SOSOK WANITA JAWA DALAM NOVEL BEKISAR MERAH KARYA AHMAD TOHARI DAN NOVEL MIDAH SI MANIS BERGIGI EMAS KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER (ANALISIS KOMPARATIF TEKS SASTRA) Arif Setiawan Universitas Muhammadiyah Malang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Pandangan hidup dam sikap hidup tokoh Lasi dalam novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari, (2) Pandangan hidup dam sikap hidup tokoh Midah dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk menjelaskan seobjektif mungkin tentang fenomena wanita dalam novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari dan Midah Si Manis Begigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. Pendekatan yang digunakan adalah sosiologi sastra karena peneliti berusaha menggabungkan disiplin ilmu sosial dengan ilmu sastra. Data yang dikumpulkan berupa rangkaian paragraf, sekuen cerita, bagian kalimat, dialog, dan monolog yang sesuai dengan sikap hidup dan pandangan hidup, yang dijadikan sebagai masalah penelitian. Sumber data diperoleh dari novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari dan Midah Si Manis Begigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. Berdasarkan tujuan di atas, maka hasil analisis data diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Di dalam noevel Midah Si Manis Bergigi Emas, Midah memiliki pandangan hidup dan sikap hidup yang masih tetap berpegang teguh pada ajaran-ajaran dari orang tuanya, walaupun dalam kehidupan sehari-hari Midah memilih kehidupan yang bebas. (2) Di dalam novel Bekisar Merah, Lasi memiliki pandangan hidup dan sikap hidup yang berpegang teguh pada ajaran dari orang tua. Walaupun Lasi memilih untuk melarikan diri dari desanya dan tinggal di Jakarta, yang notabene kehidupannya lebih berbeda dengan kehidupan Lasi di desa. Kata kunci: Sikap Hidup, Pandangan Hidup
PENDAHULUAN Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan
ciptaan-Nya yang lain. Kelebihan itu mencakup kepemilikan manusia atas akal, cipta, rasa, dan karsa sehingga mereka mampu menciptakan sesuatu Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|475
yang bermanfaat bagi masing-masing individu dan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Salah satu ciptaan manusia yang berfungsi sebagai penghibur sekaligus menunjukkan nilai-nilai yang sangat bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat adalah karya sastra. Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan suatu masyarakat dan karya sastra mampu memberikan makna tertentu pada pembaca. Novel sebagai salah satu jenis karya sastra hadir dari tulisan pengarang yang merupakan bagian dari masyarakat. Melalui karyanya pengarang mengajak pembaca untuk menghayati dan menangkap fenomena kehidupan yang dijalankan oleh tokoh-tokoh dalam cerita. Karya sastra dapat dipahami dengan jelas jika tidak dipisahkan dengan lingkungan sosial yang melatari lahirnya karya sastra tersebut. Sastra merupakan bagian dari kebudayaan. Mengkaji kebudayaan tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, yang tidak berubah, tetapi merupakan sesuatu yang dinamis, yang senantiasa berubah. Hubungan antara kebudayaan itu sendiri menurut Antropologi adalah cara, suatu kumpulan manusia atau masyarakat mengadakan sistem nilai, yaitu berupa aturan yang menentukan suatu benda atau perbuatan yang lebih tinggi nilainya dari yang lain. Kebanyakan para ahli Antropologi melihat kebudayaan itu merupakan satu kesatuan, keseluruhan, dimana sistem
sosial itu sendiri adalah sebagian dari kebudayaan. Singkatnya kebudayaan itu sendiri dikatakan sebagai cara hidup yaitu bagaimana suatu masyarakat itu mengatur hidupnya (Semi, 1989:54). Suku bangsa Jawa, adalah suku bangsa terbesar di Indonesia. Mereka berasal dari pulau Jawa dan terutama ditemukan di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Bahasa jawa merupakan bahasa yang sangat sopan dan menghargai orang yang di ajak bicara, khususnya bagi orang yang lebih tua dan bahasa Jawa juga sangat mempunyai arti yang luas (Franz Magnis Suseno, 1988:11). Orang Jawa terkenal sebagai suku bangsa yang sopan dan halus, tetapi mereka juga terkenal sebagai suatu suku bangsa yang tertutup dan tidak mau berterus terang. Sifat ini konon berdasarkan sifat orang Jawa yang ingin memelihara keharmonisan atau keserasian dan menghindari pertikaian, baik yang menyangkut hubungan antara sesama manusia maupun dengan alam..Oleh karena itu, mereka cenderung diam saja dan tidak membantah apabila timbul perbedaan pendapat. Dalam novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari dan Midah Si Manis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer, sedikit banyak memberikan gambaran tentang pola kehidupan orang Jawa. Hal inilah
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|476
yang melatarbelakangi peneliti untuk memilih judul penelitian tersebut, karena adanya hubungan objek yang akan diteliti dalam kedua novel itu. Bertolak dari uraian tersebut, maka penelitian yang berjudul “Sosok Wanita Jawa dalam Novel Bekisar Merah Karya Ahmad Tohari dan Novel Midah Si Manis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer” ini dilakukan. Peneliti hanya meneliti pandangan hidup dan sikap hidup wanita Jawa (tokoh utamanya) dalam kedua novel tersebut. 1.2 JANGKAUAN MASALAH Jangkaun masalah dalam penelitian ini adalah. (a) pandangan hidup yang meliputi cita-cita, kebajikan, usaha, dan keyakinan/kepercayaan; (b) sikap hidup yang mencakup komponen sikap, karakteristik sikap, fungsi sikap, dan pembentukan dan perubahan sikap.; (c) penilaian oleh orang lain baik itu dari sikap dan ucapan individu tersebut. 1.3 BATASAN MASALAH Berdasarkan jangkauan masalah tersebut peneliti membatasi penelitian ini pada masalah-masalah yang khusus. Hal ini dilakukan karena mengingat luasnya cakupan masalah yang akan diteliti. Oleh karena itu demi menghemat waktu, biaya, dan tenaga maka penelitian ini hanya terbatas pada fungsi sikap yang mencakup sikap hidup (eling, mituhu, percaya, rila, nrimo, sabar, ethokethok, wedi, isin, sungkan) tokoh
utama dan pandangan hidup yang mengenai hakikat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan, sebagai mahluk sosial, sebagai mahluk individu. 1.4 RUMUSAN MASALAH Adapun masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1) Bagaimanakah penggambaran sosok wanita Jawa dalam kedua novel tersebut berdasarkan pandangan hidup? 2) Bagaimanakah penggambaran sosok wanita Jawa dalam kedua novel tersebut berdasarkan sikap hidup? 1.5 TUJUAN PENELITIAN 1. Mendeskripsikan sikap hidup tokoh Lasi dalam novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari. 2 Mendeskripsikan pandangan hidup tokoh Lasi dalam novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari. 3 Mendeskripsikan sikap hidup tokoh Midah dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. 4 Mendeskripsikan pandangan hidup tokoh Midah dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. 1.6 MANFAAT PENELITIAN 1. SECARA TEORITIS Secara teoritis penelitian ini dapat menambah wawasan dan informasi baru terhadap kajian sastra komparatif, khususunya novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari dan
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|477
Midah Si Manis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. Selain itu dapat memberikan pengetahuan tentang sosok wanita dalam kedua novel tersebut khususnya pada sikap dan pandangan hidup tokoh utamanya. Hasil penelitian dapat menunjukkan gambaran perbandingan sosok wanita Jawa khususnya pada sikap dan pandangan hidup, serta dapat digunakan sebagai tambahan atau referensi. 2. SECARA PRAKTIS Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat (1) untuk acuan bagi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia untuk mengembangkan bahasa Indonesia yang telah dipelajari, (2) dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan, (3) bagi peneliti sebagai wujud nyata penerapan teori-teori yang diperoleh selama kuliah. Selain itu, penelitian ini juga akan dijadikan dasar dan acuan untuk penelitian selanjutnya. 2. KAJIAN PUSTAKA 2.1 KARYA SASTRA Karya sastra merupakan produk struktur, hal tersebut banyak dikemukakan oleh para pakar. Menurut Hawkes (dalam Pradopo 1990:120) karya sastra merupakan sebuah struktur. Artinya sastra itu mempunyai sistem yang saling timbal balik, saling menentukan. Jadi kesatuan unsur-unsur dalam karya sastra berupa kumpulan hal-hal yang saling terkait dan terikat satu sama
lainya, sehingga makna karya sastra ditentukan oleh hubungan dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur tersebut. 2.2 NOVEL Novel merupakan salah satu bentuk dari fiksi, selain puisi, cerpen, dan drama. Sebagai salah satu bentuk fiksi, novel memiliki kompleksitas yang tinggi, baik ditinjau dari segi isi dan struktur. Novel menceritakan kehidupan manusia dan problematikanya secara lengkap, sehingga terdiri dari bermacam-macam alur. Tidak seperti cerpen yang hanya memiliki sedikit tokoh, novel memiliki banyak tokoh dengan karakter yang beragam. Latar yang dimiliki novel pun lebih beragam daripada cerpen yang hanya memiliki satu alur. Jika dilihat dari banyaknya isi, novel minimal harus terdiri dari 100 halaman (Tarigan, 1984:165). 2.3 UNSUR PEMBANGUN NOVEL Secara garis besar berbagai macam unsur dalam karya sastra dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang membangun karya sastra. Sehubungan dengan hal ini, unsur intrinsik yang dimaksud berkaitan dengan struktur dalam novel dan hanya menyebut sebagian saja, misalnya peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|478
atau gaya bahasa, dan lain-lain. Sementara itu, unsur ekstrinsik merupakan unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung dapat mempengaruhi bangunan atau sistem organisme dalam karya sastra (Nurgiyantoro, 1995:23). 2.3.1 ASPEK INTRINSIK KARYA SASTRA Analisis aspek intrinsik karya sastra adalah faktor yang tersurat, yaitu segala sesuatu yang ditulis secara denotatif di dalam cerita. Ia menyangkut semua unsur yang terdapat dalam keseluruhan cerita seperti halnya komposisi cerita, gaya bahasa, alur atau plot, diksi, perwatakan, dan sebagainya yang dengan jelas dinyatakan di dalam cerita (Rampan, 1995:73). 1) Plot (alur) Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Dalam hal ini, alur biasanya terbatas pada peristiwaperistiwa yang terhubungkan secara kausal. Peristiwa kausal yaitu suatu peristiwa yang berdampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh dalam karya sastra secara keseluruhan (Stanton, 2007:26). Dengan kata lain bahwa plot merupakan suatu yang menghubungkan antara beberapa peristiwa di dalam cerita, dan peristiwa itu bertalian erat dengan tingkah-polah lahiriah maupun batiniah orang-orang
yang menjadi pelaku dalam sebuah cerita fiksi. 2) Tema Tema merupakan ide pokok, ide sentral atau ide dominan yang mendasari suatu cerita. Dalam hal ini, tema terbentuk dari sejumlah ide, tendens, motif atau amanat yang sama yang tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Tema biasanya tidak diungkapkan secara terus terang, meskipun sebagian ada dan dirasakan oleh pembaca (Sugiarti, 2002:37-38). Tema terbentuk dari sejumlah ide, tendens, motif, amanat yang sama, yang tidak bertentangan satu dengan yang lainnya. 3) Penokohan Peristiwa dalam karya sastra fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Dalam hal ini, pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi, sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita yang disebut dengan tokoh. Sehubungan dengan hal ini, cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku dalam karya sastra dinamakan dengan penokohan (Aminuddin, 2004:79). 4) Latar Secara umum latar merupakan tempat terjadinya peristiwa baik yang berupa fisik, unsur tempat, waktu dan ruang ataupun peristiwa cerita. Dalam cerita fiksi ini, latar tidak hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal, artinya yaitu membuat cerita
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|479
dalam karya sastra menjadi lebih logis. Latar dalam karya sastra berkaitan dengan penggambaran lokasi geografis, termasuk topografi, pemandangan, perincian perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan maupun kesibukan sehari-hari para tokoh, waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh (Sugiarti, 2002:55). 5) Sudut Pandang Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995:248) menyatakan bahwa sudut pandang merupakan cara atau pandangan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian, pada hakikatnya sudut pandang merupakan strategi atau teknik yang secara sengaja dipilih pengarang unruk mengemukakan gagasan ceritanya. 2.3.2 ASPEK EKSTRINSIK KARYA SASTRA Analisis aspek ekstrinsik karya sastra merupakan analisis karya sastra itu sendiri dari segi isi dan berdasarkan keterkaitan dengan realitas kehidupan di luar karya sastra itu sendiri. Faktor ekstrinsik menurut Rampan (1995:72) adalah hal-hal yang ada di luar cerita dan muncul dalam sebuah cerita. Faktor luar itu berupa tindak-tanduk, tingkah pola tokoh, dan gerak laku yang muncul secara fisik di
dalam cerita sehingga mampu menghidupkan cerita, meskipun apa yang dimaksudkan bukanlah tindakan dan peristiwa itu. 2.4 SOSIOLOGI SASTRA Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejalagejala alam. Sosiologi adalah suatu telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang sosial serta proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial, masalah perekonomian dan lainlain, kita mendapat gambaran tentang cara-cara menusia menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sastra, sebagaimana halnya dengan sosiologi, berurusan dengan manusia, bahkan sastra diciptakan oleh anggota masyarakat untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. 2.5 PANDANGAN HIDUP Pada dasarnya setiap manusia pasti mempunyai pandangan hidup, pandangan hidup tersebut bersifat kodrati dan akan menentukan masa depan seseorang. Menurut Dhanu Priyo Prabowo (1989:67) pandangan hidup adalah pendapat atau pertimbangan yang dijadikan sebagai pegangan, pedoman, petunjuk dan arahan hidup. 2.6 SIKAP HIDUP
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|480
Berkaitan dengan objek penelitian yang mengkaji tentang sikap hidup tokoh dalam novel “Bekisar Merah” karya Ahmad Tohari dan novel “Midah Si Manis Bergigi Emas” karya Pramoedya Ananta Toer, maka perlu adanya landasan kajian tentang sikap hidup. Sikap hidup merupakan suatu perbuatan yang berdasarkan pada pendirian (pendapat atau keyakinan) dalam diri seseorang. Sikap menurut Hardjana (1993:244), disebut pula “attitude”. Sikap merupakan kecendrungan untuk bertindak dan bereaksi terhadap rangsangan. 3. ANALISIS DATA 4.1 PANDANGAN HIDUP JAWA TOKOH LASI DALAM NOVEL “BEKISAR MERAH” KARYA AHMAD TOHARI 4.1.1 Hubungan Manusia dengan Tuhan “Aku boleh dibilang punya semuanya kemudahan untuk melakukan hal itu. Bahkan sudah kubilang, suamiku pun mengizinkannya. Tetapi,.semua.itu.terasa. ganjil.Jat,.dan.aku.masih .eling” (BM/2005/hal:295/L/PH /El-1) Kesempatan untuk melakukan seusatu yang menyimpang dari ajaran agama telah datang dan menghampiri Lasi. Kesempatan itu terbuka lebar karena suaminya pun memberikan Lasi
kesempatan. Namun Lasi berpandangan bahwa semua itu terasa menyalahi aturan dan ganjil bagi dirinya. Sehingga semua itu membuat dirinya semakin ingat akan Tuhan dan berusaha menjahuinya. Lasi merasa Gusti Allah telah mendengarkan doanya, dan itu semua telah terbukti. Seperti kutipan novel berikut ini. 4.1.2 HUBUNGAN MANUSIA DENGAN SESAMA MANUSIA Masyarakat Jawa yang sudah memiliki kematangan moral akan memiliki sikap batin sungkan, wedi, isin, dan ethokethok. Sikap batin tersebut dibutuhkan dalam bermasyarakat atau bersosialisasi. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Jat, aku bungah kamu menyusul aku kemari. Tetapi aku tidak mau pulang. Biarlah aku di sini. Aku ingin ngisis dari kegerahan hidupku sendiri.” Tidak kasihan sama Emak? Dia kelihatan begitu menderita. Hening. Lasi menunduk dan mengusap air matanya. Tapi.itu.tak.bisa.mengub ah.keputusan.ku.Jat!” (BM/2005/hal:178/L/PH /Et-1) Perasaan Lasi merasa senang karena dikunjungi orang yang dulu dianggapnya adik, Kanjat menyusulnya
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|481
ke Jakarta, maksud Kanjat menyusul Lasi untuk mengajaknya pulang. Namun Lasi tetap kukuh pada pendiriannya, walaupan sempat dia menangis ketika Kanjat memberikan kabar tentang Emak. Lasi berpandangan bahwa dia tetap ingin mencari ketenangan dulu dari segala masalah yang dihadapinya sekarang, dan tidak mau ikut Kanjat pulang. Walaupun sebetulnya dia ingin pulang dan bertemu dengan Emaknya. Setelah menolak ajakan Kanjat, tamu yang ditunggu Lasi akhirnya datang juga. 4.1.3 HUBUNGAN MANUSIA DENGAN DIRINYA SENDIRI Kebahagiaan hati bersama dapat tercapai apabila masing-masing individu sudah mendapatkan kebahagian pribadinya. Kebahagiaan pribadi terlaksana apabila manusia melakukan mawas diri (memahami diri) dan mencintai diri. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Masih, kang. Uang juga masih ada sedikit. Kita besok masih bisa makan.andai.kata.nira.so re.ini.terpaksa.tidak.diol ah” (BM/2005/hal:10/L/PH/ N-1) Sebagai keluarga penyadap nira, gagal dalam mengolah nira merupakan hal yang biasa terjadi. Setiap kali gagal mengolah nira uang yang dikumpulkan terkadang menjadi korban. Namun Lasi
berpandangan itu semua sebagai jalannya nasib dan harus menerimanya sebagai bagian dari kehidupan. 4.2. PANDANGAN HIDUP JAWA TOKOH MIDAH DALAM NOVEL “MIDAH SI MANIS BERGIGI EMAS” KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER 4.2.1. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN TUHAN “Ia banyak mendengar cerita tentang kemesuman di hotelhotel. Karena itu tidak henti-hentinya ia mendoa. Tiap kali ia dengar langkah kaki di depan pintunya ia mencepatkan doanya. Dan waktu tak tertahankan lagi kantuknya, ia tepuk perutnya lambat-lambat, berbisik: Dihindarkanlah engkau hendaknya dari segala bencana ia ulangi bisikannya itu untuk memperoleh keyakinan lebih banyak” (MSBE/2009/hal:28/M/ PH/M-1) Setelah melarikan diri dari rumah suaminya, Midah menghabiskan malam dengan meginap dari satu hotel ke hotel lain. Saat Midah bermalam di satu hotel, dia sering mendengar banyak terjadi perbuatan yang tidak
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|482
sesuai dengan ajaran agama, banyak terjadi kemesuman di hotel tempatnya menginap. Seketika setelah mendengar kabar itu Midah berdoa pada Tuhan agar anak yang dikandungnya agar diberikan keselamatan. 4.2.2 HUBUNGAN MANUSIA DENGAN SESAMA MANUSIA Masyarakat Jawa yang sudah memiliki kematangan moral akan memiliki sikap batin sungkan, wedi, isin, dan ethokethok. Sikap batin tersebut dibuthkan dalam bermasyarakat atau bersosialisasi. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Ia terus mengikuti, dari Kampung Duri hingga Glodok dan dari Glodok ke Pasar Baru. Waktu matahari telah tenggelam, baru ia merasa takut pada orang tuanya. Segera ia melompat ke atas trem dan pulang ke rumah” (MBSE/2009/hal:17/M/ PH/W-1) Ketertarikan Midah pada musik keroncong membuat dia mengikuti rombongan musik itu ke manapun mereka bergerak Midah tetap mengikutinya. Sampai pada saat matahari akan tenggelam Midah baru sadar, saat itulah rasa takutnya mulai keluar, rasa takut pada kedua orang tuanya, sesegara mungkin dia pulang dan meminggalkan rombongan tersebut.
4.2.3 HUBUNGAN MANUSIA DENGAN DIRINYA SENDIRI Kebahagiaan hati bersama dapat tercapai apabila masing-masing individu sudah mendapatkan kebahagian pribadinya. Kebahagiaan pribadi terlaksana apabila manusia melakukan mawas diri (memahami diri) dan mencintai diri. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Aku mengerti juga, Manis. Tetapi engkau harus pula ingat, tiada bekerja engkau pun tiada menerima nafkah. Berita itu menggoncangkan hati Midah. Ia tidak menyangka akan terjadi demikian. Namun ia lebih memihak kepada anaknya, karena itu disampikannya juga: Biarlah. Tapi toh aku usahakan agar engkau tetap menerima nafkah sekalipun tidak mungkin sebanyak yang bisa engkau terima” (MSBE/2009/hal:46/M/ PH/N-1) Saat usia kandungannya mulai membesar, Midah mendapatkan berita yang tidak mengngagetkan hatinya, kepala rombongan memberitahukan kalau Midah tidak mungkin dapat bagian karena dia tidak ikut bernyanyi lagi. Semua itu terasa berat bagi
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|483
Midah, karena usia kandungannya yang telah menua dia lebih memilih kesehatan anaknya daripada ikut rombongan bernyanyi keliling. 4.3 SIKAP HIDUP TOKOH LASI DALAM NOVEL BEKISAR MERAH KARYA AHMAD TOHARI 4.3.1 SIKAP HIDUP TOKOH LASI YANG MELIPUTI KEHIDUPAN BERAGAMA (ELING “INGAT”, PRACAYA “PERCAYA”, DAN MITUHU “PERCAYA KEPADANYA”) Berkaitan dengan sikap hidup yang meliputi kehidupan beragama, berikut kutipan data yang menunjukkan sikap eling (ingat). “Aku boleh dibilang punya semuanya kemudahan untuk melakukan hal itu. Bahkan sudah kubilang, suamiku pun mengizinkannya. Tetapi,.semua.itu.terasa. ganjil.Jat,.dan.aku.masih .eling” (BM/2005/hal:295/L/SH /El-1) Setelah menikah dengan Handarbeni kebutuhan lahir Lasi memang tercukupi, tapi kebutuhan batin terasa kurang tercukupi karena Handarbeni tidak bisa memuaskan Lasi, maka dia memberikan izin dan akan menyediakan serta mencarikan lelaki
sesuai dengan keinginan Lasi. Kutipan di atas menggambarkan bahwa ada rasa khawatir akan dosa yang akan ditanggung nantinya, dalam dialog tersebut diperlihatkan sikap eling (ingat) Lasi. 4.3.2 SIKAP HIDUP TOKOH LASI DENGAN DIRI SENDIRI (RILÅ “RELA”, NRIMÅ “MENERIMA”, DAN SABAR “SABAR”) Setiap manusia yang menyadari bahwa dia akhirnya selalu dan seluruhya tergantung dari Yang Illahi, dengan sendirinya akan menemukan sebuah sikap yang tepat dan kematangan dalam berpikir sehingga dapat ditanamkan dalam dirinya sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan. “Masih, kang. Uang juga masih ada sedikit. Kita besok masih bisa makan.andai.kata.nira.so re.ini.terpaksa.tidak.diol ah” (BM/2005/hal:10/L/SH/ N-1) Sudah merupakan resiko sebagai seorang istri penyadap menghadapi hal yang seperti itu, nira gagal diolah karena hujan lebat yang menjadi halangan untuk mengambil dan mengolahnya. Sedikit uang sisa atau tabungan dari penjualan gula hasil olahan nira menjadi korban untuk menyambung hidup. Hal inilah yang selalu di alami Lasi sewaktu nira gagal diolah menjadi gula. Lasi tidak pernah
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|484
menggerutu menghadapi semua itu karena ia telah menerima sebagai salah satu garis kehidupan dan tetap harus dijalani. 4.3.3 SIKAP HIDUP TOKOH LASI DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT (ÉTHOKÉTHOK “PURA-PURA”, WEDI “TAKUT”, ISIN “MALU”, DAN SUNGKAN “SEGAN”) Kondisi yang demikian membuat orang Jawa selalu membawa sikap takut, malu, segan, dan berpurapura dalam kahidupan bermasyarakat demi menjaga karukunan. Seperti pada kutipan di bawah ini yang menggambarkan sikap berpura-pura Lasi demi menjaga perasaan Kanjat. “Jat, aku bungah kamu menyusul aku kemari. Tetapi aku tidak mau pulang. Biarlah aku di sini. Aku ingin ngisis dari kegerahan hidupku sendiri.” Tidak kasihan sama Emak? Dia kelihatan begitu menderita. Hening. Lasi menunduk dan mengusap air matanya. Tapi.itu.tak.bisa.mengub ah.keputusanku.Jat!” (BM/2005/hal:178/L/SH /Et-1) Lasi tidak bisa menutupi rasa senang dengan kedatang Kanjat dari kampung untuk menemuinya, walaupun tujuan Kanjat yang sebanarnya adalah ingin
mengajak Lasi kembali pulang. Tapi ajakan itu langsung ditolak oleh Lasi, Lasi masih ingin menenangkan pikiranya terlebih dahulu dari segala macam cobaan dan ujian yang sedang dialaminya. Mendengar ucapan Kanjat yang mengatak kalau Emak sangat menderita dan merana, Lasi merasa sedih dan tiba-tiba menundukkan wajahnya dan menangis karena memikirkan Emak. Setelah merasa tenang dan mantap dengan pendiriannya untuk bertahan, Lasi menolak ajakan Kanjat untuk pulang, walaupun semua itu terasa berat. 4.4 SIKAP HIDUP TOKOH MIDAH DALAM NOVEL MIDAH SI MANIS BERGIGI EMAS KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER 4.4.1 sikap hidup tokoh midah yang meliputi kehidupan beragama (eling “ingat”, pracaya “percaya”, dan mituhu “percaya kepadanya”) Walaupun telah lari dari suami dan orang tuanya, Midah masih membawa setidaknya ajaran yang telah ditanamkan oleh orang tuanya. Semua itu masih dipegang teguh oleh Midah dalam pelariannya yang jauh dari orang tua, suami dan orang-orang yang dikenalnya. Hal ini setidaknya terlihat dalam kutipan berikut ini. “Ia banyak mendengar cerita tentang kemesuman di hotelhotel. Karena itu tidak
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|485
henti-hentinya ia mendoa. Tiap kali ia dengar langkah kaki di depan pintunya ia mencepatkan doanya. Dan waktu tak tertahankan lagi kantuknya, ia tepuk perutnya lambat-lambat, berbisik: Dihindarkanlah engkau hendaknya dari segala bencana ia ulangi bisikannya itu untuk memperoleh keyakinan lebih banyak” (MSBE/2009/hal:28/M/ SH/M-1) Midah merasa cemas dengan banyaknya cerita yang dia dengar tentang hal yang sering terjadi di tempatnya menginap sekarang. Hal ini membuat Midah selalu bedo’a dan meminta keselamatan kepada Tuhan. Setiap Derap kaki yang melangkah di depan pintu kamarnya terdengar ia lebih cepat memanjatkan do’anya kepada Tuhan. Semua itu terus berulang sampai saat matanya tidak sanggup lagi untuk menahan kantuk yang sudah menyarang. 4.4.2 sikap hidup tokoh midah dengan diri sendiri (rilå “rela”, nrimå “menerima”, dan sabar “sabar”) Malu karena tidak bisa menjadi seperti yang dinginkan oleh kedua orangtuanya.
“Aku mengerti juga, Manis. Tetapi engkau harus pula ingat, tiada bekerja engkau pun tiada menerima nafkah. Berita itu menggoncangkan hati Midah. Ia tidak menyangka akan terjadi demikian. Namun ia lebih memihak kepada anaknya, karena itu disampikannya juga: Biarlah. Tapi toh aku usahakan agar engkau tetap menerima nafkah sekalipun tidak mungkin sebanyak yang bisa engkau terima” (MSBE/2009/hal:46/M/ SH/N-1) Kondisi tubuhnya yang sudah tidak bisa diajak berjalan jauh lagi membuat Midah tidak ikut bekerja dengan rombongan. Semua itu mebuatnya tidak mendapatkan nafkah lagi untuk simpanan biaya persalinan anaknya. Seperti yang diucapkan oleh kepala rombongan, mendengar semua itu hati midah merasa tidak bisa menerimanya dan kenapa semuanya bisa terjadi kepada dirinya. Akan tetapi kemudian ia menerimanya tanpa banyak protes. 4.4.3 sikap hidup tokoh midah dalam kehidupan bermasyarakat (éthok-éthok “pura-pura”, wedi “takut”, isin “malu”, dan sungkan “segan”)
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|486
Tak jarang ia lebih sering diusir dari pada mendaptkan rizki ketika menyanyi, namun ia tetap menerima semua itu, dan tetap tidak putus asa. “Polisi itu tidak menghiraukan pandangan orang-orang lain. Tidakkah malu makan di dekatku? Tanya midah. Malu? Mengapa malu? Keramahannya itu meleyapkan kemalumaluan Midah terhadapnya” (MBSE/2009/hal:78/M/ SH/Su-1) Ketika sedang makan dengan seorang polisi, Midah merasa malu. Malu karena tak sepantasnya seorang polisi makan bersama dengan seorang penyanyi keroncong jalanan. Berkali-kali Midah menlontarkan pertanyaan kepada polisi tersebut, apakah tidak malu makan bersama saya?. Sikap yang ramah dan bersahabat yang ditunjukkan oleh polisi tersebut seketika membuat rasa malu Midah berangsur-angsur hilang dan merasa tidak ada jarak lagi diantara mereka berdua. PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Sesuai dengan tujuan penelitian dan berdasarkan hasil analisis pada bab IV,
maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Di dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer. Tokoh Midah mempunyai pandangan hidup yang bebas tetapi tetap dalam ajaran agama dan nilai-nilai di masyarakat. Sikap hidup Midah juga mencerminkan dari pandangan hidupnya yang masih tetap berpegang pada ajaran agama dan nilai pada masyarakat, walaupun Midah hidupnya lebih bebas. 2. Di dalam novel Bekisar Merah Karya Ahmad Tohari. Tokoh Lasi mempunyai pandangan hidup yang tetap berpegang teguh pada ajaran agama dan nilai-nilai di masyarakat. Selain karena hidup di desa yang masih berpegang teguh pada adat istiadat juga karena didikan orang tua, sehingga membentuk pribadi Lasi yang seperti itu. Sikap hidup Lasi juga mencerminkan dari pandangan hidupnya yang masih tetap berpegang pada ajaran agama dan nilai-nilai pada masyarakat, walaupun Lasi memilih untuk melarikan diri dari desanya dan tinggal di Jakarta, yang notabene kehidupannya lebih berbeda dengan kehidupan Lasi di desa. 3. Pramoedya Ananta Toer dan Ahmad Tohari dalam menggambarkan tokoh utamanya dalam novel karyanya memiliki
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|487
perbedaan ditinjau dari sudut gender. Dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas, Pram menggambarkan Midah sebagai wanita yang bebas dari tekanan luar untuk mengarahkan kehidupannya sesuai dengan keinginannya, baik sebagai anak, istri, ibu maupun sebagai perempuan pekerja. Sedangkan Dalam novel Bekisar Merah, Tohari menggambarkan Lasi sebagai wanita yang belum bebas sepenuhnya dengan pilihannya sendiri. Lasi masih terkungkung di sektor domestik. Dalam hal ini Tokoh wanita masih tersubordinasi oleh laki-laki. 5.2 SARAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dengan kepentingan dunia wanita, sehingga mereka dapat lebih memahami keberadaan wanita baik dalam dunia sastra maupun dunia realita. Terkait dengan hasil penelitian maka saran-saran yang perlu disampaikan adalah sebagai berikut. 1) Pembaca Melalui penelitian ini diharapkan pembaca mampu mengambil
hikmah tentang pandangan hidup dan sikap hidup kedua tokoh utama dalam novel tersebut, serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. di balik semua peristiwa yang muncul dalam kehidupan. Pembaca harus mampu menyikapi secara bijak atas segala bentuk ketidakadilan gender dan membantu mencarikan solusi yang terbaik untuk kepentingan perempuan dan laki-laki. 2) Pengajaran sastra Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam melakukan kajian terhadap sosiologi sastra. Bagi guru hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya pemahaman tentang karya sastra dikaitkan dengan aspek ekstrinsik maupun instrinsik. 3) Peneliti berikutnya Untuk peneliti berikutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian yang sejenis dengan menggunakan pendekatan kritik sastra yang lain, seprti dekonstruksi, semiotika, kesejarahan, sehingga diperoleh hasil yang komprehensif.
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|488
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan. 2006. Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Semarang: Rhineka Ilmu. Chulsum, Umi dan Windy Novia. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kashiko. Damono, Sapardi Djoko. 1984. Ringkasan Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Proyek Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan sastra Indonesia dan daerah Depdikbud. Dayakisni, Hudaniah. 2008. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press. Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Escarpit, Robert. 2008. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Fakih, Mansoer. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Faruk, H.T. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Handayani, Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: UMM Press. Hellwig, Tineke. 2003. In The Shadow Of Change: Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Desantara. Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PT Balai Pustaka. Kusniarti, Tuti. 2002. Pengantar Sejarah Sastra. Malang: P.B.S.I UMM Luxemburg, Jan Vaal, dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia. Minderop, Albertine. 2005. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mulder, Niels. 1996. Pribadi dan Masyarakat Di Jawa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Muthali`in, Achmad. 2001. Bias Gender dan Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|489
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Prabowo, Dhanu Priyo. 2004. Pandangan Hidup Kejawen. Yogyakarta: Narasi. Pradopo, Rahmad Djoko. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pradopo, Rahmad Djoko. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Semi, Atar. 1989. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa. Sugiarti. 2002. Pengetahuan dan Kajian Prosa Fiksi. Malang: P.B.S.I UMM Sugihastuti. 2007. Teori Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suseno, Franz Magnis. 1987. Etika Jawa. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Toer, Pramoedya Ananta. 2003. Midah Si Manis Bergigi Emas. Jakarta: Lentera Dipantara. Tohari, Ahmad. 2005. Bekisar Merah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia. Wiyatmi. 2009. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Jurnal Artikulasi Vol.8 No.2 Agustus 2009|490