NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI INTERPERSONAL DENGAN AFEK ANAK-ANAK PANTI ASUHAN
Oleh : EVA AMELLIA WAKHIDAH 02320091
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2006
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI INTERPERSONAL DENGAN AFEK ANAK-ANAK PANTI ASUHAN
Telah Disetujui Pada Tanggal
----------------------
Dosen Pembimbing Utama
(H. Fuad Nashori, S.Psi, M.Si., Psikolog)
HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI INTERPERSONAL DENGAN KEBAHAGIAAN ANAK-ANAK PANTI ASUHAN
Eva Amellia Wakhidah H. Fuad Nashori INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara kompetensi interpersonal dengan afek anak-anak panti asuhan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah : ada korelasi antara kompetensi interpersonal dengan afek pada anak-anak panti asuhan. Subjek dalam penelitian ini adalah anak asuh panti dengan karakteristik usia remaja yaitu 1520 tahun. Subjek penelitian ini adalah anak-anak panti asuhan yang tinggal di dalam panti asuhan. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah purposive sampling yaitu dengan pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang memiliki sangkut paut dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Adapun Adapun skala yang digunakan adalah skala kompetensi interpersonal yang dibuat sendiri oleh peneliti sejumlah 26 aitem berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Buhrmester dkk (1988) dan skala afek yang menggunakan Affect scale milik Diener dengan modifikasi sejumlah 16 aitem. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12,00 untuk menguji apakah ada hubungan antara kompetensi interpersonal dengan afek pada anak panti asuhan. Korelasi antara skala kompetensi interpersonal dengan skala afek memiliki korelasi 0,487 dengan p = 0,000 (p<0,01) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara kompetensi interpersonal dengan afek. Jadi hipotesis penelitian diterima.
Kata kunci: kompetensi interpersonal, afek dan anak panti asuhan.
Pengantar Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangasa yang dipersiapkan untuk dapat menggantikan para pendahulunya. Namun tidak dapat dipungkiri dalam proses tumbuh dan berkembang tersebut anak membutuhkan banyak sekali kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat diperoleh dan wajib diberikan oleh orang-orang terdekat yaitu dari pihak pertama. Pihak pertama dalam hal ini adalah keluarga (orang tua), karena keluarga adalah pihak pertama yang berkewajiban untuk menjamin, memelihara dan memenuhi kebutuhan anak. Dari orang-orang terdekat (keluarga), seorang individu mendapatkan pendidikan, perlindungan, kasih sayang, perhatian dan rasa cinta. Namun pada kenyataannya, kebutuhan tersebut menjadi permasalahan yang cukup penting bila mengingat individu-individu tersebut adalah anak-anak yatim dan atau piatu. Hal ini mengingat “kesendirian” mereka dalam menghadapi kehidupan ini. Oleh sebab itu, kehidupan anak-anak yatim dan atau piatu tersebut merupakan tanggung jawab masyarakat yang terkadang tidak terlaksana dengan baik bahkan mungkin terabaikan. Tanggung jawab masyarakat mencakup berbagai aspek, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial. Dalam hal ini, kita sebagai manusia, sebagai ciptaan Allah SWT dan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain diharuskan untuk saling tolong-menolong dan tidak bisa mengabaikan adanya tanggung jawab tersebut. Pada awalnya, panti asuhan merupakan lembaga yang sangat populer untuk membantu perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga atau disebut
anak yatim dan atau piatu. Panti asuhan berperan sebagai pengganti keluarga dalam hal pemenuhan kebutuhan anak-anak dalam proses perkembangannya. Tetapi dalam perkembangannya lebih lanjut panti asuhan berfungsi sebagai tempat pelayanan kesejahteraan sosial. Panti asuhan terlihat seperti asrama yang menyediakan tempat tinggal, makanan, pendidikan dan pelatihan untuk keluarga yang tidak mampu (keluarga miskin). Anak-anak yang tinggal di dalam panti asuhan tersebut datang ke panti asuhan dengan dilatarbelakangi oleh terbatasnya kemampuan sosial ekonomi atau dapat juga karena terjadi keretakan dalam keluarga sehingga menjadikan mereka menjadi terlantar. Anak-anak tersebut datang dari berbagai macam daerah. Anak-anak tersebut datang dari desa terdekat atau daerah lain dengan harapan mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan kehidupan yang lebih menjanjikan dimasa yang akan datang. Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap anak-anak panti asuhan dan pengurus panti asuhan, didapatkan informasi bahwa anak-anak panti asuhan merasa senang ketika sedang berkumpul dengan teman-temannya. Dalam kebersamaan yang ada di dalam panti asuhan, setiap harinya anak-anak yang tinggal di dalam panti asuhan saling bercanda, saling bercerita tentang kejadian-kejadian yang dialaminya dan saling tolong-menolong dalam mengerjakan tugas-tugas mereka. Anak-anak tersebut saling bekerja sama satu sama lain. Mereka terlihat gembira dan ceria sama seperti anak-anak yang tidak tinggal di dalam panti asuhan (tinggal bersama dengan keluarganya). Tetapi dari semua anak-anak panti asuhan, terlihat beberapa anak-anak yang menyendiri jauh dari teman-temannya. Dari informasi yang didapat dari teman-
temannya, anak-anak tersebut memang cenderung menyendiri. Mereka melakukan semua kegiatan atau kewajiban-kewajibannya sendirian. Anak-anak tersebut terlihat sungkan dalam meminta tolong kepada temannya. Anak-anak tersebut kurang bergaul dan sangat pemalu dan pendiam. Apalagi terhadap orang-orang yang baru ditemuinya seperti orang-orang yang datang berkunjung ke panti asuhan. Anak-anak tersebut tidak berkumpul dengan teman-teman sebayanya ataupun dengan teman-teman lainnya. Anak-anak tersebut terlihat menyendiri, belajar sendirian, duduk di kamar sendirian dan kurang ramah dibanding temanteman lainnya. Dari teman-temannya diketahui anak-anak pendiam tersebut biasanya sensitif terhadap apa yang menimpa dirinya. Anak-anak tersebut mudah tersinggung dan sering terlihat murung dan gelisah. Anak-anak tersebut sering terlihat gugup ketika disapa oleh temannya. Kondisi afek anak-anak panti asuhan memang beragam. Ada anak yang memiliki afek positif dan ada juga yang memiliki afek negatif. Ada anak yang terlihat ramah, bahagia dan ceria, tetapi ada juga anak-anak yang terlihat sedih, pendiam, murung, gelisah dan lainnya. Afek adalah kondisi afeksi seseorang dipandang dari banyaknya afek positif dan sedikitnya afek negatif. Afek adalah salah satu aspek dari kebahagiaan. Tanpa adanya afek, maka kebahagiaan tidak dapat dialami oleh seseorang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara mendetail oleh Universitas Minnesota, didapatkan hasil bahwa afektivitas positif adalah bakat untuk keceriaan dan keriangan (Seligman, 2002).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi afek pada anak panti asuhan. Faktor usia, kesehatan, tingkat reliugitas anak, penampilan fisik, hubungan interpersonal dan lainnya. Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi anak-anak yang tinggal di dalam panti
asuhan
dalam
mengungkapkan
afek
positifnya
yaitu
kompetensi
interpersonal. Menurut De Vito (Lukman, 2000) kompetensi interpersonal adalah kemampuan untuk melakukan hubungan antar pribadi secara efektif. Pentingnya kompetensi interpersonal dalam melakukan komunikasi interpersonal yang efektif merupakan hal yang sangat penting. Seperti diungkapkan oleh Taylor (Rahmat, 1998) yaitu bahwa komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal merupakan hal yang paling penting setiap kali melakukan komunikasi, bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal “relationship”. Kompetensi interpersonal merupakan variabel yang erat dengan perilaku positif. Menurut Gilman (Diponegoro, 2005), variabel-variabel yang erat dengan perilaku positif saat ini mulai banyak diteliti di kalangan remaja. Sebagai contoh: memberikan pertolongan terhadap orang yang sedang kesusahan nampaknya dapat meningkatkan afek. Memberikan pertolongan merupakan suatu kemampuan dalam
melakukan
hubungan
interpersonal.
Penelitian-penelitian
yang
berhubungan dengan afek mulai banyak dilakukan dan memperlihatkan hasil yang dapat menjelaskan bagaimana cara untuk meningkatkan kebahagiaan pada remaja.
Metode Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah 51 anak-anak panti asuhan, yaitu panti asuhan Zuhriyah Pakem Yogyakarta, panti asuhan Aisyiyah Serangan Yogyakarta dan anak panti asuhan Ibadah Bunda Yogyakarta. Dengan karakteristik sebagai remaja yang berusia antara 15 sampai 20 tahun yang tinggal di dalam panti asuhan. Metode pengumpulan data menggunakan skala kompetensi interpersonal dan skala afek. Skala kompetensi interpersonal terdiri atas 26 aitem yang disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan Buhrmester dkk (1988). Skala afek terdiri atas 16 aitem. Aitem yang digunakan dimodifikasi dari SAPAN scale. Skala menggunakan empat alternatif jawaban yang harus dipilih salah satunya oleh subjek. Skala ini terdiri dari pernyataan favourable maupun unfavourable. Untuk pernyataan favourable jawaban Sangat Sesuai (SS) mendapat skor 4, untuk jawaban Sesuai (S) mendapat skor 3, untuk jawaban Tidak Sesuai (TS) mendapat skor 2, dan untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) mendapat skor 1. Sedangkan untuk pernyataan unfavourable jawaban Sangat Sesuai (SS) mendapat skor 1, untuk jawaban Sesuai (S) mendapat skor 2, untuk jawaban Tidak Sesuai (TS) mendapat skor 3, dan untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) mendapat skor 4. Untuk menguji adanya hubungan antara kompetensi interpersonal dengan kebahagiaan digunakan teknik korelasi product moment dari Karl Pearson. Perhitungan statistik dan pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis komputer dengan program SPSS 12,00 for windows.
Hasil Penelitian Uji hipotesis dilakukan dengan teknik korelasi product moment dari Karl Pearson karena data memenuhi persyaratan normalitas dan linearitas. Uji korelasi menunjukkan hasil sebagai berikut : Tabel 1 Korelasi antara kompetensi interpersonal dan afek Korelasi pearson Kompetensi interpersonal afek
Kompetensi interpersonal 1
Afek
0.487
0.487
p 0.000 (p<0.01)
1
Dari analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi antara kompetensi interpersonal dengan afek adalah sebesar r xy = 0.487 dan p = 0.000 ( p < 0.01 ). Hal ini berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara kompetensi interpersonal dengan afek. Hasil analisis juga menunjukkan koefisien determinasi (R squared) variabel kompetensi interpersonal dengan afek 0.237, berarti kompetensi interpersonal memiliki sumbangan efektif sebesar 23.7% terhadap afek. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kompetensi interpersonal dengan afek pada anak-anak panti asuhan. Kompetensi interpersonal dapat dijadikan sebagai prediktor untuk mengetahui adanya afek. Korelasi yang positif ini menunjukkan bahwa kenaikan tingkat kompetensi interpersonal secara proporsional akan diikuti oleh kenaikan afek. Pada penelitian ini didapatkan skala kompetensi interpersonal dalam kategori tinggi dan sedang. Pada kategori tinggi terdapat 51% (26 subjek) dan pada
kategori sedang 49% (25 subjek). Hal ini berarti bahwa anak-anak panti asuhan sudah
mempunyai
kompetensi
interpersonal
yang
cukup
untuk
dapat
berkomunikasi dengan lingkungannya. Kompetensi interpersonal dapat diperoleh dari kebiasaan-kebiasaan dan pengalaman-pengalaman yang dialami sehariharinya. Pada skala afek, didapatkan hasil bahwa kategori skala afek pada anak-anak panti asuhan dalam kategori tinggi sedang dan rendah. Pada kategori tinggi terdapat 19 subyek (37.25%), pada kategori sedang 31 subjek (60.78%) dan pada kategori rendah 1 subjek (2%). Hal itu membuktikan bahwa anak-anak panti asuhan sudah memiliki perasaan-perasaan positif dalam dirinya. Dengan begitu bisa dikatakan anak-anak panti asuhan dalam penelitian ini dapat merasakan kebahagiaan. Hubungan positif dalam penelitian ini membuktikan bahwa kompetensi interpersonal mempengaruhi afek anak asuh panti asuhan dengan terpenuhinya uji hipotesis berupa korelasi positif yang signifikan. Dengan korelasi sebesar 0.487. Kompetensi interpersonal dapat diperoleh dari kebiasaan-kebiasaan dan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh anak-anak panti asuhan. Pada penelitian ini, hampir semua subjek bersekolah di luar panti asuhan. Di sekolah, anak-anak mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk berinteraksi dengan orang-orang di luar panti asuhan, khususnya teman sebaya dan guru. Kesempatan tersebut penting bagi anak karena anak akan belajar berbagai macam pola interaksi dalam berbagai hubungan interpersonal. Semakin banyak kesempatan yang diberikan pada anak untuk berinteraksi dengan teman sebayanya, semakin
banyak pengenalan terhadap berbagai macam pola interaksi dalam berbagai hubungan interpersonal. Pengalaman tersebut akan menambah kemampuan anak dalam melakukan hubungan interpersonal yang efektif. Dalam berinteraksi dengan teman sebaya, melalui respon teman terhadap dirinya, anak dapat menilai apakah dirinya dapat diterima oleh lingkungannya atau tidak. Ketika anak menilai bahwa respon yang diberikan oleh temannya berupa respon yang positif maka dalam diri anak akan muncul afek positif. Semakin anak memiliki kompetensi interpersonal yang bagus, maka respon yang diberikan kepada anak akan semakin bagus pula dan semakin meningkatkan afek positif dalam diri anak panti asuhan. Hal tersebut dapat dilihat dari aplikasinya dalam kegiatan sehari-hari anak yang hidup dalam kebersamaan. Contohnya yaitu ketika seorang anak meminta tolong kepada orang lain untuk membantunya mengerjakan tugas. Ketika anak tersebut dapat menyampaikan pesannya dengan baik, orang yang menerima pesan tersebut dapat dengan mudah memahaminya dan interaksi saling bantu pun dengan cepat dapat terlaksana sehingga keduanya dapat merasakan perasaan senang karena telah dibantu dan dapat membantu. Tetapi ketika anak tersebut tidak dapat menyampaikan pesan dengan baik, orang yang menerima pesan pun akan bingung dalam mengartikannya dan hal tersebut dapat membuat keduanya merasakan perasaan negatif seperti jengkel, sebel karena pesan tidak dapat diterima dan pesan membuat bingung orang yang menerima. Dengan kejadian tersebut, mau atau tidak mau anak-anak yang tinggal di panti asuhan harus berusaha meningkatkan kemampuan interpersonal yang dimilikinya sehingga
dapat dengan mudah berinteraksi dengan teman-temannya. Sehingga kehidupan sosial yang kaya dapat dengan cepat dan mudah didapatkan oleh anak-anak panti asuhan. Seligman (2002) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kehidupan sosial yang kaya merasakan afek positif dan kepuasan hidup yang tinggi. Hal tersebut juga dapat dilihat melalui sumbangan efektif kompetensi interpersonal terhadap afek yaitu 23%. Kompetensi interpersonal pada anak-anak panti asuhan salah satunya ditandai dengan kemampuannya dalam bergaul dengan teman-temannya. Kemampuan dalam bergaul menyebabkan anak tersebut memiliki afek positif dalam dirinya. Contohnya yaitu ketika anak-anak panti asuhan terlihat bermain, bercanda, dan sharing terhadap temannya. Anak-anak tersebut dapat merasakan kebahagiaan, keceriaan dan afek positif lainnya. Contoh lain yaitu ketika anak tersebut menolong temannya yang sedang dalam kesusahan, anak tersebut dapat merasakan kebanggaan tersendiri karena dengan ikhlas dapat menolong seseorang yang membutuhkan. Menurut Gilman (Diponegoro, 2005) memberi pertolongan kepada orang yang sangat kesusahan dapat meningkatkan afek remaja. Sedang anak-anak yang memiliki kompetensi interpersonal yang rendah cenderung memiliki afek negatif. Hal ini dapat dilihat ketika anak-anak tersebut kurang bisa bergaul dengan teman-temannya, dengan kurang bisa bergaul dan kurang bisa berkomunikasi anak-anak tersebut dapat merasa tertekan karena tidak dapat memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial. Dengan begitu, anak-anak panti asuhan dapat menjadi stress, depresi, murung, cenderung menyendiri. Artinya kemampuan interpersonal yang seharusnya meningkat menjadi makin
berkurang. Myers (2006) menyatakan bahwa kemampuan sosial seseorang yang rendah dapat membuat orang merasa depresi, kesepian dan menjadi orang yang pemalu. Artinya dengan memiliki kompetensi interpersonal yang rendah dapat menghilangkan afek positif yang ada dalam diri anak dan menimbulkan afek-afek negatif yang ada dalam diri seseorang. Saran Mencermati bahwa kompetensi interpersonal dan afek anak-anak panti asuhan dalam kategori sedang, maka penelitian mengajukan saran-saran sebagai berikut : 1. Saran kepada pihak panti asuhan Penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
kompetensi
interpersonal
dapat
mempengaruhi afek. Oleh karena itu sebaiknya pihak panti asuhan tetap menjaga kondisi yang sudah ada agar anak asuh terus meningkatkan kompetensi interpersonal mereka dengan cara memfasilitasi anak asuh supaya dapat tetap berkomunikasi dengan lingkungan mereka. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam berhubungan interpersonal, misalnya mengadakan aktivitas di dalam ataupun di luar panti asuhan yang melibatkan anak-anak secara langsung dalam berhubungan interpersonal. Selain itu, pengasuh diharapkan tetap menjaga terkondisinya panti asuhan untuk saling tetap menghargai serta mempertinggi kesadaran anak asuh tentang hubungannya dengan Tuhan dan dengan manusia. 2. Saran kepada peneliti lain Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian mengenai kompetensi interpersonal dan afek, diharapkan untuk memperhatikan alat ukur
yang digunakan, seperti skala yang harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman subjek penelitian dan disusun sedemikian rupa sehingga subjek penelitian dapat memberikan jawaban yang benar-benar sesuai dengan keadaan dirinya. Selain itu, melakukan persiapan pelaksanaan penelitian yang lebih matang meliputi ketepatan waktu yang jelas dengan pihak panti asuhan misalnya pemilihan waktu, tempat penelitian, dan subjek penelitian sehingga hasilnya maksimal, selain itu dapat juga menggali faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi afek.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya, 1999. Yogyakarta; UII Press Arrahman. L, 2006. Menggapai Pangkal Kebahagiaan. Mei 2006 http://www.mail-archive.com/ Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Edisi ketiga. Yogya: Pustaka Pelajar Buhrmester. D., Furman, W., and Wittenberg, M. T., 1988. Five Domains of Interpersonal Competence in Peer Relationships. Journal of personality and Sosial Psychology. No.6, 991-1008 Dayakisni, T dan Yuniardi, S. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang. UMM Press Diponegoro, AM. 2004. Peran Nilai Ajaran Islam terhadap Kesejahteraan Subjektif Remaja Islam. Disertasi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Diponegoro, AM. 2005. Afek dan kepuasan hidup santri. Jurnal Psikologi Islami, Volume 1 Nomor 2, Desember 2005 hal 107-118. Diponegoro, AM. 2005. Validitas konstruk Skala Afek. Humanitas:Indonesia Psychological Journal Vol. 2 No. 1 Januari 2005: 64-74 Diponegoro, AM & Darokah, M. 2005. Peran Akhlak terhadap Kebahagiaan Remaja Islam. Humanitas : Indonesia psychologycal Journal Vol 2 1 Januari 2005: 15-27 Diponegoro, AM dan Hanurawan, F. 2004. Perspektif Psikologi Positif Nilai-nilai Agama Islam dalam Pengembangan Kebahagiaan Remaja. Pendidikan Nilai, Tahun 11, Nomor 1, Mei 2004 hal 1-12. Egloff, B., Schmukle, S.C., Kohlmann, C.W., Burns, L.R., & Hock, M. 2003. Facets of dynamic positive affect: Differentiating joy, interest, and activation in the positive and negative affect schedule (PANAS). Journal Personality and Social Psychology, 85, 528-539, Giandra, 2006. Ingin bahagia? Cari penghasilan lebih. Juli 2006 http://www.detikhot.com Gilman, R, Huebner, S, Laughlin, J.E. 2000. A First Study Of The Multidimensional Students' Life Satisfaction Scale With Adolescents. Social Indicators Research. Dordrecht: Nov 2000.Vol.52, Iss. 2; pg. 135
Kartono, K and Gulo,D. 1982. Kamus Psikologi. Bandung : Satelit Offset. Koeniel, 2004. My Musings. Juli 2006 http://www.my-musings.blogdrive.com/ Kurniawati,C dan Untung, A. 2004. Panti Asuhan Milik Perorangan: Wujud Partisipasi Masyarakat dalam Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar. Jurnal PKS Vol. III No. 9, September 2004; hal 23-33 Linley. P.A & Joseph. S, 2004. Positive Psychology in Practice. John Wiley & sons, inc Lukman, M. 2000. Kemandirian anak asuh di panti asuhan yatim islam ditinjau dari konsep diri dan kompetensi interpersonal. Jurnal Psikologika nomor 10 Tahun V 2000 hal 57-74. Mulyati, R. 1997. Kompetensi Interpersonal pada Anak Panti Asuhan dengan Sistem Pengasuhan Tradisional dan Panti Asuhan dengan Sistem Pengasuhan Ibu Asuh. Jurnal Psikologika nomor 4 Tahun II 1997 hal 43. Padmiati, E. 2004. Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak di Panti Asuhan “Kartini” Tawangmangu. Jurnal PKS Vol. III No. 8, Juni 2004 hal 3-13. Purnamasari, SE. 2003. Hubungan Simdrom Pasca Kekuasaan Kepuasan Hidup pada Pensiunan Karyawan Pertamina Golongan Pimpinan di Surabaya. Insight, Tahun I/Nomor 2/ Agustus 2003 hal 57-71 Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indinesia,Edisi kedua. Balai Pustaka. Rakhmat, J. 1998. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya Seligman, M. 2002. Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan Dengan Psikologi Positif. Bandung. PT Mizan Pustaka. Walgito,B. 1990. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Cetakan ke delapan. Jogjakarta. Andi Offset. Wikipedia, 2006. Affect. Desember 2006 http://www.wikipedia.org
IDENTITAS PENULIS Nama
: Eva Amellia Wakhidah
Alamat
: Jl Banteng Raya 2 Perum Banteng Baru jakal km 7.8
No.telepon/HP
: (0274) 880182/081328524688