetapi capaian targetnya belum sempurna. Dalam a spek sumber daya manusia, tenaga kerja pedesaan dihadapkan pada semakin sulitnya mencari lapangan pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikan. Oleh karena itu, pemberdayaan diarahkan untuk menciptakan tenaga ahli sekaligus menciptakan tenaga kerja terampil yang berasal dari daerah. Upaya tersebut dapat dimulai dari pemerintah dengan menyediakan sarana dan prasarana dalam pelatihan Mobile Training Unit dengan dasar Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah ( DPA SKPD) Tahun 2012 Belanja Langsung No DPA SKPD 1.14.01.15.05.5.2 Tanggal 02 Januari 2012. Tujuan utama dari pelatihan M obile Training Unit ini adalah menghasilkan tenaga kerja yang terampil seperti yang diungkapkan oleh Ibu Siti Zumrotun, Kepala UPT BLK mengatakan “ untuk hasil utama dari pelatihan ini adalah tenaga kerja yang terampil mbak.jadi pemberdayaan ini benar-benar dimaksudkan untuk memberi latihan keterampilan pada para peserta.” (wawancara, 05 Juni 2012). Dalam pelaksanaan pelatihan Mobile Training Unit ini, untuk jurusan yang dibuka tergantung anggaran dari pemerintah. Sedangkan untuk Instruktur dalam pelatihan Mobile Training Unit disini berasal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
dari pihak UPT BLK itu sendiri, seperti keterangan dari Bp. Bambang, Instruktur Jurusan elektronika menginformasikan bahwa, “..disini instruktur berasal dari BLK sendiri mbak kecuali untuk jurusan pelatihan yang memang membutuhkan instruktur dari luar. Tetapi untuk pelatihan M TU sendiri, instrukturnya berasal dari BLK semua. M emang pernah terjadi di tahun 2009 instruktur berasal dari PT. Pan Brothers tapi itu untuk pelatihan institusional. Kita mengoptimalkan sumber daya ma nusia kita sesuai dengan spesialisasi yang dimiliki oleh para pegawai. Untuk itu para instruktur disini ditempatkan pada posisi yang sesuai dengan spesialisasi mereka.” (wawancara, 03 Agustus 2012) Jurusan pelatihan Mobile Training Unit ini mengacu pada jumlah anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah, oleh karena itu jurusan pelatihan di tahun sekarang dengan jurusan pelatihan di tahun sebelumnya terkadang tidak sama tetapi untuk kebutuhan peserta pelatihannya jumlah tiap tahunnya relatif sama kecuali bila ada minat yang lebih dari beberapa desa maka a kan dibuka lebih dari satu paket pelatihan yang sesuai dengan anggaran. Dalam hal instruktur pelatihan, instruktur ini berasal dari staf – staf UPT BLK itu sendiri. Sebab selama ini instruktur yang berasal dari luar UPT BLK maupun pihak swasta memberi pelatiha n institusional. Serta untuk kriteria instruktur itu sendiri pada umumnya mereka yang berkompeten di jurusan masing-masing. Dalam hal jenis – je nis pelatihannya, Pelatihan Mobile Training Unit ini dilaksanakan sesuai dengan anggaran yang diberikan dari pemerintah dengan kurikulum dan lama waktu pelatihan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
tergantung dari jenis pelatihan yang diikuti. Adapun beberapa jurusan pelatihan dari tahun 2010-2011 sebagai berikut :
Tabel IV.3 Jurusan pelatihan MTU tahun 2010-2011 No.
2010
2011
Jenis pelatihan
Lama Jenis pelatihan pelatihan
Lama pelatihan
1.
Prosessing
180 Jp
Prosessing
360 Jp
2.
Sepeda Motor
300 Jp
Sepeda Motor
300 Jp
3.
Elektronika
180 Jp
Elektronika
180 Jp
4.
Mebelair
420 Jp
Mebelair
480 Jp
5.
AC Pendingin
180 Jp
Teknisi Hp
150 Jp
Menjahit
180 Jp
6.
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa jenis pelatihan yang ada setiap tahunnya terjadi sedikit perbedaan misalnya pada tahun 2011 terdapat jenis pelatihan teknisi HP dan menjahit sedangkan pada tahun sebelumnya ada jenis pelatihan AC Pendingin. Untuk jenis pelatihan teknisi HP ini sangat bermanfaat bagi peserta pelatihan. Seperti yang diungkapkan oleh sdr. Yanto, peserta pelatihan teknisi HP dalam wawancara 05 september 2012 mengatakan bahwa : “...saya kebetulan ikut pelatihan teknisi HP mbak. Disini keterampilan yang saya dapat bermanfaat banget mbak, apalagi di zaman sekarang, teknologi mulai berkembang, HP udah bukan jadi barang mahal lagi. Ya minimal keterampilan ini berguna buat saya sendiri, misalnya HP rusak jadi bisa benerin sendiri mbak jadi hemat biaya. Klo untuk kedepannya sih berharap bisa buka servisan HP di desa saya mbak.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
Jam pelatihan Mobile training Unit ini dilaksanakan minimal 180 Jam Pelatihan (JP) untuk setiap paketnya sedangkan untuk jenis pelatihan yang lebih dari satu paket dapat mencapai 480 JP. Rata-rata je nis
pelatihan M obile Training
Unit
ini
memberikan
bekal
keterampilan dasar yang dapat diaplikasikan untuk kehidupan seharihari. Sedangkan untuk setiap jenis pelatihan biasanya diikuti minimal 16 orang peserta dalam satu paket. Apabila jumlah peserta lebih dari itu bisa dijadikan beberapa paket sesuai jumlah anggaran yang dialokasikan untuk pelatihan tersebut. Melihat latar belakang M obile Training Unit tersebut, maka bisa dikatakan bahwa bentuk pemberdayaan tenaga kerja pedesaan ini berada pada fase inisiasi. Tenaga kerja pedesaan di Kabupaten Boyolali ini diberdayakan melalui pelatihan Mobile Training Unit. Adanya pelatihan tersebut merupakan fasilitas dari pemerintah untuk tenaga kerja pedesaan agar lebih terampil. Pada fase ini terlihat bahwa pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui Mobile Training Unit berasal dari pemerintah. Disini pemerintah melalui UPT BLK memberikan fasilitas peralatan maupun instruktur yang dikirim dengan mobil pelatihan keliling langsung ke desa mereka masing- masing sesuai jenis pelatihan yang dibutuhkan. Peserta dari pelatihan ini adalah mereka tenaga kerja pedesaan yang membutuhkan keterampilan yang nantinya diharapkan dapat berwirausaha mandiri, sedangkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
peran pemerintah disini adalah sebagai pelaksana program dan penyedia sarana dan prasarana. b. Fase partisipatoris Pada tahap partisipatoris proses pemberdayaan pada dasarnya berasal dari pemerintah bersama rakyat, oleh pemerintah bersama rakyat dan diperuntukkan bagi rakyat. Pada tahap ini pemerintah telah melibatkan rakyat secara aktif untuk menuju kepada kemandirian. Hal ini terlihat dengan adanya peran serta dari aparat desa maupun tenaga kerja pedesaan dalam proses pelatihan M obile Training Unit. Pada proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan ini memang pada dasarnya bearad pada fase inisiasi tetapi seiring perkembanga n dari tahun ke tahun terlihat adanya inisiatif dalam partisipasi dari tenaga kerja pedesaan untuk mengikuti pelatihan. Hal tersebut seperti informasi dari Bp. Khusnul Hadi, selaku wakil camat Simo dalam wawancara 12 November 2012 yang mengatakan bahwa “kalo dari kecamatan Simo sudah beberapa tahun ini selalu mengadakan pelatihan M TU. Untuk masalah pesertanya sendiri sudah ada inisiatif dari warga desa sendiri untuk ikut serta dalam pelatihan MTU sehingga kebanyakan dari mereka sudah mendaftar dulu sebelum kita mencari peserta pelatihan.” Pelatihan Mobile Training Unit ini melibatkan beberapa pihak. Pihak pemerintah disini mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan keterampilan tenaga kerja pedesaan yaitu dengan pelatihan dan mendatangkan fasilitas pelatihan langsung ke tempat tinggal para peserta pelatihan. Keberadaan UPT BLK pada tahap inisiasi merupakan media atau tempat terselenggaranya pelatihan-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
pelatihan yang berke lanjutan. Untuk itu, dibutuhka n instruktur dan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja pedesaan. Dalam pelatihan Mobile Training Unit ini, peran antara pemerintah dan masyarakat terutama pedesaan sama-sama aktif. Hal ini terlihat antara lain dari proses pemberdayaan melalui pelatihan Mobile Training Unit ini dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat. Disini pemerintah memberdayakan tenaga kerja pedesaan melalui
UPT
masyarakat
BLK memberikan
beserta
aparat
desa
fasilitas pelatihan
sedangkan
membantu
pengajuan
dalam
permohonan pelatihan di desa masing-masing. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Bp. Bambang selaku staf BLK, mengatakan bahwa “...pelatihan MTU merupakan suatu pelatihan dengan model keliling mbak. Jadinya pelatihan ini biasanya menggunakan mobil yang sudah dilengkapi dengan peralatan yang akan dikirim untuk mengadakan pelatihan di pedesaan. Untuk pesertanya merupakan mereka para tenag kerja pedesaan. Kita sendiri dari BLK bertugas untuk mengurusi sarana dan prasarana pelatihan M TU ini sedangkan untuk peserta dan kebutuhan jurusan pelatihan biasanya ada kerjasama dengan pihak desa mbak. Sedangkan untuk pihak mana saja yang terlibat tentu saja dari pihak pemerintah melalui UPT BLK sendiri dan pihak desa untuk masalah pengkondisian peserta pelatihan MTU. Untuk pihak luar atau swasta yang terlibat itu gak ada mbak. Karena ini semua dijalankan oleh BLK” (wawancara, 05 september 2012) Dari pernyataan tersebut maka dapat diperoleh informasi bahwa dalam tahap ini peran serta dari pemerintah maupun tenaga kerja pedesaan sama-sama aktif. Hal ini terlihat dengan adanya peran serta tenaga kerja pedesaan atau masyarakat dalam ha l pengkondisian peserta pelatihan dan peran pemerintah melalui UPT BLK sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
fasilitator. Dalam pelaksanaan pelatihan M obile Training Unit ini, UPT BLK tidak selalu mengadakan kerjasama dengan piha k Lembaga pelatihan swasta. Untuk instruktur diambil dari para staf BLK sedangkan jika memang tidak ada instruktur dari BLK yang berkompeten di jurusan tersebut atau kekurangan instruktur maka pihak BLK baru mengambil atau bekerjasama dengan pihak instruktur dari luar UPT BLK. Akan tetapi selama dua tahun terakhir ini, jumlah instruktur cukup memadai hanya saja di tahun 2009 pernah terjadi kerjasama dengan pihak swasta untuk jurusan pelatihan institusional dan bukan pelatihan M obile Training Unit. Hal tersebut seperti yang diinformasikan oleh Bp. Bambang, selaku staf UPT BLK dalam wawancara 05 september 2012, yang mengatakan bahwa “...kalau pihak swasta kebetulan untuk pelatihan M TU ini gak ada kerjasama mbak. Karena untuk instruktur aja kita memakai staf BLK sendiri yang berkompeten di bidangnya untuk mengampu jenis pelatihan yang dilaksanakan mbak.” Dalam pelatihan M obile Training ini tidak ada kerjasama dengan pihak diluar UPT BLK karena instruktur untuk pelatihan ini berasal dari para staf UPT BLK itu sendiri. Untuk kerjasama dengan pihak luar biasanya berkaitan denga n pe nempatan tenaga kerjanya. Pihak yang terlibat dalam pelatihan ini utamanya dari UPT BLK dan tenaga kerja pedesaan itu sendiri sedangkan untuk pihak swasta terlibat dalam hal penempatan kerja. Akan tetapi sejauh ini dalam pelatihan Mobile Training Unit tidak ada peran serta dari pihak swasta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
Untuk masalah kerjasama dengan pihak luar dalam pelatiha n Mobile Training Unit ini ada kerjasama dengan PNPM . Bentuk kerjasama ini biasanya dalam hal melengkapi proses pelatihan saja. Seperti yang diungkapkan oleh Bp. Pri selaku staf BLK dalam wawancara 19 November 2012 yang mengatakan bahwa “untuk masalah kerjasama memang kita dari UPT BLK dalam pelatihan MTU tidak ada kerjasama yang kontinyu, tetapi untuk desa tertentu biasanya ada kerjasama dengan PNPM . Jadi PNPM punya program pelatihan A, kita dari BLK tinggal melengkapi fasilitas yang dibutuhkan dan selanjutnya pasca pelatihan, jika desa tersebut membutuhkan bantuan alat biasanya dari PNPM yang membantu. Kalo dari BLK sebatas memberikan keterampilan saja.” Dalam hal prosedur pelaksanaan pelatihan M obile Training Unit, sebelum pengadaan program pelatihan ini pihak UPT BLK mengadakan identifikasi kebutuhan pelatihan. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi tentang jenis pelatihan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk menentukan kebutuhan pelatihan ini tidak hanya dilakukan secara top down oleh pihak UPT BLK namun masyarakat pun berhak untuk ikut menentukan kebutuhan pelatihan dengan mengajukan proposal melalui pihak desa. Proposal ini umumnya berisi peta wilayah atau karakteristik daerah yang meliputi : angka pengangguran, jumlah penduduk serta jenis pelatihan apa yang diinginkan. Seperti informasi dari Bp. Bambang, selaku staf UPT BLK mengatakan bahwa “...untuk prosedur pelaksanaannya kita juga melibatka n masyarakat desa, karena mereka yang lebih tahu kebutuhan pelatihan untuk tenaga kerja di desa mereka nanti dari pihak BLK tinggal mensurvei dan menyetujui jika memang memenuhi kriteria...” (wawancara 03 Agustus 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
Dalam hal ini proses pemberdayaan tenaga kerja melalui pelatihan M obile Training Unit perannya tidak hanya dari pemerinta h akan tetapi rakyat atau tenaga kerja pedesaan sudah dilibatkan secara aktif baik sebagai peserta maupun sebagai pembantu perekrut peserta pelatihan di desa masing – masing. Untuk pengajuan kebutuhan pelatihan tentu saja melibatkan masyarakat desa secara langsung karena mereka ya ng lebih mengetahui keadaan tenaga kerjanya di desa masing – masing dan mengetahui kebutuhan pelatihannya, sehingga disini peran masyarakat juga sangat penting agar tenaga kerja didesa mereka dapat diberdayakan dengan baik dan tentu saja dapat mengurangi tingkat pengangguran di desa mereka masing-masing. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Ngatini sebagai peserta pelatihan me njahit mengatakan bahwa “...masyarakat di desa ini juga dilibatka n mbak, perannya sebagai peserta dan sebagai pihak yang mengurusi calon peserta pelatihan karena kita sendiri yang tahu kondisi dan kebutuhan pelatihan yang benar-benar dibutuhkan. Tentu saja hal ini juga berdampak positif mbak, biar orang-orang desa juga punya kualitas keterampilan ya ng baik.” (wawancara, 05 Juni 2012) Seperti pernyataan diatas, yang menginformasikan peran masyarakat dalam proses pemberdayaan dinilai cukup aktif. Disini masyarakat berusaha untuk mengajukan permohonan pelatihan agar mereka dapat mengadakan pelatihan di desa masing-masing. Seperti yang diungkapkan juga oleh Kurniawan, peserta pelatihan elektronika dalam wawancara 06 September 2012 menginformasikan bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
“...pelatihan ini bisa diadakan disini karena peran dari aparat desa dan tenaga kerja pedesaan itu sendiri. Untuk mengadakan pelatihan ini, kita terlebih dahulu mengajukan proposal permohonan pelatihan ke BLK mbak. Dalam proposal itu ditulis jumlah peminat, kebutuhan pelatihannya sama lokasi desanya mbak, setelah itu nunggu persetujuan dari BLk baru kita bisa mengadakan pelatihan. Sebenarnya klo ada anggaran lebih penelitian ini banyak peminatnya mbak hanya saja jumlah peserta terbatas.”
Sedangkan untuk proses rekruitment, jenis pelatihan Mobile Training Unit diserahkan pada pihak aparat desa, hanya dinas ikut menentukan kriteria peserta yang ikut pelatihan, seperti yang diungkapkan oleh Ibu Hetyk, sta f dari BLK bahwa “...untuk jenis pelatihan MTU ini rekruitment diserahkan pada aparat desa, namun untuk pelatihan tertentu misal menjahit, mereka harus bisa menggunakan mesin jahit manual, minim al menjalankannya, karena kalau mereka buta sama sekali nanti kasihan instrukturnya” (wawancara, 06 Juni 2012). Berikut proses rekruitment pelatihan M obile Training Unit (sepeda motor) di Desa Bangak, Banyudono. Dalam pelatihan Mobile Training Unit proses rekruitment diserahkan pada aparat desa. Mereka yang direkrut mendapat undangan dari kepala desa melalui RT atau RW. seperti yang diungkapkan oleh Sdr. Tanto, peserta pelatiha n sepeda motor : “saya mengikuti pelatihan ini karena mendapat undangan dari Bapak Kepala desa melalui Bp. RT, disini peserta ditunjuk karena dari dinas hanya dibatasi 16 peserta” (wawancara, 10 Juni 2012) Dalam pelatihan M obile Training Unit proses rekruitment diserahkan pada aparat desa. Hal tersebut didukung oleh informasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
dari peserta pelatihan menjahit Ibu Sri W ahyuni, selaku peserta pelatihan me njahit yang mengatakan bahwa “...saya bisa ikut pelatihan juga karena dapat pemberitahuan dari ketua RT mbak, dan katanya juga peserta dibatasi sehingga dipilih yang benar-benar dikenal oleh pihak aparat desa mbak.” (wawancara, 11 Juni 2012) Sasaran pelatihan M obile Training Unit ini ditujukan pada masyarakat yang berada di pedesaan, terutama tenaga kerja produktif yang sedang me nganggur ataupun yang membutuhkan keterampilan dan minimal mempunyai kemampuan dasar di bidang pelatihan tersebut. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan para ibu rumah tangga
juga bisa
mendapatkan
keterampilan.
Hal
ini seperti
diungkapkan oleh ibu Rodhiyah selaku instruktur menjahit dalam wawancara 05 September 2012 mengatakan bahwa “...untuk pelatihan M TU utamanya ditujukan untuk orang-orang pedesaan mbak, terutama tenaga kerja produktif yang masih menganggur mbak. Tentu aja pelatiha n ini banya k manfaatnya mbak selain untuk menambah keterampilan tenaga kerja pedesaan tersebut yang nantinya bisa untuk modal keahlian membuka usaha mandiri juga bisa memajukan perekenomian di desanya masing-masing mbak.” Proses pemberdayaan tenaga kerja Kabupaten Boyolali sudah mengalami fase partisipatoris. Proses pemberdayaan disini dalam pelaksanaannya sepenuhnya ditanggung dari pemerintah baik dari sarana maupun instrukturnya. Akan tetapi pada proses pemberdayaa n ini peran aparat dan masyarakat desa cukup besar antara lain, dalam hal rekuitmen dan pemandu untuk calon peserta pelatihan. Maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa untuk peran serta pemerintah dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
masyarakat sama-sama aktif sehingga saling mendukung keberhasilan proses pemberdayaan. c. Fase Emansipatoris Pada tahap ini, proses pemberdayaan datangnya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan didukung sepenuhnya oleh pemerintah bersama rakyat. Tahap ini merupakan kondisi puncak yang dialam i oleh tenaga kerja pedesaan. M ereka selaku rakyat yang telah diberdayakan dan mempunyai keterampilan yang telah berkembang dalam diri mereka. Fase emansipatoris menunjukkan seberapa jauh upaya yang telah dilakukan oleh UPT BLK dalam melaksanakan pelatihan bagi tenaga kerja pedesaan dan apakah keluaran yang dihasilkan sudah dalam kondisi yang optimal. Dalam fase ini, dapat diketa hui juga apakah para lulusan pelatihan sudah dapat berkembang sesuai dengan keterampilan yang telah diperoleh. Maka pemerintah bersama dengan masyarakat diharapka n dapat saling membantu baik dari segi permodalan, bantuan maupun secara teknis. Pelatihan M obile Training Unit bagi tenaga kerja pedesaan dinilai cukup bermanfaat. Hal tersebut sesuai wawancara dengan Sdr. Tanto, peserta pelatihan sepeda motor yang menginformasikan dalam wawancara 06 September 2012, bahwa “...beruntung banget mbak kita orang-orang dari desa bisa dapat pelatihan. Pertama, akses untuk ikut pelatihan dimudahkan denga n BLK mendatangkan fasilitas ke desa trus dapat keterampilan juga tentunya mbak. Tentu saja kita yang tinggal di pedesaan bisa dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
keahlian tanpa harus kursus mbak dan juga klo nantinya kita bisa buka usaha mandiri kan kita bisa meningkatkan tingkat perekonomian desa masing-masing mbak.”
Senada dengan pernyataan sebelumnya, Ibu Ngatini peserta pelatihan menja hit juga mengungkapkan bahwa “pelatihan ini cukup membantu mbak. saya disini ikut pelatihan menja hit mbak. Dulunya saya cuma bisa menjahit baju yang robek tapi sekarang sudah bisa lebih kreatif mbak. Pelatiha n ini memberi saya bekal keterampilan buat pakaian jadi mbak. Tentu saja nantinya juga bisa dijadiin modal usaha mbak. “ (wawancara, 06 September 2012) Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa pelatihan Mobile Training Unit ini dalam memberdayakan tenaga kerja pedesaan ini cukup bermanfaat, walaupun output dari pelatihan M obile Training Unit ini sebatas memberikan keterampilan. Hal ini terlihat dengan respon dari peserta pelatihan yang cukup baik. Walaupun kapasitas peserta pelatiha n terbatas tapi tidak menutup kemungkinan pelatihan dibuka lebih dari satu paket sehingga jumlah pese rta bisa lebih banyak tergantung jumlah anggaran yang dapat dialokasikan. Pelatihan Mobile Training Unit digunakan sebagai media pelatihan
untuk
memberdayakan
para
tenaga
kerja
pedesaan.
Berdasarkan pernyataan diatas juga dapat dilihat bahwa pelatihan ini cukup bermanfaat. Hal ini juga didukung pernyataan dari Bp. Bambang, selaku staf UPT BLK yang menyatakan bahwa “manfaat pelatihan ini cukup banyak mbak terutama bagi mereka tenaga kerja pedesaan. Pelatihan ini jelas sudah memberikan tambahan keterampilan untuk mereka. Dari keterampilan yang sudah didapat tentu saja diarahkan untuk membuka usaha mandiri. Hal ini tentu saja ikut membantu membuka lapangan kerja baru sehingga bisa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
mengurangi tingkat pengangguran. Dari hal tersebut, pelatihan MTU juga berguna untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan desa masingmasing.” (wawancara, 08 September 2012) Manfaat dari pelatihan Mobile Training Unit yang telah diungkapkan oleh staf UPT BLK tersebut juga disetujui oleh para peserta pelatihan. Seperti pernyataan berikut tentang manfaat pelatihan Mobile Training Unit bagi tenaga kerja pedesaan yang diungkapkan oleh Sdr. Tanto, peserta pelatihan sepeda motor mengatakan bahwa “...pelatihan ini memang berguna mbak terutama untuk saya sendiri. Keterampilan saya dibidang sepeda motor bertambah. Sekarang saya bisa memperbaiki sepeda motor sendiri dan membuka tambal ban mbak. Lumayanlah untuk nambah penghasilan.” (wawancara 09 September 2012)
Pada tahap ini, pelatihan M obile Training Unit utamanya menghasilkan tenaga kerja yang terampil. Sedangkan untuk hasil produksi non keterampilan lainnya, mereka tidak memproduksi barang dalam skala besar. Untuk itu hasil produksi dari pelatihan ini tidak ada pemasaran untuk dijual secara umum tapi dijadikan inventaris dari pihak desa maupun peserta itu sendiri. Hal tersebut seperti informasi yang diperoleh dalam wawancara 03 Agustus 2012 dengan Bp. Bambang, selaku staf UPT BLK yang mengatakan bahwa “untuk hasil dari pelatihan, kita dari BLK tidak ada pemasaran ataupun penyaluran kerja serta peminjaman modal usaha mbak. Jadi semua hasil pelatihan yang berbentuk selain keterampilan misal dari pelatihan prossesing ataupun menjahit hasilnya dijadikan inventaris ataupun dikembalikan ke pihak desa. Tetapi bila ada dari perusahaan membutuhkan tenaga kerja terampil, kita bisa bantu menyalurkan sesuai keahliannya. Biasanya kita nantinya akan menghubungi para lulusan pelatihan terutama mereka yang masih belum mempunyai pekerjaan.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
Senada dengan Bp. Khusnul Hadi, selaku Wakil Camat Simo dalam wawancara 12 November 2012 yang mengungkapkan bahwa “untuk hasil pelatihan ini memang kita baru sebatas memberikan keterampilan mbak dan belum sampai pada tahap menyalurkan ataupun member bantuan modal. Akan tetapi untuk membantu chanelling kita sudah mengupayakannya misalnya saja hasil pelatihan prosessing qita pasarkan di supermarket-supermarket terdekat.” Dari informasi tersebut maka diketahui bahwa dalam pelatihan ini sebatas memberikan keterampilan kepada para tenaga kerja pedesaan. Untuk pemasaran hasil pelatihan itu sendiri akan dikelola oleh pihak desa masing-masing. Sedangkan bagi mereka yang akan membuka usaha, UPT BLK belum bisa memberikan bantuan modal sehingga mereka membuka usaha dengan modal pribadi. Hal tersebut juga didukung oleh informasi dari Ibu Sumarni, selaku peserta pelatihan prossesing yang menginformasikan dalam wawancara bahwa “begitu selesai pelatihan kita Cuma bisa lebih terampil mbak. Untuk masalah kerjaan selanjutnya kita yang mencari sendiri atau kalau punya modal kita buka usaha sendiri mbak. Sebenarnya kita juga berharap pelatihan ini tidak terbatas pada memberikan keterampilan aja mbak tapi kita juga bisa dipinjamin modal. Tentu saja nanti kita bisa lebih maju mbak.”
Pada penelitian ini terlihat bahwa ternyata pelatihan Mobile Training Unit ini tidak ada tindakan lanjutan setelah memberika n pelatihan. Sehingga untuk masalah bantuan pinjaman modal dari pemerintah tidak ada. Untuk modal usaha ataupun penempatan kerja setelah pelatihan, mereka cenderung inisiatif sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
Dalam pelatihan Mobile Training Unit ini sarana dan prasarana disediakan oleh UPT BLK antara lain mobil pelatihan keliling yang didalamnya terdiri dari alat-alat praktek pelatihan masing-masing jurusan dan bahan baku pelatihan, instruktur pelatihan, dan uang transport untuk peserta pelatihan. Sedangkan untuk peserta dan tempat pelatihannya disediakan oleh pihak desa. Adapun informasi dari Bp. Bambang selaku staf BLK tentang sarana prasarana dalam pelatihan Mobile Training Unit sebagai berikut “...sarana dan prasarana proses pelatihan M TU ini memang sebagian besar berasal dari pemerintah mbak melalui UPT BLK antara lain mobil pelatihan keliling, instruktur, bahan baku, alat praktek dan sedikit uang transport sedangkan dari pihak desa hanya mengurusi peserta pelatihan dan tempat pelatihannya.” (wawancara, 08 Septemer 2012) Pelatihan M obile Training Unit ini bisa dikatakan berada pada fase inisiasi dan partisipatoris walaupun masih banyak kekurangan dan kendala dalam pelatihan ini. Kondisi pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan Mobile Training Unit ini berada pada tahap inisiasi dan partisipatoris, sedangkan pada fase emansipatoris belum menunjukkan adanya keberhasilan. Untuk itu masih diperlukannya peran aktor dari luar sebagai stimulus untuk mendampinginya. Hal tersebut juga terlihat dari pernyataan-pernyataan para peserta pelatihan yang ma yoritas mengatakan bahwa pelatiha n M obile Training Unit ini cukup bermanfaat bagi mereka walaupun ada beberapa kekurangan pada pelatihan ini. Untuk mendorong mereka dalam berwirausaha mandiri juga masih terkendala dalam masalah modal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
Masalah kendala dalam proses pemberdayaan ini ma yoritas berasal dari pemerintah selaku penyelenggara pelatihan. Salah satu masalah pada pelatihan ini adalah kurang terkondisinya para lulusa n pelatihan pasca pelatihan dimana mereka yang ingin berwirausaha mandiri kurang mendapat bantuan pinjaman modal. Hal ini karena melihat mayoritas kondisi perekonomian para peserta pelatihan yang termasuk tenaga kerja pedesaan tingkat ekonominya sulit. Pada dasarnya, lulusan pelatihan ini diharapkan dapat berwirausaha mandiri akan tetapi karena terkendala pada modal maka keterampilan yang mereka dapatkan hanya dapat diaplikasikan dalam kehidupan seharihari. Seperti keterangan dari Ibu Yani, peserta pelatihan prossesing dalam wawancara 06 September 2012 yang menyatakan bahwa “...selesai dari pelatihan ini sebenarnya saya ingin buka toko kue mbak, tapi berhubung kendala modal ya usaha saya baru skala kecil sebatas menerima pesanan dari saudara ataupun tetangga sekitar, itu juga tidak terlalu sering. Kita sih pengen ada bantuan pinjaman modal dari pemerintah. Disini memang ada program bantuan seperti PNPM, jamke smas,dll. Tetapi biasanya untuk kita yang membutuhkan modal usaha agak sulit mendapatkan bantuan pinjaman modalnya.” Dalam proses pemberdayaan ini tenaga kerja pedesaan Kabupaten Boyolali masih membutuhkan peran kekuatan dari luar untuk mendorongnya agar lebih berdaya (empowerment), karena mereka belum mampu mengatasi kekuatan besar yang berada diluar ja ngkauannya. Kendala-kendala yang ditemui dari pihak luar belum mampu diatasi sendiri, seperti : keterbatasan akses modal karena tidak memiliki legalitas usaha dan jaminan, keterbatasan informasi atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
peluang kerja, tingginya harga bahan baku dan sebagainya. Jadi, pada hakekatnya, untuk mendorong mereka berhasil pada fase emansipatoris diperlukan adanya dukungan dari semua pihak baik pemerintah, lembaga perbankan, swasta dan masyarakat. Pada proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan ini, peran pemerintah pasca pelatihan dinilai masih kurang optimal. Hal ini terlihat karena proses pemberdayaan ini orientasi utamanya adalah mencetak te naga kerja yang terampil, sedangkan untuk penempatan ataupun penerapan di dunia kerja mereka berusaha sendiri. Hal tersebut juga didasarkan pada informasi yang diperoleh dari Bp. Bambang staf UPT BLK dalam wawancara 06 September 2012 yang mengatakan bahwa “...pelatihan MTU ini memang orientasinya untuk memberikan keterampilan mbak, sedangkan untuk kedepannya mereka denga n modal sendiri membuka usaha mandiri. Untuk peran pemerinta h pada pelatihan ini adalah mereka memberikan fasilitas pada peserta pelatihan dan selaku penyelenggara pelatihan sedangkan untuk orientasi kedepannya diserahkan ke masing-masing individu. Hal ini seperti informasi yang sebelumnya mbak terka it bantuan modal, kita dari pemerintah melalui UPT BLK tidak ada peran untuk memberikan bantuan pinjaman modal. Karena sudah jelas orientasi kita disini itu ya memberikan keterampilan...” Dari informasi diatas dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah pasca pelatihan disini tidak optimal dan untuk masalah bantuan pinjaman modal jelas disini pemerintah tidak menyediakannya. Dalam hal ini, pemerintah pasca pelatihan diharapkan dapat memfasilitasi tenaga
kerja
pedesaan
untuk
memasarkan
hasil
keterampilannya. Pada tahap ini, upaya pemberdayaan yang dilakukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
pada fase inisiasi dan partisipatoris telah mam pu dila kukan secara mandiri oleh tenaga kerja pedesaan baik secara individu maupun kelompok. Sedangkan untuk fase emansipatoris masih diperlukan peran pemerintah misalnya dalam hal pemberian bantuan pinjaman modal sehingga lulusan pelatihan dapat benar-benar berdaya dan berusaha mandiri. Oleh karena itu, pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan
Mobile
Training
Unit
ini
tidak
mengalami
fase
emansipatoris. Hal tersebut dapat terlihat dari program pelatihan ini sepenuhnya berasal dari pemerintah yang merupakan fase inisiasi sedangkan pada fase partisipatoris memang sudah ada inisiatif dari para peserta pelatihan tetapi belum menyeluruh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di UPT BLK Kabupaten Boyolali mengenai pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatiha n Mobile Training Unit, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan di Boyolali sebagai berikut : 1. Konsep pemberdayaan tenaga kerja pedesaan ini bertujuan untuk mengatasi
masalah
ketenagakerjaan
dalam
menambah
keterampilan tenaga kerja pedesaan. Proses pemberdayaan untuk tenaga kerja pedesaan ini dilaksanakan dengan memberikan pelatihan M obile Training Unit dimana pelatihan diberikan dengan mengadakan pelatihan langsung ke desa masing-masing. Untuk melihat dalam proses pemberdayaan ini dapat terlihat dari tiga fase, yaitu fase inisiasi, partisipatoris, dan emansipatoris. 2. Fase inisiasi Dalam fase ini, proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan berasal dari pemerintah dimana mereka diberikan pelatihan mobile training unit. Proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan pada fase ini pelaksanaannya berasal dari pemerintah. Sarana dan prasarana disediakan oleh pemerintah. Dalam fase ini peran 85
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
masyarakat masih pasif. Fase inisiasi menunjukkan sejauh mana proses pemberdayaan ini terlaksana pada tenaga kerja pedesaan yaitu latar belakang pelatihan Mobile Training Unit, Instruktur dalam pelatihan ini serta bentuk pelatihan yang diberikan. Pada fase ini terlihat bahwa proses pelatihan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah. 3. Fase partisipatoris Fase partisipatoris merupakan fase dimana proses pemberdayaan ini sudah ada peran aktif juga dari masyarakat. Fase partisipatoris ini menunjukan peran serta dari masyarakat dan tidak adanya lembaga dari luar pemerintah yang terlibat dalam proses pemberdayaan ini. Sasaran dari proses pemberdayaan ini adalah para tenaga kerja produktif di pedesaan. Pada fase ini, terlihat bahwa proses pemberdayaan ini sudah terlihat adanya inisiatif dari para peserta untuk mengikuti pelatihan atas dasar kebutuhan aka n keterampilan. 4. Fase Emansipatoris Pada fase
ini menunjukkan hasil dari proses pemberdayaan,
dimana tenaga kerja pedesaan dinilai sudah cukup berdaya. Akan tetapi pada pelatihan Mobile Training Unit ini masih banyak kendala di akhir pelatihan maupun pasca pelatihan. Kendala tersebut antara lain kurangnya bantuan modal untuk wirausaha dan kurangnya penempatan kerja bagi para lulusan pelatihan. Pelatiha n
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
Mobile Training Unit ini tidak mengalami fase ini karena dalam pelatihan ini seluruh kegiatan berasal dari pemerintah walaupun ada sedikit inisiatif darai para tenaga kerja pedesaan untuk mengikuti
pelatihan
tetapi
belum
ada
kemampuan
untuk
memberdayakan diri mereka se ndiri.
B. SARAN Berdasarkan ha sil penelitian yang telah dilakukan mengenai proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan melalui pelatihan Mobile Training Unit, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa masih terdapat beberapa kendala dalam proses pemberdayaan ini. Hal ini tentu saja menghambat pemberdayaan tena ga kerja pedesaan dalam mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu, peneliti akan mencoba untuk memberikan solusi atau saran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam proses pemberdayaan tenaga kerja pedesaan ini dan agar proses pemberdayaan ini dapat berhasil secara optimal. Adapun saran-saran tersebut sebagai berikut : 1. Pada proses pemberdayaan ini masih kurang terjalin kerjasama dengan pihak ketiga. Untuk mengatasi masalah kerjasama dengan pihak luar, pihak UPT BLK membuka kesempatan pada pihak swasta untuk menja lin kerjasama untuk penempaan tenaga kerja pasca pelatihan Mobile Training Unit ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
2. Kurangnya peran serta dari pemerintah pasca pelatihan mendorong pemerintah melalui UPT BLK Kabupaten Boyolali diharapkan untuk ikut berperan pasca pelatihan. Hal ini tentu akan lebih memudahka n para lulusan pelatihan dalam mendapatkan kerja maupun membuka usaha mandiri. 3. Instruktur yang disediakan pada pelatihan M obile Training Unit oleh UPT BLK diharapkan benar-benar berkompeten di bidangnya sehingga pelatihan dapat benar-benar efektif. 4. UPT BLK Kabupaten Boyolali perlu fokus dalam memperhatikan dan menyesuaikan kegiatan pelatihan tena ga kerja pedesaan dengan kebutuhan
pelatihan
mas yarakat
Kabupaten
Boyolali
yang
multidimensi, sehingga tenaga kerja pedesaan tidak hanya terpusat pada bidang pertanian.
commit to user