MODEL UNTUK MENILAI KESIAPAN PEMDA “DKI JAKARTA” DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS DUNIA USAHA Puguh Suharso Peneliti Madya BPP Teknologi / Dosen FE-UPDM (B)
Abstract Globalisation era is surely passed on and to lead the people of the world into social interactive one another and also economical competitiveness. How far is DKI Jakarta Government preparing to be up against the global competitiveness in the frame-work to manifest improving the standard of living like advanced of society. There are some of indicators to be used as well as criterion to measure an achievement level of effort to be advanced of society, i.e infrastructure which needed by entrepreneur like : permission, taxation, laboract, traffic road, customs and harbor, publics infrastructure servicing, landuse, security condition, business financial access, and business environment condition. It was the research analysis be done by using data gathering from entrepreneur opinion at the operational area. The aim of research analysis is to measure how level of each indicator value has DKI Jakarta Government prepared to be up against the global competitiveness ? The research conclusion says that : DKI Jakarta Government has well enough prepared to be up against the global competitiveness. The weakness indicator is just taxation because its category included in bad (goodless) while the other indicators are well enough. The measuring parameters due to weakness taxation are time necessity for servicing to arrange tax, amount and various of region retribution, amount and various of region tax, and clarity of tax arrangement prucedure. Kata kunci : indikator kebijakan publik, masyarakat maju
1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya abad ke-20 tepatnya pada bulan Mei tahun 1998, bangsa Indonesia telah mengukir sejarah dengan gerakan revolusi demokrasi. Demokrasi orde baru diganti dengan demokrasi reformasi, dan dalam waktu yang relatif singkat berhasil menunjukkan kinerja yang tinggi yaitu ketetapan Undang-undang tahun 1999 Nomor 22 tentang otonomi daerah (desentralisasi). Digariskan dalam undang-undang tersebut bahwa daerah diberikan keleluasaan otonomi sepenuhnya untuk mengatur dan mengembangkan daerahnya sendiri, yang kemudian diperkuat dengan tersusunnya suatu sistem demokrasi daerah melalui Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 yang intinya adalah mengangkat Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang dipilih secara demokratis. Atas dasar ketetapan undang-undang tersebut, daerah diharapkan sebagai ujung tombak
bangsa Indonesia dalam menghadapi persaingan di era global, sehingga pendekatan pengembangan wilayah/daerah melalui persaingan lokal yang sehat dan adil akan menumbuhkembangkan peran pemerintah daerah secara positif terhadap kepentingan nasional khususnya dalam menghadapi globalisasi. DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan kota metropolitan, secara fisik tidak diragukan lagi perkembangannya sehingga Jakarta menjadi daerah impian (percontohan) bagi masyarakat dari daerah lain maupun sebagai tempat untuk mengadu nasib. Akibatnya juga tidak dapat dihindari, bahwa masyarakat yang mengadu nasib di Jakarta banyak yang tidak mempunyai kapasitas bersaing. Kondisi tersebut merupakan persoalan tersendiri bagi pemerintah Jakarta untuk mencari solusinya. Dari sisi lain bahwa pembangunan ekonomi, Jakarta tampak maju pesat, hal tersebut terbukti dengan semakin tingginya volume kendaraan bermotor, tumbuh berkembangnya
___________________________________________________________________________________ 32
Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 11 No. 1 April 2009 Hlm. 32-39
gedung perkantoran maupun komplek hunian serta berbagai kesibukan masyarakatnya. Akan tetapi, beberapa faktor tersebut adalah sebagai indikator hasil (variabel terikat) yang belum tentu dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan usaha menuju masyarakat maju. Alasan tersebut disebabkan oleh karena yang dijadikan sebagai indikator belum tentu seluruhnya adalah hasil pencapaian dari dunia usaha atau dari proses produksi. Setidaknya bahwa dunia usaha atau proses produksi merupakan upaya yang kongkrit untuk mewujudkan kegiatan ekonomi dalam rangka menciptakan masyarakat maju. Dalam dunia usaha dikenal ada beberapa segmentasi pasar yang berkaitan erat dengan modal usaha maupun salah satu ukuran lainnya adalah produk yang dihasilkan, sehingga jenis usaha digolongkan dalam segmentasi bawah dan atas. Segmentasi bawah terdiri atas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), sedangkan segmentasi atas adalah industri besar. Proporsi dari segmentasi usaha tersebut secara nominal mayoritas adalah berada pada kelas bawah, yaitu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pemerintah dalam mendukung proses pencapaian tingkat keberhasilan dunia usaha dalam rangka menuju masyarakat maju adalah sebagai fasilitator, yaitu menyediakan dan melayani kebutuhan bagi dunia usaha. Penyediaan dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah DKI Jakarta dalam mendukung dunia usaha perlu dilakukan penilaian agar diketahui kebijakan apa saja yang harus dilakukan ketika penyediaan dan pelayanan jasa yang diberikan kepada dunia usaha dianggap masih menjadi kendala. Dengan demikian pemerintah DKI Jakarta dapat mempersiapkan segala sesuatunya sebagai strategi yang harus diatur dengan baik, agar kebutuhan dunia usaha dapat dilayani secara lebih optimal. Sehingga dampaknya akan dapat dirasakan oleh dunia usaha dalam mendorong pencapaian yang lebih baik, dan diharapkan dapat mewujudkan kemampuan daya saing ekonomi secara global. Jika upaya tersebut dilakukan dengan baik oleh setiap pemerintah otonomi daerah, maka dapat menciptakan kemampuan bersaing secara nasional dalam menghadapi globalisasi ekonomi terhadap negara-negara di dunia. Terwujudnya kondisi yang demikian akan membawa Indonesia mampu mengurangi ketergantungan dari negara-negara maju yang selama ini menguasai pasar dunia. Selanjutnya dapat memperkokoh kedudukan bangsa Indonesia dalam persaingan global, dan kiat-kiat dalam menghadapi daya saing akan mampu meningkatkan pangsa pasar dunia.
1.1. Permasalahan Dunia kini telah melewati masa tanpa batas-batas suatu negara dalam segala aspek kehidupan sehingga persaingan untuk menjadi negara yang maju tidak dapat terelakkan lagi. Inti permasalahan untuk menciptakan negara maju adalah unggul dalam persaingan ekonomi secara global. Sebagai akibat dari kondisi tersebut, negara yang tidak mampu bersaing akan menjadi sasaran ketergantungan terhadap negara lain yang lebih maju. Di dalam lingkup yang lebih sempit bahwa untuk mencapai keunggulan dalam persaingan ekonomi global maka pemerintah DKI Jakarta harus mampu memberikan dorongan yang kuat kepada dunia usaha agar dapat menciptakan masyarakat Jakarta menjadi masyarakat yang maju. Unsur-unsur dorongan yang harus dipersiapkan oleh pemerintah DKI Jakarta kepada dunia usaha belum teridentifikasi dengan jelas, sehingga masih sulit dalam menyusun strategi untuk menyediakan kebutuhan dan memberikan pelayanan yang optimal bagi dunia usaha. 1.2. Tujuan Penelitian Untuk mendukung kesiapan pemerintah DKI Jakarta dalam menyusun suatu kebijakan guna mencapai keberhasilan dalam globalisasi ekonomi yaitu menciptakan masyarakat maju, maka tujuan penelitian antara lain adalah : 1.2.1. Menyusun dan menetapkan indikator yang digunakan sebagai unsur-unsur dorongan (motivasi) dalam rangka menyiapkan kebutuhan dan pelayanan bagi pengusaha, yang sekaligus digunakan sebagai kriteria penilaian. 1.2.2. Analisis / penilaian dengan data operasional atas indikator ke dalam lima kategori, di mana kategori rendah sebagai faktor kelemahan dan sebaliknya kategori tinggi sebagai faktor kekuatan. 1.2.3. Memberikan saran yang diperlukan untuk menyusun suatu kebijakan dalam rangka lebih mendorong dunia usaha untuk menciptakan masyarakat maju. 1.3. Manfaat Penelitian Hasil penelitian merupakan informasi strategis yang sangat bermanfaat bagi pemerintah DKI Jakarta, khususnya unit kerja yang berkaitan erat dengan pelaku bisnis (pengusaha). Muatan informasi dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan dalam rangka optimisasi kerja pemerintah dalam menyediakan dan melayani kebutuhan para pengusaha. Diharapkan strategi yang demikian membawa dampak positif
___________________________________________________________________________________ Model Untuk Menilai Kesiapan...............(Puguh Suharso)
33
terhadap pembangunan masyarakat maju yang memiliki kemampuan daya saing global.
perhitungan (nilai), maka kategori diformulasikan ke dalam suatu interval range seperti berikut : Tabel 1 Kategori nilai dalam interval range
1.4. Konsep Penelitian
Interval Range
Jenis penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan tersebut adalah penelitian deskriptif, yaitu mendeskripsikan seluruh unsur yang tercakup dalam setiap indikator sebagai variabel penelitian secara detail. Sedangkan metodologi yang digunakan sebagai pendekatan pemecahan masalah adalah menggunakan model analisis kuantitatif “TEV”. Model tersebut terdiri atas tiga langkah kegiatan, yaitu menyusun pohon keputusan (decision tree) sebagai diagram penyelesaian, melakukan optimisasi pohon keputusan dan memberikan pembobotan setiap unsur yang tercakup dalam pohon keputusan optimal dengan metode Delphi, dan melakukan penilaian (expected value) yang diawali dari setiap unsur pohon keputusan paling bawah dengan menggunakan data operasional berdasarkan skala ukur yang telah ditetapkan (yaitu lima kategori). Penelitian didesain sebagai penelitian survei dengan menggunakan data sampling dan subyek penelitian adalah para pengusaha UMKM komoditas unggulan. Metode sampling yang dipilih adalah sampel klaster berdasarkan atas komoditas barang dan jasa yang diunggulkan di DKI Jakarta dengan sumber data dari Departemen Perdagangan Republik Indonesia, yaitu : Makanan & Minuman; Bahan & Barang Kimia; Alas Kaki; Tekstil & Produk Tekstil (TPT); dan Perhotelan. Jumlah sampel (subyek penelitian) menurut Gay bahwa untuk penelitian deskriptif adalah 10% dari populasi untuk masing-masing klaster komoditas pilihan tersebut secara proporsional. Metode pengumpulan data adalah pengamatan di lapangan atas unsur-unsur indikator secara operasional dan membuat kuesioner untuk menjaring opini pengusaha atas penyediaan dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah DKI Jakarta kepada para pengusaha. Butir-butir pertanyaan dibuat dari unsur-unsur operasional beberapa indikator penilaian yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh kesiapan pemerintah DKI Jakarta dalam meyediakan dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan para pengusaha, sebagian indikator yang lainnya dengan metode pengamatan. Pengumpulan data dilakukan selama satu semester, dimulai medio tahun 2006. Setelah seluruh data terkumpul, analisis data dilakukan untuk membuat penilaian. Kemudian hasilnya disesuaikan dengan desain skala pengukuran yang telah ditetapkan (lima kategori), yaitu : tidak baik, kurang baik, cukup baik, baik, dan sangat baik. Untuk mengantisipasi hasil
Nilai
Kategori
4,21 - 5,00
5
Sangat Baik
3,41 - 4,20
4
Baik
2,61 - 3,40
3
Cukup Baik
1,81 - 2,60
2
Kurang Baik
1,00 - 1,80
1
Tidak Baik
2.
BAHAN DAN METODE
Identifikasi indikator sebagai kriteria pengukuran prestasi / hasil yang telah dicapai oleh pemerintah DKI Jakarta dalam rangka menciptakan masyarakat maju, dilakukan dengan menggunakan pendekatan model analisis kuantitatif “TEV”. Algoritme pemecahan masalah dengan model analisis kuantitatif “TEV” adalah sebagai berikut : 2.1. Pohon Keputusan Obyek penilaian, dalam hal ini adalah kesiapan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh para pengusaha, harus dijabarkan menjadi beberapa indikator yang digunakan sebagai kriteria penilaian. Berdasarkan data dari hasil kajian Puslitbang Iklim Usaha Perdagangan, Badan Pusat Penelitian dan Pengembangan di bawah Departemen Perdagangan Republik Indonesia; bahwa indikator iklim usaha perdagangan adalah perizinan, perpajakan, peraturan ketenagakerjaan, jalan raya, pabean dan pelabuhan, jasa infrastruktur publik, tanah / lahan, kondisi keamanan, akses pembiayaan perusahaan, dan kondisi lingkungan bisnis. Secara pohon keputusan penjabaran indikator tersebut merupakan turunan cabang pohon keputusan tingkat pertama seperti dalam Gambar 1.
___________________________________________________________________________________ 34
Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 11 No. 1 April 2009 Hlm. 32-39
Gambar 1 Indikator penilaian
diberikan masukan supaya lebih sempurna (optimum). Literasi kegiatan dalam pertemuan tertutup digelar kembali untuk optimisasi pohon keputusan, dan hasilnya disepakati bersama. Unsur-unsur dari pohon keputusan optimum yang telah dihasilkan adalah sebagai instrumen kebijakan, apabila nilainya rendah merupakan kelemahan yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyusun strategi dalam memperbaiki kebijakan selanjutnya. Instrumen kebijakan tersebut mengandung formula untuk menghasilkan nilai setiap unsur pohon keputusan, yang terdiri atas bobot unsur dan nilai pengukuran. Rumus 1 berikut adalah pembobotan unsur pohon keputusan : m
∑a Ai
=
j =1
(m
ij
+ 1 − j)
m
;
i = 1, 2 , 3 ,........ m
∑ nk k =1
Keterangan : Unsur-unsur pohon keputusan tersebut merupakan kriteria untuk menilai kesiapan pemerintah DKI Jakarta dalam rangka menyediakan dan melayani kebutuhan para pengusaha. Seluruh indikator tersebut belum dapat diukur secara operasional, oleh karena itu harus diturunkan lagi menjadi cabang pohon keputusan tingkat kedua. Penyusunan pohon keputusan hingga mencapai pada tingkat operasional secara optimum digunakan pendekatan metode Delphi. 2.2.
X
=
Indikator yang dinilai
pi
=
Probabilitas responden yang menilai parameter ke-i sebesar ki
ki
=
Nilai kategori jawaban parameter ke-i
n
=
Banyaknya parameter yang tercakup dalam indikator Sumber : Departemen Perdagangan RI, 2007
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Hasil Analisis
Metode Delphi
Ketika konsep awal untuk pohon keputusan belum mencapai pada tingkat operasional secara optimum, upaya untuk mengoptimisasikan pohon keputusan dilakukan dengan metode Delphi, yaitu melibatkan pakar kebijakan di bidang usaha perdagangan (bisnis). Para pakar yang dilibatkan antara lain adalah dari pemerintah (birokrat), akademisi, pelaku bisnis dan masyarakat ahli lainnya dengan jumlah seluruhnya 50 (lima puluh) orang pakar. Kemudian para pakar secara terpisah diberikan angket agar memberikan usulan yang berkaitan dengan cabang pohon keputusan mulai dari jajaran tingkat kedua dan seterusnya hingga mencapai pada jajaran tingkat operasional (cabang terakhir). Setelah seluruh angket terkumpul kembali, kemudian mengundang 5 (lima) orang pakar dari anggota yang terlibat untuk diajak dalam suatu pertemuan tertutup. Agenda dalam pertemuan tersebut adalah merumuskan pohon keputusan, dan hasilnya disebar kembali kepada seluruh pakar untuk ditanggapi dan
Setelah seluruh data terkumpul, kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus 1 tentang pembobotan masing-masing unsur pohon keputusan dan rumus 2 mengenai nilai harapan unsur pohon keputusan. Nilai hasil analisis mencerminkan kategori setiap unsur dalam pohon keputusan mulai dari tingkat operasional (paling akhir) hingga nilai obyek yang dikaji. Tabel 2 berikut adalah komposisi nilai hasil perhitungan seluruh unsur pohon keputusan sesuai desain skala pengukuran dalam penelitian (tabel 1).
___________________________________________________________________________________ Model Untuk Menilai Kesiapan...............(Puguh Suharso)
35
Tabel 2 Hasil analisis penilaian seluruh unsur pohon keputusan Nomer urut
Nama unsur
Nilai hasil perhitungan
3.1.1 3.1.1.1 3.1.1.1.1 3.1.1.1.2 3.1.1.2 3.1.1.2.1 3.1.1.2.2 3.1.1.3 3.1.1.3.1 3.1.1.3.2 3.1.1.4 3.1.1.4.1 3.1.1.4.2
Indikator perijinan Sub-indikator biaya perijinan Kelayakan biaya standar Kesesuaian biaya dengan standar Sub-indikator jangka waktu perijinan Kelayakan waktu standar Kesesuaian waktu dengan standar Sub-indikator persyaratan prosedur perijinan Kemudahan persyaratan Pemahaman atas persyaratan Sub-indikator kejelasan prosedur perijinan Tingkat kemudahan perijinan Pemahaman prosedur
2,89 2,74 2,69 2,78 2,87 2,88 2,86 2,90 2,77 3,08 3,01 2,98 3,06
Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik
3.1.2 3.1.2.1 3.1.2.1.1 3.1.2.1.2 3.1.2.2 3.1.2.2.1 3.1.2.2.2 3.1.2.3 3.1.2.3.1 3.1.2.3.2 3.1.2.4 3.1.2.4.1 3.1.2.4.2 3.1.2.5 3.1.2.5.1 3.1.2.5.2
Indikator perpajakan Sub-indikator biaya pelayanan perpajakan Kelayakan biaya dalam standar pelayanan pajak Kesesuaian biaya dengan standar pelayanan pajak Sub-indikator jangka waktu pelayanan pajak Kelayakan waktu dalam standar pelayanan pajak Kesesuaian waktu dengan standar pelayanan pajak Sub-indikator jenis dan tarif retribusi daerah Besaran tarif retribusi daerah Banyaknya jenis retribusi daerah Sub-indikator jenis dan tarif pajak daerah Besaran tarif pajak daerah Banyaknya jenis pajak daerah Sub-indikator kejelasan prosedur perpajakan Tingkat kemudahan prosedur perpajakan Pemahaman prosedur perpajakan
2,59 2,70 2,75 2,78 2,69 2,88 2,53 2,55 2,55 2,55 2,46 2,45 2,47 2,63 2,37 2,86
Kurang baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik Cukup baik Kurang baik Cukup baik
3.1.3 3.1.3.1 3.1.3.1.1 3.1.3.1.2 3.1.3.2 3.1.3.2.1 3.1.3.2.2
Indikator peraturan ketenagakerjaan Sub-indikator hubungan industrial Kelayakan substansi peraturan ketenagakerjaan Pemahaman terhadap peraturan Sub-indikator UMK / UMP Partisipasi pengusaha dalam penetapan UMK / UMP Besaran penetapan UMK / UMR
3,19 3,28 3,20 3,31 3,14 3,14 3,14
Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik
3.1.4 3.1.4.1 3.1.4.1.1 3.1.4.1.2 3.1.4.2 3.1.4.2.1 3.1.4.2.2 3.1.4.3 3.1.4.3.1 3.1.4.3.2
Indikator jalan raya Sub-indikator biaya pemanfaatan jalan Kelayakan biaya dalam standar pemanfaatan jalan Kesesuaian biaya dengan standar layanan jalan raya Sub-indikator kelancaran arus lalu lintas Kelengkapan marka jalan Kepadatan jalan Sub-indikator ketersediaan jalan raya Kelas jalan raya Kualitas jalan raya
3,10 2,73 2,63 2,82 2,59 3,33 2,16 3,86 3,82 3,88
Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Kurang baik Cukup baik Kurang baik Baik Baik Baik
3.1.5 3.1.5.1 3.1.5.1.1 3.1.5.1.2
Indikator pabean dan pelabuhan Sub-indikator kejelasan prosedur pabean dan pelabuhan Tingkat kemudahan prosedur pabean dan pelabuhan Pemahaman prosedur pabean dan pelabuhan
3,18 3,31 3,37 3,24
Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik
Kategori
___________________________________________________________________________________ 36
Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 11 No. 1 April 2009 Hlm. 32-39
3.1.5.2 3.1.5.2.1 3.1.5.2.2 3.1.5.2.3 3.1.5.3 3.1.5.3.1 3.1.5.3.2
Sub-indikator fasilitas pelabuhan Dukungan bongkar muat Dukungan bounded warehouse Dukungan armada angkutan Sub-indikator ketersediaan pabean dan pelabuhan Kualitas layanan Kualitas pelabuhan
3,12 3,08 3,16 3,14 3,29 3,24 3,37
Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik
3.1.6 3.1.6.1 3.1.6.1.1 3.1.6.1.2 3.1.6.2 3.1.6.2.1 3.1.6.2.2 3.1.6.3 3.1.6.3.1 3.1.6.3.2
Indikator jasa infrastruktur publik Sub-indikator biaya pemanfaatan infrastruktur publik Kelayakan biaya dalam standar pelayanan Kesesuaian biaya dengan standar layanan Sub-indikator kualitas layanan Kelayakan standar layanan infrastruktur publik Kesesuaian dengan standar layanan infrastruktur publik Sub-indikator ketersediaan infrastruktur publik Kualitas infrastruktur publik Kuantitas infrastruktur publik
3,17 3,17 3,45 2,88 3,02 2,73 3,35 3,25 3,33 3,14
Cukup baik Cukup baik Baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik
3.1.7 3.1.7.1 3.1.7.1.1 3.1.7.1.2 3.1.7.2 3.1.7.2.1 3.1.7.2.2
Indikator tanah / lahan Sub-indikator kejelasan status tanah Kelengkapan dokumen Tuntutan masyarakat / sengketa Sub-indikator pengadaan tanah / lahan Tingkat kelayakan harga tanah / lahan Kemudahan memperoleh tanah / lahan
2,82 3,39 3,39 3,39 2,24 2,26 2,24
Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik
3.1.8 3.1.8.1 3.1.8.1.1 3.1.8.1.2 3.1.8.2 3.1.8.2.1 3.1.8.2.2
Indikator kondisi keamanan Sub-indikator biaya keamanan Besaran biaya keamanan Jenis biaya keamanan Sub-indikator sengketa dan konflik Kecepatan penanganan aparat keamanan Intensitas sengketa / konflik masyarakat
3,28 3,29 3,14 3,43 3,28 4,00 2,20
Cukup baik Cukup baik Cukup baik Baik Cukup baik Baik Kurang baik
3.1.9 3.1.9.1 3.1.9.1.1 3.1.9.1.2 3.1.9.2 3.1.9.2.1 3.1.9.2.2
Indikator akses pembiayaan perusahaan Sub-indikator proses kredit Persyaratan kredit Penilaian agunan Sub-indikator ketersediaan lembaga keuangan Kemudahan memperoleh kredit Jumlah lembaga keuangan (Bank / non-Bank)
3,13 3,10 3,35 2,75 3,16 2,67 3,80
Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik Baik
3.1.10 3.1.10.1 3.1.10.1.1 3.1.10.1.2 3.1.10.1.3 3.1.10.1.4 3.1.10.1.5 3.1.10.2 3.1.10.2.1 3.1.10.2.2
Indikator kondisi lingkungan bsinis Sub-indikator akses usaha Akses distribusi Akses tenaga kerja Akses teknologi Akses bahan baku Akses pasar Sub-indikator kebijakan pemerintah daerah Pembinaan pemerintah daerah Komitmen pemerintah daerah
3,14 3,47 3,67 3,31 3,78 2,39 2,39 2,91 2,75 3,00
Cukup baik Baik Baik Cukup baik Baik Kurang baik Kurang baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik
___________________________________________________________________________________ Model Untuk Menilai Kesiapan...............(Puguh Suharso)
37
Hasil perhitungan nilai harapan (expected value) total sebagai nilai obyek, yaitu kesiapan pemerintah DKI Jakarta dalam mempersiapkan dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya (optimal) tentang kebutuhan bagi pengusaha untuk mewujudkan masyarakat yang maju sehingga mampu bersaing dalam merebut pangsa pasar global, tergolong dalam kategori cukup baik dengan nilai adalah 3,08. 3.2.
Pembahasan
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indikator kebanyakan lebih dari angka 3 (tiga) dalam kategori mulai cukup baik. Untuk meningkatkan nilai menjadi kategori baik dibutuhkan strategi, yaitu memperbaiki kinerja unsur-unsur operasional yang kurang mendukung seperti hasil pembahasan berikut.
3.2.5.
Hasil Pengamatan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan berhasil dicatat ada penyimpangan seperti berikut : 3.2.5.1. Surat Keterangan Asal, Angka Pengenal Importir Produsen, Tanda Daftar Gudang / Ruangan, Tanda Daftar Perusahaan, Angka Pengenal Importir Terbatas, pengurusannya membutuhkan waktu yang lebih dibanding waktu standar yang telah ditentukan. 3.2.5.2. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Gudang / Ruangan, Ijin Usaha Industri, Tanda Daftar Perusahaan, Ijin Undangundang Gangguan, dan Pengesahan Akte Pendirian Perusahaan, pengurusannya membutuhkan biaya tambahan di luar biaya standar yang ditetapkan. 4. KESIMPULAN
3.2.1.
Indikator perpajakan
Unsur bagian sub-indikator yang dipandang sebagai kendala yang sangat menggangu dalam rangka memberikan pelayanan perpajakan adalah : 3.2.1.1. Jangka waktu pelayanan pajak tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 3.2.1.2. Besaran tarif retribusi dan pajak daerah perlu direduksi secara optimal. 3.2.1.3. Banyaknya jenis retribusi dan pajak daerah perlu direduksi secara optimal. 3.2.2.
Jalan Raya
Arus lalu-lintas jalan raya dinilai kurang baik, karena kepadatan jalan raya cukup tinggi. 3.2.3.
Tanah / lahan
Pengadaan Tanah / Lahan dinilai kurang baik, karena : 3.2.3.1. Tingkat kelayakan harga tanah / lahan dipandang cukup tinggi. 3.2.3.2. Kemudahan memperoleh tanah / lahan dipandang masih cukup sulit.
3.2.4.
Kondisi Lingkungan Bisnis
Sub-indikator lingkungan bisnis yang dipandang sebagai kendala yang sangat menggangu adalah : 3.2.4.1. Akses bahan baku, karena kurang mendukung. 3.2.4.2. Akses pasar, dipandang kurang mendukung.
Kesiapan pemerintah DKI Jakarta dalam memberikan pengadaan fasilitas dan pelayanan kepada para pengusaha tentang kebutuhan yang diperlukan dalam rangka membangun masyarakat maju, dinilai masih dalam kategori cukup baik. Kondisi demikian berarti bahwa fasilitasi dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah DKI Jakarta kepada para pengusaha masih belum sepenuhnya memuaskan, sehingga masih terdapat kelemahan seperti : 4.1. Waktu palayanan perpajakan disesuaikan waktu standar yang ditetapkan. 4.2. Besaran tarif dan banyaknya jenis retribusi daerah lebih dioptimalkan. 4.3. Besaran tarif dan banyaknya jenis pajak daerah lebih dioptimalkan. 4.4. Prosedur pengurusan perpajakan lebih disederhanakan. 4.5. Cara memperoleh dan harga tanah / lahan lebih dioptimalkan. 4.6. Memberikan fasilitasi yang lebih luas terhadap kelancaran akses jalan raya, akses bahan baku, dan akses pasar. Strategi yang disarankan untuk dilakukan tersebut akan mengandung resiko, yaitu sebagai dampak lipat ganda (multiplier effect) yang harus dihadapi. Sehingga ada kandungan unsur-unsur yang merugikan dan menguntungkan, namun hal itu justru membuat strategi pengembangan wilayah yang konprehensif dan optimal.
DAFTAR PUSTAKA Dermawan, R., 2005, Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan dan Perencanaan Strategis, ALFABETA, CV., Bandung.
___________________________________________________________________________________ 38
Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 11 No. 1 April 2009 Hlm. 32-39
Dunn, W.N., Penyunting : Darwin. M, (Penerjemah Wibawa S, et al), 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada University, Yogyakarta. Douglas, E.J, 1992, Managerial Economics : Analysis and Strategy, Prentice-Hall, Inc., USA. Gilbert, G.G, and Koehler, D.O., 1984, Applied Finite Mathematics, McGraw-Hill, Inc., USA. Hiller, F.S., and Lieberman, G.J., 1980, Introduction to Operations Research, HoldenDay, Inc., USA. Kuncoro, M., 2003, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Erlangga, Jakarta.
Mizrahi, and Sullivian, 1979, Mathematics for Business and Social Sciences : An Applied Approach, John Wiley & Sons, Inc., Canada. Rangkuti, F., 2001, Riset Pemasaran, Gramedia Pustaka Utama, IBII, Jakrta.
PT.
Sekaran, U., 2003, Research Methods for Business, John Wiley & Sons, Inc., New York. Suharso, P.,2007, Metode Penelitian Kuantitatif untuk Bisnis : Pendekatan Filosofi dan Praktis, Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, BPP Teknologi, Jakarta. -----------------------------------, 2007, Laporan Akhir Penyusunan Indikator Iklim Usaha Perdagangan, Departemen Perdagangan, Jakarta.
___________________________________________________________________________________ Penataan Kawasan Aman Terhadap...............(Puguh Suharso)
39