Oleh : Evi Dyah Harnani. METODE-METODE PEMATANGAN SERVIKS DAN INDUKSI PERSALINAN I. PENDAHULUAN Persalinan adalah suatu proses dimana janin berpindah dari intrauterin ke lingkungan ekstra uterin. Ini merupakan diagnosis klinik yang didefinisikan sebagai permulaan dan menetapnya kontraksi yang bertujuan untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang berkesinambungan. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas proses ini saat ini belum sepenuhnya dipahami.1 Induksi persalinan merujuk dimana kontraksi uterus diawali secara medis maupun bedah sebelum terjadinya partus spontan. Berdasarkan studi-studi terkini, rasionya bervariasi dari 9,5 – 33,7% dari semua kehamilan setiap tahun. Pada keadaan serviks yang tidak matang, jarang terjadi keberhasilan partus pervaginam. Dengan demikian, pematangan serviks atau persiapan induksi harus dinilai sebelum pemilihan terapi . Menurut British Columbia Reproductive Care Program, ada beberapa indikasi induksi persalinan, antara lain kehamilan posterm, penyakit ibu (diabetes, hipertensi), pecah ketuban sebelum waktunya (PROM), kematian janin. Induksi persalinan ini merupakan suatu intervensi aktif dengan potensi risiko baik pada ibu maupun janin. Risikonya meliputi peningkatan risiko persalinan seksio sesaria, denyut jantung janin yang abnormal, hiperstimulasi uterus, ruptur uteri, prolaps tali pusat, intoksikasi ibu, dan medikolegal (oksitosin sering dipertimbangkan oleh pengadilan sebagai kofaktor yang berhubungan dengan kondisi janin maupun neonatus yang abnormal). Oleh karena itu, terdapat kontraindikasi induksi dan pematangan serviks. Kontraindikasi absolut meliputi insisi uterus sebelumnya secara klasik, inverted T, atau tidak diketahui. Riwayat histerotomi atau miomektomi pada korpus uteri yang melibatkan tindakan membuka kavum uteri atau perluasan diseksi miometrium, riwayat ruptur uteri, plasenta previa, letak lintang atau kontraindikasi persalinan lain, dan herpes genital yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi grande multipara (>5), malpresentasi, overdistensi uterus (misalnya polihidramnion atau kehamilan kembar), karsinoma serviks invasif, dan apabila adanya makrosomia janin (taksiran berat janin >4000g) pada bekas SC.2 Selama beberapa tahun yang lalu, ada peningkatan kekhawatiran bahwa jika serviks belum siap, tidak akan terjadi persalinan yang sukses. Berbagai sistem skoring untuk penilaian serviks telah diperkenalkan. Pada tahun 1964, Bishop secara sistematis mengevaluasi sekelompok wanita multi para untuk induksi elektif dan mengembangkan sistem skoring servikal standar. Skor Bishop membantu mendeskripsikan pasien-pasien yang memiliki kecenderungan untuk mencapai keberhasilan induksi. Lama persalinan berhubungan terbalik dengan skor bishop; nilai 8 berarti kemungkinan besar persalinan terjadi secara pervaginam. Skor bishop <6 biasanya membutuhkan metode pematangan serviks sebelum penggunaan metode lain.3-5 Tabel 1. Skor Bishop untuk menilai kematangan serviks untuk induksi persalinan5 Skor
Faktor 0 1 2 3 Pembukaan (cm) 0 1-2 3-4 5-6 Pendataran (%) 0-30 40-50 60-70 80 Station -3 -2 -1 atau 0 +1 atau +2 Konsistensi kenyal medium lunak Posisi posterior medial anterior II. ANATOMI DAN FISIOLOGI SERVIKS UTERI Serviks uteri merupakan organ yang kompleks dan heterogen yang dapat mengalami perubahan yang sangat bermakna selama kehamilan dan persalinan. Serviks layaknya sebagai suatu katup yang unik yang bertanggung jawab untuk menjaga janin tetap dalam uterus sampai akhir kehamilan dan berfungsi pula sebagai jalan lahir yang aman menuju dunia luar selama persalinan. Serviks didominasi oleh jaringan ikat fibrosa, tersusun atas matriks ekstraseluler yang didominasi oleh kolagen dengan elastin dan proteoglikan, dan bagian seluler terdiri atas otot polos dan fibroblas, terutama kolagen glikosaminoglikan dan glikoperotein, epitel, dan pembuluh darah. Rasio relatif jaringan ikat dengan otot polos distribusinya tidak sama di sepanjang serviks. Bagian distal memiliki rasio jaringan ikat dengan otot polos yang lebih besar daripada serviks bagian atas yang lebih dekat dengan miometrium. Perubahan serviks terjadi sejak awal kehamilan sampai periode postpartum.4 Gambar 1. Struktur uterus dalam keadaan hamil.1 Pada serviks yang tidak hamil, kumparan kolagen padat dan tersusun ireguler. Selama hamil, kolagen secara aktif disintesis dan secara kontinyu mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh kolagenase, yang disekresikan dari sel-sel serviks
dan neutrofil. Kolagen dipecah oleh kolagenase secara intraseluler, untuk melepaskan prokolagen yang rusak untuk mencegah pembentukan struktur kolagen yang lemah, dan secara ekstraseluler, untuk melemahkan matriks kolagen secara perlahan (disebut juga perlunakan atau pematangan) untuk mengawali persalinan. Sel-sel otot polos dan fibroblas juga mempengaruhi peningkatan enzim pemecah kolagen, yang selanjutnya distimulasi oleh asam hialuronat. Pada awal persalinan, terjadi perubahan kadar asam hialuronat, sitokin (interleukin 1β dan interleukin 8) dan kolagenase yang selanjutnya memecah kolagen serviks. Interaksi yang kompleks ini menyebabkan serviks mengalami perlunakan dan mulai dilatasi. Proses yang menyebabkan terjadinya pembukaan serviks masih belum sepenuhnya dipahami. Proses pasti yang terjadi saat pematangan serviks dapat menyebabkan pendataran dan pembukaan masih belum jelas. Ada berbagai elemen penting yang terlibat termasuk dekorin, asam hialuronat, hormon, sitokin, dan protease. Faktor-faktor ini tampaknya mengalami interaksi yang kompleks. Waktu dan mekanisme yang pasti mengenai permulaan dan pencetus proses perubahan serviks ini masih belum dapat diungkap. Secara keseluruhan, faktor-faktor ini bertanggung jawab dalam peningkatan kadar air serviks, menurunkan konsentrasi kolagen, dan restrukturisasi kolagen.4 Konsep lama bahwa pematangan serviks disebabkan karena kontraksi uterus tidak tepat. Saat ini jelas bahwa mekanisme pematangan serviks melibatkan rangkaian peristiwa biokimia yang berbeda dengan peristiwa yang bertanggung jawab terhadap aktivasi miometrium dan serupa dengan yang terjadi pada inflamasi jaringan. Pada fase akhir kehamilan kandungan air dalam serviks meningkat dan serviks diinvasi oleh neutrofil, makrofag, sel mast, dan zat lain yang berpotensi melepaskan sitokin inflamasi, seperti interleukin 1β dan interleukin 8. Sitokin ini menstimulasi produksi metalloproteinase yang menyebabkan disosiasi dan pecahnya kumparan kolagen degradasi kolagen dan penurunan kandungan kolagen. Ada juga perubahan aktivitas fibroblas yang meningkatkan produksi glikosaminoglikan khususnya asam hialuronat dan menurunkan sekresi kolagen.6 Dekorin merupakan proteoglikan dermatan sulfat kecil yang berikatan dengan permukaan fibril kolagen. Dekorin menyebabkan susunan fibril kolagen menjadi lebih erat dan rasio dekorin dengan kolagen berhubungan terbalik dengan perlunakan serviks. Saat sel-sel serviks mengalami kematian sel secara fisiologis, rasio dekorin dan kolagen meningkat, dan peningkatannya menyebabkan gangguan pembentukan kolagen. Diyakini bahwa pemberian induksi persalinan dengan prostaglandin juga meningkatkan rasio dekorin terhadap kolagen. Mekanisme berikutnya melibatkan degradasi enzimatis dari matriks ekstraseluler. Kolagenase, matriks metalloproteinase, dan elastase merupakan enzim yang terlibat dalam restrukturisasi serviks tahap akhir. Metalloproteinase dihambat oleh tissue inhibitor dari metalloproteinase dan α2-makroglobulin yang ditemukan pada serviks selama kehamilan. Saat aterm dan selama persalinan, rasio metalloproteinase terhadap inhibitornya meningkat sehingga terjadi keseimbangan untuk membantu degradasi kolagen. Sitokin, seperti interleukin-1β dan interleukin 8 meningkatkan aktivitas kolagenase. Hal ini tampak seperti proses inflamasi dimana interleukin-1β dapat menginduksi ekspresi MMP, mengatur ekspresi inhibitor MMP, dan menghambat
sintesis matriks. Pada serviks, kadar interleukin-1β dan interleukin 8 meningkat selama aterm sampai pembukaan serviks 6 cm. Tampaknya sel-sel otot polos serviks juga distimulasi oleh sitokin inflamasi untuk melepaskan protease. Metabolit bakteri merupakan sumber stimulasi eksogen dari interleukin-1β pada serviks, diduga ini merupakan penyebab hubungan antara infeksi intraamnion dengan persalinan preterm. Asam hialuronat berperan penting dalam meningkatkan kandungan air pada serviks saat aterm, yang mengarah kepada pelonggaran dan pemecahan serabut fibroblas. Zat ini juga menstimulasi sintesis enzim proteolitik melalui fibroblas serviks. Selama hamil, kadar asam hialuronat pada serviks rendah dan secara berangsur-angsur meningkat seiring dengan pematangan serviks dan onset persalinan. Segera setelah persalinan, kadarnya menurun sampai ke kadar normal. Asam hialuronat dihasilkan oleh fibroblas dan distimulasi oleh beberapa agen, termasuk interleukin-1 dan prostaglandin.4 Manipulasi hormonal, meskipun mekanismenya masih belum jelas, juga berperan dalam pematangan serviks uteri. Jaringan ikat serviks mengandung reseptor estrogen dan progesteron. Estrogen dan prekursornya dapat menstimulasi degradasi kolagen in vitro pada serviks wanita hamil. Efek ini diblok oleh progesteron dan wanita dengan defisiensi plasental sulfatase yang memiliki kadar estrogen dalam sirkulasi yang rendah tidak mengalami pematangan serviks saat aterm.6 Progesteron dapat memelihara kadar enzim perusak asam hialuronat agar tetap tinggi sehingga dapat menjaga kadar asam hialuronat rendah sampai aterm ketika kadar progesteron dan reseptor progesteron mulai menurun. Progesteron juga menghambat jaringan serviks menghasilkan interleukin-8. Sehingga, sebagai efek terbatasnya progesteron pada akhir kehamilan, kadar interleukin-8 meningkat bersama dengan asam hialuronat. Selanjutnya, serviks yang diterapi dengan antiprogestin menunjukkan peningkatan asam hialuronat dan kadar dekorin pada serviks.4,6
III. PEMATANGAN SERVIKS SECARA NONFARMAKOLOGIS A. Suplemen Herbal Dengan pertumbuhan yang pesat dalam industri suplementasi herbal, tidak mengherankan bila pasien pun membutuhkan informasi mengenai agen-agen alternatif yang digunakan untuk induksi persalinan. Agen-agen yang umum digunakan meliputi minyak bunga mawar, black haw, blue cohosh, dan daun raspberry merah. Meskipun minyak bunga mawar merupakan terapi yang paling sering digunakan oleh bidan,7 masih belum jelas apakah substansi ini dapat mematangkan serviks atau menginduksi persalinan. Black haw yang digambarkan memiliki efek uterotonika,8 digunakan untuk mempersiapkan wanita yang sedang dalam persalinan. Black cohosh memiliki mekanisme aksi yang sama, sementara blue cohosh dapat menstimulasi kontraksi uterus. Daun raspberry merah digunakan untuk meningkatkan kontraksi uterus saat awal persalinan. Risiko dan manfaat agen-agen ini masih belum diketahui karena kualitas bukti-bukti yang diperoleh didasarkan pada tradisi penggunaan yang lama pada populasi tertentu8 dan laporan kasus yang berupa anekdot. Satu-satunya kesimpulan yang bisa
diperoleh saat ini adalah bahwa peranan terapi herbal dalam pematangan serviks atau induksi persalinan masih belum jelas. B. Castor oil (minyak merica), Mandi Air Hangat, dan Enema Castor oil, mandi air hangat, dan enema juga direkomendasikan untuk pematangan serviks dan induksi persalinan. Mekanisme aksinya masih belum jelas. Castor oil (minyak merica) merupakan ekstrak dari Riccinus communis dan terutama mengandung asam ricinoleat mentah. Mekanisme pasti bagaimana minyak merica menstimulasi persalinan masih belum diketahui. Senyawa ini dikenal dapat menstimulasi peristaltik usus dengan menghambat absorpsi elektrolit meskipun mekanisme ini tidak berhubungan dengan induksi persalinan. Kemungkinan besar ini merupakan suatu proses yang dimediasi oleh prostaglandin. Telaah pustaka menunjukkan bahwa pernah dilakukan suatu studi yang lemah yang melibatkan 100 responden yang meneliti castor oil dibandingkan dengan tanpa terapi. Meskipun tidak tampak adanya perbedaan dalam luaran obstetri maupun neonatus, semua wanita yang mengkonsumsi castor oil dilaporkan merasa mual-mual. Banyak ahli obstetri dan bidan telah menggunakan minyak merica yang dikombinasikan dengan enema dan meyakini bahwa ia membantu inisiasi persalinan. Namun ini hanya diyakini sebagai mitos belaka dan sampai saat ini, tidak ada bukti yang mendukung penggunaan ketiga modalitas terapi ini sebagai metode yang sesuai untuk pematangan serviks dan induksi persalinan.9,10 C. Hubungan Seksual Hubungan seksual umumnya direkomendasikan untuk merangsang timbulnya awal persalinan. Hal ini antara lain disebabkan karena hubungan seksual biasanya melibatkan stimulasi puting dan payudara, yang dapat merangsang pelepasan oksitosin. Selain itu dengan penetrasi, segmen bawah rahim distimulasi. Stimulasi ini menyebabkan pelepasan prostaglandin lokal. Cairan semen pria mengandung prostaglandin, yang bertanggung jawab dalam proses pematangan serviks Toth dkk dalam penelitiannya menemukan bahwa hubungan seksual dengan ejakulasi menyebabkan peningkatan konsentrasi prostaglandin dalam mukus serviks sebanyak 10 sampai 50 kali lipat. Konsentrasi prostaglandin yang tinggi tercatat dalam 2 sampai 4 jam setelah ejakulasi dan tetap terdeteksi selama lebih dari 12 jam.9 Orgasme pada wanita juga menyebabkan kontraksi uterus. Dari telaah Cochrane, hanya ada satu studi pada 28 wanita yang menghasilkan sangat sedikit data yang bermanfaat, sehingga peranan hubungan seksual sebagai metode untuk merangsang timbulnya persalinan masih belum jelas.9,11 (Evidence level B, telaah sistematis dari uji klinis non acak terkontrol) Pada keadaan plasenta previa, pecah ketuban, atau infeksi genital yang aktif, hubungan seksual tidak dianjurkan baik pada kehamilan preterm maupun aterm. D. Stimulasi Payudara Stimulasi payudara ini telah direkomendasikan sejak zaman Hipocrates dan diyakini dapat merangsang timbulnya kontraksi uterus dan inisiasi persalinan.12 Pemijatan payudara dan stimulasi payudara tampaknya memfasilitasi pelepasan oksitosin dari kelenjar hipofisis posterior. Teknik yang paling sering dilakukan
yaitu pemijatan dengan lembut pada payudara atau kompres hangat pada payudara selama satu jam, tiga kali sehari. Oksitosin dilepaskan, dan banyak studi yang menunjukkan bahwa denyut jantung janin abnormal yang timbul serupa dengan yang terjadi pada uji oksitosin pada kehamilan risiko tinggi. Rasio yang abnormal ini mungkin disebabkan karena penurunan perfusi plasenta dan hipoksia janin. Dua studi yang cukup lemah dilakukan pada tahun 1970an dan 1980an menunjukkan perbedaan pada kedua kelompok intervensi, tetapi desain penelitian yang lemah menyebabkan buktinya kurang adekuat untuk mendukung suatu kesimpulan bahwa stimulasi payudara merupakan metode yang viabel dalam menginduksi persalinan. E. Akupungtur / Stimulasi Syaraf Transkutaneus Akupungtur merupakan teknik insersi jarum yang sangat halus ke dalam lokasi tujuan tertentu dengan harapan mencegah atau mengobati penyakit. Dalam sistem kedokteran Cina, diyakini bahwa akupungtur menstimulasi saluran chi atau energi. Energi ini mengalir melalui 12 meridian, dengan titik-titik tujuan di sepanjang meridian ini. Masing-masing titik diberi nama dan nomor dan dihubungkan dengan sistem organ atau fungsi spesifik.13 Dalam ilmu kedokteran Barat, diyakini bahwa akupungtur dan stimulasi syaraf transkutaneus (TENS) dapat menstimulasi pelepasan prostaglandin dan oksitosin. Sebagian besar studi yang melibatkan akupungtur desainnya lemah dan tidak memenuhi kriteria analisis berdasarkan Cochrane. Dibutuhkan suatu uji klinik terkontrol (RCT) yang desainnya baik diperlukan untuk mengevaluasi peranan akupungtur dan TENS dalam induksi persalinan.14(Evidence level B, telaah sistematis non-RCT) F. Modalitas Mekanis Semua modalitas mekanis bekerja dalam mekanisme aksi yang serupa – disebut juga sebagai bentuk penekanan lokal yang menstimulasi pelepasan prostaglandin.1 Risiko yang berhubungan dengan metode ini meliputi infeksi (endometritis dan sepsis neonatus dihubungkan dengan dilator osmotik alamiah), perdarahan, pecah ketuban, dan solusio plasenta. 1. Dilator higroskopis Dilator higroskopik menyerap endoserviks dan cairan pada jaringan lokal, menyebabkan alat tersebut membesar dalam endoserviks dan memberikan tekanan mekanis yang terkontrol. Produk yang tersedia meliputi dilator osmotik alamiah (misalnya Laminaria japonicum) dan dilator osmotik sintetis (misalnya Lamicel). Keuntungan utama dalam menggunakan dilator higroskopik ini meliputi penempatan pasien rawat jalan dan tidak dibutuhkan pengawasan denyut jantung janin. Laminaria umumnya digunakan sebagai metode standar pematangan serviks sebelum dilatasi dan kuretase. Teknik pemasangan dilator higroskopik dijelaskan sebagai berikut :9 a. Perineum dan vagina dibersihkan dengan antiseptik. b. Gunakan pemeriksaan spekulum yang steril untuk melihat serviks, dilator dimasukkan ke dalam endoservik, dengan ekornya diletakkan pada vagina c. Dilator secara progresif dimasukkan sampai endoservik ”penuh”
d. Jumlah dilator yang digunakan dicatat dalam rekam medis e. Kassa steril diletakkan dalam vagina untuk menjaga posisi dilator 2. Balon Alat balon memberikan tekanan mekanis secara langsung pada serviks saat balon diisi. Dapat digunakan suatu kateter Foley (26 Fr) atau alat balon yang didesain secara khusus. Teknik pemasangan dilator balon yaitu :9,15-8 a. Kateter dimasukkan ke dalam endoserviks melalui visualisasi langsung atau blind dengan memastikan lokasi serviks dengan pemeriksaan vaginal toucher dan mengarahkan kateter menelusuri tangan dan jari melalui endoserviks dan ke dalam rongga potensial antara selaput ketuban dan segmen bawah rahim. b. Balon diisi dengan 30 – 50 ml larutan fisiologis. c. Balon mengalami retraksi sehingga terletak dalam muara interna. d. Langkah-langkah tambahan : 1) Berikan tekanan dengan menambah berat pada ujung kateter. Tekanan yang konstan : gantungkan 1 L cairan intravena ke ujung kateter dan letakkan pada ujung tempat tidur. Tekanan intermiten : sentakkan ujung kateter dua atau empat kali per jam 2) Infus cairan salin Masukkan kateter dengan 40 ml air steril atau cairan salin. Infus cairan salin steril pada kecepatan 40 ml per jam dengan menggunakan pompa infus. Lepaskan 6 jam kemudian pada saat ekspulsi spontan atau pecah ketuban. 3) Infus prostaglandin E2 Saat ini, beberapa RCT membandingkan penggunaan balon dengan infus cairan salin ekstra amnion, laminaria, atau prostaglandin E2 (PGE2). Hasil uji klinik ini menunjukkan bahwa masing-masing metode ini efektif untuk pematangan serviks dan masing-masing memiliki rasio persalinan seksio sesaria yang dapat dibandingkan pada wanita dengan serviks yang tidak matang.15-6,19-21 (Evidence level A, RCT) G. Metode Bedah 1. Stripping of the membranes Stripping of the membranes dapat meningkatkan aktivitas fosfolipase A2 dan prostaglandin F2α (PGF2 α) dan menyebabkan dilatasi serviks secara mekanis yang melepaskan prostaglandin. Stripping pada selaput ketuban dilakukan dengan memasukkan jari melalui ostium uteri internum dan menggerakkannya pada arah sirkuler untuk melepaskan kutub inferior selaput ketuban dari segmen bawah rahim.9,22(Evidence level C). Risiko dari teknik ini meliputi infeksi, perdarahan, dan pecah ketuban spontan serta ketidaknyamanan pasien. Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa stripping of the membrane saja tidak menghasilkan manfaat klinis yang penting, tapi apabila digunakan sebagai pelengkap, tampaknya berhubungan dengan kebutuhan dosis oksitosin rata-
rata yang lebih rendah dan peningkatan rasio persalinan normal pervaginam.23 (Evidence level A, RCT). 2. Amniotomi Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan pelepasan prostaglandin secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan prosedur ini meliputi tali pusat menumbung atau kompresi tali pusat, infeksi maternal atau neonatus, deselerasi denyut jantung janin, perdarahan dari plasenta previa atau plasenta letak rendah dan kemungkinan luka pada janin. Teknik amniotomi adalah sebagai berikut :9,22 a. Dilakukan pemeriksaan pelvis untuk mengevaluasi serviks dan posisi bagian terbawah janin. b. Denyut jantung janin diperiksa (direkam) sebelum dan setelah prosedur tindakan dilakukan c. Bagian terbawah harus sudah masuk panggul d. Membran yang menutupi kepala janin dilepaskan dengan jari pemeriksa e. Alat setengah kocher (cervical hook) dimasukkan melalui muara serviks dengan cara meluncur melalui tangan dan jari (sisi pengait mengarah ke tangan pemeriksa f. Selaput ketuban digores atau dikait untuk memecahkan ketuban g. Keadaan cairan amnion diperiksa (jernih, berdarah, tebal atau tipis, mekonium) Menurut telaah Cochrane, hanya ada dua uji terkontrol yang baik yang mempelajari penggunaan amniotomi saja, dan buktinya tidak mendukung penggunaannya untuk induksi persalinan.23(Evidence level A, telaah sistematis RCT)
IV. PEMATANGAN SERVIKS ATAU INDUKSI PERSALINAN SECARA FARMAKOLOGIS A. Prostaglandin Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan serviks melalui sejumlah mekanisme yang berbeda. Ia menggantikan substansi ekstraseluler pada serviks, dan PGE2 meningkatkan aktivitas kolagenase pada serviks. Ia menyebabkan peningkatan kadar elastase, glikosaminoglikan, dermatan sulfat, dan asam hialuronat pada serviks. Relaksasi pada otot polos serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya, prostaglandin menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler, sehingga menyebabkan kontraksi otot miometrium.24-5 Risiko yang berhubungan dengan penggunaan prostaglandin meliputi hiperstimulasi uterus dan efek samping maternal seperti mual, muntah, diare, dan demam. Saat ini, kedua analog prostaglandin tersedia untuk tujuan pematangan serviks, yaitu gel dinoprostone (Prepidil) dan dinoprostone inserts (Cervidil). Prepidil mengandung 0,5 mg gel dinoproston, sementara Cervidil mengandung 10 mg dinoprostone dalam bentuk pessarium. Teknik untuk memasukkan gel dinoprostone (Prepidil)21 1. Seleksi pasien : Pasien tidak demam
Tidak ada perdarahan aktif pervaginam Penilaian denyut jantung janin teratur Pasien memberikan informed consent Skor Bishop <4 2. Letakkan gel pada suhu ruangan sebelum dipasang, sesuai dengan instruksi pabrik. 3. Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus 15 sampai 30 menit sebelum gel dimasukkan dan dilanjutkan selama 30 sampai 120 menit setelah gel dimasukkan 4. Masukkan gel ke dalam serviks sesuai dengan arahan berikut : Jika serviks belum mendatar, gunakan kateter endoserviks 20 mm untuk memasukkan gel ke dalam endoserviks tepat di bawah ostium uteri internum Jika pendataran serviks 50%, gunakan kateter endoserviks 10 mm 5. Setelah pemberian gel, pasien harus tetap berbaring selama 30 menit sebelum boleh bergerak 6. Dapat diulangi setiap 6 jam, sampai 3 dosis dalam 24 jam 7. Nilai akhir pematangan serviks meliputi kontraksi uterus yang kuat, skor Bishop > 8, atau perubahan status ibu atau janin. 8. Dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 1,5 mg dinoprostone (3 dosis) dalam 24 jam 9. Jangan mulai pemberian oksitosin selama 6 sampai 12 jam setelah pemberian dosis terakhir, untuk memperoleh onset persalinan spontan dan melindungi uterus dari stimulasi yang berlebihan. Teknik pemasangan dinoprostone pervaginam (Cervidil)21 1. Seleksi pasien 2. Penggunaan sejumlah kecil lubrikan yang mengandung air, letakkan di forniks posterior dari serviks. Sementara alat tersebut menyerap kelembaban dan cairan, ia melepaskan dinoprostone dalam kecepatan 0,3 mg per jam selama 12 jam 3. Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu mulai 15 sampai 30 menit sebelum pemberian. Karena hiperstimulasi dapat terjadi sampai sembilan setengah jam setelah pemberian, denyut jantung janin dan aktivitas uterus harus dimonitor sejak pemberian sampai 15 menit setelah dilepaskan. 4. Setelah insersi, pasien harus tetap berbaring selama 2 jam 5. Lepaskan insersi dengan mendorong talinya setelah 12 jam, saat fase aktif dimulai, atau jika terjadi hiperstimulasi uterus. Telaah Cochrane memeriksa 52 penelitian yang didesain dengan baik yang menggunakan prostaglandin untuk pematangan serviks atau induksi persalinan. Dibandingkan dengan plasebo (atau tanpa terapi), penggunaan prostaglandin vagina meningkatkan kecenderungan bahwa persalinan pervaginam dapat terjadi dalam waktu 24 jam. Sebagai tambahan, rasio seksio sesaria dapat dibandingkan pada semua penelitian. Satu-satunya kelemahannya adalah peningkatan rasio hiperstimulasi uterus dan perubahan denyut jantung janin yang menyertainya.19,21,26 B. Misoprostol
Misoprostol (Cytotec) merupakan PGE sintetis, analog yang ditemukan aman dan tidak mahal untuk pematangan serviks, meskipun tidak diberi label oleh Food and drug administration di Amerika Serikat untuk tujuan ini. Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada pematangan serviks atau induksi persalinan pada wanita yang pernah mengalami persalinan dengan seksio sesaria atau operasi uterus mayor karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Wanita yang diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan harus dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di rumah sakit sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan keamanan terapi pada pasien.27 Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval dosis 25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam.1,27 Dosis yang lebih tinggi atau interval dosis yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih tinggi, khususnya sindroma hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih dari 90 detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10 menit berurutan, dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit. Ruptur uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesaria sebelumnya juga mungkin merupakan komplikasi, yang membatasi penggunaannya pada wanita yang tidak memiliki skar uterus.27-30 (Evidence level B, studi kohort). Teknik penggunaan misoprostol vagina adalah sebagai berikut :31 1. Masukkan seperempat tablet misoprostol intravagina, tanpa menggunakan gel apapun (gel dapat mencegah tablet melarut) 2. Pasien harus tetap berbaring selama 30 menit 3. Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu selama minimal 3 jam setelah pemberian misoprostol sebelum pasien boleh bergerak 4. Apabila dibutuhkan tambahan oksitosin (pitosin), direkomendasikan interval minimal 3 jam setelah dosis misoprostol terakhir 5. Tidak direkomendasikan pematangan serviks pada pasien-pasien yang memiliki skar uterus (Evidence level A, RCT) Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa penggunaan misoprostol dapat menurunkan insidensi seksio sesaria. Insidensi persalinan pervaginam lebih tinggi dalam 24 jam pemberian misoprostol dan menurunkan kebutuhan oksitosin (pitosin) tambahan.31 (Evidence level A, tinjauan sistematis RCT). Tinjauan pustaka tambahan menunjukkan bahwa misoprostol merupakan agen yang efektif untuk pematangan serviks.27,33 (Evidence level A, telaah sistematis RCT) Telaah Cochrane menurut grup Pregnancy and Childbirth mengidentifikasikan 26 uji klinis tentang misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan atau keduanya. Studi-studi ini menunjukkan bahwa misoprostol lebih efektif daripada prostaglandin E2 agar terjadi persalinan pervaginam dalam 24 jam dan mengurangi kebutuhan dan jumlah total oksitosin tambahan. Meskipun dalam penelitian ini dinyatakan bahwa misoprostol dihubungkan dengan insidensi hiperstimulasi uterus yang lebih tinggi dan cairan amnion kehijauan (meconium staining), tetapi komplikasi ini biasanya dijumpai dengan dosis misoprostol yang lebih tinggi (>25µg). Tidak ada penelitian yang
menunjukkan bahwa paparan misoprostol intrapartum (atau agen pematangan serviks prostaglandin lain) menimbulkan efek samping jangka panjang terhadap janin yang lahir tanpa gawat janin. ACOG Committee on Obstetric Practice menyatakan bahwa tablet misoprostol intravaginal efektif dalam induksi persalinan pada wanita hamil dengan serviks yang belum matang. Komite ini menekankan bahwa hal-hal berikut ini sebaiknya dilakukan untuk meminimalkan risiko hiperstimulasi uterus dan ruptur uteri pada pasien-pasien yang menjalani pematangan serviks atau induksi persalinan pada trimester ketiga, yaitu : 1. Jika misoprostol digunakan untuk pematangan serviks atau induksi persalinan pada trimester ketiga, dipertimbangkan pemberian dosis awal seperempat tablet 100 µg (sekitar 25 µg). 2. Dosis sebaiknya tidak diberikan lebih sering daripada setiap 3-6 jam. 3. Oksitosin seharusnya tidak diberikan kurang dari 4 jam setelah dosis misoprostol terakhir. 4. Misoprostol sebaiknya tidak digunakan pada pasien bekas SC atau bekas operasi uterus mayor. Penggunaan dosis misoprostol yang lebih tinggi (misalnya 50 µg setiap 6 jam) untuk induksi persalinan mungkin dapat diberikan pada beberapa situasi, meskipun ada laporan bahwa dosis tersebut meningkatkan risiko komplikasi, termasuk hiperstimulasi uterus dan ruptur uteri. Grande multipara juga merupakan faktor risiko relatif untuk terjadinya ruptur uteri.3 C. Mifepristone Mifepristone (Mifeprex) adalah agen antiprogesteron. Progesteron menghambat kontraksi uterus, sementara mifepristone melawan aksi ini. Agen ini menyebabkan peningkatan asam hialuronat dan kadar dekorin pada serviks.4 Dilaporkan Cochrane, ada 7 percobaan yang melibatkan 594 wanita yang menggunakan mifepristone untuk pematangan serviks. Hasilnya menunjukkan bahwa wanita yang diterapi dengan mifepristone cenderung memiliki serviks yang matang dalam 48 sampai 96 jam jika dibandingkan dengan plasebo. Sebagai tambahan, para wanita ini cenderung melahirkan dalam waktu 48-96 jam dan tidak dilakukan seksio sesaria. Namun demikian, hanya sedikit informasi yang tersedia mengenai luaran janin dan efek samping pada ibu; sehingga tidak cukup mendukung bukti keamanan mifepristone dalam pematangan serviks.34 D. Relaksin Hormon relaksin diperkirakan dapat mendukung pematangan serviks. Berdasarkan evaluasi telaah Cochrane mengenai hasil dari 4 penelitian yang melibatkan 267 wanita disimpulkan bahwa kurangnya dukungan dalam penggunaan relaksin saat ini, sehingga masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai agen-agen induksi persalinan.35 E. Oksitosin Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi persalinan apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma serupa selama kehamilan dan selama fase laten dan fase aktif persalinan, namun terdapat peningkatan yang bermakna dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari kala II persalinan. Konsentrasi oksitosin tertinggi selama persalinan
ditemukan dalam darah tali pusat, yang menunjukkan bahwa adanya produksi oksitosin yang bermakna oleh janin selama persalinan. Oksitosin endogen diesekresikan dalam bentuk pulsasi selama persalinan spontan, hal ini tampak dalam pengukuran konsentrasi oksitosin plasma ibu menit per menit.6,36-7 Seiring dengan perkembangan kehamilan, jumlah reseptor oksitosin dalam uterus meningkat (100 kali lipat pada kehamilan 32 minggu dan 300 kali lipat pada saat persalinan). Oksitosin mengaktifkan jalur fosfolipase C-inositol dan meningkatkan kadar kalsium ekstraseluler, menstimulasi kontraksi otot polos miometrium. Banyak studi acak yang terkontrol dengan penggunaan plasebo memfokuskan penggunaan oksitosin dalam induksi persalinan. Ditemukan bahwa regimen oksitosin dosis rendah (fisiologis) dan dosis tinggi (farmakologis) samasama efektif dalam menegakkan pola persalinan yang adekuat.36-7 Oksitosin dapat diberikan melalui rute parenteral apa saja. Ia diabsorpsi oleh mukosa bukal dan nasal . Jika diberikan per oral, oksitosin dengan cepat diinaktifkan oleh tripsin. Rute intravena paling sering digunakan untuk menstimulasi uterus hamil karena pengukuran jumlah indikasi yang diberikan lebih tepat dan dapat dilakukan penghentian obat secara relatif cepat apabila terjadi efek samping. Saat diabsorpsi, oksitosin didistribusikan dalam cairan ekstraseluler dan tidak berikatan dengan protein. Dibutuhkan waktu 20-30 menit untuk mencapai kadar puncak plasma. Interval waktu yang lebih singkat dapat memperpendek induksi persalinan, tetapi lebih cenderung berhubungan dengan hiperstimulasi uterus dan gawat janin. Mekanisme oksitosin adalah dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler. Hal ini dicapai dengan pelepasan deposit kalsium pada retikulum endoplasma dan dengan meningkatkan asupan kalsium ekstraseluler. Aktivitas oksitosin diperantarai oleh reseptor membran spesifik yang berpasangan dengan protein transduser dan efektor yang membawa informasi dalam sel. Transduser oksitosin adalah guanosil trifosfat (GTP) binding protein atau protein G. Kompleks reseptor oksitosin – protein G menstimulasi fosfolipase C (PLC). Fosfolipase C secara selektif akan menghidrolisa fosfatidil inositol 4,5– bifosfat (PIP 2) untuk membentuk inositol 1,4,5-trifosfat (IP3) dan 1,2-diasil gliserol. IP3 menyebabkan keluarnya kalsium dari retikulum endoplasma yang meningkatkan konsentrasi kalsium sitoplasma. Peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler yang disebabkan karena lepasnya kalsium dan retikulum endoplasma tidak adekuat untuk mengaktivasi sepenuhnya mekanisme kontraktil miometrium dan kalsium ekstraseluler yang penting untuk aksi oksitosin yang adekuat. Apanila tidak ada kalsium ekstraseluler, respon sel-sel miometrium terhadap oksitosin menurun. Kompleks oksitosin – protein G membantu keluarnya kalsium dari retikulum endoplasma dengan melakukan perubahan pada kanal kalsium, baik secara langsung maupun melalui efek yang diperantarai IP3, menyebabkan influks kalsium ekstraseluler. Efek oksitosin terhadap masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel miometrium tidak sensitif terhadap nifedipin. Gambar 2. Mekanisme aksi oksitosin. Oksitosin dapat menstimulasi kontraksi uterus melalui mekanisme yang bebas dari konsentrasi kalsium intraseluler. Ditemukan bahw akonsentrasi Prostaglandin E (PGE) danProstaglandin F (PGF) meningkat selama pemberian
oksitosin. Oksitosin juga menstimulasi produksi PGE dan PGF dari desidua manusia. Penemuan ini menunjukkan adanya interaksi positif antara oksitosin dan prostaglandin sebagai tambahan terhadap aksi uterotonika dan mungkin pelepasan prostaglandin oleh oksitosin perlu untuk mengifisienkan kontraksi uterus selama persalinan.6, 36-7
V. KESIMPULAN Induksi persalinan umum dilakukan dalam praktek obstetri. Penilaian diperoleh dengan menghitung skor bishop. Jika skor bishopnya kurang dari 6, direkomendasikan penggunaan agen pematangan serviks sebelum induksi persalinan. Pendekatan non farmakologi dalam pematangan serviks dan induksi persalinan meliputi senyawa herbal, minyak merica, mandi air hangat, enema, hubungan seksual, stimulasi payudara, akupuntur, akupresur, stimulasi syaraf transkutaneus, serta modalitas mekanis dan bedah. Dari metode-metode non farmakologis ini, hanya metode-metode mekanis dan bedah yang telah membuktikan manfaat dalam pematangan serviks atau induksi persalinan. Agen-agen farmakologi yang tersedia untuk pematangan serviks dan induksi persalinan meliputi prostaglandin, misoprostol, mifepristone, dan relaxin. Apabila skor bishop cukup, agen farmakologi yang lebih disukai adalah oksitosin.
http://74.125.153.132/search?q=cache:FqepCK9k4dcJ:digilib.unsri.ac.id/download/ METODE%2520PEMATANGAN%2520SERVIKS.pdf+faktorfaktor+yang+mempengaruhi+pematangan+serviks&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id& client=opera
b. Faktor-faktor pengatur pada kontratraksi miometrium dan pematangan serviks Sebelum persalinan di mulai pada kehamilan aterm ukuran segmen bawah uterus akan melebar 4 cm . Pada fase laten persalinan kontraksi uterus hanya dapat menyebabkan dilatasi cerviks 3 cm.8 Glikosaminoglikan juga diyakini penting dalam proses-proses yang menghasilkan pematangan serviks. Jadi, pematangan serviks di yakini dalam hubungannya dengan dua peristiwa utama: (1) pemecahan kolagen atau penyusunan kembali serat-serat kolagen dan (2) perubahan jumlah relatif pada berbagai glikosaminoglikan. Asam hialuronat merupakan zat yang dihubungkan dengan kapasitas suatu jaringan untuk menahan air. Mendekati cukup bulan terdapat peningkatan mencolok jumlah relatif asam hialuronik di serviks, bersamaan dengan
menurunnya dermatan sulfat serviks.28,14 Adanya peranan hormon-hormon dan faktorfaktor lain dalam kemunculan gap junctions antara sel-sel miometrium.4,8,15 PGE2 dan PGF2α adalah stimuli yang poten untuk kontraksi miometrium dan diyakini bekerja meningkatkan konsentrasi Ca2+ bebas intaseluler, suatu proses yang menghasilkan aktivasi myosin light chain kinase, fosforilasi miosin, dan kemudian, interaksi miosin terfosforisasi dan aktin (carsten dan miller, 1983). Pada saat yang sama PGE2 dan PGF2α bekerja menyebabkan pemunculan cepat gap juntions miometrium, sementara prostasiklin 5 menghambat pembentukan gap juntion. PGE2 dan PGF2α bekerja menginduksi perubahanperubahan pada pematangan serviks, yaitu aktivasi kolagenase (kolagenase) dan suatu perubahan konsentrasi relatif glikosaminoglikan. Pada beberapa spesies, peristiwaperistiwa yang sama ini dapat diringkaskan sebagai respons terhadap suatu perubahan pada rasio efektif estrogen-progesteron endogen dengan manipulasi-manipulasi yang menguntungkan estrogen, seperti yang ditinjau oleh Huszar (1983). Tetapi senyawa-senyawa lain mungkin bekerja sebagai partisipan aktif dalam aktivasi atau penyelarasan peristiwa-peristiwa terkoordinasi ini.2,8,16 c. perubahan-perubahan yang ditimbulkan pada serviks Kekuatan efektif stadium pertama persalinan adalah kontraksi uterus, yang akan menimbulkan tekanan hidrostatik melalui selaput ketuban melawan serviks dan segmen bawah uterus. Kalau selaput ketuban sudah pecah, bagian presentasi dipaksa secara langsung melawan serviks dan segmen bawah uterus. Akibat kerja kekuatan-kekuatan ini, dua perubahan fundamental yaitu, pendataran dan dilatasi, terjadi pada serviks yang sebelumnya sudah matang.2,8,10,12,16 d. Mekanisme pendataran serviks Sifat karakteristik dari pematangan serviks adalah bila ada perubahan dalam konsistensi posisi (arah), pendataran dan dilatasi.17 Pendataran (“obliterasai” atau “penyerahan”) serviks adalah pemendekan kanalis servikalis dari struktur dengan panjang kira-kira 2 cm menjadi striktur yang salurannya diganti dengan lingkaran orifisium dengan tepi hampir setipis kertas. Proses ini terjadi dari atas ke bawah, ini terjadi ketika serat-serat otot di sekitar ostium interna di tarik ke atas, atau dipendekkan, ke segmen bawah, sementara keadaan ostium eksterna tetap tidak berubah. Pendataran dapat dibandingkan dengan proses pembentukan cerobong dimana panjang
keseluruhan silinder sempit diubah menjadi sebuah cerobong yang sangat tumpul dan mengembang dengan hanya sebuah orifisium kecil untuk jalan keluarnya. Akibat aktivitas miometrium yang semakin meningkat pada fase I persalinan, pendataran yang lumayan besar pada serviks matang kadang kala dicapai sebelum persalinan sebenarnya di mulai. Pendataran semacam itu biasanya mempermudah ekspulsi sumbat lendir dari kanalis servikalis saat saluran ini memendek.2,8 6 e. Mekanisme dilatasi serviks Agar kepala janin rata-rata pada cukup bulan dapat melewati serviks, saluran tersebut harus berdilatasi sampai mencapai diameter sekitar 10 cm.2,8,14 Ketika sudah dicapai dilatasi untuk melewatkan kepala, serviks dikatakan berdilatasi penuh atau dilatasi lengkap.2,4,8,11,13,16 Dibanding dengan korpus uteri, segmen bawah uteri dan serviks merupakan daerah yang kurang resisten. Karena itu, pada waktu terjadi kontraksi, struktur-struktur ini menjadi subyek peregangan, yang dalam perjalanannya serviks menerima daya tarik sentrifugal. Pada saat kontraksi uterus bekerja menyebabkan tekanan pada selaput ketuban, kerja hidrostatik kantong ini akan melebarkan kanalis servikalis dengan cara mendesak. Kalau selaput ketubannya sudah pecah, tekanan bagian presentasi ke serviks dan segmen bawah uterus sama efektifnya. Ketuban pecah dini (“persalinan kering”) tidak memperlambat dilatasi serviks sepanjang bagian presentasi janinnya pada posisi yang mendesak serviks dan segmen bawah uterus.2 Desidua bagian bawah uterus hanya tipis dan kurang berkembang. Karena itu pergerakan sedikit otot yang berada dibawahnya dapat membuat selaput janin ini ke maju mundur diatas desidua. Pengendoran selaput ketuban di sebelah bawah adalah gambaran normal persalinan dini dan merupakan prasyarat untuk berhasilnya dilatasi serviks.2 Selaput ketuban yang dengan mudah meluncur pada segmen bawah dan sebagian melewati serviks merupakan dilatator yang lebih baik dari pada yang lebih melekat erat.2,8 Mungkin tidak ada penurunan janin sewaktu pendataran serviks, tetapi biasanya, stasi bagian presentasi sedikit turun pada saat serviks mengalami dilatasi. Pada stadium kedua penurunan bagian presentasi janin berlangsung agak lambat tetapi terus berjalan pada nullipara. Pada multi para, khususnya yang paritasnya tinggi, penurunan berjalan sangat cepat.2,8,11 f. Pola dilatasi serviks
Friedman dalam risalahnya tentang persalinan, menyatakan dengan tepat : “gambarangambaran klinis kontraksi uterus, yaitu frekuensi, intensitas dan lamanya-tidak dapat diandalkan sebagai ukuran untuk kemajuan persalinan, juga bukan petunjuk tentang kenormalannya.kecuali dilatasi serviks dan turunnya janin, tidak ada gambaran klinis pada 7 pasien (wanita) yang sedang melahirkan yang bermanfaat untuk menilai kemajuan persalinan.”pola dilatasi serviks yang terjadi dalam perjalanan persalinan normal mengambil bentuk kurva sigmoid. Terdapat dua fase dilatasi serviks, fase laten dan fase aktif. Fase aktif dibagi lebih lanjut sebagai fase akselerasi, fase kelandaian maksimum, dan fase deselerasi (Friedman, 1978). Lamanya fase laten lebih variabel dan mudah mengalami perubahanperubahan yang sensitif akibat faktor-faktor luar dan sedasi (pemanjangan fase laten) dan perangsangan miometrium (pemendekan fase laten). Lamanya fase laten hanya mempunyai sedikit hubungan dengan perjalanan persalinan berikutnya, sedangkan ciri-ciri fase akselerasi biasanya dapat meramalkan hasil akhir suatu persalinan tertentu. Friedman (1978) menganggap kelandaian maksimum sebagai “ukuran yang baik untuk keseluruhan efisiensi mesin,” sedangkan sifat deselerasi lebih mencerminkan hubungan-hubungan fetipelvik. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase aktif persalinan diakhiri dengan retraksi serviks lengkap, stadium kedua persalinan dimulai, kemudian hanya kemajuan turunnya bagian presentasi janin yang tinggal untuk menilai kemajuan persalinan.2