Modul : Batu Ginjal Mengembangkan kompetensi Sesi didalam kelas Sesi dengan fasilitas pembimbing Sesi praktek dan pencapaian kompetensi
Waktu ….. x 2 jam (classroom session) ….. minggu (coaching session) 12 minggu (facilitation and assessment)
Tujuan Umum Setelah mengikuti modul ini peserta didik mampu menguraikan latar belakang, melakukan diagnosis, melakukan penatalaksanaan dan menangani komplikasi batu ginjal. Tujuan Khusus / Pembelajaran Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu untuk : 1. Menjelaskan patofisiologi dan epidemiologi singkat tentang batu ginjal 2. Mengenali gejala, tanda dan komplikasi penderita batu ginjal 3. Melakukan langkah – langkah diagnosis penderita batu ginjal 4. Melakukan penanganan komplikasi penderita batu ginjal 5. Melakukan pilihan terapi pada batu ginjal 6. Melakukan ESWL, operasi terbuka dan endourologi pada penderita batu ginjal 7. Melakukan langkah follow – up penderita batu ginjal
1
Proses Pembelajaran Ø Menguatkan proses pembelajaran Kenalkan diri anda, jabatan dan tanggung jawab anda dalam proses pembelajaran serta bagaimana anda berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan partisipasi penuh dari peserta didik. Ø Tujuan 1 : Menjelaskan patofisiologi dan epidemiologi singkat tentang batu ginjal Metode pembelajaran : •
Kuliah singkat dan diskusi tentang patofisiologi batu ginjal yang mencakup proses terjadinya pembentukan batu ginjal secara singkat (must to know pointers)
•
Kuliah singkat dan diskusi tentang epidemiologi singkat batu ginjal
Ø Tujuan 2 : Mengenali gejala, tanda dan komplikasi penderita batu ginjal Metode pembelajaran : Curah pendapat dan diskusi tentang gejala, tanda dan komplikasi penderita dengan batu ginjal (must to know pointers)
•
Ø Tujuan 3 : Melakukan langkah – langkah diagnosis penderita batu ginjal Metode pembelajaran : Coaching dan praktek pada pasien sungguhan, yang berupa : •
Melakukan anamnese gejala penderita batu ginjal
•
Melakukan pemeriksaan fisik pada penderita batu ginjal
•
Merencanakan pemeriksaan DL, RFT, SE, Urinalisis dan kultur urin.
•
Merencanakan pemeriksaan foto polos abdomen, IVP dan USG urologi sesuai indikasi/kontraindikasi.
2
Ø Tujuan 4 : Melakukan penanganan komplikasi penderita batu ginjal Metode pembelajaran : Coaching dan praktek pada pasien sungguhan, yang berupa : •
Melakukan anamnese gejala komplikasi penderita batu ginjal
•
Melakukan pemeriksaan fisik pada komplikasi penderita batu ginjal
•
Merencanakan pemeriksaan DL, RFT, SE, BGA, Urinalisis dan kultur urin
•
Merencanakan pemeriksaan thoraks foto, USG urologi dan renogram
•
Mampu melakukan nefrostomi perkutan dan nefrostomi terbuka
F Catatan : lihat modul nefrostomi perkutan dan nefrostomi terbuka Ø Tujuan 5 : Melakukan pilihan terapi pada batu ginjal Metode pembelajaran : •
Kuliah singkat mengenai pilihan terapi pada penderita batu ginjal : terapi medikamentosa, ESWL, pembedahan endourologi dan pembedahan terbuka.
•
Diskusi dan coaching tentang pilihan penatalaksanaan batu ginjal
•
Curah pendapat dan diskusi tentang dasar pemilihan terapi dan komplikasi masing – masing terapi
Ø Tujuan 6 : Melakukan ESWL, operasi terbuka dan endourologi pada penderita batu ginjal Metode pembelajaran :
•
Video ESWL, operasi terbuka dan endourologi
•
Demo oleh pembimbing pada pasien sungguhan
•
Asistensi operasi membantu pembimbing
•
Operasi sendiri dengan pengawasan
3
•
Operasi sendiri tanpa pengawasan langsung
F Catatan : lihat modul ESWL, pyelolitotomi, nefrolitotomi dan percutan nefrolitotomi Ø Tujuan 7 : Melakukan langkah follow – up penderita batu ginjal Metode pembelajaran : •
Curah pendapat dan diskusi kasus mengenai prosedur follow – up penderita batu ginjal pada setiap pilihan terapi.
Persiapan sesi •
Peralatan audiovisual
•
Materi presentasi : Power Point tentang batu ginjal
•
Kasus : Penderita batu pyelum dengan hydropyonefrosis
•
Alat bantu latih : model anatomi gambar anatomi dari buku teks model alat peraga
•
Referensi :
1. Campbell’s Urology edisi 9 2. Smith's General Urology Edisi 14 3. Guidelines IAUI penatalaksanaan penyakit batu saluran kemih 2007
Kompetensi Mengenali dan memahami penatalaksanaan tentang batu ginjal. Kompetensi yang diharapkan adalah K3, P4, A4 dengan tingkat kerja skill competency. Keterampilan Setelah menyelesaikan modul ini, peserta didik diharapkan terampil 1. Menjelaskan patofisiologi dan epidemiologi singkat tentang batu ginjal 2. Mengenali gejala, tanda dan komplikasi penderita batu ginjal
4
3. Melakukan langkah – langkah diagnosis penderita batu ginjal 4. Melakukan penanganan komplikasi penderita batu ginjal 5. Melakukan pilihan terapi pada batu ginjal 6. Melakukan ESWL, operasi terbuka dan endourologi pada penderita batu ginjal 7. Melakukan langkah follow – up penderita batu ginjal Gambaran Umum Dalam satu populasi pernah dilaporkan penderita batu ginjal sebanyak 30 %. Batu ginjalnya umumnya dijumpai pada ras kaukasian dan juga orang – orang Asia. Lebih jarang terjadi pada orang afrika dan orang – orang Amerika berkulit hitam. Dalam satu laporan, 25 % yang menderita batu ginjal mempunyai riwayat keluarga yang menderita batu saluran kemih. Batu ginjal dapat terbentuk di kaliks ginjal, infundibulum dan pelvis ginjal. Bahkan batu ginjal ini dapat mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Pembentukan batu ginjal ini dapat dipengaruhi banyak faktor, yaitu genetik, faktor lingkungan, infeksi, gaya hidup maupun pola makan. Keluhan yang disampaikan penderita batu ginjal umumnya berupa nyeri pinggang, hematuria bahkan dapat terjadi demam. Penanganan kasus ini, umumnya dilakukan dengan tindakan operasi, bisa berupa pembedahan endourologi ataupun pembedahan terbuka. Dapat juga ditangani dengan ESWL dan medikamentosa. Bila tidak ditangani dengan baik maka akan terjadi morbiditas dan penurunan kualitas hidup secara signifikan. Penjelasan / Latar Belakang Sehubungan dengan penjelasan pada gambaran umum yang menyatakan bahwa penatalaksanaan batu ginjal adalah tinadakan operatif dan juga ESWL maka komponen pengetahuan pada modul ini mepunyai kapasitas yang lebih kecil dari pada komponen psikomotor. Dengan demikian, sesi praktek klinik akan menjadi lebih dominan di dalam proses pembelajaran. Titik berat sesi praktek ditekankan pada kompetensi melakukan anamnese, pemeriksaan fisik, merencanakan permintaan baik laboratorium dan juga radiologis dalam kaitannya dengan identifikasi dan diagnosis batu ginjal. Selain itu pada
5
akhir sesi praktek peserta didik kompeten untuk melakukan operasi endourologi maupun terbuka. Contoh Kasus Penderita pria 40 tahun dengan gangguan nyeri pinggang, kemeng – kemeng dan demam disertai menggigil selama 1 minggu. Riwayat kencing batu 2 tahun lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan massa dipinggang kanan ukuran 10 x 10 cm, nyeri ketok pinggang kanan dan temperature 38 oC. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 23. 000 dan leukosit urin yang penuh serta kreatinin 3,2. Pemeriksaan radiologis didapatkan foto polos abdomen menunjukkan gambaran batu pyelum kanan, gambaran USG menunjukkan hidronefrosis ginjal kanan disertai kecurigaan pyenefrosis. Diskusi : •
Apakah penderita diatas mempunyai kemungkinan batu ginjal ?
•
Bagaimana cara mendiagnosa batu ginjal pada penderita diatas ?
•
Bagaimana cara menatalaksana kasus ini ?
Rangkuman hasil diskusi •
Dari gejala yang ada, dapat diduga bahwa penderita mengalami batu ginjal
•
Diagnosis : a. Anamnese : nyeri pinggang b. Pemeriksaan fisik : nyeri di pinggang kanan, massa di pinggang kanan c. Pemeriksaan penunjang : foto polos abdomen menunjukkan gambaran batu pyelum kanan, gambaran USG menunjukkan hidronefrosis ginjal kanan disertai kecurigaan pyenefrosis
•
Tatalaksana : percutaneus nefrostomi dilanjutkan dengan tindakan
prosedur operatif
6
Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkanmampu untuk : (K4) 1. Menjelaskan patofisiologi dan epidemiologi singkat tentang batu ginjal 2. Mengenali gejala, tanda dan komplikasi penderita batu ginjal 3. Melakukan langkah – langkah diagnosis penderita batu ginjal 4. Melakukan penanganan komplikasi penderita batu ginjal 5. Melakukan pilihan terapi pada batu ginjal 6. Melakukan ESWL, operasi terbuka dan endourologi pada penderita batu ginjal 7. Melakukan langkah follow – up penderita batu ginjal Proses Pembelajaran Ø Menguatkan proses pembelajaran Kenalkan diri anda, jabatan dan tanggung jawab anda dalam proses pembelajaran serta bagaimana anda berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan partisipasi penuh dari peserta didik. Ø Tujuan 1 : Menjelaskan patofisiologi dan epidemiologi singkat tentang batu ginjal Metode pembelajaran : •
Kuliah singkat dan diskusi tentang patofisiologi batu ginjal yang mencakup proses terjadinya pembentukan batu ginjal secara singkat
•
Tugas baca/literature review
•
Curah pendapat dan diskusi
Must to know pointers : 1. 2. 3.
7
Ø Tujuan 2 : Mengenali gejala, tanda dan komplikasi penderita batu ginjal Metode pembelajaran : •
Curah pendapat dan diskusi tentang gejala, tanda dan komplikasi penderita dengan batu ginjal
•
Bedsite teaching
•
Praktek klinik
Must to know pointers : Gejala : (keluhan subyektif) 1. 2. 3. Tanda : (keluhan obyektif) 1. 2. 3. Komplikasi : 1. 2. 3. Ø Tujuan 3 : Melakukan langkah – langkah diagnosis penderita batu ginjal Metode pembelajaran : Coaching dan praktek pada pasien sungguhan, yang berupa :
•
Melakukan anamnese gejala penderita batu ginjal
•
Melakukan pemeriksaan fisik pada penderita batu ginjal
•
Merencanakan pemeriksaan DL, RFT, SE, Urinalisis dan kultur urin. 8
•
Merencanakan pemeriksaan foto polos abdomen, IVP dan USG urologi sesuai indikasi/kontraindikasi.
Ø Tujuan 4 : Melakukan penanganan komplikasi penderita batu ginjal Metode pembelajaran : Coaching dan praktek pada pasien sungguhan, yang berupa : •
Melakukan anamnese gejala komplikasi penderita batu ginjal
•
Melakukan pemeriksaan fisik pada komplikasi penderita batu ginjal
•
Merencanakan pemeriksaan DL, RFT, SE, BGA, Urinalisis dan kultur urin
•
Merencanakan pemeriksaan thoraks foto, USG urologi dan renogram
•
Mampu melakukan nefrostomi perkutan dan nefrostomi terbuka
F Catatan : lihat modul nefrostomi perkutan dan nefrostomi terbuka Ø Tujuan 5 : Melakukan pilihan terapi pada batu ginjal Metode pembelajaran : •
Kuliah singkat mengenai pilihan terapi pada penderita batu ginjal : terapi medikamentosa, ESWL, pembedahan endourologi dan pembedahan terbuka.
•
Diskusi dan coaching tentang pilihan penatalaksanaan batu ginjal
•
Curah pendapat dan diskusi tentang dasar pemilihan terapi dan komplikasi masing – masing terapi
Ø Tujuan 6 : Melakukan ESWL, operasi terbuka dan endourologi pada penderita batu ginjal Metode pembelajaran :
•
Video ESWL, operasi terbuka dan endourologi
•
Demo oleh pembimbing pada pasien sungguhan 9
•
Asistensi operasi membantu pembimbing
•
Operasi sendiri dengan pengawasan
•
Operasi sendiri tanpa pengawasan langsung
F Catatan : lihat modul ESWL, pyelolitotomi, nefrolitotomi dan percutan nefrolitotomi Ø Tujuan 7 : Melakukan langkah follow – up penderita batu ginjal Metode pembelajaran : •
Curah pendapat dan diskusi kasus mengenai prosedur follow – up penderita batu ginjal pada setiap pilihan terapi.
Kasus untuk Proses Pembelajaran Penderita pria 40 tahun dengan gangguan nyeri pinggang tembus ke depan perut sampai di ulu hati, kemeng – kemeng dan demam disertai menggigil selama 1 minggu. Riwayat kencing batu 2 tahun lalu. Riwayat keluarga, Ibu pasien pernah menjalani operasi pyelolitotomi sekitar 15 tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan masa dipinggang kanan ukuran 10 x 10 cm, nyeri ketok pinggang kanan dan temperature 38,4 oC. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 23. 000 dan leukosit urin yang penuh. Kreatinin 3,2, dengan hasil BGA, pH = 7,23, pCO2 = 40, HCO3-‐ = -‐ 8. Pemeriksaan radiologis didapatkan foto polos abdomen menunjukkan gambaran batu pyelum kanan, gambaran USG menunjukkan hidronefrosis ginjal kanan disertai kecurigaan pyenefrosis dan di ginjal kiri menunjukkan gambaran nefritis. Diskusi :
•
Manakah data penyokong diagnosis saat itu ?
•
Data mana yang membuat pemeriksa perlu membuat diagnosis banding ?
•
Apakah tindakan terbaik yang dapat dilakukan untukmengatasi keadaan tersebut ? 10
Rangkuman hasil diskusi : Data penyokong diagnosis adalah ………………………………………………. Gejala dan tanda yang menyebabkan perlunya dibuat diagnosis banding ………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………… Tindakan terpilih untuk mengatasi gangguan ini adalah ………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………… Pada modul ini peserta didik diharapkan menguasai pengetahuan tentang patofisiologi, gejala, komplikasi dan tanda, penanganan komplikasi serta penatalaksanaan diagnosis dan terapi menyeluruh penderita batu ginjal. Modul batu ginjal ini mempunyai link ke 3 Modul Keterampilan (pembedahan endourologi, pyelolitotomi, nefrolitotomi, percutan nefrolitotomi, ESWL). Penilaian Kompetensi Ø Hasil observasi sela proses alih pengetahuan dan ketrampilan Ø Hasil kuesioner Ø Hasil penilaian peragaaan keterampilan
11
Instrumen Penilaian Kompetensi Kognitif Kuesioner sebelum sesi dimulai
I. Modul Batu Ginjal
BAB I
Patofisiologi 1. Sistine dan asam urat merupakan tipe batu yang sama prevalensinya baik pada wanita maupun pria
S/B
S/B
S/B
2. Batu yang terdiri dari kalsium oksalat akan memberikan gambaran radio -‐ opak pada foto polos abdomen 3. E. Coli merupakan kuman yang paling banyak menyebabkan terbentuknya batu struvite
Kuesioner tengah pelatihan
I. Modul Batu Ginjal
BAB I
Patofisiologi 1. Seseorang menderita batu saluran kemih umumnya terjadi pada usia : a. 10 – 25 tahun b. 15 – 30 tahun c. 25 – 40 tahun d. 35 – 50 tahun 2. Resiko terbentuknya batu saluran kemih kembali setelah seseorang menderita batu untuk pertama kali, adalah : a. Sekitar 50 % setelah 5 tahun b. Sekitar 50 % setelah 10 tahun c. Sekitar 75 % setelah 5 tahun d. Sekitar 75 % setelah 10 tahun
12
3. Dibawah ini merupakan faktor terjadinya batu kalsium, kecuali : a. Hiperkalsuria b. Hiperoksaluria c. Hiperurikosuria d. Hipermagnesuria e. Hipositraturia
13
Batu Ginjal Batasan Batu ginjal dapat terbentuk di kaliks ginjal, infundibulum dan pelvis ginjal. Bahkan batu ginjal ini dapat mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Pembentukan batu ginjal ini dapat dipengaruhi banyak faktor, yaitu genetik, faktor lingkungan, infeksi, gaya hidup maupun pola makan. Faktor minuman juga dapat memicu pembentukan batu, misalnya kurang minum , banyak mengkonsumsi coca – cola. Makanan yang dapat memperbesar kemungkinan terbentuknya batu misalnya terlalu banyak mengkonsumsi protein hewan, lemak kurang buah, kurang serat dan banyak makan junk – food. Seringnya menahan buang air kecil dan juga kegemukan dapat meningkatkan resiko terkena batu. Gejala dan Tanda Gejala pada batu ginjal dapat berupa nyeri, hematuria dan juga infeksi. Nyeri bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises dan nyeri non kolik dapat terjadi karena peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Hematuria ini disebabkan akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Hematuria bisa berupa makroskopik maupun mikroskopik Bila terjadi infeksi, gejala yang dijumpai berupa demam, bila hal ini terjadi dapat dicurigai terjadinya urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Tanda yang dapat terjadi berupa nyeri ketok pada daerah kosto – vertebra, dapat diraba terjadinya pembesaran di daerah flank pada daerah yang sakit akibat hidronefrosis dan terlihat tanda – tanda gagal ginjal. Diagnosis Diagnosis dari batu ginjal dapat ditegakkan berdasarkan anamnese, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.
14
Pada anamnese, keluhan yang disampaikan tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu dan penyulit yang terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang, hematuria dan juga demam. Pada pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan pemeriksaan sedimen urin, fungsi ginjal dan juga kultur urin. Pada sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria dan juga kristal – kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untukmempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan IVP (Intra Venous Pyelography). Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara lain : kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam darah maupun di dalam urine). Pemeriksaan yang lain dapat berupa foto polos abdomen, IVP (Intra Venous Pyelography) dan juga USG. Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio -‐ opak di saluran kemih. Batu – batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio – opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain sedangkan batu asam urat bersifat non – opak (radiolusen). Pemeriksaan IVP bertujuan menilai keadan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi – opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya fungsi penurunan ginjal, sebagai gantinya dapat dilakukan Retrograde Pyelography (RPG). USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan – keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yangs edang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal (yang ditunjukkan dengan gambaran echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis ataupun pengkerutan ginjal. Terapi /Tindakan Indikasi untukmelakukan tindakan aktif ditentukan berdasarkan ukuran, letak dan bentuk dari batu. Kemungkinan batu dapat keluar spontan juga merupakan bahan pertimbangan. Batu berukuran kurang dari 5 mm mempunyai kemungkinan keluar spontan 80 %. Tindakan aktif umumnya dianjurkan pada batu berukuran lebih dari 5 mm terutama bila disertai : a. nyeri yang persisten meski dengan pemberian medikasi yang adekuat b. obstruksi yang persisten dengan resiko kerusakan ginjal
15
c. adanya infeksi traktus urinarius d. resiko pionefrosis atau urosepsis e. obstruksi bilateral Untuk praktisnya, pedoman penatalaksanaan batu finjal ini diuraikan dalam tiga bagian : a. penatalaksanaan untuk batu ginjal nonstaghorn b. penatalaksanaan untuk batu cetak/staghorn c. penatalaksaan batu ginjal pada anak Faktor penting yang juga menjadi pertimbangan adalah ketersediaan alat, prasarana, sarana dan kemampuan ahli urologi dalam melakukan modalitas terapi yang ada. A. Pedoman penatalaksanaan batu ginjal nonstaghorn A.1. Ukuran Batu < 20 mm 1. Latar belakang Beberapa modalitas terapid apat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal < 20 mm, yaitu : -
Extracorporeal shock wave lithotripsi (ESWL)
-
Percutaneus nephrolithotomy (PNL)
-
Operasi terbuka
-
Kemolisis oral
2. Analisis keluaran a. Stone free rate Secara umum, yang dimaksud dengan stone free rate adalah persentase pasien tanpa sisa batu paska prosedur. Khusus untuk ESWL, pengertian stone free rate ini bisa berupa tidak adanya sisa batu ataupun adanya sisa/fragmen batu yang tidak signifikan secara klinis (clinically insignificant fragment = CIRF). Belum ada keseragaman dalam menentukan CIRF sampai saat ini, secara umum literatur menggunakan pada sisa/fragmen berukuran kurang 2 – 5 mm, tidak ada infeksi saluran kemih dan tidak ada keluhan pada psien yang dievaluasi tiga bulan setelah penembakan.
16
ESWL merupakan metode yang efektif untuk penanganan batu ginjal < 20 mm. Batu dengan ukuran < 10 mm mempunyai stone free rate 84 % (64 % -‐ 92 %) dan batu berukuran 10 – 20 mm mempunyai stone free rate 77 % (59 % -‐ 81 %). Komposisi batu berpengaruh terhadap keberhasilan ESWL. Batu dengan komposisi asam urat dan kalsium oksalat dihidrat memiliki koefisien fragmentasi yang baik, sementara batu kalsium oksalat monohidrat dan batu sistin lebih sulit mengalami fragmentasi. Stone fere rate untuk kalsium oksalat monohidrat 38 – 81 % sedangkan untuk batu sistin 60 – 63 %. Jika berukuran < 15 mm, stone free rate batu sistin msih 71 %, sedangkan jika sudah > 20 mm, stone free rate menjadi hanya 40 %. Adanya hidronefrosis dan adanya infeksi ginjal juga mempengaruhi hasil ESWL. Persentase keberhasilan ESWL pada ginjal tanpa hidronefrosis 83 %, turun menjadi 50 % pada hidronefrosis derajat sedang dan sangat rendah pada hidronefrosis yang berat. Karenanya, dianjurkan utnuk melakukan nefrostomi dan pemberian antibiotik selama 3 – 5 hari sebelum ESWL pada kasus batu ginjal dengan hidronefrosis. PNL mempunyai efektifitas yang sama baiknya bdengan ESWL untuk batu ginjal < 20 mm. Namun, PNL merupakan prosedur yang lebih invasif dibanding ESWL. Karena itu, ESWL lebih direkomendasikan daripada PNL untuk batu < 20 mm, kecuali pada kasus khusus, seperti batu pada kaliks inferior dengan infundibulum yang panjang dan sudut infundibulopelvis yang tajam ataupun pada kaliks yang obstruktif. Stone free rate pada kasus ini dengan ESWL kurang dari 50 %. Pada batu berukuran 10 – 20 mm yang terletak di kaliks inferior, perbandingan stone free rate antara ESWL dan PNL adalah 57 % : 37 %. Kemolisis oral dianjurkan untu batu dengan komposis asam urat. Caranya adalah dengan asupan cairan yang banyak (lebih dari 2000 ml/ 24 jam), alkalinisasi urin (kalium sitrat 3 x 6 – 10 mmol, natrium kalium sitrat 3 x 9 – 18 mmol dan natrium bikarbonat 3 x 500 mg). Jika dijumpai hiperurikosuria (> 1000 mg/hari) dengan hiperurisemia diberikan allopurinol 300 mg/hari. Penyesuaian dosis dilakukan pad apsien dengan insufisiensi ginjal.
17
b. Jumlah prosedur Jumlah prosedur harus dipisahkan antara prosedur sekunder dan prosedur tambahan. Prosedur sekunder merupakan prosedur yang merupakan bagian dari prosedur untuk pengangkatan batu, sedangkan prosedur tambahan adalah prosedur untuk mengatasi komplikasi dan prosedur insidental untuk pengangkatan batu (seperti insersi atau pengangkatan stent). Sayangnya, pada sebagian besar penelitian tidak disebutkan/dibedakan antara prosedur sekunder dan prosedur tambahan ini. Prosedur sekunder pada ESWL untuk batu ukuran < 20 mm terjadi pada 7,4 % kasus sedangkan pada PNL pada 6,9 % kasus. Prosedur tambahan pada ESWL dijumpai 11,3 % kasus dibandingkan 1,2 % pada PNL. Jenis batu berkaitan dengan jumlah ESWL yang diperlukan. Pada batu kalsium oksalat monohidrat, perlunya penembakan tambahan terjadi pada 10, 3 % kasus, pada batu struvit 6,4 % sedangkan batu kalsium oksalat dihidrat 2,8 %. Banyaknya ESWL sebaiknya tidak lebih dari 3 – 5 kali (tergantung dari jenis lithotriptornya). Jika perlu dilakukan pengulangan, tidak ada standar baku lamanya interval antar penembakan. Namun biasanya hal ini disesuaikan dengan jenis lithotriptornya, pada mesin ESWL elektrohidrolik, interval waktu minimal 4 – 5 hari sedangkan pada piezoelektrik bisa lebih singkat (2 hari). Maksimal gelombang kejut yang diberikan setiap penembakan juga disesuaikan dengan jenis mesin ESWL, pada jenis elektrohidrolik sebaiknya tidak melebihi 3500, sedangkan pada piezoelektrik sebaiknya tidak melebihi 5000. 3. Pedoman pilihan terapi Jika alat, prasarana dan sarana lengkap dan kemampuan operator memungkinkan untuk melaksanakan seluruh modalitas terapi yang ada, maka berikut adalah prosedur yang dianjurkan : 1. ESWL monoterapi 2. PNL untuk kaliks inferior ukuran 10 – 20 mm
18
3. Operasi terbuka 4. Kemolisis oral untuk batu asam urat murni A.2. Ukuran Batu > 20 mm 1. Latar belakang Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal > 20 mm, yaitu : -
ESWL ± pemasangan stent
-
PNL
-
Terapi kombinasi (PNL ± ESWL)
-
RIRS atau laparoskopi
-
Operasi terbuka
-
Kemolisis oral
2. Analisis keluaran a. Stone free rate Secara keseluruhan, stone free rate untuk batu 20 – 30 mm dengan ESWL lebih rendah dibandingkan pada batu < 20 mm (rentang 33 % -‐ 65 %). Stone free rate PNL pada batu berukuran 20 – 30 mm mencapai 90 %. Beberapa faktor menjadi pertimbangan dalam pemilihan ESWL untuk batu berukuran > 20 mm : -
Lokasi batu Batu yang terletak di kaliks inferior mempunyai stone free rate yang rendah dibanding batu yang terdapat di lokasi lain, stone free rate paling tinggi dijumpai pada batu di pyelum. PNL merupakan pilihan pada batu di kaliks inferior yang berukuran > 15 mm.
-
Total stone burden Tidak ada batasan yang pasti mengenai ukuran batu tetapi ukuran 40 x 30 mm dapat dipakai sebagai pedoman. Monoterapi ESWL (dengan pemasangan stent) mempunyai stone free rate 85 %
19
jika batu berukuran < 40 x 30 mm setelah 3 bulan penembakan. Angka ini turun menjadi 43 % pada batu berukuran > 40 x 30 mm. Dengan terapi kombinasi (PNL dan ESWL), stone free rate mencapai 71 % -‐ 96 % pada batu > 40 x 30 mm, dengan morbiditas dan komplikasi yang kecil. Keberhasilan lebih tinggi jika ESWL dilakukan setelah PNL. -
Kondisi ginjal kontralateral Jika kondisi ginjal kontralateral yang buruk atau pada ginjal soliter, ESWL monoterapi merupakan alternatif pertama karena efeknya yang l,ebih ringan dibanding terapi PNL atau kombinasi.
-
Komposisi dan kekerasan batu ESWL memberikan hasil yang cukup baik pada batu kalsium atau struvite. Sekitar 1 % batu mengandung sistin, tiga perempatnya berukuran kurang dari 25 mm. Batu sistin besar memerlukan penembakan tambahan hingga 66 % kasus. Pada batu sistin, khususnya yang berukuran > 15 mm, terapi dengan PNL atau kombinasi PNL atau ESWL lebih efektif ketimbang ESWL yang berulang kali. Kemolisis oral merupakan terapi lini pertama untuk batu asam urat. Pada batu yang besar, disolusi dapat dipercepat dengan ESWL. Stone free rate pada batu asam urat dengan ESWL dan kemolisis oral dapat mencapai hingga 85 %. Peran laparoskopi dalam penanganan batu ginjal > 20 mm masih bersifat eksperimental.
b. Jumlah prosedur Prosedur sekunder pada ESWL untuk batu ukuran > 20 mm terjadi pada 33,1 % kasus sedangkan pada PNL 26,1 % kasus. Prosedur tambahan pada ESWL dijumpai pada 28,7 % kasus dibandingkan 4,3 % pada PNL. Pada batu kaliks inferior berukuran > 10 mm, angka terapi ulang dan
20
prosedur tambahan pada ESWL (16 % dan 14 %) lebih tinggi dibanding PNL (9 % dan 2 %). 3. Pedoman pilihan terapi Jika alat, prasarana dan sarana lengkap dan kemampuan operator memungkinkan untuk melaksanakan seluruh modalitas terapi yang ada, maka berikut adalah prosedur yang dianjurkan : 1. PNL atau ESWL (dengan atau tanpa pemasangan DJ Stent) 2. Operasi terbuka Komplikasi Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL. B. Pedoman penatalaksanaan batu cetak ginjal/staghorn 1. Latar Belakang Belum ada kesepakatan mengenai defenisi batu cetak/staghorn ginjal. Defenisi yang sering dipakai adalah batu ginjal yang menempati lebih dari satu collecting system, yaitu batu batu pyelum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Istilah batu cerak/staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian cabang collecting system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit digunakan batu jika menempati seluruh collecting system. Komposisi tersering batu cetak ginjal dalah kombinasi magnesium amonium fosfat (struvit) dan/atau kalsium karbonat apatit. Komposisi lain dapat berupa sistin dan asam urat, sedangkan kalsium oksalat dan batu fosfat jarang dijumpai. Komposisi struvite/kalsium karbonat apatit erat berkaitan dengan infeksi traktus urinarius yang disebabkan oleh organisme spesifik yang memproduksi enzim urease yang menghasilkan amonia dan hidroksida dari urea. Akibatnya, lingkungan urin menjadi alkali dan mengandung konsentrasi amonia yang tinggi, menyebabkan kristalisasi magnesium amonium fosfat (struvite) sehingga menyebabkan batu besar
21
dan bercabang. Faktor – faktor lain turut berperan, termasuk pembentukan biofilm, eksopolisakarida dan penggabungan mukoprotein dan senyawa organik menjadi matriks. Kultur dari fragmen di permukaan dan didalam batu menunjukkan bakteri tinggal di dalam batu, sesuatu yang tidak dijumpai pada jenis batu lainnya. Terjadi infeksi saluran kemih berulang oleh organisme pemecah urea selama batu masih ada. Batu cetak ginjal yang tidak ditangani akan mengakibatkan kerusakan ginjal dan atau sepsis yang dapat mengancam jiwa. Karena itu, pengangkatan seluruh batu merupakan tujuan utama untuk mengeradikasi organisme penyebab, mengatasi obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih lanjut dan infeksi yang menyertainya serta preservasi fungsi ginjal. Meski beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan untuk mensterilkan fragmen struvite sisa dan membatasi aktivitas pertumbuhan batu, sebagian besar penelitian mengindikasikan fragmen batu sisa dapat tumbuh dan menjadi sumber infeksi traktus urinarius yang berulang. Modalitas terapi untuk batu cetak ginjal adalah : 1. PNL monoterapi 2. Kombinasi PNL dan ESWL 3. ESWL monoterapi 4. Operasi terbuka 5. Kombinasi operasi terbuka dan ESWL 2. Analisis Keluaran Jika tidak diterapi, batu cetak ginjal terbukti akan menyebabkan kerusakan ginjal. Pasien dapat mengalami infeksi saluran kemih berulang, sepsis dan nyeri. Selain itu, batu akan mengakibatkan kematian. Terapi nonbedah, seperti terapi antibiotik, inhibitor urease dan terapi suportif lainnya bukan merupakan alternatif terapi kecuali pada pasien yang tidak dapat menjalani prosedur tindakan pengangkatan batu. Pada analisis retrospektif 200 pasien dengan batu cetak ginjal yang menjalani terapi konservatif, 28 % mengalami gangguan fungsi ginjal. a. Stone free rate Secara keseluruhan, stone free rate setelah terapi paling tinggi pada PNL (78%) dan paling rendah pada ESWL (54 %). Pada terapi kombinasi (PNL dan ESWL), stone free rate lebih rendah jika ESWL dilakukan terakhir (66 %)
22
dan dapat menajdi 88 % jika dilakukan PNL – ESWL – PNL. Pada operasi terbuka, stone free rate berkisar antara 71 – 82 %. Angka ini lebih rendah jika batunya lebih kompleks. Stone free rate juga dihubungkan dengan klassifikasi batu cetak (parsial atau komplit). Pada batu cetak parsial, angka stone free rate lebih tinggi dibandingkan batu cetak komplit. Pada PNL, stone free rate batu cetak parsial 74 % dibandingkan 65 % batu cetak komplit. b. Jumlah prosedur Pada pedoman American Urological Association (AUA) tahun 2004, PNL membutuhkan total rata – rata 1,9 prosedur, ESWL 3,6 prosedur dan terapi kombinasi membutuhkan 3,3 prosedur untuk penatalaksanaan batu cetak ginjal. Operasi terbuka membutuhkan total 1,4 prosedur. Jumlah prosedur juga berkaitan dengan klassifikasi batu cetak (parsial atau total). Pasien batu cetak parsial menjalani 2,1 prosedur dibandingkan 3,7 prosedur pada pasien cetak batu komplit. c. Komplikasi Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian dan komplikasi keseluruhan. Dari meta – analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20 %). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25 – 50 %. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat Urology di Indonesia, resiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1 %. Pedoman AUA menyebutkan adanya kesulitan dalam menarik kesimpulan dari laboran komplikasi akibat ketiadaan keseragaman laporan. Misalnya, pasien dengan demam dikelompokkan sebagai sepsis oleh sejumlah peneliti lainnya.
23
3. Pedoman pemilihan modalitas terapi Pasien yang didiagnosis batu cetak ginjal dianjurkan untuk diterapi secara aktif. Terapi standar, rekomendasi dan optional pada pasien batu cetak ginjal berlaku untuk pasien dewasa dengan batu cetak ginjal (bukan batu sistin dan bukan batu asam urat) yang kedua ginjalnya berfungsi (fungsi keduanya relatif sama) atau ginjal soliter dengan fungsi normal dan kondisi kesehatan yang secara umum, habitus dan anatomi memungkinkan untuk menjalani modalitas terapi yang ada, termasuk pemeberian anastesi. Pedoman pilihan terapi meliputi : 3. PNL (dengan atau tanpa kombinasi ESWL) 4. Operasi terbuka (dengan atau tanpa kombinasi ESWL) Pada pasien yang tidak memenuhi kriteria tersebut, pilihan terapi ditentukan berdasarkan pertimbangan individual. Terapi batu pada anak 4. Penatalaksanaan batu ginjal pada anak a. Latar Belakang Penelitian
mengenai
penggunaan
berbagai
modalitas
penatalaksanaan untuk anak tidak selengkap pada orang dewasa, namun dalam dekade terakhir ini jumlahnya mulai banyak ditemukan. b. Analisis Keluaran Terapi batu pada anak dengan ESWL mulai banyak dilakukan. Desintegrasi dan bersihan batu lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan orang dewasa. Kemungkinan hal ini disebabkan gelombang kejut ditransmisikan dengan kehilangan energi yang lebih sedikit. Selain itu komposisi batu dan pembentukan batu yang lebih singkat, ureter yang lebih pendek dan leastis memungkinkan transmisi fragmen batu yang lebih mudah serta mencegah terjadinya impaksi batu. Pada batu ginjal, stone free rate mencapai 63 – 100 % dengan penembakan 1 hingga 3 sesi, tergantung dari ukuran dan lokasi batu. Penggunaan ESWL monoterapi pada batu cetak ginjal memberikan hasil stone free rate 73,3 % setelah rata – rata dua kali penembakan.
24
Penanganan batu ginjal anak berukuran rata – rata 47 mm (rentang 25 – 50 mm) dengan PNL memberikan hasil stone free rate 67,7 %, 27,4 % memerlukan tambahan ESWL untuk menghasilkan batu bersihan yang komplit. Stone free rate pada operasi batu ginjal anak mencapai 97,8 %. Komplikasi ESWL meliputi kolik renal, demam, urosepsis dan steinstrasse. Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak packa ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang ESWL pada anak. Komplikasi paska PNL meliputi demam dan hematuria yang memerlukan transfusi. Konversi ke operasi terbuka pada 4,8 % kasus akibat perdarahan intraoperatif dan 6,4 % mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin, infeksi luka, demam dan perdarahan pascaoperasi. c. Pedoman penatalaksanaan ESWL monoterapi, PNL atau operasi terbuka dapat merupakan pilihan terapi untuk pasien anak – anak.
25