iii
ABSTRACT HASAN SUDRADJAT. 2010. Model of Sustainable Sugar Industry Development Based on Clean Development Mechanism and Society Participation. Under Supervision of Rizal Syarief, Syaiful Anwar and Usman Ahmad. In the last decade, Indonesian sugar industry has been facing some inter-related problems that have caused a setback of the industries. The production has been declining with a 3.3% annual rate, due to a decrease in area and productivity. On the other hand, the consumption has been increasing with a 2.96% annual rate, leading to an increase in import of 16.5% of the total consumption per year. The declining performance of the industry has been attributed to the inappropriate government international trade and domestic support policies and inefficiency in farm and plant levels because of lack of integrated production system. In response to these problems, this study is aimed at (1) evaluating socio-economic condition and community perception, (2) evaluating environmental condition, (3) evaluating sustainability of sugar industry, (4) evaluating and formulating alternatives government policies related to international and domestic market policies and (5) building models of integrated production systems between farm and sugar plant activities through an integrated planting and harvesting schedule. The methods used in achieving these objectives were an econometric of Indonesian sugar market, a compromised import tariff, and Multy-Party- MultyObjective Model. The results of this study showed that the community have a good socio-economic condition and have a good perception. Environmental factor in sugar industry was also considered in good condition. Experiencing heavy distorted by international market through import of sugar, the policy directly affects the price at farmer level and Indonesian sugar industry more significant compared to other influencing factors. In this respects, provenue price policy is more effective than tariffrate quota, import tariff, input subsidy, and distribution policy. Sugar cane smallholders in general are more responsive toward government policies, compared to governmentowned estates, and private estates. Moreover, productivity in farm and sugar plant can be improved by developing an integrated production system through an integrated planting and harvesting schedule. The result of this research showed that sugar industry sustainability is good enough; Sustainability analysis in 5 factors of sugar industry showed that the industry sustainability is good enough. Out of f the 5 factors, only law and institutional factor which is considered not sustainable enough, while the other 4 factors (ecology, economy, technology, social and culture) are on sustainable category. Key factor influencing sustainable sugar industry management are area susceptibility, planting period management, product marketing, society formal education, factory contribution to public, society, family atmosphere relationship of society, machine revitalization, human resource productivity, cooperation with society, organizer policy of sugar industry, and local government involved. Alternative policy of sugar industry development is implementing an extensification by observing economy as dominant factor, observing industrialist dominant actor, and improving basic commodity quality and quantity as dominant purpose. There are three types of policy implementation suggested from this study. Firstly, Indonesian sugar industry has to increase its efficiency in all aspects of production activities. The integrated production system model developed in this study could be
iv
more applied in increasing efficiency in planting and harvesting schedule in a more compromised fashion. Secondly, to create a fairer playing ground, Indonesian sugar industry still needs some government supporting policies. Provenue price, tariff ratequota, import tariff, input subsidy, are policies that can be used to achieve the goal of fairer playing ground and the industry development. Thirdly, government can stimulate minimum support if the increase in domestic consumption and efficiency is main target. Sugar industry management model had better notice area, seed, fertilizer, water, human resource, society growth, waste material management, law, and institutional. Key words: sugar industry, sustainable, key factor, policy alternative, model.
v
RINGKASAN HASAN SUDRADJAT. Model Pengembangan Industri Gula Berkelanjutan Berbasis Produksi Bersih dan Partisipasi Masyarakat. Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF sebagai Ketua Komisi Pembimbing, SYAIFUL ANWAR dan USMAN AHMAD sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Industri gula merupakan salah satu industri agro yang layak untuk dikembangkan, karena konsumsi gula baik nasional maupun dunia demikian besar antara lain digunakan untuk konsumsi mansyarakat (langsung) maupun sebagai bahan tambahan dalam industri makanan dan minuman. Seperti halnya di Indonesia, konsumsi gula dunia juga terus meningkat padahal pertumbuhan produksinya tidak sebanding. konsep model pengembangan industri gula berkelanjutan berbasis produksi bersih dan partisipasi masyarakat, mencoba mengaplikasikan aspek ekonomi, sosial budaya, teknologi dan hukum – kelembaga ke sistem produksi berbasis ekologi yang didukung oleh partisipasi masyarakat. Penerapan konsep dimaksud melahirkan istilah RSSC-PC (rountable on sustainable sugarcane–principle and cryteria) yaitu suatu wacana rekayasa sosial yang diwaktu mendatang menuntut antisipasi dari industri gula nasional. Tujuan umum penelitian ini adalah membangun model pengembangan industri gula di Indonesia dalam rangka menuju swasembada di tahun 2014. Tujuan khususnya adalah mendapatkan gambaran kondisi sosial, ekonomi dan persepsi masyarakat, mendapatkan gambaran kondisi kualitas lingkungan pabrik gula, menganalisis keberlanjutan industri gula dan mendapatkan faktor pengungkit yang harus diperhatikan untuk meningkatkan keberlanjutan dalam pengelolaan industri gula, menentukan alternatif kebijakan dalam pengembangan industri gula di masa yang akan datang yang berbasis produksi bersih dan partisipasi masyarakat, merumuskan skenario strategi dan kebijakan pengembangan industri gula secara holistik dipandang dari sisi politik, keamanan, kepastian hukum, kepastian berusaha, investasi, teknologi, dan arah yang perlu ditempuh oleh pemerintah maupun para pelaku industri gula, peran kemitraan serta industri pendukung serta untuk mendapatkan model pengembangan industri gula yang transparan serta dapat menciptakan industri gula menjadi salah satu cara untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang berbasis produksi bersih dan partisipatif masyarakat. Metode yang digunakan adalah desk study, wawancara (pengamatan langsung), observasi, focus group discussion (FGD), multi dimension scalling (MDS) dan analysis hierarchi process (AHP). Hasil Penelitian terhadap kondisi aktual industri gula dan stakeholdernya menunjukkan bahwa masyarakat di sekitar pabrik gula mempeunyai kondisi sosial ekonomi yang baik, dan persepsi masyarakat baik terhadap industri gula maupun terhadap lingkungan cukup baik. Kondisi lingkungan di sekitar pabrik gula memperlihatkan kondisi yang cukup baik, hal ini terbukti dari beberapa parameter kualitas limbah cair dan kualitas air sungai tempat membuang limbah cair pabrik gula yang berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hasil analisis keberlanjutan pabrik gula juga memperlihatkan nilai yang cukup berlanjut terutama dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya serta teknologi; sedangkan dimensi hukum dan kelembagaan yang kurang berlanjut; dari tahun 2003, kondisi industri gula stagnan, yaitu jumlah pabrik masih 61 buah; produksi 2,5 juta ton dan randemen sekitar 8,3; sedangkan limbah (waste) yang berpotensi sebagai hasil samping juga masih dikelola secara konvensional. Dalam rangka meningkatkan keberlanjutan pada pengolahan industri gula diperlukan faktor pengungkit/kunci yang harus diperhatikan dan berdasarkan nilai skornya adalah berturut-turut: sosial & budaya: pendidikan formal
vi
masyarakat, kontribusi pabrik terhadap masyarakat, hubungan kekeluargaan warga masyarakat; ekonomi: pasar produk (tidak boleh ada distorsi), dukungan finansial belum maksimal, ekologi: luas areal dan kerentanan lahan, pengelolaan masa tanam dan limbah belum optimal, teknologi: revitalisasi mesin, produktivitas dan peningkatan kualitas sdm, hukum & kelembagaan: kerjasama dengan masyarakat, kebijakan pendorong industri gula, keterlibatan pemda dan lintas sektoral yang holistik. Alternatif kebijakan pengembangan industri gula yang utama adalah melakukan penertiban dan pemberdayaan dari sisi dimensi hukum dan kelembagaan; sedangkan lainnya memperhatikan faktor dominan seperti: revitalisasi mesin dan peralatan yaitu dengan meningkatkan kualitas dan efisiensi, peningkatan produktivitas dan memperbaiki on farm, kualitas bahan baku; ekstensifikasi, dengan melibatkan pengusaha yang ada dan calon pengusaha; swastanisasi, melibatkan pengusaha. Merumuskan skenario: pengembangan industri dan perbaikan kinerja lingkungan berjalan secara simultan. perbaikan kinerja industri semakin baik seiring dengan kinerja lingkungan (hukum & kelembagaan), dengan pertumbuhan keduanya yang relatif stabil, sehingga akan menghasilkan pembangunan yang ideal. Sebagai bahan perbandingan bahwa produksi gula dunia menurun sebesar 9 juta ton pada tahun 2008/09. Sedangkan FAO telah merevisi perkiraan 158,5 juta ton, yaitu 2,5 juta ton dibawah perkiraan pertama yang dirilis pada November 2008, dan 9 juta ton atau 5,4 % kurang dari pada 2007/08; artinya menurut FAO produksi dunia mencapai 566 juta ton, atau mengalami kenaikan 15% dari tahun lalu, dengan ekspansi luas tanaman tebu 12%. Hal tersebut diperkirakan sekitar 60% dari panen 2008/09. Industri gula Brazil diolah menjadi etanol berbasis tebu yang didukung pasar ekspor yang lebih tinggi. Luas tanaman tebu di Brazil sekitar 5 juta ha, sedangkan Indonesia hanya 0,4 juta ha. Brazil dan Thailand berkontribusi lebih terhadap perdagangan dunia. Indonesia bila kekurangan gula mengimpor antara lain dari Brazil, Thailand dan China. Disisi lain, WTO memaksa Uni Eropa untuk mengurangi ekspor gula mereka sampai dengan 80%. Hampir 75% produksi gula dunia merupakan hasil perkebunan tebu di zona tropis yang berlokasi di bumi bagian selatan. Produsen gula tebu terkemuka yaitu Brazil, India, China, Thailand, Pakistan dan Mexico. Sisanya diproses dari gula bit yang tumbuh di daerah bersuhu dingin, di bumi bagian utara seperti Perancis, Jerman, USA, Rusia, Ukraina, dan Turki yang merupakan negara-negara produsen terbesar gula bit. Kontribusi kebijakan pemerintah terhadap kinerja industri gula, dapat dikategorikan sebagai industri strategis harus melibatkan lintas sektoral dengan langkah-langkah antara lain: Dimensi ekologi: melakukan perbaikan terhadap atribut yang sensitif terhadap nilai indeks dimensi tersebut, yaitu: 1) Kerentanan lahan; 2) Pengelolaan pada masa tanam 3) Peralatan produksi di lapangan dan 4) Inisitatif perluasan lahan; Dimensi ekonomi melakukan perbaikan terhadap atribut: 1) Pasar produk industri gula; 2) Kemitraan dalam pemasaran; 3) Modal kerja dan sumber dana; 4) Pemanfaatan limbah; 5) Hasil produksi berupa gula pasir; 6) Ketersediaan bahan baku berupa tebu; 7) Kenaikan hasil produksi; 8) Penghasilan pekerja dan penduduk sekitar; 9) Harga bahan baku gula dibanding dengan hasil penjulan; dan 10) Biaya pemeliharaan mesin-mesin; Dimensi sosial melakukan perbaikan terhadap atribut: 1) Penyediaan fasilitas untuk praktek kerja siswa/ mahasiswa; 2) Penyelenggaraan peringatan hari-hari besar (agama, nasional); 3) Penyediaan fasilitas sosial; 4) Penyediaan fasilitas umum; 5) Kontribusi pabrik terhadap masyarakat; 6) hubungan antar masyarakat; 7) jaringan pengaman sosial (Social safety net); 8) Tingkat penyerapan tenaga kerja; 9) Tingkat pendidikan formal masyarakat; Dimensi Teknologi: perencanaan mengantisipasi sistem global, peningkatan produktivitas SDM, kolaborasi dengan pihak luar, rencana revitalisasi mesin-mesin produksi, bahan baku untuk perbaikan, teknologi mesin pabrik, teknologi pengolahan limbah, dan tingkat penguasaan teknologi. Disamping itu harus ada: 1) Rencana revitalisasi mesin-mesin
vii
produksi dan 2) Peningkatan produktivitas SDM; dimensi hukum dan kelembagaan melakukan perbaikan terhadap atribut: 1) kerjasama pengusaha dan masyarakat; 2) Kebijakan pendorong industri gula; 3) Keterlibatan pemerintah daerah; 4) Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah; 5) Kerjasama dengan pihak asing; 6) Status industri gula; 7) Pembinaan dan dukungan kelembagaan dan 8) Ketersediaan perangkat hukum. Dengan demikian maka sasaran dilihat dari multi dimensi yang terdiri atas revitalisasi, swastanisasi dan ekstensifikasi dapat berjalan dengan simultan. Model pengembangan pabrik gula yang disarankan di sini adalah model pengembangan pabrik gula RSSC-PC, yakni model pengembangan pabrik gula yang berpegang teguh pada prinsip aspek legal (hukum & kelembagaan), ekonomi dan teknologi, lingkungan serta sosial budaya. Kata kunci: industri gula, industri berkelanjutan, faktor kunci, alternatif kebijakan, pengembangan model.