NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PRA KONDISI UNTUK BERKONSENTRASI DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA
Hanna Fadhillah Fuad Nashori
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara pra kondisi untuk berkonsentrasi dengan prestasi belajar matematika pada siswa SMA. Hipotesis awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara pra kondisi untuk berkonsentrasi dengan prestasi belajar matematika pada siswa SMA. Semakin tinggi pra kondisi untuk berkonsentrasi pada siswa semakin tinggi prestasi belajar matematika siswa. Dengan demikian semakin rendah pra kondisi untuk berkonsentrasi siswa maka prestasi belajar matematika siswa akan semakin rendah pula. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang berusia antara lima belas hingga delapan belas tahun, baik laki-laki ataupun perempuan, dan duduk pada bangku SMA PIRI I Yogyakarta. Tekhnik pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan skala menggunakan metode skala konsentrasi yang ber berjumlah 29 aitem. Skala pra kondisi untuk berkonsentrasi ini dibuat dan dirancang sendiri oleh peneliti berdasar pada aspek-aspek konsentrasi. Pengukuran prestasi belajar matematika diambil berdasarkan nilai hasil ulangan matematika siswa. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bantuan computer program spss for window 13 untuk menguji apakah ada hubungan antara pra kondisi untuk berkonsentrasi dengan prestasi belajar matenatika pada siswa. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan nilai sebesar rxy= 0,676 dengan p = 0,000 yang artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pra kondisi untuk berkonsentrasi dengan prestasi belajar matematika, dengan demikian hipotesis yang diajukan oleh peneliti diterima. Kata kunci : Pra Kondisi Konsentrasi, Prestasi Belajar
1
I. Pengantar
Latar Belakang Masalah
Melalui pendidikan matematika seseorang siswa diharapkan mampu dan terampil dalam melakukan penalaran serta berfikir kritis, logis, dan sistematis deduktif serta dapat memperlakukan objek empiris secara abstrak, (Sudjiono,2003). Berfikir kritis deduktif berarti siswa cepat tanggap terhadap hal-hal atau kejadian-kejadian yang bersifat umum menuju hal-hal yang khusus secara kritis dan logis. Permasalahan klasik dalam mata pelajaran matematika terjadi di setiap jenjang pendidikan, khusunya SMA adalah rendahnya prestasi belajar matematika. Mata pelajaran matematika pada umumnya dipersepsi sebagai mata pelajaran yang dirasa sulit sehingga dianggap momok yang menakutkan bagi sebagian besar siswa, mulai dari jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) sampai dengan pendidikan menengah (SMA dan yang sederajat). Realita tersebut diperkuat dari data hasil Ujian Akhir Nasional (UAN) dari tahun ajaran 2003/2004 pada jenjang SMA memiliki nilai rata-rata antara 3,00 sampai dengan 4,00 (http://www.google.education, 2004). Permasalahan rendahnya prestasi mata pelajaran matematika di SMA disebabkan faktor misalnya siswa kurang mampu cara memahami konsep pada bidang matematika yang lebih menggunakan pikiran secara analitik dalam mengerjakan soalsoal (Fajar, 2002). Proses pemikiran analitik dalam mata pelajaran matematika mengandung tiga kesulitan dasar, yaitu kesulitan melakukan manipulasi simbol, kesulitan mengunakan logika secara deduktif, dan kesulitan dalam membangun rantai
2
penalaran. Kesulitan dalam berfikir analitik pada siswa tersebut secara internal dapat direduksi dengan kemampuan konsentrasi dan beberapa karakteristik kepribadian yang melekat pada siswa, seperti minat, ketekunan, dan konsentrasi (Mudjiono, 2002). Mata pelajaran matematika termasuk ke dalam bidang eksak yang mempunyai karekteristik yang berbeda dibandingkan dengan mata pelajaran lain. Karakteristik tersebut merupakan ciri khas yang tidak dimiliki mata pelajaran yang bersifat eksakta lainnya seperti, bidang Ilmu Pengetahuan Alam lainnya seperti fisika, kimia, dan biologi (Kurikulum, 2004). Adapun karakteristik matapelajaran matematika adalah bagaimana cara memahami materi dan menyelesaikan soal-soal, mataapelajaran matematika memerlukan daya konsentrasi tinggi bila dibandingkan dengan matapelajaran lainnya (Slettenhaar, 2000). Karakteristik matapelajaran matematika menurut Gravemeijer, (1994) adalah dibutuhkan kemampuan konsentrasi tinggi karena terdiri dari tiga sub bidang, yaitu kemampuan bidang ruang (Geometri), kecepatan berhitung (Aritmatika), dan kemampuan pemahaman dan logika (Aljabar). Proses pembelajaran matematika perlu mengaitkan proses pembelajaran dengan melibatkan siswa secara aktif (melalui memberi pengalaman), guna menciptakan minat pada siswa materi belajar yang mengganggu ingatan dan retensi siswa, serta perlunya melakukan rehearseal terhadap materi pelajaran sehingga prestasi belajar siswa meningkat, (Walgito, 2002). Rehearseal adalah pengulangan materi belajar yang telah dipelajari sebelumnya akan memudahkan siswa untuk mengingatnya, sehingga mendukung pada tingginya prestasi belajar (Suryabrata, 2002). Alsa (1996) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa rehearseal dan interferensi berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar.
3
Menurut Suyatno (1988), penyebab rendahnya prestasi belajar matematika di SMA adalah beberapa faktor, yaitu faktor metode mengajar guru, faktor banyaknya muatan atau materi kurikulum, faktor internal dari siswa. Syarien (1991) menyatakan bahwa sebagian besar siswa mengalami ketakutan terhadap matapelajaran matematika sehingga siswa cenderung mempunyai minat yang relatif rendah terhadap matapelajaran matematika. Beberapa hal di atas perlu dicari faktor penyebab rendahnya minat siswa terhadap matapelajaran matematika. Proses pembelajaran matematika perlu mengaitkan proses pembelajaran dengan melibatkan siswa secara aktif (melalui memberi pengalaman), guna menciptakan minat pada siswa materi belajar yang mengganggu ingatan dan retensi siswa, serta perlunya melakukan rehearseal terhadap materi pelajaran sehingga prestasi belajar siswa meningkat, (Walgito, 2002). Rehearseal adalah pengulangan materi belajar yang telah dipelajari sebelumnya akan memudahkan siswa untuk mengingatnya, sehingga mendukung pada tingginya prestasi belajar (Suryabrata, 2002). Alsa (1996) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa rehearseal dan interferensi berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar. Silva (1997) mengemukakan bahwa penumpukan materi belajar yang tidak sesuai dengan kemampuan siswa dapat mengakibatkan kelupaan terutama pada remaja. Sesuai masa perkembangannya siswa masa sekolah SMA berusia sekitar 16-19, yang sering disebut masa remaja awal, masa transisi awal, masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa ini memiliki ciri-ciri tertentu yang sangat berbeda dengan masa sebelumnya. Ciri yang menonjol pada masa ini siswa mengalami perubahan yang sangat cepat, baik fisik, emosi mauoun sosial (Sulaeman, 1995). Hurlock (1999)
4
menyampaikan lima perubahan yang bersifat universal yang dialami oleh individu ketika menjadi remaja, yaitu meningginya emosi, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran, berubahnya pola perilaku, nilai-nilai dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Persoalan yang dihadapi oleh remaja ketika terjadi penumpukan materi pelajaran biasanya menimblkan gejala-gejala seperti malas belajar, tidak fokus atau konsentrasi dalam mengikuti pelajaran, sering lupa apabila disuruh mengulang materi yang sudah diberikan oleh guru. Keadaan tersebut akan mengakibatkan penurunan prestasi di dalam hasil evaluasi belajarnya (Sulaeman, 1995). Menurut Ebbinghaus dkk (Walgito, 2002) menunjukkan bahwa kekuatan mengingat akan menimbulkan minat. Berhubung dengan kemungkinan banyak hal yang telah dipelajari akan dilupakan, maka langkah praktis agar yang disimpan dalam ingatan itu tetap baik, diperlukan ulangan-ulangan dari bahan-bahan yang pernah dipelajarinya atau rehearseal (Walgito, 2002). Josh (Walgito, 2002) mengemukakan bahwa makin sering seseorang mengadakan ulangan mengenai bahan yang dipelajari, akan makin sedikitlah hal-hal yang dilupakan, hingga akhirnya bahan itu akan dapat dikuasai dengan baik. Bidang matematika yang diajarkan dengan pola menghafal rumus menghasilkan pengetahuan awal yang dangkal dalam mempergunakan pengetahuan dalam proses belajarnya (Fajar, 2002). Belajar matematika seharusnya memberikan minat dan kesenangan siswa memperbaiki berbagai konsep pembelajaran yang belum tepat dan masih ada beberapa kekeliruan (Beller dan Gafni, 1996). Proses mekanisme konsentrasi berdasarkan frekuensi gelombang otak (Effendi, 2002) dengan mengkondisikan subjek dengan melakukan pengendalian pikiran untuk
5
melatih konsentrasi Metode pengembangan konsentrasi memusatkan pikiran pada suatu titik (Silva, 1977). Berpikir dan konsentrasi tidak hanya dimiliki oleh orang yang menggunakan otak sebelah kiri saja, tetapi dimiliki oleh orang yang menggunakan otak sebelah kanan dan kiri (MacGregor, 2000; Santoso, 2002). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara konsentrasi dengan prestasi belajar pada siswa SMA. Pertanyaan yang diajukan adalah “Apakah ada hubungan antara pra kondisi untuk berkonsentrasi dengan prestasi belajar matematika pada siswa SMA ?”.
6
II. METODE PENELITIAN
A.
Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah siswa SMA I PIRI Yogyakarta yang memenuhi
karakteristik dan ciri-ciri sesuai dengan tujuan penelitian yang ditetapkan peneliti sebelumnya. Adapun karakteristik dan ciri-ciri subyek penelitian tersebut adalah: 1.
Siswa SMA kelas I yang secara berturut masuk (naik kelas) selama penelitian ini berlangsung.
2.
B.
Usia 15-18 tahun
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode skala, skala yang digunakan yaitu skala pra kondisi konsentrasi sedangkan prestasi belajar diukur menggunakan nilai hasil ulangan siswa. Skala pra kondisi konsentrasi dibuat oleh peneliti berdasar aspek-aspek yang ada.
C.
Alat Ukur Dalam penelitian ini yang di ambil data adalah tingkat pra kondisi konsentrasi
siswa yang diukur dengan menggunakan alat ukur skala pra kondisi konsentrasi yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan menggunakan aspek-aspek pra kondisi konsentrasi. Sedangkan data prestasi belajar menggunakan data dari sekolah yang berupa nilai hasil ulangan harian di sekolah.
7
HASIL PENELITIAN A.
Uji Normalitas Uji normalitas dengan menggunakan teknik one sample kolmogorov-
smirnov test dari program SPSS 13.0 for windows. Hasil perhitungan uji asumsi normalitas pra kondisi konsentrasi dengan skor KS-Z 1,149 dengan P= 0,143 yang berarti sebaran pra kondisi konsentrasi normal. Hasil perhitungan uji asumsi normalitas prestasi belajar dengan skor KS-Z 1,288 dengan P= 0,072 yang berarti sebaran prestasi belajar normal. B.
Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS 13.0 for
windows untuk statistic compare means. Berdasarkan hasil perhitungan untuk variabel pra kondisi untuk berkonsentrasi dengan prestasi belajar matematika diperoleh nilai F linearitas = 63,640 dan p = 0,000 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara pra kondisi untuk konsentrasi dan prestasi belajar matematika adalah linear dan untuk menguji kedua hubungan yang linier maka uji hipotesis menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. C.
Hasil Uji Hipotesis Peneliti menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson untuk
menguji ada tidaknya hubungan antara pra kondisi untuk berkonsentrasi dengan prestasi belajar matematika. Hasil uji hipotesis menunjukkan adanya koefisien rxy= 0,676 dengan p = 0,000 maka ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pra kondisi untuk berkonsentrasi dan prestasi belajar matematika, dengan demikian hipotesis yang diajukan oleh peneliti diterima.
8
PEMBAHASAN Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang sangat signifikan antara pra kondisi untuk berkonsentrasi dengan prestasi belajar matematika pada remaja. Responden dalam penelitian ini berada pada tingkat pra kondisi konsentrasi yang tinggi dengan prestasi belajar matematika pada tingkat sedang, artinya responden dengan pra kondisi konsentrasi yang tinggi mempunyai kecenderungan prestasi belajar matematika pada tingkat yang tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingginya konsentrasi efektif dalam memprediksi tingginya prestasi belajar matematika pada siswa SMU. Adanya korelasi tersebut membuktikan bahwa pra kondisi konsentrasi mempengaruhi tingkat prestasi belajar matematika seperti yang diungkapkan (Fajar, 2002) belajar matematika bukan dengan menghafalkan melainkan secara deduktif sehingga dibutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk dapat cepat dan tepat memahaminya sehingga tepat dalam melakukan analisis. Agar dapat melakukan analisis dengan tepat diperlukan konsentrasi yang tinggi pada saat belajar. Usaha untuk mengevaluasi hipotesis ini sudah dilakukan dan pencampuran hasil, dengan beberapa studi yang menunjukkan bahwa pra kondisi konsentrasi tinggi mempengaruhi prestasi belajar matematika. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah dipelajari, sehingga dapat diperoleh gambaran pencapaian program pengajaran secara menyeluruh. Prestasi belajar yang dicapai siswa tidak diperoleh dengan sendirinya, tetapi merupakan usaha belajar yang dilakukan oleh
9
siswa itu sendiri. Menurut pandangan Azwar (1996), pengertian prestasi atau keberhasilan belajar ini dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan dan sebagainya. Dalam penelitian ini dihasilkan hubungan yang sangat signifikan antara pra kondisi konsentrasi dengan prestasi belajar matematika pada siswa SMU dengan koefisien rxy= 0,676, yang berarti ada sumbangan sebesar 0,763%. Selama melaksanakan penelitian ini peneliti menemukan adanya beberapa kelemahan dari penelitian yang dilakukan. Kelemahan-kelemahan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Skala yang digunakan untuk mengukur pra kondisi untuk berkonsentrasi masih terlalu jauh dari sempurna. 2. Peneliti tidak dapat mengetahui secara pasti apakah siswa dalam mengerjakan soalsoal matematika dengan penuh konsentrasi. 3. Dalam penelitian ini kurang mendapat tanggapan yang memuaskan karena banyak siswa yang kurang menyukai matematika. 4. Guru kurang berperan dalam penellitian ini, misalnya pada saat siswa mengerjakan soal-soal matematika dan kelas ditinggalkan begitu saja hanya diberi waktu untuk mengerjakan.
10
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara konsentrasi dengan prestasi belajar matematika pada siswa SMU. Semakin tinggi siswa dapat berkonsentrasi, maka akan semakin baik hasil yang di dapatkan, dalam hal ini semakin tinggi konsentrasi akan meningkatkan prestasi belajar matematika pada siswa SMU. Sumbangan yang dimiliki responden pada penelitian ini sebesar 0,763%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penelitian ini, responden telah
membuktikan adanya
korelasi yang sangat signifikan.
SARAN Pada penelitian ini diberikan saran-saran kepada : 1. Subyek penelitian Penulis menyarankan kepada para siswa SMU agar dapat berkonsentrasi dalam menyelesaikan segala persoalan, bukan hanya dalam memecahkan soal-soal matematika yang rumit saja. Konsentrasi sangat diperlukan bagi para siswa SMU karena jika dapat mengembangkannya maka kita dapat dengan mudah menyelesaikan berbagai masalah dan kita bisa meraih prestasi belajar yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Persoalan rumit dalam matapelajaran matematika bukanlah suatu hal yang menakutkan bila kita dapat konsentrasi dalam mengerjakan soal-soal walaupun dalam kondisi ruangan atau tempat yang ramai sekalipun. Siswa sudah tidak menganggap matapelajaran matematika merupakan suatu momok pelajaran yang menakutkan untuk dipelajari.
11
Peneliti juga menyarankan agar guru tidak meninggalkan kelas pada saat pelajaran sedang berlangsung karena akan menimbulkan keributan dan dapat mengganggu konsentrasi siswa lain yang benar-benar mengerjakan dengan penuh konsentrasi.
2. Peneliti Selanjutnya Saran ditujukan untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat melakukan penelitian yang lebih teliti dan mendetail, memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar serta mempertimbangkan berbagai data lain sebagai data tambahan. Peneliti juga sebaiknya dapat mengamati dengan lebih cermat apakah siswa sudah benar-benar dapat berkonsentrasi pada saat mengerjakan matematika. Karena dengan adanya observasi yang lebih cermat akan dapat menghasilkan sustu penelitian yang benar-benar dapat dipertanggung jawabkan. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penyempurnaan alat ukur, hal ini perlu dilakukan sebagai suatu usaha untuk memperoleh hasil ukur yang akurat. Dalam penelitian baerikutnya diharapkan peneliti dapat memberikan skala pengukuran untuk prestasi belajar agar dapat memperoleh hasil yang lebih maksimal.
12
DAFTAR PUSTAKA N.N. http://WWW.google.education, 2004, Third International Mathematics and Science Study, 1999. Beller, M., dan Gafni, N., 1996, The 1991 International Assesment of Educational Progress in Mathematics an Sciences: The Gender Differences Perspective, Journal of Educational Psychology. 87 (4), 598-610. Fajar, M., 2002, Guru Mengajar MIPA Sebagai Materi Hafalan, Kompas, 3 September. Mac Gregor, S., 2000, PIECE IF MIND: Mengunakan Kekuatan Pikiran Bawah Sadar untuk Mencapai Tujuan, (alih bahasa: Yudhi Sudjana), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Mudjiono & Dimyati, 2002, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Silva, J., 1977, Silva Mind Control Method, New York: Simon and Schuster Inc. Sudjiono, 2003, Tantangan Berprestasi Bidang MIPA, Kompas, 23 April 2003. Sulaeman., D., 1995, PSIKOLOGI REMAJA: Dimensi-dimensi Perkembangan, Bandung: CV Mandar Maju. Suryabrata, S., 2002, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja grafindo Persada Walgito, B., 2002, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset. Winkel, M.G., 1987, Cognitive Psychology, New York : Harper & Row, Publisher, Inc.
13