MODUL PERKULIAHAN
Psikologi Kognitif Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan di Universitas Mercu Buana Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
Kode MK
09
Disusun Oleh Rizky Putri A. S. Hutagalung, M. Psi, Psi
Abstract
Kompetensi
Modul ini berisi tentang hakikat bahasa, unsur dasar bahasa, tahapan perolehan bahasa, serta bagaimana manusia mempelajari bahasa.
Mahasiswa mengenai
mampu
memahami
hakikat bahasa dan kemahiran dalam berbahasa, bagaimana manusia dapat mempelajari bahasa, serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB IX: Bahasa : Hakikat dan Kemahiran Bahasa adalah penggunaan cara yang terorganisasikan dari pengombinasian katakata untuk berkomunisasi. Minimal ada enam ciri bahasa yaitu: 1. Alat komukasi: bahasa memampukan kita berkomunikasi dengan orang lain yang memahami bahasa kita. 2. Simbol arbitrer: bahasa menciptakan hubungan arbitrer antara simbol dan acuannya: sebuah ide, suatu hal, sebuah proses, suatu hubungan atau sebuah deskripsi. 3. Terstruktur secara reguler: bahasa memiliki sebuah struktur; hanya susunan yang terpola secara khusus dari simbol-simbol yang memiliki makna. 4. Terstruktur di berbagai tingkatan: struktur bahasa bisa dianalisis di tingkatan yang berlipat ganda. 5. Generatife, produktif: meskipun memiliki keterbatasan struktur, para pengguna bahasa bisa memproduksi ucapan-ucapan baru. (6) Dinamis: bahasa terus berkembang secara konstan. Bahasa melibatkan pemahaman verbal yaitu kemampuan untuk memahami input linguistic tulisan dan ucapan seperti kata-kata, kalimat dan paragraf. Bahasa juga malibatkan kefasihan verbal yaitu kemampuan untuk memproduksi output linguistic. Unit-unit terkecil bunyi yang diproduksi oleh bidang vocal manusia adalah fon-fon. Fonem adalah unit terkecil bunyi yang bisa digunakan untuk membedakan makna di bahasa tertentu. Unit yang bermakna secara semantic terkecil di dalam bahasa adalah morfem. Morfem bisa saja berbentuk kata dasar atau imbuhan – awalan atau akhiran. Di dalam persepsi ujaran (ucapan), para pendengar harus mengatasi pengaruh dari koartikulasi (tumpang-tindih) fonem-fonem pada struktur akustik sinyal ujaran. Persepsi kategoris adalah fenomena yang di dalamnya pendengar mencerap berbagai bunyi ujaran secara kontinu sebagai kategori yang berbeda. Sintaksis adalah studi tentang struktur linguistic kalimat-kalimat. Gramatika struktur frasa menganalisis kalimat-kalimat berdasarkan hubungan hirarkis di antara kata-kata di dalam frasa dan kalimat. Beberapa ahli bahasa telah menunjukkan sebuah mekanisme untuk mengaitkan sintaksis dengan semantika. Dengan mekanisme ini, kalimat-kalimat yang gramatis mengandung slot-slot khusus bagi kategori-kategori sintaksis. Slot-slot ini bisa di isi dengan kata-kata yang memiliki peran-peran tematik khusus di dalam kalimat. ‘14
2
Psikologi Kognitif Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Manusia tampaknya bergerak maju lewat tahapan-tahapan di dalam kemahiran berbahasa. Pertama adalah mendekut, mengandung semua fon yang ada. Kedua adalah meraban, terdiri atas fonem-fonem berbeda yang mencirikan bahasa utama bayi. Ketiga adalah ujaran satu kata. Keempat adalah ujaran dua kata dan ujaran telegrafik. Yang kelima adalah struktur kalimat dasar orang dewasa (mulai usia 4 tahun). Di sepanjang arah perkembangan, kompleksitas bahasa, kosakata, bahkan strategi bagi penguasaan kosakata menjadi kian kompleks. Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan. Ilmu yang mengkaji bahasa ini disebut sebagai linguistik Unsur dasar bahasa 1. Fonem yaitu unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk membedakan arti dari satu kata. Contohnya kata ular dan ulas memiliki arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem /er/ dan /es/. Setiap bahasa memiliki jumlah dan jenis fonem yang berbedabeda. Misalnya bahasa Jepang tidak mengenal fonem /la/ sehingga perkataan yang menggunakan fonem /la/ diganti dengan fonem /ra/. 2. Morfem yaitu unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga. 3. Sintaksis yaitu penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu. Dalam bahasa Indonesia terdapat aturan SPO atau subjekpredikat-objek. Aturan ini berbeda pada bahasa yang berbeda, misalnya pada bahasa Belanda dan Jerman aturan pembuatan kalimat adalah kata kerja selalu menjadi kata kedua dalam setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa Inggris yang memperbolehkan kata
‘14
3
Psikologi Kognitif Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
kerja diletakan bukan pada urutan kedua dalam suatu kalimat. Yaitu peraturan-peraturan yang mengendalikan kombinasi kata-kata dalam frase & kalimat. •
Produktivitas ketidakterbatasan jumlah kalimat, frase, atau ucapan yang mungkin muncul dalam suatu bahasa.
•
Regularitas pola-pola sistematik dalam kalimat, frase, atau ucapan.
•
Perubahan-perubahan
dalam
bentuk-bentuk
linguistik
yang
mungkin
mempertahankan makna yang sama. •
Tiga aspek teori Chomsky: 1) struktur permukaan (bagian dari suatu kalimat yang dapat dipecah-pecah & diberi label dengan menggunakan teknik penguraian umum); 2) struktur dalam (makna dasar sebuah struktur); 3) peraturan-peraturan transformasional.
4. Semantik mempelajari arti dan makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam suatu kalimat. 5. Diskurs mengkaji bahasa pada tahap percakapan, paragraf, bab, cerita atau literatur.
Tahapan perolehan bahasa 1. Cooing atau berbunyi Tahapan ini dilakukan oleh bayi di seluruh dunia, tidak terpengaruh pada jenis bahasa yang ada disekitarnya. Bayi yang tuna rungu pun melakukannya. Biasanya terdiri atas bebunyian dari huruf hidup. 2. Babbling atau bergumam Tahapan ini menunjukkan kecenderungan bayi untuk mengeluarkan berbagai jenis fonem yang digabung antara huruf hidup dan konsonan. Pada tahap ini suara babbling terdengar sama pada bayi berbahasa apapun.
‘14
4
Psikologi Kognitif Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
3. Ujaran satu kata Tahapan ini menunjukkan kecenderungan bayi untuk mengeluarkan fonem yang berguna pada bahasanya, baik huruf hidup maupun konsonan. Bayi Jepang tidak akan mengeluarkan fonem /la/. Pada saat ini bayi mulai mengeluarkan satu kata. 4. Ujaran dua kata dan penuturan telegrafik Tahapan ini berlangsung pada usia 1,5 - 2,5 tahun, dimana bayi dan balita mulai menggabungkan dua atau tiga buah kata. Pada saat ini anak mulai belajar memahami sintaks. 5. Struktur dasar kalimat dewasa Tahapan ini mulai muncul pada usia 4 tahun. Ditunjang oleh pertambahan perolehan kosa kata yang meningkat secara eksponensial
Bahasa buatan Ada beberapa bahasa artifisial (buatan) yang dikenal. Salah satunya adalah bahasa Esperanto. Bahasa ini diciptakan oleh L. L. Zamenhof di mana bahasa ini merupakan paduan dari berbagai unsur bahasa, khususnya bahasa-bahasa Roman yang dicampurkan dengan unsur-unsur Bahasa Slavia dan bahasa-bahasa Eropa lainnya, serta digunakan untuk mempermudah pembelajaran bahasa karena kesederhanaan tata bahasanya. Bahasa-bahasa artifisial lainnya yang disebut conlang (constructed language) antara lain adalah Bahasa Interlingua dan Bahasa Lojban. Sebagian pakar bahasa, seperti J.R.R. Tolkien, telah menciptakan bahasa rekaan, untuk tujuan di bidang sastera . Salah satunya adalah bahasa Quenya, yakni satu bentuk bahasa yang dipakai oleh kaum Elvish. Quenya mempunyai abjad dan istilah tersendiri serta dapat digunakan oleh manusia. Di samping bahasa Quenya, juga diciptakan bahasa Klingon yang pernah dipakai dalam film Star Trek.
‘14
5
Psikologi Kognitif Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Perolehan bahasa Terdapat beberapa teori mengenai perolehan bahasa pada bayi dan balita yang bersumber pada perkembangan psikologi yang bersifat natur dan nurtur. Natur adalah aliran yang meyakini bahwa kemampuan manusia adalah bawaan sejak lahir. Oleh karena itu manusia telah dilengkapi secara biologis oleh alam (natur) untuk memproduksi bahasa melalui alat-alat bicara (lidah, bibir, gigi, rongga tenggorokan, dibantu oleh alat pendengaran) maupun untuk memahami arti dari bahasa tersebut (melalui skema pada kognisi). Noam Chomsky adalah tokoh yang mempercayai peran natur secara radikal dalam perolehan bahasa. Pihak yang mempercayai kekuatan nurtur dalam perolehan bahasa berargumen bahwa bayi dan balita memperoleh bahasa karena terbiasa pada bahasa ibu. Hal ini terbukti pada pembentukan kemampuan fonem yang tergantung pada bahasa ibu. Misalkan pada bayi Jepang pada usia dibawah 6 bulan masih dapat membedakan fonem ra dan la dengan jelas, namun pada usia satu tahun mereka kesulitan untuk membedakan fonem ra dan la. Michael Tomasello mengkritik Chomsky bahwa bahasa tidak akan muncul begitu saja. Ia meyakini bahwa bahasa diperoleh karena bayi belajar menggunakan bahasa sebagai simbol terlebih dahulu dengan kemampuan bayi untuk melakukan atensi bersama (Join attention) pada saat sebelum bayi mampu memproduksi bahasa. Pada dasarnya natur dan nurtur memiliki kontribusi terhadap perolehan bahasa pada bayi. Mekanisme perolehan bahasa 1. Imitasi Imitasi dalam perolehan bahasa terjadi ketika anak menirukan pola bahasa maupun kosa kata dari orang-orang yang signifikan bagi mereka, biasanya orang tua atau pengasuh. Imitasi yang dilakukan oleh anak, tidak hanya menirukan secara persis (mimikri) hal yang dilakukan orang lain, namun anak memilih hal-hal yang dianggap oleh anak menarik untuk ditirukan. 2. Pengkondisian Mekanisme perolehan bahasa melalui pengkondisian diajukan oleh B.F Skinner. Mekanisme pengkondisian atau pembiasaan terhadap ucapan yang didengar anak dan diasosiasikan dengan objek atau peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu kosa kata awal yang dimiliki oleh anak adalah kata benda.
‘14
6
Psikologi Kognitif Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
3. Kognisi sosial Anak memperoleh pemahaman terhadap kata (semantik) karena secara kognisi ia memahami tujuan seseorang memproduksi suatu fonem melalui mekanisme atensi bersama. Adapun produksi bahasa diperolehnya melalui mekanisme imitasi.
BAGAIMANA ANAK BELAJAR BICARA 1. Aspek Semantik (arti bahasa). Bila seorang anak akan mengatakan atau memahami sesuatu, ia harus mempunyai daftar kata-kata atau vokabulari yang cukup memadai, yang dengan kata lain kita bisa mengatakan bahwa: - si anak mempunyai cukup kata-kata agar bisa memproduksi dan memahami (bahasa aktif dan pasif); - menemukan kata-kata yang tepat (memanggil kata dari daftar memori); - memahami apa yang diucapkan (pengertian kalimat). Seorang anak kecil belajar berbicara mula-mula adalah dengan cara menunjuk berbagai benda-benda yang ada di sekitarnya atau kata kerja yang harus digunakannya. Menunjuk benda-benda yang dapat dilihatnya (kursi, meja, makan, boneka dlsb), atau kata yang
dapat
menunjukkan
pada
pengertian
tempat
"disini"
atau
"sekarang".
Daftar kata-kata ini akan segera meningkat tanpa batas. Namun bisa diperkirakan bahwa seorang anak pada usia dua tahun setidaknya memerlukan 270 kata, 900 kata di usianya yang ketiga, dan sekitar 2500 hingga 4000 kata di usianya yang ke enam. Walau begitu seorang anak sebetulnya mempunyai lebih banyak lagi kata-kata (daftar kata-kata yang pasif) daripada yang bisa ia produksi (sebagai daftar kata aktif). Daftar kata pasif seorang anak berusia enam tahun bisa dua kali lipat banyaknya dibanding dengan daftar kata aktif yang dimilikinya. Dengan kata lain anak berusia tiga hingga lima tahun akan mengalami kesulitan memanggil kata-kata yang berada di dalam memorinya; seringkali sulit menggunakan kata pada tempat dan waktu yang tepat. Kadang terjadi seorang anak akan membuat kata-kata sendiri (neologis), atau bicaranya kacau, sepotong-sepotong, dan diulang-ulang.
‘14
7
Psikologi Kognitif Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
2. Pembentukan bahasa. Bagaimana sebuah kata atau kalimat dibentuk? Aspek pembentukan kata dan kalimat seperti yang kutuliskan di atas akan menyangkut pada tiga bagian aspek yaitu: a. aspek fonologis Anak kita harus bisa belajar menggunakan dan mengucapkan bunyian dengan cara yang benar. Artinya bahwa bicara mempunyai kaitan dengan aspek fonologis ini. Bila seorang anak mengalami gangguan fonologis ini, maka kelak ia akan mengalami masalah dalam bahasa dan bicara. Di usia kira-kira lima bulan, refleks oral (mulut) seperti misalnya refleks menghisap (untuk menyusu) akan hilang, berganti dengan gerakan-gerakan yang baik dengan lidahnya, bibirnya, suara decak halus, rahang bawah, dan tenggorokan. Ia juga belajar membedakan bunyian dan mengingatnya sebagai bunyian tertentu. Apabila ia mendenger
bunyian
itu
kembali,
maka
ia
bisa
mengenalnya
kembali,
serta
menggunakannya untuk tujuan tertentu. Pada akhirnya kemudian ia bisa berbicara dengan tujuan tertentu: misalnya mengucapkan kata mama akan berbeda artinya jika mengucapkan maem atau makan. Pada akhir tahun pertama umumnya anak-anak mempelajari bunyian dengan pola bunyian yang sama. Pada akhir tahun kedua ia mulai bisa mengucapkan kata-kata berupa beberapa suku kata dengan baik karena kontrol otot-otot sudah semakin baik, yaitu otot lidah, bibir dan langit-langit. Dan juga ia sudah mampu mendengarkan dengan baik. Tinggal beberapa kata seperti
s/l/r/
barulah
akan
dikuasai
dengan
baik
di
usianya
yang kelima atau keenam. Sekalipun seorang anak bisa mengucapkan bunyian dengan baik, bukan berarti ia akan bisa juga dengan baik mengucapkan kata-kata. Ia masih harus belajar lebih banyak lagi untuk mengucapkan kata-kata dengan baik, sehingga tidak meletakkan bunyian itu di tempat yang salah. Misalnya pabrik menjadi perabik. Lokomotip menjadi molokotip. Baru pada usia enam tahun, kita boleh mengharapkan bahwa seorang anak haruslah sudah bisa dengan baik mengucapkan urutan bunyian itu dengan benar, menjadi sebuah kata yang mempunyai makna.
‘14
8
Psikologi Kognitif Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
b. aspek morfologis Dengan cara yang tepat anak mempelajari sebuah kata dan mengubahnya dengan cara yang benar, yaitu: - penggunaan kata-kata jamak - penggunaan awalan dan imbuhan - penggunaan kata yang memberi penjelasan pertambahan dan perbedaan - penggunaan kata kerja Pada anak usia empat tahun biasanya sudah bisa menggunakan bentuk kata jamak secara baik tanpa kesalahan, penggunaan imbuhan, pertambahan - perbedaan, dan kata kerja. c. aspek sintaksis Dalam
fase
ini
anak
akan
belajar
membangun
kalimat
dengan
baik.
- ia akan berbicara dengan urutan kata-kata secara benar dalam sebuah kalimat -
kalimat
dalam
bentuk
lengkap,
dan
tidak
ada
kata
yang
tertinggal
- ia memahami berbagai perbedaan muatan kalimat misalnya kalimat bertanya, kalimat berempati, kalimat mengharap, atau kalimat menyangkal. Anak yang mengalami masalah dalam siktaksis akan berkata misalnya: "Kabel sudah telepon rusak", yang seharusnya diucapkan: "Kabel telepon sudah rusak." Atau "Mau minum." Seharusnya: "Saya mau minum."
3. Penggunaan bahasa, aspek pragmatik Dalam hal ini si anak akan menggunakan bahasa dalam konteks yang tepat dan untuk apa. Beberapa contoh yang berkaitan dengan aspek pragmatik: - Bila ada seseorang tengah berbicara, maka ia tidak akan berbicara secara bersamaan, tetapi menunggu seseorang tadi selesai bicara.
‘14
9
Psikologi Kognitif Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
-
Ia
menjawab
apa
yang
ditanya
teman
bicaranya,
misalnya:
. Pada pertanyaan : "Apakah engkau akan menggunakan jaket? " ia menjawab : "Tidak saya
merasa
cukup
hangat".
Jawaban
ini
cocok
dengan
pertanyaannya.
. Seorang anak bercerita bahwa saat berulang tahun ia diajak berenang oleh orang tuanya,temannya bereaksi: "Tadi pagi saya melihat anjing besar sekali?" Reaksi ini tidak sesuai dengan apa yang menjadi topik bicara. . Kita bertanya pada anak kita: "Apakah engkau sudah mengikat tali sepatumu?" Lalu dijawab oleh anak kita: "Saya baru saja makan es krim." Jawaban ini secara Pragmatik menjawab tidak pada konteks yang benar. Mieke Pronk-Boerma juga membagi periode perkembangan bicara menjadi periode praverbal dan periode verbal. Periode pra verbal menurutnya merupakan periode yang sangat penting, yang dibaginya menjadi: - minggu ke 0 - 6 : menangis - minggu ke 6 hingga bulan ke 4 : vokalisasi : ah, uh - bulan ke 4 - 8 : babbling atau mengoceh (bunyian vocal terus menerus), misalnya: gagaggagagag. .aaaaaa,. ..tatatatatatata . Pada periode ini bunyi bahasa ibu juga diproduksinya. Si anak juga akan mengikuti apa yang ibu ucapkan, sambil ia mengikuti ucapan ibu atau pengasuhnya, segera ia akan mengucapkan papa, mama. Seorang bayi yang tuli, juga akan melakukan babbling ini, tetapi kemudian akan berhenti di usianya yang ke 8 -9 bulan.
-
Bulan
ke
8
-
12:
social
babbling,
yaitu
mengocah
dengan
cara
dimana
- Pola bunyian dari sekitarnya akan diambil alihnya, ia juga akan melakukan imitasi pola bunyian kalimat. Pola bunyian yang tidak termasuk dalam bahasa ibu akan segera hilang. Kemudian anak akan mendengarkan, mengoceh dan mengikuti, terus menerus hingga terjadilah pemahaman terhadap kata-kata, dan penggunaan kata-kata; pemahaman kata akan dengan sendirinya kemudian diucapkannya. Dalam periode ini muncul bentuk yang disebut echolalia yaitu si anak hanya mengulang apa kata pengasuh tanpa kata-kata tersebut mempunyai maksud tertentu atau tanpa arti apa-apa.
‘14
10
Psikologi Kognitif Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Periode verbal mempunyai beberapa fase yaitu: - bulan ke 12 - 15 : yang merupakan fase kalimat dengan satu kata. Misalnya seorang anak mengatakan: "Mobil!" Maksudnya adalah: "Saya minta sebuah mobil!" atau: "Beri saya mobil itu!" atau: "Itu mobil bagus!" dan sebagainya. Si anak akan menanyakan nama-nama segala sesuatu dengan cara menunjuk-nunjuk dan dengan cara tertentu ia menyebutkannya kembali. Si anak belum menyangkal dengan kata, tetapi
sudah
membuat
gerakan
menggeleng
dengan
kepala.
- Bulan ke 15 - 2 tahun: fase kalimat dengan dua kata. Seorang anak usia dua tahun biasanya sudah mempunyai 270 kata. Ia juga bertanya dengan intonasi bertanya. Ia mulai menyangkal dengan kata-kata. Banyak kata-kata yang masih terpotong , misalnya "minum" menjadi "mium". - Usia 2 - 3 tahun: yang merupakan fase kalimat dengan banyak kata. Kalimat terdiri dari kata benda dan kata kerja. Apa yang diucapkan lebih kepada arti atau maksud kalimat yang diucapkan, namun belum dalam bentuk kalimat yang benar. Tetapi dalam usia ini daftar kata yang dimiliki akan meningkat dengan pesat. Suku kata akan diucapkan dengan lebih baik. Ia juga mulai menggunakan bentuk kamu-dan saya. Kadang ia masih menggunakan bentuk kamu jika berkata pada dirinya sendiri. :"Mana bonekamu? " padahal maksudnya: "Dimana boneka itu saya taruh?" - Usia 3 - 4 tahun: si anak akan banyak mengerti berbagai hal, dan banyak bercerita. Ia juga sudah bisa mengucapkan bunyian berbagai huruf kecuali /s/l/r. Juga masih ada beberapa kesalahan dengan pengucapan kata sambung, tetapi sudah bisa berbicara dengan aturan sebuah kalimat termasuk urutan kata, imbuhan, dan pemotongan kalimat. Kata jamak juga bisa dibentuk. Seringkali masih ada kata-kata yang diulang -ulang karena berpikir baginya lebih cepat daripada mengucapkan kalimat. Nampaknya seperti seorang anak yang gagap, tetapi sebetulnya bukan. - Usia 4 - 6 tahun: Di usia enam anak-anak ini akan semakin baik mengucapkan berbagai huruf, juga untuk huruf-huruf yang sulit seperti s dan r. Ia juga semakin membaik dengan aturan pembuatan kalimat, termasuk juga penggunaan kata penghubung: dan, tapi, atau, karena, sebab. dlsb. Dalam usia ini anak juga mulai dengan menyampaikan pemikiran dari abstraksinya.
‘14
11
Psikologi Kognitif Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka Sternberg, R.J. 2008. Psikologi Kognitif edisi keempat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Solso, Robert.L., Otto H.Maclin, M. Kimberly Maclin. 2007. Psikologi Kognitif(edisi kedelapan). Jakarta :Erlangga
‘14
12
Psikologi Kognitif Rizky Putri Asridha S. Hutagalung, M.Psi, Psi
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id