OBSERVINDO Kartogram Indonesia dengan resolusi desa
Hokky Situngkir [
[email protected]] Dept. Computational Sociology Bandung Fe Institute
Abstract This is a short article introducing the work of program named “Observindo”, a compilation of Indonesian statistical data as mined from the villages, the elementary unit of social institution in Indonesia. The article can be regarded as a white paper discussing the cartogram as an interesting work of geo-visualization joining the graph of data and the map of regions represented by the data. The Observindo is eventually demonstrated to be one of first step on the program to digest Indonesian social complexity as it has visually expressed data from the lowest level of society to the highest point of view nationally. It has also noted that this perspective is important in order to cope with the country’s complexity without loosing out the existing nature of diversity.
Keywords: cartogram, geo-visualization, Observindo, Indonesia, village.
1
1. Indonesia dalam Geo-visualisasi Era informasi ditandai dengan adanya produksi data besar-besaran dan kebutuhan untuk representasi data menjadi hal yang sangat penting [3, 12]. Bagaimana data ditampilkan telah memiliki arti penting yang memiliki peran yang hampir sama dengan bagaimana data tersebut diproses dand diolah, khususnya bagi mereka yang awam akan matematika, pemrosesan, dan sistem informasi secara spesifik. Di era informasi ini, content informasi tak hanya persoalan apa yang direpresentasikan oleh informasi, tapi juga bagaimana ifnormasi tersebut direpresentasikan bagi pengguna informasi. Geo-visualisasi, khususnya visualisasi data secara spasial, telah menjadi sebuah kebutuhan penting terkait data-data yang berseliweran di era informasi ini. Terdapat tren “infografi”, yaitu sebuah tren untuk menampilkan data sehingga dapat memberikan pemahaman yang instan akan data dalam bentuk gambar. Mungkin hari ini adalah hari di mana hampir tak mungkin tak melihat grafika di layarlayar publik awam sedemikian intensifnya setiap hari. Mulai dari polling survey sosial dan politik, graf garis naik turun harga-harga saham, dan sebagainya. Menarik dan informatif merupakan dua hal penting dalam infografi. Sesedikit mungkin informasi seyogianya memberikan pemahaman cepat akan sebanyak mungkin data yang ingin diinformasikan. Hal inilah yang dicoba untuk diperkenalkan sebagai bentuk Kartogram Indonesia [14]. Pemodelan ini dibuat berdasarkan studi rintisan terkait kartogram, yaitu upaya untuk menggambarkan reskala peta (studi kartografi) berdasarkan nilai data statistika yang merepresentasikan wilayah [6]. Pengembangan terkait hal ini telah sedemikian banyak dan memberikan banyak kontribusi dalam representasi data di Indonesia [15]. Berbagai representasi data sebagai kartogram telah memberikan banyak pengertian cepat terkait data yang direpresentasikan, mulai dari studi-studi konflik [9], studistudi terkait pemilihan umum yang berlangsung di tanah air [11], dan sebagainya. Terdapat banyak hal yang terkandung dalam sebuah gambar yang digambarkan dalam bentuk barchart, namun dengan memberikan gambaran data sebagai reskala peta, berbagai pemahaman dan pengertian lainnya dapat termunculkan. Sebuah gambar memang memberikan begitu banyak pemahaman yang tak mudah untuk terutarakan dalam kata-kata. Lebih jauh sebuah peta data memberikan lebih banyak lagi gambaran yang tak mudah digambarkan sekadar dalam bentuk tabulasi atau diagram chart konvensional. Kartogram dimaksudkan menjadi representasi yang memanunggalkan data dan peta demi representasi visual data yang memberikan insight yang lebih dari sekadar apa yang direpresentasikan oleh data tersebut.
2. Indonesia dalam resolusi desa Unit sistemik elementer dari struktur sistem sosial kemasyarakatan di Indonesia adalah desa. Organisasi desa-desa menjadi wilayah administrasi kecamatan, yang kemudian membentuk kabupaten dan kotamadya, untuk akhrnya menjadi kewilayahan propinsi. Unit desa di Indonesia tentu merupakan sebuah elemen kemasyarakatan yang juga tak homogen. Beberapa desa di Indonesia telah ada dalam struktur organisasi sosial bahkan sebelum Indonesia menyatakan kedaulatannya sebagai sebuah negara bersatu. Beberapa organisasi kemasyarakatan yang sederhananya (kemudian) dapat di-ekivalen-kan dengan desa berasal dari pola kemasyarakatan tradisional, seperti konsep sosial dusun, kampung, gampong, jurong, nagari, dan sebagainya, tersebar di seantero kepulauan nusantara dengan keunikan adat-istiadatnya masing-masing. Sains-sains modern warisan abad pencerahan memandang sistem kemasyarakatan atas variabelvariabel sosial, ekonomi, politik, dan budaya seringkali secara simplistik. Tak jarang data “terpisah” dari kompleksitas sosial yang hendak direpresentasikan oleh data tersebut [2]. Pola pandang reduksionis ini, bagaimanapun terbawa-bawa dalam representasi data-data statistik, dan tak jarang menjadi pemicu kegalauan kebijakan oleh cara pandang yang kemudian terasa sebagai bentuk 2
homogenisasi sistem yang secara alamiah pada dasarnya beragam tersebut. Bagaimanapun, cara pandang akan sebuah sistem akan menentukan bagaimana memperlakukan sistem tersebut di kemudian waktu. Meng-observasi Indonesia seyogianya dilakukan dengan memperhatikan dan berupaya sesedikit mungkin reduksi akan kompleksitas yang ada, tanpa harus menambah kerumitan bagaimana data kemudian dipresentasikan. Hal inilah yang menjadi motivasi penyusunan “Observindo”, sebuah perangkat lunak kartogram berbasis geografi Indonesia yang berupaya mempersatukan data dengan peta. Terdapat informasi yang lebih besar ketika data divisualisasikan bersamaan dengan gambaran visualisasi bentuk geografis dari kawasan yang besangkutan, ℴ(𝑑𝑎𝑡𝑎, 𝑚𝑎𝑝(𝑎𝑟𝑒𝑎)), ketimbang ketika data tersebut hanya ditunjukkan dalam relasi langsungnya dengan kawasan tersebut, ℴ(𝑑𝑎𝑡𝑎|𝑎𝑟𝑒𝑎). Kompleksitas ikhwal yang direpresentasikan bertambah dengan tidak berupaya untuk mengurangi simplisitas dari visualisasi data yang ada.
ℴ(𝑑𝑎𝑡𝑎|𝑎𝑟𝑒𝑎) < ℴ(𝑑𝑎𝑡𝑎, 𝑚𝑎𝑝(𝑎𝑟𝑒𝑎))
(1)
Sebagaimana ditunjukkan dalam [14], penggambaran kartogram merupakan sebuah fungsi komputasional yang menggambarkan kerelatifan kepadatan data dalam lanskap dua dimensional, 𝑥 𝑘𝑎𝑟𝑡𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥′ 𝜌(𝑟̅ (𝑡)): (𝑦) → ( ) 𝑦′
(2)
Keluasan wilayah yang direpresentasikan data digambarkan secara relatif dengan wilayah lain berdasarkan data yang mewakili wilayah tersebut. Gambaran sederhananya adalah wilayah menjadi semakin kecil relatif dengan wilayah lain ketika data yang mewakili wilayah tersebut juga lebih kecil secara proporsional dengan wilayah lain tersebut. Dalam visualisasi yang ditunjukkan dalam Observindo memiliki dua langkah pendalaman dari kerjakerja sebelumnya, terkait dengan resolusi data yang ditampilkan dalam kompilasi perangkat lunaknya dan platform komputasional yang digunakan. Visualisasi kartogram dalam Obervindo menyediakan perangkat komputasional yang memiliki hirarki visualisasi dari level desa (kartogram per kabupaten), level kabupaten (kartogram per provinsi), dan level propinsi (kartogram dengan akumulasi nasional). Ketiganya dikompilasi dalam satu perangkat kartografi komputasional berdasarkan data yang direpresentasikan. Data yang ditunjukkan dalam Observindo kebanyakan merupakan data-data nasional berbasis sensus desa yang dikompilasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia. Data-data tersebut juga memiliki beberapa karakteristik data yang berbeda-beda, dan dapat digolongkan sebagai dua jenis data, yaitu data yang berbentuk nilai jumlah akumulatif (bilangan bulat atau real) dan data yang berbentuk enumerasi, yaitu upaya kategorisasi data kualitatif atas beberapa kelas-kelas opsi data. Kustomisasi atas data-data untuk ditampilkan dalam Observindo telah dilakukan sebagai bagian dari proses datamining yang menjadi masukan bagi sistem kartogram yang menjadi bentuk geo-visualisasi dari Observindo.
3. Indonesia dalam Kartogram kontinu Kartogram merupakan bentuk kartografi komputasional, di mana peta yang digambarkan tak sematamata menggambarkan aspek geografis namun unsur data menjadi penentuan reskala dari bentuk
3
muka bumi yang digambarkan. Fungsi transformasional kartogram mengubah gambaran keseluruhan muka geografis menjadi muka kartografis yang memiliki relasi data, 𝐺𝑘𝑎𝑟𝑡𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 (𝑥 ′ , 𝑦 ′ ) ≡ 𝐺𝑔𝑒𝑜𝑔𝑟𝑎𝑓𝑖 (𝑥, 𝑦)⨀𝐷(𝐺𝑘𝑎𝑟𝑡𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 (𝑥, 𝑦))
(3)
Gambar 1. Proses komputasional injeksi data statistik terkait wilayah ke dalam variabel obyek topografis yang siap untuk digambarkan sebagai kartogram.
Secara komputasional, hal ini digambarkan dengan gambar 1. Terdapat dua jenis tipe obyek data yang hendak digabungkan secara komputasional, yaitu jenis data geografis, 𝐺𝑔𝑒𝑜𝑔𝑟𝑎𝑓𝑖 (𝑥, 𝑦) dan data-data statistik terkait kewilayahan, 𝐷(𝐺𝑘𝑎𝑟𝑡𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 (𝑥, 𝑦)). Kedua data digabung dalam sistem fungsi transformasi yang menyatukan kedua data tersebut menjadi satu data obyek topografis yang menyimpan informasi geografis sekaligus juga data-data statistik yang ingin ditampilkan sebagai kartogram. Perlu dicatat, bahwa hanya data-data dalam bentuk bilangan real dan bilangan bulat yang dapat ditampilkan sebagai bentuk masukan data. Data-data yang sifatnya kategoris, ditransformasikan menjadi data-data dengan bilangan bulat atau real sebagai persentase dari satu wilayah, atau berbagai transformasi aritmatika lainnya, bergantung jenis datanya. Data peta yang biasanya berbentuk poligon dan vektor pun juga diubah menjadi obyek-obyek terkait geolokasi [2, 4, 8, 10]. Dapat dibayangkan bahwa variabel obyek topografis tunggal ini merupakan bentuk obyek yang berisikan variabel data lokasi yang telah ditransformasikan sebagai sesuai tabulasi obyek data yang diinjeksikan ke dalam obyek geografi tersebut. Alur proses komputasional ini menjadi kerangka dasar pembangunan Observindo, dengan diagram proses ditunjukkan dalam gambar 2. Terdapat lebih dari 200 entri kategori data statistik dari sensus desa yang dapat diselancari oleh pengguna perangkat lunak untuk tiga tahun sensus, yaitu 2006, 2008, dan 2011. Terdapat pula tiga level pemetaan kartografi yang menjadi landasan penampilan data dalam bentuk kartogram dalam Observindo, yaitu level nasional, level propinsi, dan level kabupaten. 4
Gambar 2. Garis besar diagram proses dari keseluruhan mesin komputasional Observindo dengan fungsi-fungsi utama serta relasi antar rutin-rutin yang saling berkait di dalamnya.
Data di level nasional memuat informasi elementer 33 propinsi di Indonesia, dan masing-masing kartografi di level propinsi memuat total lebih dari 400 kabupaten di Indonesia. Dalam level kabupaten, terdapat total lebih dari 70,000 desa. Di semua level tersebut, administrasi kewilayahan di Indonesia juga tak sama untuk tahun demi tahun dalam periode yang ingin ditunjukkan dalam Observindo. Dinamika sosial kemasyarakatan di Indonesia sepuluh tahun terakhir telah melahirkan banyak proses pemekaran administrasi pemerintahan, baik di level propinsi, kabupaten, hingga desa. Observindo menggunakan teknik komputasi kartogram kontinu (5), yang artinya adalah peralihan dari satu kartografi ke kartografi lainnya ditampilkan dalam proses algoritma tweening sehingga dapat terlihat jelas bagaimana dari tahun ke tahun secara gradual terjadi perubahan nilai variabel-variabel yang ditampilkan dalam masing-masing kartogram yang berbeda-beda. Hal ini diterapkan untuk semua jenis dan pola data serta level hirarkis aspek data-geografi yang ditampilkan. Dengan demikian, perubahan data dapat lebih mudah untuk ditangkap terkait dengan peta wilayah yang belum direskala dengan data, termasuk antara satu data dengan data lainnya. Hasil tampilan dari Observindo ditunjukkan dalam gambar 3. Ditunjukkan snapshot dari penggambaran kartogram mulai dari level nasional (1), level propinsi (2), hingga level kabupaten (3) yang be-resolusi desa. Secara khusus pada kartografi level kabupaten (3), pewarnaan dilakukan tidak terkait dengan data yang direpresentasikan sebagaimana ditunjukkan pada dua level lainnya. 5
Pewarnaan di kartografi level kabupaten dilakukan dengan menggunakan pembedaan antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya dalam lingkup wilayah kabupaten. Dari sini terlihat dua informasi geografis yang berbeda, yaitu di level desa (reskala data) dan wilayah administrasi kecamatan di mana desa tersebut berada. Pengguna Observindo dapat melihat variabel statistik yang berbeda untuk level desa hingga akumulasi data tersebut di level nasional.
1
2
3
Gambar 3. Tiga level kartogram yang dimunculkan dalam snapshot Observindo, level nasional, propinsi, dan kabupaten.
6
4. Penutup dan Kerja Lanjutan Geovisualisasi merupakan tren infografis yang penting di era informasi, ketika pemahaman yang cepat akan data terasa makin penting dari hari ke hari. Kartogram merupakan suatu inovasi representasi data yang menggabungkan antara data dan informasi geografis sekaligus sehingga data ditunjukkan lebih merepresentasikan kewilayahan. Hal inilah yang ingin ditunjukkan dalam Observindo, yaitu representasi Indonesia dalam resolusi desa, sebagai unit elementer dari sistem kemasyarakatan di kepulauan Indonesia. Penampilan kartogram dalam Observindo menambah kompleksitas tampilan data tanpa berusaha untuk mengurangi simplisitas dari visualisasi yang ditampilkan. Di sisi lain, keunikan aspek-aspek dan variabel yang direpresentasikan untuk tiap kawasan-kawasan dan desa menjadi lebih visual ketika data-data yang bersifat umum ditunjukkan dalam kartogram. Hal ini tentu merupakan hal yang penting mengingat keberagaman sosial yang ada di Indonesia. Observindo merupakan sebuah bagian elementer dari kerja-kerja konstruksi representasi dan analisis data nasional berbasis desa. Pengembangan lanjutan dari proyek kerja ini terbentang, mulai dari integrasi sistem dengan inisiatif proses data mining yang real time di level administrasi desa, Bale Desa [16], hingga berbagai implementasi komputasional yang memungkinkan berbagai eksperimentasi artificial society demi penajaman untuk perencanaan hingga antisipasi atas berbagai hal yang terkait dengan kehidupan kemasyarakatan di Indonesia.
Pengakuan Observindo merupakan hasil kerja tim. Proses datamining dan kartografi dasar diprakarsai oleh Rolan M. Dahlan dan Ardian Maulana dengan asistensi dari rekan-rekan di Inovasi Anak Bangsa. Penulis berterima kasih pada rekan-rekan di Bandung Fe Institute untuk diskusi draf kasar kertas putih ini.
Kerja Yang Disebutkan: [1]
Bacao, F., Lobo, V., & Painho, M. (2005). “The Self-Organizing Map, the Geo-SOM, and relevant variants for geosciences”. Computers and Geosciences. Elsevier.
[2]
Batty, M. (2005). Cities and Complexity: Understanding Cities with Cellular Automata, AgentBased Models, and Fractals. MIT Press.
[3]
Cleveland, W. S. (2001). “Data science: an action plan for expanding the technical areas of the field of statistics”. International Statistical Review / Revue Internationale de Statistique, 21-26
[4]
Dorling, D. (1994). "Cartograms for Visualizing Human Geography". Visualization in Geographical Information Systems. Hearshaw, D.J.U.H.M. (eds.). Wiley & Sons. pp. 85-102.
[5]
Dougenik, J. N. C. & Niemayer, D. (1985). "An Algorithm to Construct Continuous Area Cartograms". Professional Geographer 37: 75-81.
[6]
Gastner, M. T. & Newman, M. E. J. (2004). "Diffusion-based Method for Producing DensityEqualizing Maps". PNAS 101 (20): 7499-504.
7
[7]
Gimblett, H. R. (eds.) (2002). Integrating Geographic Information Systems and Agent Based Modeling Techniques for Simulating Social and Ecological Processes. Oxford UP.
[8]
Heilmann, R., Keim, D.A. , Panse, C., & Sips, M. (2004). "RecMap: Rectangular Map Approximations". IEEE Symposium on Information Visualization.
[9]
Khanafiah, D. & Situngkir, H. (2007). "Etnik dan Konflik Sosial di Indonesia". BFI Working Paper Series WP-W-2007.
[10] Kocmoud, C. J. & House, D. H. (1998). "Continuous Cartogram Construction". Proceedings of IEEE Visualization 1998: 197-204. [11] Maulana, A. & Situngkir, H. (2014). "Observasi Kompleksitas Pemilu: Studi Kasus Pemilihan Umum Indonesia 2014". BFI Working Paper Series WP-1-2014. [12] Mayer-Schönberger, V. (2014). Big Data: A Revolution That Will Transform How We Live, Work, and Think. Eamon Dolan/Mariner Books. [13] Olson, J. (1976). "Noncontiguous Area Cartograms". The Professional Geographer 28(4): 371380. [14] Situngkir, H. (2007). "Peluang untuk Studi Kartografi Politik Indonesia". BFI Working Paper Series WPP2007. [15] Situngkir, H., et. al. (2008). Solusi untuk Indonesia: Prediksi Ekonofisik/Kompleksitas. Kandel. [16] Suroso, R. (2013). "SEMANGGI: A Framework for Adapting Digitized Paperwork". BFI Working Paper Series WP-5-2013.
8