Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
TRIPUSAT PENDIDIKAN SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KARAKTER KEINDONESIAAN MELALUI GERAKAN AKU CINTA PRODUK INDONESIA DAN WUJUD NEONASIONALISME DI ERA GLOBALISASI Mohammad Syaifudin, Nurul Zuriah, Marhan Taufik Universitas Muhammadiyah Malang
[email protected] ABSTRAK Tripusat pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat) sebagai basis pengembangan pendidikan Karakter KeIndonesiaan menduduki posisi yang sangat strategis dan dinamis. Pendidikan karakter keIndonesiaan yang bersumber dari Nilai-nilai Pancasila akan menguatkan keberadaan manusia Indonesia sebagai penghayat nilai, yang merupakan struktur dasar manusia sebagai makhluk yang memiliki kebebasan, namun sekaligus sadar akan keterbatasannya. Hal ini memberikan sebuah dinamika struktur yang memungkinkan pendidikan karakter menjadi sebuah pedagogi kritis. Pengembangan nilai karakter keIndonesiaan melalui gerakan aku cinta produk Indonesia merupakan perwujudan rasa nasionalisme gaya baru atau neo nasionalisme di era perdagangan bebas dan globalisasi saat ini. Keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai basis penumbuhan karakter dan budaya bangsa dapat berperan secara optimal dalam mengembangkan strategi kebudayaan, untuk membangun peradaban bangsa. Indonesia sebagai bagian dari pergaulan bangsa- bangsa di dunia, telah berpartisipasi aktif dalam arena perdagangan bebas internasional dan meratifikasinya dalam wujud perjanjian internasional dan masuk dalam zona-zona perdagangan bebas seperti : GATT, WTO, AFTA, NAFTA, APEC, ACFTA, ASEAN, MEA dan sebagainya. Kata kunci : Tri pusat pendidikan, Karakter KeIndonesiaan, Pancasila, Nasionalisme dan Perdagangan Bebas. A. Pendahuluan Pembangunan karakter bangsa seperti ditegaskan dalam Kebijakan Nasional Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa (2010) secara fungsional memiliki tiga fungsi utama, yaitu: 1. Fungsi Pembentukan dan Pengembangan Potensi Pembangunan karakter bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. 2. Fungsi Perbaikan dan Penguatan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. 3. Fungsi Penyaring Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat. Ketiga fungsi - fungsi tersebut, demikian digariskan harus dilakukan melalui (1) Pengukuhan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, (2) Pengukuhan nilai dan norma konstitusional UUD 45, (3) Penguatan komitmen kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), (4) Penguatan nilai- nilai keberagaman sesuai dengan konsepsi Bhinneka Tunggal Ika, serta (5) Penguatan keunggulan dan daya saing bangsa untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia dalam konteks global.” Globalisasi telah merambah disemua lini kehidupan masyarakat, baik bidang ekonomi, politik, IPTEK, budaya, pendidikan dan lain-lain. Walaupun istilah “globalisasi” telah menjadi suatu kosakata klasik, tetapi suka atau tidak suka, masyarakat diseluruh dunia telah memasuki suatu habitat global, transparan, tanpa batas, saling mengait (linkage) dan saling ketergantungan (interdependence) (Adi S dan Rustamaji, 2009) dan Triastuti (2010). Demikian juga perdagangan global mulai marak dengan munculnya organisasi-organisasi internasional yang melegalitasi terlaksananya perdagangan bebas seperti : GATT, WTO dan terbentuknya zona-zona perdagangan bebas seperti: AFTA, NAFTA, APEC, ACFTA, ASEAN, MEA dan lain-lain. Indonesia sebagai bagian dari pergaulan bangsa-bangsa di dunia juga telah berpartisipasi dalam arena perdagangan bebas internasional dengan keikutsertaannya meratifikasi menjadi anggota berbagai organisasi perdagangan dunia tersebut misalnya GATT, WTO, AFTA, APEC,ACFTA ASEAN maupun MEA. Tripusat pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat) dalam konteks ini sebagai basis pengembangan pendidikan karakter ke Indonesiaan menduduki posisi yang sangat strategis dan dinamis. Gerakan Cinta produk Indonesia sebagai perwujudan nasionalisme gaya baru (neonasionalisme) perlu dibangkitkan dan dijaga eksistensinya. Gerakan cinta produk Indonesia merupakan aksi nyata dari bangkitnya nasionalisme ekonomi ditengah-tengah globalisasi yang menggempur bangsa Indonesia. Salah satu yang bisa diusahakan yaitu masyarakat konsumen harus harus memilih produk-produk nasional atau lokal dibanding produk-produk asing.Ini merupakan bentuk nyata dari nasionalisme atau kecintaan kepada bangsa. Siapa lagi yang akan mencintai produk dalam negeri kalau bukan bangsa Indonesia sendiri, dengan mencintai produk dalam negeri maka berarti kita telah ikut memajukan perekonomian sekaligus membangun negara Indonesia tercinta.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Berdasarkan indikasi dan fenomena di atas, maka bagaimana peran Tripusat Pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat) dalam konteks ini sebagai basis pengembangan pendidikan karakter ke Indonesiaan perlu dioptimalisasikan kedudukan nya pada posisi yang sangat strategis dan dinamis. Gerakan Cinta produk Indonesia sebagai perwujudan nasionalisme gaya baru (neonasionalisme) perlu dibangkitkan dan dijaga eksistensinya, serta dirumuskan strategi yang tepat agar masyarakat dan bangsa Indonesia tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri “ke Indonesiaan” nya melalui gerakan “AKU CINTA PRODUK INDONESIA” dalam berbagai aktivitas kehidupan. Implementasinya adalah sebagaimana pembahasan berikut. B. Pembahasan 1. Tri Pusat Pendidikan sebagai basis Pendidikan Karakter Ke Indonesiaan Bicara mengenai peran tripusat pendidikan sebagai basis pendidikan karakter ke Indonesiaan, dalam konteks ini yang perlu dikaji adalah bagaimana peran keluarga sekolah dan masyarakat dalam pendidikan karakter keIndonesiaan. Keluarga sebagai basis pertama menunjukan bahwa masalah degradasi moral dalam keluarga perlu segera mendapat penanganan khusus. Hal ini berhubungan dengan masalah kesiapan kita dalam menyongsong era globalisasi. Salah satu upaya penanganan khusus tersebut adalah melalui pendidikan budi pekerti (pendidikan karakter). Karena pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan nilai, pihak pertama yang paling cocok memberikannya adalah keluarga. Jika seseorang telah memiliki dasar budi pekerti yang luhur dalam keluarga, pastilah ia akan mampu mengatasi pengaruh yang tidak baik dari lingkungan sekitar. Dengan demikian peran keluarga dalam pendidikan budi pekerti (pendidikan karakter) sangatlah besar. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana keluarga dapat memberikan kontribusi pada pendidikan budi pekerti ? Ada persyaratan utama agar keluarga dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam pendidikan budi pekerti, yaitu : komitmen bersama untuk memperhatikan anak-anaknya, keteladanan dan komunikasi aktif. Nilai budi pekerti yang diberikan dalam keluarga ada empat, yaitu: (1) nilai kerukunan, (2) ketakwaan, dan keimanan, (3) toleransi dan (4) kebiasaan sehat. Sementara itu menurut Ratna Megawangi (2003) dikatakan bahwa kualitas karakter seseorang meliputi sembilan pilar, yaitu: (1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya; (2) tanggungjawab, disiplin dan mandiri, (3) jujur/amanah dan arif, (4) Hormat dan santun, (5) Dermawan, suka menolong dan gotong royong, (6) Percaya diri, kreatif dan pekerja keras, (7) Kepemimpinan dan adil, (8) Baik dan rendah hati, (9) Toleran, cinta damai dan kesatuan. Orang yang memiliki karakter baik adalah orang yang memiliki kesembilan pilar karakter tersebut. Karakter, seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor sosialisasi dan lingkungan (nurture). Karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah, nature) dan lingkungan (sosialisasi atau pendidikan, nurture). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus-menrus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini. (Muslich, 2011). Keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka aka sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah. Menurut Megawangi (2003) anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal. Mengingat lingkungan anak bukan saja lingkungan keluarga yang sifatnya mikro maka semua pihak, keluarga, sekolah, media massa, komunitas bisnis dan sebagainya turut andil dalam perkembangan anak. Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak. Secara umum, menurut Hurlock dan Hardy & Heyes (1981) membagi pola asuh menjadi 3 jenis, yaitu: (1) Pola asuh otoriter, mempunyai ciri : Kekuasaan orang tua dominan, anak tidak diakui sebagai pribadi. Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat. Orang tua cenderung mengukum anaknya jika anak tidak patuh. (2) Pola asuh demokratis. mempunyai ciri: ada kerjasama antara orang tua dan anak, anak diakui sebagai pribadi. Ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua. Ada kontrol dari orang tua yang tidak kaku (3) pola asuh permisif, mempunyai ciri: dominasi pada anak. Sikap longgar atau kebebasan dari orang tua. Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua. Kontrol dan perhatian dari orang tua sangat kurang. Demikian juga peran sekolah dan masyarakat sebagai basis kedua dan ketiga pendidikan karakter sangat urgen dan strategis. Selain keluarga, sekolah merupakan institusi yang menjadi tumpuan besar dalam menerapkan pendidikan karakter. Pada dasarnya merosotnya karakter keIndonesiaan terutama dalam penggunaaan bahasa Indonesia yang benar dapat dihindarkan atau minimal dikurangi. Bapak Indonesia Ki Hajar Dewantara, menyatakan, bahwa sekolah dan guru yang tidak bisa memberikan contoh keteladanan (ing ngarso sung tulodho ) maka akan menyababkan siswa mendapatkan bahaya dan kecelakaan (nyaru beboyo lan ciloko) di kemudian harinya (Arifin, 2015). Selanjutnya Arifin (2015) menyatakan bahwa : Sekolah merupakan institusi yang bertanggung jawab dalam hal penyelenggaraan pendidikan dalam rangka menghantarkan atau mengelola peserta didik menjadi manusia unggulan, terlebih unggulan dalam berTuhan atau bermoral dimanapun,
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
kapanpun dan saat menunaikan tugas apapun dimuka bumi ini. Barangkali untuk memegang amanat bukan hanya diajarkan oleh guru kepada peserta didik misalnya, tetapi guru juga perlu melatih dan menguji kapabilitas peserta didiknya dalam memegang amanat. Komitmen membangun negara dapat dilakukan oleh manusia Indonesia sejak dini atau ketika mengikuti proses pembelajaran sudah dikenalkan dan diakrabkan dengan mentalitas mengutamakan kesehatan, keselamatan dan kejayaan negara atau kepentingan publik (rakyat), yang pada gilirannya nanti akan dapat mmpertahankan karakter keIndonesian yang didalamnya termasuk bahasa Indonesia.Pendidikan disetiap jenjang mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan pendidikan nasional. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun, dan berinteraksi dengan masyarakat dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebagai contoh Kasus di Indonesia, krisis karakter mengakibatkan bangsa Indonesia kehilangan kemampuan untuk mengendalikan potensi masyarakat untuk mencapai cita-cita bersama. Krisis karakter ini seperti penyakit yang akan terus menerus melemahkan jiwa bangsa, sehingga bangsa Indonesia kehilangan kekuatan untuk tumbuh dan berkembang menjadi maju dan bermartabat, yang termasuk didalamnya adalah pemakaian bahasa Indonesia menjadi tiak karuan bentuknya. Menyiapkan peserta didik atau generasi muda sebagai pemimpin masa depan, maka wajib menjadikannya subyek yang dilatih menjadi sosok yang militan, khususnya sejak dari sekolah. Pelatihan atau pembelajaran dalam memegang teguh jati diri bangsa akan menjadi kunci yang menentukan atau fondamental dalam membentuk karakter anak didik sebagai generasi bangsa. Oleh karena itu pendidikan, utamanya pendidikan bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar samapi perguruan tinggi harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan pendidikan (seperti digariskan dalam tujuan pendidikan nasional). Pembelajaran di sekolah harus dikembangkan kearah proses internalisasi nilai (afektif) yang dibarengi dengan aspek kognisi sehingga timbul dorongan yang sangat kuat untuk mengamalkan dan menaati ajaran dan nilai-nilai budaya, moral, dan agama yang telah terintelisasikan dalam diri peserta didik (psikomotorik). Untuk membentuk peserta didik yang berkarater baik ternyata tidak bias hanya mengandalkan mata pelajaran/mata kuliah PKn, tetapi perlu semua maple dengan mengintegrasikan nilai-nilai moral pada setiap mata pelajaran serta pembinaan secara terus-menerus dan berkelanjutan di luar jam pelajaran, baik dalam kelas maupun di luar kelas, atau di luar sekolahan. Diperlukan juga kerjasama yang harmonis dan interaktif di antara warga sekolah dan para tenaga pendidikanyang ada di dalamnya.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Untuk menciptakan suasana yang nyaman, religious, dan menanamkan budi pekerti (moral) yang baik di sekolah perlu sebuah pendekatan pembiasaan, misal: mengucapkan salam, menyapa dan berjabat tangan bila bertemu, guru/pengajar harus bisa menjadi tauladan (memberi contoh yang baik) baik dari ucapan, tindakan, dan cara berpakaian. Selain itu, strategi yang digunakan dalam menghadapi tantangan masyarakat global asean 2015 yang perlu disiapkan yang tidak kalah penting adalah kemajuan Iptek. Strategi yang digunakan ruang lingkupnya meliputi, memotivasi kreatifitas anak didik kearah pengembangan iptek itu sendiri dimana nilai moral menjadi sumber acuannya; mendidik keterampilam memanfaatkan produk iptek bagi kesejahteraan hidup umat manusia pada umumnya; menciptakan jalinan yang kuat antara ajaran moral/budi pekerti dengan iptek. Selain itu strategi yang digunakan untuk pendidikan berkarakter adalah; pendidikan harus menuju pada integritas ilmu/nilai-nilai moral, agama, dan ilmu umum, agar tidak melahirkan dikotomi ilmu yang melahirkan jurang pemisah antara ilmu moral, budaya, agama, dan ilmu umum; pendidikan diarahkan pada tujuan tercapainya sikap dan perilaku toleran, lapang dada dalam berbagai hal; pendidikan yang menumbuhkan etos kerja, kedisipilan, dan kejujuran Karakter ke-Indonesiaan akan muncul saat seluruh komponen bangsa menyatakan perlunya memiliki perilaku kolektif kebangsaan yang unik baik yang tercermin dalam kesadaran pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa, serta olah raga seseorang/sekelompok orang bangsa Indonesia. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang unik baik tercermin dalam kesadaran, pemahaman rasa dan karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika dan komitmen terhadap NKRI. Sebagai bentuk komitmen terhadap NKRI diperlukan karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, berbudi pekerti luhur, toleransi, gotongroyong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientatis iptek yang semuanya dijiwai iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Berikut adalah karakter bangsa Indonesia yang dijiwai kelima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif (Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa 20102015) diantaranya yaitu: 1. Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa adalah bentuk kesadaran dan perilaku iman dan taqwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa tercermin antara lain hormat dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan, saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama da kepercayaannya kepada orang lain. 2. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Sikap dan perilaku menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab diwujudkan dalam perilaku hormat-menghormati antar warga Negara sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam pengakuan atas persamaan derajat, hak, dan kewajiban; saling mencintai; tenggang rasa; berani membela kebenaran dan keadilan; merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia serta mengembangkan sikap hormat-menghormati. 3. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang tercermin dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan diatas bangsa diatas kepentingan pribadi atau golongan; rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara; bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta menjunjung tinggi bahasa Indonesia; memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika. 4. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia. Karakter kerakyatan seseorang tercermin dalam perilaku yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan Negara; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama; beritikad baik dan bertanggung jawab dalam melaksanakan keputusan bersama; menggunkan akal sehat dan nurani luhur dalam melakukan musyawarah; berani mengambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. 5. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan. Karakter dan sikap sosial seseorang tercermin antara lain dalam perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan; sikap adil; menjaga keharmonisan antara hak dan kewajiban; hormat terhadb hakhak orang lain; suka menolong orang lain; menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain; suka menolong orang lain; menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain; tidak boros; tidak bergaya hidup mewah; suka bekerja; menghargai karya orang lain. 2. Perdagangan Bebas dan Dampaknya bagi Indonesia Sistem perdagangan dunia saat ini telah berkembang ke arah perkembangan bebas, yang ditandai dengan dihapusnya faktor-faktor yang menghambat baik berupa regulasi (peraturan atau ketentuan) dan intervensi pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung. Regulasi itu dapat berupa tarif pajak, kuota dan sebagainya. Sebagai konsekwensinya segala hambatan telah dihapuskan sehingga
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
arus barang, jasa informasi akan bergerak bebas dan cepat sehingga tingkat persaingan dunia usaha akan meningkat dengan pesat. Perdagangan bebas dimaknai sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Karena lazimnya perdagangan internasional sering dibatasi oleh regulasi atau peraturan berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor dan impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Dalam koridor hubungan ekonomi dan perdagangan internasional, keberhasilan Indonesia untuk meningkatkan ekspor dan pembangunan nasional juga akan tergantung pada perkembangan tatanan ekonomi dunia serta kemantapan sistem perdagangan internasional, disamping kemampuan penyesuaian ekonomi nasional terhadap perkembangan yang ada. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perekonomian dunia, adalah tatanan atau sistem yang merupakan dasar dalam hubungan perdagangan antar negara. Tatanan dimaksud adalah General Aggreement on Tariff and Trade/ GATT (Persetujuan umum mengenai Tarif dan Perdagangan). Indonesia telah mengikuti persetujuan tersebut sejak tahun 1950. Beberapa manfaat dari keikutsertaan Indonesia dalam kesepakatan tersebut pada dasarnya bukan saja memungkinkan terbukanya peluang pasar internasional yang lebih luas, tetapi juga menyediakan kerangka perlindungan atau proteksi multilateral yang lebih baik bagi kepentingan nasional dan internasional, khususnya dalam menghadapi mitra dagang. Peran dan partisipasi aktif Indonesia dalam menandatangani Agreement Establishing The World Trade Organization (WTO) dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tanggal 2 November 1994 tentang pengesahan atau ratifikasi Agreement Establishing The World Trade Organization , mengukuhkan Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua persetujuan yang ada di dalamnya telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional. Sebagai dampaknya, menjadi anggota WTO berarti Indonesia terikat dengan adanya hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam WTO. Disamping itu WTO bukan hanya menciptakan peluang (opportunity), sekaligus juga sebagai ancaman (threat). Bagi negara yang siap dengan globalisasi, semua hasil perundingan dibanding akses pasar akan menjadi peluang (opportunity) yang besar. Oleh karena itu Indonesia perlu mewaspadai dampak dari perdagangan bebas tersebut. Potensi pasar Indonesia yang sangat besar, karena memiliki jumlah penduduk terbesar ke – 4 di dunia, merupakan daya tarik dan pasar potensial bagi negaranegara produsen yang mempunyai tingkat produktivitas, inovatif dan efisien yang tinggi dalam sektor ekonomi. Sebagai bentuk nyata ancaman terbesar saat ini adalah masuknya produk-produk dari China setelah adanya kesepakatan antara China dengan negara-negara ASEAN untuk melakukan perdagangan bebas. Menurut Iskak (2015), Masyarakat ekonomi Asean (MEA) sudah di depan mata mulai 31 Desember 2015 y a n g l a l u Indonesia akan menghadapi era
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
pasar bebas dari modal barang, jasa hingga tenaga kerja. Pada awal pelaksanaan MEA, arus tenaga kerja akan diprioritaskan pada 12 (dua belas) sektor. Sektor tersebut terdiri dari 5 (lima) sektor jasa yaitu pelayanan kesehatan pariwisata, logistik, telematika dan transformasi udara serta 7 (tujuh) sektor produk yaitu pertanian perikanan, karet, kayu, otomotif, elektronik dan tekstil. Apakah Indonesia sudah siap mengahadapi MEA pada 12 (dua belas) sektor tersebut ? ketua badan Nasional Sertifikasi Produk (BNSP) Ir. Sumarno F. Abdurrohman, MSc. Menuturkan dalam kaitannya dengan tenaga kerja antar Negara Asean, sudah ada kesepakatan pengaturan melalui” mutual Recognation Arragement (MEA) atau perjanjian saling pengakuan. MEA yang dilakukan baru di 8 (delapan) bidang produksi. Jika dikaitkan dengan 12 (du belas) sektor Prioritas MEA yang akan diimplementasikan 31 Desember 2015 hanya 2 (dua) sektor yang sudah MEA yaitu kesehatan dan pariwisata. Dari 2 (dua) Sektor tersebut disepakati standart Asean oleh 10 (sepuluh) Negara ASEAN, sedang bidang kesehatan baru sebatas ”Common Agrement”. Memasuki dan menghadapi MEA sehubungan dengan Penyediaan Tenaga Kerja dunia pendidikan dituntut meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dengan dimilikinya aneka Kompetensi tinggi pada setiap peserta didik sebagai nilai tambah dan bukan lagi semata-mata mengandalkan pada Ijazah. Disamping itu pembaharuan kurikulum seyogyanya tidak menjadikan lagi mata pelajaran/mata kuliah sebagai tujuan tetapi sebagai alat untuk mencapai kompetensi yang tinggi agar para lulusan pendidikan tidak cenderung gagal dan kurang mampu bersaing. Disamping juga menerapkan Integrasi Pendidikan Karakter ke Indonesiaan dalam kegiatan tripusat pendidikan di Indonesia. Sebagai dampak perdagangan bebas dan konsekwensi mengikuti “pasar bebas” karena efek globalisasi, maka banjir produk luar negeri tak terhindarkan lagi. Membanjirnya produk luar negeri tentu saja membawa dua akibat penting, baik secara positif maupun negatif. Positifnya adalah pilihan produk semakin banyak, persaingan akan meningkat dan meningkatkan daya kompetitif bagi produk lokal dan ini memacu untuk melakukan standardisasi produk (SNI). Sedangkan ekses negatifnya adalah jika tidak hati-hati akan mematikan produk lokal (karena persaingan harga yang lebih murah produk luar), meningkatnya mental konsumen impor dan yang paling parah adalah meningkatnya jumlah pengangguran karena sebagai dampak PHK dan berkurangnya kesempatan dan peluang berproduksi dan berusaha. Disamping itu globalisasi dapat juga membawa ekses negatif terhadap pola pikir dan bertindak masyarakat serta bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar. Demam K-Pop dan J-pop adalah sebagai contohnya. Mayoritas warga Indonesia utamanya kalangan generasi muda saat ini cenderung lebih menyukai produk-produk luar negeri di banding produk lokal. Kondisi ini jika dibiarkan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
secara terus menerus akan menimbulkan adanya krisis perekonomian bagi Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan semua pihak bisa ikut bersama-sama menumbuh kembangkan kecintaan terhadap produk lokal. Gerakan “CINTAILAH PRODUK-PRODUK INDONESIA” seperti slogannya Alim Markus, bos Maspion Group layak untuk dilakukan. 3. Gerakan Cinta Produk Indonesia sebagai Wujud Neonasionalisme Dalam masa perjuangan dahulu bangsa Indonesia begitu jelas merumuskan musuh bersama yang harus dilawan, yaitu kaum penjajah. Tidak ada pilihan lain, tidak ada keraguan di hati anak-anak bangsa, bahwa penjajah yang telah menelikung dan menghisap kehidupan bangsa harus dilawan sampai titik darah penghabisan. Tumbuhnya kesadaran bahwa menunda perlawanan dan membiarkan diri dalam ketercerai-beraian berarti memperpanjang kesengsaraan kehidupan bangsa. Dari sinilah rasa cinta tanah air menemukan bentuk tindakan konkretnya yaitu bahu membahu berjuang mengorbankan harta benda dan jiwa raga untuk mengusir musuh bersama yang menjadi biang kerok kesengsaraan bangsa Indonesia. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, siapakah musuh bersama kita di era sekarang? Masih adakah musuh bersama yang harus dilawan bangsa Indonesia? Untuk menjawabnya agaknya kita kehilangan persepsi dan orientasi yang jelas mengenai hal itu. Jika kita melihat ke luar dan menyadari betapa dahsyatnya kompetisi perekonomian dunia yang sedang berlangsung dan betapa terancamnya perekonomian Indonesia, dimasa sekarang dan masa mendatang. Ditengah-tengah gempuran-gempuran para pelaku ekonomi dunia yang makin hebat, persaingan yang makin sengit, serta keterpurukan dan keterseokan perekonomian kita ditengah-tengah semakin berjayanya perekonomian negara-negara lain. Dunia yang ada sekarang memasuki era perdagangan bebas yang berarti bebasnya aliran barang dan jasa memasuki batas-batas negara tanpa tambahan tarif maupun non tarif, yang berarti pula pelaku-pelaku bisnis akan head to head adu kekuatan dan kecerdikan dalam persaingan bisnis internasional, menghadirkan peluang besar sekaligus ancaman serius bagi bagi perekonomian suatu negara. Bagi negara-negara yang pelaku bisnisnya sudah hebat, pasar bebas berarti peluang besar untuk leluasa memasarkan barang dan jasanya menembus batas-batas negara. Pasar menjadi terbuka begitu luas. Sebaliknya bagi negara yang daya saing pelaku bisnisnya masih lemah seperti Indonesia, pasar bebas berarti sebagai ancaman serius. Negara Indonesia yang begitu luas dengan jumlah penduduk yang besar lebih dari 250 juta jiwa, hanyalah berarti pasar empuk bagi pemain-pemain bisnis asing. Masyarakat Indonesia yang konsumtif akan dimanjakan oleh begitu banyaknya pilihan produk-produk asing yang lebih kompetitif dan lebih menarik dibanding produk-produk nasional maupun lokal. Runtuhnya produsen-produsen nasional yang kalah bersaing tidak akan terelakkan lagi. Jika ini terjadi maka Indonesia hanya akan menjadi bangsa
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
konsumen, bukan bangsa produsen. Bangsa Indonesia tidak bisa menjadi tuan dinegerinya sendiri. Kondisi ini tentunya tidak kita kehendaki. Salah satu upaya untuk konsolidasi diri menghadapi kondisi tersebut adalah, masyarakat konsumen harus lebih berhati-hati memilah dan memilih produkproduk nasional maupun lokal dibanding produk-produk asing. Hal ini merupakan bentuk nyata dari nasionalisme atau kecintaan kepada bangsa. Bangsa Indonesia perlu belajar dari Jepang, dimana produk-produk asing begitu sulit dipasarkan, bukan karena hambatan masuk, melainkan karena begitu cintanya masyarakat Jepang terhadap produk bangsa sendiri. Mereka begitu sadar bahwa kalau bukan bangsa sendiri yang mau menolong, lantas siapa yang mau menolong diri mereka. Sudah selayaknya bangsa Indonesia juga melakukan hal yang sama. Kita harus mencintai produk dalam negeri. Siapa lagi yang akan mencintai produk dalam negeri Indonesia, kalau bukan bangsa Indonesia sendiri. Dengan mencintai produk dalam negeri, berarti kita telah ikut memajukan perekonomian dan sekaligus membangun negara Indonesia tercinta. Dukungan masyarakat Indonesia terhadap produk dalam negeri sangat diperlukan untuk meningkatkan perekonomian bangsa, walaupun disadari bahwa kualitas produk dalam negeri relatif masih kalah dari produk luar negeri. Oleh karena itu, rasa nasionalisme yang tinggi memang sangat diperlukan dalam konteks ini. Dengan membeli produk dalam negeri (produk lokal) berarti kita mendukung kelangsungan hidup pabrik dalam negeri. Semakin banyak pembelian maka semakin banyak keuntungan yang diperoleh. Keuntungan yang banyak dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas produk sehingga dapat bersaing dikancah internasional. Dengan demikian akan meningkatkan kegiatan perekonomian Indonesia, dengan membeli produk lokal berarti kita telah menyelamatkan industri dan pekerja lokal. Dengan menggunakan produk lokal berarti kita juga memperkuat ketahanan ekonomi dalam negeri. Indonesia sukses melewati krisis ekonomi dunia beberapa waktu lalu karena kuatnya ekonomi dalam negeri, karena sebagian besar penduduk Indonesia masih membeli produk lokal Indonesia. Ke depan, Bangsa Indonesia tidak akan pernah maju, jikalau generasinya tidak mau peduli. Bangsa Indonesia tidak akan besar kalau generasinya tidak punya kreativitas, bangsa ini tidak akan berkembang kalau generasinya masih bergantung pada produk luar negeri. Gerakan “CINTAILAH PRODUK-PRODUK INDONESIA” di atas dalam perspektif kewarganegaraan adalah bentuk dan wujudnyata dari Nasionalisme gaya baru (Neonasionalisme). Nasionalisme ini tidak reaktif dengan mencaci maki negara lain. Nasionalisme ini lebih produktif dengan mengangkat harkat dan martabat anak bangsa dengan memperkuat ekonomi domestik. Kuatnya ekonomi domestik (nasional) akan memperkuat martabat bangsa Indonesia dimata internasional.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
4. Pengembangan Karakter Ke Indonesiaan melalui Gerakan Cinta Produk Indonesia Salah satu bentuk nyata dari globalisasi di bidang ekonomi adalah adanya era perdagangan bebas. Berbagai bentuk perjanjian kerjasama ekonomi telah diluncurkan, seperti kerjasama ekonomi asia pasifik (APEC), perdagangan bebas ASEAN (AFTA), kesepakatan perdagangan antara negara-negara ASEAN dan Cina (ACFTA), masyarakat ekonomi Asia (MEA) dan sebagainya pada dasarnya menuntut adanya penyesuaian kepentingan suatu negara dengan negara lain yang lebih luas. Perjanjian tersebut memaksa suatu negara membuka diri sebagai pangsa pasar dalam proses perdagangan. Hal ini secara tidak langsung menjadi kendala untuk beberapa negara di dalam mengembangkan sektor produksinya karena masuknya produk dan teknologi yang lebih canggih dengan harga yang sangat bersaing. Berdasarkan kenyataan di atas, maka pada akhirnya beberapa negara akan mengalami kekalahan dalam kompetisi dan persaingan bebas. Kemenangan akan berada pada pihak negara yang menguasai modal dan IPTEKS. Indonesia mengalami permasalahan yang cukup serius dalam konteks ini, karena Indonesia sebagai negara kaya akan Sumber daya alam tetapi relatif belum mampu mengolah lebih jauh untuk meningkatkan nilai jualnya. Kondisi dan indikasi tersebut menunjukkan fakta bahwa globalisasi dapat membawa perubahan terhadap pola pikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama pada kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu diperlukan upaya dan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri “keIndonesiaan” serta generasi muda tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia. Sebagai bentuk antisipasi dari situasi dan kondisi tersebut pemerintah sebagai pelaksana keadulatan rakyat, perlu mengambil inisiatif dan kebijakan terpadu untuk melakukan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa dapat dimaknai sebagai upaya kolektif-sistematik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan bangsa dan negaranya sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional dan global yang berkedaban. Semuanya itu untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, berbudi pekerti luhur, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi IPTEKS yang semua dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Pembangunan karakter bangsa bertujuan untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang Berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain karakter keIndonesiaan kita ada pada PANCASILA. Dalam kerangka pembangunan karakter bangsa Indonesia, diperlukan upaya yang sugguh-sungguh untuk membangun karakter individu (warga negara). Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yaitu olah hati, olah pikir, olah raga , olah rasa dan karsa. Pembangunan karakter bangsa Indonesia perlu dilaksanakan secara terpadu, koheren dan konsisten melalui kegiatan dan proses sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pembudayaan dan kerjasama dari seluruh komponen bangsa dan negara di republik ini. Gerakan “CINTA PRODUK INDONESIA” di atas merupakan gerakan Nasionalisme gaya baru (Neonasionalisme) yang bertujuan meningkatkan apresiasi dan kebanggaan menggunakan produk nasional. Kesadaran yang muncul dari tiap warga negara tersebut akan berakumulasi menjadi karakter masyarakat yang pada akhirnya menjadi karakter bangsa Indonesia. Hal ini didasari paradigma pemikiran bahwa untuk memajukan negara Indonesia tercinta, diperlukan karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berjiwa patriotik dan berkembang secara dinamis. C. Penutup Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Globalisasi dapat membawa perubahan terhadap pola pikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama pada kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu diperlukan upaya dan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilainilai budaya dan jati diri “keIndonesiaan” serta generasi muda tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia. Peran Tripusat Pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat) dalam konteks ini sebagai basis pengembangan pendidikan karakter ke Indonesiaan perlu dioptimalisasikan kedudukannya pada posisi yang sangat strategis dan dinamis. Gerakan Cinta produk Indonesia sebagai perwujudan nasionalisme gaya baru (neonasionalisme) perlu dibangkitkan dan dijaga eksistensinya, serta dirumuskan strategi yang tepat agar masyarakat dan bangsa Indonesia tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri “ke Indonesiaan” nya melalui gerakan “AKU CINTA PRODUK INDONESIA” dalam berbagai aktivitas kehidupan. Gerakan “CINTA PRODUK INDONESIA” merupakan gerakan Nasionalisme gaya baru (Neonasionalisme) yang bertujuan meningkatkan apresiasi dan kebanggaan menggunakan produk nasional. Dukungan masyarakat dan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
penduduk Indonesia terhadap produk dalam negeri sangat diperlukan untuk meningkatkan perekonomian. Gerakan tersebut akan membangun karakter bangsa, karena merupakan wujud nyata kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan. Kesadaran yang muncul dari tiap warga negara tersebut akan berakumulasi menjadi karakter masyarakat yang pada akhirnya menjadi karakter bangsa Indonesia. D. Daftar Pustaka Adi, Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji. 2009. Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, Surabaya: Mas Media Buana Pustaka. Arifin, Muh. Zainul. 2015. Penguatan KeIndonesiaan dalam Pembelajaran PKn Sebagai Media Pendidikan Karakter. Proseding Seminar Nasional PPKn I Memperkuat Nilai Karakter KeIndonesiaan Memasuki Masyarakat Ekonomi Asean 2015. Prodi PPKn UMP dengan AP3KnI Wilayah Jawa Timur. Hurlock dan Hardy & Heyes. 1981. Child Development, Sixth Edition. Mc Graw Hill: Kogakusha International Student. Iskak, Mohammad. 2015. Implementasi Integrasi Pendidikan Karakter Dalam pembelajaran PKn Sebagai Upaya Memperkuat Karakter KeIndonesiaan Memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Proseding Seminar Nasional PPKn I Memperkuat Nilai Karakter KeIndonesiaan Memasuki Masyarakat Ekonomi Asean 2015. Prodi PPKn UMP dengan AP3KnI Wilayah Jawa Timur. Megawangi, Ratna. 2003. Pendidikan Karakter untuk Membangun Masyarakat Madani. IPPK Indonesia Heritage Foundation. Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta: PT. Bumi Aksara. Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010 – 2025. Jakarta: Depdiknas. Syaifuddin, Moh., Zuriah, Nurul., Taufik, Marhan. 2015. Konstruksi Model Pendidikan Karakter Bangsa untuk Penguatan Kemandirian Pangan dan Cinta Produk Indonesia. Laporan dan Publikasi Penelitian PUPT tahap 1, Desentralisasi Penelitian Dikti. 2015. Triastuti, Rini. 2010. Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Gerakan Cinta Produk Indonesia sebagai Wujud Nasionalisme untuk Menghadapi
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Globalisasi Perdagangan. Proseding Seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Pers.