1
Makam Kyai Wilah
“Cerita berawal ketika Adipati Bonjot datang dan bermaksud meminang istrinya, bagi Kyai Wilah hal itu sebuah penghinaan yang tujuannya tidak lain untuk menjatuhkan harga dirinya. Kyai Wilah yang saat itu sebagai panglima perang di Kadipaten Pasir Luhur pun melawan dan berujung pada pertarungan. Tidak diketahui siapa yang kalah dan yang menang. Namun, diakhir cerita Kyai Wilah akhirnya mengalami luka disalah satu kakinya hingga cacat, lalu memutuskan untuk mengasingkan diri bersama putrinya Masajeng Lanjar hingga akhir hayatnya”.
D
emikian kisah yang melatar belakangi keberadaan makam keramat di Dukuh Wilangan, Kelurahan Klapasawit, Kecamatan Kalimanah, Purbalingga. Diceritakan oleh Mbah Warsito (57) warga Dukuh Kedungringin, Karangjambe, Kecamatan Padamara, Purbalingga, Senin (18 Juli 2016). Cerita tersebut sudah menjadi dongeng turun temurun dari leluhurnya dahulu. Makam Kyai Wilah terletak ditengah persawahan antara Dukuh
2
Wilangan dan Kedungringin. Makam keramat yang masih menyimpan misteri bagi banyak orang ini juga diyakini sebagai makam tokoh penyebar agama Islam di zamannya. Hingga saat ini masih banyak peziarah yang datang ke makam keramat tersebut dengan berbagai maksud dan tujuan, terutama pada hari-hari baik dalam penanggalan Jawa. Untuk menuju ke lokasi dari Dukuh Wilangan peziarah harus menyusuri jalan berbatu dipinggir Sungai Ponggawa. Keberadaan makam keramat ditandai dengan tatanan batu berbentuk persegi dengan dua bongkahan batu besar sebagai nisannya. Terdapat dua pohon beringin yang usianya sudah ratusan tahun dengan akarnya yang membentuk relief di badan makam. Sementara makam Masajeng Lanjar letaknya tidak jauh dari makam Kyai Wilah sekitar dua puluh meter dan berdekatan dengan pemakaman umum. Menurut Mbah Warsito, kondisi makan Kyai Wilah saat ini sudah tidak terawat, karena tidak ada lagi juru kunci yang menjaganya. Juru kunci yang terakhir adalah Mbah Martareja dari Dukuh Kedungringin, Desa Karangjambe dan sepeninggalnya tidak ada lagi yang menggantikannya. //ipung
Watu Lumpang Pak Satir terus saja membarsihkan daun-daun kering yang berguguran, sesekali ia pun mencabut rerumputan yang tumbuh di sela-sela tumpukan batu pagar candi. Sementara tidak jauh darinya terlihat sebuah batu lumpang dan batu mehir. Siang itu, (Jum’at 5 Agustus 2016) di Dusun Gampingan, Kelurahan Buara, Kecamatan Karanganyar, Purbalingga. Menjaga dan merawat Situs Watu Lumpang atau yang sering disebut Candi Watu Lumpang sudah ia jalani lebih dari tiga puluh tahun lamanya. Menjadi juru kunci juga bukan sesuatu yang ia rencanakan sebelumnya, tapi karena kebetulan situs tersebut berada di pekarangan tempat ia tinggal. Sembari membersihkan situs, Satir bercerita bahwa konon sebelum tanah tersebut dijadikan tempat tinggal, Watu Lumpang dikenal daerah yang paling angker dan jarang ada orang yang berani mendatangi. Keangkeran situs tersebut ada kaitannya dengan lemah
lanang yang dihuni oleh Kyai Gadung Sari dan Nyai Melati Sari. Kedua tokoh ini disebut sebagai penunggu candi. Bermodalkan tekad karena terhimpit kondisi, Satir yang dulunya tinggal di tanah sewaan dekat hutan pun memilih pindah dan membangun sebuah rumah tidak jauh dari Situs Watu Lumpang. “Ndisit kabeh ewong ngomong, aja pindah cedek candi, mbok ora slamet, tapi ya kepriwe maning wong wis langka panggonan.” Ucapnya. Dari situlah Satir mulai memberanikan diri membangun sebuah rumah yang jaraknya tidak jauh dari area situs, dan demi menjaga etika ia pun secara rutin merawat dan menjaga situs tersebut hingga saat ini. Diceritakan pula bahwa selama menjaga dan merawat tempat tersebut, ia pernah bermimpi didatangi seseorang yang menyuruhnya untuk menjadi juru kunci di candi tersebut dan diberi sebuah tanda berupa taring hanoman. Kejadian di
mimpinya itupun menjadi kenyataan, di pagi harinya tanpa disengaja ia menemukan sebuah benda mirip sebuah taring tergeletak diantara bebatuan candi. Dari pengalaman itulah Satir menjadi semakin yakin dengan merawat dan menjaga situs tersebut dirinya akan mendapat berkah dan karomah tersendiri. Situs watu lumpang ini berupa tumpukan batu setinggi 50 cm berbentuk 4 persegi panjang dengan dua buah pintu masuk di sisi timur dan sisi barat. Di dalam situs terdapat beberapa peninggalan prasejarah yaitu lumpang, alu (menhir) dan lesung. Pengunjung biasanya datang pada saat memiliki hajat. Kebanyakan mereka yang hendak mencalonkan menjadi kepala desa atau yang sedang membutuhkan obat, terutama untuk sakit perut. Bagi yang mempercaya dengan mengoleskan air genangan batu lumpang tersebut pada perut, maka sakitnya akan hilang. Keanehan lain juga terjadi di situs tersebut, pada
malam Jumat Kliwon dari situs kerap terdengar bunyi kotekan lesung, dan suara tersebut akan terdengar semakin jelas dari tempat yang lebih jauh dari candi. Tidak
hanya i t u m enurut Satir candi Watu Lumpang merupakan pusat desa Buara yang ketika rusak maka akan rusak pula de sa ini.//ipung
Susunan Redaksi TABLOID
PERTAHANKAN BUDAYA BANGSA
Ketua Yayasan Sukarno Pimpinan Umum & Pemimpin Redaksi Suparjo Redaktur Pelak Staff Redaksi: Heru Purwanto, Widodo Mei Dwi A, Achmad Razuar, Yulianto, Susilo Widyono, Antonius Sonny Alamat Redaksi: Jln. Yosodarmo No. 7 Purwokerto‐53151 Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia. Telp: 0281‐7502617
Penerbit: Yayasan PAMOR GARUDA NUSANTARA WARTAWAN “TABLOID PAMOR” DIBEKALI DENGAN ID CARD YANG DISAHKAN OLEH PIMPINAN REDAKSI WARTAWAN TABLOID PAMOR TIDAK MENERIMA IMBALAN APAPUN DALAM SETIAP PELIPUTAN
3
Lokastithi Giri Badra
Mbah Agung Ciliwet Pantang bagi warga masyarakat Desa Jipang, Kecamatan Karanglewas, Banyumas untuk mengucapkan kata ngliwet (menanak nasi), jika itu dilanggar maka nasi yang mereka masak tidak akan matang. Larangan yang sudah berjalan sejak jaman nenek moyang ini berkaitan dengan keberadaan makam kuno yang dikenal dengan Makam Mbah Agung Ciliwet. Makam Mbah Agung Ciliwet berada di tengah area persawahan dan berdekatan dengan Sungai Logawa. Selasa (16 Agustus 2016) lalu didampingi Pak Wakim sang juru kunci, PAMOR mengunjungi makam tersebut. Menurut sang juru kunci, larangan mengucap kata ngliwet selain karena menyebut nama pepunden, juga ada kaitannya dengan keberadaan Sungai Logawa yang mempunyai arti yen wis loh mesti kegawa, yaitu semua hasil pertanian yang berada di sekitar sungai ketika sudah mau panen akan terbawa banjir. “Ben pada isa mangan, mulane wong kene ora kene ngomong liwet, ngomonge adang apa masak.” Jelas Wakim. Sebagai tempat yang masih sangat disakralkan, banyak kejadian-kejadian aneh yang sering Pak Wakim alami, yaitu saat ia sedang membersihkan makam. Sebagai juru kunci, Pak Wakim memang wajib membersihkan Makam dua kali
4
dalam seminggu yaitu setiap hari minggu dan rabu. Diceritakan bahwa suatu ketika ia sedang membersihkan makam sendirian, tidak tahu kapan datangnya, ada seseorang yang menghampiri dan menawarkan diri turut bembantu membersihkan makam. Saat ditanya orang tersebut hanya menjawab dari Karanglewas. Setelah seluruh area makam sudah bersih orang tersebut pun berpamitan, dan tidak tahu kemana perginya orang tersebut sudah tidak kelihatan. Menurut Pak Wakim, Karanglewas itu berarti wong lawas. “Nganti siki saben bersih-bersih makam yen ana wong teka ngakune sekang karanglewas, nyong gur ngucap nang batin, Maturnuwun mbah wis direwangi.” Terangnya. Diceritakan pula bahwa makam ini dulunya merupakan salah satu tempat yang dipergunakan oleh Raden Kamandaka untuk bertapa. Sedang Mbah Agung Ciliwet sendiri diyakini sebagai tokoh yang diperintahkan oleh Kamandaka untuk menjaga tempat tersebut. Selain terdapat makam Mbah Agung Ciliwet, di area tersebut juga terdapat beberapa makam yang diyakini sebagai makammakam anak turunnya. Hingga saat ini makam Mbah Agung Ciliwet masih banyak didatangi peziarah dengan berbagai maksud dan tujuan, terutama pada hari-hari baik dalam penanggalan Jawa.//ipung
“Selain bertujuan untuk menjaga dan melestarikan benda-benda peninggalan pra sejarah, museum dengan konsep taman terbuka ini juga dipersiapkan sebagai padepokan dan sarana ritual bagi para penghayat budaya jawa” Adalah Lokastithi Giri Badra, museum terbuka pribadi yang menyimpan koleksi benda-benda peninggalan pra sejarah seperti batu lumpang, menhir, arca Ganesha, watu kenong, dan beberapa peninggalan lainnya. Batu-batu ini diperkirakan dibuat pada abad ke 5 - 6 Masehi. Didampingi Tunggul Pramuji pengelola museum, PAMOR menyusuri satu demi satu benda peninggalan yang ada, Sabtu (23 Juli 2016) lalu. Lokastithi Giri Badra berada di Dukuh Pangubonan, Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet, Purbalingga. Museum ini didirikan pada tahun 1992 oleh Mintohardjo Cokronegro, salah seorang putro wayah Bupati Banyumas Cokronegoro I. Pemilihan Cipaku sebagai tempat pembangunan museum karena menurut ilmu Kejawen di daerah ini dianggap paling banyak memiliki energi gaib. Sementara semua benda koleksi diambil dan dikumpulkan dari daerah sekitaran Desa Cipaku. Memasuki area museum, pengunjung akan disambut keberadaan batu menhir atau yang kadang disebut dengan batu lingga. Batu yang bentuknya mendekati bulat telur ini berfungsi sebagai salah satu media ritual atau pemujaan. Menurut Tunggul, ditempat inilah pada hari-hari tertentu seperti Selasa Kliwon, Jumat Kliwon dan Jumat Lagi para penghayat budaya jawa kerap menghabiskan waktunya untuk ritual, dan akan lebih ramai lagi pada malam satu suro. Di museum ini juga terdapat batu kenong. Batu ini ditempatkan dalam semen yang sudah dibentuk sehingga menyerupai kenong (alat musik pada
gamelan). Batu ini konon pada zaman dahulu difungsikan sebagai tempat untuk bersumpah. Di dalam taman yang masih dijaga keasriannya ini, semua batu-batu koleksi peninggalan pra sejarah disusun dengan sangat teratur. Hal ini dilakukan karena setiap urutan dan peletakan batu memiliki makna tersendiri. “Ibarat sebuah candi, penataan batu-batu ini diurutkan sesuai fungsi dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.” Jelas Tunggul. Lebih jauh memasuki area museum, terdapat satu buah arca Ganesha. Arca Ganesha diyakini menjadi simbol ilmu Jawa yang sangat dalam, mulai dari kebatinan, pertanian, pengobatan bahkan sampai teknologi. Sementara di beberapa tempat terdapat batu lumpang dengan berbagai ukuran. Melihat benda-benda peninggalan tersebut, bisa dilihat bagaimana manusia (nenek moyang) telah mengenal Tuhannya. Dengan batubatu inilah mereka menggunakannya sebagai media ritual untuk memohon kepada Gusti Anggawe Urip. “Disinilah dibutuhkan pemikiran bijak dalam melihat budaya maupun tradisi masyarakat jawa pada masa lampau, dengan pola sederhana mereka menggunakan benda sebagai mediator untuk mengenal tuhannya.” Terang Tunggul. Museum Lokastithi Giri Badra memiliki luas tanah sekira 4000 meter persegi. Tidak hanya menyajikan batubatu pra sejarah saja, di museum ini juga di bangun Pendapa yang berisi alat musik Gamelan yang biasanya di mainkan oleh para penghayat budaya ketika masuk bulan Sura atau Muharom.//ipung
Gunung Indrakila
Tempat Bersemayamnya Semar
Kisah berawal dari niat Harjuna Sosrobahu untuk mempersunting Dewi Sekar Arum dan Dewi Sekar Ningrum di Indrakila tepatnya di puncak Gunung Slamet. Karena menyimpang dari tujuan awalnya yang hendak memperdalam ilmu panguripan, niatan Sosrobahu pun dicegah oleh Semar atau Begawan Cipta Hening. Kecewa atas batalnya niatan itu membuat Harjuna Sosrobahu meluapkan kemarahannya dengan menedang puncak Gunung Slamet hingga terpental dan jatuh disuatu tempat. Tak luput, pertapan Indrakila pun turut terpental terbawa pucuk gunung tersebut.
T
erletak di Desa Lamuk, Kecamatan Kejobong, Purbalingga, pertapan Indrakila berada. Legenda diatas yang melatarbelakangi keberadaan sebuah bukit yang konon merupakan puncak Gunung Slamet, demikian diceritakan oleh Mbok Rimah (63) juru kunci pertapan kepada PAMOR, Selasa (2 Agustus 2016). Pertapan Indrakila hingga kini dipercaya sebagai tempat sakral, yang sering dikunjungi peziarah terutama pada hari-hari tertentu seperti Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Untuk menuju lokasi pertapan ditempuh dengan menyusuri lembah melalui jalan setapak, memasuki kaki bukit terdapat sebuah sumber air yang diberi nama sumur Sikrikil. Menurut Mbok Rimah sumur Sikrikil merupakan sumber air kehidupan yang dijaga oleh Dewi Siwarawati, ditempat itulah peziarah atau pengunjung wajib membersihkan diri sebelum melanjutkan ke puncak bukit tempat bersemayamnya Begawan Cipta Hening (Semar). Semar merupakan perwujudan dari dewa yang diturunkan ke bumi yang memiliki sifat arif, bijaksana,andap asor, dan ngemong wong cilik. Setiap orang yang melakukan ritual dengan tulus dan sepenuh hati di pertapan Indrakila niscaya akan diberkati selama tujuannya untuk yang baik-baik. Masyarakat pun meyakini keberadaan tokoh Semar ada di pertapan tersebut. “kanggo wong jawa, Semar kuwe panutane wong urip nang bumi.” Jelas Mbok Rimah. Mbok Rimah sendiri pernah beberapa kali melihat sosok yang biasa dipanggil Eyang Semar di tempat tersebut saat mengantar tamu. Sosok Semar yang dilihat saat itu berdiri diatas sumber air tidak jauh dari pertapan. Sosok lain yang juga pernah dilihat oleh Mbok Rimah adalah Arjuna dan Hanoman. Di pertapan Indrakila terdapat lima petilasan berupa tumpukan batu yang salah satunya diyakini sebagaipetilasan dari Begawan Cipta Hening (Semar), sedangkan empat lainnya diyakini sebagi petilasan dari pengikutnya yaitu Kyai Among Rogo, Eyang Cokrowongso, Dewi Sekar Arum, dan Dewi Sekar Ningrum.//ipung
5
t e i h t n Mu Munthiet adalah kesenian rakyat Banyumas yang sudah dianggap punah. Kesenian yang diperankan oleh lebih dari tiga orang ini biasanya menceritakan kisah legenda ataupun cerita-cerita wayang. Keberadaan kesenian Munthiet masih bisa dijumpai di Desa Karang Duren, kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Munthiet sendiri berasal dari kata menthelet (kenyang), tapi ada juga yang mengartikan gumun (heran), karena pada setiap pementasannya sipemain selalu makan tanpa henti hingga perutnya kenyang, ungkap Amin Supangat penggiat kesenian munthiet yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Karang Duren saat ditemui di kantornya, Rabu (15 Juni 2016) lalu. Hampir sama dengan kesenian Dalang Jemblung, pada pementasan Munthiet ini iringan alat musik pendukung dilakukan dengan mulut salah satu pemain, sementara satu orang menjadi dalang dan lainnya memerankan sebagai tokoh yang dimainkan. Dalam pertunjukkannya, iringan baik tembang maupun musik, bisa dimainkan
ura-ura (seenaknya sendiri) dan kesenian ini dulu hanya dipentaskan waktu syukuran kelahiran bayi atau momen sakral lainnya. Menurutnya, kesenin Munthiet itu muncul berawal dari dolanan anak (permainan anak) pada zaman dahulu yaitu sebuah permainan yang biasa dilakukan anak-anak desa saat di ladang maupun sawah. Kebiasaan anak-anak yang selalu memeragakan apa yang pernah dilihat tanpa meninggalkan kesibukan baik bekerja ataupun saat sedang makan inilah yang akhirnya berkembang menjadi sebuah kesenian. Amin Supangat juga mengatakan, dengan tujuan ingin membangkitkan lagi kesenian ini, Desa Karang Duren juga pernah mementaskan Munthiet pada Tahun 2010 lalu. Meskipun kesenian ini diakuinya sebagai kesenian yang susah untuk berkembang, tapi setidaknya masyarakat teringat kembali dengan kesenian rakyat ini. Sementara menurut seniman serba bisa Titut Edi Purwanto pemilik Padepokan Cowong Sewu asal Pangebatan, Karanglewas berpendapat, Munthiet adalah sebuah kesenian monolog yang
menceritakan kisah ataupun perilaku kehidupan masyarakat sehari-hari. Di Banyumas kesenian ini masih bisa dijumpai sebelum tahun 70-an, selebihnya kesenian itu pun tidak dikenal kembali. Kepala Bidang Kebudayaan Di nas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas, Rustin Harwanti jug mengatakan, seba gai kesenian yang langka, pemkab melalui Dinporabudpar mencoba mengenalkan kembali kesenian Munthiet kepada masyarakat banyumas. Melalui sanggar binaan Dinporabudpar yaitu sanggar Kamajaya yang beraktifitas di Museum Wayang Kecamatan Banyumas, kesenian Munthiet dipelajari dan dipentaskan di Pendapa Duplikat Sipanji Banyumas. Bahkan pada acara Festival Seni Unggulan di 27 kecamatan yang beberapa waktu lalu baru berakhir, kesenian Munthiet yang dipentaskan oleh perwakilan Kecamatan Banyumas mendapat juara harapan satu. Ajang Festival Seni Unggulan tersebut untuk pematik dan selanjutnya dari peserta akan didata dan dibantu untuk pengembangannya. Diharapkan dengan itu Muntiet akan berkembang dan menjadi salah satu kesenian yang disukai masyarakat luas.//ipung
Perkutut Tembagan Asmara gitaning ratri, lukita bumi tembagan, tirtakencana punjere, duk samana wus ginelar, kutha umadeg anyar, Lepen Banyumas kasebut, kinarya namaning kutha. Demikian kutipan tembang dari buku cerita “Perkutut Tembagan” karya Nasirin L Sukarta asal Desa Kalisube, Banyumas. Perkutut Tembagan adalah cerita yang digali dari kehidupan masyarakat pada awal berdirinya Banyumas. Kepada Pamor, Senin (13 Juni 2016) lalu, Nasirin sang penulis bertutur bahwa karyanya tersebut merupakan bentuk kepeduliannya pada anak-anak yang diwujudkan dalam bentuk cerita. Ia berharap melalui karyanya dapat memberikan hiburan sekaligus pendidikan pada anak-anak. Sebagai penggemar budaya Jawa khususnya banyumasan, Nasirin sangat memerhatikan cerita sejarah atau legenda yang pernah dituturkan oleh orang tua dan juga para sesepuh daluhu. Cerita tutur itulah yang kemudian diolah dengan rasa dan bathin menjadi sebuah karya yang oleh Nasirin ditulis dalam bentuk tembang macapat Jawa. “Serat Jamaldi” merupakan karya pertamanya yang ditulis pada tahun 2006, disusul dengan cerita-cerita yang lain. Uniknya dalam menulis karyanya, Nasirin
6
hanya menggunakan ponsel yang ia miliki. Pada tahun 2015 lalu, cerita-cerita itupun mulai dibukukan menjadi sebuah novel yang diberi judul “Kumandang Tembang Mrapat” dan menjadi novel pertama karya Nasirin L Sukarta. Kemudian novel yang kedua terbit beberapa bulan yang lalu berjudul “Perkutut Tembagan”. Tidak mudah bagi Nasirin untuk menuangkan ide karyanya dalam kumpulan paragraf hingga terbentuk bab demi bab, yang akhirnya menjadi sebuah novel. Butuh perjuangan untuk memindahkan catatan-catatan tersebut dan merapihkannya dalam bentuk naskah. Saat ini ia sudah mengumpulkan 10 naskah cerita yang cukup tebal yang kesemuanya ditulis dengan ponselnya. Nasirin L Sukarta adalah generasi baru sastrawan di Banyumas. Karya yang mengambil seting sejarah Banyumas masa lalu itu banyak mengandung pesan etika, estetika, dan filosofis. Disinilah nilai-nilai luhur Banyumas itu tergambar dengan jelas. Nasirin menulis cerita untuk mencari kesejatian dari sebuah petuah dan isarat untuk diamalkan. Hal ini juga menjadi bentuk pelestarian budaya leluhur dalam menjaga salah satu kultur budaya dan sejarah Banyumas.//ipung
Ribuan orang memadati route Banyumas Extravaganza. Mereka rela berpanas-panas menyaksikan karnaval Banyumas Extravaganza, Minggu (24 Juli 2016) lalu. Peserta pawai diberangkatkan dari Jl. S Parman depan Bioskop Rajawali Purwokerto jam 09.30. Menyusuri Jalan S Parman, Jl Situmpur, Jalan Jenderal Sudirman hingga panggung kehormatan yang berada di Alun-alun Purwokerto. Jarak yang ditempuh kurang lebih 2 Km. Kepala Dinas Pemuda Olah Raga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas Muntorikin, mengatakan Banyumas Extravaganza 2016 diikuti 36 kelompok peserta, kelompok pelajar sebanyak 16 peserta dan kelompok umum sebanyak 18 peserta yang terdiri dari BUMN, BUMD, swasta, perguruan tinggi dan ormas. Pawai karnaval diawali dengan Subo manggolo dikawal kesatria berkuda berada di barisan terdepan. Disusul kereta kencana, diikuti barisan bawor. Sementara penampilan Otoritas Jasa Keuangan dengan menampilkan gadisgadis cantik yang mengenakan kostum batik laksana peri. Selanjutnya model dari Dekranasda diikuti kelompok pelajar dan beberapa kelompok lainnya. Sedangkan di pangung kehormatan pagelaran Kesenian Gandalia dari kecamatan Rawalo dan ebeg yang dibawakan oleh Turis asing dari Negara Belgia turut memeriahkan gelaran extravaganza. Pada kegiatan ini juga dilakukan, kirab Piala Adipura Kirana Tahun 2016, yang baru saja diterima oleh Bupati Banyumas , Jum’at (22/7) di Istana Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Bupati Banyumas Ir Achmad Husein saat mengawali kegiatan, mengatakan Banyumas Extravaganza tahun 2017 akan digelar malam hari. “Saya merasa kasihan kepada peserta dan penonton, karena berpanas-pana-
san, untuk itu kepada penyelenggara kami berharap tahun depan agar digelar malam hari.” Katanya. Sementara di panggung kehormatan, tamu undangan dari Anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah serta dari pemkab se Barlingmascakeb, para kepala SKPD, dan Pimpinan lembaga.//ipung
7
Spiderman Di Susur Sungai Linggamas Purbalingga - Beberapa hari terakhir ini Spiderman tengah beraksi di sekitar jembatan Linggamas yang menghubungkan Desa Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga dengan Desa Petir, Kecamatan Kalibagor, Banyumas. Spiderman ini diperankan Peter Parker dari Manhattann. Spiderman di sekitar jembatan Linggamas sebagai daya pikat wisatawan yang berkunjung di Desa wisata Kedungbenda saat libur lebaran. Kehadiran Spiderman di jembatan Linggamas banyak diminati wisatawan khususnya anak-anak, sehingga secara tidak langsung banyak wisatawan yang datang ke Kedungbenda, selain untuk menikmati wisata susur sungai Klawing, juga berfoto selfi dengan Spiderman. Wisata susur sungai Klawing mulai diminati wisatawan seiring dengan pembenahan wisata Linggamas yang dilakukan Kelompok Sadar Wisata (Pojdarwis) pesona Linggamas, Pemdes Kedungbenda dan Dinas Kebudayaan Pariwisata pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga. Ada banyak destinasi di Desa Wisata kedungbenda, mulai dari peninggalan benda bersejarah Lingga Yoni, wisata budaya, perahu wisata, susur kampung nelayan hingga
Congot. Yang mulai diminati pengunjung, wisata susur sungai menggunakan perahu dan wisata Congot, tempat pertemuan arus Sungai Klawing dan Sungai Serayu. Untuk menikmati wisata susur sungai wisatawan bisa menggunakan perahu bermesin. Cukup hanya dengan membayar Rp 5.000 per orang, wisatawan diajak menuju kampung nelayan menggunakan perahu itu pulang pergi. Perjalanan ditempuh sekitar 15 menit. Wisatawan yang ingin menyusuri sepanjang sungai Klawing melewati jalan darat, juga disiapkan. Sepanjang jalan setapak di tepi sungai itu disiapkan beberapa gasebo untuk sekedar beristirahat, atau untuk duduk santai memandang megahnya jembatan Linggamas degan latar belakang Gunung Slamet. Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si mengatakan, sejumlah desa wisata siap menerima wisatawan pada libur lebaran ini. Selain wisata susur sungai di Kedungbenda, beberapa desa wisata lain yang siap dikunjungi yakni Desa Panusupan, Kecamatan Rembang yang menyuguhkan sedikitnya enam destinasi termas-
uk wisata jembatan cinta, kemudian Desa Tanalum Rembang dengan berbagai curugnya yang segar. Ada juga desa Bantarbarang Rembang, wisatawan yang mengunjungi Monumen Tempat Lahir Jenderal Soedirman sekaligus berkunjung ke jembatan pelangi yang berjarak hanya sekitar 1,5 kilometer. “Destinasi desa wisata lainnya yang tak kalah menarik yakni agrowisata Lembah Asri Serang, outbond dan petualangan alam di desa Siwarak Karangreja, dan foto underwater di Desa Karangcegak, Kecamatan Kutasari.” Jelas Prayitno.
35.000 Peserta Ikuti Pawai Ta’aruf Purbalingga – Sebanyak 35.000 peserta yang terdiri dari berbagai unsur lapisan masyarakat meliputi Instansi Pemerintah, Sekolah, BUMD, Perusahaan swasta dan Ormas yang ada di Kabupaten Purbalingga mengikuti Pawai Ta’aruf untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan 1437 H / 2016 M, Minggu (5 Juni 2016) lalu. Dikawal oleh jajaran TNI, POLRI, SATPOL PP dan di bantu oleh Ormas, pawai Ta’aruf ini mulai Start dari Alun-alun Kabupaten Purbalingga dan Finish di GOR Goentur Darjono Purbalingga. Acara yang diprakarsai oleh Bupati H. TASDI, SH,MM dan wakilnya Dyah Hayuning Pratiwi, SE. B.Econ beserta jajarannya ini telah mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat Purbalingga yang memadati sepanjang jalur pawai untuk menyaksikan setiap kontingen pawai yang lewat. Bupati Purbalingga Tasdi dalam sambutannya mengatakan, pawai Ta’aruf menyambut bulan suci Ramadhan tahun ini sengaja diadakan dengan semeriah mungkin agar menarik perhatian masyarakat sekaligus sebagai tontonan. Selain menghibur, pada pawai Ta’aruf ini didalamnya juga terkandung semangat ukuwah islamiah sesama mus8
lim bahwa bulan Ramadhan sangatlah penting artinya untuk pembersihan diri. Salah satu peserta pawai Miftahun mengatakan, dirinya sangat bersemangat mengikuti pawai Ta’aruf, dan dia pun sangat mendukung kinerja Bupati yang telah menciptakan dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk kemajuan masyarakat Purbalingga.//hermawan
Sebagian Karyawan Dinbudparpora Tidak Libur Lebaran
Purbalingga - Meski ada kebijakan libur Idul Fitri 1437 H bagi para PNS, namun sebagian karyawan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, khususnya di Bidang Pariwisata, tetap masuk kerja. Mereka hanya diliburkan pada hari H Idul Fitri. Para karyawan baik yang berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil) maupun Tenaga Harian Lepas (THL) itu tetap masuk dan ditugaskan di obyek wisata yang dikelola Dinbudparpora. Kepala Bidang Pariwisata pada Dinbudparpora Purbalingga Ir Prayitno, M,Si mengatakan, jumlah karyawan Bidang Pariwisata baik PNS maupun THL seluruhnya berjumlah 40 orang. Dari jumlah itu, 8 orang di kantor dinas, dan selebihnya ditugaskan di obyek wisata. Prayitno merinci, karyawan yang bertugas di obyek wisata, masingmasing di Goa Lawa 19 orang, Bumi Perkemahan Munjuluhur 8, Monumen Tempat Lahir Jenderal
Soedirman (MTL) 3, dan pos pendakian Gunung Slamet 2 orang. Sebagian besar tenaga di obyek wisata berstatus THL. Penugasan para karyawan ini, selain untuk memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan, juga mengamankan target pendapatan yang dipatok pada beberapa obyek wisata. Dari tujuh jenis pendapatan yang dikelola Bidang Pariwisata dengan total target sebelum APBD Perubahan sebesar Rp 645 juta, baru satu jenis yang sudah melampaui target. Satu jenis pendapatan yang sudah melampaui target yakni pendakian gunung Slamet, dari target Rp 15 juta, sudah disetor Rp 42 juta. Sementara beberapa obyek lainnya yang terdiri dari MTL Soedirman, Buper Munjuluhur, wana wisata Serang, Goa Lawa dan petilasan Ardi Lawet, pendapatannya rata-rata sudah tercapai sekitar 40 persen. Sebelumnya Bupati Purbalingga Tasdi dalam rapat persiapan Idul Fitri yang digelar di Operation Room Graha Adiguna, Selasa (28 Juni 2016) lalu menyampaikan, ketentuan libur lebaran bagi PNS terbagi menjadi dua yakni libur nasional pada tanggal 2 dan 9 Juli serta cuti bersama pada tanggal 4,5 dan 8 Juli 2016. Diharapkan adanya libur selama masa lebaran tersebut dapat meningkatkan etos kerja dan produktifitas pegawai.
Wisata Goa Lawa Siap Sambut Wisatawan Purbalingga – Para pelaku wisata di obyek wisata Goa Lawa, Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, menyatakan siap menyambut kunjungan wisatawan pada libur Idul Fitri mendatang. Para pelaku yang terdiri dari pengelola obyek, pemilik kios, pedagang asongan, pemandu wisata, dan petugas parkir akan melayani sebaik mungkin para wisatawan yang datang menikmati obyek di kaki Gunung Slamet ini. Sementara itu, menyambut liburan lebaran, Goa Lawa memberikan hiburan kepada pengunjung berupa musik dangdut enam hari penuh. Kesiapan tersebut terungkap saat digelar rapat koordinasi antara Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga dengan para pelaku wisata di kantor pengelola Goa Lawa, Rabu (15 Juni 2016) lalu. Hadir dalam kesempatan itu Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Ir Prayitno, M.Si, Camat Karangreja Drs Sulistiyarno, MT, Kapolsek Rembang AKP Jadiman, Kades Siwarak Suratman, serta Kelompok sadar Wisata Lawa Mandiri. Kepala Bidang Pariwisata Prayitno mengatakan, wisatawan yang datang ke Goa Lawa tentunya akan berlibur dan bersenang-senang dengan keluarga atau kerabatnya. Oleh karena itu wisatawan tersebut harus disambut dengan baik oleh seluruh pelaku wisata. Pelayanan bagi wisatawan tersebut, jelas Prayitno, mulai dari saat parkir kendaraan, menyusuri wahana yang ada di Goa Lawa hingga membeli aneka souvenir atau jajanan di sekitar
obyek. Petugas parkir kendaraan harus ramah menyambut tamu, para pedagang asongan tidak memaksa pengunjung untuk membeli, wisatawan yang menggunakan pemandu juga harus dilayani dengan baik, dan harga makanan minuman dijual yang wajar, bahkan akan dibuat standar harga bersama. Prayitno menghimbau, para pelaku wisata harus bersikap profesional dan berpegang pada Sapta Pesona Wisata yakni mampu menciptakan suasana aman, tertib, bersih, menjaga kesejukan dan keindahan, bersikap ramah dan mampu memberi kenangan yang baik. Jika wisatawan merasakan hal itu dengan baik, tentunya mereka akan menyebarkan informasi wisata itu ke orang lain, dan suatu saat akan kembali berwisata. Prayitno menambahkan, menyambut libur lebaran Juli mendatang, pengunjung akan dihibur pentas musik dangdut selama enam hari berturut-turut mulai H+1 lebaran yang ditetapkan pemerintah. Pentas ini setidaknya akan menghadirkan artis lokal dari Purwokerto, Banjarnegara dan Purbalingga. Pentas musik dangdut akan berlangsung di panggung permanen di arena obyek wisata. Sementara itu Camat Karangreja Sulistiyarno, meminta kepada warga Desa Siwarak khususnya yang mencari rejeki di obyek wisata Goa Lawa untuk ikut menerapkan sapta pesona wisata. Warga juga diharapkan ikut menjaga fasilitas milik pemerintah dan bertanggungjawab terhadap sarana obyek wisata.
9
Banjir Bandang
Desa Wisata Aman Dikunjungi Purbalingga – Hujan yang mengguyur kota Purbalingga dan sekitarnya Selasa malam (7/6) mengakibatkan arus sungai Gintung meluap hingga mengenai jembatan pelangi di Desa Bantarbarang. Meskipun peyangga jembatan gantung Soepardjo Rustam yang lebih dikenal dengan jembatan pelangi terlepas, namun masih tetap aman untuk dikunjungi wisatawan. Hal tersebut diucapkan Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga Drs Subeno, SE, M.Si, Rabu (8 Juni 2016) lalu. diselasela melakukan pemantauan pasca banjir bandang bersama Kepala Bidang Pariwisata, Ir Prayitno, M.Si di wilayah Kecamatan Rembang. Dikatakan Subeno, peyangga jembatan gantung Soepardjo Rustam yang lebih dikenal dengan jembatan pelangi, memang terlepas. Peyangga jembatan ini, selama
ini memang sudah dalam posisi menggantung dan tidak berpengaruh besar terhadap kekuatan jembatan. Menurutnya, sebelum terjadi bencana banjir, pihak Dinas Pekerjaan Umum (DPU) telah melakukan penelitian dan melakukan uji coba jembatan tersebut dan masih mampu menahan sebuah kendaraan bak terbuka yang penuh muatan kayu. Saat ini jembatan juga masih tetap kuat berdiri. Meski kuat berdiri, lanjut Subeno, pihaknya sementara menutup selama sehari jembatan pelangi tersebut. Pihak DPU akan memastikan kembali kekuatan jembatan tersebut. “Secara sepintas, kondisi jembatan bagus, dan kami juga mencoba melaluinya bersama beberapa pengelola jembatan itu, namun kami ingin memastikan secara teknis, soal keamanan jembatan tersebut.” Kata Subeno.
Sementara itu, di desa wisata Panusupan, semua lokasi destinasi wisata yang dikelola kelompok sadar wisata Ardi Mandala Giri juga dipastikan aman. Seperti daya tarik jembatan cinta, rumah pohon, arena outbound dan curug Wana Tirta, jembatan pelangi, susur sungai, dan bukit Sendaren. Semua daya tarik wisata di Desa Panusupan kondisinya aman, dan pengunjung tidak perlu khawatir. Kondisi yang sama juga terjadi di Desa Tanalum. Semua aset wisata di desa yang dikenal dengan curugnya itu tetap aman. Banjir di desa itu hanya menyasar areal persawahan dan rumah penduduk yang berada di dekat sungai. Subeno menambahkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Polsek, Koramil dan Camat Rembang guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan jika ada bencana susulan.
Purbalingga Gagas Pembentukan Desa Bahasa Purbalingga–Pemerintah Kabupaten Purbalingga menggagas desa wisata tematik khu sus bahasa Inggris. Untuk penjajakan awal, Pemkab telah mengirim tim guna mempelajari operasional sebuah desa bahasa di Desa Bahasa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, akhir pekan lalu. Wakil Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, SE, B.Econ saat melakukan kunjungan ke Desa Bahasa Ngargogondo mengungkapkan, pembentukan desa bahasa nantinya akan semakin memperkaya desa wisata atau desa tematik yang saat ini digencarkan di Purbalingga. Saat ini di Purbalingga sudah ada 15 desa wisata yang menjual potensi alam, budaya, dan religi. Menurut Dyah Hayuning Pratiwi, dengan memperhatikan letak geografis desa wisata Borobudur, memang tidak bisa disamakan dengan wilayah Purbalingga. Desa wisata Borobudur ibaratnya bisa terjual dengan memanfaatkan kunjungan wisatawan ke candi Borobudur. Namun jika melihat operasional dan fasilitas yang ditawarkan oleh desa wisata Borobudur, sangat mungkin diterapkan di wilayah Purbalingga. Potensi wisata Purbalingga sudah diperhitungan oleh masyarakat di Jawa Tengah. Dengan jumlah kunjungan wisatawan terbesar keempat di Jateng, maka sangat besar membuat sebuah desa bahasa. Sementara,
10
sejumlah desa-desa wisata sudah mampu menyediakan homestay, fasilitas sebuah desa wisata, daya tarik di desa wisata, dan dukungan masyarakatnya. Wabup menggambarkan, di desa bahasa Borobudur, menyediakan sendiri homestay kapasitas 20 orang, dan sarana pendukungnya seperti ruang belajar, kantor, balai pertemuan, panggung pementasan, serta SDM pengajarnya. Sementara, jika pengunjung melebihi kapasitas, maka baru menggunakan rumah-rumah warga sekitar. Kunci keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris, lanjut Wabup Dyah, pada metode pengajaran, promosi dan membangun jejaring yang kuat dengan berbagai pihak. Jejaring yang dibangun lebih berfokus pada upaya promosi, sementara pengelola desa bahasa lebih cenderung bersikap mandiri dan tidak tergantung pada bantuan pihak lain termasuk Pemkab setempat. Jika diaplikasikan di Purbalingga, langkah awal yang akan diambil yakni dengan menyiapkan sumberdaya manusia calon pengelolaanya. “Kami tengah mempelajari tawaran proposal kerjasama yang diajukan oleh pengelola desa bahasa Borobudur. Bisa saja, kami mengirimkan calon tenaga pengajar untuk belajar sistem dan metode pembelajarannya, dan kemudian diterapkan di Purbalingga. Untuk lokasi di Purbalingga, bisa memanfaatkan
desa wisata yang sudah tertata manajemennya, atau membuat desa wisata baru yang potensial dan memiliki sumberdaya yang siap diajak maju.” Kata Wabup. Sementara itu, Kepala Bidang Pariwisata pada Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si yang mendampingi kunjungan wabup mengungkapkan, Purbalingga sebenarnya pernah menggagas kampung Inggris di Desa wisata Limbasari, Kecamatan Bobotsari. Hanya saja, pengelolaan kampung Inggris Limbasari tergantung pada seseorang. Ketika pengelola tersebut pergi ke luar kota atau sakit, maka operasionalnya tersendat. Belajar dari pengalaman, maka kami lebih cenderung menyiapkan sumberdaya manusia pengajarnya. Tidak hanya satu orang, tetapi minimal empat atau lima orang. Jadi tidak akan ada ketergantungan, jika salah satu berhalangan atau sakit. Untuk lokasi sebagai desa bahasa, bisa memanfaatkan desa wisata yang sudah ada seperti Desa Panusupan, Kecamatan Rembang. Di desa itu, sudah tersedia homestay yang dikelola baik, ada enam destinasi wisata yang bisa mendukung pembelajaran. Atau bisa juga menunjuk desa lain yang memiliki potensi sumberdaya manusia yang mumpuni, bersemangat keras untuk maju dan siap memajukan desanya.
Libur Lebaran
Kunjungan ke Desa Wisata Naik 488 Persen
Purbalingga - Kunjungan wisatawan ke desa wisata di Purbalingga selama libur lebaran naik 488 persen. Pada tahun 2015, wisatawan yang datang ke desa wisata tercatat hanya 13.405 orang, sementara pada libur lebaran tahun 2016 ini yang dihitung mulai tangggal 7 hingga 12 Juli sebanyak 63.962 wisatawan. Kenaikan yang drastis ini menggambarkan fenomena pergeseran tren wisatawan dari mass tourism kealternative tourism. Disisi lain, kenaikan ini tak lepas dari kebijakan Pemkab setempat melalui Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) yang gencar mengembangkan potensi desa wisata sejak tahun 2015. “Sejak awal tahun 2015, kami terus menggali potensi di desa yang bisa dijadikan sebagai destinasi wisata dan sekaligus melakukan pembinaan dan pembenahan sumberdaya masyarakat pengelolanya. Hasilnya, ternyata mulai dapat dirasakan pada tahun 2016 ini.” Kata Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si, Rabu (13 Juli 2016) lalu. Prayitno mengatakan, kunjungan ke desa wisata selama libur lebarean ini tercatat di desa
wisata Serang, Kecamatan Karangreja sebanyak 28.100 orang, Desa Panusupan, Kecamatan Rembang 12.575 orang, Desa Tanalum, Rembang 7.980 orang, desa wisata Karangcegak, Kecamatan Kutasari 7.046 orang, Desa wisata Siwarak Karangreja 4.600 orang, Desa Bantarbarang Kecamatan Rembang 1.870, Desa Kedungbenda Kemangkon 911 orang, Desa Limbasari Kecamatan Bobotsari 460 orang, Desa Onje Kecamatan Mrebet 160 orang dan sejumlah desa wisata lainnya. “Dalam tahun 2015, kunjungan ke desa wisata seluruhnya 276.000 orang, dan pada tahun 2016 ini target kunjungan sebanyak 1 juta wisatawan.” Ungkap Prayitno. Untuk mencapai target satu juta wisatawan ke desa wisata pada tahun 2016 ini, pihaknya terus menggali potensi yang ada di desa wisata dan bersama pengelola wisata di desa yang tergabung dalam kelompok sadar wisata menggali ide-ide kreatif yang bisa menjadi daya tarik wisatawan. Prayitno mencontohkan,di Desa Karangcegak, Kecamatan Kutasari yang semula hanya kolam biasa untuk mandi, akan dikembangkan sebagai wisata foto didalam air (underwater). Jenis wisata ini ternyata diminati kalangan muda-mudi
yang ingin berfoto selfi yang unik di dalam air. Kemudian di Desa Tanalum Kecamatan Rembang, wisatawan tidak hanya menikmati air terjun secara biasa, tetapi dikemas dalam paket wisata canyoning dan repling di air terjun. Di desa Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon, naik perahu pasir ternyata mampu menjadi daya tarik yang bisa dijual ke wisatawan. Prayitno menambahkan, untuk mendukung pengembangan desa wisata, pihaknya terus melakukan berbagai pelatihan seperti pelatihan pemandu wisata, pengelolaan homestay, pembuatan souvenir, pelatihan manajemen desa wisata, pelatihan penyusunan paket wisata, pelatihan internet sebagai media promosi wisata, pemberian motivasi oleh tenaga motivator profesional, studi komparasi ke desa wisata lain, kampanye sapta pesona sadar wisata, dan berbagai kegiatan peningkatan sumberdaya lainnya seperti fasilitasi sertifikasi pemandu wisata serta bantuan sarana prasarana pendukung wisata. “Dinbudparpora juga menempatkan tenaga fasilitator di desa yang mendampingi setiap saat para pelaku wisata di desa, serta memberikan bantuan keuangan khusus sebagai stimulan pengembangan desa wisata.” Jelas Prayitno.(*)
Wisata Purbalingga Dipromosikan Hingga Lebanon Purbalingga – Pemkab Purbalingga melalui Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) mendukung misi pasukan TNI Konga XXVIII-I/ United Nations Interim Force in Lebanon(UNIFIL) 2016 yang akan bertugas ke Lebanon. Pasukan itu selain membawa misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga membawa misi promosi budaya dan pariwisata Indonesia khususnya Purbalingga. Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga Ir Prayitno, M.Si usai penyerahan sejumlah cinderamata dan buku-buku tentang pariwisata Purbalingga kepada perwakilan pasukan, Selasa (14 Juni 2016) lalu mengatakan, secara kebetulan Komandan Kapal Republik Indonesia (KRI) John Lie-358 yang akan bertugas di Lebanon untuk satu tahun ke depan mulai bulan Agustus adalah putra asli Banyumas, jadi
promosi budaya dan pariwisata difokuskan untuk lingkup Banyumas dan sekitarnya. Souvenir yang diberikan antara lain blangkon gaya Jawa Tengah 20 buah, blangkon motif hitam Banyumasan 5 buah, pakaian Punakawan Catur 1 paket (4 stel), bulu mata palsu 4 kotak, compacdiskprofil wisata Purbalingga 30 buah, dan sejumlah buku seperti buku Purbalingga Tourism Amazing, vision of Purbalingga, sejarah Purbalingga, wisata kuliner Purbalingga, dan sejumlah buku profil lainnya. Cinderamata diterima oleh Kepala Divisi Kebaharian KRI John Lie358, Lettu Laut (P) Rafael Bimantoro di ruang kerja Bidang Pariwisata Dinbudparpora. Prayitno mengatakan, pihaknya mengaku ikut terbantu dengan promosi pariwisata dan budaya Purbalingga hingga ke luar negeri. Tidak saja hanya ke Lebanon, promosi itu juga dilakukan oleh pasukan
KRI John Lie-358 yang akan singgah di beberapa negara yang dilaluinya. Selain itu juga pasukan TNI AL yang bergabung dengan pasukan dengan beberapa negara lain seperti Brazil, Bangladesh, Yunani, Turki dan lainnya juga bisa menjadi sasaran promosi wisata dan budaya Purbalingga. Sementara itu Lettu Laut (P) Rafael Bimantoro menyampaikan terima kasih atas dukungan Pemkab Purbalingga dalam mendukung misi pasukan garuda ke Lebanon. Rafael mengatakan, dalam menjalankan misi itu, para awak kapal juga mengemban misi diplomasi dan mengenalkan pariwisata, kesenian dan kebudayaan Indonesia, termasuk wisata dan budaya yang berasal dari Purbalingga. Dari 107 prajurit yang bertugas di misi tersebut, sekitar 20 prajurit berasal dari eks Karesidenan Banyumas.(*)
11
Purbalingga – Kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Ardi Mandala Giri Desa wisata Panusupan, Kecamatan Rembang, masuk dalam nominasi lomba apresiasi Pokdarwis tingkat Jateng. Bersama Ardi Mandala Giri, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Provinsi Jateng juga menetapkan 11 nominator lainnya dari seluruh Jateng. Kepala Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si, Senin (13 Juni 2016) lalu mengatakan, berdasar pemberitahuan dari Dinbudpar Jateng melalui surat nomor 556/4063 tertanggal 10 Juni 2016 yang ditandatangani Kepala Dinbudpar Jateng DR Prasetyo Aribowo, SH, M.Soc,Sc, ditetapkan 12 nominasi lomba apresiasi Pokdarwis tahun 2016. Sebelumnya, Dinbudpar Jateng mengirimkan kuesioner kepada seluruh Pokdarwis di Jateng, setelah dilakukan seleksi awal oleh panitia di tingkat provinsi, maka ditetapkan 12 pokdarwis terbaik. Selanjutnya, akan dilakukan penilaian administrasi dan peninjauan lapangan oleh tim penilai antara kurun waktu tanggal 14 Juni hingga 30 Juni. Dinbudpar Jateng nantinya 12
akan memilih enam pokdarwis yang ditetapkan sebagai juara I hingga Harapan III. Ke-12 Pokdarwis yang masuk nominasi masing-masing Ardi Mandala Giri (Purbalingga), Tetuko (Wonogiri), Guyub Rukum (Boyolali), Gelora Panorama (Kudus), Lumbung Lestari (Kabupaten Pekalongan), Jamalsari (Kota Semarang), Si Kujang (Kab. Pekalongan), Mukti Mara Ndesa (Kebumen), Sekar Kanthi (Kab. Semarang), Deworejo (Sragen), dan Pesona Bahari (Kabupaten Tegal). Dibagian lain Prayitno mengatakan, Pemkab Purbalingga dibawah kepemimpinan Bupati Tasdi dan Wakil Bupati Dyah Hayuning Pratiwi, mendorong terus perkembangan desadesa wisata. Hal itu tertuang dalam misi pembangunan kelima, yakni menggerakan perekonomian masyarakat yang berbasis pariwisata. Dengan political will yang tegas dibidang pariwisata ini khususnya pengembangan desa wisata, maka warga masyarakat yang ingin mengoptimalkan potensi desanya sebagai desa wisata merasa didukung dan termotivasi. Kepedulian Pemkab Purbalingga dalam mengembangkan desa-desa wisata yang saat
ini ada 15 desa, antara lain dengan pemberian stimulan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) sebesar Rp 1 miliar untuk lima desa pada tahun 2015, dan Rp 800 juta pada tahun 2016 ini juga untuk lima desa. Selain itu, juga penempatan tenaga fasilitator pendamping desa wisata di lima desa, serta sejumlah pelatihan untuk peningkatan sumberdaya manusia dan kunjungan studi komparatif ke desa wisata di luar Jateng yang dinilai lebih maju. Sementara itu Ketua Pokdarwis Ardi Mandala Giri, Yanto Supardi mengatakan, pihaknya siap menerima tim penilai lomba apresiasi Pokdarwis tingkat Jateng kapanpun waktunya. Saat ini deswita Panusupan mengelola enam daya tarik wisata, antara lain wisata religi Ardi Lawet, jembatan cinta, susur sungai, taman Srimbar Jaya, wahana outbound Wana Tirta dan curug Pesantren, serta sejumlah daya tarik seni budaya seperti seni Dayakan, lengger lanang, Rodat, kuda lumping dan kothekan lesung. Wisatawan yang datang bisa membeli paket kunjungan wisata dengan menginap di homestay, atau bisa juga mengunjungi daya tarik wisata baik wisata alam, dan religi.