MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGKLASIFIKASIKAN BANGUN SEGI EMPAT MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS II SDN I BUA KECAMATAN BATUDAA KABUPATEN GORONTALO Oleh MUHAMMAD A. DJAKARIA NIM. 151 410 323 ABSTRAK Muhammad A. Djakaria. 2013. NIM. 151 410 323. Meningkatkan Kemampuan Mengklasifikasikan Bangun Segi Empat Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas II SDN I Bua Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I: Dra. Martianty Nalole, M.Pd, Pembimbing II: Ismail Pioke, S.Pd, M.Pd Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: “Apakah pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan mengklasifikasi bangun segi empat pada siswa kelas II SDN 1 Bua Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo?”. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan mengklasifikasikan bangun segi empat melalui pendekatan kontekstual pada siswa Kelas II SDN I Bua Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas. Dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, tes dan dokumentasi. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, tiap siklus terdiri dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap pemantauan dan evaluasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I terdapat 11 siswa atau 55%, yang mampu mengklasifikasi bangun segi empat dan memperoleh nilai 70 sehingga belum mencapai indikator. Pada siklus II terjadi peningkatan kemampuan siswa hingga mencapai 16 siswa yang memperoleh nilai dari 70 ke atas atau 80% dari 20 siswa yang ada di kelas II SDN 1 Bua Kecamatan Batudaa. Hal ini telah mencapai indikator dan pembelajaran dianggap tuntas. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa melalui pendekatan kontekstual meningkatkan kemampuan mengklasifikasikan bangun segi empat. Kata Kunci: Kemampuan Mengklasifikasikan, Segi Empat, Pendekatan Kontekstual
1
A. PENDAHULUAN Dalam paradigma baru pembelajaran di sekolah dasar, matematika harus disajikan dalam suasana yang menyenangkan sehingga siswa terkemampuan untuk belajar matematika. Beberapa upaya yang dapat dilakukan guru untuk menarik perhatian dan meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar matematika antara lain mengkaitkan materi yang disajikan dengan konteks kehidupan riil sehari-hari yang dikenal siswa di sekelilingnya atau dengan memberikan informasi manfaat materi yang sedang dipelajari bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah selanjutnya, baik permasalahan dalam matematika itu sendiri, permasalahan dalam mata pelajaran lain, maupun permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (Prihandoko, 2006:10). Pembelajaran suatu pelajaran akan bermakna bagi siswa apabila guru mengetahui tentang objek yang akan diajarkan sehingga dapat mengajarkan materi tersebut dengan penuh dinamika dan inovasi dalam proses pembelajarannya. Demikian halnya dengan pembelajaran matematika di sekolah dasar, guru SD perlu memahami bagaimana karakteristik matematika (Subarinah, 2006:1). Seorang guru dapat menyajikan materi matematika dengan baik perlu menguasai bahan kajian matematika yang akan diajarkannya. Akan tetapi penguasaan terhadap bahan saja tidak cukup, namun perlu juga penguasaan strategi dan pendekatan pembelajaran matematika. Pemilihan pendekatan pembelajaran yang cocok untuk suatu konsep matematika perlu memperhatikan hakekat ilmu matematika, hakekat anak SD, kurikulum matematika SD dan teori belajar matematika (Subarinah, 2006:16). Penggunaan pendekatan termasuk salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam proses kegiatan belajar mengajarnya. Pendekatan sangat penting penerapannya dalam proses belajar mengajar. Mengingat bahwa dengan pendekatan, siswa secara langsung berpartisipasi atau terlibat dalam kegiatan pembelajaran sehingga mendukung terciptanya suasana kelas yang aktif, menyenangkan, serta
pencapaian tujuan pendidikan makin efektif. Penggunaan pendekatan dalam pembelajaran perlu diterapkan khususnya dalam pengajaran matematika. Untuk dapat menciptakan proses belajar matematika yang efektif dan hidup guru harus dapat menentukan suasana yang tepat dengan kondisi anak. Guru hendaknya dapat menciptakan suasana belajar matematika yang santai misalnya dengan memberi kegiatan memanipulasi benda-benda konkret atau permainan yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari, karena suasana kelas yang tegang atau terlalu serius justru dapat menyebabkan kurangnya konsentrasi anak terhadap pembelajaran matematika (Pitadjaeng, 2006: 9) Untuk
menumbuhkan sikap aktif, kreatif, dan gairah belajar pada siswa
memang tidak mudah akan tetapi kemampuan siswa dalam belajar merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar. Mengajar merupakan kegiatan partisipasi guru
dalam membangun pemahaman
siswa. Muslich (2007:52) mengemukakan bahwa mengajar merupakan kegiatan partisipasi guru dalam membangun pemahaman siswa. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa dalam membangun pemahaman. Diharapkan guru jangan sampai merebut otoriter atau hak siswa dalam membangun gagasannya. Peran guru hendaknya terus mencari alternatif pendekatan pembelajaran yang bervariasi dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa. Pendekatan dalam suatu pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan oleh guru selama proses belajar mengajar berlangsung. Agar siswa dapat mengatasi hambatan-hambatan atau kesulitan yang mungkin dialami selama proses belajar mengajar berlangsung. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika pada materi mengklasifikasikan bangun segi empat yaitu dengan menerapkan pendekatan kontekstual. Dengan pendekatan kontekstual siswa diharapkan akan lebih berkemampuan dan mampu mengenal serta mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang
dimilkinya secara penuh. Belajar adalah proses mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, pemahaman menjadi kearifan, dan kearifan menjadi keaktifan (Yamin, 2007:75). Siswa diharapkan lebih terlatih untuk berpikir secara kritis, tanggap dalam menggali, menjelajah, mencari dan mengembangkan informasi yang bermakna baginya. Sehubungan dengan berbagai kesenjangan pembelajaran matematika yang telah diutarakan, berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan peneliti pada siswa kelas II SDN Bua Kecamatan Batudaaa Kabupaten Gorontalo menunjukkan bahwa para siswa kurang mampu dalam mengklasifikasikan bangun segi empat. Dari 20 siswa kelas II tahun ajaran 2012/2013 menunjukkan hanya 7 siswa atau 35% yang mampu mengklasifikasikan bangun segi empat dengan tepat sedangkan 13 siswa lainnya atau 65% tidak mampu mengklasifikasikannya. Untuk mengatasi kesulitan siswa tersebut, maka guru perlu mengadakan pendekatan yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuannya mengklasifikasikan bangun segi empat yaitu melalui pendekatan kontekstual. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengupayakan suatu kajian ilmiah dalam judul penelitian sebagai berikut “Meningkatkan Kemampuan Mengklasifikasikan Bangun Segi Empat Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas II SDN I Bua Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo”
B. KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 1 Kemampuan Mengklasifikasi Bangun Segi Empat Menurut Hamalik (2008:162) kemampuan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut : a) Kemampuan intrinsik adalah kemampuan yang tercakup di dalam situasi belajar dan menemui kebutuhan dan tujuan – tujuan siswa, b) kemampuan ekstrinsik adalah kemampuan yang hidup dalam diri siswa dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional.
Menurut Uno (2007:23) hakikat kemampuan belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator kemampuan belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a) adanya hasrat dan keinginan berhasil, b) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, c) adanya harapan dan cita-cita masa depan, d) adanya penghargaan dalam belajar, e) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, f) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik. Lingkungan belajar yang kondusif yaitu kondisi pembelajaran yang benarbenar sesuai dan mendukung kelancaran serta kelangsungan proses pembelajaran. Adapun fungsi dari kemampuan ini adalah sebagai berikut : a) mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa kemampuan maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar, b) kemampuan berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan ke pencapaian tujuan yang diinginkan, c) kemampuan berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya kemampuan akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan. Di dalam kegiatan belajar mengajar peranan kemampuan baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan kemampuan, pelajar dapat mengembangkan aktivitas, pelajar dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Terkait dengan motif ektrinsik ini ada motif sosial, yang timbul dalam interaksi dengan lingkungan. Motif ini mendorong berbuat dalam mencapai tujuan yang digariskan dirinya maupun yang digariskan lingkungan sosial. Sardiman (2009:92-95) mengatakan, ada beberapa bentuk cara untuk menumbuhkan kemampuan dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu sebagai berikut : a) Memberi angka, Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik, b) hadiah,
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai kemampuan, tetapi tidaklah selalu demikian, karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut, c) saingan/kompetisi, Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat kemampuan untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, d) ego-involvement, Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah bentuk kemampuan yang cukup penting, e) memberi ulangan, Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana kemampuan, f) mengetahui hasil, Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada kemampuan pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat, g) pujian, Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberiakan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan kemampuan yang baik, h) hukuman, Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat kemampuan. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman, i) Hasrat untuk belajar, Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini lebih akan baik, bila dibandingkan kegiatan yang tanpa maksud, j) Minat, Di depan sudah diuraikan bahwa soal kemampuan sangat erat hubungannnya dengan unsur minat. Kemampuan muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat kemampuan yang pokok dan k) Tujuan yang diakui, Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat kemampuan yang sangat penting.
2. Pendekatan Kontekstual Sanjaya (2006:6) menyatakan bahwa kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh dalam pembelajaran
untuk
dapat
menemukan
materi
yang
dipelajari
dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata. Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama, pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara berlangsung. Dalam proses pembelajaran lebih menekankan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi yang sedang dipelajarinya. Kedua, pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajari akan tertanam dalam memori siswa, sehingga tidak mudah dilupakan. Ketiga,
pembelajaran
kontekstual
mendorong
siswa
untuk
dapat
menerapkannya dalam kehidupan, artinya pembelajaran kontekstual bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan seharihari. Materi pelajaran dalam pembelajaran kontekstual bukan ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata. Jonhson
(dalam
Alwasilah,
2009:14)
mengemukakan
Pembelajaran
kontekstual adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi
akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya. Dalam kelas yang menggunakan model pembelajaran kontekstual, para siswa menghubungkan pelajaran dengan kehidupan mereka, dan mereka tidak hanya mendapatkan informasi, tetapi juga belajar menggunakan keterampilan berfikir dalam tingkatan yang lebih tinggi. Anak belajar dari mengalami dan mencatat sendiri polapola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi saja oleh guru. Untuk itu guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Sagala (2006:87) mengemukakan bahwa pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah kehidupan jangka panjang. Muslich (2007:4 ) menyatakan bahwa “Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”. Dalam kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan dalam pembelajaran dan mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama menentukan sendiri bukan apa kata guru. Begitulah peran guru dalam kelas yang menggunakan model pembelajaran kontekstual. Zahorik (dalam Mulyasa, 2006:217) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran kontekstual yaitu: Pembelajaran harus memperhatikan
pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus). Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman dengan cara: Menyusun konsep
sementara. Melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain. Merevisi dan mengembangkan konsep. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari. Ada perbedaan pokok antara pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran yang konvensional. Di bawah ini dijelaskan secara singkat perbedaan
pembelajaran tersebut dilihat dari konteks tertentu. Dalam
pembelajaran kontekstual siswa ditempatkan sebagai subyek belajar yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan cara menemukan menggali sendiri materi pelajaran sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif. Dalam pembelajaran kontekstual siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa belajar secara individual. Dalam kontekstual
pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata
secara riil sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajarannya sangat abstrak dan teoritis. Dalam kontekstual, kemampuan didasarkan atas pengalaman sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihanlatihan. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui kontekstual adalah kepuasaan diri sedangkan tujuan akhir dalam pembelajaran konvensional adalah nilai dan angka. Dalam pembelajaran kontekstual, perilaku dibangun atas kesadaran diri sedangkan dalam pembelajaran konvensional perilaku dibangun atas dasar kebiasaan. Dalam kontekstual, pengetahuan yang dimiliki individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya.
Dalam pembelajaran
kontekstual, siswa bertanggungjawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pmbelajaran. Dalam pembelajaran kontekstual, hasil belajar diukur dengan berbagai cara, proses bekerja, hasil karya, penampilan, dll sedangkan
dalam pembelajaran konvensional hasil belajar hanya diukur dengan tes. Dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi
di dalam kelas. Dalam pembelajaran
kontekstual, penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.
C. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kelas II SDN 1 Bua Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo, dengan dasar pertimbangan lokasi tersebut mudah dijangkau dalam proses pengumpulan data dan sesuai dengan tujuan penelitian, serta sangat relevan dalam mengungkapkan permasalahan sehubungan dengan rencana penelitian yang disusun juga memberikan keterangan dan data yang diperlukan peneliti dari permasalahan yang ada.Karakteristik subyek penelitian yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas II SDN 1 Bua Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo yang berjumlah 20 siswa, laki-laki 10 Data penelitian yang telah terkumpul, tentu perlu dianalisis. Data penelitian ini berupa nilai yang berbentuk angka dan hasil observasi. Angka-angka tersebut yang akan menunjukkan tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran. KKM yang telah ditentukan menjadi patokan ketuntasan pembelajaran siswa. Jika nilai yang diperoleh siswa diatas atau sama dengan KKM akan dinyatakan tuntas.
D. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan mengklasifikasikan bangun segi empat pada siswa kelas I SDN 1 Bua Kecamatan Batudaa setelah dikenai tindakan melalui siklus I dan siklus II. Pada observasi awal menunjukkan bahwa dari 7 siswa atau 35% dari 20 siswa
yang memiliki kemampuan baik dalam mengklasifikasikan bangun segi empat. Kondisi riil yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa siswa pada umumnya belum memahami sifat-sifat bangun segi empat, siswa juga pada umumnya tidak mengenal jenis bangun segi empat sehingga dan tidak mampu mengklasifikasikannya Realitas yang ditemukan pada saat observasi awal tersebut menjadi dasar pelaksanaan siklus I untuk membantu meningkatkan kemampuan siswa dalam mengklasifikasikan bangun segi empat. Dari hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I menunjukkan
bahwa
terjadi
peningkatan
kemampuan
siswa
dalam
mengklasifikasikan bangun segi empat yang ternyata mengalami peningkatan menjadi 11 siswa atau 55% dari 20 siswa yang ada di kelas I SDN 1 Bua. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam mengklasifikasikan bangun segi empat. Beberapa fakta yang menunjukkan terjadinya peningkatan kemampuan siswa dalam mengklasifikasikan bangun segi empat yaitu; 1) sebagian besar siswa sudah mulai dapat memahami cara mengklasifikasikan bangun segi empat dengan tepat, 2) siswa sudah mulai tepat dalam mengidentifikasi sifat-sifat bangun segi empat, 3) siswa mulai mengetahui tahap-tahap yang dilakukan dalam mengklasifikasikan bangun segi empat dengan tepat dengan menggunakan pendekatan kontekstual, 4) siswa mulai mengenal bangun segi empat dan mulai dapat membedakannya melalui pendekatan kontekstual yang diberikan guru, 5) sebagian siswa mulai dapat menyelesaikan soal yang berhubungan dengan pengklasifikasikan bangun segi empat, dan 6) nilai rata-rata siswa telah meningkat dari persentase sebelumnya tetapi belum mencapai standar yang diharapkan Namun karena hasil yang dicapai pada siklus I belum mencapai indikator yang diharapkan maka penelitian dilanjutkan ke siklus II Pada pelaksanaan siklus II guru lebih melakukan kegiatan bimbingan secara optimal dan mendorong anak mengklasifikasikan bangun segi empat melalui penggunaan pendekatan kontekstual. Berdasarkan tindakan yang dilakukan pada siklus II kemampuan siswa dalam
menyelesaikan cara mengklasifikasikan bangun segi empat mengalami peningkatan menjadi 16 siswa atau 80%. Beberapa fakta yang menunjukkan meningkatnya kemampuan siswa dalam mengklasifikasikan bangun segi empat yaitu; 1) sebagian besar siswa sudah mulai dapat memahami cara mengklasifikasikan bangun segi empat dengan tepat, 2) siswa sudah mulai tepat dalam mengidentifikasi sifat-sifat bangun segi empat, 3) siswa mulai mengetahui tahap-tahap yang dilakukan dalam mengklasifikasikan bangun segi empat dengan tepat dengan menggunakan pendekatan kontekstual, 4) siswa mulai mengenal bangun segi empat dan mulai dapat membedakannya melalui pendekatan kontekstual yang diberikan guru, 5) sebagian siswa mulai
dapat
menyelesaikan soal yang berhubungan dengan pengklasifikasikan bangun segi empat, dan 6) nilai rata-rata siswa telah meningkat dari persentase sebelumnya tetapi belum mencapai standar yang diharapkan.
E. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa melalui pendekatan kontekstual, kemampuan mengklasifikasikan bangun segi empat pada siswa kelas II SDN 1 Bua Kecamatan Batudaa meningkat. Berdasarkan
simpulan
tersebut dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: (1) Perlu latihan secara kontinu kepada siswa dalam
meningkatkan kemampuan mengklasifikasikan bangun segi
empat dengan menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga siswa akan memiliki pemahaman
yang
sempurna
tentang
bentuk
bangun
segi
empat
dan
pengklasifikasiannya, (2) Penerepan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan kemampuan mengklasifikasikan bangun segi empat perlu didukung dengan media pembelajaran sehingga siswa dapat menemukan memahami sifat-sifat bangun bangun segi empat dan pengklasifikasiannya, (3) penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran perlu pula divariasikan dengan
pendampingan secara individual
sehingga guru dapat memantau secara rutin perkembangan kemampuan siswa dalam memahami pengklasifikasian bangun segi empat. DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi & Supriyono Widodo. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Arsad, Hasjim Adhawati. 2008. Kemampuan Menulis Puisi dengan Pendekatan Kontekstual pada Pembelajaran Bahasa Indonesia. Skripsi. Gorontalo: UNG. Chaedar Alwasilah. 2009. Contextual Teaching & Learning. Bandung: MLC. Cikolah. 2011. Bangun Datar. http://id.wikipedia.org. Diakses tanggal 12 Maret 2012 Hamalik, Oemar . 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Jurniati. 2007. Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Pendekatan lingkungan pada Mata Pelajaran Matematika. Skripsi. Gorontalo: UNG. Martimis Yamin. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada Pers. Masnur Muslich. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Mulyasa. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pitadjeng. 2006. Depdikbud.
Pembelajaran
Matematika
yang
Menyenangkan.
Jakarta:
Prihandoko, Antonius. 2006. Pemahaman dan Penyajian Konsep Matematika. Jakarta: Rineka Cipta. Riduwan. 2007. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru Karyawan & Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Sardiman. 2009. Interaksi Kemampuan Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo Persada. Sri, Subarinah. 2006. Inovasi Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: DepDikNas. Suharsimi Arikunto. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Syaiful Sagala. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Uno, B. Hamzah. Aksara.
2007. Teori Kemampuan dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi
Wina Sanjaya. 2006. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana. Zainal Aqib. 2007. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama Widya.