KEHAMILAN DENGAN MASSA EPIDURAL
dr. Pande Made Ngurah Geriawan, SpOG
BAGIAN /SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2013
ABSTRAK
KEHAMILAN DENGAN MASSA EPIDURAL Seorang wanita usia 29 tahun dikonsulkan oleh Bagian Neurologi ke IGD Kebidanan dengan keluhan lemas pada kedua tungkai bawah. Selain itu juga mengeluh susah BAB dan BAK. Sakit perut hilang timbul (-), keluar air (-), perdarahan pervaginam (-), gerak anak (+). Pasien dengan riwayat seksio sesarea 7 tahun yang lalu oleh karena oligohidramnion. Pemeriksaan fisik abdomen didapatkan tinggi fundus uteri setinggi pusat, tidak terdapat his, dan denyut jantung janin 156 kali per menit. Pemeriksaan fisik neurologi didapatkan paraparesis spastik grade 1 pada kedua ekstremitas bawah, penurunan tonus pada kedua ekstremitas bawah yang disertai munculnya refleks patologis (Babinski varians). Juga didapatkan adanya gangguan sensibilitas semua kualitas setinggi dermatome T4 ke bawah, serta retensio urin dan retensio alvi. Penanganan kasus kehamilan dengan massa epidural meliputi pemeriksaan laboratorium lengkap serta dilakukan lumbal punksi, pemantauan kesejahteraan janin dengan NST dan USG, terminasi kehamilan dilakukan dengan seksio sesarea elektif dengan pertimbangan belum pulihnya tenaga motorik ekstremitas bawah untuk menunjang persalinan pervaginam (Trial of Labor After Cesarean/TOLAC). Hasil luaran bayi secara klinis baik. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan kesan suspek massa di daerah epidural setinggi C7-Th1 sisi kanan yang sebagian tampak menginfiltrasi canalis centralis dan menyebabkan kompresi spinal cord setinggi level tersebut, dengan diagnosis banding Epidural abscess dan Epidural lymphoma; serta hambatan aliran liquor cerebrospinalis setinggi level C7-Th1. Sebelum seksio sesarea telah dilakukan Total laminektomi C7-Th2+Pedicle Screw C7-Th1-Th2 Sinistra + C7-Th1-Th2 Dextra. Kemudian dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi dengan memberikan kesimpulan discus degenerated dan mengalami kalsifikasi, dan tidak tampak infiltrasi sel-sel ganas. Proses kalsifikasi dan degenerasi ini merupakan suatu osifikasi ligamentum flavum atau lebih dikenal sebagai Ossification of Yellow Ligament (OYL). Penanganan spesifik dari Bagian Neurologi dan Bagian Bedah Saraf pasca operasi Total Laminektomi adalah penanganan konservatif berupa pemberian medikamentosa untuk mengatasi nyeri dan perawatan rehabilitasi medik. Dalam perkembangannya kekuatan motorik ekstremitas bawah membaik dan retensio urine serta retensio alvi juga membaik. Diharapkan setelah waktu 6 bulan pasca operasi Total Laminektomi akan terjadi perubahan defisit neurologi ke arah normal. Pasca seksio sesarea hari ke empat, dilakukan perawatan poliklinis, dengan monitoring berupa perawatan rutin ke fisioterapi setiap minggu, sekaligus menilai perbaikan defisit neurologi. Kata kunci: kehamilan, massa epidural, ossification of yellow ligament.
1 ABSTRACT PREGNANCY WITH EPIDURAL MASS A woman aged 29 years consulted by Neurology Department to Obstetric and Gynecologic Department with the complaint of weakness on both lower limbs. It also complained of difficult to urinate and defecation. There eas no labor pain and watery vaginal discharge. Vaginal bleeding (-), fetal movement good. Patients with a history of cesarean section 7 years ago due to oligohidramnion. Physical examination of the abdomen, fundal height near to umbilical, there was no uterine contraction, and fetal heart rate 160 times per minute. Neurological physical examinations obtained grade 1 on the spastic paraparesis of both lower extremities, decreasing the tone on both lower extremities that accompanied the emergence of pathologic reflexes (Babinski variance). Also be obtained of all sensibility disorders quality as high as T4 dermatome down, as well as urine retension and alvi retension.
Therapy epidural mass in pregnancy includes laboratory examination performed lumbar punction, monitoring of fetal well being with the NST and ultrasound, termination of pregnancy is performed with cesarean section with consideration of yet lower extremity motor to support vaginal delivery (Trial of Labor After Cesarean/TOLAC). The external result clinically well born baby. Examination of Magnetic Resonance Imaging (MRI) gives the impression of a mass in the epidural area suspect as high as C7-Th1 right side most looked infiltrated central canal and cause compression of the spinal cord as high as the level, with the differential diagnosis of epidural abscess and l lymphoma; as well as barriers to the flow of liquor cerebrospinalis as high as the level of C7-Th1. Before cesarean section has done a Total Laminectomy C7-Th2 and Pedicle Screw Left C7-Th1-Th2 and Right C7-Th1-Th2. Anatomical Pathology examination is then performed by giving the conclusion discus degenerated and having calcifications, and does not appear to be infiltration of malignant cells. This process of degeneration and calcification is an ossification of flavum ligament or better known as Ossification of Yellow Ligaments (OYL). The specific therapy of The Neurology and Neurosurgical Department postoperative Total Laminectomy is a conservative treatment in the form of giving medications to cope with the pain and rehabilitation treatments. In its development the strength of lower extremity motor gets better, urine retension and alvi retension was also improved. Expected after six months postoperative Total Laminectomy of neurological deficit changes will occur to the normal direction. In the fourth day after cesarean sectionr, done with outpatient care, monitoring to the physiotherapist each week, as well as to assess the improvement of neurological deficits. Keywords: pregnancy, epidural mass, ossification of yellow ligament
BAB I PENDAHULUAN
Kehamilan dengan massa epidural merupakan suatu kondisi yang sangat jarang. Hal ini dibuktikan dengan masih sedikitnya publikasi ilmiah yang membahas hal tersebut. Manifestasi massa epidural tersebut sangat beragam dan memberikan spektrum klinis serta hasil pemeriksaan yang hampir mirip satu dengan yang lainnya. Massa epidural ini dapat disebabkan oleh tumor, abses, limfoma, hematoma, maupun metastasis yang disebabkan kanker primer di tempat lain.1,2 Keluhan yang dirasakan pasien adalah timbulnya kesemutan pada keempat ekstremitas, yang diikuti oleh paraparesis atau bahkan paraplegia. Dapat pula diikuti oleh gangguan berkemih dan buang air besar, serta ganggguan sensibilitas sesuai dengan diagnosis topis massa epidural tersebut. Secara objektif dapat ditemukan adanya penurunan kekuatan motorik, penurunan tonus otot, serta munculnya refleks patologis dengan berbagai variansnya.2 Diagnosis pasti massa epidural adalah dengan melakukan Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang dilakukan apabila terdapat kelainan neurologis yang disebabkan oleh massa epidural tersebut. Namun seringkali penegakan diagnosis massa epidural tersebut menjadi sulit, karena perbedaan antara kecurigaan sebelum operasi dibandingkan dengan hasil yang dijumpai durante operasi dan hasil pemeriksaan patologi anatomi yang dikerjakan.2,3 Kondisi massa epidural yang dialami oleh pasien akan menjadi sulit ketika bersamaan dengan kondisi lain yang memberikan beban tambahan pada komponen tulang vertebrae, seperti misalnya kehamilan. Kehamilan sendiri akan memberikan beban yang cukup berat pada mobilitas tulang vertebrae, terlebih pada kehamilan trimester ketiga.4 Adanya massa epidural akan memberikan permasalahan tambahan pada tulang vertebrae. Sehingga apabila kedua kondisi ini terjadi pada satu waktu yang bersamaan, tentunya akan memberikan dampak timbal balik, yakni terhadap kehamilan itu sendiri, termasuk janin yang ada, dan terhadap progresifitas massa epidural tersebut.3,5 1
Pada kesempatan ini, akan dibahas satu kasus kehamilan dengan massa epidural yang kemudian berdasarkan pemeriksaan Patologi Anatomi diketahui merupakan suatu kondisi degeneratif pada diskus intervertebralis yang juga mengalami kalsifikasi. Kasus ini kami anggap menarik karena kasus ini jarang terjadi oleh karena degenerasi diskus intervertebralis jarang memberikan keluhan paraparesis, penegakan diagnosis yang tidak mudah serta memerlukan penanganan yang komprehensif.
2
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 Data Awal Kasus 2.1.1 Identitas Penderita Nama
: NPE
Jenis kelamin
: Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Gilimanuk/9 Mei 1983 Umur
: 29 tahun
Alamat
: Banjar Maspait, Desa Keramas, Blahbatuh, Gianyar
Agama
: Hindu
Status perkawinan
: Kawin
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
No CM
: 01.61.01.42
MRS
: 2 Januari 2013
2.1.2 Anamnesis Keluhan utama: lemas pada kedua tungkai bawah. Dikonsulkan dari Bagian/SMF Neurologi dengan G4P1-2, 24 minggu + Obs paraparese UMN tipe, susp myelitis transversa. Mengeluh lemas pada kedua tungkai bawah sejak pukul 08.30 WITA (2-1-2013). Riwayat jatuh dengan posisi terduduk pada tanggal 1-1-2013 pukul 20.00. Sakit perut hilang timbul (-), keluar air (-), perdarahan pervaginam (-), gerak anak (+). Keluhan lemas pada kedua tungkai bawah, diawali dengan kesemutan pada ujung jari kaki, yang kemudian makin dirasakan naik hingga ke perut, dan akhirnya mengeluh lemas pada kedua tungkai bawah. Selain itu juga mengeluh susah BAB dan BAK. Riwayat demam (+) sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Riwayat menstruasi: -
Menarche: 12 tahun
-
Menstruasi terakhir: lupa
3
-
Siklus: 28-30 hari, teratur
-
Lama: 3-5 hari
-
Keluhan saat haid: (-)
Riwayat pernikahan: -
Menikah 1x (Maret 2003), umur saat menikah 19 tahun
Riwayat obstetri: 1. Abortus umur kehamilan 3 bulan, kuretase (+) RS Sanjiwani, 2003 2. Abortus umur kehamilan 2 bulan, kuretase (+) RS Sanjiwani, 2003 3. ♀, SC e.c oligohidramnion, 3000 g, RS Ari Canti, 7 tahun 4. Hamil ini Kehamilan yang sekarang: -
Hari pertama haid terakhir (HPHT): lupa
-
Taksiran persalinan (TP): 21 April 2013, berdasarkan USG umur kehamilan 12-13 minggu
-
Ante Natal Care (ANC): bidan > 3x, USG 5x di RS Premagana Gianyar
Riwayat Keluarga Berencana: IUD, dipakai selama 5 tahun, dilepas 1 tahun lalu Riwayat penyakit sebelumnya: penyakit jantung (-), asma (-), DM (-), hipertensi (-) Riwayat penyakit keluarga: (-)
2.1.3 Pemeriksaan Fisik Status present Keadaan umum
: sakit sedang
GCS
: E4 V5 M6
Berat badan
: 63 kg
Tinggi badan : 157 cm
Suhu aksila
: 37,7 °C
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi
: 82x/menit
Laju Pernafasan: 24x/menit
Status generalis Mata
: anemis (-), ikterus (-)
Cor
: S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
: vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Abdomen
: ~ status obstetri 4
Ekstremitas
: edema -/- , hangat +/+, -/-
+/+
Tenaga 555/555 111/111 Tonus N/N Tropik N/N ↓/↓ RP
RF ++/++
N/N
-/-
-/+/+ (babinski varians)
Gangguan sensibilitas semua kualitas setinggi dermatome T4 ke bawah Retensio urin (+), Retensio alvi (+) Status obstetri: Abdomen: Tinggi fundus uteri setinggi pusat His (-), detak jantung janin (DJJ) (+) 156 x/menit Vaginal toucher: Tidak dikerjakan
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) IGD Kebidanan tanggal 2 Januari 2013: Janin tunggal/hidup, FHB (+), FM (+) Biometri: BPD: 58,1 – 24w0d
AVE 231w6d
AC: 191,5 – 24w0d
EDD: 26/4/2013
FL: 41,2 – 23w2d
EFW: 647 gram
Placenta corpus posterior, separasi (-) AK : cukup Kesimpulan: janin tunggal hidup, letak kepala, EDD: 26/04/2012
2.1.4 Pemeriksaan Laboratorium 5
Tabel 2.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Saat Pasien Datang Pertama Kali Pemeriksaan Darah Lengkap - Hemoglobin
Hasil
Nilai Normal
Satuan
10,83
10,5-16
g/dl
-
Leukosit
11,93
4,1-11,0
103/ul
-
Platelet
190,30
150-450
103/ul
-
Hematokrit
30,63
36-46
%
21,89
11-33
U/L
-
14,36 Serum GlutamicPyruvic Transaminase (SGPT)
11-50
U/L
-
Blood Urea Nitrogen (BUN)
5,9
10-23
mg/dL
-
Kreatinin
0,56
0,5-1,2
mg/dL
-
Gula darah acak
84,45
70-140
mg/dL
-
Albumin
2,839
3,4-7,0
g/dL
Lumbal Punksi - M-TP
53,92
15-45
mg/dL mg/dL
Kimia Darah - Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT)
-
Glukosa Darah Sewaktu
63,00
70-140
-
Nonne
Negatif
Negatif
-
Pandy
Negatif
Negatif
-
Cell
28/mm3
-
-
Warna
Jernih
-
6
-
Pengecetan gram LCS Tidak ditemukan kuman
Ass: G4P1021, 24 – 25 minggu, T/H, LMR (bekas SC 1x), observasi paraparese UMN tipe, susp myelitis transversa e.c viral dd/ bakteri PBB: 647 gram Pdx
:-
Tx
: SF tablet 1x200 miligram Sesuai TS Neurologi: - IVFD RL ~ 12 tetes/menit - O2 4 liter/menit - Pasang dauer cateter - Injeksi ceftriaxone 2xII g IV ~ skin test dulu - Injeksi metil prednisolon 4x125 mg IV - Injeksi ranitidine 2x50 mg IV - Konsul URM di ruangan
Mx
: keluhan, vital sign, DJJ
Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) penderita dan keluarga tentang kondisi ibu dan janin, serta rencana perawatan selanjutnya.
2.2 Perjalanan Penyakit: Hasil MRI Thoracolumbal + Kontras (tanggal 4 Januari 2013) Pemeriksaan MRI Thoracolumbal irisan axial, sagital pada T1W1 & T2W2 tanpa dan dengan kontras: Alignment baik Curve lordotik tampak normal Tak tampak osteofit Tak tampak kompresi/lysthesis Tak tampak perubahan intensitas bone marrow, maupun loss of intens pada discus intervertebralis L5-S1
7
Tampak lesi di daerah epidural setinggi C7-Th1 sisi kanan yang tampak hipointens pada T1W1 menjadi slight hyperintens pada T2W1 dan pada pemberian Gd kontras, tampak slight contrast enhancement di bagian tepinya. Sebagian lesi tampak menginfiltrasi canalis centralis dan menyebabkan kompresi spinal cord setinggi level tersebut.
MR Myelography: tampak hambatan aliran liquor cerebrospinalis pada level C7Th1. Kesan: MRI Thoracolumbal: Susp. massa di daerah epidural setinggi C7-Th1 sisi kanan yang sebagian tampak menginfiltrasi canalis centralis dan menyebabkan kompresi spinal cord setinggi level tersebut. dd/ 1. Epidural abscess 2. Epidural lymphoma Hambatan aliran liquor cerebrospinalis setinggi level C7-Th1
Gambar 2.1 Foto MRI Thoracolumbal
8
Gambar 2.2 Foto MRI Thoracolumbal
Gambar 2.3 Massa Epidural yang Tampak pada MRI Thoracolumbal
9
Hasil Keputusan Rapat Tim tanggal 17 Januari 2013 (dihadiri oleh Bagian Obgin, Neurologi, Bedah Saraf, Anestesi, dan Radiologi): 1.
Obgin: - Diagnosis: G4P1021, 24 – 25 minggu, T/H, LMR (bekas SC 1x), anemia ringan, observasi paraparese UMN tipe, susp myelitis transversa e.c viral dd/ bakteri ( PBB: 647 gram) - Terapi: SF tablet 3x300 mg Vitamin C tab 1x50 mg Stocking anti DVT Deksametason 1x12 mg IM (selama 2 hari) USG konfirmasi tanggal 18 Januari 2013 untuk melihat fetal growth
2.
Bedah Saraf: - Diagnosis: epidural mass e.c susp abses dd/ epidural lymphoma, tumor metastase - Rencana reseksi tumor dan stabilisasi spine (menunggu kepastian jadwal)
3.
Anestesi: - Setuju dengan operasi posisi supinasi
4.
Radiologi: - Epidural mass e.c abses dd/ tumor metastase
Pada tanggal tanggal 29 Januari 2013 dilakukan operasi Total Laminektomi C7Th2 + Pedicle screw C7-Th1-Th2 Sinistra + C7-Th1-Th2 Dextra.
10
Gambar 2.4. Massa Epidural, Lunak Kecoklatan, Mudah Berdarah
Hasil Patologi Anatomi Eksisi Tumor (Tanggal 7 Februari 2013): Makroskopis: Diterima 2 buah sediaan dalam kontainer plastik. Sediaan I bertuliskan ID pasien dan PA 1, berisi potongan-potongan jaringan ukuran keseluruhan 0,5x0,5x0,5 cm, warna abu-abu, bentuk tidak teratur, konsistensi kenyal, diproses semua dalam 1 kaset. Sediaan II bertuliskan ID pasien dan PA II berisi potongan-potongan jaringan ukuran keseluruhan 5x4x1 cm, warna putih abu-abu, bentuk tidak teratur, diproses semua dalam 3 kaset. Mikroskopis: I. Massa tumor: Sediaan merupakan potongan jaringan yang terdiri dari jaringan ikat dan jaringan tulang. Tampak jaringan ikat terdiri dari sel-sel fibroblast dengan inti berbentuk spindle. Tampak jaringan tulang keras yang terdiri dari trabekula tulang keras, serta kalsifikasi. Diantaranya tampak jaringan otot skelet. II-III. Tulang:
11
Gambaran menyerupai No. 1. Tampak pula jaringan lemak dengan dilatasi pembuluh darah. IV-V. Tulang: Sediaan merupakan potongan jaringan tulang keras yang terdiri dari trabekula tulang keras dan sumsum tulang. Tampak pula struktur tulang rawan yang mengalami degenerasi tanpa infiltrasi sel-sel ganas. Kesimpulan: C7-Th1, eksisi: - Discus degenerated dan mengalami kalsifikasi - Tidak tampak infiltrasi sel-sel ganas
Hasil Rapat Tim tanggal 21 Februari 2013 (dihadiri oleh Neurologi, Rehabilitasi Medik, dan Obgin): Permasalahan: 1. Pasien imobilisasi 2. Terpasang kateter (retensio urin) 3. Homecare (fisioterapi, neurologi, ANC), terkendala jarak, kondisi pasien, dan faktor ekonomi Hasil rapat: 1. Bagian Neurologi: dr. Susilawati, Sp.S - Tidak setuju poliklinis - Berisiko terjadi infeksi nosokomial intensifkan rehabilitasi 2. Bagian Rehabilitasi Medik: dr. Dedi Andika - Tidak setuju poliklinis - Retensio urin rencana CIC Cek UL, apabila CIC di ruangan - Chest fisioterapi 3. Bagian Obgin: dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, Sp.OG (K) - Hasil USG tanggal 20-2-2013 pertumbuhan janin 2 minggu terakhir cukup, pertumbuhan baik - Saran: menitipkan monitoring gerakan janin setiap hari 12
- Bila gerakan janin menurun, hubungi residen Obgin di Bakung Timur - Monitoring kesejahteraan janin setiap minggu pada hari Rabu (jadwal selanjutnya tanggal 27-2-2013) Pemeriksaan antenatal: Selama kehamilan, pasien telah melakukan ANC sebanyak 8 kali ke Poliklinik Kebidanan (Wing Amerta) RSUP Sanglah, USG fetomaternal sebanyak 8 kali. Tabel 2.2 Pemeriksaan Ultrasonografi No Tanggal 1
Deskripsi
18/01/2011 Hamil tunggal / hidup, letsu EDD : 11-5-2013 Biometri: BPD: 6,04 – 22w6d
AVE : 23w6d
AC: 19,78 – 23w6d
EDD: 11/5/2013
FL: 4,42 – 24w0d
EFW: 717 gram
HC : 22,84 – 24W1D Placenta fundus corpus posterior grade I AK : cukup S/D : 2,89
PI : 0,65
RI : 0,90
Kesimpulan: Hamil T/H, letak sungsang, kelainan kongenital mayor (-), EDC: 11/05/2013 2
8/02/2011
Janin tunggal, FHB (+), FM (+), letak kepala Biometri: BPD: 6,91 – 25w5d
AVE : 25w5d
AC: 21,83 – 25w5d
EDD: 19/5/2013
FL: 4,66 – 24w6d
EFW: 1016 gram
HC: 24,53 – 25W5d Placenta corpus posterior grade II AFI : 8,55 S/D : 3,05
PI : 1,08
RI : 0,62
Kesimpulan: IUGR Rekomendasi: optimalisasi fetal supply line
13
Prognosis: baik 3
20/02/2011 Fetus tunggal, presentasi kepala, jenis kelamin ♂, DJJ (+), Gerak (+), Nafas (+) Biometri: BPD: 7,45 – 27w5d
AVE : 27w2d
AC: 21,73 – 25w5d
EDD: 20/5/2013
FL: 5,48 – 28w3d
EFW: 1108 gram
HC : 27,54 – 28W3D Placenta corpus posterior grade II AFI : N Doppler velocimetri: Arteri umbilikalis: S/D : 2,78
RI : 0,64
Kesimpulan: G4P1021, 27 minggu, Tunggal/Hidup USG 2 minggu yang lalu EDC: 19-5-2013 EDC: 20-5-2013
USG hari ini
Kesimpulan: tidak ada gangguan pertumbuhan 4
27/02/2011 Hamil tunggal/hidup, letak kepala Biometri: BPD: 7,82 – 29w1d
AVE : 29w3d
AC: 25,35 – 29w0d
EDD: 12/5/2013
FL: 5,78 – 29w6d
EFW: 1570 gram
HC : 28,13 – 29W0D Placenta corpus posterior grade II AK: cukup Doppler velocimetri: Arteri umbilikalis: S/D : 2,64
PI : 0,95
RI : 0,62
Kesimpulan: Hamil Tunggal/Hidup, letak kepala EDC: 12-5-2013 Kelainan kongenital mayor (-), Susp IUGR Rekomendasi: ulang USG 2 minggu lagi 5
14/03/2011 Hamil tunggal/hidup, letak sungsang Biometri: BPD: 8,24 – 29w1d
14
AVE : 30w1d
AC: 26,75 – 30w2d
EDD: 17/4/2013
FL: 5,69 – 29w3d
EFW: 1741 gram
HC : 29,02 – 30W0D Placenta corpus posterior grade II AK: cukup Doppler velocimetri: Arteri umbilikalis: S/D : 2,61
PI : 0,89
RI : 0,62
Kesimpulan: Hamil Tunggal/Hidup, letak sungsang, Kelainan kongenital mayor (-), Susp IUGR Rekomendasi: ulang USG 2 minggu lagi 6
1/4/2011
Hamil tunggal/hidup, FHB (+), FM (+), letak kepala Biometri: BPD: 8,36 – 31w2d
AVE : 32w2d
AC: 27,57 – 31w0d
EDD: 27/5/2013
FL: 6,25 – 31w5d
EFW: 2000 gram
HC : 31,78 – 33W4D Placenta corpus posterior grade II AK: cukup Doppler velocimetri: Arteri umbilikalis: S/D : 2,43
RI : 0,59
Kesimpulan: Hamil Tunggal/Hidup, letak kepala Rekomendasi: tunggu sampai dengan berat bayi cukup, USG dan NST setiap minggu, jika inpartu dilakukan terminasi 7
8/4/2011
Janin tunggal/hidup, FHB (+), FM (+), letak kepala Biometri: BPD: 8,60 – 32w4d
AVE : 32w5d
AC: 28,57 – 32w0d
EDD: 27/5/2013
FL: 6,32 – 32w1d
EFW: 2214 gram
HC : 31,37 – 32W6D Placenta corpus posterior grade III AK: cukup Doppler velocimetri:
15
Arteri umbilikalis: S/D : 2,22
RI : 0,55
Kesimpulan: Hamil Tunggal/Hidup, letak kepala Rekomendasi: USG dan NST tiap minggu, jika inpartu dilakukan SC 8
15/4/2011
Janin tunggal/hidup, FHB (+), FM (+), letak kepala Biometri: BPD: 8,72 – 33w1d
AVE : 34w0d
AC: 31,06 – 34w2d
EFW: 2637 gram
Placenta corpus posterior grade III AK: cukup Doppler velocimetri: Arteri umbilikalis: S/D : 2,39
RI : 0,58
Kesimpulan: Hamil Tunggal/Hidup, letak kepala Rekomendasi: boleh dilahirkan
2.2.1 Evaluasi Pre Operatif (tanggal 15 April 2013) Evaluasi fisik: Tidak ada keluhan, keadaan umum baik dan tanda vital dalam batas normal Untuk status obstetri adalah sebagai berikut: Abdomen: Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus xiphoideus (29 cm) Ο 5/5 His (-), detak jantung janin (DJJ) (+) 140 x/menit Vaginal toucher: Pembukaan 1 jari, effacement 25%, ketuban (+) Teraba kepala denominator belum jelas ↓ H I Tidak teraba tali pusat/bagian kecil Untuk status neurologi adalah sebagai berikut: GCS: E4V5M6 Ekstremitas:
Tenaga: paraparese spastik grade 555/555 444/444 Gangguan sensibilitas semua kualitas setinggi dermatome T4 ke bawah 16
Retensio urin dan alvi (+) (membaik) Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Sebelum Operasi Pemeriksaan Darah Lengkap - Hemoglobin
Hasil
Nilai Normal
Satuan
10,64
10,5-16
g/dl
-
Leukosit
8,68
4,1-11,0
103/ul
-
Platelet
263,60
150-450
103/ul
-
Hematokrit
32,04
36-46
%
-
PT
11,80
Detik
Normal: perbedaan dengan kontrol < 2 detik
-
Kontrol PT
12,5
Detik
-
APTT
29,80
Detik
-
Kontrol APTT
33,00
Detik
-
INR
0,981
-
0,9-1,10
-
SGOT
14,81
11-33
U/L
-
SGPT
7,684
11-50
U/L
-
BUN
9,352
10-23
mg/dL
-
Kreatinin
0,58
0,5-1,2
mg/dL
Normal: perbedaan dengan kontrol < 7 detik
Hasil konsultasi bagian Anestesi: saat ini dengan status fisik ASA III
2.2.2 Evaluasi Durante Operasi (tanggal 16 April 2013) Pukul 10.55 WITA lahir bayi laki-laki, berat badan 2410 gram, panjang badan 46 cm, AS: 8-9, NBS: 36 ~ 38-39 minggu (kecil masa kehamilan).
17
2.2.3 Evaluasi Post Operatif Laboratorium: Tabel 2.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Post Operasi Pemeriksaan Darah Lengkap - Hemoglobin
Hasil
Nilai Normal
Satuan
11,83
10,5-16
g/dl
-
Leukosit
14,17
4,1-11,0
103/ul
-
Platelet
261,60
150-450
103/ul
-
Hematokrit
35,68
36-46
%
2.2.4 Evaluasi Neurologi (tanggal 19 April 2013) Status Neurologi: GCS : E4V5M6 Ekstremitas: Tenaga : paraparese spastik grade 555/555 444/444 Gangguan sensibilitas semua kualitas setinggi dermatome T4 ke bawah Retensio urin dan alvi (+) (membaik) Refleks fisiologis ++/++ ++/++ Refleks patologis -/+/+ (Babinsky) Klonus paha +/+Klonus kaki +/+ Nyeri neuropatik (+)
Ass: Epidural mass post laminektomi totalis C7-Th2 P: - Gabapentin 3x100 mg - Mecobalamin 3x500 mcg - Fisioterapi
18
BAB III PERMASALAHAN
3.1 Masalah Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis massa epidural pada pasien hamil cukup sulit. Hal ini dikarenakan secara klinis adanya massa ini sulit dikenali. Pada kasus ini, pasien mengeluh lemah pada tungkai bawah yang timbul mendadak. Selain itu diagnosis pre operatif dengan diagnosis pasca operatif adalah berbeda. Pemeriksaan MRI merupakan prosedur yang paling banyak digunakan sebagai alat penegakan diagnosis. Namun prosedur ini merupakan prosedur yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.2,6 3.2 Pengaruh Massa Epidural Terhadap Kehamilan Belum banyaknya publikasi atau pun laporan mengenai kasus massa epidural dalam kehamilan menyebabkan sedikitnya data tentang pengaruh massa epidural terhadap kehamilan. Berdasarkan laporan kasus yang ada, pengaruh massa epidural terhadap kehamilan adalah gangguan pertumbuhan janin (Intrauterine Growth Restriction/IUGR), kematian janin dalam rahim (KJDR), dan persalinan prematur.7,8,9 3.3 Pengaruh Kehamilan Terhadap Massa Epidural Kehamilan merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan beban pada vertebrae. Terlebih pada trimester ketiga. Hal ini akan memberikan implikasi pada kestabilan vertebrae. Pengaruh kehamilan terhadap munculnya massa epidural juga belum banyak publikasinya. Yang tersering adalah terjadinya hernia nucleosus pulposus (HNP) akibat pembebanan yang berlebihan dan aktivitas fisik yang berlebih pada ibu hamil. 7,8,9 3.4 Masalah Tata Laksana Kehamilan dengan massa epidural merupakan kasus yang sangat jarang dan hingga saat ini hanya sedikit laporan kasus yang melaporkan insiden kehamilan dengan massa epidural.7 Hal inilah yang membuat penatalaksanaan kehamilan dengan massa epidural belum bisa ditetapkan, apakah kehamilan ditunggu hingga
19
aterm, bagaimana cara persalinannya, pengaruh pembedahan untuk mencari penyebab massa epidural terhadap kehamilan itu sendiri. 3.5 Masalah Prognosis Prognosis pada pasien hamil dengan massa epidural tergantung dari diagnosis topis, cepat atau lambatnya terapi yang diberikan, jenis terapi yang diberikan dan hasil histopatologi. Semakin cepat ditangani tentunya akan menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas pasien. 2 Pada kasus kehamilan dengan massa epidural, hasil pemeriksaan patologi anatomi massa epidural yang didapatkan saat pembedahan menentukan apakah penanganan akan dilakukan menunggu aterm atau tidak.
20
BAB IV PEMBAHASAN
Terdapat banyak jenis tumor yang dapat mengenai ruang vertebrae, tulang vertebrae, atau saraf tepi yang berdekatan dengan tulang vertebrae. Banyak diagnosis banding dari tumor pada tulang vertebrae. Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan kunci dalam penegakan diagnosis, yaitu: umur, lokasi, insiden, dan proses patologi setiap kondisi yang terjadi. Lesi yang mengenai ruang tulang vertebrae pada pasien muda berusia di bawah 30 tahun memiliki kecenderungan sebagai tumor jinak. Di mana jika dibandingkan dengan pasien yang berusia di atas 30 tahun adalah lebih besar tendensi keganasannya. Tumor ganas biasanya mengenai ruang tulang vertebrae (apakah itu tumor primer atau sebagai metastasis) dan seringkali terjadi pada corpus vertebrae. Sedangkan tumor jinak, biasanya terdapat pada processus spinosus, lamina, atau pada pedikel vertebrae.2 Tumor jinak pada tulang vertebrae seringkali ditemukan pada anak-anak dan usia dewasa muda. Jika ditemukan pada usia dewasa, biasanya ditemukan pada usia antara 20-30 tahun dan berlokasi pada daerah posterior. Terdapat beberapa bentuk lesi jinak, di antaranya: osteokondroma, osteoid osteoma, dan osteoblastoma, di mana memiliki insiden rekurensi yang rendah jika telah dilakukan eksisi. Tidak seperti tumor ganas yang membutuhkan reseksi luas jaringan normal yang mengelilingi lesi, reseksi tumor jinak biasanya dapat memberikan penyembuhan terhadap keluhan yang dialami pasien. Terdapat beberapa jenis tumor jinak yang berhubungan dengan penyakit sistemik, terjadi pada banyak lokasi atau menjadi agresif pada satu lokasi, termasuk di antaranya: eosinofilik
granuloma,
giant
cell
tumor,
aneurysmal
bone
cyst,
dan
hemangioma.2,10 Osteokondroma merupakan tumor pada jaringan kartilago, yang berasal dari kartilago sisa yang mengalami perubahan struktur jaringan. Osteokondroma merupakan tumor jinak yang paling sering. Lebih dari 50% lesi spinal terjadi pada daerah cervical dan mengenai bagian posterior. Osteokondroma dapat merupakan manifestasi osteokondromatosis herediter, di mana sebagai salah satu bentuk 21
displasia tulang. Keluhan neurologi biasanya tidak terlalu berat, sehingga jika terjadi manifestasi klinis, meluas dari daerah cervical ke daerah thorakal, dan menghasilkan keluhan mielopatik. Pada kasus-kasus yang menimbulkan keluhan berupa nyeri, defisit neurologi, atau pun pertumbuhan yang cepat dari massa tumor, membutuhkan tindakan pembedahan.2 Osteoid osteoma dan osteoblastoma berasal dari tempat yang hampir sama namun berbeda dalam ukuran dan insiden. Tumor ini sebagai bentuk reaksi inflamasi kronik dibandingkan sebagai neoplasma pada umumnya. Berdasarkan definisi, osteoid osteoma berukuran kurang dari 2 centimeter, dan jika berukuran lebih dari 2 centimeter diklasifikasikan sebagai osteoblastoma. Kira-kira 40% osteoid osteoma berlokasi pada daerah lumbal dan kebanyakan terjadi pada daerah posterior. Kebanyakan pasien dengan keluhan klinis adalah usia muda dan lakilaki. Penanganan tumor ini adalah dengan eksisi. Instrumentasi dan perbaikan struktur tulang belakang diperlukan jika terjadi skoliosis berat. 2 Osteoblastoma berbeda dari osteoid osteoma, di mana berbeda dalam hal ukuran massa tumor (lebih dari 2 centimeter). Secara histologis, kedua lesi ini tidak dapat dibedakan. Insiden osteoblastoma adalah sekitar 2% dari seluruh kejadian tumor jinak primer, namun memiliki pengaruh yang besar terhadap pergerakan tulang vertebrae. Lesi ini mengenai terutama bagian posterior tulang vertebrae dan cenderung menimbulkan deformitas pada tulang belakang. Pada 90% kasus, osteoblastoma mengenai pasien berusia 30 tahun atau lebih muda. Tata laksana tumor ini adalah dengan reseksi en-blok, biasanya untuk menangani deformitas skoliosis yang terjadi.2 Giant cell tumor (GCTs) merupakan lesi jinak yang sumbernya belum diketahui. Tumor ini dapat menjadi ganas dan memiliki angka rekurensi yang tinggi. Tumor ini terjadi pada 21% kasus tumor jinak primer dan mengenai 8-11% tulang belakang. Umumnya tumor jenis ini terjadi pada daerah sacral. Tidak seperti tumor jinak primer lainnya, GCTs biasanya dijumpai pada dekade usia 30 dan 40 tahun, dan menurun pada dekade usia yang lebih tua. Wanita terkena lebih banyak dibandingkan pria. Tata laksana yang dikerjakan adalah reseksi en-blok yang agresif, yang kemudian diikuti oleh terapi radiasi sebagai adjuvant.2 22
Aneurysmal bone cyst (ABCs) merupakan lesi non neoplastik yang jinak. Meskipun tumor ini memiliki insiden 1-2% dari seluruh tumor jinak primer, ABCs mengenai 12-25% tulang vertebrae dari seluruh kasus yang dilaporkan. Patogenesis tumor ini diperkirakan berasal dari tumor yang telah ada sebelumnya atau malformasi arterivena yang traumatik. Secara histologis, ABCs berisi cairan, yang dipisahkan oleh fibrous septa. Tumor ini banyak mengenai regio thoracolumbal, di mana lebih banyak mengenai regio posterior. Secara epidemiologi, tumor ini terjadi pada usia dekade kedua, dan lebih banyak terjadi pada wanita. Tata laksana tumor ini adalah dengan embolisasi preoperatif dan reseksi tumor. Radiasi post operatif diberikan pada terapi bedah yang inadekuat untuk mengangkat massa tumor.2 Hemangioma adalah tumor jinak yang berasal dari pembuluh darah dan merupakan penyebab tersering tumor jinak pada tulang vertebrae. Insiden hemangioma sekitar 10-12% dari seluruh kasus tumor jinak. Pertumbuhan tumor ini biasanya perlahan dan lebih banyak terjadi pada wanita. Hemangioma lebih sering terjadi pada segmen thoracolumbal dan terjadi pada daerah corpus vertebrae. Hemangioma jarang memberikan keluhan klinis. Keluhan yang biasanya muncul adalah berupa nyeri punggung, dengan atau tanpa nyeri alih ke ekstremitas bawah. Terdapat hubungan antara kehamilan dengan hemangioma vertebrae yang menimbulkan defisit neurologi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan volume darah selama kehamilan, sehingga menimbulkan keluhan neurologi. Terapi hemangioma adalah dengan embolisasi, reseksi tumor, dan jika perlu dilakukan radioterapi pada kasus yang mengakibatkan terjadinya fraktur patologis atau kerusakan saraf.2 Pada kasus kehamilan dengan massa epidural ini, setelah dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi didapatkan hasil: discus degenerated dan mengalami kalsifikasi, serta tidak tampak infiltrasi sel-sel ganas. Berdasarkan literatur, kalsifikasi yang terjadi merupakan suatu osifikasi ligamentum flavum atau lebih dikenal sebagai Ossification of Yellow Ligament (OYL). Ligamentum flavum merupakan ligamen kuning elastis yang dimulai dari medulla spinalis servikal kedua sampai bagian pertama dari sakrum. Ligamen ini berada pada 23
daerah dorsal dari kanalis spinalis, melekat pada lamina dan meluas hingga ke kapsul sendi facet dan bagian posterior dari foramina. Patogenesis dari OYL ini belum sepenuhnya diketahui. Etiologinya dapat seperti trauma, diffuse idiopathic skeletal hyperostosis (DISH), spondilosis ankilosa, hemokromatosis, dan gangguan asupan kalsium dan fosfor. Namun etiologi pasti OYL ini masih belum ditemukan. Pada laporan kasus oleh Jayakumar, etiologi OYL ini masih diobservasi pada 12 pasien. Mekanisme terjadinya OYL adalah stress mekanik pada segmen thorakal bawah dan sambungan antara thorakolumbal, menyebabkan degenerasi ligamentum flavum. Proses patologi yang lain adalah karena osifikasi pada lapisan superfisial ligamentum flavum yang mengalami hipertrofi, di mana terjadi peningkatan jumlah dan ukuran jaringan kolagen, sebagai osteon atau osteoblas prematur.11,12 Ligamentum flavum dapat mengalami hipertrofi atau osifikasi yang disebabkan oleh stenosis spinalis, paling sering terjadi pada segmen thorakal bawah atau segmen spinalis, yang mengenai kauda equina. Kondisi ini dapat asimtomatik, namun pada pasien-pasien dengan stenosis kanalis spinalis atau dengan kalsifikasi yang luas, dapat menyebabkan kompresi medulla spinalis. Kesemutan pada ekstremitas bawah merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan. Pasien biasanya mengeluhkan kekuatan motorik ekstremitas bawah yang melemah dan kesulitan berjalan. Rasa nyeri dan kaku biasanya tidak terlalu dikeluhkan pasien. Gangguan berkemih hanya muncul pada stadium lanjut dari OYL. 11,13 Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis OYL adalah CT-Scan. Pada pemeriksaan MRI, menunjukkan hipertrofi ligamentum flavum yang disebabkan oleh kompresi medulla spinalis. Pemeriksaan radiologi pada posisi lateral dapat menunjukkan osifikasi ligament pada beberapa pasien. 11
24
Gambar 4.1 Pemeriksaan MRI pada segmen Thorakal11. (OYL terlihat sebagai daerah hipointens pada daerah dorsal kanalis spinalis)
Gambar 4.2 Anatomi Vertebrae14
25
4.1 Diagnosis Keluhan paling awal adalah nyeri pada daerah tulang belakang. Keluhan nyeri ini adalah manifestasi klinis tersering pada tumor yang mengenai ruas tulang vertebrae dan medulla spinalis. Ciri khas dari lesi neoplastik adalah nyeri lokal pada daerah vertebrae, di mana seringkali bersifat hilang timbul dan terutama muncul di malam hari. Nyeri pada ruas tulang vertebrae terjadi pada hampir 85% pasien tumor pada daerah foramen vertebrae. Dan dimulai dengan nyeri yang menjalar serta terdapat defisit neurologi.2,15,16 Diagnosis pasti dibangun dengan mengkombinasikan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan biopsi tumor. Pemeriksaan dengan menggunakan imaging, merupakan kunci utama untuk mengetahui metastasis lesi yang terjadi. Pasien yang dicurigai menderita kanker, akan dilakukan staging dengan pemeriksaan imaging. Walaupun hal ini tidak dikerjakan secara rutin, kecuali telah memberikan gambaran klinis.2,17 Pemeriksaan awal yang dikerjakan adalah pemeriksaan foto rontgen tulang vertebrae anterior, posterior, dan lateral. Di mana dengan pemeriksaan tiga posisi ini akan memberikan informasi yang cukup tentang kecurigaan adanya keganasan. Fraktur kompresif, lesi blastik, atau proses destruktif pada korpus vertebrae atau destruksi pada pedikel merupakan karakteristik metastasis pada vertebrae.2,17 Pemeriksaan Computed Tomography Scanning (CT-Scan) merupakan pemeriksaan lanjutan yang dapat memberikan informasi yang cukup banyak. Sensitivitas CT-Scan dapat memberikan gambaran sejauh mana telah terjadi destruksi tulang. Di mana detail dari tulang yang mengalami destruksi sangat penting diketahui jika akan dilakukan tindakan stabilisasi tulang vertebrae melalui tindakan operasi. Saat ini Magnetic Resonance Imaging (MRI) menjadi standar diagnosis (gold standar) untuk diagnosis radiologi metastasis pada vertebrae. Kemampuan MRI untuk memvisualisasikan jaringan lunak, komponen ekstradura maupun intradura pada irisan yang berbeda menjadikan modalitas ini menjadi standar. Dengan MRI, akan dapat dievaluasi elemen saraf pasien, dengan risiko yang sangat kecil.2,18,19 Metode lain yang dapat dikerjakan adalah scan tulang dengan menggunakan isotope Tc99m. Scanning tulang digunakan sebagai skrining adjuvant pada pasien yang telah menderita kanker sebelumnya. Namun spesifitas modalitas penunjang ini sangat rendah, di mana pasien yang mengalami proses degeneratif atau pun proses infeksi dapat memberikan hasil yang mirip jika dilakukan pemeriksaan scanning tulang.2,19
26
4.2 Pengaruh Massa Epidural Terhadap Kehamilan Belum banyaknya publikasi atau pun laporan mengenai kasus massa epidural dalam kehamilan menyebabkan sedikitnya data tentang pengaruh massa epidural terhadap kehamilan. Berdasarkan laporan kasus yang ada, pengaruh massa epidural terhadap kehamilan adalah gangguan pertumbuhan janin (Intrauterine Growth Restriction/IUGR), kematian janin dalam rahim (KJDR), dan persalinan prematur.3,9 Belum terdapat suatu konsensus yang berlaku internasional tentang sikap terhadap kehamilan dengan massa epidural. Pada laporan kasus yang ada, hampir semua massa epidural terjadi pada umur kehamilan mendekati aterm atau bahkan ada yang sudah aterm. Sehingga tata laksana yang dikerjakan adalah melakukan tindakan seksio sesarea yang diikuti dengan tindakan laminektomi dekompresi dan stabiliasi. Dengan demikian dampak massa epidural terhadap kehamilan belum dapat diamati secara jelas. 3,9,10 Pada beberapa laporan kasus, tidak ditemukan perbedaan insiden massa epidural antara wanita hamil dan yang tidak hamil. Permasalahan yang sering muncul adalah akibat proses penegakan diagnosis massa epidural tersebut. Seringkali modalitas diagnosis yang ada merupakan kontraindikasi dalam kehamilan. Seperti scanning dengan bahan kimia atau pun scanning dengan CT Scan yang merupakan kontraindikasi untuk dikerjakan, karena efek teratogenik pada janin. 3,10 4.3 Pengaruh Kehamilan Terhadap Massa Epidural Kehamilan merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan beban pada vertebrae. Terlebih pada trimester ketiga. Hal ini akan memberikan implikasi pada kestabilan vertebrae. Pengaruh kehamilan terhadap munculnya tumor ekstadura juga belum banyak publikasinya. Yang tersering adalah terjadinya hernia nucleosus pulposus (HNP) akibat pembebanan yang berlebihan dan aktivitas fisik yang berlebih pada ibu hamil.16 Pada kasus massa epidural pada kehamilan dengan etiologi hemangioma seringkali menyebabkan perdarahan pada massa tumor. Hal ini diakibatkan oleh
27
perubahan tekanan darah setelah lahirnya plasenta. Dengan demikian akan terjadi perubahan hemodinamik yang mengakibatkan perdarahan intratumor.3 Selama kehamilan terjadi perubahan struktur pembuluh darah, termasuk proses degenerasi arterial. Meningkatnya jumlah hormon estrogen dan progesteron selama hamil trimester ketiga berdampak pada terjadinya degenerasi pada pembuluh darah yang secara tidak langsung menyebabkan epidural hematoma.9 Terdapat sebuah laporan kasus yang juga menyebutkan bahwa preeklampsia dapat berkontribusi bagi terjadinya epidural hematoma.10 4.4 Tata Laksana Tata laksana pada kasus massa epidural ditekankan pada pengurangan rasa nyeri dan mempertahankan fungsi neurologis, serta memperbaiki fungsi neurologi tersebut setidaknya mendekati normal. Modalitas terapi adalah meliputi medikamentosa, intervensi bedah, dan radioterapi untuk kasus-kasus keganasan. Intervensi dengan operasi bersifat paliatif, dengan tujuan mengatasi rasa nyeri dan menjaga fungsi serta kestabilan tulang vertebrae. Secara khusus, tindakan pembedahan bertujuan untuk mencegah kerusakan sistem neurologi, mencegah terjadinya fraktur patologis, rasa nyeri yang berlebih, instabilitas tulang vertebrae, dan untuk memastikan diagnosis. Kondisi pre operatif pasien dan aktivitas yang dapat dikerjakan oleh pasien memiliki korelasi dengan hasil post operatif. Jika terjadi defisit neurologi, pasien yang menderita defisit neurologi dalam periode 24 jam, memiliki kemungkinan untuk menderita paraplegia. Dibandingkan pasien yang menderita defisit neurologi secara perlahan, biasanya akan mengalami perbaikan kembali secara perlahan.2 4.5 Prognosis Secara umum prognosis adalah tergantung pada tipe neoplasma yang terjadi, lokasi massa tumor, dan perluasan massa tumor. Pada osteokondroma, prognosisnya adalah baik, jika telah dilakukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan massa tumor pada periosteum yang terkena dan juga pada jaringan kartilago di sekitarnya. Namun osteokondroma dapat berkembang menjadi kondrosarkoma malignan pada pasien yang mengalami lesi multipel.2
28
Pada osteoid osteoma dan osteoblastoma biasanya memiliki prognosis yang baik, dengan rekurensi marginal yang berkaitan dengan eksisi nidus yang inadekuat. Prognosis osteoblastoma adalah berhubungan dengan teknik operasi yang dikerjakan. Rekurensi jangka panjang sekitar 10%. Giant cell tumor memiliki prognosis yang jelek karena angka kekambuhan yang tinggi (50%). Tipe tumor ini juga potensial menjadi keganasan setelah dilakukan radiasi lokal oleh karena terapi bedah yang inadekuat.
2
Angka rekurensi ABCs bervariasi dari 6-
70%, tergantung pada perluasan reseksi tumor yang dikerjakan dan pemberian radiasi post operatif.2 Intervensi bedah dan rehabilitasi medik yang tepat pasca operasi memegang peranan penting pada perbaikan fungsional pasien yang menderita OYL. Prognosis setelah operasi dekompresi adalah baik, terutama jika tidak terdapat intramedullary hiperintens pada pemeriksaan MRI T2-weighted. 20 Pada pasien ini hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah mengenai penanganan masalah nifas pasca seksio sesarea. Secara umum perubahan yang terjadi pada masa nifas adalah menyangkut aspek anatomi, fisiologi, dan aspek klinis pasien tersebut. Pada aspek anatomi mencakup perubahan pada vagina, uterus, traktus urinarius, peritoneum dan dinding abdomen, serta perubahan pada volume darah dan cairan tubuh. Selain itu hal yang mendapat perhatian pada aspek anatomi adalah pada payudara dan proses menyusui.
21
Aspek fisiologi yang diperhatikan adalah mengenai rasa nyeri paska operasi, timbulnya depresi paska operasi, dan masalah pada sendi dan otot. Pada pasien ini yang mendapat perhatian adalah munculnya nyeri neuropatik yang diakibatkan oleh OYL.21 Sehingga dalam perawatan paska operasi diberikan medikamentosa yang dapat meringankan nyeri tersebut, yakni dengan pemberian gabapentin, yang akan dievaluasi setiap minggu saat kontrol dan dosisnya secara perlahan akan diturunkan menyesuaikan dengan perubahan derajat nyerinya. Selain itu akan dilakukan perawatan dengan fisioterapi untuk mengembalikan fungsi motorik dari ekstremitas bawah. Di mana pulihnya kekuatan motorik ini membutuhkan waktu 6-12 bulan paska operasi total laminektomi.11
29
Hal penting lainnya pada perawatan masa nifas pasien ini adalah penggunaan alat kontrasepsi. Karena biasanya siklus menstruasi akan pulih dalam 6-8 minggu paska partum. Mempertimbangkan pasien dengan bekas seksio sesarea dua kali dan adanya kelainan medis yang menyertai, serta pasien menyusui bayinya, alat kontrasepsi yang disarankan adalah IUD (Intrauterine Device). Begitu pula dengan hubungan seksual paska operasi. Disarankan untuk menunda hubungan seksual setelah 6 bulan, dengan pertimbangan memberikan kesempatan pemulihan paska operasi total laminektomi. 11,21
30
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Seorang wanita usia 29 tahun dikonsulkan oleh Bagian Neurologi ke IGD Kebidanan dengan keluhan lemas pada kedua tungkai bawah. Keluhan lemas pada kedua tungkai bawah, diawali dengan kesemutan pada ujung jari kaki, yang kemudian makin dirasakan naik hingga ke perut, dan akhirnya mengeluh lemas pada kedua tungkai bawah. Selain itu juga mengeluh susah BAB dan BAK. Riwayat demam (+) sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Sakit perut hilang timbul (-), keluar air (-), perdarahan pervaginam (-), gerak anak (+). Dari anamnesis juga diketahui bahwa pasien dengan riwayat seksio sesarea 7 tahun yang lalu di sebuah rumah sakit swasta di Gianyar oleh karena oligohidramnion. Pemeriksaan fisik abdomen didapatkan tinggi fundus uteri setinggi pusat, tidak terdapat his, dan denyut jantung janin 156 kali per menit. Pemeriksaan fisik neurologi didapatkan paraparesis spastik grade 1 pada kedua ekstremitas bawah, penurunan tonus pada kedua ekstremitas bawah yang disertai munculnya refleks patologis (Babinski varians). Juga didapatkan adanya gangguan sensibilitas semua kualitas setinggi dermatome T4 ke bawah, serta retensio urin dan retensio alvi. Penanganan kasus kehamilan dengan massa epidural meliputi pemeriksaan laboratorium lengkap serta dilakukan lumbal punksi, pemantauan kesejahteraan janin dengan NST dan USG, terminasi kehamilan dilakukan dengan seksio sesarea elektif dengan pertimbangan belum pulihnya tenaga motorik ekstremitas bawah untuk
menunjang
persalinan
pervaginam
(Trial
of
Labor
After
Cesarean/TOLAC). Hasil luaran bayi secara klinis baik. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan kesan suspek massa di daerah epidural setinggi C7-Th1 sisi kanan yang sebagian tampak menginfiltrasi canalis centralis dan menyebabkan kompresi spinal cord setinggi level tersebut, dengan diagnosis banding Epidural abscess dan Epidural lymphoma; serta hambatan aliran liquor cerebrospinalis setinggi level C7-Th1. Sebelum seksio sesarea telah dilakukan Total laminektomi C7-Th2+Pedicle Screw C7-Th1-Th2 Sinistra + C7-Th1-Th2 Dextra. Kemudian dilakukan pemeriksaan 31
Patologi Anatomi dengan memberikan kesimpulan discus degenerated dan mengalami kalsifikasi, dan tidak tampak infiltrasi sel-sel ganas. Proses kalsifikasi dan degenerasi ini merupakan suatu osifikasi ligamentum flavum atau lebih dikenal sebagai Ossification of Yellow Ligament (OYL). Penanganan spesifik dari Bagian Neurologi dan Bagian Bedah Saraf pasca operasi Total Laminektomi adalah penanganan konservatif berupa pemberian medikamentosa untuk mengatasi nyeri dan perawatan rehabilitasi medik. Dalam perkembangannya kekuatan motorik ekstremitas bawah membaik dan retensio urine serta retensio alvi juga membaik. Diharapkan setelah waktu 6 bulan pasca operasi Total Laminektomi akan terjadi perubahan defisit neurologi ke arah normal. Pasca seksio sesarea hari ke empat, dilakukan perawatan poliklinis, dengan monitoring berupa perawatan rutin ke fisioterapi setiap minggu, sekaligus menilai perbaikan defisit neurologi. 5.2 Saran Kehamilan dengan massa epidural merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Diagnosa pasti ialah berdasarkan pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan pemeriksaan Patologi Anatomi temuan massa durante operasi. Keberhasilan terapi ditentukan oleh ketepatan waktu operasi dan perawatan pasca operasi yang berkelanjutan. Sebaiknya pemeriksaan kehamilan (antenatal care) dilakukan secara rutin dan disertai dengan pemeriksaan ultrasonografi sehingga bisa dideteksi lebih dini jika terjadi gangguan pertumbuhan yang diakibatkan oleh adanya massa epidural. Untuk meningkatkan pelayanan perlu dipikirkan untuk melengkapi alat-alat penunjang diagnostik seperti MRI, dan sarana penunjang fisioterapi yang lengkap, serta jumlah petugas fisioterapi yang memadai.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. White, A., Grossmann, E., Hilibrand, A. 2010. Degenerative Disc Disease. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. (serial online), [cited 2012 August. 10]. Available from: URL: www.isass.org/pdf/The_Lumbar_Invertabral_Disc_Chapter_13.pdf 2. Moore, J., Newell, D. 2005. Management of Extradural Spinal Tumors. In : Lumley, J., editors. Neurosurgery Principles and Practice. 3rd Ed. London : Springer. p. 521-532 3. Szkup P., Stoneham G. 2004. Spontaneous spinal epidural haematoma during pregnancy: case report and review of the literature. The British Journal of Radiology. (serial online), [cited 2013 February. 10]. Available from: URL: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15483004 4. Cheng, L., Huang, S., Hsu, C., Chiu, C. 2011. Lumbar epidural space was narrower in parturients than that in nonpregnant women by ultrasound assessment. Kaohsiung Journal of Medical Sciences. (serial online), [cited 2013 March. 15]. Available from: URL: www.sciencedirect.com 5. Clinkscales, C., Greenfield, M., Vanarase, M., Polley, L. 2007. An observational study of the relationship between lumbar epidural space depth and body mass index in Michigan parturients. International Journal of Obstetric Anesthesia. (serial online), [cited 2013 March. 15]. Available from: URL: www.sciencedirect.com 6. Feldezner, J., Waters, D., Knake, J., Hoff, J. 1986. Anterior Cervical Epidural Abscess: The Use of Intraoperative Spinal Sonography. Elsevier Science Publishing. (serial online), [cited 2013 February. 10]. Available from: URL: www.biomedexperts.com/Profile.bme/572176/Julian_T_Hoff 7. Ergun, T. 2009. A posterior epidural mass causing paraparesis in a 20 year old healthy individual. Int J Emerg Med. (serial online), [cited 2013 February. 10]. Available from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2760701/ 8. Santos, F., Souza, R., Brotto, M., Suguita, F., Amaral, L. 2009. Epidural cystic masses associated with interspinous bursitis, synovial and discal cysts . Radiology Brazillia. (serial online), [cited 2013 February. 10]. Available from: URL: http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S010039842009000200013&script=sci_arttext&tlng=en 9. Cywinski, J., Parker, B., Lozada, L. 2004. Spontaneous Spinal Epidural Hematoma in a Pregnant Patient. Journal of Clinical Anesthesia. (serial 33
online), [cited 2013 www.sciencedirect.com
March.
15].
Available
from:
URL:
10. Case, A., Ramsey, P. 2005. Spontaneous epidural hematoma of the spine in pregnancy. American Journal of Obstetric & Gynecology. (serial online), [cited 2013 March. 15]. Available from: URL: www.sciencedirect.com 11. Jaisuresh, K., Vinodh, K., Sundaravadivelu, V. 2007. Thoracic myelopathy due to ossified hypertrophied ligamentum flavum. Calicut Medical Journal. (serial online), [cited 2013 June. 19]. Available from: URL: http://cogprints.org/5342/1/Thoracic_Myelopathy.pdf 12. Chang, K., Samartzis, D., Luk, K., Cheung, K. 2010. Cervical spine disease in Asian population. HongKongMedJournal (serial online), [cited 2013 June. 19]. Available from: URL: http://www.hkmj.org/article_pdfs/hkm1002p69.pdf 13. Fong, S., Wong, H. 2004. Thoracic Myelopathy Secondary to Ligamentum Flavum Ossification. Ann Acad Med Singapore (serial online), [cited 2013 June. 19]. Available from: URL: http://www.annals.edu.sg/pdf200405/v33n3p340.pdf 14. Vertebrae. 2009. Vertebrae. [cited 2013 March 20]. Available from: URL: http:// www.kidport.com/reflib/science/humanbody/skeletalsystem/images/VertebraL umbar.jpg 15. Darwich,A., Diwan, S. 2009. Management of back pain in pregnancy. Techniques in Regional Anesthesia & Pain Management. (serial online), [cited 2013 March. 15]. Available from: URL: www.sciencedirect.com 16. Mahapatra R., Patra R. 2008. Cauda Equina Syndrome in Pregnancy Due to Disc Prolapse. Journal, Indian Academy of Clinical Medicine. (serial online), [cited 2013 February. 10]. Available from: URL: www. medind.nic.in/jac/t08/i2/jact08i2p140.pdf 17. Senel, R., Cokluk, C., Celik, F. 2003. Posterior Epidural Migration of Extruded Lumbar Disc Mimicking Epidural Mass: Case Report. Turkish Neurosurgery. (serial online), [cited 2013 February. 10]. Available from: URL: www.turkishneurosurgery.org.tr/pdf.php3?id=494 18. Paul, S. 2010. Degenerative Disc Disease. Orthopedic Center of Illnois. (serial online), [cited 2013 February. 10]. Available from: URL: https://www.orthocenterillinois.com/Spine-Center/pdf/ degenerative%20Disc%20Disease.pdf
34
19. Plastaras, C., Sowa, G., Sorosky, B. 2007. The Lumbar Degenerative Disc. In : Plastaras, C. editors. Biomechanical Disorders of The Lumbar Spine. 1st Ed. London : Springer. p. 813-823 20. Desheng, W., Zhaoyu, B., Weidong, Z., Yan, K., Ju, L., Yang, M. 2007. Ossification of the Posterior Longitudinal and Yellow Ligaments on the Lumbar Spine. OrthoSuperSite (serial online), [cited 2013 June. 19]. Available from: URL: http://www.healio.com/~/media/Journals/ORTHO/2012/1_January/10_3928_0 1477447_20120123_22/10_3928_01477447_20120123_22. pdf 21. Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J., Spong C.Y. 2010. The Puerperium. In: Twickler, D., Wendell, G., editors. Williams Obstetrics. 23rd. Ed. United States of America: McGraw-Hill. p. 646-660.
35