KATA PENGANTAR SEKRETARIS KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya buku Pedoman Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual Paripurna (Pedoman PMTS Paripurna). Telah lama kita menantikan adanya buku yang dapat menjadi pedoman pelaksanaan yang tidak hanya berisi teori tetapi sekaligus petunjuk praktis penerapan program pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual secara komprehensif dan paripurna. Epidemi HIV telah ada di Indonesia sejak 20 tahun yang lalu. Berbagai upaya penanggulangan terus menerus dilakukan. Namun demikian, perkembangan dan penyebaran infeksi HIV baru masih terjadi. Beberapa temuan pelaksanaan program yang lalu, terutama hasil Kajian Paruh Waktu Strategi dan Rencana Aksi Nasional (SRAN) yang dilakukan tahun 2009 dan 2013 menunjukkan bahwa program pencegahan HIV melalui transmisi seksual sejak satu dekade lalu, meski telah berjalan namun masih belum optimal. Penggunaan kondom pada perilaku seksual berisiko masih rendah, kejadian infeksi menular seksual juga tinggi. Akibatnya, banyak perempuan yang monogami dan bukan pengguna narkoba suntik, tertular HIV dan selanjutnya berisiko menularkan HIV kepada bayi yang dilahirkannya. Situasi ini membutuhkan pendekatan baru. Pendekatan yang mampu memberdayakan mereka yang paling rentan tertular HIV agar berperilaku aman terhadap penularan HIV, serta didukung semua yang berkepentingan dalam isu ini. Pendekatan yang dimaksud adalah Intervensi Struktural. Intervensi ini berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Satu inovasi penting dalam pedoman ini adalah bagaimana program tidak hanya menjangkau pekerja seks perempuan tetapi juga menyasar kepada kelompok berisiko lainnya, termasuk waria, laki-laki yang seks dengan laki-laki (LSL) dan laki-laki berisiko tinggi (LBT) sebagai pembeli seks. LBT kita kenal sebagai 4 M (mobile man with money in macho environment), yaitu kelompok laki-laki yang karena pekerjaan atau profesinya berada jauh dari keluarga, misalnya pekerja sektor transportasi, pertambangan, perkebunan maupun kegiatan perjalanan lainnya. Secara khusus untuk LBT, dikhawatirkan di tahun-tahun mendatang penularan HIV melalui hubungan heteroseksual kembali meningkat termasuk dari suami kepada istri. Ini yang harus menjadi perhatian kita semua.
2|Halaman
Saya percaya, bahwa perubahan yang berkelanjutan hanya dapat dicapai bila seseorang dengan sadar memutuskan untuk mengubah perilakunya, dari yang berisiko menjadi aman. Saya sadar bahwa mengubah pendekatan yang sudah lama berjalan menjadi pendekatan baru membutuhkan kerja keras, kesungguhan dan dedikasi tinggi. Namun, apabila kita yakin bahwa perjuangan meningkatkan kesehatan masyarakat adalah suatu tujuan yang mulia dan kita berupaya mencegah dan lebih banyak orang tidak tertular, maka tak ada kata menyerah. Saya berterima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras dalam upaya penanggulangan AIDS, termasuk tim yang menyiapkan pedoman ini. Saya percaya pedoman PMTS Paripurna ini akan menjadi salah satu bagian penting dalam upaya kita melakukan pencegahan HIV dan penanggulangan AIDS di Indonesia. Semoga dengan kerja keras dan kerja sama kita semua, maka epidemi HIV dapat terkendali sehingga kita mampu mencapai nol infeksi HIV baru, nol kematian karena AIDS dan nol stigma dan diskriminasi, menuju masyarakat Indonesia yang sehat dan sejahtera.
Sekretaris KPA Nasional
Dr. Kemal N. Siregar
3|Halaman
DAFTAR ISI Kata Pengantar .......................................................................................................
2
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................
6
I.A.
DASAR PEMIKIRAN PROGRAM PMTS PARIPURNA .................... I.A.1. Latar Belakang Program PMTS Paripurna: Situasi Epidemi HIV dan AIDS di Indonesia .................................................... ....................... . I.A.2. Intervensi Struktural .............................................................. ........... . I.A.3. Kemitraan Pemerintah, Sektor Swasta dan Komunitas .................... . I.A.4. Strategi Kesinambungan & Kemandirian Program dengan Melibatan Sektor Swasta………………………………………………………….
I.B.
8 9 9
KONSEP DASAR PROGRAM PMTS PARIPURNA ............................ . I.B.1. Pengertian dan Tujuan Program PMTS Paripurna ............................. . I.B.2. Pengelola Program PMTS Paripurna ................................................. . I.B.3. Ruang lingkup Program PMTS Paripurna .......................................... . I.B.4. Komponen Program PMTS Paripurna ............................................... .
I.C.
6
11 12 12 15
TAHAPAN PROGRAM PMTS PARIPURNA ....................................... . I.C.1. Pembentukan pokja PMTS Paripurna Provinsi atau Kabupaten/Kota .. I.C.2. Perencanaan ........................................................................................ . I.C.3. Pelaksanaan ......................................................................................... . I.C.4. Monitoring dan Evaluasi ..................................................................... .
17 19 19 19
BAB II STRATEGI DAN PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM PMTS PARIPURNA II.A. STRATEGI PROGRAM PMTS PARIPURNA ........................... ........... II.A.1. Strategi pada populasi kunci Laki-laki Berisiko Tinggi (LBT) ........
20
II.A.2. Strategi pada populasi kunci Wanita Pekerja Seks (WPS) ...............
23
II.A.3. Strategi pada populasi kunci Laki-Laki berhubungan Seks dengan
II.B.
Laki-laki (LSL) .................................................................................
24
II.A.4. Strategi pada populasi kunci Waria ..................................................
24
PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM PMTS PARIPURNA ...... II.B.1. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci LBT Pekerja Formal di Perusahaan ................................................... II.B.2. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci
4|Halaman
26
LBT di Komunitas ........................................................................
.
45
II.B.3. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci WPSL di Lokasi ........................................................................
.
60
II.B.4. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci WPSTL di Tempat Hiburan Berkomunitas Besar (bar,karaoke, diskotik dengan jumlah WPSTL diatas 100 orang) ........................................ .
77
II.B.5. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci WPSTL di Tempat Hiburan Berkomunitas Kecil (bar, karaoke, panti pijat, salon dengan jumlah WPSTL dibawah 100 orang) ................ .
93
II.B.6. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci LSL Non Pekerja Seks Terorganisir ................................................. .
110
II.B.7. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci LSL Pekerja Seks Terorganisir (Panti pijat, pekerja seks berkelompok dll)..
120
II.B.8. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci Waria ...................................................................................... .
133
5|Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. DASAR PEMIKIRAN PROGRAM PMTS PARIPURNA B. KONSEP DASAR PROGRAM PMTS PARIPURNA C. TAHAPAN PROGRAM PMTS PARIPURNA
I.A. DASAR PEMIKIRAN PROGRAM PMTS PARIPURNA 1. 2. 3.
Latar Belakang Program PMTS Paripurna: Situasi Epidemi HIV dan AIDS di Indonesia Intervensi Struktural Kemitraan Pemerintah, Sektor Swasta dan Komunitas
I.A.1. Latar Belakang Program PMTS Paripurna: Situasi Epidemi HIV dan AIDS di Indonesia Epidemi HIV telah ada di Indonesia sejak lebih dari dua puluh tahun lalu, dan berbagai
upaya
penanggulangannya
telah
dilakukan.
Namun
demikian,
perkembangannya sungguh mengkhawatirkan. Laporan
Kementerian
Kesehatan
Republik Indonesia, menunjukkan sampai dengan 30 Desember 2013 bahwa penularan HIV melalui transmisi seksual mencapai sebesar
62,5%,
meningkat
dibandingkan
antara tahun 2006-2010, sebanyak 55% . Sebagian besar kasus tersebut didominasi oleh kaum laki- laki, sebanyak 55,1%. Laporan Survei Terpadu Biologis dan
6,7 juta, jumlah pelanggan atau laki-laki yang melakukan hubungan seks secara komersial. 62,5%, kasus HIV yang berasal dari transmisi seksual dan 55% terjadi pada laki-laki. Rendahnya konseling dan tes HIV pada LBT
Perilaku (STBP) 2011, tentang prevalensi HIV menurut populasi menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan prevalensi pada Lelaki seks dengan lelaki (LSL), yaitu dari 5% pada
6|Halaman
(Sumber: IBBS 2011 dan Laporan HIV-AIDS 2011, Kemkes RI)
tahun 2007 menjadi 12% pada tahun 2011, begitu juga pada Lelaki Berisiko Tinggi (LBT) dari 0,1% pada tahun 2007 menjadi 0,7% pada tahun 2011. Prevalensi sifilis pada LSL tahun 2011 mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 2007, yaitu dari 4% menjadi 13%, begitu juga pada penasun, dari 1% menjadi 3%. STBP 2011 juga melaporkan bahwa perilaku membeli seks dalam satu tahun terakhir paling banyak dilakukan oleh Waria sebesar 26%, disusul oleh LBT, 23%, sedangkan pada penasun dan LSL masing-masing 19%. Tingginya prevalensi HIV dan IMS pada semua populasi kunci ditentukan oleh perilaku pemakaian kondom. Dalam STBP 2011, perilaku pemakaian kondom pada seks komersial terakhir pada LBT adalah merupakan yang terendah, yaitu 29% dibanding Waria (80%), Wanita Pekerja Seks langsung/WPSL (61%), WPS Tidak langsung/WPSTL (68%), LSL (61%) dan penasun (56%). Begitu juga kebiasan selalu menggunakan kondom dalam hubungan seks komersial, LBT masih merupakan terendah, yaitu 3%, dibandingkan LSL (24%), WPSTL, (35%), Penasun dan Waria masing-masing 41% dan WPSL (47%). Situasi tersebut menunjukan sebuah kondisi yang sangat mengkhawatirkan, untuk itu dibutuhkan sebuah upaya pencegahan yang lebih kuat, efektif dan komprehensif untuk mendorong semua populasi kunci melakukan perilaku seks aman sehingga mampu menurunkan prevalensi HIV di populasi kunci. Merespon kebutuhan tersebut maka KPAN mencetuskan Program Pencegahan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) Paripurna yang diharapkan mampu menyelesaikan persoalan yang ada.
7|Halaman
I.A.2. Intervensi Struktural Menanggapi situasi dalam latar belakang diatas, perlu strategi mendasar untuk melakukan perubahan. Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2010-2014 (SRAN) telah menjelaskan hal-hal yang harus dikerjakan dalam melakukan perubahan untuk dapat menahan laju epidemi HIV. SRAN menjelaskan perlunya pencegahan penularan HIV yang efektif bersifat komprehensif dan terukur. Ukuran utama adalah luasnya cakupan (80% dari semua kelompok populasi kunci: LBT, WPS, LSL dan waria), tingginya efektifitas perilaku aman (60% populasi kunci berperilaku aman) serta adanya jaminan keberlanjutan program setelah 2014 (70% pendanaan bersumber dari dalam negeri dan yang terpenting adalah keberdayaan populasi kunci secara mandiri mencapai dan mempertahankan kesehatannya demi terwujudnya masyarakat yang sehat). Situasi ini membutuhkan pendekatan yang tepat dan efektif yang mampu menciptakan lingkungan kondusif untuk memberdayakan populasi kunci agar tahu, mau dan melakukan pola hidup sehat dengan berperilaku aman. Pendekatan yang dimaksud adalah Intervensi Struktural. Intervensi struktural menitikberatkan pada Intervensi struktural: Intervensi terhadap lingkungan atau tatanan fisik, sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik, budaya dan peraturan perundangan untuk mendukung upaya penanggulangan HIV dan AIDS, dalam rangka mewujudkan manusia pembangunan yang sehat dan produktif.
terbentuknya struktur sosial yang mengambil dan melaksanakan peran-peran strategis dalam upaya pencegahan
penularan
HIV
sehingga
mampu
mendukung perubahan perilaku pada semua populasi kunci baik ditingkat individu, kelompok dan komunitas. Melalui pendekatan ini diharapkan terjadi perubahan-perubahan mendasar, meliputi hal-hal berikut;
dari
cara
pandang
parsial
menjadi
komprehensif dibawah koordinasi KPA, program (Sumber: SRAN 2010-2014)
pendampingan
ditujukan
untuk
pemberdayaan
populasi kunci menuju kemandirian, populasi kunci yang ditempatkan sebagai objek menjadi subjek, berbasis proyek menjadi berbasis program, program yang menitikberatkan pendekatan kepada populasi kunci menjadi menitikberatkan kepada pelibatan struktur dan tatanan sosial masyarakat, dari berorientasi target proyek menjadi target nasional. 8|Halaman
I.A.3. Kemitraan Pemerintah (SKPD), Sektor Swasta dan Komunitas KPA melihat sudah saatnya persoalan HIV ditangani bersama-sama secara efektif dan komprehensif melalui kemitraan antara pemerintah, sektor swasta dan komunitas. Pendekatan ini bertujuan untuk menjamin kesinambungan program terutama terkait ketersediaan dana program.
PEMERINTAH (SKPD)
Peran: membuat atau mendorong adanya kebijakan tingkat Provinsi, Kab/Kota yang mendukung program PMTS Paripurna, menyediakan layanan HIV dan AIDS, memastikan semua komponen dibawah koordinasi dan pengawasannya menyelenggarakan kegiatan pencegahan HIV. Sumber dana: APBN, APBD
Peran: menginisiasi terbentuknya kemitraan (antara pemerintah, sektor swasta dan komunitas), memelihara kemitraan yang sudah terbentuk. Sumber dana: APBN, APBD, donor dll
KPA SEKTOR SWASTA
KOMUNITAS
Peran: menjalankan program pencegahan HIV dan AIDS berbasis komunitas, mengupayakan terciptanya lingkungan kondusif, melakukan pemberdayaan untuk kemandirian. Sumber dana: dana masyarakat, APBN, APBD, CSR, donor dll
Peran: menyediakan dana program dan melakukan program pencegahan HIV dan AIDS di internal perusahaan terintegrasi dalam (K3), mengalokasikan dana CSR perusahaan untuk program pencegahan HIV dan AIDS di komunitas/masyarakat. Sumber dana: dana perusahaan, CSR.
I.A.4. Strategi Kesinambungan & Kemandirian Program dengan Melibatkan Sektor Swasta a. Pemerintah meningkatkan anggaran APBD untuk penanggulangan HIV & AIDS b. Mengalokasikan dana CSR (bagian dari MDG’s)untuk pencegahan HIV sebagai bentuk kepedulian perusahaan kepada masyarakat di sekitar operasional perusahaan dan perusahaan dapat membentuk tim Pencegahan HIV untuk melaksanakan program HIV dengan dana CSR tersebut dengan bekerjasama pihak luar. c. Melaksanakan program penanggulangan HIV dan AIDS di perusahaan serta menjamin pelaksanaan program yang berkesinambungan. 9|Halaman
d. Mendukung LSM/ CBO/ CSO atau lembaga peduli AIDS dalam menjalankan program HIV di perusahaan & diluar perusahaan e. Alokasi dana CSR: Keberadaan perusahaan mengundang banyak pendatang salah satunya adalah meningkatnya pekerja dengan tujuan mendapatkan pekerjaan di perusahaan baik warga negara asing maupun penduduk dari pulau-pulau lainnya di wilayah Negara Kesatuan RI. Dalam kondisi yang serba minim fasilitas, para pekerja yang sudah berumah tangga tidak mungkin membawa keluarganya ke lokasi kerja. Situasi demikian ternyata juga mendatangkan jenis pencari kerja lain untuk memenuhi kebutuhan para pekerja perusahaan yang keluarganya jauh dari lokasi kerja, sehingga muncullah lokalisasi dan atau lokasi hotspot yang sebagian besar pelanggannya dapat dipastikan adalah para pekerja yang berkontribusi di perusahaan tersebut. Di suatu tempat yang terdapat lokasi hotspot, yang tidak terkontrol dengan baik, kerap diikuti oelh munculnya penyakit penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang ditularan melalui hubungan seksual, tak terkecuali HIV&AIDS. •
Oleh karena itu perusahaan perlu mengalokasikan dana CSR untuk upaya meningkatkan kesehatan masyarakat disekitar operasional perusahaan dan juga untuk kepentingan produktivitas karyawan perusahaan. Corporate social responsibility (CSR) sebagai salah satu bentuk kemitraan sudah seharusnya merambat naik ke tingkat pemberdayaan masyarakat ( community Empowerment) dan harus merupakan salah satu bagian policy dari pihak manajemen perusahaan. CSR merupakan sebuah potensi besar dana non-pemerintah sebagai embrio transformasi menuju kemandirian masyarakat atau komunitas masyarakat terdampak HIV & AIDS Komitmen perusahaan untuk pendanaan pencegahan HIV dan AIDS
Memetakan resiko masyarakat di area operasional perusahaan
Bekerjasama dengan pihak terkait
Pengalokasian dana terhadap CSR dan langkah- langkah mengakses CSR untuk program HIV
Advokasi
kepada
pihak
manajemen
perusahaan
khususnya
pemberdayaan masyarakat OHS (occupational health & safety) 10 | H a l a m a n
bagian
Pengajuan proposal kepada pihak perusahaan
Kerjasama program dimasukkan sebagai salah satu program CSR
Pembagian peran dan tugas masing masing pihak
Implementasi sesuai peran dan tugas serta monitoring & evaluasi bersama
I.B. KONSEP DASAR PROGRAM PMTS PARIPURNA 1. 2. 3. 4.
Pengertian dan Tujuan Program PMTS Paripurna Pengelola Program PMTS Paripurna Ruang lingkup Program PMTS Paripurna Komponen Program PMTS Paripurna
I.B.1. Pengertian dan Tujuan Program PMTS Paripurna Program PMTS Paripurna adalah model pendekatan dalam upaya pencegahan penularan melalui jalur seksual secara komprehensif, integratif dan efektif pada semua populasi kerentanan tinggi dengan mengggerakan kekuatan yang dimiliki pemerintah (SKPD), sektor swasta dan komunitas yang berorientasi pada pemberdayaan populasi kerentanan tinggi untuk kemandirian populasi kerentanan tinggi dalam pencegahan HIV. Program PMTS Paripurna dirumuskan dalam rangka upaya pencegahan pada semua populasi kunci dan komunitas disekitarnya untuk mendorong terjadinya perubahan sikap/nilai dan tindakan/perilaku semua pihak yang terlibat dalam setiap komponen program PMTS Paripurna yang kemudian mendorong populasi kunci melakukan perilaku aman. Tujuan Program PMTS Paripurna terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan Umum: Melakukan pencegahan HIV secara komprehensif, integrative dan efektif pada populasi kunci LBT, WPS, LSL dan waria. Tujuan Khusus:
Mendorong terciptanya lingkungan yang kondusif dalam upaya pencegahan HIV bagi populasi kunci LBT, WPS, LSL dan waria.
Mendorong praktek perilaku aman baik pada tingkat individu, kelompok dan komunitas pada popuasi kunci LBT, WPS, LSL dan waria. 11 | H a l a m a n
Memfasilitasi tersedianya kondom dan pelicin yang mudah diakses oleh populasi kunci LBT, WPS, LSL dan waria.
Mendorong tersedianya layanan IMS, HIV dan AIDS yang mudah diakses oleh populasi kunci LBT, WPS, LSL dan waria.
I.B.2. Pengelola Program PMTS Paripurna Pengelola program PMTS Paripurna adalah Pokja PMTS Paripurna Provinsi,
Kabupaten/Kota
dibawah
koordinasi
KPA
Provinsi,
Kabupaten/Kota. Dalam melakukan pengelolaan program PMTS Paripurna, Pokja PMTS Paripurna bekerjasama dengan pihak lain sesuai kebutuhan, seperti LSM, Konsultan profesional, SKPD lain yang terkait, organisasi populasi kunci, dan lain-lain.
I.B.3. Ruang Lingkup Program PMTS Paripurna Ruang lingkup Pedoman PMTS Paripurna meliputi: A. Populasi kunci. Sasaran program PMTS Paripurna adalah populasi kunci LBT (LBT di tempat kerja dan LBT komunitas) dan WPS (WPS langsung dan WPS tidak langsung), LSL (LSL non pekerja seks terorganisir dan LSL pekerja seks terorganisir) dan waria. Catatan:
Definisi LBT: o Setiap laki-laki yang memiliki risiko tertular HIV karena perilaku seksualnya (melakukan hubungan seks berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom dengan perempuan yang bukan pasangan tetapnya, misalnya WPS atau pasangan seks tidak tetap lainnya). o Mobile Man with Money (3 M) plus Macho environment (M)= 4M. o Seperti: Pekerja di pertambangan, perkebunan, pelabuhan, ojek, pelaut (ABK), nelayan, supir truk, crew angkutan umum, Polisi,
12 | H a l a m a n
militer, PNS, buruh migran laki-laki, Pria ditinggal istri menjadi TKI o LBT berada ditempat kerja, LBT berada di tempat nongkrong, LBT berada ditempat Pekerja Seks bekerja
Definisi WPS o Wanita Pekerja Seks (WPS) adalah seseorang wanita/perempuan yang menjual jasanya dengan melakukan hubungan seksual dengan imbalan uang. o WPS terdiri dari WPS Langsung (WPSL) dan WPS tidak langsung (WPSTL).
Definisi LSL o LSL adalah semua laki-laki yang berhubungan seks dengan lakilaki, dengan tidak melihat orientasi seksualnya melainkan perilakunya.
Definisi Waria o Waria adalah laki-laki yang pada kesehariannya berperilaku seperti perempuan pada nilai sosial setempat.
13 | H a l a m a n
B. Wilayah program Lingkup wilayah program PMTS Paripurna meliputi tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kota. Tingkat kabupaten/kota ditetapkan sebagai wilayah administratif terendah dalam upaya perluasan cakupan program untuk pencapaian total coverage, dalam rangka menahan laju epidemi HIV. C. Perubahan perilaku Perubahan perilaku merupakan tujuan utama dari program PMTS Paripurna. Sesuai konteks program PMTS Paripurna maka perubahan perilaku yang dimaksud adalah terjadinya perubahan perilaku dari perilaku seks berisiko menjadi perilaku seks aman. Serta tindakan mengakses layanan IMS dan HIV. D. Pemberdayaan Program PMTS Paripurna menerapkan prinsip pemberdayaan pada semua elemen program termasuk populasi kunci, komunitas, pihak perusahaan dan lain-lain untuk menjadi motor penggerak terjadinya perubahan perilaku baik di tingkat individu, kelompok maupun komunitas. Salah satu tujuan pemberdayaaan adalah untuk menciptakan kemandirian pada populasi kunci E. Advokasi. Advokasi menjadi salah satu motor penggerak utama pelaksanaan program PMTS Paripurna. Advokasi dilakukan dalam rangka memperoleh komitmen dan dukungan dari semua elemen yang berkaitan dengan populasi kunci LBT, WPS, LSL dan waria. Advokasi diterapkan pada semua komponen Program PMTS Paripurna sesuai kebutuhan. Komitmen dan dukungan yang dimaksud adalah dalam bentuk penyediaan dana dan kebijakan yang mendukung program PMTS Paripurna.
14 | H a l a m a n
I.B.4. Komponen Program PMTS Paripurna Komponen program PMTS Paripurna disusun dalam kerangka program pencegahan melalui transmisi seksual yang bersifat komprehensif, efektif dan integratif. Komponen PMTS Paripurna terdiri dari 5 komponen yaitu: Komponen 1. Peningkatan Peran Positif Pemangku Kepentingan Komponen 2. Komunikasi Perubahan Perilaku Komponen 3. Manajemen pasokan kondom dan pelicin Komponen 4. Penatalaksanaan IMS dan HIV Dan semua komponen dilengkapi dengan monitoring dan evaluasi Semua
komponen
program
PMTS
Paripurna
tersebut
harus
dilaksanakan secara komprehensif, integratif dan efektif. Setiap komponen saling mendukung satu sama lain, untuk memungkinkan dan memfasilitasi terjadinya perubahan perilaku pada populasi kunci. Penjelasan komponen program PMTS secara lengkap adalah sebagai berikut: Komponen 1. Peningkatan Peran Pemangku Kepentingan Pemangku kepentingan adalah segenap pihak, baik secara perorangan maupun organisasi (instansi pemerintah, swasta, organisasi komunitas) yang memiliki peran strategis dalam penanggulangan HIV dan AIDS di suatu wilayah program. Tujuan komponen ini adalah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk peningkatan pemakaian kondom dan penurunan prevalensi IMS dan HIV bagi LBT, WPS, LSL dan waria secara berkesinambungan. Peningkatan peran positif pemangku kepentingan berarti meningkatkan kepedulian, komitmen, keberpihakan para pemangku kepentingan dalam pencegahan IMS dan HIV yang terkoordinir di populasi LBT, WPS, LSL dan waria, baik ditempat kerja maupun di hotspot. Dukungan dan keterlibatan pemangku kepentingan merupakan motor pendorong pelaksanaan program. Dukungan dan keterlibatan aktif pemangku
15 | H a l a m a n
kepentingan diwujudkan dalam bentuk kepemimpinan dan komitmen untuk membuat program berhasil.
Komponen 2. Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) KPP adalah berbagai macam kegiatan komunikasi yang direncanakan dan dilakukan secara sistematis untuk memenuhi kebutuhan populasi kunci agar selalu berperilaku aman. KPP fokus pada pola pikir, nilai-nilai yang dianut dan perilaku. KPP dilakukan melalui proses interaktif yang melibatkan populasi kunci dalam hal ini adalah LBT, WPS, LSL dan waria untuk mempromosikan, mengembangkan dan memelihara perilaku aman. Tujuan KPP adalah mengubah perilaku populasi kunci secara kolektif baik tingkat individu, kelompok dan komunitas sehingga kerentanan populasi kunci terhadap HIV akan berkurang.
Komponen 3. Manajemen Pasokan Kondom dan Pelicin Tujuan komponen ini adalah untuk menjamin ketersediaan dan akses kondom dan pelicin bagi populasi kunci LBT, WPS, LSL dan waria dalam jumlah yang cukup. KPA bersama dengan semua pihak terkait melakukan promosi penggunaan kondom pada populasi LBT, WPS, LSL dan waria. Penyediaan kondom baik kondom subsidi maupun kondom mandiri bagi LBT, WPS, LSL dan waria akan difasilitasi oleh KPA. Manajemen rantai pasok kondom dan pelicin menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan komponen 3 ini. Komponen 4: Penatalaksanaan IMS dan HIV Dampak dari KPP pada populasi LBT, WPS, LSL dan waria adalah kemandirian populasi tersebut untuk mencari layanan kesehatan yang menyediakan layanan pemeriksaan dan pengobatan IMS dan layanan tes HIV sesuai kebutuhan populasi kunci. Dalam pelaksanannya, Komponen 4 ini 16 | H a l a m a n
mengacu pada pedoman penatalaksanaan IMS yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan RI.
Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi dilakukan secara bersama sesuai dengan kebutuhan Program PMTS Paripurna. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara periodik/sesuai kebutuhan. Monitoring dan evaluasi menggunakan tools program, dengan menggunakan penilaian
mandiri
PMTS
dan atau
menggunakan tools monitoring kualitas program PMTS.
I.C. TAHAPAN PROGRAM PMTS PARIPURNA 1. 2. 3. 4.
Pembentukan pokja PMTS Paripurna Provinsi atau Kabupaten/Kota Perencanaan Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi
Program PMTS Paripurna memiliki empat tahapan, yaitu:
17 | H a l a m a n
TAHAPAN 1. Pembentukan
PENJELASAN Pokja PMTS Paripurna adalah tim kerja yang terdiri dari sekelompok
pokja PMTS
individu/instansi yang dipilih oleh KPA Provinsi, Kabupaten/kota yang
Paripurna Provinsi
memiliki tugas pokok mengkoordinir
atau
komprehensif dan terintegratif.
Kabupaten/Kota.
Pokja
PMTS
Paripurna
ini
program PMTS Paripurna yang
dibentuk
oleh
KPA
Provinsi
atau
Kabupaten/Kota. Anggota pokja PMTS Paripurna terdiri dari KPA Provinsi atau KPA Kabupaten/kota, LSM, SKPD terkait, sektor swasta yang disesuaikan dengan kondisi kasus HIV dan AIDS di wilayah masingmasing. Peran pokja PMTS Paripurna adalah: a. Mengkoordinir implementasi program PMTS Paripurna dari tahap perencanaan sampai dengan monitoring dan evaluasi. b. Memastikan implementasi program PMTS Paripurna sesuai dengan rencana program.
Langkah-langkah pembentukan pokja PMTS Paripurna tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota: a. Identifikasi semua LSM, SKPD, sektor swasta di tingkat Provinsi atau kab/kota yang terkait dengan penanggulangan HIV dan AIDS. b. Menilai kompetensi dari setiap LSM, SKPD, sektor swasta di tingkat Provinsi atau kab/kota yang teridentifikasi. c. Memilih calon anggota pokja PMTS Paripurna berdasarkan hasil penilaian kompetensi dari setiap LSM, SKPD, sektor swasta di tingkat Provinsi atau kab/kota. d. Inisiasi pembentukan pokja PMTS Paripurna dan penetapan tim pokja PMTS Paripurna. e. Menetapkan koordinator tim pokja PMTS Paripurna. f.
Legalisasi pokja PMTS Paripurna yang dituangkan melalui SK Ketua KPA atau sekretaris KPA Provinsi, Kab/Kota.
Catatan: pembentukan tim PMTS Paripurna tingkat provinsi, kab/kota dalam rangka peningkatan kapasitas dapat difasilitasi oleh KPAN, KPAP atau KPA Kab/ Kota dengan menggunakan konsep Asset Based Community Development dengan memahami bersama situasi epidemi serta situasi lapangan di setiap kabupaten/ kota. 2. Perencanaan
Perencanaan dilakukan dalam beberapa langkah: a. Pemetaan program. Pemetaan program meliputi kebutuhan 4
18 | H a l a m a n
komponen PMTS Paripurna b. Analisa data hasil pemetaan. c. Menyusun disain program berdasarkan hasil analisa pemetaan. d. Advokasi kebijakan dan anggaran program kepada lembaga/instansi legislatif dan eksekutif sebagai pemegang kebijakan dan anggaran ditingkat provinsi, kab/kota e. Pengadaan tools program sesuai dengan hasil advokasi kebijakan dan anggaran program. f. 3. Pelaksanaan
Penyusunan rencana kerja program.
Pelaksanaan merupakan seluruh kegiatan implementasi komponen 1, 2, 3 dan 4 sesuai dengan rencana program.
4. Monitoring dan
Monitoring dan evaluasi sesuai dengan rencana kerja program.
Evaluasi
Catatan:
Tahap 1 dilakukan oleh KPA Provinsi, Kab/Kota.
Tahap 2,3 dan 4 dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kab/Kota dibawah koordinasi KPA.
19 | H a l a m a n
BAB II STRATEGI DAN PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM PMTS PARIPURNA A. STRATEGI PROGRAM PMTS PARIPURNA B. PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM PMTS PARIPURNA
II.A. STRATEGI PROGRAM PMTS PARIPURNA. 1. Strategi pada populasi kunci Laki-laki Berisiko Tinggi (LBT) 2. Strategi pada populasi kunci Wanita Pekerja Seks (WPS) 3. Strategi pada populasi kunci Laki-laki Berhubungan Seks dengan Lakilaki(LSL) 4. Strategi pada populasi kunci Waria
II.A.1. Strategi pada populasi kunci Laki-laki Berisiko Tinggi (LBT): a. Pengikutsertaan secara aktif seluruh elemen/pihak yang berkaitan dengan buruh/pekerja masuk kedalam Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kab/Kota. Dalam elemen ini termasuk tripartit (pemerintah/dinas tenaga kerja, pengusaha dan organisasi buruh/pekerja) untuk meningkatan peran tripartit dalam upaya pencegahan HIV di lingkungan buruh/pekerja. b. Pencegahan HIV pada populasi LBT difokuskan di tempat-tempat LBT berkumpul, yaitu tempat kerja formal dan komunitas dengan tidak mengenyampingkan penjangkauan LBT di lokasi wanita pekerja seks. c. Peningkatan kesadaran kolektif pengambil kebijakan di tempat kerja dan komunitas tentang pentingnya pencegahan HIV bagi buruh/pekerja. d. Mendorong perusahaan melakukan peran dan tanggungkawab yang lebih besar terhadap upaya pencegahan HIV bagi buruh/pekerja di tempat kerja dalam bentuk penyediaan dana melalui K3 dan CSR dan pelaksanaan kegiatan pencegahan HIV di tempat kerja, serta menyusun kebijakan penanggulangan HIV & AIDS di internal perusahaan. 20 | H a l a m a n
e. Menerapkan berbagai bentuk kegiatan komunikasi pemasaran sosial yang terintegrasi dengan potensi dan sumber daya di tempat kerja dan komunitas. f. Peningkatan akses kondom dan pelicin bagi buruh/pekerja di tempat kerja dan komunitas dengan mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang ada di tempat kerja dan komunitas (melalui kader, layanan kesehatan, dan tempat berkumpulnya laki laki) g. Membangun dan menguatkan jejaring dengan penyedia fasilitas layanan IMS dan HIV untuk meningkatkan akses layanan IMS dan HIV bagi buruh/pekerja di tempat kerja dan komunitas. h. Keterlibatan atau pelibatan pria dalam pencegahan HIV artinya menangani maskulinitas dan seksualitas. Definisi Terminologi: Maskulinitas = hakekat, praktek dan citra sebagai makhluk laki-laki atau jantan. Seksualitas = gairah, perilaku dan identitas terkait dengan kehidupan seks (termasuk isu-isu tentang reproduksi dan kehidupan berkeluarga, keintiman emosional, kenikmatan dan risiko seksual, kesehatan seksual, dan orientasi seksual – serta hak dan tanggung jawab terkait dengan hal-hal tersebut)
i. Tingginya kasus HIV & AIDS pada laki laki yang berdampak pada peningkatan kasus HIV & AIDS pada Ibu Rumah Tangga adalah contoh kongkrit kaitan antara HIV & AIDS dengan Ketimpangan Gender, Budaya
21 | H a l a m a n
Patriarkhi, Konstruksi Sosial, Masukulinitas serta Promiskuitas. Beberapa hal tersebut secara tidak langsung memberikan segala kekuasaan dalam kehidupan laki-laki, yang kemudian diejawantahkan dalam perilaku berisiko. Disamping itu masyarakat yg permisif memberikan ruang yangg luas bagi laki laki untuk melakukan kekerasan dan dianggap sesuatu yang wajar dilakukan oleh laki laki. Jadi suka atau tidak, saat ini laki-laki adalah pemegang kekuasaan di masyarakat. Oleh karena itu, mereka potensial menjadi mitra dalam upaya mengeliminiasi Penularan HIV & AIDS dari Laki laki ke Ibu Rumah Tangga dan anak., untuk itu dalam konteks ini LBT tidak tepat jika di kriminalisasi, namun dijadikan mitra dalam upaya menekan laju epidemi HIV & AIDS.
Untuk itu, edukasi yang harus disampaikan dalam satu paket program intervensi perubahan perilaku dalam mencegah dan menaggulangi penularan HIV & AIDS adalah, memberikan pemahaman tentang transformasi gender, khususnya dari paradigma maskulinitas yang hegemonik menjadi maskulinitas positif sebagai satu metode yang dapat digunakan dalam pendekatan pada Laki-laki Berisiko Tinggi (LBT).
22 | H a l a m a n
II.A.2. Strategi pada populasi kunci Wanita Pekerja Seks (WPS) a. Pengikutsertaan secara aktif seluruh elemen/pihak yang berkaitan dengan wanita pekerja seks masuk kedalam Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kab/Kota. Dalam elemen ini termasuk pemerintah (SKPD: dinas pariwisata, dinas sosial, satpol PP, dinas kesehatan, kepolisian dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan wilayah program), pengelola tempat hiburan dan organisasi wanita pekerja seks untuk meningkatan peran seluruh elemen dalam upaya pencegahan HIV di populasi WPS. b. Mendorong perusahaan mengalokasikan dana CSR-nya untuk mendukung program pencegahan HIV di lokasi hotspot c. Pencegahan HIV pada populasi WPS dilakukan di tempat-tempat WPS berada, baik WPS langsung maupun WPS tidak langsung yaitu lokasi WPSL dan tempat-tempat hiburan yang teridentifikasi sebagai lokasi WPSTL. d. Peningkatan kesadaran kolektif pengambil kebijakan di lokasi dan tempat hiburan tentang pentingnya pencegahan HIV bagi WPS. e. Mendorong pemangku kepentingan lokasi, pengelola lokasi dan pengelola tempat hiburan melakukan peran dan tanggung jawab yang lebih besar terhadap upaya pencegahan HIV bagi WPS di lokasi dan tempat hiburan.. f. Menerapkan berbagai bentuk kegiatan komunikasi pemasaran sosial yang terintegrasi dengan potensi dan sumber daya di lokasi dan tempat hiburan. g. Peningkatan akses kondom dan pelicin bagi WPS di lokasi dan tempat hiburan dengan mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang ada di lokasi dan tempat hiburan. h. Membangun dan menguatkan jejaring dengan penyedia fasilitas layanan IMS dan HIV untuk meningkatkan akses layanan IMS dan HIV bagi WPS di lokasi dan tempat hiburan.
II.A.3. Strategi pada populasi kunci Laki-Laki berhubungan Seks dengan Lakilaki (LSL) a. Pengikutsertaan secara aktif seluruh elemen/pihak yang berkaitan dengan LSL masuk kedalam Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kab/Kota.
23 | H a l a m a n
Dalam elemen ini termasuk pemerintah (SKPD: dinas pariwisata, dinas sosial, satpol PP, dinas kesehatan, kepolisian dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan wilayah program). b. Pencegahan HIV pada populasi LSL dilakukan mencakup seluruh populasi LSL di wilayah (Kab/Kota), baik LSL visible, LSL invisible dan LSL pekerja seks terorganisir. c. Menerapkan berbagai bentuk kegiatan komunikasi pemasaran sosial yang terintegrasi dengan potensi dan sumber daya di populasi kunci LSL. d. Peningkatan akses kondom dan pelicin bagi LSL di hotspot dengan mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang ada di hotspot. e. Membangun dan menguatkan jejaring dengan penyedia fasilitas layanan IMS dan HIV untuk meningkatkan akses layanan IMS dan HIV bagi LSL
II.A.4. Strategi pada populasi kunci Waria a. Pengikutsertaan secara aktif seluruh elemen/pihak yang berkaitan dengan waria masuk kedalam Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kab/Kota. Dalam elemen ini termasuk pemerintah (SKPD: dinas pariwisata, dinas sosial, satpol PP, dinas kesehatan dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan wilayah program) dan organisasi berbasis komunitas untuk meningkatan peran seluruh elemen dalam upaya pencegahan HIV di populasi waria. b. Pencegahan HIV pada populasi waria dilakukan di tempat-tempat waria berada, baik ditempat tinggal maupun lokasi mangkal. c. Menerapkan berbagai bentuk kegiatan komunikasi pemasaran sosial yang terintegrasi dengan potensi dan sumber daya di komunitas waria. d. Peningkatan akses kondom dan pelicin bagi waria dengan mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang ada di komunitas waria. e. Membangun dan menguatkan jejaring dengan penyedia fasilitas layanan IMS dan HIV untuk meningkatkan akses layanan IMS dan HIV bagi komunitas waria.
24 | H a l a m a n
II.B. PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM PMTS PARIPURNA
1. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci LBT Pekerja Formal di Perusahaan 2. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci LBT di Komunitas. 3. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci WPSL di Lokasi 4. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci WPSTL di Tempat Hiburan Berkomunitas Besar (bar, karaoke, diskotik dengan jumlah WPSTL diatas 100 orang) 5. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci WPSTL di Tempat Hiburan Berkomunitas Kecil (bar, karaoke, panti pijat, salon dengan jumlah WPSTL dibawah 100 orang) 6. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci LSL Non Pekerja Seks Terorganisir 7. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci LSL Pekerja Seks Terorganisir (Panti pijat, pekerja seks berkelompok dll) 8. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci Waria
II.B.1. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci LBT dan Karyawan/ Pekerja Formal di Perusahaan. Peran setiap elemen dalam pelaksanaan Program PMTS Paripurna pada populasi kunci LBT dan karyawan/ pekerja formal perusahaan ELEMEN a. Dinas tenaga kerja
PERAN
Memastikan perusahaan melakukan kegiatan pencegahan HIV bagi karyawan, sebagai bagian dari K3 diperusahaan
Mendorong terbentuknya kebijakan penanggulangan HIV di Perusahaan
Mensosialisasikan Kebijakan Kementerian dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomer 68/ IV/2004, Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV & AIDS di Tempat Kerja, pada setiap perusahaan
b. Dinas kesehatan
Menyediakan layanan IMS, HIV dan AIDS yang ramah klien dan dapat diakses oleh karyawan.
Memastikan Rumah Sakit dan Puskesmas di Kab/Kota menyediakan layanan IMS dan VCT/KTS bergerak yang bisa di akses oleh karyawan
c. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota
Menginisiasi program pencegahan HIV di tempat kerja
Membentuk Pokja HIV dan AIDS Perusahaan.
Mendampingi pokja HIV dan AIDS perusahaan dalam melaksanakan program kerja Pokja HIV dan AIDS Perusahaan. Dalam menjalankan perannya Pokja PMTS Paripurna dapat melibatkan LSM atau pihak lain.
Melakukan monitoring Evaluasi dengan melibatkan seluruh anggota pokja
d. KPA Kab/Kota
Melakukan fungsi koordinasi kegiatan PMTS Paripurna Kab/Kota
e. Pokja HIV dan AIDS Perusahaan
Melaksanakan keseluruhan proses kegiatan pencegahan HIV di tempat kerja sesuai program
26 | H a l a m a n
kerja Pokja HIV dan AIDS Perusahaan. Dalam menjalankan perannya Pokja HIV dan AIDS perusahaan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM dan pihak lain. f.
Organisasi pengusaha
Memastikan perusahaan miliknya (baik secara individu maupun kolektif) menyelenggarakan program pencegahan HIV.
g. Perusahaan.
Mendorong terselenggaranya program HIV di Perusahaan
Mendorong penganggaran program HIV di perusahaan
Membuat kebijakan tentang pencegahan HIV di tempat kerja.
Berjejaring dengan penyedia fasilitas layanan IMS dan HIV.
Menyediakan dana, waktu dan sumber daya lainnya untuk mendukung kegiatan pencegahan HIV di tempat kerja dan Juga Program HIV lewat dana CSR
Melakukan koordinasi dengan perusahaan sub kontaktor tentang keterlibatan sub kontraktor dalam program pencegahan HIV di perusahaan
Memastikan seluruh karyawan mendapatkan akses informasi lengkap tentang IMS-HIV & AIDS
h. Organisasi buruh/pekerja
Mengupayakan sarana layanan kesehatan untuk internal karyawan perusahaan
Menjadi bagian dari Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota
Berperanserta mengamati jalannya kegiatan pencegahan HIV di perusahaan
27 | H a l a m a n
Petunjuk teknis pelaksanaan program PMTS Paripurna pada populasi kunci Laki-laki Berisiko Tinggi (LBT) dan karyawan/ pekerja formal di perusahaan. KOMPONEN 1. Peningkatan
TAHAPAN/KEGIATAN Tahap 1 Menentukan
peran positif
perusahaan yang akan
pemangku
dibentuk pokja HIV dan AIDS
kepentingan
.
PENJELASAN/LANGKAH Penentuan ini berdasarkan hasil pemetaan Program PMTS Paripurna Provinsi Kab/Kota.
Tahap 2 Pembentukan Pokja
Pokja HIV dan AIDS Perusahaan adalah tim kerja yg terdiri dari sekelompok individu dan atau
HIV dan AIDS Perusahaan.
departemen diperusahaan yang dapat berkontribusi dalam pokja HIV dan AIDS Perusahaan.
Pokja HIV dan AIDS Perusahaan memiliki peran mengkoordinir semua kegiatan yang menjadi program kerjanya.
Pembentukan pokja HIV dan AIDS Perusahaan dilakukan dalam beberapa langkah kegiatan, yaitu: a. Identifikasi pemangku kepentingan dan orang kunci. b. Pendekatan informal kepada pemangku kepentingan dan orang kunci. c. Pendekatan formal dalam bentuk pertemuan inisiasi pemangku kepentingan dan orang kunci. Dalam pertemuan ini dilakukan sosialisasi tujuan pertemuan inisiasi, sosialisasi kondisi dan situasi terkini HIV dan AIDS di lokasi tersebut, sosialisasi pengetahuan dasar HIV dan AIDS, sosialisasi tujuan program PMTS Paripurna, diskusi tentang pentingnya penanganan HIV dan AIDS dilokasi tersebut dan diskusi untuk kesepakatan terbentuknya Pokja penanggulangan HIV
28 | H a l a m a n
dan AIDS di Perusahaan. Pertemuan ini dapat diintegrasikan dengan pertemuan-pertemuan internal perusahaan, misalnya executive brief. d. Pertemuan pembentukan tim Pokja HIV dan AIDS perusahaan. Dalam pertemuan ini dilakukan pembuatan bagan Pokja HIV dan AIDS Perusahaan, menentukan personil dari setiap posisi dalam bagan Pokja HIV dan AIDS perusahaan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Pokja HIV dan AIDS Perusahaan dapat juga diintegrasikan kedalam struktur perusahaan yang sudah ada, misalnya terintegrasi kedalam divisi/departemen K3 perusahaan, divisi/departemen klinik perusahaan atau divisi/departemen lainnya sesuai dengan penentuan perusahaan. e. Pengesahan pokja HIV dan AIDS di perusahaan.
Catatan:
Istilah pokja HIV dan AIDS Perusahaan sering juga disebut tim inti HIV dan AIDS.
Jika di wilayah (Provinsi, Kabupaten/Kota) tersebut sudah terbentuk pokja HIV dan AIDS di beberapa perusahaan maka dapat ditindaklanjuti dengan membentuk sebuah jejaring Pokja HIV dan AIDS perusahaan-perusahaan dalam sebuah wadah bersama.
Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas Pokja HIV dan AIDS perusahaan dilakukan sesuai kebutuhan.
Pertemuan tim Pokja HIV dan AIDS Perusahaan dilakukan sesuai kebutuhan.
Tahap 3 Pembuatan peraturan
Peraturan lokal perusahaan dibuat oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan yang dalam prosesnya
lokal perusahaan
dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota, Konsultan profesional, Perusahaan lain yang berpengalaman membuat peraturan lokal perusahaan, LSM setempat dan lain-lain.
29 | H a l a m a n
Peraturan lokal perusahaan berisi tiga komponen pokok dan dapat ditambah komponen lain sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Tiga komponen pokok tersebut adalah: a. Komitmen perusahaan tentang penanggulangan HIV dan AIDS. Komitmen perusahaan berbentuk:
Dukungan dan pelaksanaan perusahaan kepada kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS di perusahaan.
Penyediaan dana untuk kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS di perusahaan.
Perusahaan bertanggung jawab terhadap kesehatan karyawan terutama yang berkaitan dengan pencegahan HIV dan infeksi oportunistik.
b. Kewajiban seluruh komponen perusahaan untuk melakukan perilaku aman agar terhindar dari penularan HIV. c. Kewajiban seluruh komponen perusahaan untuk tidak melakukan diskriminasi kepada ODHA. Tahap 4 Pengesahan peraturan
Pengesahan peraturan local perusahaan (Kebijakan HIV Perusahaan) dapat di sosialisasikan kepada
lokal perusahaan.
Seluruh Karyawan/ Pemerintah/lembaga/organisasi terkait untuk meningkatkan dukungan dari Pemerintah/lembaga/organisasi terkait.
Tahap 5 Penyusunan program
Program kerja akan menjadi panduan bagi Pokja HIV dan AIDS Perusahaan dalam melakukan
kerja.
kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS diperusahaan. Penyusunan program kerja dibuat oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota, Konsultan profesional, Perusahaan lain yang berpengalaman membuat peraturan lokal perusahaan, LSM setempat dan lain-lain.
Tahap 6 Implementasi
30 | H a l a m a n
Implementasi program kerja dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan dan dalam melakukan
program kerja.
imlementasi kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS diperusahaan dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota, Konsultan profesional, Perusahaan lain yang berpengalaman membuat peraturan lokal perusahaan, LSM setempat dan lain-lain.
Tahap 7 Monitoring dan
Monitoring dan evaluasi dilakukan dalam dua area:
evaluasi.
a. Internal Monitoring dan evaluasi internal dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS di perusahaan. b. Eksternal Monitoring eksternal dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota. Hasil dari monitoring eksternal dapat disampaikan kepada perusahaan dalam bentuk umpan balik. Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota dapat melakukan evaluasi apabila diminta oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan.
2. Komunikasi Perubahan Perilaku.
1. Pengelolaan pendidikan sebaya.
Pendidikan sebaya adalah pendidikan yang dilakukan oleh anggota kelompok kepada anggota kelompok lainnya. Langkah pengelolaan pendidikan sebaya: a. Merumuskan kriteria pendidik sebaya. Kriteria pendidik sebaya disesuaikan dengan karakteristik LBT di Perusahaan, seperti:
Karyawan perusahaan tersebut
Komunikatif.
Berasal dari perwakilan departemen/bagian.
Dapat menjadi role model perilaku seks aman di kelompoknya. Dll.
Catatan: Pendidik sebaya sebaiknya bukan anggota Pokja HIV dan AIDS Perusahaan, karena
31 | H a l a m a n
anggota Pokja HIV dan AIDS Perusahaan sudah merupakan educator di Perusahaan. b. Menentukan jumlah kebutuhan pendidik sebaya. Kebutuhan pendidik sebaya disesuaikan berdasarkan jumlah kelompok atau proporsi dari jumlah karyawan departemen/bagian. c. Pemilihan calon pendidik sebaya. Ada dua cara pemilihan calon pendidik sebaya;
Dipilih oleh anggota kelompok/geng/ departemen/ bagian/seksi sebagai perwakilan.
Dipilih oleh perusahaan.
d. Pelatihan pendidik sebaya. Pelatihan pendidik sebaya dapat dilakukan oleh pokja HIV dan AIDS Perusahaan dan dapat melibatkan Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota, Konsultan profesional, Perusahaan lain yang berpengalaman melakukan pengelolaan pendidikan sebaya, LSM setempat dan lain-lain. e. Pertemuan rutin pendidik sebaya. Pertemuan pendidik sebaya dilakukan secara periodik di sesuaikan dengan kebutuhan, pertemuan ini di inisiasi oleh pendidik sebaya dan di monitoring oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan. f.
Monitoring dan evaluasi pendidikan sebaya. Monitoring dan evaluasi pendidikan sebaya dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan..
2. Pengadaan dan distribusi
32 | H a l a m a n
Media KIE adalah bentuk alat dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian
media Komunikasi
informasi.
Informasi dan Edukasi
Langkah pengadaan dan distribusi media KIE:
(KIE).
a. Penggalian kebutuhan di lingkup karyawan perusahaan.
Penggalian kebutuhan dapat menggunakan metode FGD, survey, pertemuan dan lain-lain dengan tujuan mencari masukan bentuk media, bahasa, warna, gambar dari media yang akan diproduksi. b. Pembuatan disain media KIE. Hasil masukan tersebut dibuat contoh (sample) media yang akan di produksi. c. Mencari masukan/umpan balik dari karyawan perusahaan terhadap disain media KIE. Contoh media tersebut dimintakan umpan balik keada karyawan, untuk mendapatkan umpan balik tersebut dapat menggunakan metode FGD,rapid survey, Pertemuan dan lain-lain, d. Perbaikan disain media KIE. Perbaikan disain media KIE dilakukan berdasarkan hasil umpan balik contoh media dari karyawan. e. Pencetakan media KIE. Pencetakan media KIE berdasarkan hasil akhir dari perbaikan disain media KIE dengan memperhitungkan jumlah kebutuhan dalam satu periode tertentu. f.
Pendistribusian dan penyimpanan media KIE. Distribusi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan, Pendidik sebaya, outlet dan lain sebagainya dengan mempertimbangkan rantai pasok media KIE.
g. Pembuatan materi penyuluhan singkat (30 menit) yang menarik h. Pencatatan dan pelaporan. 3. Penyuluhan
Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kelompok klien. Langkah penyuluhan:
33 | H a l a m a n
a. Menentukan intensitas penyuluhan dalam satu periode program Pokja HIV dan AIDS Perusahaan. b. Menentukan lokasi/bagian/departemen yang akan menjadi sasaran penyuluhan. c. Menentukan tenaga penyuluh/pemateri/narasumber. d. Penyediaan alat dan bahan penyuluhan. e. Penjadwalan. f.
Penyuluhan sesuai jadwal.
g. Membuat materi penyuluhan singkat (30 menit) yang menarik dan disesuaikan dengan karakter audiens diperusahaan h. Pencatatan dan pelaporan. 4. VCT/KTS Bergerak
VCT/KTS adalah suatu metode tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV di dalam sample darahnya dengan berdasarkan pada prinsip sukarela, melalui proses konseling pre dan post tes, mutu terjamin dan confidensial. Langkah KTS bergerak: a. Membuat kesepakatan dengan layanan KTS untuk melakukan KTS bergerak. Jika perusahaan belum memiliki layanan KTS, maka Pokja HIV dan AIDS Perusahaan dapat berkoordinasi dengan Pokja PMTS Kab/Kota untuk di sambungkan dengan penyedia layanan KTS bergerak di Kab/Kota setempat. KTS bergerak diperuntukan bagi karyawan perusahaan. b. Menentukan intensitas KTS bergerak. Intensitas KTS bergerak di perusahaan disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat dilakukan secara bergilir ke departemen/bagian/seksi yang ada di perusahaan. Periode KTS bergerak bisa 1 bulan, 2 bulan atau tergantung kebutuhan.
34 | H a l a m a n
c. Penjadwalan. Penjadwalan disusun berdasarkan kesepakatan antara Pokja HIV dan AIDS Perusahaan, Layanan KTS bergerak, departemen/bagian /seksi yang akan menjadi sasaran KTS bergerak. d. Pelaksanaan KTS bergerak. Pelaksanaan sesuai dengan jadwal. e. Pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan secara periodik. Hasil rekapitulasi KTS bergerak dapat di akses oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan untuk kepentingan progran penanggulangan HIV dan AIDS Perusahaan atas seijin pihak layanan KTS bergerak. Dalam memberikan informasi kepada Pokja HIV dan AIDS Perusahaan, pihak layanan KTS bergerak harus tetap menjunjung tinggi kode etik dan kerahasiaan klien. 5. VCT/KTS Masal
KTS masal dilakukan dalam konteks kampanye KTS. Langkah KTS masal: a. Membuat kesepakatan dengan layanan KTS untuk melakukan KTS masal. Jika perusahaan belum memiliki layanan KTS, maka Pokja HIV dan AIDS Perusahaan dapat berkoordinasi dengan Pokja PMTS Kab/Kota untuk di sambungkan dengan penyedia layanan KTS di Kab/Kota setempat. KTS masal diperuntukan bagi karyawan perusahaan, keluarga dan kerabat. b. Menentukan intensitas KTS masal. Intensitas KTS masal di perusahaan disesuaikan dengan kegiatan insidentil besar, misalnya peringatan MRAN, HAS, ulang tahun perusahaan dan lain-lain. c. Membentuk tim penyelenggara KTS masal.
35 | H a l a m a n
Membuat panitia untuk mempersiapkan KTS masal, panitia bisa dari anggota pendidik sebaya, Pokja HIV dan AIDS Perusahaan. Selain itu juga dapat melibatkan karyawan yang berminat. d. Penjadwalan. Penjadwalan disusun berdasarkan kesepakatan antara Pokja HIV dan AIDS Perusahaan dan penyedia layanan KTS. e. Pelaksanaan KTS masal. Pelaksanaan sesuai dengan jadwal. f.
Pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan.
Hasil rekapitulasi KTS masal dapat di akses oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan untuk kepentingan program penanggulangan HIV dan AIDS Perusahaan atas seijin pihak layanan KTS. Dalam memberikan informasi kepada Pokja HIV dan AIDS Perusahaan, pihak layanan KTS harus tetap menjunjung tinggi kode etik dan kerahasiaan klien. 6. Edukasi masal melalui kampanye
Edukasi masal melalui kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. ( Rogers dan Storey, 1987). Tahapan.edukasi masal melalui kampanye: a. Merumuskan bentuk kegiatan. b. Merumuskan tema edukasi masal melalui kampanye. c. Membentuk tim penyelenggara. d. Penjadwalan. e. Pelaksanaan edukasi masal melalui kampanye. f.
36 | H a l a m a n
Pencatatan dan laporan.
Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh tim penyelenggara kepada Pokja HIV dan AIDS Perusahaan. 7. Integrasi informasi HIV
Integrasi informasi HIV dan AIDS di dalam kegiatan rutin atau insidentil adalah memasukan
dan AIDS di dalam
informasi tentang IMS, HIV dan AIDS kepada karyawan dalam setiap kesempatan yang
kegiatan rutin atau
memungkinkan dengan mempertimbangkan efektifitas informasi.
insidentil perusahaan.
Tahapan Integrasi informasi HIV dan AIDS di dalam kegiatan rutin atau insidentil: a. Identifikasi kegiatan rutin/insidentil perusahaan yang memungkinkan integrasi informasi HIV dan AIDS dilakukan. Melakukan listing kegiatan rutin perusahaan seperti morning brief, pertemuan mingguan, pertemuan bulanan dan lain sebagainya. Kegiatan insidentil perusahaan seperti ulang tahun perusahaan, perayaan tahun baru di perusahaan dan lain sebagainya. b. Memilih kegiatan rutin/insidentil yang paling memungkinkan dan strategis. c. Merumuskan muatan informasi yang akan diintegrasikan kedalam kegiatan rutin/insidentil yang terpilih. Pokja HIV dan AIDS Perusahaan bersama dengan karyawan (supervisor, mandor dll) yang nanti akan memberikan informasi melalui kegiatan rutin/insidentil merumuskan integrasi informasi yang memungkinkan untuk disampaikan pada pada kegiatan rutin/insidentil. d. Uji coba integrasi informasi HIV dan AIDS pada kegiatan rutin. Rumusan integrasi informasi diujicobakan pada kegiatan rutin untuk melihat efektifitas dari rumusan integrasi informasi tersebut. Integrasi informasi pada kegiatan insidentil tidak perlu dilakukan uji coba. e. Mereview uji coba integrasi informasi HIV dan AIDS pada kegiatan rutin. Perbaikan rumusan integrasi informasi dilakukan sesuai hasil review.
37 | H a l a m a n
f.
Pelaksanaan integrasi informasi HIV dan AIDS pada kegiatan rutin/insidentil.
g. Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi integrasi informasi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan 8. Promosi layanan IMS dan HIV
Promosi layanan IMS dan HIV dapat dilakukan melalui berbagai media komunikasi mandiri (misalnya poster, spanduk, brosur) dan dilakukan secara integrasi melalui kegiatan KPP lainnya (misalnya penyuluhan, pendidik sebaya, kampanye dan lain-lain).
3. Manajemen
1. Perumusan rantai pasok
Pasokan
kondom dan pelicin
dan pengeluaran kondom dan pelicin mandiri maupun subsidi.
Kondom dan
diperusahaan (Diatur
Langkah-langkah kegiatan rantai pasok kondom dan pelicin diperusahaan, meliputi:
Pelicin.
sesuai dengan Kebijakan
a. Pengadaan kondom dan pelicin.
Perusahaan)
Rantai pasok kondom dan pelicin perusahaan adalah sistim pengaturan pengadaan, penyimpanan
Pengadaan kondom dan pelicin dilakukan secara mandiri dengan cara melakukan kontak kepada distributor kondom dan pelicin, pengadaan kondom dan pelicin mempertimbangkan variant/jenis kondom yang memungkinkan diminati oleh karyawan. Kondom dari KPA hanya dipergunakan sebagai buffer stock. b. Penyimpanan kondom dan pelicin. Penyediaan tempat penyimpanan kondom dan peicin yang baik dan tidak menyebabkan kerusakan pada kondom dan pelicin. c. Sistim pendistribusian kondom dan pelicin. Distribusi kondom dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Perusahaan, pendidik sebaya, outlet kondom dan lain sebagainya. Kondom dan pelicin dibagikan satu paket dengan media KIE. d. Sistim pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh outlet kondom dan Pokja HIV dan AIDS Perusahaan. Pelaporan pengeluaran kondom dan pelicin di perusahaan dilaporkan oleh Pokja HIV dan AIDS
38 | H a l a m a n
Perusahaan kepada Pokja PMTS Kab/Kota.s e. Mengembangkan outleat kondom yang mudah diakses, minimal di klinik perusahaan f.
Tools pencatatan dan pelaporan. Tools pencatatan dan pelaporan dibuat berdasarkan kebutuhan rantai pasok kondom dan pelicin.
2. Pembentukan outlet kondom dan pelican
a. Mengembangkan outleat kondom yang mudah diakses, minimal di klinik perusahaan. b. Outlet kondom dan pelicin bisa berasal dari pendidik sebaya maupun bukan pendidik sebaya. c. Outleat Kondom selain di PE dapat di setup di tempat yang mudah diakses oleh karyawan d. Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas outlet kondom diakukan sesuai kebutuhan. Tujuan dari peningkatan kapasitas outlet kondom adalah pengelola outlet memiliki pemahaman dan ketrampilan secara manajerial dalam mengelola outlet, pengelola outlet mampu melakukan promosi dengan baik, pengelola outlet mampu berjejaring dengan mitra kerja
4. Penatalaksanaan
1. Ketersediaan layanan
IMS dan HIV
pemeriksaan dan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
pengobatan IMS. 2. Ketersediaan layanan VCT/KTS. 3. Ketersediaan layanan profilaksis pasca pajanan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
(PPP) 4. Ketersediaan layanan pencegahan penularan ibu
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
ke anak (PPIA/PMTCT). 5. Ketersediaan dukungan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis
39 | H a l a m a n
kepada ODHA untuk
LKB yang dibuat oleh Kemenkes
program positive prevention Catatan: Apabila perusahaan ingin membangun layanan IMS dan HIV secara mandiri di perusahaan maka dapat berkoordinasi dan berkonsultasi dengan dinas kesehatan provinsi, kab/kota setempat. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka membangun layanan IMS dan HIV secara mandiri disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama dinas kesehatan provinsi, kab/kota. 5. Monitoring dan evaluasi
1. Survey Pengetahuan,Sikap
Survey PSP adalah Survei metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-
dan Perilaku (PSP)
pertanyaan kepada responden individu. Tujuan survey PSP adalah untuk mengetahui pengetahuan,
dilakukan pada awal
sikap dan perilaku populasi LBT terhadap HIV dan AIDS.
program dan evaluasi secara periodik 1-3 tahun
Langkah-langkah melakukan survey PSP
sekali.
a. Persiapan survey PSP
Membentuk tim survey.
Menentukan metodologi.
Mempersiapkan tools survey (kuisioner, software pendukung, perlengkapan lapangan surveyor, sistim reward untuk responden, kode etik survey).
Pelatihan surveyor.
Penjadwalan survey.
b. Pelaksanaan survey PSP.
Sesuai dengan jadwal. Pelaksanaan dilapangan bisa fleksibel sesuai dengan kondisi dan situasi lapangan dengan tetap mempertimbangkan validitas data.
40 | H a l a m a n
c. Pengakhiran survey PSP.
Verifikasi data dari setiap surveyor.
Input data.
Pengolahan data.
Analisis data.
Kesimpulan dan rekomendasi dari hasil survey.
Sosialisasi hasil survey
Laporan hasil survey.
d. Respon dan tindak lanjut survey. Respon dan tindak lanjut dapat dilihat dari penyusunan program periode berikutnyaa yang mengacu pada hasil survey. 2. Evaluasi per triwulan dan
Evaluasi triwulaan/semester dilakukan oleh pokja PMTS Paripurna Kab/Kota terhadap berjalannya
semester oleh Pokja PMTS
empat komponen PMTS lainnya di perusahaan.
Paripurna Provinsi,
Evaluasi ini bersifat confidential, hasil evaluasi dipergunakan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota
Kab/Kota.
untuk merumuskan dukungan kepada Pokja HIV dan AIDS Perusahaan pada periode selanjutnya.
41 | H a l a m a n
II.B.2. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci LBT di Komunitas. Peran setiap elemen dalam pelaksanaan Program PMTS Paripurna pada populasi kunci LBT komunitas ELEMEN a. Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, KKP
PERAN
(kantor Kesehatan pelabuhan), Organisasi
Memastikan perusahaan/ tempat kerja dengan jumlah laki laki yang cukup banyak melakukan kegiatan pencegahan HIV bagi pekerja/karyawan.
Komunitas/ LSM b. Dinas perhubungan
Memastikan perusahaan angkutan melakukan kegiatan pencegahan bagi pekerja/karyawan.
Mengalokasikan dana untuk mendukung kegiatan pencegahan HIV di komunitas dan mengkoordinasikan dana tersebut dengan KPA Kab/Kota.
c. Perusahaan angkutan
o
Menjadi bagian dari Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas
o
Mendukung berjalannya program pencegahan HIV bagi komunitas di terminal/stasiun/ pelabuhan
d. Unit pengelola Terminal/Stasiun/Pelabuhan
Menjadi bagian dari Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas
Mendukung berjalannya program pencegahan HIV bagi komunitas di terminal/stasiun/ pelabuhan.
e. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota
Menginisiasi program pencegahan HIV di komunitas
Membentuk Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas.
Mendampingi pokja HIV dan AIDS Komunitas dalam Melaksanakan peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di komunitas.
Bekerjasama/melibatkan LSM lokal untuk melaksanakan keseluruhan proses kegiatan pencegahan HIV di komunitas sesuai program kerja.
42 | H a l a m a n
Bersama KPA melakukan fungsi evaluasi pelaksanaan program
Melakukan fungsi koordinasi dan evaluasi kegiatan PMTS Paripurna Kab/Kota
g. Pokja HIV dan AIDS Komunitas (Yang di
Melaksanakan peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di komunitas.
dalamnya terlibatnya unsur UPIKA (Unsur
Memastikan dan memfasilitasi berjalannya program pencegahan HIV di wilayahnya.
f.
KPA Kab/Kota
Pimpinan Kecamatan, kelurahan/ Desa/ RT/ RW, khusunya yang wilayahnya terdapat lokasi Hotspot, Komunitas dan atau Pengelola Hotspot,dll)
Petunjuk teknis pelaksanaan program PMTS Paripurna pada populasi kunci LBT di komunitas KOMPONEN 1. Peningkatan peran
TAHAPAN/KEGIATAN
PENJELASAN/LANGKAH
Tahap 1 Menentukan lokasi LBT Penentuan ini berdasarkan hasil pemetaan Program PMTS Paripurna Provinsi,Kab/Kota
positif pemangku
komunitas yang akan
kepentingan
pokja HIV dan AIDS .
dibentuk
Tahap 2 Pembentukan Pokja HIV
Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas adalah tim kerja yg terdiri dari sekelompok individu
dan AIDS LBT Komunitas
dan atau unsur/kelompok/paguyuban LBT dikomunitas yang dapat berkontribusi dalam pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas. Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas memiliki peran mengkoordinir semua kegiatan yang menjadi program kerjanya.
Pembentukan pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas dilakukan dalam beberapa langkah kegiatan, yaitu:
43 | H a l a m a n
a. Identifikasi pemangku kepentingan dan orang kunci di komunitas dan perusahaan angkutan. b. Pendekatan informal kepada pemangku kepentingan dan orang kunci di komunitas dan perusahaan angkutan. c. Pendekatan formal dalam bentuk pertemuan inisiasi pemangku kepentingan dan orang kunci di komunitas dan perusahaan angkutan. Dalam pertemuan ini dilakukan sosialisasi tujuan pertemuan inisiasi, sosialisasi kondisi dan situasi terkini HIV dan AIDS di komunitas tersebut, sosialisasi pengetahuan dasar HIV dan AIDS, sosialisasi tujuan program PMTS Paripurna, diskusi tentang pentingnya penanganan HIV dan AIDS di komunitas tersebut dan diskusi untuk kesepakatan terbentuknya Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas. d. Pertemuan pembentukan tim Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas. Dalam pertemuan ini dilakukan pembuatan bagan Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas, menentukan personil dari setiap posisi dalam bagan Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas dapat juga diintegrasikan kedalam organisasi pekerja informal dan kru angkutan yang sudah ada di komunitas tersebut. e. Pengesahan pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas. Catatan:
Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas Pokja HIV dan AIDS LBT komunitas dilakukan sesuai kebutuhan.
Tahap 3 Pembuatan peraturan lokal
44 | H a l a m a n
Pertemuan tim Pokja HIV dan AIDS LBT komunitas dilakukan sesuai kebutuhan.
Peraturan lokal dibuat oleh Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas yang dalam prosesnya
di komunitas
dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota, Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
Peraturan lokal LBT Komunitas berisi tiga komponen pokok dan dapat ditambah komponen lain sesuai dengan kebutuhan komunitas. Tiga komponen pokok tersebut adalah: a. Komitmen moral komunitas tentang penanggulangan HIV dan AIDS. b. Kewajiban seluruh komponen komunitas untuk melakukan perilaku aman agar terhindar dari penularan HIV. c. Kewajiban seluruh komponen komunitas untuk tidak melakukan diskriminasi kepada ODHA. Tahap 4 Pengesahan peraturan
Pengesahan
peraturan
lokal
di
komunitas
dapat
melibatkan
lokal komunitas.
muspika/muspida/instansi/lembaga/organisasi terkait untuk meningkatkan dukungan dari muspika/muspida/instansi/lembaga/organisasi terkait.
Tahap 5 Penyusunan program kerja. Program kerja akan menjadi panduan bagi Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas dalam melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS di komunitas. Penyusunan program kerja dibuat oleh Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas bersama dengan Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kab/Kota yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. Tahap 6 Implementasi program
Implementasi program kerja dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas bersama
kerja.
dengan Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota yang dalam imlementasinya dapat bekerjasama dengan pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya: konsultan profesional, LSM setempat
45 | H a l a m a n
dan lain-lain. Tahap 7 Monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas bersama dengan Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
2. Komunikasi Perubahan Perilaku.
1
Pengelolaan kader sebaya
Kader sebaya adalah pendidikan yang dilakukan oleh anggota komunitas kepada anggota kelompok maupun komunitasnya.
Langkah pengelolaan kader sebaya: a. Merumuskan kriteria kader sebaya. Kriteria kader sebaya disesuaikan dengan karakteristik LBT komunitas, diantaranya seperti:
Laki-laki.
Komunikatif.
Berasal dari perwakilan unsur/kelompok/paguyuban.
Dapat menjadi role model perilaku seks aman di komunitas. Dll.
Catatan: Kader sebaya sebaiknya bukan anggota Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas, karena anggota Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas sudah merupakan kader di komunitas. Sehingga pada saat pelatihan kader sebaya prioritas pertama adalah melatih anggota Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas. b. Menentukan jumlah kebutuhan kader sebaya. Kebutuhan kader sebaya disesuaikan berdasarkan jumlah unsur/kelompok/paguyuban. c. Pemilihan calon kader sebaya.
46 | H a l a m a n
Ada dua cara pemilihan calon kader sebaya;
Dipilih oleh anggota unsur/kelompok/paguyuban sebagai perwakilan.
Dipilih oleh Pokja HIV dan AIDS LBT komunitas.
d. Pelatihan kader sebaya. Pelatihan kader sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. e. Pertemuan rutin kader sebaya. Pertemuan kader sebaya di integrasikan dengan pertemuan rutin Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas secara periodik di sesuaikan dengan kebutuhan, pertemuan di inisiasi oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota. f.
Monitoring dan evaluasi kader sebaya. Monitoring dan evaluasi kader sebaya dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas bersama dengan Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota.
2
Pengadaan dan distribusi media
Media KIE adalah bentuk alat dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses
Komunikasi Informasi dan
penyajian informasi (AECT Task force,1977:162).
Edukasi (KIE).
Tahapan pengadaan dan distribusi media KIE: a. Penggalian kebutuhan di lingkup komunitas. Penggalian kebutuhan dapat menggunakan metode FGD, survey, pertemuan dan lain-lain dengan tujuan mencari masukan bentuk media, bahasa, warna, gambar dari media yang akan diproduksi. b. Pembuatan disain media KIE. Hasil masukan tersebut dibuat contoh (sample) media yang akan di produksi. c. Mencari masukan/umpan balik dari komunitas terhadap disain media KIE.
47 | H a l a m a n
Contoh media tersebut dimintakan umpan balik kepada komunitas, untuk mendapatkan umpan balik tersebut dapat menggunakan metode FGD,rapid survey, Pertemuan dan lainlain, d. Perbaikan disain media KIE. Perbaikan disain media KIE dilakukan berdasarkan hasil umpan balik contoh media dari komunitas. e. Pencetakan media KIE. Pencetakan media KIE berdasarkan hasil akhir dari perbaikan disain media KIE dengan memperhitungkan jumlah kebutuhan dalam satu periode tertentu. f.
Pendistribusian dan penyimpanan media KIE. Distribusi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas, Kader sebaya, outlet dan lain sebagainya dengan mempertimbangkan rantai pasok media KIE.
g. Pencatatan dan pelaporan. 3
Penyuluhan
Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kelompok klien. (Nasrul Efendi. 1998: 232).
Langkah-langkah penyuluhan: a. Menentukan intensitas penyuluhan dalam satu periode program Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas. b. Menentukan unsur/kelompok/paguyuban yang akan menjadi sasaran penyuluhan. c. Menentukan tenaga penyuluh/pemateri/narasumber.
48 | H a l a m a n
d. Penyediaan alat dan bahan penyuluhan. e. Penjadwalan. f.
Penyuluhan sesuai jadwal.
g. Pencatatan dan pelaporan. 4
VCT Mobile/KTS Bergerak
VCT/KTS adalah
suatu metode tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah
seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV di dalam sample darahnya dengan berdasarkan pada prinsip sukarela, melalui proses konseling pre dan post tes, mutu terjamin dan confidential.
Langkah-langkah melakukan KTS bergerak: a. Membuat kesepakatan dengan layanan KTS untuk melakukan KTS bergerak. Pokja PMTS Kab/Kota berkoordinasi dengan penyedia layanan KTS bergerak di Kab/Kota setempat. KTS bergerak diperuntukan bagi LBT Komunitas. b. Menentukan intensitas KTS bergerak. Intensitas KTS bergerak di LBT Komunitas disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat dilakukan secara bergilir ke unsur/kelompok/paguyuban LBT Komunitas. Periode KTS bergerak bisa 1 bulan, 2 bulan atau sesuai kebutuhan. c. Penjadwalan. Penjadwalan disusun berdasarkan kesepakatan antara Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas, Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota dan penyedia layanan KTS bergerak. d. Pelaksanaan KTS bergerak. Pelaksanaan sesuai dengan jadwal. e. Pencatatan dan pelaporan.
49 | H a l a m a n
Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota secara periodik. Hasil rekapitulasi KTS bergerak dapat di akses oleh Pokja Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota untuk kepentingan program penanggulangan HIV dan AIDS LBT Komunitas atas seijin pihak layanan KTS bergerak. Dalam memberikan informasi kepada Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota, pihak layanan KTS bergerak harus tetap menjunjung tinggi kode etik dan kerahasiaan klien. 5
Edukasi masal melalui
Edukasi masal melalui kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang terencana
kampanye.
dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. ( Rogers dan Storey, 1987).
Langkah-langkah melakukan edukasi masal melalui kampanye: a. Merumuskan bentuk kegiatan. Bentuk kegiatan edukasi masal melalui kampanye dapat berupa edutainment, edusportainment dan lain-lain. Kegiatan ini dapat diintegrasikan dengan kegiatan insidentil besar, misalnya: MRAN, HAS, dan kegiatan besar umum lainnyas. b. Merumuskan tema edukasi masal melalui kampanye. Tema dirumuskan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS LBT komunitas. c. Membentuk tim penyelenggara. Tim penyelenggara terdiri dari anggota Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota, anggota Pokja HIV dan AIDS LBT komunitas, kader sebaya dan anggota komunitas yang berminat. d. Penjadwalan dan penentuan lokasi edukasi masal melalui kampanye.
50 | H a l a m a n
e. Pelaksanaan edukasi masal melalui kampanye. f.
Pencatatan dan laporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh tim penyelenggara kepada Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota.
6
Integrasi informasi HIV dan
Integrasi informasi HIV dan AIDS di dalam kegiatan rutin atau insidentil adalah memasukan
AIDS di dalam kegiatan rutin
informasi tentang IMS, HIV dan AIDS kepada LBT komunitas dalam setiap kesempatan
atau insidentil LBT Komunitas.
yang memungkinkan dengan mempertimbangkan efektifitas informasi.
Langkah-langkah melakukan Integrasi informasi HIV dan AIDS di dalam kegiatan rutin atau insidentil: a. Identifikasi kegiatan rutin/insidentil LBT Komunitas yang memungkinkan integrasi informasi HIV dan AIDS dilakukan. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas melakukan listing kegiatan rutin LBT Komunitas seperti pertemuan paguyuban, arisan kelompok dan lain sebagainya. Kegiatan insidentil LBT Komunitas seperti ulang tahun dinas perhubungan, perayaan tahun baru di LBT Komunitas dan lain-lain. b. Memilih kegiatan rutin/insidentil yang paling memungkinkan dan strategis. c. Merumuskan muatan informasi yang akan diintegrasikan kedalam kegiatan rutin/insidentil yang terpilih. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS LBT Komunitas merumuskan muatan informasi yang diintegrasikan kedalam kegiatan rutin/insidentil. d. Pelaksanaan integrasi informasi HIV dan AIDS pada kegiatan rutin/insidentil. e. Monitoring dan evaluasi.
51 | H a l a m a n
Monitoring dan evaluasi integrasi informasi dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS LBT komunitas 7. Promosi layanan IMS dan HIV
Promosi layanan IMS dan HIV dapat dilakukan melalui berbagai media komunikasi mandiri (misalnya poster, spanduk, brosur) dan dilakukan secara integrasi melalui kegiatan KPP lainnya (misalnya penyuluhan, pendidik sebaya, kampanye dan lain-lain).
3. Manajemen Pasokan
1
Kondom dan Pelicin.
Perumusan rantai pasok
Rantai pasok kondom dan pelicin perusahaan adalah sistim pengaturan pengadaan,
kondom dan pelicin di LBT
penyimpanan dan pengeluaran kondom dan pelicin mandiri maupun subsidi.
Komunitas Langkah-langkah kegiatan rantai pasok kondom dan pelicin di komunitas, meliputi: a. Pengadaan, penyimpanan, sistim distribusi, pencatatan dan pelaporan kondom dan pelicin. dilakukan KPA Kab/Kota. b. Tools pencatatan dan pelaporan. Tools pencatatan dan pelaporan dibuat berdasarkan kebutuhan rantai pasok kondom dan pelicin. 2
Pembentukan outlet kondom dan pelicin
a. Outlet kondom dan pelicin bisa berasal dari pendidik sebaya maupun bukan pendidik sebaya. b. Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas outlet kondom diakukan sesuai kebutuhan. Tujuan dari peningkatan kapasitas outlet kondom adalah pengelola outlet memiliki pemahaman dan ketrampilan secara manajerial dalam mengelola outlet, pengelola outlet mampu melakukan promosi dengan baik, pengelola outlet mampu berjejaring dengan mitra kerja
3
52 | H a l a m a n
Informasi kondom mandiri
KPA Kab/Kota memberikan informasi tentang outlet kondom mandiri yang ada disekitar
komunitas. 4. Penatalaksanaan IMS dan HIV
1. Ketersediaan layanan pemeriksaan dan pengobatan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
IMS. 2. Ketersediaan layanan VCT/KTS 3. Ketersediaan layanan profilaksis pasca pajanan (PPP) 4. Ketersediaan layanan pencegahan penularan ibu ke
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
anak (PPIA/PMTCT). 5. Ketersediaan dukungan kepada ODHA untuk program positive
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
prevention 5. Monitoring dan evaluasi
1. Survey Pengetahuan,Sikap dan
Survey PSP adalah Survei metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-
Perilaku (PSP) dilakukan pada
pertanyaan kepada responden individu. Tujuan survey PSP adalah untuk mengetahui
awal program dan evaluasi
pengetahuan, sikap dan perilaku populasi LBT terhadap HIV dan AIDS.
secara periodik 1-3 tahun sekali. Dan atau dapat
Langkah-langkah melakukan survey PSP
dilakukan bersama survey yang
a. Persiapan survey PSP
dilakukan oleh kementerian/
Membentuk tim survey.
Lembaga
Menentukan metodologi.
Mempersiapkan tools survey (kuisioner, software pendukung, perlengkapan lapangan
53 | H a l a m a n
surveyor, sistim reward untuk responden, kode etik survey).
Pelatihan surveyor.
Penjadwalan survey.
b. Pelaksanaan survey PSP.
Sesuai dengan jadwal. Pelaksanaan dilapangan bisa fleksibel sesuai dengan kondisi dan situasi lapangan dengan tetap mempertimbangkan validitas data.
c. Pengakhiran survey PSP.
Verifikasi data dari setiap surveyor.
Input data.
Pengolahan data.
Analisis data.
Kesimpulan dan rekomendasi dari hasil survey.
Sosialisasi hasil survey
Laporan hasil survey.
d. Respon dan tindak lanjut survey Respon dan tindak lanjut dapat dilihat dari penyusunan program periode berikutnyaa yang mengacu pada hasil survey 2. Evaluasi per triwulan dan
Evaluasi triwulaan/semester dilakukan oleh pokja PMTS Paripurna Kab/Kota terhadap
semester oleh Pokja PMTS
berjalannya empat komponen PMTS lainnya di perusahaan.
Paripurna Provinsi, Kab/Kota.
Evaluasi ini bersifat confidential, hasil evaluasi dipergunakan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota untuk merumuskan dukungan kepada Pokja HIV dan AIDS Perusahaan pada
54 | H a l a m a n
periode selanjutnya.
II.B.3. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci WPSL di Lokasi. Peran setiap elemen dalam pelaksanaan Program PMTS Paripurna pada populasi kunci WPSL lokasi ELEMEN a. Dinas pariwisata
PERAN
Memastikan pengelola losmen/hotel/penginapan di lokasi WPSL mendukung kegiatan pencegahan HIV bagi karyawan.
b. Dinas kesehatan
Menyediakan layanan IMS, HIV dan AIDS yang dapat diakses oleh WPSL, serta memastikan LKB berbasis SUFA berjalan dengan maksimal
c. PUSKESMAS sekitar lokasi
Memastikan Puskesmas sekitar lokasi menjadi bagian dari Pokja HIV dan AIDS Lokasi.
Menjadi bagian dari Pokja HIV dan AIDS Lokasi.
Memberikan pelayanan IMS, HIV dan AIDS yang bersahabat bagi WPSL dan anggota komunitas lainnya.
d. Dinas Sosial
e. Pengelola Wilayah (RT, RW, Dukuh,
Memfasilitasi pekerja seks yang mau beralih pekerjaan.
Memberikan pelatihan keterampilan.
Menjadi bagian dari Pokja HIV dan AIDS Lokasi serta kader LKB (layanan Komprehensif
Lurah, Camat, Babinsa, Polsek, Koramil,
Berkesinambungan)
Satpol PP, keamanan lokal) f.
Pengelola losmen/hotel/penginapan dan
Menjadi bagian dari Pokja HIV dan AIDS Lokasi
mucikari
Melaksanakan dan mematuhi peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di lokasi.
55 | H a l a m a n
Mengkondisikan anak asuh untuk mentaati peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di lokasi.
g. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota
Menginisiasi program pencegahan HIV di lokasi
Membentuk Pokja HIV dan AIDS Lokasi.
Mendampingi pokja HIV dan AIDS Lokasi dalam Melaksanakan peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di lokasi.
Bekerjasama/melibatkan LSM lokal untuk melaksanakan keseluruhan proses kegiatan pencegahan HIV di lokasi sesuai program kerja
h. KPA Kab/Kota
Melakukan fungsi koordinasi kegiatan PMTS Paripurna Kab/Kota
i.
Pokja HIV dan AIDS Lokasi
Melaksanakan peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di lokasi.
j.
Kelompok/organisasi WPS di lokasi
Menjadi bagian dari Pokja HIV dan AIDS Lokasi.
Petunjuk teknis pelaksanaan program PMTS Paripurna pada populasi kunci WPSL di lokasi KOMPONEN 1. Peningkatan peran
TAHAPAN/KEGIATAN Tahap 1 Menentukan lokasi WPSL
positif pemangku
yang yang akan dibentuk pokja HIV
kepentingan
dan AIDS Lokasi
PENJELASAN/LANGKAH Penentuan ini berdasarkan hasil pemetaan Program PMTS Paripurna Provinsi,Kab/Kota
Tahap 2 Pembentukan Pokja HIV dan AIDS Lokasi.
Pokja HIV dan AIDS Lokasi adalah tim kerja yg terdiri dari sekelompok individu dan atau unsur/komponen komunitas di lokasi. Pokja HIV dan AIDS Lokasi memiliki peran mengkoordinir
56 | H a l a m a n
semua
kegiatan
yang
menjadi
program
kerjanya
sesuai
dengan
kesepakatan/peraturan lokal.
Pembentukan pokja HIV dan AIDS Lokasi dilakukan dalam beberapa langkah kegiatan, yaitu: 1
Identifikasi pemangku kepentingan dan orang kunci.
2
Pendekatan informal kepada pemangku kepentingan dan orang kunci.
3
Pendekatan formal dalam bentuk pertemuan inisiasi pemangku kepentingan dan orang kunci. Dalam pertemuan ini dilakukan sosialisasi tujuan pertemuan inisiasi, sosialisasi kondisi dan situasi terkini HIV dan AIDS di lokasi tersebut, sosialisasi pengetahuan dasar HIV dan AIDS, sosialisasi tujuan program PMTS Paripurna, diskusi tentang pentingnya penanganan HIV dan AIDS dilokasi tersebut dan diskusi untuk kesepakatan terbentuknya Pokja HIV dan AIDS Lokasi.
4
Pertemuan pembentukan tim Pokja HIV dan AIDS Lokasi. Dalam pertemuan ini dilakukan pembuatan bagan Pokja HIV dan AIDS lokasi, menentukan personil dari setiap posisi dalam bagan Pokja HIV dan AIDS Lokasi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mencapai kesepakatan.
5
Pengesahan pokja HIV dan AIDS Lokasi.
Catatan:
Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas Pokja HIV dan AIDS Lokasi dilakukan sesuai kebutuhan.
Pertemuan tim Pokja HIV dan AIDS Lokasi dilakukan sesuai kebutuhan
Tahap 3 Pembuatan peraturan lokal
Peraturan lokal dibuat oleh Pokja HIV dan AIDS Lokasi
yang dalam prosesnya dapat
di lokasi
melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota, Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-
57 | H a l a m a n
lain.
Peraturan lokal lokasi berisi lima komponen pokok dan dapat ditambah komponen lain sesuai dengan kebutuhan komunitas. Lima komponen pokok tersebut adalah: a. Komitmen moral komunitas tentang penanggulangan HIV dan AIDS. b. Kewajiban seluruh komponen komunitas untuk melakukan perilaku aman agar terhindar dari penularan HIV. c. Kewajiban melakukan penapisan IMS bagi WPSL. d. Apabila WPSL tertular IMS, maka wajib bagi pasangan tetapnya untuk melakukan pemeriksaan IMS juga. e. Kewajiban seluruh komponen komunitas untuk tidak melakukan diskriminasi kepada ODHA. Tahap 4 Pengesahan peraturan lokal
Pengesahan peraturan lokal di lokasi dapat melibatkan
lokasi.
muspika/muspida/instansi/lembaga/organisasi terkait untuk meningkatkan dukungan dari muspika/muspida/instansi/lembaga/organisasi terkait.
Tahap 5 Penyusunan program kerja.
Program kerja akan menjadi panduan bagi Pokja HIV dan AIDS Lokasi dalam melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS di lokasi. Penyusunan program kerja dibuat oleh Pokja HIV dan AIDS Lokasi bersama dengan Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kab/Kota yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
Tahap 6 Implementasi program kerja
Implementasi program kerja dan peraturan lokal lokasi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS
dan peraturan lokal Lokasi.
Lokasi bersama dengan Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota yang dalam imlementasinya dapat bekerjasama dengan pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya: konsultan profesional, LSM
58 | H a l a m a n
setempat dan lain-lain. Tahap 7 Monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Lokasi bersama dengan Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
1
Komunikasi Perubahan
1
Pengelolaan pendidikan sebaya
Pendidikan sebaya adalah pendidikan yang dilakukan oleh anggota kelompok kepada anggota kelompok lainnya.
Perilaku. Langkah-langkah pengelolaan pendidik sebaya: a. Merumuskan kriteria pendidik sebaya. Kriteria pendidik sebaya disesuaikan dengan karakteristik WPSL, diantaranya seperti:
WPSL.
Komunikatif.
Berasal dari lokasi tersebut.
Dapat menjadi role model perilaku seks aman di komunitas dan lain-lain.
b. Menentukan jumlah kebutuhan pendidik sebaya. Kebutuhan
pendidik
sebaya
disesuaikan
berdasarkan
jumlah
kelompok
WPSL/Losmen/penginapan. c. Pemilihan calon pendidik sebaya. Ada dua cara pemilihan calon pendidik sebaya;
Dipilih oleh anggota kelompok WPSL/Losmen/ penginapan.
Dipilih oleh Pokja HIV dan AIDS Lokasi.
d. Pelatihan pendidik sebaya.
59 | H a l a m a n
Pelatihan pendidik sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. e. Pertemuan rutin pendidik sebaya. Pertemuan pendidik sebaya dilakukan secara periodik dengan difasilitasi oleh Pokja PMTS Kab/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lainlain. f.
Monitoring dan evaluasi pendidik sebaya. Monitoring dan evaluasi pendidik sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Lokasi.
2
Pengelolaan kader lokasi
kader lokasi adalah seseorang yang melakukan pendidikan kepada orang lain dalam komunitasnya.
Langkah-langkah pengelolaan kader lokasi: a. Merumuskan kriteria kader lokasi. Kriteria kader lokasi disesuaikan dengan karakteristik anggota komunitas di lokasi, diantaranya seperti:
Mucikari, pemilik losmen/penginapan, pemilik warung, juru parkir dan lain-lain.
Komunikatif.
Berasal dari anggota komunitas lokasi tersebut.
Dapat menjadi role model perilaku seks aman di komunitas dan lain-lain.
b. Menentukan jumlah kebutuhan kader lokasi. Kebutuhan kader lokasi disesuaikan dengan jumlah kebutuhan. c. Pemilihan calon kader lokasi dipilih oleh Pokja HIV dan AIDS Lokasi.
60 | H a l a m a n
d. Pelatihan kader lokasi. Pelatihan kader lokasi dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. e. Pertemuan rutin kader lokasi. Pertemuan kader lokasi dilakukan secara periodik dengan difasilitasi oleh Pokja PMTS Kab/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lainlain. f.
Monitoring dan evaluasi kader lokasi. Monitoring dan evaluasi kader lokasi dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Lokasi.
3
Pengadaan dan distribusi media
Media KIE adalah bentuk alat dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian
Komunikasi Informasi dan
informasi.
Edukasi (KIE).
Langkah-langkah pengadaan dan distribusi media KIE: a. Penggalian kebutuhan di lingkup lokasi. Penggalian kebutuhan dapat menggunakan metode FGD, survey, pertemuan dan lain-lain dengan tujuan mencari masukan bentuk media, bahasa, warna, gambar dari media yang akan diproduksi. b. Pembuatan disain media KIE. Hasil masukan tersebut dibuat contoh (sample) media yang akan di produksi. c. Mencari masukan/umpan balik dari anggota komunitas di lokasi terhadap disain media KIE. Contoh media tersebut dimintakan umpan balik kepada anggota komunitas di lokasi, untuk mendapatkan umpan balik tersebut dapat menggunakan metode FGD,rapid survey, Pertemuan dan lain-lain.
61 | H a l a m a n
d. Perbaikan disain media KIE. Perbaikan disain media KIE dilakukan berdasarkan hasil umpan balik contoh media dari anggota komunitas di lokasi. e. Pencetakan media KIE. Pencetakan media KIE berdasarkan hasil akhir dari perbaikan disain media KIE dengan memperhitungkan jumlah kebutuhan dalam satu periode tertentu. f.
Pendistribusian dan penyimpanan media KIE. Distribusi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Lokasi, pendidik sebaya, kader lokasi, outlet dan lain sebagainya dengan mempertimbangkan rantai pasok media KIE.
g. Pencatatan dan pelaporan. 4
Penyuluhan
Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kelompok klien.
Langkah-langkah penyuluhan: a. Menentukan intensitas penyuluhan dalam satu periode program Pokja HIV dan AIDS Lokasi. b. Menentukan sasaran penyuluhan. c. Menentukan tenaga penyuluh/pemateri/narasumber. d. Penyediaan alat dan bahan penyuluhan. e. Penjadwalan. f.
Penyuluhan sesuai jadwal.
g. Pencatatan dan pelaporan.
62 | H a l a m a n
5
VCT Mobile/KTS Bergerak.
VCT/KTS adalah suatu metode tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV di dalam sample darahnya dengan berdasarkan pada prinsip sukarela, melalui proses konseling pre dan post tes, mutu terjamin dan confidensial.
Langkah-langkah melakukan KTS bergerak: a. Membuat kesepakatan dengan layanan KTS untuk melakukan KTS bergerak. Pokja PMTS Kab/Kota berkoordinasi dengan penyedia layanan KTS bergerak di Kab/Kota setempat. KTS bergerak diperuntukan bagi WPSL dan pasangannya. b. Menentukan intensitas KTS bergerak. Intensitas KTS bergerak di lokasi disesuaikan dengan kebutuhan. Periode KTS bergerak bisa 1 bulan, 2 bulan sekali atau sesuai kebutuhan. c. Penjadwalan. Penjadwalan disusun berdasarkan kesepakatan antara Pokja HIV dan AIDS Lokasi, Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota dan penyedia layanan KTS bergerak. d. Pelaksanaan KTS bergerak. Pelaksanaan sesuai dengan jadwal. e. Pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota secara periodik. Hasil rekapitulasi KTS bergerak dapat di akses oleh Pokja Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota untuk kepentingan program penanggulangan HIV dan AIDS di lokasi atas seijin pihak layanan KTS bergerak. Dalam memberikan informasi kepada Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota, pihak
63 | H a l a m a n
layanan KTS bergerak harus tetap menjunjung tinggi kode etik dan kerahasiaan klien. 6
Edukasi masal melalui
Edukasi masal melalui kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang terencana
kampanye
dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.
Langkah-langkah edukasi masal melalui kampanye: a. Merumuskan bentuk kegiatan. Bentuk
kegiatan
edukasi
masal
melalui
kampanye
dapat
berupa
edutainment,
edusportainment dan lain-lain. b. Merumuskan tema edukasi masal melalui kampanye. Tema dirumuskan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Lokasi. c. Membentuk tim penyelenggara. Tim penyelenggara terdiri dari anggota Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota, anggota Pokja HIV dan AIDS Lokasi, pendidik sebaya, kader lokasi dan anggota komunitas yang berminat. d. Penjadwalan dan penentuan lokasi edukasi masal melalui kampanye. e. Pelaksanaan edukasi masal melalui kampanye. f.
Pencatatan dan laporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh tim penyelenggara kepada Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota.
7
64 | H a l a m a n
Integrasi informasi HIV dan
Integrasi informasi HIV dan AIDS di dalam kegiatan rutin atau insidentil adalah memasukan
AIDS di dalam kegiatan rutin
informasi tentang IMS, HIV dan AIDS kepada anggota komunitas lokasi dalam setiap
atau insidentil anggota
kesempatan yang memungkinkan dengan mempertimbangkan efektifitas informasi.
komunitas lokasi. Langkah-langkah Integrasi informasi HIV dan AIDS di dalam kegiatan rutin atau insidentil: a. Identifikasi kegiatan rutin/insidentil anggota komunitas lokasi yang memungkinkan integrasi informasi HIV dan AIDS dilakukan. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Lokasi melakukan listing kegiatan rutin anggota komunitas lokasi seperti pertemuan komunitas, arisan kelompok, rapat lingkungan dan lain sebagainya. Kegiatan insidentil anggota komunitas lokasi seperti ulang tahun kemerdekaan dan lain-lain. b. Memilih kegiatan rutin/insidentil yang paling memungkinkan dan strategis. c. Merumuskan muatan informasi yang akan diintegrasikan kedalam kegiatan rutin/insidentil yang terpilih. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Lokasi merumuskan muatan informasi yang diintegrasikan kedalam kegiatan rutin/insidentil. d. Pelaksanaan integrasi informasi HIV dan AIDS pada kegiatan rutin/insidentil. e. Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi integrasi informasi dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Lokasi. 8. Promosi layanan IMS dan HIV
Promosi layanan IMS dan HIV dapat dilakukan melalui berbagai media komunikasi mandiri (misalnya poster, spanduk, brosur) dan dilakukan secara integrasi melalui kegiatan KPP lainnya (misalnya penyuluhan, pendidik sebaya, kampanye dan lain-lain).
2
Manajemen Pasokan Kondom
1
Perumusan rantai pasok kondom
Rantai pasok kondom dan pelicin perusahaan adalah sistim pengaturan pengadaan,
dan pelicin di lokasi WPS
penyimpanan dan pengeluaran kondom dan pelicin mandiri maupun subsidi.
65 | H a l a m a n
dan Pelicin. Langkah-langkah kegiatan rantai pasok kondom dan pelicin di lokasi, meliputi: a. Pengadaan kondom dan pelicin. Pengadaan kondom dan pelicin mandiri dilakukan dengan cara melakukan kontak kepada distributor kondom dan pelicin, pengadaan kondom dan pelicin mempertimbangkan variant/jenis kondom yang memungkinkan diminati oleh WPSL dan pelanggannya. Pengadaan kondom dan pelicin subsidi dilakukan oleh KPA dengan tujuan sebagai stimulan kebutuhan akan kondom dan pelicin. Kedepannya diharapkan semua kondom yang ada di lokasi adalah kondom mandiri. b. Penyimpanan kondom dan pelicin. Penyediaan tempat penyimpanan kondom dan peicin meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi yang baik dan tidak menyebabkan kerusakan pada kondom dan pelicin. c. Sistim pendistribusian kondom dan pelicin. Distribusi kondom meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Lokasi melalui semua outlet kondom di lokasi, termasuk pendidik sebaya, kader lokasi dan lain sebagainya. Kondom dan pelicin dibagikan satu paket dengan media KIE. d. Sistim pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi dilakukan oleh outlet kondom dan Pokja HIV dan AIDS Lokasi. Pelaporan rantai pasok kondom dan pelicin di lokasi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Lokasi kepada Pokja PMTS Kab/Kota. e. Tools pencatatan dan pelaporan. Tools pencatatan dan pelaporan dibuat berdasarkan kebutuhan rantai pasok kondom dan
66 | H a l a m a n
pelicin, meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi. 2
Pembentukan outlet kondom dan pelican
a. Meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi yang berasal dari pendidik sebaya, kader lokasi dan lain sebagainya. b. Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas outlet kondom diakukan sesuai kebutuhan. Tujuan dari peningkatan kapasitas outlet kondom adalah pengelola outlet memiliki pemahaman dan ketrampilan secara manajerial dalam mengelola outlet, pengelola outlet mampu melakukan promosi dengan baik, pengelola outlet mampu berjejaring dengan mitra kerja
4. Penatalaksanaan
1
IMS dan HIV
Ketersediaan layanan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
pemeriksaan dan pengobatan
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
IMS 2
3
4
5
Ketersediaan layanan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
VCT/KTS.
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
Ketersediaan layanan penapisan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
IMS rutin.
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
Ketersediaan layanan profilaksis
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
pasca pajanan (PPP)
berbasis LKB dan Pedoman nasional ART Tahun 2011yang dibuat oleh Kemenkes
Ketersediaan layanan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
pencegahan penularan ibu ke
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
anak (PPIA/PMTCT). 6
Ketersediaan dukungan kepada
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
ODHA untuk program positive
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
prevention
67 | H a l a m a n
5. Monitoring dan evaluasi
1. Survey Pengetahuan,Sikap dan
Survey PSP adalah Survei metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-
Perilaku (PSP) dilakukan pada
pertanyaan kepada responden individu. Tujuan survey PSP adalah untuk mengetahui
awal program dan evaluasi
pengetahuan, sikap dan perilaku populasi WPS terhadap HIV dan AIDS.
secara periodik 1-3 tahun sekali. Langkah-langkah melakukan survey PSP a. Persiapan survey PSP
Membentuk tim survey.
Menentukan metodologi.
Mempersiapkan tools survey (kuisioner, software pendukung, perlengkapan lapangan surveyor, sistim reward untuk responden, kode etik survey).
Pelatihan surveyor.
Penjadwalan survey.
b. Pelaksanaan survey PSP.
Sesuai dengan jadwal. Pelaksanaan dilapangan bisa fleksibel sesuai dengan kondisi dan situasi lapangan dengan tetap mempertimbangkan validitas data.
c. Pengakhiran survey PSP.
68 | H a l a m a n
Verifikasi data dari setiap surveyor.
Input data.
Pengolahan data.
Analisis data.
Kesimpulan dan rekomendasi dari hasil survey.
Sosialisasi hasil survey
Laporan hasil survey.
d. Respon dan tindak lanjut survey Respon dan tindak lanjut dapat dilihat dari penyusunan program periode berikutnyaa yang mengacu pada hasil survey 2. Evaluasi per triwulan dan
Evaluasi triwulaan/semester dilakukan oleh pokja PMTS Paripurna Kab/Kota terhadap
semester oleh Pokja PMTS
berjalannya empat komponen PMTS lainnya di perusahaan.
Paripurna Provinsi, Kab/Kota.
Evaluasi ini bersifat confidential, hasil evaluasi dipergunakan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota untuk merumuskan dukungan kepada Pokja HIV dan AIDS Perusahaan pada periode selanjutnya.
69 | H a l a m a n
II.B.4. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci WPSTL di Tempat Hiburan Berkomunitas Besar (bar, karaoke, diskotik dengan jumlah WPSTL diatas 100 orang)
Peran setiap elemen dalam pelaksanaan Program PMTS Paripurna pada populasi kunci WPSTL di Tempat Hiburan Berkomunitas Besar ELEMEN a. Dinas pariwisata
PERAN
Memastikan pengelola tempat hiburan seperti bar, karaoke, diskotik yang ada WPSTL melakukan kegiatan pencegahan HIV bagi karyawan
Memastikan pengelola tempat hiburan seperti bar, karaoke, diskotik yang ada WPSTL mendukung semua kegiatan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS yang dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota.
b. Dinas kesehatan
Menyediakan layanan IMS, HIV dan AIDS yang dapat diakses oleh WPSTL.
Memastikan Rumah Sakit dan Puskesmas di Kab/Kota menyediakan layanan IMS dan VCT/KTS bergerak yang bisa di akses oleh tempat hiburan yang ada WPSTL.
c. Rumah Sakit dan PUSKESMAS di
Kab/Kota
d. Satpol PP Kab/Kota
Menyediakan layanan IMS dan VCT/KTS bergerak yang bisa di akses oleh tempat hiburan yang ada WPSTL.
Memberikan pelayanan IMS, HIV dan AIDS yang bersahabat bagi WPSTL.
Memberikan dukungan (tidak menghambat) berjalannya program pencegahan HIV dan AIDS di populasi kunci WPSTL.
e. Pengelola tempat hiburan
70 | H a l a m a n
Membuat kebijakan tentang pencegahan HIV di tempat hiburan bagi karyawannya.
Menjadi pengurus Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan.
Melaksanakan dan mematuhi peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan.
Mengkondisikan karyawan untuk mentaati peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan.
Mendukung semua kegiatan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS yang dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota.
f.
Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota
Menginisiasi program pencegahan HIV di tempat hiburan
Membentuk Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan.
Mendampingi pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan dalam melaksanakan peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan.
Bekerjasama/melibatkan LSM lokal untuk melaksanakan keseluruhan proses kegiatan pencegahan HIV di tempat hiburan sesuai program kerja
g. KPA Kab/Kota
Melakukan fungsi koordinasi kegiatan PMTS Paripurna Kab/Kota
h. Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan
Melaksanakan peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan.
71 | H a l a m a n
Petunjuk teknis pelaksanaan program PMTS Paripurna pada populasi kunci WPSTL di tempat hiburan berkomunitas besar KOMPONEN
TAHAPAN/KEGIATAN
1. Peningkatan peran
Tahap 1 Menentukan tempat hiburan
positif pemangku
yang menjadi lokasi WPSTL yang
kepentingan
yang akan dibentuk pokja HIV dan
PENJELASAN/LANGKAH Penentuan ini berdasarkan hasil pemetaan Program PMTS Paripurna Provinsi,Kab/Kota
AIDS Tempat Hiburan Tahap 2 Pembentukan Pokja HIV
Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan adalah tim kerja yg terdiri dari sekelompok individu dan
dan AIDS Tempat Hiburan.
atau perwakilan manajemen dari tempat hiburan di suatu lokasi program. Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan memiliki peran melaksanakan peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan.
Pembentukan pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan dilakukan dalam beberapa langkah kegiatan, yaitu: a. Identifikasi pemangku kepentingan dan orang kunci. b. Pendekatan informal kepada pemangku kepentingan dan orang kunci. c. Pendekatan formal dalam bentuk pertemuan inisiasi pemangku kepentingan dan orang kunci. Dalam pertemuan ini dilakukan sosialisasi tujuan pertemuan inisiasi, sosialisasi kondisi dan situasi terkini HIV dan AIDS di tempat hiburan tersebut, sosialisasi pengetahuan dasar HIV dan AIDS, sosialisasi tujuan program PMTS Paripurna, diskusi tentang pentingnya penanganan HIV dan AIDS di tempat hiburan tersebut dan diskusi untuk kesepakatan terbentuknya Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan. d. Pertemuan pembentukan tim Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan. Dalam pertemuan ini dilakukan pembuatan bagan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan, menentukan personil
72 | H a l a m a n
dari setiap posisi dalam bagan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mencapai kesepakatan. e. Pengesahan pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan. Catatan:
Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan dilakukan sesuai kebutuhan.
Pertemuan tim Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan dilakukan sesuai kebutuhan
Tahap 3 Pembuatan peraturan lokal
Peraturan lokal dibuat oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan yang dalam prosesnya dapat
di tempat hiburan
melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota, Konsultan profesional, LSM setempat dan lainlain.
Peraturan lokal tempat hiburan berisi lima komponen pokok dan dapat ditambah komponen lain sesuai dengan kebutuhan komunitas. Lima komponen pokok tersebut adalah: a. Komitmen moral pengelola tempat hiburan tentang penanggulangan HIV dan AIDS. b. Pengelola tempat hiburan bertanggung jawab terhadap kesehatan karyawan terutama yang berkaitan dengan pencegahan HIV c. Kewajiban seluruh komponen tempat hiburan untuk melakukan perilaku aman agar terhindar dari penularan HIV. d. Kewajiban melakukan penapisan IMS bagi WPSTL ditempat hiburan. e. Kewajiban seluruh komponen komunitas dan manajemen tempat hiburan untuk tidak melakukan diskriminasi kepada ODHA. Tahap 4 Pengesahan peraturan lokal
Pengesahan
peraturan
lokal
di
lokasi
tempat
hiburan
dapat
melibatkan
73 | H a l a m a n
tempat hiburan.
muspika/muspida/instansi/lembaga/organisasi terkait untuk meningkatkan dukungan dari muspika/muspida/instansi/lembaga/organisasi terkait.
Tahap 5 Penyusunan program kerja.
Program kerja akan menjadi panduan bagi Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan dalam melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan. Penyusunan program kerja dibuat oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan bersama dengan Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kab/Kota yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
Tahap 6 Implementasi program kerja
Implementasi program kerja dan peraturan lokal tempat hiburan dilakukan oleh Pokja HIV dan
dan peraturan lokal tempat hiburan.
AIDS Tempat Hiburan bersama dengan Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota yang dalam imlementasinya dapat bekerjasama dengan pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya: konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
Tahap 7 Monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan bersama dengan Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
2. Komunikasi Perubahan
1. Pengelolaan pendidikan sebaya
Pendidikan sebaya adalah pendidikan yang dilakukan oleh anggota kelompok kepada anggota kelompok lainnya.
Perilaku. Langkah-langkah pengelolaan pendidik sebaya: a. Merumuskan kriteria pendidik sebaya. Kriteria pendidik sebaya disesuaikan dengan karakteristik WPSTL, diantaranya seperti:
74 | H a l a m a n
WPSTL.
Komunikatif.
Berasal dari lokasi tempat hiburan tersebut.
Dapat menjadi role model perilaku seks aman di komunitas dan lain-lain.
b. Menentukan jumlah kebutuhan pendidik sebaya. Kebutuhan
pendidik
sebaya
disesuaikan
berdasarkan
jumlah
kelompok
WPSL/Losmen/penginapan. c. Pemilihan calon pendidik sebaya. Ada dua cara pemilihan calon kader sebaya;
Dipilih oleh anggota kelompok WPSTL.
Dipilih oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan.
d. Pelatihan pendidik sebaya. Pelatihan pendidik sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. e. Pertemuan rutin pendidik sebaya. Pertemuan pendidik sebaya dilakukan secara periodik dengan difasilitasi oleh Pokja PMTS Kab/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lainlain. f.
Monitoring dan evaluasi pendidik sebaya. Monitoring dan evaluasi pendidik sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan.
2. Pengelolaan kader tempat hiburan
kader tempat hiburan adalah seseorang yang melakukan pendidikan kepada orang lain dalam komunitasnya.
Langkah-langkah pengelolaan kader tempat hiburan:
75 | H a l a m a n
a. Merumuskan kriteria kader tempat hiburan. Kriteria kader tempat hiburan disesuaikan dengan karakteristik anggota komunitas di lokasi, diantaranya seperti:
Pengelola tempat hiburan, karyawan, juru parkir dan lain-lain.
Komunikatif.
Berasal dari anggota komunitas lokasi tersebut.
Dapat menjadi role model perilaku seks aman di komunitas dan lain-lain.
b. Menentukan jumlah kebutuhan kader tempat hiburan. Kebutuhan kader tempat hiburan disesuaikan dengan jumlah kebutuhan. c. Pemilihan calon kader tempat hiburan dipilih oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan. d. Pelatihan kader tempat hiburan. Pelatihan kader tempat hiburan dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. e. Pertemuan rutin kader tempat hiburan. Pertemuan kader tempat hiburan dilakukan secara periodik dengan difasilitasi oleh Pokja PMTS Kab/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. f.
Monitoring dan evaluasi kader tempat hiburan. Monitoring dan evaluasi kader tempat hiburan dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan.
3. Pengadaan dan distribusi media Komunikasi Informasi dan
76 | H a l a m a n
Media KIE adalah bentuk alat dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian informasi.
Edukasi (KIE). Langkah-langkah pengadaan dan distribusi media KIE: a. Penggalian kebutuhan di lingkup tempat hiburan. Penggalian kebutuhan dapat menggunakan metode FGD, survey, pertemuan dan lain-lain dengan tujuan mencari masukan bentuk media, bahasa, warna, gambar dari media yang akan diproduksi. b. Pembuatan disain media KIE. Hasil masukan tersebut dibuat contoh (sample) media yang akan di produksi. c. Mencari masukan/umpan balik dari anggota komunitas di lokasi tempat hiburan terhadap disain media KIE. Contoh media tersebut dimintakan umpan balik kepada anggota komunitas di lokasi tempat hiburan, untuk mendapatkan umpan balik tersebut dapat menggunakan metode FGD,rapid survey, Pertemuan dan lain-lain. d. Perbaikan disain media KIE. Perbaikan disain media KIE dilakukan berdasarkan hasil umpan balik contoh media dari anggota komunitas di tempat hiburan. e. Pencetakan media KIE. Pencetakan media KIE berdasarkan hasil akhir dari perbaikan disain media KIE dengan memperhitungkan jumlah kebutuhan dalam satu periode tertentu. f.
Pendistribusian dan penyimpanan media KIE. Distribusi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Lokasi, pendidik sebaya, kader tempat hiburan, outlet dan lain sebagainya dengan mempertimbangkan rantai pasok media KIE.
g. Pencatatan dan pelaporan.
77 | H a l a m a n
4. Penyuluhan
Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kelompok klien.
Langkah-langkah melakukan penyuluhan: a. Menentukan intensitas penyuluhan dalam satu periode program Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan. b. Menentukan sasaran penyuluhan. c. Menentukan tenaga penyuluh/pemateri/narasumber. d. Penyediaan alat dan bahan penyuluhan. e. Penjadwalan. f.
Penyuluhan sesuai jadwal.
g. Pencatatan dan pelaporan. 5. VCT mobile/KTS bergerak
VCT/KTS adalah suatu metode tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV di dalam sample darahnya dengan berdasarkan pada prinsip sukarela, melalui proses konseling pre dan post tes, mutu terjamin dan confidensial.
Langkah-langkah melakukan KTS bergerak: a. Membuat kesepakatan dengan layanan KTS untuk melakukan KTS bergerak. Pokja PMTS Kab/Kota berkoordinasi dengan penyedia layanan KTS bergerak di Kab/Kota setempat. KTS bergerak diperuntukan bagi WPSTL, pasangannya dan karyawan lainnya. b. Menentukan intensitas KTS bergerak.
78 | H a l a m a n
Intensitas KTS bergerak di lokasi tempat hiburan disesuaikan dengan kebutuhan. Periode KTS bergerak bisa 1 bulan, 2 bulan sekali atau sesuai kebutuhan. c. Penjadwalan. Penjadwalan disusun berdasarkan kesepakatan antara Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan, Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota dan penyedia layanan KTS bergerak. d. Pelaksanaan KTS bergerak. Pelaksanaan sesuai dengan jadwal. e. Pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota secara periodik. Hasil rekapitulasi KTS bergerak dapat di akses oleh Pokja Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota untuk kepentingan program penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan atas seijin pihak layanan KTS bergerak. Dalam memberikan informasi kepada Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota, pihak layanan KTS bergerak harus
tetap menjunjung tinggi kode etik dan
kerahasiaan klien 6. Integrasi informasi HIV dan
Integrasi informasi HIV dan AIDS di dalam kegiatan rutin atau insidentil adalah memasukan
AIDS di dalam kegiatan rutin
informasi tentang IMS, HIV dan AIDS kepada anggota komunitas lokasi dalam setiap
atau insidentil anggota
kesempatan yang memungkinkan dengan mempertimbangkan efektifitas informasi.
komunitas tempat hiburan. Langkah-langkah Integrasi informasi HIV dan AIDS di dalam kegiatan rutin atau insidentil: a. Identifikasi kegiatan rutin/insidentil anggota komunitas lokasi yang memungkinkan integrasi informasi HIV dan AIDS dilakukan. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan
79 | H a l a m a n
melakukan listing kegiatan rutin anggota komunitas lokasi seperti briefing sebelum bertugas, pertemuan komunitas, arisan kelompok, penayangan informasi melalui slide multimedia, rapat rutin bulanan dan lain sebagainya. Kegiatan insidentil anggota komunitas lokasi seperti ulang tahun kemerdekaan dan lain-lain. b. Memilih kegiatan rutin/insidentil yang paling memungkinkan dan strategis. c. Merumuskan muatan informasi yang akan diintegrasikan kedalam kegiatan rutin/insidentil yang terpilih. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan merumuskan muatan informasi yang diintegrasikan kedalam kegiatan rutin/insidentil. d. Pelaksanaan integrasi informasi HIV dan AIDS pada kegiatan rutin/insidentil. e. Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi integrasi informasi dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan. 7. Promosi layanan IMS dan HIV
Promosi layanan IMS dan HIV dapat dilakukan melalui berbagai media komunikasi mandiri (misalnya poster, spanduk, brosur) dan dilakukan secara integrasi melalui kegiatan KPP lainnya (misalnya penyuluhan, pendidik sebaya, kampanye dan lain-lain).
3. Manajemen Pasokan Kondom
a. Perumusan rantai pasok kondom Rantai pasok kondom dan pelicin perusahaan adalah sistim pengaturan pengadaan, dan pelicin di tempat hiburan
penyimpanan dan pengeluaran kondom dan pelicin mandiri maupun subsidi.
dan Pelicin. Langkah-langkah kegiatan rantai pasok kondom dan pelicin di tempat hiburan, meliputi: a. Pengadaan kondom dan pelicin. Pengadaan kondom dan pelicin dilakukan secara mandiri dengan cara melakukan kontak kepada distributor kondom dan pelicin, pengadaan kondom dan pelicin mempertimbangkan
80 | H a l a m a n
variant/jenis kondom yang memungkinkan diminati oleh WPSTL dan pelanggannya. Kondom dari KPA hanya dipergunakan sebagai buffer stock. b. Penyimpanan kondom dan pelicin. Penyediaan tempat penyimpanan kondom dan peicin yang baik dan tidak menyebabkan kerusakan pada kondom dan pelicin. c. Sistim pendistribusian kondom dan pelicin. Distribusi kondom dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan, pendidik sebaya, kader tempat hiburan dan lain sebagainya. Kondom dan pelicin dibagikan satu paket dengan media KIE. d. Sistim pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh outlet kondom dan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan. Pelaporan pengeluaran kondom dan pelicin di tempat hiburan dilaporkan oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan kepada Pokja PMTS Kab/Kota. e. Tools pencatatan dan pelaporan. Tools pencatatan dan pelaporan dibuat berdasarkan kebutuhan rantai pasok kondom dan pelicin. b. Pembentukan outlet kondom
a. Outlet kondom dan pelicin bisa berasal dari pendidik sebaya maupun bukan pendidik sebaya. b. Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas outlet kondom diakukan sesuai kebutuhan. Tujuan dari peningkatan kapasitas outlet kondom adalah pengelola outlet memiliki pemahaman dan ketrampilan secara manajerial dalam mengelola outlet, pengelola outlet mampu melakukan promosi dengan baik, pengelola outlet mampu berjejaring dengan mitra kerja
c. Penatalaksanaan
1. Ketersediaan layanan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
81 | H a l a m a n
IMS dan HIV
pemeriksaan dan pengobatan
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
IMS. 2. Ketersediaan layanan VCT/KTS. 3. Ketersediaan layanan penapisan IMS rutin 4. Ketersediaan layanan profilaksis pasca pajanan (PPP) 5. Ketersediaan layanan pencegahan penularan ibu ke
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
anak (PPIA/PMTCT). 6. Ketersediaan dukungan kepada ODHA untuk program positive
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
prevention d. Monitoring dan evaluasi
1. Survey Pengetahuan,Sikap dan
Survey PSP adalah Survei metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-
Perilaku (PSP) dilakukan pada
pertanyaan kepada responden individu. Tujuan survey PSP adalah untuk mengetahui
awal program dan evaluasi
pengetahuan, sikap dan perilaku populasi WPSTL terhadap HIV dan AIDS.
secara periodik 1-3 tahun sekali. Langkah-langkah melakukan survey PSP a. Persiapan survey PSP
82 | H a l a m a n
Membentuk tim survey.
Menentukan metodologi.
Mempersiapkan tools survey (kuisioner, software pendukung, perlengkapan lapangan
surveyor, sistim reward untuk responden, kode etik survey).
Pelatihan surveyor.
Penjadwalan survey.
b. Pelaksanaan survey PSP.
Sesuai dengan jadwal. Pelaksanaan dilapangan bisa fleksibel sesuai dengan kondisi dan situasi lapangan dengan tetap mempertimbangkan validitas data.
c. Pengakhiran survey PSP.
Verifikasi data dari setiap surveyor.
Input data.
Pengolahan data.
Analisis data.
Kesimpulan dan rekomendasi dari hasil survey.
Sosialisasi hasil survey
Laporan hasil survey.
d. Respon dan tindak lanjut survey Respon dan tindak lanjut dapat dilihat dari penyusunan program periode berikutnyaa yang mengacu pada hasil survey 2. Evaluasi per triwulan dan
Evaluasi triwulaan/semester dilakukan oleh pokja PMTS Paripurna Kab/Kota terhadap
semester oleh Pokja PMTS
berjalannya empat komponen PMTS lainnya di perusahaan.
Paripurna Provinsi, Kab/Kota.
Evaluasi ini bersifat confidential, hasil evaluasi dipergunakan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota untuk merumuskan dukungan kepada Pokja HIV dan AIDS Perusahaan pada periode
83 | H a l a m a n
selanjutnya.
II.B.5. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci WPSTL di Tempat Hiburan Berkomunitas Kecil (bar, karaoke, panti pijat, salon dengan jumlah WPSTL dibawah 100 orang) Peran setiap elemen dalam pelaksanaan Program PMTS Paripurna pada populasi kunci WPSTL di tempat hiburan berkomunitas kecil ELEMEN a. Dinas pariwisata
PERAN
Memastikan pengelola tempat hiburan seperti bar, karaoke, panti pijat, salon, yang ada WPSTL untuk melakukan kegiatan pencegahan HIV bagi karyawan
Memastikan pengelola tempat hiburan seperti bar, karaoke, panti pijat, salon yang ada WPSTL mendukung semua kegiatan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS yang dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota.
b. Dinas kesehatan
Menyediakan layanan IMS, HIV dan AIDS yang dapat diakses oleh WPSTL.
Memastikan Rumah Sakit dan Puskesmas di Kab/Kota menyediakan layanan IMS dan VCT/KTS bergerak yang bisa di akses oleh tempat hiburan yang ada WPSTL.
c. Rumah Sakit dan PUSKESMAS di Kab/Kota
Menyediakan layanan IMS dan VCT/KTS bergerak yang bisa di akses oleh tempat hiburan yang ada WPSTL.
d. Satpol PP Kab/Kota
Memberikan pelayanan IMS, HIV dan AIDS yang bersahabat bagi WPSTL.
Memberikan dukungan (tidak menghambat) berjalannya program pencegahan HIV dan AIDS di populasi kunci WPSTL.
e. Pengelola tempat hiburan
84 | H a l a m a n
Menjadi bagian dari Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan.
Melaksanakan dan mematuhi peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan.
Mengkondisikan pekerja/karyawan untuk mentaati peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan.
Mendukung semua kegiatan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS yang dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota.
f.
Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota
Menginisiasi program pencegahan HIV di tempat hiburan
Membentuk Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan.
Mendampingi pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan dalam melaksanakan peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan.
Bekerjasama/melibatkan LSM lokal untuk melaksanakan keseluruhan proses kegiatan pencegahan HIV di tempat hiburan sesuai program kerja
g. KPA Kab/Kota
Melakukan fungsi koordinasi kegiatan PMTS Paripurna Kab/Kota
h. Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan
Melaksanakan peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan.
Petunjuk teknis pelaksanaan program PMTS Paripurna pada populasi kunci WPSTL di tempat hiburan berkomunitas kecil KOMPONEN 1. Peningkatan peran
TAHAPAN/KEGIATAN
PENJELASAN/LANGKAH
Tahap 1 Menentukan wilayah yang
Penentuan ini berdasarkan hasil pemetaan Program PMTS Paripurna Provinsi,Kab/Kota dengan
positif pemangku
akan dibentuk pokja HIV dan AIDS
mempertimbangkan keberadaan tempat-tempat hiburan yang ada WPSTL di wilayah program
kepentingan
Tempat Hiburan.
(Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan).
85 | H a l a m a n
Tahap 2 Pembentukan Pokja HIV
Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan adalah tim kerja yg terdiri dari sekelompok individu dan
dan AIDS Tempat Hiburan.
atau perwakilan manajemen dari semua tempat hiburan di suatu lokasi program. Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan memiliki peran melaksanakan peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan.
Pembentukan pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan dilakukan dalam beberapa langkah kegiatan, yaitu: a. Membuat daftar tempat-tempat hiburan yang ada WPSTL berkomunitas kecil sesuai cakupan wilayah program (Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan). Data ini dapat diambil dari hasil pemetaan Program PMTS Paripurna. b. Identifikasi pemangku kepentingan dan orang kunci dari setiap tempat hiburan. c. Pendekatan informal kepada pemangku kepentingan dan orang kunci dari setiap tempat hiburan. d. Pendekatan formal dalam bentuk pertemuan inisiasi pemangku kepentingan dan orang kunci dari setiap tempat hiburan. Dalam pertemuan ini dilakukan sosialisasi tujuan pertemuan inisiasi, sosialisasi kondisi dan situasi terkini HIV dan AIDS di wilayah program, sosialisasi pengetahuan dasar HIV dan AIDS, sosialisasi tujuan program PMTS Paripurna, diskusi tentang pentingnya penanganan HIV dan AIDS di wilayah program termasuk ditempat hiburan dan diskusi untuk kesepakatan terbentuknya Pokja HIV dan AIDS tempat-tempat hiburan di wilayah program. e. Pertemuan pembentukan tim Pokja HIV dan AIDS tempat-tempat hiburan. Dalam pertemuan ini dilakukan pembuatan bagan Pokja HIV dan AIDS tempat-tempat hiburan, menentukan personil dari setiap posisi dalam bagan Pokja HIV dan AIDS tempat –tempat hiburan.
86 | H a l a m a n
Kegiatan ini dapat dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mencapai kesepakatan. f.
Pengesahan pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan.
Catatan:
Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan dilakukan sesuai kebutuhan.
Pertemuan tim Pokja HIV dan AIDS Tempat hiburan dilakukan sesuai kebutuhan
Tahap 3 Pembuatan peraturan lokal
Peraturan lokal dibuat oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan yang dalam prosesnya dapat
di tempat hiburan
melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota, Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
Peraturan lokal tempat hiburan berisi lima komponen pokok dan dapat ditambah komponen lain sesuai dengan kebutuhan komunitas. Lima komponen pokok tersebut adalah: a. Komitmen moral pengelola tempat hiburan tentang penanggulangan HIV dan AIDS. b. Pengelola tempat hiburan bertanggung jawab terhadap kesehatan karyawan terutama yang berkaitan dengan pencegahan HIV c. Kewajiban seluruh komponen tempat hiburan untuk melakukan perilaku aman agar terhindar dari penularan HIV. d. Kewajiban melakukan penapisan IMS bagi WPSTL ditempat hiburan. e. Kewajiban seluruh komponen komunitas dan manajemen tempat hiburan untuk tidak melakukan diskriminasi kepada ODHA. Tahap 4 Pengesahan peraturan lokal
Pengesahan
peraturan
lokal
di
lokasi
tempat
hiburan
dapat
melibatkan
tempat hiburan.
muspika/muspida/instansi/lembaga/organisasi terkait untuk meningkatkan dukungan dari muspika/muspida/instansi/lembaga/organisasi terkait.
87 | H a l a m a n
Tahap 5 Penyusunan program kerja.
Program kerja akan menjadi panduan bagi Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan dalam melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan. Penyusunan program kerja dibuat oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan bersama dengan Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kab/Kota yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
Tahap 6 Implementasi program kerja
Implementasi program kerja dan peraturan lokal tempat hiburan dilakukan oleh Pokja HIV dan
dan peraturan lokal tempat hiburan.
AIDS Tempat Hiburan bersama dengan Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota yang dalam imlementasinya dapat bekerjasama dengan pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya: konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
Tahap 7 Monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan bersama dengan Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
2. Komunikasi Perubahan
1
Pengelolaan pendidikan sebaya.
Pendidikan sebaya adalah pendidikan yang dilakukan oleh anggota kelompok kepada anggota kelompok lainnya.
Perilaku. Langkah-langkah pengelolaan pendidik sebaya: a. Merumuskan kriteria pendidik sebaya. Kriteria pendidik sebaya disesuaikan dengan karakteristik WPSTL, diantaranya seperti:
88 | H a l a m a n
WPSTL.
Komunikatif.
Berasal dari lokasi tempat hiburan tersebut.
Dapat menjadi role model perilaku seks aman di komunitas dan lain-lain.
b. Menentukan jumlah kebutuhan pendidik sebaya. Kebutuhan
pendidik
sebaya
disesuaikan
berdasarkan
jumlah
kelompok
WPSL/Losmen/penginapan. c. Pemilihan calon pendidik sebaya. Ada dua cara pemilihan calon kader sebaya;
Dipilih oleh anggota kelompok WPSTL.
Dipilih oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan.
d. Pelatihan pendidik sebaya. Pelatihan pendidik sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. e. Pertemuan rutin pendidik sebaya. Pertemuan pendidik sebaya dilakukan secara periodik dengan difasilitasi oleh Pokja PMTS Kab/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. f.
Monitoring dan evaluasi pendidik sebaya. Monitoring dan evaluasi pendidik sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan.
2
Pengelolaan kader tempat
kader tempat hiburan adalah seseorang yang melakukan pendidikan kepada orang lain dalam
hiburan
komunitasnya.
Langkah-langka pengelolaan kader tempat hiburan: a. Merumuskan kriteria kader tempat hiburan. Kriteria kader tempat hiburan disesuaikan dengan karakteristik anggota komunitas di lokasi, diantaranya seperti:
89 | H a l a m a n
Pengelola tempat hiburan, karyawan, juru parkir dan lain-lain.
Komunikatif.
Berasal dari anggota komunitas lokasi tersebut.
Dapat menjadi role model perilaku seks aman di komunitas dan lain-lain.
b. Menentukan jumlah kebutuhan kader tempat hiburan. Kebutuhan kader tempat hiburan disesuaikan dengan jumlah kebutuhan. c. Pemilihan calon kader tempat hiburan dipilih oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan. d. Pelatihan kader tempat hiburan. Pelatihan kader tempat hiburan dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. e. Pertemuan rutin kader tempat hiburan. Pertemuan kader tempat hiburan dilakukan secara periodik dengan difasilitasi oleh Pokja PMTS Kab/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. f.
Monitoring dan evaluasi kader tempat hiburan. Monitoring dan evaluasi kader tempat hiburan dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan
3
Pengadaan dan distribusi media
Media KIE adalah bentuk alat dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian
Komunikasi Informasi dan
informasi.
Edukasi (KIE)
Tahapan pengadaan dan distribusi media KIE: a. Penggalian kebutuhan di lingkup tempat hiburan. Penggalian kebutuhan dapat menggunakan metode FGD, survey, pertemuan dan lain-lain
90 | H a l a m a n
dengan tujuan mencari masukan bentuk media, bahasa, warna, gambar dari media yang akan diproduksi. b. Pembuatan disain media KIE. Hasil masukan tersebut dibuat contoh (sample) media yang akan di produksi. c. Mencari masukan/umpan balik dari anggota komunitas di lokasi tempat hiburan terhadap disain media KIE. Contoh media tersebut dimintakan umpan balik kepada anggota komunitas di lokasi tempat hiburan, untuk mendapatkan umpan balik tersebut dapat menggunakan metode FGD,rapid survey, Pertemuan dan lain-lain. d. Perbaikan disain media KIE. Perbaikan disain media KIE dilakukan berdasarkan hasil umpan balik contoh media dari anggota komunitas di tempat hiburan. e. Pencetakan media KIE. Pencetakan media KIE berdasarkan hasil akhir dari perbaikan disain media KIE dengan memperhitungkan jumlah kebutuhan dalam satu periode tertentu. f.
Pendistribusian dan penyimpanan media KIE. Distribusi dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Lokasi, pendidik sebaya, kader tempat hiburan, outlet dan lain sebagainya dengan mempertimbangkan rantai pasok media KIE.
g. Pencatatan dan pelaporan 4
Penyuluhan
Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kelompok klien.
91 | H a l a m a n
Langkah-langkah melakukan penyuluhan: a. Menentukan intensitas penyuluhan dalam satu periode program Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan. b. Menentukan sasaran penyuluhan. c. Menentukan tenaga penyuluh/pemateri/narasumber. d. Penyediaan alat dan bahan penyuluhan. e. Penjadwalan. f.
Penyuluhan sesuai jadwal.
g. Pencatatan dan pelaporan. 5
VCT Mobile/KTS Bergerak
VCT/KTS adalah suatu metode tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV di dalam sample darahnya dengan berdasarkan pada prinsip sukarela, melalui proses konseling pre dan post tes, mutu terjamin dan confidensial.
Langkah-langkah melakukan KTS bergerak: a. Membuat kesepakatan dengan layanan KTS untuk melakukan KTS bergerak. Pokja PMTS Kab/Kota berkoordinasi dengan penyedia layanan KTS bergerak di Kab/Kota setempat. KTS bergerak diperuntukan bagi WPSTL, pasangannya dan karyawan lainnya. b. Menentukan intensitas KTS bergerak. Intensitas KTS bergerak di lokasi tempat hiburan disesuaikan dengan kebutuhan. Periode KTS bergerak bisa 1 bulan, 2 bulan sekali atau sesuai kebutuhan. c. Penjadwalan. Penjadwalan disusun berdasarkan kesepakatan antara Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan,
92 | H a l a m a n
setiap tempat hiburan, Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota dan penyedia layanan KTS bergerak. d. Pelaksanaan KTS bergerak. Pelaksanaan sesuai dengan jadwal. e. Pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota secara periodik. Hasil rekapitulasi KTS bergerak dapat di akses oleh Pokja Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota untuk kepentingan program penanggulangan HIV dan AIDS di tempat hiburan atas seijin pihak layanan KTS bergerak. Dalam memberikan informasi kepada Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota, pihak layanan KTS bergerak harus tetap menjunjung tinggi kode etik dan kerahasiaan klien. 6
Integrasi informasi HIV dan
Integrasi informasi HIV dan AIDS di dalam kegiatan rutin atau insidentil adalah memasukan
AIDS di dalam kegiatan rutin
informasi tentang IMS, HIV dan AIDS kepada anggota komunitas lokasi dalam setiap
atau insidentil anggota
kesempatan yang memungkinkan dengan mempertimbangkan efektifitas informasi.
komunitas tempat hiburan Langkah-langkah integrasi informasi HIV dan AIDS di dalam kegiatan rutin atau insidentil: a. Identifikasi kegiatan rutin/insidentil anggota komunitas lokasi yang memungkinkan integrasi informasi HIV dan AIDS dilakukan. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan melakukan listing kegiatan rutin anggota komunitas lokasi seperti briefing sebelum bertugas, pertemuan komunitas, arisan kelompok, penayangan informasi melalui slide multimedia, rapat rutin bulanan dan lain sebagainya. Kegiatan insidentil anggota komunitas lokasi seperti ulang tahun kemerdekaan dan lain-lain.
93 | H a l a m a n
b. Memilih kegiatan rutin/insidentil yang paling memungkinkan dan strategis. c. Merumuskan muatan informasi yang akan diintegrasikan kedalam kegiatan rutin/insidentil yang terpilih. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan merumuskan muatan informasi yang diintegrasikan kedalam kegiatan rutin/insidentil. d. Pelaksanaan integrasi informasi HIV dan AIDS pada kegiatan rutin/insidentil. e. Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi integrasi informasi dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan. 7. Promosi layanan IMS dan HIV
Promosi layanan IMS dan HIV dapat dilakukan melalui berbagai media komunikasi mandiri (misalnya poster, spanduk, brosur) dan dilakukan secara integrasi melalui kegiatan KPP lainnya (misalnya penyuluhan, pendidik sebaya, kampanye dan lain-lain).
3. Manajemen Pasokan Kondom
1. Perumusan rantai pasok kondom dan pelicin di tempat hiburan
Rantai pasok kondom dan pelicin perusahaan adalah sistim pengaturan pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran kondom dan pelicin mandiri maupun subsidi.
dan Pelicin. Langkah-langkah kegiatan rantai pasok kondom dan pelicin di tempat hiburan, meliputi: a. Pengadaan kondom dan pelicin. Pengadaan kondom dan pelicin dilakukan secara mandiri dengan cara melakukan kontak kepada distributor kondom dan pelicin, pengadaan kondom dan pelicin mempertimbangkan variant/jenis kondom yang memungkinkan diminati oleh WPSTL dan pelanggannya. Kondom dari KPA hanya dipergunakan sebagai buffer stock. b. Penyimpanan kondom dan pelicin. Penyediaan tempat penyimpanan kondom dan peicin yang baik dan tidak menyebabkan
94 | H a l a m a n
kerusakan pada kondom dan pelicin. c. Sistim pendistribusian kondom dan pelicin. Distribusi kondom dilakukan oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan, pendidik sebaya, kader tempat hiburan dan lain sebagainya. Kondom dan pelicin dibagikan satu paket dengan media KIE. d. Sistim pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh outlet kondom dan Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan. Pelaporan pengeluaran kondom dan pelicin di tempat hiburan dilaporkan oleh Pokja HIV dan AIDS Tempat Hiburan kepada Pokja PMTS Kab/Kota. e. Tools pencatatan dan pelaporan. Tools pencatatan dan pelaporan dibuat berdasarkan kebutuhan rantai pasok kondom dan pelicin. 2. Pembentukan outlet kondom dan pelican
a. Outlet kondom dan pelicin meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi yang berasal dari pendidik sebaya, kader tempat hiburan dan lain sebagainya. b. Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas outlet kondom diakukan sesuai kebutuhan. Tujuan dari peningkatan kapasitas outlet kondom adalah pengelola outlet memiliki pemahaman dan ketrampilan secara manajerial dalam mengelola outlet, pengelola outlet mampu melakukan promosi dengan baik, pengelola outlet mampu berjejaring dengan mitra kerja
4. Penatalaksanaan IMS dan HIV
1. Ketersediaan layanan pemeriksaan dan pengobatan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
IMS 2. Ketersediaan layanan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
95 | H a l a m a n
VCT/KTS. 3. Ketersediaan layanan penapisan IMS rutin. 4. Ketersediaan layanan profilaksis pasca pajanan (PPP) 5. Ketersediaan layanan pencegahan penularan ibu ke
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
anak (PPIA/PMTCT). 6. Ketersediaan dukungan kepada ODHA untuk program positive
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
prevention 5. Monitoring dan Evaluasi
1. Survey Pengetahuan,Sikap dan
Survey PSP adalah Survei metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-
Perilaku (PSP) dilakukan pada
pertanyaan kepada responden individu. Tujuan survey PSP adalah untuk mengetahui
awal program dan evaluasi
pengetahuan, sikap dan perilaku populasi WPSTL terhadap HIV dan AIDS.
secara periodik 1-3 tahun sekali. Langkah-langkah melakukan survey PSP a. Persiapan survey PSP
Membentuk tim survey.
Menentukan metodologi.
Mempersiapkan tools survey (kuisioner, software pendukung, perlengkapan lapangan surveyor, sistim reward untuk responden, kode etik survey).
96 | H a l a m a n
Pelatihan surveyor.
Penjadwalan survey.
b. Pelaksanaan survey PSP.
Sesuai dengan jadwal. Pelaksanaan dilapangan bisa fleksibel sesuai dengan kondisi dan situasi lapangan dengan tetap mempertimbangkan validitas data.
c. Pengakhiran survey PSP.
Verifikasi data dari setiap surveyor.
Input data.
Pengolahan data.
Analisis data.
Kesimpulan dan rekomendasi dari hasil survey.
Sosialisasi hasil survey
Laporan hasil survey.
d. Respon dan tindak lanjut survey Respon dan tindak lanjut dapat dilihat dari penyusunan program periode berikutnya yang mengacu pada hasil survey 2. Evaluasi per triwulan dan
Evaluasi triwulaan/semester dilakukan oleh pokja PMTS Paripurna Kab/Kota terhadap
semester oleh Pokja PMTS
berjalannya empat komponen PMTS lainnya di perusahaan.
Paripurna Provinsi, Kab/Kota.
Evaluasi ini bersifat confidential, hasil evaluasi dipergunakan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota untuk merumuskan dukungan kepada Pokja HIV dan AIDS Perusahaan pada periode selanjutnya.
97 | H a l a m a n
II.B.6. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci LSL Non Pekerja Seks Terorganisir. Peran setiap elemen dalam pelaksanaan Program PMTS Paripurna pada populasi kunci LSL non pekerja seks terorganisir ELEMEN a. Dinas kesehatan dan PUSKESMAS
PERAN
Menyediakan layanan IMS, HIV dan AIDS yang dapat diakses oleh LSL non pekerja seks terorganisir.
Memberikan pelayanan IMS, HIV dan AIDS yang bersahabat bagi LSL non pekerja seks terorganisir.
b. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota
Bekerjasama/melibatkan LSM local atau organisasi berbasis komunitas (OBK) untuk melaksanakan keseluruhan proses kegiatan pencegahan HIV di LSL non pekerja seks terorganisir sesuai program kerja
c. KPA Kab/Kota
Melakukan fungsi koordinasi kegiatan PMTS Paripurna Kab/Kota.
Petunjuk teknis pelaksanaan program PMTS Paripurna pada populasi kunci LSL non pekerja seks terorganisir KOMPONEN 2
Komunikasi Perubahan
TAHAPAN/KEGIATAN 1
Pengelolaan pendidikan sebaya
PENJELASAN/LANGKAH Pendidikan sebaya adalah pendidikan yang dilakukan oleh anggota kelompok kepada anggota kelompok lainnya.
Perilaku. Langkah-langkah pengelolaan pendidik sebaya: a. Merumuskan kriteria pendidik sebaya.
98 | H a l a m a n
Kriteria pendidik sebaya disesuaikan dengan karakteristik LSL non pekerja seks terorganisir, diantaranya seperti:
LSL non pekerja seks terorganisir.
Komunikatif.
Berasal dari komunitas.
Dapat menjadi role model perilaku seks aman di komunitas dan lain-lain.
b. Menentukan jumlah kebutuhan pendidik sebaya. Kebutuhan pendidik sebaya disesuaikan berdasarkan jumlah kelompok LSL non pekerja seks terorganisir. c. Pemilihan calon pendidik sebaya. Ada dua cara pemilihan calon pendidik sebaya;
Dipilih oleh anggota kelompok LSL non pekerja seks terorganisir.
Dipilih oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan LSM atau OBK.
d. Pelatihan pendidik sebaya. Pelatihan pendidik sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. e. Pertemuan rutin pendidik sebaya. Pertemuan pendidik sebaya dilakukan secara periodik dengan difasilitasi oleh Pokja PMTS Kab/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lainlain. f.
Monitoring dan evaluasi pendidik sebaya. Monitoring dan evaluasi pendidik sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan LSM atau OBK.
99 | H a l a m a n
2
Pengadaan dan distribusi media
Media KIE adalah bentuk alat dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian
Komunikasi Informasi dan
informasi
Edukasi (KIE).
Langkah-langkah pengadaan dan distribusi media KIE: a. Penggalian kebutuhan pada populasi LSL non pekerja seks terorganisir. Penggalian kebutuhan dapat menggunakan metode FGD, survey, pertemuan dan lain-lain dengan tujuan mencari masukan bentuk media, bahasa, warna, gambar dari media yang akan diproduksi. b. Pembuatan disain media KIE. Hasil masukan tersebut dibuat contoh (sample) media yang akan di produksi. c. Mencari masukan/umpan balik dari anggota populasi LSL non pekerja seks terorganisir terhadap disain media KIE. Contoh media tersebut dimintakan umpan balik kepada anggota komunitas di lokasi, untuk mendapatkan umpan balik tersebut dapat menggunakan metode FGD,rapid survey, Pertemuan dan lain-lain. d. Perbaikan disain media KIE. Perbaikan disain media KIE dilakukan berdasarkan hasil umpan balik contoh media dari anggota populasi LSL non pekerja seks terorganisir. e. Pencetakan media KIE. Pencetakan media KIE berdasarkan hasil akhir dari perbaikan disain media KIE dengan memperhitungkan jumlah kebutuhan dalam satu periode tertentu. f.
Pendistribusian dan penyimpanan media KIE. Distribusi dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota, LSM, OBK, pendidik sebaya, outlet kondom dan pelicin dan lain sebagainya dengan mempertimbangkan rantai pasok
100 | H a l a m a n
media KIE. g. Pencatatan dan pelaporan. 3
Penyuluhan
Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kelompok klien.
Langkah-langkah penyuluhan: a. Menentukan intensitas penyuluhan dalam satu periode program Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota. b. Menentukan sasaran penyuluhan. c. Menentukan tenaga penyuluh/pemateri/narasumber. d. Penyediaan alat dan bahan penyuluhan. e. Penjadwalan. f.
Penyuluhan sesuai jadwal.
g. Pencatatan dan pelaporan. 4
VCT Mobile/KTS Bergerak.
VCT/KTS adalah suatu metode tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV di dalam sample darahnya dengan berdasarkan pada prinsip sukarela, melalui proses konseling pre dan post tes, mutu terjamin dan confidensial.
Langkah-langkah melakukan KTS bergerak: a. Membuat kesepakatan dengan layanan KTS untuk melakukan KTS bergerak. Pokja PMTS Kab/Kota berkoordinasi dengan penyedia layanan KTS bergerak di Kab/Kota
101 | H a l a m a n
setempat. KTS bergerak diperuntukan bagi LSL non pekerja seks terorganisir. b. Menentukan intensitas KTS bergerak. Intensitas KTS bergerak disesuaikan dengan kebutuhan. Periode KTS bergerak bisa 1 bulan, 2 bulan sekali atau sesuai kebutuhan. c. Penjadwalan. Penjadwalan disusun berdasarkan kesepakatan antara Pokja PMTS Paripurna atau LSM, OBK dengan penyedia layanan KTS bergerak. d. Pelaksanaan KTS bergerak. Pelaksanaan sesuai dengan jadwal. e. Pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota atau LSM, OBK. 5
Edukasi masal melalui
Edukasi masal melalui kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang terencana
kampanye
dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.
Langkah-langkah edukasi masal melalui kampanye: a. Merumuskan bentuk kegiatan. Bentuk
kegiatan
edukasi
masal
melalui
kampanye
dapat
berupa
edusportainment dan lain-lain. b. Merumuskan tema edukasi masal melalui kampanye. Tema dirumuskan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota atau LSM, OBK. c. Membentuk tim penyelenggara.
102 | H a l a m a n
edutainment,
Tim penyelenggara terdiri dari anggota Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota atau LSM, OBK, pendidik sebaya dan anggota komunitas yang berminat. d. Penjadwalan dan penentuan lokasi edukasi masal melalui kampanye. e. Pelaksanaan edukasi masal melalui kampanye. f.
Pencatatan dan laporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh tim penyelenggara kepada Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota.
6. Promosi layanan IMS dan HIV
Promosi layanan IMS dan HIV dapat dilakukan melalui berbagai media komunikasi mandiri (misalnya poster, spanduk, brosur) dan dilakukan secara integrasi melalui kegiatan KPP lainnya (misalnya penyuluhan, pendidik sebaya, kampanye dan lain-lain).
3
Manajemen
1
Perumusan rantai pasok kondom
Rantai pasok kondom dan pelicin adalah sistim pengaturan pengadaan, penyimpanan dan
Pasokan Kondom
dan pelicin pada populasi LSL
pengeluaran kondom dan pelicin mandiri maupun subsidi.
dan Pelicin.
non pekerja seks terorganisir Langkah-langkah kegiatan rantai pasok kondom dan pelicin di pupulasi LSL non pekerja seks terorganisir, meliputi: a. Pengadaan kondom dan pelicin. Pengadaan kondom dan pelicin mandiri dilakukan dengan cara melakukan kontak kepada distributor kondom dan pelicin, pengadaan kondom dan pelicin mempertimbangkan variant/jenis kondom yang memungkinkan diminati oleh LSL. Pengadaan kondom dan pelicin subsidi dilakukan oleh KPA dengan tujuan sebagai stimulan kebutuhan akan kondom dan pelicin. Kedepannya diharapkan semua kondom yang ada di lokasi adalah kondom mandiri. b. Penyimpanan kondom dan pelicin.
103 | H a l a m a n
Penyediaan tempat penyimpanan kondom dan peicin meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi yang baik dan tidak menyebabkan kerusakan pada kondom dan pelicin. c. Sistim pendistribusian kondom dan pelicin. Distribusi kondom meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi dilakukan oleh outlet kondom dan pelicin melalui semua outlet kondom di populasi LSL non pekerja seks terorganisir, termasuk pendidik sebaya dan lain sebagainya. d. Sistim pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi dilakukan oleh outlet kondom. Pelaporan rantai pasok kondom dan pelicin dilakukan oleh outlet kondom dan pelicin kepada Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota atau LSM, OBK. e. Tools pencatatan dan pelaporan. Tools pencatatan dan pelaporan dibuat berdasarkan kebutuhan rantai pasok kondom dan pelicin, meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi. 2
Pembentukan outlet kondom dan pelican
a. Meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi yang berasal dari pendidik sebaya dan lain sebagainya. b. Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas outlet kondom diakukan sesuai kebutuhan. Tujuan dari peningkatan kapasitas outlet kondom adalah pengelola outlet memiliki pemahaman dan ketrampilan secara manajerial dalam mengelola outlet, pengelola outlet mampu melakukan promosi dengan baik, pengelola outlet mampu berjejaring dengan mitra kerja
4. Penatalaksanaan IMS dan HIV
1
Ketersediaan layanan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
pemeriksaan dan pengobatan
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
IMS
104 | H a l a m a n
2
3
4
5
Ketersediaan layanan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
VCT/KTS.
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
Ketersediaan layanan penapisan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
IMS rutin.
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
Ketersediaan layanan profilaksis
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
pasca pajanan (PPP)
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
Ketersediaan layanan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
pencegahan penularan ibu ke
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
anak (PPIA/PMTCT). 6
Ketersediaan dukungan kepada
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA
ODHA untuk program positive
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
prevention 5. Monitoring dan evaluasi
1. Survey Pengetahuan,Sikap dan
Survey PSP adalah Survei metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-
Perilaku (PSP) dilakukan pada
pertanyaan kepada responden individu. Tujuan survey PSP adalah untuk mengetahui
awal program dan evaluasi
pengetahuan, sikap dan perilaku populasi LSL terhadap HIV dan AIDS.
secara periodik 1-3 tahun sekali. Langkah-langkah melakukan survey PSP a. Persiapan survey PSP
Membentuk tim survey.
Menentukan metodologi.
Mempersiapkan tools survey (kuisioner, software pendukung, perlengkapan lapangan surveyor, sistim reward untuk responden, kode etik survey).
Pelatihan surveyor.
105 | H a l a m a n
Penjadwalan survey.
b. Pelaksanaan survey PSP.
Sesuai dengan jadwal. Pelaksanaan dilapangan bisa fleksibel sesuai dengan kondisi dan situasi lapangan dengan tetap mempertimbangkan validitas data.
c. Pengakhiran survey PSP.
Verifikasi data dari setiap surveyor.
Input data.
Pengolahan data.
Analisis data.
Kesimpulan dan rekomendasi dari hasil survey.
Sosialisasi hasil survey
Laporan hasil survey.
d. Respon dan tindak lanjut survey Respon dan tindak lanjut dapat dilihat dari penyusunan program periode berikutnyaa yang mengacu pada hasil survey 2. Evaluasi per triwulan dan semester oleh Pokja PMTS
berjalannya tiga komponen PMTS lainnya.
Paripurna Provinsi, Kab/Kota
Evaluasi ini bersifat confidential, hasil evaluasi dipergunakan oleh Pokja PMTS Paripurna
bersama dengan LSM atau
Kab/Kota untuk merumuskan program.
OBK.
106 | H a l a m a n
Evaluasi triwulaan/semester dilakukan oleh pokja PMTS Paripurna Kab/Kota terhadap
II.B.7. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci LSL Pekerja Seks Terorganisir (Panti pijat, pekerja seks berkelompok dll). Peran setiap elemen dalam pelaksanaan Program PMTS Paripurna pada populasi kunci LSL pekerja seks terorganisir ELEMEN a. Dinas kesehatan dan PUSKESMAS
PERAN
Menyediakan layanan IMS, HIV dan AIDS yang dapat diakses oleh LSL pekerja seks terorganisir.
Memberikan pelayanan IMS, HIV dan AIDS yang bersahabat bagi LSL pekerja seks terorganisir.
b. Dinas pariwisata
Memastikan pengelola panti pijat laki-laki melakukan kegiatan pencegahan HIV bagi karyawan
c. Satpol PP Kab/Kota
Memberikan dukungan (tidak menghambat) berjalannya program pencegahan HIV dan AIDS di populasi kunci LSL.
d. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota
Bekerjasama/melibatkan LSM local atau organisasi berbasis komunitas (OBK) untuk melaksanakan keseluruhan proses kegiatan pencegahan HIV di LSL pekerja seks terorganisir sesuai program kerja
e. KPA Kab/Kota
Melakukan fungsi koordinasi kegiatan PMTS Paripurna Kab/Kota.
Petunjuk teknis pelaksanaan program PMTS Paripurna pada populasi kunci LSL pekerja seks terorganisir KOMPONEN
TAHAPAN/KEGIATAN
1. Peningkatan peran
Tahap 1 Menentukan tempat-tempat
PENJELASAN/LANGKAH Penentuan ini berdasarkan hasil pemetaan Program PMTS Paripurna Provinsi,Kab/Kota
107 | H a l a m a n
positif pemangku
yang menjadi lokasi LSL pekerja
kepentingan
seks terorganisir yang yang akan dibentuk pokja HIV dan AIDS. Tahap 2 Pembentukan Pokja HIV
Pokja HIV dan AIDS LSL pekerja seks terorganisir adalah tim kerja yg terdiri dari sekelompok
dan AIDS LSL pekerja seks
individu dan atau perwakilan manajemen dari kelompok LSL pekerja seks terorganisir di suatu
terorganisir.
lokasi program. Pokja HIV dan AIDS LSL pekerja seks terorganisir memiliki peran melaksanakan peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di kelompok LSL pekerja seks terorganisir.
Pembentukan pokja HIV dan AIDS LSL pekerja seks terorganisir dilakukan dalam beberapa langkah kegiatan, yaitu: a. Identifikasi pemangku kepentingan dan orang kunci. b. Pendekatan informal kepada pemangku kepentingan dan orang kunci. c. Pendekatan formal dalam bentuk pertemuan inisiasi pemangku kepentingan dan orang kunci. Dalam pertemuan ini dilakukan sosialisasi tujuan pertemuan inisiasi, sosialisasi kondisi dan situasi terkini HIV dan AIDS di populasi kunci LSL, sosialisasi pengetahuan dasar HIV dan AIDS, sosialisasi tujuan program PMTS Paripurna, diskusi tentang pentingnya penanganan HIV dan AIDS di kelompok LSL pekerja seks terorganisir tersebut dan diskusi untuk kesepakatan terbentuknya Pokja HIV dan AIDS LSL pekerja seks terorganisir. d. Pertemuan pembentukan tim Pokja HIV dan AIDS LSL pekerja seks terorganisir. Dalam pertemuan ini dilakukan pembuatan bagan Pokja HIV dan AIDS LSL pekerja seks terorganisir, menentukan personil dari setiap posisi dalam bagan Pokja HIV dan AIDS LSL
108 | H a l a m a n
pekerja seks terorganisir. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mencapai kesepakatan. e. Pengesahan pokja HIV dan AIDS LSL pekerja seks terorganisir. Catatan:
Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas Pokja HIV dan AIDS LSL pekerja seks terorganisir dilakukan sesuai kebutuhan.
Pertemuan tim Pokja HIV dan AIDS LSL pekerja seks terorganisir dilakukan sesuai kebutuhan
Tahap 3 Pembuatan peraturan lokal
Peraturan lokal dibuat oleh Pokja HIV dan AIDS LSL pekerja seks terorganisir yang dalam
di LSL pekerja seks terorganisir
prosesnya difasilitasi oleh Pokja PMTS Paripurna Provinsi, Kabupaten/Kota. Pokja PMTS Paripurna dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
Peraturan lokal LSL pekerja seks terorganisir berisi lima komponen pokok dan dapat ditambah komponen lain sesuai dengan kebutuhan komunitas. Lima komponen pokok tersebut adalah: a. Komitmen moral pengelola kelompok LSL pekerja seks terorganisir tentang penanggulangan HIV dan AIDS. b. Pengelola kelompok LSL pekerja seks terorganisir bertanggung jawab terhadap kesehatan anggotanya terutama yang berkaitan dengan pencegahan HIV c. Kewajiban seluruh komponen komunitas untuk melakukan perilaku aman agar terhindar dari penularan HIV. d. Kewajiban melakukan penapisan IMS bagi LSL pekerja seks terorganisir. e. Kewajiban seluruh anggota kelompok LSL pekerja seks terorganisir untuk tidak melakukan diskriminasi kepada ODHA.
109 | H a l a m a n
Tahap 4 Pengesahan peraturan lokal
Pengesahan peraturan lokal di LSL pekerja seks terorganisir dapat melibatkan
kelompok LSL pekerja seks
muspika/muspida/instansi/lembaga/organisasi terkait untuk meningkatkan dukungan dari
terorganisir.
muspika/muspida/instansi/lembaga/organisasi terkait.
Tahap 5 Penyusunan program kerja.
Program kerja akan menjadi panduan bagi Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota dalam melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS di kelompok LSL pekerja seks terorganisir. Penyusunan program kerja dibuat oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan pokja HIV dan AIDS kelompok LSL pekerja seks terorganisir yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
Tahap 6 Implementasi program kerja
Implementasi program kerja dan peraturan lokal kelompok LSL pekerja seks terorganisir
dan peraturan lokal kelompok LSL
dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan pokja HIV dan AIDS
pekerja seks terorganisir.
kelompok LSL pekerja seks terorganisir yang dalam imlementasinya dapat bekerjasama dengan pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya: konsultan profesional, LSM setempat dan lainlain.
Tahap 7 Monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kabupaten/Kota berama dengan pokja HIV dan AIDS kelompok LSL pekerja seks terorganisir yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
2. Komunikasi Perubahan
1
Pengelolaan pendidikan sebaya
Pendidikan sebaya adalah pendidikan yang dilakukan oleh anggota kelompok kepada anggota kelompok lainnya.
Perilaku. Langkah-langkah pengelolaan pendidik sebaya: a. Merumuskan kriteria pendidik sebaya.
110 | H a l a m a n
Kriteria pendidik sebaya disesuaikan dengan karakteristik LSL pekerja seks terorganisir, diantaranya seperti:
LSL pekerja seks terorganisir.
Komunikatif.
Berasal dari komunitas.
Dapat menjadi role model perilaku seks aman di komunitas dan lain-lain.
b. Menentukan jumlah kebutuhan pendidik sebaya. Kebutuhan pendidik sebaya disesuaikan berdasarkan jumlah kelompok LSL pekerja seks terorganisir. c. Pemilihan calon pendidik sebaya. Ada dua cara pemilihan calon pendidik sebaya;
Dipilih oleh anggota kelompok LSL pekerja seks terorganisir.
Dipilih oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan LSM atau OBK.
d. Pelatihan pendidik sebaya. Pelatihan pendidik sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kabupaten/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. e. Pertemuan rutin pendidik sebaya. Pertemuan pendidik sebaya dilakukan secara periodik dengan difasilitasi oleh Pokja PMTS Kab/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lainlain. f.
Monitoring dan evaluasi pendidik sebaya. Monitoring dan evaluasi pendidik sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan LSM atau OBK.
111 | H a l a m a n
2
Pengadaan dan distribusi media
Media KIE adalah bentuk alat dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian
Komunikasi Informasi dan
informasi
Edukasi (KIE).
Langkah-langkah pengadaan dan distribusi media KIE: a. Penggalian kebutuhan pada populasi LSL pekerja seks terorganisir. Penggalian kebutuhan dapat menggunakan metode FGD, survey, pertemuan dan lain-lain dengan tujuan mencari masukan bentuk media, bahasa, warna, gambar dari media yang akan diproduksi. b. Pembuatan disain media KIE. Hasil masukan tersebut dibuat contoh (sample) media yang akan di produksi. c. Mencari masukan/umpan balik dari anggota populasi LSL pekerja seks terorganisir terhadap disain media KIE. Contoh media tersebut dimintakan umpan balik kepada anggota komunitas di lokasi, untuk mendapatkan umpan balik tersebut dapat menggunakan metode FGD,rapid survey, Pertemuan dan lain-lain. d. Perbaikan disain media KIE. Perbaikan disain media KIE dilakukan berdasarkan hasil umpan balik contoh media dari anggota populasi LSL pekerja seks terorganisir. e. Pencetakan media KIE. Pencetakan media KIE berdasarkan hasil akhir dari perbaikan disain media KIE dengan memperhitungkan jumlah kebutuhan dalam satu periode tertentu. f.
Pendistribusian dan penyimpanan media KIE. Distribusi dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota, LSM, OBK, pendidik sebaya, outlet kondom dan pelicin dan lain sebagainya dengan mempertimbangkan rantai pasok
112 | H a l a m a n
media KIE. g. Pencatatan dan pelaporan. 3
Penyuluhan
Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kelompok klien.
Langkah-langkah penyuluhan: a. Menentukan intensitas penyuluhan dalam satu periode program Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota. b. Menentukan sasaran penyuluhan. c. Menentukan tenaga penyuluh/pemateri/narasumber. d. Penyediaan alat dan bahan penyuluhan. e. Penjadwalan. f.
Penyuluhan sesuai jadwal.
g. Pencatatan dan pelaporan. 4
VCT Mobile/KTS Bergerak.
VCT/KTS adalah suatu metode tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV di dalam sample darahnya dengan berdasarkan pada prinsip sukarela, melalui proses konseling pre dan post tes, mutu terjamin dan confidensial.
Langkah-langkah melakukan KTS bergerak: a. Membuat kesepakatan dengan layanan KTS untuk melakukan KTS bergerak. Pokja PMTS Kab/Kota berkoordinasi dengan penyedia layanan KTS bergerak di Kab/Kota
113 | H a l a m a n
setempat. KTS bergerak diperuntukan bagi LSL pekerja seks terorganisir. b. Menentukan intensitas KTS bergerak. Intensitas KTS bergerak disesuaikan dengan kebutuhan. Periode KTS bergerak bisa 1 bulan, 2 bulan sekali atau sesuai kebutuhan. c. Penjadwalan. Penjadwalan disusun berdasarkan kesepakatan antara Pokja PMTS Paripurna atau LSM, OBK dengan penyedia layanan KTS bergerak. d. Pelaksanaan KTS bergerak. Pelaksanaan sesuai dengan jadwal. e. Pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota atau LSM, OBK. 5
Edukasi masal melalui
Edukasi masal melalui kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang terencana
kampanye
dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.
Langkah-langkah edukasi masal melalui kampanye: a. Merumuskan bentuk kegiatan. Bentuk
kegiatan
edukasi
masal
melalui
kampanye
dapat
berupa
edusportainment dan lain-lain. b. Merumuskan tema edukasi masal melalui kampanye. Tema dirumuskan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota atau LSM, OBK. c. Membentuk tim penyelenggara.
114 | H a l a m a n
edutainment,
Tim penyelenggara terdiri dari anggota Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota atau LSM, OBK, pendidik sebaya dan anggota komunitas yang berminat. d. Penjadwalan dan penentuan lokasi edukasi masal melalui kampanye. e. Pelaksanaan edukasi masal melalui kampanye. f.
Pencatatan dan laporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh tim penyelenggara kepada Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota.
Catatan: Kegiatan ini bisa digabungkan dengan kegiatan serupa pada kelompok LSL non pekerja seks terorganisir. 6. Promosi layanan IMS dan HIV
Promosi layanan IMS dan HIV dapat dilakukan melalui berbagai media komunikasi mandiri (misalnya poster, spanduk, brosur) dan dilakukan secara integrasi melalui kegiatan KPP lainnya (misalnya penyuluhan, pendidik sebaya, kampanye dan lain-lain).
3. Manajemen
1. Perumusan rantai pasok kondom
Pasokan Kondom
dan pelicin pada populasi LSL
dan Pelicin.
pekerja seks terorganisir
Rantai pasok kondom dan pelicin adalah sistim pengaturan pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran kondom dan pelicin mandiri maupun subsidi.
Langkah-langkah kegiatan rantai pasok kondom dan pelicin di pupulasi LSL pekerja seks terorganisir, meliputi: a. Pengadaan kondom dan pelicin. Pengadaan kondom dan pelicin mandiri dilakukan dengan cara melakukan kontak kepada distributor kondom dan pelicin, pengadaan kondom dan pelicin mempertimbangkan variant/jenis kondom yang memungkinkan diminati oleh LSL. Pengadaan kondom dan
115 | H a l a m a n
pelicin subsidi dilakukan oleh KPA dengan tujuan sebagai stimulan kebutuhan akan kondom dan pelicin. Kedepannya diharapkan semua kondom yang ada di lokasi adalah kondom mandiri. b. Penyimpanan kondom dan pelicin. Penyediaan tempat penyimpanan kondom dan peicin meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi yang baik dan tidak menyebabkan kerusakan pada kondom dan pelicin. c. Sistim pendistribusian kondom dan pelicin. Distribusi kondom meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi dilakukan oleh outlet kondom dan pelicin melalui semua outlet kondom di populasi LSL pekerja seks terorganisir, termasuk pendidik sebaya dan lain sebagainya. d. Sistim pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi dilakukan oleh outlet kondom. Pelaporan rantai pasok kondom dan pelicin dilakukan oleh outlet kondom dan pelicin kepada Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota atau LSM, OBK. e. Tools pencatatan dan pelaporan. Tools pencatatan dan pelaporan dibuat berdasarkan kebutuhan rantai pasok kondom dan pelicin, meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi. 2. Pembentukan outlet kondom dan pelicin
a. Meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi yang berasal dari pendidik sebaya dan lain sebagainya. b. Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas outlet kondom diakukan sesuai kebutuhan. Tujuan dari peningkatan kapasitas outlet kondom adalah pengelola outlet memiliki pemahaman dan ketrampilan secara manajerial dalam mengelola outlet, pengelola outlet mampu melakukan promosi dengan baik, pengelola outlet mampu berjejaring dengan mitra
116 | H a l a m a n
kerja 4. Penatalaksanaan IMS dan HIV
1. Ketersediaan layanan pemeriksaan dan pengobatan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
IMS 2. Ketersediaan layanan VCT/KTS. 3. Ketersediaan layanan penapisan IMS rutin. 4. Ketersediaan layanan profilaksis pasca pajanan (PPP) 5. Ketersediaan layanan pencegahan penularan ibu ke
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
anak (PPIA/PMTCT). 6. Ketersediaan dukungan kepada ODHA untuk program positive
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
prevention 5. Monitoring dan evaluasi
1. Survey Pengetahuan,Sikap dan
Survey PSP adalah Survei metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-
Perilaku (PSP) dilakukan pada
pertanyaan kepada responden individu. Tujuan survey PSP adalah untuk mengetahui
awal program dan evaluasi
pengetahuan, sikap dan perilaku populasi LSL pekerja seks terhadap HIV dan AIDS.
secara periodik 1-3 tahun sekali. Langkah-langkah melakukan survey PSP a. Persiapan survey PSP
Membentuk tim survey.
117 | H a l a m a n
Menentukan metodologi.
Mempersiapkan tools survey (kuisioner, software pendukung, perlengkapan lapangan surveyor, sistim reward untuk responden, kode etik survey).
Pelatihan surveyor.
Penjadwalan survey.
b. Pelaksanaan survey PSP.
Sesuai dengan jadwal. Pelaksanaan dilapangan bisa fleksibel sesuai dengan kondisi dan situasi lapangan dengan tetap mempertimbangkan validitas data.
c. Pengakhiran survey PSP.
Verifikasi data dari setiap surveyor.
Input data.
Pengolahan data.
Analisis data.
Kesimpulan dan rekomendasi dari hasil survey.
Sosialisasi hasil survey
Laporan hasil survey.
d. Respon dan tindak lanjut survey Respon dan tindak lanjut dapat dilihat dari penyusunan program periode berikutnyaa yang mengacu pada hasil survey 2. Evaluasi per triwulan dan semester oleh Pokja PMTS
118 | H a l a m a n
Evaluasi triwulaan/semester dilakukan oleh pokja PMTS Paripurna Kab/Kota terhadap berjalannya empat komponen PMTS lainnya.
Paripurna Kab/Kota bersama
Evaluasi ini bersifat confidential, hasil evaluasi dipergunakan oleh Pokja PMTS Paripurna
dengan LSM atau OBK.
Kab/Kota untuk merumuskan program.
II.B.8. Petunjuk Pelaksanaan Program PMTS Paripurna Pada Populasi Kunci Waria. Peran setiap elemen dalam pelaksanaan Program PMTS Paripurna pada populasi kunci Waria ELEMEN a. Dinas kesehatan dan PUSKESMAS
b. Satpol PP
PERAN
Menyediakan layanan IMS, HIV dan AIDS yang dapat diakses oleh waria.
Memberikan pelayanan IMS, HIV dan AIDS yang bersahabat bagi waria.
Memberikan dukungan (tidak menghambat) berjalannya program pencegahan HIV dan AIDS di populasi kunci waria.
c. Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota
Bekerjasama/melibatkan LSM local atau organisasi berbasis komunitas (OBK) untuk melaksanakan keseluruhan proses kegiatan pencegahan HIV di waria sesuai program kerja
d. KPA Kab/Kota
Melakukan fungsi koordinasi kegiatan PMTS Paripurna Kab/Kota.
Petunjuk teknis pelaksanaan program PMTS Paripurna pada populasi kunci Waria KOMPONEN
TAHAPAN/KEGIATAN
1. Peningkatan peran
Tahap 1 Menentukan tempat-tempat
positif pemangku
atau kelompok yang menjadi lokasi
kepentingan
(tempat tinggal atau tempat
PENJELASAN/LANGKAH Penentuan ini berdasarkan hasil pemetaan Program PMTS Paripurna Provinsi,Kab/Kota
mangkal) waria yang yang akan
119 | H a l a m a n
dibentuk pokja HIV dan AIDS. Tahap 2 Pembentukan Pokja HIV
Pokja HIV dan AIDS komunita waria adalah tim kerja yg terdiri dari sekelompok individu dan
dan AIDS komunitas waria.
atau perwakilan dari kelompok waria di suatu lokasi program. Pokja HIV dan AIDS waria memiliki peran melaksanakan peraturan lokal tentang penanggulangan HIV dan AIDS di komunitas waria.
Pembentukan pokja HIV dan AIDS komunitas waria dilakukan dalam beberapa langkah kegiatan, yaitu: a. Identifikasi pemangku kepentingan dan orang kunci. b. Pendekatan informal kepada pemangku kepentingan dan orang kunci. c. Pendekatan formal dalam bentuk pertemuan inisiasi pemangku kepentingan dan orang kunci. Dalam pertemuan ini dilakukan sosialisasi tujuan pertemuan inisiasi, sosialisasi kondisi dan situasi terkini HIV dan AIDS di populasi kunci waria, sosialisasi pengetahuan dasar HIV dan AIDS, sosialisasi tujuan program PMTS Paripurna, diskusi tentang pentingnya penanganan HIV dan AIDS di komunitas waria tersebut dan diskusi untuk kesepakatan terbentuknya Pokja HIV dan AIDS komunitas waria. d. Pertemuan pembentukan tim Pokja HIV dan AIDS komunitas waria. Dalam pertemuan ini dilakukan pembuatan bagan Pokja HIV dan AIDS komunitas waria, menentukan personil dari setiap posisi dalam bagan Pokja HIV dan AIDS komunitas waria. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mencapai kesepakatan. e. Pengesahan pokja HIV dan AIDS komunitas waria. Catatan:
120 | H a l a m a n
Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas Pokja HIV dan AIDS komunitas waria
dilakukan sesuai kebutuhan.
Pertemuan tim Pokja HIV dan AIDS komunitas waria dilakukan sesuai kebutuhan
Tahap 3 Pembuatan peraturan lokal
Peraturan lokal dibuat oleh Pokja HIV dan AIDS komunitas waria yang dalam prosesnya
di komunitas waria
difasilitasi oleh Pokja PMTS Paripurna Kabupaten/Kota. Pokja PMTS Paripurna dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
Peraturan lokal komunitas waria berisi empat komponen pokok dan dapat ditambah komponen lain sesuai dengan kebutuhan komunitas. Empat komponen pokok tersebut adalah: a. Komitmen moral seluruh komunitas waria tentang penanggulangan HIV dan AIDS. b. Kewajiban melakukan penapisan IMS bagi komunitas waria. c. Kewajiban seluruh komponen komunitas untuk melakukan perilaku aman agar terhindar dari penularan HIV. d. Kewajiban seluruh komunitas waria untuk tidak melakukan diskriminasi kepada ODHA. Tahap 4 Pengesahan peraturan lokal
Pengesahan peraturan lokal di komunitas waria dapat melibatkan
komunitas waria.
muspika/muspida/instansi/lembaga/organisasi terkait untuk meningkatkan dukungan dari muspika/muspida/instansi/lembaga/organisasi terkait.
Tahap 5 Penyusunan program kerja.
Program kerja akan menjadi panduan bagi Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota dalam melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS di komunitas waria. Penyusunan program kerja dibuat oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan pokja HIV dan AIDS komunitas waria yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
Tahap 6 Implementasi program kerja
Implementasi program kerja dan peraturan lokal komunitas waria dilakukan oleh Pokja PMTS
dan peraturan lokal komunitas waria
Paripurna Kab/Kota bersama dengan pokja HIV dan AIDS komunitas waria yang dalam
121 | H a l a m a n
imlementasinya dapat bekerjasama dengan pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya: konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. Tahap 7 Monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kabupaten/Kota bersama dengan pokja HIV dan AIDS komunitas waria yang dalam prosesnya dapat melibatkan atau meminta bantuan kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya Konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain.
2. Komunikasi Perubahan
1
Pengelolaan pendidikan sebaya
Pendidikan sebaya adalah pendidikan yang dilakukan oleh anggota kelompok kepada anggota kelompok lainnya.
Perilaku. Langkah-langkah pengelolaan pendidik sebaya: a. Merumuskan kriteria pendidik sebaya. Kriteria pendidik sebaya disesuaikan dengan karakteristik komunitas waria, diantaranya seperti:
Waria.
Komunikatif.
Berasal dari komunitas.
Dapat menjadi role model perilaku seks aman di komunitas dan lain-lain.
b. Menentukan jumlah kebutuhan pendidik sebaya. Kebutuhan pendidik sebaya disesuaikan berdasarkan jumlah kelompok komunitas waria. c. Pemilihan calon pendidik sebaya. Ada dua cara pemilihan calon pendidik sebaya;
122 | H a l a m a n
Dipilih oleh anggota kelompok komunitas waria.
Dipilih oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan LSM atau OBK.
d. Pelatihan pendidik sebaya. Pelatihan pendidik sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kabupaten/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lain-lain. e. Pertemuan rutin pendidik sebaya. Pertemuan pendidik sebaya dilakukan secara periodik dengan difasilitasi oleh Pokja PMTS Kab/Kota dan dapat bekerjasama dengan konsultan profesional, LSM setempat dan lainlain. f.
Monitoring dan evaluasi pendidik sebaya. Monitoring dan evaluasi pendidik sebaya dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota bersama dengan LSM atau OBK.
2
Pengadaan dan distribusi media
Media KIE adalah bentuk alat dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian
Komunikasi Informasi dan
informasi
Edukasi (KIE).
Langkah-langkah pengadaan dan distribusi media KIE: a. Penggalian kebutuhan pada populasi waria. Penggalian kebutuhan dapat menggunakan metode FGD, survey, pertemuan dan lain-lain dengan tujuan mencari masukan bentuk media, bahasa, warna, gambar dari media yang akan diproduksi. b. Pembuatan disain media KIE. Hasil masukan tersebut dibuat contoh (sample) media yang akan di produksi. c. Mencari masukan/umpan balik dari anggota komunitas waria terhadap disain media KIE. Contoh media tersebut dimintakan umpan balik kepada anggota komunitas di lokasi, untuk mendapatkan umpan balik tersebut dapat menggunakan metode FGD,rapid survey, Pertemuan dan lain-lain.
123 | H a l a m a n
d. Perbaikan disain media KIE. Perbaikan disain media KIE dilakukan berdasarkan hasil umpan balik contoh media dari anggota populasi komunitas waria. e. Pencetakan media KIE. Pencetakan media KIE berdasarkan hasil akhir dari perbaikan disain media KIE dengan memperhitungkan jumlah kebutuhan dalam satu periode tertentu. f.
Pendistribusian dan penyimpanan media KIE. Distribusi dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota, LSM, OBK, pendidik sebaya, outlet kondom dan pelicin dan lain sebagainya dengan mempertimbangkan rantai pasok media KIE.
g. Pencatatan dan pelaporan. 3
Penyuluhan
Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kelompok klien.
Langkah-langkah penyuluhan: a. Menentukan intensitas penyuluhan dalam satu periode program Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota. b. Menentukan sasaran penyuluhan. c. Menentukan tenaga penyuluh/pemateri/narasumber. d. Penyediaan alat dan bahan penyuluhan. e. Penjadwalan. f.
124 | H a l a m a n
Penyuluhan sesuai jadwal.
g. Pencatatan dan pelaporan. 4
VCT Mobile/KTS Bergerak.
VCT/KTS adalah suatu metode tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV di dalam sample darahnya dengan berdasarkan pada prinsip sukarela, melalui proses konseling pre dan post tes, mutu terjamin dan confidensial.
Langkah-langkah melakukan KTS bergerak: a. Membuat kesepakatan dengan layanan KTS untuk melakukan KTS bergerak. Pokja PMTS Kab/Kota berkoordinasi dengan penyedia layanan KTS bergerak di Kab/Kota setempat. KTS bergerak diperuntukan bagi LSL pekerja seks terorganisir. b. Menentukan intensitas KTS bergerak. Intensitas KTS bergerak disesuaikan dengan kebutuhan. Periode KTS bergerak bisa 1 bulan, 2 bulan sekali atau sesuai kebutuhan. c. Penjadwalan. Penjadwalan disusun berdasarkan kesepakatan antara Pokja PMTS Paripurna atau LSM, OBK dengan penyedia layanan KTS bergerak. d. Pelaksanaan KTS bergerak. Pelaksanaan sesuai dengan jadwal. e. Pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota atau LSM, OBK. 5
Edukasi masal melalui
Edukasi masal melalui kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang terencana
kampanye
dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan
125 | H a l a m a n
secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.
Langkah-langkah edukasi masal melalui kampanye: a. Merumuskan bentuk kegiatan. Bentuk
kegiatan
edukasi
masal
melalui
kampanye
dapat
berupa
edutainment,
edusportainment dan lain-lain. b. Merumuskan tema edukasi masal melalui kampanye. Tema dirumuskan oleh Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota atau LSM, OBK. c. Membentuk tim penyelenggara. Tim penyelenggara terdiri dari anggota Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota atau LSM, OBK, pendidik sebaya dan anggota komunitas yang berminat. d. Penjadwalan dan penentuan lokasi edukasi masal melalui kampanye. e. Pelaksanaan edukasi masal melalui kampanye. f.
Pencatatan dan laporan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan dilakukan oleh tim penyelenggara kepada Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota.
6. Promosi layanan IMS dan HIV
Promosi layanan IMS dan HIV dapat dilakukan melalui berbagai media komunikasi mandiri (misalnya poster, spanduk, brosur) dan dilakukan secara integrasi melalui kegiatan KPP lainnya (misalnya penyuluhan, pendidik sebaya, kampanye dan lain-lain).
3. Manajemen
1
Perumusan rantai pasok kondom
Rantai pasok kondom dan pelicin adalah sistim pengaturan pengadaan, penyimpanan dan
Pasokan Kondom
dan pelicin pada komunitas
pengeluaran kondom dan pelicin mandiri maupun subsidi.
dan Pelicin.
waria Langkah-langkah kegiatan rantai pasok kondom dan pelicin di komunitas waria, meliputi:
126 | H a l a m a n
a. Pengadaan kondom dan pelicin. Pengadaan kondom dan pelicin mandiri dilakukan dengan cara melakukan kontak kepada distributor kondom dan pelicin, pengadaan kondom dan pelicin mempertimbangkan variant/jenis kondom yang memungkinkan diminati oleh waria. Pengadaan kondom dan pelicin subsidi dilakukan oleh KPA dengan tujuan sebagai stimulan kebutuhan akan kondom dan pelicin. Kedepannya diharapkan semua kondom yang ada di lokasi adalah kondom mandiri. b. Penyimpanan kondom dan pelicin. Penyediaan tempat penyimpanan kondom dan peicin meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi yang baik dan tidak menyebabkan kerusakan pada kondom dan pelicin. c. Sistim pendistribusian kondom dan pelicin. Distribusi kondom meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi dilakukan oleh outlet kondom dan pelicin melalui semua outlet kondom di komunitas waria, termasuk pendidik sebaya dan lain sebagainya. d. Sistim pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi dilakukan oleh outlet kondom. Pelaporan rantai pasok kondom dan pelicin dilakukan oleh outlet kondom dan pelicin kepada Pokja PMTS Paripurna Kab/Kota atau LSM, OBK. e. Tools pencatatan dan pelaporan. Tools pencatatan dan pelaporan dibuat berdasarkan kebutuhan rantai pasok kondom dan pelicin, meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi. 2
Pembentukan outlet kondom dan pelicin
a. Meliputi kondom mandiri dan kondom subsidi yang berasal dari pendidik sebaya dan lain sebagainya.
127 | H a l a m a n
b. Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas outlet kondom diakukan sesuai kebutuhan. Tujuan dari peningkatan kapasitas outlet kondom adalah pengelola outlet memiliki pemahaman dan ketrampilan secara manajerial dalam mengelola outlet, pengelola outlet mampu melakukan promosi dengan baik, pengelola outlet mampu berjejaring dengan mitra kerja 4. Penatalaksanaan IMS dan HIV
1. Ketersediaan layanan pemeriksaan dan pengobatan
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
IMS 2. Ketersediaan layanan VCT/KTS. 3. Ketersediaan layanan penapisan IMS rutin. 4. Ketersediaan layanan profilaksis pasca pajanan (PPP) 5. Ketersediaan layanan pencegahan penularan ibu ke
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
anak (PPIA/PMTCT). 6. Ketersediaan dukungan kepada ODHA untuk program positive
Mengacu kepada Permenkes No.21 tahun 2013, dan tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes
prevention 5. Monitoring dan evaluasi
128 | H a l a m a n
1. Survey Pengetahuan,Sikap dan
Survey PSP adalah Survei metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-
Perilaku (PSP) dilakukan pada
pertanyaan kepada responden individu. Tujuan survey PSP adalah untuk mengetahui
awal program dan evaluasi
pengetahuan, sikap dan perilaku komunitas waria terhadap HIV dan AIDS.
secara periodik 1-3 tahun sekali. Langkah-langkah melakukan survey PSP a. Persiapan survey PSP
Membentuk tim survey.
Menentukan metodologi.
Mempersiapkan tools survey (kuisioner, software pendukung, perlengkapan lapangan surveyor, sistim reward untuk responden, kode etik survey).
Pelatihan surveyor.
Penjadwalan survey.
b. Pelaksanaan survey PSP.
Sesuai dengan jadwal. Pelaksanaan dilapangan bisa fleksibel sesuai dengan kondisi dan situasi lapangan dengan tetap mempertimbangkan validitas data.
c. Pengakhiran survey PSP.
Verifikasi data dari setiap surveyor.
Input data.
Pengolahan data.
Analisis data.
Kesimpulan dan rekomendasi dari hasil survey.
Sosialisasi hasil survey
Laporan hasil survey.
d. Respon dan tindak lanjut survey Respon dan tindak lanjut dapat dilihat dari penyusunan program periode berikutnyaa yang
129 | H a l a m a n
mengacu pada hasil survey 2. Evaluasi per triwulan dan semester oleh Pokja PMTS
berjalannya empat komponen PMTS lainnya.
Paripurna Kab/Kota bersama
Evaluasi ini bersifat confidential, hasil evaluasi dipergunakan oleh Pokja PMTS Paripurna
dengan LSM atau OBK
Kab/Kota untuk merumuskan program.
(organisasi Berbasis Komunitas).
130 | H a l a m a n
Evaluasi triwulaan/semester dilakukan oleh pokja PMTS Paripurna Kab/Kota terhadap