Mosaik 1
Kota Kecil yang Menyimpan Sejarah Bernama Jatinangor Hidup memang sebuah tantangan dan juga kesenangan tiada akhir, bagi mereka yang mengerti akan maknanya. Setiap orang memiliki ciri khas dan karakter tersendiri, serta nasibnya. Bagaimanapun juga, manusia hanya bisa berharap dan berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh segalanya. Ketika ia berjalan sendiri terkadang membutuhkan suatu dorongan agar ia menjadi lebih baik untuk menggunakan waktu dengan sebaikbaiknya, ia membutuhkan kehadiran orang lain yang bisa membuatnya mengerti akan makna yang sebenarnya dari sebuah arti kehidupan. Ketika manusia hanya mampu berharap, ia curahkan segalanya demi mendapatkan apa yang diinginkan, sesulit apa pun itu dengan segala resiko yang mungkin akan dihadapinya. Hal ini mungkin pemandangan dan kenikmatan tersendiri bagi sosok bernama Raden. Seorang mahasiswa yang entah memiliki segudang keyakinan yang ia miliki dari berbagai tantangan kehidupan yang dialaminya. Sebagai seorang yatim, tentunya menjadi hal yang cukup berat meskipun ternyata kasih sayang Allah senantiasa menuntunnya untuk terus berusaha dan berusaha. Hari ini suasana mulai sepi, tepat pukul jam sebelas malam seperti yang ditunjukkan jam tangannya. Raden terus berjalan menelusuri malam yang dingin, hanya ditemani tas yang sudah lama ia panggul. Terus saja ia mengarahkan pandangan kedepan, sesekali kendaraan sepeda motor melintas disampingnya, pun juga beberapa bus antar kota, truk, angkutan umum dan kendaraan roda empat yang lainnya. Ia terus berjalan sendiri menyusuri malam yang dingin. Segala kegiatan yang dilalui selama seharian membuat tubuhnya cukup mengalami keletihan, kakinya seakan ingin berkata bahwasanya ia ingin segera terdiam. Raut wajahnya yang terlihat cukup lelah mengindikasikan sebuah pekerjaan beratbaru saja ia selesaikan. Kota kecil di perbatasan Bandung-Sumedang yang menjadi tempat tinggalnya kini memang sedikit demi sedikit
mulai berubah.Terutama areal depan kampus atau gerbang yang sudah berubah sejak pertama kali ini tiba disini. Ya, kini keramaian terus mendera, kota yang menjadi primadona sebagai kawasan pendidikan dan mulai menyaingi keramaian kota Bandung. Sebuah kecamatan bernama Jatinangor yang berada di wilayah perbatasan, yang akhirnya menjadi tempat banyak mahasiswa menuntut ilmu. Apakah itu di Unpad, Ikopin 1, IPDN, dan Unwim2. Nama kampus terakhir ternyata sudah harus mengalami kenyataan pahit, dan kini berganti menjadi kampus yang bernama ITB, untuk program D3 Teknik Mesin dan Teknik Elektro. Dan kota kecil ini pun akhirnya bertambah „mewah‟ dengan kehadiran apartemen yang menjadi bangunan tertinggi. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, yang pasti kota kecil ini akan terus berkembang dan berkembang. Dalam beberapa tahun kedepan mungkin akan lebih banyak lagi lahan kosong yang sedianya diisi oleh tanaman sebagai paru-paru kota disihir menjadi lahan hunian. Sekian lamanya ia berjalan, dan mungkin agak cukup aneh. Karena memang ada tukang ojek yang bisa mengantarkannya menuju tempat tujuan yang memang cukup jauh dari pertigaan Sayang atau yang dikenal dengan nama Jalan Kolonel Ahmad Syam. Ditemani suara-suara hewanmalam, ia terus melangkahkan kakinya. Hingga akhirnya sudah tepat ia berdiri didepan sebuah bangunan,’home sweet home’, tempat tinggal sementara disini, areal Pesantren Mahasiswa AshShofwah3 yang baru dibuka pada tahun 2010dan menggoreskan sejarah hidupnya. Tempat tinggal yang menyimpan berbagai macam kenangan bersama beberapa orang-orang yang mengisi kehidupannya, dan tertulis dengan baik dalam sebuah buku harian yang kini terus menghiasi kehidupannya.
Institut Manajemen Koperas Indonesia Universitas Winaya Mukti 3Pesantren yang didirikan oleh Lembaga Penyalur Zakat, Infaq dan Shadaqah ‘Dompet Sosial Ash-Shofwah’ yang disingkat DSA. 1 2
2
Pesantren ini hanya terdiri atas sebuah bangunan yang terdiri atas lima ruangan, dan hanya untuk kalangan ikhwan atau laki-laki saja. Tampak sebuah gedung baru sedang dalam tahap pembangunan, dan memang didirikan untuk kalangan akhwat atau perempuan. Bangunan tak bertingkat ini berada dalam kompleks Masjid As-Saakir dan juga kantor cabang DSA. Lima ruangan terdiri dari satu ruangan untuk staf pengajar atau ustadz, dua ruangan sebagai tempat untuk belajar dan dua ruangan untuk tempat tidur para santri. Tak lupa sebuah gedung khusus yang menjadi ruangan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Alam Ash-Shofwah, berikut perlengkapan bermain untuk para balita menghiasi kompleks masjid tersebut. “Assalamu’alaykum…!” „Tok…tok…tok…,‟ tangannya berayun dan mengetuk pintu untuk sesaat, masih belum ada balasan dari dalam, ia terus mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Sampai salam dan ketukan yang kelima mulai menggerakkan seseorang membalas salam dan membukakan pintu untuknya. “Wa’alaykum salam…!” Sebuah senyuman manis ia layangkan kepada teman yang membukakan pintu untuknya, ia langsung melepas tasnya dan „ditentengnya‟ kedalam kemudian disimpan diatas meja belajarnya yang cukup rapih tertata dengan beberapa buku-buku Islami. “Kang, malam-malam gini tumben baru pulang? emang dari mana?” “Biasa Zal… tugas mahasiswa tingkat akhir,” Ia jawab datar-datar saja, temannya yang bernama Rizal hanya bisa mengangguk sambil berkata „Oh..‟ Selain mereka berdua, sebenarnya masih ada dua belas santri yang tidur di ruangan ini. Ditambah dua belas santri di ruangan sebelah, maka jumlah santri Pesantren Mahasiswa Ash-Shofwah berjumlah 26 orang. Tapi untuk urusan keakraban, rasanya Raden jauh lebih mampu menguatkan chemistrydengan lima orang saja di ruangan ini. Mereka adalah Ridwan jurusan Kimia berasal dari Jember, Iyan jurusan Fisika dari Kebumen, Febry jurusan Sastra Inggris dari Bandung, Herman jurusan Farmasi 3
dari Indramayu dan Bayu jurusan Hubungan Internasional dari Indramayu, semuanya duduk di tingkat 2 kecuali Bayu yang sudah di tingkat 3. Sementara dua orang yang kali ini masih bertatap muka sama-sama dari Teknik Geologi, Rizal dari Ciamis sedangkan Raden orang yang paling senior diantara mereka berasal dari Indramayu. Orang yang terus disibukkan dengan tugas lapangan yang menjadi bagian dari tugas akhir atau skripsinya. Maklum, ia salah satu dari mahasiswa Fakultas Teknik Geologi angkatan 2006 yang belum menjalani sidang skirpsi. Padahal cukup banyak teman-temannya yang lain sudah menyelesaikan sidangskripsi hingga sarjananya, bahkan ada yang sudah ditempatkan di perusahaan pertambangan maupun perminyakan pun juga mereka yang melanjutkan pendidikan ke S2 via beasiswa di dalam maupun luar negeri. Selama menjadi santri Pesma, agak sulit bagi Raden dan keenam orang teman terbaiknya mengatur jadwal kuliah yang terkadang sampai sore hari yang bersamaan dengan waktu belajar di disini. Namun pihak Pesma memberikan kemudahan bagi mereka yang memang tidak bisa hadir atau berhalangan masuk kelas karena kuliah ataupun rapat organisasi kampus, yang kemudian diganti dengan pertemuan langsung bersama Ustadz Acep pada pukul delapan malam di masjid. Herman lah yang memang cukup sibuk dengan agenda praktikum, jadi ia lebih sering belajar bersama ustadz Acep. Pun juga dengan Arul dan beberapa santri jurusan eksak atau sains dan bagian kesehatan, seperti kedokteran, kedokteran gigi, farmasi dan keperawatan meskipun jumlah mereka jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mahasiswa jurusan sosial, sastra dan komunikasi. Sudah lebih dari lima tahun Raden berada di kota kecil ini atau tepatnya lima tahun dua bulan, sampai lupa kalau sudah waktunya ia berpisah dengan almamater yang membesarkan namanya dan memberinya banyak ilmu dan pengalaman lapangan yang berharga melalui dosen pembimbing serta seniorseniornya.
4
“Astaghfirullahaladzim…,” Ia langsung bangkit dari lamunannya, merebahkan tubuh diatas kasur sambil mengusap mukanya yang penuh dengan rasa kelelahan. “Kang, ini diminum dulu…,” Rizal datang dengan membawa secangkir teh hangat, Raden pun segera bangkit. “Ah, jadi ngerepotin kamu nihZal… ngomongngomong jam segini masih belum tidur, emang ada tugas?” “Nggak juga kok kang, habis baca-baca buku trus main „game‟ juga…” “Astagfirullahaladzim… kamu ini kebiasaan main game… kurangin dong mainnya!” “Iya kang, tapi… kalo buat rileks sedikit sih nggak salah kan? Hehehe…” “Terserah aja… tapi kan akhirnya malah jadi menyianyiakan waktu, kuliah kamu gimana?” “Biasa-biasa aja kok… oh ya kang, punya bahan buat referensi Petrologi4 ga? Ada tugas dari dosen nih…” “Ada…,” Raden segera memberikan laptop yang ada di dalam tasnya, kemudian terlelap tidur bermandikan mimpi. Sama halnya dengan sebelas santri yang lainnya, kecuali Rizal yang memang sedang asyik mencari bahan untuk tugas yang diberikan oleh dosen siang tadi. Malam yang indah, seindah hafalan Al-Qur‟an yang mulai dibaca Raden untuk mengantarkan tidurnya malam ini. ***
Cabang ilmu geologi yang mempelajari batuan, asal terbentuknya suatu batuan serta pemeriannya. 4
5