MUSHAF UTSMANI
Oleh: Indri Mawardiyanti (201320290211018)
MAGISTER ILMU AGAMA ISLAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG April 2014
A. Sejarah Penulisan dan Pengumpulan Al-Qur’an 1. Penulisan al-Quran pada Masa Rasulullah saw Penulisan al-Quran telah dilaksanakan pada masa Rasulullah saw, tidak kurang dari 65 orang sahabat yang bertindk sebagai penulis wahyu. Mereka adalah Abban bin Sa’id, Abu Salam, Abu Ayyub al-Ansari, Abu Bakar as-Siddiq, Abu Hudhaifah, Abu Sufyan, Abu Salama, Abu ‘Abbas, Ubayy bin Ka’b, al-Arqam, Usaid bin al-Hudair, Aus, Buraida, Bashir, Thabit bin Qais, Ja’far bi Abi Thalib, Jahm bin Sa’d bin ar-Rabi’, Suhaim, Hatib, hudhaifa, Husain, Hanzala, Huwaitib, Khalid bin Sa’id, Khalid bin Walid, az-Zubair bin al-‘Awwam, Zubair bin ‘Arqam, Zaid bin Thabit, Sa’d bin ar-Rabi’, Sa’d bin ‘Ubada, Sa’id bin Sa’id, Shurahbil bin Hasna, Talha, ‘Amir bin Fuhaira, ‘Abbas, ‘Abdullah bin al-Arqam, ‘Abdullah bin Abi Bakr, ‘Abdullah bin Rawaha, Abdullah bin Zaid, ‘Abdullah bin Sa’d, ‘Abdullah bin ‘Abdullah, ‘Abdullah nin ‘Amr, Utsman bin ‘Affan, Uqba, al-‘Ala bin ‘Uqba, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab, ‘Amr bin As, Muhammad bin Maslama, Mu’adh bin Jabal, Mu’awiya, Ma’n bin Mu’aqib bin Mughira, Mundhir, Muhajir, dan Yazid bin Abi Sufyan.1 Rasulullah senantiasa mendiktekan al-Quran secara turin kepada Sahabat, setelah selesai didikte mereka membaca ulang di depan Rasulullah agar yakin tidak ada sisipan kata lain yang masuk ke dalam teks al-Quran. Dengan demikan maka seluruh al-Qur’an pada masa Rasulullah sudah tersedia dalam bentuk tulisan. 2. Pengumpulan pada Masa Abu Bakar as-Shidiq Meski Rasulullah saw telah mencurahkan perhatiannya untuk memelihara keutuhan al-Quran, beliau tidak merangkumnya dalam satu jilid.2 Penghimpunan al-Quran pada masa Abu Bakar dilatar belakangi oleh terjadinya Perang Yamamah pada tahun 12 H yang melibatkan sebagian besar sahabat yang menghafal al-Qur’an. Dalam peperangan tersebut tidak kurang dari 70 penghafal al-Qur’an gugur. Inilah yang membut prihatin 1 M.M. Al-A’zami, The History The Qur’anic Text From Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testamants diterjemahkan oleh Sohirin Solihin, dkk (Jakarta: Gema Insani Press, 2005). 73. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di M.M. A’zami, Khuttab an-Nabi. 2Ibid, 83
Umar bin Khatab kemudian ia mengusulkan kepada Abu Bakar untuk segera memngumpulkan dan mebukukan al-Quran karena khawatir akan musnah dengan seiring dengan gururnya para hafid al-Quran.3 Pada mulanya Abu Bakar merasa ragu untuk dapat merealisasikan ide Umar terebut, menurut pandanganya Rasulullah sendiri tidak pernah melakukannya. Namun setelah mempertimbangkan kebaikan yang akan diperoleh
dari
pengumpulan
ini
maka
Abu
Bakarpun
bersedia
melakukannya.4 Berikutnya
Abu
Bakar
menugaskan Zaid
bin Tsabit
untuk
menjalankan ide pengumpulan al-Quran. Dipilihnya Zaid sebagai ketua pengumpulan didasarkan karena sifat-sifat yang dimiliki oleh Zaid diantaranya ia adalah seorang pemuda yang energik, akhalaknya tidak pernah tercemar, cerdas, hafid, memeliki pengalaman sebagai penulis wahyu pada masa Rasulullah, dan ia adalah salah seorang sahabat yang menyaksikan dan mendengarkan bacaan al-Quran Rasulullah dengan Jibril.5 Pada mulanya Zaid menolak akan tugas tersebut dengan alasan yang sama dengan yang dikemukannkan oleh Abu Bakar, namun setelah Abubakar dan Umar meyakinkanya akhirnya ia mau melaksanakan tugas tersebut.6 Tugas Zaid meliputi: a. Meneliti al-Quran secara seksama, maksudnya meneliti dan mencari catatan-catan al-Qur’an yang telah ditulis atas perintah Rasullullah saw. b. Kemudian catatan-catatan yang telah diteliti tersebut dikumpulkan kedalam satu mushaf. Guna meringankan tugas Zaid, maka Abu Bakar menunjuk Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan. Mereka semua adalah penulis wahyu dimasa Rasulullah dan hafal al-Quran. Dalm menjalankan tugas tersebut Zaid melaksanakannya dengan sangat teliti dan 3 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qu’an diterjemahkan oleh Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013), 188. 4 Athaillah, Sejarah al-Quran: Verifikasi tentang Otentisitas Al-Quran (Yogjakarta: Pustaka Pelajar. 2010). 215. 5 A’zami, The History the Quranic Teks, 85 6 Al-Qattan, Studi ilmu-ilmu Quran, 191.
selektif, ia tidak akan menerima hafalan dan catatan melainkan diiringi dengan dua orang saksi yang menyaksikan catatan tersebut ditulis di hadapan Rasulullah saw. Salian catatan-catatan para sahabat yang lain itu disalin dengan urutan yang sesuai dengan urutan ayat-ayat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah.Setelah semua lengkap maka salinan itu dijilid dan dijahid agar lembarran-lembarannya tidak tercecer. Salinan al-Quran tersebut diserahkan kepada Khalifah Abu Bakar untuk disimpan. Salinan ini kemudian diberi nama “Mushaf”. Dalam menyelesaikan pengumpulan dan penyalinan catatan al-Quran tersebut Zaid dan anggotanya membutuhkan waktu kurang lebih selama satu tahun.7 Sebelumnya pungunpulan al-Quran telah dilakukan oleh para sahabat secara pribadi. Sahabat yang melakukannya diantaranya adalah Ali ni Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, Ibn Abbas dan Abu Musa al-Asyari.8 Meski demikian Umar memandang perlu adanya mengumpulkan kembali al-Quran sebab mushaf yang dikumpulkan para sahabat beum sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan sebab catatan-catatan tersebut terbatas pada hafalan dan catatan perorangan saja. 3. Pada Masa Umar bin Khattab Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, al-Quran yang dikumpulkan dan disimpan oleh Abu Bakar kemudian disimpan olehnya. Pada masa ini tidak terdapat langkah-langkah baru, sebab pada masa ini kondisi tidak menghendaki demikian. Dalam rangka melestarika al-Quran, Umar memperhatikan pengajaran al-Quran secara merata keseluruh negeri Islam dan mengawasi terhadap qira’at yang digunakan dalam mengajarkan alQuran agan tidak keluar dari tujuh qira’at yang diperbolehkan Rasulullah saw. Setelah Umar wafat penjagaan terhadap mushaf diserahkan kepada Hafsah yang tidak lain adalah putri Umar bin Khattab dan Janda Rasulullah saw. Setelah Utsman ditunjuk sebagi khalifah berikutnya, ia tetap
7 8
Athaillah, Sejarah al-Quran, 221-226 Ibid, 226
membiarkan mushaf al-Quran di simpan oleh Hafsah. Mushaf disimpan oleh Hafsah hingga akhir hayatnya, setelah ia wafat Khalifah Walid bin Hakam seara resmi mengambilnya dan kemudian membakarnya dengan alasan bahwa yang ada didalam mushaf tersebut telah ada di dalam mushaf imam dan dikhawatirkan semakin lama nanti orang akan meragukan mushaf tersebut.9 4. Pengumpulan pada Masa Utsman bin Affan Pada masa Khalifah Utsman bin Affan dilakukan upaya pengumpulan al-Qur’an yang dilaksanakan dalam bentuk yang berbeda dengan yang dilaksanakan pada masa Khalifah Abu Bakar. Sebagaiman yang telah disebutkan sebelunya bahwa selain mushaf yang telah dikumpulkan pada pada masa Abu Bakar, sebagaian sahabat secara pribadi atas inisiatif dan usaha sendiri juga melakukan pengumpulan al-Qur’an. Sebagian sahabat menetap di luar Madinah dan sekaligus mengajarkan al-Quran di tempat mereka tinggal, sehingga tidak heran jika mushaf-mushaf tersebut menjadi pegangan kaum Muslim setempat. Beberapa sahabat yang memiliki mushaf pribadi dan diajarkan kepada masyarakat disekitarnya diantaranya Ubay ibn Ka’ab dipakai di damaskus, Miqdad di Himsh, Ibnu Mas’ud di Kuffah dan Abu Musa al-Asy’ari di Basrah.10 Mushaf-mushaf tersebut tidak seragam, terutama dalam hal bacaannya sehingga bagi kelompok-kelompok yang fanatik mereka saling membenarkan mushaf yang mereka
gunakan. Hal ini mengakibatknan
perbedaan bacaan dikalangan umat muslim dan juga mengakibatkan pertikaian yang tajam antar sesama umat muslim. Melihat hal tersebut Huzaifah ibn al-Yamani yang saat itu ditugaskan oleh Khalifah Utsman bin Affan untuk menaklukkan Armenia dan Adzibijan, melahirkan gagasan untuk diusulkan kepada Utsman agar sesegera mungkin bertindak untuk menyeragamkan mushaf al-Qur’an kepada satu Qira’at atau satu bacaan saja. Menaggapi usulan Huzaifah tersebut Utsman mengadakan pertemuan dengan 9
Ibid, 235 Ibid, 237.
10
para
sahabat
dan
menanyakan
pendapat
mereka
terkait
penyeragaman bacaan al-Quran, kemudian pada sahabat bersepakat menyetujui usulan tersebut.11 Setelah mendapat dukungan dari para sahabat yang lain maka Utsman mengambil beberapa langkah diantanya:12 a. Meminjam mushaf resmi yng telah dikerjakan oleh Zaid pada masa Abu Bakar kepada Hafsah untuk disalim ke dalam beberapa mushaf. Pada mulanya Hafsah enggan mengirimkannya kepada Utsman, namun pada akhirnya ia bersedia meminjamkannya dengan syarat setelah penyalinan selesai maka harus segera di kemabalikan kepadanya. Penolakan tersebut sebagai cermin sifat kehati-hatian Hafsah dalam memelihara mushaf tersebut. b. Membentuk sebuah panitia yang terdiri atas empat orang, yaitu Zaid bin Tsabit sebagai ketua dan anggotanya terdiri dari: Abdullah ibn al-Zubair, Sa’id ibn al-Ash, dan Abdurrahman bin Harits ibn Hisyam. Kemudian panitia ini bertambah menjadi 12 orang yakni empat orang orang sebelumnya bersana dengan Malik ibn Amir, Kasir ibn Aflah, Ubay ibn Ka’ab, Anas ibn Malik, dan Abdullah ibn ‘Amr ibn ‘As, Abdullah ibn Umar, dan Abban ibn Said. Tugas panitia ini adalah (a) menyalin kembali mushaf resmi yang telah dipinjam dari Hafsah kedalam bebeberapa buah mushaf, (b) sebelum memuli penyalinan, mereka terlebih dahulu meneliti kelengkapan dari isi mushaf, (c) apabila terjadi perselisihan pendapat tentang bacaan suatu ayat maka mereka merujukkan pada logat Quraisy, sebagaimana yang diintruksikan oleh Utsman serta mengingat bahwa al-Quran turun dengan logat tersebut. c. Setelah panitia selesai melaksanakan tugasnya maka mushaf-mushaf yang telah diselesaikan dikirim ke berbagai pusat negeri Islam. Terkait jumlah salinan yang dibuat oleh panitia ada beberapa pendapat: pertama, terdapat empat mushaf yang ditempatkan di Kufah, Basra, Suria, dan Madinah; kedua, ada terdapat delapan mushaf
11 12
Ibid, 241 Ibid, 242-246
yang
ditempatkan di Kufah, Basra,Suria, Madinah, Mekkah, Yaman, Bahrain, dan satu lagi di simpan senriri oleh Utsman; ketiga, terdapat sembilan mushaf yang di tempatkan di Kufah, Basrah, Madinah, Mekkah, Mesir, Suriah, Bahrain, Yaman, dan al-Jazirah.13 d. Memerintahkan kepada kaum Muslimin di seluruh negeri Islam untuk membakar semua mushaf dan catatan-catatan al-Quran yang tidak sesuai dengan mushaf iman yang telah mereka terima. Penyalinan yang dilakukan oleh Zaid dan para anggotanya dilakukan dengan sangat teliti sekali dan tidak pernah menyimpang dari mushaf resmi yang dihimpun pada masa Abu Bakar walau sekecil apapun.14 Mushaf yang disusun pada masa Utsman ini ini kemudian disebut sebagai “Mushaf Imam” atau “Mushaf Utsmani”. Mufhan inilah yang menjadi rujukan pokok dalam penulisan al-Quran dimasa berikutnya. B. Penolakan Terhadap Mushaf Utsmani Berkenaan dengan telah diselesaikannya pengumpulan mushaf al-Qur’an dan dikirimkannya mushaf tersebut ke beberapa kota umat muslim oleh Utsman sebagian besar menerimanya, kecuali umat Muslim di Kuffah yang masih tetap mempertahankan mushaf Ibn Mas’ud. Penolakan tersebut diakibatkan karena adanya kesalah fahaman terkait mushaf iman yang dianggap dikerjakan sendiri oleh Zaid bin Tsabit, sebab ia merasa lebih senior dibandingkan Zaid baik dari segi usia, lamanya menjadi muslim, dan luasnya pengetahuan tentang hal-hal yang berkenaan dengan al-Quran. Tidak dilibatkannya Ibnu Mas’ud dalam kepanitian adalah karena alasan-alasan praktis dan teknis saja sebagaimana berikut:15 a. Al-Qur’an dikumpulkan di Madinah sedangkan Ibnu Mas’ud bermukum di Kufah b. Ditunjuknya Zaid sebagai ketua penghimpunan karena pada masa Abu Bakar Zaid juga ditugaskan sebagai ketua, sehingga ditunjukknya ia pada saat itu tidak lain adalah untuk mempermudah pelaksanaan saja. A’zami, The history the Quranic Teks, 105 Athaillah, Sejarah al-Quran, 255 15 Ibid, 248-249 13 14
c. Zaid telah menyaksikan pengecekan dan peragaan pembecaan al-Quran untuk terakhir kalinya dilakukan Rasulullah saw di hadapan Jibril, sehingga hanya Zaid yan paling mengetahui wahyu al-Quran seara langsung dan secara keseluruhan. d. Zaid sebagai pemuda yang cerdas, tidak tecela, dan penulis wahyu. e. Zaid relatif lebih muda dari ibnu Mas’ud. Meski pada mulanya menolak mushaf imam, namun pada akhirnya Ibnu Mas’ud setelah ia memahami kesalahfahamannya terhadap penghimpunan alQur’an maka ia pun menerimanya. C. Tertib Ayat dan Surah dalam Mushaf Utsmani Qur’an terdiri atas surah-surah dan ayat-ayat, baik yang pendek maupun yang panjang. Ayat adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam sebuah surah dari Qur’an. Surah adalah sejumlah ayat Qur’an yang mempunyai permulaan dan kesudahan. Diakui secara umum bahwa susunan ayat dan surah dalam al-Quran memiliki keunikan yang luar biasa. Susunannya tidak secara urutan saat wahyu diturunkan dan subyek bahasan Rahasinya hanya Allah SWT, karena Dia pemilik kitab. Al-Quran mencakup surah-surah panjang dan pendek, yang terpanjang 286, yang terpendek tersiri atas 3 ayat. Tertib atau urutan ayat-ayat Qur’an ini adalah tauqifi, ketentuan dari Rasulullah. Sebagian besar ulama’ telah bersepakat terkait tertib ayat dalam alQuran. Setelah jibril menyampaikan wahyu kepada Rasulullah saw, kemudia rasulullah memanggil penulis wahyu dan menunjukkan di mana ayat-ayat tersebut harus diletakkan. 16 Dalam salah satu riwayat disebutkan: Telah menceritakan kepada kami Isma'il Bin Ibrahim Telah menceritakan kepada kami 'Auf Bin Abu Jamilah Telah menceritakan kepadaku Yazid Al Farisi Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abbas dia berkata; aku bertanya kepada Utsman; "Apa yang mendorong kalian menyandarkan surat Al Anfal yang merupakan surat Al Matsani (surat yang terdiri dari puluhan ayat) kepada surat Bara'ah (surat At Taubah) yang termasuk surat Al Mi`in (surat yang terdiri dari ratusan ayat), kemudian kalian membaca keduanya dan tidak menulis pemisah diantara keduanya dengan Bismillahirrahmanirrahim, lalu kalian meletakkannya termasuk ke dalam As Sab'u Ath Thiwal (tujuh surat yang panjang), apa alasan yang mendorong kalian melakukan demikian?" Utsman menjawab; "Pada suatu waktu turunlah surat yang memiliki banyak ayat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan kebiasaan beliau apabila diturunkan wahyu kepadanya
16
al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qu’an, 205.
beliau memanggil sebagian sahabat juru tulisnya, lalu beliau bersabda: "Letakkan ayat ini dalam surat yang di dalamnya disebutkan begini dan begini." Dan apabila turun beberapa ayat kepadanya beliau bersabda: "Letakkanlah ayat ayat ini dalam surat yang di dalamnya disebutkan begini dan begini." Apabila turun satu ayat kepadanya, maka beliau bersabda: "Letakkanlah ayat ini dalam surat yang disebutkan di dalamnya begini dan begini."17
Intruksi Rasulullah terkait tertibnya ayat dalam al-Quran tidak lain dilakukan guna menjaga kemurnian al-Qur’an. Sehingga Rasulullah saw tidak hanya menyuruh sahabat menghafal dan menulis ayat-ayat al-Quran secara utuh tetapi juga sekaligus menetapkan ayat-ayat al-Quran pada surahnya masingmasing.18 Dengan demikian maka jelaslah susunan ayat dalam surah-surah dalam al-Qur’an merupakan susunan yang ditetapkan oleh Rasullah saw sendiri. Sedangkan
dalam
susunan
Surah
terdapat
beberapa
pendapat
diantaranya sebagai berikut: a. Dikatakan bahwa tertib surah bersifat tauqifi dan ditangani langsung oleh Nabi sebagaimana diberitahukan oleh Jibril kepadanya. Dengan demikian, Quran pada masa Rasulullah saw telah tersusun surah-surahnya secara tertib sebagaimana tertibnya ayat dan surah pada mushaf Utsmani. Banyak kalangan mendukung pendapat ini. b. Dikatakan bahwa tertib surah berdasarkan ijtihad para sahabat, mengingat adanya perbedaan tertib surah pada beberapa mushaf. Misalnya pada mushaf Ali disusun menurut tertib nuzul; pada mushaf Ibn Mas’ud yang pertama ditulis adalah surah Baqarah, Nisa’ dan Ali ‘Imran; pada mushaf Ubay yang pertama Fatihah, Baqarah, kemudian Nisa’ dan kemudian Ali Imran. c. Dikatakan bahwa sebagian surah itu tertibnya tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan ijtihad para sahabat, hal ini karena terdapat dalil yang menunjukkan tertib sebagian surah pada masa Nabi. Misalnya, keterangan yang menunjukkan tertib as-sab’ut tiwal, al-hawamim dan al-mufassal pada masa hidup Rasulullah. D. Mushaf –Mushaf Selain Mushaf Utsamani Sebagaimana telah disebut sebelumnya bahwa selain mushaf Utsmani, sebagian sahabat juga telah memiliki mushaf yang dikumpulka atas inisiatif dan 17 18
Hadits Riwayat Ahmad no. 468, lihat juga riwayat Abu Daud no. 668 Atthaillah, Sejarah al-Quran, 203.
usaha sendiri. Mushaf-mushaf tersebut dinisbahkan kepada beberapa sahabat diantanya: Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Abu Musa al-Asy’ari, Anas ibn Malik, Umar bin Kahtab, Zaid bin Tsabit, Abdullah ibn Zubair, Abdullah ibn Amrin, Salim amaulana Abi Huzaifah, ‘Ubaid ibn Umair, Aisyah dan Ummu Salamah. Namun tidak semua dapat dikatan sebagai mushaf dalam arti yang sebenarnya. Dari mushaf-mushar tersebut ada beberapa yang dapat disebut mushaf dalam arti yang sebenarnya dan lengkap diantaranya adalah mushaf Abdullah ibn Mas’ud, Mushaf Ubay bin Ka’ab, Mushaf Ali bin Abi Thalib, Abbadullah bin ‘Abbas.19 Berkenaan dengan adanya mushaf selain mushaf Utsmani, terdapat golongan yang menyebutkan adanya perbedaan antara mushaf Utsmani dengan yang lainnya beberapa diantaranya merujuk kepada riwayat ‘Aisyah ra. Perbedaan tersebut merupakan data bagi sementara kaum orientalis untuk menuduh mushaf Utsmani tidak lagi otentik, adapun riwayat-riwayat yang digunakan bebagian besar hanya dibuat-buat. Salah satu tokoh oreintalis yang menyebutkan perbedaan tersebut adalah T.Noeldeke.20 Ia mencontohkan kesalahan tulisan dalam mushaf Utsmani diantaranya:
Surah,ayat
Mushaf Utsmani
Seharusnya21
Al-Baqarah: 177
اﻟﺻﺎﺑرﯾن
اﻟﺻﺎﺑرون
An-Nisa’: 162
واﻟﻣﻘﯾﻣﯾن
اﻟﻣﻘﯾﻣون
Al-Maidah: 69
اﻟﺻﺎﺑﺋون
اﻟﺻﺎﺑﺋﯾن
إن ھذان ﻟﺳﺎﺣران
إن ھذﯾن ﻟﺳﺎﺣران
Thaha: 63
Selain itu, ada dari kalangan Syi’ah ekstem juga meragukan autentisitas al-Quran yang ditulis dalam mushaf Utsmani. Mereka beranggapan bahwa Abu Bakar, ‘Umar, dan Utsman telah mengubah al-Quran dan telah membuang beberapa kalimat, ayat dan surah. Perbedaan tersebut terdiri dari kurang lebih 12 termasuk kalimat, ayat dan surah. 22 Tuduhan yang dilontarkan oleh kalangan
19
Ibid, 273 Ibid, 275 21 Penjelasan selengkapnya dapat dilihat pada Atthaillah, Sejarah al-Quran, 275-290. 22 Ibid, 290. Lebih jelasnya lihat Atthaillah, Sejarah al-Quran, 290-303 20
syiah ekstrim ini juga lebih banyak dilandasi oleh dikap fanatisme kepada Ali bin Abi Thalib dan rasa antipati terhadap Abu Abkar. Umar san Utsman.23 Perbedaan yang paling mencolok antara mushaf Utsmani dengan mushaf Ibn Mas’ud dan mushaf Ubay ibn Ka’ab adalah tidak sama urutan surah-surahnya juga tidak sama jumlah surahnya. Mushaf Utsmani memuat 114 surah, mushaf Ibn Mas’ud memuat 112 surah (tidak mencantumkan surah al-Falaq dan an-Nas, diriwayat lain disebutkan juga ia tidak menuliskan al-Fatihah), mushaf Ubay ibn Ka’ab memuat 116 (selain 114 yang terdapat dalam mushaf utsmani ia menambahkan surah al-Khal’u dan al-Hafdu).24 Untuk menghindari terjadinya dampak yang lebih besar terkait perbedaan tersebut dan untuk menjaga autentisitas al-Qur’an, maka setelah Khalifah Utsman bin Affan memerintahkan untuk mengumpulkan dan kemudian membakar seluruh mushaf-mushaf tersebut. Adapun bagi pemilik mushafmushaf tersebut mereka telah menggunakan mushaf Utsmani sebagaimana yang diintruksikan oleh khalifah Utsman.
E. Rasm Mushaf Utsmani Rasm Mushaf Utsmani adalah tata cara menulis al-Quran yang ditetakan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Mushaf utsmani ditulis dengan kaidahkaidah tertentu, diantara kaidah-kaidah tersebut berbeda dengan kaidah penulisan imla’ pada umumnya.berikut ini ringkasan kaidah-kaidah dalam Rams Mushaf Utsmani:25 a. Al-Hadzf (Membunag, menghilangkan, atau meniadakan huruf). b. Al-Ziyadah (penambahan) c. Al-Hamzah, apabila hamzah berharakat sukum ditulis dengan huruf berharokat yang sebelumnya. d. Badal (Pengganti) e. Washal dan Fashl(Penyambungan dan Pemisah)
23
Ibid, 303 Ibid, 307-319. Terkait Mushaf Ibn Mas’ud penjelasan lebih rinsi dapat dilihat di Al-A’zami, The History The Qur’anic Text. 215-230 25 Rasihon Anwar, Ulum Al-Quran, (Bandung: Pusaka Setia, 2008), 49. Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat di Ahmad Izzah, Ulumul Quran, 110-112 dan Atthaillah, Sejarah al-Quran, 256-272 24
F. Pendapat tentang Rasm Mushaf Utsmani Berkenaan dengan Rasm Mushaf utsmani, dikalangan Ulama terdapat perbedaan tentang status hukumnya. Pendapat tersebut diantaranya:26 1. Sebagian mereka berpendapat bahwa Rams Usmani untuk al-Quran bersifat tauqifi yang wajib dipakali dalam menulis al-Quran, dan harus disucikan. 2. Banyak ulama berpendapat bahwa rsm Utsmani bukan tauqifi dari Nabi tetapi hanya merupakan satu cara penulisan yang disetujui Utsman dan diterima umat dengan baik, sehingga menjadi suatu keharusan yang wajib dijadikan pegangan dan tidak boleh dilanggar. 3. Segologan orang berpendapat bahwa rasm Utsmani itu hanyalah sebuah istilah, tata cara, dan tidak ada salahnya jika menyalahi bila orang telah mempeergunakan satu rams tertentu untuk imla’ dan rasm itu tersiar luas di antara mereka.
DAFTAR PUSTAKA Al-A’zami, M.M. 2005. The History The Qur’anic Text From Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testamants diterjemahkan oleh Sohirin Solihin, dkk. Jakarta: Gema Insani Press. Al-Qattan, Manna Khalil. 2013. Studi Ilmu-Ilmu Qu’an diterjemahkan oleh Mudzakir AS. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa. Anwar, Rasihon. 2008. Ulum Al-Quran. Bandung: Pusaka Setia. Athaillah. 2010. Sejarah al-Quran: Verifikasi tentang Otentisitas Al-Quran. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Izzah, Ahmad. 2009. Ulumul Quran; Telaah Tekstualitas dan Kontektualitas Alquran. Bandung: Tafakur.
26
Al-Qattan, Studi ilmu-ilmu Quran, 213-218