PENERAPAN MODEL PENGEMBANGAN INSTRUKSIONAL DAN GAYA BELAJAR MAHASISWA, TERHADAP HASIL BELAJAR MATAKULIAH ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN – IAIN SULTAN AMAI GORONTALO 2013-2014 Naufal Ilma IAIN Sultan Amai Gorontalo
ABSTRAK Upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, diperlukan adanya perancangan dan pengembangan materi pembelajaran, yang merupakan fungsi yang sangat penting dalam teknologi pembelajaran. Seels Richey (dalam Amir, 2000) mengatakan bahwa kawasan teknologi pembelajaran meliputi desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan evaluasi. Pengembangan desain materi pembelajaran Ilmu Sosial Budaya Dasar ini adalah upaya untuk memenuhi salah satu fungsi ranah teknologi pembelajaran, yaitu ranah pengelolaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan "Apakah ada perbedaan hasil elajar, yang diajarkan dengan menggunakan Model Pengembangan Instruksional (MPI) dan yang non MPI?". Apakah Model Pengembangan Instruksional dengan Gaya Belajar yang dimiliki mahasiswa, membedakan hasil belajar mereka? Dan apakah ada interaksi antara gaya mengajar dan MPI terhadap hasil belajar matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD), mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan – IAIN Sultan Amai Gorontalo. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode angket gaya belajar, dan test hasil belajar. Analisa data yang digunakan adalah analisis varian (ANAVA) dua jalur, yaitu untuk menguji hipotesa 1, hipotesa 2 dan hipotesa 3. Dari hasil penelitian diketahui adanya perbedaan hasil belajar dengan menggunakan MPI dan non MPI, dan perbedaan gaya belajar menyebabkan perbedaan hasil belajar, serta terdapat pula interaksi antara gaya belajar dengan MPI. Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai alternatif model pengembangan pembelajaran, dengan lebih memperhatikan perbedaan individu (gaya belajar) untuk mengakomodasi kebutuhan belajar mereka, sehingga tercapai hasil belajar yang baik. Keyword : Model Pengembangam Instruksional (MPI), Gaya Belajar, dan Hasil Belajar
PENDAHULUAN Hasil belajar seseorang, tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor, di antaranya adalah faktor eksternal, yang menyangkut pengembangan program pembelajaran dan strategi penyampaian atau proses pembelajaran. Dalam aktivitas pengajaran terkandung aktivitas (1) Merancang pembelajaran, (2) Menyajikan pembelajaran, (3) Mengevaluasi pembelajaran. Ketiganya akan terkait dalam satu proses dan saling mempengaruhi terhadap hasil belajar. Upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, diperlukan adanya perancangan dan pengembangan materi pembelajaran, yang merupakan fungsi yang sangat penting dalam teknologi pembelajaran. Seels Richey (dalam Amir, 2000) mengatakan bahwa kawasan teknologi pembelajaran meliputi desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolan dan evaluasi. Pengembangan desain materi pembelajaran Ilmu Sosial Budaya Dasar ini adalah upaya untuk memenuhi salah satu fungsi ranah teknologi pembelajaran, yaitu ranah
pengelolaan. Dick dan Carey (1990) mengungkapkan bahwa desain materi pembelajaran sebaiknya menarik, isinya sesuai dengan tujuan khusus pembelajaran, urutannya tepat, ada petunjuk penggunaan bahan ajar, ada soal latihan, jawaban latihan, test, petunjuk bagi siswa menuju kegiatan berikutnya. Penggunaan model pengembangan Instruksional (MPI) didasarkan atas pemikiran bahwa model ini menggunakan pendekatan sistem, dengan langkah langkah yang lengkap, sehingga dapat digunakan untuk merancang pembelajaran baik untuk pembelajaran klasikal maupun individual. Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dari dalam siswa / mahasiswa itu sendiri. Salah satu dari faktor internal itu adalah karakteristik siswa yang berhubungan dengan cara mereka menerima dan mengolah informasi, dan merespons informasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran. Setiap orang mempunyai potensi yang sama untuk unggul dalam pembelajaran, yang diperlukan adalah menemukan gaya belajar yang sesuai dan
113
tepat bagi sesorang untuk memaksimalkan efisiensi pembelajarannya. Deporter dan Hernacki (2000), Syahid (2002), mengungkapkan bahwa, gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, lembaga sekolah dan dalam situasi antar pribadi. Gaya belajar akan dapat memberi kemudahan kepada seseorang untuk menyerap dan mengelola informasi. Keinginan untuk membantu mahasiwa dalam memahami materi matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar, dan untuk memudahkan penyampaian bahan ajar kepada mahasiswa secara lengkap dan sistematis, serta ingin mengetahui pengaruh desain materi pembelajaran berdasarkan Model Pengembangan Instruksional dan gaya belajar terhadap hasil belajar mahasiswa, mendorong peneliti ingin meneliti masalah tersebut. Ada beberapa alasan utama peneliti memilih masalah ini : 1) Peneliti terlibat langsung membina matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar, di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan - IAIN Sultan Amai Gorontalo. Sehingga memungkinkan untuk terlibat langsung dalam interaksi dengan mahasiswa . 2) Sejauh ini, masalah desain materi pembelajaran, khususnya di IAIN Sultan Amai Gorontalo belum banyak diteliti, sementara peneliti meyakini bahwa perbaikannya kualitas Pembelajaran dapat diawali dari pengembangan desain pembelajaran. 3) Literatur yang berkaitan dengan penelitian ini, cukup mendukung peneliti dalam mengkaji landasan-landasan teori. 4) Hasil penelitian akan memberikan manfaat nyata bagi peneliti sendiri atau pihak lain yang seprofesi dalam usaha meningkatkan Kualitas pembelajaran dalam arti yang luas. KERANGKA TEORITIS Ilmu sosial budaya dasar adalah bertujuan untuk mengembangkan kepribadian manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk budaya yang berwawasan luas dan kritis serta dapat menyelesaikan sebuah masalah dengan baik, memahami konsep – konsep dasar tentang manusia sebagai makhluk sosial . Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) artinya, manusia sebagai individu tidak akan mampu hidup sendiri dan berkrmbang sempurna tanpa hidup bersama dengan individu manusia lainnya. Manusia harus hidup bermasyarakat saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain dalam kelompoknya dan juga dengan individu di luar kelompoknya guna memperjuangkan dan memenuhi kepentingannya. Manusia sebagai makhluk berbudaya (homo humanus) artinya, manusia itu makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna, karena sejak lahir sudah di bekali dengan unsur akal (ratio), rasa (sense) yang membedakannya dengan makhluk lainnya. Sebagai makhluk berbudaya, manusia hanya mampu mengembangkan diri dan
114
budayanya apabila berhubungan dengan manusia lain. Berdasarkan hakikat keilmuan, maka tinjauan ilmu sosial budaya dasar sebagai bagian dari berkehidupan bermasyarakat adalah : a. Mengembangkan kesadaran mahasiswa menguasai pengetahuan tentang keanekaragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia sebagai individu dan makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat. b. Menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif dalam memahami keragaman, kesederajatan, dan kemartabatan manusia dengan landasan nilai estetika, etika, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat. c. Memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal bagi hidup bermasyarakat, selaku individu dan makhluk sosial yang beradab dalam memperaktekkan pengetahuan akademik, dan keahliannya serta mampu memberikan problem solving sosial budaya secara bijaksana. Ilmu sosial budaya dasar selalu membantu perkembangan wawasan pemikiran yang lebih luas dan ciri-ciri kepribadian yang diharapkan dari setiap anggota golongan pelajar Indonesia khususnya berkenan dengan sikap dan tingkah laku serta pola pikir manusia dalam menghadapi manusia lain termasuk pula sikap dan tingkah laku serta pola pikir manusia terhadap manusia yang bersangkutan. Berpangkal dari tujuan pembelajaran matakuliah ilmu sosial budaya dasar sebagaimana diungkapkan di atas, maka ada 2 (dua) permasalahan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup pembahasan, yaitu : a. Adanya berbagai aspek pada kenyataankenyataan yang bersama-sama merupakan suatu masalah sosial, bias ditanggapi dengan pendekatan yang berbeda–beda oleh bidang– bidang pengetahuan keahlian yang berbeda– beda sebagai pendekatan tersendiri maupun gabungan. b. Adanya keanekaragaman golongan dan satuan sosial dalam masyarakat yang masing– masing mempunyai kepentingan kebutuhan serta pola– pola pemkiran dan pola pola tingkah laku sendiri, tetapi ada juga persamaan kepentingan kebutuhan serta persamaan dalam pola pemikiran dan pola tingkah laku yang menyebabkan adanya pertentangan–pertentangan maupun hubungan–hubungan kesetiakawanan dan kerjasama dalam masyarakat. Berdasrkan ruang lingkup kajian sebagaimana tersebut di atas kiranya masih memerlukan penjabaran lebih lanjut untuk bias di oprasionalkan ke dalam pokok pembahasan dan sub pokok bahasan : a. Mempelajari dan menyadari adanya berbagai masalah kependudukan dalam hubungannya dengan perkembangan masyarakat dan kebudayaan.
b. c.
d. e. f.
g.
h.
Mempelajari dan menyadari adanya masalah– masalah individu, keluarga, dan masyarakat. Mengkaji masalah–masalah kependudukan dan sosialisasi serta menyadari identitasnya sebagai pemuda dan mahasiswa penerus bangsa dan bernegara. Mempelajari hubungan antara warga Negara dan Negara. Mempelajari hubugan antara pelapisan sosial dan persamaan derajat. Mempelajari masalah–masalah yang dihadapi oleh masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan. Mempelajari dan menyadari adanya pertentangan–pertentangan sosial bersamaan dengan adanya integrasi masyarakat. Mempelajari usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi oleh manusia untuk memenfaatkan kemakmuran dan pengurangan kemiskinan.
PENTINGNYA PENDEKATAN INTERDISIPLINER DALAM PEMBELAJARAN ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR Sejak semula munculnya Basic Social Studies (Ilmu Sosial Dasar) dan Basic Humanities (Ilmu Budaya Dasar) sekitar tahun 1970-an dilatarbelakangi oleh pemikiran untuk mendekatkan berbagai disiplin ilmu, sehingga mendorong Mahasiswa untuk melihat permasalahan dalam masyarakat secara interdi-sipliner (Numan Somantri, hlm. 268). Pentingnya pendekatan inter-disipliner ini diharapkan agar Mahasiswa dapat melihat masalah sosial dan budaya secara lebih luas dan komprehensif, sehingga mereka di kemudian hari dapat berperan serta memecahkan masalah masalah sosial. Pendekatan ini cocok dengan tuntutan Pasal 5 Ayat (1) Keputusan Dirjen Dikti yang telah dikemukakan di atas. Apa yang diharapkan dalam Pasal 5 tersebut akan sulit tercapai jika menggunakan pendekatan monodisiplin, artinya menggunakan disiplin tertentu dalam ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu budaya (seperti sejarah, geografi, hukum, politik, sosiologi, antropologi, seni, sastra, psikologi sosial) secara terpisah. Tetapi perlu menggunakan pendekatan multidisiplin secara integratif untuk memecahkan masalah sosial dan budaya, karena hakikat masalahnya kompleks sehingga memerlukan kajian dari berbagai disiplin ilmu, baik secara interdisipliner yang menggunakan berbagai disiplin ilmu secara terpadu dalam mengkaji suatu masalah maupun crossdisipliner (penggunaan dua disiplin dari sudut pandang yang berbeda) atau transdisipliner (penggunaan berbagai disiplin ilmu dari sudut pandang yang berbeda) untuk mengkaji suatu masalah. Penggunaan pendekatan multidisiplin dalam proses pembelajaran ISBD bisa menggunakan pendekatan struktural, yaitu beberapa disiplin ilmu sosial atau disiplin ilmu budaya diguna-kan sebagai alat untuk mengkaji masalah, tetapi sistematika salah satu struktur disiplin tertentu masih terlihat dominan
sebagai pisau analisisnya, karena masalah yang dikaji sangat erat dan banyak kaitannya dengan disiplin tertentu (misalnya masalah korupsi erat kaitannya dengan ilmu hukum, kemiskinan dengan ilmu ekonomi, banjir dengan ilmu geografi, dan sebagainya) sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai penunjang analisisnya. Dengan demikian, seluruh bahan itu harus disusun terlebih dulu secara sistematis menurut salah satu disiplin utama yang menjadi pokok kajian. Atau menggunakan pendekatan fungsional, yaitu pembelajaran yang bertitik tolak dari masalah yang terdapat dalarn masyarakat atau lingkungan Mahasiswa atau masalah sosial-budaya di mana Mahasiswa terlibat secara langsung. Oleh karena itu, pendekatan fungsional tidak berangkat dari satu disiplin ilmu, bahkan karena luasnya pembahasan, identitas setiap disiplin ilmu hampir tidak kelihatan karena banyaknya konsep yang berhimpitan dan bersintesis. Misalnya saja ketika membahas pergaulan bebas di luar nikah, atau anarki pascareformasi dikaji faktor historis, faktor politis, faktor yuridis, faktor sosiologis, faktor kultural, serta faktor sosial-ekonomi. Karena itu, proses belajar mengajar diawali dengan menentukan dan merumuskan masalah, mengumpulkan data dan informasi, mengkaji latar belakang dan penyebabnya, mencari peraturan yang berhubungan, mengkaji kebijakan publik yang berlaku, meneliti bagaimana sikap masyarakat terhadap masalah tersebut, dan mencari berbagai alternatif solusi sampai akhirnya memberikan rekomendasi kepada pengambil kebijakan publik untuk memecahkan masalah tersebut. Bisa juga digunakan pendekatan interfield, yaitu bertitik tolak dari ruang lingkup yang luas, misalnya saja masalah humanitis dengan tema reformasi, pembangunan, pemilu, pilkada demokrasi, multikultur, dan lain-lain yang dikaji dan berbagai bidang ilmu yang cukup luas seperti bahasa, IPA, pendidikan, agama, teknologi, dan sebagainya. Dalam pendekatan interfield ini dapat juga digunakan the area approach yang berusaha menyusun bahan kuliah berdasarkan kebudayaan suatu daerah, misal saja kebudayaan Gorontalo, kebudayaan Bugis Makassar, kebudayaan Sunda, dan lain lain, atas dasar daerah tersebut maka aspek politik, sejarah, antropologi, ekonomi, pendidikan, teknologi, agama, dan sumber daya alam ikut melengkapinya. D. BEBERAPA ALTERNATIF DALAM MODEL PEMBELAJARAN ISBD Bila pendekatan multidisiplin atau interdisipliner digunakan dalam ISBD, maka metode ceramah sudah tidak bisa lagi mendominasi aktivitas perkuliahan, karena itu multi metode harus digunakan secara bervariasi sesuai dengan kebutuhan interaksi kelas. Ceramah, tanya jawab, dan diskusi tentu saja masih dipandang penting terutama untuk memberikan penjelasan dasar-dasar ilmiah serta materi esensial yang menjadi basic concept masalah yang akan dibahas, akan tetapi
115
model pembelajaran problem solving, inquiry, klasifikasi nilai, science technology and society, social action model, serta portofolio based learning sangat diperlukan untuk mengembangkan empat pilar pendidikan yang dikemukakan UNESCO. Beberapa model pembelajaran yang disebutkan terakhir, sangat membutuhkan keterampilan Mahasiswa untuk menguasai teknik pemecahan masalah. Masalah sendiri dapat diartikan setiap kesulitan yang merintangi atau belum ada jawabannya secara pasti dan membutuhkan pemecahannya apabila manusia ingin maju dan berkembang terus. Tentu pengertian itu berbeda dengan persoalan yang bisa diartikan sebagai suatu masalah yang sudah ada jawabannya. Dalam ISBD sebaiknya yang dipecahkan itu bukan persoalan, akan tetapi masalah. John Dewey dalam bukunya, How We Think (1910), mengemukakan langkah pemecahan masalah sebagai berikut: (a) A feeling of perplexy; (b) The definition of the problem; (c) Sugesting and testing hypotheses; (d) Development of the best solution by reasoning; and (e) Testing of the conclution followed by reconsideration of necessary. Kalau disederhanakan sama dengan langkahlangkah kegiatan ilmiah, yaitu mulai: (a) Merasakan adanya masalah; (b) Merumuskan masalah; (c) Menetapkan hipotesis atau membuat pertanyaan pertanyaan penelitian untuk memecahkan masalah; (d) Menetapkan sumber data yang akan dijadikan objek penelitian; (e) Membuat instrumen untuk melakukan penelitian; (f) Melakukan pengumpulan data; (g) Melakukan kiasifikasi dan analisis data; (h) Menguji hipotesis atau Pembahasan hasil penelitian; (i) Rekomendasi. Model pemecahan masalah dari John Dewey ini mendasari model-model pembelajaran lain yang melibatkan Mahasiswa untuk melakukan penyelidikan, seperti: • Model Klarifikasi Nilai dari Louis Rath (1977), • Model Kegiatan Sosial dari Fred Newmann (1977), • Sciences Technology and Society dari Peter Rubba (1982), • Perkembangan Moral Kognitif dari Lawrence Kohlberg (1984), • dan beberapa model pembelajaran yang sekarang ini banyak digunakan untuk mengaplikasikan kurikulum berbasis kompetensi seperti Model Pengembangan Instruksional. MODEL PENGEMBANGAN INSTRUKSIONAL Beberapa definisi mengenai desain pembelajaran antara lain Reigeluth (1983:7 dalam Boy Soedarmadji, 2002) menyatakan bahwa desain
116
pembelajaran lebih memperhatikan pada pemahaman, pengubahan, dan penerapan metodemetode pembelajaran. Hal ini mengarahkan kita, bahwa sebagai seorang profesional, maka kita mempunyai tugas untuk memilih dan menentukan metode apa yang dapat dipergunakan, dan mempermudah penyampaian bahan ajar, agar dapat diterima dengan mudah oleh siswa. Lebih lanjut, Shaner (dalam Suparman, 1997:29) menytakan bahwa desain Instruksional adalah perencanaan secara akal sehat untuk mengidentifikasi masalah tersebut, dengan menggunakan suatu rencana terhadap perencanaan, evaluasi, uji coba, umpan balik, dan hasilnya. Hal ini diperjelas dengan pendapat Suparman (1997:31), suatu proses yang sistematik dalam mengidentifikasikan masalah, mengem-bangkan bahan dan strategi Instruksional, serta mengevaluasi efektivitas dan efisiensinya dalam mencapai tujuan Instruksional. Rohani (2004:69) mendefinisikan pengertian desain pengajaran sebagai suatu pemikiran atau persiapan untuk melaksanakan tugas mengajar/ aktivitas pengajaran dengan menerapkan prinsip prinsip pengajaran melalui langkah langkah pengajaran, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian, dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Pengertian Desain Pembelajaran Model Pembelajaran Instruksional (MPI) adalah suatu bentuk model pembelajaran yang menunjukkan urutan kegiatan yang ditempuh orang dalam mendesain sistem Instruksional, yang terdiri dari 8 langkah, yaitu menentukan kebutuhan Instruksional umum, dan merumuskan tujuan umum, melakukan analisis instruksional, mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal mahasiswa, merumuskan TIK, menulis tes acuan patokan, menyusun strategi Instruksional, mengembangkan bahan instruksional, mendesain dan melaksanakan sistem Instruksional. GAYA BELAJAR Thomas L. Madden (2002) mengemukakan bahwa salah satu cara untuk membuka potensi luar biasa yang telah terkunci dalam otak adalah dengan menemukan cara memasukkan informasi ke dalam otak. Masuknya informasi ini dicapai melalui gaya belajar. Mengutip Deporter dan Hernacki (2000), Syahid (2002) mengungkapkan bahwa gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, disajikan dan dalam situasi antar pribadi. Gaya belajar akan dapat memberi kemudahan kepada seseorang untuk menyerap dan mengelola informasi. Seseorang akan lebih mudah belajar dan berkomunikasi dengan gayanya sendiri. Degeng (2000) dalam Syahid (2002) mengemukakan bahwa gaya belajar, rentangan perhatian, ingatan, tahap perkembangan, dan kecerdasan pelajar, sangat bervariasi Para ahli di bidang gaya belajar sepakat membagi secara umum ke dalam dua katagori utama
tentang bagaimana seseorang belajar. Pertama, bagaimana seseorang menyerap informasi dengan mudah, dan kedua adalah cara seseorang dalam mengatur dan mengolah informasi. Cara pertama disebut modalitas dan yang kedua disebut dominasi otak. Gaya belajar seseorang adalah bagaimana cara seseorang menyerap, kemudian mengatur dan mengolah informasi. Bagaimana cara menemukan modalitas yang disukai? Deporter dan Hernacki (2002) menjelaskan satu cara sederhana adalah dengan mendengarkan petunjuk-petunjuk dalam pembicaraan. Cara lain adalah memperhatikan perilaku ketika menghadiri seminar atau lokakarya. Apakah tampaknya seseorang menyerap lebih banyak informasi dari membaca makalah atau mendengarkan penyajinya? Berdasarkan uraian di atas dapatkah ditarik suatu pemahaman bahwa gaya belajar adalah suatu kecenderungan yang dimiliki oleh seseorang dalam hal bagaimana ia belajar dengan mudah, menyenangkan dan efisien dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi, serta berinteraksi dengan lingkungan. Macam macam Gaya Belajar Para ahli mempunyai pandangan berbeda dalam mengklasifikasikan gaya belajar. Keefe (1987) membagi gaya belajar menjadi cognitive styles, affective styles, dan psysiological styles. Sedangkan DePorter dan Hernacki (2002), dan Madden (2002) membagi gaya belajar ke dalam tiga macam gaya belajar, yaitu : 1. Gaya belajar visual, merupakan kecenderungan seseorang akan lebih mudah belajar atau menyerap informasi apabila materi pembelajarannya dikemas dalam uraian tertulis (naratif) maupun dalam bentuk matriks (gambar dan skema). 2. Gaya belajar auditorial, merupakan kecenderungan individu akan lebih mudah dalam belajar atau menyerap informasi apabila materi pembelajaran dikemas dalam bentuk uraian secara lesan. 3. Gaya belajar kinestetik, merupakan kecenderungan individu akan lebih mudah dalam belajar bila materi pembelajaran dikemas dengan mempraktekkan sesuatu secara langsung. HASIL BELAJAR Dalam membicarakan pengertian hasil atau prestasi belajar, tidak terlepas dari pengertian belajar, karena hasil belajar merupakan hasil perubahan yang dialami dalam peristiwa belajar. Menurut W.J.S. Purwadarminta dalam Kamus Bahasa Indonesia menyatakan, bahwa belajar adalah berusaha, berlatih dan sebagainya, untuk mendapatkan kepandaian. Hasil Belajar adalah kemampuan yang diperoleh seorang pembelajar dari proses belajar yang ditempuh di suatu sekolah atau lembaga pendidikan, yang diperoleh melalui evaluasi belajar.
HASIL BELAJAR MATAKULIAH ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR Berdasarkan hakikat keilmuan maka tinjauan ilmu sosial budaya dasar sebagai bagian dari berkehidupan bermasyarakat adalah : a. Mengembangkan kesadaran mahasiswa menguasai pengetahuan tentang keanekaragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia sebagai individu dan makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat. b. Menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif dalam memahami keragaman, kesederajatan, dan kemartabatan manusia dengan landasan nilai estetika, etika, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat. c. Memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal bagi hidup bermasyarakat, selaku individu dan makhluk sosial yang beradab dalam memperaktekkan pengetahuan akademik, dan keahliannya serta mampu memberikan problem solving sosial budaya secara bijaksana. Skor (nilai) hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar ini, ditentukan dengan Ujian Tengah Semester (M), Tugas (T) dan Ujian Akhir (A) ditetapkan dengan rumus: N= Dalam proses pembelajaran matakuliah ISBD, memperbandingkan variabel model pembelajaran dengan menggunakan metode kuantitatif, yaitu untuk membuktikan hipotesis. Proses penelitian ini, menggunakan 3 variabel, yaitu desain model pembelajaran MPI, dan gaya belajar sebagai variabel bebas dan hasil belajar sebagai varaiabel terikat. Rancangan ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara yg menggunakan MPI dan Non MPI dan juga untuk mengetahui perbedaan hasil belajar dari perbedaan gaya belajar, serta untuk mengetahui interaksi antara gaya belajar dengan MPI dan non MPI. Kegiatan pembelajaran terdiri dari test macam gaya belajar, pengelompokkan subyek, perlakuan dan pemberian test dan ujian praktek. Ada 3 kelompok belajar yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini, yaitu kelompok visual (V), kelompok auditorial (A) dan kelompok kinestetik (K). Sebagai populasi dalam kelas pembelajaran, mahasiswa semester VII, FTIK IAIN Sultan Amai Gorontalo, jurusan Manajemen Pendidikan Islam angkatan 2013, tahun akademik 2013/2014 kelas A,B,C dengan jumlah 110 mahasiswa ialah obyek yang secara langsung menerima model pembelajaran instruksional. Adapun Sampel dalam kelas secara acak yang diambil dari 3 kelas tersebut adalah sebanyak 30 mahasiswa, diambil secara
117
random sampling dengan cara undian, semuanya dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif penerapan metode pembelajaran instruksional dalam kelas perkuliahan. Data mengenai gaya belajar didapat dari test berupa angket untuk dijawab (test gaya belajar), dan hasil belajar didapat dari hasil test ujian tertulis maupun praktikum Ilmu Sosial Budaya Dasar. Uji prasyarat analisis, sebelum dilakukan analisa data, terlebih dulu dilakukan uji prasyarat analisis yang meliputi: a) uji normalitas data sampel, dan b) uji homogenitas sampel. Uji Hipotesis, dilakukan analisa data yang diperoleh dari hasil pembelajaran, dengan menggunakan metode statistik, yaitu metode pengolahan data kuantitatif untuk mengetahui perbedaan hasil tes. Analisis yang digunakan adalah metode statistik Analisis Varians (ANAVA) dua jalur, dengan rumus sebagai berikut: 1. Menghitung jumlah kuadrat total, antar A, antar B, interaksi A x B dan dalam kelompok.. 2. Menghitung derajat kebebasan total, antara A, B dan interaksi AB dan dalam kelompok. 3. Menghitung rata rata kuadrat antar A, B, dan AB, juga dalam kelompok. 4. Menghitung rasio F ( A, B dan AB). HASIL PEMBELAJARAN Uji Normalitas Uji normalitas sebaran skor, dilakukan terhadap hasil belajar matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar dengan menggunakan model pengembangan Instruksional, dan tanpa menggunakan model pengembangan Instruksional, dengan KolmogorovSmirnov. Hasil perhitungan uji normalitas sebaran skor variabel adalah normal, atau memenuhi persyaratan normalitas. Hasil belajar dengan MPI, N = 0,773. P = 0,589. signifikan 5% = 0,025 (normal). Hasil belajar dengan non MPI, N= 0,921, P = 0, 384. Signifikan 5% = 0,025 (normal). Uji Homogenitas Residu skor variabel terikat untuk tiap skor variabel bebas sudah homogen. Hasil belajar dengan MPI, Nilai= 0,653. P= 0,422, Signifikan 5% = 0,05 (homogen). Hasil belajar dengan gaya belajar. Nilai= 0,913. P= 0,406, Signifikan 5 % = 0,05 (homogen). Pengujian Hipotesa 1. Terdapat perbedaan hasil belajar menggunakan MPI dan yang Non MPI. Diperoleh F hitung= 7,629, probabikitas sebesar 0,001 lebih kecil dari a=0,05. 2. Terdapat perbedaan hasil belajar dari gaya belajar visual, Auditorial dan kinestetik dengan model pengembangan Instruksional matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Diperoleh F hitung= 17, 658, sedang probabilitas sebesar 0,007 lebih kecil dari 0,05. 3. Terdapat interaksi antara gaya belajar mahasiswa dengan model Pengembangam Instruksional (MPI), terhadap hasil belajar
118
matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Diperoleh F hitung= 3,311, dengan nilai probabilitas sebesar 0,043 lebih kecil dari a= 0,05.
PEMBAHASAN INSTRUKSIONAL
HASIL
PEMBELAJARAN
1. Perbedaan hasil belajar yang diajarkan dengan MPI dan Non MPI pada matakuliah ISBD, ialah: Hasil perhitungan yang diperoleh (F hitung=7,629, P=0,001, a=0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar yang diajarkan dengan MPI dan Non MPI pada matakuliah ISBD FITK IAIN Sultan Amai, diterima dengan taraf signifikansi 5%. Hasil analisis statistik juga menunjukkan bahwa mahasiswa yang diajar dengan MPI, nilai rata rata 75,26 lebih baik dari pada yang diajar dengan Non MPI. Dengan demikian pembelajaran matakuliah ISBD dengan MPI dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. 2. Hasil penelitian kelas tentang Model Pengembangan Instruksional (MPI), dengan gaya belajar Visual, Auditori dan Kinestetik, yang dimiliki mahasiswa membedakan hasil belajar mahasiswa FITK IAIN Sultan Amai Gorontalo. Hasil perhitungan menunjukkan hasil belajar Visual, rata rata sebesar 78,54. Hasil belajar dengan gaya Auditorial rata rata sebesar 71,85, sedangkan hasil belajar dengan gaya belajar Kinestetik rata-rata sebesar 75,44. Hasil perhitungan F hitung= 17,658, P= 0,007, a= 0,05, Dengan demikian dapat dikatakan gaya belajar yang dimiliki mahasiswa dengan pembelajaran MPI, membedakan hasil belajarnya, (tipe visual memiliki rata rata tertinggi dari tipe lainnya) diterima dengan taraf signifikansi 5%. 3. Hasil penelitian kelas tentang interaksi antara gaya belajar mahasiswa dengan model pengembangan Instruksional (MPI) terhadap hasil belajar matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Hasil perhitungan F hitung = 3,311 dengan P = 0,043, dan a = 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan ada interaksi antara gaya belajar mahasiswa dengan Model Pengembangan Instruksional terhadap hasil belajar matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar mahasiswa FITK IAIN Sultan Amai Gorontalo. KESIMPULAN 1. Ada perbedaan hasil belajar, yang diajarkan dengan Model Pengembangan Instruksional (MPI) dan yang non MPI matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar pada mahasiswa FITK IAIN Sultan Amai Gorontalo. 2. Terdapat perbedaan hasil belajar dari gaya belajar Visual, Auditorium dan Kinestetik dengan Model Pengembangan Instruksional matakuliah
Ilmu Sosial Budaya Dasar pada mahasiwa FITK IAIN Sultan Amai Gorontalo. 3. Ada interaksi antara gaya belajar mahasiswa dengan Model Prngembangan Instruksional (MPI) terhadap hasil belajar matakuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar mahasiswa FITK IAIN Sultan Amai Gorontalo.
Status. Hillsdale, N.J: Lawrence Erlbaum Associates, 3-36. Riyanto,Y,1996, Metodologi Penelitian Pendidikan, Suatu Tinjauan Dasar, Bandung, SIC. Rohani, Ahmad 2004, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta.
DAFTAR PUSTAKA
Soedarmadji, Boy, 2011, “Psikologi Konseling”, Jakarta, Kencana, Prenada Media Group
Anto Dajan, 1986, Pengantar Metode Statistik II, Jakarta, LP3ES.
Somantri, Numan, 1976, “Metode Mengajar Civics”, Jakarta, Erlangga.
Arief S. Sudiman,Dkk, 1997, Media Pendidikan DIKBUD dan CV Rajawali, Jakarta.
Suthardhi, SD. 1981. “Pemanfaatan Alam Sekitar sebagai Sumber Belajar Anak”. Analisis Pendidikan. Depdikbud. Jakarta Tahun II. (1) 146-159.
Atwi Suparman, 1997. Program Pengembangan Krtrampilan Dasar Tehnik Instruksional (PEKERTI) untuk Dosen Muda, Dirjen DIKTI Jakarta. Barbara B. Seels, Rita C. Richey. 1994. Instructional Technology: The definition and Domains of the Field. Washington, DC: Associations and Technology. Degeng, INS, 1989, Ilmu Pengajaan; Taksonomi Variabel, Jakarta, P2LPTK. Degeng, INS, 1997, Strategi Pembelajaran: Mengorganisasi Isi Pembelajaran dengan Model Elaborasi. Desertasi Bahasan Tentang Temuan Penelitian, Malang, IKIP Malang. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983. Teknologi Instruksional. Jakarta: Ditjen Dikti, Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi. Deporter, B, dan Hernacki, M, 2002, Quantum Learning ( Terjemahan) Bandung Kaifa. Dewey, John, 1910, How We Think (Terjemahan), Jakarta, P2LPTK. Gagne, R.M., & Briggs, L.J., 1979. Principles of Instructional Design, New York: Holt, Renerhart and Winston. Henry & Perceval, Elington, Fred. 1984. A Handbook of Educational technology. London: Kogan Page Ltd. Pentoville Road. Nasution,1992, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta, Bina Aksara. Regeluth, C.M. 1983. Instructional Design Theories and Models: An Overview f their Current
119