Jejak Langkah V Penutup
Mereka yang Mengubah Hidup Umar
A. Keluarga: Ibunda, Paman Narpo, dan Kakak Udiarti Di luar orangtua kandung, terutama ibu Umar, ada beberapa orang yang berjasa dan telah mengubah jalan hidupnya. Praktis Umar hanya diasuh sang ibu, karena ayahnya sudah berpulang saat Umar berumur 5 tahun. Ibunya harus mengurus anak-anak sekaligus mencari nafkah. Mereka semua miskin. Rasanya memang saat itu, 1945-1960, kebanyakan keluarga kondisinya miskin. Umar Said menggambarkan ibunya dalam satu kata wonderful. Semasa Umar masih kecil, ibundanya kerap menceritakan tentang Dewaruci. Kisah Dewaruci bertutur tentang tokoh Bima (atau dikenal juga dengan Bratasena) yang memiliki seorang guru bernama Resi Durna . Diceritakan bahwa suatu hari Bima, bertanya kepada gurunya apakah |
93
|
Birokrat Tekno Ekonomi Migas Indonesia | Umar Said
Tuhan benar ada dan kalau ada dimana kedudukannya. Resi terkejut mendengar pertanyaan itu, tetapi sekaligus melihat kesempatan untuk menghilangkan Bima selamanya, agar nantinya Bima tidak ikut perang Baratayuda. Bima ditakuti karena akan memenangkan perang itu. Sang Guru mengatakan bahwa kedudukan ada di dalam sarangnya angin yang ada di atas gunung. Resi menyuruh Bima pergi mencari Tuhan ke sana. Resi Durna tahu sarang angin itu tidak ada dan gunung itu penuh bahaya. Ketaatan Bima sebagai seorang murid, menjalankan perintah guru dan menempuh bahaya mencari sarang angin. Pohon besar telah dicabuti tetapi tidak ada sarang angin disana. Bima kembali kepada Resi Durna untuk melaporkan bahwa gagal menemukan sarang angin. Resi Durna pun memerintahkan Bima untuk menuju samudra demi menemui Tuhan. Semua kerabat Bima sudah melarang dan memperingatkan bahwa itu hanyalah jebakan saja. Namun Bima tetap bertekad pergi, bahkan jika menemui kebinasaan pun dia siap, sebab Bima memiliki keyakinan bahwa semua kejadian sudah ada yang mengaturnya. Sesampai di laut, Bima mengatur segala emosi, ragu, takut dalam dirinya. Dengan kesaktian aji Jalasegara yang didapatnya dari Batara Bayu, Bima menyibak air dan sanggup bernafas dalam air. Bima dihadang naga sakti, Bima mengeluarkan kuku Pancanaka sehingga naga binasa. Akhirnya Bima bertemu dengan sosok mini, kecil, yang berwajah serupa persis dengan Bima sendiri, itulah sosok Dewaruci. Dewaruci meminta Bima masuk ke telinga Dewaruci. Dengan sangat ragu bagaimana Bima yang besar bisa masuk ke telinga mahluk kecil itu. Akhirnya Bima memang masuk ke telinga Dewaruci dan terjadilah dialog antara Bima dengan Dewaruci tentang ketuhanan, tentang perilaku baik, dll. Kisah ini diceritakan oleh ibunda Umar berulang-ulang, bahwa pada hakikatnya Tuhan itu ada di dalam dada manusia, dia ada di dalam diri manusia sendiri, di dalam diri Umar Said. Maka dimanapun, kapanpun, bersikaplah jujur. Sebab disana, di dalam dada ada Tuhan yang senantiasa mengawasi dan menyertai. Ajaran ibunda melalui kisah Bima mencari Tuhan ini melekat dalam pikir dan laku Umar Said. Sehingga integritas diri, kejujuran, menjadi bagian yang melekat dalam kepribadian Umar Said.
|
94
|
Paman Umar adalah salah seorang yang berjasa dalam perjalanan hidup Umar. Namanya Bapak Narpowiyono. Dia adalah adik ayahanda Umar. Pak Narpo, begitu beliau dipanggil oleh teman-temannya, adalah seorang mantri kesehatan dari Dinas Kesehatan Daerah, ditempatkan di kecamatan di manapun, di sekitar Solo, ada penyakit menular. Jadi beliau selalu pindah-pindah. Beliau tidak mempunyai keturunan. Setelah tamat Sekolah Rakyat (sekarang SD), oleh ibu, Umar dititipkan kepadanya. Titip anak ke famili adalah lumrah saat itu. Karena Pak Narpo adalah seorang pegawai negeri sipil, otomatis dia anggota PNI. Memang begitu budaya politik saat itu. Beliau secara tidak langsung mengajarkan pikiran Bung Karno kepada Umar. Pemikiran yang kemudian menjadi haram selama Orde Baru dan mulai dihidupkan kembali di masa reformasi. Beliau sering membawa buku tentang pikiran Bung Karno, tentang kaum Marhaen yang serba kecil. Umar sering ikut membacanya. Jika saja Umar tidak dititipkan kepada Pak Narpo, mungkin Umar tidak bisa melanjutkan sekolah dan tidak menamatkan SMP dan SMA. Setamat SMA, Umar ikut kakak kandung yaitu Udiarti dan suaminya Sutarso. Mereka adalah guru, pegawai Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka ditempatkan di Jakarta. Sutarso bekerja keras. Pagi sampai siang dia mengajar dan malam hari sekolah di UI. Untuk mobilitasnya, dia membeli sepeda motor tua merk Jawa. Sepeda motor memang sudah tua jadi sering harus dibongkar dan dibetulkan. Itu dilakukan sendiri oleh Sutarso di hari Minggu. Semangatnya untuk menambah ilmu dan bekerja membuat Umar malu ikut dia. Umar tidak sekolah dan juga tidak bekerja. Udiarti, kakak perempuan Umar, dari sejak Umar masih duduk di bangku di Sekolah Rakyat, sudah mendorong Umar untuk membaca buku. Mungkin karena dia guru. Karena dorongan itu, Umar menjadi gemar membaca. Banyak buku cerita saat itu, seperti Tom Sawyer, Huckelberry Fin, Di Sudut-Sudut Balkan, Layar Terkembang, Malin Kundang dan banyak lagi sudah Umar baca semua. Padahal ia belum tamat kelas 6. Semua buku itu milik perpustakaan Jawatan Penerangan yang ada di |
95
|
Birokrat Tekno Ekonomi Migas Indonesia | Umar Said
Ungaran, tempat tinggal Umar. Kebiasaan membaca itu terus berlanjut sampai saat ini. Dari dulu Umar selalu bangun selama 2-3 jam tengah malam untuk membaca. Apa saja ia baca. Kebiasaan membaca malam hari itu terhenti saat Umar menjadi Kepala Biro Perencanaan Departemen Pertambangan dan Energi, karena begitu banyak pekerjaan diberikan oleh Pak Ginandjar, selaku Menteri Pertambangan dan Energi saat itu. Setelah pergantian kabinet, Umar menjabat sebagai Sekjen Departemen. Waktu yang 2-3 jam di malam hari itu juga tidak dapat Umar pakai untuk membaca, karena tersita seluruhnya untuk menyelesaikan tugas administrasi dan membaca surat serta laporan. Kebiasaan membaca kembali dapat ia nikmati setelah pensiun. Waktu Umar menjadi mahasiswa, kebiasaan membaca itu sangat menolong. Untuk beberapa mata pelajaran, Umar berada di depan rencana pelajaran. Jadi baginya, kuliah untuk pelajaran itu hanyalah konfirmasi mengenai apa yang sudah ia baca sebelumnya. Mata kuliah S1 di Soviet terprogram dengan disiplin tinggi. Jadi jelas apa yang akan diajarkan pada setiap semester dan apa bukunya. Karena Umar membaca buku, ia sering mengajari kawan kuliah yang ketinggalan di sana sini. Ternyata membantu kawan itu sangat menolong Umar sendiri. Dia menjadi hafal substansinya. Bahkan ada juga kawan dari negara lain yang belajar kepadanya. Umar aktif di kepengurusan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) cabang Baku Azerbaijan. Umar sebenarnya tahu bahwa Pak Rektor kurang suka jika Umar aktif di PPI, tetapi tidak bisa melarang. Pak Rektor mau Umar fokus belajar saja. Di samping jabatannya sebagai rektor, beliau mengajar instrumentasi dan kontrol. Pada saat itu ada alat kontrol baru yang merupakan kebanggaan beliau. Mungkin karena beliau ikut menciptakannya. Pak Rektor menjelaskan secara cepat cara kerja alat itu, tetapi penjelasan itu sangat kurang menurut Umar. Tidak tahu mengapa, tetapi Umar merasa pada pertemuan berikutnya Pak Rektor akan menyuruh Umar maju ke depan kelas dan menjelaskan cara kerja alat baru itu.
|
96
|
Umar tahu alat baru itu sudah dipasang di laboratorium instrumentasi. Maka, ia pun pergi ke sana dan mempelajarinya dengan mendalam. Uraiannya ia baca dengan sungguh-sungguh. Dihafalkannya gambar beserta deskripsinya. Dugaan Umar ternyata benar. Pada pertemuan kelas berikutnya, Pak Rektor langsung menunjuknya untuk maju ke depan kelas dan menjelaskan cara kerja alat baru itu. Karena sudah ia hafalkan, dengan penuh percaya diri, Umar menggambar alat itu di papan tulis dan dijelaskannya pula cara kerjanya dengan rinci. Umar sendiri heran, kok dirinya bisa hafal? Ia yakin Pak Rektor juga heran, bagaimana Umar bisa hafal sedetail itu. Sejak itu, Pak Rektor tidak keberatan lagi Umar aktif di PPI. Mereka makin saling menghormati. Apalagi beliau makin paham bahwa PPI bukan organisasi anti pemerintah Soviet maupun pro-Barat. Dalam sistem Soviet, seorang rektor haruslah cendekiawan dan kader partai. Saat itu, di Baku, hanya mahasiswa Indonesia yang mempunyai organisasi formal. Jadi kegiatan PPI selalu menarik perhatian Rektor dan para pembantunya. Kebiasaan membaca ternyata telah menyelamatkan Umar dan PPI. Umar merasa berterima kasih sekali atas dorongan Udiarti untuk rajin membaca.
B. Pak Jack West Sebelum belajar ke Soviet, saat sekolah di Pendidikan Ahli Minyak (PAM) di Plaju, Umar berkesempatan mengenal Jack West, kepala asrama PAM Plaju. Lelaki keturunan Cina-Belanda itu juga seniman lukis. Istri Pak Wes seorang perempuan Belanda. Lewat Pak West lah, Umar belajar untuk tidak merasa rendah diri di hadapan bangsa Eropa. Saat itu di kilang Plaju dan Sungai Gerong masih banyak orang Belanda, Inggris, Amerika, dan orang-orang hitam yang menjadi staf. Pak West telah mengubah pandangan Umar mengenai orang Barat. Dan berkat ajaran Pak West pula, Umar menjadi orang yang lebih percaya diri yang sangat membantu dalam hidup dan pekerjaan Umar selanjutnya.
|
97
|
Birokrat Tekno Ekonomi Migas Indonesia | Umar Said
C. Pak Syarief Lubis Pada tahun 1961 setelah tamat PAM, Umar bertemu dengan Pak Syarief Lubis yang merupakan seorang insinyur kimia teknik dari ITB. Pak Lubis adalah salah satu pegawai Biro Minyak yang mencetuskan pemikiran untuk membangun pendidikan dan penelitian minyak di Indonesia. Beliau yang mengurus pemberangkatan pemuda-pemuda Indonesia tamatan SMA untuk belajar ke Soviet. Lamaran Umar diterima beliau karena ia mempunyai ijazah Pendidikan Ahli Minyak (PAM). Seandainya beliau tidak mengenal PAM dan seandainya saat itu Umar bertemu pejabat lain, belum tentu Umar diterima menjadi salah satu mahasiswa Indonesia yang dikirim. Jalan hidupnya pasti berbeda. Pak Lubis telah mengubah jalan hidupnya.
Sumber: 40 TahunPada LEMIGAS Mengabdi awal kepemimpinan Ir. Sjarif A. Loebis jumlah karyawan masih berjumlah tidak lebih dari 100 orang Gambar 21. Bapak Syarif Lubis
dikirim pada tahun 1962, serta sarjana/pascasarjana dari Jerman dan negara-negara Tahun 1967, setelah dari sebagai pendidikan minyak di perguruan Soviet, Umar lain. Sarjana-sarjana yang tamat baru diterima pegawai, baik dari tinggi di dalam negeri maupun dari universitas luar negeri ditempatkan untuk memulai bertemu lagi dengan Pak Lubis karena beliau sudah menjadi Kepala kariernya di Cepu. Mereka ditugaskan di lapangan-lapangan dan kilang minyak dan LEMIGAS.tenaga Lembaga itu pada memang sudahdan beliau perjuangkan menjadi pengajar Akamigas kursus-kursus lain lama. yang diselenggarakan di Pusdik Migassebenarnya Cepu. Tugas yang beliau emban berat: membangun lembaga Bersamaan dengan itu LEMIGAS segera melakukan perubahan besar untuk perminyakan yang bertugas melakukan penelitian, pendidikan dan membuat kilang minyak Cepu dan lapangan-lapangan minyak di sekitarnya, seperti menyediakan informasi bidangdanminyak. kekuatan Lapangan Kawengan, Ledok, Nglobo SemanggiBarangkali menjadi sarana pendidikanyang dan pelatihan lapangan. Daerah Cepu terletak di tengah-tengah suatu cekungan mendukung keberhasilan Pakmemang Lubis melaksanakan penugasan tersebut sedimentasi (Cekungan Jawa Timur Utara) dengan data geologi yang tersingkap Pertama, penelitian dan pendidikan migas yang ada tiga. baik, mudah dijangkau,membangun dan dapat dihayati dan dijelaskan dengan mudah. Demikian juga terdapat tradisional di Wonocolo, pekerjaan termasuk cara-cara sudah lama penambangan ia cita-citakan.minyak Jadi, beliau melaksanakan ini pun pengolahan dan perdagangannya, adanya singkapan batuan reservoir minyak dan gas, singkapan batuan induk dan berbagai struktur geologi dan patahan yang 98 | peraga pendidikan dan pelatihan tersingkap dengan baik, semuanya |merupakan yang baik. Akademi Minyak dan Gas Bumi (Akamigas) didirikan di Cepu berdasarkan Surat
dengan senang hati. Kedua, dukungan pemerintah yang sangat kuat dan sangat jelas, terutama dari Pak Ibnu Sutowo, yang juga ingin agar kegiatan minyak dilakukan oleh orang Indonesia sendiri. Ketiga, Pak Lubis mempunyai cara menyelesaikan pekerjaan dengan menggunakan kekuatan dan kemampuan bersama, sehingga segala hal menjadi lebih ringan dan tidak dipikul sendirian. Meskipun dukungan Pak Ibnu kuat, tetapi antara Pak Lubis dan Pak Ibnu ada banyak pejabat yang bisa jadi juga ingin mendapat penugasan seperti Pak Lubis. Jadi tidak mudah. Pak Lubis juga senang kalau orang-orang disekitarnya menjadi problem solver. Beliau berusaha keras agar Umar dan teman-temannya bisa belajar dari para ahli. Saat itu, Pertamina dan LEMIGAS sangat erat bekerja sama, karena Pak Ibnu pernah menjadi Dirut Permina selama satu periode dan juga juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Migas, lalu akhirnya menjadi Menteri. Sebagai catatan, tahun 1971 PN Permina digabung dengan PN Pertamin menjadi Pertamina, kemudian tahun 2003 berubah lagi menjadi PT. Pertamina (Persero). Pak Lubis mengirim Umar sekolah ke Paris. Hasil pendidikan Umar di Paris sangat berguna baginya dalam membantu pemerintah melalui Pak Wijarso dan Pak Ginandjar Kartasasmita dalam menyelesaikan berbagai kebijakan migas dan energi nasional. Peran Umar lebih banyak membantu menyiapkan konsep, menghitung, dan lain-lain. Pak Lubis sering memanggil Umar dan rekan-rekannya untuk mendiskusikan berbagai tugas dan cara menyelesaikannya. Dari situ, Umar berkesimpulan bahwa Pak Lubis suka menggunakan kekuatan bersama untuk bekerja. Dalam diskusi-diskusi tersebut Pak Lubis sangat demokratis, tidak bersikap bossy dan sok berkuasa. Umar dan rekanrekannya menjadi bebas menyampaikan pendapat. Mereka sangat menikmati suasana itu dan banyak belajar dalam hal problem solving. Saat itu komputer belum ada, teknik modeling belum ada. Bahkan kalkulator elektronik pun belum ada. Semua dihitung dengan mesin hitung putar. Mereka, para insinyur masih membawa slide rule.
|
99
|
Birokrat Tekno Ekonomi Migas Indonesia | Umar Said
D. Pak Wijarso Di LEMIGAS, Umar mendapat tugas bidang tekno ekonomi migas. Ia harus banyak membantu Direktorat Jenderal Migas. Malahan kegiatan Umar lebih banyak untuk kepentingan pemerintah dibandingkan untuk kepentingan LEMIGAS sendiri. Tetapi itu memang fungsi LEMIGAS. Suatu hari, Pak Dirjen Migas yakni Pak Wijarso, merencanakan untuk membuat makalah yang memaparkan keadaan energi Indonesia. Beliau akan menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan energi Indonesia terlalu tergantung pada minyak. Ini tidak baik, karena pada saat itu, fungsi minyak adalah untuk membiayai pembangunan sektor lain. Beliau mencari staf yang bisa membantu beliau dengan angka dan penghitungan. Pak Widartomo, salah satu Kepala Sub Direktorat di Ditjen Migas menyodorkan nama Umar kepada Pak Wijarso. Karena membantu Pak Dirjen, Umar mendapat akses sangat mudah ke beliau, umumnya setelah jam kantor. Umar bertugas mencari data dan membuat penghitungan. Energi dari berbagai sumber, harus bisa dijumlahkan dan dihitung peran masing-masing. Energi yang ada di statistik harus dinyatakan dalam satuan yang sama. Karena Umar insinyur, jadi jumlah energi harus dinyatakan dalam kilo kalori. Tetapi bagi Pak Dirjen, meskipun beliau juga insinyur, kilo kalori tidak mempunyai makna sama sekali dalam kebijakan energi. Beliau tidak bisa merasakan bagaimana hubungan kilo kalori dengan APBN. Beliau mau semua energi dinyatakan dengan berapa barel minyak. Dari situlah muncul untuk pertama kali, setidaknya di Indonesia, istilah satuan SBM (Setara Barel Minyak) untuk menyatakan jumlah energi. Di negara lain, satuan energi adalah ton setara batubara atau ton coal equivalent – TCE. Satuan itu sudah lumrah dipakai. Seandainya Pak Wijarso bukan dirjen yang mengurusi minyak dan seandainya APBN tidak tergantung pada minyak tetapi pada batubara, barangkali TSB atau TCE yang akan dipakai sebagai satuan energi di Indonesia.
|
100
|
Sumber: 40 Tahun LEMIGAS Direktur Jenderal MinyakMengabdi dan Gas Bumi Ir. Wijarso tampak menandatangani penyaksian serah terima para siswa dari PT. Arun dan PT. Badak yang telah mengikuti pendidikan di Gambar 22. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Ir. Wijarso Pusdik Migas-LEMIGAS, Cepuyang menandatangani dokumen
Umar kagum pada Pak Wijarso karena, tidak seperti pejabat lain, beliau selalu melakukan penghitungan rinci sendiri untuk mendukung seluruh pemikirannya. Beliau masih memegang slide rule. Maka wajar jika pejabat lain kalau berdebat soal energi dengan pak Wijarso banyak yang kalah. Pak Wijarso selalu menuliskan narasi yang menjadi jalan pemikiran beliau. Di tempat yang harus ada angka, beliau kosongkan, diganti titiktitik. Itu yang kemudian menjadi tugas Umar untuk mengisinya. Setelah Umar isi, ia harus diskusikan dengan beliau. Tidak jarang Umar kalah dalam sebuah argumen karena salah. Tetapi Umar selalu senang karena beliau tidak marah, melainkan mengajari Umar. Beliau menggunakan wordstar untuk menuangkan pemikirannya. Dengan menjadi tukang cari angka seperti ini, Umar membaca konsep-konsep beliau dan makin menguasai persoalan pengelolaan migas dan energi. Pak Wijarso adalah Ketua Panitia Tetap Energi (PTE) suatu panitia interdepartemen yang membahas masalah energi. Semua instansi LEMIGAS Prof. energi Dr. Wahyudi Wisaksono dan Asisten Intendans yangKapus terkait dengan dan perguruan tinggiDiklat adaPusat di dalam tim itu. Angkatan Darat Jakarta, Kolonel Sujono saling bertukar “Plaquet” sehubungan praktekPertamina, PLN,Kursus perusahaan Batubara, Pekerjaan Umum, Kehutanan kerja peserta Perwira Perminyakan-TNI-AD di LEMIGAS (1 April 1976) dan banyak lagi instansi ada semua di sana. ITB, UI dan Gajah Mada juga 40 Tahun LEMIGAS Mengabdi 51 ada disana. Dengan membantu Pak Wijarso, Umar ikut hanyut dalam jaringan energi tersebut. Jaringan Umar meluas. |
101
|
Birokrat Tekno Ekonomi Migas Indonesia | Umar Said
Suatu saat, Pak Wijarso sebagai Dirjen Migas yang menjadi nakhoda penerimaan migas untuk APBN merasa risau karena makin banyak minyak bakar dipakai PLN. Meskipun harga minyak bakar rendah, tetapi jika yang dibakar oleh PLN terus meningkat tentu menggerogoti penerimaan negara. Padahal penerimaan migas merupakan penerimaan pemerintah yang terpenting, saat itu. Beliau ingin menghemat minyak dan menggunakan sumber energi yang tidak dapat dijual ke luar negeri, yaitu batubara dan tenaga air untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Umar kemudian menghitung berapa jumlah batubara dibutuhkan untuk mengganti satu barel minyak bakar yang diselamatkan. Itu soal efisiensi pembangkit listrik dan nilai kalori bahan bakar saja. Pak Wijarso langsung menerima hasil penghitungan Umar. Pada penghitungan penggantian minyak bakar dengan tenaga air, timbul perbedaan. Penggunaan angka kesetaraan energi listrik 1 MWh = 0,860 juta Kkal = 0,613 BOE menimbulkan masalah. Angka itu dipakai oleh World Energy Congres atau sekarang World Enery Council -WEC. Indonesia, yang menjadi anggota WEC, juga memakai angka kesetaraan itu. Namun kesetaraan listrik itu tidak bermakna sama sekali bagi kebutuhan Pak Wijarso. Beliau tidak memperoleh jawaban atas kerisauan beliau, yaitu kalau, karena sesuatu sebab, PLTA berhenti beroperasi, berapa minyak akan diperlukan untuk menggantinya? Dengan kasus itu, Indonesia tidak lagi menggunakan cara WEC, Indonesia mulai memakai kesetaraan tiap 1 MWh listrik tenaga air memerlukan 1,5937 atau 1,6 BOE energi primer. Energi panas bumi dan angin diperlakukan seperti itu juga. Karena Pak Wijarso sangat cermat, Umar mulai suka mengumpulkan berbagai data energi. Ia menyusun data-data dengan tertib agar mudah mencarinya kembali. Koleksinya masih dalam bentuk hard copy karena belum ada komputer meja, apalagi laptop. Sistem database masih jauh dari jangkauan. Data dari berbagai sumber sebenarnya banyak, tetapi masing-masing dengan definisinya sendiri-sendiri. Kawan-kawan Umar banyak yang mengeluhkan data yang berubah-ubah. Sebenarnya datanya tidak berubah, hanya mereka kurang menyadari bahwa definisi berbagai data memang berbeda. Dengan Pak Wijarso, Umar tidak boleh tidak
|
102
|
tahu data. Kalau dia menyampaikan data, dia harus tahu apa makna data itu dan apa definisinya. Daya ingat Pak Wijarso juga luar biasa. Beliau ingat data yang pernah Umar masukkan ke beliau. Padahal Umar sendiri sudah lupa. Beliau suka kalau pemikirannya ada yang mendebat sebelum beliau sampaikan ke publik. Itu mungkin keuntungan Umar dibanding kawan-kawan lain, yang menjadi staf Ditjen Migas. Mereka sangat menghormati Pak Wijarso selaku Dirjen sehingga tidak terlalu berani mendebat beliau. Sedangkan Umar bukan anak buah langsung beliau. Umar tetap staf LEMIGAS, jadi Umar merasa nyaman berdebat dengan beliau. Padahal kalau Pak Dirjen mau pecat Umar ya mudah saja. Ia tahu beliau membutuhkan oposisi untuk menguji pemikiran beliau. Umar selalu menganggap beliau sebagai guru saja. Pelajaran hidup yang Umar peroleh dari pak Wijarso adalah: (i) jangan bicara kalau tidak paham, (ii) selalu berhitung, berhitung dan berhitung, (iii) jangan pernah menyelipkan kepentingan kita sendiri dalam penghitungan, (iv) harus percaya pada staf, tetapi harus selalu menggunakan perasaan dan wisdom kita sendiri untuk menilai apakah masukan staf sesuai dengan nalar atau tidak. Pelajaran tentang pengelolaan migas dan energi banyak Umar dapat dari beliau. Bukan dari ceramah, tetapi dari bekerja membantu beliau. Banyak aspek pengelolaan migas yang duduk perkaranya dan asal muasalnya, tidak banyak diketahui oleh publik, dilahirkan pada masa Pak Wijarso menjadi Dirjen Migas. Dalam era reformasi, banyak pengamat migas dan politisi mengeluarkan pendapat terkait migas yang sering tidak pas. Mungkin di migas ada korupsi, tetapi tidak semua kebijakan yang dibuat di era sebelumnya ada korupsinya.
|
103
|
Birokrat Tekno Ekonomi Migas Indonesia | Umar Said
E. Wesley Foel Seperti telah diceritakan di atas, Umar dibantu oleh Prof. Wesley Foell mendapat beasiswa dari USAID untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Wisconsin di Madison. USAID melarang mahasiswa yang dibiayainya membawa keluarganya ke Amerika sebelum 3 bulan. Prof Wesley Foell meyakinkan USAID bahwa Umar sebaiknya diijinkan membawa keluarganya sejak hari pertama, supaya bisa konsentrasi belajar, tidak memikirkan keluarganya di Indonesia. USAID Sumber: Dokumen Pribadi setuju. Hubungan Wes dan Umar Gambar 23. Tahun 1983 – Prof. Wesley Foell, selanjutnya bukan saja hubungan Universitas Wisconsin - Madison seorang profesor dan muridnya. Hubungannya lebih dari itu. Mereka menjadi sahabat. Keluarga Wesley Foell dan keluarga Umar menjadi seperti saudara. Kemudian, pada waktu harus menempuh ujian akhir, atas bantuan Prof Wesley Foell pula Umar diijinkan oleh Universitas untuk menempuh ujian secara teleconference. Ujian dengan teleconference Umar menjadi yang pertama dan terakhir di universitas itu. Umar mencatat Prof. Wesley Foell sebagai salah satu yang mengubah hidup Umar.
F. Prof. DR. Ir. Ginandjar Kartasasmita Pada waktu terjadi pergantian kabinet, Pak Subroto sebagai Menteri Pertambangan dan Energi diganti oleh Pak Ginandjar Kartasasmita, Pak Wijarso mengenalkan Umar kepada Pak Ginandjar. Dikatakannya bahwa Umar dari LEMIGAS dan selama ini membantu dengan angka dan penghitungan, khususnya terkait migas dan energi. Pak Ginandjar |
104
|
menerima tawaran Pak Wijarso dan memberi tugas kepada Umar untuk menyiapkan pidato beliau menyangkut kebijakan energi yang akan beliau sampaikan di ITB. Berbeda dengan Pak Wijarso, Pak Ginandjar biasanya meminta Umar yang memulai tulisan dan kemudian beliau coret di sana-sini, sesuai dengan tata pikir dan selera politik seorang menteri. Coret di sana-sini itu bisa juga berarti coret seluruhnya. Setelah beberapa kali Sumber: 40 Tahun LEMIGAS Mengabdi dicoret, pernah terjadi konsep Gambar 24. Prof.Ir.Drs.Ginandjar Kartasasmita Umar masuk keranjang sampah seluruhnya dan koreksi beliau yang harus Umar ketik dan akhirnya menjadi makalah. Tetapi pernah juga terjadi, setelah beberapa kali dicoret akhirnya kembali ke kalimat Umar. Tetapi dengan Pak Ginandjar, harus ada yang mulai menyiapkan tulisan untuk dicoret. Setelah pidato energi di Bandung, Umar diangkat menjadi Kepala Biro Perencanaan. Umar semakin dalam terlibat dalam energy policy making di Departemen. Mungkin Pak Ginandjar senang dengan pidato Bandung, karenanya Umar yang diberi hadiah menjadi Kepala Biro. Padahal sesungguhnya beliau sendiri yang membuat makalah. Kalimat buatan Umar sudah habis tercoret. Membuat paper ITB itu merupakan “penderitaan” Umar pertama membantu Pak Ginandjar. Umar dibantu oleh Anna Widarukmi yang Umar pinjam dari LEMIGAS untuk mengetik dan mencetaknya. Saat itu, printer laser belum ada. Yang ada printer dot matrix dengan komputer yang monitornya masih berwarna ijo. Bisa dibayangkan bagaimana wajahnya dan bentuk kurva yang dibuat dengan dot matrix. Kalau tidak salah, makalah ITB itu sudah pernah dicetak. Dalam membantu Pak Ginandjar, Umar belajar bahasa politik. Suatu saat beliau mengatakan bahwa kalimat-kalimat Umar adalah kalimat |
105
|
Birokrat Tekno Ekonomi Migas Indonesia | Umar Said
insinyur banget. Memang benar. Kalimat bikinan Umar sangat lugu. Pak Ginandjar mengajarinya bahwa kita tidak boleh bohong, tetapi juga tidak perlu menceritakan semua. Umar ingat benar pesan itu. Dan memang dengan mengikuti selera beliau, yang makin ia pahami, coretan beliau atas konsep Umar makin sedikit, meskipun tetap banyak. Umar suka menonton film Holywood tentang kejahatan dan pengadilan di Amerika. Sebelum menyampaikan kesaksiannya, seorang saksi biasanya selalu disumpah: “Tell the truth, the whole truth and nothing but the truth”. Pesan Pak Ginandjar tersebut Umar plesetkan menjadi “Tell the truth. nothing but the truth, but not the whole truth”. Memang lain cara beliau menyampaikan sesuatu kepada publik. Tidak bohong tetapi yang perlu saja. Pelajaran kedua yang Umar dapat dari Pak Ginandjar adalah dalam menulis sesuatu pikiran harus mengalir. Jangan lompat-lompat pikirannya. Karena sering membantu beliau dengan pidato, Umar makin paham yang beliau maksud pikiran harus mengalir itu seperti apa. Secara rutin, DPR selalu mengadakan rapat kerja dengan para menteri yang menjadi mitranya. Pak Ginandjar sangat memperhatikan bahan rapat kerja ini. Harus dengan banyak angka dan tidak boleh salah. Ini yang membuat Umar selalu sakit-sakitan. Ia kurang tidur. Sering batuk pilek. Menghadapi rapat kerja DPR, seluruh Biro Perencanaan sibuk. Angka mengalir dari Direktorat Jenderal. Cek dan ricek. Ketik dan coret. Itu berulang sampai Pak Ginandjar puas. Beliau mirip Pak Wijarso, memori angkanya hebat. Ada beda angka, meskipun sedikit, antara yang di halaman sekian dengan yang di halaman lain, bisa beliau temukan. Umar sangat berterima kasih untuk seluruh rekan-rekannya di Biro Perencanaan saat itu. Pak Ginandjar juga suka bertemu pemuda dan mahasiswa. Beliau mengambil posisi depan dalam menjelaskan mengapa subsidi harus dikendalikan. Konsumsi minyak naik terus, sementara kemampuan produksi menurun. Dari kurva konsumsi dan produksi, saat itu masih |
106
|
dipertengahan dekade 90-an, beliau menyampaikan bahwa jika eksplorasi tidak dipacu, maka kurva produksi dan konsumsi akan bertemu di tahun 2012. Minyak bukannya habis, tetapi Indonesia sudah akan menjadi net importer. Ada seorang tokoh yang mengatakan bahwa Pak Ginandjar mencoba mengelabui publik dengan cerita net importer itu. Kata tokoh itu, maksud sebenarnya adalah menyiapkan iklim untuk menaikkan harga. Dengan kaum muda/mahasiwa, untuk banyak hal, Pak Ginandjar mengatakan ini konsep kami. “Kalau Saudara mahasiwa ada konsep lain, mari kita taruh di meja dan kita diskusikan,” demikian beliau selalu mengatakan. Dan umumnya memang tidak ada konsep lain. Di bawah Pak Ginandjar, Umar dan rekan-rekannya bekerja dengan tekanan ekstra tinggi tetapi bersemangat. Bukan karena uang, tetapi karena ada rasa kebersamaan yang mendalam. Pak Ginandjar pun melengkapi Umar dengan peralatan kerja yang lebih memadai. Itulah sekelumit kisah perjalanan dan interaksi Umar Said bersama orangorang istimewa yang telah banyak memberi peran dalam sepanjang karir dan kehidupannya. Semuanya memberi warna, inspirasi, dan motivasi tinggi hingga Umar Said menjadi salah seorang tokoh penting dalam dunia perminyakan, sebagai seorang birokrat tekno ekonomi migas Indonesia.
Pesan Moral: “Membaca dan membaca agar tidak salah arah. Belajar dan belajar agar tetap tajam. Jangan takut pada orang lain tetapi hormati mereka selayaknya. Kepentingan pribadi jangan dibawa ke urusan kantor. Kerjakan dengan senang, cermat, tepat dan secara kolegial apa yang menjadi tugas kita.” (Umar Said, 2014)
|
107
|
Birokrat Tekno Ekonomi Migas Indonesia | Umar Said
Daftar Referensi LEMIGAS. (2005). “40 Tahun LEMIGAS Mengabdi 1965-2005”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS.
|
108
|
|
109
|
Birokrat Tekno Ekonomi Migas Indonesia | Umar Said
ISBN 978-602-711
9786027113985
Badan Litbang ESDM |
110
|