BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kultur dunia malam Indonesia adalah sasaran yang mudah untuk diselubungkan dengan citra negatif. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengikut kultur dunia malam sering kali dianggap sebagai segerombolan anak muda yang hedonis (paham yang dianut oleh orang-orang yang mencari kesenangan hidup sematamata) dan penganut sekularisme (tidak mengijinkan suatu negara yang berdasarkan agama atau kepercayaan tertentu). Masyarakat umumnya telah mempersepsikan bahwa kehidupan malam adalah bukan bagian dari budaya Timur yang dimiliki bangsa Indonesia. Apa yang ada di dalam kehidupan dunia malam adalah sesuatu yang akan merusak generasi muda bangsa ini. Hampir di setiap daerah di Indonesia, terutama diperkotaan, sering ditemukan fenomena “Kafe Remang-Remang”. Disebut remang-remang, karena kafe
ini hanya difasilitasi listrik seadanya. Para pengguna jalan kerap
memanfaatkan warung ini untuk melepas lelah, minum kopi sejenak agar mata tetap cerah selama bepergian jauh. Tetapi belakangan warung ini diimbuhi konotasi negatif. Pasalnya, selain karena penerangannya kurang, letak tempat ini lumayan terpencil, terlindung belukar bertungkai tinggi atau bahkan di area hutan. Tidak jarang, warung “remang-remang” dijadikan lokasi praktik prostitusi ilegal. Dewasa ini, perkembangan dan pertumbuhan kota di beberapa daerah di Indonesia terlihat semakin maju. Salah satu pembangunan yang berkembang pesat adalah tempat hiburan. Berbagai tempat-tempat hiburan di daerah perkotaan terus
Universitas Sumatera Utara
bertambah, mulai dari tempat hiburan yang dapat dinikmati semua golongan, tempat hiburan untuk anak-anak dan para remaja, hingga tempat hiburan yang hanya didatangi oleh golongan-golongan tertentu saja seperti diskotik. Geliat kehidupan malam kota Medan yang ditandai dengan munculnya pusat hiburan malam seakan tidak mau kalah dibanding kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, Makassar, Bandung, juga Batam. Indikasinya semakin kuat terasa dengan munculnya pusat hiburan malam beraroma hedonis. Jenisnya pun beraneka ragam, mulai dari salon, panti pijat, cafe, karaoke, club/bar, hotel, hingga diskotik dimana segmentasi (pengelompokkan pasar ke dalam kelompok pembeli yang potensial dengan kebutuhan) pasarnya pun beragam. Sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, Medan memiliki peran strategis. Secara geografis, di sebelah Barat, Timur dan Selatan, kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang yang dikenal kaya dengan sumber daya alamnya. Di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, salah satu jalur lintas laut paling sibuk (padat) di dunia. Kota Medan juga didukung daerah yang kaya sumber alam lainnya seperti Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Beralih menjadi kota metropolis, kini Medan semakin hingar bingar di saat malam. Masyarakatnya pun seolah tak pernah tidur. Lihat saja, lokasi hiburan malam yang selalu penuh sesak dipenuhi masyarakat dari berbagai usia. Sepanjang tahun 2009 hingga pertengahan Januari 2010, mulai dari karoke keluarga, pub dan karoke, klub malam, live musik hingga diskotik.
Dari
penelusuran yang ditemui, karoke keluarga ada yang memberikan pelayanan
Universitas Sumatera Utara
dengan santun tanpa menyediakan jasa wanita penghibur. Beda halnya dengan sejumlah pub dan karoke lainnya. sejumlah wanita disediakan untuk menghibur pengunjung mulai menemani bernyanyi juga berjoget. Sementara, fasilitas yang diperoleh pengunjung di Live musik, Club Malam dan Diskotik malah sulit untuk dibedakan. Bahkan, perbedaan ini juga ternyata membingungkan instansi yang mengurusi fasilitas pariwisata di Kota Medan. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Medan mengaku bingung untuk membedakan fasilitas yang diberikan di tiga tempat hiburan malam ini. Sesuai dengan perda NO. 37/2002 tentang Retribusi Izin Fasilitas Pariwisata. Di dalam Perda itu tidak ada yang merinci dengan jelas tentang perbedaan jenis tempat hiburan malam. Bila secara defenisi, Kepala Bidang Sarana dan Prasana Pariwisata Kota Medan,
Ramlan
menerangkan,
Live
Musik
merupakan
tempat
untuk
mendengarkan musik langsung, bisa dari keyboard dan band yang tampil di lokasi Live Musik. Sedangkan untuk Club Malam, merupakan musik yang dipancarkan langsung dari satu tempat dan kecenderungannya musik DJ (Disk Jocki), Sementara itu, diskotik ini sendiri merupakan fasilitas hiburan malam yang merupakan full musik DJ dan disediakan tempat untuk berdisko. Kenyataannya, aturan perbedaan ini tidak sesuai dengan apa yang ada di Medan. Sejumlah fasilitas hiburan malam khususnya Live Musik, Diskotik dan Club Malam hampir seluruhnya menyediakan musik DJ. Uniknya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tidak mengetahui hal ini.
Universitas Sumatera Utara
Saat disinggung mengenai alat untuk perbedaan ketiga fasilitas pariwisata Kota Medan ini, Ramlan mengakui bahwa sulit untuk dirinci masalah perbedaan fasilitas hiburan malam jenis ini. Bisa dilihat sekarang ini, diskotik itu ada lima yang memiliki izin yakni LG, The Song, M-Three, X-Three dan Iguana dan untuk Club Malam ada dua yaitu Super dan Tobasa. Namun, ketika dinyatakan bahwa baru-baru ini terlihat jelas bahwa sejumlah fasilitas hiburan malam ini menyediakan alat DJ, apakah ini bertentangan dengan izin yang telah dikeluarkan oleh pihaknya. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan, Maju Siregar mengakui bahwa ketiga fasilitas hiburan malam di Kota Medan ini masih sulit dibedakan sesuai dengan alatnya. Kemungkinan ketiganya bisa dibedakan sesuai dengan tarif retribusi yang diatur dalam Perda No 37/2002, yang diatur untuk diskotik tarifnya justeru lebih mahal. Mengenai sejumlah live musik dan club malam yang berubah fungsi menjadi diskotik, dia mengakui sebenarnya ada lima diskotik yang ada di Kota Medan. Bila melihat potensi kota besar di Indonesia, jumlah fasilitas hiburan malam jenis diskotik ini masih perlu ada penambahan. Namun, hal ini masih sulit dilakukan akibat pengusaha hiburan malam belum memiliki minat yang besar dalam membuat usaha diskotik ini. Tetapi, jika ada Live Musik dan Club Malam memakai musik DJ dan ada disediakan tempat disko tentunya ini melanggar. Akan tetapi, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan mengakui kalau pihaknya belum bisa langsung mengambil tindakan. Sebab, ada hal yang tidak diatur di dalam Perda. Sehingga menjadi dilema bagi pihaknya. Mereka akan
Universitas Sumatera Utara
tetap memantau, bila memungkinkan mereka revisi Perda terlebih dahulu baru melakukan penindakan terhadap tempat hiburan malam tersebut. Pada kesempatan ini, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan mengingatkan kepada seluruh pengusaha hiburan malam di Kota Medan untuk segera mengurus izin usaha langsung ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tanpa melalui calon, sebab seluruh lokasi hiburan malam di Kota Medan akan dievaluasi izinnya. Beliau menegaskan, bila nantinya masih ada hiburan malam yang kedapatan tidak memiliki izin, atau izinnya telah mati. Maka akan diberikan sanksi tertulis hingga dua kali, bila tidak diindahkan juga maka akan diberikan tindakan tegas yakni penutupan lokasi hiburan malam. “Saya akan turunkan tim untuk memeriksa seluruh hiburan malam di Kota Medan ini, dan seluruhnya akan diperiksa. Melihat tindakan ini, Ketua Komisi C DPRD Medan terpilih, Aripay Tambunan menegaskan persoalan hiburan malam di Kota Medan tidak mesti diulur-ulur, bila ada kesalahan dalam operasionalnya maka harus diberikan tindakan keras. Apalagi, ketika operasionalnya bertentangan dengan izin yang dimiliki. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka kehidupan hiburan malam di kota medan sangat menarik untuk di teliti. Sehingga membawa peneliti untuk melakukan penelitian tentang “Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Kafe Remang-remang di Jl. Ringroad/Gagak Hitam, Kec. Medan Sunggal”.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan kafe remang-remang ?” 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan kafe remangremang. b. Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan pengunjung di dalam kafe remang-remang tersebut.
1.4. Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan mampu untuk memberikan manfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, terlebih lagi untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu, yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh cakrawala dan wawasan pengetahuan yang lebih mendalam tentang persepsi masyarakat terhadap keberadaan kafe remang-remang kepada penulis dan juga pembaca serta dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan teori ilmu- ilmu sosial khususnya sosiologi.
Universitas Sumatera Utara
b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat dan khususnya penelitian ini dapat menjadi referensi penunjang yang diharapkan dapat berguna bagi peneliti berikutnya, terutama masalah dibidang perkotaan yaitu pada tempat-tempat hiburan malam. c. Manfaat Bagi Penulis Penelitian
ini
bermanfaat
untuk
meningkatkan
pengetahuan
dan
kemampuan serta wawasan penulis mengenai gambaran yang ada dalam masyarakat dan sebagai wadah latihan serta pembentukan pola pikir yang rasional dalam menghadapi segala macam persoalan yang ada dalam masyarakat.
1.5. Kerangka Teori 1. Definisi kafe remang-remang Secara leksikal kafe berasal dari bahasa Inggris yaitu cafe, artinya kedai kopi. Berdasarkan arti tersebut dapat disimpulkan bahwa kafe adalah suatu tempat atau warung yang berjualan kopi. Pada kenyataannya kafe kini mengalami pembiasan dengan hadirnya kafe remang-remang, tidak hanya berdagang kopi, juga berjualan minuman-minuman beralkohol. Berbicara tentang kafe remang-remang yang disinyalir di dalamnya terdapat prostitusi terselubung, secara ilmiah belum dapat dibuktikan sehingga menjadi perdebatan panjang antara yang pro dan kontra, antara yang suka dan
Universitas Sumatera Utara
tidak suka. Tetapi yang jelas keberadaan kafe remang-remang mempunyai dua dampak sekaligus, yakni: 1. Dampak positif, dengan adanya usaha kafe dapat menyerap tenaga kerja sehingga tingkat pengangguran dapat diminimalisir. 2. Dampak negatif, pada umumnya pengunjung kafe adalah anak-anak muda yang secara psikologis mempunyai tingkat emosional tinggi. Di samping itu tidak sedikit para pengunjung kafe adalah orang-orang yang mencari kompensasi diri akibat adanya tekanan ekonomi, broken home dan sebagainya. Kedua kelompok ini rentan terhadap gesekan-gesekan sosial dan pada gilirannya akan menyebabkan konflik. Di sisi yang lain akan terjadi pergeseran nilai-nilai budaya tradisional menuju nilai-nilai budaya barat (westernisasi). Misalnya masyarakat desa yang dulunya suka minum kopi atau teh, setelah datang ke kafe kebiasaan tersebut berubah menjadi kebiasaan meminum minuman keras. Selain itu tidak menutup kemungkinan akan menkonsumsi obat-obatan terlarang sebab peredaran narkoba biasanya selalu berhubungan dengan tempat-tempat yang berjualan minuman keras. Kafe remang-remang yang cenderung mempunyai dampak negatif lebih besar terhadap generasi muda dan penduduk desa di sekitarnya. Maka perlu adanya perhatian khusus dari berbagai pihak.
2. Gaya Hidup Istilah gaya hidup (lifestyle) sampai sekarang masih kabur (Hastuti, 2007:70). Lebih lanjut dijelaskan Hastuti bahwa, istilah ini memiliki arti
Universitas Sumatera Utara
sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk pada gaya hidup khas dari berbagai kelompok status tertentu. Dalam budaya konsumen kontemporer istilah ini mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang semu. Tubuh, busana, bicara, hiburan saat waktu luang, pilihan makanan dan minuman, rumah, kendaraan dan pilihan hiburan, dan seterusnya di pandang sebagai indicator dari individualitas selera serta rasa gaya dari pemiliki atau konsumen (Featherstone, 2005 : 201). Gaya hidup merupakan cirri sebuah dunia modern, atau yang biasa juga di sebut modernitas, maksudnya adalah siapapun yang hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain (Chaney, 1996 : 40). Lebih lanjut dijelaskan Chaney bahwa gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Dalam interaksi sehari-hari setiap orang dapat menerapkan suatu gagasan mengenai gaya hidup tanpa harus menjelaskan apa yang dimaksud. Salah satu faktor utama yang mendorong munculnya gaya hidup adalah pola komsumsi, pola konsumsi masyarakat perkotaan telah menjadikan barangbarang ataupun jasa sebagai identitas mereka, barang dan jasa dikonsumsi bukan dikarenakan kebutuhan mereka melainkan hanya sebatas memenuhi keinginan dan penunjuk identitas sosial mereka. Pola konsumsi masyarakat perkotaan ini telah merubah nilai suatu produk yang awalnya memiliki nilai fungsional menjadi nilai simbolis. Perubahan nilai-nilai suatu barang dan jasa ini kemudian memunculkan gaya hidup masyarakat perkotaan. Salah satu gaya hidup tersebut adalah para penikmat hiburan malam di kafe remang-remang.
Universitas Sumatera Utara
Gaya hidup adalah suatu titik tempat pertemuan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalm bertindak, yang tertuang dalam norma-norma kepantasan (Hastuti, 2007 : 72). Lebih lanjut dijelaskan Hastuti bahwa terdapat norma-norma kepantasan yang diinternalisasikan dalam diri
individu,
sebagai
standar
dalam
mengekspresikan
dirinya
dalam
kehidupannya di dalam masyarakat. Gaya hidup sendiri lahir karena adanya masyarakat komoditas, masyarakat yang mengkonsumsi barang-barang dan jasa bukan karena kebutuhannya tetapi untuk memuaskan keinginannya. Masyarakat komoditas ini terjadi karena meningkatnya tuntutan terus menerus akan pemuasan kebutuhan masyarakat terhadap benda-benda komoditas. Gaya hidup bisa merupakan identitas kelompok. Gaya hidup setiap kelompok akan mempunyai cirri-ciri unit tersendiri. Gaya hidup secara khas diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang dipikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia sekitarnya. Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat lainnya. Bahkan, dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Namun demikian, gaya hidup tidak cepat berubah sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif permanen. Menurut Weber, konsumsi juga merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu (Hastuti, 2007 : 72). Lebih lanjut dijelaskan Hastuti bahwa pola konsumsi suatu individu atau kelompok terhadap barang merupakan
Universitas Sumatera Utara
landasan bagi perjenjangan dari kelompok status, selain itu konsumsi juga dapat dijadikan penggunaan barang-barang simbolik kelompok tertentu. Dengan demikian ia dibedakan dari kelas yang landasan perjenjangannya adalah hubungan terhadap produksi dan perolehan barang-barang. Dalam hal ini konsumsi seseorang menentukan gaya hidup seseorang. Karena penggunaan barang-barang simbolik tersebut seperti pemilihan konsumsi gaya berpakaian, selera dalam hiburan, selera konsumsi terhadap makanan dan minuman menetukan dari kelas mana ia berada. Engel, Blackwel, dan Miniard (1995) mengartikan gaya hidup sebagai pola dimana manusia hidup dan menghabiskan waktu dan uang. Gaya hidup merefleksikan aktivitas, minat, dan pendapat seseorang. Selanjutnya, Chaney (1996) mengemukakan gaya hidup sebagai pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Gaya hidup membantu memahami apa yang orang lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan apakah yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya maupun orang lain. Gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial seharihari dunia modern. Menurut Adler (dalam Hall & Lindzey, 1993) faktor yang menentukan gaya hidup seseorang sebagian besar ditentukan oleh inferioritasinferioritas khusus, entah khayalan atau nyata yang dimiliki orang. Gaya hidup merupakan kompensasi dari suatu inferioritas khusus. Apabila anak memiliki kelemahan fisik, maka gaya hidupnya akan berwujud melakukan hal-hal yang akan menghasilkan fisik yang kuat. Sementara itu, faktor pembentuk gaya hidup menurut teori Bordieu (dalam Piliang, 2006) dicerminkan dalam sebuah rangkaian
Universitas Sumatera Utara
atau lingkup proses social yang lebih panjang atau luas, yang melibatkan modal, kondisi objektif, habitus, disposisi, praktik gaya hidup, sistem tanda, dan selera. Sementara itu, penggolongan gaya hidup mengukur hal-hal sebagai berikut (Loudon & Della Bitta, 1993): a. Bagaimana orang-orang menghabiskan waktu luang dalam suatu kegiatan atau aktivitas. b. Apa yang paling menarik atau paling penting bagi mereka dalam lingkungannya ketika itu. c. Pendapat dan pandangan mereka mengenai mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka.
3. Persepsi Masyarakat Istilah persepsi diartikan sebagai pendapat, pandangan seseorang atau kelompok manusia, dan sebagainya. Namun, sebenarnya istilah persepsi memiliki pengertian yang lebih mendalam adalah suatu penglihatan atau gambaran terhadap sesuatu yang dilakukan seseorang atau kelompok. Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual, maka terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya (Wolberg, 1967). Adanya perbedaan inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut. Hal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku dan penyesuaian ditentukan oleh persepsinya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wagito (1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses psikologis dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir. Melalui persepsi kita dapat mengenali dunia sekitar kita, yaitu seluruh dunia yang terdiri dari benda serta manusia dengan segala kejadian-kejadiannya. Dengan persepsi kita dapat berinteraksi dengan dunia sekeliling kita, khususnya antar manusia. Persepsi adalah suatu proses yang kompleks dimana kita menerima dan menyadap informasi dari lingkungan (Fleming & Levie, 1978). Persepsi merupakan kesan yang pertama untuk mencapai suatu keberhasilan. Persepsi seseorang dalam menangkap informasi dan peristiwa-peristiwa menurut Muhyadi (1989) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1) orang yang membentuk persepsi itu sendiri, khususnya kondisi intern (kebutuhan, kelelahan, sikap, minat, motivasi, harapan, pengalaman masa lalu dan kepribadian). 2) stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa tertentu (benda, orang, proses dan lain-lain). 3) stimulus dimana pembentukan persepsi itu terjadi baik tempat, waktu, suasana dan lain-lain. Persepsi Sebagai Proses Aktif Dalam Perbedaan Individu Persepsi dulu dianggap sebagai suatu proses pasif, yang harus dilakukan hanya tetap menjaga agar mata dan telinga terbuka dan dunia secara otomatis akan memperlihatkan dirinya kepada kita. Sekarang kita tahu bahwa anggapan ini adalah salah. Kenyataannya pencapaian persepsi yang berarti merupakan suatu proses aktif, dengan individu penerima yang memainkan peranan penting dalam menentukan pengalamannya. Peranan ini bergerak melebihi sebuah keputusan
Universitas Sumatera Utara
sederhana apa yang dilihat untuk disentuh. Kita jarang hanya merasakan satu sensasi pada satu waktu. Malahan kita dengan konstan diserang ribuan pesan yang harus disingkat, diidentifikasi dan ditafsirkan. Kita harus memilih beberapa pesan tertentu dari serangan pesan yang dating, mengidentifikasinya dan mencari bagaimana hubungan satu dengan yang lain, dengan maksud untuk membangun gambaran realita yang berarti. Persepsi ini tidak hanya bergantung pada sensasi saja tetapi juga pada pengalaman, keinginan dan kebutuhan (Rubin, 1985:116). Hal ini didukung oleh pendapat Runyon (1984: 175) yang menyatakan persepsi sebagai proses aktif, yaitu adanya sifat selektif dari persepsi. Adapun persepsi selektif ini digambarkannya yaitu ; selama bertahun-tahun manusia dikelilingi oleh ribuan stimuli. Pada suatu saat, bukan tidak mungkin hal ini mengundang semua stimuli untuk menyerang pikiran manusia. Dengan demikian, manusia tidak dapat membaca, mengikuti suatu percakapan dan menonton televise pada saat yang sama. Pada saat kita mencobanya, kita akan menjumpai perubahan perhatian dari suatu sumber stimuli kepada yang lain dengan pemahaman kita masing-masing aktivitas ini menjadi terpisah dan terpecah. Untuk ulasan ini kita cenderung untuk memilih di stimuli mana disekitar kita yang paling penting, dengan mengabaikan yang lain. 4. Penyimpangan Penyimpangan adalah kegagalan untuk menyesuaikan dengan normanorma budaya yang diperkuat. Norma-norma sosial yang berbeda dalam satu budaya yang bertentangan dengan yang lain. Sebagai contoh, suatu tindakan yang menyimpang dapat dilakukan di satu masyarakat atau budaya yang melanggar norma sosial di sana, tetapi mungkin dianggap biasa bagi kebudayaan lain dan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Beberapa tindakan mungkin penyimpangan tindak pidana, tetapi juga, sesuai dengan masyarakat atau budaya, penyimpangan dapat benar-benar melanggar norma sosial yang utuh. Penyimpangan dalam konteks sosiologis menggambarkan tindakan atau perilaku yang melanggar norma-norma budaya yang berlaku termasuk-aturan formal (misalnya, kejahatan) maupun informal dan pelanggaran norma-norma sosial (misalnya, adat istiadat). Perilaku menyimpang yang lazim disebut dengan nonkonformitas merupakan tindakan yang dilakukan oleh individu perorangan atau kelompok dalam masyarakat untuk menghidar dari nilai dan norma. Prilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan kaidah dinamakan menyim- pang atau suatu perbuatan disebut menyimpang bilamana perbuatan ini dinyatakan sebagai menyimpang. Beberapa pengertian perilaku menyimpang oleh para ahli sosiologi, diantaranya yaitu; a. Becker, perilaku menyimpang bukanlah kualitas yang dilakukan orang, melainkan konsekuensi dari adanya suatu peraturan dan penerapan sangsi yang dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut. b. Robert M.Z. Lawang, penyimpangan sebagai tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari pihak berwenang untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang. c. James Vander, Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. Dengan demikian penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinya- takan
Universitas Sumatera Utara
sebagai sutau pelanggaran terhadap norma-norma kelom-pok atau masyarakat.
Penyimpangan
memilki
ciri
mengganggu
stabilitas
masyarakat. Bruce J. Cohen menjelaskan terjadinya penyimpangan sosial diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu : a. Adanya perubahan norma-norma dari suatu periode ke periode waktu lain. b. Tidak ada norma atau aturan yang bersifat mutlak yang bisa digunakan untuk menentukan benar tidaknya kelakuan seseorang. Norma sesuai dengan masyarakat dan kebudayaan masyarakat yang berbeda satu sama lain. c. Individu-individu yang tidak mematuhi norma disebabkan karena mengamati orang-orang lain yang tidak mematuhi atau karena mereka tidak dididik untuk mematuhinya. d. Adanya individu-individu yang belum mendalami norma dan belum manyadari kenapa norma-norma itu harus dipatuhi. Hal ini disebabkan karena proses sosialisasi yang belum sempurna dalam dirinya. e. Adanya individu-individu yang kurang yakin akan kebenaran atau kebaikan norma, atau dihadapkan dengan situasi di mana terdapat normanorma yang tidak sesuai. f. Terjadi konflik peran dalam seorang individu karena ia menjalankan beberapa peran yang menghendaki corak perilaku yang berbeda. Prilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial. Dewasa ini tidak ada satu pun masyarakat
Universitas Sumatera Utara
yang dapat bertahan dalam kondisi statis untuk jangka waktu yang lama. Masyarakat yang paling terisolasi pun akan terkena perubahan sosial. I.6. Defenisi Konsep Untuk memperjelas maksud dan pengertian, serta menghindari timbulnya kesalahan penafsiran dalam penelitian maka perlu menguraikan batasan konsep yang digunakan. Adapun batasan konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Persepsi Masyarakat Persepsi masyarakat adalah pandangan sekelompok masyarakat terhadap objek atau lingkungan melalui panca inderanya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya. 2. Kafe Remang-remang Adalah suatu tempat yang memiliki fasilitas tempat duduk, hiburan musik, menyediakan makanan dan minuman, dengan menggunakan penerangan (cahaya lampu) yang remang. 3. Perilaku menyimpang Adalah tindakan atau perbuatan yang melanggar aturan-aturan yang berada pada suatu kelompok masyarakat atau daerah. 4. Norma adalah seperangkat aturan atau kumpulan aturan yang mengikat perilaku dan tindakan suatu kelompok masyarakat atau daerah tertentu. 5. Kenakalan Remaja Adalah perbuatan atau tindakan yang tidak sesuai dengan norma ataupun aturan yang berlaku yang diakibatkan oleh suatu gejala tertentu.
Universitas Sumatera Utara
6. Pengaruh Adalah suatu bentuk rangsangan atau stimulus yang menggerakkan nilai psikis suatu individu ataupun kelompok. I.7. Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur atau memanipulasi suatu variabel. Defenisi operasional memberikan batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut (Sarwono, 2006:12). Dalam penelitian kuantitatif, secara umum terdiri dari 2 (dua) variabel, yaitu variabel terikat (dependent) dan variabel bebas (independent). Dalam penelitian ini yang menjadi variabelnya adalah sebagai berikut : 1.
Kafe remang-remang ( X ) Kafe remang-remang menjadi variabel (X) atau variebel terikat (dependent), yaitu variabel yang perubahannya dipengaruhi variabel lain. Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian ini, yaitu : -
Pelayanan yang diberikan pihak pemilik terhadap pengunjung
-
Fasilitas yang diberikan di kafe remang-remang •
Positif ( X1 ) Keberadaan kafe remang-remang dapat memberikan kontribusi yang berguna bagi masyarakat sekitar, yaitu : -
membuka lapangan kerja
-
tempat refreshing
Universitas Sumatera Utara
•
Negatif ( X2 ) Keberadaan kafe remang-remang menimbulkan pandangan buruk masyarakat terhadap keberadaan kafe tersebut, yaitu :
2.
-
tempat prostitusi
-
transaksi jual beli narkoba
Persepsi Masyarakat ( Y ) Persepsi
Masyarakat
menjadi
variabel
(Y)
atau
variabel
bebas
(independent) yang merupakan variabel yang akan diteliti berpengaruh terhadap masalah yang akan diajukan. Adapun yang menjadi indikator variabel dalam penelitian ini, yaitu : •
•
Pengetahuan masyarakat tentang kafe remang-remang : -
Lokasi
-
Fungsi
-
Tujuan
-
Manfaat
-
Kegiatan yang dilakukan di kafe remang-remang
Tanggapan masyarakat terhadap keberadaan kafe remang-remang : -
Tanggapan dari tokoh masyarakat
-
Tanggapan dari tokoh agama
-
Tanggapan dari tokoh pemuda
Universitas Sumatera Utara