NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKIDAH AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM QS. AL-ANKABUT AYAT 8-11 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh : Abqori Hisan 1112011000010
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017M/1438H
ABSTRAK Abqori Hisan (NIM. 1112011000010). Nilai-Nilai Terkandung Dalam QS. Al-Ankabut Ayat 8-11.
Pendidikan
Yang
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyrakat akan pentingnya pendidikan akidah akhlak. Pendidikan akidah akhlak merupakan dasar bagi semua orang dalam beragama terutama agama Islam. akidah mengajarkan ketauhidan dan keyakinan seorang muslim kepada Allah swt. sedangkan akhlak mengajarkan untuk selalu memiliki budi pekerti dan perilaku yang baik dalam hubungan kepada Allah atau dalam kehidupan bermasyarakat. Maka penulis terdorong untuk melakukan sebuah penelitian tentang hal tersebut dan penulis menggunakan ayat al-Qur’an yaitu QS. al-Ankabut ayat 8-11 ini untuk diteliti dan diambil nilai-nilai penidikan akidah akhlak yang terkandung didalamnya. Penelitian skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif melalui penelusuran data-data atau library reseach. Library reseach yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini dalam membahas ayat adalah metode tahlili yaitu metode tafsir yang digunakan oleh para ahli tafsir, peneliti menggunakan sumber utama kitab tafsir yaitu tafsir al-Misbah, tafsir al-Qurthubi dan Tafsir at-Thabari dalam menjelaskan kandungan ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana yang tercantum dalam mushaf. Dimulai dengan menyebutkan ayat-ayat yang akan ditafsirkan, menjelaskan makna lafazh yang terkandung di dalamnya, menjelaskan munasabah ayat dan menjelaskan isi kandungan ayat. Sedangkan metode pembahasannya menggunakan metode deskriptif-analisis dengan cara mengumpulkan data, analisis data kemudian menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini, penulis memperoleh nilai-nilai pendidikan akidah akhlak yang meliputi:pertama larangan berbuat syririk terhadap Allah swt. kedua berbuat baik kepada kedua orang tua, ketiga larangan berbuat nifak. Kata Kunci: Pendidikan Akidah Akhlak
i
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah swt Dzat Yang Maha Luhur, Dzat Yang Maha Kuasa yang dengan kudrat dan iradat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana program strata satu (S1), jurusan Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta tahun 2016. Shalawat dan salam selalu tercurahkan bagi junjungan kita baginda Nabi Muhammad saw. yang menjadi panutan kita semua, yang telah membawa dan berjuang untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang utusan Allah untuk menyampaikan risalah-Nya dan mengajarkan serta mendidik umatnya agar menjadi manusia yang beriman, berakhlak mulia dan bertaqwa. Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, motivasi, serta dukungannya dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hanturkan terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. H. Abdul Majdi Khon, M.Ag Kepala Jurusan Pendidikan Agama Islam 3. Hj. Marhamah Saleh, LC. MA Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. 4. Drs.
Abdul
Haris,
M.Ag
pembimbing
skripsi
yang
senantiasa
membimbing, mengarahkan, dan memberikan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Tanenji, MA Dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan memberikan saran kepada penulis. 6. Seluruh Dosen dan Staff jurusan Pendidikan Agama Islam.
ii
7. Teristimewa untuk ibunda tersayang Hj. Farhiyyah dan Almarhum ayahanda tercinta H. Alawi Zen yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi dan do’anya kepada penulis. 8. Kakak-kakaku Ro’fah, Nabilah, Najwa, Suhailah, Sundusiyyah, serta adikadikku Haninah dan M.sulton yang telah memberikan masukan atas pengalaman yang dimiliki dan keceriaan yang diberikan 9. Pamanku Dawam yang senantiasa meluangkan waktunya untuk mengantar penulis ketika masih kuliah, sehinnga penulis bisa hadir tepat waktu dalam melaksanakan kuliah. 10. Sahabat-sahabatku seperjuangan Yudi, Asep, Bowo, Iwan, Mahmud, Ijaz, Rifa’i, Anshor, Jajang, Mukhtar, Irfan, fadhli, Ilmi, dan yang lainnya, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, tapi tidak mengurangi rasa hormat penulis, yang senantiasa mendoakan dan selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 11. Keluarga besar jurusan Pendidikan Agama Islam kelas A angkatan 2012 yang selama ini bersama-sama menyelesaikan studi S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Akhirnya penulis berharap semoga amal baik semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan dan pahala dari Allah swt. semoga apa yang ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Amin Ya Rabbal ‘alamin.
Jakarta, 24 November 2016
Abqori Hisan
iii
DAFTAR ISI COVER LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK ......................................................................................................... i KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E.
Latar Belakang Masalah ..........................................................................1 Identifikasi Masalah ................................................................................9 Pembatasan Masalah ...............................................................................9 Rumusan Masalah ...................................................................................9 Tujuan Penelitian ....................................................................................9
BAB II KAJIAN TEORI A. Acuan Teori .............................................................................................11 1. Pengertian Nilai-Nilai .......................................................................11 2. Pengertian Pendidikan .......................................................................12 3. Akidah Akhlak ..................................................................................14 B. Penelitian Relevan ...................................................................................31 BAB III METODELOGI PENELITIAN A. B. C. D.
Objek dan Waktu Penelitian....................................................................33 Metode Penelitian....................................................................................33 Fokus Penelitian ......................................................................................34 Prosedur Penelitian..................................................................................34
BAB IV HASIL ANALISIS A. Tafsir Surah Al-Ankabut Ayat 8-11 ........................................................37 1. Teks dan Terjemahan Ayat ...............................................................37 2. Tafsir Mufradat Ayat.........................................................................38 3. Tafsir Surah Al-Ankabut Ayat 8-11 ..................................................39 B. Nilai-Niali Pendidikan Akidah Akhlak Yang Terkandung Dalam QS. AlAnkabut Ayat 8-11 ..................................................................................49
iv
1. 2. 3.
Larangan Berbuat Syirik Terhadap Allah ........................................50 Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua ..........................................53 Larangan Berbuat Nifak ...................................................................61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................................65 B. Saran ........................................................................................................66 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................67 LAMPIRAN
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah swt menurunkan al-Qur‟an kepada baginda nabi Muhammad saw sekitar 1400 tahun yang lalu. Al-Qur‟an diturunkan sebagai pedoman umat manusia melalui perantara nabi Muhammad saw sebagai utusan Allah dan yang mengajarkan langsung kepada para umatnya, al-Qur‟an satu-satunya kitab samawi yang sampai sekarang hingga akhir zaman akan terus ada dan tidak akan pernah punah, berbeda dengan kitab-kitab samawi yang sebelumnya. Al-Qur‟an mempunyai kelebihan bahwa keaslian al-Qur‟an akan selalu terjaga sampai kapanpun karena Allah sendiri yang akan menjaganya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hijr ayat 9:
―Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya‖1 Al-Qur‟an dan Hadis merupaka sumber utama dalam ajaran agama Islam dan menjadi landasan pokok atau yang terpenting di dalam ajaran Islam. Sebagaimana yang disampaikan oleh nabi Muhammad saw, “ telah aku tinggalkan untuk kamu (umat manusia) dua perkara yang apabila kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat (dalam kehidupan) selama-lamanya yaitu kalamullah dan sunnah rasul-Nya. Berkaitan dengan Hadis di atas bahwa kalamullah dan sunnah rasulNya dijadikan pedoman dalam kehidupan terutama untuk umat Islam yang apabila berpegang teguh dengan keduanya dengan penuh kepercayaan dan kesungguhan untuk mengamalkannya tidak akan tersesat dalam hidupnya. Dengan kata lain ini juga mencakup dalam hal segala perbuatan setiap 1
Depag RI, Al-Qur‘an dan Terjemahnya, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2015) h. 256.
1
2
individu dalam menjalankan kehidupannya yang mana di dalam Al-Qur‟an pasti terdapat nilai-nilai yang terpendam dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam beragama dengan baik dan juga untuk menjalani kehidupan dengan baik serta menuntut umat manusia kejalan kebanaran yang hakiki yang sesuai dengan syari‟at agama Islam. Al-Qur‟an sendiri mempunyai pengertian secara etimolgis al-Qur‟an adalah mashdar (infinitif) dari qara-a---yaqra-u—qira-atan—qura-nan yang berarti bacaan. Secara terminologis al-Qur‟an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad saw, yang dibaca dengan mutawatir dan bernilai ibadah dengan membacanya.2 Muhammad „Ali ash-Shabuni mendefinisikan al-Qur‟an dengan lengkap yaitu:
“Al-Qur‟an adalah firman Allah yang bersifat mukjizat, yang ditrunkan kepada penutup para nabi dan rasul, dengan perantara al-Amin Jibril „alaihi as-salam, yang ditulis di mushaf-mushaf, diriwayatkan kepada kita dengan mutawatir, yang bernilai ibadah dengan membacanya, dimulai dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas”. Dengan demikian al-Qur‟an mempunyai pengertian yaitu berupa firman-firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat jibril untuk semua umat manusia yang dengan membacanya dapat bernilai ibadah. Al-Qur‟an juga banyak di dalamnya 2
Yuhanar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‘an, (Yogyakarta: Itqan Publishing, 2013), h. 16. Muhammad „Ali ash-Shobuni, at-Tibyan Fi ‗Ulum al-Qur‘an, (Jakarta: Daar al-Kutub al-Islamiyah, 2003), h. 8. 3
3
berisi surat-surat yang di awali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Al-Qur‟an sendriri diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun dengan surat yang pertama kali diturunkan yaitu surat al-„Alaq ayat 1-5 dan surat yang terakhir yaitu surat al-Maidah ayat 3. Adapun untuk penamaan al-Qur‟an sendiri banyak ulama yang berpendapat salah satunya imam asy-Syafi‟i yang menagatakan, bahwa lafadz al-Qur‟an yang terkenal itu bukan musytaq (bukan pecahan dari akar kata apa pun) dan buka pula ber-hamzah (tanpa tambahan huruf hamzah di tengahnya, jadi dibaca al-Quran). Lafadz tersebut sudah lazim digunakan dalam penegertiannya kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Jadi menurut asy-Syafi‟i, lafadz tersebut buakn berasal dari kata qa-ra-a (membaca), sebab kalau akar katanya qa-ra-a, maka tentu setiap sesuatu yang dibaca dapat dinamai al-Qur‟an. Lafadz tersebut memang nama khusus bagi al-Qur‟an, sama halnya dengan nama Taurat dan Injil.4 Di dalam al-Qur‟an juga banyak pelajaran-pelajaran yang terkandung yaitu; mengenai hukum-hukum Islam, cerita-cerita umat terdahulu, akidah (tauhid), akhlak, janji-janji dan ancaman. Belakangan pada zaman sekarang banyak orang yang membaca alQur‟an dan menghafal al-Qur‟an tetapi sangat sedikit orang-orang yang mampun mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Sebagai contoh kita sering melihat di televisi banyak orang yang tidak bermoral melakukan hal-hal keji seperti membunuh, korupsi, protitusi dan banyak lagi yang lain, hal ini di karenakan sudah terdegradasinya akidah (keyakinan) dan akhlak manusia. Padahal akidah (keyakinan) dan akhlak merupakan hal yang penting yang harus tertanam di dalam diri seseorang dengan kuat, tanpa adanya akidah seseorang akan menjadi sesat dan tanpa adanya akhlak seseorang akan melakukan hal-hal yang menyeleweng baik itu untuk dirinya maupun bagi orang lain. 4
Subhi ash-Shalih, Mabahits Fi ‗Ulumil Qur‘an, penerjemah: Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), h. 5.
4
Persoalan akhlak sering kali dianggap sepele dan tidak menentukan, meskipun kenyataan fakta moralitas saat ini sangat mengharukan. Segala jenis keburukan silih berganti dipertontonkan dalam berbagai media yang begitu mudah diakses. Persoalan akhlak menjadi persoalan krusial yang tidak mudah untuk ditemukan solusinya. Dunia pendidikan sebagai kawah candradimuka penggodok akhlak, tampak kehilangan jawaban ketika menyaksikan siswa-siswa yang baru saja dididik dan masih berpakaian seragam sekolah ternyata telah terlibat tawuran, geng kekerasan dan penyimpangan seksual. Lantas bagaimana seharusnya kita menangani persoalan ini? Apa saja yang harus diperhatikan jika kita ingin memperbaiki akhlak seseorang dengan benar? Inilah persoalan-persoalan serius yang membutuhkan jawaban segara mungkin.5 Nabi Muhammad saw pada dasarnya diutus ke muka bumi untuk menjunjung tinggi akhlak, terutama pada orang-orang Quraisy yang pada saat sebelum nabi Muhammad diutus ke bumi mereka tidak mempunyai akhlak dan akidah yang lemah. Oleh sebab itu pada dasarnya islam mengajak seluruh umat manusia untuk menjunjung tinggi akhlak, memiliki budi pekerti yang baik serta menghormati segala perbedaan yang ada. Begitupun dalam dunia pendidikan, akhlak merupakan komponen yang menjadi tujuan utama dalam proses pembelajaran, bahkan sekarang kurikulum di Indonesia mengedepankan pembelajaran sikap atau dalam kata lain kurikulum di negara ini mengedepankan akhlak seabagai tujuan dalam pendidikan. Ini selaras dengan tujuan pendidikan Islam yang diklasifikasikan menjadi tiga tujuan, “yaitu keagamaan, keduniaan,dan ilmu untuk ilmu. Tiga tujuan tersebut terintegrasi dalam satu tujuan yang disebut tujuan tertinggi pendidikan Islam, yaitu tercapainya kesempurnaan insani”.6
5
Akhmad Shodiq, “Problematika Pengembangan Pemebelajaran PAI”, TAHDZIB Jurnal Pendidikan Agama Islam, vol. 3, 2009, h. 29 6 Hery nur Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2006) cet: 1, h. 151
5
Ibnu Miskawaih salah seorang konseptor pendidikan agama islam menjelaskan dalam bukunya Tahzdib al-Akhlak bahwa nilai terpenting dalam pendidikan agama Islam yaitu akhlak. Yang dapat mewujudkan sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna. Demikian juga akidah yang merupakan hal terpenting dalam pendidikan Islam, karena akidah merupakan pondasi utama seseorang untuk beragama terutama dalam agama Islam. Bentuk akidah dalam Islam adalah mengimani akan adanya Allah swt dan meyakini akan utusan-Nya yaitu nabi Muhammad saw dan nabi-nabi yang lain. Mempercayai akan keEsaan Allah dan tidak meneyekutukan-Nya merupakan hal terpeneting dalam akidah Islam. Akidah adalah tauqifiyah (berdasarkan wahyu semata). Ia tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar‟i serta tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas pada apa yang terdapat dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah. Sebab tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa yang wajib bagi-Nya dan apa yang harus disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Dan tidak seorang pun sesudah Allah yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah saw.7 Pendidikan akidah atau pendidikan keimanan merupakan salah satu isi dari ajaran pendidikan Islam diberbagai tempat, pendidikan akidah ini menjelaskan dan mengajarkan cara manusia untuk menciptakan hubungan antara hamba kepada al-khaliq. Meskipun demikian pendidikan akidah ini dalam pendidikan Islam seringkali menimbulkan perdebatan sehingga timbul penyelewengan-penyelewengan baik dalam ranah pembahasan materi dan
7
Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid Kitab Tauhid lis-Shaff Al-Awwal - atsTsalis – Al-Aly, penerjemah: Syahirul Alim Al-Adib, (Jakarta: Ummul Qura, 2014) cet: VI h.3-4
6
aplikasinya karena kurangnya pemahaman secara menyeluruh dan lemahnya seseorang tentang mempelajari akidah. Di era sekarang ini banyak permasalahan yang berkaitan dengan lemahnya akidah seseorang. Sebagai contoh radikalisme yang menjadi sorortan uatama dalam permasalahan yang berkaitan dengan penyelewengan akidah, belum lagi timbulnya aliran-aliran sesat dan nabi palsu yang banyak terjadi di negeri ini. Salah satu contoh, belum lama diberitakan di berbagai media masa tentang aliran Gerakan Fajara Nusantara (Gafatar), sebelumnya aliran ini dikenal dengan nama komunitas Millah Abraham (Komar). Gerakan ini merupakan bentuk transformasi dari aliran al-Qiyadah, yang didirikan oleh Ahmad Musadeq pada tahun 2006. Gafatar dikatakan sesat karena menganggap orang lain yang belum disumpah oleh kelompok mereka adalah kafir. Dalam ajarannya, para pengikut Gafatar hanya melakukan shalat malam, tanpa perlu melaksanakan shalat lima waktu. Mereka juga tidak mewajibkan puasa Ramadhan dan adanya perbedaan syahadat yang mereka sebutkan dalam pembaiatan dan mereka mengakui Ahmad Musadeq sebagai nabi.8 hal seperti ini sangat tidak dibenarkan. Padahal dalam Islam telah diajarkan bahwa tidak ada lagi nabi setelah nabi Muhammad saw, dan itu wajib kita yakini sebagai umat Islam yang beriman. Sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Ahzab ayat 40:
8
"Daftar aliran sesat (Islam) yang berkembang saat ini”, diakses pada hari kamis tanggal 02 Mei 2016 dari https://masshar2000.com/2015/03/21/daftar-aliran-sesat-islam-yangberkembang-saat-ini/
7
“ Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.‖9 Di atas hanya salah satu contoh realitas penyelewengan akidah Islam yang terjadi dimasyarakat Indonesia karena lemahnya akidah dan keimanan seorang Muslim menyebabkan
dalam
menjalankan agamanya. Banyak hal
penyelewengan
akidah
Islam,
mulai
dari
yang
kurangnya
pengetahuan tentang agama, tingginya angan-angan terhadap kehidupan dunia, serta tidak percaya akan firman-firman Allah swt. Semua ini harus ditanggulangi dan tidak bisa dibiarkan berkembang dan menjamur di negeri kita. Dalam hal ini tentunya dunia pendidikan terutama pendidikan Agama Islam harus berperan aktif dalam menghadapi masalah akidah ini, yang mana akidah Islam harus mulai ditanam pada setiap Muslim sejak dini. Peran orang tua, guru PAI di sekolah dan bahkan guru ngaji pun harus memberikan pembekalan dan pembelajaran tentang akidah Islam dengan baik, supaya halhal seperti radikalisme dan lain sebagainya dapat ditanggulangi dan bahkan dihilangkan. Sebagai seorang Muslim yang beriman kita harus memiliki keimanan yang kuat, percaya akan keesaan Allah swt tidak menyekutukannya, patuh pada perintahnya dan menajuhi segala larangannya serta percaya kepada para rasul-Nya, percaya kepada kitab-kitab yang Ia turunkan dan percaya kepada hari kiamat. Dan kita harus terus memperkuat keimanan kita jangan sampai kita terpadaya kepada sesuatu yang dapat menghancurkan keimanan yang ada dalam diri kita sehingga dapat menjadikan kita hamba yang tersesat sebagaimana dijelakan dalam QS. An-Nisa ayat 136
9
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya., op. cit., h. 423
8
―Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada RasulNya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasulrasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.‖10 Di dalam al-Qur‟an ada ayat yang menerangkan tentang pentingnya akidah dalam Islam serta akhlak, salah satunya pada surah al-Ankabut ayat 811 yang sebagaimana telah dijelaskan oleh ahli tafsir yang telah wawancarai bahwasanya pada ayat tersebut terkandung nilai-nilai pendidikan akidah dan akhlak di dalamnya. Dalam hal ini saya kira patut untuk dijadikan sebuah penelitian terpadu menggunakan penafsiran para ulama dan para pakar ahli tafsir tentang ayat ini karena banyak terkandung dan sarat akan nilai-nilai akidah dan akhlak dari surat al-Ankabut ayat 8-11 ini. Oleh karena itu saya sebagai peneliti mengambil judul untuk skripsi yang akan saya lakukan tentang masalah tersebut. Meskipun sudah banyak yang melakukan penelitian seperti hal macam ini tapi saya kira dan saya juga belum mendapatkan atau menemukan penelitian yang mengambil objek tentang surat al-Ankabut ayat 8-11. Dengan demikian berdasarkan paparan di atas, penelitian ini dilatar belakangi dengan menggunakan kajian dan untuk mencari nilai-nilai pendidikan
akidah
akhlak,
penelitian
ini
berjudul
NILAI-NILAI
PENDIDIKAN AKIDAH AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AL-ANKABUT AYAT 8-11. 10
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya., op. cit., h. 100
9
B. Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berkurangnya nilai-nilai pendidikan akidah akhlak zaman sekarang ini. 2. Sedikit masyarakat yang mengetahui tentang pentingnya memiliki akidah yang kuat serta akhlak yang baik. 3. Maraknya ajaran-ajaran sesat sekarang ini dan diperlukan akidah yang kuat untuk mentamengi diri dari ajaran sesat. C. Pembatasan masalah Untuk lebih terarahnya pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis membatasi masalah yaitu: 1. Nilai-nilai pendidikan akidah akhlak yang terkandung dalam suart alAnkabut ayat 8-11 2. Memaparkan pendapat para ulama ahli tafsir dan para pakar mengenai isi kandungan dari surat al-Ankabut ayat 8-11 D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang penulis ajukan adalah: 1. Nilai-nilai pendidikan akidah akhlak apa saja yang terkandung di dalam surat al-Ankabut ayat 8-11? 2. Bagaimana pendapat para ulama tafsir dan para pakar mengenai isi kandungan dari surat al-Ankabut ayat 8-11? E. Tujuan dan Manfaat Penelitian. 1. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akidah akhlak yang terkandung dalam al-Qur‟an surat al-Ankabut ayat 8-11.
10
b. Untuk mengungkap pendapat para ahli tafsir dan para pakar mengenai isi kandungan yang terdapat dalam al-Qur‟an surat alAnkabut ayat 8-11. 2. Manfaat penelitian a. Hasil penelitian ini diharapkan menarik minat peneliti lain, khususnya para mahasiswa untuk mengembangkan penelitian lanjutan tentang masalah yang sama. b. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan c. Menambah pengetahuan masyarakat akan pentingnya akidah dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Acuan Teori 1. Pengertian Nilai-Nilai “Menurut Kamus Poerwadaminto nilai berarti sifat-sifat atau halhal yang penting atau berguna bagi manusia.”1 Menurut Hanry Pratt yang dikutip oleh Kaelan nilai adalah (The believed capacity of any object to statisfy a human desire) kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia atau sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok.2 Jadi nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan berarti sifat objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya terdapat sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Misalnya, bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susila merupakan sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan tersebut. Terdapat dua macam nilai: moral dan nonmoral. Nilai moral seperti kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan yang mengandung kewajiban. Kita merasa diwajibkan untuk memenuhi janji, membayar tagihan, mengurus anak-anak, dan adil dalam berurusan dengan orang lain. Sedangkan nilai nonmoral tidak mengandung semacam itu. Nilai non moral menunjukakan apa yang ingin atau suka kita lakukan.3 Niali-nilai moral (bersifat wajib) dapat dibagi lagi ke dalam dua kategori: universal dan nonuniversal. Nilai-nilai universal, seperti memperlakukan orang dengan adil dan menghormati kehidupan, kebebasan, dan kesetaraan orang lain, sifatnya mengikat semua orang 1
Kabul Budiyono, pendidikan pancMasila Untuk Perguruan Tinggi, (Bandung: Alfabeta, 2010) cet.II, h. 139. 2 Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2008) Cet. IX, h. 87. 3 Thomas Lickona, Pendidikan Karakter, Terj. dari Educating For Character oleh Lita S, (Bandung: Nusa Media, 2013) cet. I, h. 85.
11
12
dimana
saja
mereka
berada
karena
nilai-nilai
ini
menegaskan
kemanusiaan dan harga diri fundamental manusia. Sedangkan nilai-nilai moral yang nonuniversal sebaliknya, tidak mengandung kewjiban moral yang universal. Nilai-nilai ini, seperti kewajiban bagi pemeluk agama tertentu (misalnya, berdoa, berpuasa, mempertingati hari besar kegamaan) adalah nilai yang secara individual saya merasa wajib mentaatinya. Namun saya tidak bisa membebankan perasaan pribadi ini pada orang lain.4 2. Penegertian Pendidikan Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “an”, yang mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogi, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.5 Pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.6 “Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (medidik) artinya memberi peningkatan (to elicit, to give rise to), dan mengembangkan (to evolve, to develop)”.7 Menurut M.J. Langeveld yang dikutip oleh Hasan Basri pendidikan adalah “uapaya manusia dewasa dalam membimbing mereka yang belum dewasa”.8 Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional no. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, 4
Ibid. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (jakarta: Kalam Mulia, 2008), cet. VIII, h. 13 6 DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997) cet. IX, 5
h. 232. 7
Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h. 10. 8 Hasan Basri, Kapita Selekta pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), h. 15.
13
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.9 Dari pengertian di atas dapat digaris bawahi bahwa pendidikan merupakan suatu proses untuk memanusiakan manusia atau menjadikan seseorang dari tidak bisa menjadi bisa dengan tujuan untuk menjadikan seseorang memiliki kekuatan spritual, akhlak mulia, serta kecerdasan yang berguna baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat luas. Dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan upaya untuk mewujudkan manusia yang berakhlak (ta‟dib) dalam diri manusia, mencakup upaya penigkatan pengajaran (ta‟lim) dan pembinaan (tarbiyah). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mewujudkan manusia yang seutuhnya (paripurna).10 Sedangkan agama Islam yaitu suatu ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw kepada umat manusia sebagai agama yang diridhai Allah swt untuk dapat tunduk dan taat serta beribadah kepada-Nya. Dengan demikian pedidikan agama Islam yaitu suatu proses perubahan dan pengembangkan pemahaman tentang ajaran yang disamapaikan oleh nabi Muhammad saw untuk dapat tunduk dan taat serta beribadah kepada-Nya melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Al-Qur‟an dan Hadis manjadi sumber utama ajaran dalam agama Islam, sebagaimana yang telah diterangkan pada bab pendahuluan bahwasanya banyak nilai-nilai yang terkandug didalamnya. Menurut Prof, H. Muhamad Daud Ali, S.H. dalam bukunya yang berjudul Pedidikan Agama Islam, bahwa ada nilai-nilai penting dalam pendidikan agama Islam yaitu:
9
Undang-undang SISDIKNAS (UU RI No. 20 Tahun 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) cet.I, h. 3 10 Jejen Musfah, ”Membumikan Pendidikan Holistik”, DIDAKTIKA ISLAMIKA Jurnal Kependidikan dan Keguruan, vol. XI, 2011, h. 157.
14
a. Akidah. b. Syari‟ah c. Akhlak d. Tauhid e. Ilmu pengetahuan Sedangkan nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam alQur‟an dan hadis yaitu iman, ilmu, amal, akhlak, dan sosial. Semua nilai tersebut terhimpun dalam firman Allah ketika menyifati keraguan manusia yang menyimpang dari jalan pedidikan Islam, baik manusia sebagai generasi, maupun umat manusia secara keseluruhan 11 Dilihat dari asal datangnya nilai, dalam perspektif Islam terdapat dua sumber nilai, yaitu Tuhan dan manusia. Nilai yang datang dari Tuhan adalah ajaran-ajaran tentang kebaikan yang terdapat dalam kitab suci. Nilai ini bersifat mutlak, tetapi implementasinya dalam bentuk perilaku bersifat relatif.12 Sedangkan nilai yang bersumber dari manusia adalah nilai yang bersifat sosial yang sesuai dengan norma masyarakat dan budaya. 3. Akidah Akhlak Akidah akhlak merupakan salah satu materi pembelajaran dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah-sekolah atau di madrasah. Pembelajaran ini mengajarakan tentang akidah-akidah dalam beragama Islam dan akhlak atau sikap-sikap yang baik, berperilaku yang baik dan Islami dalam kehidupan sehari-hari dan dalam bermasyarakat. Sebenarnya akidah akhlak merupakan berasal dari dua suku kata yaitu akidah dan akhlak yang masing-masing mempunyai pengertian tersendiri, 11
Abudin Nata, dan Fauzan, Pendidikan Dalam perspektif Hadis, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005) h. 107 12 Basri, op. cit., h. 161
15
a. Akidah Secara etimologis atau bahasa, akidah berakar dari kata „aqada-ya‟qidu-„aqan-„aqidatan. „aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah berbentuk menjadi „aqidah berarti keyakinan. Relevansi antara kata „aqdan dan „aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati. Secara terminologis atau istilah, terdapat beberapa devinisi yang dikutip oleh Yunahar Ilyas antara lain:13 1) Menurut Hasan al-Banna „Aqa‟id (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati(mu), mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan. 2) Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umu (axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. (kebenaran) itu dipatrikan (oleh manusia) di dalam hati (serta) diyakini kesahihan dan keberadaannya (secara pasti) dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Dari pengertian dan paparan dari para ahli tentang akidah maka dapat dijelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana bahwa akidah merupaka keyakinan atau keimanan terhadap sesuatu (dalam hal ini Allah swt) berdasarkan wahyu dan akal yang tertanam di dalam hati yang diyakini kebenarannya dan menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Akidah dalam Islam yaitu meyakini akan Allah swt, meyakini akan adanya para malaikat-Nya, meyakini akan utusan ( nabi dan rasul), meyakini akan kitab-kitab yang yang diturunkan-Nya, meyakini akan adanya hari kiamat dan yang terakhir meyakini akan 13
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: LPPI, 2013), h. 1
16
qadha dan qadar. Ini yang sering kita sebut sebagai rukun iman. Penulis akan menjelaskan dengan singkat satu persatu tentang rukun iman ini : a)
Iman Kepada Allah swt Esensi iman kepada Allah swt adalah tauhid yaitu mengEsakan-Nya, baik dalam zat, asma was-shiffat, maupun af‟al (perbuatan-Nya).14 Dengan kata lain iman kepada Allah SWT berarti meyakini bahwa hanya Allah lah satu-satunya tuhan yang ada dan tidak ada tuhan lain selain Ia. Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 73.
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", Padahal sekalikali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.”15 Dari penegrtian di atas penulis akan menjelaskan makna Allah Maha Esa dalam zat, asma was-shiffat, dan af‟al. (1) Allah Maha Esa dalam zat. Kemaha Esaan Allah dalam zatnya dapat dirumuskan dengan kata-kata bahwa zat Allah tidak sama dan tidak sama dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun juga. Dia unique (unik: lain dari semuanya), berbeda dalam
14
Ibid., h. 18 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2015) h. 120 15
17
segala-galanya. Zat Tuhan yang unik atau yang Maha Esa itu bukanlah materi yang terdiri dari beberapa unsur bersusun.16 (2) Allah Maha Esa dalam asma was-shiffat. Artinya bahwa sifatsifat Allah penuh kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang menyamainya. Sifat-sifat Allah itu banyak dan tidak dapat diperkirakan.17 Namun dalam al-Qur‟an dapat diketahui sembilan puluh sembilan (99) nama sifat Allah yang biasanya kita sebut dengan asmaul husna. (3) Allah Maha Esa dalam af‟al-Nya. Artinya bahwa kita meyakini Allah yang Maha Esa tiada tara dalam melakukan sesuatu, sehingga hanya Dialah yang dapat berbuat menciptakan alam semesta ini. Perbuatan-Nya itu unik, lain dari yang lain.18
b) Iman Kepada Para Malaikat. Secara etimologis kata malaikah (dalam bahasa Indonesia disebut malaikat) adalah bentuk jamak dari malak, berasal dari mashdar al-alukah artinya ar-risalah (missi atau pesan). Yang membawa misi atau pesan disebut ar-rasul (utusan). Dalam beberapa ayat al-Qur‟an malaikat juga disebut dengn rusul (utusan-utusan), misalnya dalam surat Hud ayat 69. Bentuk jamak lain dari malak adalah mala-ik. Dalam bahasa Indonesia kata malaikat dipakai untuk bentuk tunggal. Bentuk jamaknya menjadi para malaikat. Secara terminologis Malaikat adalah makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah swt dari cahaya dengan wujud dan sifat tertentu.19 Allah swt berfirman dalam QS. At-Tahrim ayat 6:
16
Muhammad Daud Ali, pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 202 Ibid., h. 203 18 Ibid., h. 205 19 Ilyas, op. cit., h. 78. 17
18
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”20 c)
Iman Kepada Nabi dan Rasul. Yakin kepada para nabi dan rasul merupakan rukun iman yang ketiga. Di dalam buku-buku ilmu tauhid disebutkan bahwa antara nabi dan rasul ada perbedaan tugas utama. Para nabi menerima tuntunan berupa wahyu,akan tetapi tidak mempunyai kewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rasul adalah utusan (Allah) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada umat manusia. Oleh karena itu, seorang rasul adalah nabi, tetapi seorang nabi belum tentu rasul. Di dalam al-Qur‟an disebut nama 25 orang nabi, beberapa diantaranya berfungsi sebagai rasuul (Daud, Musa, „Isa, dan Muhammad) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada manusia dan menunjukkan cara-cara pelaksanaannya dalam kehidupan manusia sehari-hari.21 Allah swt berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 258:
20 21
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, op. cit., h. 560 Ali, op. cit,. h. 221
19
“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasulrasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membedabedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."”22 Ayat di atas menjelaskan bahwasanya Allah mengutus para rasul-Nya ke bumi mulai dari nabi Adam as. Sampai kepada nabi yang terakhir yaitu nabi Muhammad saw. Dan menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan anatara sesama nabi karena mereka semua adalah utusan Allah swt yang mempunyai satu misi yang sama yaitu memperkenal Allah swt kepada umat manusia. Oleh karena beriman para rusal Allah merupakan suatu hal yang mutlak tanpa ada membeda-bedakan mereka (nabi-nabi)
d) Iman Kepada Kitab-Kitab Yaitu kita harus meyakini akan kita-kitab yang Allah turunkan kepada para rasul-Nya. Kitab-kitab Allah yang wajib kita percayai ada 4.23 : (1) Kitab Taurat: diturunkan kepada Nabi Musa as. Berisi hukumhukum syari‟at dan kepercayaan yang benar.
22 23
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya., op. cit., h. 49 Abdul Hafiz, dkk, Risalah Aqidah, (ciputat: Aulia Press, 2007) cet: 1, h. 52
20
(2) Kitab Zabur: diturunkan kepada Nabi Daud as. Berisi doa, zikir, nasehat dan hikmah. Tidak ada hukum syari‟at masih mengikuti syari‟at Nabi Musa as. (3) Kitab Injil: diturunkan kepada Nabi „Isa as. Berisi seruan tauhid kepada Allah, menghapus sebagian hukum pada kitab Taurat yang sudah tidak relevan. (4) Kitab al-Qur‟an: diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Berisi syari‟at yang menghapus sebagian isi kitab terdahulu, yang sudah tidak relevan dan juga melengkapinya yang sesuai dengan zamannya. Allah berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 136:
......
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.”24 Sama halnya pada beriman kepada nabi-nabi Allah, beriman kepada kitab-kitab Allah juga merupakan hal yang mutlak dan tidak boleh kita tidak mempercayai kitab-kitab yang lain, misalnya kita sebagai seorang yang Muslim kita percaya alQur‟an adalah kalamullah sedangkan kitab-kitab Allah yang lain yaitu Injil, Taurat dan Zabur kita tidak mempercayainya, hal ini sunnguh tidak dibenarkan. Sebagai karena Allah sendiri yang menjelaskan pada ayat yang diatas bahwa al-Qur‟an, Injil, Taurat dan Zabur semua itu kitab-kitab samawi yang merupakan kalamullah dan semua itu harus diimani dan yakini seutuhnya. e) 24
Iman Kepada Hari Akhir
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya., op. cit., h. 100
21
Umat Islam mempercayai bahwa hari akhir akan ada. Dalam bahasa Arab dinamai “yaumul Akhir. Hari akhir bermula, setelah kita sudah meninggal sampai ummat manusia masuk surga atau masuk neraka, sesuai dengan amal mereka masing-masing. Surga dan neraka dan sekalian isinya dikekalkan Tuhan, sehingga penduduk keduanya kekal dalam syurga atau kekal dalam neraka buat selama-selamanya.25 Allah swt menjelaskan bagaimana dahsyatnya ketika hari akhir datang, bagaimana bumi dan alam semesta ini hancur dalam QS. Al-Qariah ayat 1-5.
“Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu? Tahukah kamu Apakah hari kiamat itu?Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,Dan gununggunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.”26
f)
Iman Kepada Takdir Allah Yaitu mempercayai akan qada dan qadar Allah swt. Qada adalah segala keputusan Allah terhadap makhluk sejak zaman azali (zaman sebelum menciptakan alam). Sedangkan qadar adalah ketentuan sesuatu makhluk sesuai dengan qada.27 Sebagai umat Islam kita harus percayai akan takdir yang Allah beriman keapada kita, baik atau buruk yang Allah tetapkan, kita harus tetap mempercayai bahwa semuanya telah diatur oleh-Nya.
25
Sirajuddin Abbas, I‟tiqad Ahlussunah Wal Jamaah, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, 2010) cet; XI, h. 70 26 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya., op. cit., h. 600 27 Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012) cet: 1, h. 6
22
Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 30
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”28 Ayat ini menegaskan kepada kita bahwa Tuhan telah membekali manusia sejak lahirnya dengan fitrah, walaupun para ulama berbeda pendapat tentang pengertian fitrah dalam ayat ini, namun pendapat yang terbanyak dianut para ulama adalah bahwa fitrah di sini merupakan naluri manusia untuk mengimani Allah dan beragama
Islam.(al-Raghib
al-
Isfihani:
tt, 382). al-Maraghi
menafsirkan ayat ini dengan mengatakan: “sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia dengan fitrahnya itu cenderung kepada mentauhidkan-Nya dan mengakui eksistensi-Nya (al-Maraghi, juz 21, VII, 45) fitrah yang dikemukakan di atas, yakni yang condong kepada gama tauhid atau fitrah beragama.29 b. Akhlak. Dalam
menjelaskan
penegertian
akhlak
terdapat
dua
pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan secara etimologis (kebahasaan) dan pendekatan secara terminologis (peristilahan). Dari sudut pandang etimologis kata akhlak berasal dari bahasa Arab
28
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, op. cit., h. 407 Erwati Aziz, “Keberhasilan Pendidikan Perspektif Al-Qur‟an”, Jurnal AT-TARBAWI Kajian Kependidkan Islam, vol. 1, 2004, h. 64 29
23
akhlak, bentuk jamak dari kata khuluq atau al-Khulq, yang antara lain berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi‟at.30 Sedangkan secara terminologis kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. 1) Menurut Ibnu Miskawaih Sebagaimana yang dikutip oleh Abudin Nata, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan
tanpa
memerlukan
pemikiran
dan
pertimbangan.31 2) Menurut Imam al-Ghazali
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.32 3) Menurut Ibrahim Anis Sebagaimana yang dikutip oleh Abudin Nata, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiw, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuata, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.33 Dari pendapat para ahli di atas, secara keseluruhan definisi akhlak yang mereka sampaikan tampak tidak ada yang bertentangan, bahwa hampir memiliki kesamaan antara yang satu dan yang lainnya. Penulis sendiri akan menjelaskan tentang definisi akhlak berdasarkan pemaparan dari para pakar di atas. Akhlak adalah sifat manusia yang telah tertanam di dalam jiwanya yang akan dapat menimbulkan 30
Ali, op. cit,. h. 346 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996) cet; I, h. 3 32 Imam al-Ghazali, Ihya „Ulum al-Din, (tt.p.: Dar al-Ihya, t.t) jilid III, h.52 33 Abudin Nata, op.cit,. h. 3 31
24
berbagai macam perbuatan, sikap dan kepribadian seseorang, yang dilakukannya secara spontan tanpa memerlukan pertimbangan sesuatu yang mana hasilnya akan menjadi baik atau buruk. Dalam agama Islam akhlak merupakan salah satu pondasi kuat dalam menopang agamas Islam setelah iman dan syari‟at. Akhlak merupakan hal yang penting yang harus dimiliki oleh seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan ketika bermasyarakat, karena dengan akhlak ini akan terlihat bagaimana kepribadian yang dimiliki oleh seseorang, apabila seseorang memiliki akhlak yang baik maka ia akan disenangi oleh banyak orang dan sebaliknya apabila seseorang memiliki akhlak yang buruk maka ia akan dibenci oleh banyak orang karena akhlaknya yang buruk. 1) Penegertian Baik dan Buruk Kata baik dalam bahasa Arab berarti khair dan dalam bahasa Inggris berari good. Pengertian baik sendiri berarti sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan, yang memberikan kepuasan.34 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa baik merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan rasa kepuasan yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Sedangkan buruk dalam bahasa Arab yaitu syarr dan dalam bahasa Inggris yaitu bad. Penegrtian buruk sendiri yaitu segala yang tercela, lawan baik, pantas, bagus, dan sebgainya. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakatyang berlaku.35 Dalam pendidikan Islam, akhlak yang baik disebut dengan akhlak mahmudah dan akhlak yang buruk disebut dengan akhlak 34
Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994) cet.
35
Ibid., h. 26
II h. 25
25
mazmumah. Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumberkan wahyu Allah SWT (al-Qur‟an yang dalam penjabarannya dilakukan oleh hadis Nabi Muhammad SAW. Dalam Islam perbuatan baik adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk al-Qur‟an dan Sunnah, dan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang bertentangan dengan al-Qur‟an dan as-Sunnah itu. Taat kepada Allah dan Rsaul-Nya, berbakti kepada kedua orang tua, saling menolong dan mendoakan kebaikan, menepati janji, menyayangi anak yatim, jujur, amanah, sabar, ridla, ikhlas adalah merupakan perbuatan yang baik karena sesuai dengan petunjuk al-Qur‟an. Sebaliknya bersikap membangkang terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya, durhaka kepada ibu bapak, saling bertengkar dan dendam, mengingkari janji, tidak peduli pada nasib anak yatim, curang, khianat, riya, putus asa dan tidak menerima keputusan Tuhan adalah perbuatan buruk, karena bertentangan dengan al-Qur‟an dan al-Sunnah.36 2) Macam-Macam Akhkak Akhlak merupakan suatu perbuatan manusia dan tingkah laku manusia. sebgaimana manusia mempunyai relasi yaitu hablu min Allah (hubungan manusia terhadap Allah) dan hablu min annas (hubungan manusia dengan manusia) diantara hubungan manusia dengan manusia ada akhlak terhadap sesama makhluk, terhadap keluarga, dan kepada lingkungan. Oleh karena itu di sini akan dijelaskan secara rinci bagaimana akhlak manusia terhadap Allah dan terhadap sesama manusia. a) Akhlak Manusia Terhadap Allah
36
Abudin Nata, op. cit,. h. 124
26
Akhlak kepada Allah merupakan sikap perbuatan manusia
terhadap
Allah
swt.
Akhlak
kepada
Allah
merupakan manifestasi dalam bentuk kepatuhan dalam menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Selain itu, bentuk akhlak kepada Allah juga merupakan manifestasi yang ditujukan dengan komitmen yang kuat untuk memperbaiki kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Intinya, seseorang yang dianggap memiliki akhlak yang baik kepada Allah pasti memiliki keinginan yang kuat tanpa paksaan untuk terus berupaya menjadi seorang hamba yang patuh dan taat kepada Allah swt. Sebaliknya seorang yang dianggap memiliki akhlak yang yang buruk kepada Allah jika ia tidak memiliki keinginan dan kemauan yang kuat untuk melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.37 Menurut Abudin Nata sekurang-kurangnya ada empat alasan mengpa manusia perlu berakhlak kepada Allah swt. Pertama, karena Allah-lah yang telah menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan ke luar dari antara tulang punggung dan tulang punggung. Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indra berupa penglihatan, pendengaran, akal pikiran dan hati sanubari, di samping anggota badan yang kokoh dan sempurna yang Allah berikan kepada manusia. ketiga, karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana sebagai pedompang hidup manusia berupa makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air dan udara serta binatang ternak dan sebagainya. Keempat, karena Allah telah menjadikan
37
M. Jamil, Akhlak Tasawuf, (Ciputat: Referensi, 2013), cet. 1, h. 4
27
manusia sebagai khalifah di muka bumi ini dan memberikan manusia kemampuan untuk menguasai daratan dan lautan.38 Sebagai contoh akhlak yang baik terhadap Allah adalah sebagai berikut: (1) Ikhlas keapada Allah swt dalam beramal (2) Waspada agar tidak terjatuh ke dalam perbuatan syirik terhadap Allah swt. Allah swt berfirman dalam QS. al-An‟am ayat 88.
Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.39 (3) Beribadah kepada-Nya dan menegakkan apa-apa yang difardhukan-Nya sebagaimana yang Dia perintahkan (4) Takut kepada Allah dan takut dari azabnya serta penuh harap pada-Nya (5) Bersabar menghadapi segala ketetapan takdir-Nya dan membenarkan kabar yang diberitakanNya serta melaksanakan apa-apa yang diwajibkan oleh-Nya (6) Senantiaa berdzikir (mengingat dan menyebut-Nya) (7) Bertaubat dan inabah (kembali) kepada-Nya serta memohon ampunan dari-Nya. (8) Berserah diri dan tunduk serta paruh kepada-Nya (9) Mengagungkan dan menghormati-Nya serta mengagungkan syiar-syiar-Nya. 38 39
Abudin Nata, op. cit,. h.149-150 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, op. cit., h. 138
28
(10) Mensyukuri segala nikmat yang telah Ia berikan.40
b) Akhlak Terhadap Sesama Manusia Akhalak terhadap sesama manusia merupakan sikap seseorang dalam bermasyarakat, dalam bersosialisasi dan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari secara bersamasama. Karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri di dunia ini dan perlu adanya dukungan atau bantuan dari orang lain untuk menopang kehidupannya. Oleh karena itu kita sesama manusia harus memiliki relasi yang baik antara satu sama lain bertingkah laku yang baik antara sesama manusia. Dalam
konteks
hubungan
sesama
Muslim,
Rasulullah mengumpamakan bahwa hubungan anatara sesama Muslim diumpamakan sebagai anggota tubuh yang saling terkait dan merasakan penderitaan jika salah satu organ tubuh tersebut mengalami sakit. Akhlak terhadap sesama manusia juga harus ditunjukkan kepada orang yang bukan Islam di mana mereka ini tetap dipandang sebagai makhluk Allah yang harus disayangi.41 c) Akhlak Terhadap Kedua Orang Tua Akhlak terhadap kedua orang tua adalah akhlak yang sangat-sangat penting setelah akhlak terhadap Allah dan akhlak terhadap diri sendiri. Karena kedua orang tua merupakan orang yang sangat berjasa dan berperan penting dalam kehidupan setiap manusia dalam kehidupannya. Setiap 40
Majid Sa‟ud al-Ausyan, Panduan Lengkap dan Praktis Adab dan Akhlak Islami Berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah, Terj. dari Muntaqa al-Adab asy-Syar‟iyyah, oleh Abdurrahman Nuryaman, (Jakarta: Darul Haq, 2015) cet. II, h. 7 41 M. Jamil, op. cit,. h. 5
29
manusia di dunia ini pasti memiliki orang tua yang telah melahirkan, mendidik, dan menjaga anaknya dari segala apapun yang dapat mengancam kehidupan anaknya. Dalam Islam akhlak terhadap kedua orang tua sangat di junjung tinggi sampai-sampai keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua terhadap perilaku seorang anak terhadap dirinya. Oleh sebab itu, Islam mengajarkan untuk selalu berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua, selalu menjaga perasaan kedua orang tua jangan sampai membuat hatinya terluka. Sebagai Allah berfirman dalam QS. al-Isra ayat 23:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.42 d) Akhlak Terhadap Lingkungan Akhalak terhadap lingkungan adalah sikap seseorang terhadap lingkungan (alam) di sekelilingnya. Sebagai mana diketahui bahwa Allah menciptakan lingkungan yang terdiri 42
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, op. cit., h. 284
30
dari hewan, tumbuh-tumbuhan, air, uadara, tanah, dan bendabenda lain yang terdapat di muka bumi ini. Semuanya Allah ciptakan untuk manusia.43 Pada dasarnya yang akhlak yang diajarkan oleh alQur‟an terhdapa lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam. Makna khalifah di sini mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk hidup mencapai tujuan penciptaannya.44 Dalam pandangan Islam, seorang Muslim harus menajaga lingkungannya dari segala hal yang dapat merusak lingkungan, baik sesuatu yang timbul dari manusia sendiri atau dari hal yang lain. Islam mengajarkan bahwa menjaga linkungan itu penting, sampai-sampai Rasulullah bersabda yang artinya bahwa sesungguhnya kebersihan itu merupakan sebagian dari iman. Selain itu Allah juga melarang umat manusia untuk melakukan kerusakan di muka bumi ini karena Allah tidak menyukai perbuatan tersebut dan merupakan perilaku yang jelek. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. al-Qashash ayat 77.
43 44
M.Jamil op. cit,. h. 6 Abudin Nata, op. cit,. h. 152
31
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan45. B. Hasil Penelitian Yang Relevan Berikut ini peneliti sajikan beberapa penelitian terdahulu yang menyangkut tentang nilai pendidikan akidah akhlak yang terkandung dalam surah-surah di al-Qur‟an. Penelitian-penelitian tersebut digunakan sebagai acuan dan referensi untuk memenuhi nilai-nilai pendidikan akidah akhlak yang akan menjadi objek dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya adalah: 1. “Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam surat al-Qashash ayat 76-81.” Oleh Irfan Fahmi (107011000824). Penelitian ini mengkaji tentang nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam QS. Al-Qashash ayat 76-81 dengan menggunakan library research. 2. “Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surat al-Mujadalah ayat 1112.” Oleh Komarullah Azami (109011000192). Penelitian ini mengakaji tentang nilai pendidikan akhlak dalam surat al-
45
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, op. cit., h. 394
32
Mujadalah ayat 11-12 dengan menggunakan metode library reseach. 3. “Nilia-nilai pendidikan islam yang terkandung dalam al-Qur‟an surat al-a‟raf ayat 26-27 dan aplikasinya.” Oleh Siti Nurbaiti (1110011000056). Penelitian ini mengkaji tentang nilai pendidikan islam yang terkandung dalam QS. Al-A‟raf ayat 26-27 dan aplikasinya dengan menggunakan metode library reseach. Setelah penulis melihat dari skripsi yang sudah ada, skripsi ini memiliki perbedaan dari skripsi yang sudah ada dan ditulis oleh penulispenulis sebelumnya, dan yang membedakan adalah obyek penelitiannya, dalam skripsi ini adalah surat, ayat serta pemahaman dalam nilai-nilai penddikan akidah akhlak dalam surat al-Ankabut ayat 8-11.
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Objek dan Waktu Penelitian Objek yang menjadi pembahasan dalam penelitian disini adalah nilainilai pendidikan akidah akhlak yang terkandung dalam al-Qur’an surat alAnkabut ayat 8-11. Dan adapun waktu yang dilalui oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah mulai dari bulan Mei 2016–Oktober 2016. B. Metode Penelitian Dalam penelitian ini mennggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan orang-orang yang berperilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan idividu secara holistic (utuh). Untuk itu dari metode kualitatif diperoleh data secara alamiah atau natural dan komprehensif yag sesuai dengan latar dan data yang diperoleh tidak merupakan hasil rekayasa atau manipulasi karena tidak ada unsur atau variable lain yang mengontrol.
1
Sedangkan
Menurut Kirk dan Miller, Mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pegetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sediri.2 Secara lebih spesifik penelitian ini berbasis pada penelitian perpustakaan (library research) atau dalam penelitian filsafat dikenal dengan metode theoretical hermeneutic, yaitu penelitian ilmiah yang bertolak pada
1
Imam Gunawan,Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2013) hal. 82 2 Nuraida Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Tangerang: Islamic Research Publishing 2009) hal. 146
33
34
kekuatan interpretasi dan pemahaman seseorang, terhadap teks, sumber, dan pandangan-pandangan para pakar terhadap suatu konten, objek atau simbol.3 C. Fokus Penelitian. Menurtut Sugiyono, “batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum”.4 Dengan melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencatumkan apa yang terdapat dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini. Adapun fokus penelitian ini adalah mengenai nilai-nilai pendidikan akidah akhlak yang terdapat dalam al-Qur’an suat al-Ankabut ayat 8-11. Jadi dalam penelitian ini penulis bermaksud mencari nilai-nilai pendidikan akidah akhlak yang terkandung dalam ayat tersebut. Dengan mencari data-data dan sumbersumber yang membahas mengenai surat al-Ankabut ayat 8-11. D. Prosedur Penelitian Penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode library reseach, artinya penelitian memberikan pandangan-pandangan dan interpretasi seseorang dalam pemahamannya terhadapat suatu teks atau objek tertentu. Dalam hal ini penulis memberikan beberapa pandangan para ahli tafsir dan para pakar terkait isi kandungan yang terdapata dalam al-Qur’an surah alAnkabut ayat 8-11. Dalam metode tafsir ada beberapa metode yang diterapkan oleh para mufassir untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis, untuk memngumpulkan data dalam skripsi ini penulis mengambil penafsiran ayat yang menngunakan metode tafsir tahlili. Tafsir tahlili secara harfiah ialah al-tahlili berarti menjadi lepas atau terurai. Yang dimaksud dengan tafsir tahlili adalah menafsirkan al-Qur’an 3
Mukhtar,M.Pd, Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmiah, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010) hal. 109 4 Sugiyono, Metode Penelitian Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), cet. IV h. 285
35
berdasarkan susunan ayat dan surah yang terdapat dalam mushaf.5 Seorang mufassir dengan menggunakan metode ini, menganalisa setiap kosakata maupun lafal dari aspek bahasa dan makna. Tafsir tahlili memiliki kelebihan dibandingkan dengan tafsir-tafsir yang lain. Kelebihan tafsir tahlili antara lain terletak pada keluasan dan keutuhannya dalam memahami al-qur’an. Dengan metode tahlili, seseorang diajak memahami al-qur’an dari awal (surat al-Fatihah) hingga akhir (surat an-Nas). Atau minimal dia memahami ayat dan surat dalam al-qur’an secara utuh dan menyeluruh. Cara memahami al-Qur’an secara tartil ini telah dilakukan oleh para sahabat yang terkesan sangat hati-hati dan penuh tanggung jawab. Kelebihan lain dari metode ini ialah membahas al-qur’an dengan ruang lingkup yang luas. Meliputi aspek kebahasaan, sejarah, hukum, dan lain-lain.6 Sedangkan dalam metode pembahasan penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu: 1. Pengumpulan Data Dalam menulis skripsi ini penulis mengumpulkan data dari buku-buku atau sumber yang terdiri dari sumber primer (sumber pokok) dan sumber sekunder (sumber pendukung). Adapun sumber primer dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Al-Qur’an dan terjemahnya serta kitab-kitab 2. Tafsir para ulama yang meliputi kitab Tafsir alQurthubi, Tafsir ath-Thabari, dan Tafsir al-Misbah. 3. Hadis-hadis nabi Sedangkan
sumber
sekundernya
adalah
buku-buku
pendidikan Islam dan buku-buku yang relevan serta dapat
5 6
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, (Jakarta: AMZAH, 2009) h. 143 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 381
36
dijadikan sebagai penunjang untuk memperkuat analisis dan dengan pembahasan ini. 2. Analisis Data Untuk teknik analisis data dalam mengambil kesimpulan dari sumber-seumber data yang telah didapat baik pirmer atau skunder, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu memberikan gambaran tentang data yang dianalisis dengan cara mengumpulkan data, analisis kemudian menarik kesimpulan. Dalam skripsi ini penulis menerapkan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menjelaskan tafsir surah al-Ankabut ayat 8-11 sebagai berikut: 1. Menguraikan surah al-Ankabut ayat 8-11. 2. Menjelaskan makna surah al-Ankabut ayat 8-11 berdasarkan buku-buku tafsir. 3. Membandingkan surah al-Ankabut ayat 8-11 dengan ayat lain yang sama kaitannya dengan isi kandungan yang ada. 4. Mengaitkan makna surah al-Ankabut ayat 8-11 dengan hadishadis nabi. 5. Mengaitkan isi kandungan surah al-Ankabut ayat 8-11 berdasarkan buku-buku pendidikan. 6. Penarikan kesimpulan dari analsis yang telah di dapat
BAB IV HASIL ANALISIS A. Tafsir Surah Al-Ankabut Ayat 8-11 1. Teks dan Terjemah Ayat
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh benar-benar akan Kami masukkan mereka ke dalam (golongan) orang-orang yang saleh. Dan di antara manusia ada orang yang berkata: "Kami beriman kepada Allah", Maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: "Sesungguhnya Kami adalah besertamu". Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia? Dan Sesungguhnya Allah benarbenar mengetahui orang-orang yang beriman: dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.1
1
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2015) h. 379
37
38
2. Tafsir Mufradat Ayat
حسنا: artinya mencakup segala sesuatu yang menggembirakan dan disenangi. Kata “hasanah” digunakan untuk menggambarkan apa yang menggembirakan manusia akibat perolehan nikmat, menyangkut jiwa, jasmani dan keadaannya.2
علم: „ilmun adalah bentuk mashdar dari kata „alima ()علمya‟lamu ( )يعلم-„ilman ()علما. Menurut Ibnu Manzhur, ilmu adalah antonim dari „tidak tahu‟, sedangkan menurut al-Ashfahani dan alAnbari, „ilm adalah idrakusy-syai‟ bi haqiqatih yaitu mengetahui hakikat sesuatu.3 Ilmu terbagi dua: pertama, mengetahui inti sesuatu itu (tasawur),dan kedua mengetahui hubungan sesuatu dengan sesuatu (tasdiq). Dari sisi lain Ragib al-Asfahani juga membagi ilmu menjadi dua bagian: pertama, ilmu teoritis, yaitu ilmu yang hanya membutuhkan pengetahuan tentangnya, jika telah diketahui maka telah sempurna. Kedua ilmu aplikatif, yaitu ilmu yang tidak sempurna tanpa dipraktikkan, seperti ilmu tentang ibadah, akhlak, dan sebagainya.4
فتنة: fitnah artinya kekacauan, bencana, syirik, cobaan, ujian, dan siksaan.5 kata fitnah berasal dari kata dasar fatana ( ) فتنyang berarati
membakar
logam
emas
atau
perak
untuk
menguji
kemurniannya. Kata fitnah juga berarti membakar secara mutlak, meneliti „kekafiran‟, perbedaan pendapat, kezaliman, hukum dan kenikmatan hidup. Terdapat juga kata yang hampir sama maknanya
2
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet. I, vol.10 h. 446 3 M. Quraish Shihab, dkk, Ensiklopedia Al-Qur‟ an; Kajian Kosakata, jilid. I, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet. I, h. 328 4 Ahsin w. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: AMZAH, 2006) cet. II, h. 114 5 Ibid., h.78
39
dengan kata fitnah, yaitu al-bala ( ) البالءyang juga banyak disebut di dalam al-Qur‟an.6 3. Tafsir Surah Al-Ankabut Ayat 8-11 Surah ini merupakan surah makkiyah sebagaimana yang diriwayatkan oleh ibnu Dhurais dan Nuhas dan Murdawaih/Murduyah dan Baihaqi dalam kitab ad-Dalail dari ibnu „Abbas ra. Bahwasanya surah ini termasuk surah makiyyah.7 Dan surah ini di dalamnya terdapat 69 ayat, dengan rincian 1981 kalimat dan 4595 huruf.8
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Ayat di atas berbicara tentang larangan mengikuti orang tua yang memaksa anaknya mempersekutukan Allah, namun sebelum menegaskan larangan itu, terlebih dahulu dikemukakan prinsip dasar perlakuan anak terhadap orang tuanya, meskipun terdapat perbedaan agama dan kepercayaan antara orang tua dan seorang anak. Ayat di atas menyatakan: kami telah menetapkan kewajiban (menegaskan Allah swt) dan kami telah mewasiatkan yakni berpesan kepada manusia wasiat yang baik, yaitu supaya berbuat bakti dan berbakti M. Quraish Shihab, dkk, Ensiklopedia Al-Qur‟ an; Kajian Kosakata, jilid. II,(Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet. I,h. 232 7 Syihabuddin as-Sayyid Mahmud al-Alusi al-Bagdadi, Ruhul Ma‟ani, (Beirut: Dar alFikr, ) h. 196 8 Muhammad Nawawi Al-Jawi, Tafsir Munir, (tt.p.: Dar Ihya Al-Kutub Al-„Arabiyyah, t.t.), h. 152. 6
40
terhadap kedua orang tuanya dan kami berpesan juga kepada mereka bahwa jika kedua orang tuanya itu, apalagi salah satunya, lebih-lebih keduanya, bersungguh-sungguh memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, apalagi setelah Aku dan para rasul menjelaskan kebathilan mempersekutukan Allah dan setelah engkau menegetahui bila menggunakan nalarmu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya karena tidak boleh mematuhi satu makhluk dalam mendurhakaan kepada Allah swt.9 Hanya kepada-Kulah kamu kembali, ini merupakan bagi orang yang menaati kedua orang tua yang mengajak kepada kekufuran.10 lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah maksudnya adalah aku akan memberitahukanmu atas apa yang kamu lakukan di dunia, apakah itu perbuatan baik atau perbuatan jahat? Kemudian aku akan membalas orang yamg berbuat baik dengan kebaikan, dan balasan yang pantas bagi orang yang melakukan kejahatan.11 Adapun asbabun nuzul dari ayat ini berkaitan dengan adanya larangan orang tua terhadap anak-anaknya untuk memilih Islam sambil menyatakan bahwa anak harus berbakti kepada kedua orang tuanya. Diriwayatkan bahwa Hamnah binti Abi Sufyan, ibu Sa‟id Ibn Abi Waqash, sangat marah ketika anaknya itu memeluk agama Islam dan ia bersumpah tidak akan berteduh, tidak akan makan dan minum sampai Sa‟id murtad kembali. Setelah berlalu tiga hari, Sa‟id melaporkan kepada Rasul saw., maka turunlah ayat ini. Rasulullah saw kemudian memerintahkan Sa‟id tetap berbakti kepada orang tuanya, namun tidak memenuhi permintaannya itu, Sa‟id sendiri berkata:
9
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah h. 446 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Terj. dari Al-Jami‟ Li Ahkaam ALQur‟an, oleh Muhyiddin Mas Rida dan Muhammad Rana Mengala, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), cet. I, h. 836-837 11 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Tafsir At-Thabari, Terj. dari Jami‟ AlBayan an Ta‟wil ayi Al-Qur‟an, oleh Ahsan Askan dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), cet.I, h. 425 10
41
“ibuku, seandainya engkau memiliki seratus nyawa, dan nyawa itu keluar satu persatu, aku tidak akan meninggalkan agamaku. Maka makanlah atau tidak usah makan”. Ketika sang ibu merasa bahwa Sa‟id tidak mungkin mengubah pendiriannya, ia pun makan dan minum. (HR. Muslim, Tirmidzi dan lain-lain melalui Sa‟id).12 Menurut riwayat yang lain dari Ibnu Abbas berkata bahwa ayat ini diturunkan kepada Iyash bin Abi Rabi‟ah al-Makhzumi saudara dari Abu jahal yang ibunya juga berbuat seperti itu.13 Dari penjelasan para mufassir di atas akan ayat ini maka secara garis besar bahwa ayat ini menjelaskan tentang anjuran berbuat bakti kepada kedua orang tua meskipun memiliki perbedaan dalam kepercayaan dan agama seandaipun orang tua mengajak untuk mepersekutukan Allah swt., itu wajib kita tinggalkan dan jangan mematuhi keduanya karena hal tersebut merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah swt.
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh benar-benar akan Kami masukkan mereka ke dalam (golongan) orang-orang yang saleh. Setelah ayat sebelumnya menjelaskan tentang anjuran berbakti kepada kedua orang tua serta larangan mematuhi keduanya apabila mereka mengajak untuk menyekutukan Allah swt., pada ayat ini menjelaskan orang-orang yang beramal shalih akan dimasukan kedalam golongan orang-orang yang shalih. Dalam tafsir ath-Thabari maksud dari “dan orang-orang yang beriman dan beramal shalih” adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya serta menunaikan segala kewajiban yang 12 13
M.Quraish Shihab, op, cit., h. 447 Syaikh Imam Al-Qurthubi, op, cit., h. 836
42
diwajibkan Allah, serta menjauhi semua perbuatan yang dilarang atau diharamkan oleh Allah swt.14 Firman-Nya: ( ) لندخلنّهم في الصّالحين, “kami masukkan mereka kedalam
orang-orang
shalih,”
ini
merupakan
ganjaran
yang
dianugerahkan kepada anak yang memilih untuk mengindahkan perintah Allah dan rasul-Nya atas perintah orang tua yang mengajak untuk menyekutukan Allah. Keengganan anak mengikuti perintah orang tuanya itu, pastilah mengakibatkan kekeruhan hubungan antara orang tua dan anak, bahkan boleh jadi sampai pemutusan hubungan antara kedua belah pihak. Untuk itu Allah menjanjikan kepada sang anak, bahwa ia akan diberikan ganti yang lebih baik, yaitu akan dimasukkan kedalam kelompok orang-orang yang shalih. Yakni akan merasakan kenikmatan tersendiri bergaul dan hidup bersama mereka, sehingga ia merasa nyaman kendati tidak bersama kedua orang tuanya yang musyrik.15 Dalam kitab ruhul ma‟ani dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ( )لندخلنّهم في الصّالحينadalah orang yang beriman dan beramal shaleh mereka dimasukkan ketempat orang-orang shalih yaitu surga.16 Quraish shihab dalam bukunya menyatakan yang dimaksud dengan ash-shalihin di sini adalah kelompok orang-orang yang sangat berbakti kepada Allah dan yang bergabung dengan kelompok para nabi dan lain-lain.17 Pada surah al-Ankabut ayat 8-9 ini sedikit memiliki kesamaan dengan surah Luqman ayat 13-15:
14
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, op, cit., h. 426 M. Quraish shihab, op, cit., h. 450 16 Syihabuddin as-Sayyid Mahmud al-Alusi al-Bagdadi, op. cit., 207 17 M.Quraish Shihab, loc. cit. 15
43
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.18 Dalam ayat ini juga menjelaskan tentang nasehat Luqman terhadap anaknya, karena ia sayang dan mencintai anaknya. Karenanya
Luqman
menyembah
Allah
memerintahkan semata,
dan
kepada melarang
anaknya berbuat
supaya syirik
(menyekutukan Allah). Luqman menjelaskan kepada anaknya bahwa syirik itu merupakan perbuatan kezhaliman yang besar.19
18
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, op. cit,. h.412 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Terj. dari Tafsir AlMaraghi, oleh. Bahrun Abubakar dkk., (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), cet. II, h. 153. 19
44
Kemudian Luqman juga memerinthakan kepada anaknya untuk bersyukur kepada Allah swt dan kepada kedua orang tua. Bersyukur kepada Allah berarti bersyukur atas segala limpaham mikmat iman dan ihsan dan bersyukur kepada kedua orang tua atas pendidikan yang dan kasih sayang diberikan kepada anaknya.20 Pada surah Luqman ayat 15 juga diterangkan tentang apabila kedua orang tua memaksamu serta menekanmu untuk menyekutukan Allah dengan yang lain maka janganlah kamu menaati apa yang diinginkan oleh keduanya. Sekalipun keduanya menggunakan kekerasan supaya kamu mengikuti kehendak keduanya.21 Walaupun memiliki kesamaan tapi juga terdapat beberapa perbedaan anatara surah al-Ankabut ayat 8-9 dengan surah Luqman ayat 13-15, yaitu dari sisi asbabun nuzulnya dan bentuk kalimatnya. Sejatinya dalam konteks kedua ayat ini sebenarnya sama-sama menganjurkan untuk berbakti kepada kedua orang tua dan larangan untuk berbuat syirik kepada Allah swt.
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: "Kami beriman kepada Allah", Maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: "Sesungguhnya Kami adalah besertamu". Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?
20
Muhammad „Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir Tafsir-Tafsir Pilihan, Terj. dari Shafwatut Tafasir, oleh, yasin, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), cet. I, h. 169 21 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, op, cit., h.156
45
Sebelum ayat ini terdapat ayat yang menjelaskan bahwa ada orang yang beriman kepada Allah yang diuji dan disakiti oleh orangorang musyrik namun mereka tabah dan terus mempertahankan keimanannya. Sedangkan dalam ayat ini menjelaskan bahwa ada sebagian orang yang mengucapkan dengan lidahnya tanpa menyentuh secara mantap hatinya bahwa: “kami beriman kepada Allah”, maka apabila mereka disakiti sedikit atau diganggu oleh orang-orang musyrik karena keimanannya kepada Allah yang ia nampakkan, ia goyah serta takut kepada siksa yang akan menimpanya dari orangorang musyrik. Ia menjadikan itu sebagi fitnah yakni siksa manusia yang menyakitinya itu bagaikan sama pedihnya dengan siksa Allah di hari kiamat nanti. 22 Menurut ath-Thabari ayat di atas maksudnya adalah ada di antara manusia yang berkata “kami beriman kepada Allah”. Namun ketika orang-orang musyrik menyiksa mereka karena pengakuan mereka itu, mereka menganggap orang-orang musyrik itu sebagai bagian dari adzab Allah di akhirat, lalu mereka murtad dari keimanan kepada Allah dan kembali kepada kekafiran.23 Menurut Sayyid Quthub sebagaimana yang dikutip oleh M.Quraish Shihab, menggarisbawahi kalimat ( جعل فتنة النّاس كعذاب
)اهللmenurutnya, redaksi al-Qur‟an sangat teliti ketika mengungkap kesalahan orang yang mengucapkan kalimat ini. Kesalahannya bukan karena melemahnya kesabaran mereka memikul beban siksa, karena hal semacam ini bisa saja terjadi pada saat-saat tertentu walau terhadap orang-orang mukmin sejati yang mantap imannya, karena memang kemampuan manusia itu terbatas. Namun demikian mereka tetap membedakan dengan perbedaan yang sangat jelas dalam pikiran dan perasaan mereka antara apa yang dimiliki manusia serta gangguan dan 22 23
M. Quraish Shihab, op. cit., h. 452 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, op, cit., h. 427
46
bencana yang mampu mereka lakukan (membedakannya) dengan siksa Allah swt. Kemudian apabila datang pertolongan dari Tuhanmu, wahai nabi Muhammad maka mereka yang tidak sabar menghadapi gangguan itu pasti akan berkata : “sesungguhnya kami beserta kamu dalam suka dan duka.24 Lalu Allah menjawab: “bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada di dalam dada semua manusia ?” maksudnya adalah apa yang ada di dalam dada setiap makhluk-Nya, yaitu orang-orang yang berkata, “kami beriman kepada Allah”, serta orang-orang yang jika disiksa di jalan Allah mereka murtad dari agama Allah. Jadi, bagaimana mungkin menipu Allah yang maha mengetahui yang tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya.25 Menurut Muhammad Nawawi al-jawi bahwa ayat ini turun bagi orang-orang munafik seperti „Iyyas bin Abi Rabi‟ah al-Makzumi, ketika bersama orang-orang mukmin mereka berkata: “sesungguhnya kami beriman sebagaimana kamu beriman”, maka apabila orang-orang kafir menyiksa mereka, mereka jadikan itu sebagai azab dan mereka berpaling dari iman, sebagaimana azab Allah dengan dimasukkannya kedalam neraka sehingga membuat berpaling orang-orang yang kafir menjadi iman kepada-Nya.26 Kata ( )صدورshudur mengesankan bahwa yang dibicarakan adalah makhluk yang memiliki hati/pikiran, dan dengan demikian, ia hanya terbatas pada makhluk berakal seperti manusia, malaikat dan jin.27 Ayat ini diturunkan berkaitan dengan keadaan segolongan orang-orang Mekkah yang telah masuk Islam, tetapi mereka 24
M. Quraish Shihab, loc. cit Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, op, cit., h. 428 26 Muhammad Nawawi Al-jawi, op. cit., h. 153. 27 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 453 25
47
menyembunyikan keislamannya. Pada waktu perang Badr, mereka dipaksa menyertai kaum Qurasiy untuk berperang melawan Rasulullah sehingga diantara mereka banyak yang mati terbunuh. Berkatalah kaum Muslimin Madinah: “mereka itu adalah orang-orang Islam, tetapi dipaksa ikut berperang untuk melawan Rasulullah. Hendaklah kalian memintakan ampun kepada mereka”.28 Maka turunlah surah anNisa ayat 97:
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam Keadaan Menganiaya diri sendiri (kepada mereka) Malaikat bertanya : "Dalam Keadaan bagaimana kamu ini?". mereka menjawab: "Adalah Kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para Malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.29 Setelah turun ayat ini ( Q.S. 4 an-Nisa: 97) orang-orang muslim di Madinah mengirim surat kepada kaum Muslimin yang masih ada di Mekkah dengan ayat tersebut, dan (dikatakan kepada mereka bahwa) tidak ada alasan lagi untuk tidak hijrah. Kemudian mereka hijrah ke Madinah, tetapi mereka masih dikejar dan dianiaya oleh orang-orang musyrik. Akhirnya mereka terpaksa pulang kembali ke Mekkah. Maka turunlah ayat ini surah 29 al-Ankabut ayat 10 yang berkenaan dengan 28
H.A.A.Dahlan dan M. Zaka Alfarisi, Asbanun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur‟an, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2009), cet. X, h. 162 29 Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, op. cit,. h. 94
48
peristiwa tersebut, sebagai teguran terhadap keluhan mereka, yang menganggap siksaan yang mereka alami sebagai azab dari Allah. Ayat ini pun (Q.S. 29 al-Ankabut: 10) kemudian dikirim lagi kepada kaum Muslimin Mekkah. Mereka merasa sedih. Maka turunlah surah 16 anNahl ayat 110,30
Dan Sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orangorang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.31 Ayat ini pun (Q.S. 16 an-Nahl: 110) dikirim pula kepada kaum Muslimin Mekkah sebagai janji Allah untuk melindungi orang-orang yang hijrah dan sabar. Maka mereka pun berhijrah ke Madinah dan tidak luput dari kejaran kaum musyrikin, di antaranya ada yang selamat, tetapi ada juga yang gugur.32
Dan Sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orangorang yang beriman: dan Sesungguhnya Dia mengetahui orangorang yang munafik. Maksudnya
adalah,
wahai
kaum,
Allah
benar-benar
mengetahui para wali-Nya dan golongan-Nya yang terdiri dari oranorang yang beriman kepada-Nya, Allah juga benar-benar mengetahui orang-orang munafik daripada kamu, sehingga setiap golongan dapat dibedakan. Allah memperlihatkan itu dengan memberikan ujian, bala,
30
H.A.A. Dahlan dan M. Zaka Alfarisi, loc. cit. Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, op. cit,. h. 279 32 Ibid. 31
49
dan cobaan, sehingga dapat terlihat jelas orang-orang yang segera berhijrah di antara kamu dari negeri musyrik ke negeri Islam.33 Menurut penafsiran yang lain yang dimaksud dengan “dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui” adalah bahwa Allah menjelaskan kepada umat manusia sehingga tampak bagi mereka. Allah tahu segala yang sudah terjadi dan yang akan terjadi, tidakada yang samar bagi Allah. Dengan demikian yang dimaksudkan adalah menampakkan, bukan tahu secara ghaib itu sendiri.34 B. Nilai-nilai Pendidikan Akidah Akhlak Yang Terkandung Dalam QS. Al-Ankabut ayat 8-11 Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. secara kodrati manusia membutuhkan pendidikan. Salah satu yang paling dasar ditanamkan adalah pendidikan akidah dan akhlak. Pendidikan
akidah
(keimanan)
dalam
bentuk
pendidikan
tauhid
mengajarkan manusia dalam beragama karena pada dasarnya manusia memiliki fitrah berupa keimanan kepada Allah yang dilahirkan dengan dibekali fitrah untuk beragama. Pendidikan akidah membantu seseorang dalam menjalankan hubungan yang baik antara dirinya dengan Allah swt dan untuk mendapatkan ridha-Nya. Sedangkan pendidikan akhlak merupakan hal yang penting setelah pendidikan akidah karena akhlak merupakan cerminan bagi seseorang baik dalam menjalankan agamanya maupun
dalam
menjalankan
kehidupan
kesehariannya
dalam
bermasyarakat. Dari pemaparan tafsir surah al-Ankabut ayat 8-11 penulis menganalisis ada poin-poin atau nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya yaitu pendidikan akidah dan akhlak yang akan penulis paparkan:
33 34
Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, op, cit., h. 433 Muhammad Ali Ash-Shabuni, op,cit,. h. 83
50
1. Larang Berbuat Syririk Terhadap Allah. Syirik ialah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam halhal yang seharusnya ditunjukkan khusus untuk Allah, seperti menyembah patung atau berhala dan meminta kepada selain Allah.35 Syirik ini merupakan sutau perbuatan yang dapat mengakibatkan pelakunya menjadi kufur. Karena dengan kata lain pelaku syirik tidak percaya akan ke Esaan Allah dengan mempercayai akan adanya zat lain selain Allah, atau tidak sepenuhnya beriman kepada Allah dengan percaya kepada hal-hal mistis, seperti mempercayai suatu benda bahwa benda itu dapat memberikan keberuntungan dan lain sebagainya. “Dalam surah al-Ankabut terutama pada ayat 8 dijelaskan akan larangan berlaku syirik kepada Allah, meskipun hal tersebut disuruh oleh orang tua sendiri. Semua perintah orang tua memang harus ditaati, orang tua harus didahulukan bukan kepentingan diri sendiri. Kecuali satu saja yang tak boleh kita patuhi yaitu kalau kita disuruh menyekutukan tuhan (berbuat syirik) berpindah keagama lain, atau menyatakan mempercayai ada kekuatan yang bisa menyelamatkan seseorang untuk berlaku syirik kepada Allah itu tidak dibenarkan. Karena tidak boleh mematuhi satu makhluk untuk mendurhakaan kepada Allah swt.”36 Pada asbabnun nuzul dijelaskan bahwa terdapat salah seorang sahabat yang bernama Sa‟id bin Abi Waqash tetap berpegang teguh dalam memeluk agama Islam meskipun ibundanya Hamnah, menolak keras anaknya untuk memeluk agama Islam sampai-sampai Hamnah bersumpah tidak akan makan, minum dan berteduh sampai anaknya murtad (keluar dari ajaran agama Islam), tetapi Sa‟id lebih memilih untuk tetap beragama Islam, sehingga akhirnya Hamnah mengetahui akan keteguhan hati anaknya dan Hamnah mencabut sumpahnya itu. Hal ini menggambarkan bahwa Islam mengajarkan akan kepercayaan penuh kepada Allah swt dan keEsaan-Nya. Karena berlaku syirik kepada Allah merupakan dosa yang sangat besar dan 35
Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid Kitab Tauhid lis-Shaff Al-Awwal - atsTsalis – Al-Aly, penerjemah: Syahirul Alim Al-Adib, (Jakarta: Ummul Qura, 2014) cet: VI h. 329 36 Wawancara Ahali Tafsir sebagaimana yang terlampir pada h.
51
tidak ada ampunan baginya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah an-Nisa ayat 48:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.37 Melihat dari ayat di atas, dosa-dosa itu ada tiga macam, bagian pertama adalah dosa kecil, seperti melihat sesuatu yang tidak baik, membicarakan hal-hal yang tidak baik dan lain sebagainya, dosa ini dapat di hapus oleh pahala ibadat. Bagian yang kedua adalah dosa yang dapat dihapus dengan cara bertobat kepada Allah, seperti mencuri, berzina, dan sebagainya. Bagian yang ketiga adalah dosa yang tidak diampuni oleh Allah swt, contohnya seperti perbuatan syirik ini yang tidak akan diampuni oleh Allah swt.38 Untuk menghindari segala bentuk kemusyrikan, seseorang perlu mengetahui segala bentuk kemusyrikan. Syririk terbagi pada dua jenis yaitu syirik besar dan syirik kecil. a. Syirik Besar Syirik besar adalah perbuatan yang dapat mengeluarkan pelakunya keluar dari Islam dan pelakunya diancam dengan terhapusnya segala amal ibadah yang telah dilakuan, jika yang bersangkutan tidak bertobat menjelang ajalnya, maka ia akan kekal di dalam neraka.39 b. Syirik Kecil
37 38
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, op. cit,. h. 86 Halimmudin, Kembali Kepada Akidah Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), cet. II,
h. 2 39
Darwis Abu Ubaidah, Panduan Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008) cet. I,. h. 88
52
Syirik kecil adalah perbuatan yang tidak sampai membuat pelakunya keluar dari Islam tapi dapat mengurangi nilai tauhid dan dapat menjadi perantara kepada syirik besar.40 Dengan kata lain syirik kecil ini kalau sering dilakukan akan mengakibatkan pelakunya melakukan syirik besar dan membuatnya keluar dari Islam. Adapun syirik kecil terbagi kepada menajdi dua: 1) Syirik Dzahir (syirik yang nampak) baik berupa perkataan ataupun perbuatan.41 Dalam bentuk perkataan misalnya bersumpah dengan nama selain Allah swt. Rasulullah saw bersabda
“Barang siapa bersumpah dengan nama selain Allah maka ia telah berbuat kufur atau syirik, (H.R. Tirmizi)42 Adapun contoh dalam bentuk perbuatan ialah, seperti mengenakan kalung atau benang untuk mengusir dan menangkal bala‟, memakai jimat karena takut terkena penyakit dan perbuatan lainnya. 2) Syirik khafi (tidak nampak). Yaitu kesyirikan yang terdapat pada keinginan dan niat, seperti riya‟ dan sum‟ah. Seperti seseorang yang mengamalkan suatu amalan yang sehrusnya amalan itu ia jadikan untuk mendekatkan diri kepada Allah tetapi ia malah menginginkannya agar dapat dilihat manusia dan mendapat pujian dari manusia.
40
Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, op, cit., h.335 Ibid. 42 Muhammad bin „Isa at-Tirmizi, Sunan at-Tirmizi, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2013), cet. IV, jilid. II, h. 468 41
53
Dari keterangan di atas, perbuatan syirik kepada Allah swt merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh agama bahkan pelakunya akan mendapatkan dosa yang sangat besar dan tidak akan diampuni oleh-Nya jikalau sampai akhir hayatnya tidak bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat. Dalam pendidikan agama Islam sangat penting menjaga hubungan dengan Allah swt, ini merupakan hal yang perlu diutamakan karena Pendidikan Agama Islam mempunyai kerangka-kerangka atau dasar-dasar yang menjadi acuan dalam Pendidikan Agama Islam yang mana salah satunya adalah akidah (keimanan). Mengesakan Allah swt tanpa menyekutukannya dengan segala apapun merupakan salah satu akidah Islam, Allah itu Maha Esa tidak ada tuhan kecuali Allah swt. Ada beberpa tujuan pendidikan Islam yang dapat dijadikan acuan dalam hal ini 1. Menyeru manusia agar beriman dan bertakwa kepada Allah swt 2. Menekankan penringnya ilmu pengetahuan dan menyeru manusia agar berpikir tentang kerajaan Allah 3. Menekankan amal saleh dan menetapkan bahwa iman selalu diwujudkan dengan amal saleh tersebut. 4. Menekankan pentingnya akhlak.43 Dalam hal ini berbuat syirik berarti keluar dari nilai-nilai yang diajarkan dalam pendidikan agama Islam, karena nilai yang utama adalah beriman dan bertakwa kepada Allah, kalaupun ada orang yang masih berbuat syirik kepada-Nya maka ia belum mencapai dari tujuan pendidikan agama Islam. 2. Berbuat Baik Terhadap Kedua Orang Tua
43
Hery Noer Aly dan H.Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2008) cet. III, h. 138
54
Ibu dan ayah adalah kedua orang tua yang sangat besar jasanya kepada anaknya, dan mereka mempunyai tanggung jawab yang besar kepada anak tersebut. Jasa mereka tidak dapat dihitung dan dibandingkan dengan harta sekalipun. Ibu yang telah mengandung selama sembilan bulan dan melahirkan begitu besar pengorbanannya, bertaruh nyawa hanya untuk dapat melahirkan seorang anak ke alam dunia ini. Ibu juga merawat dan mendidik anaknya ketika anaknya mulai besar, ibu merupakan madrasah yang pertama bagi seorang anak sebelum duduk dibangku sekolah. Sebagaimana dalam QS. Luqman ayat 13 Allah berfirman:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.44 dalam melakukan kewajibannya kepada orang tua seorang anak lebih mengutamakan ibu dibandingkan ayah, karena jasa seorang ibu kepada anaknya tidak bisa dihitung-hitung dan tidak dapat ditimbang dengan ukuran apapun, sampai ada sebuah pribahasa menagatakan; kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang ingatan. Hal ini juga sebagaimana yang diajarkan oleh rasullah dalam sebuah haditsnya dari Abi Hurairah.
44
Depag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, op. cit,. h. 284
55
“Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah swa maka ia berkata: siapakah yang lebih berhak mendapatkan kebaktian dan kasih sayangku? Rasul menjawab: “ibumu”, berkata laki-laki tersebut: kemudian siapa? Rasul menjawab: “ibumu”, berkata lagi laki-laki tersebut: kemudian siapa? Rasul menjawab: “ibumu”, laki-laki tersebut bertanya lagi: kemudian siapa? Rasul menjawab: “ayahmu”. (HR. Muslim)45 Sedangkan ayah merupakan pemimpin dalam sebuah keluarga, yang bertanggunh jawab atas semuanya, ia selalu mencari nafkah untuk anak dan istrinya memberikan tempat yang aman dan nyaman bagi mereka. “Seorang anak diminta untuk berbuat baik kepada orang tua, karena adanya hubungan yang tidak bisa dipisahkan seperti hubungan darah, berarti dia berhutang kepada kedua orang tuanya, dengan demikian seorang anak harus membalasnya dengan berbuat baik di dunia dan mendoakannya ketika orang tua sudah meninggal.”46 Oleh sebab itu jangan sekali-kali sebagai seorang anak melakukan hal yang tidak baik kepada kedua orang tua apalagi sampai durhaka membuat orang tua sakit hati dan tidak ridha kepadanya, karena ridha Allah tergntung kepada ridhanya kedua orang tua terhadap anaknya. Sebagaimana di dalam sebuah hadis diterangkan dari Abdullah bin „Amr dari Rasulullah saw bersada:
Ridha Allah tergantung pada ridhanya kedua orang tua dan murkanya Allah tergantung pada murkanya kedua orang tua. (HR. At-Tirmizi)47 Dalam QS. al-Ankabut ayat 8 ini Allah mengajarkan untuk selalu berbuat bakti kepada kedua orang tua
45
Muslim bin Hajjaj an-Naisaburi, Shahih Muslim, (tt.p:Dar al-Ihya, tt) jilid. II, h. 417 Wawancara Ahli Tafsir tanggal yang terlampir pada h. 47 Muhammad bin „isa at-Tirmizi, op. cit., Jilid, III, h. 62 46
56
“Dan
Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya.” Penggalan ayat di atas merupakan ajaran bahwa berbuat bakti kepada orangtua merupakan hal yang diwajibkan yang harus dilaksanakan karena hanya dengan berbakti kepada orang tua kita bisa mendapatkan keridhaan dari orang tua yang sekaligus akan menjadikan Allah ridha atas apa yang kita kerjakan. Terdapat adab-adab yang harus dilakukan oleh seorang anak kepada kedua orang tuanya diantaranya: a. Kewajiban kepada ibu b. Berkata lemah lembut kepada kedua orang tua c. Berbuat baik kepada kedua orang tua yang sudah meninggal d. Menempati janji kepada kedua orang tua48 Di dalam al-Qur‟an juga banyak menjelaskan tentang adab-adab yang baik kepada kedua orang tua. Dalam QS. al-Isra‟ ayat 23-24, Allah berfirman:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. 48
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2014) cet. IV, h. 164
57
jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". Dari ayat di atas terdapat sembilan perkara penting yang patut diperhatikan oleh setiap orang yang ingin berbuat bakti kepada kedua orang tuanya: a. Selalu berbuat baik kepada kedua orang tua untuk mendapatkan ridha Allah swt. b. Berbuat kasih sayang kepada kedua orang tua c. Selalu mengingat bahwa sebagai anak bahwa dengan sebab ibu bapaklah ia bisa ada di muka bumi ini d. Bersungguh-sungguh dalam melakukan kebaikan kepada kedua orang tua e. Bersabar dalam menghadapi kedua orang tua f. Larangan berkata kasar kepada kedua orang tua g. Selalu berkata dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua h. Selalu merendah diri dan mendengarkan perkataan kedua orang tua i. Senantiasa mendoakan kedua orang tua.49 Dalam kitab tanbihul Ghafilin karangan Abul Laits asSamarqandi, bahwasanya orang tua mempunyai 10 hak yang harus dipenuhi oleh anaknya, yaitu:
49
Muhammad „Ali Al-Humaidi, Adabul Insan Fil Islam, (Surabaya: Maktabah Ahmad Nabhan, t.t ), h. 184-185
58
a. Apabila orang tua membutuhkan makanan, maka anaknya harus memberikan makanan kepadanya. b. Apabila orang tua membutuhkan pakaian, maka anaknya harus memberikan pakaian kepadanya, selagi anaknya mampu. c. Apabila orang tua membutuhkan pelayanan, maka anaknya harus melayaninya. d. Apabila orang tua memanggil anaknya, maka anaknya harus menjawab dan datang kepadanya. e. Apabila orang tua memerintahkan sesuatu, maka anaknya harus mematuhinya selama tidak memerintahkan untuk melakukan maksiat. f. Anak harus berbicara sopan dan lemah lembut. g. Anak tidak boleh memanggil nama orang tuanya. h. Anak harus berjalan di belakang orang tua. i. Anak harus menyenangi apa yang menjadi kesenangan orang tua dan menjauhkan diri dari apa yang dibenci oleh orang tua j. Anak harus memohonkan ampun bagi orang tua kepada Allah swt.50 Dalam QS. al-Ankabut ayat 8, mengajarkan untuk berbakti kepada kedua orang tua, dan larangan untuk tidak mematuhi keduanya apabila mengajak kepada sesuatu yang dilarang oleh agama. Dari asabun nuzul yang pada ayat ini menceritakan bahwa sahabat yang bernama Sa‟id bin Abi Waqash tetap berpegang teguh dalam memeluk agama Islam, meskipun oleh orang tuanya dilarang dan mengajak kembali untuk keluar dari Islam. Ia menolak ajakan ibunya dengan cara
yang baik-baik
sampai-sampai
ibunya
menyerah untuk
membujuknya keluar dari agama Islam 50
Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin Nasihat Bagi Yang lalai, Terj. dari Tanbihul Ghafilin oleh Abu Juhaidah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999) cet. I, h. 220-221
59
Ini merupakan cerminan akan sifat seorang anak tetap memperlakukan ibunya sebagaimana mestinya meskipun ibunya mengajak kepada sesuatu yang dilarang oleh agama, tapi Sa‟id menolaknya dengan halus dan tidak dengan cara yang kasar atau memaki sehingga membuat ibunya menjadi sakit hati, sehinnga dengan cara yang baik ini membuat ibunya menyadari bahwa ia tetap kukuh dalam beragama Islam dan ibunya meridhainya. Ada juga sebuah poin penting dalam kasus ini, bagaimana sikap kita sebagai seorang yang memilki orang tua yang berbeda agama dengan kita? ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh BukhariMuslim dari Asma binti Abu Bakar as-Siddiq, ia berkata:
“Telah datang kepadaku ibuku padahal ia masih musyrik (belum masuk Islam) di zaman rasulullah saw, maka aku minta fatwa kepada rasulullah saw, aku berkata: datang
ibuku
kepadaku
dan
ia
hendak
meminta
pertolongan, maka bolehkah aku menolongnya ibuku? rasulullah saw bersabda: iya, engkau harus menolong ibumu. (HR. Bukhari)51 Hadis di atas merupakan adab yang diajarkan oleh agama Islam bagaimana seorang anak harus berbuat baik kepada orang tuanya dan menolongnya
apabila
keduanya
memerlukan
bantuan
atau
pertolongannya, meskipun orang tuanya masih atau dalam keadaan 51
Muhammad bin „Ismail al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Hadist, 2004), jilid. IV, h. 98.
60
non muslim. Maka dalam hal ini Islam tidaklah memutuskan perhubungan keluarga disebabkan lain agama. Dalam dunia pendidikan orang tua merupakan madrasah atau sekolah yang pertama bagi anak-anaknya, mereka mengajarkan banyak hal mulai dari mengajarkan berbicara, berjalan serta pengetahuan-pengetahuan lainnya. Orang tua bukannya hanya ayah dan ibu kandung saja, tetapi guru di sekolah juga merupakan orang tua dalam hal pendidikan formal. Guru mengajarkan banyak berbagai macam pengetahuan kepada anak murid maka seorang murid harus menghormati guru sebagaimana ia menghormati orang tua kandungnya dan sealalu mentatai segala apa yang diperintahkannya selama tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang oleh agama. Berkata sayyidina „Ali bin Abi Thalib sebagaimana yang dikutip oleh Syeikh Burhanuddin azZarnuji dalam kitab ta‟limul muta‟allim
Berkata „Ali: “saya menjadi hamba bagi mengajariku
satu
huruf
ilmu;
terserah
ia
mau
orang yang menjualku,
memerdekakan atau tetap menjadikan aku seorang hamba.52 Dari kutipan di atas bahwa setiap orang yang telah di ajarkan satu huruf saja maka ia harus menghormati orang yang telah mengajarinya. Ini merupakan sebuah akhlak antara seorang murid terhadap gurunya karena bagaimana pun juga seorang guru telah memberikan pengetahuannya kepada muridnya maka sepatutnya ia
52
Syeikh Burhanuddin az-Zarnuji, TerjemahTa‟limul Muta‟allim, Terj. dari Ta‟limul Muta‟allim, oleh Aliy As‟ad, (Kudus: Menara Kudus, 2007), h. 36
61
menghormati gurunya untuk mendapatkan keridhaan dan keberkahan akan ilmu yang telah ia dapatkan. 3. Larangan Berbuat Nifak Dalam surah al-Ankabut ayat 10-11 menceritakan tentang sikap orang-orang munafik. Mereka tidak sepenuhnya beriman kepada Allah tapi mereka hanya mempermainkan agama Islam, mereka masih menjadikan ancaman atau siksaan dari orang-orang musyrik sebagai azab yang datang dari Allah dan mereka kembali kepada orang-orang musyrik tersebut. Orang tersebut dinamankan sebagai orang munafik. Secara bahasa, kata nifak berasal dari kata nafaqa-yunafiqumunafaqatan-wa nifaqan, yang diambil dari kata an-nafiqau ()النافقاء, yang artinya lobang tempat keluarnya hewan jenis tikus (yarbu‟) dari sarangnya, jika hendak ditangkap dari satu lobang ia akan keluar lewat lobang yang lainnya. Sedangkan secara istilah nifak adalah menyatakan keIslaman dari satu jalan dan keluar dari Islam dari jalan yang lain.53 Sedangkan orang yang berbuat nifak disebut Munafik. Orang yang munafik adalah orang menyembunyikan kekafiran yang berasal di dalam hatinya dan menyatakan keimanan dengan lisannya.54 Dengan kata lain orang munafik adalah orang yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan rsaul-Nya dengan lisannya tetapi di dalam hatinya ia tidak beriman dan menyembunyikannya apabila sedang bersama orang-orang muslim. Sifat munafik ini terbagi kepada dua macam: a. Nifak I‟tikadi Disebut juga dengan nifak besar. Yaitu, menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran. Nifak jenis ini 53 54
Ibnu Manzdur, Lisan Al-„Arab, (Beirut: Dar al-Hadist, 2003), jilid. VIII, h. 658 Darwis Abu Ubaidah, op, cit., h. 117
62
dapat menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam secara total dan menempatkannya di dalam neraka yang paling bawah.55 Adapun nifak i‟tikad ini meliputi: 1. Mendustakan rasul atau mendustakan sebagaian ajaran yang beliau bawa 2. Membenci rasul atau membenci sebagian ajaran yang beliau bawa 3. Senang
melihat
agama
Islam
mengalami
kemunduran 4. Tidak senang melihat Islam berjaya.56 b. Nifak Amali Nifak amali adalah melakuakn suatu amalan orangorang munafik dengan masih menyisakan iman di dalam hati. Nifak jenis ini tidak samapai menyebabkan pelakunya keluar dari Islam.57 Hanya saja hal ini dapat menghantarkan pelakunya menjadi seorang yang munafik tulen apabila ia senantiasa mengerjakan perbuatan-perbuatan (nifak) ini. Adapun ciri-ciri orang munafik atau orang yang memiliki sifat nifak telah dijelaskan oleh rasulullah saw dalam hadist yang di riwayatkan oleh Imam bukhari dari Abu Hurairah, yaitu
“tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila berkata ia berdusta, dan apabila berjanji ia ingkar, dan apabila ia diberiamanah ia khianat. (HR. Imam Bukhari).58
55
Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, op, cit.,h. 338 Ibid., h. 344 57 Ibid. 58 Muhammad bin „Ismail al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Dar al-Hadist, 2004), jilid. I, 56
h. 17
63
Dari hadis di atas bahwa terdapat tiga ciri-ciri orang munafik yaitu dusta, ingkar janji, dan khianat. Semua itu merupakan ciri-ciri orang munafik yang apabila terdapat salah satu saja dalam diri seseorang dari ketiga ciri ini maka bisa dikatakan bahwa ia telah berlaku nifak. Pada surah al-Ankabut ayat 10-11 memberikan kita suatu pelajaran bagaimana orang-orang Islam di zaman rasulullah terdapat beberapa orang yang berlaku nifak atau (munafik) dengan tidak berpegang teguh dengan agama Islam dan mereka kembali ke agama mereka yang sebelumnya hanya karena mereka mendapatkan siksaan dari orang-orang musyrik. Memiliki sifat jujur, tidak ingkar janji, dan amanah merupakan nilai-nilai yang terkadung pada ayat ini, karena sifat tersebut meliputi segala kebaikan: 1. Jujur dalam perkataan, di dalamnya termasuk pula kalimat tauhid dan yang lainnya. Bila tidak ada tuhan selain Allah, maka ia akan jujur tidak akan berdusta baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain. 2. Menepati janji, baik kepada Allah maupun janji kepada sesama manusia. janji antara dirinya sendiri dengan Allah yaitu janji untuk selalu berada dalam keadaan iman sampai ia meninggal dunia, sedangkan janji kepada sesama manusia adalah dengan menepati janji segala apa yang ia janjikan. 3. Bersifat amanah juga mempunyai dua pengertian, yaitu amanah antara dirinya dengan Allah dan amanah dirinya dengan sesama manusia. Menunaikan amanah Allah adalah dengan melaksanakan segala apa yang diwajibkan oleh-Nya kepada seorang hamba. Sedangkan amanah kepada sesama manusia adalah dengan menjaga apa yang dipercayakan
64
seseorang kepadanya, baik berupa harta benda, ucapan, maupun yang lainnya.59 Pada ayat 10-11 ini terdapat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Yaitu, merupakan pendidikan akidah yang mana seseorang dilarang untuk melakukan perbuatan nifak, karena hal tersebut merupakan perbuatan yang dapat menyebabkan seseorang murtad atau keuar dari agama Islam. pada pendidikan akidah percaya kepada Allah dan rasul-Nya harus diyakini dengan sepenuh hati dan tidak boleh hanya diucapkan di bibir saja. Dan juga pada ayat ini terkandung nilainilai pendidikan akhlak, sebagaimana pada hadis yang telah dipaparkan di atas bahwa tanda orang munafik ada tiga yaitu; suka berbohong, tidak menepati janji, dan tidak amanah. Tentunya apabila seseorang berbuat suatau kebohongan maka ia telah melakukan suatu perbuatan akhlak yang tidak baik.
59
Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, op, cit,. h. 272.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Al-Qur’an merupakan pedoman dan landasan hidup bagi umat Islam. Banyak hal-hal yang penting di dalamnya termasuk dengan pendidikan, di dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang pendidikan. Diantaranya yaitu yang terdapat pada QS. al-Ankabut ayat 8-11 mengenai pendidikan akidah dan akhlak. Berdasarkan penjelasan ahli tafsir yang telah penulis uraikan sebelumnya bahwa pada QS. al-Ankabut ayat 8-11 menceritakan tentang kisah seorang anak yang tetap berpegang teguh pada agama Islam meskipun oleh ibunya ditentang dan juga menjelaskan tentang keadaan sifat orang-orang munafik yang menjadikan siksaan orang-orang musyrik sebagai azab dari Allah swt. sehingga mereka berpaling dari Islam. Adapun nilai-nilai pendidikan akidah akhlak yang terdapat pada QS. al-Ankabut ayat 8-11 adalah sebagai berikut: 1. Larang Berbuat Syririk Terhadap Allah. Pada QS. al-Ankabut ayat 8-9 dijelaskan tentang larangan untuk berbuat syirik kepada Allah swt. meskipun hal tersebut diperintahkan oleh orang tua sendiri. Nilai pendidikan yang terkandung didalamnya adalah tentang pendidikan akidah bahwa tidak ada tuhan selain Allah swt. dan tidak ada sekutu baginya sesuatu pun. 2. Berbuat Baik Terhadap Kedua Orang Tua Dalam QS. al-Ankabut ayat 8-9 menceritakan akan anjuran untuk selalu berbuat baik atau berbakti kepada kedua orang tua. Karena orang tua merupakan orang yang telah merawat dan mendidik kita sejak kecil. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan sebuah nilai pendidikan yang diajarkan
65
66
pada ayat ini dengan selalu berbakti kepada kedua orang tua kecuali apabila mereka memerintahkan untuk melakukan halhal yang dilarang oleh agama. 3. Larangan Berbuat Nifak QS. al-Ankabut ayat 10-11 juga menceritakan tentang sikap orang-orang munafik. Mereka tidak sepenuhnya beriman kepada Allah tapi mereka hanya mempermainkan agama Islam. nilai pendidikan yang terkandung yaitu pendidikan akidah, bahwa orang-orang munafik mereka tidak sepenuhnya percaya akan Allah swt. serta pendidikan akhlak bahwa dengan selalu berakhlak baik, yaitu dengan berkata jujur, amanah dan menepati janji, untuk menghindari dari sifat-sifat yang dapat menjadikan seseorang menjadi munafik. B. Saran Dari kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi salah satu upaya dalam mengembangkan konsep pendidikan di Indonesia khususnya pada Pendidikan Agama Islam. Pertama, al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi umat Islam. Begitu juga di dalam dunia pendidikan, al-Qur’an sebagai sumber pengetahuan. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pendidikan khususnya dalam pendidikan Islam agar tidak terlepas dari al-Qur’an terutama pada QS. al-Ankabut ayat 8-11 untuk dapat menjalankan apa yang diperintahkan di dalamnya. Kedua, sebagai seorang pendidik guru harus menerapkan akan dasar-dasar akidah dan akhlak kepada peserta didik, karena akidah merupakan fondasi dari agama Islam. Seorang pendidik tidak hanya harus mengajarkan akidah dan akhlak kepada peseta didik namun pendidik juga harus baik dalam berakidah dan berakhlak karena pendidik akan menjadi cerminan atau panutan bagi peserta didiknya.
DAFTAR PUSTAKA Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2015 Hafiz, Abdul dkk, Risalah Aqidah, ciputat: Aulia Press, cet: 1, 2007 Abbas, Sirajuddin, I’tiqad Ahlussunah Wal Jamaah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, Cet: XI, 2010 Abu Ubaidah, Darwis, Panduan Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008, cet. I Mustafa Al-Maraghi, Ahmad, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Terj. dari Tafsir AlMaraghi, oleh. Bahrun Abubakar dkk., Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993, cet. II, AS, Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet. II 1994 Shodiq, Akhmad, “Problematika Pengembangan Pemebelajaran PAI”, TAHDZIB Jurnal Pendidikan Agama Islam, vol. 3, 2009 Al-Hafidz, Ahsin W, Kamus Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: AMZAH, 2006 cet. II, „Ali Ash-Shobuni, Muhammad, at-Tibyan Fi ‘Ulum al-Qur’an, Jakarta: Daar alKutub al-Islamiyah, 2003 a -------------------, Shafwatut Tafasir Tafsir-Tafsir Pilihan, Terj. dari Shafwatut Tafasir, oleh, yasin, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011, cet. I b As-Samarqandi, Al-Faqih Abul Laits, Tanbihul Ghafilin Nasihat Bagi Yang lalai, Terj. dari Tanbihul Ghafilin oleh Abu Juhaidah, Jakarta: Pustaka Amani, 1999, cet. I, „Ali Al-Humaidi, Muhammad, Adabul Insan Fil Islam, Surabaya: Maktabah Ahmad Nabhan, t.t. Basri, Hasan. Kapita Selekta pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012 Budiyono, Kabul, pendidikan pancasila Untuk Perguruan Tinggi, Bandung: Alfabeta, cet.II, 2010 Daud Ali, Muhammad, pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2008 DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997, cet. IX.
67
68
Ali, Hery Nur dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2006, cet: I Aziz, Erwati, “Keberhasilan Pendidikan Perspektif Al-Qur‟an”, Jurnal ATTARBAWI Kajian Kependidkan Islam, vol. 1, 2004 Dahlan, H.A.A. dan M. Zaka Alfarisi, Asbanun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2009, cet. X Mandzur, Ibnu, Lisan Al-‘Arab, (Beirut: Dar al-Hadist, 2003), jilid. VIII, h. 658 Ilyas, Yuhanar. Kuliah Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Itqan Publishing, 2013a ----------------, Kuliah Aqidah Islam, Yogyakarta: LPPI, 2013b Al-Ghazali, Imam, Ihya ‘Ulum al-Din, (tt.p.: Dar al-Ihya, t.t) jilid III, h.52 Jamil, Muhammad, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi, 2013, cet. I Musfah, Jejen, ”Membumikan Pendidikan Holistik”, DIDAKTIKA ISLAMIKA Jurnal Kependidikan dan Keguruan, vol. XI, 2011 Khon, Abdul Majid, Hadis Tarbawi, Jakarta: Prenada Media Group, cet: I, 2012 Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, cet. IX, 2008 Lickona, Thomas Pendidikan Karakter, Terj. dari Educating For Character oleh Lita S, Bandung: Nusa Media, cet. I, 2003 Bin „Ismail Al-Bukhari, Muhammad, Shahih Al-Bukhari, Dar al-Hadist, 2004, jilid. IV, Mustofa, Ahmad, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2014, cet. IV Bin Hajjaj An-Naisaburi, Muslim, Shahih Muslim, (tt.p:Dar al-Ihya, t.t) jilid. II Bin „Isa At-Tirmizi, Muhammad, Sunan at-Tirmizi, Beirut: Dar Al-Kutub AlIlmiyah, 2013, cet. IV, jilid. II, Muhammad, Abu Ja‟far bin Jarir ath-Thabari, Tafsir At-Thabari, Terj. dari Jami’ Al-Bayan an Ta’wil ayi Al-Qur’an, oleh Ahsan Askan dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, cet.I Nata, Abudin dan Fauzan, Pendidikan Dalam perspektif Hadis, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005
69
Nawawi, Muhammad Al-Jawi, Tafsir Munir, tt.p.: Dar Ihya Al-Kutub Al„Arabiyyah, t.t. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008, cet. VIII. Bin Fauzan Al-Fauzan, Shalih, Aqidatut Tauhid Kitab Tauhid lis-Shaff Al-Awwal ats-Tsalis – Al-Aly, penerjemah: Syahirul Alim Al-Adib, Jakarta: Ummul Qura, 2014, cet: VI Ash-Shalih, Subhi, Mabahits Fi ‘Ulumil Qur’an, penerjemah: Tim Pustaka Firdaus Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011 Syah, Muhibbin. Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru, Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2013 Sugiyono, Metode Penelitian Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, cet. IV, 2008 Shihab, M. Quraish Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002, cet. I, vol.10 ---------------- dkk, Ensiklopedia Al-Qur‟ an; Kajian Kosakata, jilid. I, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet. I, As-Sayyid Mahmud Al-Alusi al-Bagdadi, Syihabuddin, Ruhul Ma’ani, Beirut: Dar al-Fikr. Al-Qurthubi, Syaikh Imam, Tafsir Al-Qurthubi, Terj. dari Al-Jami’ Li Ahkaam AL-Qur’an, oleh Muhyiddin Mas Rida dan Muhammad Rana Mengala, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, cet. I Az-Zarnuji, Burhanuddin, TerjemahTa’limul Muta’allim, Terj. dari Ta’limul Muta’allim, oleh Aliy As‟ad, (Kudus: Menara Kudus, 2007), h. 36 Undang-undang SISDIKNAS (UU RI No. 20 Tahun 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) cet.I,
HASIL WAWANCARA Narasumber
: Pof. Dr. Salman Harun, MA
Pekerjaan
: Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah
Tempat
: Kediaman Narasumber
Waktu
: Jumat, 6 Januari 2017 Peneliti
Apakah ada nilai-nilai pendidikan
Narasumber Hheeemm... bagaimana bunyi ayatnya..
akidah akhlak pada QS. al-Ankabut ayat 8-11 ? (peneliti membacakan ayat 8)
Dalam ayat itu anak diminta untuk berbuat baik kepada orang tua, karena adanya
hubungan
dipisahkan
seperti
yang
tidak
hubungan
bisa darah,
berarti dia berhutang kepada kedua orang tuanya, dengan demikian seorang anak harus membalasnya dengan berbuat baik di dunia dan mendoakannya ketika orang tua sudah meninggal. Jadi perlu adanya pendidikan untuk berbuat baik kepada orang tua, itu termasuk pendidikan akhlak. Dan semua perintah orang tua harus ditaati, orang tua harus didahulukan bukan kepentingan diri sendiri. Kecuali satu saja yang tak boleh kita patuhi yaitu kalau kita disuruh menyekutukan tuhan (berbuat syirik) berpindah keagama lain, atau
menyatakan
kekuatan
yang
mempercayai bisa
ada
menyelamatkan
seseorang
atau
menyelamatkan
sesuat
atau
bisa
membahayakan,
seperti pohon itu dapat menggaggu kita, jadi syirik itu, ada syirik besar dan syirik kecil sama saja tidak boleh, ini juga termasuk pendidikan akidah karena kita dilarang untuk berbuat syirik kepada Allah. Apakah ada kaitannya pak dengan
Ya ada kaitannya, dalam surah Luqman
surah Luqman ?
yang pertama disebutkan Tuhan dulu baru orang tua, dan kalau dalam surah ini disebutkan orang tua dulu baru tuhan, ini menandakan bahwa bakti kepada kedua orang tua itu sangat dianjurkan .
(Peneliti membcakan ayat 9)
Pendidikan
orang
shaleh,
nah
itu
pendidikan akhlak orang perlu beriman mendidik
anak
menjadi
baik,
baik
akhlaknya baik perbuatannya. Berarti itu pendidikan akhlak juga. (Peneliti membacakan ayat 10)
Akhlak kepada Allah, orang muslim harus berjuang diagama Allah harus tegar tidak boleh lemah. Pendidikan akhlaknya tidak boleh menyerah harus berjuang di agama
Allah
dalam
menjalankan
kebenaran. Dan tidak boleh enaknya saja kalau ada kesulitan mereka menghindar dan
kalau
ada
keuntungan
mereka
senang. Apakah ada kaitannya dengan sifat
Iya, ini ada orang munafik juga begitu
munafik ?
kalau mereka dapat kesulitan mereka
menghindar tidak mau berjuang dalam menegakkan agama Allah, kalau dapat kemudahan mereka senang. Itu orang munafik namanya. (Peneliti membacakan ayat 11)
Ada dua golongan orang yang tegar dalam berjuang dan orang munafikn yang mau enaknya aja. Itu kan pendidikan akhlak juga, tidak terombang ambing tidak mudah disogok tidak mudah dirayu, memiliki iman yang kuat dan integritas yang kuat.
Berarti pak intinya pada QS. al-
Iya, kan sumber itu ada dua bisa mencari
Ankabut ayat 8-11 ini terdapat nilai-
dari buku atau pendapat ahli, keduanya
nilai pendidikan akidah akhlak ?
sama kuat, kalau buku tidak ada, ya pendapat ahli, atau ada kedua-duanya.
T-
E
NII]AR U.II
Nama
Abqori Hisan
NIM
111201100(x)10
Junrsan
['endidikan i\garna lslam
RE F-ERF] NS I
Judul Sknpsi : Nilai-Nilai I'endidikan Akidah Akhlak Yang-l'crkandtrng I)alap-r QS. Al-Ankabut Ayar 8-11 No halaman
N" I-
Footnote
Judul
l]uku/Referensi
Paral-
I
Pembimbrng
i
Serangkai Pustaka Mandiri, 2015)
h.256. Yulranar llyas, Kulicth t-Jlumttl Qur'on, (Yogyakarla: Itqan
ryqfr!r"e.?013), h. 16
Muhammad'Ali ash-Shobuni,
cl
Tibyqn Fi 'Ulunt al-Qutr'ctn, (Jakarla: Daar al-Kutub allqqurych/qo3), h. 8. Subhi ash-S halth, U ab a hii.ii 'Ulumil Qur'an, peneqemah: Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), h. 5. Akhmad Shodiq,';Problerna Pengembangan Pemebelaj aran
AI", '|AHDZIB Jurnal Penclidilcan Agama Islam, vol. 3, 2009,h.29 Flery nur Xly aaitvluroier, Wt nt, P
idikan L,; lo m, (Jakarta : Irriska Agung lnsani, 2006) cet: 1, h. 151 Shalih bin Fauran Al,Far'r-*, Aqidatut Tauhid Kitab Tauhid lisShalf'Al-Awwal - ats-Tsalis AlAly, peneqemah: Syahirul AlLm AIAdib, (Jakarla: Ummul Qura, 2014) cet: VI h.3-4 "f)aftar aliran sesat (Islam) yang berkembang saat ini", diakses pada hari kamis tanlgal 02 Mei 2016 dari P e ncl
Elps //masshar2000. com I 20 I 5 I 03 I 2 :
l l I
l I I I
I I
I
l'da ftar-al i rn,r-.esotrsl r*--\ ii n! berkembang-saat-ini/
-
Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya , op. cit., h. 423 Depag RI, Al-Qur'onciu"
-
Iglggq@yo ,9p :!t. h
100
IJAB II Kabul Budiyono, p"riiA i,',, pancasila Un /ttk Perguruan 7'i nggi (Bandung: Allabeta, 2010) cer.ll. h 1
39.
Kaelan, Pendidikan Pancas ila,
a4 5
(Yogyakarta: Paradigma, 2008) Cet. IX, h. 87. Thcrmas Lickona. P"rdidikr; Karakler, Ter1. dari Educcrting l'or Chcrracter olch Lita S, (Bandung: Nusa Media, 2013) cet. I, h. 85. Ibid Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, ffakarta: Kalam Mulia, 2008), cet.
Pustaka, 1997) cet. IX, h. 232. Muhibbin Syah, Psrkologi p endi dikan de ngan p ende kctt a n baru, (Jakarla; PT. Remaia Rosdak 2013), h. 10. Hasan Basri, Kapita Selekta pendidikan. (llandung: CV Pustaka Setia, 2012), h. 15. Undang-undang SISDIKNAS (UU lll No. 20 Tahr-rn 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) cet.I, h. 3 Jejen Musfah, "Membumikan Pendidikan Holistik", D IDA KTI KA IS LAMIKA Jurnal Kependidikan dan Keguruan, vol. XI, 201 1, h. 157
Abudin Nata, dan Favzan, P
e
ndidikaru D u lam p e rs p ektif
Hadis, (Jakarta; UIN Jakarta Press,2005) h. 107 eisri, op=ir , h. t6l
L
I
I I
I
_-l
l5
;
lJcpau.
Rl, Al-Qur'an dan
I'crlcnrahnyir. (Solo: I, l' liga
Itr
t] rg
1l
l9 20
11 18 18
r
It.,
t
Lvvo), h.202 I, rLrs, !t1rs. 2008).
Iruia..h uo:
,rbia.n:os
j llyas up _c'ir. ,i,. hh. 78. 7& ] ttyn, up
f)epag RI, n I Qur'an dan
fgr:
j
"-q!UyC,
c1p.
cr!.h.
560
Ah, op. cit,. h.221
l9 l
23
,i
arrgkai PLriruka Mandiri. 301 5.1 zo Muhammatl I)arrd Alr. pctttlidiktrtt ,,1g,rrtrtt [s.ltrttt, (.lakaila: ltaJau lrli Se
I
i
24
i !
)\
Depag ItI, Al,Qur'an dm fgIl"-uh"ya., op. (:it., h. 49 Abdul Hafrz, dl
xt,
i I
-'1 l
29
h. 70
Dcpag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya , op.cit., h. 600
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012) cet:1, h. 6 Depag RI, Al-Qur'an dan 'l'erjemahnya, op. cit., h.407 Erwati Aziz, "Kebeitiastta" Pcndidikan Porspektif Al-Qur' an", Jurn rrl AT-7'A l? DAWI Kaj ian Kepandidkan lslam, vol. 1, 2004,h 64
30
cit,. h.346 Abudin Nata, ltntat fasc*i1 (Jakafta: PT. I{aja Grafindo Persada, 1996) cet; I, h. 3
ll l.j
))
l,+
J-{
lt
35
25
36
26
' h5l
,\htrdrrr Natli.
4o
,r7,.f
r'r. lr.
:) I
L-
lil.
I
J
I
tntrit.Srtrtlt I Al;hlttk, (Jakarta: Pl Ralrr (irrriind,, I I Pclsrda. 1994t ecr. It h l5 I
l
Asrrtar-lrn AS. /',,ngr
tr,ia .
-
ti
Jo
I
I
nbu.lirr Nrra. ()p cit.
I
31
3t
i
1)rr, (u"l-ch p . I)ar al-lhya. r.r.y;ilirl
t 3B
:i,il,,n,
ar.alj4r,
ti.rri*
32
lr i
h lt4
,,. Jamil. Akttl,,k Tultrrrrt |(Ciputal: Rel'clcnsi. 20ll).ect
ln,1
i
I
I.
f
I
h.lqu-l.,r I I
]
,
\
\ \
42
I Terjcrnahnya, op.cit., h. 43
I
rv.
jr-if
op. cir..
1-r
I/
I I
284
6
Abudin Nata. op cit,.
44
h
,
\\-l
M Jamil. op uit, h. 5
_t.ll Dcpag nt, if t-gur.an Aan
i
\ t
I olch Abdurrahnran Nuryanran. I tJaku,ra, Darul Haq. 201 5 ) ccr. il.
I
]
ll
fAUuain Nutu. ,tp. cit,. f-U"pug 1{1. Al-Qur}an dan lcrJenrahnya. ()l). cil.. h. t3X _l I Majid Sa'ud al-Ausyan. l)ttnrltttrrt Lt'tt.ql
4l
I
152
f I f
I
I
i
i
I
I
I
i
I
45
I Terjcmahnya. op. cit.. h.
394
.
I
Penelititrn I Prakrik, , I ] {JaLarra, PT.t}umiAksara.2013) ' I x2 [hal. ] Nuraida Halirl Alkal, Metodologi I I lmam Cunawan.Metode
I Kuliratif:
7'eori dan
I Pent,litiun Pcttdidikun, (Tangerang:
I Islamic
Rescare h Publishrng
lharr46
, /
2009) 1 /
I
I I
I
I
,
I
|
/_
iiJ+ ,-,
-)
I I
NI Lrkhtar.
rl. lJ i ftt b i ;t s n lk:t:i i t rtilici {lniitrh. (.lakarta
N4 .1,
I,-,.tr.t, dan
I I
.1
tt
7:t
(iaung Persatia Press. 2()10) hal
I I
i
109
1
I
i14 l
:1
Srt!llr,,ntt. .1/, 1,t,i1 !', ttt'Iitttrtt l) r tt t, i i t ictii K
I
L
t
iin I
itutLf , Kutr
I Lt
tr
t
il.
dun ll&i), (llrrnclur-rg. Allabcra.
l l
L
35
Kadar NI.
YLLsul', Sttrcli
I)cpag Rl,
A I - Qtu"'
tll
()rtt-'tLrt
;;Ar*
llerj amcLhnya, (Solo: P1'.'I'iga Serangkai Pustaka Mandin, 2015)
h. i19 M. Quraish Shilti\ Tctfsir At Mishuh Pesctn. Kesun dan Ke s e rus ion I l - Qur' an, (l akafia. Lentera Hati, 2002), cet: I, voi.10 h 446
M. Quraish dkk. =t,l-"b, linsiklopediu Al-Qur an,. Ka.lian Kosukctta, jilicl. I, (Jakarla: Lentera Flati, 2007), cct. I, h.328 Ahsin w. Al-l lafidz, Kamtts llmu Al-Qur' an, (J akarta: AMZAH. 2006) cet. Il, h. 114 Ibid., h.78
Quraish Shihab, ll-Qur an;
Ensiklopedia
dkk, Kajian
Kosakata, jilid. II,(Jakafia: I-entera Hati, 2007), cct. I,h. 2 3 2 Syihabuddin as-Sayyid Mahmud alAlusi al-Bagdadi, Ruhul Mct'ani, (eglry! al-Fikr, ) h.
!q
196 __]
Muhammad Nawawi Al-Jawi. 7-o[sir Munit . (tl.p.: Dar Ihya Al4gqlb_4l4rabryyq!, t.r.), h. 1 s2. M.Quraish Shihab, Tttf.sir AlMisbahh.446
l
ll +-
llc11, Noer CtV aan ff frat nri"i, ll'r t t tt li Pe ncl i tI ilcun Is lam, (Jakarta:
I
[]rrska Agung lnsani, 2008) cer tI1.
h
118
I)c1rag IlI,
_ 45 46
I -Qur'"r rk,;; t
It'rjt'nruhnl)r/, op. cit,. h. 284 N lirslrnr bin I laljaj an-Naisabriir, Sfuthih l|uslim, {tt.p:Dar al-ihya, tt) .3ilicl, li, h 417 N4uhaurmad bin lisrai-frntrrri. -,p clr .lilicl, ill, h 62 i
r\.
VlLrstofh, Xkhlak'l'asowttf
_] ,
(llandung: Pr-rstaka Setia, 2014) cet
4l
rr,, n, 101 ] i Muhammacl 'Ali Al-fiu-ardi, I
Arlttltrrl lttstrtr l:il lslanr, (Surabaya: Maktabaii Ahrnad Nabhan, r.t ), h 184-185 --
Al-Iraclih ebul t,aits esSanrarqandi,'l'unbihu I Gha/ilin Nosihctt Bagi
YcLng
lalai, Terj. dari
Titnbihul Gho/ilin oleh Abu .luhaidah, (Jal<ar1a: Pustaka Arnani, 1999) cet. l, h. 220-221
Mrh"**ud bin-lsmail al-B"kha.,Shahih Al-BtLhhari, (Beirut: Dar alHadist, 2004),jilid. IV, h. 98.
ikh Burhanuddin az-Zarrttjr, e ntahTa' I i mul Muta' all iru,'l e4 dart'l'a'limul Muta'allim, oleh AIiy As'ad, (Kudus: Menara Kudus, 2007), h. 36 Sye
T-erj
Ibnu Manzdur. Lisan Al-'Arab, (Ilcirut: Dar al-lladist, 2003), iilid. VIII, h. 658 Darwis Abu tJbaidah, op, cit 111 Lt /
Shalih bin Fauzan A|-Fatzan, cit.,h.338 54 55
rbid., h. 344
op,
){)
brn'IsmaiI til,Sukhziil \ lr t r -R r i. (Dar al Hadisl. li)()-1i. liird. l. h. i7 \i-i ,r,1tir \i,trl Iarls.ir. ri1Liiurmrnacl r
al
L
It
I
.-1 I
t r l;, I t t t
\.liiiiii,ilutdt. rr;r.. j1.. lf. ]-]
)
I
\I J
I
I
i
I
J
Jakafla, 24 Nove ntber 2016 Dosen Penguji R.el'erensi
-==-V7Drs. Abdul ljaris. M.Ag
NIP: 19660901 I 995031001