TESIS PENGARUH LUAS LAHAN, TENAGA KERJA, DAN PELATIHAN MELALUI PRODUKSI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING TERHADAP PENDAPATAN PETANI ASPARAGUS DI DESA PELAGA KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG
NI NYOMAN TRI ASTARI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS PENGARUH LUAS LAHAN, TENAGA KERJA, DAN PELATIHAN MELALUI PRODUKSI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING TERHADAP PENDAPATAN PETANI ASPARAGUS DI DESA PELAGA KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG
NI NYOMAN TRI ASTARI NIM : 1291462010
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i
PENGARUH LUAS LAHAN, TENAGA KERJA, DAN PELATIHAN MELALUI PRODUKSI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING TERHADAP PENDAPATAN PETANI ASPARAGUS DI DESA PELAGA KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Studi Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI NYOMAN TRI ASTARI NIM : 1291462010
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
2015 ii
Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 10 AGUSTUS 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE, MS NIP. 19530730 198303 1 001
Dr. Dra. Ida Ayu Nyoman Saskara, M.Si NIP. 19580219 198601 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Magister Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr.N Djinar Setiawina,SE,MS NIP. 19530730 198303 1 001
Prof.Dr.dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 19590215 198510 2 001
iii
Tesis ini telah diuji pada Tanggal 7 Juli 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No: 1917/UN 14.4/HK/2015, Tanggal 29 Juni 2015
Ketua Ketua : Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE. MS. Anggota : 1. Dr. Dra. Ida Ayu Nyoman Saskara, MSi. 2. Dr. I Ketut Djayastra, SE, SU. 3. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE, M.Si., 4. Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE, M.P.,
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Ni Nyoman Tri Astari
NIM
: 1291462010
Program Studi : Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana Judul Tesis : Pengaruh Luas Lahan, Tenaga Kerja, dan Pelatihan Melalui Produksi Sebagai Variabel Intervening Terhadap Pendapatan Petani Asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 5 Juli 2015 Yang membuat pernyataan
(Ni Nyoman Tri Astari) NIM. 1291462010
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, tesis yang berjudul ” Pengaruh Luas Lahan, Tenaga Kerja, dan Pelatihan melalui Produksi sebagai Variabel Intervening terhadap Pendapatan Petani Asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung” dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD KEMD., Terimakasih kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, serta Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. N. Djinar Setiawina, SE. MS., selaku pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulisan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. Dra. Ida Ayu Nyoman Saskara, M.Si sebagai Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengoreksi tulisan serta memberi masukan dan saran yang sangat berarti bagi penulis dalam penyusunan tesis ini. Terimakasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Bapak Dr. I Ketut Djayastra, SE, SU. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE, M.Si., dan Ibu Dr. Ni Nyoman Yuliarmi, SE, M.P., selaku Dosen Penguji Tesis, yang telah banyak memberikan masukan, saran, sanggahan, serta koreksi bagi kesempurnaan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu Dosen serta staf sekretariat MIE yang telah banyak membantu dan memfasilitasi selama proses perkuliahan. vi
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus serta penghargaan yang sedalam-dalamnya disampaikan kepada kedua Orang Tua, yaitu Bapak Drs. I Wayan Suryata, SH, Ibu Dra. Ni Ketut Suryatini, Suami I Wayan Tama, SE, atas dukungan dan doanya serta selalu dapat memberikan semangat pada saat penulis mengalami kejenuhan hingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, terima kasih untuk anak-anak tersayang Satria, Dinda dan Adil yang telah memberikan semangat, serta kepada rekan-rekan MIE angkatan XXIII terima kasih atas kebersamaan serta dukungan yang diberikan selama ini semoga semangat kebersamaan tetap terjaga. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini tidak luput dari segala keterbatasan, untuk itu perlu kiranya penelitian ini dapat lebih disempurnakan secara berkelanjutan. Semoga Tuhan memberkati semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Denpasar, April 2015
Penulis
vii
ABSTRAK PENGARUH LUAS LAHAN, TENAGA KERJA, DAN PELATIHAN MELALUI PRODUKSI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING TERHADAP PENDAPATAN PETANI ASPARAGUS DI DESA PELAGA KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi saat krisis, sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Di Kabupaten Badung, pertanian merupakan salah satu dari ketiga sektor unggulan di samping sektor pariwisata budaya, dan sektor industri kecil dan kerajinan. Komoditas sub sektor pertanian tanaman pangan yang sedang dikembangkan di Kabupaten Badung diantaranya adalah tanaman asparagus yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Tujuan Penelitian ini adalah 1) untuk menganalisis pengaruh langsung luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan terhadap pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 2) untuk menganalisis pengaruh tidak langsung luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan melalui produksi terhadap pendapatan asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Pengumpulan data dilakukan melalui metode observasi, dokumentasi dan wawancara. Penelitian ini menggunakan 61 sampel dan menganalisis data dengan teknik analisis jalur. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) luas lahan (X1), dan tenaga kerja (X2) secara langsung tidak berpengaruh terhadap pendapatan petani asparagus (Y2). Sementara pelatihan (X3) berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani. 2) Melalui produksi (Y1) bahwa luas lahan (X1) dan pelatihan (X3) tidak berpengaruh terhadap pendapatan petani asparagus (Y2). Karena baik luas lahan maupun pelatihan secara langsung tidak berpengaruh terhadap produksi, walaupun produksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan, sehingga dapat dikatakan produksi tidak memediasi pengaruh luas lahan maupun pelatihan terhadap pendapatan. 3) Tenaga Kerja (X2) adalah di mediasi oleh produksi dalam pengaruhnya terhadap pendapatan. Hal ini terbukti dari pengaruh tenaga kerja yang signifikan terhadap produksi dan juga produksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Kata Kunci : luas lahan, tenaga kerja, pelatihan, produksi dan pendapatan petani .
viii
ABSTRACT EFFECT OF SIZE OF LAND, LABOR, AND TRAINING TO PRODUCTION AND INCOME ASPARAGUS FARMERS IN THE PELAGA VILLAGE PETANG DISTRICT OF BADUNG REGENCY. Agricultural development in Indonesia is still considered the most important of the overall economic development, especially during the crisis, the agricultural sector has become the savior of the national economy because it increases growth, while other sectors of negative growth. In Badung, agriculture is one of the three leading sectors in addition to the cultural tourism sector, and small industry and handicraft sectors. Commodity sub-sector of food crops that are being developed in Badung include asparagus plants are expected to increase farmers' income. The research was conducted in the Petang District of Badung regency. Purpose of this study is 1) To analyze the direct influence of land, labor, and cost to income asparagus farmers in the Petang district of Badung regency. 2) To analyze the impact of indirect land use, labor, and cost to income asparagus in the Petang District of Badung regency. Data collected through observation, documentation and interview. This study using 61 samples and analyze data path analysis techniques. The results showed that: 1) The land (X1), and labor (X2) does not directly effect the income of farmers asparagus (Y2). While training (X3) of take effect significantly to farmers' income. 2) Through of production (Y1) that the land area (X1) and training (X3) has not effect on the income of farmers asparagus (Y2). Because the land and training do not directly affect the production, although production of a significant effect on income, so that it can be said production was not mediate the effect of land and training to income. 3) Labor (X2) is mediated by the production in its effect on earnings. This is evident from a significant influence on production and also the production of a significant effect on earnings. Keywords: Area of land, labor, training, production and farmers' income .
ix
DAFTAR ISI Halaman JUDUL ............................................................................................................. PRASYARAT GELAR ................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT................................................. UCAPAN TERIMAKASIH............................................................................. ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRACT..................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
i ii iii iv v vi viii ix x xii xiii xiv
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................................
1 1 8 8 9
BAB II.KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 2.1 Konsep-Konsep dan Definisi ..................................................................... 2.1.1 Pertanian.................................................................................................. 2.1.2 Budidaya Tanaman Asparagus................................................................ 2.1.3 Luas Lahan .............................................................................................. 2.1.4 Tenaga Kerja ........................................................................................... 2.1.5 Pelatihan.................................................................................................. 2.1.6 Produksi .................................................................................................. 2.1.7 Pendapatan .............................................................................................. 2.1.8 Hubungan Luas Lahan dengan Pendapatan ............................................ 2.1.9 Hubungan Tenaga Kerja dengan Pendapatan ......................................... 2.1.10 Hubungan Pelatihan dengan Pendapatan .............................................. 2.2 Teori – Teori yang Digunakan .................................................................. 2.2.1 Teori Produksi......................................................................................... 2.2.2 Fungsi Produksi...................................................................... ................ 2.2.3 Fungsi Produksi Cobb-Douglass……………………………................. 2.2.4 Teori Pendapatan..................................................................................... 2.3 Keaslian Penelitian.....................................................................................
10 10 10 15 24 27 29 32 33 35 36 37 38 38 39 47 48 50
x
BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir ...................................................................................... 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................... 3.3 Hipotesis Penelitian....................................................................................
55 55 57 58
BAB IV. METODE PENELITIAN ................................................................. 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................ 4.2 Lokasi, Ruang Lingkup, dan Waktu Penelitian ......................................... 4.3 Identifikasi Variabel Penelitian.................................................................. 4.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian................................................... 4.5 Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 4.5.1 Jenis Data ................................................................................................ 4.5.2 Sumber Data ........................................................................................... 4.6 Populasi dan Metode Pengambilan Sampel .............................................. 4.7 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 4.8 Teknik Analisis Data.................................................................................. 4.8.1 Analisis Jalur (Path analysis).................................................................. 4.8.2 Uji Hipotesis ...........................................................................................
59 59 60 61 62 63 63 63 64 63 65 65 70
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 5.2 Karakterisistik Responden ......................................................................... 5.3 Analisis Data .............................................................................................. 5.3.1 Analisis Jalur (Path Analisis) ................................................................. 5.3.2 Pemodelan Persamaan Struktural............................................................ 5.3.3 Goodness of Fit Model............................................................................ 5.3.4 Uji Hipotesis ........................................................................................... 5.4 Pembahasan................................................................................................ 5.4.1 .......................................................................................................................... Hipotesis 1 Pengaruh Luas lahan, Tenaga kerja, dan Pelatihan Terhadap Pendapatan ....................................................................................................... 5.4.2 Hipotesis 2 Pengaruh Tidak Langsung Luas lahan, Tenaga kerja, dan Pelatihan Terhadap Pendapatan Petani Melalui Produksi................................
71 71 73 77 77 77 78 79 82
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN............................................................... 6.1 Simpulan ........................................................................................ 6.2 Saran............................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN..................................................................................................... xi
82 84 88 88 88 90 97
DAFTAR TABEL Halaman 1.1
Perkembangan Budidaya Asparagus di Kecamatan Petang Tahun 2011s/d 2013 ..........................................................................................
1.2
Distribusi Data Jumlah Produksi Asparagus Tahun 2011 - Tahun 2013......................................................................................................... 7
4.1
Distribusi Populasi dan Sampel Penelitian ............................................
65
5.1
Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Petang Tahun 2014 ..........
72
5.2
Karakteristik Petani Responden Menurut Usia ..........…………….......
73
5.3
Karakteristik Petani Responden Menurut Berdasarkan Pendidikan …
74
5.4
Karakteristik Petani Responden Menurut Luas Lahan Garapan ……...
74
5.5
Karakteristik Petani Responden Menurut Jumlah Tenaga Kerja ..........
75
5.6
Karakteristik Petani Responden Menurut Produksi ..............................
76
5.7
Karakteristik Petani Responden Menurut Pendapatan Usahatani .........
76
5.8
Nilai (R²) Variabel Endogen........................................................…......
78
5.9
Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Langsung Luas Lahan, Tenaga Kerja, dan Pelatihan, Produksi Terhadap Pendapatan Petani Asparagus .……
79
5.10
Hasil Analisis Pengaruh Tidak Langsung Luas Lahan, Tenaga Kerja, dan Pelatihan Terhadap Pendapatan Petani Asparagus melalui Produksi ................................................................................................
81
xii
6
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1
Kurva Produksi Sama (Isoquant) ..........................................................
42
2.2
Kurva Biaya Sama (Isocost) ..................................................................
43
2.3
Kurva Keseimbangan Produsen ............................................................
45
2.4
Kurva Return to Scale ...........................................................................
47
3.1
Kerangka berpikir………………………...............................................
57
3.2
Kerangka Konsep Penelitian………………………………………….
58
4.1
Rancangan Penelitian Pengaruh Luas Lahan, Tenaga Kerja dan Pelatihan Terhadap Pendapatan Petani Asparagus ................................. 60
4.2
Diagram Jalur Variabel Penelitian …........................................……….
68
5.1
Peta Lokasi Penelitian ............................................................................
72
5.2
Model dan Output Analisis ...................................................................
77
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Pedoman Wawancara….......................................................................
97
2.
Data Hasil Penelitian ........…………….....................………………..
98
3.
Hasil Analisis Jalur ……………..........................................................
100
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari
keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia : (1) potensi sumberdayanya yang besar dan beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, (3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian yang besar namun sebagian besar dari petani masih banyak yang termasuk golongan petani miskin adalah sangat ironis terjadi di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja kurang memberdayakan petani akan tetapi termasuk sektor pertanian secara keseluruhan. Disisi lain adanya peningkatan investasi dalam pertanian yang dilakukan oleh investor Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang berorientasi pada pasar ekspor umumnya padat modal dan peranannya kecil dalam penyerapan tenaga kerja atau lebih banyak menciptakan buruh tani. Berdasarkan hal tersebut ditambah dengan kenyataan justru kuatnya aksesibilitas pada investor asing/swasta besar dibandingkan dengan petani kecil dalam pemanfaatan sumberdaya pertanian di Indonesia, maka dipandang perlu adanya grand
1
2
strategy pembangunan pertanian melalui pemberdayaan petani kecil. Melalui konsepsi tersebut, maka diharapkan mampu menumbuhkan sektor pertanian, sehingga pada gilirannya mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal pencapaian sasaran : (1) mensejahterakan petani, (2) menyediakan pangan, (3) sebagai wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan antar wilayah, (4) merupakan pasar input bagi pengembangan agroindustri, (5) menghasilkan devisa, (6) menyediakan lapangan pekerjaan, (7) peningkatan pendapatan nasional, dan (8) tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya (Universitas Brawijaya, 2006). Pembangunan sektor pertanian pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Namun demikian selama dua dekade terakhir, sektor pertanian diposisikan hanya sebagai sektor pendukung sektor lain dan bukan sebagai mesin penggerak pertumbuhan perekonomian nasional. Sektor pertanian dianggap hanya berorientasi pada peningkatan produksi semata sehingga tidak tanggap terhadap kondisi dan perubahan pasar serta keragamannya hanya semata-mata tergantung kepada teknologi dan alam. Salah satu masalah pembangunan yang kritikal adalah kekurangan kapasitas dan tingkat produksi terutama di bidang tanaman pangan. Sejak awal 1970-an pembangunan pertanian tanaman pangan diarahkan kepada pencapaian tingkat swasembada pangan dengan dukungan berbagai kebijakan pemerintah melalui subsidi (air, bibit, pupuk dan obatobatan) di samping subsidi harga dasar (Anugrah dan Ma’mun, 2003).
3
Sejalan dengan perubahan tatanan politik di Indonesia yang mengarah pada era demokratisasi serta perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi, maka pembangunan sektor pertanian dimasa datang dihadapkan pada dua tantangan pokok secara simultan. Tantangan pertama adalah tantangan internal yang berasal dari dalam negeri, dimana pembangunan pertanian tidak saja dituntut untuk mengatasi masalahmasalah yang sudah ada, namun dihadapkan pula pada tuntutan demokratisasi yang terjadi di Indonesia. Sedangkan tantangan kedua adalah tantangan eksternal, dimana pembangunan sektor pertanian diharapkan mampu untuk mengantisipasi era globalisasi dunia. Kedua tantangan internal dan eksternal tersebut sulit dihindari dikarenakan merupakan kesepakatan nasional yang telah dirumuskan sebagai arah kebijakan pembangunan nasional di Indonesia (Universitas Brawijaya, 2006). Kedua tantangan tersebut membawa implikasi bahwa agar produk-produk hasil pertanian mampu bersaing di pasar internasional, maka harus memenuhi persyaratan pokok (necessary condition), yakni dihasilkan dengan biaya rendah, memberikan nilai tambah tinggi, mempunyai kualitas tinggi, mempunyai keragaman untuk berbagai segmen pasar, mampu mensubstitusi produk sejenis yang dihasilkan oleh negara luar (impor). Dalam rangka menciptakan struktur agribisnis yang tangguh, maka agribisnis yang terdiri dari subsistem sarana produksi, usaha tani, agroindustri, dan pemasaran; maka aspek pemasaran dalam era liberalisasi perdagangan haruslah dipadukan dalam keutuhan sistem. Oleh karena itu efisiensi dalam segala subsistem harus dilakukan (Universitas Brawijaya, 2006)
4
Menurut Rasahan (dalam Dedu 2003), pembangunan di bidang pertanian tanaman pangan yang diarahkan untuk mewujudkan pertanian yang maju, efisien dan tangguh merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam pelaksanaan pembangunan dirancang suatu proses transformasi sumber daya manusia, modal, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta manajemen modern. Perubahan struktur pertanian direfleksikan oleh perubahan-perubahannya dalam proses pengelolaan sumber daya ekonomi yang tidak lagi hanya berorientasi kepada upaya peningkatan produksi tetapi juga kepada upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Proses transformasi tersebut perlu terus didorong dengan cara meningkatkan kemampuan petani dan membenahi kekurangannya di semua lini, sehingga dalam menjalankan usahataninya, petani lebih mandiri, terampil, dinamis, efisien dan proporsional serta mampu memanfaatkan peluang pasar, dan lingkungan yang terpelihara dan lestari. Di Provinsi Bali sektor pertanian merupakan sektor prioritas kedua dalam pembangunan setelah pariwisata, dan posisinya sangat strategis dalam pemberdayaan ekonomi rakyat di pedesaan (Propeda Provinsi Bali, 2005). Di Kabupaten Badung, pertanian merupakan salah satu dari ketiga sektor unggulan di samping sektor pariwisata budaya, dan sektor industri kecil, serta kerajinan. Sektor ini dikembangkan selain untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Badung, juga diarahkan untuk menunjang kepariwisataan. Untuk meningkatkan daya saing petani dan pelaku usaha pertanian lainnya perlu lebih ditingkatkan upaya mengembangkan kemampuan melalui pelatihan, adanya luas lahan yang memadai, tenaga kerja yang cukup, dan
5
terampil, serta biaya yang relatif rendah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Ekonomi pedesaan identik dengan pembangunan pertanian, hal ini karena sebagian besar pendapatan rumah tangga di pedesaan berasal dari sektor pertanian. Salah satu pilot project dalam pengembangan program rintisan agribisnis melalui kelembagaan koperasi dengan pendekatan OVOP (One Village One Product). Program OVOP di Kabupaten Badung saat ini berkembang dengan baik beralamat di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Adapun produk yang dikembangkan adalah Asparagus dan sayuran lainnya sebagai pendamping : kailan, lettuce, baby buncis, pare putih, terong ungu, bunga dan daun kucai, broccoli, dan tomat cerry. Program OVOP yang dikembangkan membantu petani menanam komoditas unggulan dengan kualitas super sehingga memiliki nilai jual tinggi. Dengan demikian terjadi peningkatan kualitas produk pertanian. Hal tersebut dilakukan dengan cara membimbing para petani mulai dari pembibitan, pembudidayaan, pemberian pupuk, perawatan, panen, pasca panen dan pemasaran hasil produksi. Apabila potensi tersebut dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal akan memberikan manfaat bagi masyarakat di wilayah Desa Pelaga, Kecamatan Petang. Apabila dikembangkan lebih jauh merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Sayangnya sebagian besar wilayah pegunungan yang ada telah mengalami ancaman keberlanjutan yang sangat serius, sehingga perlu strategi penanganan (Retraubun dan Bengen, 2002). Pemerintah menempatkan asparagus sebagai salah satu komoditas yang diunggulkan dalam program revitalisasi sub sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa
6
asparagus sebagai komoditas andalan akan mampu meningkatkan ekonomi khususnya sub sektor pertanian (Hikmayani, 2007). Terpilihnya komoditas asparagus sebagai komoditas unggulan dilatarbelangi oleh beberapa aspek yaitu budidaya asparagus bersifat mudah dilakukan, bersifat cepat panen, tidak padat modal, menyerap tenaga kerja, permintaan tinggi, dan harga yang menguntungkan (Malik Tangko, 2008) Perkembangan budidaya asparagus di Kecamatan Petang dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 cukup pesat. Jumlah petani pada tahun 2011 tercatat 50 orang dan pada tahun 2013 jumlah petani asparagus meningkat menjadi 158 orang. Hasil produksi asparagus juga mengalami peningkatan yang cukup baik yaitu pada tahun 2011 mencapai 5.604 kg, pada tahun 2012 sebesar 18.865 kg dan pada tahun 2013 mencapai 36.214 kg atau dapat dikatakan dengan rata-rata peningkatan sebesar 164,30 persen. Data perkembangan budi daya asparagus di Kecamatan Petang seperti pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Budidaya Asparagus di Kecamatan Petang Tahun 2011 s/d 2013
Tahun 2011 2012 2013 Rata-rata
Jumlah Petani asparagus (Orang) 50 68 158 92
Luas Lahan (Ha) 6 10,2 9,5 8,57
Hasil Produksi (kg) 5.604 18.865 36.214 20.228
Sumber : Dinas Koperasi, UKM, Perindag Kabupaten Badung, 2013
Perkembangan Hasil Produksi asparagus (%) 0,00 236,63 91,96 164,30
7
Data perkembangan budidaya asparagus di Kecamatan Petang secara lengkap disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Distribusi Data Jumlah Produksi Asparagus Tahun 2011 - Tahun 2013 Bulan Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des Jumlah
Jumlah Produksi (kg) 2011
2012
2013
170 264 300 331 571 928 1.426 1.614
980 408 641 774 776 318 937 1.257 1.397 3.722 3.722 3.933
2.702 1.935 1.840 1.976 1.989 1.569 3.329 2.130 2.909 4.623 4.777 6.435
5.604
18.865
Pendapatan Petani (Rp) 2011
2012
51.637.000 24.030.190 34.593.930 41.425.270 13.677.170 43.871.340 21.607.315 40.551.980 25.767.503 63.870.070 26.373.520 72.275.700 35.671.884 83.898.780 45.007.040 97.167.359 64.611.360 139.125.890 72.601.220 151.741.259
2013 96.124.220 73.995.580 74.875.600 74.875.600 79.291.010 103.833.320 138.351.620 87.304.590 113.110.050 159.233.690 154.208.940 207.771.850
36.214 305.317.012 844.188.768 1.362.976.070
Sumber: Koperasi Tani Mertanadi, 2013 Tabel 1.2 menunjukkan bahwa pendapatan petani asparagus tahun 2011 mencapai Rp 305.317.012,-, tahun 2012 pendapatan petani asparagus mencapai Rp 844.188.768 dan tahun 2013 pendapatan petani asparagus mencapai Rp 1.362.976.070. Mengetahui tingginya kenaikan pendapatan petani asparagus tahun 2011 – 2013 di Kecamatan Petang Kabupaten Badung, mengundang suatu pertanyaan apakah kenaikan pendapatan tersebut juga disebabkan oleh kenaikan produksi marginal tenaga kerja dari usahatani asparagus tersebut. Dari Tabel 1.1 tersebut
8
permasalahan yang mendasar dalam usahatani tersebut karena dari tahun 2012-2013 besarnya produksi marginal tenaga kerja (MPL) menurun dari 736,72 kg menjadi 192,77 kg. Hal ini dipengaruhi oleh variabel-variabel luas lahan, tenaga kerja, pelatihan atau variabel-variabel lainnya. Hal itulah yang menyebabkan penulis tertarik melakukan penelitian dengan mengangkat judul Pengaruh luas lahan, tenaga kerja dan pelatihan melalui produksi sebagai variabel intervening terhadap pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
1.2
Rumusan Masalah Sesuai dengan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah. 1) Apakah luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan berpengaruh langsung terhadap pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung? 2) Apakah luas lahan, tenaga kerja dan pelatihan secara tidak langsung melalui produksi berpengaruh terhadap pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.
9
1) Untuk menganalisis pengaruh langsung luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan terhadap pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 2) Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan terhadap pendapatan asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian dapat dibedakan menjadi dua
yaitu, manfaat secara praktis dan teoritis. 1) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi petani asparagus dalam mengelola serta mengembangkan potensi dari asparagus yang ada di Desa Pelaga Kecamatan Petang. 2) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai wahana dalam mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh dalam bangku kuliah, khususnya yang berkaitan dengan mengimplementasikannya dalam upaya peningkatan pendapatan petani asparagus.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Konsep-Konsep dan Definisi
2.1.1 Pertanian Sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan memegang peranan penting sebagai pemasok kebutuhan konsumsi penduduk di Indonesia. Komoditas tanaman
yang
agaknya
cukup
menjanjikan,
berdasarkan
perkembangan
produksinya adalah buah-buhan dan sayur-sayuran. Produksi kedua tanaman yang lazim disebut hortikultura ini cukup mantap. Produksi tanaman pangan dapat ditingkatkan
melalui
perluasan
areal
(ekstensifikasi)
dan
peningkatan
produktivitas (intensifikasi). Tersedianya lahan yang lebih luas dan teknologi produksi yang mampu menaikkan produktivitas tidak dengan sendirinya akan mendorong petani untuk lebih proaktif berproduksi, akan tetapi dibutuhkan adanya rangsangan-rangsangan agar mereka lebih bergairah untuk berproduksi. Rangsangan dimaksud dapat berupa harga sarana produksi yang terjangkau, kemudahan mendapatkan sarana produksi, harga jual serta teknologi dan sarana penanganan pascapanen yang mampu menjaga keawetan produk (Dumairy, 1996). Walaupun telah diberikan rangsangan, namun pertanian tetap dihadapkan pada permasalahan. Menurut Agustino dalam (Anugrah dan Ma’mun, 2003), beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pembangunan pertanian, adalah Pertama terjadinya penyempitan lahan pertanian, penyusutan bidang tanah garapan, karena di dalamnya banyak diartikan sebagai upaya perubahan lahan pertanian menuju lahan industri terutama bagi industri berat dan bukan agro10
11 industry, sehingga rasio produktifitas antara sektor pertanian dan industri semakin kecil. Penurunan rasio tersebut mempunyai arti bahwa kelangkaan lahan dapat mengakibatkan menurunnya tingkat produktivitas pertanian. Kedua adanya sentralisasi pertanian melalui kelembagaan yang tidak terurus dengan benar. Sentralisasi pengembangan pertanian ada baiknya, terutama untuk menyamakan persepsi pembangunan nasional serta mengkomunikasikan kendala daerah ke pusat, namun tidak sedikit pula kerugiannya, mengingat kondisi negara Indonesia sangat heterogen. Ketiga diturunkannya anggaran negara pada sektor pertanian yang mengakibatkan kredit investasi perbankan pada sektor pertanian menjadi turun, sekaligus membawa implikasi pada penurunan persentase struktur tenaga kerja di bidang pertanian. Keempat yaitu terjadinya mobilisasi urbanisasi. Hipotesis kondisi tersebut adalah bahwa urbanisasi yang berlangsung merupakan dampak dari menipisnya tingkat harapan berusaha (lapangan pekerjaan) di pedesaan, selain tingginya tingkat pendapatan rumah tangga industri perkotaan. Kelima pemerintah terlalu membiarkan adanya praktek impor komoditas dan perkebunan, ketimbang membenahi kualitas komoditasnya sendiri. Dalam mencapai keberhasilan usaha tani diperlukan dukungan dan peran serta berbagai pihak. Oleh karena itu peranan para petani sabagai pelaku usaha tani, swasta dan pemerintah sangat diperlukan secara proporsional, sungguhsungguh dan berkesinambungan sehingga para petani akhirnya mampu mandiri. Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman menyebutkan bahwa petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya. Untuk hal tersebut
12 petani berkewajiban berperan serta dalam mewujudkan rencana pengembangan dan produksi budidaya tanaman. 1) Pentingnya Pembangunan Pertanian Sistem perekonomian di tingkat pusat secara tidak langsung akan mempengaruhi ekonomi di pedesaan. Perubahan-perubahan yang terjadi di tingkat pusat turut mempengaruhi perkembangan kesejahteraan masyarakat petani di pedesaan. Provinsi Bali, sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya, juga memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian. Sebagian besar masyarakat Bali masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian di Bali juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pertumbuhan perekonomian di Provinsi Bali. Upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. (Herdhiansyah, 2012). 2) Kesejahteraan Masyarakat Kesejahteraan sosial adalah suatu institusi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembagalembaga pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau
memberikan
kontribusi
terhadap
pemecahan
masalah
sosial,
dan
meningkatkan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat. (Edi Suharto, 2005). Di Negara Indonesia, konsep kesejahteraan sudah lama dikenal. Kesejahteraan sosial ini telah ada dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Di
13 dalam UUD 1945, kesejahteraan sosial menjadi judul khusus Bab XIV yang didalamnya memuat pasal 33 tentang sistem perekonomian dan pasal 34 tentang kepedulian negara terhadap kelompok lemah (fakir miskin dan anak terlantar) serta sistem jaminan sosial. Ini berarti, kesejahteraan sosial sebenarnya merupakan flatform sistem perekonomian dan sistem sosial di Indonesia. (Swasono, 2004). Jadi kalau mau jujur, sejatinya Negara Indonesia adalah negara yang menganut paham “Negara Kesejahteraan” dengan model “Negara Kesejahteraan Partisipatif” yang dalam literatur pekerjaan sosial dikenal dengan istilah pluralisme kesejahteraan. Model ini menekankan bahwa negara harus tetap ambil bagian dalam penanganan masalah sosial, meskipun tetap melibatkan masyarakat. Kesejahteraan sosial juga berarti sebuah sistem yang meliputi program dan pelayanan yang membantu orang agar dapat memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar untuk memelihara masyarakat (Zastrow, 2000). Berdasarkan pengertian di atas, tingkat kesejahteraan dari individu maupun keluarga dicapai apabila kebutuhan dasarnya telah terpenuhi. Kebutuhan dasar manusia di setiap negara pada umumnya sama, perbedaannya hanya terletak pada tingkat pemenuhan kebutuhan tertentu, bukan pada jenis kebutuhannya. United Nation Development Programme (UNDP) mengembangkan Human Development Index (HDI) yang dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Todaro, 2000). Di Indonesia sejak Tahun 1980-an IPM menjadi salah satu indikator pembangunan yang penting. Secara konseptual IPM adalah indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata dari indeks harapan hidup, indeks pendidikan (melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan indeks
14 standar hidup layak. IPM juga digunakan sebagai salah satu petunjuk untuk melihat apakah arah pembangunan yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan. Kesejahteraan adalah merupakan harapan dan tujuan utama pelaksanaan pembangunan. UUD 1945 merupakan suatu landasan konstitusi NKRI yang telah meletakan dasar-dasar tata kelola dan kehidupan bernegara, berawal dari bentuk negara sampai kepada kesejahteraan sosial, sesuai diatur dalam pasal 28 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan. Secara substansi jelas bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, secara fisik dan bathin, kebutuhan rohaninya terpenuhi, kebebasan berkeyakinan, memperoleh pendidikan atau psikologinya. Dan yang tidak kalah penting adalah hal untuk mendapat suatu lingkungan hidup yang baik, sehat bersih, nyaman dan layak. Landasan itulah sebenarnya yang harus dipegang teguh dan dipedomani oleh pemerintah selaku penyelenggara pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan. Pemahaman terhadap konsep kesejahteraan menuntut tidak hanya representasi intensitas agregat, tetapi juga representasi distribusi kesejahteraan antar kelompok masyarakat atau antar daerah. Representasi distribusi merupakan hal mutlak dari persoalan mendasar, yaitu keadilan ( BPS, 2011). Keberhasilan pembangunan ekonomi tidak saja dapat dilihat dari pertumbuhannya tetapi harus diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tanpa menyertakan
peningkatan kesejahteraan akan mengakibatkan kesenjangan dan ketimpangan kehidupan masyarakat. IPM yang merupakan indeks komposit dari indikator
15 kesehatan, pendidikan, dan ekonomi juga diharapkan dapat mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia yang tercermin dari penduduk yang sehat dan berumur panjang, berpendidikan dan berketrampilan serta mempunyai pendapatan yang memungkinkan untuk hidup layak. Pengukuran kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan HDI telah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1993 (BPS, 2011).
2.1.2 Budidaya Tanaman Asparagus Sektor pertanian di Indonesia telah mengembangkan berbagai jenis tanaman untuk kesejahteran masyarakat, diantaranya adalah tanaman asparagus. Tanaman Asparagus dalam istilah botani disebut Asparagus Officinalis yang termasuk dalam family liliaceae. Tanaman Asparagus merupakan tanaman sayuran yang dikonsumsi pada bagian rebungnya. Rebung Asparagus mengandung zat aspegirine yang berguna untuk memperbaiki pencernaan makanan dan melancarkan air seni. Selain lezat diolah menjadi beragam masakan, asparagus juga mempunyai kandungan gizi yang sangat baik. Beragam mineral, kalsium, potassium, vitamin A, D juga E ada di dalamnya. Sayuran ini juga rendah kalor dan mengandung serat (dietary fiber) sangat tinggi. Serat dalam asparagus mampu mengikat zat karsinogen penyebab kanker dan membantu lancarkan proses pencernaan tubuh. Kandungan asam amino asparagus merangsang ginjal membuang sisa
iuretic dalam tubuh. Zat aktif lain dipercaya meningkatkan
sirkulasi darah dan membantu melepaskan deposit lemak dalam dinding pembuluh darah. Sangat baik dikonsumsi bagi anda yang berjerawat, penderita
16 eksim, gangguan ginjal dan prostat. Dalam asparagus juga terkandung sifat iuretic yang mana berkhasiat untuk memperlancar saluran urin sehingga mampu memperbaiki kinerja ginjal. Asparagus merupakan sumber terbaik asam folat nabati, sangat rendah kalori, tidak mengandung lemak atau kolesterol, serta mengandung sangat sedikit natrium. Tumbuhan ini juga merupakan sumber rutin, suatu senyawa yang dapat memperkuat dinding kapiler. Budidaya tanaman asparagus tidak berbeda dengan budidaya tanaman lain. Budidaya yang dilakukan juga tidak sulit untuk dipraktekkan. Langkah dalam budidaya meliputi persiapan bibit, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan dan panen seperti pada tanaman umumnya. Berikut disampaikan langkah-langkah budidaya asparagus sebagai berikut. 1) Jenis-jenis Asparagus Jenis-Jenis asparagus berdasarkan warna pada saat pemanenan yaitu. a. Asparagus putih Asparagus putih dibudidayakan di dataran tinggi dan tidak banyak dijumpai di Indonesia. Asparagus putih dipanen dari rebung putih yang masih berada di dalam tanah. b. Asparagus hijau Asparagus hijau dipanen dari rebung yang sudah tersembul dari tanah dan terkena sinar matahari. Asparagus yang ditanam oleh petani pada kelompok tani di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung, adalah Asparagus hijau.
17 2) Syarat tumbuh Kondisi lingkungan untuk tumbuh asparagus meliputi kondisi cuaca dan tanah untuk bertanam. Suhu yang paling sesuai untuk membudidayakan asparagus antara 250 - 300 C, pada suhu rendah pertumbuhannya sangat lambat dan pada suhu tinggi menyebabkan rebung dan permukaan kulitnya mengandung banyak serat. Ujung rebung menjadi mudah mekar dan kualitas rendah. Indonesia merupakan negara tropis sehingga budidaya asparagus di dataran dapat tumbuh sepanjang tahun. Sedangkan untuk kondisi tanah, harus dipilih tanah dengan lapisan dalam dan mengandung bahan organik dengan jenis tanah berpasir yang gembur dan pH berkisar antara 6,0-6,8. 3) Persiapan lahan Persiapan
lahan
perlu
dilakukan
sebelum
tahap
penanaman
berlangsung, lahan yang akan ditanami asparagus dibajak dalam dan merata. Lalu dibuat alur dengan kedalaman 30 cm dan lebar alur 40 cm, dengan jarak antar alur 110 cm. Awal tanam menggunakan pupuk kandang 2-3 ton dengan luasan lahan 500 m2. 4) Penyemaian Pembibitan Asparagus dapat dilakukan secara vegetatif dengan kultur jaringan, anakan yang berasal dari tunas maupun setek, serta secara generatif dari biji. Dari ke tiga asal bibit tersebut, bibit yang paling baik yang berasal dari biji (benih). Benih asparagus yang digunakan berasal dari Taiwan. Harga benih Asparagus hijau mencapai 2,5 juta rupiah untuk setiap 800 gram-nya. Dalam luasan 500 m2 lahan memerlukan 30gr atau sekitar 1000 biji.
18 Asparagus merupakan tanaman yang ditanam secara tidak langsung (Indirect seedling) melalui persemaian. Sebelum dilakukan penanaman maka akan dilakukan pembibitan asparagus. Dalam pembibitan dengan biji terdapat 6 tahap, yaitu. a) Persemaian Dalam persemaian, perlu diperhatikan pemilihan lahan persemaian yaitu lahan yang berdrainase baik, bukan bekas lahan tanaman. Tanaman asparagus, tanahnya gembur, subur dan berpasir. Bedengan tempat persemaian dilakukan pengolahan tanah, diberi pupuk dasar dan Furadan 3G untuk menghindari hama. Bedengan dibuat dengan lebar 120 cm, tinggi 20–25 cm, lebar parit 40 cm dengan kedalaman 40 cm. b) Perendaman benih Bibit biasanya akan direndam dengan air bersuhu 270C 1-2 hari dan bibit yang tidak baik (mengembang) akan dibuang. c) Semai benih Penanaman perbaris dilakukan dengan jarak 15x15 cm dengan kedalaman 2,5 cm tiap lubang diisi 1-2 bibit. Pertumbuhan tunas kira-kira memerlukan waktu 3 bulan. Di atas permukaan tanah ditutup jerami atau sekam kemudian disiram secukupnya. Pemberian air, pupuk dan pencegahan hama harus diperhatikan. d) Perawatan persemaian Meliputi pencegahan hama dan penyakit dilakukan seawal mungkin. e) Pemupukan
19 Sewaktu masih dipersemaian setiap 20–30 hari dilakukan pemupukan susulan urea. f) Seleksi dan Pencabutan benih Transplanting atau pemindahan bibit dilakukan setelah 5 – 6 bulan. Halhal yang harus diperhatikan dalam transplanting diantaranya bibit yang akan dipindahkan adalah bibit yang sehat; bibit yang dicabut harus segera ditanam; dan sebelum penanaman akar dipotong, disisakan 20 cm, dan pucuk tanaman dipangkas hingga tinggi tanaman hanya ± 20 cm. 5) Penanaman Sebelum melakukan penanaman tanah diratakan terlebih dahulu dengan menggunakan pupuk organik. Penanaman dilakukan dengan memasukan bibit ke dalam alur yang telah dibuat sedalam 30 cm kemudian ditimbun dengan tanah. Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim hujan karena akan mempunyai tingkat hidup yang tinggi. Jarak tanam per alur adalah 150 x 30 cm. Pada luasan 500 m2 terdapat 32 alur, dengan panjang alur 9 m. Sehingga populasi tanaman yang ada diperkirakan terdapat 928 pada luasan tersebut. 6) Pemeliharaan Sebelum tanaman dipanen dilakukan pemeliharaan beberapa batang induk. Saat panen batang induk tersebut dipertahankan, sedang rebung lainnya dipanen. Hal ini dilakukan agar akar mendapatkan nutrisi yang mencukupi sehingga produksi di tahun berikutnya dapat meningkat. Budidaya asparagus harus memperhatikan pemupukan, pembumbungan tanah dan pengairan. Pemeliharaan tanaman Asparagus meliputi.
20 a. Pembumbunan Apabila tunas sudah mulai tumbuh, dapat dilakukan pembumbunan. Pada musim hujan, parit diperdalam. Hal ini karena Asparagus tidak menyukai genangan. b. Penjarangan Penjarangan dilakukan setelah induk tanaman membentuk 8 – 10 batang dan disisakan 3 – 4 batang saja. c. Penyiangan Penyiangan dilakukan untuk menghilangkan rumput-rumput yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman utama. d. Pengairan dan drainase Dilakukan dengan cara menggenangi parit setinggi setengah dari tinggi parit, ditunggu hingga air meresap sampai atas, kemudian sisa air dibuang. Irigasi pada musim kemarau dilakukan tiap 1 minggu sekali. Sedangkan untuk pengairan dilakukan dengan sistem irigasi masuk dari air sungai. Irigasi dilakukan setiap 1 sampai 2 kali dalam seminggu apabila musim kemarau. e. Pemupukan setelah masa tanam (1) Pupuk Urea : 60-80 kg , diberikan setiap 3 bulan sekali. (2) Pupuk KCl : 20-30kg, diberikan setiap 2 bulan sekali selama musim penghujan. Pemakaian pupuk K bisa menguntungkan. Penggunaan pupuk K dimaksudkan agar tanaman lebih kokoh dan kuat, tidak mudah roboh dan meningkatkan kualitas rebungnya.
21 (3) Pupuk kandang/ kompos : 500 kg, diberikan setiap 4-5 bulan sekali. Pemupukan dilakukan dengan cara membuat parit sepanjang barisan berjarak 20 cm dari tanaman, dalamnya parit 15 cm kemudian pupuk dicampur dan ditutup dengan tanah. f. Pengendalian hama dan penyakit Hama pada tanaman Asparagus adalah ulat grayak, ulat tanah biasanya menyerang saat terjadi pergantian musim, tetapi serangan hama pada tanaman asparagus tidak terlalu memiliki pengaruh yang berarti pada tanaman asparagus. Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman asparagus adalah Eastern flower thrips. Penyakit ini bisa dijumpai pada masa pertumbuhan terutama pada awal daun baru, khususnya pada saat kekurangan air di awal musim kemarau. Pada kondisi yang kritis batang bisa layu dan berwarna kuning. Pengendalian hama dan penyakit tanaman asparagus adalah untuk hama dilakukan dengan cara mekanis. Yaitu dengan mengambil secara langsung ukat yang menyerang tanaman asparagus. Pengendalian penyakit dilakukan dengaan menggunakan 2,8% Deltamethrin EC yang diencerkan. 7) Panen dan Pasca Panen Panen biasanya dilakukan pada pagi hari kurang dari jam 9. Rebung asparagus hijau yang menyembul di pagi hari dipotong dengan pisau, setelah panen gunakan kain yang basah atau diletakkan di bawah pohon untuk menghindari sinar matahari. Setelah melakukan grading segera dimasukkan dalam ruang pendingin kemudian dijual.
22 a. Kriteria panen Asparagus dapat dipanen rebungnya pada umur 4 – 5 bulan setelah transplanting. Asparagus hijau yang dipanen adalah setelah muncul diatas tanah dengan kondisi pucuk yang masih kuncup. b. Cara panen, interval, frekuensi Panen dilakukan dengan dua cara, yaitu mencabut dan memangkas atau memotong batang muda, untuk di aspakusa digunakan cara memotong batang muda. Cara panen dengan memotong batang muda merupakan cara yang lebih baik, karena cara tersebut tidak merusak sistem perakaran tanaman yang dijadikan indukan. Panen dilakukan pada saat pagi hari. Panen pertama dilakukan pada umur 4 bulan setelah transplanting. Panen kedua pada umur 5 bulan bisa dilakukan pemanenan dengan interval panen 2 hari sekali, untuk bulan keenam dapat dilakuakan pemanenan setiap hari. Masa pemetikan hasil dalam satu musim diperkirakan memakan waktu hingga 3 bulan. Sehingga didapatkan total panen asparagus sebanyak 100150 kg. Panen pertama kurang lebih dihasilkan 40 kg, panen kedua dihasilkan 30 kg dan panen ketiga 60 kg dengan panen setiap hari pada bulan keenam 2 kg. c. Pengelolaan Pasca Panen Untuk pengiriman asparagus, daun bisa dikemas dengan cara mengikat setiap 5-10 tangkai batang sesuai dengan kelasnya. Ikatan tanaman disimpan tegak dalam ember berisi air. Tinggi air dalam ember cukup 3 cm. Perendaman tangkai dilakukan untuk mempertahankan kesegaran
23 tanaman. Pada saat dikirim, tanaman dikemas dengan dibungkus kertas (koran bekas). Pembungkusan kertas bertujuan untuk melindungi tanaman dari kerusakan sekaligus untuk memudahkan dalam membawa tanaman karena asparagus berduri. d. Grading Kualitas asparagus dibedakan menjadi 3 yaitu Kualitas A, B dan C. Berikut kriterianya. Kualitas A : panjang rebung 25 cm, diameter bagian bawah rebung lebih dari 1 cm, seluruhnya berwarna hijau dan bagian ujungnya tidak mekar. Kualitas B : panjang rebung 25 cm, diameter bagian bawah rebung 0,8-1 cm, seluruhnya berwarna hijau dan bagian ujungnya tidak mekar. Kualitas C : panjang rebung dibawah 25 cm, diameter bagian bawah rebung 0,5 - 0,8 cm, bagian ujungnya mekar.
24 2.1.3 Luas Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Luas lahan dapat diartikan sebagai lahan sawah dan lahan bukan sawah baik yang digunakan dan tidak digunakan termasuk lahan yang sementara tidak digunakan atau di usahakan (BPS Provinsi Bali, 2003). Pengertian atau definisi luas lahan dapat dikelompokkan sebagai berikut. 1) Lahan Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak petak dan dibatasi pematang (galengan atau saluran) untuk menahan atau mengalirkan air yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang status tanah. Lahan sawah digolongkan sebagai berikut. (1) Lahan sawah irigasi teknis adalah lahan sawah yang memperoleh irigasi dan irigasi teknis yaitu jaringan irigasi dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian irigasi dapat sepenuhnya diatur dengan mudah. Biasanya jaringan semacam ini terdiri dari saluran induk dan sekunder serta bangunan dipelihara dan di bangun oleh Dinas Irigasi atau Pemerintah. (2) Lahan Irigasi Setengah Teknis adalah lahan sawah yang memperoleh irigasi dari irigasi setengah teknis, dimana dinas irigasi hanya menguasai bangunan penyadap untuk dapat mengatur dan mengukur pemasukan air
25 yang ada pada jaringan selanjutnya tidak diukur dan dikuasai oleh dinas irigasi atau pemerintah. (3) Luas lahan tadah hujan adalah lahan yang irigasinya tergantung pada air hujan. (4) Lahan sawah pasang surut adalah lahan sawah yang irigasinya tergantung pada air sungai yang diperoleh pasang surutnya air laut. (5) Lahan sawah lebak adalah lahan sawah yang irigasinya berasal dari rawa lebak. (6) Lahan sawah polder adalah lahan sawah yang terdapat di delta sungai yang irigasinya dipengaruhi oleh air sungai tersebut atau rembesanrembesan rawa yang biasanya ditanami padi. (7) Lahan sawah lainnya adalah lahan terkena rembesan rawa yang biasanya ditanami padi-padian. (8) Lahan sawah tidak tanam adalah lahan yang selama setahun ditanami selain padi. (9) Lahan sawah sementara tidak diusahakan adalah lahan yang tidak diusahakan, karena alasan misalnya tidak ada tenaga lebih dari setahun dan kurang dari dua tahun. 2) Bukan Lahan Sawah adalah semua lahan selain lahan sawah yang biasanya ditanami dengan tanaman palawija atau padi gogo, dapat dikelompokkan sebagai berikut.
26 (1) Pekarangan atau tanah untuk bangunan dan halaman adalah tanah halaman sekitar rumah termasuk dipakai untuk bangunan rumah. Diluar tanah pekarangan disebut tegalan. (2) Tegal atau kebun adalah tanah kering yang ditanami tanaman musiman atau tahunan dan letaknya terpisah dengan halaman sekitar rumah serta pemakaiannya tidak terpisah. (3) Ladang atau huma adalah tanah yang ditanami tanaman musiman, pemakaiannya hanya semusim atau dua musim, kemudian di tinggalkan karena tidak subur lagi. (4) Pengembalaan atau padang rumput adalah tanah yang dipakai pengembalaan ternak. (5) Lahan yang sementara tidak diusahakan adalah tanah yang biasanya tidak diusahakan tetapi untuk sementara tidak diusahakan. (6) Tanah hutan rakyat adalah tanah yang ditumbuhi kayu-kayuan termasuk bambu baik yang tumbuh sendiri maupun yang sengaja ditanami seperti semak-semak dan pohon-pohonan yang hasil utamanya kayu. (7) Hutan negara adalah tanah hutan yang berada di bawah pengawasan Dinas Kehutanan atau Perhutanan. (8) Perkebunan adalah tanah yang ditanami tanaman perkebunan seperti vanili, kelapa, kopi, cengkeh, dan lain-lain diusahakan oleh rakyat atau perusahaan wilayah kecamatan. (9) Rawa-rawa adalah tanah yang tergenang air yang tidak dipergunakan untuk sawah.
27 (10) Tambak adalah tanah yang dipergunakan untuk melakukan pemeliharaan ikan, udang atau binatang air lainnya.
2.1.4 Tenaga Kerja Tenaga Kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan diatas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja. Menurut UU No.14 tahun 1969, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (pasal 1). Jadi pengertian tenaga kerja menurut ketentuan ini meliputi tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja, dengan alat produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaganya sendiri, baik tenaga fisik maupun pikiran.
28 Menurut Simanjuntak (1990) tenaga kerja (man power) mengandung pengertian. Pertama, tenaga kerja mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini tenaga kerja mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, tenaga kerja mencakup orang yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut, mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis yaitu kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Mulyadi Subri (2002), tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15-64 tahun) yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap mereka dan mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Menurut Simanjuntak (1990) angkatan kerja dibedakan dalam 3 golongan yaitu. 1) Penganggur (open unemployment), yaitu orang yang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari pekerjaan. 2) Setengah pengangguran, yaitu jam kerja mereka kurang dimanfaatkan, sehingga produktivitas kerja dan pendapatan mereka rendah. Setengah pengangguran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu. a) Setengah pengangguran kentara yakni mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, dan
29 b) Setengah pengangguran tidak kentara (invisible underemployment) yaitu. mereka yang produktivitas kerja dan pendapatannya rendah 3) Bekerja penuh, dimana dalam prakteknya suatu negara telah mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh bila dalam perekonomian tingkat penganggurannya kurang dari 4 persen (Sukirno, 1997). Untuk golongan bukan angkatan kerja merupakan bagian dari penduduk bukan angkatan kerja yang non aktif secara ekonomi. Mereka terdiri dari yang bersekolah, mengurus rumah tangga, penerimaan pensiun, mereka yang hidupnya tergantung pada orang lain karena lanjut usia, cacat, dalam penjara atau sakit kronis.
2.1.5 Pelatihan Kata pelatihan berasal dari kata : “latih” yang ditambah dengan awalan ke-, pe, dan akhiran –an yang artinya telah biasa (Poerwadarminta, 1986). Keadaan telah biasa diperoleh seseorang setelah melalui proses belajar atau diajar. Latihan berarti pelajaran untuk membiasakan diri atau memperoleh kecakapan tertentu. Pelatihan adalah orang - orang yang memberikan pelatihan. Kata pelatihan diberikan awalan ke- dan akhiran –an. Bermakna pemberian sifat pada kegiatan pemberian latihan kepada seseorang atau sekelompok orang sehingga memiliki sejumlah keterampilan/kecakapan yang dibutuhkan. Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pelatihan juga merupakan bagian dari proses pendidikan yang tujuannya untuk mengingat kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang.
30 Pendidikan dan pelatihan saat ini sudah merupakan suatu keharusan dilakukan oleh suatu organisasi dan tidak dapat diabaikan, karena hal ini dapat dipandang sebagai penanaman modal. Pendidikan dan pelatihan yang terencana, secara teratur akan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja yang sekaligus mengarah kepada peningkatan produktivitas kerja. Dalam istilah lain dapat dikatakan bahwa tingkat penghasilan seseorang meningkat dengan bertambahnya tingkatan pendidikan dan pelatihan (Tjiptoherijanto, 1989). Oleh karena itu sangat masuk akal bila pendidikan dan pelatihan harus diperhatikan secara serius. Menurut Simamora (2004) bahwa tujuan pemberian pelatihan adalah sebagai berikut. 1) Memperbaiki kinerja. 2) Memutahirkan keahlian seseorang sejalan dengan kemajuan teknologi. 3) Mengurangi waktu pembelajaran bagi orang baru agar kompeten dalam bekerja. 4) Membantu dalam memecahkan masalah operasional. 5) Mempersiapkan karyawan untuk promosi. 6) Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi. 7) Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi. Dari pendapat di atas, maka dapat diartikan bahwa tujuan pelatihan itu sebenarnya untuk meningkatkan kecerdasan serta meningkatkan keahlian seseorang pada masing-masing bidang pekerjaan agar nantinya dapat bekerja
31 secara efektif dan efisien. Jenis pelatihan menurut Simamora (2004), jenis-jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan didalam organisasi adalah sebagai berikut. 1) Pelatihan keahlian, merupakan pelatihan yang sering dijumpai didalam organisasi. Kriteria penilaian efektivitas pelatihan juga berdasarkan pada sasaran yang didefinisikan dalam tahap penilaian. 2) Pelatihan ulang, adalah subset pelatihan keahlian. Pelatihan ulang berupaya memberikan para pegawai keahlian-keahlian yang mereka butuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. 3) Pelatihan lintas fungsional. Melibatkan pelatihan pegawai untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain pekerjaan yang ditugaskan. Adapun beberapa manfaat dari sebuah pelatihan diantaranya, menurut Simamora (2004) adalah sebagai berikut. 1) Manfaat untuk karyawan a) Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang lebih efektif. b) Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri. c) Membantu karyawan mengatasi stress, tekanan, frustasi dan konflik. 2) Manfaat untuk perusahaan a) Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih positif terhadap orientasi profit. b) Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan. c) Menciptakan hubungan antara karyawan dan atasan.
32 3) Manfaat dalam hubungan SDM, antar grup dan pelaksanaan kebijakan. a) Meningkatkan komunikasi antar grup dan individual. b) Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan dan koordinasi. c) Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja dan hidup.
2.1.6 Produksi Produksi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menciptakan atau menambah nilai/guna atau manfaat baru. Guna atau manfaat mengandung pengertian kemampuan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi produksi meliputi semua aktivitas menciptakan barang dan jasa (Gumbira dan Harizt, 2001). Dalam percakapan sehari-hari produksi diartikan tindakan mengkombinasikan faktor-faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan lain-lainnya) oleh perusahaan untuk memproduksi hasil berupa barang-barang dan jasa-jasa. Dalam arti ekonomi, produksi adalah setiap usaha manusia untuk menciptakan atau menambah guna suatu barang atau benda untuk memenuhi kebutuhan manusia. Misalnya : menanam padi, menggiling padi, mengangkut beras, memperdagangkan, dari menjual makanan. Nah, kegiatan seperti itu disebut kegiatan produksi (Ismawanto, 2009). Sesuai dengan pengertian produksi di atas, maka produksi pertanian dapat dikatakan sebagai suatu usaha pemeliharaan dan penumbuhan komoditi pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pada proses produksi pertanian terkandung pengertian bahwa guna atau manfaat suatu barang dapat diperbesar melalui suatu
33 penciptaan guna bentuk yaitu dengan menumbuhkan bibit sampai besar dan pemeliharaan. Dalam proses produksi pertanian dibutuhkan bermacam-macam faktor produksi seperti modal, tanah dan manajemen pertanian. Faktor produksi modal sering diartikan sebagai uang atau keseluruhan nilai dari sumber-sumber ekonomi non manusiawi (Mubyarto, 1994). Sering juga modal diartikan sebagai semua barang dan jasa yang sudah di investasikan dalam bentuk bibit, obat-obatan, alatalat pertanian dan lain-lainnya sumbangan faktor produksi tanah dalam proses produksi pertanian yaitu berupa unsur-unsur hara yang terkandung di dalamnya yang menentukan tingkat kesuburan suatu jenis tanah. Faktor produksi yang tidak kalah pentingnya dalam produksi pertanian adalah manejemen pertanian yang berfungsi mengkoordinir faktor-faktor produksi lainnya agar dapat menghasilkan output secara efisien (Tohir, 1993).
2.1.7 Pendapatan Dalam penelitian ini, pendapatan yang digunakan adalah pendapatan rumah tangga. Selain pendapatan dari kerja, pekerja sering kali mendapatkan pendapatan lain yang bukan merupakan balas jasa dari kerja, pendapatan bukan dari kerja ini disebut Nonlabour Income. Pemanfaatan pekerja dapat dilihat dari pendapatan yang diterima seseorang. Apabila seseorang mempunyai ketrampilan tertentu, misalnya diperoleh dari pendidikan atau latihan dan bekerja di suatu lapangan usaha dan dalam lingkungan usaha tertentu, maka diharapkan akan diperoleh pendapatan sebesar tertentu yang diperoleh dari pekerjaan tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa pendapatan sesorang tergantung
34 pada ketrampilan di bidang tertentu yang dapat diperoleh dari pendidikan, latihan ketrampilan, dan pengalaman bekerja pada bidang tertentu. Dalam mengukur kondisi ekonomi seseorang atau ramah tangga, salah satu konsep pokok yang paling sering digunakan yaitu melalui tingkat pendapatan. Pendapatan dapat menunjukkan seluruh uang atau seluruh material lainnya yang dapat dicapai dari penggunaan kekayaan yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga tertentu (Winardi, 1997). Untuk menghitung besar kecilnya pendapatan dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu (Sukirno,2004). 1) Pendekatan produksi (Production Approach), yaitu dengan menghitung semua nilai produksi barang dan jasa akhir yang dapat dihasilkan dalam periode tertentu. 2) Pendekatan pendapatan (Income Approach), yaitu dengan menghitung nilai keseluruhan balas jasa yang dapat di terima oleh pemilik faktor produksi dalam suatu periode tertentu. 3) Pendekatan pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu pendapatan yang diperoleh dengan menghitung pengeluaran konsumsi masyarakat. Pada penelitian ini untuk menghitung besar kecilnya pendapatan petani yaitu menggunakan pendekatan produksi, dimana produksi barang dan jasa yang dihasilkan disini yaitu menghitung nilai produksi dari hasil panen petani pada periode tertentu. Semakin tinggi produksi/panen maka pendapatan akan meningkat. Produksi berpengaruh positif terhadap pendapatan.
35 2.1.8 Hubungan Luas Lahan dengan Pendapatan Luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian. Dalam usaha tani misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usaha tani yang dilakukan kecuali usaha tani dijalankan dengan tertib. Luas pemilikan atau penguasaan berhubungan dengan efisiensi usaha tani. Penggunaan masukan akan semakin efisien bila luas lahan yang dikuasai semakin besar. Adapun yang mempengaruhi pendapatan petani dilihat dari luas lahan yaitu antara penggarap lahan dan pemilik lahan, penggarap lahan dikenakan sewa atas lahan yang digarap dan bagi pemilik lahan dikenakan pajak atas kepemilikan lahannya. a. sewa lahan Pendapatan dari lahan oleh karenanya menentukan luas lahan yang akan ditanami. Pendapatan dari lahan ini, seperti halnya yang diperoleh dari faktorfaktor lainnya, tergantung pada permintaan relatif akan lahan untuk memproduksi dan pada penawaran lahan yang tersedia. Akan tetapi, sewa yang tinggi dapat mengakibatkan lebih luasnya lahan yang disediakan untuk ditanami, atau untuk berbagi penggunaan lainnya. Bagi petani yang bukan merupakan pemilik lahan maka semakin luas lahan yang akan ditanami maka akan menyebabkan sewa terhadap lahan tersebut semakin tinggi, menyebabkan biaya untuk produksi akan semakin
36 tinggi dan akan berefek pada menurunnya pendapatan. Teori ini diperkuat oleh (Sicat dan Arndt, 1987) mengatakan karena sedikitnya lahan dan permintaan rendah berarti sewa lahan tersebut juga rendah tapi permintaan lahan yang tinggi menyebabkan sewa semakin tinggi. b. Pajak tanah (lahan) dan pembebanannya. Gambaran mengenai terbatasnya persediaan lahan menimbulkan gagasan pemungutan pajak atas lahan. Bila permintaan lahan tinggi karena kualitasnya yang istimewa, seperti kesuburan yang luar biasa, atau mengandung bahan tambang yang berharga seperti minyak bumi atau emas, atau berkat dilakukannya perbaikan oleh pemerintah, lahan itu mempunyai nilai untuk dipajaki yang tidak dapat dibebankan selain kepada pemiliknya. Begitu juga halnya dengan pajak tanah (lahan) dan pembebanannya. Pajak lahan dapat dianggap sebagai salah satu cara mengurangi pendapatan pemilik lahan (Sicat dan Arndt, 1987). Hubungan luas lahan dengan pendapatan bahwa semakin luas lahan petani maka pendapatannya juga akan meningkat. Hubungan antara luas lahan dengan pendapatan bahwa luas lahan berpengaruh positif terhadap pendapatan / penghasilan petani. Lahan yang dikelola dengan baik tentunya akan memberikan hasil yang baik dan menguntungkan bagi petani.
2.1.9 Hubungan Tenaga Kerja dengan Pendapatan Hubungan tenaga kerja dengan pendapatan bahwa tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pendapatan/penghasilan petani dengan melihat kebutuhan akan
37 tenaga kerja pada lahan tersebut. Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik, didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pengertian tenaga kerja menurut ketentuan ini meliputi tenaga kerja yang bekerja didalam maupun diluar hubungan kerja, dengan alat produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaganya sendiri, baik tenaga fisik maupun pikiran. Akan tetapi penyerapan jumlah tenaga kerja tentunya tidak berlebihan karena akan meningkatkan pemborosan atau kerugian. Tenaga kerja berperan penting dalam sebuah perusahaan karena dapat membantu produktivitas perusahaan.
2.1.10 Hubungan Pelatihan dengan Pendapatan Kuntariningsih, at al. (2013), melakukan penelitian tentang dampak Pelatihan Petani Terhadap Kinerja Usahatani Kedelai Di Jawa, dengan hasil bahwa Pelatihan telah menyebabkan keuntungan usahatani meningkat sebesar Rp 693.810. Keadaan ini sesuai dengan yang diharapkan bahwa pelatihan akan meningkatkan keuntungan melalui peningkatan efisiensi ekonomi proses produksi kedelai. Temuan ini sesuai dengan teori ekonomi manajerial dari Salvatore (2007), yang menyatakan bahwa perbaikan manajerial pelaku bisnis akan dapat memperbaiki keuntungan. Dampak pelatihan juga diperlihatkan oleh Gunawan et al. (2011), bahwa petani kedelai peserta pelatihan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) menunjukkan keuntungan 40 persen lebih tinggi dibanding petani yang tidak dilatih.
38 2.2
Teori – Teori yang Digunakan
2.2.1 Teori Produksi Teori
produksi
adalah
teori
yang
mempelajari
bagaimana
cara
mengkombinasikan berbagai penggunaan input pada tingkat teknologi tertentu untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Sasaran teori produksi adalah untuk menentukan tingkat produksi yang efisien dengan sumberdaya yang ada (Sudarman, 1986). Setiap
petani
dalam
pengelolaan
usahataninya
bertujuan
untuk
meningkatkan produksi atau hasil panennya. Petani dalam menyelenggarakan usahataninya melaksanakan perhitungan ekonomi dan keuangan. Di dalam perhitungannya petani akan membandingkan hasil yang diharapkan (output) dengan biaya yang dikeluarkan (input). Hasil yang diterima petani pada saat panen disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi (Mubyarto, 1989). Produksi merupakan konsep yang aktivitasnya dapat diukur melalui ratarata output per unit dalam suatu periode. Output ditekankan pada unit-unit kualitas konstan, sehingga dalam hal ini peningkatan produksi berarti peningkatan ratarata output dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan. Bishop dan Toussaint dalam Ardi dkk (1992), menyatakan bahwa produksi adalah suatu proses di mana beberapa barang dan jasa yang disebut input diubah menjadi barang-barang dan jasa lain yang disebut output. Selanjutnya Teken dalam Ardi dkk (1992), mengemukakan bahwa produksi adalah suatu proses atau tindakan untuk menciptakan dan menambah dayaguna sumber daya (benda dan
39 jasa) baik kualitas dan kuantitasnya sehingga merupakan suatu komoditi yang dapat dipasarkan dan berdayaguna untuk masyarakat. Mubyarto (1989), menyatakan bahwa produksi pertanian adalah hasil yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu modal, tenaga kerja dan tanah. Menurut Prayitno dan Arsyad, (1987) ada empat sumber daya yang merupakan faktor produksi penting dalam usaha tani yaitu. a. Tanah meliputi kuantitas (luas) dan kualitas; b. Tenaga kerja, meliputi kuantitas (jumlah) dan kualitas ; c. Modal, meliputi modal tetap dan modal kerja untuk pembelian input variable; d. Ketrampilan manajemen dari petani.
2.2.2 Fungsi produksi Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi dianggap penting, karena beberapa hal antara lain : 1) dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara faktor produksi dan produksi secara langsung sehingga hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti. 2) dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable) X, serta sekaligus mengetahui hubungan
40 antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Y = f ( X1, X2 …….. Xi ……Xn ) ………………………… (2.1) Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas, maka hubungan Y dapat diketahui dan sekaligus hubungan Xi.Xn dan X lainnya dapat diketahui (Soekartawi, 2003 ). Widayat
(2001)
menjelaskan
bahwa
proses
produksi
pada
umumnya
membutuhkan berbagai macam faktor produksi seperti tenaga kerja, modal dan berbagai bahan mentah. Pada setiap proses produksi, faktor-faktor produksi tersebut digunakan dalam kombinasi tertentu. Misalnya sekarang dari faktorfaktor produksi yang digunakan itu input x penggunaannya terus ditambah sedangkan input yang lain tetap, maka fungsi produksi dianggap tunduk pada suatu hukum yang disebut “The Law of Diminishing Returns”. Hukum ini mengatakan bahwa “Bila satu macam input penggunaannya terus ditambah sedang input yang lain penggunaannya tidak berubah maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula menaik akan tetapi kemudian menurun”. Kalau hubungan antara output dan input variabel digambarkan dalam suatu grafik maka akan didapat suatu kurva yang dinamakan kurva Total Physical Product disingkat TPP. Kurva TPP didefinisikan sebagai kurva yang menunjukkan tingkat produksi total (Q) pada berbagai tingkat penggunaan input variabel dan input lain dianggap tetap, jadi : TPPx = f(X1, X2, . . . Xn) ................................................. (2.2)
41 Kurva lain dapat diturunkan dari kurva TPP, seperti kurva Marginal Physical Product yang disingkat MPP dan kurva Average Physical Product disingkat APP. Kurva Marginal Physical Product (MPP) adalah kurva yang menunjukkan tambahan TPP karena adanya tambahan penggunaan satu satuan input variabel. Produksi Jangka Panjang adalah produksi yang semua inputnya dapat dirubah. a. Kurva Produksi Sama (Isoquant) Kurva Isoquant atau isoproduct adalah kurva yang menunjukkan berbagai kemungkinan kombinasi teknis antara dua input (variabel) yang terbuka bagi produsen untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu (Boediono, 1997). Menurut
Sukirno (2002), kurva
Isoquant
atau kurva produksi
sama,
menggambarkan gabungan tenaga kerja dan modal yang akan menghasilkan satu tingkat produksi tertentu. Sedangkan menurut Miller dan Meiners (1997), kurva Isoquant adalah sebuah kurva dalam ruang input (input space) yang memperlihatkan semua kemungkinan kombinasi dua macam input yang secara fisik dapat menghasilkan suatu tingkat output. Isoquant ini ditarik khusus untuk tingkat output. Setiap titik pada kurva Isoquant tersebut melambangkan kombinasi faktor produksi modal dan tenaga kerja dalam berbagai variasi yang selalu menghasilkan output sebanyak Y1. Kurva Produksi Sama (Isoquant) pada Gambar 2.1.
42
Sumber : Teori Ekonomi Mikro Intermediate, Miller dan Meiners, 1997
Gambar 2.1 Kurva Produksi Sama (Isoquant) Kurva Isoquant mempunyai sifat-sifat yang serupa dengan indifference curve konsumen, yaitu cembung ke arah origin, menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Kurva yang semakin ke kanan atas, outputnya semakin tinggi. Selain itu, ada beberapa sifat lain dari Isoquant, yaitu. (1) Cekung terhadap titik O. (2) Dua kurva Isoquant tidak saling berpotongan. (3) Isoquant yang lebih tinggi menggambarkan output yang lebih besar. (4) Kemiringan (slope) menunjukkan MRTS (Marginal Rate of Technical Substitution). b. Garis ongkos sama/ kurva biaya sama (Isocost) Untuk menghemat biaya produksi dan memaksimalkan keuntungan, perusahaan harus meminimumkan biaya produksi. Untuk membuat analisis mengenai peminimuman ongkos produksi diperlukan membuat garis ongkos sama (Isocost). Garis ini menggambarkan gabungan faktor-faktor produksi yang dapat diperoleh
43 dengan menggunakan sejumlah biaya tertentu. Untuk dapat membuat garis ongkos sama, data yang diperlukan adalah harga faktor produksi yang digunakan, dan jumlah uang yang tersedia untuk membeli faktor-faktor produksi tersebut (Sadono Sukirno, 2001). Kurva Biaya Sama (Isocost) pada Gambar 2.2.
Sumber: Teori Ekonomi Mikro Intermediate, Miller dan Meiners, 1997 Gambar 2.2 Kurva Biaya Sama (Isocost) Menurut Miller dan Meiners (1997), kurva isocost atau garis isocost (isocost line) adalah sebuah garis yang memuat titik-titik yang melambangkan total biaya yang konstan. Unit harga jasa tenaga kerja sebagai Px2 dan unit harga jasa modal sebagai Px1. Px1 juga disebut nilai implisit per unit modal. Jika TC dibagi dengan tingkat upah (Px2), akan diperoleh jumlah tenaga kerja maksimum yang dapat dikerahkan oleh produsen yang bersangkutan dengan anggaran biaya yang tersedia (TC). Jumlah tenaga kerja maksimum ini dilambangkan dengan X2’. Sedangkan jika TC
44 dibagi dengan harga per unit modal (Px1), maka akan diperoleh jumlah modal maksimum yang dapat digunakan oleh produsen, yang disimbulkan dengan X1’. Jika X2’ dan X1’ dihubungkan, terbentuklah sebuah garis dan garis ini yang dinamakan isocost (X1’, X2’). Kurva isocost ini merupakan tempat kedudukan titik-titik yang melambangkan kombinasi modal dan tenaga kerja yang bisa dibeli perusahaan atau produsen berdasarkan anggaran biaya yang tersedia. c. Keseimbangan Produsen Ketika melakukan analisis perilaku pasar (permintaan dan penawaran) kita menggunakan kurva keseimbangan pasar sebagai alat analisis. Demikian pula ketika melakukan analisis perilaku konsumen, kita menggunakan kurva keseimbangan konsumen sebagai alat analisis. Serupa dengan konsep di atas, analisis terhadap perilaku produsen menggunakan kurva keseimbangan produsen sebagai alat analisis. Tujuan utama dari produsen melakukan aktivitas produksi pada situasi persaingan yang amat sangat kompetitif di dalam pasar global sekarang ini, adalah memproduksi sejumlah output tertentu sesuai permintaa pasar dengan tingkat pengeluaran anggaran yang minimum (Gaspersz, 2005:213). Kurva
keseimbangan
produsen
(Produsen’s
equilibrium
curve)
menunjukkan pencapaian kombinasi penggunaan input pada kondisi biaya terkecil (least cost combination of inputs) untuk memproduksi output dalam jumlah tertentu. Titik keseimbangan produsen merupakan titik singgung antara kurva isoquant dan kurva isocost (Gaspersz, 2005:213).
45
Sumber : Gasperzs (2005:115). Gambar 2.3 Kurva Keseimbangan Produsen Dari gambar di atas, titik keseimbangan produsen, A, yang merupakan titik singgung antara kurva isoquant dan kurva isocost. Pada titik singgung A ini terjadi keseimbangan yang meminimumkan biaya total produksi, dimana slope dari kurva isoquant (ΔK/ΔL) sama dengan slope dari kurva isocost –(w/r). hal ini berarti pula pada titik singgung B itu. Tingkat substitusi teknikal marginal (MRTS) sama dengan rasio dari harga-harga input. Jadi titik keseimbangan produsen yang meminimumkan biaya total produksi tercapai apabila kondisi berikut tercapai (Gaspersz, 2005:215): MPL/W = MPK/R Dalam produksi jangka panjang (long run production) sering terjadi perluasan usaha sebagai akibat meningkatnya permintaan pasar terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Apabila demikian akan terdapat jalur perluasan (expansion path) yang menunjukkan kurva atau tempat kedudukan titik-titik keseimbangan produsen sepanjang jalur perluasan produksi dalam jangka panjang. Titik-titik keseimbangan produsen itu menunjukkan kombinasi input yang
46 meminimumkan biaya untuk setiap tingkat output yang diproduksi dengan asumsi rasio harga-harga input konstan (Gaspersz, 2005:207)
d. Return to Scale (RTS) Menurut Soekartawi (2005) terdapat tiga model fungsi produksi Cobb Douglas atau tiga kemungkinan hasil skala (return to scale). Return to scale merupakan output meningkat dengan proporsi yang lebih besar dari pada setiap input yang jumlahnya sebelumnya diperbanyak, output meningkat dengan proporsi yang sama dan output meningkat dalam proporsi yang lebih kecil. Masing-masing kasus dapat dijelaskan sebagai berikut : Hasil Skala Meningkat (Increasing Return To Scale) Merupakan tanbahan hasil yang meningkat atas skala produksi, kasus di mana output bertambah dengan proporsi yang lebih besar dari pada input. Contohnya bahwa seorang petani yang merubah penggunaan semua inputnya sebesar dua kali dari input semula dapat menghasilkan output lebih dari dua kali dari output semula. Hasil Skala Konstan (Constant Return To Scale) Merupakan tambahan hasil yang konstan atas skala produksi, bila semua input naik dalam proporsi yang tertentu dan output yang diproduksi naik dalam proporsi yang tepat sama, jika faktor produksi di dua kalikan maka output naik sebesar dua kalinya. Hasil Skala Menurun (Decreasing Return To Scale) Merupakan tambahan hasil yang semakin menurun atas skala produksi, kasus di mana output bertambah dengan proporsi yang lebih kecil dari pada input atau seorang petani yang
47 menggunakan semua inputnya sebesar dua kali dari semula menghasilkan output yang kurang dari dua kali output semula. Ketiga skala hasil tersebut sperti pada Gambar 2. 1 Constant Returns to Scale
Increasing Returns to Scale
Decreasing Returns to Scale
Sumber: https://www.google.co.id/webhp?ie=utf-8&oe=utf-8&gws_rd=cr&ei Gambar 2. 1 Return to scale 2.2.3 Fungsi Produksi Cobb-Douglas Fungsi produksi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih. Variabel yang satu disebut dengan variabel dependent, disisi kiri persamaan (Y) dan yang lain disebut variabel independent, disisi kanan dari persamaan sebagai variabel (X). Untuk menjelaskan hubungan antara Y dan X, peneliti memakai metode regresi yang dapat menjelaskan variasi Y yang dijelaskan oleh variasi dari X. Menurut Sudarman, (1980) bentuk umum dari fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut: : Q = b0X1b1X2b2 ……………………………………….………………. (2.7) Keterangan : Q = Output (dalam satuan) X1,X2 = Input (dalam satuan)i b0 = Konstanta b1, b2 = Koefisien regresi input X1 dan X2
48 Karena penyelesaian fungsi Cobb Douglas pada umunya diubah menjadi bentuk fungsi linear dalam logaritme, maka peneliti hagmailrus memahami terlebih dahulu beberapa persyaratan dalam fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan ini antara lain : a. tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak terhingga (infinite); b. tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non – neutrality differences, in the respective technology); c. penjumlahan elastisitas bi (i =
1,2)
tersebut menunjukkan tingkat arahan
returns to scale; Misalnya apabila bi = 1 berarti constant return to scale, bila 1 berarti increasing return to scale dan bila 1 berarti decreasing return to scale. d. tiap faktor produksi Xi (i =
1,2)
tersedia tak terbatas dalam pasar persaingan
sempurna/perfect competition; e. perbedaan lokasi, yang dipengaruhi oleh factor alam seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan yang ditunjukkan oleh notasi u (Soekartawi, 2003).
2.2.4 Teori Pendapatan Sofyan Syafri Harahap (2001), mengemukakan bahwa : “Pendapatan adalah hasil penjualan barang dan jasa yang dibebankan kepada langganan/mereka yang menerima”. Eldon Hendriksen mengemukakan definisi mengenai pendapatan sebagai berikut: Konsep dasar pendapatan adalah pendapatan merupakan proses
49 arus, yaitu penciptaan barang dan jasa selama jarak waktu tertentu” Definisidefinisi diatas memperlihatkan bahwa ada dua konsep tentang pendapatan yaitu sebagai berikut. 1) Konsep Pendapatan yang memusatkan pada arus masuk (inflow) aktiva sebagai hasil dari kegiatan operasi perusahaan. Pendekatan ini menganggap pendapatan sebagai inflow of net asset. 2) Konsep Pendapatan yang memusatkan perhatian kepada penciptaan barang dan jasa serta penyaluran konsumen atau produsen lainnya, jadi pendekatan ini menganggap pendapatan sebagai outflow of good and services. Pendapatan dimaksud adalah penerimaan yang terdiri dari penerimaan kotor dan penerimaan bersih. Penerimaan kotor adalah penerimaan yang berasal dari hasil penjualan output yaitu hasil perkalian antara jumlah produk dengan harga jual pada satu satuan output. Secara matematis hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut. TR = Q . P …………………………………..………………………. (2.8) Keterangan : TR = Total penerimaan (satuan mata uang) Q = Hasil produksi (satuan fisik output) P
= Harga jual produksi (satuan mata uang)
Penerimaan bersih (keuntungan) adalah penerimaan yang berasal dari hasil penjualan output setelah dikurangi biaya produksi total yang dikeluarkan. Untuk menghitung
pendapatan
bersih
(keuntungan)
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Sudarman, 1984). (π) = TR – TC …………………………..………………………….(2.9)
50 Keterangan : (π) = keuntungan (satuan mata uang) TR = total pendapatan (satuan mata uang) TC = total biaya (satuan mata uang) 2.3
Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran penulis terhadap penelitian ilmiah yang
sudah pernah dibuat, baik dalam bentuk tesis ataupun jurnal dari berbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia, memang terdapat beberapa penelitian yang memiliki tingkat kemiripan dengan penelitian ini, namun belum ada yang menggunakan variabel dan judul yang persis sama. Beberapa penelitian terdahulu penulis gunakan sebagai bahan perbandingan, demi mencegah adanya plagiarisme dalam penelitian ini. Rochmiyanto (2006). tentang ”Analisis Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen” dengan menggunakan model analisis fungsi Cobb-Douglas, diperoleh hasil sebagai berikut : Faktor-faktor produksi luas lahan dan pupuk berpengaruh secara positif dan nyata terhadap pendapatan petani. Faktor produksi bibit berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap produksi padi, sedangkan faktor produksi tenaga kerja tidak signifikan terhadap produksi padi. Desky Syahroel (2007) dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Produksi
Padi
di
Kabupaten
Aceh
Tenggara”
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi yaitu Luas Lahan (X1), Jumlah Pekerja (X3), berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi padi, sedangkan Pestisida (X5) juga berpengaruh signifikan tetapi pestisida pengaruhnya negatif. Waktu Kerja (X2), Pupuk (X4) dan Benih
51 (X6) walaupun mempunyai tanda positif tetapi tidak signifikan dalam memproduksi padi sawah di Kabupaten Aceh Tenggara. Widowati (2007), melakukan penelitian tentang, ”Analisis Ekonomi Usahatani Padi Organik Di Kabupaten Sragen”. Berdasarkan hasil estimasi tersebut terdapat pengaruh yang signifikan dari luas lahan, modal usaha, sistem tanam terhadap pendapatan usahatani padi. Sedang variabel tenaga kerja, biaya bibit dan biaya pupuk tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usaha tani padi. Nasution, Rusdiah (2008) dengan judul “Pengaruh Modal Kerja, Luas Lahan dan Tenaga Kerja Terhadap Pendapatan Usahatani Nenas” mengemukakan bahwa Modal Kerja (X1), Luas Lahan (X2), dan Tenaga Kerja (X3). Secara serempak berpengaruh positif terhadap produksi nenas sedangkan secara parsial Modal Kerja (X1) dan Tenaga Kerja (X2) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi nenas sedangkan Luas Lahan (X2) berpengaruh nyata terhadap produksi nenas. Tumanggor (2009), melakukan penelitian tentang “Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cokelat di Kabupaten Dairi”. Hasil dari penelitian ini adalah variable luas lahan, waktu jam kerja, pestisida, umur tanaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi cokelat. Sedangkan variable pupuk berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap produksi cokelat. Larasati (2012) melakukan penelitian tentang “Efisiensi Alokatif FaktorFaktor Produksi dan Pendapatan Petani Padi di Desa Sambirejo Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun”. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa Faktor-
52 faktor produksi yang berpengaruh dalam kegiatan usahatani padi di Desa Sambirejo, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun adalah faktor produksi benih dan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jumlah penggunaan benih akan berpengaruh lebih besar terhadap produksi padi. Namun penambahan tenaga kerja akan menurunkan produksi padi. Hasil analisis efisiensi alokatif
penggunaan faktor-faktor
produksi
usaha tani padi
menunjukkan alokasi penggunaan benih sebesar 1,24 kg/ha dengan hasil lebih dari 1, sehingga belum efisien secara alokatif. Agar penggunaan benih usahatani padi efisien, maka perlu dilakukan penambahan alokasi benih sebesar
59,58
kg/ha.
Sedangkan
faktor
produksi
tenaga
kerja
tidak
dimasukkan ke dalam analisis efisiensi alokatif karena memiliki pengaruh yang negatif terhadap produksi padi. Zain, 2012, tentang pengaruh biaya benih, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja, serta biaya penyusutan alat dan penerimaan secara bersama – sama berpengaruh nyata terhadap pendapatan yang berdasarkan. Namun berdasarkan uji t secara parsial atau masing - masing variabel hanya variabel penerimaan dan biaya tenaga kerja yang berpengaruh secara signifikan terhadap pandapatan. Kuntariningsih dan Mariyono (2013), tentang “Dampak Pelatihan Petani terhadap Kinerja Usahatani Kedelai di Jawa Timur” dengan hasil bahwa pelatihan telah berdampak positif terhadap produksi dan keuntungan dari usahatani kedelai, demikian juga tingkat pendidikan dan pengalaman. Petani yang menjalankan usaha taninya di lahan sewa menunjukkan tingkat produksi dan keuntungan yang
53 lebih rendah. Pada akhirnya, kenaikan pendapatan petani setelah mengikuti pelatihan diharapkan meningkatkan kesejahteraan keluarga petani. Limi (2013), melakukan penelitian dengan hasil bahwa faktor produksi luas lahan, jumlah benih dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh secara langsung terhadap produksi kacang tanah dan produksi usahatani kacang tanah berpengaruh langsung terhadap pendapatan petani kacang tanah di Kecamatan Lembo sedangkan biaya produksi berpengaruh langsung terhadap pendapatan usaha tani kacang tanah dan bernilai negatif terhadap pendapatan. Yanutya (2013), dengan kesimpulan bahwa secara parsial terdapat 3 variabel independen yang digunakan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan petani tebu. Variabel tersebut yaitu luas lahan, biaya tenaga kerja, dan umur. Sementara itu, terdapat 3 variabel independen lainnya yaitu modal, pendidikan, dan harga yang berpengaruh positif signifikan pada α = 10% terhadap pendapatan petani tebu di Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Harahap, Gintang, dan Asyim, dengan hasil bahwa secara parsial pencurahan tenaga kerja dan frekuensi mengikuti penyuluhan/pelatihan memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani, sedangkan pendidikan dan lamanya berusahatani tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sawah. Dan secara serempak (bersama-sama) karakteristik petani (Umur, Luas Lahan, Jumlah Tanggungan, dan Modal) memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani padisawah (http://download.portalgaruda.org/article.php?article diunduh tanggal 27-3-2015).
54 Phahlevi, dengan temuan adalah: (1) Luas lahan, harga jual padi, dan jumlah biaya usaha tani berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi (sig = 0,000), artinya dengan meningkatnya luas lahan, harga jual padi, dan jumlah biaya usaha tani maka produksi akan meningkat. (2) Luas lahan, harga jual padi dan jumlah produksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani (sig = 0,000), artinya dengan meningkatnya luas lahan, harga jual padi, biaya usahatani dan jumlah produksi maka pendapatan petani juga akan meningkat. Namun variabel Biaya usaha tani tidak berpengaruh terhadap pendapatan petani (http://www.google. com/url?sa=t&rct=j&q=esrc=s&source= web&cd, diunduh tanggal 27 Maret 2015). Apabila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini memiliki beberapa kesamaan antara lain mengenai topik dan permasalahan yang akan dibahas, metodeloginya, serta beberapa alat analisis yang diangap relevan untuk digunakan, tetapi yang membedakan adalah mengenai jenis tanaman yang digunakan yakni asparagus, lokasi dan periode/waktu penelitian. Kesimpulan dari berbagai hasil penelitian tersebut dapat memberikan masukan dalam penelitian ini dan secara eksplisit penelitian ini belum pernah dilakukan, meskipun secara implisit studi kasus ini dapat ditemukan dalam beberapa hasil penelitian sebelumnya.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Kerangka Berpikir Penelitian Kerangka berpikir dalam paparan ini diuraikan cara mengalirkan jalan
pikiran peneliti menurut kerangka teori yang logis atau menurut logika “construct”. Ini berarti menempatkan masalah yang telah diidentifikasi itu pada kerangka teoritis dan konsep yang relevan, mampu menangkap, menerangkan dan menunjukkan perspektif terhadap masalah tersebut . Hal ini ditunjukkan agar dapat menjawab atau menerangkan masalah yang telah diidentifikasi itu, Tanjung, (2005) . Menurut Sutikno (2006), sektor pertanian atau sektor primer merupakan sektor pertama yang digarap oleh setiap negara dalam melakukan proses pembangunan ekonomi, sebelum memasuki sektor industri dan jasa. Ada dua alasan pokok sektor pertanian didahulukan. Pertama sektor pertanian merupakan sektor basis bagi dua sektor yang lain atau dengan kata lain sektor industri banyak menggunakan bahan baku dari sektor pertanian. Kedua sektor pertanian merupakan sektor yang menyediakan produk-produk kebutuhan pokok (bahan pangan) bagi kelangsungan hidup manusia. Meskipun sektor pertanian sangat penting bagi kehidupan manusia, namun masih banyak permasalahan yang dihadapi dalam sektor ini. Salah satu permasalahan klasik adalah masalah pangan. Masalah pangan ini sudah sejak lama diperingatkan oleh Malthus (1834), dalam teorinya yang menyatakan bahwa produksi pangan berkembang menurut deret hitung, sedangkan penduduk yang membutuhkan pangan berkembang berdasarkan 55
56
pada deret ukur (berlipat). Dengan kata lain, penawaran produksi pangan pertumbuhannya lebih rendah dibanding permintaan pangan. Rendahnya supply produk pangan dari waktu ke waktu salah satunya disebabkan oleh semakin berkurangnya faktor produksi (lahan) pertanian. Berkurangnya lahan pertanian tersebut telah beralih fungsi menjadi infrastruktur dan pemukiman penduduk. Besarnya tekanan pertumbuhan penduduk di banyak negara seperti India, Cina dan Indonesia menuntut sarana dan prasarana yang lebih banyak membutuhkan lahan, sementara di sisi lain meningkatnya jumlah penduduk juga menuntut tersedianya produksi pangan yang lebih banyak. Dalam kondisi yang demikian pemerintah di setiap negara (khususnya yang berpenduduk banyak) dituntut untuk merumuskan kebijakan yang bisa meningkatkan produktivitas pertanian terutama untuk mencukupi kebutuhan pangan (self-sufficiency). Dengan pendayagunaan sumber daya yang optimal, diharapkan mampu meningkatkan produktivitas pertanian sehingga sumber daya yang terbatas harus teralokasi seefisien mungkin dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan di lokasi budidaya Asparagus yaitu di Desa Pelaga, yang merupakan Wilayah Kecamatan Petang. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) yang didasarkan atas pertimbangan bahwa di Desa Pelaga Kecamatan Petang merupakan sentra pengembangan budidaya Asparagus di Kabupaten Badung. Dalam usaha peningkatan pendapatan petani asparagus dapat dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi seperti luas lahan, tenaga kerja dan pelatihan yang digunakan dalam usaha budidaya asparagus.
57
Melihat berapa luas lahan yang digunakan untuk menanam asparagus, jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam pengembangan usaha budidaya asparagus, jumlah pelatihan yang dilakukan dalam menjalankan usaha budidaya asparagus serta pendapatan yang diperoleh dari berusahatani asparagus. Hal tersebut dapat digambarkan sebagaimana kerangka berpikir dalam Gambar 3.1.
Sektor Pertanian
Usahatani Asparagus Luas Lahan Tenaga Kerja
Produksi (barang)
Pelatihan
Pasar Penjualan (harga)
Pendapatan (Rp)
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir 3.2
Kerangka Konsep Penelitian Luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan berpengaruh terhadap variabel
mediasi Y1 (produksi petani asparagus) dan berpengaruh juga terhadap variabel dependent Y2 (Pendapatan). Semua variabel dengan ukurannya masing – masing dan semua data dalam variabel adalah dalam satu kali panen. Sesuai pokok
58
permasalahan di depan, kerangka pemikiran yang dipergunakan sebagai suatu pedoman arah analisis selanjutnya adalah seperti Gambar 3.2. Luas Lahan (X1)
Produksi Y1
Tenaga Kerja (X2)
Pendapatan Y2
Pelatihan (X3) Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian
3.3
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian merupakan pernyataan ilmiah yang dilandasi oleh
kajian teoritik dan empiris yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang dihadapi untuk diuji kebenarannya berdasarkan data empiris yang akan dikumpulkan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan secara langsung berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 2) Luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan secara tidak langsung melalui produksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian menurut Umar (2005), adalah suatu rencana kerja
yang terstruktur dan komprensif mengenai hubungan-hubungan antar variabelvariabel yang disusun sedemikian rupa agar hasil risetnya dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan riset. Rancangan penelitian yang baik membantu dalam menjaga pelaksanaan penelitian dan hal ini tetap pada jalur sesuai dengan yang direncanakan. Rancangan penelitian menjelaskan rencana dan struktur riset yang mengarahkan proses dari hasil penelitian sedapat mungkin menjadi valid, objektif, efisien dan efektif. Dalam melakukan penelitian, pertama kali yang dilakukan adalah menentukan topik penelitian. Dalam penelitian ini topik yang dipilih adalah mengenai luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan sebagai variabel bebas (independent variable) jumlah produksi sabagai variabel antara (intervening variable) dan pendapatan petani asparagus sebagai variabel terikat (dependent variable). Tahapan kedua adalah dengan menjabarkan topik tersebut dan menguraikan latar belakang masalah dan perumusan masalah. Tahap ketiga adalah melakukan kajian pustaka untuk mengetahui teori – teori yang berhubungan dengan topik penelitian, selanjutnya dilakukan pengumpulan data pendahuluan yang berhubungan dengan hal-hal yang akan diteliti. Setelah teori – teori dan data tersedia baru kemudian menentukan
metode
penelitian 59
apa
yang
sebaiknya
60
digunakan. Kemudian dilakukan proses analisis data dan terakhir adalah menguraikan hasil penelitian dan menarik kesimpulan. Rancangan penelitian dimaksud adalah seperti pada Gambar 4.1. Latar Belakang Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kajian Pustaka Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Jenis data : Kuantitatif & Kualitatif
Data Penelitian
Sumber data : Data Primer & Skunder
Rancangan Penelitian
Teknik sampling data: random sampling Variabel Penelitian
Kesimpulan dan Saran
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Variabel Independen: Luas lahan, tenaga kerja dan pelatihan Variabel Dependen Produksi & Pendapatan
PLS
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Pengaruh Luas lahan, Tenaga kerja, dan Pelatihan terhadap Pendapatan Petani Asparagus. 4.2
Lokasi, Ruang Lingkup, dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lokasi budidaya Asparagus yaitu di Desa
Pelaga, yang merupakan Wilayah Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
61
Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) yang didasarkan atas pertimbangan bahwa: a. Kecamatan Petang sampai saat ini merupakan satusatunya sentra pengembangan budidaya Asparagus di Provinsi Bali, b. Asparagus memiliki nilai komersil tinggi (Ridhawati, 2008), hal ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani. Waktu penelitian dilakukan selama enam bulan mulai dari persiapan penelitian, pembuatan usulan/proposal penelitian sampai survei lapangan, kemudian dilanjutkan tabulasi data, analisis data, sampai penulisan laporan akhir berupa tesis. Ruang Lingkup Penelitian adalah luas lahan, tenaga kerja, pelatihan, jumlah produksi petani asparagus dan pendapatan bersih petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 4.3
Identifikasi Variabel Penelitian Pada dasarnya ada 3 jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu variabel terikat, variabel bebas, dan variabel antara. 1) Variabel terikat merupakan variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variasi variabel bebas. Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikatnya adalah pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 2) Variabel bebas merupakan variabel yang akan mempengaruhi nilai variabel terikat dari variasi atau perubahan yang dialami oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
62
3) Variabel antara yaitu variabel yang memediasi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya, dan dalam penelitian ini variabel produksi adalah sebagai variabel yang memediasi pengaruh luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan terhadap pendapatan petani.
4.4
Definisi Operasional Variabel Penelitian Pengertian dan batasan – batasan yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut. 1)
Luas lahan (X1) adalah luas tanah yang dijadikan tempat budidaya asparagus yang berada di Desa Pelaga Kecamatan Petang, untuk satu periode penelitian, diukur dengan satuan are.
2)
Jumlah tenaga kerja (X2) adalah tenaga kerja yang dilibatkan oleh petani asparagus untuk satu satuan luas dan satu periode penelitian, diukur dengan orang.
3)
Pelatihan (X3) adalah upaya-upaya peningkatan kemampuan teknis/ keterampilan kepada para petani asparagus dalam rangka mengelola usahataninya melalui pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh instansi terkait. Variabel ini diukur melalui indikator intensitas keikutsertaannya dalam program pelatihan usahatani asparagus (berapa kali).
4)
Jumlah produksi (Y1) adalah banyaknya produksi asparagus yang dapat dihasilkan oleh setiap petani asparagus dari satu satuan luas dan satu periode penelitian, diukur dengan satuan kilogram (kg).
63
5)
Pendapatan (Y2) adalah seluruh pendapatan yang diterima responden dari satu satuan luas dan satu periode penelitian, diukur dalam rupiah (Rp).
4.5
Jenis dan Sumber Data
4.5.1 Jenis Data Data menurut jenisnya terdiri dari. 1) Data kuantitatif yaitu data yang mempunyai satuan hitung. Data kuantitatif yang digunakan adalah data luas lahan (are), tenaga kerja (orang), pelatihan (berapa kali), produksi (kg) dan pendapatan petani (Rp) asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 2) Data kualitatif yaitu datum - datum yang berupa keterangan-keterangan yang tidak mempunyai satuan hitung, yang digunakan untuk memberikan penjelasan yang mendukung penelitian. Data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mengenai pelatihan dan pembinaan yang telah didapatkan oleh petani asparagus. 4.5.2 Sumbe Data Data menurut sumbernya terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian. Data yang digunakan adalah data primer yang berupa luas lahan, tenaga kerja, pelatihan, jumlah produksi, dan pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Data sekunder didapat dari pihak kedua seperti Dinas Koperasi, UKM, Perindag Kabupaten Badung.
64
4.6
Populasi dan Metode Pengambilan Sampel Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang akan diduga
(Singarimbun dan Effendi, 1989). Jadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang yang berjumlah 158 orang. Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih secara cermat untuk mewakili populasi. Sampel ini harus cukup representatif untuk dapat mewakili populasi, karena analisis penelitian didasarkan pada data sampel, sedangkan kesimpulannya nanti akan diterapkan pada populasi. Penentuan sampel menggunakan metode random sampling dengan ukuran sampel memakai rumus Slovin sebagai berikut (Umar, 1999) : n
N 1 Ne 2
Dimana : n = Jumlah sampel N = Ukuran populasi e = Persen Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel. Dengan N =158 dan e = 10% dapat dihitung sebagai berikut. n
158 61 orang 1 158(0,1) 2
Hasil perhitungan dengan rumus Slovin dengan e = 10% di dapat sampel sebanyak 61 orang. Sebaran distribusi populasi dan sampel penelitian selengkapnya disajikan Tabel 4.1.
65
Tabel 4.1 Distribusi Populasi dan Sampel Penelitian Jumlah Anggota (orang) 1 Br. Bukian 74 2 Br. Belok 11 3 Br. Kiadan 15 4 Br. Nungnung 14 5 Br. Auman 10 6 Br. Pelaga 3 7 Br. Penikit 31 Jumlah 158 Sumber : Hasil Penelitian, 2014 (data diolah) No
4.7
Kelompok Petani asparagus
Sample (orang) 29 4 6 5 4 1 12 61
Metode Pengumpulan Data Dalam Pengumpulan data yang diperlukan, digunakan beberapa teknik
pengumpulan data yaitu. 1) Observasi Observasi ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung kegiatan yang dilakukan oleh petani asparagus dalam mengolah dan membudidayakan asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 2) Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dengan cara melihat catatan – catatan yang ada tentang budidaya asparagus dan cara pengolahan hasil panen asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 3) Wawancara Mendalam Wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab terhadap 61 orang petani asparagus (responden) serta pada instansi terkait dengan menggunakan kuisioner terstruktur.
66
4.8
Teknik Analisis Data
4.8.1 Analisis Jalur (path analysis) Analisis jalur atau analisis lintasan merupakan perluasan dari analisis regresi linier berganda untuk menaksir hubungan kausalitas antara variabel (model kausal). Dalam analisis jalur terdapat suatu variabel yang berperan ganda yaitu sebagai variabel independen pada suatu hubungan namun menjadi variabel dependen pada suatu hubungan yang lain. Variabel seperti ini sering juga disebut variabel antara (Suyana Utama, 2007). Kerllinger (2002) menyebutkan bahwa dengan menggunakan analisis jalur akan dapat dihitung pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel. Analisis jalur pertama kali diperkenalkan oleh Sewell Wrigth, seorang ahli genetika populasi diantara tahun 1918-1921. Analisis jalur dapat digunakan untuk menganalisis hubungan sebab akibat antara satu variabel dengan variabel lainnya. Prosedur ini dapat mengestimasi koefisien-koefisien sejumlah persamaan struktural linier yang mewakili hubungan sebab akibat yang dihipotesiskan. Berbeda dengan persamaan regresi dimana pengaruh variabel X terhadap variabel Y hanya berbentuk pengaruh langsung, dalam persamaan struktural linier pengaruh variabel X terhadap Y dapat berupa pengaruh langsung dan tidak langsung. Pengaruh tidak langsung dari variabel X terhadap suatu variabel Y adalah melalui variabel lain yang disebut variabel intervening atau variabel antara. Dalam penelitian ini variabel produksi (Y1) adalah sebagai variabel antara yang memediasi pengaruh luas lahan (X1), tenaga kerja (X2), dan pelatihan (X3), terhadap pendapatan (Y2).
67
Ada beberapa alasan penggunaan analisis jalur yaitu. a. Hipotesis yang diuji dikembangkan dengan model (kerangka konseptual) yang semua hubungan bersifat asimetris dan merupakan sistem, serta model dapat dikategorikan bersifat rekursif. b. Analisis jalur memberikan metode langsung berkaitan dengan hubungan ganda secara simultan (model structural) sehingga memberikan efisiensi analisis statistika. c. Kemampuannya
untuk
menguji
hubungan
secara
komprehensif
dan
memberikan suatu bentuk transisi analisis explanatory menuju analisis confirmatory . Bentuk transisi ini berkaitan dengan usaha yang lebih besar dalam semua lapangan study untuk mengembangkan suatu pandangan masalah secara lebih sistematis. Upaya seperti itu memerlukan kemampuan untuk menguji suatu hubungan berantai yang membentuk model yang besar, seperangkat prinsip dasar, atau suatu teori secara keseluruhan. Hal ini sangat cocok diselesaikan dengan analisis jalur (path analysis). Langkah-langkah Analisis Jalur dapat dilihat pada uraian berikut (Suyana Utama, 2007), yaitu sebagai berikut. a. Pertama Langkah pertama di dalam analisis jalur adalah merancang model berdasarkan konsep dan teori, yaitu: 1) Pengaruh luas lahan, tenaga kerja dan pelatihan terhadap pendapatan petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
68
2) Pengaruh tidak langsung antara luas lahan, tenaga kerja dan pelatihan melalui produksi terhadap pendapatan rumah tangga petani asparagus di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Model tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: Y1 = β1 X1 + β2 X2+ β3 X3+ε1 …………………………………..………
(4.1)
Y2 = β4 X1 + β5 X2 + β6 X3 + β7Y1 + ε2…………………………….……
(4.2)
Model tersebut dikembangkan untuk menjawab permasalahan penelitian serta berbasis teori dan konsep, yang dapat diilustrasikan seperti Gambar 4.2 Luas Lahan (X1) b1 Tenaga Kerja (X2)
b2
b3 Pelatihan (X3)
e2
e1 b4
Produksi Y1
b7
Pendapatan Y2
b5 b6
Gambar 4.2 Diagram Jalur Variabel Penelitian b. Kedua Langkah kedua dari analisis jalur adalah pemeriksaan terhadap asumsi yang melandasi. Menurut Sarwono (2007) prinsip-prinsip dasar yang sebaiknya dipenuhi dalam analisis jalur diantaranya adalah : 1) Dalam model analisis jalur, hubungan antar variabel adalah linier dan aditif.
69
2) Hanya model rekursif dapat dipertimbangkan, yaitu hanya sistem aliran kausal ke satu arah, sedangkan pada model yang mengandung kausal resiprokal tidak dapat dilakukan analisis jalur. 3) Variabel endogen minimal dalam skala ukur interval. 4) Pengamatan diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan reliabel). 5) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan. 6) Uji linieritas menggunakan curve fit dan menerapkan prinsip parsiomony, yaitu bilamana seluruh model non signifikan berarti dapat dikatakan model berbentuk linier. c.
Ketiga Langkah ketiga di dalam analisis jalur adalah pendugaan parameter atau
koefisien path. Perhitungan koefisien pada gambar diagram jalur pada uraian sebelumnya dijelaskan. 1) Untuk anak panah satu arah → digunakan perhitungan regresi variabel yang distandarkan, secara parsial pada tiap-tiap persamaan. Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS), yaitu metode kuadrat terkecil biasa. Hal ini dapat dilakukan mengingat modelnya rekursif (satu arah). Dari perhitungan ini diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung. Langkah terakhir di dalam analisis jalur adalah melakukan interpretasi hasil analisis yaitu menentukan jalur pengaruh yang signifikan dan mengidentifikasi jalur yang pengaruhnya lebih kuat yaitu dengan membandingkan besarnya
70
koefisien jalur yang terstandar. Program yang digunakan untuk analisis jalur ini adalah PLS (Partial Least Square).
4.8.2 Uji Hipotesis Uji hipotesis merupakan pembuktian statistik atas semua yang telah dihipotesiskan dalam penelitian berdasarkan teori. Pengujian Hipotesis dilakukan secara bertahap, dimana tahap pertama adalah menguji pengaruh langsung luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan terhadap pendapatan. Tahap kedua adalah menguji pengaruh tidak langsung luas lahan, tenaga kerja, dan pelatihan melalui produksi terhadap pendapatan petani asparagus.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Secara topografi bentangan Kecamatan Petang secara umum letaknya cukup
jauh dari pantai dimana berada pada ketinggian > 700 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Petang yang merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Badung memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin musim dan terdapat musim kemarau dan hujan. Faktor ketinggian tempat menentukan besarnya curah hujan sehingga curah hunan tertinggi berada di pegunungan. Desa-desa yang ada sebagian besar dekat dengan perbukitan akan menunjukkan kontribusi curah hujan yang tinggi. Sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan, dengan tebing-tebing curam dan menjadi hulu dari beberapa sungai yang mengalir di Kabupaten Badung. Penggunaan lahannya hampir 85,4 persen (9.827 ha) dari luas keseluruhan 11.500 ha berupa lahan pertanian dan 15 persen (1.093 ha) diantaranya adalah lahan persawahan dengan teras-teras disepanjang lereng bukit, sisanya berupa hutan seluas 1.525 ha, dan permukiman 148 ha. Berdasarkan mata pencaharian penduduk di Kecamatan Petang dirinci menurut lapangan usaha yang bertumpu pada sektor pertanian tanaman pangan sebanyak 14.125 jiwa, di bidang perternakan sebanyak 2.372 jiwa, di bidang perkebunan sebanyak 359 jiwa, di bidang perdagangan sebanyak 806 jiwa, di bidang industri sebanyak 170 jiwa, di bidang angkutan dan komunikasi sebanyak 182 jiwa, di bidang bank/lembaga keuangan sebanyak 158 jiwa, di bidang 71
72
pemerintahan dan jasa sebanyak 366 jiwa. Untuk lebih jelasnya rincian matapencaharian penduduk di Kecamatan Petang seperti pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Petang Tahun 2014 No.
Mata Pencaharian
1 2 3 4 5 6 7 8
di Sektor Pertanian Tanaman Pangan di bidang perternakan di bidang perkebunan di bidang perdagangan di bidang industri di bidang angkutan dan komunikasi di bidang bank/lembaga keuangan di bidang pemerintahan Jumlah Sumber: Kantor Camat Petang, 2015
Jumlah (Jiwa) 14.125 2.372 359 806 170 182 158 366 18.538
Di Kecamatan Petang sektor pertanian menghasilkan beberapa jenis komoditas meliputi : padi sawah, jagung, kacang tanah, ubi-ubian dan sayursayuran.
Gambar 5.1 Peta Lokasi Penelitian
73
5.2 Karakterisistik Responden a. Karakterisistik Responden Menurut Umur Umur seseorang dapat mencerminkan kemampuan dan kondisi seseorang secara fisik. Menurut BPS tahun 2012, tingkat umur non produktif berada pada umur di bawah 15 atau dan di atas 64 tahun. Karakteristik petani sampel dari segi umur diklasifikasikan berdasarkan rumus sturges yaitu : K = 1+ 3,3 log n K = 1+ 3,3 log 61 K = 1+3,3 (1,7853) K =1+5.89 K=6,89 = 7 K = range mulai dari usia terkecil yaitu 15 tahun maka terbentuk klas responden menurut usia seperti Tabel 5.2. Tabel 5.2 Karakteristik Petani Responden Menurut Usia No
UmurPetani JumlahPetani (tahun) (orang) 1 15-22 2 2 23-29 6 3 30-36 8 4 37-43 11 5 44-50 17 6 51-57 14 7 58-64 3 Jumlah 61.00 Sumber : Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
(%) 3,28 9,84 13,11 18,03 27,87 22,95 4,92 100.0
Tabel 5.2 menunjukkan responden didominasi oleh usia produktif (30-57 tahun).
74
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Menurut Hasibuan (2000), pendidikan adalah suatu indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Karakteristik petani responden dari segi tingkat pendidikan dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1 2 3 4 5
Tingkat pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Sarjana
Total Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
Jumlah Petani (orang) (%) 7 11,5 6 9,8 11 18,0 32 52,5 5 8,2 61 100,0
c. Karakteristik Petani Responden Menurut Luas Lahan Garapan Luas lahan garapan petani akan mempengaruhi hasil yang didapatkan oleh petani, tentunya dengan luas lahan yang luas diharapkan mendapat hasil yang lebih banyak. Rata-rata luas lahan petani responden pada penelitian ini yaitu seluas 0,133 ha atau13,3 are. Karakteristik luas lahan garapan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Karakteristik Petani Responden Menurut Luas Lahan Garapan No
Luas Lahan Garapan (hektar) 0.00 sd 0.10 0.11 sd 0.20 0.21 sd 0.30
1 2 3 Total Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
Jumlah Petani (orang) (%) 31 50,8 25 41,0 5 8,2 61 100,0
75
d. Karakteristik Responden menurut Jumlah Tenaga kerja yang Digunakan Petani yang menjadi sampel dalam berusahatani asparagus sebagian besar (33 orang) menggunakan tenaga kerja 1 sampai dengan 2 orang, disusul oleh yang menggunakan tenaga kerja 3-4 orang (sebanyak 23 orang) dan terakhir sebanyak 5 petani responden menggunakan 5-6 orang tenaga. Karakteristik petani responden menurut jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Karakteristik Petani Responden menurut Jumlah Tenaga kerja No
Tenaga Kerja (orang) 1–2 3–4 5–6
1 2 3 Jumlah Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
Jumlah Petani (orang) 33 23 5 61
(%) 54.10 37.70 8.20 100
e. Karakteristik Responden Menurut Produksi Masing-masing sebanyak 17 orang petani yang menjadi responden memperoleh produksi pada kisaran 500-700 kg dan >700-900 kg, disusul oleh 15 orang petani responden dengan perolehan produksi >1000 kg, 12 orang dengan produksi <500 kg dan tidak ada dari mereka yang memperoleh produksi antara >900-1000 kg. Karakteristik responden menurut produksi seperti pada Tabel 5.6.
76
Tabel 5. 6 Karakteristik Responden Menurut Produksi No
Produksi (kg) < 500 500 – 700 700 – 900 > 900
1 2 3 4 Jumlah Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
JumlahPetani (orang) 12 17 17 15 61
(%) 19.67 27.87 27.87 24.59 100.00
f. Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Usahatani Petani yang menjadi responden dalam berusahatani asparagus sebagian besar memperoleh pendapatan berkisar antara 10-15 juta rupiah, disusul oleh 17 orang dengan pendapatan 20 - 25 juta rupiah, 9 orang dengan pendapatan 25-30 juta rupiah, sebanyak 7 orang lebih kecil 10 juta rupiah dan terkhir 5 orang dengan pendapatan lebih besar 30 juta rupiah. Karakteristik Responden Menurut Pendapatan seperti pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Usahatani No
Pendapatan (Rp. juta) <10 10-15 15-20 20-25 25-30 >30
1 2 3 4 5 6 Jumlah Sumber: Hasil Penelitian, 2014 (data diolah)
JumlahPetani (orang) 7 20 3 17 9 5 61
(%) 11.48 32.79 4.92 27.87 14.75 8.20 100
77
5.3
Analisis Data
5.3.1 Analisis Jalur (Path Analisis) Penelitian ini menggunakan teknik analisis jalur yang dianalisis dengan program Partial Least Square (PLS). Berdasarkan analisis data yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut. 5.3.2 Pemodelan Persamaan Struktural Penelitian ini menggunakan model persamaan struktural dengan pendekatan Partial Least Square(PLS). Sebelum menganalisis, terlebih dahulu dilakukan uji atau evaluasi model empiris penelitian. Hasil pengujian atau evaluasi model empiris penelitian ini seperti pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Model dan Output Analisis
78
5.3.3 Goodness of Fit Model Uji Goodness of Fit model struktural pada inner model menggunakan nilai predictive-relevance (Q2). Nilai R2 tiap-tiap variabel dependen dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Nilai R2 Variabel Endogen Variabel dependen
R-square
Produksi (Y1)
0,935
Pendapatan (Y2)
0,999
Sumber: Lampiran 3 Nilai predictive-relevance diperoleh dengan rumus: Q2 = 1 – ( 1 – R12) ( 1 – R22 ) Q2 = 1 – (1 – 0,935) (1 – 0,999) Q2 = 1 – 0,000065 Q2 = 0,999935 Hasil perhitungan diatas memperlihatkan nilai predictive-relevance sebesar 0,999935 (> 0). Hal itu berarti bahwa 99,9935 persen variasi pada variabel Intention Pendapatan (dependent variabel) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Jadi model dikatakan layak dan memiliki nilai prediktif yang relevan.
79
5.3.4 Uji Hipotesis 1) Uji Hipotesis 1, Pengaruh Langsung Luas lahan, Tenaga kerja, dan Pelatihan, Produksi Terhadap Pendapatan Petani Asparagus Hasil pengujian hipotesis dengan model persamaan struktural Partial Least Square menunjukkan bahwa pada hipotesis pertama hanya pelatihan (X3) yang secara langsung berpengaruh signifikan terhadap pendapatan dengan sig 0,000 < dari α (5%) yang digunakan. Sedangkan luas lahan (X1) dan tenaga kerja (X2) berpengaruh tidak signifikan terhadap pendapatan, dengan sig (0,488) untuk luas lahan dan 0,082 untuk tenaga kerja. Demikian juga bila dilihat dengan menggunakan uji t (t-test) pada tiap-tiap jalur pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Apabila nilai t statistic dari inner model yang telah dibentuk > 1,96 berarti variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hasil uji hipotesis seperti pada Tabel 5.9. Tabel. 5.9 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Langsung Luas lahan, Tenaga kerja, dan Pelatihan, Produksi Terhadap Pendapatan Petani Asparagus No
Variable Eksogenous
Variabel Endogeneus
Koefisien Jalur (Standardize)
TStatistic
P Value
1
Luas Lahan (X1)
Pendapatan (Y2)
-0,017
0,694
0,488
2
Tenaga Kerja (X2)
Pendapatan (Y2)
-0,027
1,741
0,082
3
Pelatihan (X3)
Pendapatan (Y2)
-0,054
3,755
0,000
4
Luas Lahan (X1)
Produksi (Y1)
0,389
1,521
0,129
5
Tenaga Kerja (X2)
Produksi (Y1)
0,424
2,081
0,038
6
Pelatihan (X3)
Produksi (Y1)
0,183
1,191
0,234
7
Produksi (Y1)
Pendapatan (Y2
1,090
44,917
0,000
Sumber: Lampiran 3
80
Bila Dirinci Setiap Variabel adalah Sebagai berikut. (1) Pengaruh Variabel Luas lahan (X1) Terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2) Tabel 5.9. menunjukkan bahwa luas lahan (X1) dengan koefisien jalur sebesar -0,017, nilai tstatistik 0,694 < 1,96 dengan nilai p sebesar 0,488>α = 0,05. Hal ini berarti bahwa luas lahan (X1) tidak berpengaruh terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2). (2) Pengaruh Variabel Tenaga kerja (X2) Terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2) Tabel 5.9. menunjukkan bahwa tenaga kerja (X2) dengan koefisien jalur 0,027 nilai tstatistik 1,741<1,96 dengan nilai p sebesar 0,082>α = 0,05. Hal ini berarti bahwa tenaga kerja (X2) tidak berpengaruh terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2).
(3) Pengaruh Variabel Pelatihan (X3) Terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2) Tabel 5.9 menunjukkan bahwa pelatihan (X3) dengan koefisien jalur -0,054 nilai tstatistik 3,753>1,96 dengan nilai p sebesar 0,000<α = 0,050. Hal ini berarti bahwa pelatihan (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2) 2) Uji Hipotesis 2 Pengaruh tidak langsung Luas lahan, Tenaga kerja dan Pelatihan terhadap Pendapatan Petani Asparagus melalui Produksi. Hasil analisis pengaruh tidak langsung Variabel Independen terhadap Variabel Dependen melalui variabel pemediasi, seperti pada Tabel 5.10.
81
Tabel 5.10 Hasil Analisis Pengaruh Tidak Langsung Luas lahan, Tenaga kerja dan Pelatihan terhadap Pendapatan Petani Asparagus melalui Produksi No
Variable Eksogenous
Variabel Endogeneus
Koefisie n Jalur T(Standar Statistic dize)
p value
1
Luas Lahan (X1)
Pendapatan (Y2)
-0,390
1,567
0,118
2
Tenaga Kerja (X2)
Pendapatan (Y2)
-0,408
2,024
0,045
3
Pelatihan (X3)
Pendapatan (Y2)
-0,091
0,553
0,581
Sumber: Lampiran 3 (1) Pengaruh Variabel Luas lahan (X1) Terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2) melalui Produksi (Y1) Berdasarkan Tabel 5.9 dan Tabel 5.10 menunjukkan bahwa pengaruh luas lahan (X1) terhadap produksi (Y1) adalah tidak signifikan sementara pengaruh produksi (Y1) terhadap pendapatan (Y2) adalah signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa luas lahan (X1) tidak berpengaruh terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2) melalui Produksi (Y1). Atau dengan kata lain bahwa produksi tidak berperan sebagai mediasi dalam hubungan antara luas lahan dengan pendapatan. (2) Pengaruh Variabel Tenaga kerja (X2) Terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2) melalui Produksi (Y1) Pengaruh tenaga kerja (X2) terhadap produksi (Y1) adalah signifikan, dapat dilihat pada Tabel 5.9 dan 5.10, dan pengaruh produksi (Y1) terhadap pendapatan (Y2) adalah signifikan. Ini berarti bahwa tenaga kerja (X2) berpengaruh terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2) melalui Produksi
82
(Y1). Sehingga dapat dikatakan bahwa produksi memediasi pengaruh tenaga kerja terhadap pendapatan. (3) Pengaruh Variabel Pelatihan (X3) Terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2) melalui Produksi (Y1) Pengaruh pelatihan (X3) terhadap produksi pada Tabel 5.9 tidak signifikan terhadap produksi, sedangkan produksi (Y1) berpengaruh signifikan terhadap pendapatan (Y2). Hal ini berarti bahwa pelatihan (X3) tidak berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Petani Asparagus (Y2) melalui Produksi (Y1). Ini berarti bahwa produksi tidak memediasi pengaruh pelatihan (X3) terhadap pendapatan.
5.4
Pembahasan
5.4.1 Hipotesis 1 Pengaruh Secara Langung Luas lahan, Tenaga kerja, dan Pelatihan terhadap Pendapatan Berdsarkan hasil analisis, bahwa luas lahan dan tenaga kerja secara langung tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan, hanya pelatihan yang berpengaruh signifikan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabandari, Sudarma dan Wijayanti, 2013, yaitu berdasarkan hasil penelitiannya luas lahan berpengaruh terhadap pendapatan pada pertanian padi. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan Aswar Limi (2013), bahwa berdasarkan hasil analisis jalur pada faktor-faktor produksi yang digunakan pada usahatani kacang tanah diketahui bahwa faktor produksi luas lahan, jumlah benih dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh secara langsung terhadap pendapatan kacang tanah. Hal ini dapat dikatakan bahwa faktor luas lahan adalah
83
menentukan terhadap pendapatan petani baik petani padi maupun kacang tanah. Sementara dalam penelitian ini produk asparagus adalah produk yang bisa dikatakan tidak memerlukan lahan begitu banyak karena pada satu gugus tanaman bisa dipanen beberapa kali dari rebungnya dalam jangka waktu kurang lebih 10 tahun, sehingga lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani Asparagus. Hal ini terbukti dari data perkembangan luas lahan dan produksi sebagai ukuran pendapatan yang tidak proporsional, artinya tidak selalu peningkatan lahan menyebabkan peningkatan terhadap produksi asparagus (Tabel 1.1). Sementara tenaga kerja secara langung juga tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan, dapat dikatakan bahwa hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Desky, S. (2007), yang melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di Kabupaten Aceh Tenggara. Menyimpulkan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi padi di Kabupaten Aceh Tenggara. Sedangkan variabel pestisida, pupuk, waktu kerja dan benih berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap produksi padi di Kabupaten Aceh Tenggara. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Kasturi, 2012, dengan hasil penelitian bahwa variabel tenaga kerja tidak signifikan mempengaruhi produksi padi di Kabupaten Wajo. Pada asparagus tenaga kerja yang tidak signifikan berpengaruh terhadap pendapatan adalah indikasi bahwa asparagus adalah tanaman yang tidak memerlukan banyak tenaga kerja untuk mampu meningkatkan pendapatan namun lebih memerlukan ketelitian
84
dan skill tertentu, karena asparagus bukan merupakan jenis tanaman yang umum di Bali, sehingga asparagus sampai bisa menjadi produk OVOP satu-satunya di Petang maupun di Bali. Pengaruh variabel pelatihan (X3) terhadap pendapatan petani asparagus (Y2) secara langsung adalah signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harahap , Ginting, dan Hasyim, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi secara parsial pencurahan tenaga kerja dan frekuensi mengikuti penyuluhan/pelatihan memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani, sedangkan pendidikan dan lamanya berusahatani tidak terdapat pengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sawah. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thamrin, Khair dan Ryantika, 2011, dengan hasil penelitian bahwa secara parsial faktor pendidikan dan luas lahan berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sawah. 5.4.2 Hipotesis 2 Pengaruh tidak langsung Luas lahan, Tenaga kerja, dan Biaya Terhadap Pendapatan Petani Asparagus melalui Produksi Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas lahan (X1) dan pelatihan (X3) secara tidak langsung tidak berpengaruh terhadap pendapatan lewat produksi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.10 bahwa baik luas lahan maupun pelatihan tidak signifikan berpengaruh terhadap produksi maupun terhadap pendapatan. Hanya tenaga kerja yang berpengaruh signifikan terhadap produksi. Hasil penelitian ini untuk varabel luas lahan tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Mafor (2015), Hasil penelitian menunjukkan
85
bahwa faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara nyata terhadap produksi padi di Desa Tompasobaru Dua Kecamatan Tompasobaru adalah luas lahan, penggunaan pupuk ponska, dan tenaga kerja. Demikian juga halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rochmiyanto (2006), dengan judul ”Analisis Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen” yang menggunakan model analisis fungsi Cobb-Douglas, diperoleh hasil sebagai berikut : Faktor-faktor produksi luas lahan dan pupuk berpengaruh secara positif dan nyata terhadap pendapatan petani. Faktor produksi bibit berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap produksi padi, sedangkan faktor produksi tenaga kerja tidak signifikan terhadap produksi padi. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Yanutya (2013), yang menunjukan hasil bahwa secara parsial yaitu terdapat 3 variabel independen yang digunakan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan petani tebu di Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Variabel tersebut yaitu luas lahan, biaya tenaga kerja, dan umur. Sementara itu, terdapat 3 variabel independen lainnya yaitu modal, pendidikan, dan harga yang berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan petani tebu di Kecamatan Jepon. Hasil penelitian ini, yang berkenaan dengan varabel tenaga kerja tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rochmiyanto (2006). tentang ”Analisis Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen” bahwa faktor produksi tenaga kerja tidak signifikan terhadap produksi padi. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Limi (2013), yang menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis jalur pada faktor-faktor produksi yang digunakan pada
86
usaha tani kacang tanah diketahui bahwa produksi usahatani kacang tanah berpengaruh terhadap pendapatan petani kacang tanah di Kecamatan Lembo. Pelatihan secara tidak langsung melalui produksi tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Sehingga dalam penelitian ini dapat dikatakan hanya tenaga kerja yang dimediasi signifikan oleh produksi dalam melihat pengaruhnya terhadap pendapatan. Yang dapat dikatakan bahwa produksi berpengaruh dalam melihat hubungan antara tenaga kerja dan pendapatan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harahap , Ginting, dan Hasyim, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi secara parsial pencurahan tenaga kerja dan frekuensi mengikuti penyuluhan/pelatihan memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani, sedangkan pendidikan dan lamanya berusahatani tidak terdapat pengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sawah. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thamrin, Khair dan Ryantika, 2011, dengan hasil penelitian bahwa secara parsial faktor pendidikan dan luas lahan berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sawah. Hal lainnya berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmawan dkk, (2013), menyebutkan bahwa ternyata yang lebih mempengaruhi produksi asparagus sebagai ukuran pendapatan adalah faktor lingkungan maupun cuaca disamping faktor kualitas lahan. Menurut pemaparan petani responden, tanaman asparagus di Desa Pelaga ini tidak boleh terkena hujan deras secara langsung, hal tersebut akan mengakibatkan tanaman rusak, baik akibat terkena penyakit maupun
87
tanaman induk yang roboh. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan pembuatan pelindung/tedung/rumah kaca pada saat musim hujan.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1
Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disampaikan simpulan
sebagai berikut. 1) Secara langsung Luas lahan dan tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap pendapatan petani asparagus. Sementara pelatihan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani asparagus 2) Secara tidak langsung yakni melalui produksi, luas lahan dan pelatihan tidak berpengaruh terhadap pendapatan petani asparagus. Karena luas lahan dan pelatihan secara langsung tidak berpengaruh terhadap produksi, walaupun produksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan, sehingga dapat dikatakan produksi tidak memediasi pengaruh luas lahan maupun pelatihan terhadap pendapatan petani asparagus. 3) Tenaga kerja adalah di mediasi oleh produksi dalam pengaruhnya terhadap pendapatan Hal ini terbukti dari pengaruh tenaga kerja yang signifikan terhadap produksi dan juga produksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani asparagus.
6.2
Saran Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.
1) Asparagus merupakan usahatani yang sangat menjanjikan dan mampu memberi keuntungan, namun juga memiliki resiko usahatani yang cukup tinggi, untuk
88
89
itu para patani agar lebih meningkatkan usahataninya melalui sistem pendampingan berkelanjutan. 2) Partisipasi pemerintah dan koperasi Mertanadi lebih diintensifkan dalam menunjang sarana produksi, pemasaran, maupun penyuluhan berusahatani asparagus yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Alma,
Buchari 2000. Manajemen Bandung:Alfabeta.
Pemasaran.
CetEdiakan
Ketujuh.
Anugrah, Setiaji Iwan dan Deddy Ma’mun, 2003, “Reorientasi Pembangunan Pertanian Dalam Perspektif Pembangunan Wilayah dan Otonomi Daerah, Suatu Tinjauan Kritis Untuk mencari Bentuk Perencanaan ke Depan” Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol. 2, 29 – 99. Ardi, M, Abdul Hamid Aras, Syahriadi, dan Yusuf Marsuku, 1992, Dampak Pembangunan Jaringan Irigasi Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Di Propinsi Sulawesi Selatan, Hasil Penelitian Perguruan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992, Bogor. Arsyad L, 1997, “Pengelolaan Faktor-Faktor Produksi Padi Untik Meningkatkan Produksi dan Pendapatan Petani”, BPFE-UGM, Yogyakarta Arsyad H., dan Tj Vivian K., 1992. Pedoman praktis bercocok tanam aneka sayuran (asparagus, kubis, terung). Mahkota. Hal 1-3. Badan Pusat Statistik. 2013. Badung Dalam Angka. Pemerintah Kabupaten Badung. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali 2004, Bali Dalam Angka 2003, Bali. Boediono, 1997, Ekonomi Makro , Edisi Keempat, Penerbit BPFE Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Darmawan, I Made Dody . Widyantara, I Wayan. Agung Dewa Gede, Kinerja Usahatani Asparagus di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2301-6523 Vol. 2, No. 4, Oktober 2013 Daryanto, Arief dan Hafizrianda, Yundi. 2010.Model-Model Kuantitatif: Untuk Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. PT. Penerbit IPB Press. Bogor. Dedu, Eduardus, U,T. 2003, “Pengaruh Paket Bantuan Sarana Produksi Pertanian Terhadap Produksi Padi di Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang”Tesis, Program Pascasarjana UGM (tidak dipublikasikan). .
90
91
Desky, Syahroel. 2007, Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di Kabupaten Aceh Tenggara, Tesis Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara, Medan. Dinas
Koperasi, UKM, Perindag Kabupaten OVOPKabupaten Badung, Mangupura
Badung,
2013,
Laporan
Dumairy, 1996, Perekonomian Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta Edi Suharto, Ph.D., 2005Perlindungan Keluarga dan Jaringan Kerja: Perspektif Pekerjaan Sosial, 2005 FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation, FOA Soil Bull. Soil Resources Management and Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil Bulletin No. 52. FAO-UNO, Rome. Gaspersz, Vincent,2005. Total Quality Management. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gumbira, E. dan A. Harizt Intan, 2001. Manajemen Agribisnis . Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia Ghozali, Imang. 2006. Aplikasi Analisis Multi Variante dengan program SPSS. Universitas Diponogoro. Semarang. Gudjarati, Damodar. 1997. Ekonomitrika Dasar. Jakarta. Erlangga. Herdhiansyah, Dhian. Sutiarso, Lilik. Purwadi, Didik, Taryono. 2012, Analisis Potensi Wilayah untuk Pengembangan PerkebunanKomoditas Unggulan di Kabupaten Kolaka- Sulawesi Tenggara, Jurnal Teknologi Industri Pertanian 22 (2):106-114 (2012) Hikmayani, Yayan.2007.Analisis Pemasaran asparagus di Wilayah Potensial di Indonesia. Jurnal Bijak dan Riset Sosek KP.Volume.2 Nomor 2. Hiramatsu, Marihito, 2008, For The Regional Leader of 21st Century Jepang, Toyo Keizai Shimpho. Ismawanto. 2009. Ekonomi 1 : Untuk SMA dan MA Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 210. Kasturi, Besse Ani, 2012, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi di Kabupaten Wajo, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, Makasar.
92
Kerlinger, F. N. (2002). Asas-asas penelitian behavioral. Terjemahan Simatupang, L.R. New York : Holt Rinehart & Winston. Kuntariningsih Apri dan Mariyono, Joko, 2013, Dampak Pelatihan petani terhadap Kinerja Usahatani Kedelai di Jawa Timur, Sosiohumaniora, Volume 15 no. 2 Juli 2013: 139 –150 Larasati, 2012. Efisiensi alokatif faktor-faktor produksi dan pendapatan petani padi di Desa Sambirejo Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun. Universitas Brawijaya. Malang. Linda, (2012). Analisis Dampak Kredit Mikro Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Di Kota Semarang. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012 Limi, Muhammad Anwar,2013, Analisis Jalur Pengaruh Faktor Produks iterhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Kacang tanah di Kecamatan Lembo Kabupaten Konawe Utara, AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, pp. 124-132. Mafor, Klivensi Ilona, 2015, Analisis Faktor Produksi Padi Sawah di Desa Tompasobaru Dua Kecamatan Tompasobaru, (http://ejournal.unsrat. ac.id/index.php/cocos/article/viewFile/6777/6301 diunduh tgl 27-3-2015). Malik
Tangko, Abdul.2008.Potensi dan Prospek Serta Permasalahan Pengembangan Budidaya asparagus di Provinsi Sulawesi Selatan.Media Akuakultur Volume 3 Nomor 2.
Miller, R.I., dan R.E. Meiners. 1997. Teori Ekonomi Mikro Intermediate . Edisi Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Mubyarto, 1994, “Pengantar Ekonomi Pertanian”, Penerbit LP3, Jakarta Mulyadi, Subri. 2002. Ekonomi Sumber Daya Manusia.Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada. Nasution, Rusdiah, 2008. Pengaruh Modal Kerja, Luas Lahan dan Tenaga Kerja terhadap Pendapatan Usaha Tani Nenas. [Skiripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Phahlevi, Rico , Faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan petani padi sawah di Kota Padang Panjang, http://www.google.com/url?sa=t&rct= j&q=&esrc=s&source=web&cd=28&ved=0CE0QFjAHOBQ&url=http% 3A%2F%2Fejournal.unp.ac.id%2Fstudents%2Findex.php%2Fepb%2Fart icle%2Fdownload%2F125%2F112&ei=Ops (diunduh tanggal 27 Maret 2015)
93
Pemerintahan Kabupaten Badung Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan,OVOP Project In Badung Bali 2013. Su Tien-Chi. Badung. Pemerintah Provinsi Bali, 2005, Propeda Provinsi Bali, Denpasar Pitana, I G. 2005. Subak dalam Pertalian antara Pertanian dan Pariwisata. dalam I Gde Pitana dan I Gede Setiawan A.P. (ed). Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era Globalisasi . Andi Offset. Yogyakarta. Prabandari, Ade Candra, Sudarma, Made. Wijayanti, Putu Udayani, 2013,Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah pada Daerah Tengah dan Hilir Aliran Sungai Ayung,E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2301-6523 Vol. 2, No. 3, Juli 2013. pp.89-98 Prayitno, H dan Lincolin Arsyad, 1987, Petani Desa dan Kemiskinan, Penerbit BPFE Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Tesis, dan Disertasi. 2010. Denpasar. Poerwadarminta, W.J.S., 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta Retraubun dan Bengen, 2002. Program Perbaikan Ekosistem Pulau-pulau Kecil melalui Perlibatan Masyarakat di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Konperensi Nasional III Pengelolaan Sumberdaya Pegunungan dan Lautan Indonesia di Sanur-Bali 21-24 Mei 2002. PPLH-Unud. DenpasarSarwono, Jonathan. 2012. Path Analisis. Jakarta: Elexmedia Computindo. Ridhawati, Herliana, 2008, Kelayakan Finansial Investasi Usahatani Asparagus (Asparagus officionalis) Ramah Lingkungan PT Agro Lestari, Bogor. Skripsi Fak Pertanian Institut Pertatanian Bogor Rochmiyanto, Hartawan Tri (2006), Analisis Usahatani padi Organik di Kabupaten Sragen”Skripsi, FE. UNS, Surakarta. Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS . Yogyakarta: Penerbit ANDI. Schumpeter J.A. 1934. The Theory of Economic Development.Harvard Univ. Press. New York. Sicat, Gerardo P. H.W. Arndt. 1987. Ilmu Ekonomi (Untuk Konteks Indonesia). LP3ES. Jakarta
94
Simamora, Henry.2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kedua. Yogyakarta. Bagian penerbit STIE YKPN. Simanjuntak, Payaman. 1985. Pengantar Manusia.Jakarta.FE Universitas Indonesia.
Ekonomi
Sumber
Daya
Simanjuntak, Payaman. 1990. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFE-UI. Singarimbun, M. Dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta. LP3ES. Sofyan Syafri Harahap, 2001. ”Analitis Kritiss Atas Laporan Keuangan”. Cetakan Ketiga.PT Rajagrafindo Persada. Jakarta. Soedarmayanti, 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivasi Kerja. CV.Mandar Maju, Bandung. Sudarman, Ari 1980, Teori Ekonomi Mikro Jilid I, BPFE, Yogyakarta. _______, 1984, Teori Ekonomi Mikro Jilid II, BPFE, Yogyakarta. _______, 1986, Teori Ekonomi Mikro Jilid I, Edisi ke tiga, BPFE, Yogyakarta. Soekartawi, 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada : Jakarta
_______, 2003, Teori Ekonomi Produksi, Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb Douglas, Raja Grafindo Persada, Jakarta. _______, 2002, Analisis Usaha tani, Penerbit UI-Press Sukirno, Sadono. 1997. Ekonomi Pembangunan Kebijaksanaan. Jakarta. LPFE VI.
dan
Masalah
Dasar
Sukirno, Sadono. 2002. Teori Mikro Ekonomi. Cetakan Keempat Belas. Rajawali Press: Jakarta Sukirno, Sadono.2004. Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada. Soeratno dan Arsyad, L..,2003, Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis,Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Suyana Utama, Made. 2007. “Buku ajar Aplikasi Analisis Kuantitatif. Denpasar: Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
95
Swasono, Sri-Edi. (2004). Kebersamaan dan Asasa Kekeluargaan . Jakarta: UNJ Press. Tanjung, H Bahdin Nur, Ardial, 2005, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Sekripsi, dan Tesis), Penerbit Prenoda Media, Jakarta. Thamrin, Muhammad. Khair, Hadriman dan Ryantika, Ade, 2011, Evaluasi Program Penyuluhan Pertanian dan Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah, Agrium, April 2011 Volume 16 No 3, pp.179-190. Tjiptoherijanto, 1989, Untaian Pengembangan SDM Dalam Era Globalisasi, Jakarta, PT. Gresindo. Tjiptoherijanto, Prijono; M. Yasin; Bakir Hasan; dan Djunaedi Hadisumarto, (ed). 1982. Sumberdaya Manusia, Kesempatan Kerja, dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Todaro, P.Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga Tohir, K.A, 1993, Seuntai Pengetahuan tentang Ussaha Tani Indonesia, Bina Aksara, Jakarta. Tumanggor, Doody S., (2009) , Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Coklat di Kabupaten Dairi , Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara, Medan. Umar, H. 1999. Metodologi Penelitian. Cetakan Kedua Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama. Umar, Husein, 1997, Metodologi Penelitian, Aplikasi dalam pemasaran, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama. Umar Tirtarahardja dan La Sulo.(1994).Pengantar Pendidikan.Jakarta :Depdikbud Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jakarta. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969tentang Ketentuan Pokok Ketenaga kerjaan. Universitas Brawijaya Malang, 2006, Makalah Pembangunan Pertanian, (Omline), (http://www.adobe.com/products/acrobat/messaging/search, html), diakses 4 Pebruari 2007.
96
Widayat, Wahyu, 2001, Matematika Ekonomi, BPFE, Yogyakarta. Widowati, Endang, 2007. ”Analisis Ekonomi Usahatani Padi Organik Di Kabupaten Sragen”, Tesis, MESP UNS, Surakarta Winardi, 1996, Azas - Azas Marketing, Alumni, Bandung Yanutya, Pukuh Ariga Tri. 2013 “Analisis Pendapatan Petani Tebu di KecamatanJepon Kabupaten Blora”. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi.Universitas Negeri Semarang. Zain, Achmad, 2012, Pengaruh Biaya Produksi dan Penerimaan terhadap Pendapatan Petani padi sawah di Loa Gagak Kabupaten Kutai Kartanegara,https://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/2012/03/jur nal-vol-7-no-1-zaini.pdf(diunduh tanggal 27 – 3 – 2015) Zastrow, Charles H. (2000), Introduction to Social Work and Social Welfare, Pacific Grove: Brooks/Cole https://www.google.co.id/webhp?ie=utf-8&oe=utf-8&gws_rd=cr&ei= jZWjVefA MMia NtOAnPAP#q=Gambar+skala+produksi&start=0 ( diunduh pada tanggal 14 Juli 2015)
97
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA.
Hari/Tanggal : Surveyor
:
Lokasi
:
A. Identitas Responden
:
1) Nama Petani
:
2) Alamat
:
3) Usia
:
4) Jenis kelamin
:
5) Pendidikan
:
6) Jumlah anggota keluarga
:
7) Berapa kali mengikuti pelatihan : B. Daftar Pertanyaan : a.Berapakah luas lahan garapan Bp. (are)? b.Berapakah tenaga kerja yang dipergunakan (orang)? c. Berapakah biaya yang dikeluarkan dalam satu perioda produksi asparagus (Rp)? d. Berapakahjumlahprodukusahataniasparagus yangdiperolehper luasgarapan(kg)? e. Berapakahhargahasilproduksi asparagus (Rp/kg)? f. Berapakahpendapatanusahataniasparagus per luasgarapan (Rp.)?
98
Lampiran 2 Data Hasil Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Luas Lahan /X1 (are) 25 15 14 16 30 30 15 10 10 10 20 10 15 10 8 9 12 14 16 10 20 25 10 15 15 20 5 5 10 10 21 6 5 5 8 8 5 12
Tenaga Kerja/ X2 (or) 5 3 3 4 6 6 3 2 2 2 4 2 3 2 2 4 3 4 4 2 4 5 2 5 3 6 1 1 2 2 4 1 1 1 2 2 1 2
Pelatihan/ X3 (kali) 4 2 2 3 5 5 2 2 2 2 3 2 2 2 1 3 2 3 3 2 3 4 2 2 2 3 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 2
Produksi Asparagus/ y1 (kg) 1.435 861 803 1.148 1.722 1.722 861 574 574 574 1.148 574 861 574 459 1.148 861 1.033 1.148 574 1.148 1.435 574 861 861 1.148 287 287 574 574 1.148 344 287 287 459 459 287 689
Pendapatan RT Petani/ y2 (Rp) 37.461.034 22.476.621 20.978.179 29.968.827 44.953.241 44.953.241 22.476.621 14.984.414 14.984.414 14.984.414 29.968.827 14.984.414 22.476.621 14.984.414 11.987.531 29.968.827 22.476.621 26.971.945 29.968.827 14.984.414 29.968.827 37.461.034 14.984.414 22.476.621 22.476.621 29.968.827 7.492.207 7.492.207 12.984.414 14.984.414 29.968.827 8.990.648 7.492.207 7.492.207 11.987.531 11.987.531 7.492.207 17.981.296
99
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61
25 10 10 10 7 20 20 15 10 5 13 15 15 7 10 12 8 10 15 10 8 15 10
5 2 2 2 1 4 4 3 2 1 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2
4 2 2 2 1 3 3 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 1 3 2 1 2 2
1.435 574 574 574 402 1.148 1.148 861 574 287 746 861 861 402 574 787 787 787 861 574 787 861 574
37.461.034 14.984.414 14.984.414 14.984.414 10.489.090 29.968.827 29.968.827 22.476.621 14.984.414 7.492.207 19.479.738 22.476.621 22.476.621 10.342.890 15.200.036 20.925.736 21.865.263 21.658.213 22.240.539 14.984.414 21.865.263 22.938.759 14.984.414
100
Lampiran 3 Hasil Analisis Jalur
101
102
103