MUSEUM LAMBUNG MANGKURAT SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH
TRI HAYAT ARIWIBOWO SMA Negeri 3 Banjarbaru
[email protected]
Abstract This paper aims to determine the role of Museum Mangkurat as a source of teaching history. The method used in this paper is reinforced circuitry historical method of observation and literature. The survey results revealed that the Museum Mangkurat have a major role to education development. Especially in teaching and learning history. Museums and history simply can not be separated, because the election of the museum as a source of teaching history is very precise. Learners can learn firsthand by seeing, understanding and direct experience so that learning becomes enjoyable and meaningful. The learning process in this museum can be done using methods trips and CTL (Contextual Teaching and Learning). With the use of methods trips and CTL make history teaching more accepted by learners, leaving the impression of monotonous, boring and rote. Keywords: Museum, History, Field Trips, and CTL. Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui peran Museum Lambung Mangkurat sebagai sumber pembelajaran sejarah. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode sejarah yang diperkuat dnegan observasi dan studi pustaka. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Museum Lambung Mangkurat mempunyai peran besar terhadap perkembangan pendidikan. Terutama dalam proses belajar mengajar sejarah. Museum dan sejarah memang tidak dapat dipisahkan, karena itu pemilihan museum sebagai sumber pembelajaran sejarah adalah sangat tepat. Peserta didik dapat belajar secara langsung dengan melihat, memahami, dan mengalami langsung sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan bermakna. Proses belajar mengajar di museum ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode karya wisata dan CTL (Contextual Teaching and Learning). Dengan penggunaan metode karya wisata dan CTL menjadikan pembelajaran sejarah lebih diterima oleh peserta didik, meninggalkan kesan monoton, membosankan dan hapalan. Kata Kunci: Museum, sejarah, karya wisata, dan CTL.
PENDAHULUAN Dalam bahasa sederhana, sejarah dapat dipahami sebagai cerita tentang peristiwa dan kejadian pada masa lampau (Hugiono, 1987:1). Sartono (1992:15) menambahkan bahwa sejarah itu benar-benar terjadi dan kejadian itu hanya sekali terjadi tidak dapat terulang lagi. Tidak ada peristiwa sejarah yang terulang sama. Masing-masing sejarah mempunyai keunikan tersendiri yang menjadikannya berbeda pada setiap waktu, tempat dan kejadiannya. Tidak berlebihan jika kemudian Romein dan Wertheim menyatakan history as a continuity and change (Sardiman, 2005: 9). Sejarah memiliki tiga dimensi waktu yang saling berhubungan, yaitu masa lampau, masa kini dan masa depan. Dalam kehidupan sosial, secara tidak langsung dan sadar kita telah mempelajari sejarah. Ungkapan “belajarlah dari sejarah” menjadi kalimat yang lazim kita dengar sebagai suatu nasehat ataupun evaluasi perilaku diri. Lebih khusus, dalam pendidikan formal (sekolah) mempelajari sejarah memberikan banyak manfaat, diantaranya sejarah sebagai sarana pendidikan, sejarah memberikan pelajaran moral bagi kehidupan, sejarah dapat menjadi hiburan dan sejarah memberikan inspirasi bagi masyarakat sekarang dan akan datang. Sejarah juga bermanfaat untuk memberikan penanaman nilai-nilai karakter bangsa yang bermoral, beradap, bersahaja dan berkepribadian serta memberikan pendidikan luhur tentang cita-cita bangsa ini. Mengutif apa yang disampaikan Wang Gungwu dalam Sardiman (2004), sejarah sangat terkait dengan dimensi moral. Seorang yang belajar sejarah akan terlatih berpikir kritis, berpikir sebab akibat (kausalitas). Tidak ketinggalan, John Tosh mengemukakan sejarah merupakan gudang pengalaman yang digunakan untuk membangun kesadaran identitas sosial dan prospek di masa depan. Demikian pula Langlois dan Seignobos menyatakan bahwa sejarah membuat orang biasa dengan keragaman bentuk sosial, dan menyembuhkan kita dari rasa takut yang tidak wajar akibat perubahan (Direktorat PLP, 2005:42) . Dengan demikian jelaslah bahwa tujuan pengajaran sejarah di sekolah memberikan pengetahuan, pemahaman, memberikan nilai-nilai luhur bangsa,
patriotisme, nasionalisme, keberagaman, kritis dan kedinamisan bagi seluruh peserta didik untuk menjadi pribadi yang berkarakter dan berwawasan maju. Namun tujuan ini rupanya masih jauh api dari panggang. Sejarah hanya disampaikan sebagai fakta dan data sehingga kering akan makna. Jika sejarah hanya diberikan sebagai transfer of knowledge maka sejarah akan kehilangan rohnya sebagai suatu disiplin ilmu yang mempunyai metode dan teori. Pengajaran sejarah dalam kurikulum dinegeri ini penuh dengan fakta dan data yang bermakna hanya sebagai hapalan. Akibatnya guru sering mengalami kesulitan dalam proses belajar mengajar. Belum lagi persoalan ketersedian buku, referensi, sumber belajar dan infrastruktur termasuk “kebijakan” pembagian jam mata pelajaran turut mempengaruhi kondisi ideal bagi pengajaran sejarah. Metode ceramah atau ekspositoris cenderung membuat peserta didik menjadi bosan dan menganggap biasa-biasa saja. Inilah penyebab pelajaran sejarah menjadi tidak menarik. Padahal jika guru mau kreatif dan inovatif dalam perkembangan
dunia
pendidikan
sekarang
banyak
metode
dan
model
pembelajaran yang bisa digunakan. Ketidaksampaian pesan moral, sosial dan ilmu didalam pengajaran sejarah telah memberikan dampak yang sangat luas. Tidak saja bagi peserta didik, tetapi ternyata berdampak bagi semangat nation negeri ini. Soekarno berucap, jasmerah “jangan pernah melupakan sejarah”. Betapa pentingnya sejarah ini, sampaisampai di negara-negara maju menjadi mata pelajaran/kuliah wajib. Adalah menjadi tantangan tersendiri bagi para guru untuk menjadikan sejarah sebagai mata pelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi peserta didik. Jika keterbatasan sumber belajar menjadi salah satu alasan bagi kesulitan guru, maka sejatinya hal ini dapat disiasati dengan tidak hanya mengandalkan pada bukubuku pelajaran semata, tetapi hendaknya juga memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Salah satunya adalah memanfaatkan museum sebagai sumber belajar sejarah. Pemerintah Prov. Kalimantan Selatan mempunyai museum yaitu Museum Lambung Mangkurat. Museum ini berada di Kota Banjarbaru sehingga memudahkan bagi warga untuk mengunjunginya, termasuk para pelajar dan
mahapeserta didik. Keberadaan museum ini memberikan banyak manfaat bagi dunia pendidikan. Sebagaimana disampaikan Hugiono (1987:30) salah satu tempat untuk mendapatkan informasi sejarah adalah museum. Karena itu, menarik untuk diteliti bagaimana peran Museum Lambung Mangkurat sebagai sumber pembelajaran sejarah.
KAJIAN PUSTAKA Sumber sejarah adalah segala sesuatu yang memberikan informasi tentang peristiwa sejarah. Dalam hal ini museum termasuk dalam sumber sejarah yang sangat penting. Fakta sejarah dipahami sebagai rumusan atau kesimpulan yang diambil dari sumber sejarah atau dokumen. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:601) disebutkan bahwa (1) museum adalah gedung yang digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni dan ilmu. (2) museum tempat penyimpangan barang kuno. Sementara itu, menurut ICOM (International Council of Museum) museum adalah suatu lembaga bersifat tetap, tidak mencari keuntungan dalam melayani masyarakat, dan dalam perkembangannya terbuka untuk
umum,
yang
berfungsi
mengawetkan,
mengkomunikasikan,
dan
memamerkan barang-barang pembuktian manusia dan lingkungan untuk tujuan pengkajian, pendidikan dan kesenangan (Sulaiman, 1990:100). Mengutif Mardiana
dalam
Slamet
(2012:4),
museum
sebagai
lembaga,
tempat
penyimpangan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda bukti materiil, hasil budaya manusia, alam dan lingkungannya. Museum juga berfungsi sebagai tempat pelestarian dan sumber informasi.
METODE PENELITIAN Menjadikan Museum Lambung Mangkurat sebagai sumber pembelajaran sejarah tentunya tidak serta merta begitu saja dilakukan. Agar lebih memudahkan dalam pemahaman maka perlu dibaca buku-buku referensi yang memuat tentang museum dan tentunya secara khusus tentang Museum Lambung Mangkurat.
Selain itu perlu adanya observasi langsung ke Museum Lambung Mangkurat untuk memperkuat pemahaman dan penajaman berbagai aspek pengetahuan. Penulisan ini digunakan metode sejarah sebagai sarana untuk memudahkan dalam penelitian. Dalam metode sejarah terdapat langkah-langkah penelitian yang dilakukan, yaitu: A. Heuristik. Langkah ini secara umum adalah mengumpulkan atau mencari fakta dan data dilapangan. Semua informasi yang terkait dengan Museum Lambung Mangkurat dikumpulkan dan diinventarisir menjadi kesatuan fakta dan data. B. Kritik. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui keotentikan dan keorisinilan dari fakta dan data yang sudah didapatkan. Dari seluruh fakta dan data yang ditemukan akan dipilah dan pilih mana yang sesuai dan mana yang tidak. C. Interpretasi. Berdasarkan fakta dan data yang telah diperoleh, maka setelah melalui proses kritik masuklah pada tahapan penafsiran atau interpretasi terhadap fakta dan data yang sudah terseleksi. Pada tahap ini, fakta dan data akan di proses lagi untuk diuraikan lebih lanjut. D. Historiografi. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dari metode penelitian sejarah. Historiografi adalah menuliskan atau melaporkan hasil penelitian (Helius Sjamsuddin, 1994:67-69).
Istilah karya wisata sering terdengar dalam dunia pendidikan. Metode karya wisata (Field-Trip) adalah suatu metode mengajar yang dilakukan dengan berkunjung atau datang ke suatu tempat dengan tujuan belajar. Menurut Roestiyah (2001:85), karya wisata bukan sekedar rekreasi, tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat kenyataannya. Karena itu dikatakan karya wisata, ialah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak peserta didik ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu. Lebih lanjut Roestiyah menyampaikan karya wisata mempunyai tujuan sebagai berikut: 1.
Dengan melaksanakan karya wisata diharapkan peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung dari obyek yang dilihatnya,
2.
Dapat turut menghayati tugas pekerjaan milik seseorang serta dapat bertanya jawab mungkin dengan jalan demikian mereka mampu memecahkan persoalan yang dihadapinya dalam pelajaran, ataupun pengetahuan umum.
3.
Juga mereka bisa melihat, mendengar, meneliti dan mencoba apa yang dihadapinya, agar nantinya dapat mengambil kesimpulan, dan sekaligus dalam waktu yang sama ia bisa mempelajari beberapa mata pelajaran. Sedangkan selama dimuseum dapat diterapkan pola pembelajaran dengan
Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu peserta didik untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga peserta didik memiliki pengetahuan/ keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. (Blanchard, 2001 dalam Direktorat PLP, 2005).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Permasalahan Ada sebuah kritik membangun yang dilontarkan para ahli pendidikan untuk pembelajaran sejarah, yaitu metode pengajaran sejarah perlu diubah (Kompas, 16 /08/2006). Selama ini, padatnya materi dalam kurikulum sejarah menyebabkan guru cenderung hanya mentransfer ilmu kepada peserta didik. Guru hanya menyampaikan fakta dan data tentang peristiwa-peristiwa masa lalu kemudian mengevaluasinya. Metode ceramah menjadi favorit guru selama proses belajar mengajar berlangsung. Tidak heran jika guru menjadi sangat dominan selama pembelajaran berlangsung. Pola pengajaran sejarah dengan mengandalkan ingatan terhadap catatan dari guru akan segera hilang setelah
pelajaran itu usai. Padahal, penanaman nilai merupakan tujuan pokok pelajaran itu, tak sekadar menghapal. Akibatnya peserta didik hanya mendapatkan ilmu dari satu sumber saja, yaitu guru
sehingga pembelajaran sejarah terkesan monoton. Materi yang
berulang pada seputar kapan, dimana, dan siapa menyebabkan peserta didik bosan. Belum lagi permasalahan penempatan waktu pembelajaran sejarah pada siang hari memberikan kesan mengantuk pada pembelajaran sejarah tidak dapat dihindari. Fakta lainnya yang juga harus diakui adalah kurangnya sumber bacaan atau referensi sejarah sehingga peserta didik kesulitan dalam mengembangkan pembelajaran sejarah. Sartono Kartodirdjo (1992:26) mengatakan bahwa apalagi sejarah mulai diajarkan dengan menceritakan tradisi lisan, folklore dan sejarah lokal kepada anak didik timbul rasa jemu dengan menghapal rentetan tahun-tahun, atau sejarah dihubungkan dengan hal-hal yang serba berdebu, penuh cendawan dan mati. Pembelajaran sejarah tidak hanya cerita masa lalu, ataupun cerita heroik kepahlawanan, atau juga cerita kerajaan-kerajaan kuno yang mengagumkan, tetapi bagaimana menjadikan cerita tersebut bermakna dan bernilai sehingga menimbulkan karakter yang diinginkan sesuai dengan amanat kurikulum pendidikan berkarakter. Nyoman Wijaya, sejarawan dari Universitas Udayana Bali, menyatakan pemerintah terkesan membiarkan atau pura-pura tidak tahu bahwa sebagian besar guru sejarah hanya mengajarkan sejarah, mengabaikan pendidikan sejarah. Implikasi lebih luas sistem pengajaran seperti itu terlihat pada tingkat pengetahuan anak didik mengenai sejarah. Umumnya pengetahuan mereka hanya terbatas pada peristiwa apa yang telah terjadi pada masa lampau, di mana dan kapan suatu peristiwa terjadi. Menurut Nyoman Wijaya, sejarah bukan semata-mata hapalan: apa, dimana, dan kapan. Ada yang lebih penting, yakni mengapa dan bagaimana suatu peristiwa terjadi.
B. Solusi Permasalahan Belajar dari negara-negara maju, pembelajaran sejarah harusnya bisa sangat menyenangkan. Mestika Zed (Padang Ekspres, 01/10/2012) mengatakan bahwa tiap musim liburan, museum penuh sesak oleh pengunjung, terutama oleh para pelajar di bawah bimbingan guru mereka. Sekolah-sekolah khususnya berkepentingan untuk mengunjungi museum mengingat pentingnya peran museum bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Istiadi (2005:8) mengatakan pengajaran sejarah itu harus diubah kemasannya adalah dalam rangka mengurangi kebosanan. Cara yang dapat digunakan
adalah
dengan
menciptakan
pembelajaran
sejarah
yang
menyenangkan (Funny Learning). Funny Learning hanya bisa diciptakan melalui beragam kreativitas, baik dalam pemilihan waktu, tempat, penataan suasana hingga pemakaian metode pembelajarannya. Kreatifitas dapat menghilangkan kejenuhan dan menimbulkan gairah keingintahuan, tantangan dan semangat baru. Itu sebabnya semakin beragam suasana pembelajaran bisa dirancang semakin besar potensi otak untuk merekam informasi sebaikbaiknya. Dari berbagai referensi diketahui bagaimana pola pengajaran sejarah di negara-negara maju khususnya Amerika menjadikan sejarah sebagai mata pelajaran wajib bagi peserta didiknya. Sejak dini, peserta didik diajarkan pengenalan sejarah Amerika sehingga mereka mempunyai kecintaan dan kebanggaan yang tinggi sebagai nation. Pola-pola ini terus dipertahankan sampai pada perguruan tinggi. Metode pengajarannya juga sangat bervariasi, sehingga betul-betul Funny Learning. Museum menjadi sumber belajar yang sangat menyenangkan di Amerika. Adanya Museum Lambung Mangkurat di Banjarbaru harusnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran sejarah yang menyenangkan. Museum Lambung Mangkurat diresmikan oleh Mendikbud DR Daoed Yoesoef pada tanggal 10 Januari 1979. Menempati areal seluas 1,5 hektar, bangunan induk ruang pameran utama berbentuk Rumah Tradisional Banjar Bubungan Tinggi yang dipadukan dengan arsitektur dan teknologi modern. Sampai
Desember tahun 2010, Museum Lambung Mangkurat mempunyai 12.065 buah koleksi. Koleksi-koleksi tersebut diklasifikasikan dalam 10 jenis, yaitu: Geologika/Geografika, Numismatika/Heraldika,
Biologika, Filologika,
Etnografika,
Arkeologika,
Keramologika,
Seni
Historika, Rupa
dan
Teknologika (Leaflet Museum Lambung Mangkurat, 2012). Pemilihan Museum Lambung Mangkurat sebagai sumber pembelajaran sejarah karena: 1.
Museum menawarkan informasi dan pengetahuan yang tidak mereka dapatkan di lembaga pendidikan formal. Koleksi museum dapat menjadi saksi terhadap eksistensi (keberadaan) budaya dan sejarah yang dilalui para pendahulu kita atau budaya lain yang pernah ada dalam wujud benda konkret di luar informasi tulisan atau buku dan cerita-cerita.
2.
Museum
Lambung Mangkurat
mempunyai
fasilitas
dan layanan
pendukung yang menunjang proses pembelajaran sejarah, diantaranya ruang pameran tetap, ruang sejarah alam, ruang sejarah budaya, perpustakaan, auditorium dan lain sebagainya. Terdapat pula layanan guiding tour, bimbingan edukasi kultural, layanan informasi budaya dan sejarah serta layanan ruang studi koleksi, 3.
Letak Museum Lambung Mangkurat yang strategis berada di alamat Jl. A.Yani KM. 36 Banjarbaru memudahkan bagi masyarakat untuk mengunjunginya,
4.
Keamanan dan kebersihan yang selalu terjaga memberikan rasa nyaman bagi siapa saja yang berkunjung ke sana. Museum Lambung Mangkurat berperan besar dalam bidang pendidikan. Hal
ini terlihat dari jumlah pengunjung yang sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswa. Banjarbaru sebagai Kota Pendidikan diuntungkan dengan adanya Museum Lambung Mangkurat ini karena semakin menambah daya tarik bagi kota Idaman ini. Karena itu, Museum Lambung Mangkurat mempunyai peran, antara lain :
1.
Museum sebagai pusat dokumentasi dan penelitian ilmiah. Hal ini terlihat dari adanya ruang pameran dan ruang perpustakaan yang menunjang peran tersebut.
2.
Museum sebagai pusat penyaluran ilmu untuk umum. Di Museum Lambung Mangkurat terdapat ruang auditorium yang dapat digunakan untuk umum bagi penyampaian informasi dan bimbingan museum.
3.
Museum sebagai
penikmatan karya seni. Di Museum Lambung
Mnagkurat terdapat ruang pameran seni lukis, runag seni rupa dan keramik yang mempunyai nilai seni tinggi. 4.
Pusat perkenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa. Di Museum Lambung Mangkurat terdapat koleksi benda-benda budaya hasil kebudayan masyarakat di luar Kalimantan Selatan sehingga sangat menarik untuk dipelajari.
5.
Obyek wisata. Melihat aneka jenis koleksi Museum Lambung Mangkurat dapat memberikan hiburan tersendiri bagi para pengunjung. Terlebih tata letak ruang benda koleksi sekarang ditata lebih menarik dan rapi.
6.
Media pembinaan pendidikan kesenian dan llmu pengetahuan. Di Museum Lambung Mnagkurat sering digelar event yang mengarah pada pelestarian budaya kesenian tradisional dan pengetahuan.
7.
Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan. Hal ini dapat dilihat dari adanya koleksi Museum Lambung Mangkurat dari zaman-ke zaman yang tersimpan dnegan baik sehingga kita dapat mengetahui tentang masa lalu budaya.
8.
Adanya berbagai keloksi Museum Lambung Mangkurat dapat dijadikan sebagai sarana untuk bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan YME. Dengan melihat peran Museum Lambung Mangkurat, maka tepatlah jika
Museum dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Museum Lambung Mangkurat menyediakan informasi dan pengetahuan yang besar bagi peserta didik untuk senantiasa selalu belajar dan belajar. Menjadikan museum sebagai sumber pembelajaran sejarah diperlukan adanya metode pembelajaran yang sesuai. Dalam hal ini metode karya wisata dengan penggabungan CTL
(Contextual Teaching and Learning) dalam proses blajar mengajarnya sangatlah cocok untuk diterapkan. Menurut Mulyasa (2005:112), sebelum karya wisata digunakan dan dikembangkan sebagai metode pembelajaran, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1.
Menentukan sumber-sumber masyarakat sebagai sumber belajar mengajar,
2.
Mengamati kesesuaian sumber belajar dengan tujuan dan program sekolah,
3.
Menganalisis sumber belajar berdasarkan nilai-nilai paedagogis,
4.
Menghubungkan sumber belajar dengan kurikulum, apakah sumbersumber belajar dalam karyawisata menunjang dan sesuai dengan tuntutan kurikulum, jika ya, karya wisata dapat dilaksanakan,
5.
Membuat dan mengembangkan program karya wisata secara logis, dan sistematis,
6.
Melaksanakan karya wisata sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhatikan tujuan pembelajaran, materi pelajaran, efek pembelajaran, serta iklim yang kondusif,
7.
Menganalisis apakah tujuan karya wisata telah tercapai atau tidak, apakah terdapat kesulitan-kesulitan perjalanan atau kunjungan, memberikan surat ucapan terima kasih kepada mereka yang telah membantu, membuat laporan.
Karya wisata, peserta didik dapat berpartisispasi secara langsung. Mereka berkesempatan untuk melihat, mendengar, dan merasakan suasana yang lebih rileks.
Mereka juga dapat secara langsung berdialog, berdiskusi untuk
menemukan sumber informasi yang diinginkan sebagaimana tugas yang mereka
dapatkan.
Utamanya,
mereka
memperoleh
pengetahuan
dan
pengalaman secara langsung yang terintegrasi dalam proses belajar mengajar dengan suasana yang menyenangkan.
Metode karya wisata mempunyai
beberapa kelebihan yaitu: 1.
Karya wisata memiliki prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran, dalam hal ini Museum Lambung Mangkurat memenuhi kreteria sebagai sumber pembelajaran.
2.
Membuat apa yang dipelajari di sekolah lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan di masyarakat. Hal ini penting, karena materi pembelajaran sejarah banyak bersentuhan dengan masa lalu sehingga pengetahuan dan ketersedian pengalaman peserta didik terbatas. Melalui karya wisata, peserta didik mempunyai gambaran dan wawasan mengenai peristiwa masa lalu.
3.
Kunjungan ke Museum Lambung Mangkurat dapat lebih merangsang kreativitas peserta didik peserta didik.
4.
Peserta didik mempunyai pemahaman dan pengetahuan yang lebih luas dan bermakna. Diharapkan mereka dapat lebih memahami dan menghargai masa lalu dengan berkunjung ke Museum Lambung Mangkurat. Pelaksanaan metode karya wisata dapat lebih efektif jika digabungkan
dengan CTL. Melalui CTL peserta didik lebih mampu mengembangkan pemahamannya dan mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghapalkan fakta. Disamping itu peserta didik belajar melalui mengalami langsung bukan menghapal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh peserta didik. Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Di Museum Lambung Mangkurat, peserta didik dapat melihat, mendengar dan merasakan secara langsung. Peserta didik menjadi tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Tugas guru mengatur strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar. Melakukan kunjungan ke museum 7 (tujuh) pilar CTL dapat diterapkan. Ke 7 (tujuh) pilar yang membangun CTL adalah ; konstruktivisme, inquiry, questioning, learning community, modeling, reflection dan authentic assessment. 1.
Konstruktivisme. Konsep ini yang menuntut peserta didik untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada
pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Kunjungan ke Museum Lambung Mangkurat
sangat
memungkinkan terjadinya proses konstruktivisme dalam diri peserta didik karena mereka mendapatkan pengalaman belajar secara langsung. 2.
Tanya Jawab. Dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh peserta didik. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir peserta didik, sedangkan pertanyaan peserta didik merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara peserta didik dengan peserta didik, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, atau peserta didik dengan orang lain. Kunjungan ke museum memberikan peluang yang sangat besar dalam menciptakan suasana tanya jawab.Tanya jawab ini bisa terjadi pada saat melakukan pengamatan terhadap benda-benda koleksi museum, baik kepada petugas museum yang membimbing, guru pembimbing maupun sesama peserta didik sendiri. Proses tanya jawab berlangsung dalam suasana yang rilek bukan dalam suasana yang formil di kelas. Hal ini didukung oleh lingkungan Museum Lambung Mangkurat yang asri dan rindang.
3.
Inkuiri. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan. Kunjungan ke museum memberikan “space” yang sangat luas pada peserta didik untuk “menemukan sendiri” berbagai pengetahuan. Mengapa hal ini sangat mungkin? Karena para peserta didik melakukan observasi sendiri, menginvestigasi, menganalisis dan membangun konsep sendiri.
4.
Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, bekerja dengan
masyarakat. Dalam konteks kunjungan ke Museum Lambung Mangkurat komunitas belajar jelas terbentuk. Biasanya guru yang membimbing peserta didik ke museum akan membagi peserta didik dalam beberapa kelompok kecil. Hal ini memberikan manfaat ganda, disamping memungkinkan terbentuknya komunitas belajar juga memudahkan mengkoordinir peserta didik selama kunjungan berlangsung. 5.
Pemodelan. Dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar peserta didik dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari peserta didik berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik atau media lainnya seperti benda-benda bersejarah. Kunjungan ke museum memungkinkan pemodelan terjadi. Petugas museum bisa menggantikan peran guru untuk sementara menjelaskan berbagai permasalahan yang dibahas selama kunjungan.
6.
Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku peserta didik, kesan dan saran peserta didik mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya. Kunjungan ke museum biasanya akan menghasilkan karya peserta didik berupa laporan hasil kunjungan yang dibuat berdasarkan pengalaman selama melakukan kunjungan.
7.
Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) peserta didik secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu peserta didik agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan
ketrampilan yang diperoleh peserta didik. Laporan hasil kunjungan museum dapat menjadi bahan penilaian secara otentik
Penggunaan metode karya wisata dan CTL dalam pembelajaran sejarah diharapkan
tujuan
pembelajaran
dapat
tercapai.
Tidak
saja
hanya
mengutamakan hasil belajar, tetapi juga mengedepankan proses belajar yang dialami peserta didik secara langsung dan menyenangkan. SIMPULAN Kejenuhan ataupun kebosanan peserta didik dalam pembelajaran sejarah disebabkan oleh banyak variabel diantaranya; cara mengajar guru yang monoton atau kurang bervariasi, kurangnya media pembelajaran, materi yang abstrak dan sulit mencari contoh. Tetapi sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan melaksanakan pembelajaran sejarah dalam “kemasan” yang sedikit berbeda. Terkadang dalam proses belajar mengajar peserta didik perlu diajak keluar sekolah untuk melihat suasana baru yang menyenagkan. Pembelajaran modern tidak hanya mengandalkan kelas sebagai ruang belajar, tetapi menjadikan seluruh lingkungan dan lembaga lainnya juga sebagai sumber belajar. Dalam hal ini menjadikan museum sebgai sumber pembelajaran adalah suatu ide menarik yang harus dicoba dalam pembelajaran sejarah. Museum dan sejarah adalah dua hal yang saling terkait, sehingga tidak heran jika keduanya juga saling melengkapi. Menjadikan museum sebagai sumber belajar tidak semata sekedar rekreasi, tetapi untuk belajar dan memperdalam pelajarannya dengan melihat kenyataan yang sesungguhnya. Terlebih dengan sarana dan fasilitas yang dimiliki Museum Lambung Mangkurat, metode karya wisata dan CTL dapat terlaksana dengan baik. Metode karya wisata dapat dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian materi dengan kurikulum dan juga tidak memberatkan peserta didik serta tidak mengganggu pelajaran lain. Banyak manfaat yang didapatkan dari karya wisata ini, terlebih dengan menggabungkannya dengan CTL (Contextual Teaching and Learning) menjadikan pembelajaran sejarah di Museum Lambung Mangkurat menjadi lebih
bermakna.
Pembelajaran
sejarah
dapat
lebih
menyenangkan
sehingga
menimbulkan kreatifitas siswa dalam menemukan sendiri sumber belajar untuk selanjutnya disimpan sebagai pengetahuan yang baru. Perlakuan
kunjungan
ke
museum
7
(tujuh)
pilar
CTL,
yaitu
konstruktivisme, inquiry, questioning, learning community, modeling, reflection dan authentic assessment dapat diterapkan dan mempunyai hasil nyata bagi peningkatan pemahaman dan wawasan peserta didik. Dengan demikian peran Museum Lambung Mangkurat sangat besar sebagai sumber pembelajaran sejarah.
SARAN Keberadaan Museum Lambung Mangkurat di Kota Banjarbaru sudah diketahui masyarakat luas, bahkan sampai ke mancanegara. Namun demikian, besarnya peran dan fungsi museum masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Karena itu, ada beberapa saran yang disampaikan dalam penelitian ini, yaitu: Pertama, bagi masyarakat agar jangan segan untuk datang berkunjung ke Museum Lambung Mangkurat. Kedua, bagi sekolah, agar lebih sering untuk mengajak peserta didik ke museum. Selain untuk belajar dan menambah pengetahuan, peserta didik juga mendapatkan pengalaman belajar langsung yang menyenangkan.
Ketiga,
bagi
pengelola
museum,
agar
lebih
gencar
mensosialisasikan berbagai kegiatan museum sehingga menarik minat masyarakat berkunjung. Selain itu, perlu adanya mobil keliling museum yang secara kontinyu mengunjungi sekolah-sekolah agar mereka tertarik.
DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A Chaedar, dkk. (2008). Pendidikan di Indonesia, Masalah dan Solusi. Jakarta: Kedeputian Bidang Koordinasi Pendidikan, Agama, dan Aparatur Negara. AM, Sardiman. (2004). Memahami Sejarah. Kerjasama Fakultas Ilmu Sosial UNY dengan Bigraf Publishing.Yogyakarta. Arikunto, Suharsimi. (2002). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan: Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. De Bono, Edward. (1992). Mengajar Berpikir. Jakarta: Erlangga. Depdiknas Dirjen Dikdasmen Direktorat PLP. (2005). Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Depdiknas. Hugiono dan P.K. Poerwantana. (1987). Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Bina Aksara. Hamalik, Oemar. (1990). Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito Ibrahim R, Syaodih S Nana. (2003). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Istiadi, Irawati. (2005). Agar Anak Asyik Belajar. Jakarta: Pustaka Inti. Kartodirdjo, Sartono. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kuntowijoyo. (1985). Pengantar Ilmu Sejarah. Jogjakarta : Bentang Budaya. Sjamsuddin, Helius (1994). Metodologi Sejarah. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi. Nasution. S. (2005). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Media Prenada Sudjana, Nana. (1989). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Sumadi Suryabrata, (1984). Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Radjawali Uno, B. Hamzah. (2006). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Yamin, Martinis. (2006). Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press.
A. Artikel/majalah/blog All Published.com. Makalah Tentang Metode Pembelajaran. Leflead Museum Lambung Mangkurat Tahun 2012. Kompas, Humaniora, Rabu 16 Agustus 2006. Jakarta. Metode Pengajaran Sejarah Diubah (Kunjungan Bangkitkan Minat Siswa). Padang Ekspres. 01/10/2012. Mestika Zed. Peran Museum Sebagai Sumber Pendidikan. Paramita Vol. 20, No. 1 - Januari 2010. Strategi Pemanfaatan Museum Sebagai Media Pembelajaran Pada Materi Zaman Prasejarah. Supardi, http : // pardi 74 .multiply. com / journal / item / 4 / menyoal_hari_kebangkitan_nasional. 27 November 2008 Wikipedia Bahasa Indonesia. Ensiklopedi Bebas. Sejarah. www.tokoblog.net. 20 November 2012. Mas Saiful. Macam-Macam Metode Pembelajaran.