KARAKTERISTIK BAHAN ……. (22) : 55-64
KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR DAN PERILAKU API PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN RAWA GAMBUT Oleh/By NORMELA RACHMAWATI Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat ABSTRACT The objectives of this Research were to know fuel type, situation of water in peat farm, and fire behaviour at swamp peat land and forest fire. The research located Tumbang Nusa Village, District Of Jabiren, Sub-Province Pulang Pisau District, Province of Middle Kalimantan. Result Research indicate that highly of fire surface was 130 cm until 210 cm, while for the speed of moving 58.1 m2 / minute until 160 m2/ minute. While for the burning of fire in peat farm and 10 cm / day up to 15 cm / day. Situation of fuel surface of ferny type of height and 132.2 cm until 150.4 cm while weight was 5,6 kg/m2 until 8,2 kg/m2. For the fuel of peat in a state of wet of weight was 573 kg/m3 until 585 kg/m3. The Condition of rate irrigate surface fuel was between 10.88% - 18.89%. Keywords : Fuel type, fire behaviour, peat swamp Alamat Korespondensi : Telp. +62-81521443669 PENDAHULUAN Kebakaran hutan di Indonesia dalam dekade terakhir ini semakin menarik perrhatian intemasional sebagai isu lingkungan dan ekonoini, khususnya setelah El Nino 1997/1998. Kebakaran dianggap sebagai ancaman potensial bagi pembangunan berkelanjutan karena efeknya secara langsung bagi ekosistem, kontribusinya terhadap peningkatan einisi karbon dan dampaknya bagi keanekaragaman hayati. Keprihatinan mengenai dampak kebakaran hutan cukup serius yang ditunjukkan dengan penandatanganan Perjanjian Lintas Batas Pencemaran Kabut oleh Negara-negara (ASEAN) pada bulan Juni 2002 di Kuala Lumpur. Kebakaran hutan merupakan salah satu prioritas pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehutanan untuk menangani masalah ini dan di masukkan kedalam dokumen koinitmen kepada Negara-negara donor yang terhimpun dalam Consultative Group on Indonesia (CGI). Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
Pada tahun 1983 di Kalimantan Timur, telah terjadi kebakaran hutan sangat besar meliputi areal 3,6 juta hektar yang menimbulkan kerugian baik secara ekonomi maupun lingkungan. Kebakaran hutan bukan saja terjadi pada lahan kering tetapi juga terjadi pada lahan basah seperti pada hutan rawa gámbut yang telah dieksploitasi. Hutan rawa gambut merupakan suatu tipe hutan dengan kondisi khusus, dimana tanahnya terbentuk dan sisa- sisa generasi hutan sebelumnya (Istomo, 1996). Meskipun tipe hutan ini berada pada areal yang banyak terdapat air, namum dalam kondisi tertentu bisa mengalaini kekeringan sehingga dapat terbakar, seperti di Kalimantan Tengah terjadi kebakaran lahan rawa gambut pada tahun 1997 yang lalu sampai menghariguskan sebanyak 129 unit rumah panggung transinigrasi (Kompas, 1997).
KARAKTERISTIK BAHAN ……. (22) : 55-64
Kebakaran di hutan rawa gambut pada umumnya diawali kebakaran permukaan kemudian diikuti kebakaran bawah dan tajuk. Kebakaran di bawah permukaan ini sulit untuk diamati sehingga tanpa diduga dapat menyebar kemanamana dan kebakaran ini dapat berlangsung lama sampai berbulan-bulan apabila tidak dilakukan pemadaman ataupun turun hujan yang lebat dan berlangsung lama. Akibat yang ditimbulkan bukan hariya hilangnya vegetasi dan satwa tetapi juga perubahan lingkungan seperti perubahan kualitas dan kuantitas tanah selain itu kebakaran di lahan rawa gambut banyak menghasilkan asap karena potensi bahan bakamya yang banyak juga proses pembakarannya didoininasi oleh smoldering (pembaraan). Kebakaran dalam pada lahan gambut di Kalimantan Tengah khususnya di daerah Tumbang Nusa sangat sulit dipadamkan karena sumber api sulit dideteksi dibagian dalam lahan gambut, untuk memadamkan kebakaran dalam di lahan gambut tersebut membutuhkan suatu teknik dan taktik serta alat yang sesuai untuk mengatasi api dalam lahan tersebut, cara pemadaman tidak bisa dilakukan dengan konvensional
yang sering dilakukan oleh regu-regu pemadam kebakaran hutan dan lahan yang ada seperti regu pemadaman api baik dan Manggala Agni, regu pemadam HPHIHTI dan regu dan Masyarakat. Untuk menunjang keberhasilan kegiatan pemadaman api lahan gambut harus mengetahui tipe bahan bakar dan sifat api/prilaku api pada kejadian kebakaran hutan tersebut, karena beda jenis bahan bakar maka beda pula sifat apinya dan alat yang digunakan serta organisasi pemadamannya pun akan berbeda. Dalam konteks inikesiapan organisasi pemadam kebakaran harus mantap berikut perangkat keras, sistem prosedur kerja dan sumber daya manusia. Pada umumnya ketidak berhasilañ pemadaman oleh regu pemadam kebakaran hutan dan lahan rawa gambut dibeberapa daerah seperti di daerah Riau, Jambi, Palembang, Pontianak dan khususnya Kalimantan Tengah disebabkan karena kurang memahami perilaku dan karakteristik bahan bakar di lahan gambut. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tipe bahan bakar, keadaan air dalam lahan gambut, kebakaran hutan dan lahan rawa gambut baik api permukaan maupun api dalam.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1). Pompa pemadam tekanan tinggi merk Robin EH 1 7D mesin 6 HP centrifugal pump (high pressure), berat 33 kg, dan
bisa digendong sebanyak 2 buah; (2) Selang isap 4 m 0 2”; (3) Selang 0 1,5” panjang 20m/roll 10 buah; (4) Selang 0 1” panjang 50m/roll 4 buah; (5) Fog jet api permukaan 2 buah;(6) Stik jarum 2 buah; (7) Kopling pembagi 2 buah; (8) Kantong air 1000 liter 1 buah; (9) Cangkul garu 2 buah; (10) Cangkul 2 buah; (11). Kampak 2 buah; (12). Parang 4 buah; (13). Gergaji tangan 1 buah; (14). Pompa gendong Jufa 15 liter 3 buah; (15). Handy transciever (HT) 3 buah; (16). Ember 2 buah; (17). Papan panjang 2m sebanyak 2 keping; (18). Kepyok ram ayam; (19). Anemometer; (20). Higrometer; (21). Stopwatch; (22). Meteran; (23). Oven;
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
56
Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Areal Penelitian Hutan Rawa Gambut Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur di desa Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren, Kabupaten Pulang Pisau, Propinsi Kalimantan Tengah. Waktu penelitian berlangsung selama 2 bulan berupa persiapan sampai penulisan.
KARAKTERISTIK BAHAN ……. (22) : 55-64
(24). Timbangan; (25). Kamera; dan (26. Alat tulis. Bahan yang digunakan adalah bahan bakar gambut jems fibrik dan bahan bakar permukaan jenis pakis yang tersedia path setiap plot dan air yang digunakan untuk pemadaman. Variabel yang diamati. Pada penelitian ini variabel yang diamati adalah: (1). Tipe bahan bakar pakis dan bahan bakar gambut; (2). Karakteristik api permukaan berbahan bakar pakis dan api dalam lahan gambut; (3.) Kondisi Iingkungan : suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, topografi, curah hujan terakhir (sebelum pembakaran), waktu dan lama pembakaran. Metode Pengambilan Data Perilaku/sifat api lahan gambut. Didalam kegiatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan pengetahuan perilaku api sangat penting diketahui atau dipahami setiap anggota regu pemadam kebakaran hutan dan lahan, karena keberhasilan kegiatan pemadaman salah satunya sangat tergantung bagaimana perilaku api yang dihadapi, oleh sebab itu sifat api antara kebakaran di lahan kering dan lahan gambut sangat berbeda sekali perilaku apinya sehingga hal ini akan membedakan bagaimana taktik dan teknik pemadaman yang akan dilakukan serta alat yang digunakan untuk pemadaman agar lebih efektif. a. Kegiatan sebelum pembakaran 1) Pembuatan plot penelitian Pembuatan plot-plot berukuran 20 m x 50 m dengan lebar sekat antar plot ± 4 meter dan lebar sekat bakar bagian luar plot ± 5 meter. Juiniah plot / ulangan adalah 15 plot. Di dalam plot akan dibuat titik pengamatan laju penjalaran api dan tinggi api. Untuk pengamatan api dalam (kebakaran dalam) akan dibuat plot berukuran im x lm sebanyak 5 plot yang dibatasi dengan bahan seng pada setiap sisinya. Pengamatan kebakaran
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
dalam ini akan dilakukan setiap hari selama 5 hari pengamatan. 2) Penentuan kadar air bahan bakar. Untuk mengetahui kadar air bahan bakar permukaan dilakukan pengukuran dengan cara mengambil sampel bahan bakar (daun, ranting dan batang) sebanyak 200 gram, sedangkan pengukuran terhadap kadar air permukaan gambut dilakukan dengan mengambil sampel gambut sebanyak 400 gram. Sampel ini kemudian dimasukkan dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105° C. Menurut, kadar air bahan bakar ditentukan berdasarkan Clar dan Chatten (1954). 3) Pengukuran potensi bahan bakar permukaan Sebelum pembakaran dilakukan pengukuran kondisi bahan bakar yang meliputi seresah dan vegetasi. Untuk pengamatan/pengukuran kondisi bahan bakar dibuat plot kecil berukuran 1 m x 1 m yang Ietaknya sistematis di dalam plot pembakaran. Juiniah plot kecil ini adalah 1 buah untuk setiap plot pembakaran. Kondisi bahan bakar yang diukur di lapangan adalah jenis bahan bakar (vegetasi pakis, sisa ranting, kayu, dll) dan beratnya masing masing (berat basah). b. Kegiatan pembakaran Melakukan pembakaran terkendali dan mengamati proses-proses yang terjadi. Pembakaran dilakukan pada pukul 10.30 untuk pembakaran pertama sebanyak 5 plot, pembakaran kedua dilakukan pada pukul 12.00 sebanyak 5 plot dan pukul 13.30 untuk pembakaran yang ketiga sebanyak 5 plot. 1) Pengukuran kondisi lingkungan sebelum pembakaran 2) Pengukuran laju penjalaran api Pengukuran penjalaran api di permukaan dihitung dengan cara mengukur jarak rata-rata yang ditempuh oleh muka api 57
KARAKTERISTIK BAHAN ……. (22) : 55-64
per menit. Alat yang diperlukan adalah stop watch dan pita ukur. Untuk melihat laju penjalaran api dalam dilakukan dengan jalan pembakaran pada sampel bahan bakar gambut yang berukuran 1 m x 1 m dengan kedalaman ltebal ± 1 in yang dibuat dengan jalan membuat sekat bakar parit keliling dengan ukuran lebar 1 m dan dalam 1 meter. 3) Pengukuran tinggi api Tinggi api diukur dengan mengukurjarak rata-rata antara tinggi puncak nyala api dan permukaan bahan bakar. Alat pengukur berupa tiang dan kayu yang diberi tanda selang 1 m. Analisa Data. Untuk mengetahui sifat api permukaan lahan gambut dalam penelitian ini dibatasi pada areal yang didominasi oleh tumbuhari bawah pakis-pakisan/kelakai (Nephrolepsis sp.). Sifat api yang diteliti terdiri dari: Laju penjalaran api permukaan, Tinggi api lahan gambut dan Penjalaran api dalam.
Data dan pengamatan yang diperlukan seperti disebutkan di atas ada!ah: Suhu udara (°C), Arah dan kecepatan angin (m/detik), Kandungan air bahan bakar permukaan dan bahan bakar dalam, Tinggi api permukaan (m), Kecepatan api menjalar di permukaan dan api dalam (cm/hari), Kelembaban udara (%) dan Berat bahan bakar permukaan (kg). Hasil pengamatan dan pengukuran digunakan untuk membuat persamaan regresi untuk memprediksi sifat api lahan rawa gambut. Persamaan regresi yang digunakan adalah (Irianto, A. 2004): Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3+ β4X4+ β5X5+ β6X6 Keterangan: y = sifat api lahan rawa gambut pada vegetasi pakis (kecepatan) α = konstanta β = koefesien regresi X1 = tinggi rata-rata bahan bakar vegetasi (cm) X2 = kadar air bahan bakar vegetasi (%) X3 = berat bahan bakar vegetasi (kg/m2) X4 = kelembaban udara(%) X5 = temperatur udara ( C) X6 =kecepatan angin (mldetik)
HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan Bakar Bahan bakar yang diamati dalam kegiatan penelitian ini adalah bahan bakar permukaan vegetasi pakis dan bahan bakar dalam yaitu gambut ombrogen jenis fibrik.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
Bahan Bakar Permukaan Jenis Pakis Muatan bahan bakar permukaan jenis pakis pada plot penelitian dalam plot pengamatan berukuran I x 1 m, disajikan pada Tabel 1 berikut:
58
KARAKTERISTIK BAHAN ……. (22) : 55-64
Tabel 1. Kondisi bahan bakar permukaan jenis pakis dan bahan bakar gambut Plot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Jumlah Rataan St deviasi
Tinggi Bahan Bakar (cm) 132,20 143,40 144,20 146,30 146,80 146,90 148,50 149,60 139,20 141,20 148,20 150,40 145,30 141,50 145,00 2168.70 144.58 4.68
Berat Bahan Bakar Pakis (kg/m2) 5,60 6,50 7,00 7,40 7,40 7,50 8,10 8,20 6,20 6,30 8,00 8,20 7,30 6,50 7,10 107.30 7.15 0.80
Kondisi bahan bakar permukaan jenis pakis berdasarkan tingginya cukup bervariasi berkisar 132,2-150,4 cm. Hal ini disebabkan karena permukaan gambut yang tidak sama baik tinggi maupun kepadatannya dan tingkat kerapatan vegetasi pakis tersebut. Menurut Luke (1978) hubungan keadaan bahan bakar permukaan sangat mempengaruhi
terhadap tinggi api dan lamanya kebakaran, semakin padat/berat bahan bakamya maka kebakaran berlangsung Iebih lama, intensitas api lebih besar, perjalanan lambat dan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam memadamkan dibandingkan dengan kebakaran yang muatan bahan bakamya lebih ringan/sedikit.
Tabel 2. Kadar air bahan bakar permukaan vegetasi pakis No Plot Berat Basah (gr) Berat Kering (gr) 1 200 178,24 2 200 175,30 3 200 175,00 4 200 169,22 5 200 168,20 6 200 168,14 7 200 166,28 8 200 164,80 9 200 176,78 10 200 176,42 11 200 167,80 12 200 162,22 13 200 171,18 14 200 176,34 15 200 171,52 JumIah 2567,44 Rataan 171,16 Standar Deviasi 4,97 Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
Berat Bahan Bakar Gambut Dalam (kg/m3) 573,00 579,00 585,00 576,00 580,00 582,00 574,00 578,00 583,00 584,00 575,00 579,00 582,00 581,00 574,00 8685,00 579,00 3,89
Kadar Air (%) 10,88 12,35 12,50 15,39 15,90 15,93 16,86 17,60 11,61 11,79 16,10 18,89 14,41 11,83 14,24 216,28 14,42 2,48 59
KARAKTERISTIK BAHAN ……. (22) : 55-64
Kadar air bahan bakar permukaan jenis pakis (Tabel 5) tersebut menunjukkan bahwa kandungan air bahan bakar tersebut berkisar antara 10,88 % sampai 18,89 %. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kandungan air bahan bakar tersebut eukup bervariasi hal ini dapat disebabkan karena perbedaan tingkat kerapatan jenis pakis tersebut dalam plot yang berbeda, karena semakin tinggi tingkat kerapatan maka kondisi vegetasi lebih kecil/kurus dan cenderung kandungan air bahan bakar pakis semakin sedikit. Dirjen PHKA (2003) vegetasi hidup mengandung ± 70% air. Kondisi kandungan air pada bahan bakar sangat berpengaruh terhadap sifat api, bahan bakar yang kandungan aimya rendah akan terbakar lebih mudah dan api akan menjalar lebih cepat. Keadaan kandungan air bahan bakar tersebut sangat dipengaruhi oleh temperatur, lama penyinaran matahari, kelembaban udara, curah hujan terakhir, kadar air tanah, jenis vegetasi serta topografi (Arianti, 2002). Bahan Bakar Gambut Keadaan bahan bakar gambut yang terdapat di lokasi pengamatan merupakan jenis gambut ombrogen yang biasa juga disebut dengan nama gambutfibrik. Dalam pengamatan ini dilakukan dengan mengukur muatan bahan bakar gambut dalam keadaan basah, dimana ukuran plot pengamatan adalah 1m x 1m x 1m. Dan hasil penimbangan muatan bahan bakar gambut diperoleh data berat bahan bakar dalam gambut berkisar antara 573 kg/m3 sampai 585 kg/m3 (Tabel 2). Kondisi bahan bakar gambut tersebut tidak jauh berbeda dengan bahan bakar gambut yang ada di daerah Pelalawan Propinsi Riau dimana muatan bahan bakar gambut basah antara 557 kg/m3 sampai dengan 598 kg/m3 (Nurhayati, 2002). Kondisi muatan yang berbeda tersebut disebabkan perbedaan yang terdapat dalam gambut seperti bahanbahan berkayu.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
Keadaan Air Pengamatan kondisi permukaan air gambut pada plot penelitian dilakukan dengan cara mengukur tinggi permukaan air dan permukaan lahan gambut pada sumur berukuran 1x1m dengan kedalaman 1,5 m sebanyak 3 sumur. Hasil pengamatan yang diperoleh dalam pelaksanaan penelitian ini bahwa kondisi air di lahan gambut pada bulan September tinggi permukaan air rata-rata dan permukaan gambut adalah 80,8 cm dan pada bulan Oktober 12 cm dan permukaan gambut, hal ini menunjukkan bahwa keadaan air dalam lahan gambut meningkat tajam kenaikannya pada bulan Oktober karena pada bulan tersebut sudah banyak terdapat hujan yaitu sebesar 371 mm dengan 18 hari hujan, (data curah hujan bulan Oktober 2005, Sumber: Stasion Meteorologi Tjilik Riwut Palangka Raya), selain itu juga kondisi air lahan gambut dibeberapa daerah, seperti : Maliku dan Pangkuh pada tahun 1993 dan 1997 saat kemarau panjang keadaan air dalam lahan gambut pada umumnya pada bulan September ditemukan pada kedalaman 1 m dan atas permukaan lahan gambut, selain dan pada itu pengalaman pada waktu pemadaman api liar dibeberapa lokasi di Pulang Pisau dan Kapuas kondisi air dalam lahan gambut ditemukan pada kedalaman 75 cm sampai 100 cm. Selain itu juga bahwa areal plot penelitian cukup jauh jaraknya dan saluran irigasi Proyek PLG 1 juta Hektar sehingga ini sangat mempengaruhi kondisi air di lahan gambut. Ketersediaan air dalam lahan gambut memegang peranan penting terhadap keberhasilan pemadaman api di lahan gambut, hal tersebut karena kebakaran yang terjadi di lahan gambut untuk memadamkannya memerlukan air yang sangat banyak apabila melakukan pemadaman secara langsung, karena api yang akan dipadamkan sangat sulit dideteksi pada bagian dalam lahan gambut. Hal ini 60
KARAKTERISTIK BAHAN ……. (22) : 55-64
tersebut bisa padam apabila terjadi sering terjadi pada kebakaran lahan hujan yang lebat dan berlangsung gambut api tidak dapat dipadamkan lama. salah satunya disebabkan keterbatasan air pada waktu pemadaman dan api Tabel 3. Hasil pengamatan/pengukuran tinggi permukaan air dan permukaan gambut Tinggi Permukaan air (cm) dari permukaan gambut September Oktober 1 - 75,00 - 10,00 2 - 84,00 - 12,00 3 - 85,00 - 15,00 4 -81,00 -12,00 5 -79,00 -11,00 Rata-rata - 80.80 - 12,00 St deviasi 4,02 1,87 pengamatan ini untuk 5 buah sumur Kemudian untuk pengembalian waktu yang diperlukan seperti pada air sumur ke volume asal didalam Tabel 4. kegiatan Sampel Sumur
Tabel 4. Data waktu yang diperlukan untuk mengembalikan air sumur seperti volume semula (Menit). Sumur Ulangan I I 23 II 20 III 21 IV 22 V 20 Jumlah 106 Rataan 21,2 Stdeviasi 1,30 Hasil pengamatan tersebut keadaan kondisi air dalam lahan gambut temyata dari data yang didapat bahwa lama air setelah disedot keposisi semula berkisar 20 sampai 26 menit, hal ini menunjukkan bahwa kondisi air dalam lahan gambut cukup banyak tersedia walaupun pada saat puncak musim panas seperti pada Tabel 6. Selain dan pada itu karena tipe tanah lahan gambut tidak padat dan permukaan air lahan gambut sifatnya horizontal.
Sifat api dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bahan bakar, cuaca dan topografi. Untuk kondisi bahan bakar dipengaruhi oleh muatan/volume bahan bakar, susunan bahan bakar, kandungan air bahan
Ulangan II Ulangan III 25 26 22 23 23 25 23 23 22 23 115 120 23 24 1,22 1,41 bakar dan jenis bahan bakar. Sedangkan cuaca yang mempengaruhi adalah temperatur, kelembaban, kecepatan angin dan hujan terakhir. Untuk topografi faktor yang mempengaruhi adalah kelerengan dan aspek cuaca. Hasil pengukuran temperatur yang diperoleh pada saat penelitian berkisar antara 31,5 °C sampai 34 °C, hal ini disebabkan perbedaan waktu pembakaran Pertama, Kedua, dan Ketiga. Semakin siang temperatur semakin tinggi, karena posisi matahari berada pada puncak penyinaran pada saat pembakaran. Sesuai dengan pendapat Heikkila (1993), bahwa kejadian kebakaran sebanyak 87% dimulai pada jam 10.00 sampai jam 17.00, puncak kebakaran pada umumnya yang paling tinggi pada jam 14.00 dan jumlah 110 kejadian kebakaran sebanyak 109
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
61
Sifat Api Permukaan
KARAKTERISTIK BAHAN ……. (22) : 55-64
kejadian kebakaran terjadi pada jam 14.00. Dari hasil pengamatan dan pendataan terhadap sifat api dan
kecepatan penjalaran api permukaan berbahan bakar pakis adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Data pengamatan tinggi api dan penjalaran api permukaan berbahan bakar jenis pakis.. Kecepatan Penjalaran No Plot Tinggi Api (cm) (m2/menit) 1 130 160.000 2 145 156.99 3 148 151.98 4 155 146.41 5 158 142.45 6 165 141.44 7 198 127.71 8 200 126.26 9 135 123.76 10 140 122.40 11 175 112.11 12 210 96.81 13 150 58.65 14 148 58.24 15 152 58.04 Jumlah 2409 1783.25 Rataan 160,6 118.88 Stdeviasi 24,52 35.63 Tinggi api berkisar antara 130 cm sampai 210 cm, sedangkan untuk kecepatan penjalaran adalah 6,25 menit/plot (160 m2/menit) sampai dengan 17,23 menit/plot (58,1 m2/menit) . Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin rendah tinggi api maka penjalaran api permukaan semakin lambat, semakin tinggi api maka semakin cepat penjalaran api permukaan. Kecepatan merambat api permukaan sangat dipengaruhi oleh keadaan bahan bakar pakis seperti kerapatan, kandungan air dan umur dan pada pakis tersebut. Selain itu temperatur dan kelembaban juga turut mempengaruhi terhadap kecepatan penjalaran api permukaan tetapi faktor yang paling berpengaruh adalah kecepatan angin pada saat pembakaran berlangsung (Departement of Bush Fires Services, 1992). Model persaman regresi disusun berdasarkan kecepatan api permukaan sebagai peubah tidak
bebas (dependent variable) dan sebagai peubah bebas (independent variable) yakni tinggi rata-rata bahan bakar,kadar air bahan bakar, berat bahan bakar, kelembaban udara, suhu udara dan kecepatan angin. Model regresi yang telah diperoleh berdasarkan analisis regresi berganda yakni: y = 329 + 4,66 xl - 1,09 x2 - 68,8 x3 8,45 x4 + 1,5 x5 + 23,8 x6 Dimana: Y = Kecepatan api permukaan (m2/menit) α = Konstanta β = Koefesien regresi X1 = Tinggi rata-rata bahan bakar vegetasi (cm) X2 = Kadar air bahan bakar vegetasi (%) X3 = Berat bahan bakar vegetasi (kg/m2) X4 = Kelembaban udara (%) X5 = Temperatur udara (°C) X6 = Kecepatan angin (mldetik)
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
62
KARAKTERISTIK BAHAN ……. (22) : 55-64
Berdasarkan model regresi tersebut dapat dijelaskan bahwa: 1. Hubungan tinggi rata-rata bahan bakar terhadap kecepatan penjalaran menunjukkan bentuk hubungan yang positif dimana semakin tinggi bahan bakar semakin tinggi pula api yang akan dihasilkan, hal demikian akan mempercepat penjalaran api, yang disebabkan oleh adanya pengaruh radiasi pembakaran, keadaan demikian sangat mempengaruhi proses pengeringan bahan bakar sehingga mempercepat penjalaran api. 2. Hubungan kadar air bahan bakar vegetasi terhadap kecepatan penjalaran menunjukkan bentuk hubungan yang negatif dimana semakin rendah kadar air yang terkandung pada vegetasi tersebut maka kondisi vegetasi tersebut semakin kering hal deinikian akan mempercepat penjalaran api. 3. Hubungan berat bahan bakar vegetasi terhadap kecepatan penjalaran api menunjukkan hubungan yang negatif dimana semakin ringan bahan bakar vegetasi maka semakin cepat penjalaran apinya. 4. Hubungan kelembaban terhadap kecepatan penjalaran api menunjukkan hubungan yang negatif dimana semakin rendah kelembaban maka semakin cepat penjalaran apinya. 5. Hubungan temperatur udara terhadap kecepatan penjalaran api menunjukkan hubungan yang positif dimana semakin tinggi temperatur udara maka semakin cepat proses penj alaran apinya 6. Hubungan kecepatan angin terhadap kecepatan penjalaran api
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
menunjukkan hubungan yang positif dimana semakin cepat angin bertiup maka penjalaran api akan semakin cepat pula. Hasil analisis regresi menunjukkan R2 sebesar 95 % artinya model persamaan regresi tersebut bahwa peubah tidak bebas dapat dijelaskan oleh peubah bebasnya sebesar 95% dan 5% disebabkan oleh faktor lain seperti: hari hujan terakhir, kerapatan bahan bakar, susunan bahan bakar serta arah angin yang sering berubah. Hubungan antara peubah tidak bebas dan peubah bebasnya ada1ah sangat nyata, hal ini ditunjukkan oleh nilai Fhitung>Ftabel yakni sebesar 25,09 lebih besar dan Ftabel (6,37) pada taraf pengujian 1%. Hasil uji ketelitian dan keakuratan model dengan menggunakan simpangan agregatif (SA) dan rataan persentase simpangan (RPS). Menurut Bruce dalam Husch (1963) untuk menilai ketelitian dan keakuratan model penduga dapat digunakan dua kriteria yaitu simpangan agregat (SA) dan persentase simpangan relatif (SR). Kriteria ini adalah untuk SA tidak lebih dari 1 %, sedangkan nilai RPS tidak lebih dan 8 %. Berdasarkan kriteria ini model yang terbentuk memenuhi uji ketelitian dan keakuratan karena model ini memiliki nilai SA sebesar -0,55% dan RPS sebesar 0,78%. Penjalaran Api Dalam Hasil pengamatan penjalaran api dalam selama pengamatan untuk 5 plot pengamatan hasilnya adalah sebagai berikut:
63
KARAKTERISTIK BAHAN ……. (22) : 55-64
Tabel 6. Hasil pengamatan api dalam No Plot 1 2 3 4 5 Jumlah Rataan St deviasi
Hari ke-1 15cm 13cm 14cm 15 cm 13cm 70,00 14,00 1,00
Hari ke-2 12cm 13cm 12cm 13 cm 12cm 62,00 12,40 0,55
Hasil tersebut menunjukkan bahwa kecepatan penjalaran api dalam untuk han pertama sampai han kelima paling cepat adalah 15 cm dan paling lambat adalah 10 cm. Hal tersebut diatas disebabkan karena bahan bakar gambut permukaan langsung kontak dengan api dan pemanasan oleh sinar matahari sehingga menyebabkan
Hari ke- 3 11 cm 13cm 12cm 11 cm 12cm 59,00 11,80 0,84
Hari ke-4 10cm 11 cm 10cm 11 cm 12cm 54,00 10,80 0,84
Hari ke-5 10cm 10cm 11cm 10 cm 11cm 52,00 10,40 0,55
bahan bakar menjadi lebih kering, maka laju penjalaran lebih cepat pula dibandingkan pada hari selanjutnya yang lebih lambat karena bagian yang lebih dalam kandungan air masih banyak, selain itu pengaruh kepadatan bahan bakar gambut pada bagian dalam lebih padat dan pengaruh oksigen dalam lapisan dalam di lahan gambut sangat terbatas.
KESIMPULAN 1. Tinggi api permukaan berbahan bakar pakis adalah 130 cm-210 cm, dengan kecepatan penjalaran 58,1 m2/menit-160 m2/ menit. Sedangkan untuk kebakaran api dalam lahan gambut dan 10 cm/hari sampai dengan 15 cm/hari. 2. Keadaan bahan bakar permukaan jenis pakis tingginya dari 132,2 cm
sampai 150,4 cm sedangkan beratnya adalah dan 5,6 kg/m2 sampai 8,2 kg/m2. Untuk bahan bakar gambut dalam keadaan basah beratnya adalah dan 573 kg/m3 3 sampai 585 kg/m Kondisi kadar air bahan bakar permukaan adalah antara 10,88% sampai 18,89%.
DAFTAR PUSTAKA Aryanti, E. 2002. Karakteristik Kebakaran Limbah Vegetasi Hutan Rawa Gambut di Desa Pelalawan Propinsi Riau (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Faidil, S. 1990. Taktik dan Teknik Pemadaman Kebakaran Lahan. Bahan Pelatihan Alih Teknologi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tingkat Dasar. Balai
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
Teknologi Reboisasi Banjarbaru, Banjarbaru. Kompas, 1998. Gambut terbakar bertambah. 17 April 1998. Jakarta Husch, B. 1963. Forest Mensuration and Statistic. The Roland Press Company. New York Istomo, 1996. Mengenal Lebih Jauh Hutan Rawa Gambut di Indonesia. Bio Res. Malan 64
KARAKTERISTIK BAHAN ……. (22) : 55-64
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
65