Serapan Hara dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsium annum L.) Akibat Aplikasi Kompos Asal Sampah Organik Pasar Dengan Sistem Vertikultur Nutrient Uptake and Chili Yield (Capsium annum L.) Due To Application Of Market Organic Waste Compost By Verticulture System Nurhidayati dan Sunawan
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan pengaruh aplikasi kompos asal sampah organik pasar terhadap serapan hara dan hasil tanaman cabai merah (Capsium annum L) dengan sistem vertikultur. Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Islam Malang, dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang disusun secara faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor I Komposisi Bahan Pupuk Kompos terdiri dari 4 level yaitu: K1: (33,3 % sisa sayuran + 33,3 % tulang ikan + 33,3 % sabut kelapa), K2 : (50 % sisa sayuran + 25 % tulang ikan + 25 % sabut kelapa), K3 : (25 % sisa sayuran + 50 % tulang ikan + 25 % sabut kelapa), K4 : (25% sisa sayuran + 25 % tulang ikan + 50 % sabut kelapa). Faktor II adalah dosis pupuk kompos yang terdiri dari 4 level yaitu: D1: (50 g/ 10 kg tanah), D2 : (100 g/ 10 kg tanah), D3 : (150 g/ 10 kg tanah), D4 : (200 g/ 10 kg tanah), D5 : (250 g/ 10 kg Tanah), sehingga diperoleh 20 kombinasi perlakuan ditambah 1 kontrol (tanpa pemberian pupuk kompos). Peubah yang diamati meliputi : serapan hara N, P, dan K, jumlah buah per tanaman, bobot segar total buah pertanaman, bobot segar total buah setiap bangunan vertikultur, bobot kering buah, bobot kering total tanaman. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan komposisi bahan pupuk kompos dan dosis aplikasinya terhadap serapan hara dan hasil tanaman cabai merah. Hasil tertinggi pada masing-masing komposisi dicapai pada dosis 200 – 250 g/10 kg tanah untuk K1, dosis 100 – 150 g/10 kg tanah untuk K2, dosis 150 – 200 g/10 kg tanah untuk K3, dan dosis 200 – 250 g/10 kg tanah untuk K4. Secara keseluruhan perlakuan K3D3 (25 % sisa sayuran + 50 % tulang ikan + 25 % sabut kelapa dengan dosis 150 g/10kg tanah, K3D4 (dosis 200 g/10 kg tanah) dan K2D2 (50 % sisa sayuran + 25 % tulang ikan + 25 % sabut kelapa dengan dosis 100 g/10 kg tanah) memberikan rata-rata serapan hara N =3,82 % ; P = 0,36 % ; dan K =4,76 % , dan hasil bobot segar total buah cabai sebesar 1469,76 (K3D3),1567,28 (K3D4), dan 1460,80 (K2D2) gram per bangunan vertikulturrdengan Rata-rata kenaikan tingkat produksi dibandingkan kontrol sebesar 96.84%. Kata Kunci : Kompos sampah organik pasar, serapan hara, hasil cabai merah, vertikultur
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
8
Abstract The research aim is to describe effect of application of market organic waste compost on the nutrient uptake and chili yield by verticulture system. The research was conducted at experimental gardening polyhouse, Agriculture Faculty of Malang Islamic University by using Block Random Design factorial that consist of two factors. The First factor is compost matter composition that consist of four levels : K1 (33,3 % vegetable residue + 33,3 % fishbone + 33,3 % coconut fiber), K2 (50 % vegetable residue + 25 % fishbone + 25 % coconut fibe), K3 (25 % vegetable residue + 50 % fishbone + 25 % coconut fiber) and K4 (25 % vegetable residue + 25 % fishbone + 50 % coconut fiber). The second factor is compost dosage that consist of five levels : D1 : 50 g/10 kg soils, D2: 100 g/10 kg soils, D3 : 150 g/10 kg soils, D4 : 200 g/10 kg soils, and D5 : 250 g/10 kg soils, so that was found 20 treatments combinations plus one kontrol (without application of the compost).The observed variable were included : nutrient uptake N, P, and K, sum of fruits per crop, total of fruits fresh weight per crop, total of fruits fresh weight per verticulture structure, and dry weight of fruits. The results indicated that the interaction between compost matter composition and its application influenced the nutrient uptake and chili yield. The highest yield was achieved on dosage of 200 – 250 g/10 kg soils (for K1 composition), on dosage of 100 – 150 g/ 10 kg soils (for K2 composition), on dosage of 150 – 200 g/10 kg soils (for K3 composition), and on dosage of 200 – 250 g/10 kg soils (for K4 composition). Overall, the best treatment is K3D3 (25 % vegetable residue + 50 % fishbone + 25 % coconut fiber in dosage 150 g/10 kg soils and K2D2 (50 % vegetable residue + 25 % fishbone + 25 % coconut fiber in dosage 100 g/10 kg soils) on the averages of nutrient uptake are N = 3,82 %; P = 0,36 %; and K = 4,76 % and the level of chili yield totally 1469,76 (K3D3), 1567,28 (K3D4) and 1460,80 g (K2D2) per verticulture structure. The increase of yield average is compared by kontrol by 96,84 %. Keywords : compost of market organic waste, nutrient uptake, chili yield, verticulture.
PENDAHULUAN Salah satu persoalan utama saat ini adalah masalah limbah dan sampah yang belum tertangani dan termanfaatkan dengan baik termasuk sampah pasar. Jika kita lihat realita, sekarang ini banyak terjadi bencana alam utamanya banjir yang disebabkan salah satunya adalah rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan akibat dari membuang sampah sembarangan. Oleh karena itu perlu penanganan dan pengolahan sampah menjadi bahan yang bermanfaat seperti halnya pengomposan sampah menjadi pupuk kompos.
Waijarean dan Danteravanich (2001) melaporkan bahwa sampah pasar terdiri dari : a). Sisa sayur dan buah (84-85 %); b). Kertas (8,12 %), c). Kayu dan daun (3,10 %), d). Plastik (2,47 %), Tulang (0,38 %), e). Tekstil (0,05 %) f). Karet (0,04 %). Limbah padat di pasar diperkirakan sebesar 79,51 % atau sebesar 304,00 kg/m3. Memperhatikan data hasil penelitian di atas, sampah pasar memungkinkan untuk dilakukan biokonversi karena sampah pasar sebagian bersifat organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Pengomposan sampah merupakan salah satu pengelolaan sampah yang efektif dan
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
9
efisien karena dapat mengurangi timbunan sampah dan mendaur ulang sampah secara alami yang ramah lingkungan. Mengingat 60 – 70 % timbunan sampah perkotaan di Indonesia berupa bahan organik (Blaensdorf and Hoornweg, 1997). Beberapa jenis sampah pasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah sisa sayuran, tulang ikan (ikan laut dan ayam) dan sabut kelapa. Sisa sayuran banyak mengandung serat, karbohidrat, zat hijau daun, air, vitamin dan mineral. Sehingga dapat memperkaya kompos. Sayur kubiskubisan, dalam 100 g mengandung 2.4 g protein yang dapat dijadikan sumber N, 4.3 g Karbohidrat, 0.4 g lemak, 1.0 serat, 1.1 g abu, 160 mg Ca, 48 mg P, 2.7 mg Fe, 24 mg Na, 297 mg K, 1825 µg-carotene. Wortel memiliki kandungan nutrisi dalam 100 g : 0,9 g protein, 10.7 g karbohidrat, 0.1 g lemah, 1.2 g serat, 1.1 g abu, 80 mg Ca, 30 mg P, 1.5 mg Fe, 2000 - 4300 IU Vitamin A, 60 IU Vitamin B1, 3 mg niacin dan 3 mg asam askorbik. Abu dari wortel mengandung 0.51 K2O, 0.06 N2O, 0.07 CaO, 0.02 MgO dan 0.09 % P2O5. Selain itu juga mengandung beberapa unsur mikro (Duke, 1983). Rosmarkam dan Yuwono (2002) menambahkan bahwa sisa sayuran banyak mengandung unsur Nitrogen (N) yang merupakan unsur hara makro utama yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Tulang ikan mengandung unsur hara Fosfor (P) yang tinggi, protein 18-20 %, lemak 1-2 %, abu 4-6 %, kapur 1-3 %, fosfor 0,3-0,9 % (Anonymous 2002). Sudhira dan Jacob (2000) melaporkan bahwa kandungan hara dalam sabut kelapa adalah Kalium (K) sebesar 1,02 kg/ton. Masalah lain yang sering dihadapi dan kurang mendapat perhatian dari para petani pada umumnya adalah masalah kesuburan tanah pertanian yang semakin menurun. Penurunan kesuburan tanah ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain penggunaan agrokimia dalam dosis tinggi memberikan efek residu yang kurang baik bagi kesehatan lingkungan tanah, air dan udara (Nurhidayati, 2002; Andoko, 2004). Penggunaan sistem vertikultur organik
diharapkan dapat menghasilkan produk pangan sehat dan dapat diterapkan dalam luas lahan yang sempit sehingga perkembangan sitem pertanian organik akan lebih cepat tidak terkendala oleh luas lahan pertanian yang semakin terbatas (Andoko, 2004). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang memanfaatkan potensi sampah organik pasar sebagai pupuk kompos yang berkualitas dalam budidaya tanaman secara vertikultur organik. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh penggunaan kompos asal sampah organik pasar terhadap serapan hara dan hasil tanaman cabai merah (Capsium annum L) dengan sistem vertikultur organik. Hipotesis penelitian ini adalah perbedaan komposisi dan dosis pupuk kompos akan menghasilkan serapan hara dan hasil tanaman cabai merah yang berbeda. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Islam Malang, dengan ketinggian tempat 450 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus sampai bulan Desember 2006. Peralatan yang digunakan antara lain: cangkul, sabit, pisau, gunting, ember, tali plastik, sprayer, meteran, jangka sorong, timbangan, alat tulis, bambu dan karung plastik. Bahan – bahan yang digunakan antara lain: benih cabai merah varietas hibrida, pupuk kompos (kompos sisa sayur-sayuran, kompos tulang ikan, kompos sabut kelapa), kotoran sapi, zeolit, sekam, pasir dan Sex feromon, bahan kimia untuk analisis serapan hara. Penelitian ini merupakan percobaan Rancangan Acak Kelompok yang disusun secara faktorial. Faktor I Komposisi Bahan Pupuk Kompos terdiri dari 4 level yaitu: K1: (33,3 % sisa sayuran + 33,3 % tulang ikan + 33,3 % sabut kelapa), K2 : (50 % sisa sayuran + 25 % tulang ikan + 25 % sabut kelapa), K3 : (25 % sisa sayuran + 50 % tulang ikan + 25 % sabut kelapa), K4 : (25% sisa sayuran + 25 %
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
10
tulang ikan + 50 % sabut kelapa). Faktor II adalah dosis pupuk yang diaplikasikan yang terdiri dari 4 level yaitu: D1: (50 g/ 10 kg tanah), D2 : (100 g/ 10 kg tanah), D3 : (150 g/ 10 kg tanah), D4 : (200 g/ 10 kg tanah), D5 : (250 g/ 10 kg Tanah). Terdapat 20 kombinasi perlakuan ditambah 1 perlakuan kontrol. Pembuatan bangunan vertikultur menggunakan karung plastik ukuran 50 kg dengan media tanam campuran tanah, pasir dan pupuk kotoran sapi dengan komposisi (40 % : 30 % : 30 %).dan di bagian tengahnya diberi sekam dari atas sampai ke dasar bangunan, kemudian diberi penyangga bambu kanan kiri untuk memperkuat bangunan vertikultur. Penanaman bibit cabai dilakukan secara melingkar di samping karung dengan membuat lubang tanam sebanyak 6 dan ditanam membentuk sudut 45o.. Hal ini berarti bahwa tiap bangunan vertikutur terdapat 6 tanaman cabai. Pupuk yang digunakan hanya pupuk kompos sebagai perlakuan. Pemeliharaan tanaman hanya dilakukan penyiraman setiap hari pada awal pertumbuhan dan pada fase berikutnya disesuaikan dengan kondisi media tanam. Peubah yang diamati terdiri dari: serapan hara N, P, dan K tanaman cabai, jumlah buah, bobot segar total buah pertanaman, bobot segar total buah setiap bangunan vertikultur, bobot kering buah. Data yang diperoleh dianalisis ragam (Uji F) dengan tingkat signifikansi 5%. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Duncan (P < 0.05) dan uji Dunnet (P<0.05). HASIL Serapan Hara N, P dan K Tanaman Hasil analisa ragam kadar N dalam tanaman cabai menunjukan bahwa interaksi antara komposisi bahan kompos dan dosis aplikasinya berpengaruh nyata terhadap serapan N, P, dan K tanaman. Hasil uji Duncan (P<0.05) memperlihatkan bahwa kadar N tanaman tertinggi untuk komposisi K1 dicapai pada dosis D5, K2
pada dosis D3-D4, K4 pada dosis D3-D5. Hasil uji Dunnet (P<0.05) memperlihatkan kadar N tanaman pada perlakuan dengan aplikasi kompos asal sampah organik pasar pada berbagai dosis, sebagian besar berbeda nyata lebih besar dengan kontrol. Sementara kadar P tanaman tertinggi pada perlakuan komposisi K1 dicapai pada dosis D1-D2, untuk komposisi K2 dicapai pada dosis D3-D4, untuk komposisi K3 dicapai pada dosis D4-D5, dan untuk komposisi K4 kadar P dicapai pada dosis D2- D5. Hasil uji Dunnet 5% rata-rata kadar P tanaman pada perlakuan aplikasi kompos pada berbagai dosis menunjukkan semua kombinasi perlakuan berbeda nyata lebih besar dengan kontrol. Kadar K tanaman tertinggi pada pada perlakuan komposisi K1 dicapai pada dosis D1-D2, untuk komposisi K2 dicapai pada dosis D2-D5, untuk komposisi K3 dan K4 dicapai pada dosis D4. Hasil uji Dunnet 5% rata-rata kadar K tanaman pada perlakuan aplikasi kompos pada berbagai dosis berbeda nyata lebih besar dengan kontrol kecuali pada perlakuan K4D1, K4D2, K4D3 dan K4D5 (Tabel 1). Tabel 1. Rerata Kadar N, P dan K pada Tanaman Cabai Merah (%) pada berbagai Komposisi Pupuk Kompos dan Dosis Aplikasinya. Perlakuan D1 D2 D3 D4 D5 Kontrol Perlakuan D1 D2 D3 D4 D5 Kontrol Perlakuan D1 D2 D3 D4 D5 Kontrol
K1 A 3.90* A 3.91* A 3.99* A 3.85 tn B 4.19* 3.7 K1 B 0.42* AB 0.41* A 0.38 * A 0.39 * A 0.38 * 0.205 K1 C 4.97* C 4.98* B 4.78* B 4.70* A 4.54* 4.33
Kadar N tanaman (%) K2 K3 A 3.52# AB 3.80 tn AB 3.62 tn A 3.71 tn B 3.70 tn B 3.89* B 3.75 tn B 3.93* B 3.58 tn C 4.34* 3.7 3.7 Kadar P tanaman (%) K2 K3 A 0.33* A 0.36* A 0.35* A 0.35* B 0.38* A 0.35* B 0.39* AB 0.37* A 0.34* B 0.38 * 0.205 0.205 Kadar K tanaman (%) K2 K3 A 4.47* A 4.53 * AB 4.57* AB 4.57* B 4.62 * B 4.65 * B 4.67 * C 5.06* B 4.67 * B 4.66* 4.33 4.33
K4 A 3.80 tn A 3.84 tn B 4.12* B 4.16* B 4.12* 3.7 K4 A 0.35* B 0.39* B 0.38* B 0.38* B 0.40* 0.205 K4 AB 4.26 tn AB 4.26 tn A 4.22 tn C 4.56* B 4.35 tn 4.33
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
11
Keterangan: angka-angka dalam kolom yang sama yang didahului huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji Duncan (P<0.05) tn= tidak berbeda nyata dengan kontrol ; * = berbeda nyata lebih besar dengan kontrol # = berbeda nyata lebih kecil dengan kontrol pada uji Dunnet (P<0.05). Hasil Tanaman Cabai a. Jumlah buah per tanaman Hasil analisa ragam jumlah buah per tanaman cabai menunjukkan bahwa interaksi antara komposisi pupuk kompos dan dosis aplikasinya berpengaruh nyata (P<0.05) pada semua pengamatan (Tabel 2). Tabel 2. Rerata jumlah buah per tanaman pada berbagai komposisi pupuk kompos dan dosis aplikasinya. Umur
49 HST
56 HST
63 HST
70 HST
77 HST
84 HST
Perlakuan
K1
K2
K3
K4
D1 D2 D3 D4 D5 Kontrol D1 D2 D3 D4 D5 Kontrol D1 D2 D3 D4 D5 Kontrol D1 D2 D3 D4 D5 Kontrol D1 D2 D3 D4 D5 Kontrol D1 D2 D3 D4 D5 Kontrol
B 6.67* AB 4.55* A 3.56* B 7.22* B 6.11* 1.00 B 12.78* A 9.78* B 13.78* B 12.89* B 14.78* 2.22 AB13.67tn A 11.78 tn AB15.22* AB13.78 tn B 18.67* 5.33 A 15.56* A 15.56* AB16.89* AB17.78* B 20.11* 6.11 A 16.22* A 16.89* AB18.33* AB18.78* B 21.11* 6.89 A 14.22* AB15.56* B 17.00* B 16.78* C 19.78* 8.22
A 5.66* AB 6.89* AB 6.66* B 8.33* A 5.22* 1.00 A 9.44* B 12.22* B 13.89* AB11.89* AB10.55* 2.22 AB14.45* B 20.89* AB15.22* AB16.67* A 12.22 tn 5.33 AB16.44* C 22.89* B 18.22* B 18.22* A 13.45* 6.11 AB16.44* C 21.22* B 18.22* BC18.89* A 14.78* 6.89 B 16.78* C 21.22* B 18.55* B 17.89* A 14.45* 8.22
A 3.66* B 5.44* BC 6.78* C 7.55* C 8.22* 1.00 A 8.22* AB 9.56* C 17.89* AB 10.33* B 11.44* 2.22 A 15.11* A 15.78* B 23.78* AB18.55* A 16.78* 5.33 A 17.56* A 16.89* B 25.78* B 22.34* A 17.89* 6.11 A 16.00* A 16.89* B 25.78* B 22.34* A 17.89* 6.89 A 16.00* A 15.56* C 22.45* B 20.00* A 15.22* 8.22
A 2.67 AB4.00* B 4.56* C 6.78* A 3.00 1.00 A 10.00* A 9.00* B 12.89* B 12.56* AB10.56* 2.22 A 14.66* A 10.67 tn A 16.33* A 14.44* A 14.78* 5.33 A 16.45* A 14.22* A 17.56* A 15.89* A 15.89* 6.11 AB16.45* A 14.22* B 17.56* AB15.89* B 17.56* 6.89 A 14.11* A 14.56* A 15.56* A 14.56* B 17.56* 8.22
Keterangan: angka-angka dalam kolom yang sama yang didahului huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji Duncan (P<0.05). tn= tidak berbeda nyata dengan kontrol ; * = berbeda nyata lebih besar dengan kontrol pada uji Dunnet (P<0.05). Berdasarkan uji Duncan (P<0.05) pada pengamatan umur 49 HST jumlah buah yang terbanyak untuk komposisi K1 dicapai oleh D2-D5, untuk komposisi K2 dicapai pada dosis D2-D4, untuk komposisi K3 dicapai pada dosis D3-D5 dan untuk komposisi K4 dicapai pada dosis D4. Pada pengamatan umur 56 HST, jumlah buah terbanyak untuk perlakuan komposisi K1 tidak ada perbedaan antara dosis D1-D5, untuk komposisi K2 dicapai pada dosis D2-D5, untuk komposisi K3 dicapai pada dosis D3, dan komposisi K4 dicapai pada dosis D4, D2 dan D1. Pada pengamatan umur 63 HST, jumlah buah yang terbanyak pada perlakuan komposisi K1 dicapai pada dosis D5 tetapi tidak berbeda nyata dengan D3, D4 dan D1, untuk komposisi K2 dicapai pada dosis D1 – D4, untuk komposisi K3 dicapai pada dosis D3-D4 dan pada komposisi K4 semua perlakuan dosis memberikan jumlah buah yang sama (Tabel 2). Pada umur 70 HST, jumlah buah yang terbanyak pada perlakuan komposisi K1 dicapai pada dosis D3- D5, untuk komposisi K2 dicapai pada dosis D2, untuk komposisi K3 dicapai pada dosis D3-D4 dan untuk K4 semua dosis memberikan jumlah buah yang sama. Pada umur 77 HST, jumlah buah yang terbanyak pada perlakuan K1 dicapai pada dosis D3D5, untuk K2 dicapai pada dosis D2 dan D4, untuk komposisi K3 dicapai pada dosis D3-D4, dan untuk K4 komposisi dicapai pada dosis D3-D5. Pada umur 84 HST jumlah buah terbanyak pada komposisi K1 dan K4 dicapai pada dosis D5, untuk K2 dicapai pada dosis D2, sedangkan pada K3 dicapai pada dosis D3. Dari hasil uji Dunnet (P<0.05) rata-
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
12
rata jumlah buah pada perlakuan aplikasi kompos pada berbagai dosis sebagian besar berbeda nyata lebih besar dengan kontrol (Tabel 2), b. Bobot Segar Total Buah per Tanaman Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa interaksi antara komposisi pupuk kompos dan dosis aplikasinya berpengaruh nyata terhadap bobot segar total buah per tanaman (Tabel 3) Tabel 3. Rerata Bobot Segar Total Buah per Tanaman (g) pada berbagai Komposisi Pupuk Kompos dan Dosis Aplikasinya. Perlakuan
K1
D1 D2 D3 D4 D5 Kontrol
A 168.23* B 193.33* C 212.45* CD222.80* D 240.48* 126.95
K2
K3
K4
B 209.49* A 190.33* A 187.40* C 243.47* B 215.45* A 193.27* BC 228.72* C 244.96* B 215.44* B 219.91* C 261.21* BC219.87* A 165.28* B 224.25* C 237.59* 126.95 126.95 126.95
Keterangan: angka-angka dalam kolom yang sama yang didahului huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji Duncan (P<0.05) .* = berbeda nyata lebih besar dengan kontrol pada uji Dunnet (P<0.05). Hasil uji Duncan (P<0.05) bobot segar total buah per tanaman tertinggi pada perlakuan komposisi K1 dan K4 dicapai pada dosis D4-D5, untuk komposisi K2 dicapai pada dosis D2-D3, untuk komposisi K3 dicapai pada dosis D3D4, dan untuk komposisi K4 dicapai pada dosis D4-D5. Hasil uji Dunnet (P<0.05) rata-rata bobot segar total buah per tanaman pada perlakuan aplikasi kompos pada berbagai dosis menunjukkan berbeda nyata lebih besar dengan kontrol. Berdasarkan hasil uji Duncan (P<0.05) dengan memakai uji jarak 20 perlakuan K3D4 menunjukkan bobot segar total buah per tanaman
tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan K3D3 dan K2D2 (Tabel 3). c. Bobot Segar Total Buah Setiap Bangunan Vertikultur Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa interaksi antara komposisi kompos dan dosis aplikasinya terdapat berpengaruh nyata terhadap bobot segar total buah setiap bangunan vertikultur (Tabel 4). Tabe 4. Rerata Bobot Segar Total Buah Setiap Bangunan Vertikultur Tanaman Cabai Merah (g) pada berbagai Komposisi Pupuk Kompos dan Dosis Aplikasinya. Perlakuan
K1
K2
K3
K4
D1 D2 D3 D4 D5 Kontrol
A 1009.36* B 1160.00* C 1274.72* CD 1336.80* D 1442.86* 761.68
B 1256.96* C 1460.80* BC 1372.32* B 1319.44* A 991.68* 761.68
A 1142.00* B 1292.72* C 1469.76* C 1567.28* B 1345.52* 761.68
A 1124.40* A 1159.60* B 1292.64* BC 1319.20* C 1425.52* 761.68
Keterangan: angka-angka dalam kolom yang sama yang didahului huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji Duncan (P<0.05). * = berbeda nyata lebih besar dengan kontrol pada uji Dunnet (P<0.05). Hasil uji Duncan (P<0.05) bobot segar buah yan tertinggi pada perlakuan dengan komposisi K1 dan K4 dicapai pada dosis D4- D5, untuk K2 dicapai pada dosis D2D3 dan untuk komposisi K3 dicapai pada dosis D3-D4 . Hasil uji Dunnet (P<0.05) rata-rata bobot segar buah setiap bangunan vertikultur pada perlakuan aplikasi kompos pada berbagai dosis menunjukkan berbeda nyata lebih besar dengan kontrol. Berdasarkan hasil uji Duncan (P<0.05) dengan memakai uji jarak 20, perlakuan K3D4 menunjukkan bobot segar total buah per tanaman tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan K3D3 dan K2D2 (Tabel 4).
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
13
d. Bobot Kering Buah Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa interaksi antara komposisi pupuk kompos dan dosis aplikasinya berpengaruh nyata terhadap bobot kering buah. Tabel 5. Rerata Bobot Kering Buah Pada Tanaman Cabai Merah (g) pada berbagai Komposisi Pupuk Kompos dan Dosis Aplikasinya. Perlakuan
K1
K2
K3
K4
D1 D2 D3 D4 D5 Kontrol
A 18.20* B 23.00* B 22.94* C 26.96* C 25.97* 13.33
B 25.77* C 28.97* B 25.16* B 25.51* A 19.67* 13.33
A 23.60* A 23.70* C 30.62* C 30.30* B 27.36* 13.33
A 20.80* B 24.74* AB 21.98* B 24.18* A 19.72* 13.33
Keterangan: angka-angka dalam kolom yang sama yang didahului huruf besar yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji Duncan (P<0.05). * = berbeda nyata lebih besar dengan kontrol pada uji Dunnet (P<0.05). Hasil uji Duncan (P<0.05) bobot kering buah tertinggi pada perlakuan dengan komposisi K1 dicapai pada dosis D4-D5, untuk K2 dan K4 dicapai pada dosis D2, untuk K3 dicapaipada dosis D3-D4 (Tabel 5). Hasil uji Dunnet (P<0.05) ratarata bobot kering buah pada perlakuan aplikasi pupuk kompos pada berbagai dosis menunjukkan berbeda nyata lebih besar dengan kontrol (Tabel 5).
PEMBAHASAN Pengaruh Komposisi Bahan Kompos Asal Sampah Organik Pasar dan Dosis Aplikasinya Terhadap Serapan N,P dan K Tanaman Berdasarkan hasil analisa statistik pengaruh komposisi pupuk kompos asal sampah organik pasar dengan berbagai dosis terhadap serapan N,P,K tanaman terdapat kecenderungan bahwa peningkatan dosis memberikan peningkatan pada kadar N,P,K tanaman
hingga dosis aplikasi 200 g/10 kg tanah pada masing–masing komposisi bahan kompos. Kadar N tanaman yang tertinggi ditunjukan oleh kombinasi perlakuan K3D5, dimana pada komposisi ini kompos tulang ikan menduduki proporsi yang terbesar. Kandungan hara pada tulang ikan tidak hanya unsur P, tetapi juga mengandung N, sehingga ada tambahan N yang diserap oleh tanaman (Anonymous 2002). . Bila ketersediaan P dalam tanah cukup, maka serapan hara yang lain juga dalam kondisi optimal (Jones and Jacobsen, 2005). Hal ini ditunjukkan oleh kandungan N pada tanaman juga tinggi pada perlakuan K3D5. Kekurangan unsur P umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi lebih kecil dan warna daun menjadi lebih gelap yang selanjutkan akan menurunkan produksi bunga dan buah (Jones, 1998; Nurhidayati, 2006). Semua perlakuan menunjukkan kadar P tanaman yang lebih tinggi dari kontrol. Kadar P yang tinggi pada perlakuan K1D1, K1D2 dan K4D5 menunjukkan bahwa dengan komposisi yang seimbang ternyata serapan hara P meningkat. Bila dalam tanah cukup P maka tanaman dapat berproduksi secara optimal. Untuk kadar K tanaman, hampir semua perlakuan menunjukkan kadar K tanaman lebih tinggi dari kontrol. Perlakuan K3D4 menunjukkan kadar K yang tinggi. Unsur K juga mempunyai peran penting dalam tanaman antara lain: meningkatkan kualitas buah, menjadikan tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit dan mengaktifkan berbagai enzim dalam tanaman, apabila kekurangan K tanaman memperlihatkan gejala lemahnya batang sehingga tanaman mudah roboh, dan menjadi kering. Ujung daun berwarna coklat (nekrosis) (McCauley, Jones, and Jacobsen, 2005) . Unsur N, P dan K serta unsur–unsur yang lain harus diberikan secara seimbang bagi tanaman, apabila salah satu dalam keadaan defisiensi maka produksi tanaman dipengaruhi oleh unsur hara yang paling rendah harkatnya. Unsur hara yang paling rendah harkatnya disebut
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
14
faktor pembatas. Untuk meningkatkan produksi, faktor pembatas harus diperrbaiki terlebih dahulu. Jika faktor pembatas tidak diperbaiki, maka perbaikan faktor yang lain tidak berpengaruh terhadap produksi (Jones and Jacobsen, 2005). Pengaruh Komposisi Bahan Kompos Asal Sampah Organik Pasar dan Dosis Aplikasinya Terhadap Produksi Tanaman Cabai Merah. Berdasarkan hasil analisa statistik pengaruh komposisi pupuk kompos asal sampah organik pasar dengan berbagai dosis terhadap produksi tanaman, terdapat kecenderungan bahwa peningkatan dosis dapat meningkatkan hasil tanaman yang ditandai dengan meningkatnya jumlah buah yang dihasilkan, bobot segar buah, bobot segar total buah, bobot segar total buah setiap bangunan vertikultur, bobot kering buah dan bobot kering brangkasan hingga dosis aplikasi 150 dan 200 g/10 kg tanah. Hal ini menandakan bahwa pemberian pupuk kompos asal sampah organik pasar mampu memenuhi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Dari hasil uji Dunnet (P<0.05) pada masing-masing variabel pengamatan peubah hasil semua perlakuan menunjukkan berbeda nyata lebih besar dengan kontrol pada semua umur pengamatan. Dengan kondisi tersebut diduga bahwa pupuk kompos asal sampah organik pasar sudah mengalami dekomposisi secara sempurna, unsur hara yang ada didalamnya tersedia bagi tanaman sehingga mudah diserap dan menjadikan tanaman dapat berproduksi dengan optimal. Pemberian pupuk kompos asal sampah organik pasar juga dapat meningkatkan produktifitas tanaman karena sampah organik pasar yang digunakan tersusun dari 3 komponen utama yaitu sisa sayuran (sebagai sumber N), tulang ikan (sebagai sumber P) dan sabut kelapa (sebagai sumber K) tercampur menjadi satu yang kesemuanya memiliki kandungan nutrisi
yang bermafaat bagi kesuburan tanah. Bahan kompos yang berasal dari sisa sayuran mengandung unsur hara N yang tinggi. Nitrogen yang terkadung pada beberapa sayuran hijau antara lain : pada kubis 4 – 5 %, bayam 4,5 %, wortel 2,8 3,25%, sawi 4,3 %. Sedangkan kompos yang berasal dari tepung tulang ikan mengandung unsur P yang tinggi (Anonymous, 2006). Pupuk dari tepung tulang ikan digunakan pada tanaman semusim dan tanaman tahunan yang dapat membantu pada saat pembungaan dan mengandung unsur NPK: 5-22-1 + 18 % Calsium (Anonymous ,2005). Pada kompos yang berasal dari sabut kelapa mengandung unsur K dan daya pegang air yang baik sehingga baik untuk mengurangi kehilangan air pada tanah. Menurut Sudhira dan Jacob (2000) bahwa pada sabut kelapa sebelum dan setelah dikomposkan nutrisi yang terkandung didalamnya masih tetap sama yaitu: Nitrogen 4,42 kg/ton, P2O5 0,71 kg/ton dan K sebanyak 1,02 kg/ton. Selanjutnya Rajeswari (1998) menambahkan bahwa hasil pengomposan dari berbagai sayuran antara lain brokoli, kubis, wortel, akar-akar dan bayam menghasilkan pupuk kompos yang mempunyai kandungan Nitrogen yang tinggi dan tersedia bagi tanaman. Pupuk dari tulang ikan digunakan pada tanaman semusim dan dapat membantu pada saat pembungaan karena kandungan fosfornya yang tinggi (Anonymous, 2002). Sedangkan pada kompos yang berasal dari sabut kelapa banyak mengadung unsur K yang membantu dalam proses-proses metabolisme tanaman, dapat meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta tanaman tidak mudah roboh. Unsur K yang terkandung dalam sabut kelapa adalah 1,02 kg/ton (Sudhira dan Jacob, 2000). Secara umum perlakuan yang terbaik peubah produksi tanaman akibat pemberian pupuk kompos asal sampah organik pasar pada berbagai dosis ditunjukan oleh perlakuan K3D3 dan
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
15
K3D4 dimana perlakuan tersebut memiliki komposisi dengan perbandingan yang lebih banyak kompos tulang ikan. Hal ini disebabkan kompos tulang ikan banyak mengandung unsur P dibandingkan dengan 2 bahan kompos lainnya, yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah Nitrogen, dimana P berguna untuk pembentukan bunga dan buah. Perlakuan lain yang memberikan produksi yang tinggi adalah K2D2 dimana perlakuan tersebut memiliki komposisi dengan perbandingan yang lebih banyak kompos sisa sayuran dimana kompos sisa sayuran banyak mengandung unsur N yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak untuk pertumbuhan dan secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap produksi tanaman.
Hubungan antara Kadar N, P, K dengan Produksi Tanaman Hasil uji korelasi untuk mengetahui pengaruh kadar hara N, P, dan K tanaman terhadap produksi cabai merah disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel tersebut, terlihat bahwa kadar hara tanaman berkorelasi positif dengan produksi cabai merah. Korelasi tertinggi ditunjukkan oleh kadar P tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa kadar P tanaman menentukan tingkat produktifitas tanaman (Haryantini dan Susanto, 2001). . Semakin tinggi kadar P tanaman semakin tinggi tingkat produktifitas yang dicapai. Unsur P berfungsi membantu perkembangan akar tanaman sehingga serapan hara meningkat. Selain itu unsure P sebagai pemacu pertumbuhan generatif yang berperan dalam pembentukan dan pemasakan bunga dan buah. Dengan pertumbuhan yang baik dan diikuti dengan fase generatif yang optimal sehingga mampu memberikan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik.
Tabel 6. Nilai Korelasi (r) Hubungan Antara Kadar Hara N, P dan K Tanaman Terhadap Produksi Tanaman Cabai Merah Variabel BST buah/tanaman BST buah/Bangunan Vertikultur
N 0.345
P 0.480
K 0.199
0.345
0.484
0.198
Keterangan BST =Bobot segar total Urutan kedua yang memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan dan produksi cabai merah adalah kadar N tanaman. Unsur N berperan sebagai pemacu pertumbuhan vegetatif tanaman, namun secara tidak langsung berpengaruh terhadap poduksi tanaman. Karena pertumbuhan vegetatif tanaman yang baik akan diikuti dengan perkembangan fase generatif yang baik pula. Kadar K tanaman memberikan nilai korelasi terkecil hal ini disebabkan karena unsur K lebih berperan pada kualitas produksi dan meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit (Jones, 1998). Kemungkinan besar kadar K yang tersedia dalam tanah belum mencukupi kebutuhan tanaman sehingga masih muncul serangan hama dan penyakit pada saat fase pembesaran buah (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Dosis Optimum Pupuk Kompos Asal Sampah Organik Pasar Hasil analisis regresi (Gambar 1.) memperlihatkan bahwa respon bobot segar total buah tanaman cabai merah terhadap pemberian pupuk kompos asal sampah organik pasar pada berbagai dosis mengikuti pola kuadratik.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
16
BS Total Buah (g/Tan)
300
K1
K2
K3
K4
250
200
150 K1 = -0.0013x2 + 0.7449x + 129.93 R2 = 0.9915
100
K2 = -0.0061x2 + 1.6493x + 133.09 R2 = 0.9616
50
K3 = -0.0038x2 + 1.3756x + 126.5 R2 = 0.9701 K4 = -0.0016x2 + 0.7762x + 135.64 R2 = 0.9357
0
0
50
100
150
200
250
300
Dosis Kompos (g/10 kg tanah)
Gambar 1. Respon bobot segar total buah per tanaman terhadap pemberian pupuk kompos asal sampah organik pasar pada berbagai dosis Hasil analisis regresi diperoleh persamaan regresi untuk komposisi K1 adalah Y1= 0,0013X2 + 0,7449X + 129,93, dari persamaan tersebut diperoleh dosis optimum 286,5 g/10kg tanah dan menghasilkan bobot segar total buah 236,64 g/tanaman. Untuk komposisi K2 persamaan regresinya adalah Y2 = 0,0061X2 + 1,6493X + 133,09, dari persamaan tersebut memperoleh dosis optimum 135,19 g/10kg tanah dan menghasilkan bobot segar total buah 244,57 g/tanaman. Untuk komposisi K3 persamaannya Y3 =-0,0038X2 + 1,3756X + 126,5, dari persamaan tersebut diperoleh dosis optimum 181 g/10kg tanah dan menghasilkan bobot segar total buah 250,99 g/tanaman. Untuk komposisi K4 persamaannya Y4 = -0,0016X2 + 0,7762X + 135,64, dari persamaan tersebut diperoleh dosis optimum 242,56 g/10kg tanah dan menghasilkan bobot segar total buah 229,78 g/tanaman. Pada K1 diperoleh dosis optimum yang tertinggi dibandingkan dengan komposisi yang lain. Sedangkan dosis optimum yang terendah pada komposisi K2. Hal ini disebabkan karena perbedaan respon tanaman terhadap macam komposisi bahan pupuk kompos tersebut. Pada K1 sampai level dosis tertinggi ada kecenderungan terjadi kenaikan produksi, tetapi pada K2 kenaikan produksi terjadi sampai level D3 (150 g/10kg tanah). Pada dosis D4 dan D5
1
terjadi penurunan produksi. Pada komposisi K3 dan K4 dosis optimumnya lebih tinggi dibanding dengan K2. Penentuan dosis optimum untuk aplikasi di tingkat petani harus dipertimbangkan aspek agronomi dan ekonomi. Apabila petani menginginkan hasil yang tinggi maka dapat menggunakan komposisi K3 dengan dosis optimum 181 g/10 kg tanah. Namum apabila menginginkan hasil yang lebih efisien ditinjau dari biaya penggunaan pupuk kompos maka dapat dipilih komposisi K2 dengan dosis optimum 135,19 g/10kg tanah.
KESIMPULAN DAN SARAN Sampah organik pasar dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos yang berkualitas tinggi pada sistem budidaya cabai merah secara vertikultur organik. Perbedaan komposisi bahan kompos mempengaruhi besarnya dosis aplikasi kompos pada budidaya tanaman cabai dengan sistem vertikultur organik. Secara keseluruhan perlakuan yang memberikan serapan hara terbaik adalah K3D5. Sedangkan yang memberikan hasil yang terbaik adalah K3D3, K3D4, dan K2D2. Besarnya ratarata kenaikan produksi pada perlakuan terbaik dibandingkan kontrol adalah 96.84 %. Dosis optimum dari masing-masing komposisi pupuk kompos asal sampah organik berbeda-beda. Dengan demikian pemilihan bahan kompos harus mempertimbangkan hasil yang dicapai dan kebutuhan hara tanaman. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan bahwa pemilihan komposisi kompos dapat disesuaikan dengan ketersediaan limbah-limbah tersebut dengan dosis aplikasi yang memberikan hasil maksmium.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
17
DAFTAR PUSTAKA Andoko, A. 2004. Budidaya Cabai Merah Secara Vertikultur Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. 86 Hal
Montana State University. service. 4449-9 -.June 2005
Extension
Anonymous. 2005. Kompos. Wikipedia Indonesia. http://id.wikipedia.org
Nurhidayati, 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Masa Depan. Radix. Edisi 8. Fakultas Pertanian. Universitas Islam Malang.
Anonymous 2006. Soil Amendments N-PK. Cornerstone Farm venture Norwich, NY. E-mail :
[email protected]
Nurhidayati. 2006. Diktat Kuliah Nutrisi Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Islam Malang. 201 Hal.
Anonymous. 2006. Soil fertility and fertilizer : Compost Worldwise. Inc. San Rafael. E-mail :
[email protected]
Rosmarkam dan Yuwono, 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisus. Yogyakarta. 224 Hal.
Blaensdorf, E. and Hoornweg, D. 1997. The use of compost in Indonesia : Proposed compost quality standards. Urban Development Sector. Unit-East Asia and Pacific Region.
Sudhira, H.S and Jacob, A. 2000. Reuse of By-Products In Coir Industry: A Case Study, www.scijournal.org
Duke, J.A. 1983. Handbook of Energy Crops. www.regional.org. au/96156/4/6008.htm. Haryantini dan Susanto, 2001. Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah Pada Andisol Yang Diberi Mikoriza, Pupuk Fosfor dan Zat Pengatur Tumbuh, www.digillib-brawijaya.ac.id
Waijarean, N., S. Danteravanich. 2001. Solid waste and solid waste management of the market in Hat yai municipality Changwat Songkhla. Faculty Of Enviromental Management. Kasctsart University annual Confrence. Bangkok. Email :
[email protected]
Jones,B. Jr. 1998. Plant Nutrition Manual. CRC Press, Boca Raton, Florida. 149 p. Jones, C and Jacobsen, J. 2005. Phosphorus Cycling, Testing and Fertilizer Recommendations. Nutrient Management Module No. 4. Montana State University. Extension service. 4449-4-.June 2005 Jones, C and Jacobsen, J. 2005. Plant Nutrition and Soil Fertility. Nutrient Management Module No.2. Montana State University. Extension service. 4449-2.June 2005 McCauley,A. Jones, C, and Jacobsen, J. 2005. Plant Nutrient Functions and Deficiency and Toxicity Symptoms. Nutrient Management Module No.9.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
18