NASKAH PUBLIKASI
PELATIHAN KETERAMPILAN PENGASUHAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN ORANGTUA TENTANG ANAK
Oleh: Gita Aulianingtias 04 320 100
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
NASKAH PUBLIKASI
PELATIHAN KETERAMPILAN PENGASUHAN UTNUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN ORANGTUA TENTANG ANAK
Telah DiSetujui Pada Tanggal
____________________
Dosen Pembimbing Utama
(Irwan Nuryana Kurniawan, S.Psi, M.Si)
PELATIHAN KETERAMPILAN PENGASUHAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN ORANGTUA TENTANG ANAK
Gita Aulianingtias Irwan Nuryana Kurniawan
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pelatihan keterampilan pengasuhan dapat meningkatkan pemahaman orangtua. Adapun Pelatihan keterampilan pengasuhan adalah proses pendidikan jangka pendek yang dirancang secara sistematis untuk mengajarkan keterampilan dasar pengasuhan untuk orangtua yang berguna bagi anak-anak mulai bicara hingga remaja sehingga dapat memperbaiki hubungan orangtua dan anak dalam cara-cara yang sehat. Subjek atau responden dalam penelitian ini adalah para ibu berjumlah tujuh orang yang memiliki permasalahan pengasuhan dengan usia anak pra sekolah hingga remaja akhir. Design penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan (action research). Metode pengambilan data yang digunakan adalah wawancara dengan interviuew guide sebagai panduan percakapan yang terdiri dari tujuh aitem pertanyaan. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan proses koding. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ditemukan ada perubahan pemahaman orangtua mengenai cara mengasuh anak. Perubahan pemahaman ini diikuti pula dengan perubahan perilaku orangtua mengasuh anak. Namun, hanya empat dari tujuh responden yang mengakui adanya perubahan ini. Karakteristik individu yang merupakan faktor internal dan adanya dukungan positif dari pasangan sebagai faktor eksternal menjadi alasan yang kuat untuk memunculkan perubahan pemahaman pengasuhan untuk mengatasi permasalahan pengasuhan mereka. Rincian mengenai hasil penelitian dideskripsikan dalam laporan penelitian ini. Kata kunci : pemahaman orangtua, pelatihan keterampilan pengasuhan
Pengantar Latar Belakang Masalah
Dalam
upaya
mendidik
dan
membimbing
anak
agar
mereka
dapat
mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin maka para orangtua harus dapat memahami tahap perkembangan anak. Pemahaman tentang perkembangan anak sangat dibutuhkan oleh para orangtua saat mereka melakukan pengasuhan anak. Melalui pemahaman ini, para orangtua akan dapat merespon setiap kebutuhan anak dengan tepat sehingga terjadilah proses pengasuhan yang efektif. Menurut Shanock ( Gabrino& Benn dalam Andayani, 2004) pengasuhan atau parenting adalah suatu hubungan yang intens berdasarkan kebutuhan yang berubah secara pelan sejalan dengan perkembangan anak. Idealnya, pasangan orangtua akan mengambil bagian dalam pendewasaan anak-anak karena dari kedua orangtua, anak-anak akan belajar untuk mandiri (Andayani, 2004). Peran orangtua sebagai pengasuh ini akan mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya usia anak. Setiap tahap perkembangan anak membutuhkan stimulus tertentu untuk merangsang perkembangannya baik dari segi kognitif, sensori motorik maupun sosial dan moralnya. Ketepatan orangtua dalam merespon kebutuhan anak akan memberikan kepuasan pada diri anak sehingga anak akan merasa aman dan nyaman untuk dapat mengeksplorasi lingkungannya dengan rasa percaya diri. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Garbino & Benn (Andayani,2004) yang menyebutkan bahwa apa yang dibutuhkan oleh seorang anak yang berkembang adalah self esteem, suatu penghargaan yang positif terhadap diri sendiri. Perasaan positif tentang diri merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan penyesuaian diri terhadap lingkungannya (Andayani, 2004).
Namun, pada kenyataannya tidak semua orangtua dapat memberikan respon yang tepat bagi kebutuhan anaknya. Ketidaktepatan orangtua dalam merespon kebutuhan anak dapat menimbulkan sejumlah permasalahan dalam pengasuhan yang dampaknya dapat berpengaruh pada diri anak, orangtua maupun hubungan keduanya kelak. Seperti yang tergambar dari hasil penelitian di AS bahwa sepertiga orangtua tidak tahu perkembangan anak. Hasil penelitian sebuah tim peneliti AS yang diketuai oleh Dr.Heather Paradis yang dipresentasikan dalam Pediatric Academic Societies di Honolulu ini menunjukkan bahwa para orangtua tidak tahu konsep-konsep dasar tentang apa yang seharusnya diketahui anak mereka bahkan mereka juga tidak tahu bagaimana harus bertindak. Salah satu contoh penting yang ditemukan adalah ketidaktahuan orangtua bahwa anak usia satu tahun tidak bisa membedakan benar dan salah. Paradis melanjutkan ada seorang ibu yang mengharapkan anak berumur 18 bulan untuk duduk tenang sambil menunggu antrian dokter di klinik, padahal anak-anak seumur itu biasanya penuh ingin tahu dan ingin menjelajah kemana-mana (Republika,2008).
Meski hasil penelitian itu didapat dari sekelompok masyarakat di AS namun bukan berarti peristiwa serupa tak terjadi di masyarakat Indonesia. Menurut catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak, terdapat 481 kasus kekerasan pada tahun 2003. Kemudian jumlah ini meningkat pada tahun 2004 menjadi 547 kasus, dimana 221 merupakan kasus kekerasan seksual, 140 kasus kekerasan fisik, 80 kekerasan psikis, dan 106 kasus merupakan permasalahan lainnya (wrm-indonesia.org.). Pada tahun 2005 tercatat sebanyak 736 kasus kekerasan terhadap anak di berbagai daerah. Dari kasus tersebut, sebanyak 327 kasus merupakan tindakan kekerasan seksual, 233
kasus
kekerasan fisik, dan 176 kasus kekerasan psikis. Menurut Seto Mulyadi, Ketua Komnas Perlindungan Anak, para pelaku kekerasan terhadap anak ada di sekeliling anak itu sendiri. Sebanyak 69% pelaku merupakan orang-orang yang dikenal dekat dengan korban (Komnas PA, 2006). Sedangkan pada tahun 2008 saja hingga bulan Juni lalu, Komisi Nasional Perlindungan Anak telah mencatat bahwa 43 juta anak di 33 provinsi mengalami tindakan kekerasan mulai fisik, psikis, maupun seksual. Angka ini naik 50 persen dibandingkan tahun lalu (www.liputan6.com, 2008). Dalam laporan Dr. Sari Murti W selaku ketua LPA (Lembaga Perlindungan Anak) DIY mengatakan bahwa pada tahun 2007, tindak kekerasan yang menimpa pada anak-anak di Daerah Istimewa Yogyakarta telah tercatat sebanyak 940 kasus, mulai dari kekerasan fisik, psikis maupun seksual (Kedaulatan Rakyat, 2008).
Seperti yang terjadi pada salah seorang ibu yang mengeluhkan perilaku anak lakilakinya yang masih duduk di kelas tiga SD. Ibu tersebut mengaku sering bingung yang akhirnya berujung pada kemarahan jika si anak tak kunjung mematuhi perintah si ibu. Kemudian si ibu tersebut menemukan “cara ampuh” agar si anak mudah di atur, yaitu dengan memberikan imbalan berupa uang bila si anak mau mentaati perintah si ibu (Aulia,2007). Meski jumlahnya tidak seberapa namun perbuatan ibu tersebut telah mengajarkan pada anak bahwa setiap perbuatan pasti ada nilai materi berupa uang dan ini akan berakibat pada cara pendang si anak kelak jika ia telah dewasa. Sering pula ditemui, respon orangtua dalam mengatasi perilaku anaknya yang mengamuk (tantrum) di depan umum karena permintaan si anak belum terpenuhi. Kebanyakan dari para orangtua yang mengalami situasi seperti ini, lebih memilih untuk segera memenuhi permintaan anaknya dengan harapan si anak dapat segera bersikap tenang kembali.
Sekilas tampak biasa saja. Tak ada yang salah dengan keputusan orangtua untuk menenangkan si anak. Namun, jika di pikirkan secara mendalam ternyata keputusan orangtua itu telah memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar memahami bahwa salah satu usaha tercepat memperoleh keinginan adalah dengan bersikap agresif. Pemahaman ini akan terus berkembang sesuai dengan usia anak dan akan berakibat buruk bagi masa depan si anak. Contoh diatas merupakan salah satu contoh permasalahan yang dihadapi para orangtua dalam proses mengasuh anak-anak mereka. Hal ini terjadi karena adanya kesalahan orangtua dalam merespon perilaku anak, sekecil apapun itu. Permasalahan yang hampir serupa juga ditemukan pada para orangtua di dusun rejodani. Fakta menyatakan bahwa beberapa orangtua di sana memiliki permasalahan pengasuhan berupa sulitnya mengatur anak untuk makan, mandi, dan belajar, kemudian mereka juga mengakui sulit membuat anak mengerti untuk tidak selalu menuntut orangtua. Penyelesaian masalah yang mereka terapkan terkadang mengarah pada bentuk kekerasan baik fisik maupun psikologis sehingga wajar jika solusi yang ada belum dapat mengubah perilaku anak (Aulia, 2008) Banyak ahli perkembangan mengatakan bahwa dampak dari perlakuan yang salah ini akan mempengaruhi perkembangan perilaku agresivitas anak, masalah emosi anak, dan bahkan dapat mengurangi kemampuan anak (Berns,2004). Kesalahan merespon kebutuhan anak ini terjadi karena kesalahpahaman orangtua dalam mempersepsi perilaku anak sehingga orangtua salah dalam merespon setiap kebutuhan anak. Hal ini sejalan dengan penelitian Greenberger dan Goldberg (Andayani, 2004) yang mengatakan bahwa cara orangtua menangani anak berkaitan dengan persepsi orangtua
tentang perilaku anak. Perilaku anak yang menyenangkan dalam persepsi orangtua akan diberi perlakuan yang hangat dan penuh kasih sayang sementara anak yang dianggap “nakal” akan mendapatkan perilaku yang lebih “keras”. Pengalaman anak saat diasuh oleh orangtua menjadikannya sebagai sebuah model pengasuhan mereka saat mereka memiliki anak kelak. Penelitian Simon dkk (Andayani,2004) mendukung hal tersebut. Dalam penelitian itu ditemukan bahwa orangtua yang “keras” juga diasuh oleh orangtua mereka yang “keras”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cara pengasuhan diturunkan dari generasi ke generasi. Maka jelaslah bahwa persepsi orangtua mengasuh juga dipengaruhi oleh pengalaman saat diasuh. Persepsi ini dapat berubah jika orangtua dapat memperluas wawasannya mengenai cara mengasuh atau lebih dikenal dengan keterampilan mengasuh. Peningkatan keterampilan pengasuhan ini penting karena anak hidup di lingkungan yang berbeda dengan orangtuanya dulu sehingga orangtua harus memiliki kiat-kiat tertentu agar anak tetap dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan siap menghadapi tantangan masa depannya kelak. Oleh karena itu, mengubah persepsi orangtua dalam merespon setiap perilaku anak akan mempengaruhi perilaku orangtua pada anak dan begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, meningkatkan keterampilan pengasuhan menjadi salah satu metode dalam mengubah persepsi orangtua sehingga dapat membantu orangtua dalam menghadapi permasalahan-permasalahan pengasuhan pada anak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rosenberg & Reppucci (dalam Kissman, 1992) yang menunjukkan bahwa dengan mengajarkan keterampilan pengasuhan dan strategi penyelesaian konflik untuk ibu-ibu dapat mengurangi stres yang terjadi dalam pengasuhan.
Kemudian Bavolek (Trunzo, 2006) pun menyatakan bahwa pendidikan bagi orangtua dapat dipercaya sebagai strategi prventif yang utama dalam menurunkan tindakan yang merugikan bagi anak. Meningkatkan keterampilan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui sebuah pelatihan. Pelatihan Keterampilan pengasuhan yang diberikan didasarkan pada keterampilan dasar pengasuhan yang terdiri dari lima aspek sesuai dengan konsep Bailey (1995) yang telah dimodifikasi agar sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia khususnya Yogyakarta. Keterampilan yang akan diberikan kepada para orangtua ini di design secara terstruktur dan berkesinambungan. Aspek-aspek yang ada di dalam pelatihan keterampilan pengasuhan adalah membangun kepercayaan orangtua terhadap anak (encouragement), saya bisa (can do), membuat keputusan (choices), mengendalikan diri (self control) dan membangun empati (rescpecting feelings). Namun, dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan empat aspek keterampilan pengasuhan yaitu membangun kepercayaan orangtua terhadap anak (encouragement), membuat keputusan (choices), mengendalikan diri (self control) dan membangun empati (respecting feelings). Dalam aspek membangun kepercayaan orangtua terhadap anak diajarkan bagaimana orangtua dapat memandang positif perilaku anak sehingga orangtua dapat menemukan dan menilai potensi anak yang sedang berkembang. Pandangan yang positif terhadap anak akan berdampak pada perilaku orangtua dalam merespon setiap kebutuhan anak. Aspek membuat keputusan (choices) mengajarkan kepada orangtua agar anak dapat membuat keputusan buat dirinya sendiri sehingga anak akan belajar untuk mandiri, tidak selalu bergantung pada orangtua. Proses ini dilakukan orangtua
jika orangtua telah berhasil membangun kepercayaan pada anak. Sedangkan pada aspek mengendalikan diri (self control) Orangtua dapat belajar bagaimana mengendalikan perilaku-perilaku yang dapat menyakiti anak baik fisik maupun psikis. Perilaku ini biasanya terpicu karena muncul perasaan marah terhadap perilaku anak. Jika kemarahan ini tidak terkelola dengan baik maka akan berakibat buruk pada perkembangan anak. Kemudian, pada aspek terakhir, yaitu membangun empati, orangtua akan belajar untuk menghargai perasaan anak dan belajar untuk mendengarkan aktif setiap perkataan anak sehingga orangtua dapat merasakan apa yang anak rasakan (Bailey, 1995). Aspek-aspek yang terdapat dalam keterampilan pengasuhan di atas akan diberikan dan dilatihkan kepada orangtua. Pelatihan keterampilan pengasuhan yang diberikan kepada orangtua ini diharapkan akan dapat membantu mengurangi permasalahan pengasuhan yang banyak dialami oleh para orangtua khususnya di dusun X. Berdasarkan beberapa fakta permasalahan yang ada di dusun X, alternatif intervensi yang dapat ditawarkan adalah pelatihan keterampilan pengasuhan. Dimana dalam pelatihan ini orangtua dapat diajarkan solusi-solusi alternatif sebagai cara memecahkan masalah pengasuhan sehingga dapat berdampak pada perilaku pengasuhan orangtua. Sebagian besar masyarakat dusun X memeluk agama islam dan budaya islam sangat kental terasa maka intervensi yang diberikan akan diintegrasikan dengan nilai-nilai keislaman. Sejumlah penelitian yang telah dilakukan terkait dengan pelatihan keterampilan pengasuhan Bailey ini membuktikan adanya perubahan perilaku orangtua dalam mengasuh anak-anak mereka. Namun, dalam penelitian kali ini peneliti mengamati
lebih jauh bagaimana pemahaman sejumlah orangtua mengenai anak-anak mereka di dusun X setelah mereka mengikuti pelatihan ini. Dengan demikian, dapat terlihat apakah permasalahan pengasuhan di dusun X dapat teratasi dengan program pelatihan keterampilan pengasuhan ini. Metode Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah para ibu yang memiliki permasalahan pengasuhan yang tinggal di dusun X. Usia anak dalam pengasuhan yang dimaksud adalah usia anak pra sekolah hingga remaja akhir. Permasalahan pengasuhan yang terjadi dilihat secara umum, seperti anak kesulitan makan, anak malas belajar, sering bertengkar dengan anak. Teknik pengambilan sampel (sampling techniques) dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling. Oleh Idrus (2007) purposive sampling adalah teknik pengambilan sample dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya para ibu yang memiliki masalah pengasuhan dengan anaknya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan (action research). Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode wawancara. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur dengan menyertakan pedoman umum wawancara. Analisis data dilakukan dengan membuat pengkodean. Corbin dan Strauss (2003) membagi pengkodean dalam tiga langkah, yaitu pengkodean berbuka yakni melakukan identifikasi ketegori-kategori dan dimensi-dimensinya, pengkodean berporos melakukan pengorganisasian data dengan cara baru melalui dikembangkannya hubungan-hubungan
(koneksi) di antara kategori-kategori. Terakhir, pengkodean berpilih yaitu menyeleksi kategori yang paling mendasar, dan secara sistematis menghubungkannya.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapat tabel perubahan pemahaman pengasuhan anak yang terjadi pada setiap responden sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan: No. Responden
Sebelum mengikuti pelatihan
1.
Um
a. Tidak perhatian pada anak b.Sering bertengkar dengan anak c. Jarang mendampingi anak belajar ataupun nonton tv d. Jarang berdiskusi dengan anak e. Jarang menanyakan kegiatan anak sehari-hari f. Merasa benci terhadap anak
Sesudah mengikuti
Pemahaman
pelatihan
yang terjadi
a.mulai memperhatikan anak
a. meningkatnya pengendalian diri terhadap amarah
b.cara dan nada bicara mulai menurun
b.perasaan c. sering sayang terhadap mendampingi anak anak bertambah belajar dan nonton tv c. membaiknya d. mulai mengajak pola komunikasi anak berdiskusi dengan anak e. sering menanyakan kegiatan anak f. semakin pada anak
2.
At
a.sering mengabaikan permintaan anak tanpa menjelaskan keadaan orangtua sehingga anak menjadi marah
sayang
a. mulai mengajak a. meningkatnya anak bicara tentang pengendalian diri suatu masalah b. membaiknya b. menjelaskan pada pola komunikasi anak akan tugasnya dengan anak di rumah kemudian
b. sering melakukan membiarkan anak tugas-tugas anak melakukan tugasnya dalam rumah sendiri c. sering marah- c. mulai dapat marah setiap pagi mengendalikan pada anak marah 3.
Sg
a.sering menuruti apa a.sering menuruti apa Pelatihan yang anak minta, yang anak minta, keterampilan kalau ada uangnya kalau ada uangnya pengasuhan tidak mempengaruhi b.memaksa anak b.memaksa anak subjek Sg tanpa menjelaskan tanpa menjelaskan terlebih dahulu apa terlebih dahulu positifnya c.merasa lebih sabar c.merasa sabar
4.
Wr
a. Kalau bicara dengan nada keras, harus berteriakteriak ke anak b. Sering meremehkan pendapat anak/ cerita anak c. Sering memaksa anak tanpa dijelaskan terlebih dahulu apa positifnya d. sering merasa terburu-buru sehingga mudah terbawa emosi
5.
Dw
a.mulai dapat a.meningkatnya menahan nada bicara pengendalian diri (tidak harus b.meningkatnya berteriak) rasa empati b.sering terhadap anak mendengarkan apa pendapat anak tanpa c.berkurangnya perasaan cemas meremehkan lagi c. menjelaskan pada anak apa tugasnya tanpa harus dipaksa d. merasa lebih tenang, tanpa harus terburu-buru karena tidak perlu memaksa anak
a. Sering marah sama a. Mulai bisa anak menahan amarah b. Selalu menyuruh b. Bila anak anak yang besar bertengkar, mengalah bila dia melihat terlebih
a.meningkatnya pengendalian diri b.adanya perasaan percaya
6.
Sm
bertengkar dengan dahulu adiknya tanpa permasalahannya, melihat tidak langsung permasalahannya menyuruh yang c. Tidak percaya besar mengalah dengan anak, c. Mulai sering melarang mempercayai anak anak meskipun untuk melakukan perbuatan anak hal-hal yang tidak berbahaya menarik d. Sering mengatakan perhatiannya kata-kata yang dengan teap menyakitkan anak memantau dari jauh,jika hal tersebut tidak berbahaya d. Mulai berhati-hati dalam berbicara dengan anak jika sedang marah a.susah mengatur a.susah mengatur anak untuk sholat & anak untuk sholat & belajar belajar
terhadap anak c.mulai berlaku adil terhadap anak-anak
Pelatihan keterampilan pengasuhan tidak berpengaruh b.susah mengatur b.susah mengatur terhadap subjek anak untuk bangun anak untuk bangun Sm pagi pagi c.merasa dapat menahan amarah
7.
Sw
a.susah mengatur a.susah mengatur Pelatihan anak untuk belajar anak untuk belajar keterampilan dan bermain dan bermain pengasuhan tidak berpengaruh b.memaksa anak b.memaksa anak terhadap subjek dengan menggertak dengan menggertak Sw bila tidak mematuhi bila tidak mematuhi perintah subjek perintah subjek
Berdasarkan tabel perubahan perilaku yang di temukan dalam setiap responden yang mengikuti pelatihan keterampilan pengasuhan ini dapat dilihat responden mana saja yang
mengalami perubahan pemahaman mengenai anak dan responden yang tidak mengalami perubahan. Hal ini dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa pemahaman mengenai anak yang dialami oleh responden Um, At, Wr, dan Dw adalah dikarenakan mereka konsisten menerapkan setiap tahap keterampilan pengasuhan yang diberikan. Mereka juga aktif dalam berpartisipasi di setiap pertemuan pelatihan keterampilan pengasuhan. Selain itu, faktor internal berupa kesadaran yang terjadi dalam diri bahwa pola pengasuhan yang diterapkan belum tepat sehingga ketika mereka mengikuti pelatihan ini, motivasi untuk berubah telah ada pada diri masing-masing. Faktor eksternal yang mendukung adalah adanya dukungan dan keterlibatan suami dari Um, At, Wr, dan Dw untuk mengubah pola pengasuhan terhadap anak sehingga permasalahan pengasuhan yang terjadi selama ini dapat terkurangi. Dilihat dari dampak psikologis yang menonjol diantara keempat responden ini adalah adanya peningkatan pengendalian diri baik berupa perasaan marah atau pun perasaan tidak tega untuk berlaku tegas terhadap anak. Hal ini dipengaruhi juga oleh penguatan nilai-nilai religius (islam) yang disampaikan dalam materi pengendalian diri. Nilainilai religius (islam) memiliki dampak psikologis yang besar terhadap bertambahnya keyakinan mereka sehingga keyakinan inilah yang mendorong para responden untuk dapat mengendalikan diri. Sesuai dengan penuturan keempat responden tersebut bahwa masalah terbesar mereka dalam mengasuh anak adalah ketidaksabaran sehingga permasalahan tidak pernah mencapai solusi karena selalu terbentur dengan pertengkaran. Khusus responden Um,At, dan Dw mengakui hubungan mereka dengan anaknya menjadi lebih dekat setelah mengikuti pelatihan keterampilan pengasuhan ini. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pelatihan keterampilan pengasuhan dapat mempererat hubungan orangtua dengan anak. Perubahan ini pun diakui oleh anak-anak mereka. Seperti yang penulis dapatkan dari seorang anak responden, yang secara implisit menyatakan bahwa responden memang telah
mengalami perubahan perilaku pengasuhan. setelah mengikuti pelatihan, responden mengajak si anak untuk bersepakat memilih konsekuensi logis bagi setiap perilaku anak yang tidak sesuai harapan, padahal dulu tidal pernah begitu. Kalau anak berperilaku tidak sesuai harapan, orangtua akan langsung marah-marah. Walaupun demikian, si anak juga mengakui bahwa terkadang responden juga masih sering ngomel-ngomel meski frekuensinya telah berkurang. Sedangkan pada responden Sg, Sm, dan Sw tidak mengalami perubahan. Hal ini berarti permasalahan pengasuhan ketiga responden ini belum berubah. Untuk responden Sg,sebelum mengikuti pelatihan memang telah memiliki sifat sabar sehingga dalam masalah pengendalian amarah, responden Sg tidak begitu mengalami kesulitan. Sedikitnya perubahan yang dialami oleh responden Sg dalam pola pengasuhannya setelah mengikuti pelatihan ini juga dikarenakan responden termasuk orang yang pendiam sehingga kurang dapat mengungkapkan perasaannya pada anak-anaknya padahal ekspresif dalam menyampaikan perasaan dan pendapat pada anak merupakan salah satu tahap dalam setiap keterampilan pengasuhan yang diberikan. Begitu pula dengan suami dari responden Sg, yang kurang peduli terhadap permasalahan pengasuhan yang terjadi. Hal ini terlihat dari penuturan reponden Sg bahwa suaminya adalah orang yang pendiam dan selalu ikut apa yang dilakukan istri. Kemudian, untuk responden Sm, dengan karakternya yang keras membuat permasalahan yang ada menjadi lebih parah. Hal ini terlihat dari penuturan responden Sm sendiri bahwa ia mengaku telah kesal dengan perilaku anaknya sehingga memberikan hukuman yang sebelumnya tidak pernah diberikan. Semakin hari, responden Sm semakin kesal dengan perilaku anak-anaknya yang sering membantah. Keadaan ini pun diperburuk dengan sikap suaminya yang tidak mendukung responden Sm saat menghadapi anakanaknya. Misalnya saat responden Sm menyuruh anak-anaknya untuk sholat ternyata di saat yag sama, suami responden Sm belum mengerjakan sholat sehingga perilaku suami responden Sm
lah yang ditiru dan menjadi pembenaran bagi anak-anaknya. Responden Sm mengaku tidak berdaya menghadapi suaminya, meski ia telah berusaha menasehati. Inilah faktor eksternal yang menghambat penyelesaian masalah dalam proses pengasuhan yang dilakukan responden Sm. Kemudian yang terjadi selanjutnya adalah responden Sm mengaku pusing harus berbuat apalagi sehingga perasaan inilah yang menurunkan motivasi responden Sm untuk menyelesaikan setiap permasalahan pengasuhan dengan tahapan keterampilan pengasuhan yang telah diberikan. Tidak adanya dukungan dari suami juga dialami oleh responden Sw. Selain itu, sikap responden Sw yang seakan-akan memperlihatkan bahwa dalam proses pengasuhan yang dilakukannya tidak mengalami masalah besar sehingga dalam diri respoden Sw tidak muncul motivasi internal yang besar seperti yang dialami oleh keempat responden sebelumnya. Ketidaksadaran responden Sw terhadap permasalahan pengasuhan yang dialaminya membuat responden belum menerapkan setiap tahapan materi keterampilan pengasuhan yang telah diberikan. Dengan uraian diatas, dapat disimpulkan dinamika psikologis yang dialami oleh kelompok responden yang mengalami perubahan dan kelompok responden yang tidak mengalami perubahan perilaku pengasuhan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan keterampilan pengasuhan.
Pada kelompok responden yang mengalami perubahan perilaku
pengasuhan selama mengikuti pelatihan telah tumbuh kesadaran bahwa perilaku pengasuhan yang telah diterapkan selama ini kurang tepat, kemudian tumbuh motivasi internal yang kuat untuk memperbaiki perilaku pengasuhan terhadap anak. Motivasi yang kuat ini dapat tumbuh dari karakteristik individu responden yang mau segera memperbaik kekeliruan. Selain itu, responden juga mendapatkan dukungan yang besar dari pasangan (suami) untuk mengubah perilaku pengasuhan setelah mengikuti pelatihan. Dukungan ini terlihat dari perilaku pengasuhan
suami yang juga berubah mengikuti perilaku pengasuhan responden. Sedangkan pada kelompok kedua, dimana tidak ada perubahan yang terjadi disebabkan karena motivasi internal yang kurang dan tidak adanya dukungan dari suami dalam mengubah perilaku pengasuhan. Karakteristik responden seperti latar belakang pendidikan dan sifat yang tertutup juga turut mempengaruhi responden sehingga perubahan positif yang dimaksud belum dapat terwujud. Hal ini sesuai dengan salah satu faktor yang mempengaruhi pengasuhan yaitu karakterisitk orangtua. Orangtua yang memiliki karakter tertutup akan cenderung untuk bersikap defense dan sulit untuk berubah. Karakteristik inilah yang ada pada Sg, Sm, dan Sw sehingga mereka perlu diberikan intervensi lain seperti konseling personal untuk mengungkap lebih detail permasalahan mereka. Untuk memperjelas proses terjadinya perubahan pemahaman mengenai pengasuhan anak yang dialami oleh setiap responden, berikut akan peneliti tampilkan bagannya.
Kurangnya keterampilan pengasuhan
Perlakuan yang salah dalam mengatasi perilaku anak
Encouragement
Mengikuti pelatihan keterampilan pengasuhan
Self Control
Respecting Feeling
Choice
Adanya motivasi dalam diri untuk menerapkan tahapan keterampilan pengasuhan
Timbul permasalahan pengasuhan
Adanya dukungan dari suami
Dapat lebih sabar Hubungan komunikasi dengan anak lebih baik
Kurangnya motivasi dalam diri untuk menerapkan keterampilan pengasuhan
Kurangnya dukungan dari suami
Belum dapat mengendalikan diri Komunikasi dengan anak belum terjalin dengan baik
Mengurangi permasalahan pengasuhan
Permasalahan pengasuhan masih tetap terjadi
Bagan 2. Pemahaman mengenai pengasuhan anak yang dialami setiap responden
Tahapan
keterampilan pengasuhan yang diberikan pada para responden terdiri dari
tahapan keterampilan membangun kepercayaan, membantu menentukan pilihan atau keputusan, mengendalikan diri, dan membangun empati. Keempat tahapan keterampilan ini mengajarkan para responden cara-cara untuk membangun hubungan yang kooperatif bersama anak dalam menyelesaikan
permasalahan
pengasuhan.
Dalam
tahapan
keterampilan
membangun
kepercayaan, orangtua diajarkan untuk selalu menanamkan persepsi yang positif pada setiap perilaku anak. Tahapan keterampilan ini diterapkan oleh responden Dw. Sebelum mengikuti pelatihan ini, Dw tersebut merasa kesulitan untuk mempercayai anak. Responden Dw mengakui selalu melarang putri bungsunya bermain di halaman luar rumah dan di dapur. Namun, setelah Dw mengikuti pelatihan keterampilan pengasuhan dan menerapkan tahapan membangun kepercayaan Dw mengubah cara pandangnya dengan berpikir positif akan apa yang dilakukan putri bungsunya sehingga Dw memperbolehkannya selama perilaku itu tidak berbahaya bahkan Dw membantu putri bungsunya dalam memuaskan rasa ingin tahunya. Kemudian pada tahapan keterampilan menentukan pilihan mengajarkan responden untuk membantu anak menentukan suatu keputusan dan belajar bertanggungjawab. Responden Um dan At mencoba menerapkannya pada anak-anak mereka. Kedua responden mengaku lebih banyak mengajak anak berdiskusi untuk sama-sama mencari solusi permasalahan yang ada. Keterbukaan ini membuat hubungan Um dan At dengan anak-anak mereka masing-masing semakin dekat. Selanjutnya pada tahap keterampilan mengendalikan diri, sebagian besar responden mengakui
tahapan inilah yang banyak diterapkan. Tahapan keterampilan mengendalikan diri yang disampaikan ini disesuaikan dengan ajaran islam dalam mengelola amarah. Dorongan keimanan yang ada pada setiap responden membuat tahapan ini memiliki peran besar dalam proses menahan diri dari amarah saat terjadi permasalahan pengasuhan. Sedangkan tahapan terakhir, membangun empati mengajarkan pada para responden untuk mencoba merasakan apa yang dirasakan anak sehingga dapat memahami anak dan mudah dalam membantu anak menyelesaikan permasalahannya. Untuk mencapai tahapan ini responden harus membangun komunikasi yang baik terlebih dahulu dengan anak sehingga anak bersedia membagi apa yang dipikirkan, dirasakan dan dialaminya. Meski belum semua responden menerapkan tahapan keterampilan membangun empati, namun usaha untuk menjalin komunikasi yang lebih baik dengan anak telah dilakukan. Demikianlah
penjelasan
mengenai
pelatihan
keterampilan
pengasuhan
untuk
meningkatkan pemahaman orangtua tentang anak. Dari uraian di atas dapat terlihat perubahan pemahaman apa saja yang telah diakibatkan oleh pelatihan keterampilan pengasuhan terhadap para ibu yang di dusun X. Namun demikian peneliti menyadari masih banyak keterbatasan ketika melakukan penelitian ini. Bila wawancara yang dilakukan kepada setiap responden dapat juga dilakukan pada seluruh anggota keluarga seperti suami dan anak, peneliti yakin data yang dikumpulkan dapat lebih mendalam. Kurangnya peran suami dalam proses pelatihan ini juga menyebabkan beberapa tujuan pelatihan belum tercapai, sehingga keterlibatan suami sangat dibutuhkan dalam pelatihan ini agar tujuan pelatihan dapat tercapai. Terlebih lagi, pengasuhan seharusnya dilakukan secara harmonis oleh kedua orangtua.
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat di peroleh adalah sebagian besar responden mengalami perubahan pemahaman tentang pengasuhan anak. Hal ini terlihat dari perilaku pengasuhan responden yang berubah Meski demikian, ada beberapa responden yang belum memperlihatkan perubahan pemahaman mengenai anak. Setidaknya ada empat dari tujuh responden yang mengakui adanya peningkatan pengendalian diri untuk menahan amarah kepada anak secara verbal dan terjalinnya komunikasi yang baik dengan anak sehingga permasalahan yang ada dapat teratasi dengan baik. Perubahan pemahaman lain yang juga dialami oleh salah satu responden adalah berkurangnya perasaan cemas sehingga dapat menurunkan emosi amarah terhadap anak. Temuan perubahan pemahaman ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pelatihan keterampilan pengasuhan dapat menurunkan tingkat stress pengasuhan pada orangtua. Pengaruh yang positif pada responden juga disebabkan karena adanya dukungan dari suami sehingga perubahan perilaku mengasuh dapat dilakukan secara bersama-sama. Sedangkan tiga responden sisanya, menunjukkan tidak adanya perubahan perilaku mengasuh antara sebelum mengikuti pelatihan dengan sesudahnya. Selain karena kurangnya kesadaran dalam diri untuk berubah, juga disebabkan karena suami mereka tidak mendukung penuh perubahan perilaku tersebut sehingga penyelesaian masalah pengasuhan belum dapat terselesaikan dalam keluarga mereka.
Saran 1. Bagi Responden Penelitian Bagi responden penelitian untuk terus melanjutkan setiap langkah positif dalam perubahan pola mengasuh anak-anak. Mengubah persepsi atau cara pandang akan setiap perilaku anak adalah hal pertama yang penting dan berguna untuk diterapkan. 2. Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini masih banyak kekurangan, untuk itu bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut sebaiknya melakukan menggunakan modul yang disusun berdasarkan satu konsep saja agar output pelatihan dapat lebih optimal. Kemudian, perlu juga untuk mewawancarai secara langsung pada setiap anggota keluarga yang terlibat dalam aktivitas pengasuhan responden, seperti suami ataupun anak. Hal ini bertujuan untuk melihat kekonsistenan jawaban yang di berikan responden sehingga data yang diperoleh dapat lebih akurat dan bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alsa, Asmadi. 2003. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Andayani, Budi. 2004. Tinjauan Pendekatan Ekologi Tentang Perilaku Pengasuhan Orangtua. Artikel. Yogyakarta: Buletin Psikologi UGM tahun XII no.1 Bailey, Perkins & Wilkins. 1995. Parenting Skills Workshop Series. A Manual for Parent Educators. Journal. A Cornell Cooperative Extension Publication. Bens, Roberta. 2004. Child, Family, School , Community Socialization and Support. USA: Thomson Learning, Inc Berndt,Thomas.J. 1997. Child Development. USA: Brown & Benchmark Publisher Brooks, Jane.B. 2004. The Process of Parenting. New York : McGraw Hill Companies, Inc Golding, Kim. 2000. Parent Management Training as an Intervention to Promote Adequate Parenting. Clinical Child Psychology and Psychiatry. Vol 5 (3): 357-371. London: Sage Publications Hardjana, A.M. 2001. Training SDM yang Efektif. Yogyakarta: Kanisius Idrus, M. 2007. Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif). Yogyakarta: UII Press Jones,A. 2008. Effect of Positive Behavior Support Training on Children’s Maladaptive Behavior, parenting Skill and Parental Support of Families with Children with Disabilities. Thesis. Brigham Young University Kissman, Kris. 1992. Parent Skills Training : Expanding Scholl-Based Services For Adolescent Mothers. Research on Social Work Practice. 2:161 Koentjoro, & Andayani, B. 2004. Peran Ayah Menuju Coparenting. Surabaya: CV Citra Media. Kurniawan. I.N dan Utami. D. 2007. Pelatihan Keterampilan Pengasuhan Sebagai Upaya Mengatasi Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga. Jakarta : Laporan Penelitian Dosen Muda Dikti. Moleong, L.J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Olson, David. 2003. Marriage & Families, Intimacy, Diversity and Strenghts four edition. USA: McGrawHill Companies Sagor, R. 2005. The Action Research Guidebook. California : Corwin Press
Schmuck, R.A. 1997. Practical Action Research for Change. USA: SkyLight Training and Publising Strauss, A & Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Syamril, J.R. 2007. Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Emosi terhadap Keterampilan Sosial Siswa Akselerasi. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia Trunzo,Annette. 2006. Engagement, Parenting Skill, and Parent-Child Relations as Mediators of the Relationship between Parental Self Efficacy and Treatment Outcomes for Children with Conduct Problems. Dissertation. University of Pittsburgh Wijayanti,S. 2008. Pengaruh Pelatihan Keterampilan Pengasuhan terhadap Penurunan Stres Pengasuhan. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia Yusuf,L.N., Syamsu, Dr.H, M.Pd.2002. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya ______.Mei 2008. Artikel : Harian Republika ______.2008. Artikel : Harian Kedaulatan Rakyat http://www.liputan6.com./kekerasan pada anak meningkat/hmtl wrm-indonesia.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1087
IDENTITAS PENULIS
NAMA ALAMAT
: GITA AULIANINGTIAS : PERUM RANCA MANYAR REGENCI BLOK CD 2 NO.5 RT/RW 3/17 DESA RANCAMANYAR KEC.BALE ENDAH KAB.BANDUNG
NO.TELP
: 081 328 162 307
EMAIL
:
[email protected]