NANOENKAPSULASI METFORMIN DENGAN NANOKITOSAN SEBAGAI OBAT ANTIDIABETES TIPE II
MUHAMMAD GUFRON
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nanoenkapsulasi Metformin Dengan Nanokitosan Sebagai Obat Antidiabetes Tipe II adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Muhammad Gufron NIM C34070064
ABSTRAK MUHAMMAD GUFRON. Nanoenkapsulasi Metformin Dengan Nanokitosan Sebagai Obat Antidiabetes Tipe II. Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan PIPIH SUPTIJAH Metformin sebagai obat antidiabetes tipe II merupakan obat yang terbukti ampuh. Metformin memiliki bioavailabilitas 50-60% dengan waktu paruh yang yaitu 1,5-3 jam. Oleh karena itu, diperlukan modifikasi metformin agar dapat mengurangi efek sampingnya. Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi nanopartikel kitosan berupa morfologi, ukuran partikel, gugus fungsi, dan membandingkan waktu paruh kitosan-metformin dengan metformin terhadap tikus galur Sparague dawley. Proses enkapsulasi antara kitosan dan metformin berhasil dilakukan. Hal ini dapat ditunjukkan ukuran kitosan membesar setelah proses enkapsulasi dengan meformin, peningkatan ukurannya sebesar 92,24 nm. Selain itu, hasil uji FTIR yang menunjukkan adanya penggabungan gugus fungsi kitosan dengan metformin dan terlihat pada foto SEM yang dihasilkan. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa kitosan-metformin dapat 4% lebih efektif menurunkan gula darah dibandingkan metfromin. Selain itu, dapat menurunkan gula darah hingga 4 jam. Kata kunci: diabetes tipe II, metformin, nanokitosan, nanoenkapsulasi, nanokitosan-metformin
ABSTRACT MUHAMMAD GUFRON. Nanoenkapsulasi Metformin With Nanokitosan As Antidiabetic Drug Type II. Supervised by BUSTAMI IBRAHIM and PIPIH SUPTIJAH Antidiabetic drug metformin as type II is a proven remedy. Metformin has a bioavailability of 50-60% with a half-life is 1.5-3 hours. Therefore, metformin is necessary modifications in order to reduce side effects. The purpose of this study was to characterize a chitosan nanoparticle morphology, particle size, functional groups, and the half-life compared with chitosan-metformin metformin on Sparague Dawley rat strain. Encapsulation process between chitosan and metformin successfully done. It can be shown after the enlarged size of chitosan encapsulation process with meformin, increased size of 92.24 nm. In addition, FTIR test results indicating the presence of functional group incorporation of chitosan with metformin and look at the resulting SEM photograph. In vivo test results showed that the chitosan-metformin 4% more effective in lowering blood sugar than metfromin. Also, it can lower blood sugar for up to 4 hours. Keywords: metformin, nanochitosan, metformin, type II diabetes
nanoencapsulation,
nanochitosan-
NANOENKAPSULASI METFORMIN DENGAN NANOKITOSAN SEBAGAI OBAT ANTIDIABETES TIPE II
MUHAMMAD GUFRON
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul
: Enkapsulasi Metformin dengan Kitosan Nano Partikel sebagai Obat Antidiabetes Tipe II Nama : Muhammad Gufron NIM : C34070064 Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh,
Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc. Pembimbing I
Dr. Pipih Suptijah, MBA. Pembimbing II
Diketahui oleh,
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil Ketua Departemen
Tanggal lulus: (tanggal penandatanganan skripsi oleh ketua departemen)
PRAKATA Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Terima kasih juga penulis ucapkan pada Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ibu Dr. Pipih Suptijah, MBA atas bantuan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini sebaik mungkin. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sangat besar pada kedua orang tua penulis atas doa dan motivasinya untuk kelancaran serta kesuksesan penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Iqbal, Rama, teman-teman Teknologi Hail Perairan (angkatan 43, 44, 45 dan 46) serta karyawan Departemen Teknologi Hail Perairan yang setia membantu dan memberikan semangat kepada penulis. Penulis sadar bahwa penulisan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan, oleh karena itu saran dan kritik yang dapat membuat usulan penelitian ini menjadi lebih baik sangat diharapkan oleh penulis. Penulis berharap penelitian ini akan berjalan dengan baik dan lancar. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bogor, September 2013
Muhammad Gufron
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3 Latar Belakang..................................................................................................... 3 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 5 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 5 Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 5 BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 5 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 5 Bahan dan Alat .................................................................................................... 5 Metode Pembuatan Nano Partikel Kitosan.......................................................... 5 Tahapan pengujian dan menganalisis karakteristik nano kitosan........................ 7 Proses Enkapsulasi .............................................................................................. 6 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 7 Nanopartikel Kitosan ........................................................................................... 7 Analisis (Fourier Transform Infrared) FTIR ....................................................... 7 Analisis In Vivo................................................................................................. 10 KESIMPULAN ..................................................................................................... 13 SARAN ................................................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13 LAMPIRAN .......................................................................................................... 16 RIWAYAT HIDUP............................................................................................... 19
DAFTAR TABEL
1
Hasil pengukuran gula darah
9
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4 5
Diagram Alir Enkapsulasi Metformin dengan Nanokitosan Nilai hasil uji PSA Kurva hasil uji FTIR Hasil SEM kitosan-metformin Grafik persentase pengukuran gula darah
5 7 8 10 12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) 2 Proses Pengukuran Gula Darah Pada Tikus Putih 3 Hasil pengukuran PSA
14
15 18
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Diabetes mellitusmerupakan penyakit akibat gangguan metabolisme tubuh yang dicirikan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia) disertai gangguan pada metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai dampak dari menurunnya fungsi insulin (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005). Menurut hasil survei WHO (2008), jumlah penderita Diabetes mellitusdi Indonesia menduduki ranking ke-4 terbesar di dunia. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2006 telah mencapai 366 juta orang. Pada tahun itu, terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita diabetes mellitus di Asia Tenggara. Sebanyak 80% responden Diabetes mellitus menderita diabetes mellitus tipe 2 dan mereka membutuhkan pengobatan secara terus menerus sepanjang hidupnya (WHO 2008). Diabetes mellitus tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat defisiensi insulin relatif dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Nita et al. 2012). Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan berbagai komplikasi. DM tipe 2 sering kali tidak dapat dirasakan gejala-gejalanya pada stadium awal dan tetap tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun sampai terjadi bermacam-macam komplikasi (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005). Metformin adalah obat oral untuk DM tipe 2 yang dapat membantu menurunkan kadar gula darah dalam tubuh dengan mengurangi jumlah gula yang diproduksi oleh hati, serta secara bersamaan meningkatkan kemampuan penyerapan gula dari otot-otot. Selain itu, metformin juga dapat meningkatkan sensitivitas insulin, mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sekresi insulin (Tan 2011). Metformin diperkirakan mempunyai bioavailabilitas oral 50%-60%, kelarutannya dalam lipid rendah, dan volume distribusinya pada cairan tubuh. Selain itu, metformin mempunyai waktu paruh yaitu 1,5-3 jam. Dengan waktu paruh secepat itu, metformin harus sering dikonsumsi. Menurut Tan (2011) pemberian metformin pada penderita diabetes minimum dua atau tiga kali sehari. Penggunaan metformin umumnya akan menimbulkan efek yang kurang baik untuk tubuh. Efek samping yang sering muncul adalah gejala gastrointestinal diantaranya mual, muntah, kembung, nyeri epigastrium dan diare. Penggunaan secara terus menerus dapat meningkatkan risiko asidosis laktat sehingga dapat berakibat fatal. Kerja metformin pada glukoneogenesis di duga mengganggu pengambilan asam laktat oleh hati. Hal ini dapat diminimalkan dengan meningkatkan bioavailabilitas dan memperpanjang waktu paruh metformin. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah nanoenkapsulasi. Nanoenkapsulasi merupakan salah satu cara penyalutan dalam skala nano untuk
2
mengendalikan laju pelepasan senyawa yang disalutnya. Beberapa polimer turunan selulosa misalnya hidroksipropil metil selulosa (HPMC) dan etil selulosa (EC) telah banyak digunakan dalam sediaan lepas terkendali (Wade 1994 dalam Sutriyo et al. 2005). Kitosan memiliki struktur mirip selulosa dan mampu membentuk gel yang berfungsi sebagai matriks dalam pengantaran obat (Sutriyo et al. 2005). Kitosan dapat membentuk gel (hidrogel) karena tautan silang kitosankitosan yang terjadi secara ionik (Berger et al. 2004). Kitosan dalam bentuk gel telah digunakan sebagai penyalut obat antiradang ketoprofen (Yamada et al. 2001) dan propanolol hidroklorida (Sutriyo et al. 2005). Dalam penelitian ini kitosan digunakan sebagai penyalut. Hal ini karena kitosan memiliki struktur mirip selulosa dan mampu membentuk gel yang berfungsi sebagai matriks dalam pengantaran obat. Menurut Hu et al. (2007) salah satu bahan yang aman digunakan sebagai penyalut adalah kitosan yang merupakan hasil ekstraksi limbah kulit hewan golongan Crustacea. Selain itu, kitosan merupakan polisakarida alami yang memiliki sifat nontoksik, biokompatibel, dan biodegradabel, hanya saja dalam bentuk gel bersifat rapuh sehingga perlu dimodifikasi (Lee et al. 2006). Modifikasi yang pernah dilakukan ialah dengan menambahkan senyawa penautsilang glutaraldehida dari bahan saling tembus (interprenetrating agent) polivinil alcohol (PVA) (Wang et al. 2004). Bahan saling tembus lainnya yang pernah digunakan adalah gom guar (Sugita et al. 2006) dan karboksimetil-selulosa (Sugita et al. 2007). Modifikasi tersebut menghasilkan sifat reologi kitosan yang lebih kuat dibandingkan dengan tanpa modifikasi. Keuntungan penggunaan nanopartikel sebagai sistem pengantaran terkendali obat ialah ukuran dan karakterisktik permukaan nanopartikel mudah dimanipulsai untuk mencapai target pengobatan. Nanopartikel juga mengatur dan memperpanjang pelepasan obat selama proses transpor ke sasaran dan obat dapat dimasukkan ke dalam sistem peredaran darah dan dibawa oleh darah menuju target pengobatan (Mohanraj dan Chen 2006). Nanopartikel memiliki kelebihan yaitu daya serap intraseluler yang relatif tinggi. Ukuran nanometer mampu melewati biological barrier (Reis et al. 2005). Beberapa hasil penelitian menjelaskan bahwa jumlah nanopartikel yang melewati epitelium usus lebih besar daripada mikrosfer (>1 µm) (Wu et al. 2005). Tujuan penelitian ini adalah uji karakteristik kitosan-metformin menggunakan tiga cara yaitu uji FTIR untuk mengetahui gugus fungsional, uji PSA untuk mengetahui ukuran partikel dan uji SEM untuk melihat morfologi partikel. Selain itu, untuk mengetahui bioavailabilitas kitosan-metformin dengan metode in vivo digunakan tikus putih jenis Sparague-Dawley. Rumusan Masalah Metformin yang digunakan untuk penyembuhan diabetes selama ini masih memiliki efek samping yang berbahaya terhadap ginjal. Kitosan Nanopartikel diharapkan dapat mengurangi efek samping metformin dan menambahkan aktivitas antidiabetes.
3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi nanopartikel kitosan berupa morfologi, ukuran partikel, gugus fungsi, dan membandingkan waktu paruh kitosan-metformin dengan metformin terhadap tikus galur Sparague dawley. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai jalan keluar terhadap potensi obat-obatan yang selama ini digunakan namun masih memiliki efek samping yang dapat membahayakan tubuh dengan cara membuat enkapsulasi nano kitosan. Manfaat lain yang didapatkan ialah penambahan mutu dari aktivitas antidiabetes metformin yang ditambah kemampuan antidiabetes dari nano kitosan.
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah penambahan enkapsulasi nano kitosan pada metformin akan dapat minimalisir efek samping dari penggunaan metformin dan menambah kemampuan dari aktivitas antidiabetes metformin.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga bulan Agustus 2013 di Laboratorium Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor (IPB), Kampus IPB Dramaga, Bogor. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan serbuk, aluminium foil, aquades, larutan asam asetat 0,1%, larutan tween80 0,01%, larutan tripolipospat 0,1%, metformin dan tikus galur Sparague dawley. Alat-alat yang dipakai adalah neraca analitik, sudip, batang pengaduk, beaker glass, pipet tetes, gelas ukur, semprotan, spray dryer dan WiseStir MSH200. Metode Pembuatan Nano Partikel Kitosan Penelitian utama meliputi tahapan pembuatan nanopartikel kitosan yang mengacu pada metode Wahyono (2010) yaitu pengadukan magnetik pada suhu kamar dengan 3% (b/v) kitosan dalam asam asetat 1% sebanyak 100 mL, kemudian dilakukan pemotongan ikatan gel lunak menggunakan metode yaitu magnetic stirrer selama 2 jam dengan kecepatan 1400 rpm. Kemudian tambahkan
4
larutan tween 80 0,01% ditambahkan sebanyak 2 semprotan yang dapat memisahkan antara gel satu dengan gel lainnya, distirrer selama 30 menit. Setelah itu, 100 mL tripoliphospat 0,1% ditambahkan bertujuan agar ukuran partikel yang dihasilkan tetap stabil, distirrer selama 30 menit. Larutan nano kitosan tambahkan metformin sebanyak 8% dari penggunaan kitosan, kemudian distirrer selama 15 menit. Tahap terahkir larutan campuran di spray drying. Produk yang telah jadi kemudian diuji untuk mengetahui ukuran partikel, struktur molekul, dan efektifitasnya. Uji ukuran partikel dengan menggunakan Particel Size Analysis (PSA), melihat struktur patikel dengan menggunakan Scaning Electron Microscope (SEM), dan uji bioavibilitas dengan uji in vivo menggunakan tikus galur Sparague dawley. Proses Enkapsulasi 3 gr kitosan serbuk
dilarutkan dengan Asam Asetat 1%
Penambahan Tween 0,1%, 10 µl
Homogenisasi, 1400 rpm, 2 jam
Homogenisasi, 6000 rpm, 30 menit
Analisis
Penambahan Tripolipospat 0,1%, 100 ml
Nano Kitosan (cair) Penambahan Metformin
Homogenisasi, 1400 rpm, 30 menit
Spray Drying
Analisis
Kitosan Metformin
Analisis Analisis
Gambar 1 Diagram alir enkapsulasi metformin dengan nanokitosan
5
Tahapan pengujian dan menganalisis karakteristik nano kitosan Uji stabilitas ukuran partikel dengan PSA (Particel Size Analizer) untuk mengetahui potensial Zeta, distribusi partikel dan diameter nano kitosan. Selanjutnya nano kitosan yang paling stabil dikeringkan dengan Spray dryer. Tahap terakhir adalah karakterisasi nanopartikel yang dihasilkan melalui SEM untuk mengetahui karakteristik dan morfologi nanopartikel kitosan serta keadaan missel yang memiliki stabilitas yang konstan. Uji stabilitas nano kitosan dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Setelah itu, dilakukan uji FTIR untuk mengetahui gugus fungsional nano kitosan tersebut. Tahapan uji in vivo Uji in vivo dilakukan dengan menggunakan tikus putih galur Sparague dawley. Tikus dibagi menjadi 2 kelompok utama yaitu pemberian larutan gula dan tidak pemberian larutan gula (normal). Untuk kelompok yang diberi larutan gula dibagi lagi menjadi 3 kelompok yaitu pemberian larutan gula saja (kontrol negatif), pemberian larutan metformin (kontrol positif) dan pemberian larutan kitosan-metformin. Setelah dikelompokkan tikus diukur gula darahnya. Gula darah diukur dengan glukosa meter merk easytouch. Tikus yang sudah diukur gula darahnya diberikan larutan gula sebanyak 2 mL lalu gula darah diukur kembali setelah 1 jam. Kemudian tikus diberi perlakuan sesuai yang telah dikelompokkan lalu diukur gula darahnya setiap 1,5 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN Nanopartikel Kitosan Kitosan yang digunakan adalah kitosan larut asam. Pembuatan nanopartikel kitosan mengacu pada Wahyono (2010). Kitosan memiliki struktur mirip selulosa dan mampu membentuk gel yang berfungsi sebagai matriks dalam pengantaran obat (Sutriyo et al. 2005). Kitosan merupakan polimer alam yang bersifat non-toksik, biokompatibel, biodegradabel, polikationik dalam suasana asam (Sutriyo et al. 2005) dan dapat membentuk gel (hidrogel) karena tautan silang kitosan-kitosan yang terjadi secara ionik (Berger et al. 2004). Kitosan dalam bentuk gel telah digunakan sebagai penyalut obat antiradang ketoprofen (Yamada et al. 2001) dan propanolol hidroklorida (Sutriyo et al. 2005). Selain itu, kitosan berperan penting dalam sistem penghantar protein atau peptide oleh nanopartikel kitosan (Xu et al. 2003), serta dapat termodifikasi dengan gugusgugus hidrofobik (kolesterol) dan hidrofilik (polietilen glikol) (Jang et al. 2002). Pada penelitian ini, larutan kitosan 3% (b/v) dicampur dengan tripolipospat konsentrasi 0,1% (b/v). Pencampuran polimer kitosan dengan polianion sodium tripolipospat yang menghasilkan interaksi antara muatan positif pada gugus amino kitosan dengan muatan tripolipospat. Tripolipospat dianggap sebagai pengikat silang yang paling baik (Mohanraj dan Chen 2006). Shu dan Zhu (2002) melaporkan bahwa penggunaan tripolipospat untuk pembentukan gel kitosan
6
dapat meningkatkan mekanik dari gel yang terbentuk. Hal ini karena tripolipospat memiliki rapatan mutatan negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan polikationik kitosan akan lebih besar. Peran tripolipospat sebagai zat pengikat silang akan memperkuat matriks nanopartikel kitosan. Menurut Mi et al. (1999) dalam Rachmania (2011) penambahan jumlah tripolipospat akan menurunkan ukuran nanopartikel, semakin banyak ikatan silang yang terbentuk antara kitosan dan tripolipospat akan meningkatkan kekuatan matriks kitosan sehingga akan membuat nanopartikel semakin kuat dan keras, serta semakin sulit terpecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Konsentrasi kitosan yang tinggi dengan penambahan tripolipospat yang tetap akan menyababkan penggumpalan (aglomerisasi) pada molekul kitosan sehingga proses pemecahan menjadi kurang efektif. Larutan kitosan yang telah tercampur dengan tripolipospat ditambah dengan surfaktan. Surfaktan yang digunakan adalah tween 80 dengan konsentrasi 0,01% (b/v). Menurut Silvia et al. (2006) penambahan surfaktan dapat memperkecil ukuran partikel kitosan. Tween 80 adalah zat yang banyak dipakai sebagai surfaktan. Hal ini karena tween 80 memiliki sifat nontoksik, selain itu tween 80 banyak digunakan sebagai emulsifier dan penstabil pada bidang pangan dan farmasi. Dalam pembuatan nanopartikel kitosan surfaktan berfungsi sebagai emulsifier. Larutan nanopartikel kitosan yang telah homogen kemudian dispray drying. Analisis Particles Size Analyzer (PSA) Perhitungan partikel secara modern umumnya menggunakan analisis gambar atau beberapa jenis penghitungan partikel. Nanokitosan yang dihasilkan diuji ukurannya menggunakan alat Particels Size Analyzer (PSA). Hasil pengujian PSA pada Gambar 4. Nilai hasil uji PSA nanopartikel kitosan dan kitosan metformin. Berdasarkan hasil uji PSA diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata ukuran kitosan dan kitosan-metformin adalah 259,22 nm dan 351,46 nm. Ukuran kitosan membesar setelah proses enkapsulasi dengan mefromin. Peningkatan ukurannya sebesar 92,24 nm. Hasil ini menunjukkan proses enkapsulasi berhasil. Hasil yang didapatkan sudah termasuk dalam kategori nanopartikel. Menurut Mohanraj (2006) nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang berbentuk padat dengan ukuran sekitar 10-1000 nm. Hal yang berpengaruh dalam teknologi pembuatan nanopartikel adalah metode preparasi yang dilakukan. Metode pengaduk magnet dapat menghasilkan partikel yang lebih stabil dengan ukuran yang lebih merata, rata-rata ukuran partikel dibawah 1000 nm (Hermanus 2012). Menurut Rachmania (2011) pengaruh cara pengecilan ukuran dengan pengaduk magnet pada kecepatan tinggi dapat menyamaratakan energi yang diterima oleh seluruh bagian sisi larutan sehingga ukuran partikel semakin homogen. Pada ultrasonikator penyebaran energinya kurang merata, sehingga energi yang dipantulkan pada molekul dalam larutan berbeda-beda. Pemantulan yang berbedabeda menyebabkan molekul dalam larutan tidak sama, ada yang lebih dahulu dan ada yang lebih lama sehingga ukuran partikel yang dihasilkan tidak homogen (Wulandari 2010). Selain itu, penggunaan tripolipospat yang tepat dapat
7
menurunkan ukuran nanopartikel dan meningkatkan kekuatan matriks kitosan sehingga membuat nanopartikel semakin kuat dan sulit terpecah (Mi et al. dalam Rachmania 2011).
a
b
Gambar 2 nilai hasil uji PSA (a) nanopartikel kitosan dan (b) kitosan metformin Analisis (Fourier Transform Infrared) FTIR Spektrum inframerah dapat mendeteksi keberadaan gugus fungsi yang digunakan untuk identifikasi senyawa dalam suatu sampel (Zhang et al. 2007). Prinsip kerja FTIR berdasarkan pada serapan atau transmitan sinar infra merah oleh molekul penyusun suatu senyawa pada sampel. Apabila frekuensi dari suatu vibrasi gugus fungsi sama dengan frekuensi radiasi sinar infra merah maka molekul akan menyerap sinar tersebut. Hal ini menyebabkan tidak semua sinar infra merah diserap oleh molekul, sebagian lainnya diteruskan (Rahmi 2012). Hasil yang diperoleh dari FTIR berupa grafik transmitan. Analisis FTIR dapat digunakan untuk mengetahui gugus fungsi pada suatu senyawa organik maupun senyawa polimer pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Penentuan bilangan gelombang tersebut karena sesuai dengan penentuan gugus fungsi senyawa organik (Nuance 2004 dalam Rachmania 2012). Analisis FTIR dapat digunakan untuk mengetahui gugus fungsi pada suatu senyawa organik maupun senyawa polimer pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Penetuan bilangan gelombang tersebut dikarena sesuai dengan penentuan gugus fungsi senyawa organik (Nuance 2004 dalam Rachmania 2012).
8
A
B
C
Gambar 3 kurva hasil uji FTIR (A) kitosan, (B) metformin dan (C) nanopartikel kitosan-metformin
9
Kurva transmitran hasil FTIR menunjukkan profil kimiawi berupa pola spektrum. Dalam penelitian terdapat 4 sampel yang diuji yaitu kitosan, nanopartikel kitosan, metformin dan nanopartikel kitosan-metformin. Menurut Firdaus et al. (2008) kitosan memiliki gugus spesifik, yaitu (–NH2) dan (–OH). Dapat dilihat pada kurva FTIR kitosan (a) gugus amina (–NH2) berada pada bilangan gelombang 1651 cm-1, sedangkan gugus hidroksil (–OH) berada pada bilangan gelombang 3441 cm-1. Keberadaan bilangan gelombang tersebut pada kurva FTIR nanokitosan (b) mengalami pergeseran gugus amina (–NH2) berada pada bilangan gelombang 1643 cm-1, sedangkan gugus hidroksil (–OH) pada bilangan gelombang 3410 cm-1. Menurut Pebriani et al. (2012) serapan bilangan gelombang gugus amina (–NH2) dan gugus hidroksil (–OH) pada kitosan komersil berada pada bialngan gelombang 1655 cm-1 dan 3450 cm-1. Bilangan gelombang 1317,14 cm-1, 1257,36 cm-1 dan 1156,12 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus asetil (-CH3CO-), metil (–CH3) dan rentangan (-CO-). Ketiga gugus tersebut merupakan gugus metal (Pebriani et al.2012). Gugus-gugus tersebut pun terlihat pada kurva FTIR kitosan (a) dan nanokitosan (b). Pada Kurva FTIR kitosan dan nanokitosan terdapat gugus metil pada bilangan gelombang 1319 cm-1, 1257 cm-1 dan 1149 cm-1. Menurut Pebriani et al. (2012) kitosan yang masih memiliki gugus metil menunjukkan bahwa proses deasetilasi yang dilakukan kurang optimum, kemurniannya masih rendah, masih mengandung banyak pengotor dan adanya air yang mungkin terserap sehingga mempengaruhi ikatan antar molekul yang menyebabkan perbedaan daerah serapan. Kurva hasil FTIR metformin pada gambar (c) menunjukkan bahwa metformin memiliki beberapa gugus yaitu gugus (C-O-C), rentangan (-CO-) gugus metil (-CH3), garam karboksilat, gugus (C=C) dan gugus hidroksil (-OH) yang berturut-turut terdapat pada bilangan gelombang 1057 cm-1, 1165 cm-1, 1265 cm-1, 1466 cm-1, 1558 cm-1, 3371 cm-1. Menurut Wahyono (2010) gugus (C-O-C), , dan gugus hidroksil (-OH) terletak pada bilangan gelombang 1027 cm-1, 1410 cm-1, 3400 cm-1. Menurut Pebriani et al. (2012) rentangan (-CO- dan gugus metil (-CH3) berada pada bilangan gelombang 1156,12 cm-1 dan 1258,32 cm-1. Sedangkan menurut Hermanus (2012) gugus (C=C) berada pada bilangan gelombang 1520 cm-1. Kurva hasil FTIR kitosan-metformin pada gambar (d) menunjukkan gabungan gugus kitosan dan metformin bahkan terdapat puncak baru. Gugus yang terdapat pada kitosan-metformin yaitu gugus (C-O-C) pada bilangan gelombang 1080 cm-1, rentangan (-CO-) pada bilangan gelombang 1149 cm-1, gugus metil (CH3), gugus asetil (-CH3CO-) pada bilangan gelombang 1319 cm-1, garam karboksilat pada bilangan gelombang 1412 cm-1, gugus (C=C) pada bilangan gelombang 1566 cm-1, gugus amina (–NH2) pada bilangan gelombang 1651 cm-1 dan gugus hidroksil (–OH) pada bilangan gelombang 3418 cm-1. Selain itu, munculnya puncak baru yang terdapat pada bilangan gelombang 2924 cm-1. Menurut Hermanus (2012) pada panjang gelombang 2921 cm-1 terdapat gugus (CH) regang.
10
Analisis Scanning Electron Microscope (SEM) Prinsip kerja mikroskop SEM adalah sifat gelombang dari elektron berupa difraksi pada sudut yang sangat kecil (Samsiah 2009 dalam Wulandari 2010). Cara kerja mikroskop ini adalah dengan memancarkan elektron ke permukaan spesimen. Informasi tentang permukaan partikel dapat diperoleh dengan pengenalan probe dalam lintasan pancaran elektron yang mengenai permukaan partikel. Informasi juga dapat dibawa oleh probe yang menangkap elektron pada terowongan antara permukaan partikel spesimen dengan tip probe atau sebuah probe yang menangkap gaya dorong antara permukaan dengan tip probe (Poole & Owens 2003). Hasil karakteristik SEM kitosan nanopartikel memperlihatkan partikel yang berupa bulatan menyerupai bola. Ukuran partikel dapat ditentukan dengan mengukur diameter bola tersebut. Perbesaran yang digunakan yaitu 1000 kali. SEM digunakan untuk mengamati morfologi suatu bahan. Hasil morfologi kitosan-metformin pada gambar 4 menunjukkan proses enkapsulasi yang dilakukan sudah berhasil.
Gambar 4 hasil SEM kitosan-metformin Gambar 4 di atas memperlihatkan adanya gumpalan-gumpalan berbentuk bola. Gumpalan tersebut merupakan penggabungan antara kitosan dan metformin. SEM menggunakan elektron dan cahaya tampak sebagai sumber cahayanya. Elektron menghasilkan gelombang yang lebih pendek dibandingkan cahaya foton dengan ukuran 0,1 nm dan menghasilkan gambar dengan resolusi yang lebih baik (Balaz 2008). Namun, hasil di atas tidak terlihat jelas. Hal ini karena tidak dilakukan pelapisan pada saat pengambilan gambar. Pelapis yang digunakan yaitu pelapis yang bersifat konduktor. Pelapis yang umumnya digunakan antara lain
11
platina, emas, dan perak. Namun, emas lebih banyak digunakan sebagai pelapis sampel karena harganya yang lebih murah dibandingkan paltina dan memiliki daya konduktor yang lebih baik dibandingkan perak (Poole & Owens 2003).
Analisis In Vivo Uji in vivo dilakukan untuk membandingkan waktu penurunan kadar gula darah kitosan-metformin dengan metformin. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jenis Sparague-Dawley berjenis kelamin jatan dengan berat badan sekitar 230-250 g. Tikus putih jenis Sparague-Dawley dipilih karena memiliki karakteristik nokturnal, yaitu aktivitasnya malam hari dan tidur pada siang hari, tidak mempunyai gall blader (kantung empedu), tidak dapat mengeluarkan isi perut (muntah), dan tidak pernah berhenti tumbuh, walaupun kecepatan pertumbuhannya akan menurun setelah 100 hari (Mustofa et al. 2012). Tabel 1 hasil pengukuran gula darah
Kelompok
Jam ke1
2
3
4
5
(I)
Normal
115
120
120
119
112
(II)
Glukosa
99
138
114
106
104
(III) Metformin
117
170
130
115
114
123
154
121
110
91
(IV)
Kitosanmetformin
*gula darah diukur dengan satuan mG/dL
Data di atas merupakan hasil rata-rata untuk 3 kali ulangan pada setiap perlakuannya. Pada kelompok (I) memiliki kadar gula darah yang relatif stabil dengan kisaran 112-120 mG/dL. Hal ini karena kelompok (I) tidak dilakukan pemberian larutan gula sehingga kisaran yang terjadi tidak terlalu jauh. Sedangkan pada kelompok yang dilakukan pemberian larutan gula (II), (III) dan (IV) menunjukkan kenaikan kadar gula darah. Pada kelompok (II) terlihat peningkatan gula darah dari 99 mG/dL menjadi 138 mG/dL selama 1 jam setelah pemberian larutan gula 2 mL. Peningkatan ini juga terlihat pada kelompok (III) dan (IV) masing-masing naik dari 117 mG/dL menjadi 170 mG/dL dan 123 mG/dL menjadi 154 mG/dL. Pada jam ke-2 penurunan kadar gula darah terlihat pada tikus kelompok (II), (III) dan (IV) dengan masing-masing penurunan dari 134 mG/dL menjadi 114 mG/dL, 170 mG/dL menjadi 130 mG/dL dan 154 mG/dL menjadi 121 mG/dL. Penurunan kadar gula darah terus menurun pada jam ke-3 untuk tikus
12
kelompok (II), (III) dan (IV) dengan masing-masing penurunan dari 114 mG/dL menjadi 106 mG/dL, 130 mG/dL menjadi 115 mG/dL dan 121 mG/dL menjadi 110 mG/dL. Pada jam ke-4 masih terlihat penurunan, namun penurunan yang terlihat signifikan hanya pada kelompok (IV) yaitu perlakuan kitosan-metformin dengan penurunan dari 110 mG/dL menjadi 91 mG/dL.
Gambar 5 grafik persentase pengukuran gula darah Pada gambar 5 grafik di atas dapat terlihat tikus kelompok (I) normal memiliki grafik yang relatif datar dengan nilai 112-120 mG/dL. Hal ini karena tikus yang digunakan tidak diberikan perlakuan puasa sebelumnya sehingga kadar gula tikus kelompok (I) memiliki nilai yang tinggi. Menurut Kanon et al. (2012), kadar gula darah normal tikus yaitu < 110 mG/dL. Pada tikus kelompok (II) pada jam ke-1 terlihat peningkatan kadar gula darah kemudian menurun pada jam ke-2. Pada jam ke-3 dan ke-4 kadar gula darah stabil karena pada keadaan normal kadar glukosa di dalam plasma akan kembali ke kondisi basal pada menit ke- 120 setelah pemberian glukosa monohidrat yaitu kurang dari 140 mG/dL (Price & Wilson 2006 dalam Mustofa et al. 2012). Pada tikus kelompok (III) metformin terlihat peningkatan kadar gula darah yang drastis pada jam ke-1, kemudian menurun drastis pada jam ke-2 lalu stabil pada jam ke-3 dan ke-4. Metformin yang memiliki waktu paruh 1,5-3 jam sehingga metfomin hanya dapat berada dalam tubuh sampai jam ke-3. Pada tikus kelompok (IV) kitosan-metformin peningkatan terjadi pada jam ke-1 lalu menurun terus menerus dari jam ke-2 sampai jam ke-4 secara perlahan-lahan. Pada gambar 5 grafik persentase pengukuran gula darah terlihat bahwa kelompok (III) dapat menurunkan gula darah hingga 47 %, sedangkan kelompok (IV) dapat menurunkan gula darah hingga 52% dari kadar gula darah sebelumnya. Ini menunjukkan kitosanmetformin yang dihasilkan mampu meningkatkan efektifitas penyerapan 4% lebih baik dari metformin. Selain itu, kitosan-metformin dapat menurunkan kadar gula darah sampai 4 jam. Wahyono (2010) menjelaskan enkapsulasi dengan
13
menggunakan nanokitosan sebagai sistem pengantar obat memiliki kemampuan untuk bisa melewati penghalang (barrier) dalam sistem metabolism tubuh, dapat mencapai target pengobatan dan melepaskan zat aktif pada tempat yang spesifik di dalam tubuh sebagai sasaran pengobatan.
KESIMPULAN Proses enkapsulasi antara kitosan dan metformin berhasil dilakukan. Hal ini dapat ditunjukkan ukuran kitosan membesar setelah proses enkapsulasi dengan meformin, peningkatan ukurannya sebesar 92,24 nm. Selain itu, hasil uji FTIR yang menunjukkan adanya penggabungan gugus fungsi kitosan dengan metformin dan terlihat pada foto SEM yang dihasilkan. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa kitosan-metformin dapat 4% lebih efektif menurunkan gula darah dibandingkan metfromin. Selain itu, dapat menurunkan gula darah hingga 4 jam.
SARAN Untuk peneliti selanjutnya dapat menggunakan kitosan yang memiliki tingkat kemurnian yang lebih tinggi agar hasil yang didapat lebih baik lagi dari sisi ukuran dan gugus-gugusnya. Selain itu, perlu uji lanjutan untuk mengetahui efek sampingnya dan dosis yang tepat untuk manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Berger J, Reist M, Mayer JM, Felt O, Gurni R. 2004. Structure and interactions in covalently and ionically crosslinked chitosan hydrogels for biomedical applications. Eur Journal Pharmaceutics Biopharm (57):193-194. Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal. Firdaus F, Darmawan E. Mulyaningsih. 2008. Karakteristik spectra infrared (IR) kulit udang, kitin, dan kitosan yang dipengaruhi oleh proses demineralisasi, deproteinasi, deasetilasi I, dan deasetilasi II. Jurnal Ilmiah Farmasi 4: 11-12.
14
Hermanus DKN. 2012. Sintesis dan Karakteristis Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Sebagai Bahan Suplemen Antihiperkolesterolemia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Hu Z, Chan WL, Szeto Ys. 2007. Nanocomposite of chitosan and silver oxide and its antibacterial property. Journal Appl Polym Sci. (108): 52-56. Jang M, Kim D. 2002. The investigation on characterization of chitosan nanoparticle modified with hydrophobic moiety. Applied Chemistry 6 1:1922. Kanon MQ, Fatmawati, Widdhi B. 2012. Uji Ekstrak Kulit Buah salak (Salacca zalacca (Gaertn.) Voss) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih Jantan Dalur Wistar (Rattus norvegicus L.) yang Diinduksi Sukrosa. Manado: Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNSRAT. Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles- A review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research 5 (1):561-573. Mustofa, Yuniastuti A, Marianti A. 2012. Efek Pemberian Jus Lidah Buaya Terhadap Kadar Gluksa Darah Tikus Putih. Jurnal Biologi Unnes Vol. 1 (1). Nita Y, Yuda A, Nugraheni G. 2012. Pengetahuan pasien tentang diabetes dan obat antidiabetes oral. Jurnal Farmasi Indonesia 6: 38-47. Pebriani RH, Yetria R, Zulhadjri. 2012. Modifikasi Komposisi pada Proses Sintesis Komposit TiO2-Kitosan. Jurnal Kimia Unand Vol. 1 (1). Poole CPJr, Owens FJ. 2003. Introduction to Nanotechnology. New Jersey: John Wiley & Sons Inc. Rachmania D. 2011. Karakterisasi nano kitosan cangkang udang vanamei dengan metode gelasi ionik [Skipsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Reis CP, Neufeld RJ, Riberio AJ, Veiga F. 2005. Nanoencapsulation I. Methods for preparation of drug-laded polymeric nanoparticles. Nanomed: Nanotechnol, Biol Med (2):8-21. Silvia SS, Catarina M. 2006. Microencapsulation of Hemoglobin in Chitosancoated Algintae Microspheres Prepared by Emulsification/Internal Gelation. The AAPS Journal 7 (4) Article 88. Shu XZ, Zhu KJ. 2002. Controlled Drug Release Properties of Ionically Crosslinked Chitosan beads: The influence of anion structure. International Journal of Pharmaceutics (233): 217-225.
15
Sutriyo, Joshita D, Indah R. 2005. Perbandingan pelepasan propanolol hidroklorida dari matriks kitosan, etil selulosa dan hidroksipropil metil selulosa. Maj Ilmu Kefarmasian (2):145-153. Sugita P, Sjachriza A, Lestari SI. 2006. Sintesis dan optimalisasi gel kitosangomguar. Journal Natur 9:32-36. Sugita P, Sjachriza A, Rachmanita. 2007. Sintesis dan optimalisasi gel kitosankarboksimetilselulosa. Journal Alchemy 6:57-58. Tan T. 2011. Perbandingan Efektifitas dan Efek Samping Pemakaian Metformin XR dan Metformin IR dalam Pengobatan PCOS yang Resisten terhadap Clomiphene Citrate [Tesis]. Medan : Departemen Obstetri Dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rsup. H. Adam Malik. Wahyono D. 2010. Ciri nanopartikel kitosan dan pengaruhnya pada ukuran partikel dan efesiensi penyalutan ketoprofen (tesis). Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. WHO. 2010. Definition, diagnosis and classification of diabetes mellitus and it’s complications. Geneva: WHO Publishing. Wulandari T. 2010. Sintesis nanopartikel ekstrak temulawak (Crucuma xanthorrhiza Roxb.) berbasis polimer kitosan-TPP dengan metode emulsi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Wu Y, Xu Y, Du Y. 2005. Chitosan nanoparticles as a novel delivery system for ammonium glycyrrhizinate. International Journal of Pharmaceutics (295): 235-245. Wang T, Turhan M, Gunasekaram S. Wang T, Turhan M, Gunasekaram S. 2004. Selected properties of pH-sensitive, biodegradable chitosan-poly(vinyl alcohol) hydrogel. Polym Int (53): 911-918. Xu Y, Du Y. 2003. Effect of molecular structure of chitosan on protein delivery properties of chitosan nanoparticles. International Journal of Pharmaceutics 250:215-226. Yamada T, Onishi H, Machida Y. 2001. In vitro and in vivo evaluation of sustained release chitosan-coated ketoprofen microparticles. Yakugaku Zasshi (121): 239-245. Zhang H, Zhou K, Li Z, Huang S.2009. Plate-like hydroxyapatite nanoparticles synthesized by the hydrothermal method. Journal Physic, Chemical and Solids (70): 23-248.
16
LAMPIRAN Lampiran 1 Data Hasil pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) Hasil gambaran Scanning Electron Microscope (SEM) nanokitosan
Hasil gambaran Scanning Electron Microscope metformin
(SEM) nanokitosan-
17
Lampiran 2. Proses Pengukuran Gula Darah Pada Tikus Putih Proses pemberian larutan gula pada tikus putih
Proses pengambilan darah tikus putih
Proses pengukuran darah tikus putih
18
Lampiran 3. Hasil pengukuran PSA
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada.tanggal 16 Maret 1990, yang merupakan anak keempat pasangan bapak Dahlan dan ibu Chozannah. Pendidikan formal ditempuh penulis mulai dari SD N 20 Tebet Timur, Jakarta pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan Menengah di SMP Negeri 265 Jakarta, Jakarta selatan pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004, dan SMA Negeri 37 Jakarta, Jakarta Selatan pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama perkuliahan, penulis aktif berorganisasi dalam Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan (HIMASILKAN), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun kepengurusan 2011-2012. Penulis juga pernah menjadi Asisten mata kuliah TPHP pada tahun 2011-2012. Penulis melakukan praktek lapangan dan menyelesaikan laporan praktek lapangan yang berjudul “Sanitasi dan Higiene dalam Proses Bandeng Cabut Duri pada UD. Rindang” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Praktek Lapangan dan Integrated Quality Assurance (THP497).