Al-LISAN ISSN 2442-8965 E ISSN 2442-8973
Volume 1 Nomor 1 Juni 2015 Halaman 58-72 http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/al
Bahasa dalam Perspektif Pengembangan Moralitas Kepemimpinan Lisdawati Muda IAIN Sultan Amai, Gorontalo, Gorontalo (lisdawati02muda75@ mail.com) Abstrak A leader is a man who has good knowledge and good skill; he is able to persuade others to do something together and to gain a goal. A leader is the individual who has talent; has power and authority to manage and to to direct his staffs or his followers. Leading does not ignore collaboration, because it must give chance to others to do the duties. A leader who has good morality should equip hisself with the terms which called three senses namely kindness, dedication, and neutrality. He also should have five moralities as the main aspect, namely wisdom, kindness, honesty, braveness, and diciplines. Leadership related to attitude and behaviour, logic intellectual and emotional mature, ability and skill. The skill of communication is an important element in implementing leadership activities. The quality is signed by the good communication between leader and his staffs or his followers, with using the good and the contextual language. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kelebihan khususnya kecakapan dalam satu bidang ilmu atau keterampilan, ia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan. Seorang pemimpin adalah individu yang memiliki predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) mempunyai kekuasaan serta kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahannya. Memimpin tidak berarti menguasai segala sesuatu dan bekerja lebih keras dari pada orang lain, dia harus memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan tugas. Seorang pemimpin yang bermoralitas harus melengkapi dirinya dengan Tiga Hati yaitu kebaikan hati, sikap tidak memihak dan dedikasi, serta Lima Moralitas penunjang utama, yaitu kebijaksanaan, kejujuran, kebajikan, keberanian dan kedisiplinan. Kepemimpinan menyangkut sifat dan tingkah laku, kecerdasan pikiran dan kematangan emosional, serta keahlian dan keterampilan. Keterampilan menggunakan bahasa merupakan unsure penting 58
Lisdawati Muda dalam menjalankan aktivitas kepemimpinan. Kualitas kepemimpinan ditunjukkan oleh komunikasi yang baik antara pimpinan dan bawahan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Kata Kunci: Bahasa, Pengembangan Moralitas, Kepemimpinan
Pendahuluan Sistem pelayanan publik di Indonesia sekarang ini memang sedang mengalami berbagai masalah. Kepemimpinan yang terjadi dan diimplementasikan di berbagai organisasi baik organisasi pemerintah maupun swasta benar-benar diuji kualitas pelayanannya. Setiap peristiwa yang terjadi didorong oleh rasa kecewa yang dialami masyarakat terhadap pelayanan yang diterima. Kejadian-kejadian tersebut selanjutnya memberikan indikasi bahwa rasa tidak puas atas pelayanan yang diterima lebih banyak terjadi akibat kelalaian pemimpin organisasi tersebut. Dalam perspektif moralitas tentu saja seorang pemimpin organisasi sebaiknya bersifat jujur, adil dan bijaksana karena pada kenyataannya masih banyak kelemahan dan kekurangan dalam melaksanakan tata kelola kepemimpinan yang baik (good governance) Selain itu, nampaknya mayoritas keberadaan organisasi belum mampu secara sempurna memenuhi prinsip-prinsip moralitas dalam merancang dan memberikan pelayanan kepada publik. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman sebagian orang atas pentingnya membangun komunikasi yang efektif bagi seluruh elemen (stakeholder) dan pelaksana kegiatan kepemimpinan dalam suatu organisasi. Membangun komunikasi perlu diperhatikan mengingat komunikasi merupakan kunci keberhasilan berinterakasi dalam kehidupan dunia kerja. Bila komunikasi berjalan efektif, maka arus informasi dalam dinamika kerja pun akan berjalan lancar sehingga dapat mempercepat proses penyelesaian suatu pekerjaan. Dalam konteks dunia kerja, arus komunikasi antara atasan, bawahan dan sesama rekan kerja bahkan dengan pihak lain yang terkait dengan kegiatan suatu pekerjaan akan sangat berdampak pada kinerja semua unsur yang ada di lingkungan tersebut.1 Untuk menjalankan komunikasi maka bahasa sangat diperlukan sebagai media atau alat berinteraksi yang bertujuan: (a) 1
Endang Lestari dan Maliki. Komunikasi yang Efektif. 2006:16 http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/al
59
Bahasa dalam Perspektif Pengembangan Moralitas Kepemimpinan
memperlancar pergaulan, (b) memperluas hubungan, (c) melahirkan gagasan, ide, isi hati, perasaan, inisiatif dan kreativitas, serta (d) menambah pengetahuan. Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba mengangkat kembali pengaruh bahasa dalam membentuk watak, kepribadian dan moralitas manusia. Pentingnya meninjau kembali penerapan, pembinaan dan pengembangan bahasa khususnya terkait dengan kegiatan pemerintahan dan kepemimpinan karena bahasa memiliki multi fungsi dalam berbagai aspek kegiatan manusia yang juga merupakan alat komunikasi khususnya pada pelaksanaan kepemimimpinan yang berlandaskan moralitas.
Konsep Kepemimpinan 1. Defenisi pemimpin Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kelebihan khususnya kecakapan kelebihan di satu bidang, sehingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pemimpin dalam pengertian luas ialah seorang yang memimpin, dengan jalan memprakarsai tingkah laku social dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir, atau mengontrol usaha dan upaya orang lain, melalui prestise, kekuasaan maupun posisi.2 Seorang pemimpin adalah individu yang memiliki predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan kebutuhan situasi/zaman sehingga ia mempunyai kekuasaan serta kewibawaan untuk mengarahkan dalam membimbing pengikut/bawahan. Pemimpin merupakan unsur esensial dari kepemimpinan, tanpa pemimpin tidak ada kepemimpinan. Pemimpin dapat berupa seorang individu atau dalam kepemimpinan kolektif pemimpin berupa kelompok individu.Pemimpin juga dapat dikelompokkan menjadi pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal, adalah pemimpin yang menduduki posisi atau jabatan formal dalam suatu organisasi karena dipilih atau diangkat oleh mereka yang mempunyai hak untuk itu. Presiden, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Panglima Tentara merupakan contoh pemimpin formal. Pemimpin informal adalah pemimpin suatu masyarakat yang tidak menduduki jabatan formal dalam organisasi masyarakat tapi mempunyai
2
60
Lisdawati Muda Kepemimpinan Rumah Sakit, 2011 hal 7
Jurnal Al-Lisan Volume 1 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 2442-8965 E ISSN 2442-8973
Lisdawati Muda pengaruh terhadap anggota dan organisasi masyarakat, misalnya kiayi, budayawan, guru, dosen dan para pakar ilmu pengetahuan. 2. Hubungan antara Kepemimpinan dan Kepengikutan Kepemimpinan merupakan proses interaksi pengaruh sosial antara pemimpin dan para pengikutnya. Pengikut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses kepemimpinan. Tidak ada pemimpin tanpa pengikut, dan keberhasilan seorang pemimpin tergantung pada para pengikutnya. Kepatuhan para pengikut dalam melaksanakan tugasnya merupakan kunci efektifitas seorang pemimpin. Kepemimpinan merupakan interaksi sosial antara pemimpin, pengikut dan lingkungannya. Dalam interaksi ini pemimpin dan pengikut saling mempengaruhi satu sama lain. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa pemimpin dan pengikut merupakan kesatuan tim kerja dalam organisasi yang sering mempengaruhi satu sama lain. Dan untuk menjaga hubungan dan interaksi yang baik dalam membentuk dan mengembangkan tim kerja, maka seorang pemimpin perlu mengambil langkah-langkah sebagai berikut : (a) Mengembangkan kepercayaan di antara pemimpin dengan para pengikut tim dan di antara sesama pengikut. Integritas pemimpin merupakan dasar kepercayaan para pengikut terhadap pemimpinnya. Di samping itu pemimpin juga perlu memberikan contoh yang baik kepada para pengikut. (b) Menciptakan sinerji positif di antara pengikut. Para pengikut harus merasa bahwa mereka hanya dapat menciptakan kinerja maksimal jika bekerja dalam kesatuan tim. Persaingan antara pengikut sering menimbulkan konflik. Jika terjadi konflik maka pemimpin harus bisa mengatasi konflik dengan mengarahkan konflik destruktif menjadi konflik yang konstruktif. (c) Pemimpin menggunakan kekuasaan secara bijak. Kekuasaan hanya merupakan alat bukan tujuan kepemimpinan. Pemimpin harus bisa mengembangkanloyalitas berdasarkan kesadaran dan pengembangan partisipasi pengikutnya bukan karena takut akan kekuasaan pemimpin. (d) Meningkatkan kreativitas, inovasi dan percaya diri melalui pemberian rangsangan, kepercayaan, anggapan dan dorongan pemimpin kepada para pengikutnya bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu dan berhasil. Sikap pemimpin ini meningkatkan rasa
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/al
61
Bahasa dalam Perspektif Pengembangan Moralitas Kepemimpinan
percaya diri para pengikut untuk melakukan sesuatu yang tentunya dapat menjaga hubungan baik antara pemimpin maupun orang lain dalam pencapaian tujuan organisasi. Kesimpulannya adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan bersama organisasi yang lebih jelasnya dapat dijabarkan sebagai berikut: Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain yang terdiri dari bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari seorang pemimpin, para pengikut dalam kelompok atau organisasi membantu menentukan status, kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan bisa berjalan lancar. Tanpa pengikut semua kualitas kepemimpinan tidak akan relevan. Kedua, pemimpin dapat memberikan pengaruh kewibawaannya paada bawahan atau pengikut atau anggota kelompok. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat mempengaruhi bagaimana pengikutnya melaksanakan perintahnya. Terdapat dua pemikiran pokok tentang kepemimpinan yang mencakup pengaruh dan timbal balik yakni pertama, bahwa hak untuk memimpin sering diberikan secara sukarela kepada pemimpin oleh beberapa orang, atau semua orang. Kedua, kepemimpinan yang mencakup motivasi pengikut organisasi memperbesar energi dalam mencapai tujuan organisasi. Meskipun kita dapat mendefinisikan kepemimpinan sebagai pengaruh yang meliputi transaksi terus-menerus antara pemimpin dan pengikut, yang lain menganggap bahwa minimal ada tiga kondisi yang perlu dipuaskan jika kepemimpinan terjadi. Kondisi tersebut mencakup: (a) Pemimpin sebaiknya menunjukkan penyebab terjadinya sesuatu. (b) Hubungan antara perilaku pemimpin dan pengaruhnya sebaiknya dapat diamati. (c) Sebaiknya ada perubahan-perubahan yang riil dalam perilaku pengikut organisasi dan dalam hasil berikutnya sebagai konsekuensi tindakan pemimpin. 3. Sifat-sifat pemimpin Sifat-sifat pemimpin yang unggul adalah:
62
Jurnal Al-Lisan Volume 1 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 2442-8965 E ISSN 2442-8973
Lisdawati Muda (a) Kekuatan. Merupakan syarat pokok bagi pemimpin yang harus bekerja lama dan berat pada waktu-waktu tertentu yang lama serta tidak teratur dan di tengah-tengah situasi yang tidak menentu. (b) Stabilitas emosi. Artinya tidak mudah marah, tersinggung perasaannya dan tidak meledak-ledak secara emosional, menghormati martabat orang lain, toleran terhadap orang lain, dan bisa memaafkan kesalahan orang lain yang tidak terlalu prinsipil. (c) Pengetahuan tentang relasi insani. Maksudnya, memajukan dan mengembangkan semua bakat serta potensi pengikut atau bawahan untuk bisa bersama-sama maju dan sejahtera. (d) Kejujuran. Pemimpin yang baik memiliki kejujuran yang tinggi terhadap diri sendiri, orang lain terutama kepada bawahannya. Tidak selingkuh, menepati janji dapat dipercaya serta berlaku adil. (e) Dorongan pribadi. Keinginan dan kesediaan menjadi pemimpin harus muncul dari dalam sanubari sendiri. Dukungan dari luar akan memperkuat pelayanan dan pengabdian diri kepada kepentingan orang banyak. (f) Kemampuan mengajar. Pemimpin diharapkan menjadi guru yang baik. Kemudian mampu membawa orang yang belajar secara sistematis dan intensional pada sasaran-sasaran tertentu, guna mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kemahiran dan menambah wawasan mereka. Tujuannya adalah agar para pengikutnya bisa mandiri, dan memberikan loyalitas dan partisipasinya. (g) Keterampilan sosial. Yaitu mampu mengelola manusia dan mendorong setiap orang dibawahinya untuk berusaha dan mengembangkan diri dengan cara-cara sendiri yang dianggap paling cocok. Dia bersikap ramah, terbuka dan mudah menjalin persahabatan berdasarkan rasa saling percaya. Ia menghargai orang lain dan bisa memupuk kerjasama yang baik dalam suasana rukun dan damai. (h) Kecakapan teknis dan kecakapan manajerial. Pemimpin harus memiliki satu atau beberapa kemahiran teknis tertentu. Juga memiliki kemahiran manajerial dalam membuat rencana, mengelola,
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/al
63
Bahasa dalam Perspektif Pengembangan Moralitas Kepemimpinan
menganalisis keadaan, membuat keputusan, mengarahkan, mengontrol dan memperbaiki situasi yang kurang mapan. (i) Keterampilan berkomunikasi. Diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar, mudah memahami maksud para pengikutnya. Mampu mengkoordinasikan macam-macam sumber tenaga manusia, mahir mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan. 4. Tugas-tugas pemimpin Memimpin tidak berarti menguasai segala sesuatu dan bekerja lebih keras dari pada siapapun juga. Seorang pemimpin yang tidak memberikan kesempatan apapun kepada orang lain untuk melakukan tugas bukanlah seorang pemimpin yang baik. Seorang pemimpin harus melengkapi dirinya dengan Tiga Hati yaitu kebaikan hati, sikap tidak memihak dan dedikasi, dan Lima Moralitas penunjang utama, yaitu kebijaksanaan, kejujuran, kebajikan, keberanian dan kedisiplinan. Namun dia juga harus mempunyai sesuatu untuk diterapkan dalam fungsinya sebagai seorang pemimpin. Ada beberapa peranan seorang pemimpin dalam tugasnya antara lain: a. Kebijaksanaan Seorang pemimpin harus dapat menggambarkan kebijaksanaan, dan pada saat yang sama, mampu menyesuaikan dan mengubahnya menurut situasi yang sedang berlangsung. Perumusan kebijaksanaan merupakan masalah pengharapan, bukannya tuntutan terhadap orang-orang diluar organisasi. Kebijaksanaan didasarkan pada kompetensi inti seorang pemimpin. Pemimpin efektif sangat pandai menyiapkan sepiring buah campur sehingga ia dapat menjualnya. Tetapi jika seorang pelanggan/konsumen meminta satu jenis buah saja, dia mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Inilah yang menjadi tugas pertama seorang pemimpin yakni merumuskan kebijaksanaan dan membuat perencanaan yang seksama. b. Pengikut/bawahan Tugas kedua seorang pemimpin adalah menyebarkan sumber daya manusia sebagai salah satu aspek penting untuk mencapai tujuan organisasi. Setiap kemampuan dan potensi manusia tidaklah sama. Karena itu perlu dibuat
64
Jurnal Al-Lisan Volume 1 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 2442-8965 E ISSN 2442-8973
Lisdawati Muda penyesuaian-penyesuain yang diperlukan dalam mengalokasikan tugas dan kewajiban. Dalam hal ini seorang pemimpin harus bisa melihat kemampuan seseorang yang bisa diukur dari kejujurannya, cinta pekerjaan, dedikasi dan keahlian. Ketika seorang pengikut atau bawahan mulai bekerja untuk pertama kalinya, pengakuan interpersonalnya tidaklah sangat memuaskan, tetapi pada tahun-tahun berikutnya akan terlihat kemajuan yang sangat pesat. Inilah yang disebut potensi. Pada awalnya mungkin kehebatannya tidak sama dengan sang pemimpin, tetapi lama-kelamaan ia bisa diperhitungkan sebagai seorang pemimpin. Karena itu, penyesuain-penyesuain dan realokasi yang diperlukan harus dibuat. Ketika kemampuan seseorang menunjukan perubahan, pemimpin harus merealokasinya pada posisi yang sesuai. c. Kekayaan Tugas utama seorang pemimpin yang juga merupakan tanggung jawab terpenting seorang pemimpin adalah mengelola kekayaan atau aset organisasi. Pekerjaan pemimpin bukanlah melakukan yang terbaik dalam hal-hal yang dia kuasai, tetapi mengelola. Hal yang paling penting dalam mengelola organisasi adalah mengelola lima jenis aset berupa uang, sumber daya manusia, kredit eksternal, informasi dan kekayaan intelektual berupa hak cipta. Terlepas dari perumusan kebijaksanaan dan penyebaran sumberdaya manusia, mengelola aset juga merupakan tugas penting seorang pemimpin yang benar-benar harus dilakukan. Misalnya dalam organisasi swasta (profit) sebelum seseorang menjadi manajer, beberapa pengikut atau bawahan lainnya sudah berada di bagian pemasaran, karena itu mereka memusatkan sebagian waktu dan energinya untuk menjual. Sementara pengikut atau bawahan lain sudah berada di bagian penelitian dan pengembangan sehingga mereka terus menghabiskan waktu dan energinya untuk melakukan pekerjaan yang sama. Jika seorang pemimpin bekerja seperti pengikut atau bawahan tersebut maka organisasi tidak akan berjalan. Tugas seorang pemimpin adalah memperhatikan kondisi keuangan organisasi dan keadaan sumber daya lainnya, serta mengecek apakah kredit organisasi terlindungi, apakah aliran dana mengalir dengan lancar, apakah ada kebocoran rahasia dagang perusahaan/organisasi, apakah ada peningkatan hak kekayaan dan sebagainya. Mencermati beberapa penjelasan di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kepemimpinan menyangkut sifat, tingkah laku yang
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/al
65
Bahasa dalam Perspektif Pengembangan Moralitas Kepemimpinan
didukung oleh kecerdasan pikiran dan kematangan emosional yang dimilki, dan ditunjang oleh keahlian dan keterampilan lainnya seperti keterampilan menggunakan bahasa dalam mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan pemimpin dalam mengerjakan segala bentuk aktivitas di dalam organisasi. Kegiatan kepemimpinan selalu bersentuhan langsung dengan proses implementasi komunikasi dan informasi antara pemimpin, bawahan dan sebaliknya. Proses komunikasi pun memerlukan bahasa sebagai alat media pengantar berkomunikasi.
Konsep Bahasa 1. Defenisi bahasa Bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang terdiri dari seperangkat bunyi dan lambang tertulis yang digunakan oleh orang-orang pada suatu negara atau wilayah tertentu.3 Bahasa juga diartikan sebagai: a. Sistem lambang, tanda yang berupa segala macam bunyi yang dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasaan. Perkataanperkataan yang dipakai oleh suatu bangsa (suku bangsa, negara, daerah). b. Percakapan, perkataan yang baik, sopan santun, tingkah laku yang baik. c. Bahasa dapat dibedakan menjadi dua pengertian. Bahasa dalam arti luas: sebagai alat perhubungan yang tidak terbatas kata-kata saja akan tetapi juga gerak gerik, mimik, dan panto mimic. Dengan demikian bahasa dalam arti kata luas dapat berupa: (1) kata-kata atau kalimat, baik yang diucapkan maupun yang ditulis. (2) gerak-gerik dan panto mimik. (3) diam. (4) sopan santun (perbuatan). 2. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Masalah kebahasaan di Indonesia tidak hanya berhubungan dengan bahasa Indonesia, tetapi juga dengan bahasa daerah dan bahasa asing karena 3
Endang Lestari dan Maliki Komunikasi yang Efektif , 2006 hal 35
66
Jurnal Al-Lisan Volume 1 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 2442-8965 E ISSN 2442-8973
Lisdawati Muda bagaimanapun kedua jenis bahasa ynag disebutkan terakhir memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia itu sendiri baik dari pemerkayaan kosa katanya maupun dari pengembangan kaidah-kaidah kebahasaannya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan batas-batas dan perbedaan yang tegas mengenai kedudukan dan fungsi antara bahasa Indonesia pada satu pihak dan bahasa daerah serta bahasa asing pada pihak lain. a. Bahasa Indonesia Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebulatan semangat kebangsaan Indonesia, (2) alat pemersatu berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda latar belakang kebahasaan, kebudayaan, dan kesukuannya ke dalam satu masyarakat nasional Indonesia, dan (3) alat perhubungan antar suku, antar daerah, serta antar budaya. dalam kedududukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi pemerintahan, (2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kedudukan dan fungsi yang demikian, bahasa Indonesia tidak hanya merupakan alat komunikasi semata-mata, tetapi juga, seperti yang telah disebutkan di atas, memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. b. Bahasa Daerah Sesuai dengan penjelasan Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945, bahasabahasa di Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa daerah merupakan unsur kebudayaan nasional. Dalam kedudukannya yang demikian, bahasa daerah berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, dan (3) alat perhubungan dalam keluarga dan masyarakat daerah.
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/al
67
Bahasa dalam Perspektif Pengembangan Moralitas Kepemimpinan
Dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa nasional, (2) bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan (3) alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah. c. Bahasa Asing Bahasa-bahasa di Indonesia yang bukan bahasa Indonesia dan tidak tergolong sebagai bahasa daerah berkedudukan sebagai bahasa asing. Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa sejumlah bahasa asing diajarkan di lembagalembaga pendidikan pada tingkat tertentu. Bahasa-bahasa yang berkedudukan sebagai bahasa asing itu berfungsi sebagai (1) alat perhubungan antar bangsa, (2) alat pembantu pengembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, dan (3) alat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan nasional.
Pengaruh Bahasa terhadap Pengembangan Moralitas dalam Kepemimpinan Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai visi misi tidak hanya ditentukan oleh dimilikinya sumber daya alam yang melimpah ruah, akan tetapi akan sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. menuliskan bahwa: Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/moralitas bangsa (manusia itu sendiri)4 Dilihat dari segi manajemen dan kepemimpinan suatu organisasi, maka unsur manusia merupakan unsur yang paling utama dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya seperti: uang (money), metode kerja (method), mesin (mechine), perlengkapan (material dan pasar (market) dikatakan demikian, karena tidak dipungkiri bahwa adanya dayaguna, manfaat, dan peran unsurunsur tersebut, hanya dimungkinkan apabila unsur “manusia” mempunyai, memiliki daya ataupun kekuatan untuk memberdayakan berbagai unsur
4
Idup Suhadi dan AM. Sinaga, Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Kesatuan Republik Indonesia 2006 hal 51
68
Jurnal Al-Lisan Volume 1 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 2442-8965 E ISSN 2442-8973
Lisdawati Muda dimaksud sehingga masing-masing unsur dapat memberi hasil, manfaat, dayaguna dan peran dalam kegiatan kepemimpinan tersebut. Terkait dengan penjelasan di atas maka upaya yang dilakukan seorang pemimpin adalah membangun, membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat, kejiwaan, akhlak (budi pekerti) insan manusia (masyarakat) terutama pengikut/bawahan sehingga menunjukkan perangai dan tingkah laku yang berlandaskan nilai-nilai moralitas yang baik pula. Membangun moralitas menggambarkan hal-hal sebagai berikut: (a) merupakan suatu proses yang terus menerus dilakukan untuk membentuk watak, tabiat dan sifat-sifat yang berlandaskan kepada semangat pengabdian dan kebersamaan, (b) menyempurnakan karakter yang ada untuk terwujudnya karakter yang diharapkan dalam rangka penyelenggaraan kepemimpinan, (c) membina moralitas yang ada sehingga menampilkan moralitas yang kondusif di dalam organisasi dan di lingkungan masyarakat. Membangun moralitas pada hakekatnya diharapkan juga memiliki perilaku (a) saling menghormati dan saling menghargai antar sesama, (b) rasa kebersamaan dan tolong menolong, (c) rasa persatuan dan kesatuan sebagai suatu bangsa, (d) rasa peduli dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, (e) adanya kelakuan dan tingkah laku yang senantiasa mengganbarkan nila-nilai agama, nilai-nilai hukum dan nilai-nilai budaya, (f) sikap dan perilaku yang menggambarkan nilai-nilai kebangsaan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat dikemukakan bahwa dalam menjalankan proses kepemimpinan di sebuah organisasi terkait dengan pembangunan moralitas tidak lepas dari upaya bagaimana setiap pemimpin dan bawahan senantiasa melaksanakan proses komunikasi. Dan dalam pelaksanaan berbagai proses komunikasi senantiasa menggunakan bahasa sebagai media komunikasi. Sementara itu aktivitas kepemimpinan menuntut baik pemimpin (atasan) bawahan/pengikut agar dapat menggunakan bahasa yang baik dan benar serta disampaikan secara halus, sopan, tidak menyinggung perasaan lawan bicara dan tentunya dapat dipertanggung jawabkan secara moril. Penggunaan bahasa yang baik dan benar menunjukkan jati diri seseorang termasuk pemimpin. Seorang pemimpin yang menggunakan bahasa yang baik, mudah dimengerti dan sopan dalam bertutur kata akan lebih mudah terterima di tengah-tengah para pengikut/bawahan maupun lingkungan masyarakat lainnya. http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/al
69
Bahasa dalam Perspektif Pengembangan Moralitas Kepemimpinan
Sebaliknya seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya menggunakan bahasa yang tidak baik, (tidak senonoh) dapat menyinggung perasaan orang lain sehingga membuat mereka dijauhi dan ditinggalkan orang lain. Hal tersebut terjadi akibat masih minimnya pemahaman sebagian besar pemimpin atas fungsi dan kedudukan bahasa yang sebenarnya. Di dalam komunikasi ataupun interaksi antar sesama termasuk interaksi dan komunikasi antara pemimpin dan pengikut/bawahan bahasa mempunyai peran yang sangat penting walaupun kadang-kadang keliru dalam menguraikannya sebagai akibat seluk beluk bahasa yang tidak dimengerti. Di dalam bahasa, ada kata-kata denotasiatau harafiah, dan kata-kata konotasi, dan dengan menggunakan logat bahasa tertentu dapat menimbulkan perbedaan pengertian. Oleh karenanya pemahaman dan pemakaian bahasa perlu mendapatkan perhatian serius, mengingat bahasa merupakan media untuk saling berinteraksi dan berkomunikasi. Bahasa juga dapat mengenali perilaku dan kepribadian masyarakat penuturnya. Oleh karena itu masalah-masalah kebahasaan tidak terlepas dari kehidupan masyarakat penuturnya. Dalam hubungan dengan kehidupan manusia khususnya interaksi antara pemimpin dan pengikut atau bawahan perlu memahami dan mewaspadai berbagai macam perubahan, terutama yang berkaitan dengan tatanan baru kehidupan dunia dan perkembangan bahasa. Masalah dan perubahan lain yang juga perlu diperhatikan yaitu berkaitan dengan tatanan baru kehidupan dunia dan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi yang sarat dengan tuntutan dan tantangan modernisasi. Kondisi ini menempatkan bahasa sebagai media komunikasi dan informasi yang berdampak pula pada perubahan dan cara berpikir seluruh elemen masyarakat. Oleh karenanya penggunaan bahasa yang baik dan benar, dengan mengedepankan kesopanan dan moralitas merupakan faktor penentu utama dalam melaksanakan semua kegiatan lebih khusus dalam melaksanakan berbagai aspek dalam kepemimpinan. Jika seorang pemimpin mampu memilih dan menggunakan bahasa yang baik dan benar, maka dia dapat berkomunikasi atau berinteraksi dengan baik kepada pengikut atau bawahannya ataupun masyarakat lainnya. Untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik dapat memperhatikan atau menerapkan penggunaan bahasa berdasarkan ragam bahasa antara lain:
70
Jurnal Al-Lisan Volume 1 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 2442-8965 E ISSN 2442-8973
Lisdawati Muda 1. Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan dan upacara pernikahan. 2. Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi dan jurnal ilmiah. 3. Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi seperti pada percakapan di sekolah dan pasar. 4. Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dan akrab. 5. Ragam akrab (intimate); digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim. Upaya meembangun moralitas dalam kepemimpinan perlu terus dilakukan untuk mengoptimalkan potensi dan pemanfaatan bahasa sebagai alat komunikasi terutama yang menyangkut fungsi bahasa sebagai bahasa pengantar dalam dunia kepemimpinan. Pengoptimalan potensi bahasa mengandung makna ganda yaitu pemanfaatan norma bahasa yang dibarengi dengan pemerkayaan kosa kata dan peristilahannya. Melalui pemanfaatan ini bahasa diharapkan tetap berperan sebagai alat pengungkap yang efektif untuk berbagai pikiran, pandangan dan konsep, mulai dari yang paling sederhana sampai kepada yang paling rumit dan kompleks.
Penutup Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa moralitas dalam kepemimpinan dapat dibentuk melalui pemahaman dan penerapan bahasa yang baik, efektif, memperhatikan fungsi dan kedudukan bahasa serta menerapkan berbagai ragam bahasa mutlak menjadi perhatian serius bagi kita semua terutama dalam menjalanklan seluruh proses aktivitas dalam kepemimpin.
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/al
71
Bahasa dalam Perspektif Pengembangan Moralitas Kepemimpinan
Daftar Pustaka Fernanda, Desy. 2006. Etika Organisasi Pemerintah. Jakarta: LAN RI Hasan, Alwi. 2011. Butir-butir Perencanaan Bahasa. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lestari, Endang & Maliki. 2006. Komunikasi yang Efektif. Jakarta: LAN RI Muda, Lisdawati. 2004. Tesis. Pendapat Civitas Akademika terhadap Perilaku Komunikasi Rektor dalam Memimpin dan Meningkatkan Mutu Pendidikan di IKIP Negeri Gorontalo. Makassar: UNM __________ 2007. Menuju Singgasana Kepemimpinan yang Kreatif, Inovatif, Dinamis dan Berwibawa. Gorontalo: CV Lamahu ___________. 2011. Kepemimpinan Rumah Sakit. Gorontalo: El-Qisty Rukmana, Nana. 2007. Etika Kepemimpinan perspektif Agama dan Moral. Bandung: Alfabeta Suhadi, Idup & AM Sinaga. 2006. Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta:LAN.
72
Jurnal Al-Lisan Volume 1 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 2442-8965 E ISSN 2442-8973