“If your actions inspire others to dream more, learn more, do more and become more, you are a leader” – John Quincy Adams Beberapa bulan silam, media di Amerika Serikat mengecam orang tua yang menghukum anaknya karena mencuri. Hukumannya, si anak tidak boleh masuk ke rumah kecuali untuk ke kamar mandi. Ia harus tinggal di tenda belakang rumah. Tenda. Ya, tenda yang biasa untuk kemping itu. Hukumannya sebulan. Ia bisa mengurangi masa hukuman dengan mengerjakan ‘tugas ilmiah’ tentang kenakalan sebagai wujud pertobatan. Persoalan ini menjadi polemik, apakah hukuman seperti itu pantas bagi anak seusianya. Usai berita itu hangat dibicarakan, muncul kasus menarik di Indonesia. Seorang guru diajukan ke pengadilan karena mencubit hingga memar. Publik lebih banyak memihak kepada sang guru. Si anak dihukum secara sosial dengan cemoohan. Orang tuanya dipersalahkan karena dianggap tidak tanggap bahwa si anak memang harus dihukum.
Dunamis Newsletter | Education Talking Point | Agustus 2016 Bersiasat dengan Hukuman
THE LEADER IN ME PARADIGMS
Gambar diambil dari: www.spm.sch.id
Mana yang lebih benar? Kejadian ini akan
Itu adalah persoalan kebiasaan.
terus berulang dengan variasi beragam
Mengubah kebiasaan adalah pekerjaan
dan latar budaya yang berbeda. Bagi
yang persisten dan seperti kisah tiada
generasi X dan Baby Boomers, hukuman
henti.
seperti itu wajar-wajar saja. Itu biasa di zaman dahulu. Sekarang? Jangan harap.
Muriel Summers pernah berkisah, seorang
Mencubit dengan meninggalkan memar
anak datang dari lingkungan keluarga
seperti itu jelas bisa dimasukkan dalam
penuh umpatan. Teman-teman
kategori penganiayaan.
bermainnya juga komunitas preman yang tidak bersahabat. Si anak itu membawa
Di lingkungan tempat sekolah di North
kebiasaan ke sekolah. Dihukum? Tidak.
Carolina, Amerika Serikat, omongan kasar
Bahkan tidak juga ada ‘program
sering terdengar. Sebagai salah satu
pendampingan khusus.’ “Setiap anak
kantong komunitas multi-ras, Muriel
adalah unik. Perhatikanlah satu anak
Summers menyadari itu. Bahkan murid
sepenuh hati dalam satu waktu. Satu
yang tidak bisa bahasa Inggris pun ada.
anak!” ia berkali-kali mengingatkan ini.
Sebagai kepala sekolah, ia tidak berusaha
Hal ini menjadi landasan The Leader in Me
untuk mengimbangi kasar dengan kasar.
yang menerapkan The 7 Habits of Highly
Ia biarkan dan sesekali diingatkan. Itu
Effective People untuk institusi
perkara yang tidak bisa diselesaikan
pendidikan.
dengan instan. Dunamis Newsletter | Education Talking Point | Agustus 2016 Bersiasat dengan Hukuman
Dalam The Leader in Me (TLIM), semua elemen sekolah mendapatkan pelatihan mengenai 7 Habits. Itu wajib, karena kebiasaan bisa ditularkan melalui perilaku yang konkret. Kalau sekadar memberi tahu etika moral semata, membaca buku saja sudah cukup. Di sini anak menyaksikan langsung bagaimana penerapannya dalam keseharian. Misalnya, kebiasakan “dahulukan yang utama” maka contoh penerapannya adalah “mengerjakan PR terlebih dahulu sebelum bermain.”
Contoh
lain, “memahami (orang lain) terlebih dahulu, baru dipahami” adalah “mendengarkan pendapat orang lain ketika sedang berbeda pendapat, baru mengungkapkan apa yang telah dia pikirkan.” Nilai-nilai yang ditularkan melalui The Leader in Me sebenarnya sederhana. Itu nilainilai universal yang tidak menimbulkan polemik. Walaupun sederhana, bukan berarti mudah. Program ini membantu agar sebuah institusi pendidikan bisa menerapkan The 7 Habits, setahap demi setahap, dengan metode yang telah teruji waktu dan sukses di berbagai belahan dunia. Sayangnya, karena dianggap sederhana, orang suka mengabaikan hal-hal itu. Namun dengan kemunculan kasus-kasus seperti di Amerika Serikat dan Indonesia tadi, kesadaran itu terus berkembang. Mendidik anak itu bukan persoalan yang instan. Dan kalo bukan sekarang, kapan lagi kita memulainya? (D)
Dunamis Newsletter | Education Talking Point | Agustus 2016 Bersiasat dengan Hukuman