PENDUGAAN PERUBAHAN KEKERASAN DAN TOTAL PADATAN TERLARUT (TPT) BUAH SAWO (Manilkara zapote. L) SELAMA PENYIMPANAN DENGAN PENDEKATAN JARINGAN SYARAF TIRUAN
Oleh:
Ni’matullah F 14104075
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENDUGAAN PERUBAHAN KEKERASAN DAN TOTAL PADATAN TERLARUT (TPT) BUAH SAWO (Manilkara zapote. L) SELAMA PENYIMPANAN DENGAN PENDEKATAN JARINGAN SYARAF TIRUAN SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : NI’MATULLAH F14104075 Dilahirkan pada tanggal 4 Maret 1986 Di Serang, Banten Tanggal Lulus: Maret 2009 Menyetujui, Bogor, Maret 2009 Dosen Pembimbing Akademik
Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc NIP. 131 841 746 Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Pertanian
Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP. 131 956 693
Ni’matullah. F14104075. Pendugaan Perubahan Kekerasan dan Total Padatan Terlarut (TPT) Buah Sawo (Manilkara zapote. L) Selama Penyimpanan dengan Pendekatan Jaringan Syaraf Tiruan. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Dr. Ir. Suroso, M. Agr. 2009 RINGKASAN Buah-buahan segar seperti buah sawo merupakan produk hortikultura yang memiliki sifat mudah rusak (perishable). Sifat mudah rusak (perishable) ini dapat membatasi umur simpannya (shelf-life), sehingga dapat mengganggu kontinyuitas pasokan dalam jumlah, waktu maupun mutu produk. Oleh karena itu, diperlukan
perencanaan
yang
terintegrasi
pada
tahap
pascapanen
dan
distribusinya. Untuk monitoring mutu selama penyimpanan buah dapat dilakukan dengan mengendalikan kondisi penyimpanan serta menduga laju penurunan mutu yang terjadi. Untuk menganalisis penurunan mutu diperlukan pengetahuan mengenai pola perubahan faktor mutu yang diamati dalam kondisi penyimpanan tertentu. Kekerasan dan Total Padatan Terlarut (TPT) merupakan dua faktor mutu yang bisa digunakan untuk analisis mutu buah. Metode untuk menduga perubahan kekerasan dan Total Padatan Terlarut (TPT) selama penyimpanan dapat dilakukan dengan menggunakan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menduga perubahan kekerasan dan total padatan terlarut (TPT) buah sawo selama penyimpanan dengan pendekatan jaringan syaraf tiruan (JST). Penyimpanan pada suhu 5oC menunjukkan nilai kekerasan mengalami fluktuasi dan tidak ditemukan adanya penurunan drastis nilai kekerasan. Pada suhu 15oC nilai kekerasan turun ke titik terendah pada umur simpan 13 hari. Pada suhu ruang kekerasan turun ke titik terendah pada umur simpan 8 hari. Nilai total padatan terlarut selama penyimpanan pada suhu 5oC mengalami fluktuasi dan tidak mengalami penurunan drastis, pada suhu 15oC mengalami penurunan drastis pada umur simpan 13 hari, pada suhu ruang mengalami penurunan drastis pada umur simpan 7 hari.
Nilai kekerasan dan total padatan terlarut buah sawo selama penyimpanan pada suhu 5oC, 15oC dan suhu ruang menunjukkan bahwa suhu penyimpanan yang cukup besar seperti suhu ruang dapat menyebabkan turunnya nilai kekerasan dan total padatan terlarut buah sawo. Selain itu, suhu penyimpanan yang terlalu besar juga dapat mempercepat kematangan buah sawo dan menyebabkan buah sawo yang disimpan pada suhu ruang lebih cepat matang dan busuk. Pendugaan kekerasan dan total padatan terlarut dengan JST terdiri dari dua model yaitu model 1 dengan input suhu dan lama simpan, dan model 2 yang terdiri dari input warna berupa RGB. Pada JST model pertama nilai koefisien determinasi training kekerasan sawo 0.732 dan nilai koefisien determinasi validasi kekerasan sawo 0.478. Kemudian nilai koefisien determinasi training total padatan terlarut sawo 0.496 dan nilai koefisien determinasi validasi total padatan terlarut 0.364. Nilai error kekerasan hasil validasi JST model 1 adalah 30.5% dan nilai error total padatan terlarut (TPT) adalah 9.05%. Pada JST model kedua nilai koefisien determinasi training kekerasan sawo 0.526 dan nilai koefisien determinasi validasi kekerasan sawo 0.295. Kemudian nilai koefisien determinasi training total padatan terlarut sawo 0.447 dan nilai koefisien determinasi validasi total padatan terlarut 0.169. Nilai error kekerasan hasil validasi JST model 2 adalah 61.82% dan nilai error total padatan terlarut (TPT) adalah 9.69%.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pendugaan Perubahan Kekerasan dan Total Padatan Terlarut (TPT) Buah Sawo (Manilkara zapote. L) Selama Penyimpanan dengan Pendekatan Jaringan Syaraf Tiruan” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
cara pengukuran
pendugaan perubahan kekerasan dan total padatan terlarut (TPT) buah sawo selama penyimpanan dengan pendekatan jaringan syaraf tiruan (JST). Penyusunan skripsi tidak terlepas dari bantuan semua pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Dr. Ir. Suroso, M.Agr. sebagai dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan dalam penyelesaian tugas akhir. 2. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr; Sugiyono, S.TP. M.Si. dan Enrico Saefullah, S.TP., M.Si. sebagai tim proyek atas bimbingan dan arahan dalam penyelesaian tugas akhir. 3. Orang tua dan keluarga penulis atas dukungan, motivasi dan doa selama penyelesaian tugas akhir. 4. Rekan-rekan satu tim atas kerjasamanya dalam penyelesaian tugas akhir. 5. Teman-teman Departemen Teknik Pertanian atas motivasi, dukungan dan kebersamaannya. Penyusunan skripsi ini mungkin belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai perbaikan.
i
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v I.
PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A.
LATAR BELAKANG .................................................................... 1
B.
TUJUAN ......................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5 A.
PENANGANAN PASCA PANEN SAWO (Manilkara zapote. L) . 5 1. Tanaman Sawo ............................................................................ 5 2. Manfaat Sawo .............................................................................. 6 3. Pemanenan .................................................................................. 6 4. Penyimpanan ............................................................................... 8
B.
JARINGAN SYARAF TIRUAN ...................................................... 9 1. Inisialisasi Pembobot .................................................................. 11 2. Perhitungan Nilai Aktivasi .......................................................... 11 3. Perbaikan Nilai Pembobot .......................................................... 12 4. Pengulangan (Iterasi) .................................................................. 13
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 14 A.
WAKTU DAN TEMPAT ................................................................ 14
B.
ALAT DAN BAHAN ...................................................................... 14
C.
PROSEDUR PENELITIAN ............................................................. 14 1. Persiapan ..................................................................................... 14 2. Perlakuan ..................................................................................... 15 3. Pengamatan ................................................................................. 15 a. Kekerasan ................................................................................ 15 b. Total Padatan Terlarut (TPT) .................................................. 15 c. Warna ...................................................................................... 16
D.
MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN ...................................... 16
ii
E.
VALIDASI MODEL ....................................................................... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 20 A.
HASIL PENGAMATAN ................................................................. 20 1. Kekerasan .................................................................................... 20 2. Total Padatan Terlarut (TPT) ...................................................... 22 3. Warna .......................................................................................... 24
B.
PENDUGAAN KEKERASAN DAN TPT DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN SELAMA PENYIMPANAN ........................... 27
C.
PENDUGAAN KEKERASAN DAN TPT BERDASARKAN WARNA BUAH .............................................................................. 31
D.
VALIDASI ....................................................................................... 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 36 A.
Kesimpulan ...................................................................................... 36
B.
Saran ................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 37
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan input suhu dan lama simpan (Model 1) .......................................................................... 17 Gambar 2. Model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan input R G B (Model 2) .................................................................................................. 17 Gambar 3. Diagram alir backpropagation neural network ............................ 19 Gambar 4. Grafik kekerasan sawo selama penyimpanan ............................... 21 Gambar 5. Grafik total padatan terlarut (TPT) sawo selama penyimpanan ... 23 Gambar 6. Warna merah (red) sawo selama penyimpanan ........................... 25 Gambar 7. Warna hijau (green) sawo selama penyimpanan .......................... 26 Gambar 8. Warna biru (blue) sawo selama penyimpanan ............................. 26 Gambar 9. Hubungan kekerasan hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat training JST model 1 ................................................... 29 Gambar 10. Penurunan kekerasan sawo selama penyimpanan dengan jaringan syaraf tiruan................................................................... 29 Gambar 11. Hubungan total padatan terlarut hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat training JST model 1 ............................... 30 Gambar 12. Penurunan Total Padatan Terlarut (TPT) sawo selama penyimpanan dengan jaringan syaraf tiruan ............................... 30 Gambar 13. Hubungan kekerasan sawo hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat training JST model 2 .............................. 31 Gambar 14. Hubungan total padatan terlarut sawo hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat training JST model 2 ..................... 32 Gambar 15. Hubungan kekerasan sawo hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat validasi JST model 1 ............................... 33 Gambar 16. Hubungan total padatan terlarut sawo hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat validasi JST model 1 ..................... 33 Gambar 17. Hubungan kekerasan sawo hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat validasi JST model 2 .............................. 34 Gambar 18. Hubungan total padatan terlarut sawo hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat validasi JST model 2 ..................... 34
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1a. Data hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan pada suhu 5oC sampel 1 .................................................................... 39 Lampiran 1b. Data hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan pada suhu 5oC sampel 2 .................................................................... 40 Lampiran 2a. Data hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan pada suhu 15oC sampel 1 .................................................................. 41 Lampiran 2b. Data hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan pada suhu 15oC sampel 2 .................................................................. 42 Lampiran 3. Data hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan pada suhu ruang .................................................................................. 43 Lampiran 4. Kekerasan dan TPT rata-rata hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan ................................................................. 44 Lampiran 5. Warna rata-rata hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan .............................................................................. 45 Lampiran 6. Data Training JST model 1 ........................................................ 46 Lampiran 7. Data Test JST model 1 ................................................................ 48 Lampiran 8. Data Training JST model 2 ...................................................... 49 Lampiran 9. Data Test JST model 2 .............................................................. 51 Lampiran 10. Hasil training JST model 1....................................................... 52 Lampiran 11. Hasil validasi JST model 1 ....................................................... 54 Lampiran 12. Hasil training JST model 2....................................................... 55 Lampiran 13. Hasil validasi JST model 2 ....................................................... 57 Lampiran 14. Nilai error hasil validasi JST model 1 ..................................... 58 Lampiran 15. Nilai error hasil validasi JST model 2 ..................................... 59
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang, Banten pada tanggal 4 Maret 1986 sebagai anak pertama dari pasangan Jaenudin dan Julaeha. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN Unyur pada tahun 1998, SMPN 6 Serang pada tahun 2001, SMAN I Cipocok Jaya Serang pada tahun 2004 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih Bagian Energi dan Elektrifikasi Pertanian pada tahun 2007. Penulis telah melaksanakan kegiatan Praktek Lapangan di PT. Perkebunan Nusantara VIII (Persero) Gunung Mas, Puncak, Bogor dengan judul “Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian pada Proses Produksi Teh Hitam di PT. Perkebunan Nusantara VIII (Persero), Gunung Mas Puncak Bogor”. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Petanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pendugaan Perubahan Kekerasan dan Total Padatan Terlarut (TPT) Buah Sawo (Manilkara zapote. L) Selama Penyimpanan dengan Pendekatan Jaringan Syaraf Tiruan”.
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai berbagai macam komoditas pertanian yang berpotensi untuk di ekspor maupun untuk dikonsumsi dalam negeri. Hasil pertanian tersebut meliputi komoditas biji-bijian, palawija dan komoditas hortikultura. Komoditas hortikultura terutama buah-buahan segar merupakan barang konsumsi yang banyak diminati masyarakat. Buah-buahan segar merupakan produk hortikultura yang memiliki sifat mudah rusak (perishable) karena umur simpannya (shelf-life) sangat terbatas. Hal ini menyebabkan terganggunya kontinyuitas pasokan dalam jumlah, waktu maupun mutu produk, sehingga diperlukan perencanaan yang terintegrasi pada tahap pascapanen dan distribusinya. Buah-buahan apabila setelah dipanen tidak ditangani dengan baik, maka akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologis dimana ada yang menguntungkan dan sangat merugikan apabila tidak dapat dikendalikan yaitu timbulnya kerusakan atau kebusukan. Hal ini akan mengakibatkan buah tidak dapat dimanfaatkan lagi. Kerusakan selama penanganan pascapanen dan distribusi buah-buahan merupakan permasalahan yang sering terjadi di Indonesia, terutama dalam kaitan penyediaan buah-buahan untuk konsumsi domestik maupun ekspor dengan mutu yang
standar. Oleh karena itu, untuk menghasilkan buah segar dengan
kematangan yang optimal dan siap dikonsumsi dalam jumlah besar, sulit diperoleh karena tingkat ketuaan saat pemanenan tidak seragam. Untuk menghasilkan buah-buahan dengan kualitas yang baik, selain ditentukan oleh perlakuan selama penanganan on-farm, juga ditentukan oleh faktor penanganan pascapanen. Penanganan pascapanen buah-buahan mempunyai kedudukan yang sama dengan penanganan sebelum panen, hal ini untuk menjamin mutu buah segar tetap dalam kondisi prima sampai ke tangan konsumen. Sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis dan daya saing produk. Buah-buahan masih tetap melakukan kegiatan metaboliknya setelah dipanen seperti respirasi, fotosintesis dan transpirasi. Respirasi merupakan
1
kegiatan metabolik oksidatif yang penting dalam fisiologi pascapanen. Sebagian besar perubahan fisikokimiawi buah pascapanen berhubungan dengan respirasi seperti proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, pelunakan daging buah, penurunan nilai mutu dan sebagainya (Pantastico, 1975). Dari pola respirasinya buah-buahan dapat digolongkan menjadi klimakterik dan non-klimakterik. Pada buah klimakterik, kenaikan pada pola respirasinya dapat digunakan sebagai acuan waktu simpan dan pematangan. Oleh karena itu khusus pada buah klimakterik dapat dilakukan percepatan pematangan dengan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi proses respirasi, seperti injeksi etilen atau asetilen. Hal tersebut lebih dikenal dengan pemeraman (ripening). Buah sawo merupakan buah yang mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, dan vit C yang dinilai lebih tinggi dibandingkan apel. Proses penanganan pascapanen buah sawo masih ditangani dengan kurang optimal. Pada proses penyimpanan buah sawo, perlu dilakukan dengan teknik penyimpanan dingin. Proses pendinginan hasil panen ini bertujuan untuk menghambat laju respirasi produk dengan menurunkan suhu produk tersebut agar tidak mudah rusak. Selama proses respirasi terjadi penguraian zat-zat yang terdapat dalam bahan tersebut dan menimbulkan panas pada bahan. Bila proses ini dibiarkan terus berlangsung maka bahan akan cepat rusak/busuk. Proses pendinginan juga dapat mencegah kerusakan-kerusakan mikrobiologis. Untuk menganalisis mutu selama penyimpanan dapat dilakukan dengan mengendalikan kondisi penyimpanan tertentu serta menduga laju penurunan mutu yang terjadi. Untuk menganalisis penurunan mutu diperlukan pengetahuan mengenai pola perubahan faktor mutu yang diamati dalam kondisi penyimpanan tertentu. Kekerasan dan Total Padatan Terlarut (TPT) merupakan dua faktor mutu yang bisa digunakan untuk analisis mutu buah. Metode untuk menduga perubahan kekerasan dan Total Padatan Terlarut (TPT) selama penyimpanan dapat dilakukan dengan menggunakan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Dengan pendekatan artificial intelligence (kecerdasan buatan) manusia berusaha menirukan bagaimana polapola dibentuk oleh jaringan syaraf manusia.
2
Sistem penyimpanan dengan menggunakan teknik kendali otomatik terkomputerisasi akan menjadi pilihan yang tidak bisa ditawar untuk memenuhi kebutuhan pasar modern dewasa ini. Untuk penggunaan kendali otomatik terkomputerisasi diperlukan sistem optimasi jaringan syaraf tiruan (JST). Jaringan syaraf tiruan (JST) digunakan untuk menentukan hubungan kondisi lingkungan mikro dengan fisiologi buah selama penyimpanan. Dengan menggunakan JST dapat diketahui pola-pola perubahan faktor mutu yang digunakan untuk mengetahui kualitas mutu dengan lebih cepat dari melakukan pengamatan. Dibandingkan dengan regresi, pada Jaringan syaraf tiruan terdapat proses pembelajaran, hasilnya adalah nilai pembobot koneksi yang menghubungkan antara lapisan input dan output. Semakin banyak jumlah iterasi proses training, maka hasil output akan semakin mendekati nilai yang sebenarnya. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Bachtiar (2004), yang membandingkan pendugaan kekerasan menggunakan model matematika. Pendugaan jaringan syaraf tiruan mendekati
hasil
sebenarnya
dibandingkan
dengan
menggunakan
model
matematika. Jaringan syaraf tiruan merupakan metode yang tepat untuk memecahkan masalah dimana hubungan antara masukan dan keluaran tidak diketahui dengan jelas. Kemampuan JST dalam mempelajari input dan output yang sangat kompleks sangat cocok diterapkan untuk mengidentifikasi hubungan antara suhu, RH, O2, CO2, dan etilen dengan warna, Total Padatan Terlarut (TPT) dan kekerasan buah.
B. TUJUAN Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji kekerasan dan total padatan terlarut (TPT) buah sawo selama penyimpanan dengan pendekatan jaringan syaraf tiruan (JST). Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mengidentifikasi dan mengukur kekerasan dan total padatan terlarut (TPT) buah sawo pada berbagai tingkat suhu, lama penyimpanan dan perubahan warna pada buah sawo selama penyimpanan.
2.
Menganalisis perubahan mutu buah sawo selama penyimpanan.
3
3.
Mengembangkan model jaringan syaraf tiruan (JST) untuk menduga kekerasan dan total padatan terlarut (TPT) buah sawo selama penyimpanan.
4.
Melakukan validasi model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) yang dikembangkan
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PENANGANAN PASCA PANEN SAWO (Manilkara zapote. L) 1. Tanaman Sawo Tanaman sawo adalah tanaman buah yang berasal dari Guatemala (Amerika Tengah) Mexico dan Hindia Barat. Tanaman sawo telah menyebar luas di daerah tropik termasuk Indonesia. Di Indonesia tanaman sawo telah lama dikenal dan banyak ditanam mulai dari dataran rendah. Dahulu sawo dikenal dengan nama Achras zapota L. atau Manilkara achras, kini dikenal dengan nama Manilkara zapote L. Tanaman sawo dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan (Sunarjono, 2005) sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub Divisi
: Angiospermae (Berbiji tertutup)
Kelas
: Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
Ordo
: Ebenales
Famili
: Sapotaceae
Genus
: Achras atau Manilkara
Spesies
: Acrhras zapota. L sinonim dengan Manilkara achras Kerabat dekat sawo dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: sawo liar
atau sawo hutan dan sawo budidaya. Kerabat dekat sawo liar antara lain: sawo kecik dan sawo tanjung. Sawo kecik atau sawo jawa (Manilkara kauki) dimanfaatkan sebagai tanaman hias atau tanaman peneduh halaman. Tinggi pohon mencapai 15 – 20 meter, merimbun dan tahan kekeringan. Kayu pohonnya sangat bagus untuk dibuat ukiran dan harganya mahal. Sawo tanjung (Minusops elingi) memiliki buah kecil-kecil berwarna kuning keungu-unguan, jarang dimakan, sering digunakan sebagai tanaman hias, atau tanaman pelindung di pinggir-pinggir jalan (Sunarjono, 2005). Berdasarkan bentuk buahnya, sawo budidaya dibedakan atas dua jenis, yaitu: sawo manila dan sawo apel. Buah sawo manila berbentuk lonjong, daging buahnya tebal, banyak mengandung air dan rasanya manis. Termasuk dalam kelompok sawo manila antara lain adalah: sawo kulon, sawo betawi, sawo karat, sawo malaysia, sawo maja dan sawo alkesa. Sawo apel dicirikan oleh buahnya
5
yang berbentuk bulat atau bulat telur mirip buah apel, berukuran kecil sampai agak besar, dan bergetah banyak. Termasuk dalam kelompok sawo apel adalah: sawo apel kelapa, sawo apel lilin dan sawo Duren. (Tohir, 1981)
2. Manfaat Sawo Manfaat tanaman sawo adalah sebagai makanan buah segar atau bahan makan olahan seperti es krim, selai, sirup atau difermentasi menjadi minuman anggur atau cuka. Selain itu, manfaat lain tanaman sawo dalam kehidupan manusia (BAPPENAS, 2005) adalah : 1. Tanaman penghijauan di lahan-lahan kering dan kritis. 2. Tanaman hias dalam pot dan apotik hidup bagi keluarga. 3. Penghasil buah bergizi tinggi yang dapat dijual di dalam atau luar negeri. 4. Penghasil getah untuk bahan baku industri permen karet. 5. Penghasil kayu yang sangat bagus untuk pembuatan perabotan rumah tangga. Citarasa manis yang khas menjadikan buah ini diminati banyak orang. Keistimewaan sawo juga terletak pada kandungan nutrisi dalam daging buahnya yang berwarna kecokelatan. Di dalam 100 g buah sawo terkandung energi 102 kkal, protein 0,5 g, lemak 1,1 g, karbohidrat 22,4 g, mineral 0,5 g, kalsium 25 mg, fosfor 12 mg, besi 1,0 mg, retinol 18 mg dan asam askorbat 21 mg. Kandungan serat di dalam sawo juga cukup tinggi, sehingga sangat baik untuk mengatasi gangguan pencernaan seperti sembelit dan diare. Gula sederhana di dalam sawo mampu memulihkan energi secara cepat. Sawo juga memiliki kemampuan mengikat zat karsinogen di dalam saluran pencernaan penyebab kanker. (www.myhobbyblogs.com)
3. Pemanenan Tanaman sawo mudah menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan baru, dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Namun daerah yang disenangi adalah dataran rendah hingga ketinggian 700 m dpl. Tipe tanah yang dikehendaki adalah lempung berpasir yang mengandung banyak bahan organik dengan pH antara 5.5 – 7. Curah hujan yang sesuai 1500 – 2500 mm per tahun (beriklim
6
basah). Tanaman sawo tahan terhadap kekeringan dengan lima bulan musim kemarau. Perakarannya cukup kuat sehingga tanaman sawo baik untuk daerah yang rawan erosi. Tanaman ini mampu tumbuh di tempat yang ternaungi maupun terbuka sehingga sering ditanam di lahan rumah (Sunarjono, 1998). Pada umumnya tanaman sawo diperbanyak dengan cangkokan atau okulasi dengan batang bawah bibit semai. Bibit semai sawo dapat diokulasi setelah berumur lebih dari dua tahun. Jenis sawo yang dapat digunakan sebagai batang bawah adalah sawo kecik Manilkara kauki L. Buah sawo kecik berukuran kecil dan rasanya manis, tetapi tidak begitu laku di pasaran. Pembuatan cangkokan agak lama, sekitar empat bulan baru berakar. Perbanyakan yang mudah dilakukan adalah dengan cara sambung pucuk. Tanaman sawo biasanya berbunga sepanjang tahun, tetapi bunga terbanyak biasanya muncul pada bulan Juni – Juli. Tanaman sawo dari bibit cangkok mulai berbuah pada umur 3 – 5 tahun. Pemangkasan pada tanaman sawo tidak dilakukan. Buah sawo dapat dipanen setelah tua penuh. Buah siap dipanen ditandai dengan warna kekuningan yang tampak setelah kulit buah digosok sedikit. Getah buah berkurang setelah tua. Walaupun setiap saat tanaman sawo mampu berbuah, tetapi panen raya terjadi antara bulan Desember – Februari. Setelah buah dipanen, kulit buah digosok hati-hati dengan kain halus dan dicuci bersih. Buah akan matang setelah diperam selama 2 – 3 hari. Sawo kadang-kadang matang tidak serempak. Pemetikan buah yang masih muda sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu yang lama untuk pemeramannya dan rasa buah tidak manis (sepat). Ciri-ciri buah sawo yang sudah tua adalah ukuran buah maksimal, kulit berwarna cokelat muda, daging buah agak lembek, bila dipetik mudah terlepas dari tangkainya serta bergetah relatif sedikit. (BAPPENAS, 2005). Buah yang dipanen lebih lama dari waktu panen optimum biasanya melunak sangat cepat dan menjadi sangat sulit untuk ditangani. Pemanenan buah lebih cepat dari kematangan fisiologis mungkin tidak akan melunak tetapi rendah dalam rasa manis, dan jika sudah masak akan mengkerut jika sudah matang dengan sedikit rasa alkohol, dan lateksnya akan menggumpal yang menyebabkan
7
turunnya kualitas. Buah yang siap untuk dipanen tidak akan menunjukkan lapisan hijau atau lateks jika digores dengan kuku jari. Buah matang penuh akan berkulit coklat, dan buahnya mudah dipisahkan dari tangkai tanpa kebocoran lateks.
4. Penyimpanan Penyimpanan yang optimal sangatlah penting untuk mendapatkan buah dalam keadaan segar. Hal ini penting untuk menjamin daya simpan buah semaksimal mungkin. Suhu penyimpanan untuk setiap jenis buah-buahan tidak sama. Suhu harus dijaga agar tetap konstan demikian juga kelembabannya. Kelembaban udara yang rendah dapat mempercepat terjadinya transpirasi atau penguapan sehingga dapat menyebabkan kehilangan bobot yang cukup besar selama penyimpanan. Penyusutan bobot dapat menyebabkan buah mengerut dan layu serta dapat mempercepat pertumbuhan jasad renik pembusuk sehingga bahan yang disimpan menjadi rusak. Ada beberapa cara penyimpanan agar daya simpan buah dapat diperpanjang. Diantaranya adalah penyimpanan dengan perlakuan kimia, penggunaan aftmosfer terkendali, penyimpanan pada suhu dingin serta kombinasi dari beberapa perlakuan tersebut (Satuhu,1995). Penyimpanan pada suhu dingin merupakan cara yang paling efektif untuk memperlambat perkembangan dan pembusukan pascapanen pada buah-buahan dan sayur-sayuran yang disebabkan oleh infeksi di bagian dalam. Tiap buah dan sayuran mempunyai suhu optimum untuk menghambat pematangan dan penuaan proses-proses fisiologis yang membuat komoditi menjadi rentan terhadap kegiatan-kegiatan parasitik jamur-jamur dan bakteri-bakteri. Oleh karena itu penyimpanan pada suhu rendah dapat mengendalikan pembusukan pascapanen dengan mempertahankan daya tahan inang terhadap parasit dan dengan menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen (Pantastico, 1986) Penyimpanan dingin adalah sebagai proses pengawetan bahan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu pembekuannya. Bahan yang didinginkan pada suhu lebih rendah dari suhu optimum tertentu akan mengalami kerusakan yang dikenal dengan kerusakan dingin (chilling injury). Gejala kerusakan dingin terlihat dalam bentuk kegagalan pematangan, pematangan tidak normal,
8
pelunakan prematur, kulit terkelupas, pencoklatan bibit, dan peningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka serta kehilangan flavor yang khas, sensivitas bahan terhadap kerusakan dingin berkurang sejalan dengan peningkatan kematangan bahan (Syarif dan Halid, 1993). Secara umum buah sawo sangat mudah rusak (busuk) , walaupun bisa disimpan dalam pendingin, tetapi rentan terhadap chilling injury (kerusakan karena pendinginan). Sawo dewasa akan matang dalam 3 – 7 hari pada 25oC dan bisa disimpan pada 15oC selama 2 minggu. Chilling injury terjadi pada penyimpanan dengan suhu 6-10oC (kerusakan irreversible dan rasa yang buruk). Chilling injury juga terjadi dalam penyimpanan pada suhu 10oC selama 21 hari. Dalam penyimpanan dingin dua aspek yang harus dipertimbangkan yaitu suhu dan waktu selama penyimpanan pada suhu tersebut. Hubungan aktual antara suhu penyimpanan dan durasi bervariasi tergantung kultivar, kondisi sebelum panen, tingkat kematangan dan perlakuan pascapanen (Nakasone, 1998).
B. JARINGAN SYARAF TIRUAN Jaringan syaraf tiruan merupakan suatu struktur komputasi yang dikembangkan dari proses sistem jaringan syaraf biologi dalam otak. Jaringan syaraf tiruan telah dikembangkan sejak tahun 1940. Jaringan syaraf tiruan secara khusus digunakan untuk mengembangkan hubungan antara beberapa input dan output. Proses pada jaringan syaraf tiruan ditentukan dengan melihat beberapa contoh dari pasangan input dan output. Kemampuan untuk memproses data disebut “self-organization” atau disebut sebagai pembelajaran (learning). Dengan mengetahui keluaran yang diharapkan dari setiap input dan output (berdasarkan pasangan input dan output yang telah diberikan), jaringan syaraf tiruan belajar beradaptasi atau menyesuaikan kekuatan hubungan diantara proses elemen tersebut (Ried, 1998). Jaringan syaraf tiruan pada dasarnya tersusun dari beberapa lapisan noda (layer) yaitu lapisan input, satu atau lebih lapisan terselubung (Hidden layer) dan lapisan output. Noda merupakan suatu unit komputasi yang paling sederhana pada setiap lapisan yang dihubungkan dengan setiap noda pada lapisan berikutnya, hubungan antara noda (unit) diekspresikan oleh suatu bilangan yang disebut
9
pembobot. Setiap keluaran pada input layer akan menjadi masukan pada lapisan terselubung dan keluarannya akan menjadi masukan bagi lapisan berikutnya sampai akhirnya menghasilkan keluaran pada lapisan output. Proses pembelajaran (algoritma belajar), yaitu bagaimana suatu konfigurasi jaringan syaraf tiruan dapat dilatih untuk mempelajari historis yang ada. Melalui metode pelatihan ini pengetahuan yang ada pada data dapat diserap dan direpresentasikan dengan harga-harga bobot koneksinya. Proses pembelajaran dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: pertama, supervised learning adalah sistem pembelajaran dengan menyediakan target yang diberikan oleh penyedia atau guru. Target yang diberikan melalui jaringan syaraf tiruan dibandingkan dengan output yang diinginkan. Kedua, unsupervised learning adalah sistem pembelajaran dengan cara jaringan syaraf hanya melihat data input yang diberikan dan melakukan adaptasi menurut fungsi jaringan. Dan yang ketiga adalah reinforcement learning merupakan bentuk khusus dari supervised learning. Reinforcement learning diasumsikan seorang guru hadir selama proses pelatihan, tetapi nilai target tidak diberikan ke dalam jaringan syaraf tiruan (Siang, 2005). Metode ini menggunakan indikasi tertentu untuk mengevaluasi keluaran jaringan syaraf. Menurut strukturnya, terdapat jaringan feedforward dan recurrent. Jaringan feedforward adalah suatu jaringan yang memliki sinyal mengalir dari lapisan input, lapisan tersembunyi sampai lapisan output. Setiap simpul dihubungkan dengan simpul yang berada pada lapisan yang sama. Contoh dari penggunaan feedforward adalah multi-layer perceptron (MLP) learning vector quatization (LVQ) network (Rumelhart dan McClelland, 1986). Jaringan recurrent merupakan suatu jaringan yang memiliki sinyal mengalir dua arah maju dan mundur. Recurrent memiliki memori dinamik dimana keluaran berasal dari masukan. Proses pembelajaran backpropagation dapat menggunakan arsitektur jaringan syaraf dengan multi layer sehingga mampu menyelesaikan persoalan yang luas atau kompleks. Secara sederhana backpropagation merupakan suatu metode gradient descent untuk meminimalisasi total square error pada keluaran hasil perhitungan jaringan.
10
Menurut Fu
(1994)
dalam
Artificial
Intelligence
(Teknik
dan
aplikasinya), Pelatihan algoritma backpropagation dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Inisialisasi Pembobot Mula-mula pembobot dipilih secara acak, kemudian setiap sinyal input
diberikan ke dalam noda pada lapisan input, lalu sistem akan mengirim sinyal ke noda pada lapisan terselubung selanjutnya.
2.
Perhitungan Nilai Aktivasi Setiap noda pada lapisan terselubung, dihitung nilai net inputnya dengan
cara menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara noda input dengan pembobotnya sesuai dengan persamaan berikut
........................................ (1)
Dimana: P
= indeks pasangan input-output yang dipilih dari set pelatihan = net input dari noda ke-i pada lapisan L yang berhubungan dengan contoh ke-p = output noda ke-j pada lapisan L dikurangi satu (L-1) berhubungan dengan contoh ke-p = pembobot yang menghubungkan noda ke–j pada lapisan (L-1) dengan noda ke-i pada lapisan L Jika setiap noda pada lapisan ini telah menerima nilai net input, langkah
selanjutnya adalah memasukkan nilai net input setiap noda ke dalam fungsi sigmoid sebagai berikut:
................................... (2)
11
3.
Perbaikan Nilai Pembobot Nilai aktivasi merambat menuju lapisan di depannya seperti proses di
atas sampai lapisan output tercapai. Nilai output dari setiap noda pada output lapisan hasil perhitungan pada jaringan dibandingkan dengan nilai target yang diberikan. Galat dihitung berdasarkan hubungan antara nilai output jaringan dengan nilai target yang dihitung sesuai dengan persamaan berikut: ................................................... (3) Dimana: = nilai galat pasangan ke-p = nilai output noda ke-i untuk pasangan ke-p = nilai target ke-i pada pasangan ke-p Setiap lapisan dilakukan perubahan pembobot dengan menggunakan perhitungan matematika yang disebut dengan metoda delta rule. Perubahan pembobot yang didapatkan sesuai dengan persamaan sebagai berikut: ................................................. (4) Dimana: = Perubahan nilai pembobot
pada pasangan ke-p
= konstanta laju pelatihan (learning rate) = galat output ke-i pada lapisan L untuk pasangan ke-p Galat pada noda output dihitung sesuai dengan persamaan sebagai berikut: ............................. (5)
Galat pada noda di dalam lapisan terselubung adalah sesuai dengan persamaan berikut ini: ................... (6) Dimana: = galat noda k pada satu lapisan di depan lapisan L untuk pasangan ke-p = pembobot dari noda ke-i pada lapisan di depannya.
12
Nilai konstanta laju pelatihan (learning rate) dipilih antara 0 sampai dengan 0.9. laju pelatihan menentukan kecepatan pelatihan sampai sistem mencapai keadaan optimal. Prinsip dasar algoritma backpropagation adalah memperkecil galat hingga minimum global. Minimum lokal merupakan suatu keadaan dimana galat sistem turun tetapi bukan merupakan solusi yang baik bagi jaringan tersebut. Pemilihan nilai laju pelatihan merupakan suatu hal yang sangat penting karena nilai laju pelatihan yang besar akan membuat sistem jaringan melompati minimum lokalnya dan akan berosilasi sehingga tidak tercapainya konvergensi. Sebaliknya nilai laju pelatihan yang kecil menyebabkan sistem jaringan terjebak dalam minimum lokal dan memerlukan waktu yang lama selama proses pelatihan. Untuk menghindari keadaan tersebut maka ditambahkan suatu nilai konstanta momentum antara 0 sampai 0.9 pada sistem tersebut. Pada kondisi demikian nilai learning rate dapat ditingkatkan dan osilasi pada sistem dapat diminimumkan. Perubahan nilai pembobot setelah dilakukan penambahan konstanta momentum sesuai dengan persamaan sebagai berikut: .............. (7) Dimana: = perubahan nilai pembobot baru pada pasangan ke-p = perubahan nilai pembobot lama pada pasangan ke-p = konstanta momentum Penyesuaian nilai pembobot diberikan sesuai pada persamaan sebagai berikut: ..................... (8) Dimana: = nilai pembobot baru pada pasangan ke-p = nilai pembobot lama pada pasangan ke-p
4.
Pengulangan (iterasi) Keseluruhan proses dilakukan pada setiap contoh dan setiap iterasi
sampai sistem mencapai nilai kesalahan yang dilampirkan. Iterasi tersebut mencakup pemberian contoh pasangan input dan output, perhitungan nilai aktivasi dan perubahan nilai pembobot.
13
III. METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2008 di Bagian Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
B. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah sawo Sukatali ST1 yang dipetik berdasarkan tingkat kematangan yang biasa dilakukan oleh petani. Sawo yang dipanen adalah yang bentuk buahnya maksimal, kulit buah berwarna cokelat muda, dan mudah dilepas dari tangkainya. Peralatan yang digunakan yaitu cold storage, toples penyimpanan, termometer dan RH meter untuk mengukur suhu dan kelembaban relatif, rheometer merk SUN CR-300 untuk mengukur kekerasan buah, kamera digital Kodak EasyShare C613 untuk mengukur warna, Atago hand refraktometer untuk mengukur total padatan terlarut, dan alat-alat penunjang untuk pengukuran suhu ruang pendingin.
C. PROSEDUR PENELITIAN 1. Persiapan Buah sawo Sukatali ST1 yang digunakan dibeli dari kebun sawo di daerah Sumedang. Sawo Sukatali ST1 ini dipanen pada jam 8 pagi. Buah yang dipanen memiliki ciri-ciri kulit buah berwarna cokelat kekuningan, dan buah mudah dilepas dari tangkainya. Setelah dipetik pada pagi hari kemudian dicuci dengan menggunakan air sumur atau air ledeng (tidak menggunakan air hujan), sampai jam 12 siang. Pencucian ini ditujukan untuk menghilangkan sisa getah dan lapisan kulit terluar yang menempel. Pencucian juga bisa disebut pre-cooling untuk menurunkan suhu buah dan respirasinya. Setelah dicuci buah sawo kemudian disortasi lalu dimasukkan ke dalam karung untuk selanjutnya diangkut dengan mobil untuk dibawa ke laboratorium TPPHP selama 4 jam. Setelah sampai di laboratorium, buah kemudian disimpan di suhu ruang selama 12 jam (semalam). Buah kemudian dimasukkan ke dalam cold storage dengan suhu 20oC
14
selama satu jam sebelum menjalani perlakuan penyimpanan pada suhu 5oC dan 15oC, dan juga suhu ruang sebagai kontrol.
2. Perlakuan Penelitian ini menggunakan dua faktor perlakuan yaitu suhu dan lama simpan. Perlakuan suhu yang diberikan adalah suhu 5oC, 15oC, dan suhu ruang. Perlakuan lama simpan adalah selama 20 hari. Perlakuan suhu simpan ini dipilih 5 dan 15oC selama 20 hari karena menurut Kader (2006), suhu penyimpanan optimum sawo adalah 14oC dan memiliki kekuatan simpan selama 2 – 4 minggu (tergantung pada kultivar dan tingkat kematangan). Sedangkan penyimpanan pada suhu dibawah 5oC selama lebih dari 10 hari menyebabkan chilling injury. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap suhu penyimpanan, lama penyimpanan, dan warna buah selama penyimpanan. Data dari suhu penyimpanan, lama penyimpanan dan warna buah akan digunakan sebagai input jaringan syaraf tiruan (JST). Sebagai outputnya digunakan hasil pengukuran total padatan terlarut (TPT) dan kekerasan buah.
3. Pengamatan a. Kekerasan Pengukuran kekerasan dilakukan menggunakan rheometer merk SUN model CR-300 yang diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/m dan diameter probe 5 mm. Bahan ditekan pada daerah pangkal dan ujung (±2-3cm dari pangkal dan ujung), serta bagian tengah buah. Hasil dari ketiga tempat tersebut dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan dua kali ulangan pada setiap pengamatan. Nilai pengukuran dalam kg-force (kgf). Kekerasan diamati setiap hari.
b. Total Padatan Terlarut (TPT) Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer Atago, dengan range ukuran 0 – 32 oBrix. Buah setelah dikupas lalu dihancurkan dengan mortar dan cairan daging buah ditempatkan
15
pada prisma refraktometer, kemudian dilakukan pembacaan. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refraktometer dibersihkan dengan aquades. Angka refraktometer menunjukkan kadar total padatan terlarut (TPT) dalam satuan
o
Brix yang mewakili rasa manis. Buah yang digunakan untuk
pengukuran ini adalah buah yang sudah mengalami pengukuran warna dan kekerasan. Pengukuran dilakukan setiap hari selama 20 hari.
c. Warna Pengukuran warna dilakukan dengan mengambil sebuah sawo yang disimpan dalam toples pada berbagai perlakuan suhu. Sawo tersebut difoto dengan kamera digital Kodak EasyShare C613 kemudian hasil pengambilan foto digital dimasukkan pada program pemodelan image processing untuk mengetahui RGB (Red, Blue, Green). Pengukuran warna dilakukan setiap hari selama 20 hari. Warna ini digunakan sebagai input dalam jaringan syaraf tiruan.
D. MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN Jaringan syaraf tiruan yang digunakan terdiri dari tiga lapisan (lapisan input, lapisan terselubung (hidden layer) dan lapisan output). Pada penelitian ini dibuat model JST untuk menduga kekerasan dan total padatan terlarut (TPT) sawo selama penyimpanan. Input yang digunakan adalah suhu penyimpanan, lama penyimpanan, dan warna buah. Sedangkan output yang diharapkan oleh penelitian ini adalah Total Padatan Terlarut (TPT) dan kekerasan buah. Model JST yang dibuat terdiri dari dua model seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dan 2. Model 1 merupakan model jaringan syaraf tiruan dengan input suhu dan lama simpan, model 1 ini untuk mengendalikan penyimpanan supaya produsen mengetahui suhu dan lama simpan untuk dapat mengetahui kematangan atau mutu buah sawo. Model 2 merupakan model jaringan syaraf tiruan yang terdiri dari input warna berupa RGB model 2 ini untuk melihat nilai warna yang digunakan untuk menduga kekerasan dan total padatan terlarut (TPT) buah sawo yang matang.
16
Input
Lapisan terselubung
Output
Suhu
Kekerasan h0
h1 TPT
Lama Simpan hn
Gambar 1. Model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan input Suhu dan Lama simpan (Model 1).
Input
Lapisan terselubung
Red
Output Kekerasan
h0 Green h1 TPT
Blue hn
Gambar 2. Model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan input RGB (Model 2)
17
E. VALIDASI MODEL Data pada JST di bagi ke dalam dua bagian, yaitu data training dan test untuk validasi. Data training mencakup nilai maksimum dan minimum untuk tiaptiap parameter output dan input. Hal tersebut dilakukan untuk normalisasi data output dan input. Validasi dilakukan sebagai proses pengujian kinerja jaringan terhadap contoh yang belum diberikan selama proses training yang berupa data test. Setelah proses training selesai maka didapatkan nilai RMSE. Untuk memprediksi nilai RMSE (Root Mean Square Error) dengan persamaan :
…………………………………………. (9) dimana : p
= nilai prediksi jaringan syaraf tiruan
a
= nilai target/aktual yang diberikan
n
= jumlah contoh pada data validasi
untuk memprediksi nilai error dalam persen (%) menggunakan persamaan : …………………………………….…. (10)
18
MULAI
INPUT TRAINING
α, η, σ ITERASI
INISIALISASI PEMBOBOT
PERHITUNGAN NILAI OUTPUT
PERUBAHAN NILAI PEMBOBOT
Training terklasifikasi dengan benar TIDAK YA SELESAI
Ganbar 3. Diagram alir backpropagation neural network
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENGAMATAN 1. Kekerasan Pengukuran kekerasan adalah salah satu metode yang digunakan dalam menilai kualitas tekstural produk segar hortikultura. Pengamatan selama penyimpanan, nilai kekerasan berfluktuasi. Pada penyimpanan suhu 5oC menunjukkan bahwa nilai kekerasan mengalami fluktuasi dan tidak ditemukan adanya penurunan drastis nilai kekerasan. Nilai kekerasan tertinggi pada penyimpanan suhu 5oC adalah 5.54 kgf dan terendah 4.01 kgf. Penyimpanan sawo pada suhu 15oC menunjukkan nilai kekerasan tertinggi pada hari ke-2 dengan nilai 5.26 kgf. Kekerasan pada penyimpanan hari ke-6 dan seterusnya hingga buah busuk, mengalami penurunan. Penurunan yang terjadi cukup drastis yaitu dari 4.97 kgf menjadi 0.4 kgf pada penyimpanan hari ke-13. Pada penyimpanan suhu ruang selama 6 hari pertama menghasilkan nilai kekerasan terendah pada hari pertama yaitu 3.91 kgf dan tertinggi 5.08 kgf pada hari ke-5. Kekerasan mengalami penurunan drastis setelah penyimpanan selama 6 hari. Penurunan terjadi pada pengamatan penyimpanan hari ke-7 dan ke-8 yaitu bernilai 0.32 dan 0.31 kgf. Data hasil pengukuran buah sawo selama penyimpanan dapat dilihat pada lampiran 4. Tekstur buah bergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang, dan susunan tanamannya. Selain itu, tekstur buah sangat bervariasi dan tergantung pada tebalnya kulit luar, kandungan total zat padat, dan kandungan pati. Selama penyimpanan, turunnya ketegangan disebabkan oleh pembongkaran protopektin yang tak larut menjadi asam pektat dan pektin yang lebih mudah larut air (Pantastico 1986). Kekerasan suhu ruang turun ke titik paling rendah pada umur simpan 8 hari, sedangkan pada penyimpanan suhu 15oC kekerasan turun ke titik terendah pada hari ke-13, sementara kekerasan pada penyimpanan suhu 5oC tidak menunjukkan penurunan sampai penyimpanan berakhir. Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa semakin rendah suhu maka kekerasan (tekstur) buah semakin
20
dapat dijaga karena suhu rendah menghambat pematangan buah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4. Ketiga grafik kekerasan penyimpanan sawo, tidak memperlihatkan pola. Hal ini disebabkan oleh tidak seragamnya umur panen sawo sehingga pada waktu penyimpanan yang sama belum tentu kematangannya sama yang secara langsung berhubungan dengan kandungan pektin yang larut dalam air. Setelah melampaui fase puncak respirasi klimakterik, buah dalam proses pelayuan. Dinding sel pada waktu proses pelayuan menjadi tipis sehingga mengakibatkan tekstur menjadi lebih lunak (Winarno & Aman, 1979). Puncak respirasi klimakterik penyimpanan suhu ruang terjadi pada hari ke-3 dan turun perlahan-lahan sampai akhir penyimpanan pada hari ke-8. Hubungan antara fase kelayuan pada penyimpanan suhu ruang yang terjadi setelah penyimpanan hari ke-3 dengan menipisnya dinding sel yang mengakibatkan tekstur menjadi lunak terlihat tidak begitu baik.
Gambar 4. Grafik kekerasan sawo selama penyimpanan
Kekerasan sawo pada penyimpanan suhu ruang pada saat fase kelayuan tidak langsung menunjukkan penurunan yang drastis. Penurunan drastis baru terjadi pada hari ke-7, dan selama hari ke-4 sampai ke-6 kekerasan masih tinggi. Hal ini disebabkan karena perbedaan umur panen sawo sehingga menghasilkan respon yang berbeda. Selain itu, karena sampel pengamatan kekerasan tidak sama
21
sampai akhir penyimpanan (buah dirusak setiap pengamatan), maka tidak bisa dengan baik diamati perubahan kekerasan pada buah. Penyimpanan sawo pada suhu 15oC menunjukkan hal yang sedikit berbeda. masa kelayuan dimulai pada hari ke-12 dan setelah itu kekerasan sudah mulai turun drastis. Tetapi, pada fase awal sampai puncak klimakterik, kekerasan berfluktuasi yang disebabkan karena ketidakseragaman sampel. Penyimpanan sawo pada suhu 5oC tidak menunjukkan penurunan drastis, walaupun nilainya berfluktuasi sampai akhir penyimpanan. Hal ini karena suhu penyimpanan yang rendah akan menunda kematangan dan tidak ditemukannya fase kelayuan pada pola respirasi penyimpanan suhu 5oC sehingga kekerasan hanya dipengaruhi oleh kematangan buah.
2. Total Padatan Terlarut Kualitas rasa manis dari buah bisa diukur dengan pengukuran total padatan terlarut karena gula merupakan komponen utama dari padatan terlarut (Kader et al. 1985). Kandungan total padatan terlarut sawo Meksiko selatan berkisar 17.4-23.7obrix (Morton, 1987). Selama penyimpanan sawo, nilai total padatan terlarut berfluktuasi, hal ini ditunjukkan pada gambar 5. Penyimpanan pada suhu 5oC menunjukkan bahwa nilai total padatan terlarut juga mengalami fluktuasi antara 18.6-25.75obrix, tetapi tidak ditemukan kecenderungan adanya penurunan drastis nilai total padatan terlarut. Penyimpanan sawo pada suhu 15oC menunjukkan nilai total padatan terlarut tertinggi pada hari pertama dengan nilai 24.4obrix. Total padatan terlarut pada pengamatan selanjutnya sampai hari ke-7 mengalami fluktuasi antara 20.123.65obrix dan pada hari ke-7 sampai hari ke-13 mengalami penurunan. Penurunan yang terjadi cukup drastis yaitu dari 23.65obrix menjadi 14.9obrix. Total padatan terlarut selanjutnya berfluktuasi antara 13.5-16obrix sampai berakhirnya masa simpan pada hari ke-18 karena buah busuk. Pengamatan
selama
penyimpanan
suhu
ruang
selama
6
hari
menghasilkan nilai total padatan terlarut terendah pada hari pertama yaitu 21.1obrix dan tertinggi 24.55obrix pada hari ke-5. Total padatan terlarut mengalami penurunan drastis setelah penyimpanan selama 6 hari. Pengamatan
22
pada hari ke-7 dan 8 penyimpanan pada suhu ruang memperlihatkan nilai total padatan terlarut berturut-turut adalah 14.5 dan 15.05obrix. Data total padatan terlarut sawo selama penyimpanan dapat dilihat pada lampiran 4. Pengukuran total padatan terlarut sawo pada semua suhu dengan menggunakan handrefractometer mengalami kesulitan karena buah yang diamati jika belum matang kandungan getahnya masih banyak. Getah ini biasa disebut tannin. Tannin adalah polifenol tanaman yang memiliki rasa sepat (astringency) dan mampu mengendapkan protein. Pada umumnya kandungan tannin pada buah mengalami perubahan setelah pemanenan. Kandungan tannin yang ada pada tanaman atau buah sangat tergantung pada tingkat perkembangannya. Misalnya pada buah apel, tannin mencapai kandungan tertinggi pada waktu buah masih muda dan menurun setelah tua. Keadaan tersebut nampaknya tidak hanya terdapat pada buah apel tetapi juga pada buah lain (Winarno 2002).
Gambar 5. Grafik total padatan telarut (TPT) sawo selama penyimpanan
Untuk menghilangkan getah dari sari buah sawo digunakan kain penyaring dan melakukan sentrifugasi sari buah. Namun getah tidak dapat dipisahkan dari sari buah yang akan diukur total padatan terlarutnya. Pengukuran total padatan terlarut selama penyimpanan sawo jika getah masih terdapat pada sari buah mencerminkan perubahan fase pendewasaan, pematangan, dan pelayuan,
23
sedangkan jika getah sudah hilang dari sari buah yang akan diukur total padatan terlarutnya, maka akan mencerminkan kandungan gula sawo. Gambar 5 menunjukkan bahwa pada suhu ruang penurunan drastis kandungan total padatan terlarut terjadi pada penyimpanan hari ke-7 sedangkan suhu 15oC penurunan drastis kandungan total padatan terlarut terjadi pada penyimpanan hari ke-13, sehingga dapat diketahui bahwa pada umur penyimpanan 7 dan 13 hari pada masing-masing suhu tersebut, buah sudah terlalu tua. Penyimpanan suhu 15oC terjadi klimakterik pada hari ke-12 dan setelah itu terjadi fase kelayuan dan ini berhubungan dengan total padatan terlarut yang turun drastis pada penyimpanan hari ke-13 karena getah sudah hilang dan yang terukur adalah gula yang terlarut pada sari/air buah sawo. Berbeda halnya dengan penyimpanan suhu ruang yang penurunan total padatan terlarutnya tidak tepat pada fase kelayuan pada buah. Dapat diketahui bahwa klimakterik terjadi pada hari ke-3 dan setelah itu merupakan fase kelayuan pada buah, namun total padatan terlarut pada hari ke-4 sampai hari ke-6 masih tinggi dan berfluktuasi yang menunjukkan bahwa getah masih terdapat pada sari buah yang diamati. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan umur panen sawo sehingga menghasilkan respon yang berbeda dari masing-masing buah yang diamati. Selain itu, karena setiap pengamatan sampel total padatan terlarut dirusak sampai akhir penyimpanan (sehingga setiap kali pengamatan menggunakan buah yang berbeda) maka tidak bisa dengan baik diamati perubahan total padatan terlarut pada buah. Hal ini juga menjelaskan bagaimana total padatan terlarut berfluktuasi selama penyimpanan pada suhu 5oC.
3. Warna Pengamatan warna dilakukan dengan mengukur warna dari banyaknya cahaya yang dipantulkan (light reflectance) permukaan komoditas dengan menggunakan metode image processing foto kamera digital. Dari foto digital yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan program image processing dan didapatkan nilai warna RGB.
24
Warna buah-buahan disebabkan oleh kandungan pigmen yang umumnya dibagi menjadi tiga kelompok yaitu klorofil, antosianin (flavonoid), dan karotenoid, atau dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat polar (larut dalam air) dan non-polar (tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik) (Winarno, 2002). Tanda kematangan pertama pada buah adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laun berkurang, pada umumnya zat warna hijau tetap dalam bentuk buah, terutama pada jaringan buah bagian dalam (Pantastico, 1986). Warna merah, biru, ungu dalam buah disebabkan oleh pigmen antosianin. Warna yang disebabkan oleh antosianin tergantung dari konsentrasi pigmen, pH, dan adanya pigmen lain. Saat lepas panen, warna antosianin semakin terlihat karena degradasi klorofil, disamping itu, banyak tanaman yang terus memproduksi antosianin sesudah dipanen, (Winarno 2002). Gambar 6 memperlihatkan bahwa warna merah paling tinggi pada penyimpanan dengan suhu 5oC diikuti suhu 15oC dan suhu ruang. Walaupun nilainya berfluktuasi tetapi, selama penyimpanan terjadi kenaikan warna merah pada seluruh perlakuan suhu penyimpanan.
Gambar 6. Warna merah (red) sawo selama penyimpanan
25
Gambar 7. Warna hijau (green) sawo selama penyimpanan
Gambar 8. Warna biru (blue) sawo selama penyimpanan
Gambar 7 menunjukkan bahwa warna hijau mengalami penurunan pada semua suhu penyimpanan, walaupun terjadi beberapa fluktuasi yang disebabkan karena pada kondisi awal sebelum penyimpanan (hari ke-0), pemotretan yang
26
dilakukan menghasilkan foto yang kurang baik karena kurangnya penerangan dan adanya bayangan yang menyebabkan sulitnya menentukan nilai threshold dalam image processing untuk memisahkan objek dengan latar belakang yang berupa kain putih. Kesulitan lain adalah dalam pemotretan sawo yang disimpan pada suhu dingin terutama suhu 5oC karena terjadi pengembunan pada permukaan sawo sehingga mempengaruhi kualitas foto digital. Turunnya warna hijau terjadi lebih cepat pada suhu ruang dan diikuti oleh suhu 15 dan 5oC, sehingga dapat diketahui bahwa semakin rendah suhu penyimpanan, maka kematangan sawo akan tertunda.
B. PENDUGAAN KEKERASAN DAN TOTAL PADATAN TERLARUT (TPT) DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN SELAMA PENYIMPANAN Pada penelitian ini, jaringan syaraf tiruan (JST) menggunakan metode pembelajaran backpropagation. Arsitektur jaringan syaraf yang digunakan terdiri dari tiga lapisan (layer) yaitu, input layer, hidden layer dan output layer. Jaringan syaraf tiruan ini digunakan untuk menduga kekerasan dan total padatan terlarut (TPT) buah sawo selama penyimpanan pada berbagai perlakuan tingkat suhu. Model rancangan jaringan syaraf tiruan dirancang menjadi dua model dengan input yang berbeda-beda, yaitu model pertama menggunakan dua input yang terdiri dari suhu dan lama simpan buah. Dan jaringan syaraf tiruan model kedua, digunakan tiga input, yaitu faktor warna yang terdiri dari R, G dan B. Data yang diperoleh berjumlah 88 data kemudian dari data tersebut dibagi menjadi dua kelompok data yaitu data training dan data test. Data training berjumlah 59 data sedangkan data test berjumlah 29 data. Data training dipilih dari data-data ekstrim baik maksimum maupun minimum dari setiap perlakuan, kemudian sisanya sebagai data test. Data test ini digunakan untuk validasi. Data training dan test disimpan pada notepad dengan ekstensi txt. Pada proses training tidak menggunakan data test. Proses training dilakukan secara bertahap dari jumlah iterasi yang kecil dan terus meningkat. Pada setiap tahap performansi jaringan dievaluasi baik kemampuan untuk mengenali data training maupun kemampuan generalisasi terhadap data lainnya. Proses ini terus dilakukan hingga diperoleh tingkat kemampuan mengenali data training dan juga generalisasi data yang diinginkan.
27
Sebelum melakukan training pada jaringan, perlu menentukan jumlah iterasi dan parameter pembelajaran (learning parameter) yang terdiri dari konstanta laju pembelajaran yang bernilai antara 0.1-0.9, konstanta momentum yang bernilai antara 0.1-0.9 dan konstanta persamaan sigmoid yang bernilai 1. Nilai konstanta laju pembelajaran dan konstanta momentum dipilih sebesar 0.7. Hal ini karena apabila nilai konstanta laju pembelajaran dan konstanta momentum terlalu besar menyebabkan sistem jaringan melompati nilai minimum lokalnya, sebaliknya apabila terlalu kecil menyebabkan sistem jaringan terjebak dalam minimum lokalnya dan memerlukan waktu yang lama selama proses training. Dalam proses training data yang sudah dibagi ke dalam data training akan di-training dengan cara memasukkan data sebagai input dan output untuk mencari besarnya pembobot (weight) yang menghubungkan antara input layer, hidden layer, dan output. Proses training ini tanpa menggunakan data test. Proses training pada jaringan dimulai dengan memasukkan set data training pada program JST. Langkah selanjutnya adalah mengatur parameter-parameter training yang akan digunakan seperti arsitektur JST yang meliputi jumlah lapisan yang digunakan, jumlah node pada tiap-tiap lapisan, konstanta laju pembelajaran, momentum dan gain serta target iterasi. Proses training dilakukan secara bertahap dari jumlah iterasi yang kecil dan terus meningkat, dan akan terus berlangsung hingga mencapai jumlah iterasi yang diinginkan. Pada JST model pertama input yang digunakan adalah suhu dan lama simpan, jumlah data training adalah 59 set data. Training JST model pertama ini di training dengan pengulangan sebanyak 75000 iterasi, menghasilkan nilai RMSE 0.012 dan jumlah hidden layer sebanyak 7 unit. Perbandingan hasil training kekerasan dan total padatan terlarut JST model 1 dengan hasil pengamatan dapat dilihat pada gambar 9 dan gambar 11. Kekerasan dan total padatan terlarut hasil training JST model 1 ini menunjukkan penurunan selama penyimpanan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10 dan 12.
28
Gambar 9. Hubungan kekerasan hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat training JST model 1
Gambar 10. Penurunan kekerasan sawo selama penyimpanan dengan jaringan syaraf tiruan
29
Gambar 11. Hubungan total padatan terlarut hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat training JST model 1
Gambar 12. Penurunan Total Padatan Terlarut (TPT) sawo selama penyimpanan dengan jaringan syaraf tiruan
30
C. PENDUGAAN KEKERASAN DAN TOTAL PADATAN TERLARUT (TPT) BERDASARKAN WARNA BUAH Pada JST model kedua input yang digunakan adalah warna yang berupa RGB, jumlah data training adalah 59 set data. Training JST model kedua ini ditraining dengan pengulangan sebanyak 75000 iterasi menghasilkan nilai RMSE 0.016 dan jumlah hidden layer sebanyak 11 unit. Perbandingan hasil training kekerasan dan total padatan terlarut JST model 2 dengan hasil pengamatan dapat dilihat pada gambar 13 dan gambar 14.
Gambar 13. Hubungan kekerasan sawo hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat training JST model 2
31
Gambar 14. Hubungan total padatan terlarut sawo hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat training JST model 2
D. VALIDASI Setelah proses training dilakukan kemudian dilanjutkan dengan proses validasi model. Proses validasi dilakukan dengan menggunakan model JST yang berupa data test, data test adalah data untuk menduga data lain yang tidak digunakan pada proses training, dan bukan berupa data ekstrim baik maksimum maupun minimum. Perbandingan hasil validasi JST model 1 dengan hasil pengamatan ditunjukkan pada Gambar 15 dan 16. Nilai error kekerasan hasil validasi JST model 1 adalah 30.5% dan nilai error total padatan terlarut (TPT) adalah 9.05%. Perbandingan hasil validasi JST model 2 dengan hasil pengamatan ditunjukkan pada Gambar 17 dan 18. Nilai error kekerasan hasil validasi JST model 2 adalah 61.82% dan nilai error total padatan terlarut (TPT) adalah 9.69%.
32
Gambar 15. Hubungan kekerasan sawo hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat validasi JST model 1.
Gambar 16. Hubungan total padatan terlarut sawo hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat validasi JST model 1.
33
Gambar 17. Hubungan kekerasan sawo hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat validasi JST model 2.
Gambar 18. Hubungan total padatan terlarut sawo hasil pendugaan JST dan hasil pengamatan pada saat validasi JST model 2.
34
Pada JST model pertama nilai koefisien determinasi training kekerasan sawo 0.732 dan nilai koefisien determinasi validasi kekerasan sawo 0.478. Sedangkan nilai koefisien determinasi training total padatan terlarut sawo 0.496 dan nilai koefisien determinasi validasi total padatan terlarut 0.364. Pada JST model kedua nilai koefisien determinasi training kekerasan sawo 0.526 dan nilai koefisien determinasi validasi kekerasan sawo 0.295. Kemudian nilai koefisien determinasi training total padatan terlarut sawo 0.447 dan nilai koefisien determinasi validasi total padatan terlarut 0.169. Nilai error kekerasan hasil validasi JST model 2 adalah 61.82% dan nilai error total padatan terlarut (TPT) adalah 9.69%. Dari hasil training dan validasi JST model 1 dan 2 memiliki nilai koefisien determinasi yang kurang mendekati satu, dengan demikian pendugaan kekerasan dan total padatan terlarut (TPT) menunjukkan hasil yang kurang baik. Hal ini karena nilai kekerasan dan total padatan terlarut yang berfluktuatif akibat pengukuran parameter kekerasan dan total padatan terlarut dilakukan secara destruktif, buah yang diukur pada satu periode tidak digunakan untuk pengukuran periode berikutnya. Penggunaan metode pengukuran destruktif didasari asumsi buah yang memiliki indeks kematangan yang sama akan memiliki sifat fisikokimia (total padatan terlarut, kekerasan, warna dll) yang tidak jauh berbeda, akan tetapi nilai yang berfluktuatif menunjukkan bahwa buah sawo yang digunakan memiliki nilai-nilai sifat fisikokimia yang berbeda antara satu dan lainnya.
35
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Hasil pengamatan dan pengukuran kekerasan pada suhu 5oC mengalami fluktuasi dan tidak ditemukan adanya penurunan drastis nilai kekerasan. Pada suhu 15oC nilai kekerasan turun ke titik terendah pada umur simpan 13 hari. Pada suhu ruang kekerasan turun ke titik terendah pada umur simpan 8 hari. Nilai total padatan terlarut pada suhu 5oC mengalami fluktuasi dan tidak mengalami penurunan drastis, pada suhu 15oC mengalami penurunan drastis pada umur simpan 13 hari, pada suhu ruang mengalami penurunan drastis pada umur simpan 7 hari. 2. Kekerasan dan total padatan terlarut buah sawo selama penyimpanan pada suhu 5oC, 15oC dan suhu ruang menunjukkan bahwa suhu penyimpanan yang cukup besar seperti suhu ruang dapat menyebabkan turunnya nilai kekerasan dan total padatan terlarut buah sawo. Selain itu, suhu penyimpanan yang terlalu besar juga dapat mempercepat kematangan buah sawo dan menyebabkan buah sawo yang disimpan pada suhu ruang lebih cepat matang dan busuk. 3. Model jaringan syaraf tiruan yang dikembangkan terdiri dari dua model yaitu model 1 dengan input suhu dan lama simpan, untuk mengendalikan penyimpanan supaya produsen mengetahui suhu dan lama simpan untuk dapat mengetahui kematangan atau mutu buah sawo. Dan model 2 yang terdiri dari input warna berupa RGB, untuk melihat nilai warna yang digunakan untuk menduga kekerasan dan total padatan terlarut (TPT) buah sawo yang matang. 4. Validasi model jaringan syaraf tiruan dengan input suhu dan lama simpan menghasilkan nilai error kekerasan 30.5% dan error total padatan terlarut 9.05%. Model jaringan syaraf tiruan dengan input warna RGB menghasilkan nilai error kekerasan 61,82% dan error total padatan terlarut 9.69%.
B. SARAN Perlu penelitian lebih lanjut untuk menduga perubahan kekerasan dan total padatan terlarut buah sawo dengan memperhatikan umur petik buah sawo menggunakan jaringan syaraf tiruan. 36
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, F I. 2004. Pendugaan Kekerasan Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.) setelah Hot Water Treatment selama Penyimpanan dengan model Matematika dan Jaringan Syaraf Tiruan. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. BAPPENAS. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2005. Teknologi Tepat Guna Warintek – Menteri Negara Riset dan Teknologi. Ttg-Budidaya Pertanian Sawo. http://www.iptek.net.id. Fu, L. M. 1994. Neural Network in Computer Intelligence. McGraw-Hill. Inc, Singapore. http://www.easyrgb.com/index.php diakses tanggal 28 Juli 2008 http://www.myhobbyblogs.com diakses tanggal 23 Februari 2008 Kader, A.A. et al. 1985. Postharvest Technology of Horticultural Crops. Division of Agriculture and Natural Resources. Cooperative Extension, University of California. Kader A. A. 1986. Biochemical physicology. Basic for effect of Controlled and Modified Atmosphere on Fruit and Vegetables. J. Techno. Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology Of Perishable Plant Product. AVI Publisher. New york. Kusumadewi, S. 2003. Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Graha Ilmu: Yogyakarta. Morton, J. 1987. Sapodilla. p. 393–398. In: Fruits of warm climates. Julia F. Morton,Miami,FL.http://www.hort.purdue.edu/newcrop/morton/sapodilla .html. [21 Februari 2008]. Nakasone H.Y., R.E. Paull. 1998. Tropical Fruits. CAB International Pantastico, Er.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pamanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika (Terjemahan Kamariyani) Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Quiping, Z. 2006. Treatment of Sapodilla Fruit, Food Technol. Biotechnol. Reid, W. P. 1998. An Introduction to Machine Learning with Neural. Network. Proceeding of the Oklahoma symposium on Artificial Intelligence. Norman, Oklahoma.
37
LAMPIRAN
Lampiran 1a. Data hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan pada suhu 5oC sampel 1
hari ke… 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Lama Penyimpanan (jam) 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336 360 384 408 432
Kekerasan (kgf) Pangkal Tengah Ujung 4,78 5,18 4,42 4,49 4,59 4,65 4,36 4,79 4,5 4,58 5,06 4,63 5,47 5,22 4,41 4,5 5,31 5,27 4,52 5,56 4,48 3,98 4,58 4,43 4,67 5,56 5,05 3,91 4,72 4,48 4,53 4,6 4,48 4,8 3,81 4,96 4,63 4,92 5,07 4,97 4,88 4,47 5,09 4,9 4,14 4,39 4,56 5,23 4,17 4,69 4,08 4,32 5,87 5,23
Kekerasan Rata-rata (kgf) 4,79 4,58 4,55 4,76 5,03 5,03 4,85 4,33 5,09 4,37 4,54 4,52 4,87 4,77 4,71 4,73 4,31 5,14
Warna TPT o ( brix) 22,6 24,4 22 27 23,5 23,6 22 23,3 21,4 17,4 22,6 24,6 23,9 19,2 18,4 19 16,7 26,8
R 0,480 0,458 0,505 0,487 0,510 0,496 0,488 0,491 0,545 0,538 0,498 0,489 0,486 0,501 0,505 0,518 0,540 0,516
G 0,382 0,396 0,360 0,384 0,374 0,370 0,399 0,381 0,344 0,350 0,386 0,373 0,385 0,386 0,374 0,378 0,364 0,349
B 0,138 0,146 0,135 0,129 0,116 0,134 0,114 0,128 0,110 0,112 0,116 0,138 0,129 0,113 0,121 0,103 0,096 0,136
L a b 35,932 0,222 19,496 36,316 -3,160 19,419 35,201 4,991 19,182 36,214 0,552 19,974 36,166 3,676 20,377 35,559 3,002 19,409 37,200 -1,254 21,052 36,126 1,264 19,964 35,394 10,373 20,136 35,518 9,001 20,156 36,638 1,145 20,660 35,606 1,955 19,305 36,295 0,273 20,045 36,730 1,306 20,805 36,068 3,174 20,172 36,671 3,748 21,046 36,398 7,461 21,114 34,802 7,311 18,916
39
Lampiran 1b. Data hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan pada suhu 5oC sampel 2
hari ke… 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Lama Penyimpanan (jam) 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336 360 384 408 432
Kekerasan (kgf) Pangkal Tengah Ujung 4,23 4,79 4,31 4,35 5,25 4,39 4,96 5,33 4,74 4,44 6,11 4,94 5,32 6 5,71 3,61 4,99 4,52 4,34 4,39 3,7 4,25 5,29 3,77 2,41 3,48 2,87 4,26 4,98 4,01 3,78 4,21 4,29 4,77 4,87 4,48 6,2 5,6 6,81 3,43 4,3 3,54 2,53 4,28 3,67 5,47 5,89 5,32 4,43 5,04 4,56 4,37 5,33 4,02
Kekerasan Rata-rata (kgf) 4,44 4,66 5,01 5,16 5,68 4,37 4,14 4,44 2,92 4,42 4,09 4,71 6,20 3,76 3,49 5,56 4,68 4,57
Warna TPT o ( brix) 21,2 23 24,2 21,5 21,8 22,8 17,6 20,9 18,4 24 21,2 18,5 23,2 18 19 25,5 23,3 24,7
R 0,494 0,475 0,491 0,487 0,466 0,497 0,501 0,476 0,510 0,508 0,516 0,523 0,504 0,530 0,541 0,493 0,521 0,518
G 0,381 0,385 0,376 0,385 0,377 0,375 0,381 0,379 0,369 0,365 0,380 0,353 0,372 0,372 0,352 0,383 0,380 0,365
B 0,125 0,140 0,133 0,127 0,157 0,129 0,117 0,144 0,121 0,127 0,104 0,124 0,124 0,098 0,106 0,124 0,100 0,118
L 36,210 36,006 35,826 36,329 35,271 35,879 36,421 35,676 35,897 35,560 36,700 35,270 35,887 36,572 35,736 36,318 36,813 35,809
a 1,466 -0,554 1,818 0,364 -0,141 2,466 1,984 0,257 4,216 4,608 3,372 7,292 3,399 5,638 9,038 1,107 3,813 5,440
b 20,117 19,465 19,616 20,109 18,351 19,798 20,488 19,103 20,081 19,658 21,036 19,608 19,952 21,137 20,446 20,213 21,229 20,124
40
Lampiran 2a. Data hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan pada suhu 15oC sampel 1
hari ke… 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Lama Penyimpanan (jam) 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336 360 384 408 432
Kekerasan (kgf) Pangkal Tengah Ujung 3,39 4,2 4,03 4,86 6,29 5,7 5,52 4,91 5,36 3,39 4,35 3,71 1,29 2,13 1,88 5,41 6,05 5,41 4,89 4,84 3,72 3,31 4,43 4,64 2,58 2,75 2,88 1,51 1,12 1,3 1,18 1,24 1,1 0,58 0,38 0,75 0,32 0,45 0,27 0,65 0,25 0,31 0,36 0,46 0,39 0,31 0,64 0,57 0,34 0,53 0,37 0,22 0,35 0,36
Kekerasan Rata-rata (kgf) 3,87 5,62 5,26 3,82 1,77 5,62 4,48 4,13 2,74 1,31 1,17 0,57 0,35 0,40 0,40 0,51 0,41 0,31
Warna TPT o ( brix) 23 22,2 21,2 20,9 17,3 20,4 25,5 23,2 20,6 17,42 14,5 15,9 14,8 15,8 17 14,6 14,8 12
R 0,472 0,448 0,462 0,497 0,489 0,470 0,501 0,458 0,482 0,468 0,471 0,523 0,494 0,489 0,483 0,466 0,542 0,519
G 0,368 0,374 0,393 0,370 0,359 0,381 0,361 0,372 0,360 0,372 0,374 0,364 0,368 0,358 0,351 0,362 0,367 0,362
B 0,160 0,179 0,144 0,134 0,153 0,149 0,139 0,169 0,158 0,160 0,155 0,113 0,138 0,153 0,167 0,172 0,090 0,119
L 34,869 34,658 36,263 35,581 34,700 35,638 35,121 34,822 34,597 35,036 35,214 35,914 35,423 34,683 34,073 34,355 36,649 35,689
a 1,288 -1,131 -2,552 3,029 3,804 -0,493 4,572 -0,217 3,129 0,518 0,499 6,020 3,005 3,923 4,365 1,657 7,254 5,847
b 17,965 16,982 19,466 19,447 18,179 18,892 18,993 17,534 17,872 18,089 18,392 20,339 19,203 18,172 17,183 17,111 21,394 20,012
41
Lampiran 2b. Data hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan pada suhu 15oC sampel 2
hari ke… 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Lama Penyimpanan (jam) 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336 360 384 408 432
Kekerasan (kgf) Pangkal Tengah Ujung 4,93 4,39 4,54 5,47 4,86 4,39 2,33 3,6 3,16 2,91 2,74 2,32 4,34 5,51 4,28 3,67 5,17 4,12 4,54 4,79 4,43 5,01 5,36 4,41 0,14 4,48 3,74 5,01 3,85 4,75 4,56 5,34 4,38 2,99 4,15 3,65 0,42 0,36 0,57 0,68 0,42 0,94 0,48 0,5 0,4 0,25 0,29 0,29 0,24 0,23 0,52 0,24 0,28 0,42
Kekerasan Rata-rata (kgf) 4,62 4,91 3,03 2,66 4,71 4,32 4,59 4,93 2,79 4,54 4,76 3,60 0,45 0,68 0,46 0,28 0,33 0,31
Warna TPT o ( brix) 25,8 23,2 20,4 22,4 22,9 23 21,8 22,8 23,4 22,6 25 19,8 15 15,1 13 16,5 17,2 15
R 0,483 0,441 0,479 0,477 0,454 0,472 0,494 0,484 0,492 0,482 0,482 0,487 0,486 0,480 0,477 0,479 0,516 0,504
G 0,359 0,374 0,374 0,386 0,377 0,382 0,372 0,372 0,362 0,372 0,365 0,369 0,355 0,371 0,355 0,361 0,354 0,345
B 0,158 0,185 0,147 0,137 0,169 0,145 0,134 0,144 0,147 0,146 0,152 0,144 0,158 0,149 0,169 0,160 0,131 0,151
L 34,558 34,561 35,416 36,118 35,031 35,779 35,651 35,397 34,954 35,336 34,933 35,309 34,441 35,238 34,155 34,605 35,099 34,279
a 3,4438 -1,681 1,0816 -0,579 -1,149 -0,447 2,6152 1,7692 3,6629 1,6248 2,5314 2,3556 4,0828 1,6094 3,4141 2,8326 6,6887 6,824
b 17,866 16,631 18,845 19,631 17,687 19,129 19,485 18,945 18,574 18,82 18,329 18,911 17,787 18,657 17,134 17,826 19,277 18
42
Lampiran 3. Data hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan pada suhu ruang Sampel 1 Lama Suhu Kekerasan Kekerasan (kgf) hari Penyimpanan Ruang Rata-rata TPT o ke… (jam) (C) Pangkal Tengah Ujung (kgf) ( brix) R 1 24 26,5 4,72 5,52 4,59 4,94 22,8 0,451 2 48 26,5 3,37 4,49 4,01 3,96 21,2 0,469 3 72 27,5 5,4 5,23 4,72 5,12 21,4 0,456 4 96 28 4,55 5,41 4,17 4,71 22,4 0,461 5 120 27,3 5,21 5,24 4,75 5,07 23,8 0,473 6 144 27,9 5,31 5,57 5,04 5,31 21,2 0,454 7 168 27,2 0,4 0,35 0,31 0,35 14 0,461 8 192 27,7 0,36 0,34 0,35 0,35 15 0,462 Sampel 2 Lama Suhu Kekerasan Kekerasan (kgf) hari Penyimpanan Ruang Rata-rata TPT ke… (jam) (oC) Pangkal Tengah Ujung (kgf) (obrix) R 1 24 26,5 2,54 2,57 3,53 2,88 19,4 0,467 2 48 26,5 4,8 5,31 5,95 5,35 21,8 0,446 3 72 27,5 3,58 4,29 3,17 3,68 21,2 0,459 4 96 28 4,53 4,19 4,33 4,35 22 0,453 5 120 27,3 5,24 5,44 4,61 5,10 25,3 0,441 6 144 27,9 4 4,09 4,27 4,12 24,6 0,465 7 168 27,2 0,24 0,34 0,3 0,29 15 0,469 8 192 27,7 0,31 0,31 0,21 0,28 15,1 0,445
Warna G 0,370 0,365 0,362 0,366 0,367 0,364 0,357 0,346
B 0,178 0,166 0,182 0,173 0,160 0,182 0,182 0,192
L 34,52 34,61 34,14 34,49 34,84 34,18 33,93 33,30
a -0,42 1,46 0,93 0,81 1,54 0,64 1,92 3,39
b 16,91 17,54 16,51 17,16 17,97 16,52 16,35 15,42
Warna G 0,372 0,356 0,381 0,370 0,362 0,365 0,343 0,352
B 0,160 0,198 0,160 0,178 0,197 0,169 0,188 0,203
L 35,02 33,51 35,38 34,53 33,79 34,54 33,27 33,27
a 0,48 1,02 -1,21 -0,29 -0,13 1,20 4,37 1,53
b 18,05 15,21 18,29 16,96 15,46 17,35 15,61 14,81 43
Lampiran 4. Kekerasan dan TPT rata-rata hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan hari ke… 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Lama Penyimpanan (jam) 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336 360 384 408 432
Suhu 5 4,62 4,62 4,78 4,96 5,36 4,70 4,50 4,38 4,01 4,39 4,32 4,62 5,54 4,27 4,10 5,14 4,50 4,86
o
Kekerasan Rata-rata (kgf) C Suhu 15 oC Suhu Ruang 4,25 3,91 5,26 4,66 4,15 4,40 3,24 4,53 3,24 5,08 4,97 4,71 4,54 0,32 4,53 0,31 2,76 2,92 2,97 2,08 0,40 0,54 0,43 0,39 0,37 0,31
TPT Rata-rata (brix) Suhu 5 C Suhu 15 oC Suhu Ruang 21,9 24,4 21,1 23,7 22,7 21,5 23,1 20,8 21,3 24,25 21,65 22,2 22,65 20,1 24,55 23,2 21,7 22,9 19,8 23,65 14,5 22,1 23 15,05 19,9 22 20,7 20,01 21,9 19,75 21,55 17,85 23,55 14,9 18,6 15,45 18,7 15 22,25 15,55 20 16 25,75 13,5 o
44
Lampiran 5. Warna rata-rata hasil pengamatan buah sawo selama penyimpanan hari ke… 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Lama Penyimpanan (jam) 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336 360 384 408 432
o
Suhu 5 C 0,487 0,466 0,498 0,487 0,488 0,496 0,495 0,484 0,528 0,523 0,507 0,506 0,495 0,515 0,523 0,506 0,530 0,517
R Suhu 15oC 0,478 0,444 0,471 0,487 0,471 0,471 0,498 0,471 0,487 0,475 0,477 0,505 0,490 0,485 0,480 0,473 0,529 0,511
Ruang 0,459 0,457 0,458 0,457 0,457 0,460 0,465 0,454
Warna Rata-rata G o Suhu 5 C Suhu 15oC Ruang 0,381 0,363 0,371 0,390 0,374 0,361 0,368 0,384 0,372 0,384 0,378 0,368 0,375 0,368 0,365 0,372 0,382 0,364 0,390 0,366 0,350 0,380 0,372 0,349 0,357 0,361 0,357 0,372 0,383 0,370 0,363 0,367 0,379 0,362 0,379 0,365 0,363 0,353 0,381 0,362 0,372 0,360 0,357 0,354
o
Suhu 5 C 0,131 0,143 0,134 0,128 0,137 0,131 0,115 0,136 0,115 0,120 0,110 0,131 0,126 0,106 0,114 0,114 0,098 0,127
B Suhu 15oC 0,159 0,182 0,146 0,135 0,161 0,147 0,136 0,157 0,153 0,153 0,154 0,128 0,148 0,151 0,168 0,166 0,111 0,135
Ruang 0,169 0,182 0,171 0,175 0,178 0,176 0,185 0,197
45
Lampiran 6. Data Training JST model 1 Output No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Input
TPT ( brix)
Kekerasan (kgf)
Suhu (oC)
Lama simpan (jam)
24,4 27 23,5 22 23,3 21,4 22,6 23,9 18,4 16,7 26,8 23 21,5 21,8 22,8 17,6 18,4 21,2 18,5 23,2 18 19 25,5 24,7 22,2 21,2 17,3 25,5 20,6 14,5 14,8 17 14,6 14,8 12 25,8
4,58 4,76 5,03 4,85 4,33 5,09 4,54 4,87 4,71 4,31 5,14 4,66 5,16 5,68 4,37 4,14 2,92 4,09 4,71 6,20 3,76 3,49 5,56 4,57 5,62 5,26 1,77 4,48 2,74 1,17 0,35 0,40 0,51 0,41 0,31 4,62
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
48 96 120 168 192 216 264 312 360 408 432 48 96 120 144 168 216 264 288 312 336 360 384 432 48 72 120 168 216 264 312 360 384 408 432 24
o
46
Output No 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
TPT (obrix) 23,2 22,4 23 22,8 23,4 25 15 13 16,5 17,2 15 22,8 21,4 23,8 21,2 14 15 21,8 21,2 25,3 24,6 15 15,1
Kekerasan (kgf) 4,91 2,66 4,32 4,93 2,79 4,76 0,45 0,46 0,28 0,33 0,31 4,94 5,12 5,07 5,31 0,35 0,35 5,35 3,68 5,10 4,12 0,29 0,28
Input Suhu (oC) 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 26,5 27,5 27,3 27,9 27,2 27,7 26,5 27,5 27,3 27,9 27,2 27,7
Lama simpan (jam) 48 96 144 192 216 264 312 360 384 408 432 24 72 120 144 168 192 48 72 120 144 168 192
47
Lampiran 7. Data Test JST model 1 Output No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
TPT (obrix)
Kekerasan (kgf)
Suhu (oC)
22,6 22 23,6 17,4 24,6 19,2 19 21,2 24,2 20,9 24 23,3 23 20,9 20,4 23,2 17,4 15,9 15,8 20,4 22,9 21,8 22,6 19,8 15,1 21,2 22,4 19,4 22
4,79 4,55 5,03 4,37 4,52 4,77 4,73 4,44 5,01 4,44 4,42 4,68 3,87 3,82 5,62 4,13 1,31 0,57 0,40 3,03 4,71 4,59 4,54 3,60 0,68 3,96 4,71 2,88 4,35
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 26,5 28 26,5 28
Input Lama simpan (jam) 24 72 144 240 288 336 384 24 72 192 240 408 24 96 144 192 240 288 336 72 120 168 240 288 336 48 96 24 96
48
Lampiran 8. Data Training JST model 2
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Output TPT Kekerasan o ( brix) (kgf) 24,4 27 23,5 22 23,3 21,4 22,6 23,9 18,4 16,7 26,8 23 21,5 21,8 22,8 17,6 18,4 21,2 18,5 23,2 18 19 25,5 24,7 22,2 21,2 17,3 25,5 20,6 14,5 14,8 17 14,6 14,8 12 25,8
4,58 4,76 5,03 4,85 4,33 5,09 4,54 4,87 4,71 4,31 5,14 4,66 5,16 5,68 4,37 4,14 2,92 4,09 4,71 6,20 3,76 3,49 5,56 4,57 5,62 5,26 1,77 4,48 2,74 1,17 0,35 0,40 0,51 0,41 0,31 4,62
R 0,458 0,487 0,510 0,488 0,491 0,545 0,498 0,486 0,505 0,540 0,516 0,475 0,487 0,466 0,497 0,501 0,510 0,516 0,523 0,504 0,530 0,541 0,493 0,518 0,448 0,462 0,489 0,501 0,482 0,471 0,494 0,483 0,466 0,542 0,519 0,483
Input Warna G 0,396 0,384 0,374 0,399 0,381 0,344 0,386 0,385 0,374 0,364 0,349 0,385 0,385 0,377 0,375 0,381 0,369 0,380 0,353 0,372 0,372 0,352 0,383 0,365 0,374 0,393 0,359 0,361 0,360 0,374 0,368 0,351 0,362 0,367 0,362 0,359
B 0,146 0,129 0,116 0,114 0,128 0,110 0,116 0,129 0,121 0,096 0,136 0,140 0,127 0,157 0,129 0,117 0,121 0,104 0,124 0,124 0,098 0,106 0,124 0,118 0,179 0,144 0,153 0,139 0,158 0,155 0,138 0,167 0,172 0,090 0,119 0,158
49
Output No 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
TPT (obrix) 23,2 22,4 23 22,8 23,4 25 15 13 16,5 17,2 15 22,8 21,4 23,8 21,2 14 15 21,8 21,2 25,3 24,6 15 15,1
Kekerasan (kgf) 4,91 2,66 4,32 4,93 2,79 4,76 0,45 0,46 0,28 0,33 0,31 4,94 5,12 5,07 5,31 0,35 0,35 5,35 3,68 5,10 4,12 0,29 0,28
R 0,441 0,477 0,472 0,484 0,492 0,482 0,486 0,477 0,479 0,516 0,504 0,451 0,456 0,473 0,454 0,461 0,462 0,446 0,459 0,441 0,465 0,469 0,445
Input Warna G 0,374 0,386 0,382 0,372 0,362 0,365 0,355 0,355 0,361 0,354 0,345 0,370 0,362 0,367 0,364 0,357 0,346 0,356 0,381 0,362 0,365 0,343 0,352
B 0,185 0,137 0,145 0,144 0,147 0,152 0,158 0,169 0,160 0,131 0,151 0,178 0,182 0,160 0,182 0,182 0,192 0,198 0,160 0,197 0,169 0,188 0,203
50
Lampiran 9. Data Test JST model 2 Output No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
TPT ( brix)
Kekerasan (kgf)
22,6 22 23,6 17,4 24,6 19,2 19 21,2 24,2 20,9 24 23,3 23 20,9 20,4 23,2 17,4 15,9 15,8 20,4 22,9 21,8 22,6 19,8 15,1 21,2 22,4 19,4 22
4,79 4,55 5,03 4,37 4,52 4,77 4,73 4,44 5,01 4,44 4,42 4,68 3,87 3,82 5,62 4,13 1,31 0,57 0,40 3,03 4,71 4,59 4,54 3,60 0,68 3,96 4,71 2,88 4,35
o
R 0,480 0,505 0,496 0,538 0,489 0,501 0,518 0,494 0,491 0,476 0,508 0,521 0,472 0,497 0,470 0,458 0,468 0,523 0,489 0,479 0,454 0,494 0,482 0,487 0,480 0,469 0,461 0,467 0,453
Input Warna G 0,382 0,360 0,370 0,350 0,373 0,386 0,378 0,381 0,376 0,379 0,365 0,380 0,368 0,370 0,381 0,372 0,372 0,364 0,358 0,374 0,377 0,372 0,372 0,369 0,371 0,365 0,366 0,372 0,370
B 0,138 0,135 0,134 0,112 0,138 0,113 0,103 0,125 0,133 0,144 0,127 0,100 0,160 0,134 0,149 0,169 0,160 0,113 0,153 0,147 0,169 0,134 0,146 0,144 0,149 0,166 0,173 0,160 0,178
51
Lampiran 10. Hasil training JST model 1
No
TPT (ANN1)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
23,194 22,787 22,59 22,222 22,057 21,907 21,665 21,508 21,441 21,461 21,503 23,194 22,787 22,59 22,401 22,222 21,907 21,665 21,575 21,508 21,463 21,441 21,44 21,503 23,664 23,215 22,065 20,678 19,222 17,862 16,71 15,813 15,46 15,167 14,928 24,017 23,664
TPT (obrix) 24,4 27 23,5 22 23,3 21,4 22,6 23,9 18,4 16,7 26,8 23 21,5 21,8 22,8 17,6 18,4 21,2 18,5 23,2 18 19 25,5 24,7 22,2 21,2 17,3 25,5 20,6 14,5 14,8 17 14,6 14,8 12 25,8 23,2
Kekerasan (ANN2) 4,743 4,705 4,686 4,646 4,628 4,612 4,592 4,594 4,625 4,687 4,73 4,743 4,705 4,686 4,666 4,646 4,612 4,592 4,59 4,594 4,605 4,625 4,652 4,73 4,993 4,785 4,189 3,411 2,571 1,797 1,171 0,709 0,535 0,394 0,281 5,136 4,993
Kekerasan (Kgf) 4,58 4,76 5,03 4,85 4,33 5,09 4,54 4,87 4,71 4,31 5,14 4,66 5,16 5,68 4,37 4,14 2,92 4,09 4,71 6,2 3,76 3,49 5,56 4,57 5,62 5,26 1,77 4,48 2,74 1,17 0,35 0,4 0,51 0,41 0,31 4,62 4,91
Suhu (oC) 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
Lama Simpan (jam) 48 96 120 168 192 216 264 312 360 408 432 48 96 120 144 168 216 264 288 312 336 360 384 432 48 72 120 168 216 264 312 360 384 408 432 24 48
52
No
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
TPT (ANN1) 22,678 21,391 19,948 19,222 17,862 16,71 15,813 15,46 15,167 14,928 23,979 22,607 20,752 19,587 18,524 17,279 23,4 22,607 20,752 19,587 18,524 17,279
TPT (obrix) 22,4 23 22,8 23,4 25 15 13 16,5 17,2 15 22,8 21,4 23,8 21,2 14 15 21,8 21,2 25,3 24,6 15 15,1
Kekerasan (ANN2) 4,515 3,816 2,99 2,571 1,797 1,171 0,709 0,535 0,394 0,281 5,538 4,811 3,644 2,931 2,225 1,495 5,219 4,811 3,644 2,931 2,225 1,495
Kekerasan (Kgf) 2,66 4,32 4,93 2,79 4,76 0,45 0,46 0,28 0,33 0,31 4,94 5,12 5,07 5,31 0,35 0,35 5,35 3,68 5,1 4,12 0,29 0,28
Suhu (oC) 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 26,5 27,5 27,3 27,9 27,2 27,7 26,5 27,5 27,3 27,9 27,2 27,7
Lama Simpan (jam) 96 144 192 216 264 312 360 384 408 432 24 72 120 144 168 192 48 72 120 144 168 192
53
Lampiran 11. Hasil validasi JST model 1
No
TPT (ANN1)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
23,399 22,989 22,401 21,776 21,575 21,463 21,44 23,399 22,989 22,057 21,776 21,461 24,017 22,678 21,391 19,948 18,521 17,255 16,229 23,215 22,065 20,678 18,521 17,255 16,229 23,4 21,686 23,979 21,686
TPT (obrix) 22,6 22 23,6 17,4 24,6 19,2 19 21,2 24,2 20,9 24 23,3 23 20,9 20,4 23,2 17,4 15,9 15,8 20,4 22,9 21,8 22,6 19,8 15,1 21,2 22,4 19,4 22
Kekerasan (ANN2) 4,761 4,725 4,666 4,6 4,59 4,605 4,652 4,761 4,725 4,628 4,6 4,687 5,136 4,515 3,816 2,99 2,169 1,463 0,92 4,785 4,189 3,411 2,169 1,463 0,92 5,219 4,276 5,538 4,276
Kekerasan (Kgf) 4,79 4,55 5,03 4,37 4,52 4,77 4,73 4,44 5,01 4,44 4,42 4,68 3,87 3,82 5,62 4,13 1,31 0,57 0,4 3,03 4,71 4,59 4,54 3,6 0,68 3,96 4,71 2,88 4,35
Suhu (oC) 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 26,5 28 26,5 28
Lama Simpan (jam) 24 72 144 240 288 336 384 24 72 192 240 408 24 96 144 192 240 288 336 72 120 168 240 288 336 48 96 24 96
54
Lampiran 12. Hasil training JST model 2 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
TPT (ANN1) 23,373 22,802 21,069 22,424 22,653 22,014 22,468 22,853 21,59 15,191 23,207 22,674 22,833 20,886 22,088 22,351 20,031 21,468 20,545 21,229 18,262 16,927 22,676 17,96 22,738 23,194 20,281 20,737 19,7 21,247 21,421 13,822 19,663 15,528 17,68 19,15 23,397
TPT (obrix) 24,4 27 23,5 22 23,3 21,4 22,6 23,9 18,4 16,7 26,8 23 21,5 21,8 22,8 17,6 18,4 21,2 18,5 23,2 18 19 25,5 24,7 22,2 21,2 17,3 25,5 20,6 14,5 14,8 17 14,6 14,8 12 25,8 23,2
Kekerasan (ANN2) 4,838 4,589 4,47 4,502 4,642 5,137 4,863 4,587 4,527 2,136 4,176 4,316 4,617 3,825 4,455 4,904 3,675 5,098 3,395 4,184 3,793 2,803 4,733 2,575 5,419 4,633 2,28 2,825 2,162 3,848 3,706 -0,225 2,916 2,542 2,305 1,815 5,755
Kekerasan (Kgf) 4,58 4,76 5,03 4,85 4,33 5,09 4,54 4,87 4,71 4,31 5,14 4,66 5,16 5,68 4,37 4,14 2,92 4,09 4,71 6,2 3,76 3,49 5,56 4,57 5,62 5,26 1,77 4,48 2,74 1,17 0,35 0,4 0,51 0,41 0,31 4,62 4,91
R
G
B
0,458 0,487 0,51 0,488 0,491 0,545 0,498 0,486 0,505 0,54 0,516 0,475 0,487 0,466 0,497 0,501 0,51 0,516 0,523 0,504 0,53 0,541 0,493 0,518 0,448 0,462 0,489 0,501 0,482 0,471 0,494 0,483 0,466 0,542 0,519 0,483 0,441
0,396 0,384 0,374 0,399 0,381 0,344 0,386 0,385 0,374 0,364 0,349 0,385 0,385 0,377 0,375 0,381 0,369 0,38 0,353 0,372 0,372 0,352 0,383 0,365 0,374 0,393 0,359 0,361 0,36 0,374 0,368 0,351 0,362 0,367 0,362 0,359 0,374
0,146 0,129 0,116 0,114 0,128 0,11 0,116 0,129 0,121 0,096 0,136 0,14 0,127 0,157 0,129 0,117 0,121 0,104 0,124 0,124 0,098 0,106 0,124 0,118 0,179 0,144 0,153 0,139 0,158 0,155 0,138 0,167 0,172 0,09 0,119 0,158 0,185
55
No 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
TPT (ANN1) 22,846 22,132 21,89 21,202 21,57 17,648 15,103 19,981 21,641 16,928 22,747 20,32 21,673 21,081 17,06 14,17 19,778 20,353 22,689 21,273 12,901 18,51
TPT (obrix) 22,4 23 22,8 23,4 25 15 13 16,5 17,2 15 22,8 21,4 23,8 21,2 14 15 21,8 21,2 25,3 24,6 15 15,1
Kekerasan (ANN2) 4,391 4,118 3,966 2,941 3,411 1,071 0,277 2,404 3,523 1,085 5,273 3,755 3,808 4,25 1,695 0,162 3,274 3,859 5,091 3,869 -0,366 2,319
Kekerasan (Kgf) 2,66 4,32 4,93 2,79 4,76 0,45 0,46 0,28 0,33 0,31 4,94 5,12 5,07 5,31 0,35 0,35 5,35 3,68 5,1 4,12 0,29 0,28
R 0,477 0,472 0,484 0,492 0,482 0,486 0,477 0,479 0,516 0,504 0,451 0,456 0,473 0,454 0,461 0,462 0,446 0,459 0,441 0,465 0,469 0,445
G 0,386 0,382 0,372 0,362 0,365 0,355 0,355 0,361 0,354 0,345 0,37 0,362 0,367 0,364 0,357 0,346 0,356 0,381 0,362 0,365 0,343 0,352
B 0,137 0,145 0,144 0,147 0,152 0,158 0,169 0,16 0,131 0,151 0,178 0,182 0,16 0,182 0,182 0,192 0,198 0,16 0,197 0,169 0,188 0,203
56
Lampiran 13. Hasil validasi JST model 2 No
TPT (ANN1)
TPT ( brix)
Kekerasan (ANN2)
Kekerasan (kgf)
R
G
B
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
22,602 20,318 21,465 19,06 22,1 22,34 21,169 22,601 22,355 22,072 19,436 21,107 21,697 21,451 21,649 21,773 21,341 17,07 20,15 21,786 20,742 21,832 21,817 21,748 21,737 21,259 21,573 21,35 22,642
22,6 22 23,6 17,4 24,6 19,2 19 21,2 24,2 20,9 24 23,3 23 20,9 20,4 23,2 17,4 15,9 15,8 20,4 22,9 21,8 22,6 19,8 15,1 21,2 22,4 19,4 22
4,34 2,746 3,883 3,56 4,183 4,918 5,028 4,724 4,431 4,095 2,877 5,131 3,919 3,902 3,974 4,619 3,982 2,338 2,192 3,957 4,386 4,142 3,919 3,804 3,856 3,69 4,253 4,011 5,186
4,79 4,55 5,03 4,37 4,52 4,77 4,73 4,44 5,01 4,44 4,42 4,68 3,87 3,82 5,62 4,13 1,31 0,57 0,4 3,03 4,71 4,59 4,54 3,6 0,68 3,96 4,71 2,88 4,35
0,48 0,505 0,496 0,538 0,489 0,501 0,518 0,494 0,491 0,476 0,508 0,521 0,472 0,497 0,47 0,458 0,468 0,523 0,489 0,479 0,454 0,494 0,482 0,487 0,48 0,469 0,461 0,467 0,453
0,382 0,36 0,37 0,35 0,373 0,386 0,378 0,381 0,376 0,379 0,365 0,38 0,368 0,37 0,381 0,372 0,372 0,364 0,358 0,374 0,377 0,372 0,372 0,369 0,371 0,365 0,366 0,372 0,37
0,138 0,135 0,134 0,112 0,138 0,113 0,103 0,125 0,133 0,144 0,127 0,1 0,16 0,134 0,149 0,169 0,16 0,113 0,153 0,147 0,169 0,134 0,146 0,144 0,149 0,166 0,173 0,16 0,178
o
57
Lampiran 14. Nilai error hasil validasi JST model 1 No
TPT (ANN1)
1 23.399 2 22.989 3 22.401 4 21.776 5 21.575 6 21.463 7 21.44 8 23.399 9 22.989 10 22.057 11 21.776 12 21.461 13 24.017 14 22.678 15 21.391 16 19.948 17 18.521 18 17.255 19 16.229 20 23.215 21 22.065 22 20.678 23 18.521 24 17.255 25 16.229 26 23.4 27 21.686 28 23.979 29 21.686 Nilai Error (%)
TPT (brix) 22.6 22 23.6 17.4 24.6 19.2 19 21.2 24.2 20.9 24 23.3 23 20.9 20.4 23.2 17.4 15.9 15.8 20.4 22.9 21.8 22.6 19.8 15.1 21.2 22.4 19.4 22
Error (%)
Kekerasan (ANN2)
3.54 4.50 5.08 25.15 12.30 11.79 12.84 10.37 5.00 5.54 9.27 7.89 4.42 8.51 4.86 14.02 6.44 8.52 2.72 13.80 3.65 5.15 18.05 12.85 7.48 10.38 3.19 23.60 1.43 9.05
4.761 4.725 4.666 4.6 4.59 4.605 4.652 4.761 4.725 4.628 4.6 4.687 5.136 4.515 3.816 2.99 2.169 1.463 0.92 4.785 4.189 3.411 2.169 1.463 0.92 5.219 4.276 5.538 4.276 Nilai Error (%)
Kekerasan (kgf) 4.79 4.55 5.03 4.37 4.52 4.77 4.73 4.44 5.01 4.44 4.42 4.68 3.87 3.82 5.62 4.13 1.31 0.57 0.4 3.03 4.71 4.59 4.54 3.6 0.68 3.96 4.71 2.88 4.35
Error (%) 0.61 3.85 7.24 5.26 1.55 3.46 1.65 7.23 5.69 4.23 4.07 0.15 32.71 18.19 32.10 27.60 65.57 156.67 130.00 57.92 11.06 25.69 52.22 59.36 35.29 31.79 9.21 92.29 1.70 30.50
58
Lampiran 15. Nilai error hasil validasi JST model 2 No
TPT (ANN1)
1 22.602 2 20.318 3 21.465 4 19.06 5 22.1 6 22.34 7 21.169 8 22.601 9 22.355 10 22.072 11 19.436 12 21.107 13 21.697 14 21.451 15 21.649 16 21.773 17 21.341 18 17.07 19 20.15 20 21.786 21 20.742 22 21.832 23 21.817 24 21.748 25 21.737 26 21.259 27 21.573 28 21.35 29 22.642 Nilai Error (%)
TPT (brix)
Error (%)
22.6 22 23.6 17.4 24.6 19.2 19 21.2 24.2 20.9 24 23.3 23 20.9 20.4 23.2 17.4 15.9 15.8 20.4 22.9 21.8 22.6 19.8 15.1 21.2 22.4 19.4 22
0.01 7.65 9.05 9.54 10.16 16.35 11.42 6.61 7.62 5.61 19.02 9.41 5.67 2.64 6.12 6.15 22.65 7.36 27.53 6.79 9.42 0.15 3.46 9.84 43.95 0.28 3.69 10.05 2.92 9.69
Kekerasan (ANN2) 4.34 2.746 3.883 3.56 4.183 4.918 5.028 4.724 4.431 4.095 2.877 5.131 3.919 3.902 3.974 4.619 3.982 2.338 2.192 3.957 4.386 4.142 3.919 3.804 3.856 3.69 4.253 4.011 5.186 Nilai Error (%)
Kekerasan (kgf)
Error (%)
4.79 4.55 5.03 4.37 4.52 4.77 4.73 4.44 5.01 4.44 4.42 4.68 3.87 3.82 5.62 4.13 1.31 0.57 0.4 3.03 4.71 4.59 4.54 3.6 0.68 3.96 4.71 2.88 4.35
9.39 39.65 22.80 18.54 7.46 3.10 6.30 6.40 11.56 7.77 34.91 9.64 1.27 2.15 29.29 11.84 203.97 310.18 448.00 30.59 6.88 9.76 13.68 5.67 467.06 6.82 9.70 39.27 19.22 61.82
59