1 ADA YANG BERBEDA DENGAN AGROFORESTRI SUKSESI ALAMI BERKELANJUTAN
Oleh Indri Puji Rianti dan Victor Winarto
Deforestasi diduga menjadi salah satu penyumbang emisi karbon dioksida terbesar di dunia. Berkurangnya luas tutupan hutan dan meningkatnya aktifitas manusia menyebabkan emisi CO2 di permukaan bumi yang terperangkap dalam atmosfer semakin besar jumlahnya sehingga memicu terjadinya pemanasan global. Strategi pemerintah dalam menurunkan emisi karbon dioksida sebesar 26% per tahun salah satunya menjadi tugas dan tanggung jawab Kementerian Kehutanan. Bersama seluruh stakeholder dan masyarakat, setiap tahunnya Kementerian Kehutanan berupaya untuk menyelamatkan hutan dan membangun hutan melalui program-programnya. Program penyelamatan hutan yang tersisa dilakukan melalui jalur pengelolaan Taman Nasional yang dari waktu kewaktu semakin meningkat jumlahnya. Selain itu, program Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat dan Hutan Kemasyarakatan juga menjadi salah satu strategi dalam menyelamatkan hutan melalui pengelolaan oleh masyarakat. Sementara upaya lain yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan dalam memenuhi komitmen untuk terus menurunkan emisi CO2 yaitu melalui program penanaman satu milyar pohon yang dilaksanakan setiap tahunnya.
Kenapa Harus Agroforestri Penerapan penanaman 1 milyar pohon yang rutin dilaksanakan setiap tahun hanya dianggap sebagai seremonial dan program tahunan pemerintah saja tanpa diikuti tindak lanjut pada waktu-waktu berikutnya menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia. Padahal pada hakekatnya Kementerian Kehutanan ingin membentuk kepribadian masyarakat Indonesia untuk terbiasa menanm pohon sebagai salah satu upaya untuk mengurangi pemanasan global. Program seperti HKm, HTR, HR, HD yang memiliki stigma menanam pohon untuk membangun hutan memang sudah berkembang di beberapa daerah di Indonesia. Namun stigma hanya dengan menanam pohon saja menjadi sesuatu hal yang kurang menarik bagi sebagian masyarakat Indonesia khususnya para petani yang terbiasa bercocok tananam dengan tanaman pangan. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dengan menanam pohon patani hanya dapat menikmati hasil minimal dalam 5 tahun kedepan, sementara kebutuhan hidup tidak dapat ditunda bahkan walaupun hanya sampai 1 minggu kedepan. Oleh karena itu diperlukan suatu pola penggunaan lahan yang tidak hanya dapat membangun hutan namun juga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi petani dan masyarakat disekitarnya. Melalui pola tanam agroforestri yang memadukan tanaman
2 keras dengan tanaman pangan, petani yang mengembangkan Hutan Rakyat maupun masyarakat lain yang ikut terlibat dalam pengelolaan HKm, HTR maupun HD dapat menikmati hasil harian dari tanaman pangan dan dapat memetik hasil yang menguntungkan dari kayu yang dihasilkan tanaman keras. Agroforestri dapat menjadi salah satu alternatif untuk membantu menurunkan emisi karbon dioksida. Pengelolaan lahan di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh petani, namun komoditi tanaman pertanian sebagian besar merupakan tanaman pangan semusim yang tidak memiliki kambium yang cukup untuk menyerap dan menyimpan karbon. Sebagai negara agraris dengan mata pencaharian penduduk terbesar adalah petani, maka suatu kesempatan yang strategis untuk memperkenalkan pola penggunaan lahan agroforestri kepada petani sehingga tujuan penurunan emisi CO2 dapat tercapai. Dengan menanam tanaman berkayu pada lahan pertanian oleh petani secara swadaya dan sukarela melalui sistem agroforestri, maka program pemerintah dalam mencanangkan penanaman satu milyar pohon untuk menurunkan emisi sangat terbantukan. Dengan pola tanam agroforestri diharapkan dapat memperoleh dua keuntungan sekaligus yaitu yaitu produksi (ekonomi) dan pelayanan lingkungan (ekologi), seperti yang dinyatakan oleh Ong dalam Suprayogo et al (2003) bahwa “Sistem agroforestri dapat menggantikan fungsi ekosistem hutan sebagai pengatur siklus hara dan pengaruh positif terhadap lingkungan lainnya, dan di sisi lain dapat memberikan keluaran hasil yang diberikan dalam sistem pertanian tanaman semusim”.
Pengenalan Agroforestri Suksesi Alami Berkelanjutan dalam Sekolah Lapang Agroforestri sebagai salah satu pola penggunaan lahan yang mengintegrasikan antara tanaman keras dan tanaman pangan atau tanaman semusim sudah banyak diterapkan di Indonesia. Namun agroforestri yang mengacu pada sistem suksesi alami berkelanjutan mungkin belum banyak diketahui dan diterapkan di Indonesia. Adalah FORCLIME-GIZ yang tengah memperkenalkan agroforestri dengan sistem suksesi alami berkelanjutan.
FORCLIME-GIZ merupakan sebuah bentuk kerjasama antara pemerintah
Federal Jerman dan pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kehutanan. FORCLIME memiliki program yang mendukung pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi CO2. Melalui salah satu bidang yang ditangani yaitu Green Economy Program, FORCLIME-GIZ melaksanakan sekolah lapang suksesi agroforestri berkelanjutan di Kabupaten Malinau Kalimantan Utara pada bulan Mei 2013 lalu. Sekolah lapang ini diikuti oleh penyuluh yaitu penyuluh kehutanan pusat (Pusluh), penyuluh kehutanan Balai Taman Nasional Kayan Mentarang dan penyuluh perkebunan Kabupaten. Peserta lain yang turut
3 ambil bagian dalam sekolah lapang ini yaitu para petani kakao dan karet baik yang berasal dari Kabupaten Malinau sendiri maupun petani yang berasal dari luar kabupaten yaitu Kabupaten Berau dan Kabupaten Kapuas Hulu. Sekolah lapang agroforestri yang diselenggarakan oleh FORCLIME kali ini mengambil objek penerapan agroforestri pada kebun kakao dimana kebun kakao adalah salah satu perkebunan yang mendominasi di kabupaten Malinau. Bebera perkebunan kakao milik petani sudah menerapkan konsep kebun campur namun masih belum kearah agroforestri yang sesungguhnya. Sekolah lapang yang dilaksanakan selama 6 hari penuh ini sebagian besar waktunya dilaksanakan di lapangan, yaitu 5 hari di lapangan dan 1 hari di dalam kelas.
Gb. 1. Penyampaian Teori dan diskusi di lapangan
Gb. 2. Praktek penerapan plot contoh agroforestry
Melalui fasilitator yang didatangkan langsung dari Bolivia, dengan didampingi penerjemah dari FORCLIME dan petani kakao yang memiliki keahlian dalam bidang okulasi tanaman kakao, sekolah lapang agroforestri suksesi alami berkelanjutan di kebun kakao berjalan dengan baik. Selain konsep ilmu pengetahuan agroforestri yang dimiliki oleh fasilitator, pengalaman agroforestri yang ia terapkan sendiri di kebunnya serta pengalaman penerapan agroforestri di beberapa negara lainnya juga melengkapi transfer pengetahuan yang terjadi di sekolah lapang sehingga petani kakao dari beberapa kabupaten dapat menerima teori dan praktek yang langsung disampaikan dalam sekolah lapang ini.
Agroforestri dalam Hutan Rakyat Agroforestri merupakan sebuah konsep yang sudah diketahui oleh sebagian besar masyarakat termasuk pendidik, praktisi maupun petani yang bergelut dengan bidang kehutanan bahkan sudah banyak diterapkan dan juga menjadi salah satu program pembangunan kehutanan di Kementerian Kehutanan. Namun apakah konsep agroforestri ini
4 juga dapat di terima oleh pemerhati bidang pertanian? Terlepas dari hal tersebut, kegiatan penyuluhan kehutanan di lapangan tentunya sudah tidak asing lagi dengan pola tanam agroforestri. Di beberapa tempat di Pulau Jawa khususnya, agroforestri ini sudah dikenal dan diterapkan oleh para patani sejak lama dengan istilah lain yaitu kebun campur atau tumpang sari yang memadukan tanaman keras dengan tanman sayur-sayuran maupun tanaman semusim. Namun pada saat itu kebun campur/tumpang sari yang dimiliki petani sebagian besar ditanami oleh tanaman keras penghasil buah-buahan. Para petani belum banyak memahami pentingnya tanaman keras atau tanaman berkayu dalam sebuah kebun. Maraknya isu pemanasan global yang terjadi dewasa ini, memacu pemerintah dan aktivis lain di bidang kehutanan untuk menggalakkan penanaman pohon. Sehingga saat ini, agroforestri yang dikembangkan oleh petani diharapkan diselingi dengan tanaman berkayu yang tidak hanya dapat menghasilkan buah namun juga dari segi ekologis dapat menyerap lebih banyak karbon dioksida untuk menurunkan emisi. Selain itu, beberapa jenis tanaman penghasil kayu bernilai ekonomi dan banyak diminati pasar seperti jati, jabon, sengon dan akasia menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat dan petani untuk menanam tanaman berkayu. Melalui kegiatan pendampingan dari penyuluh kehutanan, saat ini telah banyak program-program pembangunan kehutanan seperti HR, HD, HKm dan HTR yang dikelola dengan sistem agroforestri seperti yang telah berkembang di Pulau Jawa. Pola agroforestri yang dikembangkan di pulau jawa diantaranya agroforestri sengon dengan empon-empon seperti kunyit, jahe, kapulaga, porang dan sebagainya. Namun hutan rakyat yang dikembangkan di luar pulau jawa seperti di Kalimantan Barat belum menggunakan pola agroforestri. Lahan kosong yang terhampar di sela-sela tegakan tidak dimanfaatkan oleh petani melainkan hanya ditumbuhi rumput dan gulma saja. Pola monokultur yang sebagian besar dikembangkan di Kalimantan tidak hanya terdapat pada pengembangan hutan rakyat, pengembangan kakao di Kabupaten Malinau Kalimantan Utara juga sebagian besar dikembangkan dengan pola monokultur.
5
Gb. 3. Hutan Rakyat dengan Pola Agroforestri
Gb. 5. Hutan Rakyat Monokultur di Kubu Raya, Kalimantan Barat
Gb. 4. Hutan Rakyat dengan Pola Agroforestri
Gb. 6. Kebun Kakao dengan Pola Monokultur di Malinau, Kalimantan Utara
Agroforestri Suksesi Alami Berkelanjutan Pola tanam agroforestri yang banyak dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia terutama di pulau Jawa saat ini memang sudah memadukan tanaman keras dengan tanaman semusim baik empon-empon, sayur mayur, maupun buah-buahan lainnya. Namun pengelolaan agroforestri ini mungkin belum banyak yang menerapkannya dengan konsep suksesi alami berkelanjutan. Agroforestri suksesi alami berkelanjutan merupakan perpaduan dari dua konsep yaitu konsep suksesi alami dan konsep berkelanjutan atau dinamis. Suksesi alami merupakan suatu proses pergantian komunitas tumbuhan atau regenerasi komunitas tumbuhan yang terjadi pada suatu kondisi hutan primer yang sudah habis. Proses regenerasi pada hutan primer yang sudah berakhir ini kemudian akan mulai ditumbuhi dengan jenis-jenis
6 tumbuhan primitive seperti lumut yang berangsur-angsur ditumbuhi dengan jenis yang lebih sempurna seperti rumput, liana, perdu, semak dan pohon. Diantara beberapa tipe dan jenis tumbuhan tersbut juga muncul pioner-pioner yang berasal dari benih peninggalan hutan primer yang tersisa di lantai hutan.
Konsep suksesi alami ini kemudian diterapkan pada pola tanam agroforestri. Beberapa jenis tanaman dengan stratum yang berbeda mualai dari perdu, semak, liana hingga pohon dipadukan dalam pola tanam ini. Proses tumbuh kembang tanaman juga dibiarkan secara alami beregenerasi hingga mencapai kepadatan tertentu menyerupai proses suksesi alami. Namun demikian konsep ini juga tetap memerlukan pengelolaan lahan dan pemeliharaan tanaman.
Konsep agroforestri berkelanjutan juga dikenal dengan istilah agroforestri dinamis (Dynamic Agroforestry Systems). Berikut adalah kaidah dasar agroforestri berkelanjutan/ dinamis:
Bekerja pada keragaman jenis yang tinggi dengan siklus hidup dan strata yang berbeda
Kerapatan tinggi
Menutupi semua lahan kosong
Bekerja dengan jenis-jenis lokal
Menghargai regenerasi alam
Intervensi (campur tangan) berkelanjutan dalam pemeliharaan
Memahami siklus hidup jenis
Mengetahui tingkatan/lapisan yang ditempati oleh jenis
Mengamati secara cermat dan belajar dari perkembangan plot
Berkelanjutan dalam hal ini diartikan bahwa dengan konsep agroforestri yang menyerupai bentukan hutan secara alami degan kelimpahan jenis dan strata tajuk yang lengkap dapat mempertahankan keberlangsungan hidup jenis tanaman inti dan tanaman penunjang yang menghasilkan profit ekonomi. Jika pola tanam agroforestri dikondisikan menyerupai hutan dengan berbagai jenis tanaman dari jenis pionir, sekunder 1, sekunder 2 dan 3 hingga primer, maka usia kebun agroforestri paling tidak dapat mencapai 80 tahun dengan produksi yang berkelanjutan.
7
Sistem Monokultur/seragam Sistem Agroforestri Dinamis
Krisis dalam sistem akumulasi: wabah dan penyakit, kemiskinan jenis tumbuhan dan hara tanah
Sistem kelimpahan jenis dan kepadatan/ambundance: pertumbuhan yang kompleks dan ko habitat
Memperhatikan Siklus Hidup dan Strata Tajuk Setiap Jenis Tanaman Agroforestri konvensional pada prakteknya memang memadukan jenis-jenis tanaman keras dan tanaman semusim. Campuran 2 hingga 3 jenis tanaman saja sudah dapat dikatakan pola agroforestri. Berbeda dengan agroforestri suksesi alami berkelanjutan yang menerapkan sistem kelimpahan jenis hingga menyerupai hutan primer, sehingga untuk menerapkan pola ini petani harus memperhatikan siklus hidup dan strata tajuk setiap jenis tanaman. Aplikasi agroforestri ini harus membedakan setiap jenis tanaman dari silus hidup dan strata tajuknya. Hal ini dimaksudkan agar jenis tanaman yang satu dengan yang lain tidak saling mengganggu dan bersinggungan (dilihat dari tajuknya) dan dapat berkelanjutan (dari segi usia tanaman). Dengan memeprhatikan siklus hidup, misal tanaman semusim dan tanaman tahunan akan memberikan hasil yang berkelanjutan secara bergantian.
8 Menghindari Pengelolaan Intensifikasi Pengelolaan lahan dan pemeliharaan tanaman pada agroforestri suksesi alami berkelanjutan tetap diterapkan untuk mengontrol pertumbuhan setiap jenis tanaman. Pada sistem suksesi alami ini, pengelolaan lahan sedapat mungkin tidak menggunakan pupuk kimia. Demikian juga dengan pemeliharaan tanaman yang tidak menggunakan pestisida maupun insektisida kimia. Pada dasarnya pola agroferestri sangat menghindari pengelolaan intensifikasi dengan meminimalisisr input pupuk, pestisida dan insektisida kimaiwi. Penggunaan pupuk, insektisida dan pestisida kimaiwi ini secara singkat dapat meningkatkan produktifitas lahan yang berdampak pada peningkatan produksi tanaman inti. Namun pemakaian yang terus-menerus dan berulang-ulang secara intensif dalam jangka panjang berdampak pada pemiskinan hara alami tanah. Sehingga pada waktu tertentu tanah akan melewati kapsitas kesuburannya hingga tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman termasuk dalam memproduksi buah maupun bagian lain yang diharapkan dari tanaman. Pengelolaan lahan untuk menjaga kesuburan lahan pada pola agroforestri suksesi alami ini dilakukan dengan menanam jenis-jenis tumbuhan yang berfungsi mengikat unsur nitrogen dalam tanah dan udara. Jenis tanaman ini biasanya berupa perdu dan semak. Tanaman kacang koro (Canavalia ensiformis) bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan mulsa yang mengganggu tanaman pokok. Selain itu, jenis-jenis tanaman yang mengandung potasium juga sangat berguna untuk mendukung kesuburan tanah dan kualitas lahan seperti pisang (Musa sp). Tanaman lain yang juga berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah yaitu tanaman yang mengandung pospor seperti kesumba (Carthamus tinctorius). Pengelolaan lahan dengan meniru konsep suksesi alami ini memang tidak signifikan meningkatkan produksi tanaman yang diharapkan. Namun secara berkelanjutan produksi yang tidak terlalu tinggi dapat dinikmati dalam jangka waktu yang panjang. Bagi petani sebagai pengelola lahan apa yang menjadi prioritas? Produktifitas yang melimpah dalam jangka waktu tertentu atau kontinyuitas hasil hingga batas siklus hidup tanaman berakhir secara alami? Pilihan tersebut dapat ditentukan juga dengan mempertimbangkan biaya yang digunakan untuk input pupuk dan pestisida kimia.
Pengelolaan Tajuk sebagai Sumber Hara Organik dan Menghindari Penyakit Mungkin tidak banyak yang memahami bahwa tanaman juga memiliki bahasa tubuh yang ingin dimenegrti manusia sebagai pengelolanya. Berbagai tanda-tanda yang terlihat dari tanaman baik bentuk cabang yang membengkok, serangan hama pada tajuk tertentu atau dahan tertentu adalah suatu pertanda bahwa tanaman ingin diperlakukan dengan baik agar dapat tumbuh optimal.
9 Dalam sistem agroforestri suksesi alami berkelajutan/dinamis diterapkan pengelolaan tajuk tanaman. Prinsip pengelolaan tajuk ini adalah:
Menghilangkan tajuk tanaman yang terserang penyakit;
Memangkas bagian tajuk yang bersinggungan dengan tajuk tanaman lain yang sejajar;
Menghilangkan bagian tajuk yang berada 1 meter diatas tajuk tanaman lain dibawahnya (jarak tajuk antar tanaman secara vertikal minimal 1 s/d 1,5 m).
Jarak antar tajuk minimal 1 s/d 1,5 m
Jarak antar tajuk minimal 1 s/d 1,5 m
Tujuan pengelolaan tajuk ini adalah untuk mengatur jarak tajuk tanaman baik secara vertikal maupun horizontal agar tidak saling bersinggungan. Kondisi tajuk yang bersinggungan ini seringkali menimbulkan beberapa permasalahan baik serangan hama penyakit maupun pertumbuhan dahan yang tidak normal sehingga bentuk tajuk pohon tidak lazim. Selain itu, pengelolaan tajuk ini juga bertujuan untuk memeperkaya sumber bahan organik bagi tanah. Tajuk-tajuk pohon yang dipangkas tidak dibuang atau dibakar begitu saja. daun, dahan dan ranting hasil pemangkasan sengaja di letakkan disekitar tanaman pokok maupun tanaman penunjang sebagai sumber bahan organik. Dengan demikian, penggunaan pupuk kimia dapat diminimalisir bahkan hingga sama sekali tidak diperlukan dalam agroforestri ini. Jika pengelola agroforestri dapat memanfaatkan limbah tajuk ini dengan lebih baik menjadi kompos akan lebih bermanfaat lagi bagi tanaman sehingga hasil yang diharapkan dari pola tanam agroforestri dapat terus berkelanjutan.