BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi dan persaingan yang ketat pada saat ini mengharuskan perusahaan-perusahaan mengubah cara mereka menjalankan bisnisnya agar dapat terus bertahan dengan baik, perusahaan-perusahaan ini mengubah sistem dari bisnis yang biasanya didasarkan pada tenaga kerja (labor-based business) menuju
knowledge
based
business (bisnis
berdasarkan pengetahuan), dengan karakteristik utama ilmu pengetahuan, kesadaran perusahaan terhadap pentingnya IC merupakan landasan bagi perusahaan untuk lebih unggul dan kompetitif. Keunggulan perusahaan tersebut dengan sendirinya akan menciptakan nilai perusahaan. Pada umumnya kalangan bisnis masih belum menemukan jawaban yang tepat mengenai nilai lebih apa yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai lebih ini sendiri dapat berasal dari kemampuan berproduksi suatu perusahaan sampai pada loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Nilai lebih ini dihasilkan oleh modal intelektual yang dapat diperoleh dari budaya pengembangan perusahaan
maupun
kemampuan
perusahaan
dalam
memotivasi
karyawannya sehingga produktivitas perusahaan dapat dipertahankan atau bahkan dapat meningkat (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Labor-based business memegang prinsip perusahaan padat karya, dalam artian semakin banyak karyawan yang dimiliki perusahaan maka akan meningkatkan produktivitas
perusahaan
sehingga
perusahaan
dapat
berkembang.
Sedangkan, perusahaan-perusahaan yang menerapkan knowledge based
2
business akan menciptakan suatu cara untuk mengelola pengetahuan (manajemen pengetahuan) sebagai sarana untuk memperoleh penghasilan perusahaan. Knowledge based management diperlukan dalam rangka mendorong perusahaan untuk mampu menciptakan dan mengelola knowledge based business-nya dalam mencapai tujuan perusahaan. Perusahaan diharapkan dapat menformulasikan dan mengelola berbagai strategi agar dapat memanfaatkan potensi maksimal dari pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini meningkatkan kesadaran perusahaan terhadap kepemilikan sumber daya yang berbasis pengetahuan sebagai faktor utama untuk mempertahankan keunggulan kompetitif perusahan (Ting dan Lean, 2009). Dengan penerapan knowledge based business, maka penciptaan nilai perusahaan akan berubah. Berkembangnya perusahaan akan bergantung pada bagaimana kemampuan manajemen untuk mengolah sumber daya perusahaan dalam menciptakan nilai perusahaan sehingga akan memberikan keunggulan kompetitif perusahaan yang berkelanjutan. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan di Indonesia masih menggunakan akuntansi tradisional yang menekankan pada penggunaan tangible asset. Padahal, dengan adanya perubahan lingkungan bisnis menjadi knowledge based business, tangible asset menjadi kurang penting dibandingkan dengan intangible asset. Laporan keuangan tradisional tidak mampu menyajikan informasi mengenai knowledge based processes dan intangble asset. Hal tersebut menjadikan laporan keuangan tradisional tidak mampu menyajikan informasi yang cukup tentang kemampuan perusahaan untuk menciptakan
nilai. Keterbatasan laporan keuangan dalam menjelaskan nilai perusahaan, mengakibatkan pelaporan keuangan seringkali dianggap kurang memadai sebagai pelaporan kinerja keuangan. Dengan kata lain, informasi akuntansi tidak dapat digunakan dalam pembuatan keputusan investasi dan kredit. Seharusnya ada informasi lain yang perlu disampaikan kepada para pengguna laporan keuangan sehingga dapat menjelaskan nilai lebih yang dimiliki perusahaan. Seperti yang diungkapkan Canibao et al. (1999) bahwa salah satu tanda informasi akuntansi tidak dapat dijadikan landasan dalam membuat keputusan adalah semakin meningkatnya kesenjangan antara nilai pasar dan nilai buku ekuitas perusahaan dalam financial market. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran knowledge assets (aset pengetahuan) adalah intellectual capital (IC) yang telah menjadi fokus perhatian diberbagai bidang, baik manajemen, teknologi informasi, sosiologi, maupun akuntansi. Kegunaan modal intelektual sebagai salah satu instrumen untuk menentukan nilai perusahaan telah menarik perhatian akademisi dan praktisi. Hal ini menimbulkan tantangan bagi
para
akuntan
untuk
mengidentifikasi,
mengukur,
dan
mengungkapkannya dalam laporan keuangan. Misalnya, Pulic (dalam Ulum, 2008) tidak mengukur secara langsung modal intelektual perusahaan, tetapi mengajukan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan (value added intellectual coefficient - VAICTM). Komponen utama dari VAIC TM dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA-value added capital employed), human capital (VAHU-value added human capital), dan
3
4
structural capital (STVA-structural capital value added). Menurut Pulic (1998) tujuan utama dari ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk menciptakan value added, sedangkan untuk dapat menciptakan value added dibutuhkan ukuran yang tepat tentang physical capital dan intellectual potential. Lebih lanjut Pulic (1998) menyatakan bahwa intellectual ability yang kemudian disebut dengan VAIC TM menunjukkan sejauh mana kedua sumber daya tersebut (physical capital dan intellectual potential) telah dimanfaatkan secara efisien oleh perusahaan. Pada umumnya IC dikelompokkan menjadi tiga komponen, yaitu human capital, structural capital dan relational capital. Human capital meliputi pengetahuan, keahlian, kompetansi dan motivasi yang dimiliki karyawan. Structural capital mencakup budaya perusahaan, komputer software, dan teknologi informasi. Sedangkan relational capital meliputi loyalitas konsumen, pelayanan jasa terhadap konsumen, dan hubungan baik dengan pemasok. Di Indonesia, IC muncul sejak diterbitkannya PSAK No 19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud. Akan tetapi, tidak dinyatakan secara langsung sebagai IC. Menurut PSAK No 19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002). Beberapa contoh dari aktiva tidak berwujud telah disebutkan dalam PSAK No. 19 (revisi 2000) antara lain ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem
atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang (termasuk merek produk/brand names). Selain itu juga disebutkan piranti lunak komputer, hak paten, hak cipta, film gambar hidup, daftar pelanggan, hak penguasaan hutan, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, kesetiaan pelanggan, hak pemasaran, dan pangsa pasar. PSAK No. 19 (revisi 2000) telah menyinggung mengenai IC walaupun tidak secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa IC telah mendapat perhatian. Akan tetapi, dalam praktiknya perusahaan-perusahaan di Indonesia belum memberikan perhatian yang lebih terhadap ketiga komponen IC. Menurut Abidin (dalam Ulum, 2008) perusahaan-perusahaan di
Indonesia
cenderung
menggunakan
conventional
based
dalam
membangun bisnisnya sehingga produk yang dihasilkan masih miskin kandungan teknologi. Selain itu, perusahaan-perusahaan tersebut belum memberikan perhatian lebih terhadap human capital, structural capital, dan customer capital. (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Padahal agar dapat bersaing dalam era knowledge based business, ketiga komponen IC tersebut diperlukan untuk menciptakan value added bagi perusahaan. Menurut Brennan (2001) seiring berjalannya konfigurasi jaringan ekonomi global, telah terjadi pergeseran paradigma dalam dimensi kehidupan manusia yaitu, dari paradigma lama yang menitikberatkan kekayaan
fisik
(physical
capital)
menjadi
paradigma
baru
yang
memfokuskan pada nilai aset intelektual (intellectual assets). Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan syarat
5
6
mutlak untuk dapat bertahan dan eksis di ajang persaingan. Kini perusahaan mengakui pentingnya modal intelektual yang bersifat abstrak dan tidak nyata untuk dijadikan penggerak utama dalam pengembangan bisnis. Oleh karena itu modal intelektual telah menjadi aset yang sangat bernilai dalam dunia bisnis modern. Negara-negara yang memiliki sumber daya manusia berkualitas memiliki peluang lebih besar untuk menguasai pasar global. Menurut Sawarjuwono
dan
Kadir
(2003:36),
dalam
manajemen
berbasis
pengetahuan, hilangnya aktiva tetap dalam neraca perusahaan tidak menyebabkan hilangnya penghargaan pasar terhadap mereka. Hal ini tercermin dalam banyaknya perusahaan yang mempunyai nilai pasar sangat tinggi walaupun jumlah aktiva berwujud yang dilaporkan tidak signifikan dalam laporan keuangan. Banyak perusahaan besar dunia mempunyai nilai pasar jauh lebih tinggi daripada nilai bersih aktivanya. Menurut Sawarjuwono dan Kadir (2003:36) implementasi modal intelektual merupakan sesuatu yang masih baru, bukan saja di Indonesia tetapi juga dilingkungan bisnis global, hanya beberapa negara maju saja yang telah mulai untuk menerapkan konsep ini, contohnya Australia, Amerika dan negara-negara Skandinavia. Pada umumnya kalangan bisnis masih belum menemukan jawaban yang tepat mengenai nilai lebih apa yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai lebih ini sendiri dapat berasal dari kemampuan berproduksi suatu perusahaan sampai pada loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Nilai lebih ini dihasilkan oleh modal intelektual yang dapat
diperoleh
dari
budaya
pengembangan
perusahaan
maupun
kemampuan
perusahaan
dalam
memotivasi
karyawannya
sehingga
produktivitas perusahaan dapat dipertahankan atau bahkan dapat meningkat. Peningkatan
perhatian
pada
IC
terjadi
sebagai
akibat
dari
perkembangan new economy (ekonomi baru) yang dikendalikan oleh teknologi informasi dan pengetahuan. Area yang menjadi perhatian sejumlah akademisi dan praktisi adalah manfaat dari IC sebagai alat untuk menentukan nilai perusahaan. Bornemann dan Leitner (dalam Kuryanto, 2008) menyatakan penelitian IC menjadi sebuah tantangan yang patut dikembangkan. Beberapa penulis bahkan menyarankan untuk tidak membentuk sistem manajemen dan pelaporan yang kurang relevan karena dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam menyediakan informasi yang esensial untuk proses pengelolaan berdasarkan pengetahuan dan sumber tak berwujud bagi stakeholders. Peranan intellectual capital semakin strategis, bahkan akhir-akhir ini memiliki peran kunci dalam upaya melakukan lompatan peningkatan nilai di berbagai perusahaan. Hal ini disebabkan adanya kesadaran bahwa intellectual capital merupakan landasan bagi perusahaan untuk unggul dan bertumbuh. Kesadaran ini antara lain ditandai dengan semakin seringnya istilah knowledge based company muncul dalam wacana bisnis. Istilah tersebut
ditujukan terhadap
perusahaan
yang lebih mengandalkan
pengelolaan intellectual capital sebagai sumber daya dan longterm growthnya. Knowledge based company adalah perusahaan yang diisi oleh komunitas yang memiliki pengetahuan, keahlian, dan keterampilan. Ciri lainnya adalah perusahaan ini lebih mengandalkan pengetahuan dalam
7
8
mempertajam daya saingnya, hal ini digambarkan dengan semakin mengecilnya investasi yang dialokasikannya untuk physical goods dan memilih untuk lebih berinvestasi di bidang intellectual capital. Sebagai akibatnya, nilai dari knowledge based company utamanya ditentukan oleh intellectual capital yang dimiliki dan dikelolanya. Topik intellectual capital telah menarik perhatian para peneliti. Beberapa penelitian tentang intellectual capital telah membuktikan bahwa intellectual capital mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan. Akan tetapi, penelitian lain mengungkapkan hal yang berbeda. Hal ini dibuktikan oleh beberapa peneliti di Indonesia, diantaranya Ulum (2008) sedangkan penelitian di luar negeri antara lain dilakukan oleh Firrer dan William (2003), Chen et al. (2005), Tan et al. (2007) dalam Ulum (2008). Dari penelitian tersebut, didapatkan hasil yang beragam mengenai hubungan intellectual capital dengan kinerja keuangan perusahaan. Secara teori, pemanfaatan dan pengelolaan intellectual capital yang baik oleh perusahaan dapat membantu meningkatkan kinerja perusahaan. Selain itu, intellectual capital juga diyakini dapat meningkatkan market value
perusahaan.
Perusahaan
yang
mampu
memanfaatkan
asset
intelektualnya secara efisien, maka nilai pasar perusahaan akan meningkat. Penelitian-penelitian IC dengan menggunakan metode VAIC TM telah banyak dilakukan baik di dalam negeri Indonesia maupun di luar negeri. Penelitian-penelitian tersebut umumnya mengaitkan antara VAIC TM dengan kinerja keuangan. Beberapa penelitian dari luar negeri yang telah dilakukan adalah Firer & William (2003), Chen et al (2005). Sedangkan beberapa
penelitian di Indonesia dilakukan oleh Ulum (2008). Chen et al. (2005) menggunakan model Pulic (VAIC™) untuk menguji hubungan antara IC dengan nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan sampel perusahaan publik di Taiwan. Hasilnya menunjukkan bahwa IC (VAIC™) berpengaruh secara positif terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Bahkan, Chen et al. (2005) juga membuktikan bahwa IC (VAIC™) dapat menjadi salah satu indikator untuk memprediksi kinerja perusahaan di masa mendatang. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa investor mungkin memberikan penilaian yang berbeda terhadap tiga komponen VAIC™ (yaitu physical capital, human capital, dan structural capital). Ulum (2008) melakukan penelitian di Indonesia pada perusahaan perbankan untuk menguji pengaruh intellectual capital (IC), terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan. Dengan menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan selama tiga tahun pengamatan 2004-2006. Penelitian tersebut juga memberikan bukti bahwa VAHU dan ROA, secara statistik signifikan untuk menjelaskan variabel kinerja keuangan. Penelitian ini mengacu pada penelitian Ulum et al. (2008), yaitu dengan mengubah ukuran kinerja yang berbasis market to book value ratio (MB) dan menggunakan
perusahaan
otomotif
sebagai
sampel
penelitian,
dan
pengembangan hipotesis. Variabel market to book value ratio (MB) digunakan karena melihat pada penelitian Ulum et al. (2008) yang menunjukkan bahwa dari 3 ukuran yang digunakan, hanya profitabilitas ROA yang secara statistik
9
10
signifikan untuk menjelaskan konstruk kinerja perusahaan. Sehingga hal tersebut mengindikasikan bahwa ukuran-ukuran kinerja tersebut tidak tepat untuk digunakan sebagai proksi atas kinerja keuangan, maka perlu dicari ukuran kinerja lain yang lebih sesuai. Oleh karena itu, peneliti menggunakan variabel market to book value ratio (MB) sebagai ukuran-ukuran kinerja yang lebih sesuai untuk digunakan sebagai proksi atas kinerja keuangan. Penggunaan komponen VAICTM pada penelitian ini untuk mengukur besarnya intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan komponen VAICTM untuk mengukur besarnya intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan. Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah penggunaan ukuran kinerja berupa market to book value ratio (MB), penggunaan uji statistiknya berupa analisis regresi linier berganda dan penggunaan obyek penelitiannya yaitu dengan mengambil sampel pada perusahaan sektor otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
Konsep modal intelektual telah mendapatkan perhatian besar oleh berbagai kalangan terutama para akuntan dan akademisi. Mereka ingin mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pengelolaan, identifikasi, pengukuran, hingga pelaporan intellectual capital. Bahkan mereka menginginkan informasi yang terperinci mengenai analisis intellectual capital dan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan nilai perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari hasil penelitian yang beragam dapat diketahui bahwa tujuan
penelitian ini adalah : 1. Intellectual
capital
(VACA)
berpengaruh
terhadap
kinerja
perusahaan sektor otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014? 2. Intellectual
capital
(VAHU)
berpengaruh
terhadap
kinerja
perusahaan sektor otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014? 3. Intellectual
capital
(STVA)
berpengaruh
terhadap
kinerja
perusahaan sektor otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, dapat diketahui tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh Intellectual capital (VACA) terhadap kinerja perusahaan sektor otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014. 2. Untuk mengetahui pengaruh Intellectual capital (VAHU) terhadap kinerja perusahaan sektor otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 3. Untuk mengetahui pengaruh Intellectual capital (STVA) terhadap kinerja perusahaan sektor otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014
11
12
1.4 Manfaat Penelitian Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1.
Kontribusi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi pada penilaian kinerja perusahaan untuk mengambil keputusan dalam menentukan strategi perusahaan agar bisa bersaing di pasar global pada masa yang akan datang.
2.
Kontribusi Teoritis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
pengembangan ilmu akuntansi
memberikan
manfaat
dalam
dan menjelaskan peran modal
intelektual dalam menambah nilai perusahaan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Agar penelitian ini lebih terfokus pada inti permasalahan, maka ruang lingkup dalam penelitian ini difokuskan pada kajian dan pembahasan mengenai pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan publik di Indonesia yaitu perusahaan sektor otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Data untuk analisis penelitian ini diambil dari laporan keuangan tahunan yang tidak terlambat menerbitkan laporan keuangannya mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.