MONITORING DAN EVALUASI RENCANA STRATEGIS KOMISI PENANGGULANGAN AIDS KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 - 2015
TIM MONEV : BAPPEDA KOTA SURAKARTA
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya atas petunjukNya,
maka penyusunan buku Laporan Kegiatan Penanggulangan AIDS di Kota Surakarta Tahun 2015 dapat diselesaikan .
Pertumbuhan jumlah penderita HIV dan AIDS di Kota Surakarta saat ini sudah
memasuki level endemic yang artinya adalah bahwa di Kota Surakarta bukan hanya
ditemukan kasus akan tetapi sudah bisa dilihat potensi kasus . Jumlah penderita HIV dan AIDS
di Kota Surakarta saat ini berada di posisi ke-2 (dua) terbesar di Provinsi Jawa
Tengah. Perubahan yang terjadi di Kota Surakarta terkait dengan penderita HIV-AIDS adalah pergeseran dari pengguna jarum suntuk atau PENASUN ke ibu rumah tangga.
Untuk itu perlu adanya program dan kegiatan yang kreatif dan inovatif dari semua
pihak yang tetap sesuai dengan RENSTRA KPAD 2011-2015. Saat ini semua pihak telah berusaha untuk menekan laju pertumbuhan jumlah penderita HIV dan AIDS di Kota Surakarta. Hasil monitoring dan evaluasi yang setiap tahun dilakukan oleh Tim dari Bappeda dan seluruh pemangku kepentingan penanggulangan HIV-AIDS, menunjukan
proses yang terarah mulai dari adanya RENSTRA, keserasian program dan kegiatan instansi terkait, peran strategis media sebagai sumber dan sarana penyebaran informasi hingga peran serta masyarakat dengan pembentukan Warga Peduli AIDS
atau WPA
disetiap kelurahan se Kota Surakarta yang dibentuk oleh Komisi Penanggulangan HIV-AIDS Daerah Kota Surakarta (KPAD).
Selanjutnya menjadi tugas Pemerintah Kota Surakarta khususnya BAPPEDA untuk
memberikan penguatan kapasitas khususnya kapaistas perencanaan bagi komponen
Warga Peduli AIDS di Kota Surakarta. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Program Penanggulangan HIV-AIDS ( Monev KPAD ) Kota Surakarta tahun ini digunakann untuk
memberikan pelatihan penguatan kapasitas perencanaan bagi WPA ditingkat kelurahan sehingga mereka mampu untuk bersinergi dengan pembangunan.
Pelatihan ini dipandang perlu untuk menindak lanjuti pengelolaan anggaran hibah
yang diberikan oleh Pemeriantah Kota Surakarta kepada WPA sehingga akan tercipta program penanggulangan HIV-AIDS yang komprehensif. Seperti yang di instruksikan melalui Surat Edaran Sekretaris Daerah Kota Surakarta Nomor 910/01 tentang : Persiapan Pelaksanaan Kelurahan
DPK Tahun 2015, Dalam Rangka Pengelolaan hibah Dana Pembangunan
DPK
di
masing-masing
penanggulangan HIV & AIDS.
kelurahan
untuk
kegiatan
yang
bertujuan
Harapannya adalah pemberdayaan masyarakat melalui WPA dapat menyusun
program kegiatan yang tepat sasaran, tepat guna dan tepat waktu untuk efektifitas dan efisiensi dengan hasil yang maksimal. Sehingga dengan keterlibatan masyarakat yang tahu, ii
sadar, mau dan mampu serta paham akan HIV-AIDS maka angka penderita atau kasus HIVAIDS yang ada di Kota Surakarta dapat dikurangi dan tidak lagi menjadi daerah endemic.
Lebih luas lagi adalah untuk mensinergikan dan meningkatkan peran serta Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan yang telah ada dan dilegitimasi oleh PERDA LKK Kota Surakarta da dapat saling terintegrasi.
Akhirnya diucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
tersusunya Buku Laporan Kegiatan Program Monitoring dan Evaluasi Penanggulangan HIV-AIDS di Kota Surakarta Tahun 2015 ini .
Surakarta, Juni 2015 . KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA
Ir. AHYANI, MA
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Human Immune-deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) yang belum ditemukan obatnya tidak pandang bulu dalam mencari mangsa. Segala usia dan golongan masyarakat berpeluang sama untuk mengidap virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh tersebut. Virus yang hanya menyerang golongan tertentu adalah sebuah pikiran yang sangat usang menyangkut HIV/AIDS. Sebab, kenyataannya, virus itu sangat dekat dengan kehidupan semua orang. Di Indonesia, kasus penderita HIV/AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1987 di Bali, dan sejak saat itu sampai sekarang perkembangan HIV/AIDS di Indonesia juga sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Dalam Triwulan Juli s.d September 2014 dilaporkan oleh Ditjen PP & PL Kemenkes RI tambahan kasus HIV/AIDS yaitu 7.335 kasus HIV dan 176 kasus AIDS. Adapun jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan 1 Januari s.d 30 September 2014 yaitu, HIV terdapat 22.869 kasus dan AIDS 1.876 kasus. Secara kumulatif kasus HIV dan AIDS 1 April 1987 s.d 30 September 2014 adalah HIV sebanyak 150.296 kasus, AIDS sebanyak 55.799 kasus dan yang meninggal sebanyak 8.230 orang. Jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Di Indonesia Menurut Jenis Kelamin 1 April 1987 s.d 30 September 2014 Jenis Kelamin
AIDS
Laki-laki
30.001
Perempuan
16.149
Tak Diketahui
9.649
Jumlah Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 17 Oktober 2014
55.799
Sementara itu, jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia menurut faktor risiko dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2. Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Di Indonesia Menurut Faktor Risiko 1 April 1987 s.d 30 September 2014 Faktor Risiko
AIDS
Heteroseksual
34.305
Homo-Biseksual
1.366
IDU
8.462
1
Transfusi Darah
130
Transmisi Perinatal
1.506
Tak Diketahui Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 17 Oktober 2014
9.536
Jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia menurut golongan umur (tidak termasuk data dari Provinsi DKI Jakarta yang kasus AIDS-nya tidak bisa dikategorikan secara kelompok umur) dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3. Jumlah Kumulatif Kasus AIDS Di Indonesia Menurut Golongan Umur 1 April 1987 s.d 30 September 2014 Golongan Umur
AIDS
<1
238
1–4
968
5 – 14
441
15 – 19
1.717
20 – 29
18.352
30 – 39
15.890
40 – 49
5.974
50 – 59
1.874
> 60
551
Tak Diketahui Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 17 Oktober 2014
2
9.794
Tabel 4 Jumlah Kumulatif Kasus HIV & AIDS di Indonesia Berdasarkan Provinsi 1 April 1987 s.d 30 September 2014 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Papua DKI Jakarta Jawa Timur Jawa Barat Bali Jawa Tengah Kalimantan Barat Sulawesi Selatan Riau Sumatera Barat DI Yogyakarta Sulawesi Utara Sumatera Utara Banten NusaTenggara Timur Kepulauan Riau Jambi Kalimantan Timur Sumatera Selatan NusaTenggara Barat Maluku Bangka Belitung Lampung Papua Barat Bengkulu Sulawesi Tenggara Kalimantan Selatan Maluku Utara NAD/Aceh Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Barat Jumlah Sumber: Ditjen PP &PL Kemenkes RI, 17 Oktober 2014
3
HIV 16.051 32.782 19.249 13.507 9.637 9.032 4.574 4.314 2.050 1.136 2.611 2.312 9.219 3.642 1.751 4.555 751 2.541 1.652 812 1.456 510 1090 2.714 308 330 526 247 162 253 404 68 39 150.285
AIDS 10.184 7.477 8.976 4.191 4.261 3.767 1.699 1.703 1.104 952 916 798 1.573 1.042 496 382 458 332 409 490 527 319 423 1.734 160 266 364 165 193 107 257 68 6 55.799
Tabel 5. Prevalensi Kasus AIDS per 100.000 Penduduk Berdasarkan Propinsi 1 April 1987 s.d 30 September 2014 No.
Propinsi
Prevalensi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Papua Bali DKI Jakarta Kalimantan Barat Sulawesi Utara Papua Barat Kepulauan Riau DI Yogyakarta Bangka Belitung Maluku Sulawesi Selatan Sumatera Barat Jawa Timur Riau Maluku Utara Jambi Jawa Barat Kalimantan Timur Bengkulu Nusatenggara Timur Jawa Tengah Nusatenggara Barat Sulawesi Tenggara Gorontalo Banten Sumatera Selatan Sumatera Utara Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Sulawesi Tengah Lampung NAD/Aceh Sulawesi Barat Nasional Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 17 Oktober 2014
359.43 109.52 77.82 38.65 35.14 228.03 22.75 26.49 26.08 34.37 21.20 19.64 23.95 19.93 15.89 14.81 9.73 9.34 9.33 10.59 11.63 10.89 11.91 6.54 9.80 5.49 12.12 4.84 10.04 9.75 5.56 4.29 0.52 23.48
Tabel 6. Jumlah Kasus Baru HIV & AIDS dan Kematian Berdasarkan Tahun Pelaporan 1 April 1987 s.d 30 September 2014 Tahun
HIV
1987 1988 1989 1990
AIDS
Mati 5 2 5 5
4
1 1 3 -
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 (HIV: 1987-2005) 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 s.d. September Tidak diketahui
859 7.195 6.048 10.362 9.793 21.591 21.031 21.511 29.037 22.869
150.296 Jumlah Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 17 Oktober 2014
15 13 24 20 23 42 44 60 94 255 219 345 316 1.125 2.162 3.439 4.434 5.134 5.458 6.476 6.178 8.747 6.266 1.876 52.782
4 4 4 7 40 5 18 20 76 26 62 115 316 574 760 825 937 960 1.185 825 1.489 726 211 11 9.205
Epidemi HIV dan AIDS telah merata di 33 Provinsi, sehingga diterbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1993 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS dan diperbaharui kembali melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2006 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional yang menjadi dasar hukum untuk membentuk
Komisi Penanggulangan AIDS di tingkat Nasional ke Tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota
yang berfungsi melakukan koordinasi lintas sektoral dan upaya
komprehensif Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS. Angka temuan kasus HIV dan AIDS di Indonesia dimungkinkan akan terus meningkat, seperti fenomena gunung es yakni kasus yang terjadi sebenarnya lebih besar dari kasus yang ditemukan. Masih adanya anggapan sebagian masyarakat bahwa HIV dan AIDS merupakan penyakit sampah masyarakat ( Pekerja Seks, IDU‟ s, Waria ), sehingga perlu dikucilkan dan didiskriminasi, walaupun dari Tahun 2006 sampai saat ini upaya – upaya pencegahan melalui sosialisasi terus digalakkan dan ditingkatkan dengan melibatkan peran serta masyarakat rentan tertular HIV dan AIDS dan upaya penanggulangan komprehensif telah dilakukan. 5
Di Indonesia sampai dengan September 2014, terdapat 1.391 layanan Konseling dan Tes HIV (KT), termasuk Tes HIV dan Konseling yang diprakarsai oleh Petugas Kesehatan (TIPK); 448 layanan PDP (Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) yang aktif melakukan pengobatan ARV, terdiri dari 328 RS Rujukan PDP (induk) dan 120 satelit; 87 layanan PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon); 1.180 layanan IMS (Infeksi Menular Seksual); 182 layanan PPIA (Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak) serta 223 layanan yang mampu melalukan layanan TB-HIV. Sampai dengan bulan Maret 2014, jumlah Lapas/Rutan/Bapas yang melaksanakan kegiatan pengendalian HIV-AIDS dan IMS sebagai berikut : 148 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi); 20 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan penjangkauan; 78 Lapas/Rutan/Bapas memiliki Kelompok Dampingan Sebaya (KDS); 45 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan Konseling dan Tes HIV; 148 Lapas/Rutan/Bapas melaksanakan kegiatan koordinasi; 9 Lapas/Rutan/Bapas
melaksanakan
layanan
PTRM
serta
127
Lapas/Rutan/Bapas
melaksanakan kegiatan rujukan HIV-AIDS (http://spiritia.or.id/). Adapun jumlah ODHA yang sedang mendapatkan pengobatan ARV sampai dengan bulan September 2014 sebanyak 45.631 orang. Pemakaian rejimennya adalah 97,03% (44.275 orang) menggunakan Lini 1 dan 2,97% (1.356 orang) menggunakan Lini 2.
Dalam Buku Laporan Estimasi Populasi Rawan Tertular HIV 2012, Depkes – KPA disebutkan bahwa Proporsi Estimasi Populasi Kunci di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 adalah sebagai berikut : Diagram 1 Proporsi Estimasi Populasi Kunci di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
Adapun Proporsi Estimasi Orang Dengan HIV di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 dapat dilihat pada diagram berikut ini : Diagram 2 Proporsi Estimasi Orang Dengan HIV di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
6
Kasus HIV dan AIDS di Provinsi Jawa Tengah Kumulatif Tahun 1993 S/D 31 Desember 2014 terdapat 10.804 kasus HIV dan AIDS dengan perincian HIV
: 5.871 kasus,
AIDS : 4.933 dan yang meninggal : 1.192 orang. Hal ini dapat diketahui dari diagram berikut ini : Diagram 3 Jumlah Kasus HIV dan AIDS Di Jawa Tengah Tahun 1993 – 31 Desember 2014
7
Diagram 4 Kasus Kumulatif HIV dan AIDS Yang Dilaporkan 20 Besar Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah 1993 s/d 31 Desember 2014
Gambar 1 Kasus Kumulatif HIV dan AIDS Yang dilaporkan Di Jawa Tengah 1993 s/d 31 Desember 2014
8
Diagram 5 Distribusi Kasus AIDS Menurut Jenis Kelamin Di Jawa Tengah 1993 s/d 31 Desember 2014
Diagram 6 Distribusi Kasus AIDS Menurut Kelompok Umur Di Jawa Tengah 1993 s/d 31 Desember 2014
Diagram 7 Faktor Risiko Penularan Kasus AIDS Di Jawa Tengah 1993 s/d 31 Desember 2014
9
Diagram 8 Distribusi Kasus AIDS Menurut Jenis Pekerjaan Di Jawa Tengah Tahun 1993 s/d 31 Desember 2014
Gambar 2 Rumah sakit yang melayani ODHA dan ARV di Provinsi Jawa Tengah
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014 Terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2006 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional mengamanatkan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional untuk memimpin upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia secara intensif, sistematis, dan terkoordinasi. Hal ini menandai terjadinya intensifikasi penanggulangan AIDS. Selain itu terdapat Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIV/AIDS di Daerah. Dalam upaya pencapaian tujuan dengan adanya dukungan peraturan yang mendukung program Penanggulangan HIV/AIDS dari Tingkat Nasional sampai Kabupaten/Kota, 10
berdasarkan Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/144/1/2006 Tanggal 8 Juni 2006 Tentang Pembentukan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS dan Sekretariat KPA, maka Pemerintah Kota Surakarta membentuk
KPA dan menetapkan Kelompok Kerja untuk
memperlancar pelaksanaan tugas – tugas Penanggulangan sejak tahun 2006 sampai sekarang. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pokok KPA Kota Surakarta, telah menyusun Rencana Strategis lima tahunan ( 2007 – 2011 ) dan ( 2011 – 2015 ) yang dikembangkan atas arahan kebijakan RPJMD dan Penanggulangan HIV dan AIDS secara komprehensif, terpadu dan berkesinambungan dari semua sektor. Dalam rangka mengatasi epidemi HIV dan AIDS, Pemerintah Kota Surakarta telah melakukan pembenahan di berbagai bidang khususnya alokasi dukungan anggaran di bagian layanan kesehatan dan kesejahteraan sosial. Komitmen kuat semua unsur sangat dibutuhkan untuk memberikan penyadaran
bahwa epidemi HIV dan AIDS adalah tanggungjawab
bersama Pemerintah dan Masyarakat untuk bahu membahu menekan penyebaran HIV dan AIDS. Berdasarkan Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/98/1/2012 Tanggal 20 November 2012 Tentang Pembentukan Komisi, Kelompok Kerja dan Sekretariat Penanggulangan AIDS, Kota Surakarta telah membentuk Komisi, POKJA dan Sekretariat KPA Kota Surakarta yang dalam operasional pelaksanaan kerja Penanggulangan HIV dan AIDS mengoptimalkan 6 kelompok kerja (POKJA). Adapun POKJA – POKJA tersebut adalah : 1. POKJA Pencegahan dan Penjangkauan 2. POKJA Layanan Kesehatan dan Care Support and Treatment (CST) 3. POKJA Penguatan Manajemen 4. POKJA Harm Reduction ( Penggurangan Dampak Buruk Penggunaan Jarum Suntik ) 5. POKJA Pemberdayaan 6. POKJA PMTS 7. POKJA MONEV Pemerintah Kota Surakarta telah menerbitkan Surat Edaran Sekretariat Daerah Kota Surakarta Nomor 910/10 Perihal Persiapan Pelaksanaan Dana Pembangunan Kelurahan Tahun 2013 yang mengamanatkan alokasi 5% dari Dana Pembangunan Kelurahan di masingmasing Kelurahan untuk kegiatan yang bertujuan menanggulangi HIV/AIDS oleh Warga Peduli AIDS dan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome. Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan Monitoring dan Evaluasi Rencana Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta Tahun 2011 - 2015.
11
B. Maksud dan Tujuan 1. Mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh Anggota KPA yanng terdiri dari SKPD, LSM, Masyarakat Peduli AIDS ( WPA ) dalam upaya mendorong tercapainya Visi “Solo Bebas HIV dan AIDS Tahun 2015”. 2. Mengetahui perkembangan program Penanggulangan HIV dan AIDS yang dilakukan di Kota Surakarta. 3. Memantau kasus HIV dan AIDS di Surakarta untuk menentukan arah kebijakan Pemerintah Kota.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. HIV/AIDS 1. Pengertian HIV/AIDS AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan, immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang merusak sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain karena sistem kekebalan tubuhnya menurun terus secara drastis. Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah Human Immune-deficiency Virus (HIV). Dewasa ini dikenal dengan juga 2 tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Sebagian besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan infeksi oleh HIV-2 didapatkan di Afrika Barat. Infeksi HIV-1 memberi gambaran klinis yang hampir sama. Hanya infeksi HIV-1 lebih mudah ditularkan dan masa sejak mulai infeksi (masuknya virus ke tubuh) sampai timbulnya penyakit lebih pendek. Virus HIV ini ditemukan pada cairan tubuh yang mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma, cairan sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu, dan cairan otak. (Demartoto, 2010a) AIDS yang disebabkan oleh virus HIV ini adalah bagian dari keluarga atau kelompok virus yang disebut lentivirus. Lentivirus seperti HIV ditemukan dalam lingkup luas primata non-manusia. Virus HIV bekerja secara terus menerusmemperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan menghancurkan kelompok-kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T-helper. Normalnya sel T-helper ini (juga disebut sel T4) memainkan suatu peranan penting pada pencegahan infeksi dan berguna untuk menjaga kekebalan tubuh. HIV tidak hanya menyerang sistem kekebalan tubuh, tetapi virus ini juga merusak otak dan sistem saraf pusat.
2. Sejarah dan Perkembangan HIV/AIDS Kasus AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1959 yaitu ditemukan pada seorang meninggal dunia (di Kongo, Afrika) karena penyakit yang belum terindentifikasi. Beberapa tahun kemudian, analisis terhadap contoh darah orang tersebut dianggap sebagai kasus pertama infeksi HIV di dunia. Pada tahun 1981, para dokter (di Los Angeles, California dan New York) melaporkan adanya kasus Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP) dan sejenis kanker yang jarang terjadi yaitu Sarkoma Kaposi yang menjangkiti para pasien pria gay. Kemudian The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat 13
menyebarluaskan temuan ini, dan kumpulan gejala penyakit ini disebut sebagai GRID (Gay Related Immune Deficiency) yaitu menurunnya kekebalan tubuh yang terjadi akibat homoseksual di antara gay. Namun pada tahun 1982, sindrom ini dicari kaitannya dengan kondisi darah dan kemudian teridentifikasi bahwa hal ini tidak hanya terjadi pada kalangan pria gay tapi juga pada perempuan, laki-laki heteroseksual, pecandu narkotika, penderita hemofilia,penerima tranfusi darah, dan bahkan bayi. Oleh karena itu, sindrom ini akhirnya direvisi namanya menjadi AcquiredImmune Deficiency Syndrome (AIDS). (Demartoto, 2010a)
3. Gejala-gejala HIV/AIDS Kebanyakan orang yang sudah tertular HIV tidak mengetahui bahwa dirinya sudah terserang virus berbahaya itu. Baru beberapa minggu sesudah itu, orang terinfeksi sering kali menderita penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Selain itu, penderita juga sering merasa tidak sehat meski dari luar tampak sehat. Keadaan penderita yang terinfeksi ini biasa disebut dengan sindrom HIV akut. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam beberapa minggu. Dalam waktu 3-6 bulan kemudian, tes serologi baru akan positif karena telah terbentuk antibodi. Masa 3-6 bulan ini disebut window periode, dimana penderita dapat menularkan namun secara laboratorium hasil tes HIV-nya masih negatif. Setelah melalui infeksi primer, penderita akan masuk ke dalam masa tanpa gejala. Pada masa ini virus terus berkembang biak secara progresif di kelenjar limfe. Masa ini berlangsung cukup panjang yaitu 5-10 tahun. Setelah masa ini pasien akan masuk ke fase full blown AIDS. Sebenarnya gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Namun begitu, beberapa gejala umum yang terjadi adalah : a. Rasa lelah yang berkepanjangan. b. Sering terserang demam dengan suhu lebih dari 38 derajat celcius disertai keringat pada malam hari tanpa sebab yang jelas. c. Berat badan menurun secara mencolok. d. Pembesaran kelenjar di leher, ketiak, lipatan paha tanpa sebab yang jelas. e. Bercak merah kebiruan di kulit seperti terkena kanker kulit. f. Terus-menerus terkena diare tanpa sebab yang jelas. g. Ada bercak putih atau luka di mulut. Walaupun sudah muncul gejala-gejala penyakit, belum tentu seseorang yang mengalaminya sudah terserang HIV/AIDS sebab gejala-gejala itu juga dijumpai pada penyakit-penyakit lain. Jalan satu-satunya untuk mengetahui sudah tertular HIV/AIDS adalah dengan cara pemeriksaan darah. (Mundiharno, 1997 : 9-10). 14
4. Penularan HIV/AIDS HIV sebenarnya tidak mudah menular dibandingkan dengan virus dari penyakit lainnya seperti virus influenza. Virus HIV ini hanya terdapat dalam darah, air mani, air liur, air kemih, cairan vagina, dan air susu ibu. Walaupun HIV/AIDS adalah penyakit yang sangat berbahaya, tetapi hanya ada tiga cara penularannya yaitu : a. Melalui hubungan seksual, baik heteroseks maupun homoseks tanpa pelindung dengan pasangan terinfeksi HIV. Risiko akan bertambah besar apabila ada penyakit kelamin lainnya yang diderita pasangan. Risiko penularan dari pihak pria kepada wanita lebih besar daripada sebaliknya. b. Melalui darah yaitu dengan menjalani tranfusi darah yang mengandung HIV atau melalui alat suntik atau alat tusuk lainnya seperti alat tusuk akupuntur, alat tusuk tato, alat tindik yang dipakai secara bersama-sama atau bekas dipakai oleh pengidap HIV. Paparan terhadap darah yang terinfeksi HIV dapat terjadi sebagai akibat darah yang ditranfusikan tidak disterilkan terlebih dahulu melalui penggunaan alat-alat suntik dan jarum suntik yang tidak disuci-hamakan, misalnya oleh pemakai obat suntikan intravena atau yang lain. c. Dan ibu hamil yang mengidap HIV ke anak yang dikandungnya, sebelum, selama, atau beberapa saat setelah melahirkan (penularan perinatal). Tidak ada bukti penularan HIV melalui cara lain, misalnya melalui saluran pernapasan atau pencernaan. Juga tidak melalui hubungan sosial biasa dalam ruang lingkup apapun, apakah di rumah, di sekolah, tempat kerja, ataupun penjara. HIV juga tidak ditularkan melalui gigitan nyamuk, makanan, air kakus, kolam renang, menggunakan bersama-sama alat-alat makan dan minum atau obyek lain seperti pakaian bekas dan telepon. Berciuman belum menunjukkan risiko penularan. Meskipun belum ada bukti, secara teoritis ada risiko penularan HIV jika melakukan cium basah (cium lidah). (Mundiharno, 1997 : 10).
B. Teori Sistem Secara umum para ahli teori organisasi melihat organisasi dari 2 sudut pandang, yaitu: 1. Sudut pandang yang melihat suatu organisasi sebagai satu kesatuan unit yang memiliki suatu tujuan, seperti yang dianut oleh para ahli teori klasik dan neo-klasik, sering juga disebut dengan pendekatan goalistic. Pendekatan ini memusatkan perhatian pada pembagian kerja dalam pencapaian tujuan organisasi, pada prosedur kerja yang ditetapkan untuk mencapai tujuan itu, dan sebagainya. Analisisnya sangat ditandai oleh analisis alat-tujuan, serta penempatan rasionalitas yang mendasari bekerjanya berbagai aktivitas dalam organisasi. Pendekatan ini 15
mempunyai
kelemahan yang berkaitan dengan hubungan saling pengaruh antar elemen dalam organisasi, hubungan antara organisasi dengan lingkungan sekitarnya. 2. Pendekatan yang lebih melihat hubungan antar elemen, baik yang ada di dalam organisasi, maupun dengan lingkungan sekitarnya yang tersusun dari elemenelemen yang saling berhubungan. Oleh karena itu pendekatan ini sering dikatakan sebagai pendekatan yang sistematik. Pendekatan sistemik menaruh perhatian pada organisasi yang mempunyai tujuan sebagai suatu sistem yang komplek, bahkan sistem kehidupan (living system) yang terdiri dari elemen-elemen yang saling terjadi hubungan dan proses yang terjadi dalam hubungan tersebut. Pendekatan ini memungkinkan para ahli melihat organisasi secara menyeluruh, baik hubungan antar elemen dalam organisasi maupun hubungan antara organisasi dengan lingkungan sekitarnya. Apabila ada yang hilang atau tidak berfungsi akan mengganggu sistem itu sebagai keseluruhan. Sistem pada dasarnya memiliki beberapa karakteristik umum sebagai berikut: 1. Bagian dari sistem bersifat dinamis, berinteraksi satu sama lain, saling berhubungan, dan saling tergantung satu sama lain. 2. Suatu sistem dapat tersusun dari beberapa sub sistem, sub sistem dapat tersusun dari beberapa sub-sub sistem yang secara keseluruhan harus dilihat sebagai bagian dari sistem. 3. Setiap sistem memiliki tujuan proses, norma, perangkat peran, struktur sendiri, dan pola-pola tertentu. 4. Sistem pada dasarnya bersifat terbuka (open system) dengan ciri adanya masukan energi, keluaran, proses di dalam sistem, masukan informasi, umpan balik negatif dan sebagainya. Melihat organisasi sebagai suatu sistem, didalamnya terdapat minimal 3 sub sistem, yaitu: 1. Sub sistem teknis yang menunjuk pada aspek formal. Sistem teknis terdiri dari aturan diberlakukan, distribusi wewenang dan tanggung jawab dilakukan, jenjang hirarki atas tugas-tugas disusun. 2. Sub sistem sosial menunjuk pada aspek non formal. Sistem sosial terjadi karena terjadinya saling berinteraksi para karyawan, baik sejajar atau lintas hirarki, membentuk kelompok sosial yang sifatnya spontan. Kelompok sosial ini memiliki tujuan, peran, struktur maupun normanya sendiri. 3. Sub sistem kekuasaan menunjuk pada aspek non formal. Sub sistem kekuasaan terjadi karena tingkah laku orang dalam organisasi yang sangat bervariasi, ada yang lebih kuasa dari yang lain, ada yang mempunyai pengaruh lebih luas sehingga terjadi deferensiasi kekuasaan yang berdasar pada besar kecilnya
16
kekuasaan yang dimiliki dalam organisasi dan menciptakan struktur kekuasaan dalam organsiasi. Pada kenyataannya, ketiga sub sistem tersebut tidak dapat saling dipisahkan dan saling mempengaruhi, saling tergantung, sub sistem yang satu menjadi lingkungan sub sistem lainnya,
dan menjadi bagian dari sistem yang lebih besar,
organisasi, masyarakat. Kondisi ini menghasilkan interaksi antar sub sistem maupun antar sistem dan terbentuk pula perilaku organisasi sebagai refleksi dari hasil pengaruh sub sistem dan sistem yang berbeda. Konsekuensinya, organisasi selalu mengalami pergeseran dari rancangan awalnya sebagai akibat dari bekerjanya sub sistem maupun sistem yang ada. Organisasi selalu menanggapi perubahan sutuasi yang terjadi dengan menciptakan keseimbangan yang dinamis. Perkembangan dalam masyarakat sejalan dengan kemajuan teknologi adalah berkembangnya organisasi sebagai entitas yang kompleks. Organisasi yang demikian ditandai dengan sejumlah ciri, antara lain: 1. Berskala besar 2. Memiliki berbagai tujuan 3. Teknologi canggih 4. Menggunakan banyak sumber daya manusia yang tersebar dalam suatu wilayah yang luas sehingga tidak selalu dapat melakukan interaksi temu muka 5. Mempunyai tingkat spesialisasi yang tinggi 6. Memiliki latar belakang, persepsi, kepercayaan, sikap yang berbeda. Kompleksitas organisasi dipengaruhi lingkungannya yang juga selalu berubah dengan cepat sehingga merupakan suatu sistem yang tidak dipahami hanya dari memahami ukuran, fungsi, maupun strukturnya secara terpisah. Berkembangnya teori sistem karena apresiasi fungsi organisasi dan bagaimana memahami organisasi berinteraksi dengan lingkungannya karena organisasi merupakan suatu susunan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu sehingga organisasi tersusun atas berbagai komponen yang terintegrasi dan masing-masing komponen melakukan aktivitasnya sendiri. Menurut teori sistem, suatu sistem dapat dibagi 2 yaitu: 1. Sistem tertutup (closed system), merupakan suatu sistem yang beroperasi tanpa pengaruh lingkungan, contohnya pandangan para ahli teori klasik yang memusatkan perhatiannya pada struktur formal dan peranan dari struktur formal. 2. Sistem terbuka (open system), melihat adanya pengaruh timbal balik antara organisasi dengan lingkungannya dan menempatkan lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh dan dipengaruhi oleh organisasi. Para ahli dari teori sistem/neostrukturalis mengembangkan berbagai model,
17
diantaranya oleh Tavistock, Homans, “overlapping group” dari Likert, “overlapping role-set” oleh Kahn yang mengkaji hubungan dan interaksi antara organisasi dengan lingkungan. Model-model tersebut secara garis besar menghasilkan beberapa penjelasan sebagai berikut : 1. Perubahan pada suatu bagian dari sistem atau subsistem akan selalu membawa pengaruh terhadap bagian atau subsistem yang lain dari sistem tersebut. 2. Organisasi merupakan suatu sistem yang terbuka yang terdapat mekanisme masukan proses keluaran berlangsung dan itu berarti terdapat mekanisme terhadap lingkungan. Suatu jaringan kerja dari kegiatan interaksi dan perasaan dari orang-orang dalam organisasi terbentuk oleh karena bekerjanya sistem internal maupun sistem eksternal. Kelompok-kelompok dalam organisasi saling tumpang tindih dan berkait satu sama lain melalui hubungan antar individu. Terdapat perangkat peran yang saling tumpang tindih dan saling kait mengkait, setiap individu memainkan peran masing-masing sesuai dengan yang diharapkan dari masing-masing orang. Prinsip-prinsip organisasi diikuti lebih patuh pada industri-industri dengan teknologi yang stabil dibanding dalam industri dengan teknologi yang dinamis Masing-masing bagian dari organisasi bersifat fungsional, bekerja dengan dan bereaksi terhadap suatu bagian tertentu saja dari lingkungan yang berbeda dan bagian yang lain dari organisasi. Model yang dikembangkan di atas menunjukkan bahwa organisasi merupakan suatu sistem yang komplek. Organisasi menerima masukan dari lingkungan dan kemudian menstransformasikannya menjadi keluaran untuk kembali disodorkan kepada lingkungan. Proses ini berulang atau melingkar (recycling process) yang tiada henti. Pendekatan sistem memberikan sumbangan yang besar dalam evolusi perkembangan teori organisasi modern yang dikenal dengan teori sistem umum (General System Theory). Pada prinsipnya General System Theory menggunakan sistem sebagai dasar memahami fenomena organisasi, yaitu fungsi dan saling interaksi antara organisasi dengan lingkungannya. Beberapa ciri inti dari General System Theory ini antara lain bahwa organisasi sebagai suatu sistem memiliki bagian-bagian: 1. Individu dalam organisasi Adanya individu/orang dalam organisasi menyebabkan organisasi dapat beraktivtas. Individu mempunyai latar belakang, sikap, motivasi yang berlainan dan bersamasama, saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Individu dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungannya. 2. Setiap organisasi selalu tersusun berdasarkan prinsip, peraturan, dan prosedur tertentu untuk dapat menjalankan fungsinya secara baik dan ini berkaitan dengan formalisasi organisasi.
18
3. Interaksi sosial antar individu dalam organisasi menghasilkan berbagai bentuk hubungan sosial yang tidak selalu formal sifatnya. Perilaku sosial yang spontan ini kemudian memiliki pola tertentu sehingga memunculkan kelompok informal dalam organisasi untuk memenuhi kebutuhan sosialnya yang tidak dapat dipenuhi oleh organisasi. 4. Setiap organisasi memiliki sistem hirarki/sistem berjenjang yang membentuk piramida yang dapat menunjukkan posisi sosial individu dalam organisasi dan meberikan peran dan status tertentu. 5. Situasi lingkungan aktivitas organisasi dapat terdiri dari berbagai macam, misalnya lingkungan fisik yang memberikan pengaruh besar pada keterampilan, motivasi, persepsi, prestasi dan kepuasan kerja. 6. Sebagai suatu sistem, bagian-bagian dan organisasi saling berhubungan satu sama lain. Antara satu bagian dengan bagian lain dari sistem itu saling tergantung, masingmasing memiliki tugas yang khusus, terspesialisasi dan berlainan. Terdapat pembagian kerja yang terintegrasi di antara bagian-bagian dari suatu organisasi sebagai suatu sistem. Sistem ini menunjukkan adanya hubungan antar bagian dalam sistem. 7. Bekerjanya masing-masing bagian dan saling hubungan antar bagian dalam organisasi itu menunjuk pada suatu proses yang saling berkaitan (linking processes). 8. Setiap sistem senantiasa memiliki tujuan tertentu, demikian juga organisasi sebagai sistem juga memiliki tujuan tertentu. Oleh karena adanya upaya pencapaian tujuan ini maka setiap organisasi selalu terdapat interaksi, kestabilan, kemampuan beradaptasi, dan berkembang. Teori ini juga melihat arti penting dari pengawasan atau kontrol sebagai mekanisme untuk menciptakan keseimbangan dari organisasi. Pelaksanaan dari fungsi pengawasan atau kontrol ini nampak secara jelas dalam konsep cybernetics, yang menekankan aspek pengawasan atau kontrol dari suatu sistem melalui penggunaan umpan balik dari lingkungan sistem itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas maka unsurunsur dalam sebuah sistem adalah : 1. Input Input ini merupakan subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya sebuah sistem seperti sistem atau Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, maka masukannya berupa potensi anggota Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, seperti :
sumber daya manusia, sarana dan prasarana, anggaran
(dana) dan lain sebagainya. 2. Proses Proses adalah berbagai kegiatan dalam Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta. Kegiatan yang berfungsi untuk mengubah sebuah masukan untuk 19
menjadikan sebuah hasil yang diharapkan dari sistem tersebut, sebagaimana contoh dalam sistem atau Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, maka yang dimaksud dengan proses adalah berbagai program dan kegiatan dalam Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta. 3. Output Output merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah proses, dalam sistem atau Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta hasilnya dapat berupa luaran program dan kegiatan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta yang berkualitas, efektif dan efisien serta dapat dijangkau oleh seluruh anggota Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta khususnya dan masyarakat pada umumnya, sehingga anggota Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, terampil, cerdas, inovatif, berkarakter serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam mencegah, menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah kesejahteraan sosial, khususnya generasi muda. 4. Dampak Akibat yang dihasilkan dari sebuah hasil dari sistem disebut dampak, yang terjadi relatif lama waktunya. Setelah hasil tercapai, maka dampaknya akan menjadikan anggota Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta yang berkualitas, terampil, cerdas, inovatif, berkarakter serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam mencegah, menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah kesejahteraan sosial, khususnya generasi muda 5. Umpan balik Umpan balik merupakan suatu hasil yang sekaligus menjadikan masukan dan ini terjadi dari sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Umpan balik dalam sistem atau Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta dapat berupa kualitas anggota Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta yang juga dapat menjadikan input yang selalu meningkat (Azwar, 2010)
20
BAB III METODE MONEV
A. Lokasi Monev Monev ini dilakukan di Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta yang terdiri dari 7 Kelompok Kerja (POKJA) yaitu : POKJA Pencegahan dan Penjangkauan; POKJA Layanan Kesehatan dan Care Support and Treatment (CST); POKJA Penguatan Manajemen; POKJA Harm Reduction ( Penggurangan Dampak Buruk Penggunaan Jarum Suntik ); POKJA Pemberdayaan; POKJA PMTS dan POKJA MONEV. B. Jenis Monev Monev ini menggunakan metode evaluasi berupa On-going evaluation. Menurut Cernea dan Tepping (1977) On-going evaluation adalah evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan itu masih/sedang dilaksanakan, yang dimaksudkan untuk mengetahui ada/tidaknya penyimpangan pelaksanaan kegiatan dibanding program atau rencana yang telah ditetapkan; sekaligus (jika ditemukan penyimpangan) segera merumuskan langkah-langkah pengamanan untuk mengantisipasinya. Dengan demikian, penyimpangan yang terjadi tidak terlalu besar, dan segera dapat diluruskan sesuai dengan yang direncanakan, demi tercapainya tujuan kegiatan seperti yang direncanakan, baik kuantitatif maupun kualitatif, pada waktu yang ditetapkan (Mardikanto, 2011 : 44). Dalam hal ini tim monev mengkaji serta mengevaluasi input, proses dan output dari pelaksanaan Rencana Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta Tahun 2011 – 2015 . C. Jenis dan Sumber Data Data diperoleh melalui sumber data primer dan sumber data sekunder. Yang dimaksud dengan data primer dalam monev ini adalah data yang diperoleh langsung dari sumber atau informannya, yakni: Pengurus dan anggota Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, SKPD terkait dan masyarakat. Data sekunder berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan dengan monev dan data monografi. D. Teknik Pengambilan Sampel Dalam monev ini jumlah sampel tidak menjadi titik perhatian yang penting karena teknik sampling yang digunakan dalam monev ini adalah secara total sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan menggunakan seluruh sampel yaitu Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta.
21
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam monev ini adalah observasi, indepth interview, dokumentasi dan Focus Group Discussion (FGD) 1. Observasi ini dilakukan secara langsung di lapangan dengan melihat keberadaan organisasi Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, fasilitas Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, sarana dan prasarana pendukung Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta. 2. Indepth Interview, yaitu wawancara dengan menggunakan petunjuk wawancara untuk mendapatkan informasi yang mendalam dengan cara berwawancara bebas, dan bertanya langsung kepada informan. Wawancara dengan menggunakan teknik tersebut dilakukan secara terbuka dan bebas sehingga informan tidak merasa takut dalam menyatakan pendapatnya. Wawancara dilakukan dalam suasana yang bebas, luwes dan lebih menekankan pada suasana yang akrab. Teknik wawancara tersebut mampu mengorek dan menangkap kejujuran informasi berkaitan dengan persepsi, sikap, dan perasaan mereka yang sebenarnya. 3. Focus Group Discussion (FGD) dengan para stake holders terkait dengan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta yaitu Pengurus dan anggota Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, SKPD terkait dan Masyarakat di Kota Surakarta. 4. Dokumentasi, yaitu cara untuk memperoleh data melalui dokumen Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, data monografi dan data-data sekunder lainnya.
F. Validitas Data Validitas data digunakan untuk membuktikan bahwa apa yang diamati sesuai dengan apa yang ada dalam dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia kenyataan memang benar sesuai dengan yang sebenarnya terjadi. Dalam monev ini, validitas data dilakukan dengan cara triangulasi, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau perbandingan terhadap data itu. Menurut Patton ada 4 macam triangulasi, yaitu: triangulasi sumber; triangulasi metode; triangulasi teori; triangulasi penyidik (Sutopo, 2002:78-79; Moleong, 2004). Dalam monev ini yang digunakan adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber dimaksudkan untuk memperoleh derajat kepercayaan yang lebih tinggi dengan cara 22
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber informasi yang berbeda. Prosedur ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut. 1. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dilakukan secara pribadi. 2. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dengan menggunakan metode triangulasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin validitas hasil monev. G. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif. Data yang terkumpul diklasifikasikan, dianalisis, dideskripsikan secara kualitatif dan bila diperlukan juga dilengkapi dengan pengungkapan secara kuantitatif. Teknik analisis data yang digunakan dalam monev ini adalah model analisis interaktif (Interactive Model of Analysis) yang memiliki tiga komponen yakni data reduksi, data display, dan conclution drawing (Sutopo, 2002 ).
23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kota Surakarta Gambaran Umum Kota Surakarta ini disusun berdasarkan pada data statistik Kota Surakarta Dalam Angka Tahun 2013. 1. Letak Geografis dan Adi minis tratif Kota Surakarta Secara geografis wilayah Kota Surakarta tergolong sebagai wilayah yang strategis. Letak strategis Kota Surakarta karena wilayahnya berada di dataran rendah yang merupakan pertemuan beberapa gunung disekitarnya yaitu Gunung Lawu di bagian Timur dan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu di bagian Barat. Keberadaan wilayah Kota S u r a k a r t a di dataran rendah dan berada diantara pegunungan tersebut menjadikan melimpahnya sumber air. Terdapat beberapa sungai yang mengalir di wilayah Kota Surakarta ya i t u Sungai Pepe, Anyar dan Jenes yang kesemuanya bermuara di Sungai Bengawan Solo sebagai kebanggaan warga Kota Surakarta. Kota Surakarta terletak di daerah Provinsi Jawa Tengah bagian Selatan dan merupakan penghubung antara Daerah Provinsi Jawa Tengah bagian Timur dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administratif
batas
Kota
Surakarta
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar; sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo; sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan K a b u p a t e n Karanganyar. Luas wilayah Kota Surakarta mencapai 44,06 km2 yang terbagi dalam lima Kecamatan (Kecamatan Laweyan. Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Jebres dan Kecamatan Banjarsari) dan 51 Kelurahan. Pada tahun 2013 j u m l a h RW t ercat at sebanyak 601 dan j u m l a h RT sebanyak 2.708. Dengan j u m l a h Kepala Keluarga (KK) sebesar 151.817 KK, maka rata-rata j u m l a h KK s e t i a p RT berkisar sebesar 56 KK setiap RT. Sebagian besar pcnduduk S u r a k a r t a berada di Kecamatan Banjarsari, karena Kecamatan Banjarsari merupakan Kecamatan yang palin g luas (1,48 1.10 meter persegi) dan m e m i l i k i jumlah Kelurahan paling banyak (terdapat 13), RW (terdapat 175), serta RT (terdapat 874). Letak geografis Kota S u r a k ar t a yang st rategis , y a i t u berada di tengah-tengah daerah pendukung sekitarnya, serta Kota Surakarta sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan daerah sekitarnya telah menjadikan Kota Surakarta tumbuh menjadi perkotaan yang dinamis. Pertumbuhan kota yang semakin melaju menyisakan persoalan perkotaan yang semakin kompleks bagi Kota Surakarta, seperti permasalahan kesehatan (HIV/AIDS), lingkungan, kependudukan, tata ruang kota. transportasi, kriminalitas, dinamika penduduk, serta permasalahan-permasalahan sosial lainnya. Hal itulah juga menjadikan Kota Surakarta l ebih dinamis dan mengalami perubahan yang 24
cepat jika dibandingkan daerah-daerah l ai n disekitarnya. 2. Komposisi Penduduk Kota Surakarta Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi nasional (SUSENAS) Tahun 2013 Penduduk Kota Surakarta mencapai 507.825 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 94,69 yang artinya bahwa pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 95 peduduk laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk kota Surakarta pada tahun 2013 mencapai 13.331 jiwa/km2. Tahun 2013 Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di kecamatan Serengan yang mencapai angka 19.109. Dengan tingkat kepadata yang tinggi akan berdampak pada masalah-masalah sosial seperti perumahan, kesehatan dan juga tingkat kriminalitas. Berdasarkan data Kota Surakarta Dalam Angka Tahun 2013 bahwa perbandingan rasio penduduk laki-laki dan perempuan peningkatannya sangat kecil sekali yaitu tidak mencapai 1 %. Kota Surakarta berada di lokasi yang strategis, memiliki potensi ekonomi dan budaya yang l eb i h jika dibandingkan daerah-daerah sekitarnya, sehingga sering kali menjadi daya t a r i k bagi warga luar Kota Surakarta. Jumlah pmduduk berdasarkan data statistik tersebut dan berdasarkan fakta di lapangan mungkin sekali jauh berbeda karena banyaknya pendatang, b a i k pendatang yang tinggal menetap maupun pendatang yang hanya berkunjung ke Surakarta untuk bekerja maupun berwisata. Mengingat bahwa Kota Surakarta sebagai kota tujuan wisatawan.
3. Mata Pencaharian Penduduk Kola Surakarta Pada tahun 2013 kunjungan wisatawan ke obyek-obyek wisata di Surakarta mulai mengalami penurunan setelah tahun 2012 seiring dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan domestic dan mancanegara. Hal ini menjadi dorongan bagi Pemerintah Kota Surakarta untuk terus meningkatkan upaya-upaya mengadakan event-event yang bertaraf internasional, seperti: Solo Batik Carnival, Solo International Ethnic Music (SIEM) Festival, Solo Kota Difabel Internasional dan sebagainya. Perekonomian Kota Surakarta bertumpu pada potensi perdagangan, jasa, pendidikan, pariwisata dan olahraga. Tahun 2013 ju m l ah kunjungan wisatawan tercatat sebanyak 2.043.520
wisatawan Nusantara (wisnus) dan
30.500 wisatawan
mancanegara (wisman) sedangkan tahun 2012 tercatat sebanyak 2.097.125 wisnus dan 35.797 wisman. Pada tahun 2013 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta sebesar 298,4 milyar jumlah tersebut meningkat dari 231,6 milyar pada tahun 2012. Surakarta sebagai kota budaya yang bertumpu pada potensi perdagangan, jasa, pendidikan, pariwisata dan olahraga, tidak mengherankan apabila mata pencaharian penduduk di Kota Surakarta sebagian besar berada di sektor perdagangan dan jasa. Pada tahun 2013 penduduk laki-laki Surakarta yang berumur 15 tahun ke atas yang bekerja jumlahnya l eb ih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan. 25
Jumlah penduduk l ak i -l ak i yang bekerja sebanyak 147.983 yang tersebar di sembilan sektor usaha. Mayoritas penduduk Surakarta bekerja di sektor Perdagangan (Perdagangan, Rumah Makan, Akomodasi) berjumlah 84.693 dan sektor Jasa (Pendidikan, Kesehatan, Administrasi Pemerintahan) berjumlah 68.331. Di sektor perdagangan laki-laki tidak mendominasi, jumlah laki-laki yang bekerja di sektor perdagangan hanya mencapai 37.775. Sementara di delapan sektor usaha lainnya didominasi laki-laki, meliputi: sektor pertanian, perikanan: 1.586; sektor pertambangan: 365; sektor industri pengolahan: 30.406; sektor l i s t ri k , gas dan air: 430; sektor konstruksi: 10.701; sektor angkutan. pergudangan, dan komunikasi: 28.648: sektor keuangan 11.479; sektor jasa (pendidikan. kesehatan, ad mi ni st ras i pemerintahan) 26.593. Dominasi pekerjaan laki-laki Surakarta di sektor-sektor usaha tidak hanya pada sektor-sektor yang diidentikkan dengan pekerjaan yang rnengandalkan kekuatan fisik saja, seperti: sektor pertambangan, sektor konstruksi, maupun sektor angkutan, pergudangan dan k o m u n i k a s i . Di sektor keuangan dan industri pengolahan yang identik dengan pekerjaan perempuan pun laki-laki mendominasi. Berdasarkan data tersebut menunjukkan l a k i - l a k i sebagai tulang punggung ekonomi keluarga, l eb i h banyak mendapat tempat di sektor-sektor p u b l i k di Kota Surakarta. Sementara kebutuhan hidup minimum di Surakarta perkembangannya selama empat tahun terakhir mulai dari tahun 2010-2013 semakin meningkat. Pada tahun 2010 Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) mencapai Rp. 835.138,- meningkat menjadi Rp. 1.090.000,- pada tahun 2013. Peningkaian kebutuhan hidup minimum kota t e r s e b u t direspon dengan semakin meningkatnya Upah Minimum Kota (UMK). Upah Minimum Kota (UMK) Surakarta pada tahun 2010 sebesar Rp. 785.000,- menjadi Rp. 1.145.000.pada tahun 2013. Jumlah pencari kerja l ak i -l aki di Surakarta pada tahun 2013 jumlahnya lebih banyak dibandingkan perempuan. Laki-laki yang mencari pekerjaan di Surakarta jumlahnya 4.539, didominasi laki-laki pencari kerja berpendidikan Sarjana (SI) sebanyak 2.300. Pencari kerja laki-laki dibandingkan dengan pencari kerja perempuan berdasarkan tingkat pendidikan Sarjana (SI) jumlahnya lebih kecil 3.279, namun berdasarkan tingkat pendidikan SLTA perbedaannya sangat mencolok. Pencari kerja laki-laki berpendidikan SLTA sebanyak 1.863. Data ini menunjukkan laki-laki berpendidikan SLTA yang ingin bekerja lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Dorongan kemandirian ekonomi laki-laki sebagai bentuk tanggungjawab laki-laki sebagai tulang punggung keluarga secara naluriah oleh laki-laki direspon dengan segera bekerja ketika mendapatkan pendidikan yang cukup. Bekerja sambil meneruskan pendidikan d i p i l i h agar dorongan kemandirian ekonomi tetap terjaga dalam konstruksi laki-laki. Ketika pekerjaan 26
memberikan banyak keuntungan sebagai bentuk kemandirian ekonomi, seperti tidak lagi mengantungkan penuh dari orang tua, pendidikan tidak menjadi penting untuk diperhatikan oleh laki-laki.
4. Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Surakarta Komposisi penduduk Surakarta berdasarkan tingkat pendidikan empat tahun berturut-turut dari tahun 2010 - 2013 menunjukkan penduduk dengan tingkat pendidikan tamat akademi/PT dan tamat SMA semakin bertambah jumlahnya. Pertambahan yang mencolok pada golongan tamatan SMA, dari 125.035 pada tahun 2010 menjadi 160.163 pada tahun 2013. Sedangkan tingkat pendidikan tamat SMP semakin menurun dari tahun 2010 sebanyak 106.847 menjadi 103.045 pada tahun 20 13 . Peningkatan tingkat pendidikan ini menunjukkan secara bertahap penduduk Kota Surakarta telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan dasar wajib 9 tahun. Sementara, tingkat partisipasi pendidikan laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan perempuan. Tingkat partisipasi pendidikan laki-laki umur 7-24 tahun di Surakarta pada tahun 2013 sebesar 27.760 lebih rendah dibandingkan tingkat partisipasi pendidikan perempuan yang mencapai 31.349. Tren naiknya tingkat partisipasi pendidikan laki-laki dalam kurun waktu empat tahun dari tahun 2010 - 2013 pun lebih lambat jika dibandingkan dengan tren naiknya tingkat partisipasi pendidikan perempuan. Pada tahun 2013 jumlah murid yang mengulang ( t i d a k naik kelas dan tidak lulus) dari tingkat pendidikan SD jumlahnya 1.179, SLTP jumlahnya 216, dan SLTA jumlahnya 47 dan murid laki-laki yang putus sekolah dari tingkat pendidikan SD jumlahnya 18, SLTP jumlahnya 119,dan SLTA jumlahnya 13.
5. Fasilitas Kesehatan di Kota Surakarta Jumlah sarana kesehatan di Kota Surakarta pada tahun 2013 tidak mengalami perubahan, hanya ada sedikit peningkatan terhadap jumlah tenaga kesehatan yang ada seperti : dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lainnya. Fasilitas kesehatan di Kota Surakarta juga berperan dalam mencegah penyebaran virus HIV/AIDS sehingga dapat menekan laju penyebaran virus HIV/AIDS tersebut. Kota Surakarta mempunyai berbagai jenis fasilitas kesehatan seperti dalam tabel berikut ini :
27
Tabel 7 Fasilitas Kesehatan Kota Surakarta No. 1. 2.
3.
4.
5.
Jenis Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit Puskesmas Puskesmas DTP Puskesmas TTP Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling Roda 4 Sarana Pelayanan Farmasi Gudang Farmasi 1 1 Apotik 161 161 Toko Obat 21 21 Anggaran Kesehatan bersumber APBD Kota Surakarta APBD Prop. Jateng APBN Tenaga Kesehatan: Dokter Spesialis Dokter Umum Dokter Gigi Perawat Bidan Tenaga farmasi Sanitarian Kesehatan masyarakat Tenaga Gizi
Jumlah 12 buah 4 buah 13 buah 26 buah 17 buah 1 buah 161 buah 21 buah 76.201.330.010 81.252.000 5.193.772.000 154 178 51 2.068 294 310 35 98 8
Sumber: Kota Surakarta Dalam Angka Tahun 2013 Dari seluruh fasilitas kesehatan yang ada di Kota Surakarta yang menyediakan fasilitas Voluntary Counseling and Testing (VCT) ada 2 Rumah Sakit yakni Rumah Sakit Dokter Moewardi (RSDM) dan Rumah Sakit Dr. Oen Surakarta serta 2 Puskesmas yakni Puskesmas Manahan dan Puskesmas Sangkrah. 6. Situasi Epidemi HIV dan AIDS di Kota Surakarta dari Oktober 2005 s.d Maret 2015 Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kota Surakarta dari Oktober 2005 s.d Maret 2015 di Kota Surakarta, terdapat 1565 kasus HIV/AIDS yang terdiri dari HIV 532 kasus dan AIDS 1.033 kasus. Adapun yang meninggal dunia sebanyak 449 orang. Pada umumnya mereka dirawat di rumah sakit Dr Moewardi Kota Surakarta yakni sebanyak 559 kasus dan 60 kasus di rawat di rumah sakit Dr Oen Surakarta. Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kota Surakarta, estimasi ODHA sebanyak 1.565 kasus. Hal ini dapat diketahui pada tabel berikut ini :
28
Tabel 8 Data Kasus HIV-AIDS Surakarta dari Oktober 2005 s/d Maret 2015 Tahun
HIV
AIDS
Jml
Kumulatif
HIV
SOLO & SEKITARNYA
AIDS
Jml
Kumulat if
SURAKARTA
2005
2
2
4
4
1
0
1
1
2006
27
19
46
50
8
5
13
14
2007
23
30
53
103
8
8
16
30
2008
47
47
94
197
22
9
31
61
2009
37
73
110
307
15
20
35
96
2010
60
115
175
482
16
17
33
129
2011
77
123
200
682
15
18
33
162
2012
57
158
215
897
7
18
25
187
2013
84
203
287
1184
19
38
57
244
2014
87
204
291
1475
18
47
65
309
2015
31
59
90
1565
6
10
16
325
Sumber : Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, April 2015 Untuk lebih jelasnya perihal jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Surakarta berdasarkan jenis kelamin, faktor resiko dan pekerjaan dapat dilihat dari diagram 10, diagram 11 dan diagram 12 berikut ini :
Diagram 10 Kasus HIV / AIDS di Kota Surakarta Berdasarkan Jenis Kelamin Oktober 2005 – Maret 2015
29
Diagram 11 Kasus HIV / AIDS di Kota Surakarta Berdasarkan Faktor Resiko Oktober 2005 – Maret 2015
Diagram 12 Kasus HIV / AIDS di Kota Surakarta Berdasarkan Pekerjaan Oktober 2005 – Maret 2015
Adapun
jumlah
ODHA
yang
sedang
mendapat
pengobatan
ARV
di Kota Surakarta kumulatif /Bulan Januari - Maret 2015 dapat diketahui dari diagram berikut ini :
30
Diagram 12 Jumlah ODHA yang sedang mendapat pengobatan ARV di Kota Surakarta kumulatif /Bulan Januari - Maret 2015
Sumber : Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, April 2015
Diagram 13 Pasien Aktif Mengikuti Program Terapi Metadhon Klinik PTRM di Surakarta Bulan Januari – Maret 2015
Terdaftar : Rumah Sakit dr Moewardi : 77; Puskesmas Manahan : 137 B. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Surakarta Komisi Penanggulangan AIDS Nasional yang untuk selanjutnya disingkat KPAN dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2006 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. KPA bertugas untuk mengkoordinir kegiatan- kegiatan
31
yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan pencegahan, penanggulangan sehingga akan terwujud penurunan angka HIV/AIDS.
KPA Kota Surakarta dibentuk sejak tahun 2005 dan berkantor di Kompleks Kantor Balai Kota Surakarta. Sekarang berkantor di Jalan Alun - Alun Utara Surakarta Kode Pos 57113. KPA merupakan lembaga koordinasi dan bukan lembaga sosialisasi bahaya HIV/AIDS. Semua SKPD Kota Surakarta merupakan anggota KPA yang diharapkan dapat mengkomunikasikan dan menginformasikan tentang bahaya HIV/AIDS kepada seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan bidang pelayanan masing-masing SKPD tersebut. Selain itu, yang menjadi anggota KPA bukan hanya seluruh SKPD Kota Surakarta tetapi juga semua institusi dan lembaga yang dianggap berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta. Dalam menjalankan tugasnya, KPA Kota Surakarta berdasar dan berpegang pada Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/28-A/1/2010 Tanggal 22 Maret 2010 Tentang Pembentukan Komisi, Kelompok Kerja (Pokja) Dan Sekretariat Penanggulangan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) Kota Surakarta. Tabel 9 Susunan Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta No Kedudukan dalam Keanggotaan Nama/Jabatan dan Instansi 1. Sekretaris Penuh Waktu Drs. Harsojo Soepodo, MM 2. Pengelola Program Drs. Prawoto Mujiyono 3. Pengelola Administrasi/Keuangan Hariyanti, A.Md Sumber : Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/98/1/2012 Berdasarkan tabel diatas terlihat susunan sekretariat KPA dimana sekretariat ini berkantor setiap hari Senin-Jumat dan menjalankan semua program KPA dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta. Dalam Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/28-A/1/2010 terdapat juga uraian mengenai susunan keanggotaan KPA dan susunan kelompok kerja yang terdiri dari berbagai pihak. Dengan demikian, semua SKPD dan institusi lain yang terkait dengan penanggulangan AIDS telah menjadi anggota KPA dan memiliki tugas dan tanggungjawab sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing. Setiap SKPD dan institusi yang tergabung dalam keanggotaan KPA ini berkoordinasi bersama dan membuat rencana strategis untuk jangka waktu 5 tahun. Seluruh rencana yang dibuat memiliki visi yang sama yaitu untuk menanggulangi HIV/AIDS dalam upaya penurunan angka penularan HIV/AIDS di Kota Surakarta. Dalam prakteknya, setiap SKPD harus memiliki program-program penanggulangan HIV/AIDS yang terkait dengan bidang masing-masing SKPD dimana seluruh anggaran biayanya akan masuk pada APBD Kota Surakarta. Program-program tersebut contohnya adalah pada Dinas Komunikasi dan Informasi membuat baliho, brosur, leaflet, atau penyelenggaraan dialog televisi dan radio tentang bahaya HIV/AIDS. 32
Agar pencegahan dan penanggulangan AIDS di Kota Surakarta lebih efektif maka perlu merubah susunan keanggotaan KPA sebagaimana tercantum
dalam Keputusan
Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/28-A/1/2010 Tentang Pembentukan Komisi, Kelompok Kerja (Pokja) Dan Sekretariat Penanggulangan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) Kota Surakarta. Untuk itu diterbitkan Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/98/1/2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/28-A/1/2010 Tentang Pembentukan Komisi, Kelompok Kerja (Pokja) Dan Sekretariat Penanggulangan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) Kota Surakarta.
1. Dasar Hukum Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta Dalam Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS a. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2006 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. b. Surat Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Tengah Nomor
443.22.36/2009
Tentang Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS Propinsi. c. Surat Keputusan Walikota Surakarta 1) Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/131/2005 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta 2) Surat Keputusan Walikota Surakarta 2006 : 443.2.05/144/1/2006 Tentang Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta 3) Peraturan Walikota Surakarta
Nomor 4-A Tahun 2008 Tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS. 4) Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/10/2009 Tentang Pembentukan ,Komisi, Pokja,
Sekretariat Penanggulangan HIV & AIDS
Kota Surakarta. 5) Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.2.05/28 –A/1/2010 Tentang Perubahan
Surat
Keputusan
Walikota
No:443.2.05/10/2009
Tentang
Pembentukan , Komisi, Pokja , Sekretariat Penanggulangan HIV & AIDS Kota Surakarta. 6) Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor 448.2.05/98/1/22012 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Walikota nomor 443.2.05 /28-A/I/2010 Tentang Pembentukan Komisi , Kelompok Kerja (Pokja) dan Sekretariat Penanggulangan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) Kota Surakarta
2. Dasar Program Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta a. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2006 Tentang Komisi 33
Penanggulangan AIDS Nasional. b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah. c. Peraturan
Menteri
Koordinator
Bidang
Kesejahteraan
Rakyat
Nomor
3/PER/MENKO/KESRA/III tahun 2007 Tetang Susunan, Tugas dan Fungsi Keanggotaan Komisi Penanggulangan AIDS Tahun 2007-2010. d. Peraturan
Menteri
Koordinator
7/PER/MENKO/KESRA/III
tahun
Bidang 2007
Kesejahteraan Tentang
Rakyat
Strategi
Nomor Nasional
Penanggulangan HIV dan AIDS Indonesia Tahun 2007-2010 e. Peraturan
Menteri
Koordinator
Bidang
Kesejahteraan
Rakyat
Nomor
8/PER/MENKO/KESRA/III tahun 2007 Tentang Pedoman Nasional Monitoring dan Pelaporan HIV dan AIDS di Seluruh Indonesia. f. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS.
3. Tugas dan Fungsi Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta a.
Mengkoordinasikan perumusan penyusunan kebijakan , strategi dan langkahlangkah yang diperlukan dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS sesuai kebijakan , strategi, dan pedoman yang ditetapkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.
b. Memimpin , mengelola , mengendalikan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Surakarta. c. Menghimpun , menggerakkan , menyediakan dan memanfaatkan sumber daya berasal dari pusat , daerah, masyarakat, dan bantuan luar negeri secara efektif dan efisien untuk kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS. d. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing instansi yang tergabung dalam keanggotaan Komisi Penangglangan AIDS Kota Surakarta e. Mengadakan kerjasama regional dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS . f. Menyebarluaskan informasi mengenai upaya penanggulangan HIV dan AIDS kepada aparat dan masysrakat. g. Memfasilitasi pelaksanaan tugas-tugas Camat dan Lurah dan Pemerintah Desa / Kelurahan dalam penanggulangan HIV dan AIDS. h. Mendorong terbentuknya LSM / Kelompok Peduli HIV dan AIDS . i. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS serta menyampaikan laporan secara berkala dan berjenjang kepada Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.
34
4. Kewenangan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta a. KPA
secara
berjenjang
merinci
dan
membagi
secara
jelas
kegiatan
penanggulangan HIV dan AIDS yang dilakukan aparat, jajaran kesehatan , serta masyarakat. b. KPA secara berjenjang dan berkesinambungan melakukan sosialisasi kepada seluruh aparat pemerintah daerah , lembaga pendidikan , lembaga swasta , lembaga kemasyarakatan, yang dibentuk oleh masyarakat termasuk lembaga adat , lembaga keagamaan , tokoh adat , tokoh agama dan masyarakat. c. Dalam pelaksanaan Kebijakan , strategi dan langkah-langkah penanggulangan HIV dan AIDS, Bupati/ Walikota menugaskan : 1) Camat
memimpin,
mengkoordinasikan
pelaksanaan
dan
mobilisasi
sumberdaya yang ada di Kecamatan. 2) Kepala Desa / Kelurahan melaksanakan upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Desa. d. Pelaksanaan upaya penanggulangan HIV dan AIDS dibantu oleh lembaga pendidikan , lembaga swasta , lembaga kemasyarakatan, tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat.
5. Program-program KPA Kota Surakarta yang dilakukan antara lain : a. Mengkoordinir semua anggota KPA dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta b. Melaksanakan rapat koordinasi setiap satu bulan sekali dengan semua anggota KPA c. Merekap data dari LSM, klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) dan klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) setiap bulan sekali d. Menyediakan layanan kesehatan bagi korban terinfeksi HIV/AIDS bekerjasama dengan pihak Dinas Kesehatan. Layanan kesehatan yang dimaksud adalah penyediaan klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) di Puskesmas Manahan dan Puskesmas Sangkrah dan penyediaan klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Rumah Sakit Dr.Moewardi dan Rumah Sakit Dr.Oen. Pemeriksaan kesehatan dilakukan pertama di klinik IMS terlebih dahulu, apabila sudah diketahui status HIV/AIDS nya ternyata positif maka dirujuk ke klinik VCT untuk pemeriksaan yang lebih lengkap dan menyeluruh. Semua pemeriksaan ini gratis untuk masyarakat yang berasal dari wilayah Kota Surakarta melalui program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) sedangkan untuk masyarakat diluar Kota Surakarta ada biaya yang harus ditanggung tetapi masih relatif terjangkau.
35
e. Membentuk dan mengarahkan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) yang bertugas untuk menyampaikan informasi tentang bahaya HIV/AIDS yang dilakukan oleh teman-teman sebaya yang berasal dari kelompok profesi sama (peer educator) misalnya seorang WPS (Wanita Pekerja Seks) menjadi peer educator untuk WPS yang lain, seorang gay menjadi peer educator untuk gay yang lain, dan seterusnya. f. Menyelenggarakan training untuk para peer educator yang dilakukan secara berkala. g. Mempersiapkan manajer kasus yang akan memantau secara khusus parakorban yang sudah terbukti positif terkena HIV/AIDS. h. Membuat laporan pertanggungjawaban kepada Walikota di tingkat Daerah dan kepada Gubernur di tingkat Provinsi.
6. Dukungan Pemerintah Dukungan Pemerintah Kota Surakarta dalam penanggulangan HIV/AIDS berupa dana hibah APBD tahun 2010, 2011, 2012 , 2013, 2014 yang dipergunakan untuk : a. Sosialisasi kepada masyarakat dan populasi kunci. b. Pemberian makanan tambahan bagi ODHA c. Pembuatan Media KIE d. Pemeriksaan CD-4 bagi ODHA e. Sarana dan prasarana pendukung lain. f. Pelatihan kader Warga Peduli AIDS (WPA) dan peningkatan pengetahuan bagi pegiat HIV dan AIDS. g. Memfasiltasi kegiatan kawan-kawan LSM dalam pedampingan pada masyarakat dan populasi kunci. h. Menfasilitasi WPA dalam pembuatan perencanaan dan sekaligus rencana tindak lanjutnya. i. Memfasilitasi Pelatihan Peer Educator
di semua populasi kunci dalam
membantu penyebarluasan informasi pada teman sebayanya. j. Memberikan dukungan LSM dalam melaksanakan pendampingan populasi kunci k. Menyusun rencana strategis kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS secara komprehensif dan berkesinambungan . l. Mengkoordinir semua kegiatan yang
terkait pencegahan dan penanggulangan
HIV dan AIDS yang dilakukan semua anggota KPA Kota Surakarta seperti : GOWs (Gabungan Organisasi Wanita Surakarta) (Progres); PKK (TP KK) seSurakarta (Progres); Karang Taruna; FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama); Bhayangkari; Persit Chandra Kirana; AURI; Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) : Pada komunitas Terminal Tirtonadi dan lain-lain. 36
7. Kegiatan, Target dan Capaian Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta 2011-2015 Tabel 10 Kegiatan, Target dan Capaian Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta 2011-2015 No
Kegiatan
Target
Capaian
Keterangan
1.
Distribusi kondom
80.828
78.000 pcs/3
90 %
bln 2.
Layanan Alat Suntik Steril
531 penasun
(LASS) 3.
76 /orang/ 3
15 %
bulan
Kegiatan yang berupa
10 kegiatan
Terlaksana
dukungan , sosialisasi,
dan tercapai
pelatihan dan penguatan sudah
sesuai
berjalan lancar dengan
dengan yang
melibatkan berbagai
diharapkan
100 %
stakeholders dan LSM. 4.
Sosialisasi Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) pada Warga Peduli AIDS (WPA)
51 WPA
51 WPA sudah tersosialisasi LKB - SUFA
Sudah terlaksana pada bulan Okt „14
5.
Penguatan dan pertemuan PE WPS dan LBT .
20 orang
38 Orang sudah menjadi PE
Mereka sepakat untuk mendukung program
6.
Pembuatan media KIE, Tas, Topi, Leaflet
Outlet kondom dan popkun
Sudah tercapai
7.
Supervisi pada WPA 6 Kelurahan
6 institusi
Pucangsawit , Tegalharjo, Kerten, Jajar .
8.
Persiapan penyusunan Perwali 2015
Mei 2015
Progres
lanjut
9.
Pertemuan Pokja PMTS
Paparan perencanaan program 2015
Tercapai
progres
10.
Dukungan sosialisasi HIV & AIDS pada populasi kunci
4 tempat hotspot
Tercapai mobile klinik
Pelaksana LSM
37
11.
Pelatihan pemulasara jenazah yang terinfeksi HIV/AIDS
60 takmir bersama pengurus jenazah.
Tercapai
12.
Pelatihan PE untuk perwakilan karyawan pada perusahaan di Kota Surakarta
10 Perusahaan
Tercapai
Dinsosnaker trans
13.
Sosialisasi HIV & AIDS pada kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS) tingkat Sekolah
SLTP dan SLTA SeKota Surakarta baik negeri maupun swasta
Progres
Dikpora
14.
Pelatihan perencanaan dan penganggaran di SKPD
28 April 2015
15.
Penyusunan Peraturan Walikota Surakarta terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta.
sedang dalam proses.
Sumber : Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, April 2015 C. Monitoring dan Evaluasi SKPD Kelurahan, Kecamatan, dan Anggota KPA. 1. POKJA Pencegahan dan Pejangkauan. Koordinator kegiatan pencegahan dan penjangkauan dilakukan oleh Bidang Promosi Kesehatan. a. Hasil Monitoring dan Evaluasi Kegiatan pada kelompok SKPD Kelurahan : 1) Kegiatan pada tatanan program partisipasi masyarakat melalui Warga Peduli AIDS telah dilakukan sejak Tahun 2012. Kegiatan yang telah dilakukan di 51 Kelurahan adalah menset-up lembaga sosial yaitu Organisasi Warga Peduli AIDS. 2) Kegiatan WPA di 51 Kelurahan berupa sosialisasi baik secara oral kepada masyarakat resiko tinggi dan masyarakat umum melalui peringatan Hari AIDS sedunia (setiap 1 Desember), Malam Renungan AIDS Nusantara (MRAN) (setiap bulan Mei). 3) WPA melakukan pemetaan komunitas resiko tinggi masyarakat perwilayah Kelurahan. 4) Dukungan kegiatan Warga Peduli AIDS menggunakan alokasi dana DPK 5 %, sehingga hampir 51 Kelurahan dapat melakukan penyuluhan secara intensif kepada semua anggota masyarakat. b. Hasil Monitoring dan Evaluasi pada kelompok sasaran SKPD anggota KPA Kota Surakarta Dari 40 anggota KPA hanya beberapa SKPD yang aktif melakukan sosialisasi dan penyuluhan dengan menyisipkan kegiatan sosialisasi HIV dan 38
AIDS dalam anggaran kegiatan yang berhubungan langsung dengan stakeholder SKPD sehingga secara anggaran tidak bisa secara jelas. SKPD yang aktif dalam perannya sebagai anggota KPA diantaranya : 1) Dinas Kesehatan a) Melalui bidang promosi kesehatan melakukan penyuluhan ke sekolah dan ibu rumah tangga beresiko tinggi. b) Melalui Bidang P2PL melakukan Sarasehan HIV & AIDS bagi anak sekolah tingkat SMU dan SMK di Surakarta. c) Sekrening awal ibu hamil terhadap penularan HIV & AIDS dengan info sesi dan konseling dini HIV & AIDS. 2) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga a) Sosialisasi HIV & AIDS pada kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS) tingkat Sekolah b) Diklat Nasionalisme dan Karakter Bangsa. 3) Bapermas,PP,PA & KB ; a) Dukungan Kampaye pencegahan melalui kondom di lokasi kelompok berisiko tinggi (Risti) b) Melakukan kampaye HIV dan AIDS bagi masyarakat yang dikemas dalam peringatan Hari AIDS dan Malam Renungan AIDS. c) Pembuatan materi KIE IMS, HIVdanAIDS. d) Pembuatan materi Info sesi HIV dan AIDS di kelompok ibu – ibu PKK e) Sosilisasi kesehatan reproduksi di kelompok Ibu RT. f) Penguatan Warga Peduli AIDS melalui pelatihan dan roadsho sosialiasi g) Workshop 4) Dinas Pariwisata a) Sosialisasi bagi kelompok Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Surakarta. 5) Dinas Perindustrian dan Perdagangan a) Bekerjasama dengan KPA untuk roadshow sosialisasi keacara Pelatihan UMKM 6) Dinas Sosial, Naker dan Transmigrasi a) Pembekalan Informasi HIV dan AIDS bagi Perusahaan dalam rangka K3 b) Melakukan razia WPS dan memberikan sosialiasi HIV & AIDS di wanita utama. 7) Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi a) Pembuatan Materi KIE Leaflet b) Dialog Interaktif di RRI c) Kampaye pencegahan HIV di wilayah terminal 39
8) Bagian HUMAS Setda Kota Surakarta a) Roadshow sosialisasi HIV dan AIDS di 51 Kelurahan 9) Bagian Hukum dan HAM a) Memfasilitasi terbentuknya Peraturan Daerah terkait HIV & AIDS Kota Surakarta 10) Kantor Kementerian Agama a) Sosilisasi HIV & AIDS bagi mubalig b) Pembuatan materi info sesi HIV & AIDS bagi khutbah Jum‟ at. 11) Rumah Tahanan Klas I a) Sosialisasi bagi warga binaan pemasyarakat yang baru. b) Pelaksanaan kegiatan sosialisasi acara peringatan Hari Kemerdekaan , Ulang Tahun RUTAN c) Lomba Poster dan pembuatan KIE pendukung program pencegahan HIV dan AIDS. c. Hasil Monitoring dan Evaluasi Kelompok LSM atau Non SKPD 1) Dalam program penanggulangan HIV dan AIDS, di Kota Surakarta dilakukan penjangkauan dan pendampingan oleh LSM Mitra Alam dan LSM Lentera. 2) Strategi pendampingan kepada semua komunitas Resiko Tinggi, dengan melakukan penjangkauan untuk dilakukan IMS dan VCT. 3) Kegiatan pendampingan dan pejangkauan dikolaborasikan dengan tiga pilar Pencegahan, Pengobatan dan Pendampingan. 4) Pencegahan yang dilakukan dengan memberikan info sesi tentang dasar penularan serta pencegahan terhadap HIV & AIDS dan pasca pengobatan adanya pendampingan klien dalam akses layanan lanjutan terpapar IMS dan HIV & AIDS. 5) Anggaran kegiatan di kelompok Non SKPD masih menggunakan dukungan lembaga donor seperti GF dan Charitas untuk Kelompok Dukungan ODHA.
2. POKJA Pelayanan dan Penguatan ( CST )Kota Surakarta Operasional dari pelaksanaan kegiatan dukungan layanan dan CST Penanggulangan HIV & AIDS 80% masih menggunakan bantuan lembaga donor Global Fund. Anggota POKJA ini meliputi : Klinik VCT RS. Dr. Moewardi selaku koordinator program; Klinik VCT RS. Dr. OEN; Dinas Kesehatan dengan 4 PKM dan 1 RS Layanan Komprehensif Berkesinambungan; PMI dan BBKPM. Program kerja yang telah dilakukan berkaitan dengan kerja pelayanan kesehatan telah diset up dari 2005 sampai sekarang, di Tahun 2013 dengan perluasan program LKB pada 4 Puskesmas terpilih yang dianggap mampu merepresentatifkan layanan masyarakat di Kota Surakarta. a. Evaluasi program yang telah dilakukan oleh Layanan Kesehatan melalui Layanan 40
Komprehensif Berkesinambungan ( LKB ). b. LKB di Surakarta telah melakukan upaya – upaya pencegahan HIV dan Pendampingan pada ODHA secara maksimal dari proses Pre Test, Post Test, dan pendampingan kasus HIV melalui buddies dari KDS “ Soloplus “. c. Dari pelaksanaan perawatan, dukungan dan pengobatan dari 8 layanan VCT di Kota Surakarta yaitu : 1) Jumlah Klien yang dikirim tes
: 19.633
2) Jumlah yang melakukan tes HIV : 20.458 3) Jumlah yang mengambil hasil
: 17.737
4) Jumlah HIV +
: 1538
5) Jumlah yang diberi ARV
: 584
3. POKJA Penguatan Manajemen a. Operasional kegiatan dalam POKJA penguatan Manajemen dilakukan pada sinkronisasi program yang memberikan wadah bagi anggota KPA dan anggota POKJA KPA melakukan inventarisisasi program dan melakukan evaluasi program. b. Kegiatan mempunyai tujuan pada Penguatan SDM yang mendukung pelaksanaan rencana kerja penanggulangan HIV & AIDS. c. Dukungan kegiatan Non SKPD berupa : 1) Pelatihan kader komunitas berisiko tinggi (Risti) dan Warga Peduli AIDS. 2) Pemetaan wilayah komunitas 3) Penguatan jejaring layanan bagi ODHA 4) Penguatan Tim SDM layanan Kesehatan bagi Penanggulangan HIV & AIDS. 5) Penguatan ODHA dan Jaringannya. d. Kegiatan SKPD meliputi : 1) Jejaring antar anggota KPA melalui Rapat Koordinasi (Rakor) 3 bulanan dan 6 bulanan KPA 2) Lokakarya 3) Pelatihan Kader WPA sebagai kader Pusat Informasi Kesehatan masyarakat. 4) Visitisasi antar anggota
4. POKJA Harm Reduction a. Koordinator kegiatan POKJA Harm Reduction ( HR ) yaitu Ka.Bid. YANKES Dinas Kesehatan Kota Surakarta, dimana secara operasional kegiatan HR berada di RS. Dr. Moewardi dan Puskesmas Manahan. b. Anggota POKJA HR terdiri dari Dinas
Kesehatan,
RS. Dr.
Moewardi,
SATNARKOBA POLRESTA, RUTAN, Puskesmas Manahan dan LSM Mitra Alam sebagai pedamping IDU‟ s. 41
c. Layanan Harm Reduction di Kota Surakarta meliputi konseling Adiksi, Rumatan Methadone, dukungan CST dan Dukungan ODHA bersama keluarga. d. Program HR atau dikenal dengan Program Terapi Rumatan Methadone (PTRM) telah menangani 30 klien Penasun yang akses methadone setiap bulannya. e. Kegiatan dan operasonal klinik methadone masih menggunakan dukungan dana lembaga donor HCPI yang akan selesai pada bulan September 2015. f. Pendampingan dan penjangkauan klein Penasun dilakukan oleh LSM Mitra Alam dengan dukungan HCPI. g. POKJA HR selalu melakukan koordinasi lintas sektoral dalam rangka penguatan dukungan keberlanjutan program Yankes.
5. POKJA PEMBERDAYAAN a. Koordinator POKJA Pemberdayaan di mandatori oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat di BAPERMAS,PP,PA&KB Kota Surakarta. b. Operasional kegiatan masih belum bisa berjalan maksimal c. Tahun 2014, POKJA hanya melakukan kegiatan Rakor dan Pembinaan WPS yang kena razia di Wanita Tama dan Mobile Layanan Kesehatan IMS, HIV dan AIDS. d. Pembagian Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi 20 ODHA warga Surakarta yang diberikan melalui Rumah Singgah Lentera. e. Keadaan WPA sebagai ujung tombak pemberdayaan masyarakat akan kepedulian dan pemahaman tentang HIV & AIDS dan penanggulangannya masih belum memiliki konsep yang terstruktur sehingga program kurang spesifik.
6. POKJA Pencegahan Melalui Transmisi Seks (PMTS) a. Koordinator POKJA adalah Ka. Bid. KB b. Operasional kegiatan POKJA dibagi menjadi 4 ( empat ) komponen yang melibatkan SKPD, Layanan Kesehatan, LSM atau POKJA Wilayah Resti dan KPA c. Dalam POKJA PMTS secara kinerja harus mampu menggerakkan adanya : 1) Anggota POKJA PMTS ; Ka.Bid KB, Ka. Bid. P2PL, Ka.Bid. Perencanaan DISPARTA, Ka.Bid. SATPOL, MUI, dan LSM beserta POKJA Komunitas. 2) Dukungan pemegang kebijakan di SKPD untuk aktif dan berperan dalam pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS yang berkesinambungan melalui partisipasi aktif sesuai bidang SKPD 3) POKJA Komunitas KPA meliputi POKJA Kestalan, POKJA Jalak, POKJA BATRAS dan POKJA Salon. 4) Kegiatan di POKJA PMTS telah berjalan dengan adanya komitmen antar 4 komponen dalam
target
pejangkauan, dukungan 42
layanan kesehatan,
ketersediaan kondom atau alat pencegahan HIV & AIDS di lokalisasi. 5) KPA mampu mencukupi kebutuhan logistik bagi masyarakat resiko tinggi maupun yang rentan penularan HIV & AIDS.
7. POKJA MONEV a. Program Penanggulangan HIV dan AIDS telah menerapkan Sistem Informasi HIV dan AIDS ( SIHA ) di kelompok layanan, sehingga memberikan kemudahan akses informasi bagi anggota POKJA untuk melakukan monitoring dan Evaluasi kegiatan. b. Sudah berjalannya laporan rutin lintas layanan ke KPA, sebagai sumber data satu pintu. c. Adanya outlet kondom di wilayah Kelurahan dengan tanggung jawab WPA setempat, dimana masyarakat akan mudah dalam mengaksesnya. d. Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan oleh Pokja ini melalui BAPPEDA Kota Surakarta dilakukan secara rutin setiap tahun untuk menghindari adanya penyimpangan program dan kegiatan serta memberikan rekomendasi terhadap keberlanjutan program.
D. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi Rencana Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta 2011-2015 dapat diketahui dari beberapa aspek : 1. Aspek Kebijakan a. Dalam merespons situasi epidemi HIV/AIDS di Kota Surakarta, Pemerintah Kota Surakarta telah mengambil kebijakan, termasuk Rencana Strategis yang didukung dengan
berbagai
peraturan,
Surat
Keputusan, dan
pedoman pelaksanaan,
pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta dan pelaksanaan program layanan. Peraturan dan Surat Keputusan merupakan landasan legal bagi Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta dan segenap jajaran untuk bekerja dan mendapatkan dukungan pembiayaan untuk pelaksanaan program dan kegiatan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta melalui Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surakarta. Hal ini merefleksikan komitmen Pemerintah Kota Surakarta dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Keberadaan Peraturan Daerah, Surat Keputusan, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang pembentukan komisi dan upaya penanggulangan bermaksud menjamin pelaksanaan kebijakan. b. Rencana Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta Tahun 2011-2015 merupakan penjabaran kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dalam menanggulangi HIV dan AIDS. Rencana Strategis memuat tujuan penanggulangan, rencana strategis penanggulangan melalui program-program layanan dan penguatan kelembagaan, strategi dasar, dan prinsip manajemen pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
43
program. Terdapat beberapa tantangan dalam pelaksanaan program dan kegiatan dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta antara lain : 1) Masalah HIV dan AIDS belum dianggap masalah prioritas baik oleh sektor kesehatan maupun sektor pembangunan terkait. 2) Dukungan politik yang belum memadai terhadap program promosi kondom dan pengurangan dampak buruk NAPZA suntik padahal kedua program ini merupakan program pokok upaya penanggulangan HIV/AIDS. 3) Rencana Strategis menjelaskan strategi dasar upaya penanggulangan, tetapi belum spesifik atau belum jelas bagaimana strategi pelaksanaan program dalam konteks menghadapi tantangan program. c. Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta dalam melakukan koordinasi dan arahan pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan HIV dan AIDS belum optimal, meskipun berbagai Surat Keputusan mengenai upaya penanggulangan bahkan pembiayaan juga telah diterbitkan. d. Dalam mendukung pelaksanaan kebijakan program penanggulangan HIV dan AIDS, berbagai Pokja (Kelompok Kerja) dibentuk sesuai kebutuhan yang melibatkan perwakilan sektor terkait dan masyarakat, namun Pokja yang ada belum melibatkan optimal LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) Peduli AIDS, anggota unsur instansi atau SKPD terkait, keterwakilan masyarakat kurang terlihat. Anggota LSM Peduli AIDS kurang dilibatkan dalam rapat koordinasi maupun sosialisasi kebijakan atau rekomendasi hasil rapat Pokja. 2. Aspek Program a. Pemerintah Kota Surakarta telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengendalikan penularan HIV/AIDS, antara lain dengan menyediakan layanan konseling dan tes HIV sukarela; layanan perawatan, dukungan dan pengobatan; layanan Infeksi Menular Seksual; layanan jarum suntik steril; layanan rumatan metadhon; serta layanan terpadu TB-HIV. b. Hasil monitoring dan evaluasi menyatakan bahwa para petugas pelayanan kesehatan menyatakan bahwa pihak Pemerintah Kota Surakarta perlu meningkatkan kemitraan strategis dengan lembaga-lembaga formal dan non formal agar efektif melakukan sosialisasi terkait pencegahan HIV dan AIDS. Selain itu pemerintah Kota Surakarta dapat merangkul organisasi keagamaan dan organisasi kepemudaan seperti karang taruna untuk melakukan sosialisasi, terutama terhadap warga yang beresiko tinggi terhadap HIV dan AIDS serta masyarakat umum, sehingga warga tersentuh informasi dan bisa merubah perilaku mereka dalam menjalankan pola hidup yang lebih sehat. c. Salah satu tantangan terberat penanggulangan HIV dan AIDS adalah kendala stigmatisasi terhadap orang yang terinfeksi yang bisa datang dari berbagai kelompok
44
masyarakat, mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja, sekolah, serta lingkungan komunitas lainnya. d. Masih sangat diperlukan penguatan kapasitas khususnya kepada perencana program SKPD untuk keberlanjutan dan konsistensi serta keterkaitan dan kesinambungan pada perencanaan dan penganggaran program baik internal SKPD dan atau anatar SKPD . 3. Hambatan Dalam Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS a. Belum semua anggota KPA melaksanakan tugas dan fungsi sebagai anggota KPA b. Belum semua anggota KPA menganggarkan untuk kegiatan HIV dan AIDS atau menyelipkan kegiatan HIV dan AIDS di kegiatan yang ada. c. Dalam pelaksanaan Rapat koordinasi anggota KPA , yang hadir selalu berganti orang, sehingga tidak memahami dan tidak berkelanjutan terkait dengan program yang telah direncanakan sebelumnya. d. Peer Educator yang telah dilatih , belum semua berjalan dengan baik, dikarenakan tingginya mobilitas mereka, dan rata-rata populasi kunci tidak mempunyai tingkat pendidikan yang baik. e. Kesadaran memakai kondom dalam seks beresiko juga belum sesuai dengan yang diharapkan , sehingga temuan kasus IMS atau HIV masih tetap ada. f. Kurangnya program pemberdayaan masyarakat tentang upaya pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS yang dilakukan oleh SKPD. g. Upaya penguatan kapasitas keluarga
yang memiliki resiko tinggi masih belum
maksimal dilakukan baik dalam bentuk kelompok ataupun pendampingan. h. Layanan Kesehatan dan akses informasi tentang ketersediaan layanan VCT, ARV dll terkait HIV & AIDS masih belum maksima; dalam penyebarannya.
45
BAB V PENUTUP
Penanggulangan HIV dan AIDS memasuki babak baru dalam implementasinya. Kondisi sosial dan ekonomi yang berubah cepat sangat berpengaruh pada upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Adapun beberapa kesimpulan yang muncul, antara lain adalah : A. Kesimpulan 1. Input a. Keberlangsungan program belum dapat dipastikan.Masih terdapat kesenjangan sumber daya keuangan (money) dan sumber daya manusia (man) untuk memenuhi kebutuhan program dan kegiatan di Kota Surakarta, baik sebagai pemimpin, pengelola maupun pelaksana program, karena masih belum adanya kejelasan (nomenklatur) dukungan pendanaan dari bantuan untuk program HIV pada masamasa yang akan datang. Dalam Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 72 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS
sudah ada
kejelasan bahwa sumber dana berasal dari APBD, hanya jumlah yang diperlukan belum bisa dipenuhi. Oleh karena itu, penting untuk mengupayakan mobilisasi pendanaan yang bersifat domestic (Lokal) misalnya dengan Corporate Social Responsibility. b. Jangkauan untuk mencapai universal access masih belum memadai karena keterbatasan dana (money) untuk implementasi program di Kota Surakarta, baik untuk program pencegahan pada populasi kunci (WPS, Penasun, Waria, LSL dan pasangannya), pencegahan penularan dari ibu ke anak, perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA yang membutuhkan, maupun mitigasi dampak. c. Untuk mengubah perilaku, diperlukan kontak intensif kepada populasi kunci, (diperkirakan minimal 8 kali setiap tahun), sehingga diperlukan dukungan sumberdaya baik sebagai pelaksana program (man) maupun pendanaan (money) untuk memastikan program intervensi dapat dilaksanakan. d. Penggunaan kondom secara konsisten masih rendah karena program yang dilaksanakan masih belum mempunyai dukungan lingkungan yang memadai (baik oleh organisasi keagamaan maupun masyarakat lainnya) serta adanya kesulitan dalam menjangkau pelanggan pekerja seks (High Risk Man). 2. Proses 1) Sistem layanan kesehatan dan komunitas masih lemah.Sistem kesehatan perlu diperkuat untuk menangani HIV dan AIDS antara lain di bidang pencegahan, diagnostik, pengobatan dan perawatan, keamanan transfusi darah dan kewaspadaan 46
universal. Sistem komunitas melalui LSM dan organisasi/jaringan populasi kunci perlu diperkuat untuk dapat lebih berperan aktif dan menjangkau populasi kunci. 2) Masih perlu peningkatan tata kelola kepemerintahan yang baik untuk koordinasi antar sektor/SKPD, harmonisasi kebijakan, manajemen, penyediaan informasi strategik, monitoring dan evaluasi serta implementasi program. 3) Masih perlu peningkatan lingkungan yang lebih kondusif, untuk mengurangi stigma dan diskriminasi, ketidaksetaraan gender dan pelanggaran Hak Asasi Manusia dengan melibatkan organisasi masyarakat dan keagamaan serta sektor pendidikan. 4) Pemerintah Kota Surakarta perlu melakukan survailans tes HIV yang menyeluruh, yang dimulai dari surveilans rutin, sentinel dan khusus terhadap kalangan tertentu. 5) Perlu dukungan lebih kuat dari lembaga hukum terhadap program penanggulangan HIV dan AIDS. 6) Perlu mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat terkait penanggulangan NapzaHIV. 7) Perlu peningkatan koordinasi dan kerjasama internal dan eksternal antara Rumah Sakit,
Puskesmas, layanan kesehatan lainnya dan LSM dalam akses layanan
rujukan. 3. Output Cakupan program (coverage) khususnya terhadap populasi kunci dan populasi umum yang diukur dari seluruh populasi kunci yang dijangkau oleh program komunikasi perubahan perilaku, diantaranya program edukasi, komunikasi pendidikan sebaya, penilaian risiko individu/kelompok, dan akses terhadap kondom dan alat suntik, program VCT, IMS serta perawatan, dukungan dan pengobatan. Selain itu ada perkembangan program Penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta yaitu terbentuknya Warga Peduli HIV dan AIDS (WPA). 4. Outcome Hasil pelaksanaan Rencana Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta 2011 - 2015 telah dapat merubah perilaku berisiko menjadi perilaku aman dari kelompok kunci maupun populasi umum, baik perilaku pencegahan maupun perilaku pengobatan, namun masih ada stigma dan diskriminasi terhadap pengidap HIV dan AIDS. Hal ini dapat diketahui dari beberapa data dan informasi terkait kekerasan terhadap ODHA. 5. Impact Dampak epidemi dan program HIV dan AIDS di Kota Surakarta dapat diketahui dari data Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kota Surakarta dari Oktober 2005 s.d Maret 2015 di Kota Surakarta, terdapat 1565 kasus HIV/AIDS yang terdiri dari HIV 532 kasus dan AIDS 1.033 kasus. Adapun yang meninggal dunia sebanyak 449 orang. Pada umumnya mereka dirawat di rumah sakit Dr Moewardi Kota 47
Surakarta yakni sebanyak 559 kasus dan 60 kasus di rawat di rumah sakit Dr Oen Surakarta.
B. Saran 1. Upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta perlu menjadi salah satu prioritas dalam program pembangunan di Kota Surakarta. Untuk mencapai hal ini perlu dilakukan advokasi khusus kepada pihak Pemerintah Kota Surakarta. 2. Disamping menetapkan target-target kuantitatif program, Rencana Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta ke depan perlu menjelaskan strategi mencapai target-target tersebut dan strategi mengatasi berbagai hambatan pelaksanaan program. Untuk itu maka dokumen Rencana Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta harus ditindaklanjuti dengan memperjelas peran Kelompok Kerja dan SKPD yang terkait. 3. Penanggung jawab masing-masing program dan layanan kesehatan harus mengacu kepada Rencana Strategis Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta. Untuk mewujudkan hal ini, Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta harus melakukan fasilitasi dalam menyiapkan rencana kerja, termasuk pembiayaan, petunjuk pelaksananaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). 4. Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta perlu melakukan fasilitasi pembuatan payung hukum setiap program dan layanan kesehatan; meyakinkan harmonisasi berbagai Peraturan Daerah dan aturan hukum terkait lainnya; melakukan negosiasi dengan pemerintah Kota Surakarta untuk mencari mekanisme legal pendanaan SKPD dan LSM penanggung jawab program dan layanan kesehatan; dan melakukan advokasi kepada pemerintah Kota Surakarta dan sektor terkait untuk kebutuhan penjangkauan yang melibatkan LSM. 5. Meningkatkan kompetensi anggoata Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta, penyelenggara program dan penyelenggara layanan kesehatan dalam kemampuan menggunakan data, menentukan masalah prioritas, mengembangkan dan menguji pendekatan strategis pemecahan masalah program. 6. Mengupayakan penambahan tenaga layanan kesehatan, diprioritaskan melalui APBN atau APBD. 7. Mengembangkan berbagai pendekatan inovatif dan strategis untuk menjangkau populasi kunci atau kelompok berisiko tinggi, terutama untuk testing dan perubahan perilaku. Upaya ini dapat dilakukan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta bersama pemangku kepentingan lainnya dalam bentuk pertemuan dan atau melakukan studi ke Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota lain atau lembaga lain.
48
8. Mengembangkan sistem informasi tentang HIV/AIDS yang komprehensif agar dapat menghasilkan informasi yang lebih akurat sesuai kebutuhan, dan lebih memudahkan akses informasi oleh masyarakat luas dan berbagai pihak yang berkepentingan. 9. Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta memfasilitasi koordinasi di antara sektor (SKPD) terkait, LSM dan pihak-pihak terkait melalui forum diskusi yang teratur dan pelibatan LSM dalam pelaksanaan kegiatan program dan layanan kesehatan. 10.
Perlu menyiapkan strategi memandirikan upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Surakarta agar program dan layanan kesehatan tidak rentan terhadap kelangsungan bantuan donor asing.
11.
Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surakarta bersama dengan sektor dan LSM terkait mengembangkan dan melaksanakan penelitian operasional yang dapat memandu pengembangan, perbaikan kebijakan program dan layanan kesehatan. Riset operasional mencakup studi keberhasilan program, surveilans remaja, afirmasi LBT, koordinasi kebijakan, program dan aksi di lapangan diarahkan untuk memperbaiki kebijakan dan program.
12.
Memperbaiki strategi sero-surveilans dengan lebih fokus pada beberapa populasi kunci: wanita penjaja seks; LSL; penasun; dan pada ibu hamil yang mewakili populasi umum/rendah. Surveilans perlu memperhatikan kesamaan metodologi dari waktu ke waktu, termasuk besar dan cara penarikan sampel, dan metode pengukuran anti body HIV.
C. REKOMENDASI 1. Perlu dilakukan penguatan kapasitas anggota KPA Kota Surakarta dalam hal
perencanaan
dan
penganggaran
terkait
sinkronisasi
program
Penangulangan HIV-AIDS khususnya kepada SKPD terkait ; 2. Penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) KPAD Kota Surakarta harus diperbaharui
untuk
kesinambungan
dan
keberlanjutan
program
penanggulangan HIV-AIDS tahun 2015-2019 mengacu kepada Kajian Tehnokratis RPJMD Kota Surakarta tahun 2015-2019; 3. Perlu adany sarana dan prasarana informasi dan komunikasi yang terbuka dan konsisten terkait dengan upaya dan capaian penangulangan HIV-AIDS yang mudah diakses, terbuka dan tersistem baik yang sifatny langsung dan media; 4. Pentingnya kajian dan penelitian terkait penyebaran , penanganan , peanggulangan dan rehabilitasi serta perkembangan dari penyakit HIVAIDS yang dapat dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait Penangulangan HIV-AIDS ;
49
5. Perlu adanya standart operasional prosedur yang pasti dan berlaku sama mulai dari pelayanan, penanganan, pencegahan, dan penanggulangan hingga rehabilitasi medis dan sosial . 6. Perlu ditinjau ulang kebijakan, kelembagaan, struktur dan mekanisme serta keterlibatan masyarkat dalam upaya pemberdayaan keluarga.
50
DAFTAR PUSTAKA
Azwar , Azrul . 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan.Yogyakarta : Bina Rupa Aksara. Demartoto, Argyo. 2010. Perilaku Laki-laki yang Berhubungan Seks dengan Laki-laki (LSL) untuk melakukan test HIV di Kota Surakarta. Laporan Penelitian (Tidak diterbitkan). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2012. Buku Saku Kesehatan 2012 Visual Data Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Triwulan II Tahun 2012. Semarang : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Ditjen PPM & PL Depkes Rl. 2014. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d September 2014. (Serial Online) http://www.spiritia.or, id Kota Surakarta Dalam Angka Tahun 2013 Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Mundiharno. 1997.Perilaku Seksual Berisiko Tertular PMS dan HIV/AIDS (Kasus Sopir Truk Antar Propinsi).Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan (PPK) Universitas Gadjah Mada. Sutopo, HB. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif, Dasar-dasar dan Praktis, Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
51