PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS BAHAN PELINDUNG UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI AIR SUSU IBU (ASI) PADA PROSES PENGERINGAN BEKU DAN PENYIMPANAN
NI NYOMAN PUSPAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul: PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS BAHAN PELINDUNG UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI AIR SUSU
IBU
(ASI)
PADA
PROSES
PENGERINGAN
BEKU
DAN
PENYIMPANAN adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, November 2008
Ni Nyoman Puspawati NRP F251060091
ABSTRACT NI NYOMAN PUSPAWATI. NRP. F251060091. Use of variouse of cryogenic agents on viability of Lactic Acid Bacteria isolated from breast milk in freeze drying process and shelf-life. Under direction of LILIS NURAIDA and DEDE ROBIATUL ADAWIYAH Lactic acid bacteria are the most important bacteria having potential as probiotic. The objectives of the present study were to evaluate cryogenic agents to protect the viability of lactobacilli during freeze drying and to calculate the shelflife of freeze dried lactic acid bacteria culture. Four cryogenic agents, i.e. sucrose, lactose, skim milk and maltodextrin, were used in freeze drying of three species of lactic acid bacteria, i.e. Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus brevis A17 and Lactobacillus rhamnosus R21 isolated from breast milk. Evaluation included viability before and after freeze dried, survival of freeze dried culture in 0.5 % bile salt and low pH for 5 hours, predicted count of lactic acid bacteria until colon and the shelf life during storage was also determined. To predict the shelf life of freeze dried culture, further experiment was conducted by storage the freeze dried of Lactobacillus rhamnosus R21 at RH 75 and RH 89 and shelf life was predicted by sorption isotherm method. Evaluation was done on under act water content, viability, water activity, acidification activity, count of yeast and mold. The result showed that three of cryogenics, i.e. sucrose, lactose and skim milk improved viability of freeze dried of all lactic acid bacteria, except maltodextrin that did not give protection to Lactobacillus rhamnosus R21. Evaluation on survival in 0.5 % bile salt shows that cryogenic agents improved survival freeze dried of all lactic acid bacteria. The cryogenic improved survival rate in low pH, with the best protection given by skim milk on Lactobacillus rhamnosus R21. Lactobacillus rhamnosus R21 with skim milk as cryogenic give highest count in colon is 6.4 x 106 cfu/g. The predicted shelf life of the freeze dried Lactobacillus rhamnosus R21 culture if initial water content is 2.17% db, packaged in aluminium foil laminated by PE (polyethylene) and temperature 30oC are 5.86 years at RH 75 and 5.10 years at RH 80. Keywords : Lactic acid bacteria,breast milk, freeze drying, cryogenic, probiotic
RINGKASAN NI NYOMAN PUSPAWATI. NRP. F251060091. Penggunaan Berbagai Jenis Bahan Pelindung untuk Mempertahankan Viabilitas Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi dari Air Susu Ibu (ASI) pada Proses Pengeringan Beku dan Penyimpanan. Dibimbing oleh LILIS NURAIDA dan DEDE ROBIATUL ADAWIYAH Bakteri asam laktat merupakan mikroorganisme yang penting dalam teknologi fermentasi pangan karena mempunyai kemampuan untuk memperbaiki citarasa, tekstur dan aroma produk akhir yang secara organoleptik dan kualitas lebih dapat diterima oleh konsumen. Penggunaan bakteri asam laktat tidak hanya sebagai mikroorganisme yang berperan pada proses fermentasi pangan, namun juga dapat digunakan untuk tujuan fungsional seperti pengembangan produk probiotik. Bakteri asam laktat yang bersifat probiotik umumnya disolasi dari sampel klinis. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa isolat klinis dapat bertahan pada kondisi saluran pencernaan manusia. Beberapa isolat klinis yang diisolasi dari air susu ibu di daerah Bogor ternyata memiliki karakteristik sebagai probiotik dengan melakukan pengujian ketahanan terhadap pH rendah, ketahanan terhadap garam empedu, pengujian sifat antimikroba, aktifitas asidifikasi. Isolat bakteri asam laktat yang memiliki potensi menjadi probiotik diantaranya Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus rhamnosus R21 dan Lactobacillus brevis A17. Kultur bakteri asam laktat bila disimpan segar atau dalam bentuk produk fermentasi, maka viabilitas kultur tersebut dapat menurun atau bahkan hilang. Untuk mencegah menurunnya viabilitas dan hilangnya sifat-sifat probiotik kultur bakteri tersebut, maka dapat dilakukan dengan mengawetkan kultur BAL tersebut, salah satunya dengan pengeringan beku (freeze drying), namun demikian pada proses pengeringan beku juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sel (celluler injury). Kerusakan sel pada proses pengeringan beku dapat diminimalisasi dengan adanya bahan-bahan pelindung (kriogenik). Selain itu kondisi lingkungan penyimpanan juga berpengaruh terhadap kerusakan kultur sel. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh isolat ASI terbaik dan mengidentifikasi jenis bahan pelindung yang dapat mempertahankan viabilitas bakteri asam laktat asal ASI selama proses pengeringan beku, mengetahui stabilitas kultur kering bakteri asam laktat selama penyimpanan serta melakukan pendugaan umur simpan kultur kering beku isolat asal ASI. Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang viabilitas kultur bakteri asam laktat yang berasal dari ASI selama proses pengeringan beku, mengetahui berbagai jenis bahan pelindung yang berpengaruh terhadap viabilitas sel selama proses pengeringan beku dan memberikan informasi tentang pengaruh kelembaban terhadap viabilitas sel selama penyimpanan dimana selanjutnya dapat digunakan untuk menduga umur simpan kultur kering beku bakteri asam laktat. Penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yaitu penelitian pendahuluan yang meliputi: konfirmasi dan persiapan kultur, penentuan kurva pertumbuhan kultur bakteri asam laktat. Penelitian utama yang terdiri dari 2 tahap yaitu: tahap 1. melihat pengaruh penggunaan berbagai jenis bahan pelindung pada
kultur bakteri asam laktat pada proses pengeringan beku. Tahap 2. hasil terbaik dari penelitian tahap 1 dilakukan penyimpanan pada tingkat kelembaban berbeda selanjutnya dilakukan pendugaan umur simpan dengan menggunakan metode sorpsi isotermis dengan pendekatan kadar air kritis. Kultur bakteri asam laktat yang digunakan adalah isolat asal ASI yaitu Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus brevis A17 dan Lactobacillus rhamnosus R21, sedangkan bahan pelindung yang digunakan: buffer phospat pH 7 (kontrol), sukrosa 10%, laktosa 10%, susu skim 10 % dan maltodekstrin 10%. Parameter yang diamati meliputi perubahan total BAL selama pengeringan beku, ketahanan terhadap pH rendah, ketahanan terhadap garam empedu dan perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon. Penelitian tahap 2 dilakukan penyimpanan kultur kering terpilih dari tahap 1 pada kondisi lingkungan dengan kelembaban 75% dan 90%. Selama proses penyimpanan dilakukan analisa yang meliputi: perubahan total BAL selama pengeringan beku, kadar air, aktivitas air, total kapang khamir, aktivitas asidifikasi. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 kali ulangan. Proses pengeringan beku menghasilkan kultur kering probiotik yang memiliki viabilitas yang tinggi untuk semua jenis isolat dan penggunaan bahan pelindung. Tingkat ketahanan ketiga isolat bakteri asam laktat setelah pengeringan beku relatif tinggi. Rata-rata jumlah bakteri sebelum freeze drying adalah 11,79 log cfu/g dan setelah pengeringan beku menurun menjadi 10,19 log cfu/g. Ketahanan kultur kering probiotik terhadap pH rendah cukup rendah dimana penurunan jumlah sel setelah inkubasi 5 jam bervariasi dan cenderung tinggi. Rata-rata penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah terpapar pH 2,0 yaitu 0,46 log cfu/g sampai 9,35 log cfu/g. Ketahanan kultur kering probiotik terhadap garam empedu cukup tinggi dan dari hasil uji statistik menunjukkan nilai ketahanan yang berbeda nyata diantara jenis kultur dan bahan pelindung yang digunakan. Rata-rata penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah terpapar garam empedu 0,5% selama 5 jam yaitu 0,03 log cfu/g sampai 4,56 log cfu/g. Perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon menunjukkan hasil yang bervariasi dimana kultur Lactobacillus rhamnosus R21 dengan bahan pelindung susu skim mampu mencapai kolon dalam jumlah paling tinggi yaitu sebesar 6,4 x 106 cfu/g. Dari hasil pengujian pada tahap 1 diperoleh kultur yang terpilih untuk dilanjutkan pada tahap ke-2 yaitu kultur Lactobacillus rhamnosus R21 dengan bahan pelindung susu skim 10% dengan pertimbangan: memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi diantara isolat yang lain, susu skim mampu melindungi terhadap kerusakan karena paparan asam tinggi (pH rendah) dan garam empedu 0,5%. Penyimpanan kultur kering dapat meningkatkan kadar air yang menyebabkan terjadinya penurunan viabilitas dan aktifitas asidifikasi kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21. Pendugaan umur simpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 dengan menggunakan pendekatan kurva sorpsi isotermis diperoleh hasil: jika kadar air awal 2,17% bk, disimpan dengan pengemas aluminium foil yang dilaminasi dengan PE (polyethylene) pada suhu 30oC adalah 5,86 tahun pada RH 75 dan 5,10 tahun pada RH 80. Kata kunci : bakteri asam laktat, ASI, pengeringan beku, bahan pelindung, probiotik
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS BAHAN PELINDUNG UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT YANG DIISOLASI DARI AIR SUSU IBU (ASI) PADA PROSES PENGERINGAN BEKU DAN PENYIMPANAN
NI NYOMAN PUSPAWATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis
:
Nama
:
Penggunaan Berbagai Jenis Bahan Pelindung untuk Mempertahankan Viabilitas Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi dari Air Susu Ibu (ASI) pada Proses Pengeringan Beku dan Penyimpanan Ni Nyoman Puspawati
NRP
:
F251060091
Program Studi
:
Ilmu Pangan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si. Anggota
Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc. Ketua
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc.
Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian: 19 November 2008
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir penelitian yang berjudul “Penggunaan Berbagai Jenis Bahan Pelindung untuk Mempertahankan Viabilitas Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi dari Air Susu Ibu (ASI) pada Proses Pengeringan Beku dan Penyimpanan” disusun dalam rangka menyelesaikan tugas akhir pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaiakn ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan segala dedikasi, arahan, bimbingan dan waktu yang telah diberikan dalam menyelesaikan tesis ini. 2. Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, motivasi dan masukan-masukan, yang sangat berharga dalam menyelesaikan tesis ini. 3. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. selaku penguji luar komisi atas perhatian dan masukan-masukan yang sangat berharga yang telah diberikan dalam menyelesaikan tesis ini. 4. Ayahanda I Wayan Sukita dan ibunda Ni Made Asih, ayah dan bunda penulis atas kasih sayangnya yang tiada henti dan doa restu yang telah diberikan selama ini kepada penulis. 5. Pemerintah Republik Indonesia khususnya Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa BPPS bagi penulis. 6. Dosen dan pegawai di Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan selama mengikuti kegiatan akademis. 7. Seluruh saudara-saudaraku tersayang, keponakanku Enjie, Ochi, Didia dan Kesya yang selalu mampu memberikan tawa dan penghiburan tiada henti bagi penulis.
8. Seluruh teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu Pangan khususnya Angkatan 2006; Via, Sil, Fin, Reza, Tety, Santi yang merupakan sumber inspirasi, tawa dan semangat yang tiada pernah habis selama menempuh pendidikan di PS. Ilmu Pangan. 9. Teman – teman di lab; Mba Ari, Sofah, Bu Entin, Bu Sari, Mas Tofik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu dan menemani penulis selama menyelesaikan hari-hari melelahkan di laboratorium. 10. Teman-teman seperjuangan di Wisma Gardu Raya: Ibu Ni Made Laksmi Ernawati, Bapak Nyoman Suarsana, Bapak Ngurah Sudisma, Rai Widarta, Ketut Sutiari, Wayan Sukanata, Gus Yoga, Yuli, Arnata, Mbok Diah, Yudi dan Pak Rai Yasa atas segala warna warni kehidupan selama di Bogor, tali persaudaraan baik dalam suka maupun duka. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis juga menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggitingginya. Karya ini merupakan persembahan terbaik penulis, namun tiada luput dari kekurangan walau demikian penulis tetap berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, November 2008
Ni Nyoman Puspawati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Mei 1979 di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng, Propinsi Bali, sebagai putri ketiga dari ayah I Wayan Sukita dan ibu Ni Made Asih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Paket Agung pada tahun 1991. Pada tahun 1994 penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Singaraja dan pada tahun 1997 menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Singaraja. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan tamat pada tahun 2002. Pada tahun 2006 penulis mendapat beasiswa BPPS untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana untuk Program Magister Sains di Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2004 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Selama mengikuti program S2, penulis aktif menjadi anggota Forum Mahasiswa Pascasarjana (Formasip), Program studi Ilmu Pangan IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xvii
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................... Hipotesis ................................................................................................. Perumusan Masalah ................................................................................ Manfaat Penelitian ................................................................................. ..
1 5 5 5 6
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
7
Bakteri Asam Laktat ............................................................................... Peranan Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi .................................... Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik .................................................. Isolat Bakteri Asam Laktat Asal Air Susu Ibu (ASI) ............................. Pengawetan Kultur Bakteri Asam Laktat................................................ Bahan pelindung (kriogenik) .................................................................. Stabilitas Kultur Kering Lactobacillus Selama Penyimpanan ................
7 9 12 18 20 26 33
BAHAN DAN METODE PENELITIAN ..................................................
36
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. Bahan dan Alat ....................................................................................... . Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ Metode Analisis ......................................................................................
36 36 37 43
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
53
Konfirmasi Kultur Bakteri Asam Laktat................................................. Kurva Pertumbuhan Kultur Bakteri Asam Laktat .................................. Pengaruh Bahan Pelindung (Kriogenik) terhadap Bakteri Asam Laktat Selama Pengeringan Beku (Freeze Drying) ........................................... Perubahan Total Bakteri Asam Laktat selama pengeringan Beku.... Ketahanan terhadap pH Rendah (pH 2,0) ......................................... Ketahanan terhadap Garam Empedu 0,5% ....................................... Perkiraan Jumlah Bakteri Asam Laktat yang Mencapai Kolon ........ Pengaruh Penyimpanan terhadap Viabilitas Kultur Kering Beku Lactobacillus rhamnosus R21................................................................. Pengaruh Kadar Air dan aw terhadap Viabilitas Kultur Kering Lactobacillus rhamnosus R21...........................................................
53 55 57 57 63 66 70 73 73
Pengaruh Viabilitas dan Kadar Air Kultur Kering Lactobacillus rhamnosus R21 terhadap Aktivitas Asidifikasi ................................ Total Kapang Khamir ....................................................................... Pendugaan Umur Simpan Kultur Kering Lactobacillus rhamnosus R21 ....................................................................................................
81
SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
87
Simpulan ................................................................................................. Saran .......................................................................................................
87 88
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
89
LAMPIRAN.................................................................................................
102
78 81
DAFTAR TABEL Halaman 1. Karakteristik tiga grup Lactobacillus.............................................
8
2. Populasi kelompok bakteri utama pada usus manusia ...................
16
3. Komposisi maltodekstrin DE 15 dan 20 ........................................
32
4. Tahapan penelitian, tujuan dan hasil yang diharapkan ..................
38
5. Ringkasan percobaan dari tiap percobaan penelitian .....................
39
6. Hasil konfirmasi bakteri asam laktat..............................................
54
7. Perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon ..............................................................................................
70
8. Pendugaan umur simpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 pada RH 75 dan 80, pada suhu 30oC ......................................
85
9. Pendugaan umur simpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 pada RH 75 dan 80, pada suhu 30oC jika diasumsikan kadar air awal 4% bk ..............................................................................
86
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram fase air .............................................................................
23
2. Diagram alir proses penelitian .......................................................
37
3. Diagram alir penentuan kurva pertumbuhan bakteri asam laktat ..
41
4. Diagram alir pembuatan biomassa .................................................
42
5. Skema uji ketahanan isolat bakteri asam laktat terhadap pH rendah .............................................................................................
48
6. Kultur Pediococcus pentosaceus A16 ...........................................
53
7. Kultur Lactobacillus brevis A17 ....................................................
53
8. Kultur Lactobacillus rhamnosus R21 ............................................
54
9. Kurva pertumbuhan isolat bakteri asam laktat dari ASI ................
55
10. Penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah proses pengeringan beku (Freeze Drying), (a) Pediococcus pentosaceus A16, (b) Lactobacillus brevis A17, (c) Lactobacillus rhamnosus R21 .......
58
11. Penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah proses pengeringan beku inkubasi dalam media MRSB dengan pH 2,0 selama 5 jam (a) Pediococcus pentosaceus A16, (b) Lactobacillus brevis A17, (c) Lactobacillus rhamnosus R21 ..................................................
63
12. Penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah proses pengeringan beku inkubasi dalam media MRSB yang mengandung garam empedu 0,5% selama 5 jam(a) Pediococcus pentosaceus A16, (b) Lactobacillus brevis A17, (c) Lactobacillus rhamnosus R21 ........
67
13. Peningkatan kadar air kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 selama penyimpanan pada RH 75 dan RH 90 ........................
73
14. Peningkatan aktivitas air (aw) kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 selama penyimpanan pada RH 75 dan RH 90 .....
74
15. Hubungan total bakteri asam laktat dengan kadar air selama penyimpanan ..................................................................................
75
16. Hubungan total bakteri asam laktat dengan aktivitas air (aw) selama penyimpanan ......................................................................
75
17. Hubungan total bakteri asam laktat dengan total asam tertitrasi yang dihasilkan pada susu skim yang diasamkan selama 10 jam ..
78
18. Hubungan total bakteri asam laktat dengan pH yang dihasilkan pada susu skim yang diasamkan selama 10 jam ............................
79
19. Hubungan kadar air kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 dengan total asam tertitrasi yang dihasilkan pada susu skim yang diasamkan selama 10 jam ..............................................................
80
20. Hubungan kadar air kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 dengan pH yang dihasilkan pada susu skim yang diasamkan selama 10 jam ................................................................................
80
21. Hubungan total bakteri asam laktat dengan kadar air selama penyimpanan untuk penentuan kadar air kritis (Mc) .....................
83
22. Kurva sorpsi isotermis kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 untuk penentuan kadar air kesetimbangan (Me) ...................
84
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil konfirmasi bakteri asam laktat dengan menggunakan API 50 CHL...........................................................................................
102
2. Data absorbansi atau optical density (λ = 600 nm) pada penentuan kurva pertumbuhan kultur bakteri asam laktat .............
103
3. Pembuatan kultur kering beku bakteri asam laktat dengan pengeringan beku ...........................................................................
104
4. Produk kultur kering beku dari isolat Pediococcus pentosaceus A16 .................................................................................................
105
5. Produk kultur kering beku dari isolat Lactobacillus brevis A17 ...
106
6. Produk kultur kering beku dari isolat Lactobacillus rhamnosus R21 .................................................................................................
107
7. Data ketahanan kultur kering beku setelah pengeringan beku .......
108
8. Data total bakteri asam laktat Pediococcus pentosaceus A16 .......
109
9. Data total bakteri asam laktat Lactobacillus brevis A17 ...............
111
10. Data total bakteri asam laktat Lactobacillus rhamnosus R21 ........
113
11. Perhitungan statistik ketahanan kultur kering beku setelah pengeringan beku ...........................................................................
115
12. Data ketahanan kultur kering beku terhadap pH rendah (pH 2,0) .
119
13. Data ketahanan kultur kering beku Pediococcus pentosaceus A16 terhadap pH rendah (pH 2,0) .........................................................
120
14. Data ketahanan kultur kering beku Lactobacillus brevis A17 terhadap pH rendah (pH 2,0) .........................................................
122
15. Data ketahanan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 terhadap pH rendah (pH 2,0) .........................................................
124
16. Perhitungan statistik ketahanan kultur kering beku setelah pengeringan beku terhadap pH rendah (pH 2,0) ............................
126
17. Data ketahanan kultur kering beku terhadap garam empedu (0,5 %) ...................................................................................................
130
18. Data ketahanan kultur kering beku Pediococcus pentosaceus A16 terhadap garam empedu (0,5 %) ....................................................
131
19. Data ketahanan kultur kering beku Lactobacillus brevis A17 terhadap garam empedu (0,5 %) ....................................................
133
20. Data ketahanan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 terhadap garam empedu (0,5 %) ....................................................
135
21. Perhitungan statistik ketahanan kultur kering beku terhadap garam empedu (0,5 %) ...................................................................
137
22. Data perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon ..............................................................................
141
23. Perhitungan statistik jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon ..............................................................................
142
24. Kultur kering beku selama penyimpanan pada RH 75 ..................
146
25. Kultur kering beku selama penyimpanan pada RH 90 ..................
147
26. Data kadar air kultur kering beku selama penyimpanan ................
148
27. Data aktivitas air kultur kering beku selama penyimpanan ...........
149
28. Data total BAL kultur kering beku selama penyimpanan ..............
150
29. Data total asam tertitrasi (%) pada susu skim yang diinokulasi dengan kultur kering beku selama penyimpanan ...........................
151
30. Data keasaman (pH) pada susu skim yang diinokulasi dengan kultur kering beku selama penyimpanan .......................................
152
31. Tekanan uap air jenuh pada suhu 0 – 60oC (mmHg) .....................
153
32. Pendugaan umur simpan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 ..............................................................................
154
33. Pendugaan umur simpan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 jika kadar air awal maksimal diasumsikan 4% bk (0,04 g H2O/g padatan) ..................................................................
155
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Bakteri asam laktat merupakan mikroorganisme yang penting dalam teknologi fermentasi pangan karena mempunyai kemampuan untuk memperbaiki citarasa, tekstur dan aroma produk akhir yang secara organoleptik dan kualitas lebih dapat diterima oleh konsumen. Bakteri asam laktat umumnya digunakan pada produksi makanan fermentasi seperti keju, yoghurt, sosis, wine, adonan roti dan sauerkraut. Selain itu bakteri asam laktat juga mempunyai kemampuan sebagai antimikroba baik itu anti bakteri maupun antimitotik. Sampai saat ini penggunaan bakteri asam laktat tidak hanya sebagai mikroorganisme yang berperan pada proses fermentasi pangan, namun juga dapat digunakan sebagai pangan fungsional seperti pengembangan produk probiotik. Bakteri asam laktat sebagai mikroorganisme probiotik memegang peranan penting dalam meningkatkan dan menjaga kesehatan sehingga mendorong penggunaan bakteri asam laktat untuk pengembangan pangan fungsional dan farmasetikal. Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang mampu mencapai saluran pencernaan dalam jumlah tertentu dan memberi manfaat terhadap kesehatan. Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang digunakan dalam produk makanan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan dengan mempengaruhi keseimbangan mikroflora usus (Fuller 1989). Bakteri probiotik mempunyai mekanisme untuk mempertahankan mikroflora saluran pencernaan sehingga dapat mengatasi masalah gangguan pencernaan. Untuk dapat berfungsi sebagai probiotik, bakteri harus memenuhi persyaratan antara lain; berasal dari manusia, tidak bersifat patogen, toleran terhadap asam lambung dan garam empedu, mempunyai kemampuan untuk bertahan dalam proses pengawetan dan selama penyimpanan, serta telah terbukti mempunyai efek terhadap kesehatan (Shortt 1999). Kemampuan untuk menempel dan mengkoloni usus minimal dalam jangka waktu pendek (untuk sementara) juga merupakan salah satu syarat dari galur probiotik untuk dapat memberikan manfaat sepenuhnya (Lick et al. 2001).
2
Bakteri asam laktat yang bersifat probiotik umumnya diisolasi dari sampel klinis. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa isolat klinis dapat bertahan pada kondisi saluran pencernaan manusia. Nuraida et al. (2008) mengisolasi bakteri asam laktat dari air susu ibu (ASI) diantaranya Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus rhamnosus R21 dan Lactobacillus brevis A17. Isolat-isolat tersebut memiliki karakteristik sebagai probiotik dimana secara in vitro memiliki sifat tahan terhadap garam empedu, tahan terhadap pH rendah, dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti: Eschericia coli, Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Pengujian secara in vivo menunjukkan bahwa isolat tersebut memiliki kemampuan dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti E. coli di sekum. Manfaat bakteri asam laktat sebagai probiotik dalam meningkatkan kesehatan dapat terjadi bila kultur dikonsumsi dalam keadaan hidup dan mampu bertahan dalam saluran pencernaan, selain itu bakteri asam laktat juga harus mampu bertahan selama proses pengolahan dan selama penyimpanan. Untuk dapat berperan sebagai probiotik, bakteri asam laktat harus berada dalam jumlah cukup untuk mencapai saluran pencernaan. Jumlah sel mikroba hidup yang harus terdapat pada produk probiotik masih menjadi perdebatan tetapi umumnya sebesar 106 – 108 cfu/ml (Tannock 1999). Proses pengolahan pangan seperti pendinginan maupun pengeringan dapat mengurangi bakteri asam laktat karena perlakuan-perlakuan yang diberikan. Proses penyimpanan dan pengolahan dapat menurunkan jumlah bakteri asam laktat sehingga perannya sebagai probiotik juga akan menurun. Kerusakan sel bakteri asam laktat yang diakibatkan karena perlakuan pengolahan dapat menyebabkan tidak berfungsinya produk tersebut sebagai probiotik. Disisi lain, penyimpanan kultur dalam keadaan segar tidak dapat dilakukan untuk jangka waktu yang lama. Dengan demikian perlu suatu metode pengawetan (preservasi) bakteri asam laktat yang dapat mempertahankan viabilitasnya. Proses preservasi merupakan salah satu tahapan untuk mempertahankan sifat-sifat dan keunggulan dari suatu isolat bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai probiotik. Enkapsulasi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan viabilitas probiotik dan melindungi probiotik dari kerusakan akibat kondisi
3
lingkungan yang tidak menguntungkan seperti asam lambung dan garam empedu (Wu et al. 2000). Di Indonesia, bakteri asam laktat digunakan untuk kultur starter ataupun produk probiotik. Kultur bakteri asam laktat biasanya disimpan dalam bentuk beku atau kering. Pada proses penyimpanan kultur bakteri dapat mengalami penurunan viabilitas akibat kematian sel, perubahan sifat genetik bahkan kemungkinan kehilangan sifat-sifat potensialnya. Untuk mendapatkan kultur probiotik bakteri asam laktat yang mengandung sel hidup dalam jumlah tinggi dan tahan lama maka dapat diawetkan dengan cara pengeringan semprot (spray drying), pembekuan (freezing) dan pengeringan beku (freeze drying) (Fu & Etzel 1995). Pengeringan beku (freeze drying) merupakan teknik yang umumnya digunakan untuk mempertahankan atau mengawetkan kultur dan untuk produksi konsentrat kultur starter. Adanya komponen terlarut yang cocok dalam medium pengeringan dapat meningkatkan ketahanan mikroba terhadap proses pengeringan tersebut. Nuraida et al. (1995) dan Harmayani et al. (2001) menyatakan bahwa penggunaan teknik pengawetan yang tepat seperti oven vakum, pengeringan semprot (spray drying) dapat mempertahankan viabilitas sel bakteri. Pengawetan kultur starter yoghurt dengan menggunakan oven vakum diperoleh hasil penurunan jumlah sel dari 108 koloni/g menjadi 107 koloni/g (Nuraida et al. 1995). Pada penelitian yang dilakukan oleh Harmayani et al. (2001) menunjukkan bahwa pengawetan kultur Lactobacillus sp dengan metode pengering semprot diperoleh hasil penurunan jumlah sel dari 109 cfu/ml menjadi 108 cfu/g sedangkan dengan pengeringan beku diperoleh penurunan sel dari 1013 cfu/g menjadi 1011 cfu/g. Pada proses pengeringan kultur bakteri berarti akan terjadi perubahan kondisi kultur dari fase cair menjadi fase padat (bentuk kering). Hal ini akan berpengaruh terhadap sifat-sifat kultur yang dimiliki. Kultur bakteri asam laktat akan kehilangan air yang cukup banyak di dalam sel sehingga proses metabolisme dan aktivitas seluler berhenti atau sel berada pada masa istirahat (dorman), namun resistensi bakteri asam laktat terhadap proses pengeringan beku tergantung pada strain bakteri asam laktat dan kondisi kultur sebelum dibekukan, cara pemanenan,
4
formulasi medium pembekuan, kondisi pembekuan dan kondisi pengeringan beku (Fonseca et al. 2006). Kemampuan bakteri asam laktat untuk bertahan terhadap proses pengeringan beku sangat penting untuk mempertahankan karakteristik bakteri asam laktat pada proses fementasi serta untuk mempertahankan karakteristik probiotik sedangkan respon bakteri asam laktat terhadap proses pengeringan beku sangat bervariasi diantara spesies bakteri asam laktat. Kerusakan sel bakteri asam laktat akibat proses pengeringan beku dapat diminimumkan dengan penambahan bahan pelindung tertentu sebelum proses pembekuan dan pengeringan beku dilakukan (Tamime 1981). Enkapsulasi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan viabilitas probiotik dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti asam lambung dan garam empedu (Wu et al. 2000). Lingkungan penyimpanan berpengaruh terhadap kerusakan kultur sel. Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan akan mempengaruhi ketahanan kultur sel. Enkapsulasi Lactobacillus acidophilus R0052 dapat menghasilkan viabilitas sel dari 9,1 x 109 cfu menjadi 5,3 x 109 pada hari ke 50 pada penyimpanan 4oC dengan kelembaban (RH 75) (Siuta-Cruce & Goulet 2001). Untuk melengkapi informasi yang akan mendasari penggunaan bakteri asam laktat asal ASI yang secara in vitro telah mampu menunjukkan kemampuannya sebagai probiotik maka perlu juga diketahui viabilitas dan ketahanannya terhadap proses pengeringan beku (freeze drying). Untuk menekan kerusakan karena proses pengeringan beku maka perlu di cari bahan pelindung (kriogenik) yang dapat menekan sekecil mungkin penurunan mutu kultur kering beku yang dihasilkan dan stabilitas kultur kering beku selama penyimpanan pada RH tertentu yang dapat mempertahankan viabilitasnya.
5
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh isolat ASI yang memiliki ketahanan
terbaik
terhadap
proses
pengeringan
beku
(freeze
drying),
mengidentifikasi jenis bahan pelindung (kriogenik) yang dapat mempertahankan viabilitas isolat asal ASI selama proses pengeringan beku (freeze drying) dan mengevaluasi stabilitas kultur kering bakteri asam laktat selama penyimpanan serta melakukan pendugaan umur simpan kultur kering beku isolat asal ASI.
Hipotesis Spesies dan strain bakteri asam laktat yang berbeda akan memiliki ketahanan yang berbeda terhadap proses pengeringan beku. Penggunaan bahan pelindung (kriogenik) dapat meningkatkan ketahanan kultur yang berasal dari ASI terhadap proses pengeringan beku dan melindungi sel terhadap pH rendah dan garam empedu 0,5%. Penyimpanan kultur kering beku pada RH rendah akan mampu memperpanjang umur simpan lebih lama sedangkan viabilitas kultur bakteri asam laktat selama penyimpanan dapat mengalami penurunan.
Perumusan Masalah Pengawetan kultur dengan proses pembekuan dan pengeringan dapat menurunkan viabilitas yang mengakibatkan perubahan sifat fungsional kultur bakteri asam laktat. Oleh karena itu perlu dicari suatu metode pengawetan yang dapat meminimalkan kerusakan sel dan mempertahankan sifat fungsionalnya. Viabilitas kultur akan menurun selama proses penyimpanan karena pengaruh lingkungan. Oleh karena itu perlu dicari kondisi penyimpanan yang dapat mempertahankan viabilitas kultur bakteri asam laktat.
6
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi tentang viabilitas kultur bakteri asam laktat yang berasal dari ASI selama proses pengeringan beku. 2. Mengetahui berbagai jenis bahan pelindung (kriogenik) yang berpengaruh terhadap viabilitas sel selama proses pengeringan beku (freeze drying). 3. Memberikan informasi tentang pengaruh kelembaban terhadap viabilitas sel selama penyimpanan dimana selanjutnya dapat digunakan untuk menduga umur simpan kultur kering beku bakteri asam laktat.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat merupakan bakteri gram positif, bersifat anaerob aerotoleran, tahan asam, fermentatif, berbentuk batang dan bulat, habitatnya harus kaya nutrisi (fastidious), komposisi basa nitrogen DNA kurang dari 50% mol G + C (Axelsson 2004; Adam & Moss 1995). Bakteri tersebut umumnya bersifat katalase negatif tetapi kadang-kadang terdeteksi katalase semu pada kultur yang ditumbuhkan pada konsentrasi gula rendah. Pertumbuhannya membutuhkan karbohidrat yang dapat difermentasi (Pot et al. 1994). Bakteri asam laktat secara alami dapat berasal dari saluran pencernaan manusia, produk-produk susu dan permukaan tanaman tertentu. Beberapa spesies bakteri asam laktat dapat digunakan secara komersial untuk memproduksi susu fermentasi dan produk-produk daging. Menurut Hayakawa (1992), bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang menguntungkan yang dapat memfermentasi gula sebagai sumber energi untuk memproduksi asam laktat dalam jumlah besar dan jika memecah protein, tidak membentuk senyawa putrefaktif (senyawa yang berbau busuk). Dalam produk pangan umumnya bakteri asam laktat tidak berbahaya dan memenuhi status GRAS (Generally Recognized As Safe). Bahkan bakteri ini dapat memberi efek bermanfaat bagi manusia karena komponen metabolit yang dihasilkannya dapat menghambat bakteri enterik patogen, mengatasi masalah lactose
intolerance,
menurunkan
kadar
kolesterol,
antimutagenik
dan
antikarsinogenik serta memperbaiki sistem kekebalan tubuh (Surono 1998). Pada awalnya, bakteri asam laktat dibedakan menjadi 4 genus yaitu Lactobacillus, Leuconostoc, Streptococcus dan Pediococcus, dimana didasarkan pada ciri morfologi, tipe fermentasi, perbedaan tumbuh pada suhu tertentu, konfigurasi produksi asam laktat (D-asam laktat atau L-asam laktat), kemampuan tumbuh pada konsentrasi garam tinggi dan kemampuan toleransinya terhadap asam dan basa. Klasifikasi bakteri asam laktat selanjutnya berkembang
8
berdasarkan perbedaan komposisi asam lemak pada membran sel, motilitas, urutan rRNA dan persentase guanin dan sitosin (% G dan % C) pada DNA (Pot et al. 1994). Genus Lactobacillus berkembang menjadi Lactobacillus dan Carnobacterium,
genus
Streptococcus
berkembang
menjadi
4
yaitu:
Streptococcus, Lactococcus, Vagococcus dan Enterococcus. Genus Pediococcus berkembang menjadi Pediococcus, Tetragenococcus dan Aerococcus sedangkan pada genus Leuconostoc tidak mengalami perubahan. Menurut Fardiaz (1989), klasifikasi bakteri asam laktat yang tidak kalah penting adalah kemampuan dalam memfermentasi glukosa yang dibedakan menjadi
homofermentatif
dan
heterofermentatif.
Bakteri
asam
laktat
homofermentatif dapat mengubah keseluruhan glukosa menjadi asam laktat sedangkan bakteri asam laktat heterofermentatif mempunyai kemampuan untuk memfermentasikan glukosa menjadi asam laktat, etanol/asam asetat dan CO2. Bakteri asam laktat homofermentatif sering digunakan dalam pengawetan pangan karena produksi asam laktat dalam jumlah besar dan mampu menghambat bakteri penyebab kerusakan pada bahan pangan sedangkan bakteri asam laktat heterofermentatif lebih banyak dimanfaatkan dalam pembentukan flavor dan komponen aroma seperti asetaldehid dan diasetil. Namun kedua jenis bakteri asam laktat tersebut tetap memiliki kemampuan untuk menghasilkan asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin (Gomes & Malcata 1999). Tabel 1. Karakteristik tiga grup genus Lactobacillus Grup I: Grup II: Karakteristik Obligat Fakultatif homofermentatif heterofermentatif Fermentasi pentosa + CO2 dari Glukosa CO2 dari Glukonat +a Aldolase + + Fosfoketolase +b Spesies L. casei L. acidophilus L. curvatus L. delbrueckii L. plantarum L. helveticus L. sake L. salivarius Keterangan: a : pada saat fermentasi b : induksi oleh pentosa Sumber : Axelsson (2004) diacu dalam Salminen et al. (2004)
Grup III: Obligat heterofermentatif + + +a + L. brevis L. buchneri L. fermentum L. reuteri
9
Bakteri asam laktat mempunyai aktivitas antimikroba berupa produk asam organik (asam laktat, asam format dan asam asetat), diasetil, hidrogen peroksida, karbondioksida dan bakteriosin (Larsen et al. 1993; De Vuyst & Vandamme 1994). Menurut Ouwehand diacu dalam Salminen dan Wright (2004), asam organik (asam laktat dan asam asetat) menyebabkan penurunan pH sitoplasma yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini disebabkan akumulasi anion yang terbentuk menyebabkan penurunan laju sintesis makromolekul dan mempengaruhi
perpindahan
senyawa
melalui
membran
sel.
Golongan
Bifidobacterium memiliki % mol G + C diatas 55 %, walaupun % G + C-nya berbeda dengan bakteri asam laktat namun karena memiliki sifat fungsional yang sama dengan bakteri asam laktat maka seringkali dimasukkan sebagai bakteri asam laktat.
Peranan Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi Bakteri asam laktat mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses fermentasi pangan. Fermentasi makanan yang melibatkan bakteri asam laktat merupakan salah satu cara untuk mengawetkan makanan. Hal ini disebabkan karena bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dan berbagai senyawa metabolit yang bersifat sebagai antimikroba. Bakteri asam laktat menjadi penting dalam pengolahan makanan karena kemampuannya memproduksi berbagai macam senyawa yang berperan terhadap flavor, warna, tekstur dan konsistensi makanan fermentasi yang dihasilkan (Surono 2004). Makanan fermentasi memiliki citarasa yang lebih enak dibandingkan dalam bentuk segarnya dan mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi pula karena umumnya lebih mudah dicerna karena telah mengalami penguraian selama proses fermentasi. Istilah bakteri asam laktat pertama kali dikenal sebagai organisme pengasam susu. Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei yang terdapat pada produk susu fermentasi merupakan galur bakteri asam laktat pertama yang digunakan sebagai probiotik (Tannock 1999). Sejak tahun 1920 di Jepang, produk-produk fermentasi yang mengandung mikroba probiotik untuk konsumsi
10
manusia telah banyak dipasarkan. Produk-produk probiotik yang ada saat ini tidak hanya dalam bentuk makanan dan minuman tetapi juga dalam bentuk tablet atau kapsul. Bentuk produk probiotik yang banyak ada pada saat ini seperti susu terfermentasi, makanan bayi, susu formula untuk bayi, produk minuman buah, produk serealia dan farmasetikal (tablet dan kapsul) (Donohue et al. 1998). Konsumsi produk pangan yang mengandung kultur bakteri probiotik dapat menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan, menekan jumlah bakteri yang merugikan dan mengembalikan mekanisme pertahanan alami tubuh (Dunne 2001; Gismondo et al. 1999). Peranan utama bakteri asam laktat adalah sebagai kultur starter dalam produk-produk yang melibatkan proses fermentasi untuk memperoleh produk akhir dengan tingkat konsistensi yang tinggi. Selain itu juga dapat mempunyai efek untuk mengawetkan produk fermentasi yang diinginkan. Bakteri asam laktat homofermentatif sering digunakan sebagai pengawet pada makanan karena dapat menghasilkan asam laktat dalam jumlah yang lebih banyak dan mampu menghambat bakteri penyebab kebusukan pada makanan dan bakteri patogen lainnya sedangkan bakteri asam laktat yang bersifat heterofermentatif lebih ditujukan pada pembentukan flavor dan komponen aroma seperti asetaldehid dan diasetil (Axelsson 2004 diacu dalam Salminen et al. 2004). Produk makanan fermentasi yang melibatkan bakteri asam laktat dikelompokkan menjadi dua yaitu produk fermentasi susu dan produk fermentasi non-susu. Lactobacillus banyak digunakan pada produk makanan fermentasi seperti produk-produk susu fermentasi (yogurt, keju, yakult), produk fermentasi daging (sosis fermentasi), serta produk fermentasi sayuran (pikel dan sauerkraut). Lactobacillus berkontribusi untuk pengawetan, ketersediaan nutrisi dan flavor pada produk fermentasi tersebut. Chateau et al. (1993) diacu dalam Meutia (2003) menyatakan bahwa galur murni Lactobacillus sp. yang diisolasi dari produk probiotik komersial mampu menghambat L. monocytogenes, E. coli, S. typhimurium dan S. enteritidis. Sifat antimikroba patogen yang dimiliki oleh bakteri asam laktat disebabkan oleh sifatnya yang cocok dengan nutrisi yang tersedia sehingga lebih unggul dalam berkompetisi dengan mikroba patogen. Disamping itu bakteri asam laktat juga menghasilkan metabolit seperti asam
11
organik, H2O2, bakteriosin dan dapat menstimulir sistem kekebalan tubuh (Surono 1997). Pediococci merupakan bakteri asam laktat yang berbentuk bulat dan termasuk bakteri gram positif, bersifat homofermentatif. Pediococci memegang peranan penting pada teknologi pangan. Karakteristik utama yang membedakan spesies pada Pediococcus adalah kemampuannya memfermentasikan gula, kemampuan menghidrolisis arginin, pertumbuhan pada pH yang berbeda (pH 7,0 dan pH 4,5), serta konfigurasi asam laktat yang dihasilkan. Beberapa spesies Pediococcus memiliki pengaruh negatif pada industri pangan, contohnya P. damnosus yang memiliki pengaruh buruk pada industri bir dimana bakteri ini dapat menghasilkan diacetyl atau membentuk acetoin yang dapat menimbulkan rasa asam. Namun disisi lain ada beberapa spesies Pediococcus yang mempunyai pengaruh positif seperti P. acidilactici dan P. pentocaseus dapat digunakan sebagai kultur starter pada proses pembuatan sosis dan sebagai inokulan silase. Pediococci juga berperan penting pada proses pematangan keju (Axelsson 2004). Spesies Pediococcus yang paling sering digunakan dalam industri adalah Pediococcus pentosaceus dan Pediococcus acidilactici, yang digunakan sebagai kultur starter pada proses fermentasi daging dan sayur (Baliarda et al. 2002). Pediococcus pentosaceus biasanya dihubungkan dengan makanan tradisional seperti fermentasi maizena (kenkey) (Halm et al. 1993; Olsen et al. 1995) dan roti (Gassem 1999 diacu dalam Baliarda et al. 2002). Strain ini juga memiliki peran dalam proses pematangan keju (Bhowmik & Marth 1990 diacu dalam Baliarda et al. 2002). Lactobacillus brevis merupakan bakteri asam laktat yang berbentuk batang. Di dalam Bergey’s Manual for Determinative Bacteriology (1974) disebutkan bahwa Lactobacillus brevis hidup dalam bentuk tunggal atau rantai pendek, berukuran diameter 0,7 – 1,0 μm dan panjang 2,0 – 4,0 μm, bersifat nonmotil.
Lactobacillus
brevis
bersifat
obligat
heterofermentatif,
dapat
menghasilkan asam asetat, CO2 dan etanol dari fermentasi karbohidrat (Axelsson 2004 diacu dalam Salminen et al. 2004). Suhu optimum pertumbuhan Lactobacillus brevis sekitar 30oC, dapat tumbuh pada pH rendah namun
12
ketahanannya tergantung pada jenis asam. Pada asam laktat hanya tahan serendahrendahnya pada pH 3,7 (Juven 1976 diacu dalam ICMFS 1980). Pada industri pangan, Lactobacillus brevis berperan pada tahap kedua fermentasi sayuran seperti asinan, pikel ketimun dan kol (Stamer 1983), fermented olive (Diez 1983), pembuatan kefir (Bottazi 1983) dan dalam pembentukan flavor pada minuman anggur (Ribereau-Gayon et al. 1979 di acu dalam LafonLafourcade 1983). Lactobacillus brevis dalam jumlah berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada anggur dan bir karena membentuk kekeruhan dan aroma yang tidak disukai demikian pula pada sari buar (Stamer 1979). Sedangkan pada keju, jumlah Lactobacillus brevis yang berlebihan akan membentuk gelembung gas yang tidak diinginkan akibat produksi CO2 (Wibowo 1989)
Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik Probiotik adalah pangan mengandung mikroorganisme hidup yang secara aktif meningkatkan kesehatan dengan cara memperbaiki keseimbangan flora usus jika dikonsumsi dalam keadaan hidup dalam jumlah yang memadai (Fuller 1989). FAO dan WHO (2001) mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme hidup (bakteri atau khamir) yang apabila dikonsumsi atau digunakan dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan kesehatan yang mengkonsumsinya. Pada awalnya, definisi probiotik digunakan pada pemberian pakan ternak yang disuplementasi dengan mikroba untuk membantu hewan ternak khususnya dalam saluran pencernaannya. Dalam perkembangannya banyak dilakukan penelitian mengenai mekanisme
probiotik
dengan
menggunakan
hewan
percobaan
untuk
diekstrapolasikan pada manusia (Pessi et al. 1998; Fuller 1999). Menurut Shortt (1999), untuk dapat berfungsi sebagai isolat probiotik maka bakteri asam laktat harus memenuhi persyaratan antara lain: 1. Stabil terhadap asam lambung sehingga mampu bertahan dan hidup selama melalui lambung dan usus. 2. Stabil terhadap garam empedu dan mampu bertahan hidup selama berada pada bagian atas usus kecil.
13
3. Memproduksi senyawa antimikroba seperti asam laktat, hidrogen peroksida dan bakteriosin. 4. Mampu menempel dan mengkolonisasi sel usus manusia. Hal ini akan mampu meningkatkan kompetisi dengan mikroba patogen dan penyebab karsinogen. 5. Tumbuh baik dan berkembang dalam saluran pencernaan. Pada beberapa genus lactobacili dan bifidobakteria dapat tumbuh baik pada saluran pencernaan tanpa adanya oksigen. 6. Aman digunakan oleh manusia. Pengujian secara in vivo merupakan salah satu indikator bahwa probiotik tersebut dapat dikonsumsi oleh manusia. 7. Tahan terhadap mikrobisida dan spermisidal vaginal. Sifat ini diperlukan untuk probiotik yang ditujukan untuk mengobati infeksi saluran urinovaginal. 8. Koagregasi membentuk lingkungan mikroflora yang normal dan seimbang, koagregasi juga mencerminkan kemampuan interaksi antar kultur untuk saling menempel. Bakteri asam laktat yang tergolong probiotik memiliki dinding sel muramylpeptidase (strain Lactobacillus) yang memiliki efek pirogenik dan antitumor, layaknya strain bakteri lainnya, strain probiotik ini memiliki endotoxic lipopolysakarida, peptidoglikan, lipotheichoic acid yang berguna sebagai imunomodulator (Anonim 2008). Bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai probiotik harus tahan terhadap asam lambung dan garam empedu. Hal ini disebabkan karena bila isolat bakteri asam laktat masuk ke dalam saluran pencernaan manusia, maka isolat tersebut harus mampu bertahan dari pH asam lambung untuk mencapai usus. Mitsuoka (1989) melaporkan bahwa pada pH lambung manusia dalam keadaan kosong (tanpa makanan) berkisar antara 3,0 – 3,5. Asam lambung terdiri atas air (97- 99%), musin (lendir) serta garam anorganik, enzim pencernaan (pepsin dan renin) dan lipase. Waktu yang diperlukan mulai saat bakteri masuk sampai keluar dari lambung sekitar 90 menit (Chou & Weimer 1999). Jadi isolat bakteri asam laktat yang digunakan sebagai probiotik harus mampu bertahan dalam keadaan asam di lambung selama sedikitnya 90 menit. Conway et al. (1987) diacu dalam Lick et al. (2001)
14
menyatakan bahwa secara in vitro Lactobacillus gasseri dan Lactobacillus acidophilus memiliki ketahanan terhadap asam lambung yang lebih baik dibandingkan dengan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, sedangkan Streptococcus thermophilus memiliki ketahanan yang sangat rendah. Pertahanan utama sel bakteri terhadap lingkungannya adalah dengan membran seluler yang terdiri atas struktur lemak dua lapis. Bila sel bakteri terpapar pada kondisi yang sangat asam, maka membran sel dapat mengalami kerusakan dan menyebabkan kehilangan komponen-komponen intraseluler seperti Mg, K, lemak dan biasanya kerusakan ini dapat menyebabkan kematian pada sel. Kondisi ini dapat dideteksi dengan cara mengukur konsentrasi komponen intraseluler yang keluar dari dalam sel. Ketahanan bakteri asam laktat yang cukup tinggi terhadap asam lambung disebabkan karena kemampuannya untuk mempertahankan pH sitoplasma lebih basa dari pada pH ektraseluler. Menurut Siegumfeldt et al. (2000), pada bakteri asam laktat terjadi perubahan pH intraseluler secara dinamis seiring dengan terjadinya penurunan pH ekstraseluler sehingga tidak terjadi gradien proton yang besar. Gradien proton yang besar tidak menguntungkan bagi bakteri asam laktat karena gradien proton yang besar memerlukan banyak energi. Selain itu dapat juga menyebabkan terjadinya akumulasi anion, asam organik dalam sitosol yang bersifat toksik bagi sel itu sendiri. Ketahanan bakteri asam laktat yang akan digunakan sebagai probiotik terhadap garam empedu merupakan syarat penting yang harus dipenuhi. Lactobacillus merupakan mikroflora alami pada saluran pencernaan manusia dan mempunyai ketahanan yang bervariasi terhadap garam empedu. Garam empedu disintesis dalam hati dari kolesterol yang menghasilkan senyawa asam empedu primer. Asam empedu ini berkonjugasi dengan glisin dan taurin dan disekresikan ke dalam kantong empedu sebagai asam empedu terkonjugasi. Asam empedu di dalam kantung empedu dilepaskan ke dalam lumen duodenum dalam bentuk misel dengan asam lemak dan gliserol yang dihasilkan oleh pencernaan lipase pankreatik. Sekresi asam empedu ke dalam usus kecil manusia setiap hari berfungsi untuk membantu absorpsi lemak pada makanan, kolesterol, vitamin yang larut
15
lemak (hidrofobik) dan senyawa larut lemak yang lain. Asam empedu terkonjugasi akan diserap dari usus kecil (sekitar 97 %) dan dikembalikan ke dalam hati sedangkan sebagian kecil (250 – 400 mg) yang tidak terserap akan hilang dari tubuh manusia sebagai asam empedu bebas di feses. Mekanisme penyerapan, sintesis kembali dan sekresi asam empedu di usus halus dan usus besar dikenal sebagai sirkulasi hepatik (Surono 2004). Beberapa
jenis
Lactobacillus
mempunyai
enzim
yang
dapat
menghidrolisis garam empedu yaitu bile salt hydrolase (BSH). Enzim ini mampu mengubah kemampuan fisik-kimia yang dimiliki oleh garam empedu sehingga menjadi bersifat tidak beracun bagi bakteri asam laktat (Smet et al. 1995). Semakin tinggi konsentrasi garam empedu akan mempengaruhi jumlah bakteri asam laktat dimana jumlahnya akan semakin menurun (Ngatirah et al. 2000; Kusumawati 2002). Hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan aktivitas enzim
β-galaktosidase
terhadap
garam
empedu
sehingga
meningkatkan
permeabilitas membran sel. Peningkatan permeabilitas membran sel dapat meningkatkan keluarnya materi intraseluler dari dalam sel dan bila terus terjadi dapat menyebabkan lisis pada sel bakteri. Bakteri asam laktat yang bersifat paling resisten terhadap garam empedu terdapat pada bagian atas usus halus (jejunum). Menurut Ray (1996) dan Drouault et al. (1999) bahwa jumlah bakteri asam laktat yang terdapat pada jejunum lebih rendah dibandingkan pada bagian ileum, caecum dan kolon seperti terlihat pada Tabel 2. Hal ini disebabkan karena konsentrasi garam empedu pada bagian jejunum paling tinggi dari pada bagian ileum dimana karena lokasinya paling dekat bila garam empedu masuk ke dalam saluran usus. Wirawati (2002) melaporkan bahwa ketahanan isolat bakteri asam laktat yang berasal dari tempoyak terhadap garam empedu 0,3% berkisar antara 34,8 – 100 %. Pada kisaran tersebut diketahui bahwa isolat bakteri asam laktat relatif tahan terhadap garam empedu bahkan untuk isolat L. plantarum To 8 tidak menunjukkan adanya penurunan selama inkubasi 24 jam.
16
Tabel 2. Populasi kelompok bakteri utama pada usus manusia (Ray 1996) Jumlah bakteri (log 10 CFU/ml) Kelompok Bakteri Jejunum Ileum Kolon Feses Lactobacillus Gram positif, tidak berspora, anaerob Enterococcus Bacteroides Enterobacteriaceae
3 2 3 3 3
5 2 5 3 4
6 5 7 7 6
6 6 7 9 8
Salah satu kegunaan probiotik adalah untuk menurunkan jumlah patogen dan bakteri yang membahayakan. Penurunan jumlah bakteri patogen oleh probiotik mempunyai beberapa mekanisme yaitu: memproduksi komponen antimikroba seperti asam laktat, hidrogen peroksida dan bakteriosin, selain itu juga bakteri asam laktat akan berkompetisi untuk memperoleh nutrisi dan berkompetisi untuk mendapatkan daerah kolonisasi, peningkatan produksi lendir/mucus pada usus (Salminen & Wright 2004). Pada tubuh yang sehat, mukosa usus berfungsi sebagai barrier yang dapat mencegah penetrasi bakteri dan meskipun bakteri berpenetrasi, mekanisme pertahanan tubuh akan segera membunuhnya. Bakteri asam laktat yang banyak digunakan sebagai probiotik adalah bakteri asam laktat yang biasa ditemukan pada saluran pencernaan manusia karena populasi yang besar dari bakteri ini pada saluran pencernaan secara umum dianggap sebagai indikator mikrobiota yang sehat (Meutia 2003). Bakteri asam laktat dari genus Bifidobacterium, Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus reuteri merupakan mikroba alami saluran pencernaan manusia. Bakteri asam laktat terutama dari kelompok Lactobacillus dan Bifidobacterium telah digunakan sebagai probiotik dalam produk pangan, namun demikian tidak seluruh Lactobacillus memiliki fungsi sebagai probiotik. Beberapa bakteri asam laktat yang digunakan sebagai probiotik antara lain Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus
amylovorous,
Lactobacillus
casei,
Lactobacillus
crispatus,
Lactobacillus delbrueckii, Lactobacillus gasseri, Lactobacillus johnsonii, Lactobacillus paracasei, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus reuteri dan Lactobacillus rhamnosus (Mäkinen & Bigret 2004 diacu dalam Salminen et al. 2004).
17
Beberapa isolat lokal juga telah di isolasi dan dipilah untuk tujuan probiotik, diantaranya adalah Lactobacillus F1 dan Lactobacillus G3 yang diisolasi dari feses bayi dan diketahui memiliki sifat-sifat sebagai probiotik (Evanikastri 2003). Isolat bakteri asam laktat yang berhasil diisolasi dari dadih, makanan tradisonal dari Bukittinggi yang dibuat dari susu kerbau juga diketahui memiliki sifat sebagai probiotik diantaranya adalah Lactococcus lactis subsp lactis R-22, Leuconostoc paramesenteroides R-51, Lactobacillus casei subsp casei R-52 dan Leuconostoc paramesenteroides R-62 (Nurani 2002). Bakteri asam laktat sebelum diklaim memiliki peranan sebagai bakteri probiotik yang aman harus melalui berbagai uji keamnan dan studi secara klinis. Standar produk probiotik harus berdasarkan petunjuk (guideline) sebelum produk tersebut dipasarkan, kultur bakteri yang digunakan harus diuji kualitas dan kelayaknnya (Reid et al. 2003). Strain bakteri yang akan digunakan harus dapat diidentifikasikan berdasarkan genus dan spesiesnya selanjutnya nomenklatur dari bakteri tersebut harus dilaporkan dan didaftarkan pada daftar nama bakteri (Approved List of Bacterial Names). Selanjutnya strain bakteri tersebut harus diuji secara in vivo untuk mengetahui fungsi mikroorganisme tersebut di dalam tubuh dan secara in vitro untuk mengetahui pertahanan mikroorganisme itu terhadap pemakai. Kriteria keamanan bakteri yang diklaim memilki sifat probiotik diketahui melalui serangkaian pengujian yang meliputi: resistensi antibiotik, aktivitas metabolisme, produksi toksin, aktivitas hemolisis, infeksi terhadap hewan immunocompromissed, efek samping terhadap manusia, insiden lain terkait konsumen (Anonim 2008). Berdasarkan standar Codex, jumlah bakteri yang terkandung pada kultur starter dalam berbagai produk fermentasi (probiotik) seperti susu fermentasi, yoghurt, kultur yoghurt, susu acidophilus, kefir, kumys adalah minimal 107 cfu/g (CODEX 2003). Di Indonesia pengaturan jumlah bakteri yang berperan sebagai probiotik belum ada secara tertulis namun produk probiotik dimasukkan dalam salah satu jenis pangan fungsional yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan kepala BPOM RI (BPOM 2005).
18
Isolat Bakteri Asam Laktat Asal Air Susu Ibu (ASI) Air susu ibu (ASI) merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, mudah dicerna, praktis, ekonomis dan memiliki komposisi zat gizi yang ideal, sesuai dengan kebutuhan dan pencernaan bayi (Siregar 2004). Air susu ibu merupakan faktor utama dalam permulaan dan perkembangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan bayi. Bayi yang menyusui dengan perkiraan konsumsi ASI sebanyak 800 ml/hari akan mengkonsumsi bakteri komensal sekitar 1 x 105 – 1 x 107 koloni selama menyusui. Komposisi bakteri pada feses bayi merefleksikan komposisi bakteri pada air susu ibu (Martin et al. 2005). Kolostrom merupakan ASI yang keluar sejak hari pertama ibu melahirkan sampai hari ketujuh (bisa juga mencapai hari ke-10). Dalam kolostrom banyak mengandung zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh bayi, salah satunya adalah faktor bifidus yaitu sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen dan dapat menunjang pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus (Worthington & Robert 1993). Menurut Ballongue (2004) diacu dalam Salminen et al. (2004), ditemukan strain B. bifidum (yang kemudian dikenal sebagai Lactobacillus bifidus) dalam ASI khususnya karena keberadaan N-acetylglucosamine. Pengetahuan tentang bakteri komensal dan bakteri yang berpotensi sebagai probiotik pada air susu ibu masih sangat terbatas namun bakteri yang umum diisolasi dari air susu ibu (ASI) meliputi: staphylococci, streptococci, micrococci, lactobacilli dan enterococci (Martin et al. 2005). Penelitian tentang bakteri asam laktat yang mempunyai peranan sebagai probiotik telah banyak dilakukan dan dievaluasi. Kultur Lactobacillus yang dipelajari banyak diisolasi dari manusia dan makanan tradisional. Nuraida et al. (2007) melakukan penelitian terhadap isolat klinis bakteri asam laktat yang diisolasi dari Air Susu Ibu (ASI). Isolat-isolat yang diisolasi dari air susu ibu memiliki potensi sebagai probiotik. Isolat
tersebut diantaranya adalah
Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus rhamnosus R21 dan Lactobacillus brevis A17. Karakteristik
probiotik
isolat
tersebut
yang
dievaluasi
meliputi:
kemampuan tumbuh pada pH rendah dan ketahanan terhadap garam empedu.
19
Pediococcus pentosaceus A16 merupakan bakteri asam laktat yang berbentuk bulat (coccus), gram positif, homofermentatif, bersifat katalase negatif. Lactobacillus rhamnosus R21 merupakan bakteri asam laktat yang berbentuk batang pendek, gram positif, bersifat katalase negatif, mampu tumbuh pada suhu 10oC, 15oC dan optimal tumbuh pada suhu 45oC, tidak menghasilkan CO2 dari fermentasi glukosa, tidak menghasilkan dekstran dari fermentasi sukrosa sehingga tergolong sebagai bakteri asam laktat homofermentatif. Lactobacillus brevis A17 merupakan bakteri asam laktat yang berbentuk batang pendek, gram positif, bersifat katalase negatif, mampu tumbuh pada suhu 10oC, 15oC dan optimal tumbuh pada suhu 45oC, mempunyai sifat dapat menghasilkan CO2 dari fermentasi
glukosa
sehingga
digolongkan
sebagai
bakteri
asam
laktat
heterofermentatif. Lactobacillus rhamnosus R21 memiliki ketahanan yang baik terhadap kondisi asam (pH 2) dimana terjadi penurunan log < 1 dan juga tahan pada kondisi garam empedu 0,5 % dengan penurunan jumlah bakteri sebesar 2,23 log cfu/g (Nuraida et al. 2007). Martin et al. (2005) juga telah berhasil mengisolasi bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai probiotik dari ASI yaitu Lactobacillus gaserii CECT5714, Lactobacillus gaserii CECT5715 dan Lactobacillus fermentum CECT5716, dimana ketiga isolat ini diketahui memiliki potensi sebagai probiotik yang tidak berbeda dengan strain bakteri asam laktat yang umumnya digunakan pada produk probiotik seperti Lactobacillus rhamnosus GG, Lactobacillus casei imunitas
dan
Lactobacilus
johnsonii
La1.
Beberapa
hasil
penelitian
mengindikasikan bahwa bakteri asam laktat pada air susu ibu awalnya berasal dari mikroorganisme pada saluran pencernaan ibu menyusui melalui jalur endogenus. Bakteri non invasif dapat menyebar ke lokasi yang lain karena adanya sirkulasi limposit di antara mukosal yang dihubungkan dengan sel jaringan lymphoid. Bakteri yang distimulasi oleh sel dendritik dapat berpindah dari mukosa intestinal untuk berkolonisasi diatas permukaan mukosa seperti pada saluran pernafasan, saluran genitourinari, salivari, kelenjar air mata dan kelenjar air susu ibu. Selama masa menyusui, kolonisasi bakteri pada kelenjar air susu ibu diseleksi oleh sel sistem imun dengan menggunakan hormon laktogenik dan proses penyeleksian ini
20
yang memegang peranan dan bertanggung jawab terhadap komposisi bakteri pada air susu ibu (Martin et al. 005).
Pengawetan Kultur Bakteri Asam Laktat Pengawetan kultur bakteri telah banyak dilakukan baik dengan cara konvensional
maupun
dengan
teknologi
modern.
Tujuan
dilakukannya
pengawetan mikroba pada dasarnya adalah: 1) tujuan taksonomi, dimana mikroba diperlukan sebagai bahan acuan ”perpustakaan” strain dengan karakteristik yang spesifik baik untuk tujuan identifikasi maupun pengajaran. 2) tujuan penelitian, dimana mikroba diperlukan oleh para peneliti untuk melakukan penelitianpenelitian di berbagai bidang baik bidang pangan, kesehatan maupun pertanian. 3) tujuan industri, mikroba mempunyai potensi untuk dimanfaatkan di bidang industri dan untuk menjaga agar potensi ini tetap stabil maka diperlukan penyimpanan yang baik (Novelina 2005). Pengawetan isolat bakteri yang baik tidak akan memberi hasil yang baik tanpa diikuti teknik penyimpanan yang baik. Isolat bakteri yang telah diawetkan dapat mengalami kontaminasi sehingga bakteri tersebut dapat hilang atau terdesak oleh kontaminan lain sehingga harus diisolasi dan dimurnikan kembali. Selain terkontaminasi, isolat dapat mengalami perubahan sifat genetik jika strain dipindahkan berkali-kali bahkan dapat mengalami kemungkinan kehilangan sifatsifat potensialnya. Teknik-teknik pengawetan dan penyimpanan mikroba telah banyak dilakukan dan dikembangkan. Namun untuk memilih teknik yang paling tepat dan sesuai untuk suatu mikroba merupakan hal yang tidak mudah. Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam memilih suatu metode penyimpanan kultur bakteri, diantaranya adalah: jumlah kultur, nilai ekonomis kultur, frekuensi penggunaan kultur, fasilitas yang dimiliki (peralatan dan sumber daya manusia) dan biaya. Dari sekian banyak faktor yang harus diperhatikan, hal terpenting adalah menjaga agar mikroba yang diawetkan tidak mati, tidak terkontaminasi,
21
tidak mengalami perubahan populasi dan tidak mengalami perubahan genetik (Novelina 2005). Pengawetan kultur starter terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu starter cair dengan cara menumbuhkan starter ke dalam susu skim 10 – 12%, starter kering dengan pengeringan vakum, pengering semprot dan pengering beku (freeze drying) yaitu dengan membekukan kultur starter pada suhu dibawah nol (-30 sampai -40oC) atau suhu pembekuan ultra rendah (-196oC) dalam nitrogen cair. Penggunaan jenis-jenis pengawetan kultur starter memiliki keuntungan dan kelemahan masing-masing tetapi metode pengawetan yang paling sering digunakan adalah pembekuan, pengeringan sederhana dengan oven, pengeringan dengan pengering beku dan pengeringan dengan pengering semprot (Espina & Packard 1976; Brashears & Gilliland 1995; Johnson & Etzel 1994; Nuraida et al. 1995; To & Etzel 1997; Harmayani et al. 2001). Pemilihan metode pengeringan tergantung pada beberapa faktor yaitu bentuk dari bahan pangan yang akan dikeringkan, produk hasil pengeringan yang diinginkan dan biaya pengeringan (Potter 1980). Untuk mendapatkan hasil pengawetan kultur yang paling baik biasanya dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan beku (Fu & Etzel 1995; Teixeira et al. 1995). Pengeringan Beku (Freeze Drying) Prinsip
pengawetan
kultur
mikroba
dengan
pengeringan
adalah
mengeluarkan sebagian besar air dari bahan sehingga air yang tertinggal adalah merupakan air terikat yang tidak dapat berperan untuk reaksi-reaksi kimia di dalam sel, pada saat ini semua aktivitas metabolisme dan respirasi akan berhenti (Novelina 2005). Pengeringan beku dikenal juga dengan istilah liofilisasi merupakan teknik pengeringan dimana produk dibekukan terlebih dahulu kemudian dengan menggunakan energi dalam bentuk panas dan pada tekanan yang rendah, kandungan air bahan yang berupa es akan diuapkan dengan cara sublimasi. Pengeringan beku merupakan metode pengeringan yang terbaik untuk mencegah terjadinya perubahan kimia dan meminimumkan kehilangan nutrien selama proses pengeringan berlangsung. Kultur kering beku mempunyai
22
penampakan jernih, padat dan memiliki viabilitas sel yang baik. Pengeringan beku dapat mempertahankan bentuk kaku dari bahan yang dikeringkan sehingga dapat menghasilkan produk kering yang berpori dan tidak berkerut. Produk pangan yang mengalami pengeringan beku (freeze drying) akan kehilangan air lebih dari 90 % dan karena proses pengeringan berlangsung pada suhu yang rendah maka metode pengeringan beku sangat aman sehingga dapat menghasilkan produk kering yang berkualitas tinggi dibandingkan metode pengeringan yang lain (Winarno 1993). Selama proses pengeringan beku, kandungan air bahan tidak berada dalam fase cair sehingga dapat mencegah transpor zat-zat yang dapat larut dalam air dan memperkecil terjadinya reaksi degradasi (King 1971 diacu dalam Endry 2000). Diagram fase air yang dapat menunjukkan proses pengeringan beku dapat dilihat pada Gambar 1. Proses pengeringan beku tergantung pada perbedaan tekanan uap antara lingkungan dari substansi yang sangat kering dengan es pada bagian dalam substansi yang membeku, sehingga uap air secara terus menerus ditransportasikan dari bahan pangan tetapi es pada bahan pangan tersebut tidak pernah meleleh. Hasilnya adalah permukaan bahan pangan yang tetap tegang, tidak terjadi pengkerutan selama proses berlangsung (Arsdel & Copley 1963). Produk bahan pangan ataupun kultur yang mengalami proses pengeringan beku memiliki beberapa keuntungan maupun kelemahan. Keuntungan produk kering beku antara lain: kering, stabil, menempati volume yang kecil sehingga dapat menekan biaya penyimpanan dan pengiriman. Adapun kelemahan dari proses pengeringan beku adalah membutuhkan biaya operasional mahal, biasanya diproduksi dalam skala besar. Produksi lambat/rendah karena proses pengeringan beku biasanya dengan sistem batch dan pengeringan melalui sublimasi berjalan lambat (Johnson & Etzel 1994).
23
Gambar 1. Diagram fase air (Anonim 2007) Mekanisme Proses Pengeringan Beku (Freeze Drying) Pengeringan beku terdiri dari beberapa tahapan yaitu pembekuan, sublimasi dan desorpsi air. Pembekuan dilakukan untuk memperoleh fase padat dari air dengan suhu dibawah titik tripel. Prinsip pembekuan adalah ”pengeringan sementara” sel melalui penurunan suhu sampai dibawah titik beku karena sebagian cairan sel akan keluar yang disebabkan karena adanya perbedaan tekanan osmosis akibat pembentukan kristal es dan kenaikan konsentrasi bahan terlarut di luar sel (ATCC 1997). Sifat dan konsentrasi zat terlarut yang tersuspensi pada medium akan mempengaruhi suhu awal terjadinya pembekuan. Proses pembekuan akan mulai terjadi pada suhu 0oC sampai -10oC, dimulai dari bagian medium di luar sel membentuk kristal es. Pengaruh metode pembekuan terhadap ketahanan sel berkaitan dengan suhu dan laju pembekuan yang digunakan serta jenis sel yang dibekukan. Terjadinya proses pembekuan dapat melalui dua kemungkinan yaitu: 1). Terjadinya pengeluaran air dari dalam sel dan membekukannya di luar sel (terjadi pembentukan es secara ekstraseluler). Hal ini terjadi bila kecepatan pembekuan berlangsung lambat atau permeabilitas membran sel tinggi. 2). Pembekuan cairan sel di dalam sel itu sendiri, dimana terjadi apabila kecepatan pembekuan berlangsung cepat atau permeabilitas membran sel rendah
24
sehingga cairan sel akan membeku melalui pembentukan kristal es secara intraselluler. Suhu dan kecepatan pembekuan sangat menentukan apakah cairan sel akan dibekukan secara internal atau eksternal. Metode penyimpanan juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan sel, yang disebabkan oleh pembentukan kristal es yang masih dapat terus berlangsung pada suhu dibawah suhu proses pembekuan (Smione & Brown 1991). Penurunan suhu pembekuan dari 10oC sampai 20oC dapat menyebabkan terjadinya perubahan konsentrasi larutan (terjadi kenaikan konsentrasi zat terlarut baik di dalam sel maupun di luar sel), perubahan pH dan kenaikan kelarutan gas Penurunan pH karena proses pembekuan dapat menyebabkan terjadinya pengendapan/presipitasi zat terlarut baik yang memiliki berat molekul rendah maupun berat molekul tinggi. Selain itu dapat juga menyebabkan terjadinya denaturasi makromolekul. Proses pembekuan akan menyebabkan berbagai perubahan fisik, kimiawi maupun biokimia pada sel bakteri (Ray & Speck 1973). Selama proses pembekuan kemungkinan kerusakan sel terjadi karena perbedaan sensitifitas untuk setiap jenis mikroba terhadap pembekuan, terbentuknya kristal es baik intraseluler maupun ekstraseluler dan terkonsentrasinya zat terlarut baik ekstraseluler maupun intraseluler. Kerusakan yang terjadi selama pembekuan dapat mengakibatkan perubahan morfologi sel, perubahan struktur sel, perubahan fungsi sel dan perubahan stabilitas genetik (Ray & Speck 1973). Ketahanan sel selama pembekuan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: ukuran dan tipe sel, umur sel, permeabilitas membran sel, metode penyimpanan dan metode thawing. Secara umum respon bakteri asam laktat terhadap pembekuan dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu sintesis senyawa-senyawa protein dan perubahan komposisi asam lemak pada membran (Wang et al. 2005). Namun demikian, respon ini sangat bervariasi diantara spesies bakteri asam laktat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki resistensi terhadap pembekuan. Namun demikian, upaya ini sangat tergantung pada mekanisme resistensi yang dimiliki oleh bakteri asam laktat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena
25
itu mekanisme resistensi untuk strain-strain yang berpotensi untuk digunakan dalam teknologi fermentasi dan pengembangan pangan probiotik perlu dilakukan. Perubahan komposisi asam lemak membran sel akan memperbaiki permeabilitas membran pada suhu rendah dan akhirnya mikroorganisme dapat beradaptasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio antara asam lemak jenuh dan tidak jenuh menentukan resistensi bakteri asam laktat terhadap pembekuan (Goldberg & Eshcar 1977; Beal et al. 2001; Wang et al. 2005). Jenis asam lemak yang terbentuk juga diduga mempengaruhi resistensi terhadap pembekuan. Murga et al. (2000) mengamati kenaikan C16:0 dan C18:2 pada L. acidophilus. Pada L. bulgaricus konsentrasi asam lemak C18:1 yang meningkat, sebaliknya pada laktik streptokoki konsentrasi C18:1 menurun. Dengan demikian, jelas bahwa respon yang dilakukan oleh bakteri asam laktat tergantung dari spesies atau strain. Komposisi asam lemak membran sel dipengaruhi oleh adanya senyawa tertentu dalam media. Tween 80 dan asam oleat dilaporkan dapat mempengaruhi komposisi asam lemak membran sel (Goldberg & Eshcar 1977; Beal et al. 2001; Wang et al. 2005). Sementara itu keberadaan antibiotik seperti vancomycin di dalam medium menghambat sintesis asam lemak (Goldberg & Eschar 1977). Tujuan sublimasi pada proses pengeringan beku adalah untuk menurunkan kadar air bahan pangan sehingga mencapai 5 sampai 10 %. Setelah kadar air tersebut tercapai, suhu bahan dinaikkan lebih tinggi untuk mendesorpsi air yang terikat sehingga diperoleh produk dengan kadar air dibawah 5 % (Considine 1974). Proses sublimasi terjadi pada bagian permukaan es pada bahan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa bahan pangan dikeringkan mulai dari bagian permukaan menuju bagian dalam. Pada saat es terakhir menyublim maka bahan pangan akan mempunyai kadar air dibawah 5 %. Selama proses sublimasi, bahan pangan beku mempunyai bentuk yang tetap sehingga molekul air yang menguap meninggalkan rongga kosong. Hal ini menyebabkan bahan pangan yang telah dikeringbekukan mempunyai struktur berpori (porous). Struktur ini yang menyebabkan bahan pangan yang telah dikeringbekukan dapat direhidrasi kembali ke bentuk asal dengan cepat tetapi bahan pangan juga harus dilindungi agar tidak mengabsorpsi air dari udara (Potter 1980).
26
Menurut Ponting dan Stanley (1964), jika bahan yang akan mengalami pengeringan beku, tidak berada dalam kondisi beku maka akan terjadi pencairan pada bagian-bagian tertentu. Bila bagian yang mencair meluas maka akan menyebabkan struktur bahan pangan akan hancur dan kecepatan pengeringan akan menurun secara cepat, proses pengeringan menjadi lambat, rekonstitusi bahan menjadi lebih lambat dan tidak sempurna sehingga dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Oleh karena itu proses pengeringan beku memerlukan kondisi suhu beku dan tekanan vakum yang tinggi. Proses pembekuan yang berlangsung sangat cepat akan menyebabkan pengeringan beku menjadi lebih lama dibandingkan dengan laju pembekuan yang lambat. Hal ini disebabkan karena pada pembekuan cepat akan terbentuk kristal es yang kecilkecil sehingga proses untuk penguapan air berjalan lebih lama.
Bahan Pelindung (Kriogenik) Kerusakan kultur sel dapat terjadi pada saat proses pengeringan beku (Li 1975). Penurunan viabilitas sel selama proses pengeringan beku disebabkan karena pembekuan itu sendiri terutama merusak membran sel. Kultur sel yang diawetkan dengan metode pengeringan beku akan mempunyai struktur berpori berongga. Hal ini disebabkan karena selama proses sublimasi, kultur sel yang sebelumnya telah dibekukan mempunyai bentuk yang tetap sehingga molekul air yang menguap meninggalkan rongga kosong. Bila tidak ada bahan yang berperan sebagai pelindung (kriogenik) maka kultur sel akan dengan cepat dan mudah mengabsorpsi uap air dari udara sehingga dapat menyebabkan penurunan kualitas kultur sel. Bahan pelindung (kriogenik) berfungsi untuk mengurangi kerusakan dinding sel dan membran sel tetapi ada juga bahan pelindung yang hanya menahan kerusakan membran sel. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmayani et al. (2001) dilaporkan bahwa pengawetan Lactobacillus sp dengan menggunakan proses pengeringan beku dapat menurunkan viabilitas sel dari 1013 cfu/ml menjadi 1011 cfu/ml. Sedangkan Johnson dan Etzel (1995) melaporkan bahwa viabilitas L.
27
helveticus CNRZ-32 yang dikeringbekukan menurun dari 1012 cfu/ml menjadi 1010 cfu/ml setelah dithawing. Untuk mengurangi tingkat kerusakan kultur sel selama proses pengeringan beku maka digunakan bahan-bahan yang dapat berperan sebagai pelindung. Bahan pelindung (kriogenik) yang digunakan biasanya berupa bahan yang memiliki gugus OH dan NH2 serta mempunyai kecenderungan membentuk ikatan hidrogen
yang
kuat
antara
komponen
tersebut,
dengan
makromolekul
dipermukaan sel atau dengan air dan atau kelompok yang dapat terionisasi (Ray & Speck 1973). Suatu komponen bahan kimia dapat digunakan sebagai senyawa kriogenik apabila mempunyai ciri struktural seperti: 1. Mempunyai gugus fungsional dengan elektronegatifitas yang tinggi pada atom α-carbon. 2. Sebagai kelompok two acid (α dan γ - COOH) 3. Mendekati bentuk NH2 dan -COOH Kerusakan kultur sel akibat pengeringan beku disebabkan karena perubahan keadaan membran lipid dan perubahan struktur protein. Interaksi van der Walls akan meningkat karena terjadinya perpindahan air yang berikatan hidrogen pada bagian hidrofobik membran fosfolipid dari dinding sel. Hal ini akan menyebabkan lipid mengalami perubahan dari kristal cair menjadi fase gel. Bila terjadi rehidrasi, membran yang pada suhu kamar berada pada fase gel akan mengalami transisi menjadi fase kristal cair kembali. Pada saat fase transisi akan terjadi perubahan suhu yang sangat tinggi dan ketika membran mengalami perubahan fase transisi ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel berupa kebocoran membran. Prinsip kerja bahan pelindung (kriogenik) adalah dengan mempertahankan atau mencegah kerusakan sel seminimal mungkin, dimana dengan adanya penambahan bahan pelindung sebelum proses pengeringan beku maka bahan pelindung tersebut dapat menurunkan suhu transisi membran dengan cara menempatkan air pada bagian hidrofilik sehingga dapat mencegah terjadinya fase transisi dan mengurangi kerusakan ketika direhidrasi. Pada dasarnya kemampuan bahan pelindung (kriogenik) untuk membentuk ikatan hidrogen dengan air maupun dengan struktur sel dapat mencegah kematian sel akibat pembentukan kristal es intraseluler maupun terkonsentrasinya zat
28
terlarut. Mekanisme perlindungan bahan pelindung (kriogenik) adalah dengan mengurangi ukuran, jumlah dan kecepatan pertumbuhan kristal es. Selain itu juga bahan pelindung (kriogenik) dapat memberikan pengaruh koligatif, membantu berlangsungnya dehidrasi secara osmotik sebelum pembekuan, dapat menurunkan titik beku sel, menstabilkan membran, meningkatkan permeabilitas sel dan juga dapat bersifat sebagai buffer untuk mengimbangi adanya perubahan pH selama pembekuan. Maryman (1968) membedakan bahan pelindung (kriogenik) menjadi dua kelompok dimana keduanya dapat berfungsi untuk membantu mencegah kerusakan namun dengan mekanisme yang berbeda, yaitu: 1. Bahan pelindung (kriogenik) dengan berat molekul (BM) rendah Bahan pelindung ini dapat berpenetrasi ke dalam sel dengan daya larut dalam air yang sangat baik sehingga cenderung dapat mencegah kerusakan akibat terbentuknya kristal es secara intraseluler di dalam sel. Contoh bahan pelindung yang mempunyai berat molekul (BM) rendah yaitu gliserol, glikol, glukosa, sukrosa, laktosa, asam amino dan dimetylsulfoxide (DMSO) 2. Bahan pelindung (kriogenik) dengan berat molekul (BM) tinggi Bahan pelindung dengan berat molekul tinggi tidak dapat masuk menembus membran sel sehingga perannya sebagai bahan pelindung dengan cara melindungi membran yang sensitif terhadap denaturasi akibat terkonsentrasinya garam selama pembekuan. Contoh bahan pelindung dengan BM tinggi adalah gelatin, albumin, mucin, dektran dan polyvinilpyrolydone (PVP). Hasil penelitian Porubcan dan Sellars (1975) diacu dalam Tamime dan Robinson (1989) menunjukkan bahwa penambahan senyawa-senyawa tertentu seperti asam askorbat dan monosodium glutamat dapat melindungi sel bakteri selama proses pengeringan. Penambahan lisin, sistein dan sianokobalamin ke dalam susu skim dapat melindungi sel selama pengeringan semprot (spray drying). Imai dan Kato (1975) diacu dalam Tamime dan Robinson (1989) menyatakan bahwa untuk menghindari kerusakan sel karena pembekuan dapat juga digunakan medium yang mengandung susu skim 10%, sukrosa 5%, krim segar dan NaCl 0,9% atau gelatin 1%. Tamime dan Robinson (1989)
29
menggunakan larutan susu skim dengan padatan 16 % untuk menumbuhkan kultur starter yoghurt yang akan dikeringbekukan. Jenis - jenis Bahan Pelindung (Kriogenik) Sukrosa Sukrosa merupakan oligosakarida, tepatnya gula dalam kelompok disakarida non pereduksi dengan nama sistematik β-D-fructofuranosyl-α-Dglucopyranosida. Sukrosa merupakan jenis karbohidrat yang manis, putih dan termasuk bahan dasar makanan anhydrous. Secara komersil diproduksi dari tebu dan bit. Penggunaan sukrosa dapat memperpanjang umur simpan makanan, dapat diterima konsumen. Rumus molekul sukrosa C12H22O11 dengan berat molekul 342,30 yang terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa. Dalam keadaan murni, sukrosa tidak dapat difermentasi oleh khamir. Bila berhubungan langsung dengan udara terbuka maka sukrosa dapat menyerap air sampai 1% dari berat sukrosa-uap air dan akan dilepaskan kembali bila dipanaskan pada 90oC. Pada pemanasan sukrosa sampai suhu 168 – 186oC maka akan terbentuk arang dan mengeluarkan bau karamel yang spesifik (Sudarmadji 1982). Larutan sukrosa memiliki tekanan osmosis yang tinggi dimana sifat ini merupakan faktor utama penggunaan sukrosa sebagai pengawet. Ciri penting yang dimiliki gula adalah kemampuannya membentuk kristal. Makin murni suatu gula maka akan semakin mudah membentuk kristal. Pertumbuhan kristal dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan larutan, suhu, kecepatan pembentukan kristal dan sifat permukaan kristal. Menurut Earle (1969) proses pembentukan kristal adalah larutan dibiarkan sampai suhu tertentu (suhu kritis), larutan akan menjadi jenuh kemudian kristal dari larutan tersebut akan mulai terbentuk. Penggunaan sukrosa sebagai bahan pelindung sudah banyak diaplikasikan. Pada proses pengeringan beku Eschericia coli DH5 dan Bacillus thuringiensis HD-1, dimana dengan adanya sukrosa dapat meningkatkan ketahanan E. Coli DH5 sebesar 56% dan 44% pada Bacillus thuringiensis HD-1 dibandingkan tanpa bahan pelindung yaitu sebesar 8% pada Eschericia coli DH5 dan 14%
30
pada Bacillus thuringiensis HD-1 (Leslie et al. 1995). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zayed et al. (2003) menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa dikombinasikan dengan trehalosa dapat meningkatkan ketahanan Lactobacillus salivarius subsp. Salivarius mencapai 83 – 85% setelah pengeringan beku dan penyimpanan selama 7 minggu pada suhu -85oC. Laktosa Laktosa adalah karbohidrat utama yang terdapat pada susu. Laktosa merupakan disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Laktosa yang terdapat pada susu dalam fase larutan yang sesungguhnya sehingga mudah diasimilasikan sebagai makanan dengan proses hidrolisa menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase (β- galaktosidase). Tingkat kemanisan laktosa tidak semanis gula tebu yaitu 0,27 (de Man 1989) atau 1/6 kali kemanisan sukrosa (Muchtadi & Sugiyono 1992). Laktosa akan mengendap dari larutan sebagai kristal yang keras seperti pasir, oleh karena itu harus dijaga jangan sampai terbentuk kristal-kristal pada pembuatan es krim. Laktosa mudah difermentasikan oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat yang merupakan ciri khas susu yang diasamkan. Laktosa dapat digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan tablet dan kapsul obat. Penggunaan laktosa sebagai bahan pelindung sudah banyak diaplikasikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zamora et al. (2006) menunjukkan bahwa penggunaan laktosa 12% sebagai bahan pelindung pada proses pengeringan beku dapat mempertahankan ketahanan L. murinus-PS85 selama penyimpanan pada suhu 20oC selama 60 hari mencapai 20% sedangkan pada suhu 5oC sebesar 40%. Pada kultur Enterococcus raffinosus-PS7, penggunaan laktosa 12% sebagai bahan pelindung mampu mempertahankan viabilitasnya selama penyimpanan pada suhu 5oC sebesar 60% sedangkan penyimpanan pada suhu 20oC selama 60 hari menyebabkan penurunan viabilitas mencapai 100%. Susu Skim Susu skim merupakan hasil pemisahan krim dari susu. Pemisahan krim dan skim bisa dilakukan karena adanya perbedaan ”specific gravity” antara lemak
31
dengan bagian cairan atau serum. Definisi susu skim berbeda dengan susu rendah kadar lemak karena kadar lemnak dalam susu skim tidak boleh melebihi 0,1% (Helfrich & Westhoff 1980). Tepung susu skim mempunyai kandungan zat makanan di dalam susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut lemak (Buckle et al. 1987). Susu skim cair harus mempunyai padatan minimal 8,25%, air 90,4%, vitamin A 2000 IU, vitamin D 400 IU, laktosa 5,1% dan mineral 0,7%. Susu skim mengandung berbagai macam protein (3,7%) dengan protein utama adalah kasein (Buckle et al. 1987). Keuntungan penggunaan susu skim adalah: mudah dicerna dan dapat dicampur dengan makanan padat atau semi padat, serta karena tidak mengandung lemak maka susu skim dapat disimpan lebih lama dari ”whole milk”. Sebagian besar susu skim dijadikan susu kering (tepung susu skim) atau dikentalkan untuk bahan roti, gula-gula dan es krim. Susu skim biasanya dibuat dengan proses spray drying sehingga pada umumnya berwarna cerah, 99% larut di dalam air dan larutannya bersifat hampir sama dengan susu sebelum dikeringkan. Susu skim mempunyai daya larut sekitar 20% pada suhu kamar (Buckle et al. 1987).Tepung susu skim bersifat higroskopis dan mempunyai rasa susu masak atau susu yang dipanaskan. Penggunaan susu skim sebagai bahan pelindung sudah banyak diaplikasikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh de Valdes et al. (1985) menunjukkan bahwa penggunaan susu skim sebagai bahan pelindung pada proses pengeringan beku dapat mempertahankan ketahanan L. casei CRL 200 sebesar 58%, L. plantarum CRL 83 sebesar 59% dan L. fermentum ATCC 9338 sebesar 39%. Penggunaan susu skim non lemak dapat mempertahankan viabilitas Enterococcus raffinosus mencapai 81,41%, L. murinus-PS85 mencapai 100% selama penyimpanan pada suhu 5oC selama 60 hari sedangkan penyimpanan pada suhu 20oC selama 60 hari mampu mempertahankan viabilitas kultur Enterococcus raffinosus sekitar 70% dan L. murinus-PS85 mencapai 90% (Zamora et al. 2006). Maltodekstrin Maltodekstrin merupakan produk hidrolisis pati yang mengandung unit αD-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE
32
(dekstrosa equivalen) kurang dari 20. Rumus kimiawi maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O] (Kennedy et al. 1995). Maltodekstrin berupa polimer dari glukosa dengan panjang ikatan rata-rata 5 – 10 unit glukosa per molekul. Maltodekstrin mempunyai sifat kurang higroskopis, kurang manis, memiliki kelarutan tinggi dan cenderung tidak membentuk zat warna pada reaksi browning (Mc Donald 1984). Maltodekstrin banyak digunakan sebagai bahan pengisi dalam industri makanan, mengurangi tingkat kemanisan produk dan sebagai campuran yang baik untuk produk tepung. Menurut Roper (1996) maltodekstrin dapat digunakan sebagai bahan pengganti lemak. Dengan air, maltodekstrin dapat membentuk gel yang dapat mencair atau larut dan menyerupai struktur lemak sehingga cocok untuk mensubstitusi minyak dan lemak. Penggunaan maltodekstrin dalam produk pangan dapat mengurangi kalori lebih dari 70%. Menurut Kennedy et al. (1995) aplikasi maltodekstrin pada produk pangan antara lain pada makanan beku, dimana maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water holding capacity) dan berat molekul yang relatif rendah sehingga dapat mempertahankan produk tetap beku. Maltodekstrin sudah banyak diapilkasikan sebagai bahan pelindung pada pengawetan kultur bakteri asam lakta. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Johnson dan Etzel (1994) menunjukkan bahwa penggunaan bahan pelindung maltodekstrin dapat mempertahankan ketahanan L. helveticus CNRZ-32 yang mengalami pengeringan beku sebesar 48%. Komposisi gula pada maltodekstrin DE 15 dan 20 dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Komposisi maltodekstrin De 15 dan 20 DE Glukosa Maltosa Maltotriosa (%) (%) (%) 15 0,6 4,0 7,0 20
0,8
5,5
Sumber : Kennedy et al. (1995)
11,0
Sakarida lain (%) 88,4 82,7
33
Stabilitas Kultur Kering Lactobacillus Selama Penyimpanan Umur simpan merupakan lamanya waktu antara proses pengemasan produk dan penggunaannya dengan catatan mutu produk masih dapat diterima oleh konsumen (Robertson 1993). Umur simpan (shelf life) juga dapat didefinisikan sebagai periode suatu produk pangan antara pabrik dan penjualan, dimana selama waktu tersebut produk berada pada kondisi mutu yang memuaskan baik dari nilai gizi, tekstur dan penampakan. Penentuan umur simpan suatu produk dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu metode konvensional, metode akselerasi kondisi penyimpanan dan metode nilai waktu paruh (Syarief et al. 1989). Menurut Gnanasekharan dan John (1993) ada beberapa asumsi dasar yang sering digunakan dalam perhitungan umur simpan suatu produk yaitu:1) mekanisme kerusakan yang terjadi sangat tergantung pada faktor lingkungan (tekanan parsial oksigen, kelembaban relatif dan temperatur) dan faktor komposisi (pH, konsentrasi, aw), 2) laju penurunan mutu dapat ditentukan dengan menghubungkan beberapa hasil pengukuran obyektif dengan hasil penilaian organoleptik dan toksikologi, 3) kemasan diasumsikan bebas dari kebocoran sehingga karakteristik penyerapan hanya tergantung pada bahan kemasan saja. Penelitian tentang umur simpan dapat dilakukan dengan kondisi dipercepat (accelerated shelf life testing) yang selanjutnya dapat diprediksi umur simpan produk yang sebenarnya (Labuza 1982). Kondisi dipercepat dapat dilakukan dengan mengkondisikan bahan pada suhu dan kelembaban (RH) yang tinggi sehingga kadar air kritis lebih cepat tercapai daripada kondisi normal. Untuk kesimpulan analitis yang lebih nyata, kondisi eksternal harus juga diasumsikan konstan (suhu dan RH) selama penyimpanan, rasio permeabilitas uap air dan luas kemasan (k/x) dianggap tidak berubah dan sorpsi isotermis dianggap linier pada selang antara kelembaban awal dan kelembaban pada aw kritis. Penentuan umur simpan suatu bahan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Labuza (1982) sebagai berikut:
34
ts =
ln [(Me – Mi)/(Me – Mc)]
.......... persamaan (1)
k/x x A/Ws x Po/b dimana: ts
= umur simpan produk (hari)
Me
= kadar air kesetimbangan (% bk)
Mi
= kadar air awal produk (% bk)
Mc
= kadar air kritis (% bk)
k
= laju transmisi uap air dari kemasan (g H2O μm/hari.m2.mmHg)
x
= ketebalan kemasan (μm)
A
= luas permukaan kemasan (m2)
Ws
= berat contoh dalam kemasan (g)
Po
= tekanan uap jenuh ruang penyimpanan (mmHg)
b
= slope kurva sorpsi isotermis
Air merupakan komponen utama pada bahan pangan dan materi biologi yang sangat berperan dalam bentuk, struktur, tingkat kesegaran dan sifat fisikokimia. Air juga berperan mengatur reaksi kimia, aktivitas mikroorganisme dan transfer massa dalam suatu bahan. Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan sebagai kadar air dan aktivitas air (aw) sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelembaban relatif (RH) (Syarief & Halid 1993). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan basis basah (wet basis) atau berdasarkan basis kering (dry basis). Kadar air basis basah (W) adalah perbandingan berat air dalam bahan terhadap berat bahan sedangkan kadar air basis kering (M) adalah perbandingan berat air terhadap berat kering atau padatannya. Hubungan antara kadar air basis basah dengan kadar air basis kering dinyatakan dengan rumus: M = (100 x W)/(100 – W) (Syarief & Halid 1993). Menurut Syarief dan Halid (1993) pengukuran kadar air bahan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Metode pengukuran yang umum dilakukan di laboratorium adalah dengan pemanasan di dalam oven atau dengan cara destilasi. Tingkat mobilitas air dan peranan air dalam bahan pangan bagi proses kehidupan biasanya dinyatakan sebagai kadar air dan aktivitas air (Syarief & Halid 1993). Aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
35
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Aktivitas air dinyatakan sebagai potensi kimia yang nilainya bervariasi dari aw 0,0 sampai aw 1,0. Nilai aw 0,0 berarti molekul air pada bahan pangan sama sekali tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas dalam proses kimia sedangkan jika nilai aw 1,0 berarti potensi air dalam reaksi kimia dalam kondisi maksimal. Kadar air kritis adalah kadar air produk dimana secara organoleptik produk masih dapat diterima oleh konsumen. Kadar air kritis sangat berkaitan dengan umur simpan. Umur simpan suatu produk dapat ditentukan dengan mengetahui lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air kritis (Syarief et al. 1989). Kadar air kesetimbangan adalah kadar air pada tekanan uap yang setimbang dengan lingkungannya (Heldman & Singh 1981). Pada saat kadar air kesetimbangan tercapai, bahan tidak akan menyerap maupun melepaskan molekul-molekul air dari dan ke udara. Hal ini terjadi bila bahan berada pada lingkungan tertentu untuk waktu yang lama (Brooker et al. 1974). Bahan dalam keadaan setimbang dengan lingkungannya bila laju air yang hilang dari bahan ke lingkungan sama dengan laju air yang bertambah ke dalam bahan dari lingkungan.
36
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi, laboratorium Kimia SEAFAST Center dan laboratorium Mikrobiologi dan Kimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Kampus IPB Darmaga Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan September 2007 hingga Juli 2008. Bahan dan Alat Dalam penelitian ini digunakan kultur bakteri bakteri asam laktat isolat lokal yang diisolasi dari air susu ibu (ASI) yaitu Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus brevis A17, Lactobacillus rhamnosus R21. Kultur bakteri asam laktat diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi SEAFAST Center IPB. Bahan-bahan yang digunakan adalah MRS Agar (Oxoid), MRS Broth (Oxoid), Pepton Water (Oxoid), PCA (Oxoid), Nutrient Agar (Oxoid), Yeast ekstrak, Tryptone, Bacto agar (Oxoid), Glukosa (Merck), Jus tomat segar, Triammonium sitrat (Merck), L- Arginin monohydrat (Merck), Potassium Iodida (Merck), Mercuric Iodida (Merck), Potassium hydroxide (Merck), Etanol 90% (Merck), Kristal violet, Lugol, Safranin, Garam empedu, HCl 37%, KH2PO4 (Merck), K2HPO4 (Merck), NaCl (Merck), BaCl2 (merck), H2O2 0,3%, NaOH 0,1 N (Merck), Kalium pthalate (Merck), Buffer 4, Buffer 7, sukrosa (Merck), laktosa (Oxoid), maltodekstrin DE 10 (Hi-cap 100), susu skim (Sunlac). Alat-alat yang digunakan adalah adalah: timbangan analitik ketelitian 0,0000 g (Sartorius), autoklaf (ALP Model-40), cawan petri (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), Kaca obyek, mikropipet (Finnpipette), gelas ukur (Pyrex), inkubator (Incucell MMM-Group), inkubator shaker (Excella E25-New Brunswick Scientific), jarum ose, bunsen, hotplate (Steroglass), desikator, pH meter (Orion 2 star pH Benchtop), aw meter (Shibaura WA-360), Mikroskop (Olympus CX21015), Freeze drier (Labconco Freezone6), vorteks (Vortex-Genie 2), oven (Gallenhamp), sentrifuse (Sorvall), spektrofotometer (Shimadzu UV-160).
37
Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap satu melihat pengaruh penggunaan berbagai jenis kriogenik pada kultur bakteri asam laktat dalam pengeringan beku dan tahap dua penyimpanan kultur kering bakteri asam laktat hasil terbaik dari tahap satu untuk menduga umur simpan kultur kering BAL. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Tahapan pelaksanaan penelitian secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 4 berikut ini.
Kultur bakteri asam laktat dari ASI
TAHAP I
Pediococcus pentosaceus A16
Lactobacillus brevis A17
Lactobacillus rhamnosus R21
Konfirmasi kultur bakteri asam laktat Penentuan kurva pertumbuhanKultur bakteri asam laktat dari ASI Pengaruh Bahan pelindung terhadap BAL selama pengeringan beku. Bahan pelindung al: 1. Buffer phospat pH 7,0 2. Sukrosa 10 % 3. Laktosa 10 % 4. Susu skim 10 % 5. Maltodekstrin 10 %
Analisa, meliputi : 1. Total BAL sebelum dan setelah pengeringan beku 2. Ketahanan terhadap pH rendah 3. Ketahanan terhadap garam empedu 4. Perkiraan jumlah BAL di kolon
Kultur dengan bahan pelindung terbaik
TAHAP II
Kultur dengan bahan pelindung terbaik Penyimpanan pada suhu ruang pada RH 75 dan 90 serta pengamatan pada hari ke- 0, 1, 3, 5 dan 7. Pendugaan umur simpan kultur kering BAL
Gambar 2 Diagram alir proses penelitian
Analisa, meliputi : 1. Total BAL selama penyimpanan 2. Aktivitas asidifikasi (TAT dan pH) 3. Total kapang khamir 4. Kadar air 5. Aktivitas air (aw)
38
Tabel 4. Tahapan penelitian, tujuan dan hasil yang diharapkan Tahap Penelitian
Tujuan
Hasil yang diharapkan
1. Konfirmasi Kultur Bakteri Asam Laktat Mengkonfirmasi kultur Untuk mengetahui jenis dan Mengetahui jenis bakteri laktat yang bakteri asam laktat yang tingkat kemurnian bakteri asam digunakan dalam penelitian digunakan dalam penelitian asam laktat yang digunakan ini 2. Penentuan Kurva Pertumbuhan Kultur Bakteri Asam Laktat Menentukan kurva Mengetahui bagaimana pola pertumbuhan bakteri asam pertumbuhan bakteri asam laktat dan dapat membuat laktat kurva petumbuhannya.
Mengetahui kurva pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga diketahui waktu yang tepat pada saat akhir fase logaritma untuk pembuatan biomassa sel.
3. Pengaruh Bahan Pelindung (Kriogenik) terhadap Bakteri Asam Laktat selama Pengeringan Beku (Freeze Drying) Melakukan proses Memperoleh kultur bakteri • Kultur bakteri asam pengeringan beku terhadap asam laktat yang paling laktat kering yang kultur bakteri asam laktat tahan terhadap pengeringan terbaik dengan menggunakan beku • Bahan pelindung berbagai bahan pelindung (kriogenik) yang (kriogenik) memiliki kemampuan melindungi terbaik. 4. Penyimpanan Kultur Kering Bakteri Asam Laktat Menyimpan kultur kering bakteri asam laktat yang telah dikeringbekukan pada kelembaban yang berbeda
Mengetahui kondisi penyimpanan kultur kering bakteri asam laktat sehingga dapat digunakan untuk menduga umur simpan kultur kering bakteri asam laktat
Memperoleh data penyimpanan yang dapat digunakan untuk menduga umur simpan kultur kering bakteri asam laktat.
5. Pendugaan Umur Simpan Kultur Kering Bakteri Asam Laktat Menduga umur simpan Mengetahui berapa lama Memperoleh data umur kultur kering kultur kering bakteri asam umur simpan kultur kering simpan bakteri asam laktat dengan laktat dengan menggunakan bakteri asam laktat kondisi penyimpanan dan pendekatan kurva sorpsi jenis kemasan tertentu. isothermis
39
Tabel 5. Ringkasan percobaan dari setiap tahap penelitian Penelitian
Faktor-faktor
Pengamatan/analisis
1. Konfirmasi Kultur Bakteri Asam Laktat Menentukan sifat-sifat bakteri asam laktat yang digunakan
-
1. Morfologi dengan pewarnaan gram 2. Uji katalase 3. Pertumbuhan pada suhu yang berbeda (10oC, 15oC, 37oC, 45oC) 4. Pertumbuhan pada konsentrasi garam yang berbeda 5. Pertumbuhan pada pH yang berbeda 6. Produksi CO2 dari glukosa 7. Produksi dekstran dari sukrosa 8. Produksi NH3 dari arginin
2. Penentuan Kurva Pertumbuhan Kultur Bakteri Asam Laktat Menentukan kurva pertumbuhan kultur bakteri asam laktat.
-
Pertumbuhan bakteri asam laktat selama 24 jam yang diamati setiap jam.
3. Pengaruh Bahan Pelindung (Kriogenik) terhadap Bakteri Asam Laktat selama Pengeringan Beku (Freeze Drying) Melakukan proses pengeringan beku (freeze drying) terhadap kultur bakteri asam laktat dengan menggunakan berbagai bahan pelindung (kriogenik)
Jenis bahan pelindung (kriogenik) : • Buffer phospat/kontrol • Laktosa 10 % • Sukrosa 10 % • Susu skim 10 % • Maltodekstrin 10 %
1. Total BAL sebelum dan setelah pengeringan beku 2. Ketahanan terhadap pH rendah 3. Ketahanan terhadap garam empedu 4. Perkiraan jumlah BAL di kolon
4. Penyimpanan Kultur Kering Bakteri Asam Laktat Menyimpan kultur bakteri asam laktat setelah pengeringan beku pada kelembaban yang berbeda
Kelembaban (RH) ruang 1. Total BAL penyimpanan: 2. Aktivitas asidifikasi (meliputi total asam tertitrasi dan pH susu • 75% dengan NaCl skim yang diasamkan) • 89% dengan BaCl2 3. Total kapang dan khamir 4. Kadar air 5. Aktivitas air (aw)
5. Pendugaan Umur Simpan Kultur Kering Bakteri Asam Laktat
Menduga umur simpan kultur kering bakteri asam laktat dengan menggunakan pendekatan kurva sorpsi isothermis
-
Menghitung umur simpan kultur kering bakteri asam laktat dengan menggunakan persamaan Labuza (1982).
40
1. Konfirmasi Kultur Bakteri Asam Laktat Sebelum dilakukan penelitian, kultur bakteri asam laktat dikonfirmasi terlebih dahulu untuk mengetahui sifat-sifat dan jenis kultur bakteri asam laktat yang digunakan. Konfirmasi meliputi ciri-ciri morfologi kultur yang diuji dengan pewarnaan gram selain itu sifat-sifat fisiologis kultur juga ditentukan yang meliputi: kemampuan menghidrolisis H2O2 dengan uji katalase, kemampuan tumbuh pada suhu yang berbeda (10oC, 15oC, 37oC dan 45oC), kemampuan tumbuh pada konsentrasi garam yang berbeda (4% dan 6,5%), kemampuan tumbuh pada pH yang berbeda (4,4 dan 9,6), kemampuan memproduksi gas CO2 dari glukosa, kemampuan menghasilkan dekstran dari sukrosa dan kemampuan menghasilkan amonia dari arginin. Sifat-sifat bakteri asam laktat ditentukan dengan menginokulasikan masing-masing kultur yang berumur 24 jam pada media MRSB, MRSB yang telah diatur pHnya, MRSB yang ditambah dengan NaCl sesuai perlakuan, Media Gibson’s semisolid tomato juice, Media Sukrosa Agar, MRSB yang ditambah dengan L-Arginin Monohydrat. Selanjutnya kultur diinkubasikan pada suhu 37oC (sesuai perlakuan untuk uji kemampuan tumbuh pada suhu yang berbeda) selama 24 jam. Pengujian dinyatakan positif jika terjadi pertumbuhan bakteri asam laktat pada medium yang ditandai dengan munculnya kekeruhan pada medium. 2. Penentuan
Kurva
Pertumbuhan
Kultur
Bakteri
Asam
Laktat
(Harmayani et al. 2001 yang dimodifikasi) Sebelum dilakukan pembuatan biomassa sel, maka harus diketahui terlebih dahulu bagaimana kurva pertumbuhan kultur bakteri asam laktat yang digunakan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui produksi biomassa sel yang paling optimal terjadi
pada
waktu
tertentu.
Kurva
pertumbuhan
dibuat dengan
cara
menginokulasikan masing - masing kultur yang berumur 24 jam pada media MRSB dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC. Pada awal inkubasi (jam ke-0) dan setiap 1 jam dilakukan pengukuran jumlah bakteri dengan menggunakan spektrofotometer pada λ 600 nm. Diagram alir proses penentuan kurva pertumbuhan bakteri asam laktat dapat dilihat pada Gambar 3.
41
Kultur stok dari manik-manik
3-5 manik-manik diinokulasikan dalam 9 ml MRS Broth
Inkubasi (selama 24 jam pada suhu 37oC)
Inokulasi kembali kultur ke dalam media MRS Broth dan inkubasi pada suhu 37oC
Jumlah bakteri dihitung setiap 1 jam dengan melihat tingkat kekeruhannya dengan spektrofotometer pada λ 600 nm
Buat kurva pertumbuhan
Kurva petumbuhan bakteri asam laktat Gambar 3. Diagram alir penentuan kurva pertumbuhan bakteri asam laktat
3. Pembuatan Kultur Kering dengan Pengeringan Beku (Nuraida et al. 1995; Harmayani et al. 2001; Champagne et al. 2001 yang dimodifikasi) Sebelum proses pengeringan beku dilakukan produksi biomassa sel bakteri asam laktat (Harmayani et al. 2001 yang dimodifikasi). Biomassa bakteri asam laktat dibuat dengan menggunakan media MRSB. Pada medium yang telah steril diinokulasi kultur bakteri asam laktat yang telah disegarkan sebanyak 10% kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC selama 16 - 20 jam. Kultur kerja selanjutnya dipanen dan disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dengan bagian filtrat sehingga diperoleh biomassa basah. Diagram alir proses pembuatan biomassa dapat dilihat pada Gambar 4.
42
Pada proses pengeringan beku dilakukan penambahan bahan pelindung (kriogenik) berupa laktosa, sukrosa, susu skim dan maltodekstrin dengan konsentrasi 10% (b/v) pada biomassa basah bakteri asam laktat. Perbandingan antara biomassa basah dengan bahan pelindung (kriogenik) adalah 1 : 10. Untuk memungkinkan difusi dari bahan pelindung (kriogenik) maka larutan disimpan selama 1 jam pada suhu 23oC. Kultur selanjutnya dibekukan pada suhu -80oC selama 12 jam dan kemudian dikeringkan (drying) dengan pengering beku merk Labconco pada kondisi -50oC; 0,01 Mpa selama 2 hari. Kultur bakteri asam laktat kering yang diperoleh selanjutnya diuji viabilitasnya selama pengeringan beku, ketahanan terhadap pH rendah, ketahanan terhadap garam empedu dan perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon secara metaanalisis. Medium MRS broth
Sterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit
Inokulasi dengan isolat bakteri asam laktat sebanyak 10%
Inkubasi (pada suhu 37oC selama 16 - 20 jam)
Sentrifuse (10000 rpm selama 10 menit)
Biomassa basah Gambar 4. Diagram alir pembuatan biomassa
4. Penyimpanan Kultur Kering Bakteri Asam Laktat Kultur kering bakteri asam laktat yang menunjukkan hasil terbaik pada penelitian tahap 1 dipilih untuk digunakan pada tahap 2 yaitu penyimpanan kultur kering. Proses penyimpanan dilakukan dengan mengulangi dari proses awal (produksi biomassa sel), pengeringan kultur bakteri asam laktat terpilih dan selanjutnya menyimpan pada desikator yang telah diatur kelembabannya dengan
43
menggunakan larutan garam jenuh. Kondisi penyimpanan yang digunakan adalah pada suhu ruang dengan tingkat kelembaban 75% dan 89%. Proses penyimpanan dilakukan sampai produk (kultur kering bakteri asam laktat) mengalami kerusakan yang ditandai dengan penurunan viabilitas sel. Pengujian kultur kering dilakukan setiap 2 hari (hari ke- 0, 1 ,3 ,5 dan 7) meliputi: viabilitas bakteri asam laktat, total kapang dan khamir, kadar air, Aktivitas air (aw) dan Aktivitas asidifikasi kultur kering meliputi total asam tertitrasi dan pH susu skim yang diasamkan. 5. Pendugaan Umur Simpan Kultur Kering Bakteri Asam Laktat (Labuza 1982) Pendugaan umur simpan kultur kering bakteri asam laktat terpilih dilakukan dengan menggunakan pendekatan kurva sorpsi isotermis. Parameter kritis yang digunakan untuk menduga umur simpan adalah viabilitas bakteri asam laktat, kadar air dan Aktivitas air (aw) kultur kering bakteri asam laktat selama penyimpanan. Umur simpan berdasarkan pendekatan kurva sorpsi isotermis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Labuza (persamaan 1). Metode Analisis 1. Pengamatan Morfologis dengan Pewarnaan Gram (Hadioetomo 1993) Sebanyak 1 lup penuh air steril diletakkan pada kaca obyek kemudian dengan jarum ose steril dipindahkan sedikit isolat keatasnya selanjutnya dicampurkan dan disebarkan hingga merata dan dibiarkan mengering. Kaca obyek dilewatkan di atas api bunsen, dimana kaca obyek harus terasa agak panas bila ditempelkan pada punggung tangan atau sekali-kali dikeringanginkan di udara hingga terbentuk lapisan kultur yang tipis dan merata. Pewarnaan Gram di mulai dengan meneteskan pewarna primer kristal violet secara merata di atas kultur pada kaca obyek dan dibiarkan selama 1 menit. Selanjutnya kaca obyek dimiringkan untuk membuang kelebihan kristal violet lalu dibilas dengan air dari botol semprot. Sisa air di serap dengan menggunakan kertas serap. Olesan kultur di tetesi dengan lugol dan biarkan selama 2 menit kemudian dimiringkan seperti di atas selanjutnya di bilas dengan air, sisa warna yang masih ada dihilangkan dengan pemucat warna etanol 95%, tetes demi tetes
44
selama 10 – 20 detik sampai zat warna kristal tidak terlihat lagi mengalir dari kaca obyek. Cuci kembali kaca obyek dengan air mengalir lalu ditiriskan dan selanjutnya di tetesi dengan larutan safranin selama 10 – 20 detik. Kaca obyek kemudian dimiringkan dan kembali di bilas dengan air, tiriskan dan sisa air yang masih ada diserap dengan kertas serap. Preparat siap untuk di amati di bawah mikroskop. Pengamatan dengan mikroskop dilakukan dengan menggunakan lensa obyektif minyak imersi (1000 x) dimulai dari pembesaran terendah dan berangsurangsur diganti dengan pembesaran yang tinggi. Pengamatan dilakukan terhadap bentuk dan cara pengelompokan (tunggal, berpasangan, rantai, bergerombol dan sebagainya). Reaksi Gram positif ditandai dengan warna sel ungu atau biru sedangkan Gram negatif berwarna merah muda. Berdasarkan keterangan sebelumnya, diketahui bahwa bakteri asam laktat merupakan bakteri Gram positif, ada yang berbentuk basil dan kokus. 2. Sifat Fisiologis a. Uji Katalase (Nuraida 1988) Sebanyak 1 tetes H2O2 diletakkan di atas kaca obyek yang bersih. Selanjutnya diambil 1 tetes suspensi bakteri dan diteteskan pada cairan H2O2. Pembentukan gelembung yang terjadi begitu suspensi bakteri bercampur dengan cairan H2O2 menandakan bahwa bakteri tersebut bersifat katalase positif. b. Pertumbuhan pada suhu yang berbeda (Nuraida 1988) Sebanyak 1 tetes kultur bakteri asam laktat diinokulasikan ke dalam tabung yang berisi medium MRSB. Inokulasi kultur bakteri asam laktat dibuat dalam 4 seri tabung yang selanjutnya setiap seri tabung diinkubasikan selama 7 – 14 hari pada suhu 10oC, 15oC dan 45oC (4 hari). Perlakuan kontrol diinkubasikan pada suhu 37oC. Adanya pertumbuhan terlihat dengan adanya kekeruhan pada tabung.
45
c. Pertumbuhan pada kadar garam yang berbeda (Nuraida 1988) Kedalam tabung yang berisi medium MRSB ditambahkan garam NaCl dengan konsentrasi yang berbeda yaitu seri tabung dengan konsentrasi garam 4% dan 6,5%, satu tabung tanpa NaCl digunakan sebagai kontrol. Selanjutnya diinokulasikan 1 tetes kultur bakteri asam laktat dan di inkubasi pada suhu 37oC selama 7 – 14 hari. Pertumbuhan terlihat dengan membandingkan antara kontrol dengan perlakuan. Bila terjadi kekeruhan maka dinyatakan ada pertumbuhan. d. Pertumbuhan pada pH berbeda (Nuraida 1988) Kedalam tabung yang berisi medium MRSB yang telah di atur pHnya yaitu pH 4,4 dan pH 9,6 serta 1 tabung yang tidak diatur pH-nya digunakan sebagai kontrol. Selanjutnya diinokulasikan dengan 1 tetes kultur bakteri asam laktat dan di inkubasi pada suhu 37oC selama 7 – 14 hari. Pertumbuhan terlihat dengan membandingkan antara kontrol dengan perlakuan. Bila terjadi kekeruhan maka dinyatakan ada pertumbuhan. e. Produksi CO2 dari Glukosa (Modifikasi Nuraida 1988 & Harrigan 1998) Pengujian ini bertujuan untuk membedakan bakteri asam laktat yang bersifat homofermentatif dan heterofermentatif. Medium yang digunakan adalah Gibson’s semi solid tomato juice cair yang dibuat dengan cara sebagai berikut: empat bagian susu skim 10% ditambah dengan satu bagian Nutrien agar 10%, ditambah 0,25% yeast exstract, 5% glukosa dan 10% jus tomat dengan pH akhir 6,5. Selanjutnya media dimasukkan dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml dan disterilisasi. Sebelum media tersebut digunakan, suhunya diturunkan terlebih dahulu mencapai 45oC. Selanjutnya ditambahkan kira-kira 0,5 ml isolat bakteri asam laktat yang telah ditumbuhkan dalam MRSB selama 24 jam kemudian dituangkan agar cair diatasnya kira-kira 2-3 cm untuk menciptakan kondisi anaerobik. Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC selama 2-5 hari. Bakteri asam laktat yang bersifat heterofermentatif akan
46
membentuk gas yang ditandai dengan pecahnya agar sedangkan homofermentatif tidak. f. Produksi dekstran dari Sukrosa (Nuraida 1988) Uji ini dilakukan untuk membedakan spesies dari genus Leuconostoc. Medium sukrosa agar untuk 1 liter dibuat dengan cara mencampur 10 gr trypton; 5 gr yeast extract; 5 gr K2HPO4; 5 gr triamonium sitrat; 50 gr sukrosa; dan bacto agar 15 gr. Medium selanjutnya disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit, selanjutnya media didistribusikan pada cawan steril. Satu lup kultur bakteri asam laktat digoreskan pada sukrosa agar dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 48 jam. Bakteri asam laktat dari genus Leuconostoc akan menghasilkan dekstran yang ditandai dengan terbentuknya koloni mukoid (lendir). g. Produksi NH3 dari Arginin (Abd-el-Malek & Gibson 1948 diacu dalam Harrigan 1998) Uji ini dilakukan untuk membedakan spesies dari genus Streptococcus. Medium MRSB yang ditambah dengan arginin untuk 1 liter MRSB dibuat dengan cara mencampur 3 gr L-Arginin monohydrat, 5 gr trypton; 2,5 gr yeast extract, 0,5 gr D- glukosa, 2 gr K2HPO4 dengan pH akhir 7,0. Media dimasukkan dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml dan disterilisasi. Selanjutnya ditambahkan kira-kira 0,5 ml isolat bakteri asam laktat yang telah ditumbuhkan dalam MRSB selama 24 jam dan inkubasi dilakukan pada suhu 37oC selama 2-5 hari. Produksi amonia diuji dengan menggunakan reagen Nessler’s (Harrigan 1998) yang dibuat untuk 1 liter dengan cara: 70 gr potassium iodida dicampur dengan 100 gr merkuri iodida dalam 400 ml aquades. Larutkan 100 gr potassium hydroxide dalam 500 ml aquades pada tempat yang berbeda, selanjutnya kedua larutan tersebut didinginkan untuk mempercepat pengendapan. Campur kedua larutan tersebut dan tambahkan aquades sampai larutan mencapai 1 liter dan selanjutnya diaduk sampai
47
tercampur homogen. Diamkan beberapa saat pada suhu dingin dan kemudian pisahkan endapan dari bagian cairan atasnya. Penggunaannya dilakukan dengan cara: 2 ml kultur bakteri asam laktat yang telah ditumbuhkan pada MRSB yang mengandung arginin selama 24 jam dimasukkan dalam tabung reaksi. Teteskan beberapa ml reagen Nessler’s pada kultur tersebut. Perubahan warna dari orange menjadi coklat menunjukkan adanya amonia. 3. Total bakteri asam laktat (Harrigan 1998) Jumlah bakteri asam laktat selama pengeringan beku perlu dihitung untuk mengetahui pengaruh proses pengeringan beku dan bahan pelindung (kriogenik) pada pengawetan kultur. Penentuan total bakteri asam laktat dilakukan dengan menggunakan metode plate count yaitu diambil sebanyak 1 ml kultur sebelum dikeringbekukan, kemudian diencerkan sampai pengenceran 10-8, sebanyak 1 ml hasil pengenceran ditanam ke dalam cawan petri steril dan dituang media MRS agar diatasnya, goyang-goyangkan sampai merata dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Hal yang sama dilakukan pada kultur yang telah dikeringbekukan. Diambil 0,1 gram kultur kering dan diencerkan sampai 10-8 selanjutnya diambil 1 ml hasil pengenceran dan ditanam ke dalam cawan petri steril dan dituang media MRS agar diatasnya, goyang-goyangkan sampai merata dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Total bakteri asam laktat sebelum dan setelah proses pengeringan beku dibandingkan. Total bakteri asam laktat dihitung berdasarkan rumus dari BAM (Bacteriological Analytical Manual) berikut ini. N =
ΣC [(1 x n1) + (0,1 x n2)] x d
Keterangan : N
= Jumlah koloni per ml atau per gram
ΣC
= Jumlah koloni dari tiap-tiap cawan petri
n1
= Jumlah cawan petri dari pengenceran koloni yang dihitung
n2
= Jumlah cawan petri dari pengenceran kedua
d
= Pengenceran pertama yang dihitung
48
4. Ketahanan terhadap pH rendah (Modifikasi Chou & Weimer 1999; Zavaglia et al. 1998) Uji ketahanan terhadap asam dilakukan dengan metode plate count dengan modifikasi media. Ketahanan terhadap asam dilakukan dalam medium MRS broth yang diatur pada pH 2,0 menggunakan HCl 37%. Kultur yang telah disegarkan dalam MRS broth selama 24 jam, diinokulasikan ke dalam MRS broth kontrol dan MRS broth yang telah diatur pada pH 2,0, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 0 dan 5 jam. Hal ini sesuai dengan lamanya makanan berada di lambung yaitu 2 – 6 jam (Gropper & Groff 2001). Setelah inkubasi dilakukan hitungan cawan pada MRSA dengan metode tuang dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Sel yang tahan terhadap pH rendah adalah persentase sel yang hidup setelah diinkubasi pada pH 2,0 selama 0 dan 5 jam. Ketahanan terhadap asam dihitung berdasarkan selisih unit log jumlah koloni yang tumbuh pada waktu inkubasi 0 jam dengan 5 jam. Skema pengujian ketahanan isolat bakteri asam laktat dapat dilihat pada Gambar 5. Kultur bakteri asam laktat ditumbuhkan pada MRS broth selama 24 jam pada suhu 37oC Kultur sel disuspensikan kembali pada MRS broth yang telah diatur pada pH 2.0 dengan penambahan HCl 37% Inkubasi pada suhu 37oC selama 0 dan 5 jam Jumlah sel yang hidup ditumbuhkan pada MRSA Inkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam Jumlah sel yang berhasil hidup dihitung Gambar 5. Skema uji ketahanan isolat bakteri asam laktat terhadap pH rendah Ketahanan BAL terhadap pH rendah ( Δ penurunan log) : = log ( Σ koloni yang diinkubasi 0 jam) - log (Σ koloni yang diinkubasi 5 jam)
49
5. Ketahanan terhadap Garam Empedu (Modifikasi Moser & Savage 2001; Ngatirah et al. 2000) Uji ketahanan terhadap garam empedu dilakukan menurut Ngatirah et al. (2000) tetapi konsentrasi garam empedu yang digunakan sebesar 0,5% (Moser & Savage 2001). Konsentrasi ini dipilih karena ekuivalen dengan konsentrasi fisiologis garam empedu di dalam duodenum. Sebanyak 1 ml kultur bakteri asam laktat dalam MRS broth berumur 24 jam dimasukkan ke dalam 9 ml MRS broth yang mengandung 0,5% garam empedu kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 0 dan 5 jam. Jumlah bakteri asam laktat dihitung dengan metode tuang pada media MRSA dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Ketahanan terhadap garam empedu dihitung berdasarkan selisih unit log jumlah koloni yang tumbuh setelah inkubasi selama 0 jam dengan kultur yang tumbuh setelah diinkubasi selama 5 jam. Semakin kecil selisih maka semakin tinggi ketahanan kultur bakteri asam laktat yang diuji terhadap garam empedu. Ketahanan BAL terhadap garam empedu ( Δ penurunan log) : = log ( Σ koloni yang diinkubasi 0 jam) - log (Σ koloni yang diinkubasi 5 jam) 6. Aktivitas Asidifikasi (Wang et al. 2005) Pengujian Aktivitas asidifikasi dilakukan berdasarkan waktu yang diperlukan untuk mencapai pH 5,5 pada susu skim 10%. Susu skim 10% steril diinokulasi dengan kultur kering bakteri asam laktat kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 jam. Penuruan pH diikuti setiap saat sampai pH mencapai 5.5 (tpH 5.5).
Semakin lama waktu yang diperlukan, maka semakin rendah
aktivitas asidifikasi. Pada susu skim yang diasamkan juga dilakukan pengukuran jumlah total asam yang dihasilkan dan pH susu skim. 7. Total Asam Tertitrasi (Apriyantono et al. 1989) Standarisasi NaOH Sebanyak 0,5 gram Kalium-phthalat (BM = 204,2) yang telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 4 jam ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Selanjutnya dilarutkan dengan 25 ml aquades dan diteteskan
50
2-3 tetes indikator phenolphtalin lalu dititrasi dengan larutan NaOH yang akan distandarisasi sampai terbentuk warna merah muda yang bertahan selama 30 detik. Normalitas NaOH dihitung dengan rumus: Normalitas NaOH =
g K-phthalat 0,2042 x ml NaOH
Persiapan sampel Sampel susu skim yang telah difermentasikan, sebanyak 10 ml diencerkan menjadi 250 ml di dalam labu takar kemudian dikocok hingga homogen selanjutnya diambil sebanyak 50 ml dan ditambahkan 2 – 3 tetes indikator phenolptalin. Sampel kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Total asam tertitrasi (TAT) dinyatakan dalam persen asam laktat. Total asam tertitrasi dihitung dengan rumus: TAT (% asam laktat) = V x N x P x BM x 100 % Vol sampel x 1000 Keterangan : TAT
= Total asam tertitrasi (%)
V
= Jumlah larutan NaOH untuk titrasi (ml)
N
= Normalitas NaOH
P
= Jumlah pengenceran
BM
= Bobot molekul asam laktat (90)
8. Derajat Keasaman (pH) (AOAC 1994) Sampel sebanyak 20 ml, dihomogenkan dan dibiarkan 15 menit. Selanjutnya diukur pHnya dengan pH meter yang telah dikalibrasi dengan buffer pH 4,0 dan pH 7,0. Nilai pH diukur sebanyak 2 kali ulangan. 9. Total Kapang dan Khamir (BAM 2001) Kultur bakteri asam laktat yang telah dikeringbekukan ditimbang sebanyak 0,1 gram dan diencerkan sampai pengenceran 10-2, selanjutnya dari tiap pengenceran diambil 1 ml dan ditanam pada cawan petri steril kemudian dituang
51
media PCA steril yang telah ditambah dengan antibiotik chloramfenicol pada bagian atasnya. Kultur selanjutnya diinkubasi pada suhu 25oC selama 5 hari. 10. Kadar Air (AOAC 1994) Kadar air kultur bakteri asam laktat setelah dikeringbekukan dan sebelum disimpan diukur terlebih dahulu. Pada pengukuran kadar air, cawan yang akan digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang berat cawan kosong. Selanjutnya timbang sampel dengan cepat sebanyak 3 gram kemudian cawan beserta sampel dimasukkan dalam oven pada suhu 105oC selama 6 jam. Cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan kemudian ditimbang. Cawan dan sampel dimasukkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat konstan (3 desimal) atau sampai perbedaan berat 0,2 mg. Kadar air dihitung dengan rumus : Kadar air (% b.k) = Berat sebelum dioven (g) – Berat setelah dioven (g) x 100 % Berat setelah dioven (g)
11. Aktivitas air (aw) (Nielsen 2003) Pengukuran aw dilakukan dengan aw meter yang telah dikalibrasi. Kalibrasi aw meter dengan menggunakan NaCl jenuh uang memiliki nilai Aw sebesar 0,75 dan BaCl2 pada aw 0,90. Setelah alat dikalibrasi, sampel kultur kering beku bakteri asam laktat dimasukkan ke dalam wadah/chamber pada aw meter kemudian ditutup dan ditunggu beberapa menit sampai muncul nilai aw sampel yang dianalisis.
52
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 kali ulangan dan tiap ulangan dilakukan duplo. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excel. Model rancangan yang digunakan adalah seperti berikut :
Yijk = μ + Ai + Bj + ABij + εijk dimana : Yijkl
= Nilai rata-rata respon pada perlakuan jenis bakteri asam laktat ke-i, bahan pelindung (kriogenik) ke-j dan ulangan ke-k
μ
= Rataan umum
Ai
= Pengaruh perlakuan jenis bakteri asam laktat ke-i (i = 1,2,3)
Bj
= Pengaruh perlakuan jenis bahan pelindung (kriogenik) ke-j (j = 1,2,3,4,5)
ABij
= Pengaruh interaksi perlakuan jenis bakteri asam laktat ke-i dan jenis bahan pelindung (kriogenik) ke-j
εm
= Galat percobaan
53
HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Bakteri Asam Laktat Konfirmasi kultur bakteri asam laktat dilakukan berdasarkan pengamatan morfologi dan ciri-ciri fisiologis, dimana hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6. sedangkan gambar isolat dengan pewarnaan Gram dapat dilihat pada Gambar 6 8. Genus bakteri asam laktat berdasarkan pengamatan morfologi dan sifat fisiologis dapat dicocokkan berdasarkan tabel perbedaan karakteristik bakteri asam laktat (Axelsson 2004 diacu dalam Salminen 2004).
Gambar 6. Kultur Pediococcus pentosaceus A16 (pembesaran 1000 x)
Gambar 7. Kultur Lactobacillus brevis A17 (pembesaran 1000 x)
54
Gambar 8. Kultur Lactobacillus rhamnosus R21 (pembesaran 1000 x) Tabel 6. Hasil Konfirmasi Kultur Bakteri Asam Laktat Karakteristik Bentuk Gram Kalase Dekstran CO2 Suhu : 10oC 15oC 45oC Garam : Kontrol 4% 6,5 % pH : 4,4 9,6 Produksi NH3 dari arginin
+ *
Kode Isolat A17 Batang Pendek + + + +++ +++ ++ +++ -
R21 Batang Pendek + ++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ -
Lactobacillus Lactobacillus brevis A17* rhamnosus R21 = tidak tumbuh ++ = tumbuh agak banyak = tumbuh sedikit +++ = tumbuh subur = hasil uji menggunakan API 50 CHL (Gambar dapat dilihat pada Lampiran 1)
Kultur BAL Ket :
A16 Kokus + ++ +++ +++ +++ ++ +++ + Pediococcus pentosaceus A16*
Dengan uji sifat fisiologis dan pengamatan morfologi kultur bakteri asam laktat pada tahap konfirmasi dapat diketahui bahwa isolat bakteri asam laktat yang digunakan pada penelitian ini teridentifikasi sebagai Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus brevis A17 dan Lactobacillus rhamnosus R21. Hasil ini sesuai dengan data hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hartanti (2007) dan Nuraida (2007).
55
Kurva Pertumbuhan Kultur Bakteri Asam Laktat Isolat bakteri asam laktat yang berasal dari ASI yaitu Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus brevis A17 dan Lactobacillus rhamnosus R21 yang berpotensi sebagai probiotik mempunyai pola pertumbuhan yang hampir sama. Pertumbuhan diartikan sebagai penambahan dan dapat dihubungkan dengan penambahan ukuran, jumlah bobot, massa dan banyak parameter lainnya dari suatu bentuk hidup. Pengukuran peningkatan jumlah sel selama masa inkubasi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada λ 600 nm. Semakin tinggi kandungan mikroba dalam suatu larutan maka akan menyebabkan semakin sedikit cahaya yang dapat berpenetrasi terhadap larutan dan semakin banyak cahaya yang akan diserap oleh larutan tersebut (Harrigan 1998). Semakin banyak jumlah sel yang tumbuh maka penyerapan cahaya semakin tinggi yang diketahui dari peningkatan absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer. Nilai absorbansi hasil pembacaan pada spektrofotometer dapat dinyatakan dalam rapat optis (optical density atau OD). Kurva pertumbuhan bakteri asam laktat dapat dilihat pada Gambar 9 dan data selengkapnya pada Lampiran 2.
A = log (1/T)
Absorbansi (λ 600 nm)
1.00
0.10
0.01 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Jam keL. brevis A17
P. pentosaceus A16
L.rhamnosus R21
Gambar 9. Kurva pertumbuhan isolat Bakteri Asam Laktat dari ASI Gambar 9 menunjukkan bakteri asam laktat mengalami tahap adaptasi (fase lag) pada jam ke-0 sampai jam ke-2 (awal inkubasi). Fase lag merupakan
56
masa penyesuaian mikroba sejak inokulasi sel mikroba ke dalam medium pertumbuhan (Mangunwidjaja et al. 1994). Pada fase lag tidak ada pertambahan populasi, sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan bertambahnya ukuran, terjadi sintesis enzim oleh sel yang diperlukan untuk metabolisme metabolit serta mengalami pertambahan substansi intraseluler. Setelah fase lag selesai sel memasuki fase logaritmik (eksponensial) dimana reproduksi selular mulai berlangsung. Konsentrasi selular atau biomassa meningkat sehingga massa sel menjadi dua kali lipat dengan laju sama dimana sel akan mengalami pembelahan dengan laju konstan (Pelczar et al. 2005). Fase logaritmik berlangsung mulai jam ke-2 sampai jam ke-12, dimana masing-masing isolat memiliki waktu generasi dan kecepatan pertumbuhan yang spesifik. Semua isolat yang digunakan memasuki fase akhir logaritmik pada jam ke-10 sampai jam ke-12 inkubasi. Pada saat memasuki fase stationer, konsentrasi biomassa menjadi maksimal, jumlah sel cenderung stabil, pertumbuhan berhenti dan menyebabkan terjadinya modifikasi struktur biokimiawi sel. Berdasarkan pola pertumbuhan dapat diketahui bahwa isolat Lactobacillus rhamnosus R21 memiliki kecepatan pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan isolat lain yang kemudian diikuti oleh isolat Lactobacillus brevis A17 dan Pediococcus pentosaceus A16. Untuk meningkatkan kestabilan sel selama pembekuan lebih menguntungkan jika sel dipanen pada fase stasioner, dimana telah terjadi pembentukan bahan-bahan penyelubung sel (Brasher & Gilliland, 1995). Dari kurva pertumbuhan tersebut ditentukan waktu panen untuk produksi biomassa sel yaitu pada jam ke-18 (pada saat awal fase stasioner). Bakteri asam laktat dapat mengalami fase kematian yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti: ketersediaan nutrisi pada media berkurang, energi cadangan dalam sel habis, adanya penumpukan asam dan metabolit lainnya. Perubahan pH medium dan metabolit dapat menurunkan jumlah sel-sel yang tumbuh pada fase berikutnya, kecepatan pembelahan menjadi menurun. Pertumbuhan bakteri asam laktat dapat terus berlangsung bila karbohidrat, asam amino, dan nutrien lainnya tersedia, komponen penghambat atau racun dihilangkan, didegradasi atau diencerkan serta konsentrasi ion hidrogen diatur dibawah level toleransi spesies tersebut (Hutkins & Nannen 1993).
57
Pengaruh Bahan Pelindung (Kriogenik) terhadap Bakteri Asam Laktat selama Pengeringan Beku (Freeze Drying) Proses pengeringan beku kultur bakteri asam laktat dilakukan dengan menggunakan alat freeze drier dengan kondisi suhu proses -50oC; 0,01 Mpa selama 2 hari. Gambar proses pembuatan kultur kering bakteri asam laktat dengan pengeringan beku dapat dilihat pada Lampiran 3 sedangkan hasil proses pengeringan beku yang berupa produk kultur kering beku untuk 3 jenis isolat bakteri asam laktat dapat dilihat pada Lampiran 4 - 6. a. Perubahan Total Bakteri Asam Laktat selama Pengeringan Beku Pengujian
ketahanan
bakteri
asam
laktat
ditentukan
dengan
membandingkan total bakteri asam laktat sebelum dan sesudah pengeringan beku. Data ketahanan bakteri asam laktat setelah proses pengeringan beku diperlukan untuk mengetahui pengaruh jenis bahan pelindung yang mampu mempertahankan viabilitas bakteri asam laktat setelah melalui proses pengeringan beku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultur kering bakteri asam laktat yang diisolasi dari ASI setelah mengalami pengeringan beku baik tanpa bahan pelindung (kontrol) maupun dengan bahan pelindung sukrosa, susu skim, laktosa dan maltodekstrin mengalami penurunan jumlah sel namun masih tetap mempunyai viabilitas yang tinggi. Perbandingan ketahanan terhadap proses pengeringan beku diantara kultur bakteri asam laktat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 10 sedangkan data selengkapnya pada Lampiran 7. Gambar 10 menunjukkan bahwa tingkat ketahanan ketiga kultur bakteri asam laktat setelah pengeringan beku untuk semua perlakuan bahan pelindung (kriogenik) relatif baik yaitu sekitar 86,51 %. Rata-rata jumlah bakteri sebelum pengeringan beku adalah 11,79 log cfu/g dan setelah pengeringan beku turun menjadi 10,19 log cfu/g, berarti terjadi penurunan populasi sebesar 1,6 log cfu/g. Diantara ketiga kultur bakteri asam laktat yang digunakan, kultur yang mengalami penurunan
terbesar
adalah
Lactobacillus
rhamnosus
R21
selanjutnya
Lactobacillus brevis A17 dan yang penurunannya paling rendah adalah
58
Pediococcus pentosaceus A16. Semakin rendah penurunan jumlah total bakteri maka kultur tersebut semakin tahan terhadap proses pengeringan beku.
Penurunan Jml BAL (log cfu/g)
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0 (a) A16
(b) A17
(c) R21
Jenis BAL
Kontrol
Sukrosa
Susu Skim
Laktosa
Maltodekstrin
Gambar 10. Penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah proses pengeringan beku (freeze drying), (a) Pediococcus pentosaceus A16, (b) Lactobacillus brevis A17, (c) Lactobacillus rhamnosus R21 Berdasarkan hasil analisis secara statistik, ketahanan kultur Pediococcus pentosaceus A16 dan Lactobacillus brevis A17 tidak berbeda nyata (p>0,05) sedangkan kedua kultur tersebut secara statistik berbeda nyata (p<0,05) dengan Lactobacillus rhamnosus R21. Penurunan sel Pediococcus pentosaceus A16 dan Lactobacillus brevis A17 lebih rendah dibandingkan dengan Lactobacillus rhamnosus R21. Penurunan total bakteri paling rendah terjadi pada kultur Pediococcus pentosaceus A16 yaitu rata-rata sebesar 1,24 log cfu/g, selanjutnya Lactobacillus brevis A17 sekitar 1,42 log cfu/g dan terakhir pada Lactobacillus rhamnosus R21 dengan penurunan jumlah sel rata-rata sebesar 2,13 log cfu/g (Lampiran 11a). Penggunaan berbagai jenis bahan pelindung menunjukkan bahwa penggunaan laktosa memberikan penurunan jumlah bakteri asam laktat yang paling rendah dengan penurunan sebesar 0,91 log cfu/g dan tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan sukrosa dimana jumlah penurunan bakteri asam laktat sebesar 1,32 log cfu/g. Namun penggunaan susu skim memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) dengan laktosa dan tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan sukrosa yaitu dengan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 1,39 log cfu/g.
59
Penggunaan maltodekstrin memberikan pengaruh perlindungan yang paling rendah dengan penurunan terbesar sekitar 2,37 log cfu/g, yang tidak berbeda (p>0,05) dengan kontrol (Lampiran 11e). Pengaruh perlindungan bahan pelindung dari masing-masing kultur bakteri asam laktat menunjukkan respon yang berbeda (Gambar 10). Penurunan total bakteri asam laktat pada kultur kering Pediococcus pentosaceus A16 tanpa perlakuan (kontrol) yaitu sebesar 1,44 log cfu/g lebih rendah dibandingkan Lactobacillus brevis A17 (2,21 log cfu/g) dan Lactobacillus rhamnosus R21 (2,33 log cfu/g) (Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa kultur Pediococcus pentosaceus
A16
lebih
resisten
terhadap
perlakuan
pengeringan
beku
dibandingkan dengan Lactobacillus brevis A17 dan Lactobacillus rhamnosus R21. Pada kultur Pediococcus pentosaceus A16, penggunaan bahan pelindung laktosa dengan penurunan jumlah bakteri sebesar 0,85 log cfu/g, susu skim dengan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 1,05 log cfu/g dan maltodekstrin dengan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 1,08 log cfu/g mampu mempertahankan viabilitas sel setelah pengeringan beku dengan penurunan total bakteri asam laktat lebih rendah dari kontrol (1,44 log cfu/g) sedangkan penambahan sukrosa dengan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 1,79 log cfu/g kurang mampu memberikan perlindungan dengan penurunan total bakteri yang lebih besar dari kontrol (Lampiran 7). Pada kultur Lactobacillus brevis A17, penggunaan bahan pelindung sukrosa, susu skim, laktosa dan maltodekstrin mampu mempertahankan viabilitas sel bakteri asam laktat dengan penurunan jumlah sel lebih rendah dari kontrol (2,21 log cfu/g). Penggunaan sukrosa menyebabkan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 1,17 log cfu/g, susu skim (1,61 log cfu/g), laktosa (0,63 log cfu/g) dan maltodesktrin (1,48 log cfu/g) (Lampiran 7). Pada kultur Lactobacillus rhamnosus R21, penggunaan bahan pelindung sukrosa, susu skim, dan laktosa mampu mempertahankan viabilitas sel setelah pengeringan beku dengan penurunan total bakteri asam laktat lebih rendah dari kontrol (2,33 log cfu/g), sedangkan maltodekstrin kurang mampu memberikan perlindungan terhadap kultur Lactobacillus rhamnosus R21 dengan penurunan
60
total bakteri asam laktat lebih tinggi dibandingkan kontrol. Penggunaan bahan pelindung sukrosa menyebabkan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 0,99 log cfu/g, susu skim (1,53 log cfu/g), laktosa (1,25 log cfu/g) sedangkan penggunaan maltodekstrin menyebabkan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 4,56 log cfu/g (Lampiran 7). Jumlah bakteri asam laktat setelah pengeringan beku untuk semua jenis bahan pelindung berkisar antara 106 – 1011 cfu/g. Pada penelitian yang dilakukan oleh Harmayani et al. (2001) penurunan jumlah bakteri sebelum dan setelah pengeringan beku sebesar 2 siklus log yaitu dari 1013 cfu/ml menjadi 1011 cfu/ml. Jumlah sel bakteri asam laktat hidup dalam kultur kering ini cukup tinggi untuk dapat memberikan efek kesehatan bagi tubuh. Menurut International Dairy Federation, jumlah minimal sel probiotik hidup pada produk susu untuk dapat berperan dalam meningkatkan kesehatan pencernaan adalah 106 cfu/g sel per gram produk (Sultana et al. 2000). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraheny (2004) dengan menggunakan media skim ditambah sukrosa ternyata setelah diinkubasi menghasilkan total bakteri asam laktat sebesar 9,05 sampai 9,25 log cfu/ml. Hal tersebut tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2003) yang menggunakan susu kedelai dengan penambahan skim sebanyak 5%, sukrosa 3% menghasilkan total bakteri asam laktat sebesar 9,04 sampai 9,31 log cfu/ml. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Seveline (2005) pada produksi probiotik dengan pengeringan beku, penggunaan kriogenik MSG 1% menghasilkan produk probiotik dengan viabilitas yang paling baik yaitu sebesar 9,0 log cfu pada kultur Lactobacillus F1 setelah penyimpanan selama 4 minggu dibandingkan dengan penggunaan bahan kriogenik MSG 1,5% maupun susu skim 10%. Pada penelitian ini memberikan hasil yang lebih baik dari penelitian sebelumnya dengan jumlah bakteri asam laktat setelah pengeringan beku lebih besar. Hal ini disebabkan karena media pertumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah MRS broth yang merupakan media sintetis dengan kandungan nutrisi yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan susu skim dan sukrosa sebagai media pertumbuhannya.
61
Penurunan ketahanan sel selama pengeringan beku kemungkinan disebabkan karena pengaruh dari proses pembekuan dan pengeringan. Proses pembekuan yang berperan menurunkan ketahanan sel seperti terjadi pada tahap pendinginan sel dan pendinginan medium untuk mencapai titik pembekuan, pembentukan es intraseluler dan ekstraseluler, terjadinya peningkatan konsentrasi larutan, penyimpanan serta thawing (Johnson & Etzel 1995). Adanya proses pembekuan menyebabkan sel kehilangan kestabilannya sehingga menjadi mudah rusak selama pengeringan. Faktor utama penyebab kerusakan karena pengeringan sel bakteri karena shock osmotic dengan kerusakan membran dan perpindahan ikatan hidrogen yang berpengaruh terhadap sifat-sifat makromolekul hidrofilik dalam sel (Ray 1993). Selain itu penurunan viabilitas sel selama proses pengeringan beku juga disebabkan karena pengurangan air dalam proses pengeringan. Pengeringan bahan dapat menyebabkan hilangnya air dari bahan sehingga konsentrasi biomolekul dan ion-ion didalam sel meningkat dan menyebabkan aktivitas seluler berhenti, pada saat ini sel menderita stres (Novelina 2005). Ray dan Speck (1973) melaporkan bahwa, kenaikan konsentrasi ion dapat menurunkan kekuatan ikatan hidrofobik sehingga konfigurasi makromolekul akan terganggu. Peningkatan konsentrasi elektrolit dapat mempengaruhi membran lipid sehingga dapat menyebabkan terjadinya kebocoran sel. Kombinasi antara proses pembekuan dan pengeringan selama pengeringan beku menyebabkan ketidakstabilan sel sehingga sel lebih mudah mengalami penurunan ketahanan karena pengeringan. Ketahanan sel karena proses pengeringan dihubungkan karena adanya akumulasi bahan terlarut, dimana akumulasi ini dapat menyebabkan kondisi stres untuk pertumbuhan terutama respon terhadap tekanan osmotik medium (Hutkins et al. 1987; Molenaar et al. 1993; Glaasker et al. 1996 diacu dalam Champagne et al. 2001). Banyak hasil studi melaporkan bahwa kehilangan atau penurunan viabilitas sel karena pengeringan beku dihubungkan dengan kerusakan komponen sel, membran sel, dinding sel dan DNA (Zamora et al. 2006). Kerusakan sistem biologis yang disebabkan karena proses pengeringan beku ditandai dengan terjadinya perubahan sifat fisik seperti pada membran lipid atau perubahan dari struktur protein yang
62
sensitif (Leslie et al. 1995 diacu dalam Carvalho et al. 2002). Perpindahan ikatan hidrogen air dari bagian kepala dari phospolipid bilayer meningkatkan kemungkinan terjadinya interaksi Van der Waals sehingga lipid akan mengalami transisi/perubahan dari fase kristal cair menjadi gel. Pada suhu ruang membran kering berada dalam fase gel, selama dehidrasi membran akan mengalami transisi kembali dari fase gel menjadi kristal cair kembali. Suhu pada fase transisi ini dapat menyebabkan terjadinya kebocoran pada membran sel. Penambahan disakarida sebelum pengeringan dapat menurunkan suhu transisi dari membran kering dengan mengganti grup bagian kepala dari air dengan lipid, mencegah fase transisi dan mencegah kebocoran selama rehidrasi. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Leslie et al. (1995) dimana gula dapat meningkatkan ketahanan
mikroba
terhadap
pengeringan
beku
karena
kemampuannya
menurunkan suhu pada fase transisi membran dan melindungi struktur protein dalam keadaan kering. Kerusakan yang terjadi karena proses pengeringan dan pembekuan dapat dikurangi dengan penambahan bahan pelindung (kriogenik) ke dalam suspensi sel yang akan dikeringbekukan. Bahan pelindung (kriogenik) yang digunakan dalam proses pengeringan beku pada sel bertujuan untuk mempertahankan membran sel dari kerusakan namun perlu juga diperhatikan jenis kriogenik yang tepat untuk proses pengeringan beku tersebut. Bahan-bahan kriogenik yang digunakan merupakan senyawa yang dapat melakukan ikatan hidrogen dan/atau dapat berionisasi (Tamime & Robinson 1989). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Carvalho et al. (2002) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan penggunaan berbagai senyawa kriogenik terhadap ketahanan sel selama pengeringan beku namun tetap menghasilkan tingkat ketahanan sel yang tinggi. Keuntungan adanya bahan pelindung dihubungkan dengan mekanisme pengaruh perlindungan terhadap protein dan membran sel mikroba (Wiemken 1990 diacu dalam Champagne et al. 2001). Mekanisme kematian yang dihubungkan dengan proses pengeringan beku, penyimpanan dan perlindungan terhadap mikroorganisme dari berbagai kerusakan adalah merupakan hal yang kompleks. Dari penelitian ini tidak dapat menjelaskan secara detail model yang pasti dari masing-masing bahan pelindung. Meskipun
63
demikian penggunaan bahan pelindung mempunyai pengaruh terhadap stabilitas sel selama pengeringan beku dan penyimpanan. Ketahanan hidup sel terhadap berbagai kondisi proses dipengaruhi oleh strain mikroorganisme, kondisi pertumbuhan, umur kultur, media pensuspensi dan kondisi proses. b. Ketahanan terhadap pH rendah (pH 2,0) Ketahanan kultur kering bakteri asam laktat terhadap pH rendah (pH 2,0) diperlukan untuk mengetahui kemampuan kultur bakteri asam laktat bertahan pada asam lambung. Ketahanan kultur kering terhadap pH rendah ditunjukkan dengan penurunan total bakteri asam laktat setelah inkubasi dalam media yang mengandung asam (pH 2,0) selama 5 jam. Tingkat ketahanan kultur kering pada pH 2,0 baik pada kultur segar maupun kultur yang dikeringbekukan relatif rendah. Penurunan ketahanan terhadap pH 2,0 berkisar antara 39,8 – 100 %. Perbandingan ketahanan terhadap pH rendah (pH 2,0) diantara kultur kering bakteri asam laktat dapat dilihat pada Gambar 11 sedangkan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.
Penurunan Jml BAL (log cfu/g)
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0 (a) A16
Kultur Segar
(b) A17 Jenis BAL
Kontrol
Sukrosa
Susu Skim
(c) R21
Laktosa
Maltodekstrin
Gambar 11 Penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah inkubasi dalam media MRSB dengan pH 2,0 selama 5 jam (a) Pediococcus pentosaceus A16, (b) Lactobacillus brevis A17 dan (c) Lactobacillus rhamnosus R21 Gambar 11 menunjukkan bahwa kultur segar mengalami penurunan jumlah bakteri asam laktat lebih rendah dibandingkan dengan kultur kering yang telah mengalami proses pengeringan beku (kontrol) baik kultur Pediococcus
64
pentosaceus A16, Lactobacillus brevis A17 dan Lactobacillus rhamnosus R21. Dari hasil analisa secara statistik ketahanan kultur kering terhadap pH rendah (pH 2,0) untuk setiap jenis kultur berbeda sangat nyata (p<0,05), dimana kultur Lactobacillus rhamnosus R21 memiliki ketahanan paling tinggi dengan rata-rata penurunan jumlah total bakteri sebesar 4,96 log cfu/g dan berbeda nyata (p < 0,05) dengan kultur kering Lactobacillus brevis A17 dengan rata-rata penurunan jumlah total bakteri sebesar 5,26 log cfu/g dan terendah kultur Pediococcus pentosaceus A16 dengan penurunan jumlah total bakteri sebesar 6,64 log cfu/g (Lampiran 16d). Semakin rendah penurunan jumlah bakteri asam laktat maka kultur tersebut semakin tahan terhadap pH rendah (pH 2,0). Hasil analisis statistik secara keseluruhan untuk penggunaan berbagai bahan pelindung terhadap ketahanan kultur kering terhadap pH rendah (pH 2,0) menunjukkan bahwa susu skim dan maltodekstrin memberikan perlindungan paling baik terhadap pH rendah dan berbeda sangat nyata (p < 0,05) dengan laktosa dan sukrosa. Penggunaan maltodekstrin dan susu skim memberikan ratarata penurunan jumlah bakteri asam laktat paling rendah yaitu berturut-turut sebesar 4,76 log cfu/g dan 4,81 log cfu/g. Bahan pelindung laktosa menunjukkan rata-rata penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 5,24 log cfu/g dan sukrosa sebesar 6,76 log cfu/g (Lampiran 16e). Penggunaan bahan pelindung pada masing-masing kultur bakteri asam laktat menunjukkan respon yang berbeda-beda (Gambar 11). Penurunan jumlah kultur segar Pediococcus pentosaceus A16 yaitu sebesar 5,39 log cfu/g lebih rendah dibandingkan dengan kultur kering beku (kontrol) yaitu 7,30 log cfu/g. Pada kultur segar Lactobacillus brevis A17 terjadi penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 0,46 log cfu/g sementara penurunan kultur kering beku (kontrol) sebesar 7,20 log cfu/g. Penurunan kultur segar Lactobacillus rhamnosus R21 sebesar 6,80 log cfu/g lebih rendah dibandingkan dengan kultur kering beku (kontrol) yaitu 9,35 log cfu/g. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengeringan beku menurunkan ketahanan semua kultur kering terhadap pH rendah. Penambahan bahan pelindung susu skim dan laktosa pada kultur kering Pediococcus pentosaceus A16 mampu meningkatkan ketahanannya terhadap pH rendah dibandingkan dengan kontrol (7,30 log cfu/g) dengan penurunan jumlah
65
sel berturut-turut 5,84 dan 5,85 log cfu/g, sedangkan sukrosa dan maltodekstrin kurang mampu mempertahankan ketahanannya terhadap pH rendah dengan penurunan jumlah sel berturut-turut 7,70 dan 7,76 log cfu/g dibandingkan dengan kontrol (7,30 log cfu/g) (Lampiran 12). Pada kultur Lactobacillus brevis A17, penambahan bahan pelindung susu skim, laktosa dan maltodekstrin mampu meningkatkan ketahanannya terhadap pH rendah (masing-masing terjadi penurunan sebesar 5,37 log cfu/g, 4,78 log cfu/g, 5,13 log cfu/g) dibandingkan dengan kontrol (7,20 log cfu/g), sedangkan sukrosa kurang mampu mempertahankan ketahanan kultur kering terhadap pH rendah dengan penurunan jumlah sel 8,62 log cfu/g. Penambahan semua jenis bahan pelindung pada kultur Lactobacillus rhamnosus R21 mampu meningkatkan ketahanannya terhadap pH rendah dibandingkan dengan kontrol (9,35 log cfu/g), dengan penurunan jumlah bakteri sebesar 3,95 log cfu/g pada sukrosa, 3,21 log cfu/g pada susu skim, 5,09 log cfu/g pada laktosa dan 1,38 log cfu/g pada maltodekstrin. Dari hasil pengujian diketahui bahwa ketahanan kultur kering terhadap asam rendah (pH 2,0) cukup bervariasi dan cenderung rendah namun masih mampu memberi perlindungan dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 12). Nilai keasaman tinggi (pH 2,0) yang digunakan memiliki sifat merusak yang sangat kuat terhadap semua isolat yang diuji. Hal ini ditunjukkan dari penurunan jumlah sel setelah diinkubasi selama 5 jam. Penghambatan asam terhadap pertumbuhan sel bakteri terjadi melalui efek denaturasi enzim-enzim yang ada dipermukaan sel, kerusakan lipopolisakarida dan membran luar serta penurunan pH sitoplasma melalui peningkatan permeabilitas membran terhadap proton pada gradien pH yang sangat besar. Selain itu sel bakteri juga sudah mengalami stres yang cukup kuat karena pengaruh pengeringan dan pembekuan. Hal yang lebih menentukan lagi adalah bahan pelindung yang digunakan tidak hanya mengandung padatan yang sesuai namun juga mengandung padatan yang bersifat buffer yang mampu menstabilkan pH. Susu skim mengandung sejumlah padatan seperti phospat dan sitrat yang mempunyai kapasitas sebagai buffer. Padatan dalam susu skim diharapkan mampu mencegah terjadinya kerusakan seluler dengan menstabilkan membran sel. Selain itu protein susu dapat
66
membentuk selubung yang dapat melindungi protein dinding sel bakteri, dan kalsium pada susu dapat meningkatkan ketahanan sel setelah pembekuan dan pengeringan beku (King et al. 1993 diacu dalam Zayed et al. 2004). Isolat yang sedikit mengalami penurunan sel pada kondisi asam, diduga memiliki mekanisme ketahanan terhadap asam. Asam lambung (HCl) termasuk asam kuat yang terdisosiasi dalam medium dan mampu menurunkan pH eksternal tetapi tidak dapat menembus membran sel. Adaptasi struktur membran luar merupakan mekanisme resistensi bakteri terhadap asam yang tergolong asam kuat. Adaptasi dapat berupa perubahan komposisi asam lemak dan fosfolipid membran. Hal yang serupa juga ditunjukkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Jacobsen (1999), dimana dilakukan pengujian ketahanan asam terhadap 47 galur bakteri asam laktat dari berbagai sumber pada pH 2,5. Dari hasil pengujian tersebut hanya 29 galur bakteri yang mampu bertahan pada pH 2,5 dan tidak ada satupun yang mampu tumbuh setelah inkubasi selama 4 jam. c. Ketahanan terhadap Garam Empedu 0,5% Ketahanan kultur kering terhadap garam empedu ditunjukkan dengan penurunan total bakteri asam laktat setelah inkubasi dengan media yang mengandung garam empedu 0,5% selama 5 jam. Hasil penelitian menunjukkan tingkat ketahanan kultur kering terhadap garam empedu baik pada kultur segar maupun kultur kering beku relatif tinggi. Penurunan total bakteri asam laktat Pediococcus pentosaceus A16 setelah diinkubasi dalam media yang mengandung garam empedu 0,5% relatif rendah. Perbandingan ketahanan kultur bakteri asam laktat yang digunakan terhadap garam empedu 0,5% dapat dilihat pada Gambar 12 sedangkan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17. Gambar 12 menunjukkan bahwa kultur segar mengalami penurunan jumlah bakteri asam laktat yang lebih tinggi dari kultur kering beku (kontrol) baik pada kultur Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus brevis A17 dan Lactobacillus rhamnosus R21. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengeringan beku tidak berpengaruh terhadap ketahanan kultur kering bakteri asam laktat terhadap garam empedu 0,5%. Dari hasil analisa statistik secara keseluruhan, ketahanan kultur kering bakteri asam laktat terhadap garam empedu 0,5% berbeda
67
secara nyata (p < 0,05) diantara setiap kultur. Kultur Pediococcus pentosaceus A16 memiliki ketahanan paling tinggi dengan rata-rata penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 0,18 log cfu/g dan berbeda nyata (p < 0,05) dengan Lactobacillus rhamnosus R21 dengan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 0,76 log cfu/g dan kultur Lactobacillus brevis A17 dengan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 1,51 log cfu/g (Lampiran 21d).
Penurunan Jml BAL (log cfu/g)
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0 (a) A16
(b) A17
(c) R21
Jenis BAL
Kultur segar
Gambar 12
Kontrol
Sukrosa
Susu skim
Laktosa
Maltodekstrin
Penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah diinkubasi dengan MRSB yang mengandung garam empedu 0,5% selama 5 jam (a) Pediococcus pentosaceus A16, (b) Lactobacillus brevis A17 dan (c) Lactobacillus rhamnosus R21
Berdasarkan hasil analisa statistik secara keseluruhan, penggunaan bahan susu skim memberikan ketahanan paling tinggi terhadap garam empedu 0,5% dengan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 0,22 log cfu/g dan berbeda nyata (p < 0,05) dengan bahan pelindung yang lain, dimana dengan penggunaan laktosa memberikan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 0,51 log cfu/g, sukrosa sebesar 0,83 log cfu/g dan maltodekstrin sebesar 1,11 log cfu/g. Penurunan paling tinggi terjadi pada kultur segar yang digunakan sebagai pembanding yaitu sebesar 1,69 log cfu/g (Lampiran 21e). Penggunaan bahan pelindung pada masing-masing kultur menunjukkan pengaruh yang berbeda-beda namun penggunaan susu skim tetap memberikan perlindungan yang terbaik diantara bahan pelindung yang lain (Gambar 12). Penambahan bahan pelindung susu skim pada kultur kering Pediococcus
68
pentosaceus A16 menunjukkan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 0,11 log cfu/g dan tidak berbeda jauh dengan kontrol kultur kering beku (0,12 log cfu/g) sedangkan penambahan sukrosa, laktosa dan maltodekstrin menurunkan jumlah sel lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yaitu pada sukrosa sebesar 0,24 log cfu/g, laktosa dan maltodekstrin sebesar 0,22 log cfu/g (Lampiran 17). Penambahan bahan pelindung susu skim, laktosa dan maltodekstrin pada kultur Lactobacillus brevis A17 mampu meningkatkan ketahanan kultur kering terhadap garam empedu 0,5% dengan penurunan jumlah bakteri asam laktat pada susu skim sebesar 0,24 log cfu/g, laktosa sebesar 0,92 log cfu/g dan maltodekstrin sebesar 0,30 log cfu/g dibandingkan dengan kontrol (1,43 log cfu/g) sedangkan sukrosa dengan penurunan jumlah bakteri asam laktat sebesar 1,60 log cfu/g kurang mampu mempertahankan ketahanannya terhadap garam empedu 0,5 % dengan penurunan jumlah sel lebih besar dari kontrol (Lampiran 17). Penambahan maltodekstrin
bahan pelindung sukrosa, susu skim,
laktosa dan
pada kultur Lactobacillus rhamnosus R21 kurang mampu
mempertahankan ketahanannya terhadap garam empedu 0,5% dengan penurunan jumlah bakteri asam laktat pada sukrosa sebesar 0,66 log cfu/g, susu skim sebesar 0,31 log cfu/g, laktosa sebesar 0,40 log cfu/g dan maltodekstrin sebesar 2,56 log cfu/g dibandingkan dengan kontrol yaitu sebesar 0,03 log cfu/g (Lampiran 17). Data di atas menunjukkan bahwa kultur kering beku yang diberi bahan pelindung maupun yang tidak diberi bahan pelindung memiliki ketahanan yang tinggi terhadap garam empedu 0,5% setelah inkubasi selama 5 jam kecuali pada kultur segar Lactobacillus brevis A17 dan penggunaan maltodekstrin pada kultur Lactobacillus rhamnosus R21. Ketahanan terhadap garam empedu merupakan salah satu syarat penting untuk mikroorganisme yang akan digunakan sebagai probiotik. Ketahanan kultur kering probiotik pada penelitian ini terhadap garam empedu 0,5% berkisar antara 37,6% - 99,5%. Namun demikian jumlah sel yang tumbuh dengan adanya garam empedu terlihat menurun (walaupun tidak signifikan) dimana hal ini diduga disebabkan oleh terjadinya kebocoran sel yang diinduksi oleh garam empedu namun tidak sampai menyebabkan sel mengalami lisis. Dari kisaran tersebut dapat diketahui bahwa kultur kering beku tahan terhadap garam empedu.
69
Pada sistem pencernaan, garam empedu dihasilkan di liver dari kolesterol dan disekresikan sebagai konjugat glisin dan taurin ke dalam usus 12 jari. Garam empedu mempunyai fungsi untuk memfasilitasi penyerapan lemak dan mengalami sirkulasi enterohepatik (Hofman 1984 diacu dalam Noriega et al. 2004). Selama sirkulasi enterohepatik, garam empedu dapat mengalami modifikasi oleh mikroba intestinal. Dekonjugasi garam empedu oleh enzim hidrolase menghasilkan bentuk utama yaitu asam empedu (cholic dan quenodeoxycholic). Asam empedu merupakan racun bagi sel hidup, oleh karena itu mikroba pada saluran pencernaan harus mempunyai suatu mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari aktivitas racun tersebut. Garam empedu dapat meningkatkan permeabilitas sel L. acidophillus, menyebabkan lebih banyak substrat masuk ke dalam sel selanjutnya dapat meningkatkan aktivitas enzim β-glukosidase dari seluruh sel (Noh & Gilliland 1993). Jika dalam konsentrasi yang tinggi garam empedu dapat menyebabkan terjadinya kebocoran materi intraseluler. Asam lemak dapat menurunkan kebocoran sel yang disebabkan oleh garam empedu. Selain itu lipid yang lebih dominan ditemukan pada bagian membran sel bakteri gram positif merupakan bagian penting untuk menjaga struktur membran (Kimoto et al. 2002). Asam lemak berkonstribusi meningkatkan kestabilan membran lipid. Tween 80 dengan garam empedu dapat berinteraksi membentuk misel, dimana misel ini dapat menurunkan tingkat penempelan garam empedu pada dinding sel bakteri (Kimoto et al. 2002). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kimoto et al. (2002) menyatakan bahwa jumlah sel yang hidup mengalami penurunan 3 – 5 log setelah inkubasi selama 3 jam dengan adanya oxgall. Toleransi terhadap garam empedu diduga disebabkan oleh peranan polisakarida sebagai salah satu komponen penyusun dinding sel bakteri gram positif namun mekanisme yang terlibat didalamnya belum diketahui dengan jelas (Surono et al. 2000). De Smet et al. (1995) menyatakan bahwa metabolisme sumber karbon dapat menurunkan pengaruh toksik garam empedu pada Lactobacillus. Perin et al. (2000) diacu dalam Noriega et al. (2004) menyatakan bahwa ketahanan terhadap garam empedu pada beberapa spesies bifidobacteria dapat ditingkatkan dengan adanya fruktooligosakarida.
70
d. Perkiraan Jumlah Bakteri Asam Laktat yang Mencapai Kolon Bakteri asam laktat akan memiliki fungsi sebagai probiotik jika mampu mencapai kolon dalam keadaan hidup. Untuk dapat mencapai kolon, bakteri asam laktat akan melalui berbagai rintangan seperti kondisi asam tinggi pada lambung dan garam empedu di usus halus. Jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon dihitung berdasarkan selisih antara jumlah awal bakteri asam laktat dengan penurunan jumlah bakteri asam laktat setelah dipapar dengan asam (pH 2,0) dan garam empedu 0,5% selama 5 jam. Jika dikonsumsi sebesar 1 gram kultur kering maka perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon dapat dilihat pada Tabel 7 sedangkan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 22. Tabel 7 Perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon Σ awal kultur kering BAL (log cfu/g)
Penurunan setelah terpapar pH 2,0 di lambung (log cfu/g)
Penurunan setelah terpapar garam empedu 0,5% di usus halus (log cfu/g)
Perkiraan Jumlah BAL di kolon (log cfu/g)
A16-K A16-S A16-SK A16-L A16-M
10.7526 9.6365 10.3177 10.5341 10.3662
7.3033 7.7019 5.8412 5.8457 7.7656
0.1232 0.2386 0.1095 0.2173 0.2162
3.3261 1.6960 4.3671 4.4711 2.3844
A17-K A17-S A17-SK A17-L A17-M
10.2007 10.8946 10.3768 10.8351 10.1722
7.1990 8.6173 5.3722 4.7797 5.1324
1.4267 1.5966 0.2404 0.9188 0.3009
1.5750 0.6808 4.7642 5.1366 4.7389
R21-K 10.1398 9.3470 R21-S 10.7159 3.9520 R21-SK 10.3227 3.2097 R21-L 10.5389 5.0884 R21-M 7.0837 1.3839 Keterangan : A16 : Pediococcus pentosaceus A16 A17 : Lactobacillus brevis A17 R21 : Lactobacillus rhamnosus R21 K : Kontrol tanpa bahan pelindung
0.0321 0.6566 0.3099 0.3962 2.8037
0.7608 6.1073 6.8031 5.0542 2.8960
Perlakuan
S SK L M
: Bahan pelindung sukrosa : Bahan pelindung susu skim : Bahan pelindung laktosa : Bahan pelindung maltodekstrin
71
Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon dalam jumlah yang paling tinggi adalah Lactobacillus rhamnosus R21 dengan bahan pelindung susu skim yaitu mencapai 6,4 x 106 cfu/g yang tidak berbeda jauh dengan kultur Lactobacillus rhamnosus R21 dengan bahan pelindung sukrosa yaitu sebesar 1,3 x 106 cfu/g. Sedangkan jumlah bakteri asam laktat yang paling rendah mencapai kolon adalah Lactobacillus brevis A17 dengan bahan pelindung sukrosa yaitu sebesar 4,8 x 100 cfu/g (48 cfu/g) yang tidak berbeda jauh dengan kontrol pada kultur Lactobacillus rhamnosus R21 yaitu sebesar 5,8 x 100 cfu/g (58 cfu/g) (Lampiran 22). Dari hasil analisa statistik secara keseluruhan, jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon berbeda secara nyata (p<0,05) antara kultur Lactobacillus rhamnosus R21 dengan Lactobacillus brevis A17 dan Pediococcus pentosaceus A16, namun diantara Lactobacillus brevis A17 dan Pediococcus pentosaceus A16 tidak berbeda secara nyata (p>0,05) (Lampiran 23d). Penggunaan bahan pelindung susu skim mampu melindungi bakteri asam laktat hingga mampu mencapai kolon dan tidak berbeda secara nyata (p>0,05) dengan bahan pelindung laktosa. Penggunaan sukrosa dan maltodekstrin sebagai pelindung berbeda secara nyata (p<0,05) dengan susu skim dan laktosa, namun diantara sukrosa dan maltodektrin memiliki kemampuan sama sebagai pelindung. Kultur bakteri asam laktat tanpa bahan pelindung (kontrol) paling sedikit mencapai kolon (Lampiran 23e). Setiap jenis bahan pelindung memiliki kemampuan yang berbeda dalam kapasitasnya sebagai pelindung. Susu skim dan laktosa menunjukkan kemampuan melindungi yang paling baik diantara bahan yang lain. Namun antara laktosa dan susu skim memiliki kemampuan yang berbeda dari setiap stres/hambatan yang dialami oleh bakteri asam laktat. Laktosa mampu memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap pengaruh pengeringan beku sedangkan susu skim mampu memberikan perlindungan terbaik kultur kering terhadap paparan asam lambung (pH 2,0) dan garam empedu 0,5%. Hal ini disebabkan karena komponen penyusun laktosa yaitu berupa glukosa dan galaktosa lebih sederhana dibandingkan susu skim, dimana susu skim tersusun dari berbagai bahan yang kompleks seperti laktosa, protein kasein, sitrat, phospat yang mampu berperan sebagai buffer
72
sehingga mampu melindungi sel dari paparan pH rendah dan garam empedu. Berat molekul laktosa lebih rendah dari susu skim sehingga laktosa dapat masuk ke dalam sel bakteri asam laktat dan memberikan perlindungan dari dua sisi membran sel selama proses pengeringan beku. Kasein susu yang berbentuk misel (micelles) mempunyai ukuran yang besar sehingga tidak dapat berdifusi ke dalam sel bakteri hanya komponen whey dari susu yang mampu berdifusi (Passos et al. 1993 diacu dalam Champagne et al. 2001). Hal ini juga didukung hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan medium sukrosa-whey memberikan hasil lebih efektif sebagai bahan pelindung pada proses pengeringan beku dibandingkan medium berbasis susu (Champagne et al. 1996 diacu dalam Champagne et al. 2001) Berdasarkan hasil pada penelitian tahap 1, dipilih isolat Lactobacillus rhamnosus R21 dengan bahan pelindung susu skim untuk digunakan lebih lanjut pada penelitian tahap 2. Hal ini didasarkan dengan berbagai pertimbangan seperti: kemampuan bertahan pada pH rendah lebih baik dibanding isolat yang lain, dimana parameter itu dipilih karena paparan dari pH rendah pertama kali terjadi saat isolat masuk di lambung sebelum terpapar dengan garam empedu. Selain itu juga kemampuan kultur Lactobacillus rhamnosus R21 dengan bahan pelindung susu skim mampu mencapai kolon dalam jumlah yang paling tinggi diantara kultur dan bahan pelindung yang lain yaitu sebesar 6,4 x 106 cfu/g. Pertimbangan lain yang digunakan karena isolat Lactobacillus rhamnosus R21 memiliki kemampuan memfermentasi susu yang lebih baik dibandingkan dengan isolat lain jika digunakan dalam bentuk tunggal (Hartanti 2007). Dari hasil analisis statistik menunjukkan penggunaan susu skim memberikan pengaruh perlindungan yang terbaik dibandingkan bahan pelindung lain. Selain itu susu skim sudah lebih umum digunakan secara komersial dan mudah dalam penanganannya.
73
Pengaruh Penyimpanan terhadap Viabilitas Kultur Kering Beku Lactobacillus rhamnosus R21 Penyimpanan kultur Lactobacillus rhamnosus R21 dilakukan
pada
kondisi RH 75 dan 90 pada suhu ruang. Kondisi penyimpanan pada RH 75 diatur dengan menggunakan larutan garam jenuh NaCl dan RH 90 dengan menggunakan larutan garam jenuh BaCl2. Proses penyimpanan dan pengamatan kultur kering selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 24 dan 25. a. Pengaruh Kadar Air dan Aktivitas Air (aw) terhadap Vabilitas Kultur Kering Lactobacillus rhamnosus R21 Proses penyimpanan dapat meningkatkan kadar air dan aktivitas air (aw) kultur kering (Gambar 13 dan 14) sedangkan data peningkatan kadar air dan aktivitas air selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 26 dan 27. Peningkatan kadar air dan aktivitas air (aw) selama penyimpanan kultur kering dapat menurunkan jumlah Lactobacillus rhamnosus R21 (Gambar 15 dan 16).
K ad ar air ku ltu r kerin g (g H 2 O /g p ad atan )
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00 0
1
2
3
4
Hari ke-
5
6
RH 75
7
RH 90
Gambar 13 Peningkatan kadar air kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 selama penyimpanan pada RH 75 dan RH 90
74
0.9 0.8 0.7
Aw
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0
1
2
3
4 Hari ke-
5
6 RH 75
7 RH 90
Gambar 14 Peningkatan aktivitas air (aw) kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 selama penyimpanan pada RH 75 dan RH 90 Gambar 13 dan 14 menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan kadar air dan aktivitas air (aw) kultur kering selama proses penyimpanan disebabkan karena produk hasil pengeringan beku mempunyai sifat yang sangat higroskopis sehingga sangat mudah menyerap air ataupun uap air dari lingkungan sekitarnya. Penggunaan RH 75 dan 90 pada proses penyimpanan bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang ekstrim dan mengetahui bagaimanan pengaruh penyerapan uap air dari lingkungan terhadap viabilitas kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21. Data kadar air dan aktivitas air (aw) kultur kering selama penyimpanan pada RH 75 dan 90 diplotkan dalam satu grafik sehingga dapat diketahui bagaimana pola hubungan antara peningkatan kadar air dan aktivitas air (aw) dengan viabilitas Lactobacillus rhamnosus R21 seperti ditunjukkan pada Gambar 15 dan 16.
75
Total BAL dalam kultur kering (log cfu/g)
14 12 10 8 6 4 2 0 0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
Kadar air kultur kering (g H2O/g padatan)
0.25 Total BAL
Gambar 15 Hubungan Total bakteri asam laktat dengan kadar air selama penyimpanan
Total BAL dalam kultur kering (log cfu/g)
14 12 10 8 6 4 2 0 0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
Aktivitas air (aw)
0.6
0.7
0.8
0.9
Total BAL
Gambar 16 Hubungan Total bakteri asam laktat dengan aktivitas air (aw) selama penyimpanan Gambar 15 dan 16 menunjukkan bahwa kadar air dan aktivitas air (aw) kultur kering selama penyimpanan mengalami peningkatan yang menyebabkan penurunan total bakteri asam laktat yang sangat drastis. Kadar air awal sebelum penyimpanan sebesar 2,17% bk dan aktivitas air (aw) awal kultur kering sebesar 0,099 dengan jumlah bakteri asam laktat sebesar 11,51 log cfu/g. Selama penyimpanan viabilitas bakteri asam laktat mengalami penurunan drastis setelah kadar air mencapai 15,41% bk dan aktivitas air (aw) mencapai 0,57. Data total
76
bakteri asam laktat kultur Lactobacillus rhamnosus R21 selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 28. Kadar air dan aktivitas air (aw) kultur kering selama penyimpanan mengalami peningkatan cukup tajam. Peningkatan kadar air mencapai 15,14% bk dan aktivitas air (aw) sampai mencapai 0,57 menyebabkan jumlah bakteri asam laktat cenderung stabil yaitu sebesar 11,41 log cfu/g namun diatas aw tersebut jumlah bakteri asam laktat yang tumbuh semakin menurun secara drastis. Kadar air kesetimbangan pada saat aw = 0,57 adalah 15,14% bk. Dengan demikian peningkatan kadar air hingga mencapai 15,14% bk masih toleran terhadap kultur Lactobacillus rhamnosus R21 kering sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi bersifat membunuh, akibatnya viabilitas Lactobacillus rhamnosus R21 menurun karena kestabilan kultur kering berkurang. Peningkatan kadar air menyebabkan aktivitas biokimia seperti reaksi enzimatis mulai terjadi dan proses metabolisme mulai aktif sehingga persentase sel yang mengalami dormansi juga berkurang. Semakin tinggi aw atau kadar air kesetimbangan kultur kering Lactobacillus maka aktivitas metabolisme pada sel juga akan meningkat sehingga sel yang dorman akan berkurang dan sel yang hidup akan semakin meningkat. Pada kondisi seperti ini tidak dapat digunakan untuk menyimpan kultur kering pada suhu ruang. Bila kultur kering tidak segera dipindahkan pada media pertumbuhan yang sesuai maka mikroba akan mati. Peningkatan kadar air dan aktivitas air (aw) akan merangsang bakteri untuk tumbuh namun air yang tersedia tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat. Hal ini disebabkan karena sebelum bakteri asam laktat sempat melakukan
metabolisme
untuk
pertumbuhannya,
bakteri
tersebut
harus
memperbaiki diri terlebih dahulu dan proses ini membutuhkan energi dan nutrisi yang cukup besar sedangkan unsur nutrisi yang diperlukan untuk tumbuh tidak tersedia sehingga pertumbuhannnya menjadi terhambat bahkan cenderung mati. Menurut Brown (1990) meningkatnya kelembaban disekitar sel kering adalah merupakan gangguan fisik antara media di dalam dan di luar sel. Dalam hal ini dapat menyebabkan perpindahan air pada fase transisi lemak lapis ganda (lipid bilayer) pada membran sel, sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran. Perubahan permeabilitas membran sel dapat menyebabkan berdifusinya
77
air secara bebas dan bahan-bahan terlarut melalui selaput membran. Pada kondisi ini sel akan mengalami stres fisik. Hal ini juga menyebabkan mikroba mengalami lisis atau bocor. Kebocoran sel akan mengganggu aktivitas mikrostruktur dan menyebabkan kematian, sehingga angka kematian Lactobacillus rhamnosus R21 pada kadar air diatas 15,14% bk sangat tinggi sampai mencapai 100%. Ketersediaan air di dalam sistem seluler mencapai 97% (Hallsworth 2003). Perubahan atau berkurangnya ketersediaan air akan berdampak pada proses metabolisme dan berkurangnya kestabilan makromolekul karena terganggunya struktur dan fungsi dari masing-masing makromolekul seperti protein, asam nukleat dan lemak. Prinsip pengawetan kultur mikroba dengan pengeringan adalah mengeluarkan sebagian besar air dari bahan sehingga air yang tertinggal adalah merupakan air ikatan yang tidak dapat berperan untuk reaksi-reaksi kimia di dalam sel, pada saat ini semua aktivitas metabolisme dan respirasi berhenti. Apabila kondisi kering dapat dipertahankan, maka viabilitas kultur kering dapat terjaga tetapi bila terjadi peningkatan kadar air atau aw maka proses metabolisme kembali aktif dan akan menurunkan viabilitas selama penyimpanan. Menurut Mattick et al. (2001) kondisi potensial air atau aktivitas air (aw) 0,12 sampai 0,46 adalah kondisi yang sesuai untuk pemeliharaan kelangsungan hidup sel kering karena semua aktivitas seluler berhenti. Peningkatan kebocoran sel berkaitan dengan peningkatan kadar air dari sel Lactobacillus kering. Pada aw rendah, kondisi air di dalam sel adalah air yang terikat sangat kuat di dalam sistem sel dan tidak dapat dipakai untuk reaksi-reaksi kimia sehingga aktivitas metabolisme berhenti, dalam status ini mikroorganisme berada dalam kondisi istirahat atau dorman tetapi tidak bocor. Semakin tingginya kadar air dan aw menyebabkan rusaknya struktur sel sehingga tingkat kebocoran meningkat. Bila kultur kering ditumbuhkan pada media yang sesuai, dalam beberapa jam semua aktivitas metabolisme akan kembali berlangsung. Selama berada di dalam medium pertumbuhan (pemeliharaan) akan terjadi perbaikan struktur sel, mikroba akan selalu mengambil unsur-unsur nutrisi dari lingkungannya untuk menjaga struktur sel dan mencegah lisis. Sebaliknya bila sel sudah mengalami lisis atau bocor akibat peningkatan kadar air selama penyimpanan, maka kerusakan struktur sel tidak dapat diperbaiki lagi dan akibatnya sel akan mati.
78
b. Pengaruh Vabilitas dan Kadar Air Kultur Kering Lactobacillus rhamnosus R21 terhadap Aktivitas Asidifikasi Peningkatan kadar air selama penyimpanan kultur kering menyebabkan terjadinya penurunan viabilitas Lactobacillus rhamnosus R21. Penurunan viabilitas kultur kering berpengaruh terhadap aktivitas asidifikasinya. Akitivitas asidifikasi didefinisikan sebagai kemampuan bakteri asam laktat untuk menurunkan pH medium pertumbuhannya (biasanya susu skim) sampai mencapai pH 5,5 selama 10 jam inkubasi. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan pH medium maka semakin rendah aktivitas asidifikasinya. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa Aktivitas asidifikasi kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 sangat rendah yaitu diatas 10 jam untuk menurunkan pH susu skim mencapai pH 5,5. Penurunan aktivitas asidifikasi kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 juga dapat ditunjukkan dari kemampuan menghasilkan asam laktat yang diukur sebagai total asam tertitrasi dan penurunan pH susu skim yang diasamkan. Total asam tertitrasi yang dihasilkan kultur Lactobacillus rhamnosus R21 yang diinokulasikan pada susu skim dapat dilihat pada Gambar 17 sedangkan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 29. Penurunan pH susu skim yang diasamkan dapat dilihat pada Gambar 18 sedangkan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 30.
Total BAL dalam kultur kering (log cfu/g)
14 12 10 8 6 4 2 0 0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
Total asam tertitrasi (%)
0.25
0.30
0.35
0.40
Total asam tertitrasi (%)
Gambar 17 Hubungan total bakteri asam laktat dengan total asam tertitrasi yang dihasilkan dari susu skim yang diasamkan selama 10 jam
79
Total BAL dalam kultur kering (log cfu/g)
14 12 10 8 6 4 2 0 5.6
5.8
6
6.2 6.4 pH susu skim
6.6
6.8
7
pH susu skim
Gambar 18 Hubungan total bakteri asam laktat dengan pH susu skim yang diasamkan selama 10 jam Gambar 17 dan 18 menunjukkan bahwa penurunan viabilitas bakteri asam laktat berpengaruh terhadap kemampuannya mengasamkan susu skim. Semakin rendah viabilitas bakteri asam laktat maka kemampuannya untuk mengasamkan susu skim semakin rendah. Hal ini terlihat dari jumlah asam laktat yang dihasilkan yang ditunjukkan dari total asam tertitrasi semakin rendah dan pH susu skim yang diasamkan semakin tinggi. Pada awal penyimpanan jumlah bakteri asam laktat 11,51 log cfu/g mampu menghasilkan asam laktat sebesar 0,28% dengan pH susu skim mencapai 5,8. Semakin lama penyimpanan viabilitas semakin menurun dan jumlah asam laktat yang dihasilkan pada susu skim yang diasamkan semakin rendah yaitu sebesar 0,11 % dengan pH susu skim mendekati pH normal yaitu 6,6 atau tidak menunjukkan aktivitas asidifikasi sama sekali. Penggunaan kultur segar berumur 24 jam sebagai kontrol jika ditumbuhkan pada medium susu skim yang diinkubasikan selama 10 jam pada suhu 37oC hanya mampu menghasilkan asam (dihitung sebagai asam laktat) rata-rata sebesar 0,24% dengan penurunan pH susu skim sekitar 5,86 sampai 5,92 (tidak mampu mencapai pH 5,5). Peningkatan kadar air kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 selama penyimpanan juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap aktivitas asidifikasi kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21. Semakin tinggi kadar air kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 selama penyimpanan menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas asidifikasi sebagai akibat dari penurunan viabilitas
80
kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 seperti terlihat pada Gambar 19 dan 20. 0.40
To tal asam tertitrasi (% )
0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
Kadar air kultur kering (g H2O/g padatan)
0.25
Total asam tertitrasi (%)
Gambar 19 Hubungan kadar air kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 dengan total asam tertitrasi yang dihasilkan dari susu skim yang diasamkan selama 10 jam 7.0 6.8
p H su su skim
6.6 6.4 6.2 6.0 5.8 5.6 0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
Kadar air kultur kering (g H2O/g padatan)
0.25
pH susu skim
Gambar 20 Hubungan kadar air kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 dengan pH susu skim yang diasamkan selama 10 jam Gambar 19 dan 20 menunjukkan bahwa semakin tinggi peningkatan kadar air
kultur
kering
menyebabkan
Lactobacillus
terjadinya
rhamnosus
penurunan
aktivitas
R21
selama
asidifikasi
penyimpanan kultur
kering
Lactobacillus rhamnosus R21 yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah total asam tertitrasi dan peningkatan pH susu skim yang diinokulasi dengan kultur
81
kering Lactobacillus rhamnosus R21 selama 10 jam. Hal ini merupakan akibat secara langsung dari penurunan viabilitas kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 karena peningkatan kadar air selama penyimpanan. c. Total Kapang Khamir Total kapang khamir produk probiotik Lactobacilluc rhamnosus R21 dengan bahan pelindung susu skim diamati untuk mengetahui kontaminasi kapang khamir pada produk probiotik selama penyimpananan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa secara keseluruhan tidak terdapat kontaminan kapang dan khamir (0 koloni/ml) pada produk probiotik kering beku selama penyimpanan. Kontaminasi kapang dan khamir tidak ditemukan pada proses pengeringan beku. Hal ini disebabkan karena tabung tempat penampungan bahan yang akan dikeringkan dibilas terlebih dahulu dengan alkohol, selain itu bahan tidak mengalami kontak langsung dengan gelas penampung dimana bahan yang akan dikering bekukan ditempatkan pada erlenmeyer yang telah disterilkan terlebih dahulu sehingga kemungkinan untuk terjadi kontaminasi lebih kecil. Penerapan kondisi saniter selama pengeringan dan penyimpanan mampu meminimalkan kontaminasi oleh kapang dan khamir. d. Pendugaan Umur Simpan Kultur Kering Lactobacillus rhamnosus R21 dengan model Labuza (1982) Pendugaan umur simpan kultur kering dengan menggunakan model Labuza (1982) memanfaatkan karakteristik sorpsi isotermik bahan pangan dengan pendekatan kadar air kritis. Dari data kadar air, aktivitas air dan viabilitas kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 maka dapat diprediksi berapa lama umur simpan dari kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 tersebut. Umur simpan ditetapkan berdasarkan waktu pada saat kadar air kultur kering sama dengan kadar air kritis kultur kering. Persamaan Labuza (1982) : ts =
ln [(Me – Mi)/(Me – Mc)] k/x x A/Ws x Po/b
82
Berdasarkan persamaan yang diturunkan oleh Labuza (1982) tentang umur simpan, maka terdapat beberapa faktor yang dibutuhkan untuk menentukan umur simpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 dengan pendekatan kadar air kritis. Faktor-faktor tersebut adalah kadar air awal kultur kering (Mi), kadar air kesetimbangan kultur kering (Me), konstanta permeabilitas uap air kemasan (k/x), perbandingan antara luas kemasan dengan berat kering kultur kering yang akan dikemas (A/Ws), tekanan uap air jenuh pada saat kondisi penyimpanan (Po) serta kemiringan (slope/b) kurva sorpsi isotermis. Slope (b) menunjukkan laju peningkatan kadar air dari aw awal sampai kadar air kritis yang akan diprediksi (Labuza 1982). Slope (kemiringan) kurva sorpsi isotermis dapat ditentukan sebagai hasil perbandingan antara selisih kadar air awal dan kadar air kritis dengan selisih antara nilai aktivitas air awal dengan aktivitas air pada saat kadar air kritis tercapai. Selain data kadar air, data lain yang dibutuhkan untuk menentukan umur simpan merupakan data sekunder yang diperoleh dari studi literatur. Kondisi eksternal (suhu dan RH) diasumsikan konstan selama penyimpanan, rasio permeabilitas uap air dan luas kemasan (k/x) dianggap tidak berubah dan sorpsi isotermis dianggap linier pada selang antara kelembaban awal dan kelembaban kritis (Labuza 1982). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air awal (Mi) kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 adalah 2,17% bk atau 0,0217 g H2O/g padatan. Nilai kadar air kritis (Mc) kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 pada penelitian ini ditentukan berdasarkan hasil perhitungan total bakteri kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21. Kadar air kritis kultur kering diperoleh berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk mempertahankan viabilitas kritis kultur kering sebelum mengalami penurunan yaitu sebesar 2,6 x 1011 log cfu/g dimana kadar airnya sebesar 14,47% bk atau 0,1447 g H2O/g padatan (Gambar 21). Penentuan viabilitas kritis sebesar 2,6 x 1011 log cfu/g ditentukan berdasarkan jumlah bakteri asam laktat sebelum mengalami penurunan secara drastis selama penyimpanan yang mengindikasikan belum terjadinya perubahan stabilitas pada sel bakteri karena pengaruh peningkatan kadar air.
83
Total BAL kultur kering (log cfu/g)
14 12 10 8 6 4 2 0 0.00
y = -1.2693x + 29.774 R2 = 0.8393
0.05 0.10 0.15 0.20 Kadar air k ultur k ering (g H2O/g padatan)
0.25
Gambar 21 Hubungan total bakteri asam laktat dengan kadar air selama penyimpanan untuk penentuan kadar air kritis (Mc) Kadar air kesetimbangan (Me) ditentukan berdasarkan persamaan linier dari kurva sorpsi isotermis kultur kering yaitu hubungan antara kadar air dengan aktivitas air kultur kering yang diukur dengan menggunakan aw meter. Nilai slope kurva sorpsi isotermis (b) ditentukan pada daerah linier dari kurva hubungan antara kadar air dengan aktivitas air (Arpah 2001). Nilai slope (b) kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 adalah 0,2789 (dari hasil perhitungan perbandingan antara selisih kadar air awal dan kadar air kritis dengan selisih antara nilai aktivitas air awal dengan aktivitas air pada saat kadar air kritis tercapai). Dari persamaan linier pada Gambar 22 diperoleh kadar air kesetimbangan (Me) pada penyimpanan RH 75% sebesar 19,75 % bk atau 0,1975 g H2O/g padatan sedangkan penyimpanan pada RH 80% diperoleh kadar air kesetimbangan sebesar 21,11% bk atau 0,2111 g H2O/g padatan (Gambar 22). Tekanan uap air jenuh (Po) kondisi penyimpanan pada penentuan umur simpan ini merupakan tekanan uap jenuh pada RH 75% dan suhu 30oC yaitu sebesar 31,824 mmHg (Lampiran 31).
84
K a d a r a ir k u lt u r k e rin g ( g H 2 O /g p ad atan )
0.25
y = 0.275x - 0.0089 R2 = 0.9453
0.20
0.15 0.10
0.05
0.00 0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
Aktivitas air (aw)
Gambar 22 Kurva sorpsi isotermis kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 untuk penentuan kadar air kesetimbangan (Me) Kemasan yang digunakan dalam penentuan umur simpan kultur kering biasanya adalah kemasan aluminium foil, namun bisa pula menggunakan kemasan aluminium foil yang dilapisi plastik. Penggunaan plastik untuk kemasan cukup menarik karena sifat-sifatnya yang menguntungkan seperti mudah dibentuk, mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah logam, serta mudah dalam penanganannya (Syarief et al. 1989). Menurut Latif (1999) permeabilitas kemasan (k/x) untuk PE (poliethylene) = 0,169 g H2O/ m2.mmHg/hari; PVC (polivinylchloride) = 0,544 g H2O/m2.mmHg/hari; sedangkan aluminium foil yang dilaminasi dengan plastik PE = 0,013 g H2O/m2.mmHg/hari (Histifarina 2002). Perhitungan umur simpan dengan asumsi bahan yang dikemas seberat 20 g berat basah (19,98 g berat kering), luas kemasan yang digunakan sebesar 11 x 7 cm2 maka rasio antara luas permukaan kemasan dengan berat kultur yang dikemas adalah sebesar 0,0004 m2/g. Berdasarkan data parameter-parameter persamaan umur simpan yang telah diuraikan diatas maka umur simpan kultur kering dapat ditentukan. Hasil perhitungan umur simpan kultur kering dengan berbagai macam pengemas pada
85
RH penyimpanan 75 dan 80 dengan suhu penyimpanan 30oC dapat dilihat pada Tabel 8 sedangkan data selengkapnya pada Lampiran 32. Tabel 8 Pendugaan umur simpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 pada RH 75 dan 80; Suhu 30oC Jenis Kemasan
Aluminium foil yang dilaminasi dengan PE Metallized plastic PET PE PVC
Permeabilitas kemasan (k/x)
Umur simpan (tahun) RH 75
RH 80
0,013
5,86
5,10
0,018 0,020 0,169 0,544
4,23 3,81 0,45 0,14
3,68 3,31 0,39 0,12
Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa jika fluktuasi kelembaban pada suhu ruang antara 75% sampai 80% dengan kadar air awal kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 sebesar 2,17% bk (sesuai dengan hasil penelitian) maka umur simpan kultur kering tersebut dengan pengemas aluminium foil yang dilaminasi dengan plastik PE dapat mencapai 5,10 – 5,86 tahun. Pada kondisi yang sebenarnya, pada rentang waktu setelah selesai proses pengeringan beku kultur bakteri asam laktat sampai proses pengemasan, kadar air produk kultur kering dapat mengalami fluktuasi (baik peningkatan maupun penurunan kadar air). Hal ini disebakan karena kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 mempunyai sifat sangat higroskopis dimana sangat mudah menyerap air atau uap air dari lingkungannya. Jika diasumsikan produk dapat menyerap air sampai kadar air awal maksimal 4% (asumsi didasarkan pada kadar air maksimal susu bubuk yaitu 4 % sesuai dengan SNI 01- 2970-1999) maka umur simpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 pada RH 75 dan 80 dengan suhu penyimpanan 30oC maka umur simpan kultur kering dapat ditentukan dimana hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9 sedangkan data selengkapnya pada Lampiran 33. Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa umur simpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 yang dikemas dengan bahan pengemas aluminium foil yang dilaminasi dengan plastik PE dapat mencapai 4,60 tahun pada RH 80 dan 5,32 tahun pada RH 75 sedangkan dengan pengemas metallized plastic umur simpan kultur kering dapat mencapai 3,33 – 3,85 tahun.
86
Tabel 9 Pendugaan umur simpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 pada RH 75 dan 80; Suhu 30oC jika diasumsikan kadar air awal 4% bk. Permeabilitas kemasan (k/x)
Jenis Kemasan
Aluminium foil yang dilaminasi dengan PE Metallized plastic PET PE PVC
Umur simpan (tahun) RH 75
RH 80
0,013
5,32
4,60
0,018 0,020 0,169 0,544
3,85 3,46 0,41 0,13
3,33 2,99 0,35 0,11
Jenis kemasan dengan permeabilitas yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda pula. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kemasan dengan permeabilitas tinggi mempunyai umur simpan lebih pendek dibandingkan dengan kemasan yang memiliki permeabilitas rendah. Pada aplikasi dengan menggunakan model Labuza (1982), permeabilitas kemasan sangat menentukan umur simpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21. Permeabilitas kemasan yang relatif kecil mampu menghambat laju transformasi uap air dari lingkungan tempat penyimpanan ke dalam kemasan dengan baik sehingga tingkat kerkeringan produk dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang panjang. Berdasarkan hasil perhitungan umur simpan yang diperoleh, kemasan yang sebaiknya digunakan untuk menyimpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 adalah aluminium foil yang dilaminasi dengan plastik PE dengan permeabilitas cukup rendah dibandingkan
dengan
(polyvinylchloride).
pengemas
PE
(polyethylene)
ataupun
PVC
87
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Proses pengeringan beku (freeze drying) menurunkan jumlah bakteri asam laktat namun masih dapat menghasilkan kultur kering probiotik yang memiliki viabilitas yang tinggi. Isolat Pediococcus pentosaceus A16 memiliki ketahanan paling tinggi terhadap proses pengeringan beku dengan penurunan rata-rata sebesar 1,24 log cfu/g, selanjutnya Lactobacillus brevis A17 (1,42 log cfu/g) dan Lactobacillus rhamnosus R21 (2,13 log cfu/g). Proses pengeringan beku dapat menurunkan ketahanan kultur kering terhadap pH rendah. Ketahanan terhadap pH rendah paling tinggi dimiliki oleh kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 dengan penurunan jumlah bakteri 4,96 log cfu/g, kedua Lactobacillus brevis A17 (5,26 log cfu/g) dan terakhir Pediococcus pentosaceus A16 (6,64 log cfu/g). Proses pengeringan beku tidak terlalu berpengaruh terhadap ketahanan kultur kering terhadap garam empedu 0,5%. Ketahanan terhadap garam empedu 0,5% paling tinggi pada Pediococcus pentosaceus A16 dengan penurunan jumlah bakteri 0,18 log cfu/g, kedua Lactobacillus rhamnosus R21 (0,76 log cfu/g) dan terakhir Lactobacillus brevis A17 (1,51 log cfu/g). Jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon dalam jumlah paling tinggi adalah kultur Lactobacillus rhamnosus R21 dengan bajhan pelindung susu skim yaitu mencapai 6,4 x 106 cfu/g. Bahan pelindung yang paling baik digunakan untuk melindungi kultur selama pengeringan beku adalah susu skim. Hasil perhitungan pendugaan umur simpan menggunakan persamaan Labuza (1982), diperoleh bahwa umur simpan kultur kering Lactobacillus rhamnosus R21 yang disimpan pada RH 75, suhu 30oC dengan bahan pengemas aluminium foil yang dilaminasi dengan PE selama 5,86 tahun dan pada RH 80 selama 5,10 tahun.
88
Saran Dari hasil penelitian ini menyarankan bahwa perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap sifat-sifat probiotik yang lainnya pada kultur kering yang telah melalui proses pengeringan beku seperti kemampuan menurunkan jumlah bakteri patogen, dan perlu juga mempertegas hasil pendugaan umur simpan kultur kering dengan melakukan pengukuran dan penyimpanan pada kondisi yang sebenarnya.
89
DAFTAR PUSTAKA Abd-el-Malek, Y., Gibson, T. 1948. Studies in the bacteriology of Milk. I. The Streptococci of Milk. J. Dairy Res., 15. 233. Adam MR, Moss MO. 1995. Food Microbiology. The Royal Society of Chemistry, Cambridge, London. Aguilera JM, Stanley DW. 1999. Microstructure Principles of Food Processing and Engineering 2nd Ed. Aspen Publ, Maryland. Anonim. 2007. Niro Freeze Drying http://www.niro.com/niro/cmsdoc.nsf. [26 Agustus 2008].
Equipment.
Anonim. 2008. Probiotik, Yoghurt dan Manfaatnya dalam Menjaga Keseimbangan flora normal pencernaan. http://dwiyathi.wordpress.com. [07 Agustus 2008] AOAC. 1994. Official Method of Analysis. 16th Edition. Association of Official Analytical Chemistry International, Gaithersburg. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari N.L., Sedarnawati dan Budiyanto,S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. Penerbit Pusat Antar Universitas, IPB, Bogor. Arpah, M. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan. IPN. Pascasarjana IPB, Bogor. Arsdel, W.B. dan M.J. Coplay. 1964. Food Dehydration. The AVI Publ., Co., Inc., Wesport, Connecticut. ATCC, 1997. Materi ”Workshop on Freezing and Freeze Drying of Microorganism”, Oktober, 27-30 1997. Axelsson, L. 2004. Lactic Acid Bacteria: Classification and Physiology. Di dalam: Salminen,S., dan A. Wright, editor. Lactic Acid Bacteria: Microbiological and Functional Aspect. 3rd edition. Marcel Dekker Inc., New York. Page 1-66. Baliarda, A., Robert, H., Jebbar, M., Blanco, C., Deschamps, A., dan Marrec, C.L., 2002. Potential Osmoprotectants for Lactic Acid Bacteria Pediococcus pentosaceus and Tetragenococcus halophila. Int J. of Food Microbiol. 84: 13-20. Ballongue, J. 2004. Bifidobacteria and Probiotics Action. Di dalam: Salminen,S., dan A. Wright, editor. Lactic Acid Bacteria: Microbiological and
90
Functional Aspect. 3rd edition. Marcel Dekker Inc., New York. Page 67 – 124. BAM (Bacteriological Analytical Manual) Online. Januari 2001. Chapter 21. Yeast, Mould and Micotoxin. U.S. Food and Drug Administration (FDA) Center for Food Safety and Applied Nutrion. http://www.cfsan.fda.gov/~ebam/bam-21.html. Beal.C, F. Fonseca. G. Corrieu. 2001. Resistance to Freeezing and Froozen Storage of Streptococcus thermophillus is Related to Membrane Fatty Acid Composition. J.Dairy Sci. 84 (11):2347-2356. Bhowmik, T., Marth, E.H., 1990. Role of Micrococcus and Pediococcus species in Cheese Ripening: a review. J. Dairy Sci. 73, 859-866. Bottazi, V. 1993. Other Fermented Dairy Products. Di dalam: Biotechnology: A Comprehensive Treatise in 8 Volumes, Vol 5. G. Reed (vol. Ed.). Verlag Chemie, Weinheim. Bozzola JJ, Russel LD. 1999. Electron Microscopy. Principles and Techniques for Biologist. Second Edition. Jones and Baartleet Publisher. Boston. BPOM. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI tentang Pangan Fungsional. No Hukum 00.05 52.0685. http://118.97.48.164:8796/public/hukum_perundangan/pdf/SK%PanganFu ngsional%20.pdf. Brashears, M.M., Gilliland, S.E. 1995. Survival During Frozen and Subsequent Refrigerated Storage of Lactobacillus acidophilus Cells as Influenced by their Growth Phase. J. Dairy Sci. 78:2326-2335. Brooker, O.B., F.W. Bekker-Arkema dan C.W. Hall. 1974. Drying Cereal Grains. The AVI Publ. Company. Inc. Westport. Connecticut. Brown, A.D. 1990. Microbial Water Stress Physiology, Principles and Perspectives. John Wiley & Son. New York, Brisbane, Toronto, Singapore. Buckle, K.A, Edwards R.A, Fleet, G.H, Wotton,M. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo, Adiono. Penerbit Universitas Indonesia. Carvalho A.S., J. Silva, P. Ho, P. Teixeira, F.X. Malcata, P. Gibbs. 2002. Survival of Freeze-Dried Lactobacillus plantarum and Lactobacillus rhamnosus During Storage in the Presence of Protectants. Biotechnology Letters 254: 1587-1591.
91
Champagne, C.P., Mondou,F., Raymond,Y. and Brochu, E. 1996. Effect of Imobillization in Alginate on the Stability of Freeze-dried Bifidobacterium longum. Bioscience Microflora 15:9-15. Champagne, C.P and Gardner, N.J. 2001. The Effect Protective Ingredients On The Survival of Immobilized Cells of Streptococcus thermophillus to Air and Freeze Drying. Journal of Biotechnology. Vol. 4 No. 3: 1-7. Chateau N, I Castellanos and AM Deschamps. 1993. Heterogeneity of Bile Salt Resistance in the Lactobacillus isolates of a Commercial Probiotic Consortium. J. Appl. Bacteriol. 74: 36 – 40. Chou LS, Weimer B. 1999. Isolation and Characterization of Acid and Bile Tolerant Isolates from Strains of Lactobacillus acidophilus. J Dairy Sci 82:23-31. CODEX 2003. Codex Standard for Fermented Milks. CODEX STAN 243-2003. http://www.codexalimentarius.net/download/standards/400/CXS_243e.pdf Considine, D.M. 1974. Chemical and Process Technology Encyclopedia. McGraw-Hill Book Co., New York. Conway, P. L., S.L. Gorbach, and B.R.Goldin. 1987. Survival of Lactic acid Bacteria in Human Stomach and Adhesion to Intestinal Cell. J. Dairy Sci.70:1-12. de Man, John M. 1989. Kimia Makanan, edisi kedua. Penerbit ITB. Bandung. de Smet, I., van Hoorde, L., van de Woestyne, M., Cristiaens, H., Verstraete, W. 1995. Significance of Bile Salt Hydrolytic Activities of lactobacilli. J. Appl. Bacteriol. 79: 292 – 301. de Valdez, G.F., de Giori, G.S., Aida P., Holgado D.R., Oliver, G. 1985. Effect of The Rehydration Medium on the Recovery of Freeze-Dried Lactic Acid Bacteria. J Appl and Environ Microbiol 50:1339-1341. de Vuyst, L., dan Vandamme, E.J. 1994. Lactic Acid Bacteria: Their Practical Importance In Bacteriocin of Lactic Acid Bacteria Microbiology, Genetics and Application. Blackie Academic and Professional, London. Desmond C, Stanton C, Collins GFK, Ross RP. 2002. Improved Survival of Lactobacillus paracasei NFBC 338 in Spray Dried Powders Containing Gum Acacia. J Appl Microbiol 93: 1003-1012. Dewi TK. 2003. Pengembangan Soygurt-Probiotik dengan Menggunakan Isolat Bakteri Asam Laktat Asal Manusia [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta. Institut Pertanian Bogor.
92
Donohue, D.C., S. Salminen dan P. Marteu. 1998. Safety of Probiotics Bacteria. Dalam Salminen, S. dan A.V. Wright (eds). Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspects. 2nd edition. Marcel Dekker Inc. New York. Drouault S, G Corthier, SD Erlich dan P Renault. 1999. Survival Physiology and Lysis of Lactococcus lactis in the Digestive Tract. Appl Env Microbiol 65:4881-4886. Dunne, C. 2001. Adaptation of Bacteria to The Intestinal Niche: Probiotics and Gut Disorder. Inflammatory Bowel Diseases, 7: 136-145. Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan (Terjemahan Nasution M.Z.) Sastra Hudaya, Jakarta. Endry. 2000. Perbandingan antara Pengendalian Suhu Bahan dengan Suhu Lempeng Pemanas terhadap Konsumsi Energi untuk Pemanasan pada Proses Pengeringan Beku [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Espina, F., Packard, V.S. 1979. Survival of Lactobacillus acidophilus in Spray Drying process. J. Nutr. 130: 403S-409S. Evanikastri. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Sampel Klinis yang Berpotensi sebagai Probiotik [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. FAO/WHO Experts’ Report. 2001. Health and Nutritional Properties of Probiotics in Food Including Powder Milk with Live Lactic Bacteria. Fardiaz S. 1989. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Lembaga Sumberdaya Informasi, IPB. Bogor. Fonseca.F., M. Marin, G.J. Morris. 2006. Stabilization of Frozen Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus in Glycerol Suspensions: Freezing Kinetics and Storage Temperature Effects. J. Applied and Environmental Microbiology. 72 (10): 6474-6482 Fu W, Etzel MR. 1995. Spray Drying of Lactococcus lactis sp. lactis C2 and Cellular injury. J. Food Sci. 60:195-200 Fuller R. 1989. Probiotics in Man and Animals. J Appl Bacteriol 66:365-378 Fuller R. 1999. Probiotics for Farm Animals. Didalam Probiotics: A Critical Review. Editor: G.W. Tannock. Horizon Scientific Press.
93
Gassem, M.A.A., 1999. Study of Microorganisme associated with The Fermented Bread (Khamir) Produced from Sorghum in Gizan Region, Saudi Arabia. J. Appl. Microbiol. 86, 221-225. Gismondo, M.R., Drago, L., Lombardi. 1999. Review of Probiotics Available to Modify Gastrointestinal Flora. International Journal of Antimicrobial Agents, 12: 287-292. Glaasker, E., Konings, W.N., dan Poolman, B. 1996. Osmotic Regulation of Intracellular Solute Pools in Lactobacillus plantarum. Journal of Bacteriology 178:575-582. Gnanasekharan, V. dan D.F. John. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. In: Self Life Studies of Food and Beverages. G. Charalambous (ed) Elsevier. New York. Goldberg. I, Eschar,L. 1977. Stability of Lactic Acid Bacteria to Freezing as Related to Their Fatty Acid Composition. J. Applied Environmental Microbiology. 33 (3): 489-496. Gomes AMP dan Malcata FX. 1999. Bifidobacterium spp and Lactobacillus acidophilus; Biological, Technological and Therapeutical Properties Relevant for Use as Probiotics. Review. Trends in Food Science and Technology. 10: 139-157. Groff, J.L. dan Gropper, S.S. 2001. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Wadsworth, Canada. Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Gramedia, Jakarta. Hallsworth, J.E., Prior, B.A, Namura Y, Iwahara M, Timis KN. 2003. Compatible Solutes Protect Againts Chaotrope (Ethanol)-Induced, Non Osmotic Water Stress. J. Appl. Environ. Microbiol. 69(12): 7032-7034. Halm, M., Lillie,A., Sorensen, A.K., Jacobsen,M. 1993. Microbiological and Aromatic Characteristics of Fermented Maize Dough for Kenkey Production in Ghana. Int. J. Food Microbiol. 19, 135-143. Harmayani E, Ngatirah, Rahayu ES, Utami T. 2001. Ketahanan dan Viabilitas Probiotik Bakteri Asam Laktat selama Proses Pembuatan Kultur Kering dengan Metode Freeze dan Spray Drying. J. Teknologi dan Industri Pangan. XII: 126-132. Harrigan, W.F., Mc Chance M.E. 1998. Laboratory Methods in Food Microbiology 3rd edition. Academic Press, Inc., New York.
94
Hartanti, A.W. 2007. Seleksi Bakteri Asam Laktat yang Berpotensi sebagai Probiotik dari Isolat Air Susu Ibu. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hayakawa,K. 1992. Classification and Action of Food Microorganism. Di dalam: Nakazawa, Y. dan A. Hosono (eds). Function of Fermented Milk: Challenges for the health science, p 127. Elsevier Science Publisher Ltd. Heldman,D.R. dan Singh,R.D. 1981. Food Process Engineering. AVI Publishing Company, Inc. Westport. Connecticut. Helfrich, W.J. dan D Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice Hall. Inc. New Jersey. Histifarina,D. 2002. Kajian Pembuatan Kentang Tumbuk Instan dan Stabilitasnya Selama Penyimpanan. [tesis]. Bogor. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hofman, A.F., 1984. Chemistry and Enterohepatic Circulation of Bile Acids. Hepatology 4, 4S – 14S. Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Staley, J.T., Williams, S.T., 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Ninth Edition. Lippincott Williams and Wilkins, Baltimore. Hutkins, R.W. dan Nannen, N.L. 1993. pH Homeostatis in Lactic Acid Bacteria. J. Dairy Sci. 76: 2354-2365. Imai, M. and Kato, M. 1975. Journal of Agricultural Chemical Society Japan, 49:93. International Commision on Microbiological Specifications for Foods. 1980. Microbial Ecology of Foods vol. 1. Academic Press, Orlando. Jacobsen, C. N. 1999. Screening of Probiotics Activities of Forty-Seven Strains of Lactobacillus spp by In Vitro Techniques and Evaluation the Colonization of Five Selected Strains in Humans. J. Appl and Environ Microbial 65(11): 4949-4959. Jennes,R. and S.Patton. 1969. Principle of Dairy Chemistry. Wiley Eastern Private Ltd., New York. Johnson JAC, Etzel MR. 1994. Properties of Lactobacillus helveticus CNRZ-32 Attenuated by Spray Drying, Freeze Drying or Freezing. J. Food Sci, 78:761-768
95
Kennedy, JF., C.J. Knill dan D.W. Taylor. 1995. Maltodextrins. Dalam Kearsley, M.W.J dan S.Z. Dziedzic (eds). Handbook of Starch Hydrolysis Products and Their Derivatives. Blackie Academic & Professional. Kimoto,H., S.Ohmomo, T. Okamoto. 2002. Enhancement of Bile Tolerance in Lactococci by Tween 80. J. of Applied Microbiology. 92: 41-46. King V.A, Su J.T. 1993. Dehydration of Lactobacillus acidophilus. Proc Biochem; 23:47-52. Kusumawati N. 2002. Seleksi Bakteri Asam Laktat Indigenus sebagai Galur Probiotik dengan Kemampuan Mempertahankan Keseimbangan Mikroflora Usus dan Mereduksi Kolesterol Serum Darah Tikus [tesis]. Bogor. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Labuza, T.P. 1982. Self Life Dating of Foods. Foods & Nutr. Press Inc. Wesport. Connecticut. Labuza, T.P., L.N. Bell. 1984. Moisture Sorpstion: Practical Aspects of Isoterm Measurement and Use. Second edition. Am. Assoc. St Paul: Cereal Chem. Lafon-Lafourcade, S. 1983. Wine and Brandy. Di dalam: Biotechnology: A Comprehensive Treatise in 8 Volumes, Vol 5. G. Reed (vol. Ed.). Verlag Chemie, Weinheim. Latif,B.S. 1999. Pendugaan Umur Simpan serta Kajian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Mutu Cumi-cumi (Loligo sp) Kering selama Penyimpanan. [tesis]. Bogor. Program Studi Teknologi Pasca Panen. Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Larsen,A.G., F.K. Vogensen dan J. Joseph. 1993. Antimicrobial Activity of Lactic Acid Bacteria Isolated from Sourdough: Purification and Charactization of Bavaricin A, A Bacteriocin Product by Lactobacillus bavaricus M.1401. J. Appl. Bacteriology. 75:113. Leslie,S.B., E.Israeli., B. Lighthart., J.H.Crowe., L.M. Crowe. 1995. Trehalose and Sucrose Protect Both Membranes and Proteins in Intact Bacteria during Drying. J. Appl. Environ. Microbiol. 61: 3592-3597. Li,C.F. 1975. Freeze Drying. Di dalam Luh, B.S. dan J.G. Woodroff (eds). Commercial Vegetable Processing. AVI Publ. Co. Inc., WesportConnecticut. Lick, S., K. Drescher dan K.J. Heller. 2001. Survival of Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus and Streptococcus thermophilus in the Terminal Ileum of Fistulated Gottingen Minipigs. Appl. Environ. Microbiol. 67:41374143.
96
Mäkinen, A.M., Bigret, M. 2004. Industrial Use and Production of lactic acid Bacteria. Di dalam: Salminen,S., dan A. Wright, editor. Lactic Acid Bacteria: Microbiological and Functional Aspect. 3rd edition. Marcel Dekker Inc., New York. Page 175-198. Mangunwidjaja D., A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. Penebar Swadaya. Jakarta. Martin, R., Olivares, M., Marin, M.L., Fernandez, L., Xaus, J., Rodriguez, J.M., 2005. Probiotic Potential of 3 Lactobacilli Strains Isolated From Breast Milk. J Hum Lact 21(1): 8-17. Mattick, K.L, Jorgensen F, Legan ,J.D, Lappin-Scott H.M, Humphrey, TJ. 2001 Improving Recovery of Salmonella enterica serovar Thypimurium DT 104 Cells Injured by Heating at Different Water Activity Value. J. Food Protec. 64(10): 1471-1476. McDonald, M. 1984. Uses of Glucose Syrups in The Food Industry. Dalam Dziedzic, S.Z. dan M.W.J. Kearsley (eds). Glucose Syrup: Science and Technology. Elsevier Applied Science Publisher, London, New York. Meutia YR. 2003. Evaluasi Potensi Probiotik Isolat Klinis Lactobacillus sp secara In Vitro dan In Vivo. [skripsi]. Bogor: Jurusan Pangan dan Gizi, Fateta. Institut Pertanian Bogor. Meryman, Harold T., 1968. Modified Model for the Mechanism of Freezing Injury in Erythrocytes. Nature 218:333-336. Mitsuoka, T. 1989. Microbe in Intestine, Our Lifelong Partners. Yakult Honsha Co., Ltd., Japan Molenaar, D., Hagting, A., Alkema, H., Driessen, A.J.M., Konings, W.M. 1993. Characteristics and Osmoregulatory Roles of Uptake Systems for Proline and Glicine Betain in Lactococcus lactis. Journal of Bacteriology 175:5438-5444. Moser,S.A. dan Savage,D.C. 2001. Bile Salt Hydrolase Activity and Resistance to Toxicity of Conjugated Bile Salt are Unrelated Properties in Lactobacilli. J Appl and Environ Microbial p:3476-3480. Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Depdikbud Dirjen Dikti. PAU-IPB. Bogor. Murga. F., G.M. Cabrera, G. Fond De Valdez,. A. Disalvo and A.M. Seldes. 2000. Influence of Growth Temperature on Cryotolerance and Lipid Composition of Lactobacillus acidophilus. J. Appl. Microbiol. 88:342348.
97
Ngatirah, Harmayani E, Rahayu ES, Tyas Utami. 2000. Seleksi Bakteri Asam Laktat sebagai Agensia Probiotik yang Berpotensi Menurunkan Kolesterol. Seminar Nasional Industri Pangan. PATPI. 2000. Surabaya 10 – 11 Oktober 2000. Nielsen, S.S. 2003. Food Analysis. Third Edition. Kluwer Academic/Plenum Publishers. New York. Noh.D.O., S.E. Gilliland. 1993. Influence of Bile on Cellular Integrity and βGalaktosidase Activity of Lactobacillus acidophilus. J. Dairy Sci. 76:1253-1259 Noriega, L., M. Gueimonde., B. Sanzhes., A. Margolles., C.G.R.Gavilan. 2004. Effect of the Adaptation to High Bile Salts Concentrations on Glycosidic Activity, Survival at Low pH and Cross-Resistance to Bile Salts in Bifidobacterium. J. of Food Microbiol 94: 79 – 86. Novelina. 2005. Kajian Pengeringan Kemoreaksi dengan Kalsium Oksida serta Dampaknya terhadap Stress dan Kerusakan Kultur Saccharomyces cereviciae [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nugraheny I. 2004. Pengembangan Yoghurt Probiotik dengan Menggunakan Isolat Bakteri Asam Laktat Asam Manusia [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta. Institut Pertanian Bogor. Nuraida,L. 1988. Studies on Microorganisms Isolated from Pozol, a Mexican Fermented Maize Dough. Faculty of Agriculture and Food Departement of Food Science and Technology. University of Reading. Nuraida L,. Adawiyah DR dan Subarna. 1995. Pembuatan dan Pengawetan Kultur Kering Yoghurt. Bul. Tek dan Industri Pangan. VI:85-93. Nuraida, L., Susanti dan Hartanti, A.W. 2007. Lactic Acid Bacteria and Bifidobacteria Profile of Breast Milk and Their Potency as Probiotics. 10th Asean Food Conference Food for mankind-Contribution of Science and Technology. Kuala Lumpur, Malaysia. Nuraida, L., Susanti., Hana., Palupi, N.S., dan Hartanti, A.W. 2008. Probiotic Potency of Lactic Acid Bacteria Isolated From Breast Milk. International Sympisium on Probiotic from Asia Traditional Fermented Foods for Healthy Gut Function. Jakarta, Indonesia. Nurani, D. 2002. Kajian Proses Pembekuan dan Daya Simpan Kultur Bakteri Asam Laktat Asal Dadih untuk Produksi Kultur Starter [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
98
Olsen, A., Halm, M., Jacobsen, M. 1995. The Antimicrobial Activity of Lactic Acid Bacteria from Fermented Maize (Kenkey) and Their Interactions during Fermentations. J. Appl. Bacteriol. 79, 506-512. Ouwehand, A.C. 2004. The Probiotic Potential of Propionibacteria. Di dalam: Salminen,S., dan A. Wright, editor. Lactic Acid Bacteria: Microbiological and Functional Aspect. 3rd edition. Marcel Dekker Inc., New York. Page 159 - 174. Passos , F.M.L., Swaisgood, H.E., and Klaenhammer, T.R. 1993. Development of Spiral Mesh Bioreactor with Immobilized Lactococci for Continuous Inoculation and Acidification of Milk. Journal of Dairy Science 76:28562867. Pelczar, M.J., E.C.S. Chan. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerjemah Ratna Siri Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi Tjitrosomo, Sri Lestari Angka. Penerbit Universitas Indonesia. Perrin, S., Grill, J.P., Schneider, F., 2000. Effects of Fructooligosaccharide and Their Monomeric Components on Bile Salt Resistance in Three Species of Bifidobacteria. J. Appl. Microbiol 88: 968 – 974. Pessi T, Sutas Y, Marttinen A, Isolauri E. 1998. Probiotics Reinforce Mucosal Degradation of Antigens in Rats : Implications for Therapeutic Use of Probiotics. J Nutrition 128:2313-2318. Ponting, J.D., W.L. Stanley dan M.J. Copley. 1964. Fruit and Vegetable Juices. Di dalam Arsdel, W.B. dan M.J. Coplay. 1964. Food Dehydration. The AVI Publ., Co., Inc., Wesport, Connecticut. Porubcan, R.S. and Sellars, R.L. 1975. Journal of Dairy Science, 58:787. Pot B, Ludwig W, Kersters, Schleifer K. 1994. Taxonomy Lactic Acid Bacteria di dalam: De Vuyst, L. dan EJ. Vandamme. Bacteriosins of Lactic Acid Bacteria: Microbiology, Genetic and Application. London: Blackie Academic and Professional. Potter, N.N. 1980. Food Science. The AVI Publ. Co., Westport. Ray, B. dan Speck, Marvin L., 1973. Freeze Injury in Bacteria. CRC Critical Review in Clinical Laboratory Sciences. Ray, B. 1993. Sublethal Injury, Bacteriocins and Food Microbiology. ASM News 59, 258-291. Ray B. 1996. Probiotic of Lactic Acid Bacteria. Science or Myth. Di dalam: NATO ASI Series, Editor. Lactic Acid Bakteria. Current Advances in
99
Metabolism, Genetic and Application. Volume 5(98). Springer-Verlag. Germany. Reid. G, Jass.J, Sebulsky.Tom.M, McCormick.John K, 2003. Potential Uses of Probiotics in Clinical Practice.American Society for Microbiology.16:658672. Robertson, G.L., 1993. Food Packaging. Marcel Dekker Inc. New York. Basel. Roper, H. 1996. Starch: Present Use and Future Utilization. Dalam Van Bekkum, H., H. Roper dan A.G.J. Voragen (eds). Carbohydrates as Organic Raw Materials III. VCH Publisher, Weinheim. Rozbeh M, Kalchayanand N, Field RA, Jonhson MC, Ray B. 1993. The Influence of Biopreservatives on the Bacterial Level of Refrigerated Vacuum Packaged Beef. J. Food Safety. 13: 99 – 111. Salminen, S. dan Atte von Wright. 2004. Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspects. 2nd edition. Revised and Expanded. Marcel Dekker, inc., New York. Seveline. 2005. Pengembangan Produk Probiotik dari Isolat Klinis Bakteri Asam Laktat dengan Menggunakan Teknik Pengeringan Semprot dan Pengeringan Beku [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Shortt C. 1999. The Probiotic Century: Historical and Current Perspectives. Review Trends Food Science and Tech. 10:411-417. Siegumfeldt, H., Rechninger, B.K., Jacobsen, M. 2000. Dynamic Changes of Intracelluler pH in Individual Lactic Acid Bacterium Cells in Response to a Rapid Drop in Extracellular pH. Applied and Environmental Microbiology. 66: 2330 – 2335. Simione,F.P. dan E.M.Brown (Eds), 1991. ATCC Preservation Methods: Freezing and Freeze Drying. ATCC. Maryland. Siregar. 2004. Air Susu Ibu. http://www.foodsci.uoguelph.ca/asi.php. 10 April 2007. Siuta-Cruce P, Goulet J. 2001. Improving Probiotic Survival Rates. Food Technology. 55:36-40. Smet ID, L van Hoorde, MV Woestyne, H Christiaens dan W Verstraete. 1995. Significance of Bile Salt Hydrolityc Activities of Lactobacilli. J.Appl Bacteriol 79:292-301.
100
SNI 01-2970-1999. Standar Mutu Susu Bubuk. Badan Standardisasi NasionalBSN. Stamer, J.R. 1979. The Lactic Acid Bacteria: Micobes of Diversity. Food Technol. Jan: 60-65. Stamer, J.R. 1983. Lactic Acid Fermentation of Cabbage and Cucumber. Di dalam: : Biotechnology: A Comprehensive Treatise in 8 Volumes, Vol 5. G. Reed (vol. Ed.). Verlag Chemie, Weinheim. Sudarmadji, S. 1982. Bahan - bahan Pemanis. Agritech, Yogyakarta. Sultana K, Godward G, Reynolds N, Arumugaswamy R, Peiris P, Kailasapathy K. 2000. Encapsulation of Probiotic Bacteria with Alginate-Starch and Evaluation of Survival in Simulated Gastrointestinal Condition and in Yoghurt. Int J Food Microbiol 62:47-55. Surono, I.S. 1997. Bakteri Probiotik: Upaya Terapi Alami. Jurnal IPTEK – Institut Teknologi Indonesia, Feb 1997, No VI. Surono, I.S., 1998. Peranan Bakteri Asam Laktat Asal Indonesia sebagai Antimutagen. Majalah Ilmiah: Widya, Feb. 1998/No 149, th XV, hal 55 – 59. Surono,I.S., D. Nurani. 2000. Exploration of Indigenous Lactic Acid Bacteria from Dadih of West Sumatra for Good Starter Cultures and Probiotic Bacteria. Laporan Akhir DCRG. Surono,I.S. 2004. Probiotik. Susu Fermentasui dan Kesehatan. Penerbit PT. Tri Cipta Karya (TRICK). Syarif, R., Santausa, S., dan Isyana, B.S. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Syarief, R., H. Halid. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan, Arcan. Jakarta. Tamime, A.Y. 1981. Microbiology of Culture Structure. Di dalam: Robinson, R.K.(ed). Dairy Micobiology Vol II. Appl. Sci. Publ., London. Tamime, A. Y. dan Robinson, R.K. 1989. Yoghurt Science and Technology. Pergammon Press, New York. Tannock GW. 1999. A Fresh Look at The Intestinal Microflora. Di dalam Probiotic: A Critical Review. Horizon Scientific Press.
101
Teixeira PC,. Castro MH, Malcata FX., Kirby RM. 1995. Survival of Lactobacillus delbruecki ssp.bulgaricus Following Spray Drying. J.Food Science. 78:1025-1031. To, C.S.B., and M.R. Etzel. 1997. Spray Drying, Freeze Drying or Freezing of Three Different Lactic Acid Bacteria Species. J. Food Sci. 62: 576-585. Wang. Y., Corrieu. G, Beal C.. 2005. Fermentation pH and Temperature Influence the Cryotolerance of Lactobacillus acidophilus RD758. J. Dairy Sci. 88 (1): 21-29. Wibowo, D. 1989. Bakteri Asam Laktat. Di dalam Mikrobiologi Pangan. S. Sudarmadji (ed.) PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Wiemken,A. 1990. Trehalose in Yeast, Stress Protectant Rather than Reserve Carbohydrate. Antonie van Leeuwenhoek International Journal of General and Molecular Microbiology 58:209-217. Winarno,F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Utama Pustaka Jakarta. Winkowski K, Monville TJ. 1992. Use of Meat Isolate Lactobacillus bavaricus to inhibit Listeria monocytogenes Growth in a Model Meat Gravy Sistem. J. Food Safety. 13: 19 – 31. Wirawati CU. 2002. Potensi Bakteri Asam Laktat yang Di Isolasi dari Tempoyak sebagai Probiotik [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Worthington dan Robert. 1993. Immunology. Pergamon Press, New York. Wu W., Roe W.S., Gimino V.G., Seriburi V., Martin DE, Knapp SE, Balchem Corp. 28 November 2000. Low Melt Encapsulation With High Laurate Canola Oil. US. Patent 6 153 326. Zamora, L.M., C.Carretero, D.Pares. 2006. Comparative Survival Rates of Lactic Acid Bacteria Isolated from Blood, Following Spray-drying and Freezedrying. Food Sci Tech Int. 2006; 12(1):77-84 Zavaglia, A.G., G. Kociubinski, P. Perez dan G.D. Antoni. 1998. Isolation and Charactization of Bifidobacterium Strain and Probiotic Formulation. J. Food Protect. 61 (7): 865-873. Zayed. G., Roos. Y.H. 2004. Influence of Trehalose and Moisture Content on Survival of Lactobacillus salivarius Subjected to Freeze Drying and Storage. Proc Biochem; 39: 1081-1086.
102
Lampiran 1. Hasil konfirmasi kultur bakteri asam laktat dengan menggunakan API 50 CHL
Kultur Pediococcus pentosaceus A16
Kultur Lactobacillus brevis A17
103
Lampiran 2. Data absorbansi atau optical density (λ = 600 nm) pada penentuan kurva pertumbuhan kultur bakteri asam laktat Absorbansi atau optical density (λ = 600 nm) Jam ke-
Pediococcus pentosaceus A16 0.0740 0.0765 0.0945 0.1325 0.1765 0.2645 0.2835 0.2940 0.3565 0.3875 0.3790 0.4505 0.4595 0.4885 0.4925 0.4810 0.5370 0.5280 0.5420 0.5705 0.5995 0.6255 0.5465 0.5750 0.5605
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Lactobacillus brevis A17 0.0975 0.0905 0.0890 0.1260 0.1890 0.2405 0.3040 0.3170 0.3720 0.4495 0.4465 0.4765 0.5240 0.5190 0.5830 0.5880 0.5995 0.6270 0.6450 0.6580 0.7130 0.6850 0.6805 0.6715 0.6820
Lactobacillus rhamnosus R21 0.0865 0.1135 0.0950 0.1360 0.2010 0.2620 0.2915 0.3260 0.4070 0.4510 0.4655 0.5215 0.5600 0.5650 0.5970 0.5425 0.6055 0.6265 0.6075 0.6945 0.7010 0.7150 0.6820 0.7515 0.7155
A = log (1/T)
Absorbansi (λ 600 nm)
1.00
0.10
0.01 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Jam ke L. brevi s A17
P. pentosaceus A16
L.rhamnosus R21
Keterangan : Kurva pertumbuhan kultur bakteri asam laktat
104
Lampiran 3. Pembuatan kultur kering beku bakteri asam laktat dengan pengeringan beku
105
Lampiran 4. Produk kultur kering beku dari isolat Pediococcus pentosaceus A16
A. Kultur kering beku Pediococcus pentosaceus A16 tanpa pelindung (Kontrol).
B. Kultur kering beku Pediococcus pentosaceus A16 dengan pelindung sukrosa.
C. Kultur kering beku Pediococcus pentosaceus A16 dengan pelindung susu skim.
D. Kultur kering beku Pediococcus pentosaceus A16 dengan pelindung laktosa.
E. Kultur kering beku Pediococcus pentosaceus A16 dengan pelindung maltodekstrin.
106
Lampiran 5. Produk kultur kering beku dari isolat Lactobacillus brevis A17
A. Kultur kering beku Lactobacillus brevis A17 tanpa pelindung (Kontrol).
C. Kultur kering beku Lactobacillus brevis A17 dengan pelindung susu skim.
B. Kultur kering beku Lactobacillus brevis A17 dengan pelindung sukrosa.
D. Kultur kering beku Lactobacillus brevis A17 dengan pelindung laktosa.
E. Kultur kering beku Lactobacillus brevis A17 dengan pelindung maltodekstrin.
107
Lampiran 6. Produk kultur kering beku dari isolat Lactobacillus rhamnosus R21
A. Kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 tanpa pelindung (Kontrol).
C. Kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 dengan pelindung susu skim.
B. Kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 dengan pelindung sukrosa.
D. Kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 dengan pelindung laktosa.
E. Kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 dengan pelindung maltodekstrin.
108
Lampiran 7. Data ketahanan kultur kering beku setelah pengeringan beku Perlakuan
Sebelum Freeze Dry (log cfu/g)
Sesudah Freeze Dry (log cfu/g)
∆ Penurunan (log cfu/g)
A16K A16S A16SK A16L A16M
Ul 1 12.2975 11.5937 11.4171 11.5442 11.6044
Ul 2 12.0791 11.2613 11.3123 11.2183 11.2921
Ul 1 11.2041 9.3979 10.3802 10.6532 10.4314
Ul 2 10.3010 9.8751 10.2553 10.4150 10.3010
Ul 1 1.0934 2.1958 1.0368 0.8909 1.1730
Ul 2 1.7780 1.3862 1.0570 0.8033 0.9910
A17K A17S A17SK A17L A17M
12.4150 12.0414 11.9638 11.8976 12.0792
12.3979 12.0792 12.0000 11.0414 11.2304
10.2553 10.8808 10.4314 10.8921 10.1139
10.1461 10.9085 10.3222 10.7782 10.2304
2.1597 1.1606 1.5324 1.0055 1.9652
R21K R21S R21SK R21L R21M
12.4183 11.6902 11.9138 11.7482 11.9395
12.5172 11.7324 11.7924 11.8388 11.3424
10.4472 10.7243 10.4150 10.7160 7.6232
9.8325 10.7076 10.2304 10.3617 6.5441
1.9711 0.9659 1.4988 1.0322 4.3163
Keterangan : A16 A17 R21 K
: Pediococcus pentosaceus A16 : Lactobacillus brevis A17 : Lactobacillus rhamnosus R21 : Kontrol tanpa bahan pelindung
Rata-rata ∆ Penurunan (log cfu/g)
SD
1.4357 1.7910 1.0469 0.8471 1.0820
0.4841 0.5724 0.0143 0.0620 0.1287
Ul 1 91.1086 81.0606 90.9185 92.2823 89.8916
Ul 2 85.2801 87.6903 90.6558 92.8391 91.2235
2.2518 1.1707 1.6778 0.2632 1.0000
2.2058 1.1656 1.6051 0.6344 1.4826
0.0651 0.0072 0.1028 0.5249 0.6825
82.6041 90.3618 87.1911 91.5485 83.7304
81.8372 90.3081 86.0185 97.6159 91.0956
82.2206 90.3350 86.6048 94.5822 87.4130
2.6847 1.0248 1.5619 1.4771 4.7984
2.3279 0.9954 1.5304 1.2547 4.5573
0.5046 0.0417 0.0446 0.3146 0.3409
84.1271 91.7373 87.4193 91.2141 63.8489
78.5520 91.2650 86.7547 87.5231 57.6955
81.3396 91.5012 87.0870 89.3686 60.7722
S SK L M
Ketahanan (%)
: Bahan pelindung sukrosa : Bahan pelindung susu skim : Bahan pelindung laktosa : Bahan pelindung maltodekstrin
Rata-rata Ketahanan (%) 88.1943 84.3755 90.7871 92.5607 90.5575
109
Lampiran 8. Data Total Bakteri Asam Laktat Pediococcus pentosaceus A16 Sebelum pengeringan beku Perlakuan KONTROL
Ul I
10-7
10-8
10-9
Total BAL (cfu/ml)
Log (cfu/ml)
Kadar air (%)
Berat kering (g/100g)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
I
TBUD TBUD TBUD TBUD
342 408 314 251
49 36 30 21
4.3E+10
10.6335
97.8327
2.1673
1.98E+12
12.2975
12.1883
2.6E+10
10.4150
1.20E+12
12.0791
I
TBUD
322
35
4.3E+10
10.6335
3.92E+11
11.5937
II
TBUD TBUD
384 209
50 44
2.0E+10
10.3010
1.83E+11
11.2613
TBUD
169
17
TBUD TBUD TBUD TBUD
259 303 278 217
29 49 21 22
2.8E+10
10.4472
2.61E+11
11.4171
2.2E+10
10.3424
2.05E+11
11.3123
TBUD TBUD TBUD TBUD
343 323 224 124
42 30 12 8
3.6E+10
10.5563
3.50E+11
11.5442
1.7E+10
10.2304
1.65E+11
11.2183
TBUD TBUD TBUD TBUD
366 320 197 172
36 42 17 26
3.9E+10
10.5911
4.02E+11
11.6044
1.9E+10
10.2788
1.96E+11
11.2921
II
SUKROSA
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M.DEKSTRIN
I II
89.0417
89.2823
89.7163
90.3021
10.9583
10.7177
10.2837
9.6979
11.4275
11.3647
11.3812
11.4482
110
Setelah pengeringan beku (kadar air diasumsikan 0 %) Perlakuan KONTROL
Ul
10-8
10-9
10-10
Total BAL (cfu/0,1 g)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Kadar air (%)
Brt kering (g/100g)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
I
TBUD TBUD TBUD
151 162 20 27
1.6E+12
1.6E+13
13.2041
0
100
1.6E+11
11.2041
10.7526
2.0E+11
2.00E+12
12.3010
2.0E+10
10.3010
TBUD
TBUD TBUD 219 182
I
230
44
2
2.4E+10
2.4E+11
11.3802
2.5E+09
9.3979
II
224 TBUD
34 73
7 3
7.2E+10
7.2E+11
11.8573
7.5E+09
9.8751
TBUD
71
8
TBUD TBUD TBUD TBUD
259 231 182 173
27 30 14 21
2.4E+11
2.4E+12
12.3802
2.4E+10
10.3802
1.8E+11
1.8E+12
12.2553
1.8E+10
10.2553
TBUD TBUD TBUD TBUD
469 439 249 258
43 47 28 36
4.5E+11
4.5E+12
12.6532
4.5E+10
10.6532
2.6E+11
2.6E+12
12.4150
2.6E+10
10.4150
TBUD TBUD TBUD TBUD
272 243 167 175
23 30 23 26
2.5E+11
2.5E+12
12.3979
2.7E+10
10.4314
1.8E+11
1.8E+12
12.2553
2.0E+10
10.3010
II
SUKROSA
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M.DEKSTRIN
I II
0
0
0
0
100
100
100
100
9.6365
10.3177
10.5341
10.3662
111
Lampiran 9. Data Total Bakteri Asam Laktat Lactobacillus brevis A17 Sebelum pengeringan beku Perlakuan KONTROL
Ul
10-8
10-9
10-10
Total BAL (cfu/ml)
Log (cfu/ml)
Kadar air (%)
Berat kering (g/100g)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
I
TBUD TBUD TBUD TBUD
88 79 88 76
4 6 14 6
8.40E+10
10.9243
96.7277
3.2723
2.60E+12
12.4150
12.4065
8.30E+10
10.9191
2.50E+12
12.3979
TBUD TBUD TBUD TBUD
99 103 95 119
5 14 14 21
1.00E+10
10.0000
1.10E+12
12.0414
1.10E+11
11.0414
1.20E+12
12.0792
TBUD TBUD TBUD TBUD
84 67 86 84
3 5 12 4
7.60E+10
10.8808
9.20E+11
11.9638
8.50E+10
10.9294
1.00E+12
12.0000
TBUD TBUD TBUD TBUD
42 69 72 81
9 8 7 6
5.60E+09
9.7482
7.90E+11
11.8976
7.70E+09
9.8865
1.10E+11
11.0414
TBUD TBUD TBUD TBUD
71 83 98 119
6 7 8 9
7.70E+10
10.8865
1.20E+12
12.0792
1.10E+11
11.0414
1.70E+11
11.2304
II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M.DEKSTRIN
I II
91.1403
91.7419
92.9406
93.4159
8.8597
8.2581
7.0594
6.5841
12.0603
11.9819
11.4695
11.6548
112
Setelah pengeringan beku (kadar air diasumsikan 0 %) Perlakuan KONTROL
10-10
I
TBUD TBUD TBUD TBUD
214 124 153 105
12 13 18 11
1.70E+11
1.70E+12
12.2304
1.30E+11
1.30E+12
12.1139
TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD
68 81 81 78
7.50E+11
7.50E+12
12.8751
7.90E+11
7.90E+12
12.8976
TBUD TBUD TBUD TBUD
271 273 186 240
22 31 23 31
2.70E+11
2.70E+12
12.4314
2.10E+11
2.10E+12
12.3222
I
TBUD
TBUD
93
7.70E+11
7.70E+12
12.8865
II
TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD
61 76 44
6.00E+11
6.00E+12
12.7782
TBUD TBUD TBUD TBUD
102 135 140 158
18 13 15 8
1.20E+11
1.20E+12
12.0792
1.50E+11
1.50E+12
12.1761
I
I II
LAKTOSA
M.DEKSTRIN
Log (cfu/g)
10-9
II
SUSU SKIM
Total BAL (cfu/g)
10-8
II
SUKROSA
Total BAL (cfu/0,1 g)
Ul
I II
Kadar air (%) 0
0
0
0
0
Brt kering (g/100g) 100
100
100
100
100
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
1.80E+10
10.2553
1.40E+10
10.1461
7.60E+10
10.8808
8.10E+10
10.9085
2.70E+10
10.4314
2.10E+10
10.3222
7.80E+10
10.8921
6.00E+10
10.7782
1.30E+10
10.1139
1.70E+10
10.2304
Rata-rata (log cfu/g) 10.2007
10.8946
10.3768
10.8351
10.1722
113
Lampiran 10. Data Total Bakteri Asam Laktat Lactobacillus rhamnosus R21 Sebelum Pengeringan Beku Perlakuan KONTROL
Ul
10-7
10-8
10-9
Total BAL (cfu/ml)
Log (cfu/ml)
Kadar air (%)
Berat kering (g/100g)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
I
TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD
71 78 86 102
7.5E+10
10.87506
97.1424
2.8576
2.62E+12
12.4183
12.4677
9.4E+10
10.97313
3.29E+12
12.5172
TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD
33 48 49 41
4.1E+10
10.61278
4.9E+11
11.6902
4.5E+10
10.65321
5.4E+11
11.7324
TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD
67 62 58 48
6.5E+10
10.81291
8.2E+11
11.9138
4.9E+10
10.6902
6.2E+11
11.7924
TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD 380 TBUD
44 45 66 43
4.5E+10
10.65321
5.6E+11
11.7482
5.5E+10
10.74036
6.9E+11
11.8388
TBUD TBUD TBUD TBUD
410 349 137 165
60 57 19 14
5.9E+10
10.77085
8.7E+11
11.9395
1.5E+10
10.17609
2.2E+11
11.3424
II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M.DEKSTRIN
I II
91.7390
92.0951
92.0032
93.2232
8.2610
7.9049
7.9968
6.7768
11.7113
11.8531
11.7935
11.6410
114
Setelah Pengeringan Beku (kadar air diasumsikan 0%) Perlakuan KONTROL
SUSU SKIM
Kadar air (%)
Brt kering (g/100g)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
27 35 4 9
3.10E+11
3.10E+12
12.4914
0
100
2.80E+10
10.4472
10.1398
7.30E+10
7.30E+11
11.8633
6.80E+09
9.8325
TBUD TBUD
66 51
5.90E+11
5.90E+12
12.7709
5.30E+10
10.7243
TBUD TBUD
TBUD TBUD
49 57
5.30E+11
5.30E+12
12.7243
5.10E+10
10.7076
TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD
272 TBUD 146 263
29 26 34 34
2.80E+11
2.80E+12
12.4472
2.60E+10
10.4150
1.80E+11
1.80E+12
12.2553
1.70E+10
10.2304
TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD 278 281
60 54 29 26
5.70E+11
5.70E+12
12.7559
5.20E+10
10.7160
2.80E+11
2.80E+12
12.4472
2.30E+10
10.3617
31 49 3 3
4 3 0 0
1 1 0 0
0 0 0 0
4.00E+08
4.00E+09
9.6021
4.20E+07
7.6232
3.00E+07
3.00E+08
8.4771
3.50E+06
6.5441
10-9
10-10
I
TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD
297 316 66 80
I
TBUD TBUD
TBUD TBUD
II
TBUD TBUD
I
I II
M.DEKSTRIN
Log (cfu/g)
10-8
II
LAKTOSA
Total BAL (cfu/g)
10-7
II
SUKROSA
Total BAL (cfu/0,1 g)
Ul
I II
0
0
0
0
100
100
100
100
10.7159
10.3227
10.5389
7.0837
115
Lampiran 11. Perhitungan statistik ketahanan kultur kering beku setelah pengeringan beku 11a. Tabel dua arah BAL A16
A17
R21
JUMLAH
RATA-RATA
KRIOGENIK Kontrol
2.8715
4.4115
4.6558
11.9388
1.9898
Sukrosa
3.5820
2.3313
1.9907
7.9040
1.3173
Susu Skim
2.0939
3.2102
3.0608
8.3649
1.3941
Laktosa
1.6943
1.2688
2.5093
5.4723
0.9121
Maltodekstrin
2.1641
2.9652
9.1146
14.2439
2.3740
JUMLAH
12.4057
14.1870
21.3313
47.9240
RATA-RATA
1.2406
1.4187
2.1331
11b. Perhitungan Statistik FK JKT JKA (Jenis BAL) JKB (Kriogenik) JKAB
= = = = =
76.5570 26.7551 4.4627 8.0790 12.4011
JKG
=
1.8123
11c. Tabel ANOVA SUMBER
JK
db
KT
F Hitung
F Tabel (5 %)
Jenis BAL Jenis Kriogenik Interaksi
4.4627 8.0790 12.4011
2 4 8
2.2313 2.0198 1.5501
18.4681 ** 16.7170 ** 12.8300 **
3.68 3.06 2.64
Galat Total
1.8123 26.7551
15 29
0.1208
•
Hipotesis: F hitung > F tabel maka terdapat perbedaan antara jenis BAL, jenis kriogenik dan interaksi antara jenis BAL dengan jenis kriogenik
•
Dilanjutkan ke Uji Duncan
116
11d. Faktor Utama A (Jenis Bakteri Asam Laktat) SAx
= √ KTG Bxr = 0,1099
Tabel Duncan rp 5%
rp 1%
RP 5%
RP 1%
p=2
3.01
4.17
0.330799
0.458283
p=3
3.16
4.37
0.347284
0.480263
Tabel Beda Perlakuan Perlakuan
Rata-rata
A3 (R21)
2.1331
A2 (A17)
1.4187
A1 (A16)
1.2406
Notasi a
0.7144**
b
0.8926**
0.1781
ns
b
11e. Faktor Utama B (Jenis Kriogenik) SBx
= √ KTG Axr = 0,1419
Tabel Duncan rp 5%
rp 1%
RP 5%
RP 1%
p=2
3.01
4.17
0.427119
0.591723
p=3
3.16
4.37
0.448404
0.620103
p=4
3.25
4.50
0.461175
0.638550
p=5
3.31
4.58
0.469689
0.649902
Tabel Beda Perlakuan Perlakuan
Rata-rata
S5 (M)
2.3740
S1 (K)
1.9898
0.3842 ns
S3 (SK)
1.3941
0.9798 ns
0.5957 *
S2 (S)
1.3173
1.0567 ns
0.6725 **
S4 (L)
0.9121
1.4619 ns
1.0777 **
Notasi a a b 0.0768 ns 0.4821 *
bc 0.4053 ns
c
117
11f. Interaksi Jenis Bakteri Asam Laktat dengan jenis kriogenik SABx A
= √ KTG x B xr = 0,0635
Tabel Duncan rp 5%
rp 1%
RP 5%
RP 1%
p= 2
3.01
4.17
0.1911
0.2648
p= 3
3.16
4.37
0.2007
0.2775
p= 4
3.25
4.5
0.2064
0.2858
p= 5
3.31
4.58
0.2102
0.2908
p= 6
3.36
4.64
0.2134
0.2946
p= 7
3.38
4.72
0.2146
0.2997
p= 8
3.40
4.77
0.2159
0.3029
p= 9
3.42
4.81
0.2172
0.3054
p= 10
3.43
4.84
0.2178
0.3073
p= 11
3.435
4.87
0.2181
0.3092
p= 12
3.44
4.9
0.2184
0.3112
p= 13
3.445
4.92
0.2188
0.3124
p= 14
3.45
4.94
0.2191
0.3137
p= 15
3.455
4.98
0.2194
0.3162
118
Tabel Beda Perlakuan Perlakuan
Rata-rata
Notasi
M21
4.56
K21
2.33
2.23**
K17
2.21
2.35**
0.12
S16
1.79
2.77**
0.54**
0.41**
SK17
1.61
2.95**
0.72**
0.60**
0.19ns
SK21
1.53
3.03**
0.80**
0.68**
0.26*
0.07ns
M17
1.48
3.07**
0.85**
0.72**
0.31**
0.12ns
0.05ns
K16
1.44
3.12**
0.89**
0.77**
0.36**
0.17ns
0.09ns
0.05ns
L21
1.25
3.30**
1.07**
0.95**
0.54**
0.35**
0.28*
0.23*
0.18ns
S17
1.17
3.39**
1.16**
1.04**
0.63**
0.44**
0.36**
0.32**
0.27*
0.09ns
M16
1.08
3.48**
1.25**
1.12**
0.71**
0.52**
0.45**
0.40**
0.35**
0.17ns
0.08ns
SK16
1.05
3.51**
1.28**
1.16**
0.74**
0.56**
0.48**
0.44**
0.39**
0.21ns
0.12ns
0.04ns
S21
1.00
3.56**
1.33**
1.21**
0.80**
0.61**
0.54**
0.49**
0.44**
0.26*
0.17**
0.09ns
0.05ns
L16
0.85
3.71**
1.48**
1.36**
0.94**
0.76**
0.68**
0.64**
0.59**
0.41*
0.32**
0.23*
0.20ns
0.15ns
L17
0.63
3.92**
1.69**
1.57**
1.16**
0.97**
0.90**
0.85**
0.80**
0.62**
0.53**
0.45**
0.41**
0.36**
a b b c cd d d de e e ef f f fg 0.21ns
g
119
Lampiran 12. Data ketahanan kultur kering beku terhadap pH rendah (pH 2) Inkubasi 0 jam
Perlakuan
Inkubasi 5 jam
∆ Penurunan (log cfu/g)
Rata-rata ∆ Penurunan (log cfu/g)
SD
5.3923 7.3033 7.7019 5.8412 5.8457 7.7656
0.0108 0.2078 0.0834 0.0280 0.0149 0.0694
Ul 1 34.2232 17.1092 13.1598 31.1474 32.9060 11.1201
Ul 2 33.8226 15.7992 14.3331 30.4193 33.0520 13.0815
Ketahanan (%)
Rata-rata Ketahanan (%)
A16KS A16K A16S A16SK A16L A16M
Ul 1 8.2095 8.6335 8.9370 8.4548 8.7284 8.7924
Ul 2 8.1367 8.8482 8.9217 8.4232 8.7160 8.8779
Ul 1 2.8096 1.4771 1.1761 2.6335 2.8722 0.9777
Ul 2 2.7520 1.3979 1.2788 2.5623 2.8808 1.1614
Ul 1 5.4000 7.1563 7.7609 5.8214 5.8562 7.8147
Ul 2 5.3847 7.4502 7.6429 5.8610 5.8352 7.7166
A17KS A17K A17S A17SK A17L A17M
8.1673 7.8357 8.4014 7.9165 8.1461 7.4698
8.1271 7.5623 8.8331 7.9004 8.5999 7.3802
7.8062 1.0000 0.0000 2.3522 3.7243 2.2589
7.5740 0.0000 0.0000 2.7202 3.4624 2.3263
0.3611 6.8357 8.4014 5.5643 4.4219 5.2109
0.5531 7.5623 8.8331 5.1802 5.1375 5.0539
0.4571 7.1990 8.6173 5.3722 4.7797 5.1324
0.1357 0.5138 0.3053 0.2716 0.5060 0.1111
95.5783 12.7621 0.0000 29.7126 45.7184 30.2400
93.1947 0.0000 0.0000 34.4308 40.2610 31.5213
94.3865 6.3811 0.0000 32.0717 42.9897 30.8806
R21KS R21K R21S R21SK R21L R21M
8.2923 9.1875 6.5185 7.2529 8.6946 3.6767
8.5038 9.5065 6.2148 6.8513 8.7076 3.2672
1.6075 0.0000 2.1761 3.7709 3.6021 2.1761
1.5911 0.0000 2.6532 3.9138 3.6232 2.0000
6.6848 9.1875 4.3424 3.4820 5.0925 1.5006
6.9127 9.5065 3.5616 2.9374 5.0843 1.2672
6.7988 9.3470 3.9520 3.2097 5.0884 1.3839
0.1612 0.2256 0.5521 0.3851 0.0058 0.1651
19.3850 0.0000 33.3832 51.9913 41.4287 59.1861
18.7101 0.0000 42.6915 57.1255 41.6103 61.2150
19.0475 0.0000 38.0374 54.5584 41.5195 60.2006
Keterangan : A16 A17 R21 KS K
: Pediococcus pentosaceus A16 : Lactobacillus brevis A17 : Lactobacillus rhamnosus R21 : Kultur Segar 24 jam : Kontrol tanpa bahan pelindung
S SK L M
: Bahan pelindung sukrosa : Bahan pelindung susu skim : Bahan pelindung laktosa : Bahan pelindung maltodekstrin
34.0229 16.4542 13.7464 30.7834 32.9790 12.1008
120
Lampiran 13. Data ketahanan kultur kering beku Pediococcus pentosaceus A16 terhadap pH rendah (pH 2) Inkubasi 0 jam Perlakuan Kultur segar
10
I
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
158 166 134 141 40 46 67 74 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
I
I
I II
LAKTOSA
I II
M. DEKSTRIN
-6
10
II SUSU SKIM
-5
10
II SUKROSA
-4
10
II KONTROL
-3
Ul
I II
-7
10
90 83 81 86 28 29 28 25 56 51 54 50 56 68 76 75
Total BAL (cfu/0.1 gr)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
1.6E+08
8.2095
8.1731
1.4E+08
8.1367
4.3E+07
4.3E+08
8.6335
7.1E+07
7.1E+08
8.8482
8.7E+08
8.9370
8.4E+08
8.9217
2.9E+08
8.4548
2.7E+08
8.4232
5.4E+08
8.7284
5.2E+08
8.7160
6.2E+08
8.7924
7.6E+08
8.8779
8.7408
8.9294
8.4390
8.7222
8.8352
121
Inkubasi 5 jam Perlakuan
Ul
10-0
10-1
10-2
10-3
10-4
Kultur segar
I
TBUD TBUD TBUD TBUD 1 2 1 0 16 14 20 18 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 10 9 13 16
65 64 53 60 0 0 0 1 1 0 4 1 41 45 43 30 69 80 75 77 3 1 1 2
8 7 3 6 0 0 0 0 0 0 0 0 3 9 5 4 3 1 6 3 0 0 1 0
0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
II KONTROL
I II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M.DEKSTRIN
I II
Total BAL (cfu/0.1 gr)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
6.5E+02
2.8096
2.7808
5.7E+02
2.7520
3.0E+00
3.0E+01
1.4771
2.5E+00
2.5E+01
1.3979
1.5E+01
1.1761
1.9E+01
1.2788
4.3E+02
2.6335
3.7E+02
2.5623
7.5E+02
2.8722
7.6E+02
2.8808
9.5E+00
0.9777
1.5E+01
1.1614
1.4375
1.2274
2.5979
2.8765
1.0695
122
Lampiran 14. Data ketahanan kultur kering beku Lactobacillus brevis A17 terhadap pH rendah (pH 2) Inkubasi 0 jam -2
-3
-4
-5
-6
Perlakuan
Ul
10
10
10
10
10
Kultur segar
I
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD 75 62 41 32 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 239 229
144 151 131 137 6 4 4 2 244 260 688 674 81 84 84 75 137 144 349 448 32 27 24 37
II KONTROL
I II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M. DEKSTRIN
I II
Total BAL (cfu/0.1 gr)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
1.5E+08
8.1673
8.1472
1.3E+08
8.1271
6.9E+06
6.9E+07
7.8357
3.7E+06
3.7E+07
7.5623
2.5E+08
8.4014
6.8E+08
8.8331
8.3E+07
7.9165
8.0E+07
7.9004
1.4E+08
8.1461
4.0E+08
8.5999
3.0E+07
7.4698
2.4E+07
7.3802
7.6990
8.6173
7.9084
8.3730
7.4250
123
Inkubasi 5 jam Perlakuan
Ul
Kultur segar
I
10-0
10-1
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
TBUD TBUD TBUD TBUD 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 4 3 4 4 0 0 1 0
TBUD TBUD TBUD TBUD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0
TBUD TBUD TBUD TBUD
67 60 42 33
0 0 0 0 0 0 0 0 44 41 55 50 TBUD TBUD TBUD TBUD 12 17 20 34
TBUD TBUD TBUD TBUD 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3 5 1 52 54 32 26 1 0 1 1
II KONTROL
I II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M.DEKSTRIN
I II
1 0 0 0 0 0 0 0 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 186 177 200 TBUD
Total BAL (cfu/0.1 gr)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
6.4E+07
7.8062
7.6901
3.75E+07
7.5740
1.0E+00
1.0E+01
1.0000
0.5000
0.0E+00
0.0E+00 0.0000
0.0000
2.3E+02
2.3522
2.5362
5.3E+02
2.7202
5.3E+03
3.7243
2.9E+03
3.4624
1.8E+02
2.2589
2.1E+02
2.3263
0.0E+00 0.0E+00
3.5933
2.2926
124
Lampiran 15. Data ketahanan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 terhadap pH rendah (pH 2) Inkubasi 0 jam -2
-3
-4
-5
-6
Perlakuan
Ul
10
10
10
10
10
Kultur segar
I
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 45 50 20 17
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 14 15 2 1
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 139 154 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 2 3 0 0
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 36 29 33 34 157 189 46 71 TBUD TBUD TBUD TBUD 0 2 0 0
194 199 306 333 159 150 294 348 13 6 6 8 30 10 33 24 502 489 525 485 0 0 0 0
II KONTROL
I II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M. DEKSTRIN
I II
Total BAL (cfu/0.1 gr)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
1.96E+08
8.2923
8.3980
3.19E+08
8.5038
1.54E+08
1.54E+09
9.1875
3.21E+08
3.21E+09
9.5065
3.30E+06
6.5185
1.64E+06
6.2148
1.79E+07
7.2529
7.10E+06
6.8513
4.95E+08
8.6946
5.10E+08
8.7076
4.75E+03
3.6767
1.85E+03
3.2672
9.3470
6.3667
7.0521
8.7011
3.4719
125
Inkubasi 5 jam Perlakuan
Ul
10-0
10-1
10-2
10-3
10-4
Kultur segar
I
41 40 45 33
1 4 3 1
0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 1 8 60 57 69 95 41 39 47 37 2 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 10 10 17 3 2 3 2 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 2 3 0 0 1 1 0 0 0 0
II KONTROL
I II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M.DEKSTRIN
I II
10-5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
10-6
Total BAL (cfu/0.1 gr)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
4.1E+01
1.6075
1.5993
3.9E+01
1.5911
0.0E+00
0.0000
0.0E+00
0.0000
1.5E+02
2.176091
4.5E+02
2.6532
5.9E+03
3.7709
8.2E+03
3.9138
4.0E+03
3.6021
4.2E+03
3.6232
1.5E+02
2.1761
1.0E+02
2.0000
0.0000
2.4147
3.8423
3.6127
2.0880
126
Lampiran 16. Perhitungan statistik ketahanan kultur kering beku setelah pengeringan beku terhadap pH rendah (pH 2,0) 16a. Tabel dua arah BAL A16
A17
R21
JUMLAH
RATA-RATA
KRIOGENIK Kultur segar
10.7846
0.9142
13.5975
25.2964
4.2161
Kontrol
14.6066
14.3980
18.6940
47.6986
7.9498
Sukrosa
15.4039
17.2345
7.9041
40.5425
6.7571
Susu Skim
11.6823
10.7445
6.4194
28.8463
4.8077
Laktosa
11.6914
9.5593
10.1769
31.4276
5.2379
Maltodekstrin
15.5312
10.2648
2.7678
28.5638
4.7606
JUMLAH
79.7000
63.1154
59.5597
202.3751
RATA-RATA
6.6417
5.2596
4.9633
16b. Perhitungan statistik FK JKT JKA (Jenis BAL) JKB (Kriogenik) JKAB JKG
= = = = = =
1137.6580 187.6506 19.2591 61.4165 105.6440 1.3311
16c. Tabel ANOVA SUMBER
JK
db
KT
F Hitung
F Tabel (5 %)
Jenis BAL
19.2591
2
9.6296
134.7148**
3.55
Jenis Kriogenik
61.4165
5
12.2833
171.8399**
2.77
105.6440
10
10.5644
147.7930**
2.41
Galat
1.2867
18
0.0715
Total
187.6063
35
Interaksi
•
Hipotesis: F hitung > F tabel maka terdapat perbedaan antara jenis BAL, jenis kriogenik dan interaksi antara jenis BAL dengan jenis kriogenik
•
Dilanjutkan ke Uji Duncan
127
16d. Faktor Utama A (Jenis Bakteri Asam Laktat) SAx
= 0,0751
Tabel Duncan rp 5%
rp 1%
RP 5%
RP 1%
P=2
2.97
4.07
0.223047
0.305657
P=3
3.12
4.27
0.234312
0.320677
Tabel Beda Perlakuan Perlakuan
Rata-rata
A1 (A16)
6.6417
A2 (A17)
5.2596
1.3821**
A3 (R21)
4.9633
1.6784**
Notasi a b 0.2963*
c
16e. Faktor Utama B (Jenis Kriogenik) SBx
= 0,1062
Tabel Duncan rp 5%
rp 1%
RP 5%
RP 1%
p=2
2.97
4.07
0.315414
0.432234
p=3
3.12
4.27
0.331344
0.453474
p=4
3.21
4.38
0.340902
0.465156
p=5
3.27
4.46
0.347274
0.473652
p=6
3.32
4.53
0.352584
0.481086
Tabel Beda Perlakuan Perlakuan
Rata-rata
Notasi
S2 (K)
7.9498
a
S3 (S)
6.7571
1.1927**
S5 (L)
5.2379
2.7118
1.5191**
S4 (SK)
4.8077
3.1421
1.9494
0.4302**
S6 (M)
4.7606
3.1891
1.9964
0.4773
0.0471ns
S1 (KS)
4.2161
3.7337
2.5410
1.0219
0.5916
b c d d 0.5446**
e
128
16f. Interaksi Jenis Bakteri Asam Laktat dengan Jenis Kriogenik SABx Tabel Duncan p=2 p=3 p=4 p=5 p=6 p=7 p=8 p=9 p=10 p=11 p=12 p=13 p=14 p=15 p=16 p=17 p=18
= 0,0434
rp 5% 2.97 3.12 3.21 3.27 3.32 3.35 3.37 3.39 3.41 3.42 3.43 3.44 3.45 3.455 3.46 3.465 3.47
rp 1% 4.07 4.27 4.38 4.46 4.53 4.59 4.64 4.68 4.71 4.735 4.76 4.775 4.79 4.805 4.82 4.83 4.84
RP 5% 0.1289 0.1354 0.1393 0.1419 0.1441 0.1454 0.1463 0.1471 0.1480 0.1484 0.1489 0.1493 0.1497 0.1499 0.1502 0.1504 0.1506
RP 1% 0.1766 0.1853 0.1901 0.1936 0.1966 0.1992 0.2014 0.2031 0.2044 0.2055 0.2066 0.2072 0.2079 0.2085 0.2092 0.2096 0.2101
129
Tabel Beda Perlakuan Perlakuan
Rata-rata
Notasi
K21
9.3470
S17
8.6173
0.73**
M16
7.7656
1.58
0.85**
S16
7.7019
1.65
0.92
0.06ns
K16
7.3033
2.04
1.31
0.46
0.40**
K17
7.1990
2.15
1.42
0.57
0.50
0.10ns
KS21
6.7988
2.55
1.82
0.97
0.90
0.50
0.40**
L16
5.8457
3.50
2.77
1.92
1.86
1.46
1.35
0.95**
SK16
5.8412
3.51
2.78
1.92
1.86
1.46
1.36
0.96
0.00ns
KS16
5.3923
3.95
3.22
2.37
2.31
1.91
1.81
1.41
0.45
0.45*
SK17
5.3722
3.97
3.25
2.39
2.33
1.93
1.83
1.43
0.47
0.47
0.02ns
M17
5.1324
4.21
3.48
2.63
2.57
2.17
2.07
1.67
0.71
0.71
0.26
0.24**
L21
5.0884
4.26
3.53
2.68
2.61
2.21
2.11
1.71
0.76
0.75
0.30
0.28
0.04ns
L17
4.7797
4.57
3.84
2.99
2.92
2.52
2.42
2.02
1.07
1.06
0.61
0.59
0.35
0.31**
S21
3.9520
5.39
4.67
3.81
3.75
3.35
3.25
2.85
1.89
1.89
1.44
1.42
1.18
1.14
0.83**
SK21
3.2097
6.14
5.41
4.56
4.49
4.09
3.99
3.59
2.64
2.63
2.18
2.16
1.92
1.88
1.57
0.74**
M21
1.3839
7.96
7.23
6.38
6.32
5.92
5.82
5.41
4.46
4.46
4.01
3.99
3.75
3.70
3.40
2.57
1.83**
KS17
0.4571
8.89
8.16
7.31
7.24
6.85
6.74
6.34
5.39
5.38
4.94
4.92
4.68
4.63
4.32
3.49
2.75
a b c c d d e f f g g h h i j k l 0.93**
m
130
Lampiran 17. Data ketahanan kultur kering beku terhadap garam empedu (0,5 %) Perlakuan
Inkubasi 0 jam
Inkubasi 5 jam
∆ Penurunan (log cfu/g)
Rata-rata ∆ Penurunan (log cfu/g)
SD
0.1526 0.1232 0.2386 0.1095 0.2173 0.2162
0.0639 0.0795 0.1115 0.0356 0.0186 0.1473
Ul 1 97.4016 97.7921 95.7286 98.3525 97.2988 98.6578
Ul 2 98.6336 99.1782 97.8462 98.9755 97.5643 96.1690
Ketahanan (%)
Rata-rata Ketahanan (%)
A16KS A16K A16S A16SK A16L A16M
Ul 1 7.6128 8.1239 7.4314 8.1761 8.5315 8.3424
Ul 2 7.8633 8.1461 7.4150 8.2304 8.3802 8.3617
Ul 1 7.4150 7.9445 7.1139 8.0414 8.3010 8.2304
Ul 2 7.7559 8.0792 7.2553 8.1461 8.1761 8.0414
Ul 1 0.1978 0.1794 0.3174 0.1347 0.2304 0.1120
Ul 2 0.1074 0.0669 0.1597 0.0843 0.2041 0.3203
A17KS A17K A17S A17SK A17L A17M
7.3181 7.2041 7.2304 7.3149 8.2304 5.5119
7.3010 7.1139 7.5911 7.0374 7.2304 5.3909
2.7404 5.7404 5.6990 6.9685 7.1761 5.3979
2.7634 5.7243 5.9294 6.9031 6.4472 4.9031
4.5777 1.4638 1.5315 0.3464 1.0544 0.1139
4.5376 1.3897 1.6616 0.1343 0.7833 0.4878
4.5577 1.4267 1.5966 0.2404 0.9188 0.3009
0.0284 0.0524 0.0920 0.1500 0.1917 0.2644
37.4466 79.6817 78.8190 95.2640 87.1895 97.9328
37.8498 80.4656 78.1105 98.0911 89.1668 90.9506
37.6482 80.0736 78.4648 96.6775 88.1782 94.4417
R21KS R21K R21S R21SK R21L R21M
3.3979 6.5315 6.7324 6.9912 7.5682 7.9085
3.4624 6.7782 7.3802 7.1761 7.2577 7.1761
3.0334 6.5051 6.1461 6.6812 7.1761 5.3979
3.1106 6.7404 6.6532 6.8663 6.8573 4.0792
0.3645 0.0263 0.5863 0.3100 0.3921 2.5105
0.3518 0.0378 0.7270 0.3098 0.4003 3.0969
0.3582 0.0321 0.6566 0.3099 0.3962 2.8037
0.0090 0.0081 0.0995 0.0001 0.0058 0.4146
89.2724 99.5969 91.2919 95.5661 94.8190 68.2550
89.8392 99.4425 90.1494 95.6828 94.4838 56.8441
89.5558 99.5197 90.7206 95.6245 94.6514 62.5495
Keterangan : A16 A17 R21 KS K
: Pediococcus pentosaceus A16 : Lactobacillus brevis A17 : Lactobacillus rhamnosus R21 : Kultur Segar 24 jam : Kontrol tanpa bahan pelindung
S SK L M
: Bahan pelindung sukrosa : Bahan pelindung susu skim : Bahan pelindung laktosa : Bahan pelindung maltodekstrin
98.0176 98.4851 96.7874 98.6640 97.4316 97.4134
131
Lampiran 18. Data ketahanan kultur kering beku Pediococcus pentosaceus A16 terhadap garam empedu (0,5 %) Inkubasi 0 jam Perlakuan
Ul
Kultur segar
I II
KONTROL
I II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M. DEKSTRIN
I II
10-2
TBUD TBUD
10-3
10-4
10-5
10-6
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 258 245 261 243 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD 122 144 134 142 41 36 30 40 123 149 167 179 333 300 219 253 208 218 225 230
45 36 79 67 9 16 10 9 6 4 4 2 32 30 21 22 38 29 40 29 27 26 22 19
Total BAL (cfu/0.1 gr)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
4.1E+07
7.6128
7.7381
7.3E+07
7.8633
1.3E+07
1.3E+08
8.1239
1.4E+07
1.4E+08
8.1461
2.7E+06
2.7E+07
7.4314
2.6E+06
2.6E+07
7.4150
1.5E+07
1.5E+08
8.1761
1.7E+07
1.7E+08
8.2304
3.4E+07
3.4E+08
8.5315
2.4E+07
2.4E+08
8.3802
2.2E+07
2.2E+08
8.3424
2.3E+07
2.3E+08
8.3617
8.1350
7.4232
8.2033
8.4558
8.3521
132
Inkubasi 5 jam Perlakuan
Ul
Kultur segar
I II
KONTROL
I II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M.DEKSTRIN
I II
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 102 148 158 185 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
253 280 TBUD TBUD 86 90 125 120 16 19 28 28 109 112 133 155 169 222 278 147 181 156 103 122
24 28 65 50 11 17 15 14
Total BAL (cfu/0.1 gr)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
2.6E+07
7.4150
7.5854
5.7E+07
7.7559
8.8E+06
8.8E+07
7.9445
1.2E+07
1.2E+08
8.0792
1.3E+06
1.3E+07
7.1139
1.8E+06
1.8E+07
7.2553
1.1E+07
1.1E+08
8.0414
1.4E+07
1.4E+08
8.1461
2.0E+07
2.0E+08
8.3010
1.5E+07
1.5E+08
8.1761
1.7E+07
1.7E+08
8.2304
1.1E+07
1.1E+08
8.0414
8.0118
7.1846
8.0938
8.2386
8.1359
133
Lampiran 19. Data ketahanan kultur kering beku Lactobacillus brevis A17 terhadap garam empedu (0,5 %) Inkubasi 0 jam Perlakuan
Ul
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
Kultur segar
I
TBUD TBUD TBUD TBUD
TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 29 36 24 23
TBUD TBUD TBUD TBUD 159 157 123 128 179 157 320 344 213 200 101 117 TBUD TBUD 181 156 6 3 5 2
210 206 215 187 27 20 16 9 21 11 49 29 18 21 12 9 163 159 19 18 0 0 0 0
17 13 23 18 3 2 0 0 4 2 5 4 2 2 5 1 18 16 1 0 0 0 0 0
II KONTROL
I II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M.DEKSTRIN
I II
TBUD TBUD 246 258
Total BAL (cfu/0.1 gr)
Total BAL (cfu/g)
Total BAL Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
2.1E+07
7.3181
7.3095
2.0E+07
7.3010
1.6E+06
1.6E+07
7.2041
1.3E+06
1.3E+07
7.1139
1.7E+06
1.7E+07
7.2304
3.9E+06
3.9E+07
7.5911
2.1E+06
2.1E+07
7.3149
1.1E+06
1.1E+07
7.0374
1.7E+07
1.7E+08
8.2304
1.7E+06
1.7E+07
7.2304
3.25E+04
3.3E+05
5.5119
2.5E+05
5.3909
2.46E+04
7.1590
7.4108
7.1762
7.7304
5.4514
134
Inkubasi 5 jam Perlakuan
Ul
10-1
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
Kultur segar
I
60 50 59 57
6 5 10 13
1 1 0 0 58 51 60 45 70 30 90 80 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 254 256 20 30 10 6
0 0 0 0 8 7 6 1 7 3 9 8 95 91 70 90 146 163 23 32 2 3 0 1
0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 3 1 15 10 7 9 20 17 2 6 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0
II KONTROL
I II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M.DEKSTRIN
I II
Total BAL (cfu/0.1 gr)
Total BAL (cfu/g)
Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
5.5E+02
2.7404
2.7519
5.8E+02
2.7634
5.5E+04
5.5E+05
5.7404
5.3E+04
5.3E+05
5.7243
5.0E+04
5.0E+05
5.6990
8.5E+04
8.5E+05
5.9294
9.3E+05
9.3E+06
6.9685
8.0E+05
8.0E+06
6.9031
1.5E+06
1.5E+07
7.1761
2.8E+05
2.8E+06
6.4472
2.50E+04
2.5E+05
5.3979
8.00E+03
8.0E+04
4.9031
5.7323
5.8142
6.9358
6.8116
5.1505
135
Lampiran 20. Data ketahanan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 terhadap garam empedu (0,5 %) Inkubasi 0 jam Perlakuan
Ul
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
Kultur segar
I
21 25 28 30
4 2 2 1 338 314 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
0 0 0 0 31 37 63 57 60 48 203 214 98 98 146 150 258 277 179 183 TBUD TBUD 130 172
0 0 0 0 3 4 5 4 12 2 24 25 9 12 15 17 35 39 13 17 84 77 19 16
0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 3 0 2 2 2 2 4 0 2 4 8 1 6
II KONTROL
I II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M.DEKSTRIN
I II
Total BAL (cfu/g)
Total BAL Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
2.5E+03
3.3979
3.4302
2.9E+03
3.4624
3.4E+05
3.4E+06
6.5315
6.0E+05
6.0E+06
6.7782
5.4E+05
5.4E+06
6.7324
2.4E+06
2.4E+07
7.3802
9.8E+05
9.8E+06
6.9912
1.5E+06
1.5E+07
7.1761
3.7E+06
3.7E+07
7.5682
1.8E+06
1.8E+07
7.2577
8.1E+06
8.1E+07
7.9085
1.5E+06
1.5E+07
7.1761
Total BAL (cfu/0.1 gr)
6.6548
7.0563
7.0837
7.4129
7.5423
136
Inkubasi 5 jam Perlakuan
Ul
10-1
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
Kultur segar
I
117 98 128 130
15 9 3 8 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 243 244 14 18
0 0 1 1 373 380 TBUD TBUD 156 118 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 35 35 1 0
0 0 0 0 29 34 51 58 12 18 42 48 45 51 78 69 154 141 79 65 0 3 0 0
0 0 0 0 4 2 6 7 1 4 6 7 0 2 2 9 15 7 13 9 0 0 0 0
0 0 0 0 1 0 0 3 1 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 2 0 0 0 0
II KONTROL
I II
SUKROSA
I II
SUSU SKIM
I II
LAKTOSA
I II
M.DEKSTRIN
I II
TBUD TBUD 120 110
Total BAL (cfu/0.1 gr)
Total BAL (cfu/g)
Total BAL Log (cfu/g)
Rata-rata (log cfu/g)
1.1E+03
3.0334
3.0720
1.3E+03
3.1106
3.2E+05
3.2E+06
6.5051
5.5E+05
5.5E+06
6.7404
1.4E+05
1.4E+06
6.1461
4.5E+05
4.5E+06
6.6532
4.8E+05
4.8E+06
6.6812
7.4E+05
7.4E+06
6.8663
1.5E+06
1.5E+07
7.1761
7.2E+05
7.2E+06
6.8573
2.5E+04
2.5E+05
5.3979
1.2E+03
1.2E+04
4.0792
6.6228
6.3997
6.7738
7.0167
4.7386
137
Lampiran 21. Perhitungan statistik ketahanan kultur kering beku terhadap garam empedu (0,5 %) 21a. Tabel dua arah BAL A16
A17
R21
RATA-RATA
KRIOGENIK Kultur segar
JUMLA H
0.3053
9.1153
0.7163
10.1369
1.6895
Kontrol
0.2463
2.8534
0.0641
3.1639
0.5273
Sukrosa
0.4771
3.1931
1.3133
4.9835
0.8306
Susu Skim
0.2190
0.4808
0.6198
1.3196
0.2199
Laktosa
0.4346
1.8376
0.7925
3.0647
0.5108
Maltodekstrin
0.4323
0.6018
5.6075
6.6416
1.1069
JUMLAH
2.1146
18.0821
9.1134
29.3101
RATA-RATA
0.1762
1.5068
0.7595
21b. Perhitungan statistik FK JKT JKA (Jenis BAL) JKB (Kriogenik) JKAB JKG
= = = = = =
23.8633 46.9559 10.6772 8.2776 27.6318 0.3693
21c. Tabel ANOVA SUMBER
JK
db
KT
F Hitung
Jenis BAL
10.6772
2
5.3386
260.2008**
F Tabel (5%) 3.55
Jenis Kriogenik
8.2776
5
1.6555
80.6890**
2.77
Interaksi
27.6318
10
2.7632
134.6755**
2.41
Galat
0.3693
18
0.0205
Total
46.9559
35
•
Hipotesis: F hitung > F tabel maka terdapat perbedaan antara jenis BAL, jenis kriogenik dan interaksi antara jenis BAL dengan jenis kriogenik.
•
Dilanjutkan ke Uji Duncan
138
21d. Faktor Utama A (Jenis Bakteri Asam Laktat) SAx = 0,0413 Tabel Duncan rp 5%
rp 1%
RP 5%
RP 1%
p=2
2.97
4.07
0.1227
0.1681
p=3
3.12
4.27
0.1289
0.1764
Tabel Beda Perlakuan Perlakuan
Rata-rata
A2 (A17)
1.5068
A3 (R21)
0.7595
0.7474*
A1 (A16)
0.1762
1.3306**
Notasi a b 0.5832**
c
21e. Faktor Utama B (Jenis Kriogenik) SBx = 0,0585 Tabel Duncan rp 5%
rp 1%
RP 5%
RP 1%
p=2
2.97
4.07
0.1737
0.2381
p=3
3.12
4.27
0.1825
0.2498
p=4
3.21
4.38
0.1878
0.2562
p=5
3.27
4.46
0.1913
0.2609
p=6
3.32
4.53
0.1942
0.2650
Tabel Beda Perlakuan Perlakuan
Rata-rata
Notasi
S1 (KS)
1.6895
S6 (M)
1.1069
0.5826
S3 (S)
0.8306
0.8589
0.2763
S2 (K)
0.5273
1.1622
0.5796
0.3033
S5 (L)
0.5108
1.1787
0.5961
0.3198
0.0165
S4 (SK)
0.2199
1.4696
0.8870
0.6107
0.3074
a b c d d 0.2908
e
139
21f. Interaksi Jenis Bakteri Asam Laktat dengan Jenis Kriogenik SABx = 0,0239 Tabel Duncan rp 5% p=2 p=3 p=4 p=5 p=6 p=7 p=8 p=9 p=10 p=11 p=12 p=13 p=14 p=15 p=16 p=17 p=18
2.97 3.12 3.21 3.27 3.32 3.35 3.37 3.39 3.41 3.42 3.43 3.44 3.45 3.455 3.46 3.465 3.47
rp 1% 4.07 4.27 4.38 4.46 4.53 4.59 4.64 4.68 4.71 4.735 4.76 4.775 4.79 4.805 4.82 4.83 4.84
RP 5% 0.0710 0.0746 0.0767 0.0782 0.0793 0.0801 0.0805 0.0810 0.0815 0.0817 0.0820 0.0822 0.0825 0.0826 0.0827 0.0828 0.0829
RP 1% 0.0973 0.1021 0.1047 0.1066 0.1083 0.1097 0.1109 0.1119 0.1126 0.1132 0.1138 0.1141 0.1145 0.1148 0.1152 0.1154 0.1157
140
Tabel Beda Perlakuan Perlakuan
Rata-rata
Notasi
KS17
4.56
M21
2.80
1.75**
S17
1.60
2.96
1.21**
K17
1.43
3.13
1.38
0.17**
L17
0.92
3.64
1.88
0.68
0.51**
S21
0.66
3.90
2.15
0.94
0.77
0.26**
L21
0.40
4.16
2.41
1.20
1.03
0.52
0.26**
KS21
0.36
4.20
2.45
1.24
1.07
0.56
0.30
0.04ns
SK21
0.31
4.25
2.49
1.29
1.12
0.61
0.35
0.09
0.05ns
M17
0.30
4.26
2.50
1.30
1.13
0.62
0.36
0.10
0.06
0.01ns
SK17
0.24
4.32
2.56
1.36
1.19
0.68
0.42
0.16
0.12
0.07
0.06ns
S16
0.24
4.32
2.57
1.36
1.19
0.68
0.42
0.16
0.12
0.07
0.06
0.00ns
L16
0.22
4.34
2.59
1.38
1.21
0.70
0.44
0.18
0.14
0.09
0.08
0.02
0.02ns
M16
0.22
4.34
2.59
1.38
1.21
0.70
0.44
0.18
0.14
0.09
0.08
0.02
0.02
0.00ns
KS16
0.15
4.41
2.65
1.44
1.27
0.77
0.50
0.24
0.21
0.16
0.15
0.09
0.09
0.06
0.06ns
K16
0.12
4.43
2.68
1.47
1.30
0.80
0.53
0.27
0.24
0.19
0.18
0.12
0.12
0.09
0.09
0.03ns
SK16
0.11
4.45
2.69
1.49
1.32
0.81
0.55
0.29
0.25
0.20
0.19
0.13
0.13
0.11
0.11
0.04
0.01ns
K21
0.03
4.53
2.77
1.56
1.39
0.89
0.62
0.36
0.33
0.28
0.27
0.21
0.21
0.19
0.18
0.12
0.09
a b c d e f g g g g g g g g g g g 0.08ns
g
141
Lampiran 22. Data perkiraan jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon
PERLAKUAN
Jumlah awal kultur kering beku BAL (log cfu/g)
∆ pH Rendah (log cfu/g) di lambung
∆ Garam Empedu (log cfu/g) di usus halus
Perkiraan Jumlah BAL di kolon (log cfu/g)
A16K A16S A16SK A16L A16M
11.2041 9.3979 10.3802 10.6532 10.4314
10.3010 9.8751 10.2553 10.4150 10.3010
7.1563 7.7609 5.8214 5.8562 7.8147
7.4502 7.6429 5.8610 5.8352 7.7166
0.1794 0.3174 0.1347 0.2304 0.1120
0.0669 0.1597 0.0843 0.2041 0.3203
3.8684 1.3196 4.4241 4.5666 2.5047
2.7838 2.0724 4.3100 4.3757 2.2641
3.3261 1.6960 4.3671 4.4711 2.3844
Jml BAL (cfu/g) 2.1E+03 5.0E+01 2.3E+04 3.0E+04 2.4E+02
A17K A17S A17SK A17L A17M
10.2553 10.8808 10.4314 10.8921 10.1139
10.1461 10.9085 10.3222 10.7782 10.2304
6.8357 8.4014 5.5643 4.4219 5.2109
7.5623 8.8331 5.1802 5.1375 5.0539
1.4638 1.5315 0.3464 1.0544 0.1139
1.3897 1.6616 0.1343 0.7833 0.4878
1.9558 0.9479 4.5207 5.4159 4.7891
1.1942 0.4137 5.0077 4.8574 4.6887
1.5750 0.6808 4.7642 5.1366 4.7389
3.8E+01 4.8E+00 5.8E+04 1.4E+05 5.5E+04
R21K R21S R21SK R21L R21M
10.4472 10.7243 10.4150 10.7160 7.6232
9.8325 10.7076 10.2304 10.3617 6.5441
9.1875 4.3424 3.4820 5.0925 1.5006
9.5065 3.5616 2.9374 5.0843 1.2672
0.0263 0.5863 0.3100 0.3921 2.5105
0.0378 0.7270 0.3098 0.4003 3.0969
1.2333 5.7956 6.6230 5.2313 3.6121
0.2882 6.4189 6.9832 4.8771 2.1800
0.7608 6.1073 6.8031 5.0542 2.8960
5.8E+00 1.3E+06 6.4E+06 1.1E+05 7.9E+02
Ul 1
Keterangan : A16 A17 R21 K
Ul 2
Ul 1
Ul 2
Ul 1
Ul 2
Ul 1
Ul 2
: Pediococcus pentosaceus A16 : Lactobacillus brevis A17 : Lactobacillus rhamnosus R21 : Kontrol tanpa bahan pelindung
S SK L M
Rata-rata
: Bahan pelindung sukrosa : Bahan pelindung susu skim : Bahan pelindung laktosa : Bahan pelindung maltodekstrin
142
Lampiran 23. Perhitungan statistik jumlah bakteri asam laktat yang mampu mencapai kolon 23a. Tabel dua arah BAL KRIOGENIK Kontrol Sukrosa Susu Skim Laktosa Maltodekstrin JUMLAH RATA-RATA
A16
A17
R21
JUMLAH
RATA-RATA
6.6522
3.1500
1.5215
11.3238
1.8873
3.3920
1.3616
12.2145
16.9682
2.8280
8.7341
9.5283
13.6062
31.8687
5.3114
8.9422
10.2733
10.1084
29.3239
4.8873
4.7688
9.4778
5.7921
20.0387
3.3398
32.4895
33.7910
43.2427
109.5232
3.2489
3.3791
4.3243
23b. Perhitungan statistik FK JKT JKA (Jenis BAL) JKB (Kriogenik) JKAB JKG
= = = = = =
399.8443 106.1115 6.8887 49.0221 46.7691 3.4316
23c. Tabel ANOVA SUMBER
JK
db
KT
F Hitung
Jenis BAL
6.8887
2
3.4444
15.0560**
F Tabel (5%) 3.68
Jenis Kriogenik
49.0221
4
12.2555
53.5711**
3.06
Interaksi
46.7691
8
5.8461
25.5546**
2.64
Galat
3.4316
15
0.2288
Total
106.1115
29
•
Hipotesis: F hitung > F tabel maka terdapat perbedaan antara jenis BAL, jenis kriogenik dan interaksi antara jenis BAL dengan jenis kriogenik.
•
Dilanjutkan ke Uji Duncan
143
23d. Faktor Utama A (Jenis Bakteri Asam Laktat) SAx = 0,1513 Tabel Duncan rp 5%
rp 1%
RP 5%
RP 1%
p=2
3.01
4.17
0.455413
0.630921
p=3
3.16
4.37
0.478108
0.661181
Tabel Beda Perlakuan Perlakuan A3 (R21) A2 (A17) A1 (A16)
Rata-rata 4.3243 3.3791 3.2489
Notasi
0.9452** 1.0753
0.1302ns
a b b
23e. Faktor Utama B (Jenis Kriogenik) SBx = 0,1953 Tabel Duncan rp 5% p=2 p=3 p=4 p=5
rp 1%
3.01 3.16 3.25 3.31
RP 5%
4.17 4.37 4.5 4.58
RP 1%
0.5879 0.6171 0.6347 0.6464
0.8144 0.8535 0.8789 0.8945
Tabel Beda Perlakuan Perlakuan S3 (SK) S4 (L) S5 (M) S2 (S) S1 (K)
5.3114 4.8873 3.3398 2.8280 1.8873
0.4241ns 1.9717 2.4834 3.4241
Rata-rata
Notasi
1.5475** 2.0593 3.0000
a a b b c
0.5118ns 1.4525
0.9407**
144
23f. Interaksi Jenis Bakteri Asam Laktat dengan Jenis Kriogenik SABx = 0,0873 Tabel Duncan rp 5% p=2 p=3 p=4 p=5 p=6 p=7 p=8 p=9 p=10 p=11 p=12 p=13 p=14 p=15
3.01 3.16 3.25 3.31 3.36 3.38 3.40 3.42 3.43 3.435 3.44 3.445 3.45 3.455
rp 1% 4.17 4.37 4.5 4.58 4.64 4.72 4.77 4.81 4.84 4.87 4.9 4.92 4.94 4.98
RP 5% 0.2628 0.2759 0.2837 0.2890 0.2933 0.2951 0.2968 0.2986 0.2994 0.2999 0.3003 0.3007 0.3012 0.3016
RP 1% 0.2648 0.2775 0.2858 0.2908 0.2946 0.2997 0.3029 0.3054 0.3073 0.3092 0.3112 0.3124 0.3137 0.3162
145
Tabel Beda Perlakuan Perlakuan
Rata-rata
Notasi
SK21
6.8031
a
S21
6.1073
0.6958
L17
5.1366
1.6665
0.9706
L21
5.0542
1.7489
1.0531
0.0824
SK17
4.7642
2.0389
1.3431
0.3725
0.2900
M17
4.7389
2.0642
1.3684
0.3977
0.3153
0.0253
L16
4.4711
2.3320
1.6361
0.6655
0.5831
0.2931
0.2678
SK16
4.3671
2.4360
1.7402
0.7696
0.6871
0.3971
0.3718
0.1040
K16
3.3261
3.4770
2.7811
1.8105
1.7281
1.4380
1.4128
1.1450
1.0409
M21
2.8960
3.9070
3.2112
2.2406
2.1582
1.8681
1.8428
1.5751
1.4710
0.4301
M16
2.3844
4.4187
3.7228
2.7522
2.6698
2.3797
2.3545
2.0867
1.9826
0.9417
0.5116
S16
1.6960
5.1071
4.4113
3.4406
3.3582
3.0682
3.0429
2.7751
2.6711
1.6301
1.2000
0.6884
K17
1.5750
5.2281
4.5323
3.5616
3.4792
3.1892
3.1639
2.8961
2.7921
1.7511
1.3210
0.8094
0.1210
K21
0.7608
6.0423
5.3465
4.3759
4.2934
4.0034
3.9781
3.7104
3.6063
2.5654
2.1353
1.6237
0.9352
0.8142
S17
0.6808
6.1223
5.4265
4.4558
4.3734
4.0834
4.0581
3.7903
3.6863
2.6453
2.2152
1.7036
1.0152
0.8942
b c c d d d d e f g h h i 0.0799
i
146
Lampiran 24. Kultur kering beku selama penyimpanan pada RH 75
1. Penyimpanan pada RH 75
2. Kultur pada hari ke-0
3. Kultur pada hari ke-1
4. Kultur pada hari ke-3
5. Kultur pada hari ke-5
6. Kultur pada hari ke-7
147
Lampiran 25. Kultur kering beku selama penyimpanan pada RH 90
1. Penyimpanan pada RH 90
2. Kultur pada hari ke-0
3. Kultur pada hari ke-1
4. Kultur pada hari ke-3
5. Kultur pada hari ke-5
6. Kultur pada hari ke-7
148
Lampiran 26. Data kadar air kultur kering beku selama penyimpanan Perlakuan Hari pengamatan
RH 75 (%bk)
RH 90 (%bk)
Ul 1
Ul 2
Rata-rata
SD
Ul 1
Ul 2
Rata-rata
SD
Hari ke-0
1.3513
2.9866
2.1689
1.1563
1.3513
2.9866
2.1689
1.1563
Hari ke-1
10.6670
11.5435
11.1053
0.6198
13.9468
16.3285
15.1377
1.6841
Hari ke-3
13.8947
17.0633
15.4790
2.2406
16.1176
17.5552
16.8364
1.0165
Hari ke-5
18.6539
15.5822
17.1181
2.1720
23.9707
17.5267
20.7487
4.5566
Hari ke-7
16.8786
24.5321
20.7054
5.4119
23.0078
20.1775
21.5926
2.0013
149
Lampiran 27. Data aktivitas air (aw) kultur kering beku selama penyimpanan Perlakuan Pengamatan
RH 75
RH 90
Ul 1
Ul 2
Rata-rata
SD
Ul 1
Ul 2
Rata-rata
SD
Hari ke-0
0.0960
0.1020
0.0990
0.0042
0.0960
0.1020
0.0990
0.0042
Hari ke-1
0.4860
0.4650
0.4755
0.0205
0.5340
0.6050
0.5695
0.0502
Hari ke-3
0.5750
0.6280
0.6015
0.0375
0.7280
0.7290
0.7285
0.0007
Hari ke-5
0.6750
0.6790
0.6770
0.0028
0.7910
0.7580
0.7745
0.0233
Hari ke-7
0.6700
0.6920
0.6810
0.0156
0.8210
0.7820
0.8015
0.0276
150
Lampiran 28. Data Total BAL kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 selama penyimpanan Total BAL (log cfu/g) Pengamatan
RH 75
RH 90
Ul 1
Ul 2
Rata-rata
SD
Ul 1
Ul 2
Rata-rata
SD
Hari ke-0
11.6221
11.3710
11.4965
0.1776
11.6221
11.3710
11.4965
0.1776
Hari ke-1
11.7270
11.1919
11.4594
0.3784
11.5797
11.1404
11.4100
0.3106
Hari ke-3
10.1038
9.3412
9.7225
0.5392
8.2717
7.9540
8.1129
0.2246
Hari ke-5
6.6248
6.9259
6.7754
0.2129
5.3401
5.4828
5.4114
0.1009
Hari ke-7
4.9762
4.3600
4.6681
0.4357
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
151
Lampiran 29. Data Total Asam Tertitrasi (%) pada susu skim yang diinokulasi dengan kultur kering beku selama penyimpanan Perlakuan Pengamatan
Kontrol (kultur 24 jam)
RH 75
RH 90
Ul 1
Ul 2
Rata-rata
SD
Ul 1
Ul 2
Rata-rata
SD
Ul 1
Ul 2
Rata-rata
SD
Hari ke-0
0.2457
0.2252
0.2355
0.0145
0.3686
0.3890
0.3788
0.0144
0.3686
0.3890
0.3788
0.0145
Hari ke-1
0.2457
0.2355
0.2406
0.0072
0.2867
0.2559
0.2713
0.0218
0.3890
0.1331
0.2611
0.1809
Hari ke-3
0.2457
0.2150
0.2303
0.0217
0.1536
0.1433
0.1484
0.0073
0.1065
0.1228
0.1147
0.0115
Hari ke-5
0.2048
0.1945
0.1996
0.0073
0.1229
0.1229
0.1229
0.0000
0.1126
0.1331
0.1229
0.0145
Hari ke-7
0.2150
0.2048
0.2099
0.0072
0.1024
0.0921
0.0973
0.0073
0.1024
0.1126
0.1075
0.0072
152
Lampiran 30. Data keasaman (pH) susu skim yang diinokulasikan kultur kering beku selama penyimpanan Perlakuan Pengamatan
Kontrol (kultur 24 jam)
RH 75
RH 90
Ul 1
Ul 2
Rata-rata
SD
Ul 1
Ul 2
Rata-rata
SD
Ul 1
Ul 2
Rata-rata
SD
Hari ke-0
6.0000
5.8350
5.9175
0.1167
5.8650
5.7700
5.8175
0.0672
5.8650
5.7700
5.8175
0.0672
Hari ke-1
5.9900
5.8500
5.9200
0.0990
5.8100
5.9900
5.9000
0.1273
5.7550
6.2850
6.0200
0.3748
Hari ke-3
5.8900
5.8950
5.8925
0.0035
6.5050
6.5600
6.5325
0.0389
6.7600
6.7700
6.7650
0.0071
Hari ke-5
5.8500
5.8600
5.8550
0.0071
6.5600
6.5650
6.5625
0.0035
6.5700
6.5650
6.5675
0.0035
Hari ke-7
5.8250
5.9250
5.8750
0.0707
6.5900
6.6150
6.6025
0.0177
6.5550
6.6400
6.5975
0.0601
153
Lampiran 31. Tekanan uap air jenuh pada suhu 0 – 60oC (mmHg) Suhu (oC) 0
Po (mmHg) 4,579
Suhu (oC) 12
Po (mmHg) 10,518
Suhu (oC) 24
Po (mmHg) 22,377
Suhu (oC) 36
Po (mmHg) 44,563
1
4,926
13
11,231
25
23,756
37
47,067
2
5,294
14
11,987
26
25,209
38
49,692
3
5,685
15
12,788
27
26,739
39
52,442
4
6,101
16
13,634
28
28,349
40
55,324
5
6,543
17
14,530
29
30,043
41
58,340
6
7,013
18
15,477
30
31,824
42
61,500
7
7,513
19
16,477
31
33,695
43
64,800
8
8,045
20
17,535
32
35,663
44
68,260
9
8,609
21
18,650
33
37,729
45
71,880
10
9,209
22
19,827
34
39,898
50
92,510
11
9,844
23
21,068
35
42,175
60
149,380
Sumber. CRC Handbook of Chemistry and Physics, 1972 diacu dalam Labuza, 1984
154
Lampiran 32. Pendugaan umur simpan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 32a. Pendugaan umur simpan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 pada suhu 30oC dan RH 75 Parameter Jenis Kemasan Alufo yang dilaminasi PE Metallized plastic PET PE PVC
Me (g H2O/g padatan)
Mi (g H2O/g padatan)
Mc (g H2O/g padatan)
k/x
A (m2)
Umur simpan (ts) Ws (g)
Ws bk (g)
Po (mm Hg)
b
Bulan
Tahun
0.1974
0.0217
0.1447
0.013
0.0077
20
19.9788
31.8240
0.2789
70.32
5.860
0.1974 0.1974 0.1974 0.1974
0.0217 0.0217 0.0217 0.0217
0.1447 0.1447 0.1447 0.1447
0.018 0.020 0.169 0.544
0.0077 0.0077 0.0077 0.0077
20 20 20 20
19.9788 19.9788 19.9788 19.9788
31.8240 31.8240 31.8240 31.8240
0.2789 0.2789 0.2789 0.2789
50.79 45.71 5.41 1.68
4.232 3.809 0.451 0.140
32b. Pendugaan umur simpan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 pada suhu 30oC dan RH 80 Parameter Jenis Kemasan Alufo yang dilaminasi PE Metallized plastic PET PE PVC
Me (g H2O/g padatan)
Mi (g H2O/g padatan)
Mc (g H2O/g padatan)
k/x
A (m2)
Umur simpan (ts) Ws (g)
Ws bk (g)
Po (mm Hg)
b
Bulan
Tahun
0.2111
0.0217
0.1447
0.013
0.0077
20
19.9788
31.8240
0.2789
61.18
5.098
0.2111 0.2111 0.2111 0.2111
0.0217 0.0217 0.0217 0.0217
0.1447 0.1447 0.1447 0.1447
0.018 0.020 0.169 0.544
0.0077 0.0077 0.0077 0.0077
20 20 20 20
19.9788 19.9788 19.9788 19.9788
31.8240 31.8240 31.8240 31.8240
0.2789 0.2789 0.2789 0.2789
44.18 39.72 4.71 1.46
3.682 3.310 0.392 0.122
155
Lampiran 33. Pendugaan umur simpan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 jika kadar air awal maksimal diasumsikan 4% bk (0,05 g H2O/g padatan) 33a. Pendugaan umur simpan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 pada suhu 30oC dan RH 75 Parameter Jenis Kemasan Alufo yang dilaminasi PE Metallized plastic PET PE PVC
Me (g H2O/g padatan)
Mi (g H2O/g padatan)
Mc (g H2O/g padatan)
k/x
A (m2)
Umur simpan (ts) Ws (g)
Ws bk (g)
Po (mm Hg)
b
Bulan
Tahun
0.1974
0.0400
0.1447
0.013
0.0077
20
19.9788
31.8240
0.2789
63.90
5.32
0.1974 0.1974 0.1974 0.1974
0.0400 0.0400 0.0400 0.0400
0.1447 0.1447 0.1447 0.1447
0.018 0.020 0.169 0.544
0.0077 0.0077 0.0077 0.0077
20 20 20 20
19.9788 19.9788 19.9788 19.9788
31.8240 31.8240 31.8240 31.8240
0.2789 0.2789 0.2789 0.2789
46.15 41.53 4.92 1.53
3.85 3.46 0.41 0.13
33b. Pendugaan umur simpan kultur kering beku Lactobacillus rhamnosus R21 pada suhu 30oC dan RH 80 Parameter Jenis Kemasan Alufo yang dilaminasi PE Metallized plastic PET PE PVC
Me (g H2O/g padatan)
Mi (g H2O/g padatan)
Mc (g H2O/g padatan)
k/x
A (m2)
Umur simpan (ts) Ws (g)
Ws bk (g)
Po (mm Hg)
b
Bulan
Tahun
0.2111
0.0400
0.1447
0.013
0.0077
20
19.9788
31.8240
0.2789
55.25
4.60
0.2111 0.2111 0.2111 0.2111
0.0400 0.0400 0.0400 0.0400
0.1447 0.1447 0.1447 0.1447
0.018 0.020 0.169 0.544
0.0077 0.0077 0.0077 0.0077
20 20 20 20
19.9788 19.9788 19.9788 19.9788
31.8240 31.8240 31.8240 31.8240
0.2789 0.2789 0.2789 0.2789
39.90 35.87 4.25 1.32
3.33 2.99 0.35 0.11
Keterangan : PET = Polyethylenetetrapthalate PE = Polyethylene PVC = Polyvinilchlorida
156 Gambar 2 Diagram alir penelitian
LAMPIRAN