Identifikasi Mutasi Heteroplasmi A3243G mtDNA dengan Metode PCR Allele’s Specific Amplification (PASA) pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Suku Bali
Oleh: dr. I Wayan Surudarma, M.Si. dr. Desak Made Wihandani, M.Kes. dr. I Made Pande Dwipayana, Sp.PD.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1
JUDUL :
Identifikasi Mutasi Heteroplasmi A3243G mtDNA dengan Metode PCR Allele’s Specific Amplification (PASA) pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Suku Bali RINGKASAN : Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan suatu penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu bentuk DM tipe 2 yang berhubungan dengan faktor genetik adalah DM yang disebabkan oleh disfungsi sekresi insulin, karena adanya penghambatan dalam produksi ATP yang diperlukan dalam proses sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Disfungsi tersebut berkaitan dengan adanya mutasi A menjadi G pada posisi nukleotida ke-3243 dari gen tRNALeu DNA mitokondria (mtDNA). Mutasi ini telah dinyatakan sebagai mutasi kausal pada diabetes turunan maternal yang disertai dengan ketulian, Maternally Inheridited Diabetes and Deafness (MIDD). Karakteristik mutasi A3243G mt DNA adalah mutasi heteroplasmi dengan jumlah DNA mutan yang jumlahnya relatif rendah. Beberapa penelitian yang telah dilakukan baik di Indonesia maupun di negara lain melaporkan adanya kesulitan mendeteksi mutasi heteroplasmi mtDNA frekuensi rendah tersebut, oleh karena itu diperlukan metode yang tepat, akurat dan relatif lebih murah. Metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah PCR Allele’s Specific Amplification (PASA) yang dilakukan pada dua tabung dengan menggunakan 3 jenis primer, yaitu: primer universal D1 5’-AAC GTT GGG GCC TTT GCG TA-3’ (nt 3423-3404), primer normal DN 5’-GGG TTT GTT AAG ATG GCA GA-3’ (nt 3224-3243), dan primer mutan DMt 5’- GGG TTT GTT AAG ATG GCA TG-3’ (nt 3224-3243). Karakterisasi hasil PASA pada suatu sampel yang mengandung mutasi heteroplasmi A3243G mtDNA akan menghasilkan produk PCR dengan pita berukuran 200 pb pada kedua tabung. Hal ini terjadi karena mutasi yang bersifat heteroplasmi mengandung campuran mtDNA mutan dan mtDNA normal.
2
DAFTAR ISI RINGKASAN LEMBARAN IDENTITAS DAN PENGESAHAN DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................
1 1 2 2 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3 2.1. Mitokondria .......................................................................................... 3 2.2. Genetika Mitokondria ........................................................................... 6 2.3. Patofisiologi Penyakit Mitokondria ..................................................... 8 2.4. Mutasi DNA Mitokondria Penyebab Diabetes Melitus ...................... 9 BAB III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN ………………………………... 11 BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian ............................................................................ 4.2. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 4.3. Populasi Penelitian………………………………………………….. 4.4. Sampel dan Besar Sampel ………........................................................ 4.5. Definisi Operasional ………………………………………………… 4.6. Kriteria Inklusi dan Ekslusi .................................................................. 4.7. Bahan dan penyiapan mtDNA templat .................................................. 4.8. PCR Alele’s Specific Amplification (PASA) ……................................
12 12 12 12 12 13 13 14
4.9. Analisis hasil PASA ……………………………….............................. 15 4.10. Alur Penelitian ....................................................................................... 16 4.11. Analisis Data ......................................................................................... 16 BAB V. PEMBIAYAAN DAN JADWAL PENELITIAN ..................................... 17 5.1. Pembiayaan ............................................................................................ 17 5.2. Jadwal Penelitian .................................................................................... 17 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18 LAMPIRAN .............................................................................................................. 20
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan suatu penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu bentuk DM tipe 2 yang berhubungan dengan faktor genetik adalah DM yang disebabkan oleh disfungsi sekresi insulin, karena adanya penghambatan dalam produksi ATP yang diperlukan dalam proses sekresinya oleh sel beta kelenjar pankreas. Disfungsi tersebut berkaitan dengan adanya mutasi A menjadi G pada posisi nukleotida ke-3243 dari gen tRNALeu DNA mitokondria (mtDNA) (So et al., 2000; Maassen et al., 2004). Mutasi tersebut telah dinyatakan sebagai mutasi kausal pada diabetes turunan maternal yang disertai dengan ketulian, Maternally Inheridited Diabetes and Deafness (MIDD), (Kirino et al., 2004). Penelitian terhadap sejumlah besar pasien MIDD di Perancis menyebutkan bahwa fenotipe diabetes ini agak berbeda dari fenotipe-fenotipe lainnya. Terapi obat metformin untuk pasien DM tipe 2 fenotipe MIDD dapat penyebabkan lactate acidosis dengan gejala sakit otot dan lemas serta berkurangnya berat badan. Terapi insulin lebih tepat untuk fenotipe ini (Guillausseau et al., 2001). Dokter harus waspada terhadap MIDD terutama jika pada rekaman medis terdapat pasien DM yang disertai cirri-ciri seperti non obesitas, non ketoasidosis, usia dewasa, sering muncul gangguan pendengaran, atau memiliki riwayat turunan diabetes secara maternal (Fischel, 2001). Penelitian mutasi A3243G telah dilakukan di beberapa negara. Di antaranya, di Taiwan telah ditemukan mutasi A3243G pada 0,15% populasi pasien DM (Liou, 2001). Di Polandia telah ditemukan mutasi A3243G pada pasien DM (Malecki et al., 2001). Di Jepang mutasi ini ditemukan pada 2,9% pasien DM (Ohkubo et al., 2001). Peneliti Cina yang telah meneliti 10 pasien MELAS menemukan seluruhnya teridentifikasi memiliki mutasi A3243G (Zhaoxia et al., 2002). Di Inggris telah diteliti 2 dari 268 pasien DM usia muda memiliki mutasi A3243G (Owen et al., 2003). Di Korea sebanyak 22,3% pasien yang memiliki penyakit pada mitokondria ditemukan mutasi A3243G ini (Chae et al., 2004). Di Kroasia telah ditemukan 10% pasien yang didiagnosis secara klinis mengidap DM tipe 2 memiliki mutasi A3243G 4
(Kleiner et al., 2004). Di Spanyol telah ditemukan 18% penderita pada anak-anak memiliki tiga mutasi heteroplasmi termasuk A3243G (Uusima et al., 2004). Di Indonesia, penelitian tentang mutasi ini telah mencapai jumlah sampel 1.500 penderita DM yang berasal dari Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya namun belum ada yang dapat diidentifikasi. Penelitian yang dilakukan institute Eijkman menemukan penderita DM memiliki varian mutasi di mtDNA (Marzuki, 2000). Untuk di Bali penelitian tentang mutasi A3243G pada gen tRNALeu ini sama sekali belum pernah dilakukan. Karakteristik mutasi A3243G mt DNA adalah mutasi heteroplasmi dengan jumlah DNA mutan yang jumlahnya relatif rendah. Beberapa penelitian yang dilakukan baik di Indonesia maupun di negara lain telah melaporkan kesulitan mendeteksi mutasi heteroplasmi mtDNA frekuensi rendah (5-10%), oleh karena itu diperlukan metode yang tepat, akurat dan relatif lebih murah (Shanske et al, 2004; Zhaoxia et al., 2002; Narbonne et al., 2001).
1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas dirumuskan masalah sebagai berikut: -
Berapakah prevalensi mutasi heteroplasmi A3243G mtDNA pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 suku Bali?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah: -
Untuk mengetahui prevalensi mutasi heteroplasmi A3243G mtDNA pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 suku Bali.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bermanfaat, yaitu: 1. Memberikan informasi berupa data dasar kejadian mutasi heteroplasmi A3243G mtDNA pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 suku Bali. 2. Mengetahui pola pewarisan penyakit diabetes melitus tipe 2 pada suku Bali, sehingga faktor-faktor yang memicu penyakit dapat dihidari sejak dini.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MITOKONDRIA Mitokondria berasal dari kata Yunani mito yang berarti benang, dan chondrion yang berarti seperti granul (butiran-butiran), sehingga dapat diartikan sebagai organela dengan rangkaian butir-butir yang tersusun seperti benang. Mitokondria merupakan organela yang unik karena memiliki DNA tersendiri dengan sifat-sifat yang spesifik pula (Wortmann, 2004).
A. Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel berupa kantung yang diselaputi oleh dua membran, yaitu membran luar dan membran dalam; sehingga mitokondria memiliki dua kompartemen, yaitu ruang antar membran (intermembrane space) dan matriks (matrix) mitokondria yang diselimuti langsung oleh membran dalam (Beal MF, 1998). Lihat gambar 1.
Gambar 1. Struktur mitokondria Keterangan: diagram struktur tiga dimensi mitokondria 6
Membran luar Membran luar mengandung protein transport yang disebut porin. Porin membentuk saluran yang berukuran relatif lebih besar di lapisan ganda lipid membran luar; sehingga membran luar dapat dianggap sebagai saringan yang memungkinkan lolosnya ion maupun molekul kecil berukuran 5 kDa atau kurang, termasuk protein berukuran kecil.Molekulmolekul tersebut bebas memasuki ruang antar membran, namun sebagian besar tidak melewati membran dalam yang bersifat imper-meabel. Ini berarti bahwa dalam hal kandungan molekul kecil, di ruang antar membran bersifat ekuivalen dengan sitosol sedangkan di ruang matriks berbeda.8 Protein yang terletak pada membran luar meliputi berbagai enzim yang terlibat dalam biosintesis lipid mitokondria dan enzim-enzim yang mengubah substrat lipid menjadi bentuk lain untuk selanjutnya dimetabolisme di matriks mitokondria (Artika, 2003).
Membran dalam dan krista Membran dalam dan matriks mitokondria terkait erat dengan aktivitas utama mitokondria yaitu terlibat dalam siklus asam trikarboksilat, oksidasi asam lemak dan pembentukan energi.Rantai respirasi terdapat dalam membran dalam ini (DiMauro, 2003).
Ruang antar membran Ruang antar membran adalah ruang yang berada di antara membran luar dan membran dalam mitokondria. Ruang ini mengandung sekitar 6% dari total protein mitokondria dan beberapa enzim yang bekerja menggunakan ATP (adenosine triphosphate) yang tengah melewati ruang tersebut untuk memfosforilasi nukleotida lain (Sangkot M.,2003).
Matriks Sebagian besar (sekitar 67%) protein mitokondria dijumpai pada bagian matriks. Enzim-enzim yang dibutuhkan untuk proses oksidasi piruvat, asam lemak dan untuk menjalankan siklus asam trikarboksilat terdapat pada matriks ini (Artika, 2003).
B. Rantai respirasi Rantai respirasi dan ringkasan jalur metabolik mitokondria digambarkan pada gambar Semua kompleks ini berada di membran dalam dan mereka dapat dicapai oleh substrat baik 7
yang berada pada membran maupun pada matriks.Telah diketahui pula berbagai inhibitor rantai respirasi dan efek kliniknya yang dapat dianggap sebagai pengetahuan awal dari mitochondrial medicine(Sangkot M., 2003).
Gambar 2.Jalur metabolik dalam mitokondria. C. Metabolisme mitokondria Fungsi utama mitokondria adalah memproduksi energi kimia dalam bentuk ATP yang akan dipergunakan untuk aktivitas seluruh sel-sel tubuh manusia. Secara garis besar, reaksi pembentukan ATP yang berlangsung di mitokondria dapat dibagi menjadi 3 tahap (Sangkot M., 2003): a. Reaksi oksidasi piruvat (atau asam lemak) menjadi CO2. Reaksi ini terkait dengan reduksi NAD+ dan FAD menjadi NADH dan FADH2. Reaksi-reaksi ini berlangsung dalam ruang matriks mitokondria (lihat gambar 2). b. Transfer elektron dari NADH dan FADH2 ke O2. Rentetan reaksi ini berlangsung pada membran dalam dan terkait dengan pembentukanproton motive force atau gradien elektrokimia lintas membran dalam mitokondria.
8
c. Pemanfaatan energi yang tersimpan dalam bentuk gradien elektrokimia untuk memproduksi ATP. Reaksi ini dikatalisis oleh kompleks enzim F0-F1 ATP sintetase yang berlokasi pada membran dalam.
2.2. GENETIKA MITOKONDRIA DNA mitokondria manusia merupakan DNA sirkuler tertutup yang berada pada matriks mitokondria yang mengandung 37 gen, dan berukuran 16569 pasang basa. Dua puluh empat gen (24) diperlukan untuk translasi mtDNA [2 RNA ribosom (rRNAs) dan 22 RNA transfer (tRNA)] dan 13 mengkode subunit rantai respirasi, dengan perincian sebagai berikut: 7 subunit untuk kompleks I [ND1, ND2, ND3, ND4, ND4L, ND5 DAN ND6 (ND singkatan dari NADH dehydrogenase)], 1 subunit untuk kompleks III (sitokrom b), 3 subunit untuk sitokrom oksidasi (COX1,II,III) serta 2 subunit untuk ATP sintetase. Sebagian rantai respirasi dikode oleh DNA nukleus.Genom DNA mitokondria manusia dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3.Menunjukkan genom mitokondria manusia.Dikutip dariDiMauro S, Schon E.A. Mitochondrial Respiratory-Chain Diseases. N Eng J Med. 2003;348:2658-68. http://www.nejm.org
9
Genetika mitokondria berbeda dengan hukum Mendel dalam 3 aspek utama: diturunkan dari ibu, heteroplasmi dan segregasi mitotic (Di Mauro, 2003).
A. Diturunkan dari ibu Secara hukum umum, semua DNA mitokondria dalam
zigot berasal dari ovum.
Sehingga seorang ibu membawa mutasi mtDNA pada semua anak-anaknya, tetapi hanya anak perempuannya yang akan memindahkan mutasi tersebut pada keturunannya. Bukti baru transmisi paternal mtDNA pada otot rangka (tetapi tidak pada jaringan lain) pada pasien dengan miopati mitokondria memberikan peringatan penting bahwa sifat mtDNA yang diturunkan dari ibu bukan merupakan hukum yang mutlak, tetapi tidak disangkal bahwa penyakit-penyakit yang berhubungan dengan mtDNA terutama diturunkan dari pihak ibu (Artika, 2003).
B. Heteroplasmi dan efek ambang batas (threshold effect) Terdapat ribuan molekul mtDNA dalam tiap sel, dan secara umum terdapat beberapa mutasi patogenik mtDNA, tetapi bukan semuanya.Sehingga sel dan jaringan tercampur mtDNA normal dan mutan, keadaan ini disebut heteroplasmi.Heteroplasmi juga terdapat pada tingkat organel yaitu mitokondrion dengan mtDNA normal dan mutan yang bercampur.Pada orang normal semua mtDNA adalah identik (homoplasmi).Tidaklah mengherankan bila dengan jumlah mtDNA minimal belum terjadi disfungsi oksidatif dan belum tampak tanda klinis, ini yang disebut efek ambang batas.Tiap-tiap sel organ memiliki ambang batas tersendiri, tergantung metabolisme jaringan tersebut. Efek tersebut lebih rendah pada jaringan yang tergantung pada metabolisme oksidatif, seperti: otak, jantung, otot rangka, retina, tubulus ginjal, dan kelenjar endokrin (Sangkot M.,2003).
C. Segregasi mitotik Redistribusi acak organela saat pembelahan sel dapat mengubah proporsi mtDNA mutan yang diterima oleh sel anak perumpuan, jika efek ambang patogenik dalam jaringan yang tidak terkena terlampaui, maka fenotip dapat juga berubah. Pada gangguan mtDNA sering berhubungannya dengan umur, jaringan yang terkena, dan variabilitas gambaran klinik (John DR, 2001) 10
Mutasi DNA mitokondria ternyata relatif tinggi.mtDNA secara alami dihadapkan pada faktor-faktor yang tidak menguntungkan seperti: (a) tingginya kadar spesies oksigen reaktif sebagai produk samping metabolisme oksidatif mitokondria, (b) terpaparnya mtDNA terhadap oksigen reaktif tersebut karena tidak adanya proteksi oleh nukleoprotein, yang berlainan dengan DNA inti sel dan (c) tidak adanya sistem repair DNA yang efektif di dalam organela ini.
Karakteristik mutasi pada DNA mitokondria a. Terjadi dengan laju tinggi -
Tidak ada mekanisme repair DNA yang efektif pada mitokondria
-
DNA mitokondria tidak memiliki proteksi nukleoprotein
-
Produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang tinggi di mitokondria
b. Faktor-faktor mitokondria adanya hot spot untuk mutasi mutasi yang sama terjadi berkali-kali secara independen (seperti mutasi DM/ketulian/MELAS A3243G dan LHON G11778A). c. Faktor di inti sel menentukan fidelitas replikasi mtDNA. d. Ekspresi mutasi mtDNA poligenik dipengaruhi oleh faktor pemodifikasi di inti sel, lingkungan sekuens mtDNA dan faktor lingkungan. Dikutip dariSangkot M. Mitochondrial Medicine: Perspektif ke Depan. Dalam: Suryadi H, dkk. Ed. Mitochondrial Medicine. Lembaga Eijman. Jakarta. 2003. 1-17.
3.3.PATOFISIOLOGI PENYAKIT MITOKONDRIA Dalam tiap-tiap sel, mitokondria dapat disamakan dengan mesin mobil. Mesin biologi yang kecil ini mengkombinasikan makanan yang kita makan dengan oksigen untuk memproduksi energi bagi kelangsungan hidup. Energi yang dibentuk oleh mitokondria disimpan dalam bentuk zat kimia yang disebut adenosine triphosphate (ATP).12,14 Selain memproduksi energi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mitokondria juga terlibat dalam berbagai aktivitas yang penting seperti memproduksi hormon steroid dan membangun blok DNA. Adanya defek pada bagian mitokondrion yang disebut rantai respirasi atau rantai 11
transport elektron akan menyebabkan miopati mitokondria yang melibatkan otot, dan bila melibatkan otak disebut ensefalomiopati mitokondria. Proses yang terjadi tersebut menimbulkan gangguan suplai energi, timbunan sekunder produk toksik seperti radikal bebas dan asidosis laktat, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut (Hesterlee, 2004). Bila komponen kunci rantai respirasi dalam mitokondria hilang atau terjadi kerusakan maka akan terjadi proses yang saling berkelanjutan. Peristiwa tersebut dapat terjadi dalam dua tahap yaitu; a. Yang pertama terjadi adalah tidak terbentuk elektron. ATP tidak terbentuk secara efisien dan sel kehilangan energi untuk melakukan fungsi normal. b. Kedua, semua dari tahap-tahap sesudahnya menjadi terhenti, selanjutnya sering menimbulkan bahan kimia abnormal yang akan memproduksi bahan toksik. Produk tersebut adalah radikal bebas dan metabolik yang berlebihan seperti asam laktat yang dalam jumlah besar akan membahayakan.Radikal bebas adalah molekul reaktif yang dapat merusak DNA dan membran sel melalui jalur oksidasi. Normalnya, rantai respirasi mitokondria membuat radikal bebas dalam jumlah yang rendah selama proses pembuatan ATP. Bila terdapat malfungsi pada rantai respirasi, maka produksi radikal bebas meningkat. Radikal bebas ini kemudian menyebkan kerusakan lebih lanjut mtDNA, yang akan mengakibatkan "vicious cycle" timbulnyakerusakan dan produksi radikal bebas. Tidak jelas berapa besar peranan pembentukan radikal bebas ini dapat menyebabkan atau memperburuk keadaan sehingga terjadi gejala-gejala penyakit mitokondria. 3.4. MUTASI DNA MITOKONDRIA PENYEBAB DIABETES MELITUS Secara klinis, penyakit DM awalnya didominasi oleh resistensi insulin yang disertai defect fungsi sekresi. Tetapi, pada tahap yang lebih lanjut, hal itu didominasi defect fungsi sekresi yang disertai dengan resistensi insulin. Kaitannya dengan mutasi DNA mitokondria yakni karena proses produksi hormon insulin sangat erat kaitannya dengan mekanisme proses oxidative phosphorylation (OXPHOS) di dalam sel beta pankreas. Proses pengeluaran insulin dalam tubuhnya mengalami gangguan sebagai akibat dari peningkatan kadar glukosa darah. Mitokondria menghasilkan adenosin trifosfat (ATP). ATP yang dihasilkan dari proses OXPHOS ini mengalami peningkatan. Peningkatan kadar ATP tersebut otomatis menyebabkan peningkatan beberapa senyawa kimia 12
yang terkandung dalam ATP P. Peningkaatan tersebutt antara lainn yang mem micu tercetuusnya prosess pengeluaran hormon innsulin. m yangg menyebabkkan DM tellah dapat diiidentifikasi. Kalangan klinis Berbagai mutasi menyeebutnya sebaagai mutasi A3243G yaang merupakkan mutasi kausal padaa DM. Mutaasi ini terletaak pada gen penyandi riibo nucleid acid a (RNA).Pada perkembangannyaa, terkadangg para penderrita DM menderita m pennyakit lainnnya sebagai akibat mennderita DM M. Penyakit yang menyeertai itu an ntara lain tuuli sensoris, epilepsi, dan stroke like episoode.Hal itu telah diidenntifikasi sebaagai akibat dari d mutasi DNA D pada mitokondria. m Hal ini terjadi karena makin m tinggi proporsi sel mutan padda sel beta pankreas p maaka fungsi OXPHOS O akkan makin reendah P m mutasi tersebbut biasanyaa akan meninngkat dan deefek fungsi sekresi makkin berat. Prevalensi jumlahhnya bila pen nderita DM itu menderitta penyakit penyerta p tadii.
m Mitokonddria Manusiaa yang diketaahui menyebbabkan penyyakit. Gambar 4. Mutasii pada Genom
13
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN
DM Tipe 2
Normal mt DNA
Mutasi A3243G
mtDNA
Mutasi homoplasmi
Mutasi heteroplasmi
Gambar 5. Skema Kerangka Konsep Penelitian
14
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1.Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik kualitatif dengan metode cross sectional. 4.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Biokimia FK UNUD selama 10 bulan sejak penelitian ini dinyatakan diterima. Pengambilan sampel dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah. 4.3. Populasi Penelitian Populasi penelitian Populasi penelitian adalah seluruh penderita Diabetes Melitus tipe 2 suku Bali. Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah penderita Diabetes Melitus tipe 2 suku Bali yang datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah.
4.4. Metode Pengambilan Sampel dan Besar Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Besar Sampel dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian Cross Sectional sebagai berikut:
Keterangan: n
:
jumlah sampel minimal
α :
derajat kepercayaan
p
:
proporsi sampel dengan mutasi
q
:
p-1
d
:
limit dari error atau presisi absolut 15
Jika digunakan nilai α = 0,05, maka Z α adalah 1,96. Nilai p adalah sebesar 5% (0,05) berdasarkan data Shanske dkk, 2002. Nilai d ditentukan 5% (0,05). Dengan rumus diatas maka jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 76 orang.
4.5. Definisi Operasional Diagnosis diabetes Melitus tipe 2 pada penelitian ini ditentukan dengan kriteria sebagai berikut: -
Kadar Gula darah puasa >= 126 mg%
-
Kadar Gula darah 2 jam PP >= 200 mg%
-
Kadar HB A1C > 6,5 %
4.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi -
Subyek penderita diabetes melitus yang terdiagnosis di RSUP Sanglah
-
Subyek sampel bersedia terlibat dalam penelitian dengan menandatangani persetujuan atau inform consent tertulis.
Kriteria Ekskulusi -
Subyek sampel menolak terlibat dalam penelitian.
4.7.Bahan dan penyiapan DNA templat DNA templat disiapkan menggunakan metode ekstraksi DNA dengan Purelink Genomic DNA Mini Kit (Invitrogen). Pemilihan sel darah sebagai sampel dikarenakan sel ini mempunyai jumlah organel mitokondria yang cukup banyak [Thorpe, 1984]. Alasan lainnya adalah karena sampel darah relatif mudah untuk diambil dan telah digunakan sebagai sampel pada penelitian yang dilakukan oleh Ohkubo et al. [2001], Lee et al. [1997], dan Malecki et al. [2001] untuk menganalisis mutasi A3243G mtDNA yang berhubungan dengan diabetes mellitus di Jepang, Korea, dan Polandia.
16
4.8. PCR Alele’s Specific Amplification (PASA) Metode PASA pada penelitian ini menggunakan tiga primer, yaitu; primer universal D1 5’-AAC GTT GGG GCC TTT GCG TA-3’ (nt 3423-3404), primer normal DN 5’-GGG TTT GTT AAG ATG GCA GA-3’ (nt 3224-3243), dan primer mutan DM 5’- GGG TTT GTT AAG ATG GCA TG-3’ (nt 3224-3243). PASA dilakukan dengan teknik PCR pada dua tabung. Tabung pertama menggunakan primer universal D1 dan primer normal DN sedangkan tabung kedua menggunakan primer universal D1 1 μL dan primer mutan DMt (masing-masing 1 μL, 20 pmol/μL). Campuran reaksi mengandung enzim Taq DNA polimerase 0,5 μL, buffer taq 5 μL, dNTP (dATP, dCTP, dTTP, dGTP) 1 μL, MgCl2 7,5 μL, ddH2O steril 24 μL, dan templat mtDNA. Proses PCR dilakukan dalam mesin PCR Automatic Thermal Cycler EppendorfTM sebanyak 30 siklus. Tahap awal proses PCR adalah tahap denaturasi awal yang akan dilakukan pada suhu 94°C selama 5 menit, kemudian masuk ke program siklus PCR dengan masing-masing siklus terdiri tiga tahap yaitu tahap denaturasi pada suhu 94°C selama 30 detik, tahap penempelan primer (annealing) pada suhu 57°C selama 30 detik, dan tahap perpanjangan primer (extension) pada suhu 72°C selama 50 detik. Akhir dari semua siklus dilakukan tambahan proses extension pada suhu 72°C selama 10 menit. nt3224 nt3243
mtDNA
nt3423
DN D1
DM 200 bp
Gambar 5. Primer yang digunakan pada PASA. D1, primer reverse universal; DN, primer forward alela normal; DM, primer forward mismatch DNA mutan.
17
4.9. Analisis hasil PASA
Tabung 1 • Template DNA • Reagen PCR • Primer D1 • Primer DN
Tabung 2 • Template DNA • Reagen PCR • Primer D1 • Primer DMt
Tabung
Tabung
Tabung
1
2
1
2
1
2
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
Normal
Homoplasmi
Heteroplasmi
Gambar 6. Analisis Hasil PASA Metode PASA dianggap sebagai salah satu metode yang sangat sederhana yang bekerja berdasarkan prinsip mismatch basa ujung 3’ primer yang menempel pada posisi mutasi yaitu A3243G. Secara teoretis, apabila ujung 3’ primer tidak komplementer dengan basa G di posisi 3243, maka tidak akan terjadi perpanjangan, begitu pula sebaliknya. Karakterisasi fragmen yang terbentuk pada PASA dengan menggunakan 2 tabung ini, akan menghasilkan perbedaan antara alel normal, mutasi homoplasmi, dan mutasi heteroplasmi seperti digambarkan pada Gambar 6. Apabila sampel mengandung mutasi heteroplasmi A Æ G pada titik 3243, maka baik tabung 1 yang mengandung primer D1/Dn maupun tabung 2 yang mengandung primer D1/Dmt akan menghasilkan produk PCR dengan pita berukuran 200 pb, ini dikarenakan mutasi yang bersifat heteroplasmi memiliki campuran templat mtDNA mutan dan templat normal. Sampel yang mengandung Alel normal hanya menghasilkan produk PCR pada tabung 1, sedangkan pada mutasi homoplasmi hanya positif pada tabung 2. 18
4.10. Alur Penelitian
Pengambilan Sampel
Isolasi DNA
PASA
Elektroforesis hasil PASA
Visualisasi dan Dokumentasi hasil Elektroforesis
ANALISIS
4.11. Analisis Data Prevalensi kejadian mutasi A3243G mtDNA dihitung dengan rumus sebagai berikut: Jumlah Mutasi Prevalensi = ______________ x 100% Jumlah Sampel
19
BAB V PEMBIAYAAN DAN JADWAL PENELITIAN 5.1. PEMBIAYAAN
Honorarium
30%
RINCIAN YANG DI USULKAN (Rp.) 12.000.000
Peralatan dan Bahan
40%
16.000.000
Perjalanan
15%
6.000.000
Laporan
5%
2.000.000
Seminar
10%
4.000.000
JENIS KEPERLUAN
Prosentase
40.000.000
Total anggaran
5.2. JADWAL PENELITIAN
No.
Kegiatan
1
Proposal
2
Persiapan
3
Pengumpulan Sampel
4
Pengerjaan Sampel
5
Analisis Data Penyusunan Laporan Penelitian Seminar Perbaikan, penyerahan laporan Pembuatan Naskah Publikasi
6 7 8 9
1
2
3
4
5
Bulan 6 7 8
9
10 11 12
20
DAFTAR PUSTAKA 1. Artika I.M, Struktur, Fungsi, dan Biogenesis. Mitokondri. Dalam: Suryadi H, dkk. Ed. Mitochondrial Medicine. Lembaga Eijkman. Jakarta. 2003. 19-51. 2. DiMauro S, Schon E.A. Mitochondrial Respiratory-Chain Diseases. N Eng J Med. 2003 ; 348 : 2658-68. http://www.nejm.org . 3. Dorland W.A.N. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. EGC. Jakarta; 2002 : 442,1363. 4. Froguel, P., Hager, J. 1995. Human diabetes and obesity: tracking down the genes. Tibtech. 13: 52-55. 5. Hart, L.M., Lemkes, H.H., Heine, R.J., et al. 1994. Prevalence of maternally inherited diabetes and deafness in diabetic population in the Netherlands. Diabetologia. 37: 116970. 6. Hesterlee S. Mitochondrial Disease in Perspective Symptoms, Diagnosis and Hope for The Future. http://www.mitoresearch.org/Quest_6_5.htm 7. Hesterlee S. Mitochondrial Myopathy: An Energy Crisis in The Cells. http://www.mitoresearch.org/Quest_6_4a.htm 8. John DR, Disease Caused by Genetic Defect of Mitochondria, in : Fauci A.S, Brunwald E, Isselbacher K.J. et all, ed. Harrison's Principle of Internal Medicine 15th. McGraw-Hill. New York. 2001; 1: 2451-2457. 9. Kadowaki, T., Kadowaki, H., Mori, Y., Tobe, K., Sakuta, R., Suzuki, Y., Tanabe, Y., Sakura, H., Awata, T., Goto, Y., Hayakawa, T., Matsuoka, K., Kawamori, R., Kamada, T., Horai, S., Nonaka, I., Hagura, R., Akanuma, Y., Yazaki, Y. 1994. A subtype of diabetes mellitus associated with a mutation of mitochondrial DNA. NEJM. 330: 962-968. 10. Lee, H.C., Song, Y.D., Li, H., Park, J.O., Suh, H.C., Lee, E., Lim, S., Kim, K., Huh, K. 1997. Mitochondrial gene transfer ribonuclaic acid (tRNA)Leu(UUR) 3243 and tRNALys 8344 mutations and diabetes mellitus in Korea. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 82 (2): 372-374. 11. M. Sangkot. Kelaian Mitokondria, Diagnosis dan Pengobatan. Dalam: Suryadi H, dkk. Ed. Mitochondrial Medicine. Lembaga Eijman. Jakarta. 2003. 71-89.
21
12. Maksum, I.P. 2002. Tiga mutasi spesifik yang lestari daerah D-loop DNA mitokondria manusia indonesia pada tujuh generasi segaris keturunan ibu. Tesis. Bidang Studi Magister Kimia Program Pascasarjana ITB. 13. Malecki, M., Klupa, T., Wanic, K., Frey, J., Cyganek, K., Sieradzki, J. 2001. Search for mitochondrial A3243G tRNALeu mutation in Polish patients with type 2 diabetes mellitus. Med Sci Monit. 7(2): 246-250. 14. Ng, M.C., Lee, S.C., Ko, G.T.C., Li, J.K.Y., So, W.Y., Hashim, Y., Barnett, A.H., Mackay, I.R., Critchley, J.A.J.H., Cockram, C.S., Chan, J.C.N. 2001. Familial early-onset type 2 diabetes in China patients. Diabetes Care. 24: 663-671. 15. Noer, A.S., Martasih, F., Mulyani, S., Muktiningsih, dan Wirahadikusumah, M.1994. Analisis variasi urutan nukleotida D-loop mtDNA manusia dari beberapa daerah di Indonesia, Proc. 1st joint seminar on chemistry UKM-ITB, Malaysia. 16. Ohkubo, K., Yamano, A., Nagashima, M., Mori, Y., Anzai, K., Akehi, Y., Nomiyama, R., Asano, T., Urae, A., Ono, J. 2001. Mitochondrial gene mutations in the tRNALeu(UUR) region and diabetes: prevalence and clinical phenotypes in Japan. Clinical Chemistry. 47: 1641-1648. 17. Sambrook, J., Fritsch, E.F., Maniatis, T. 1989. Molecular cloning: A laboratory manual, vol. 1,2,3,. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York. 18. Sangkot M. Mitochondrial Medicine: Perspektif ke Depan. Dalam: Suryadi H, dkk. Ed. Mitochondrial Medicine. Lembaga Eijman. Jakarta. 2003. 1-17. 19. Thorpe, N.D. 1984. Cell biology. John Wiley & Sons Inc. New York Urata, M., Wakiyama, M., Iwase, M., Yoneda, M., Kinoshita, S., Hamasaki, N., Kang, D. 1998. New sensitive method for the detection of the A3243G mutation of human mitochondrial deoxyribonucleic acid in diabetes mellitus patients by ligation mediated polymerse chain reaction. Clinical Chemistry. 44 : 2088-2093. 20. Wortmann RL. Metabolic diseases of muscle, in: Koopman WJ, ed. Arthritis and Allied Conditons, 4th ed , volume two. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2001: 24162434. 21. Zhang yong, Li Jianfeng, Wang fengyan. 2001. The study of A3243G and G13513A mitochondrial DNA pointmutation in patients with cerebral infartion, Chin Med J., 114 (10): 129-135. 22