KAJIAN SINGKAT ASSISTED NATURAL REGENERATION (ANR) Oleh Yumi dan Indri Puji Rianti
Pengertian Assisted Natural Regeneration (ANR) adalah sebuah metode untuk meningkatkan pembentukan hutan sekunder dari lahan kritis, yang ditumbuhi rerumputan dan vegetasi semak belukar, dengan cara melindungi dan merawat pohon pionir serta anakan alami yang ada di kawasan tersebut. ANR bertujuan untuk mempercepat proses suksesi alami dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan permudaan alami seperti degradasi tanah, kompetisi gulma dan gangguan yang berulang-ulang (seperti api, rumput dan pemanenan kayu). Anakan secara khusus dijaga dari tanaman yang sangat rentan terbakar seperti rumput alang-alang. Sebagai tambahan untuk upaya perlindungan, jenis baru ditanam jika dibutuhkan atau diinginkan. Dengan ANR hutan tumbuh lebih cepat dari yang alami. International Centre For Research in Agroforestry (ICRAF) menterjemahkan ANR ke dalam Bahasa Indonesia Pemeliharaan Permudaan Alam (PPA). ICRAF (1999) mendefinisikan ANR atau PPA adalah usaha penghutanan kembali dengan memanfaatkan anakan alami yang ada. Anakan alami tersebut dirawat oleh manusia guna mempercepat pertumbuhannya. Oleh karena itu cara ini juga dapat disebut Permudaan Alam yang Dipercepat (PAD) atau Accelerated Natural Regeneration. ANR menekankan konsep permudaan alami dengan pepohonan pionir, yang sudah ada dan tumbuh secara alami di padang alang-alang atau padang rumput lainnya. Pepohonan pionir ini sudah berkembang dengan baik dan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat. ANR juga mendorong permudaan alam baru dari bibit yang berasal dari biji pepohonan di hutan alam sekitarnya. ANR menghindari masalah ketidaksesuaian antara jenis pepohonan yang bisa ditanam pada suatu lahan dengan memanfaatkan keberadaan pepohonan yang sudah ada secara alami. Tindakan ini dapat membantu melindungi keanekaragaman hutan alami.
Gambar 1. Teknik Pemeliharaan Pionir dan Perebahan Alang-alang
Pencegahan kebakaran dapat membantu permudaan alam pepohonan baik di padang alangalang atau padang rumput lainnya seperti rumput bambu atau glagah (Saccharum spontaneum), maupun di hutan sekunder. Teknik penggilasan (perebahan/penekanan) merupakan cara yang efektif dalam upaya menekan alang-alang dan Saccharum. Secara singkat, ANR bertujuan untuk: (a) membantu pencegahan kebakaran; (b) mengontrol pertumbuhan alang-alang dan rumput lain yang rentan kebakaran; dan (c) menitikberatkan pada pertumbuhan anakan alami yang ada dan pemeliharaanya. ANR dapat mempercepat proses perubahan alang-alang menjadi hutan sekunder secara alami dengan cara : (a) membuat lingkaran untuk membatasi pertumbuhan gulma; (b) menggilas/merebahkan alang-alang; (c) menjadikan rebahan alang-alang sebagai mulsa. Manfaat ANR Bila pendekatan ANR dilaksanakan dengan baik, maka padang alang-alang akan berkembang menjadi hutan sekunder. Dibandingkan dengan rehabilitasi secara konvensional melalui penanaman satu jenis pohon, pendekatan ANR memberikan keuntungan baik dari aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Dari segi ekonomi, pendekatan ANR tidak memerlukan biaya tinggi jika dibandingkan dengan rehabilitasi konvensional karena mengurangi biaya untuk pekerjaan penyiapan lahan, pembelian benih, pembuatan persemaian dan lainnya. Sebaliknya masyarakat dapat mengambil manfaat dari pengkayaan tanaman, yang dipilih sesuai dengan keinginan mereka. Dari segi ekologi, ANR dapat mempertahankan permudaan alami, melestarikan jenis alami bahkan jenis endemik dan menjaga keanekaragaman hayati. Bahkan saat ini ANR dapat menjadi sarana untuk penyerapan karbon yang berguna dalam mitigasi perubahan iklim. Dari segi sosial, ANR dapat memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat, meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap upaya rehabilitasi dan restorasi hutan. Secara singkat manfaat penggunaan ANR adalah : (a) efisiensi biaya untuk rehabilitasi dan restorasi ekosistem hutan; (b) menyediakan kesempatan kerja untuk masyarakat; (c) berkontribusi untuk memperkuat biodiversitas; (d) membantu penyerapan emisi karbon dan mendukung mitigasi perubahan iklim. Prospek Pengembangan ANR ANR telah cukup lama dikembangkan di Filipina. Pada tahun 1989, Forest Management Bureau, Department of Environment and Natural Resources (DENR) Filipina secara resmi mengadopsi dan merekomendasikan ANR sebagai metode restorasi untuk penutupan hutan, tetapi pelaksanaan di lapangan tidak terlalu signifikan selama beberapa tahun. Hal ini terutama disebabkan karena keterbatasan kapasitas dan kurangnya kesadaran para ahli kehutanan dan kurangnya contoh keberhasilan ANR. Tahun 2006, FAO mendukung penerapan ANR di Filipina melalui proyek tiga tahun untuk mengkompilasi dan mendokumentasikan pengalaman pelaksanaan ANR, dan menyebarluaskan prinsip ANR di antara beragam stakeholders.
Gambar 2. Foto Hasil kegiatan ANR di Bohol, Filipina Sebelum dilakukan Metode ANR Tahun 2007 (kiri) dan setelah diterapkan metode ANR Tahun 2012 (kanan) Pengalaman ANR di Filipina menunjukkan bahwa pendekatan ANR paling tepat diterapkan pada : kawasan yang bernilai ekologis, seperti aliran sungai kritis, untuk melestarikan flora dan fauna asli (endemik) dan di kawasan dimana masyarakat mendukung restorasi hutan. Untuk pembangunan dasar ANR yang berhasil, penerapan ANR secara praktis perlu mempertimbangkan aspek teknis sebagai berikut: a) Pemilihan lokasi b) Kesesuaian species (site-species) c) Modifikasi lahan untuk merangsang pertumbuhan spesies yang diinginkan d) Penanaman tambahan dan pengayaan e) Perlindungan lokasi f) Pemantauan lokasi Pelajaran paling penting dari pengalaman penerapan ANR di Filipina adalah pentingnya kolaborasi dengan masyarakat lokal dan dunia usaha/swasta untuk mendapatkan hasil secara berkelanjutan dalam waktu yang panjang. Peran aktif dan keterlibatan sektor kehutanan dalam mempromosikan dan mencari dukungan dana untuk kegiatan restorasi hutan sangat penting. Dalam perkembangannya, ANR dikaitkan dengan isu perubahan iklim dan krisis ekonomi. ANR dapat dikaitkan dengan program “perdagangan karbon”. Sebagai contoh di Filipina pada awal tahun 2010, DENR berhasil mendapatkan proyek baru Clean Development Mechanism (CDM), yang menekankan penerapan teknik dan kegiatan ANR. Komitmen pihak swasta untuk mendukung kegiatan ANR melalui Corporate Social Responsibiliy (CSR) sudah bermunculan, dan DENR sendiri merencanakan penggunaan teknik ANR untuk restorasi 9.000 hektar dalam Program Pembangunan Lahan Kering. Faktor-faktor Penunjang Keberhasilan ANR di Provinsi Bohol, Filipina Kegiatan ANR di Provinsi Bohol, tepatnya di Baranggay San Miguel, Danao Municipality yang didanai FAO dan dilaksanakan secara kolaboratif antara masyarakat, pemerintah dan LSM Bagong Pag-Asa selama tiga tahun (2006-2009), saat ini sudah menunjukkan hasil yang cukup signifikan antara lain: 1. Penambahan luasan lahan kritis yang berhasil direhabilitasi, dari 23 hektar pada akhir proyek (2009) berkembang menjadi 72 hektar saat ini;
2.
3. 4.
5.
Hasil monitoring dan identifikasi plot dan transek mengindikasikan tumbuhnya sejumlah spesies pohon, di antaranya beberapa spesies penting yang biasa ditemukan di hutan klimaks yang tidak diganggu; Pemanfaatan tanaman pandan untuk kerajinan sebagai tambahan pendapatan masyarakat; Semakin banyak pihak yang memiliki kepedulian untuk merehabilitasi lahan kritis, baik pihak asing maupun swasta, bukan hanya dari kalangan yang bergerak di dunia kehutanan tetapi meluas kepada profesi lain seperti pihak kepolisian, kalangan pendidikan dan lainnya; Semakin berkembangnya obyek wisata alam/ekoturisme.
Keberhasilan ANR di Filipina tidak terlepas dari beberapa hal yang menunjang, antara lain: 1. Komitmen Pemerintah Pusat dan Daerah untuk melaksanakan rehabilitasi dan restorasi hutan Pemerintah Pusat mengeluarkan aturan tentang penerapan metode ANR dalam restorasi hutan (DENR memorandum Circulair No.17). DENR juga aktif mensosialisasikan dan melatih para walikota/bupati serta aparat Pemda lainnya tentang ANR; Pemerintah daerah secara aktif terlibat dalam kegiatan rehabilitasi hutan; Pemerintah memberikan perhatian pada kepentingan masyarakat dalam upaya rehabilitasi melalui pemberian ijin penanaman, pengelolaan dan pemanfaan hasil hutan (lindung) kepada masyarakat; Pemerintah pusat dan Daerah bersama-sama mengembangkan obyek wisata ekotourisme selain untuk meningkatan pendapatan masyarakat, juga meningkatkan kesadaran dan kepedulian wisatawan terhadap hutan dan upaya rehabilitasi hutan. 2. Kolaborasi antara Pemerintah, Dunia Usaha, Badan Donor, LSM dan masyarakat Pemerintah Pusat berupaya menggalang dana dari donor luar negeri maupun dunia usaha dalam negeri untuk kegiatan ANR. Sebagai contoh pada tahun 2010, Pemerintah Filipina telah berhasil menarik dunia usaha untuk mendanai kegiatan ANR yang dikaitkan dengan mitigasi perubahan iklim “Clean Development Mechanism (CDM)“ melalui CSR, Pemerintah, negara donor, badan dunia (FAO) dan LSM bekerja sama baik dengan masyarakat: melatih, meningkatkan kapasitas dan memberikan beasiswa, sarana pendidikan, sarana kesehatan masyarakat untuk penerapan ANR; Masyarakat secara aktif menjaga dan melestarikan hutan demi kesejahteraan mereka dan anak cucu mereka. 3. Pembagian tanggung jawab pengelolaan kawasan rehabilitasi hutan Rehabilitasi dan restorasi hutan bukan hanya menjadi tanggung jawab Dinas kehutanan/lingkungan hidup saja tapi semua aparat pemerintah dan masyarakat sehingga secara jelas ada pembagian tanggung jawab pengelolaan kawasan rehabilitasi hutan, yang dibagi per blok dengan luasan puluhan hektar. Untuk meningkatkan motivasi dan kinerja secara periodik diadakan lomba atau penilaian keberhasilan kegiatan rehabilitasi yang dilakukan di blok masing-masing. 4. Peran Penyuluh Swasta Satu orang tenaga voluntir dilatih, ditingkatkan kapasitasnya dan diberi insentif oleh LSM untuk menjaga hutan dan menularkan ilmu/informasi kepada yang lain
Voluntir kemudian menyebarkan informasi, memotivasi dan menyadarkan tokoh2 masyarakat untuk peduli terhadap hutan. Tokoh-tokoh masyarakat dini kemudian dilatih dan menjadi partner volunir dalam menggerakkan masyarakat agar mau berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi hutan Walaupun tidak dikenal istilah penyuluh swasta, tetapi mereka telah berperan sebagai penyuluh swasta yang menyebarkan informasi, menyadarkan dan menggerakkan masyarakat.
Gambar 3. Petak Percontohan ANR yang Dikelola Polisi 5. Kesadaran dan Keterlibatan aktif masyarakat Sosialisi terus menerus dilakukan untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya kegiatan rehabilitasi hutan dalam menjaga sumber air bagi kehidupan mereka dan masa mendatang; Adanya apresiasi/reward dari Pemerintah atau donor atas jerih payah masyarakat berpartisipasi aktif dalam upaya rehabilitasi dan mencegah kebakaran hutan, berupa pembangunan fasilitas umum dan fasilitas pelayanan sosial: beasiswa, pembangunan sekolah, rumah sakit dan lainnya, Peningkatkan kapasitas dan pendapatan masyarakat dari kegiatan ANR meningkatkan kepedulian masyarakat untuk menjaga dan merawat hutan di wilayahnya.
Gambar 4. Demonstrasi Pembuatan Kerajinan Tangan dari Pandan oleh Masyarakat Lokal di Sekitar Lokasi Percontohan ANR di San Miguel Menambah Pendapatan Masyarakat Penerapan ANR di Indonesia Kegiatan ANR di Indonesia di laksanakan di Provinsi Sumatera Barat Kabupaten Agam. Kegiatan dilaksanakan di tiga lokasi, di Nagari Simarasok Kecamatan Baso, Nagari Kamang Mudiak Kecamatan Kamang Magek dan Nagari Pasie Laweh Kecamatan Palupuh. Kegiatan
yang dilaksanakan secara kolaboratif antara masyarakat, pemerintah dan BV. CO2 Operate Belanda selama satu tahun (2012). Kegiatan diawali dengan survei lokasi awal tahun 2012, kegiatan pelatihan di tiga lokasi pada dibulan April, Mei dan Juni 2012. Pelaksanaan kegiatan ANR untuk Kabupaten Agam mengalami banyak modifikasi dan pengayaan teknik dari teknik yang ada. Hal ini mengingat kondisi Sumatera Barat yang pada dasarnya bukan daerah kritis yang didomisili alang-alang sebagaimana daerah yang merupakan sasaran utama penerapan ANR. Kondisi yang ada justru memberikan kesimpulan baru, ANR bisa diterapkan untuk berbagai kondisi lahan dan tumbuhan bawah, efektif, efisien dan mudah diadobsi oleh masyarakat lokal. Perkembangan yang sudah dicapai antara lain: 1. Penyebaran dan penerapan teknologi ANR oleh masyarakat lokal sekitar hutan yang diterapkan di lahan-lahan masyarakat (tidak hanya di unit percontohan); 2. Terbetuknya 3 unit percontohan ANR di 3 lokasi, masing-masing seluas 1 hektar. Peluang dan Tantangan Pengembangan ANR di Indonesia Memperhatikan manfaat dan keberhasilan penerapan ANR sebagai upaya restorasi ekosistem hutan di Filipina, dan mengingat metode ANR yang relatif lebih murah, praktis dan efektif dibandingkan dengan metode rehabilitasi konvensional, maka perlu dipikirkan pengembangan ANR di Indonesia. Peluang pengembangan ANR di Indonesia antara lain adalah: Luasan lahan kritis yang ditumbuhi padang alang-alang dan rawan kebakaran tersebar luar di Indonesia, terutama di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Data dari ICRAF menyebutkan 13,5 juta hektar padang alang-alang di Indonesia; Tingginya tingkat biodiversitas di hutan alam Indonesia, sehingga diasumsikan banyak anakan alami yang terkandung di lahan kritis, yang dapat menjadi sumber daya alam bagi pembentukan hutan sekunder alami; Tersedianya sumberdaya manusia, baik masyarakat sebagai pelaku utama ANR, penyuluh kehutanan dan penyuluh swadaya masyarakat yang kompeten dalam kegiatan rehabilitasi hutan; Komitmen Pemerintah untuk menurunkan tingkat emisi sebesar 26% dengan kekuatan sendiri (14% dari sektor kehutanan) dan 41% dengan bantuan internasional yang ditargetkan terwujud pada tahun 2020; Tingkat kesadaran dan kepedulian dunia usaha terhadap masalah lingkungan semakin meningkat, dan ditunjang dengan kewajiban perusahaan yang bergerak di bidang usaha berkaitan dengan sumberdaya alam untuk memberikan dana CSR untuk pemberdayaan masyarakat di lingkungan usahanya. Tantangan pengembangan ANR di Indonesia antara lain adalah: Dikeluarkannya peraturan perundangan yang mendasari dan mendukung penerapan ANR, yang menjadi acuan bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah, sampai dengan di tingkat tapak; Kesediaan para perencana, praktisi di lapangan untuk mengikuti penerapan ANR yang lebih berorientasi kepada “proses” bukan kepada “output” yang secara mudah terlihat. ANR
menekankan pada proses permudaan alami yang membutuhkan waktu cukup lama untuk dapat terlihat hasilnya, minimal 5-7 tahun; Sinergitas Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mendukung penerapan ANR. Sejak pemberlakuan Otonomi daerah, hampir di semua bidang pemerintahan menghadapi permasalahan dalam koordinasi dan komunikasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Keberhasilan ANR menuntut kerja sama yang baik antara Pemerintah Pusat dan Daerah; Kemauan dan komitmen (political will) untuk berkolaborasi dengan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan ANR; Peningkatan kompetensi tenaga penyuluh PNS/swadaya/swasta khususnya berkaitan dengan metode ANR, pemberdayaan masyarakat, manajemen konflik, mitigasi dan perubahan iklim termasuk perdagangan karbon, Agroforestry dan pencegahan kebakaran hutan; Kemampuan Pemerintah untuk mencari dukungan dana dari negara donor atau menggerakan dunia usaha melalui dana CSR untuk berperan aktif dalam kegiatan rehabilitasi dan restorasi hutan.
Peran Penyuluhan dalam Pengembangan ANR di Indonesia Penyuluhan memegang peranan penting dalam pengembangan ANR. Keberhasilan ANR sangat ditentukan oleh keberhasilan menyadarkan, memotivasi dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi dan restorasi hutan. Belajar dari pengalaman di Filipina, ANR tidak akan berhasil tanpa proses pemberdayaan masyarakat. Proses pembelajaran masyarakat mengenai sesuatu hal yang baru, dan untuk mengubah perilaku masyarakat sehingga memiliki kesadaran dan komitmen dalam kegiatan rehabilitasi dan restorasi hutan secara swadaya memerlukan pendampingan dari penyuluh kehutanan, baik PNS, swadaya maupun swasta. Metode ANR secara sederhana dapat dijadikan sebuah inovasi (penyuluhan) dalam kegiatan rehabilitasi lahan kritis, terutama di daerah dengan padang alang-alang yang luas. Penyuluh perlu mendampingi masyarakat dalam menerapkan teknik ANR, dan bila perlu dikombinasikan dengan teknik agroforestry untuk mendapatkan manfaat lebih besar khususnya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. ANR dan metode apapun untuk mendukung keberhasilan rehabilitasi dan restorasi hutan di Indonesia sangat memerlukan kepedulian dan komitmen yang tinggi dari berbagai pihak. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian dan kolaborasi dengan berbagai pihak perlu terus diupayakan, dan ini merupakan salah satu tugas dan fungsi penyuluhan kehutanan.
Tetapi untuk pengembangan ANR secara meluas di Indonesia, perlu diprogramkan secara cermat melalui beberapa kegiatan mendasar antara lain: 1. Kajian mengenai penerapan ANR saat ini, prospek dan strategi pengembangannya di Indonesia. Kajian ini dapat dilakukan oleh Forum Peneliti, Penyuluh dan Widyaiswara, bekerja sama dengan Ditjen BPDAS PS; 2. Peningkatan kapasitas penyuluh PNS dan PKSM mengenai metode ANR, Community Based Forest Management (CBFM), manajemen konflik, Agroforestry, mitigasi dan perubahan iklim, perdagangan karbon; 3. Pembuatan Unit Percontohan bekerja sama dengan FAO, dan donor lainnya terutama yang berkaitan dengan kegiatan REDD dan lainnya; 4. Sosialisasi, koordinasi dan komunikasi terus menerus untuk meningkatkan kesadaran, komitmen dan kolaborasi Pemerintah Daerah, Dunia usaha dan lainnya; 5. Pembuatan materi penyuluhan ANR dan materi lainnya yang berkaitan dengan penerapan ANR dalam berbagai bentuk media cetak, media elektronik dan lainnya; 6. Mengadakan kegiatan pelatihan, magang, studi banding, dan pemberian apresiasi/penghargaan atau kegiatan lomba untuk meningkatkan motivasi, kinerja dan partisipasi masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam mendukung penerapan ANR sebagai upaya rehabilitasi dan restorasi ekosistem hutan di Indonesia.