FOTO:
R. Aji Setiantoko
Edisi XXV/2015
LAPORAN KHUSUS
Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (MPN G2):
Menjamin Akuntabilitas Penerimaan Negara POTRET
Pengelolaan Penerimaan Negara “Naik Kelas”
LAPORAN UTAMA
MPN G2, Sudah Jitu? Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
1
Editorial
Introspeksi Menuju Kesempurnaan Rachmad Arijanto
Redaksi
TEKS:
M
omen bulan Ramadhan yang penuh hikmah dapat kita manfaatkan untuk melakukan introspeksi sebagai evaluasi untuk perbaikan diri ke depan. Dengan evaluasi, diharapkan muncul inovasi yang dapat meningkatkan kualitas diri dan menjadi insan yang lebih baik. Frekuensi evaluasi yang intens penting dilakukan dalam melaksanakan amanah yang diembannya. Tidak hanya individu, organisasi pun perlu terus melakukan evaluasi agar senantiasa dapat memenuhi harapan stakeholder secara optimal. Demikian halnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sebagai organisasi yang mengemban amanah untuk mengelola keuangan dan kekayaan negara, perlu terus melakukan evaluasi agar selalu dapat memberikan kinerja terbaik. Pertengahan tahun ini merupakan momen yang sangat penting untuk melakukan introspeksi, sejauh mana prestasi kinerja yang telah dicapai dan upaya apa yang harus dilakukan agar target-target yang telah ditetapkan di awal tahun dapat tercapai. Perlu dilakukan dialog kinerja yang lebih efektif agar tercipta inovasi yang dapat mendongkrak kinerja. Salah satu inovasi yang dilakukan Kemenkeu saat ini adalah penyempurnaan modul sistem penerimaan negara, yaitu Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G2). MPN G2 ini merupakan kelanjutan dari reformasi keuangan negara menuju treasury single account. Melalui implementasi MPN G2 yang optimal, penatausahaan dan pertanggungjawaban penerimaan negara diharapkan menjadi lebih sempurna dan akuntabel. Monitoring penerimaan negara pun semakin mudah dan akurat, mengingat datanya realtime. Terlebih sistem ini juga terhubung dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Kualitas laporan keuangan pemerintah pun akan semakin baik dan tentunya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan keuangan negara. Di sisi lain, aplikasi ini memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan pembayaran penerimaan negara seperti pajak, bea dan cukai, dan penerimaan negara bukan pajak. Melalui MPN G2, sistem pembayaran pendapatan negara menjadi lebih mudah dan praktis, mengingat penyetoran dapat dilakukan secara online dari lokasi mana saja. Keamanan pun semakin terjamin karena input data pembayaran secara manual diminimalkan. Tantangan terbesar adalah bagaimana mengubah budaya masyarakat untuk mengimplementasikan sistem ini. Perlu dukungan edukasi yang optimal baik dari internal maupun eksternal Kemenkeu. Koordinasi dan kerjasama dengan sektor perbankan juga perlu terus dijaga dan ditingkatkan. Di sisi internal, perlu sinergi yang kuat di antara unit eselon 1 terkait baik yang menjalankan fungsi sebagai settlement maupun biller. Hal penting yang tidak boleh luput adalah monitoring dan evaluasi. Sejauh mana progress implementasinya, kendala apa yang harus diminimalkan, dan upaya strategis apa yang diperlukan agar implementasi MPN G2 ini dapat berhasil dan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Akhirnya, selamat merayakan Idul Fitri 1436 H. Semoga institusi kita memperoleh “kemenangan” atas hasil evaluasi dan upaya yang telah dilakukan dan tetap memberikan yang terbaik buat masyarakat dan bangsa. Amin Ya Robbal Alamin.
2
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
Edisi XXV/2015
Diterbitkan Oleh: Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Pelindung Menteri Keuangan Pengarah Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Penanggung Jawab Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Redaktur Herry Hernawan, Herry Siswanto, Dianita Suliastuti, Eka Saputra, Rachmad Arijanto, Moch. Asep Kurniawan, Arif Setiawan Penyunting/Editor R. Aji Setiantoko, Misnilawaty Sidabutar, Agus Dwiatmoko, Susmianti, Hening Indreswari, Eman Adhi Patra, Azharuddin Kontributor Tetap Manajer Kinerja Organisasi, Manajer Kinerja Pegawai Desain Grafis & Fotografer Alfan Abrorul Sofyan, Wardah Adina, Bagus Wijaya, Annisa Fitria Pencetakan dan Distribusi Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Alamat Redaksi: Gedung Djuanda I Lt. 5 Jl Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Kotak Pos 21 Telp. 021 3449230 pst 6139 Fax. 021 3517020 Website: www.kemenkeu.go.id Email: smo.pushaka@depkeu. go.id;
[email protected]
Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email redaksi. Setiap tulisan yang masuk menjadi milik redaksi. Redaksi berhak mengubah/ mengedit setiap tulisan yang dimuat.
Laporan Utama
MPN G2, Sudah Jitu? TEKS:
Eman Adhi Patra, Agus Dwiatmoko, Arif Setiawan
M
odul Penerimaan Negara Generasi 2 atau yang sering dikenal sebagai MPN G2 telah diluncurkan oleh Kementerian Keuagan pada tahun 2014. Peluncuran modul ini menjadi momen penting yang menunjukkan komitmen Kementerian Keuangan untuk terus meningkatkan perbaikan business process dan layanan kepada masyarakat. Berbarengan dengan itu, diharapkan tugas utama Kementerian Keuangan dalam peningkatan penerimaan negara dan peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah akan tercapai. Setelah hampir satu tahun diluncurkan adalah menarik untuk melihat bagaimana perkembangan implementasi MPN G2. Dari MPN G1 ke MPN G2 Reformasi Birokrasi
Kementerian Keuangan yang ditandai dengan ditetapkannya paket Undang-Undang Keuangan Negara telah menjadi tonggak penting dalam perbaikan pengelolaan keuangan negara. Dari sisi pengelolaan perbendaharaan negara, Undang-undang tersebut mengamanatkan penerapan Treasury Single Account yaitu penggunaan rekening tunggal dalam pengelolaan penerimaan dan belanja negara. Untuk mendukung pelaksanaan amanah tersebut maka dibangunlah Modul Penerimaan Negara (MPN) yang kemudian dikenal sebagai MPN G1 yang diluncurkan pada tahun 2007 menggantikan sistem yang lama. Dalam prosesnya pembayaran penerimaan negara melalui aplikasi MPN G1 sangat tergantung kepada teller bank/ pos persepsi yang menjadi
mitra Kementerian Keuangan. Wajib Pajak/ Wajib Bayar harus mengantri di bank/pos persepsi yang terbatas pada jam kerja tertentu. Selain itu seiring dengan berjalannya waktu MPN G1 memiliki beberapa kelemahan diantaranya reversal (pembatalan sepihak oleh bank/pos persepsi) dan unmatch data yang dapat menjadi potensi temuan Badan pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Keuangan Kementerian Keuangan. Pada tanggal 17 Februari 2015 Menteri Keuangan sebagai pimpinan tertinggi di Kementerian Keuangan meluncurkan MPN G2 yang merupakan hasil penyempurnaan MPN G1. Peluncuran MPN G2 ini didahului proses piloting yang berjalan dengan sukses yang dikenal sebagai MPN G 1.5. MPN G2 adalah sistem elektronik yang terintegrasi
“MPN G2 adalah produk Kementerian Keuangan. Keberhasilan implementasi MPN G2 bergantung pada seluruh unit eselon I yang terlibat." Direktur Pengelolaan Kas Negara FOTO:
R. Aji Setiantoko
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
3
Laporan Utama
mulai dari proses billing sampai dengan settlement untuk pengelolaan penerimaan negara yang bertujuan memberikan kemudahan bagi wajib pajak, wajib bayar, dan wajib setor. Pembayaran dapat dilakukan dengan nyaman dan praktis kapan saja dan dimana saja melalui internet banking/mobile banking, Anjungan Tunai Mandiri (ATM) ataupun mesin Electronic Data Capture (EDC) ataupun tetap melalui teller bank. Proses penyetoran pajak/PNBP oleh Wajib Pajak/ Wajib Bayar didahului dengan regristrasi dan pembuatan billing melalui Sistem Billing DJP untuk setoran pajak, Sistem Billing DJA (SIMPONI) untuk setoran PNBP dan Sistem Billing Bea dan Cukai untuk setoran bea dan cukai. Setelah mengisi data Wajib Pajak/Bayar, jenis dan jumlah
MPN G2 adalah sistem elektronik yang terintegrasi mulai dari proses billing sampai dengan settlement untuk pengelolaan penerimaan negara yang bertujuan memberikan kemudahan bagi wajib pajak, wajib bayar, dan wajib setor.
4
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
setoran maka Wajib Pajak/ Wajib Bayar mendapatkan kode billing. Dengan kode tersebut selanjutnya Wajib Pajak/Wajib Bayar melakukan pembayaran melalui empat channel yang disediakan. Setelah melakukan pembayaran sebagai bukti pembayaran sistem akan menerbitkan NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara). Keunggulan MPN G2 Kelebihan Sistem MPN G2 yang pertama adalah meningkatnya akurasi data penerimaan. Hal tersebut dapat dicapai karena berkurangnya input secara manual yang pada MPN GI dilakukan dua kali yakni oleh wajib Pajak dan teller menjadi sekali oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar saja. Selain itu tidak ada lagi proses reversal oleh Bank/Pos persepsi. karena Wajib Pajak/Wajib Bayar bertanggungjawab atas kelengkapan dan kebenaran data pembayaran tersebut. Kelebihan kedua adalah penggunaan sistem billing yang memberi kenyamanan bagi Wajib Pajak/Bayar. Wajib Pajak/ Wajib Bayar dapat melakukan billing atau pengisian data pembayaran dimana dan kapan saja melalui internet dan tidak lagi memerlukan dokumen SSP manual seperti sebelumnya. Bank/Pos Persepsi dan Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN) juga dapat lebih efisien dalam bekerja karena berkurangnya kegiatan terkait penatausahaan dokumen pembayaran. Kelebihan ketiga adalah pembayaran dapat dilakukan melalui melalui internet banking, mobile banking, Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
ataupun mesin Electronic Data Capture (EDC) maupun melalui teller bank. Pembayaran hanya dapat dilakukan jika kode billing yang diinput ke dalam sistem benar, sehingga akan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan yang selama ini sering terjadi. Kelebihan selanjutnya adalah kecepatan proses data dan informasi yang dilakukan secara real time. Sekian detik setelah transaksi pembayaran maka pembayaran oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar sudah tercatat dengan baik dalam sistem. Hal tersebut memberikan rasa aman kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar atas pembayaran yang sudah dilakukan . Data dan informasi penerimaan yang real time juga memudahkan proses monitoring oleh biller yaitu DJP, DJBC dan DJA. Perkembangan Implementasi MPN G2 Saat ini implementasi MPN G2 telah berjalan sesuai dengan harapan. Proses billing dari tiga biller yakni DJP untuk pembayaran perpajakan DJBC untuk pembayaran cukai dan DJA untuk pembayaran PNBP telah dapat digunakan dengan baik oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar. Pembayaran melalui empat channel yakni teller, internet banking, ATM dan EDC juga sudah berjalan dan terkoneksi langsung ke sistem settlement DJPB. Dalam kisaran detik transaksi yang diproses secara real time tercatat dan dapat dimonitor baik nama pembayar, jumlah dan jenis pembayaran dalam dashboard MPN G2. Dari keseluruhan transaksi penerimaan negara sampai saat ini, maka presentase
Laporan Utama
yang menggunakan MPN G2 berkisar kurang lebih 13%. Ini berarti sebagian besar penerimaan masih menggunakan MPN G1 yang memang masih berjalan beriringan dengan MPN G2. Untuk channel pembayaran maka pembayaran melalui setoran teller masih sangat mendominasi Dari sisi Bank/Pos persepsi, terlihat bahwa jumlah bank/pos persepsi yang dapat melayanai MPN G2 semakin meningkat. Sampai bulan Juni 2015 sebanyak 39 bank dan pos persepsi telah siap melayani setoran penerimaan melalui MPN G2. Dari jumlah tersebut 36 bank/ pos persepsi telah aktif memberikan layanan MPN G2 (live). Sementara bank yang masih dalam proses bergabung dan uji pemenuhan persyaratan mencapai kurang lebih 41 Bank. Kendala Masih minimnya penggunaan MPN G2 ditengarai disebabkan oleh wajib pajak/ wajib bayar belum familiar dengan mekanisme pembayaran melalui MPN G2. Meskipun secara teori Wajib Pajak/Bayar akan lebih mudah menggunakan namun karena belum memahami prosesnya maka ada keengganan untuk menggunakan MPN G2. Sementara di sisi lain aplikasi MPN G1 yang masih berjalan membuat Wajib Pajak/Wajib Bayar merasa lebih nyaman untuk menggunakannya karena sudah terbiasa. Dari segi infrastruktur, kendala yang ditemui adalah masih belum meratanya jaringan internet di seluruh Indonesia. Hal tersebut akan membatasi jangkauan impementasi MPN G2 mengingat aplikasi ini bertumpu
“Untuk mendukung MPN G2, DJA terus melakukan sosialisasi dan integrasi aplikasi SIMPONI dengan sistem layanan PNBP Kementerian/ Lembaga.” Direktur PNBP FOTO:
pada jaringan internet baik dalam proses billing maupun dalam proses settlement. Peningkatan Sosialisasi Untuk meningkatkan penggunaan MPN G2 ke depan maka langkah yang sudah dan akan terus dilakukan adalah pelaksanaan sosialisasi MPN G2 baik kepada internal pegawai maupun kepada wajib pajak/ bayar. Untuk sosialisai internal DJPB dan DJP telah melaksanakan sosialisasi penggunanaan MPN G2 di Kanwil dan Kantor Pelayanan. Para pegawai tersebut nantinya diharapkan dapat menjelaskan kepada wajib pajak/bayar keunggulan MPN G2 dan cara penggunaanya. Pelaksanaan sosialisasi eksternal dilakukan langsung kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar. DJPB misalnya telah berupaya agar bendahara pengeluaran pemerintah dapat menggunakan MPN G2 untuk pembayaran pajak yang menjadi tanggungjawabnya. Sementara DJP telah berupaya mensosialisasikan MPN G2 melalui media sosial dan web DJP. Ke depan DJP telah merancang
R. Aji Setiantoko
program kehumasan yang mencakup penambahan media sosialisasi MPN G2. Sosialisasi juga sudah dan akan terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran terkait dengan penggunaan aplikasi biller PNBP yakni SIMPONI. Sosialisasi dilakukan kepada Wajib Bayar untuk proses billing sampai dengan pembayaran dan dengan Kementerian/Lembaga yang memungut PNBP. Peningkatan Akses Selain sosialisasi, terdapat upaya untuk meningkatkan akses internet kepada Wajib Pajak/ Wajib Bayar. Dalam hal ini DJP telah melakukan terobosan melalui kerjasama dengan Telkomsel untuk proses billing melalui layanan sms. Sementara DJPB menyiapkan Pojok Billing di KPPN yang memberikan fasilitas bagi Wajib Pajak/Bayar untuk melakukan billing. Sementara itu DJA juga terus melakukan integrasi aplikasi SIMPONI dengan sistem layanan PNBP yang ada pada Kementerian/Lembaga.
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
5
Laporan Utama
Ditargetkan pada 2015 proses integrasi data dapat mencapai 80%. Dengan integrasi tersebut maka diharapkan layanan yang terkait PNBP di setiap Kementerian/Lembaga mekanisme pembayarannya sudah melalui MPN G2 dan DJA dapat memonitor lebih baik atas pelaksanaan pemenuhan kewajiban PNBP setiap Wajib Bayar sekaligus memetakan potensi ke depan. Menuju Implementasi Penuh MPN G2 Untuk mendukung beroperasi MPN G2 secara penuh, pada akhir tahun 2015 pengoperasian MPN G1 akan dihentikan. Dengan demikian maka MPN G2 menjadi satusatunya sistem penerimaan yang akan melayani wajib Pajak/ Bayar. Tentu langkah tersebut akan membuat maksud dan tujuan implementasi MPN G2 akan tercapai, namun bersamaan dengan itu muncul tantangan baru terkait keandalan sistem MPN G2 saat seluruh transaksi penerimaan akan beralih sepenuhnya ke MPN G2. Pertumbuhan jumlah transaksi yang diperkirakan akan melonjak tajam pada saat-saat yang bersamaan akan menjadi ujian bagi keandalan sistem MPN G2. Sebagai langkah antisipasi segala permasalahan yang mungkin terjadi maka stress test perlu dilakukan untuk menguji kemampuan jaringan dalam memproses data dalam jumlah besar dalam waktu yang bersamaan. Jika memang diperlukan maka peningkatan kapasitas sistem harus segera dilakukan sebelum implementasi penuh MPN G2. Yang juga urgent dalam
6
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
“DJP telah melakukan terobosan melalui kerjasama dengan Telkomsel untuk proses billing melalui layanan sms.” Direktur Teknologi Informasi Perpa jakan FOTO:
tahap ini adalah penyiapan rencana kontijensi agar sistem penerimaan negara tetap dapat berjalan dalam semua kondisi. Dan langkah kontinjensi tersebut ternyata sudah disiapkan dengan baik dengan telah disiapkannya suatu mekanisme dalam sistem sehingga risiko terburuk kegagalan sistem dapat terhindarkan. Selain itu langkah sosialisasi dan peningkatan akses bagi Wajib Pajak/Bayar harus terus dilakukan secara masif. Sosialisasi tersebut semestinya dilakukan secara terukur untuk menjangkau Wajib Pajak/Wajib Bayar pada setiap level di seluruh penjuru tanah air. Peran aktif biller dalam sosialisasi menjadi kunci sukses sosialisasi disamping pembinaan kepada bank/pos persepsi agar lebih intensif dalam melakukan edukasi nasabah dan menyiapkan SDM yang memadai untuk mendukung operasi MPN G2. Dari aspek pendukung lain juga mesti disiapkan dengan lebih baik seperti terkait pagu
R. Aji Setiantoko
anggaran jasa perbendaharaan. Anggaran ini dibutuhkan untuk penyelesaian kewajiban pemerintah terhadap bank/ pos persepsi sesuai perjanjian kerjasama. Dengan anggaran yang memadai maka proses pembayaran kewajiban pemerintah dapat berjalan lancar sehingga proses kerja sama dapat berjalan lebih baik. Keberhasilan implementasi MPN G2 sangat bergantung pada kerjasama unitunit di Kementerian Keuangan yang terlibat langsung yaitu biller yang terdiri dari 3 unit eselon I (Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pajak, serta Direktoral Jenderal Bea dan Cukai), Settlement (Direktorat Jenderal Perbendaharaan) serta Pusintek Sekretariat Jenderal sebagai pengelola IT di lingkungan Kementerian Keuangan. Dengan sinergi yang baik dan intensif dengan semangat untuk memberikan yang terbaik maka implementasi MPN G2 secara penuh pada tahun 2016 diharapkan dapat berjalan dengan baik.
Laporan Khusus
Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (MPN G2):
Menjamin Akuntabilitas Penerimaan Negara TEKS:
Teguh Subarkah (Kasi Bank/Pos Persepsi, Direktorat PKN DJPB)
M
odul Penerimaan Negara (MPN) merupakan sistem terintegrasi antara Kementerian Keuangan dengan sistem bank/pos persepsi dalam rangka penatausahaan dan pengelolaan penerimaan negara. MPN mulai diimplementasikan tahun 2007 dan telah mengalami beberapa kali penyempurnaan. Pada MPN Generasi I (MPN-G1) masih ditemukannya transaksi yang memerlukan tindak lanjut/ klarifikasi sebelum diakui sebagai data realisasi penerimaan negara dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), meliputi transaksi reversal, tidak diakui, partial match, MPN unmatch, dan LKP unmatch. Penyempurnaan atas MPN-G1 selain sistem teknologi informasinya, juga perubahan mekanisme penyetoran oleh wajib pajak/ wajib bayar/ wajib setor (WP/ WS/WB), yaitu dari manual billing system menjadi Electronic Billing System dan flesibilitas dalam pemilihan kanal layanan penyetoran penerimaan negara pada bank/pos persepsi (teller/ ATM/internet banking/EDC). Konsepsi Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (MPN-G2) Dalam rangka penyempurnaan sistem
penerimaan negara, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/ PMK.05/2014 Tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik. PMK ini merupakan dasar hukum implementasi Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik melalui Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua (MPN-G2). Melalui MPN-G2 diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas penerimaan negara. Perbedaan mendasar antara MPN-G2 dengan MPN-G1: Pertama, dari manual billing system menjadi electronic billing system. Pada MPN-G1, WB/ WS/WP sebelum melakukan penyetoran terlebih dahulu mengisi formulir surat setoran untuk diserahkan kepada teller bank/pos persepsi. Selanjutnya, petugas teller meng-entry ke sistem MPN. Pada MPN-G2, pembayaran didahului dengan pembuatan/creat billing oleh WB/WS/WP melalui portal unit pemilik tagihan (biller) untuk mendapat kode billing. Dengan kode billing, WB/ WS/WP melakukan transaksi pembayaran ke channel layanan bank/pos persepsi (teller/ATM/ internet banking/EDC). Peran teller hanya melakukan entry kode billing, sedangkan seluruh data transaksi sepenuhnya menjadi
tanggung jawab WP/WS/WB. Kedua, dari single channel menjadi multy channel. Pada MPN-G1, layanan penyetoran hanya melalui petugas teller, sedangkan pada MPN-G2 tersedia beberapa pilihan kanal layanan yaitu loket/teller, ATM, Internet Banking, dan Electronic Data Capture (EDC). MPN-G2 memberikan fleksibilitas bertransaksi karena tidak terikat waktu dan tempat. Penyetoran melalui petugas teller pada MPN-G2 tidak tergantung pada kantor cabang bank/pos persepsi tertentu. Pada MPN-G1, kantor cabang bank/pos persepsi yang dapat menerima penyetoran penerimaan negara hanya terbatas pada kantor cabang yang telah ditunjuk sebagai bank/ pos persepsi mitra kerja KPPN. Pada MPN-G2, penyetoran dapat dilakukan di seluruh unit layanan bank/pos persepsi sepanjang memiliki jaringan online dengan kantor pusatnya. Ketiga, dari decentralized account menjadi centralized account. Pada MPN-G1, pembukaan rekening kas negara persepsi didasarkan per kantor cabang bank/pos persepsi yang bermitra dengan KPPN. Pada MPN-G2, hanya ada satu rekening pada setiap bank/pos persepsi, sehingga transaksi
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
7
Laporan Khusus
penerimaan negara pada unit layanan bank/pos persepsi akan tercatat pada satu rekening. Penyederhanaan jumlah rekening lebih mempermudah BUN dalam melakukan pengawasan dan pengendalian atas rekening persepsi. Keempat, dari single currancy menjadi multy currancy. Pada MPN-G1, transaksi penerimaan negara hanya untuk transaksi dalam mata uang Rupiah, sedangkan untuk transaksi dengan menggunakan mata uang asing dilakukan melalui Bank Indonesia. Dengan MPN-G2 maka seluruh penerimaan negara baik dalam mata uang Rupiah maupun mata uang asing (USD) dapat dilakukan. Perkembangan Implementasi MPN-G2
8
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
Implementasi resmi MPN-G2 dilaksanakan sejak 27 Februari 2014. Tanggal 17 Februari 2015 bertempat di Gedung Dhanapala Jakarta dilaksanakan Grand Launching MPN G2 oleh Menteri Keuangan, dan diikuti oleh 22 Bank/ PosPersepsi yang sudah live, serta 3 Bank Persepsi yang telah ditetapkan sebagai Bank Persepsi yang mengimplementasikan Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (namun belum live). Saat ini terdapat 35 bank dan 1 kantor pos yang menerapkan transaksi penerimaan negara MPN G2. Bank yang lain sedang proses UAT dan SIT (Sistem Integration Test) 11 bank, serta 13 bank dalam proses koneksi jaringan (network) dengan sistem di Kementerian Keuangan.
Progress jumlah transaksi setoran penerimaan negara melalui MPN G2 dari Januari sampai dengan Juni 2015 mencapai 1,9 Juta transaksi (IDR) dengan nilai Rp.93,76 triliun dan 3.894 transaksi mata uang asing dengan nilai USD 248,31 Juta, dengan tren yang semakin meningkat setiap bulannya. Tantangan Ke Depan Implementasi MPN G2 secara penuh ditargetkan awal Tahun 2016. Sistem MPN G1 yang saat ini masih berjalan paralel dengan MPN G2 akan ditutup pada akhir tahun 2015, termasuk penerimaan negara yang selama ini disetorkan melalui Bank Indonesia (RKUN) juga akan dialihkan melalui bank/pos persepsi MPN-G2. Beberapa tantangan yang perlu mendapatkan perhatian
Laporan Khusus
TRANSAKSI PENERIMAAN NEGARA MELALUI MPN-G2 PER MASING-MASING BILLER DAN MATA UANG (Data Januari s.d. Juni 2015)
khusus agar pelaksanaan MPN-G2 tersebut dapat berjalan dengan baik, antara lain: a. Kesiapan dan kemampuan infrastruktur dan jaringan informasi di internal Kementerian Keuangan guna mengantisipasi meningkatnya transaksi penerimaan negara. b. Kesiapan regulasi dan sumber daya manusia yang akan mengelola penerimaan negara di setiap unit Kementerian Keuangan karena bisnis proses operasionalisasi MPN-G2 24 jam dalam sehari, tujuh hari dalam seminggu (24/7). c. Perlu public campaign dan sosialisasi secara massive kepada WP/WS/ WB penyetoran penerimaan negara melalui layanan MPN G2 oleh para biller (DJP, DJA dan DJBC). d. Penyediaan layanan akses internet bagi WP/WS/WB dalam rangka pembuatan/ create billing di setiap kantor vertikal Kementerian Keuangan dan perbankan.
DAFTAR BANK/POS PERSEPSI MPN G2 (data s.d. Bulan Juni 2015)
1 BRI (IDR+USD)
13 BPD Kalsel
25 Bank DBS Indonesia
2 Bank JabarBanten
14 BNP
26 Bank Permata
3 CIMB Niaga
15 BPD Lampung
27 BTN
16 BPD NTT
28 BPD Bali
5 Citibank
17 Bank Tokyo
29 Bank Mizuho
6 BCA
18 BPD Sulut
30 BPD Aceh
7 BPD Sumsel babel
19 BPD Sumbar
31 UOB Indonesia
8 PT Pos Indonesia
20 BPD Sumut
32 BPD Kaltim
9 BNI (IDR+USD)
21 HSBC
33 BPD Bengkulu
10 BII
22 Bank Panin
34 Bank EkonomiRaharja
11 BNI Syariah
23 BPD Jatim
35 Danamon
12 Bank Riau Kepri
24 Deutsche Bank
36 Bank SyariahMandiri
4
Bank Mandiri (IDR+USD)
e. Mempercepat penambahan jumlah bank persepsi MPN G2 termasuk kanal layanan pada bank/pos persepsi. f. Penyatuan portal biller untuk create billing dan penambahan fasilitas dalam pembuatan billing (misalnya penambahan operator seluler untuk pembuatan billing melalui SMS).
Helpdesk MPN-G2 DitjenPerbendaharaan: KPPN Khusus Penerimaan Gedung Prijadi Praptosuhardjo III Lt. 2 Jalan Wahidin II No. 3 Jakarta Pusat 10710 (021) 3449230 ext. 5410, 5405 (021) 3864780
[email protected] www.penerimaan-negara.info (021) 3840516
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
9
Profil
S
ore itu, usai jam kantor, Tim Buletin Kinerja diterima untuk berbincang lebih dekat dengan Wahyu Kusuma Romadhoni, pria kelahiran Yogyakarta 41 tahun silam. Tahun ini tepatnya di bulan Mei, lulusan tahun 1995 Sekolah Tinggi Ilmu Akuntansi Negara ini, dipromosikan menjadi Kepala Bagian Sumber Daya manusia, Sekretariat Badan Kebijakan Fiskal. Mas Dhoni, begitu beliau akrab disapa, sudah terlibat dalam implementasi Balanced Scorecard di Kementerian Keuangan sejak awal dan juga menjadi salah satu anggota tim perumus KMK 454 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Kementerian Keuangan. Menurut beliau tantangan terbesar implementasi penilaian kinerja adalah masalah paradigma untuk berani membedakan pegawai yang satu dengan yang lain berdasarkan kinerjanya. Sepanjang mind set yang ada bahwa semua orang itu sama kinerjanya, akan sangat sulit menerapkan pengelolaan kinerja secara penuh. Termasuk juga budaya lebih terbuka antara atasan dan
FOTO:
Dok. Pribadi
Selalu Ada Ruang Untuk Improvement bawahan. Hal ini terkait dengan perlunya dialog kinerja antar individu. Atasan langsung harus berani memberikan penilaian untuk bawahannya. Penilaian tidak selalu dalam angka. Baginya, angka merupakan hasil akhir dari proses penilaian. Hal yang seharusnya perlu dibangun adalah bagaimana agar setiap pegawai terbiasa untuk mengapresiasi
10
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
TEKS:
seseorang yang berprestasi apapun bentuknya, ataupun sebaliknya dapat memberikan kritik supaya seseorang itu lebih baik. Hal yang perlu diperhatikan adalah hasil penilaian kinerja saat ini sudah mulai digunakan untuk treatment kebijakan SDM yang lain, seperti talent management. Masalahnya adalah apakah
Annisa Fitria, Eka Saputra
nilai yang digunakan untuk membuat kebijakan tersebut sudah merefleksikan kinerja dari pegawai/pejabat di Kemenkeu. Beliau berpandangan perlu adanya mekanisme lain untuk mengkonfirmasi apakah pola penilaian pada satu unit pemilik peta strategi sudah dalam komposisi yang benar atau belum. Secara konseptual
Profil
FOTO:
Kemenkeu sudah baik menggunakan pengukuran kinerja yang berbasis pada output dan outcome yang merupakan cascading dari organisasi, dan sudah menggunakan nilai perilaku yang dinilai secara 360 derajat. Hanya kita melupakan besarnya deviasi pada implementasinya. Karena mungkin kita tidak pernah berani jujur mengakui bahwa kita masih banyak kekurangan. Sebagai manajer kinerja pegawai, beliau berharap ada mekanisme pertemuan rutin pengelola kinerja pegawai Kementerian Keuangan seperti yang dilakukan oleh pengelola kinerja organisasi. Perkembangan pengelolaan kinerja dari tahun 2008 sampai sekarang sudah semakin bagus dengan cara pengukuran yang lebih detail. Tetapi jangan melupakan bahwa di luar sana ada aturan-aturan lain yang sedang diproses, yang dapat mempengaruhi sistem yang selama ini sudah dibangun di Kementerian Keuangan. Beliau berharap rencana revisi PP 46 tahun 2011 dapat menjadi momentum secara paralel Kementerian Keuangan berani
Dok. Pribadi
memposisikan cara penilaian kinerja yang lebih implementatif dan adil, agar ruh pengelolaan kinerja di Kementerian Keuangan bisa terabsorb pada peraturan yang sedang disusun. Ketika ditanya mengenai kehidupan pribadi, beliau merasa penerapan work-life balance menjadi satu isu yang seharusnya sudah mulai ditanamkan. Ketika sistem performance manajement sudah berjalan, sistem IT sudah bagus, dan setiap orang sudah bekerja dengan efektif berdasarkan indikator kinerja, seharusnya waktu dapat dikelola dengan lebih baik. Menurutnya, hal yang sangat mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang tidak lain adalah bagaimana dia mengelola kehidupan pribadinya, baik dengan keluarga, masyarakat di lingkungannya, maupun dengan organisasi yang ada di tempat dia bekerja. Pria yang hobi memasak ini mendapat banyak pembelajaran dari hobinya ini. Beliau merasa banyak hal yang bisa diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari yang diperoleh dari hobi memasak. Tidak semua orang yang memasak
dengan resep yang sama akan menghasilkan makanan yang sama. Begitu juga pada saat bekerja walaupun menggunakan SOP yang sama, tetapi sering kali kualitas output yang kita hasilkan berbeda. Selama di bagian pengembangan SDM, beberapa improvement yang telah dilakukan adalah induction program untuk pegawai baru di BKF. Para pegawai baru diberikan pembekalan berupa diklat di dalam kelas, magang, hingga tugas untuk mempresentasikan hasil pembekalannya. Mas Dhoni juga merupakan salah seorang yang mengusulkan pelaksanaan seleksi terbuka untuk jabatan eselon IV di BKF. Beliau juga menyusun skema pembiayaan cost sharing atas pelaksanaan dual degree program master, kerjasama antara BKF dengan USAID dan AusAID. Skema cost sharing ini kemudian menjadi skema nasional yang juga ditawarkan AusAID untuk kementerian lain. Beliau selalu berpesan terutama kepada pegawai baru, untuk yakin bahwa dimanapun bekerja selalu ada ruang untuk melakukan improvement, bahkan bekerja di birokrasi sekalipun. Kemudian usahakan sebelum pindah dari pekerjaan lama selalu ada suatu cerita positif yang ditinggalkan terkait dengan pekerjaan selama ini. Dengan improvement yang dilakukan membuat pekerjaan kita sebagai PNS menjadi tidak membosankan. Baginya, hidup itu berjalan terus, setiap capaian sesederhana apapun, ketika kita bisa menghargai itu, beliau yakin dapat menjadi suatu bekal yang nanti dapat menjadi pijakan untuk mencapai achievement yang lebih besar di kemudian hari.
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
11
Klinik Kinerja
Kontrak Kinerja Pejabat/Pegawai sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) TEKS:
Misnilawaty Sidabutar, Rachmad Arijanto
D
alam hal pejabat definitif berhalangan tetap, maka untuk menunjang dan menjaga kelancaran pelaksanaan tugas dan kelangsungan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan ditunjuk pejabat/ pegawai sebagai Pelaksana Tugas (Plt.). Bagaimana kewajiban kontrak kinerja (KK) bagi pejabat/pegawai yang merangkap jabatan sebagai pelaksana tugas (Plt.)? a. Apabila pejabat/pegawai merangkap jabatan sebagai Plt. pada awal tahun, maka pejabat/pegawai tersebut wajib menandatangani KK baik pada jabatan definitif maupun pada jabatan yang dirangkap; b. Apabila pejabat/pegawai merangkap jabatan sebagai Plt. pada tahun berjalan, maka pejabat/
pegawai tersebut tidak perlu menandatangani KK pada jabatan yang dirangkap. Tanggung jawab pencapaian target pada jabatan yang dirangkap, dialihkan secara langsung bersamaan dengan penetapan Surat Keputusan Plt. Bagaimana kewajiban KK bagi bawahan dari pejabat/ pegawai Plt. tersebut? a. Apabila memiliki atasan pejabat yang merangkap sebagai Plt. di awal tahun Sesuai ketentuan, KK harus ditetapkan oleh pejabat definitif. Oleh karenanya, KK pejabat/pegawai yang merupakan bawahan dari pejabat/pegawai Plt. tersebut tidak dapat ditetapkan oleh atasan langsung yang merupakan Plt., namun ditetapkan oleh pejabat definitif yang
FOTO:
12
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
R. Aji Setiantoko
merupakan atasan dari atasan langsungnya. b. Apabila memiliki atasan pejabat yang merangkap sebagai Plt. di tahun berjalan Pejabat/pegawai yang merupakan bawahan pejabat/ pegawai Plt. tersebut tidak perlu mengubah atau menandatangani kembali KK dengan Plt. tersebut. Bagaimana penentuan CKP bagi pejabat/pegawai yang merangkap jabatan sebagai Plt.? CKP tahunan pegawai yang merangkap jabatan menggunakan CKP pada jabatan definitifnya. Penugasan sebagai Plt. dapat diakui sebagai Nilai Tugas Tambahan, yang merupakan salah satu komponen Nilai Sasaran Kerja Pegawai (NSKP). Bagaimana format KK bagi pejabat/pegawai yang merangkap jabatan sebagai Plt.? Format KK bagi Plt. pejabat pemilik peta strategi terdiri dari pernyataan kesanggupan, peta strategi, perjanjian kinerja, rincian target kinerja, inisiatif strategis (jika ada), dan sasaran kerja pegawai (SKP). Sedangkan format KK bagi Plt.pejabat/pegawai bukan pemilik peta strategi terdiri dari pernyataan kesanggupan, rincian target kinerja, dan SKP.
Potret
FOTO:
Alfan Abrorul Sofyan
Pengelolaan Penerimaan Negara “Naik Kelas” TEKS:
Susmianti, Moch. Asep Kurniawan
S
iapakah pengelola penerimaan negara? Jawaban masyarakat pada umumnya adalah Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ternyata, “di balik layar” ada satu unit KPPN yang terbilang baru, yaitu KPPN Khusus Penerimaan. Jadi, wajar bila belum dikenal masyarakat luas. Agar lebih dikenal, Buletin Kinerja edisi ini memotret KPPN Khusus Penerimaan yang berlokasi di Jl. Wahidin II Jakarta Pusat.
Sekilas “Riwayat” Tahun 2011, penerimaan negara dikelola oleh Subdirektorat Rekening Kas Negara. Saat itu administrasi penerimaan masih menggunakan Modul Penerimaan Negara Generasi I (MPN G1). Seiring berjalannya waktu, semakin dirasa perlu untuk membentuk unit khusus yang mengelola penerimaan. Sejak Subdirektorat ini dibentuk, mulai dirintis MPN Generasi II (MPN G2). Generasi baru ini dirancang
guna menyempurnakan proses pengelolaan penerimaan negera dan mempermudah penyetor atau pembayar pajak atau pungutan negara. Selain memberi pelayanan lebih mudah dan cepat, MPN G2 juga meningkatkan akurasi dan akuntabilitas data penerimaan. KPPN Khusus Penerimaan pun diluncurkan pada tanggal 1 Oktober 2014, dan saat ini dipimpin oleh Herman Hidayat yang dibantu oleh 26 pegawai.
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
13
Potret
FOTO:
Mengenal KPPN Khusus Penerimaan Proses bisnis KPPN Khusus Penerimaan sedikit berbeda dengan KPPN konvensional. Stakeholder KPPN konvensional adalah Satuan Kerja (Satker), sedangkan KPPN Khusus ini adalah perbankan. Di KPPN khusus hanya mengelola penerimaan negara. Walaupun ada pengeluaran, itu hanya terkait dengan imbal jasa perbendaharaan, yaitu pembayaran jasa kepada bank/pos persepsi yang menyelenggarakan transaksi penerimaan. KPPN khusus ini juga hanya berhubungan dengan bank/ pos persepsi pusat. Pelimpahan penerimaan dari bank/pos persepsi pusat kepada KPPN dilaksanakan setiap sore hari. Sebelum pelimpahan, dilakukan rekonsiliasi data antara KPPN dan bank/pos persepsi. Beberapa masalah yang kadang timbul pada saat rekonsiliasi antara lain data hanya tercatat di bank namun tidak tercatat di KPPN atau data tidak tercatat di KPPN namun setoran sudah masuk ke rekening sentral. Sampai saat ini, belum tersedia aplikasi monitoring
14
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
Alfan Abrorul Sofyan
pelimpahan, sehingga proses monitoring pelimpahan dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi sederhana. Sebagaimana KPPN lain, KPPN Khusus Penerimaan juga memberikan layanan seperti: (a) pengembalian kelebihan limpah kepada bank/pos persepsi; (b) koreksi akun dari penyetor melalui biller atas data transaksi setoran; (c) konfirmasi penerimaan negara; dan (d) helpdesk. Salah satu layanan andalan KPPN Khusus Penerimaan adalah helpdesk. MPN G2 melibatkan DJP, DJBC dan DJA sebagai biller, sehingga dalam memberikan layanan helpdesk juga bekerjasama dengan unit-unit tersebut serta Pusintek sebagai pengelola IT di Kemenkeu. Saat ini, layanan setor penerimaan sudah dapat dilakukan 24 jam baik melalui internet banking, mobile banking, atau ATM. Sedangkan melalui teller bank, layanan sesuai jam kerja. Untuk mengimbangi layanan 24 jam tersebut, layanan helpdesk pun dirasa perlu dilakukan 24 jam. Saat ini, kebijakan tersebut masih dibahas bersama komite. Helpdesk memang masih relatif sangat baru, sehingga sarana dan prasarana,
struktur organisasi dan SOP yang ada pun perlu disempurnakan. Saat ini, implementasi MPN G2 masih belum sebanyak MPN G1. Masih perlu dukungan perilaku masyarakat dan jumlah bank persepsi yang tergabung dengan jaringan MPN G2. Masyarakat masih banyak yang belum memanfaatkan kemudahan teknologi dalam bertransaksi perbankan. Sebenarnya mereka bisa menyetor dari mana saja, di kantor, rumah, atau di jalan. Namun sebagian besar masyarakat masih banyak yang menggunakan jasa teller untuk bertransaksi. Untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, KPPN telah memberikan sosialisasi bekerjasama dengan DJP, DJBC, DJA. Bank persepsi juga melakukan sosialisasi dengan mengundang dan memberikan demo pengunaan MPN G2 kepada para nasabah. DJPB, dalam hal ini Direktorat PKN dan KPPN juga merangkul bank/pos persepsi yang selama ini bergabung dalam MPN G1 untuk bergabung dengan jaringan MPN G2. Harapan KPPN Khusus Penerimaan lebih fokus kepada operasional, sehingga strategi, seperti cut off implementasi MPN G1, penambahan bank persepsi, dan channel pembayaran setoran, dalam implementasi MPN lebih banyak dirancang oleh Direktorat PKN. Untuk memonitor dan mengevaluasi implementasi MPN G2, secara rutin dilakukan rapat mingguan yang melibatkan unitunit terkait. Sehingga, sistem ini diharapkan semakin lama akan semakin sempurna, sejalan dengan nilai-nilai Kemenkeu, yaitu menuju kesempurnaan.
Ragam Kinerja
SPAN: Era Baru Manajemen Keuangan Publik di Indonesia TEKS:
Sulistiyono (Kasi TSDM, Direktorat TP DJPB)
S
istem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) sebagai salah satu program transformasi kelembagaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), merupakan sistem perbendaharaan dan anggaran negara yang dibangun sesuai dengan best practices, serta didukung oleh sistem informasi yang modern. Pengembangan SPAN berfokus pada penyempurnaan proses bisnis, pemanfaatan teknologi informasi yang terintegrasi dan
manajemen perubahan. Saat ini implementasi SPAN ditetapkan sebagai salah satu Quickwin Ditjen Perbendaharaan tahun 2015 dan tertuang dalam Treasury Charter 2015. Roll Out SPAN juga sudah dilaksanakan pada seluruh Kanwil dan KPPN pada Februari 2015. Sasaran utama SPAN adalah otomasi proses, efisiensi layanan kepada stakeholder, perencanaan kas, pengelolaan
aset dan hutang yang handal, serta laporan keuangan yang akuntabel dan tepat waktu. Salah satu manfaatnya adalah validitas data keuangan pemerintah dan mendukung implementasi akutansi berbasis akrual. SPAN membantu memfasilitasi proses penganggaran negara secara terpusat, mewujudkan pengawasan dalam tahap pelaksanaan anggaran, dan juga menyediakan informasi komprehensif dan tepat waktu akan posisi keuangan Pemerintah. SPAN juga meningkatkan fungsi audit melalui pusat data yang komprehensif dan terkoneksi. SPAN adalah inti dari Proyek Manajemen Keuangan Pemerintah dan Administrasi Pendapatan (GFMRAP). SPAN diluncurkan secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia Bapak Ir.H. Joko Widodo pada tanggal 29 April
Sasaran utama SPAN adalah otomasi proses, efisiensi layanan kepada stakeholder, perencanaan kas, pengelolaan aset dan hutang yang handal, serta laporan keuangan yang akuntabel dan tepat waktu.
2015 di Istana Negara. Presiden menegaskan bahwa SPAN merupakan cash management system yang akan memudahkan pelaksanaan fungsi checking dan
controlling dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam sambutannya, Presiden juga berharap agar melalui SPAN, sistem governance menjadi lebih baik. Perbaikan dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara diharapkan akan memperbaiki persepsi dari seluruh stakeholder, persepsi investasi dari investor dan dunia internasional terhadap Indonesia, serta akan memperbaiki tata kelola pemerintahan dalam jangka panjang. Salah satu inisiatif transformasi kelembagaan lainnya yang saat ini juga sudah diimplementasikan guna mendukung optimalisasi implementasi SPAN adalah penyempurnaan modul sistem penerimaan negara secara elektronik melalui billing system, yaitu Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G2), yang mulai diterapkan pada pertengahan tahun 2014 yang lalu. Hal ini merupakan perwujudan dari amanah reformasi keuangan negara menuju treasury single account. Harapan ke depan, melalui berbagai inovasi yang terus dikembangkan, Kemenkeu dapat mewujudkan visinya menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di Abad ke -21.
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
15
Rujukan
Pembobotan Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) TEKS:
Hening Indreswari, Eka Saputra
P
engambilan keputusan sudah menjadi bagian dari kehidupan kita seharihari. Seringkali, kita menghadapi dua atau lebih pilihan dalam pengambilan keputusan. Pilihanpilihan yang kita ambil, terutama dalam menentukan kebijakan atau strategi prioritas, dapat dilakukan melalui suatu proses tertentu. Salah satu proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Metode AHP pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980 oleh Thomas L. Saaty dalam bukunya yang berjudul The Analytic Hierarchy Process. AHP merupakan analisis yang digunakan untuk membantu menentukan prioritas atau pilihan alternatif dengan mempertimbangkan beberapa kriteria. Dalam AHP, suatu prioritas disusun dari berbagai pilihan yang dapat berupa kriteria yang sebelumnya telah didekomposisi (struktur) terlebih dahulu, sehingga penetapan prioritas didasarkan pada suatu proses yang terstruktur (hierarki) dan masuk akal. Kelebihan lain dari AHP adalah memperhatikan validitas sampai dengan batas inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. Pada intinya AHP membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menyusun suatu hierarki kriteria dan dinilai secara subjektif oleh
16
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
pihak yang berkepentingan lalu menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas (kesimpulan). Metode AHP didasarkan pada tiga prinsip dasar: Dekomposisi, memecah suatu permasalahan secara hierarki dalam beberapa kriteria; Comparative of judgement, melakukan perbandingan untuk menentukan nilai numerik berdasarkan judgement subjektif terhadap kriteria-kriteria tersebut; dan Sintesa Prioritas, untuk menghasilkan prioritas atau bobot dari setiap kriteria. Berdasarkan prinsip dasar tersebut, secara garis besar tahapan metode AHP adalah sebagai berikut: 1. Dekomposisi masalah, melalui penyusunan hierarki masalah yang disusun secara sistematis untuk dapat mencapai tujuan.
Hierarki I
Hierarki I adalah tujuan yang akan dicapai. Hierarki II adalah kriteria apa saja yang harus dipenuhi oleh semua alternatif agar layak menjadi pilihan yang paling ideal. Hierarki III adalah alternatif penyelesaian masalah. Penetapan hierarki sangat bergantung dari kompleksitas persoalan yang dihadapi. 2. Penilaian/pembobotan untuk membandingkan kriteria maupun alternatif. Tahapan ini dilakukan dengan perbandingan berpasangan pada setiap hierarki melalui judgement mengenai tingkat kepentingan relatif dari setiap kriteria dengan skala kuantitatif (1 s.d. 9). Mekanisme judgement dilakukan oleh pengambil keputusan yang kompeten pada bidangnya. 3. Penyusunan matriks dan uji
TUJUAN
Hierarki II
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
Kriteria ...
Hierarki II
Alternatif 1
Alternatif 1
Alternatif 1
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 2
Alternatif 2
Alternatif 2
Alternatif ...
Alternatif ...
Alternatif ...
Alternatif ...
Rujukan
konsistensi. Matriks digunakan untuk menormalisasi bobot tingkat kepentingan tiaptiap elemen pada masingmasing hierarki. Selain itu, uji konsistensi dilakukan untuk mengukur tingkat inkonsistensi dalam perbandingan berpasangan dengan menggunakan Consistency Ratio (CR<10%). 4. Sistesis dari prioritas yang dilakukan melalui proses iterasi yang dilakukan untuk menguji kehandalan data yang telah didapat. Tahapan ketiga dan keempat, dapat juga dilakukan dengan menggunakan program komputer. 5. Pengambilan/penetapan keputusan. Menentukan alternatif terbaik dengan menggabungkan antara hasil pembobotan pada kriteria dan pembobotan alternatif berdasarkan kriteria. Metode AHP ini dapat digunakan sebagai alternatif pembobotan pada sistem manajemen kinerja balanced scorecard seperti pembobotan perspektif pada peta strategi dan pembobotan IKU. Penerapan AHP pada BSC bertujuan agar pembobotan yang diperoleh menjadi lebih proporsional sesuai dengan tingkat kepentingan organisasi dan membantu menutup gap pada pembobotan kinerja individu, sehingga lebih menggambarkan kinerja individu yang sebenarnya. Sebagai contoh pembobotan IKU dengan menggunakan metode AHP pada suatu organisasi. Tahap pertama adalah menentukan kriteria yang digunakan sebagai dasar pembobotan IKU. Misalnya kesesuaian dengan SS (Kriteria 1), kesesuaian dengan tusi (Kriteria
2), dan tingkat kendali IKU (Kriteria 3). Selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan dari tiga kriteria IKU. Diperoleh hasil sebagai berikut: Dengan menggunakan program komputer, diperoleh CR sebesar 9%. Setelah melalui tahapan penyusunan matriks dan uji konsistensi dihasilkan bobot untuk masing-masing kriteria. Berikutnya perbandingan berpasangan pada IKU
analisis, kelemahan metode AHP yaitu ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga terdapat subjektifitas yang cukup tinggi dari seorang ahli. Selain itu, metode AHP ini merupakan metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk. Metode pembobotan BSC
Kriteria 1
Kriteria 3
Kriteria 3
Kriteria 1
1
1/4
3
Kriteria 2
4
1
5
Kriteria 3
1/3
1/5
1
PEMBOBOTAN IKU
Kesesuaian dengan SS (0,23)
Kesesuaian dengan tusi (0,67)
Tingkat kendali IKU (0,10)
IKU 1 (0,24)
IKU 1 (0,24)
IKU 1 (0,12)
IKU 2 (0,20)
IKU 2 (0,09)
IKU 2 (0,27)
IKU 3 (0,39)
IKU 3 (0,55)
IKU 3 (0,49)
IKU 4 (0,17)
IKU 4 (0,12)
IKU 4 (0,12)
berdasarkan 3 kriteria sebelumnya dan dihasilkan bobot untuk setiap IKU berdasarkan kriteria pada diagram disamping berikut ini. Langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas IKU dengan perkalian antara bobot IKU dan bobot kriteria sehingga diperoleh bobot prioritas IKU 1 (0,23), IKU 2 (0,13), IKU 3 (0,51), dan IKU 4 (0,13). Sebagai suatu metode
yang digunakan pada Kementerian Keuangan sudah cukup memadai dan teruji penerapannya. Metode AHP dapat digunakan untuk menguji apakah pembobotan tersebut sudah sesuai dengan prioritas terbaik berdasarkan kriteria-kriteria yang logis dan relevan serta merujuk kepada best practice implementasi sistem manajemen kinerja.
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
17
Selingan
Quiz
A
ji, Agus dan Misni bersahabat akrab. Satu hari Misni mengabarkan bahwa dia harus pergi ke luar negeri dan mungkin tak bisa kembali. Kepada sahabatnya Misni memberi tahu kapan dia akan pergi secara terpisah. Untuk Aji Misni memberitahukan bulan kepergiannya. Untuk Agus dia memberitahukan tanggal kepergiannya. Kepada keduanya Misni memberikan kemungkinan tanggal dan bulan kepergiannya sebagai berikut:
April 9 Mei 9 Juni 8 Juli 8
10 11 11 11 16 13 16
Kedua sahabatnya berpikir keras dan berkata: Aji: Aku tidak tahu kapan Misni mau pergi dan aku tahu kalau Agus juga tidak tahu. Agus: Tadinya aku juga tidak tahu tetapi sekarang aku tahu. Aji: Ah.. Aku juga tahu sekarang.
Kapan Misni mau pergi?
Dapatkan bingkisan menarik bagi 5 pemenang dengan mengirimkan jawaban yang benar beserta identitas (nama, jabatan, unit kerja, alamat) Anda ke buletinkinerja@gmail. com dengan subject/perihal email “Jawaban Quiz Buletin Kinerja XXV” atau dikirim ke Bidang Program dan Kegiatan IV Pushaka d/a: Gedung Djuanda I Lantai 5 Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Jawaban dapat kami terima paling lambat pada tanggal 5 Oktober 2015.
Nama Pemenang Buletin Kinerja Edisi Edisi XXIV Tahun 2015
Jawaban Kuis Buletin Kinerja Edisi XXIV Tahun 2015 Ada berapakah angka 8 yang muncul bila kita mengurutkan bilangan bulat antara 1 sampai dengan 100? …, 8, …, 18, …, 28, …, 38, …, 48, …, 58, …, 68, …, 78, …, 88, …, 98, = 11 …, 80, …, 81, …, 82, …, 83, …, 84, …, 85, …, 86, …, 87, …, 89, = 9 angka 8 yang muncul = 20
18
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
(1) Rufita Ulinvia, Pelaksana pada Bagian Hukum Pengelolaan Utang Biro Hukum, Sekretariat Jenderal. (2) Tri Rusdiyanto, Kepala Subbagian Umum pada KPPN Sumbawa Besar, Direktorat Jenderal Perbendaharaan. (3) Listyo Cahyo Purnomo, Pegawai Tugas Belajar pada SubBagian Administrasi Peningkatan Kapasitas, Direktorat Jenderal Pajak. (4) Febridony M. Gultom, Pelaksana pada Bagian Kepatuhan Internal, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (5) Imam Hidayat, Pelaksana pada Sub. Dit. Pengembangan Profesi dan Program Pensiun, Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Lensa Peristiwa
Rapim Kinerja Triwulan I 2015, Jakarta 28 April 2015. FOTO: Dok. Biro KLI
Survey SFO pada KPU BC Batam, 26-27 Mei 2015. FOTO: Dok. KPU BC Batam
Survey SFO pada Direktorat Anggaran I dan III, 11, 13-15 Mei 2015. FOTO: Rachmad Arijanto
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
19
Kata Mereka
MPN Generasi 2 D
JA sebagai Unit eselon I di Kemenkeu yang memiliki tugas untuk mengelola penerimaan negara di sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak tentunya harus siap untuk mensukseskan implementasi MPN G2 ini. Dengan adanya Aplikasi SIMPONI (Sistem Penerimaan PNBP Online) sebagai aplikasi untuk melakukan pembayaran/ penyetoran PNBP secara online, maka akan memberikan kemudahan kepada wajib bayar/ wajib setor untuk membuat tagihan / billing tanpa harus membuat dokumen SSBP. Selain itu MPN G2 akan meminimalisir kesalahan pengisian data karena bersifat self assessment dimana rincian pembuatan tagihan PNBP dibuat oleh wajib bayar/ wajib setor itu sendiri. Dengan begitu setoran PNBP menjadi lebih cepat dan mudah. DJA selaku pengelola Aplikasi SIMPONI juga dapat dengan mudah memantau data penerimaan PNBP secara realtime dan akurat.
MOHAMAD MAZENDI A. Pelaksana DSP DJA
20
Buletin Kinerja - Edisi XXV/2015
M
udah dan modern, itulah yang dirasakan saat mulai mengimplementasikan MPN G2 dengan layanan e-billingnya, terlebih dalam posisi kami sebagai penyampai informasi kepada Wajib Pajak.
Perkembangan teknologi membuat Wajib Pajak makin menuntut disediakannya sistem pembayaran yang lebih mudah/ user friendly. Mudah dalam hal waktu, tempat, kepraktisan, kecepatan dan keamanan pembayaran. E-billing berhasil menjawab itu semua. Pembayaran pajak dapat dilakukan 24 jam 7 hari dimanapun berada, cukup dengan tersedianya koneksi internet, aksesnya pun bisa melalui smartphone. Akan menjadi lebih optimal jika user juga menggunakan internet banking dalam melakukan pembayaran kode billing-nya. Masukan dari kami, bahwa e-billing tetap memerlukan Manual Guidance/Help/Petunjuk yang sebaiknya ditempatkan pada halaman login.
ANDIKA S. HARDIANTO
AR KPP Pratama Serpong DJP
A
plikasi MPN G2 sangat membantu bendahara. Sebelumnya setor pajak harus menggunakan SSP dan harus di ketik dengan mesin ketik atau tulis tangan. Dengan menggunakan billing sistem tentunya pembayaran pajak akan lebih mudah, cepat dan fleksibel karena dapat dilakukan dengan cara setor tunai ke teller, ATM, dan melalui e-banking. Agar implementasi MPN G2 lebih optimal khususnya bagi bendahara, seharusnya pihak pengembang aplikasi MPN G2 berkoordinasi dengan bank agar dapat diberikan akses token bendahara atau e-banking dari rekening bendahara atau rekening lain khusus pembayaran pajak dan penyetoran penerimaan. Selain itu, dalam pembuatan billing seharusnya ditambahkan keterangan jenis pajak, agar pada saat pembayaran bendahara tidak perlu lagi menjelaskan jenis pajaknya. Jika memungkinkan, akan lebih baik diciptakan aplikasi android untuk MPN G2 yang meliputi pembuatan billing pajak, billing penyetoran PNBP serta terkoneksi dengan aplikasi bank dalam hal ini e-banking. Sehingga dengan aplikasi android MPN G2, penerimaan negara akan meningkat karena mudahnya pembayaran PNBP dan pajak.
AININ FATMALASARI Bendahara Pushaka Setjen