RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon
Y.A. BUDHI JATMIKO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon
Y.A. BUDHI JATMIKO Nrp: C.561020094
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar DOKTOR pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul :
RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon Merupakan hasil karya sendiri, dengan pembimbingan komisi pembimbing dan belum pernah diserahkan untuk pencapaian prestasi akademik apapun melalui perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang dipergunakan dalam penyusunan disertasi ini, telah dinyatakan secara jelas dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir disertasi ini.
Bogor, September 2009
Y.A BUDHI JATMIKO NRP. C.561020094
ABSTRACT
Y.A. BUDHI JATMIKO. DEVELOPMENT PATTERN DESIGN OF FISHERIES INDUSTRIAL PRODUCT, Case study : Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon. Under Supervision: JOHN HALUAN as the chief of the commission, with HARTRISARI HARDJOMIDJOJO and MITA WAHYUNI as the members of the commission.
Fish processing unit activities is one of commodity industry which is potential to develop as a great source of national territorial waters. Nevertheless, there are many problems in developing this industry, such as raw material production aspect, sanitation and hygiene. Purpose of the research were to design the development of fish industrial product, the research consisted of 3 main steps: 1. Identifying the production of captured fisheries as a source of raw material used for fish processing unit activities. 2. Determining the main product of captured fisheries. 3. Determining the development pattern design of fish processing unit activities. Based on the analysis, potential commodities of Cilacap regency were multi species fish. Potential commodities of Pelabuhanratu – Sukabumi Regency were eaglerays fish. Potential commodities of DKI Jakarta Province were shark fish and potential commodities of Cirebon Regency were eaglerays fish. Prime product of Cilacap Regency is surimi of multi species fish, surimi of eaglerays fish from Pelabuhanratu – Sukabumi Regency, surimi of shark fish from DKI Jakarta Province and surimi of eaglerays fish from Cirebon Regency. The financial feasibility of Cilacap Regency’s NPV is Rp 2.510.361.474,- Net B/C 2,24 and PBP 3,27 years, Pelabuhanratu – Sukabumi Regency’s NPV is Rp 282.620.155,- Net B/C 1,62 and PBP 6,61 years, DKI Jakarta Province’s NPV is Rp 2.601.926.215,- Net B/C 1,97 and PBP 3,76 years and Cirebon Regency’s NPV is Rp 4.788.037.931,- Net B/C 2,34 and PBP 3,15 years. The development strategy of surimi processing industrial needs efforts from government, stakeholders and financial institution. The government, needs to support the surimi industrialist by giving the financial reinforcement, technical assistance, promotion, guidance for financial institution and lead to partnership with processing industry of fish jelly product and fish captured industries.
Keywords: Pattern design, development industry, prime product.
RINGKASAN
Y.A BUDHI JATMIKO. RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN, Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon, Dibimbing oleh JOHN HALUAN sebagai ketua komisi, dengan anggota HARTRISARI HARDJOMIDJOJO dan MITA WAHYUNI.
Usaha pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu jenis industri yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini mengingat potensi sumberdaya ikan dari perairan nasional sangat besar, terlebih sumberdaya ikan yang berasal dari laut juga potensial. Namun demikian masih banyak persoalan dan masalah yang menghambat perkembangannya, antara lain aspek produksi bahan baku untuk industri pengolahan, aspek sanitasi dan higiene di rantai penangkapan, pendaratan dan pada unit pengolahan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan khususnya ikan yang dihasilkan dari tangkapan laut, melalui tahapan sebagai berikut: (1) mengidentifikasi produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan, (2) menentukan produk unggulan, (3) menentukan rancangan model pengembangan usaha pengolahan produk unggulan. Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan dirancang dalam suatu program komputer dengan nama SPK Perikanan, melalui subsistem kelayakan finansial untuk mengetahui tingkat kelayakan produk unggulan industri pengolahan hasil perikanan yang dirumuskan dengan kriteria Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP). Berdasarkan hasil analisis, komoditas potensial Kabupaten Cilacap adalah ikan campuran (multi species). Komoditas potensial Pelabuhanratu adalah ikan pari. Komoditas potensial DKI Jakarta adalah ikan cucut dan komoditas potensial Kabupaten Cirebon adalah ikan pari. Produk unggulan Kabupaten Cilacap surimi ikan campuran (multi species), produk unggulan DKI Jakarta adalah surimi ikan cucut, produk unggulan Pelabuhanratu surimi ikan pari dan produk unggulan Kabupaten Cirebon surimi ikan pari. Dengan berkembangnya olahan produk surimi di suatu daerah akan berdampak positif terhadap meningkatnya penyerapan tenaga kerja, meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatnya keuntungan finansial para pelaku usaha baik terhadap pengolah itu sendiri maupun terhadap para nelayan sebagai pemasok bahan baku. Analisis kelayakan finansial terhadap industri pengolahan surimi di Kabupaten Cilacap menggunakan bahan baku ikan campuran (multi species) dengan kapasitas produksi sebesar 818.400 kg/th menghasilkan NPV Rp. 2.510.361.474,- ; Net B/C 2,24 dan PBP 3,27 tahun. Industri pengolahan surimi di wilayah Pelabuhanratu menggunakan bahan baku ikan pari dengan kapasitas produksi sebesar 108.460 kg/th menunjukkan NPV Rp. 282.620.155,-
; Net B/C 1,62 dan PBP 6,61 tahun. Industri pengolahan surimi dari ikan cucut untuk wilayah DKI Jakarta pada kapasitas produksi 1.141.700 kg/th menunjukkan NPV Rp. 2.601.926.215,- ; Net B/C 1,97 dan PBP 3,76 tahun. Industri pengolahan surimi di Kabupaten Cirebon menggunakan bahan baku ikan pari dengan kapasitas produksi 1.864.900 kg/th menunjukkan NPV Rp. 4.788.037.931,- ; Net B/C 2,34 dan PBP 3,15 tahun. Keempat daerah penelitian menunjukkan NPV yang tinggi, Net B/C > 1 dan PBP antara 3,15 tahun sampai dengan 6,61 tahun, artinya proyek ini hanya memerlukan waktu pengembalian/menutup biaya investasi awal kurang dari 7 tahun. Dari analisis ini maka pengolahan surimi dari ikan potensial layak untuk dikembangkan di Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon. Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi dengan kerjasama yang sinergi antara pemerintah, pelaku usaha dan lembaga keuangan. Pihak pemerintah perlu memberikan dukungan penuh kepada pengolah surimi melalui penguatan modal, bimbingan teknis, promosi, pendampingan terhadap lembaga keuangan dan memfasilitasi terjadinya kemitraan dengan industri pengolahan fish jelly product serta industri penangkapan sebagai pemasok bahan baku pengolahan surimi.
Kata kunci: Rancangan model, pengembangan usaha pengolahan, produk unggulan.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
Persembahan untuk isteri dan kedua buah hati tercinta yang tiada lelah mendoakan serta penuh keikhlasan mendukung dan berkorban :
M.G. Sri Sudarini S.pd V. Adhisurya Rakasiwi S.E.Ak. Monica Dhika Prameswari S.Farm.,Apt
RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon
Y.A. BUDHI JATMIKO
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup Tanggal 5 Februari 2008: 1. Prof. Dr. Ir. Musa Hubies, Dipl.Ing.DEA
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka Tanggal 17 Maret 2009: 1. Dr. Agus Heri Purnomo, M.Sc 2. Prof. Dr. Ir. Mulyono Baskoro, M.Sc
Judul Disertasi
: RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon
Nama
: Y.A. Budhi Jatmiko
NRP
: C.561020094
Program Studi
: Teknologi Kelautan ( TKL )
Disetujui : Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc Ketua
Dr. Ir. Mita Wahyuni M.Sc
Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA
Anggota
Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Teknologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Kelautan
Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc
Tanggal Ujian :
Prof. Dr. Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji Tuhan, atas kuasa dan kehendak Tuhan jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah dalam bentuk disertasi merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar doktor di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari, bahwa tanpa bantuan pihak lain disertasi ini tidak akan dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu , baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian disertasi ini. Secara
khusus
penulis
menyampaikan
ucapan
terima
kasih
dan
penghargaan yang tulus kepada Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc selaku ketua komisi pembimbing
dalam penyusunan disertasi ini. Hal yang sama penulis
sampaikan kepada Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA dan Dr. Ir. Mita Wahyuni M.Sc selaku anggota komisi pembimbing sekaligus dosen sejak penulis mengikuti pendidikan pada program Pascasarjana (S3) pada tahun 2002, yang telah banyak memberikan bimbingan
dan ilmu selama penulis menempuh
pendidikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para anggota tim penguji luar komisi, yang telah memberikan kritik sekaligus masukan konstruktif guna penyempurnaan disertasi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Martani Huseini selaku Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Departemen Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan doktor di Institut Pertanian Bogor. 2. Bapak Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS, Bapak Ketua Program Studi Teknologi Kelautan, Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc beserta seluruh staf pengajar dan staf administrasi pada program studi Teknologi Kelautan (TKL) atas semua
bantuan dan fasilitas yang disediakan sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan dengan baik dan lancar. 3. Bapak Ir. Santoso M.Phil selaku Kepala Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan program S3 di Institut Pertanian Bogor. 4. Bapak Ir. Nazori Djazuli M.Sc selaku Direktur Standardisasi dan Akreditasi yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan program S3 di Institut Pertanian Bogor ini. 5. Teman-teman seperjuangan dan seangkatan pada program S3 kelas khusus program studi Teknologi Kelautan angkatan 2002, mereka telah banyak memberikan bantuan, dorongan, kritik dan saran kepada penulis. Sayang, pada akhirnya penulis dan mereka sudah harus mulai berpisah untuk menentukan jalannya masing-masing dalam menjalani proses pengabdian selanjutnya. Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih secara khusus kepada kakakku, Sri Hartiti dan Sugeng Priyadi yang tak henti-hentinya memberikan motivasi dan doa untuk keberhasilan dan kesuksesan penulis. Sesungguhnya, ketika menjalani kehidupan masa kecil dulu di sebuah Desa Gemolong wilayah Solo Jawa Tengah yang penuh dengan kesulitan, penulis tidak pernah membayangkan apalagi bermimpi bahwa salah seorang diantara kami bisa sampai pada jenjang pendidikan Strata tiga (S3). Penghargaan dan terima kasih khusus juga kami tujukan kepada istri, M.G. Sri Sudarini dan putra-putri kami, V. Adhi Surya Rakasiwi S.E. Ak. dan Monica Dhika Prameswari S.Farm. yang selama penulis menjalankan pendidikan program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor, selalu memberikan dukungan dan dorongan/motivasi serta menerima dengan penuh pengertian, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih ada kekurangannya, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak selalu penulis harapkan. Terima kasih.
Bogor, September 2009
Y.A Budhi Jatmiko.
RIWAYAT HIDUP Y.A. BUDHI JATMIKO, lahir di Solo Jawa Tengah pada tanggal 8 Pebruari 1956 dari ayah bernama Yososumarto dan ibu bernama Sukasri yang saat ini sudah almarhum. Penulis merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan di SDN I Gemolong-Sragen pada tahun 1968, melanjutkan pendidikan di SMPN IV Solo dan tamat pada tahun 1971, pendidikan selanjutnya dijalani di SMAN II Solo hingga tamat pada tahun 1974. Pada tahun 1975 penulis melanjutkan belajar di PGSLP Solo dan lulus pada tahun yang sama. Jenjang pendidikan Akademi, penulis selesaikan pada Akademi Usaha Perikanan (AUP) Jakarta dan lulus tahun 1980. Pada tahun 1987 penulis menyelesaikan pendidikan pada program Diploma IV di Pendidikan Ahli Usaha Perikanan (AUP) Jakarta, selanjutnya Penulis berkesempatan melanjutkan jenjang pendidikan S2 pada Magister Manajemen (MM) yang diselenggarakan oleh IPWI Jakarta dan lulus pada tahun 1997. Penulis mengakhiri pendidikan formal saat ini pada Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) Strata 3 sejak tahun 2002 sampai tahun 2009 ini. Penulis mengawali karir dalam jabatan struktural sebagai Kepala Sub Seksi Sarana Pelabuhan pada Pelabuhan Perikanan Pantai Banjarmasin Kalimantan Selatan dari tahun 1980 sampai dengan tahun 1983 dan sejak tahun 1984 sampai dengan sekarang (2007) atau sekitar 23 tahun bekerja pada Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP) direktorat Jenderal P2HP-Departemen Kelautan dan Perikanan. Saat ini penulis dipercaya mengemban jabatan Struktural pada BBP2HP sebagai Kepala Bidang Monitoring Mutu Hasil Perikanan. Penulis menikah dengan Sri Sudarini pada tanggal 22 Mei 1982 di kota Solo dan sampai saat ini telah dikaruniai dua orang anak, yaitu Victor Adhi Surya Rakasiwi S.E.Ak. (26 tahun) dan Monica Dhika Prameswari S.Farm., Apt (24 tahun).
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR ISTILAH……………………………………………………………….. DAFTAR TABEL.......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
i iii vi viii ix
1 PENDAHULUAN...................................................................................... 1.1 Latar Belakang................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 1.3 Formulasi Masalah............................................................................. 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 1.6 Kerangka Pikir Penelitian................................................................... 1.7 Keluaran yang Diharapkan ................................................................ 1.8 Manfaat Penelitian .............................................................................
1 1 5 7 7 8 8 11 11
2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2.1 Potensi dan Produksi Perikanan ...................................................... 2.2 Sistem ............................................................................................. 2.2.1 Keunggulan pendekatan sistem.............................................. 2.2.2 Metode perbandingan eksponensial ....................................... 2.2.3 Proses metode perbandingan eksponensial ........................... 2.3 Prinsip-prinsip Dasar Teknologi Pengolahan Modern ...................... 2.4 Berbagai Teknologi Pengolahan Tradisional.................................... 2.4.1 Pengeringan........................................................................... 2.4.2 Penggaraman ........................................................................ 2.4.3 Fermentasi ............................................................................. 2.4.4 Pengasapan........................................................................... 2.4.5 Produk adonan....................................................................... 2.4.6 Disposisi olahan produk tradisional hasil perikanan............... 2.5 Surimi dan Fish Jelly Product............................................................ 2.5.1 Teknologi pengolahan surimi ................................................. 2.5.2 Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap mutu surimi ............................................................................ 2.5.3 Teknologi pengolahan fish jelly product ................................. 2.6 Tinjauan Studi Terdahulu yang Relevan........................................... 2.7 Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System) ...............
12 12 15 17 18 19 20 22 22 24 28 30 30 31 32 32 34 37 39 42
i
3 METODOLOGI PENELITIAN.................................................................. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 3.2 Metode Penelitian ........................................................................... 3.2.1 Pemilihan komoditas potensial............................................... 3.2.2 Pemilihan produk unggulan ................................................... 3.3 Pengumpulan Data, Jenis dan Sumber Data ................................... 3.4 Jenis dan Sumber Data.................................................................... 3.5 Analisis Data ....................................................................................
45 45 45 46 46 48 49 51
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ............................................... 4.2 Pemilihan Komoditas Potensial........................................................ 4.3 Pemilihan Produk Unggulan............................................................. 4.4 Analisis Kelayakan Finansial Produk Unggulan............................... 4.4.1 Asumsi kelayakan finansial di Kabupaten Cilacap.................. 4.4.2 Asumsi kelayakan finansial di Pelabuhanratu......................... 4.4.3 Asumsi kelayakan finansial di DKI Jakarta ............................. 4.4.4 Asumsi kelayakan finansial di Kabupaten Cirebon ................. 4.5 Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Surimi........................ 4.6 Rancangan Model Pengembangan Usaha Pengolahan Hasil Perikanan................................................................................
56 56 63 80 86 87 88 89 90 91 96
5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 98 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 98 5.2 Saran .............................................................................................. 100 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101 LAMPIRAN
ii
DAFTAR ISTILAH
Definisi-definisi : 1). Pengertian Usaha Menengah, Kecil dan Mikro menurut : (1) ADB Usaha mikro adalah usaha-usaha non-pertanian yang mempekerjakan kurang dari 10 orang termasuk pemilik usaha dan anggota keluarga (ADB Report.op.cit.) (2) Bank Dunia Usaha mikro merupakan usaha gabungan (partnership) atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 10 orang, termasuk didalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus bertindak
sebagai
pemilik
(self-employed).
merupakan usaha tingkat survival
Usaha
mikro
sering
(usaha mempertahankan hidup-
survival level activities) yang kebutuhan keuangannnya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil. (http://web.worldbank.org/WBSITE/EKSTERNAL/NEWS/().contentMD:20 026975). (3) BPS Industri kerajinan rumah tangga yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1 – 4 orang, sedangkan industri kecil mempekerjakan 5 – 19 orang. (4) Departemen Kelautan dan Perikanan (Peraturan No. 18/MEN/2006) Perbedaan
skala
usaha
pengolahan
hasil
perikanan
ditetapkan
berdasarkan parameter Omset, Asset, Jumlah tenaga kerja, Status hukum dan perijinan, teknis dan manajerial. Usaha pengolahan hasil perikanan skala mikro memiliki nilai kumulatif parameter skala usaha antara 20-44; Skala kecil memiliki nilai kumulatif
iii
parameter skala usaha antara 45-69; Skala Menengah memiliki nilai kumulatif parameter skala usaha antara 70-89; Skala Besar memiliki nilai kumulatif parameter skala usaha antara 90-100. (5) Departemen Keuangan Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan WNI yang memiliki
hasil penjualan paling banyak Rp 1000.000.000 per
tahun, sedangkan usaha kecil memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 milyar per tahun (SK Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003) (6) Departemen Perindustrian dan Perdagangan Industri kecil adalah kegiatan industri dengan nilai investasi kurang dari 200 juta rupiah dan industri menengah nilai investasinya kurang dari 10 milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. (7) Farbman dan Lessik (1989) Usaha mikro mempunyai karakteristika antara lain mempekerjakan paling banyak 10 orang pekerja, merupakan usaha keluarga dan menggunakan tenaga kerja keluarga, lokasi kerja biasanya di rumah, menggunakan teknologi tradisional, dan berorientasi pasar lokal. (8) ILO Usaha mikro di negara berkembang mempunyai karakteristik, antara lain usaha dengan maksimal 10 orang pekerja, berskala kecil, menggunakan teknologi sederhana, aset minim, kemampuan manejerial rendah dan tidak membayar pajak. (9) Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Usaha mikro dan usaha kecil adalah suatu badan usaha milik WNI baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) sebanyak-banyaknya Rp 200 juta dan atau mempunyai omzet/nilai output atau hasil penjualan rata-rata per tahun sebanyak-banyaknya Rp 1 milyar dan usaha tersebut berdiri sendiri.
iv
(10) Komite Penanggulangan Kemiskinan Nasional Pengusaha mikro adalah pemilik atau pelaku kegiatan usaha skala mikro di semua sektor ekonomi dengan kekayaan diluar tanah dan bangunan maksimum Rp 25 juta. (11) USAID Usaha mikro adalah kegiatan bisnis yang mempekerjakan maksimal 10 orang pegawai termasuk anggota keluarga yang tidak dibayar. Kadangkala hanya melibatkan 1 orang, yaitu pemilik yang sekaligus menjadi
pekerja,
kepemilikan
aset
dan
pendapatannya
terbatas
(http://www.usaidmikro.org/About). 2). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka edisi 3 tahun 2002 yang dimaksud dengan: (1)Komoditas Potensial adalah barang dagangan utama berupa bahan mentah yang telah memenuhi kriteria tertentu dan mempunyai kemampuan untuk dapat dikembangkan. (2)Produk Unggulan adalah barang/jasa yang dibuat dan ditambah nilai/ gunanya melalui proses produksi sehingga menjadi produk akhir yang mempunyai nilai lebih tinggi untuk dikembangkan. 3). Definisi dan pengertian industri menurut Departemen Perindustrian R.I melalui Surat Keputusan Menteri omor 78/M-IND/PER/9/2007 tanggal 28 September 2007, yang dimaksud dengan Industri adalah kegiata ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasan industri. Jenis/macam industri berdasarkan tempat bahan baku, perikanan merupakan industri ekstraktif yaitu industri yang bahan bakunya diambil langsung dari alam sekitar.
v
DAFTAR TABEL
Halaman 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap pada tahun 2000-2005 (dalam ton) ....................................................... Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap pada tahun 2000-2005 (dalam ton) potensi dan produksi (103 ton/tahun) .............................................................................................. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan daerah perairan pantai di Jawa Tengah........................................................................... Perlakuan produksi perikanan tangkap tahun 2004 menurut cara perlakuan berdasarkan wilayah pendaratan (dalam ton) ....................... Cara dan tujuan aspek teknis produksi surimi ....................................... Jenis dan sumber data .......................................................................... Analisis kebutuhan para pelaku dengan kebutuhannya......................... Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan kabupaten/kota di pantai utara dan selatan Provinsi Jawa Tengah (2002 – 2006)............. Produksi dan nilai hasil perikanan menurut kabupaten/kota di pantai selatan Provinsi Jawa Barat tahun 2004..................................... Produksi dan nilai hasil perikanan menurut kabupaten/kota di pantai utara Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 ....................................... Produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan di Kabupaten Cilacap (2002 – 2006) ......................................................... Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Kabupaten Cilacap................................................................................................... Serapan industri dari produksi perikanan Cilacap ................................ Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern ...................................................... Produksi perikanan yang kontinyu didaratkan di Pelabuhanratu (2002 – 2006) ........................................................................................ Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Pelabuhanratu........... Produksi perikanan tangkap Pelabuhanratu dan serapan industri......... Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern ...................................................... Produksi perikanan yang kontinyu didaratkan di DKI Jakarta (2002 – 2006) .................................................................................................. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di DKI Jakarta ............... Produksi perikanan DKI Jakarta dan serapan industri ........................... Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) ...................................................................
12
14 15 31 37 49 53 57 59 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
vi
23. Produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan di Kabupaten Cirebon (2002-2006) ........................................................... 24. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Kabupaten Cirebon .................................................................................................. 25. Produksi perikanan Kabupaten Cirebon dan serapan industri............... 26. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) ................................................................... 27. Pemilihan produk potensial di Kabupaten Cilacap................................. 28. Mutu surimi ikan campuran (multi species) dalam teknologi pengolahan surimi ikan hasil tangkapan samping (by catch)................. 29. Pemilihan produk potensial di Pelabuhanratu....................................... 30. Pemilihan produk potensial di DKI Jakarta ............................................ 31. Pemilihan komoditas potensial di Kabupaten Cirebon........................... 32. Pembagian tugas dan tanggung jawab stakeholders pada strategi pengembangan industri Surimi ..............................................................
76 77 78 79 80 81 82 83 86 95
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. 2. 3. 4. 5.
Alur penelitian......................................................................................... Tahapan pendekatan sistem (Eriyatno, 1998)........................................ Teknis penanganan dan pengolahan surimi (SNI 01-2694.2-1992) ....... Arsitektur model SPK Perikanan ............................................................ Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan ...............................................................................................
10 17 34 54 96
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. 2. 3. 4. 5.
Analisis finansial industri surimi di Kabupaten Cilacap .......................... Analisis finansial industri surimi di Pelabuhanratu ................................. Analisis finansial industri surimi di DKI Jakarta ...................................... Analisis finansial industri surimi di Kabupaten Cirebon .......................... Kapasitas perusahaan pengolahan ikan di Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon........................................................................ 6. Petunjuk instalasi model SPK perikanan................................................ 7. Identitas pakar/responden dalam penelitian........................................... 8. Identifikasi jenis ikan yang tidak diserap industri besar/modern............. 9. SNI produk surimi beku.......................................................................... 10. Uji coba pengolahan surimi dan bakso ikan gindara………………... ….. 11. Rekapitulasi hasil uji coba pengolahan surimi dari beberapa jenis ikan ........................................................................................................
108 115 122 129 136 143 146 148 151 160 161
ix
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada tahun 2004 total produksi perikanan sebesar 6,5 juta ton. Dari jumlah tersebut sebanyak 66,2% berasal dari laut. Produksi perikanan tersebut dimanfaatkan sebagai makanan dalam bentuk segar (56,16%), olahan tradisional (26,31%) dan olahan modern sebesar 17,53%. Dari jumlah total olahan tradisional, sebanyak 68,73 % diolah dalam bentuk ikan asin, sedangkan sisanya didistribusikan dalam bentuk produk pindang, fermentasi serta bentuk olahan lainnya. Produk yang dihasilkan tersebut sebagian besar mempunyai nilai dan tingkat mutu yang rendah (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2004). Pada tahun yang sama, ekspor perikanan mencapai 902.358 ton dan hampir 80% didominasi produk olahan modern, sementara ekspor produk tradisional seperti ikan asin, ikan asap, ikan pindang dan produk fermentasi hanya 5,3% dari total ekspor. Jumlah ekspor produk tradisional tersebut hanya sebesar 3,6% berasal dari kegiatan usaha dengan skala rumah tangga. Berdasarkan hasil pengkajian stock ikan yang dilakukan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2001 sumberdaya ikan di perairan Indonesia yang memiliki nilai ekonomis dalam bidang perikanan dapat dikategorikan kedalam 5 kelompok yaitu ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan karang, ikan hias dan ikan demersal. Ikan demersal adalah ikan yang hidup pada atau dekat dengan dasar laut antara lain ikan baronang, bawal hitam, bawal putih, beloso, bijinangka, cucut, ekor kuning, pisang-pisang, gulamah, tigawaja, gerot-gerot, ikan lidah, ikan merah, bambangan, jenaha, ikan nomei, ikan peperek, ikan sebelah, kakap putih, kerapu, kurisi, kuro, senangin, layur, lencam, manyung, ikan pari dan swanggi. Berbeda dengan ikan demersal, ikan pelagis hidupnya aktif di dekat permukaan laut seperti misalnya ikan tuna, layaran , hiu, setuhuk, alu-alu, bawal hitam, belanak, japuh, julung-julung, kembung, ikan kuwe, layang,
lemuru, parang-parang, selar, sunglir, talang-talang, tembang, teri, terubuk, tetengkek, tongkol, setuhuk, ikan layaran, ikan pedang, cakalang dan tenggiri. . Pengolahan ikan skala kecil menggunakan modal usaha yang relatif terbatas, teknik dan peralatan sederhana. Berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pengolah ikan skala usaha kecil menengah tersebut telah diupayakan pemerintah (DKP, 2002) antara lain sebagai berikut : 1) Perbaikan/pengadaan sarana penanganan ikan di atas kapal (palka, es, refrigerasi dll) 2) Pengadaan fasilitas para pengolah di sentra kegiatan pengolahan hasil perikanan. 3) Penyediaan sumber air bersih yang memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene. 4) Pengembangan Standard Operating Procedure (SOP) khusus olahan produk perikanan. 5) Penguatan modal usaha (“credit/loan scheme”) dan informasi pasar serta promosi produk perikanan. 6) Peningkatan intensitas pelatihan kepada para pengolah dan para pemasok bahan baku. 7) Penyebar luasan informasi tentang peraturan keamanan pangan (food safety) sekaligus membangun kesadaran para pengolah . 8) Penguatan jaringan pascapanen ASEAN (ASEAN FPHT Network) Dengan adanya pasar bebas ASEAN, Indonesia telah membuka pasar bagi setiap produk perikanan dari luar sebagaimana perkembangan permintaan konsumen. Keadaan tersebut memberikan dampak pada persaingan dengan produk dalam negeri. Salah satu kunci agar suatu produk dapat bersaing dipasaran adalah tingginya daya kompetitif dengan melihat keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif yang diperoleh dari produk perikanan antara lain tersedianya bahan baku yang cukup, tersedianya tenaga kerja lokal yang terampil dan dikuasainya teknologi pascapanen perikanan. Keunggulan komparatif tersebut dapat diubah menjadi daya kompetitif apabila dalam semua
2
aspek dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Kedekatan antara kegiatan produksi dengan ketersediaan bahan baku, tenaga kerja dan teknologi ditambah
dengan
permodalan
merupakan
dasar
dalam
menentukan
keberhasilan pengembangan produk perikanan. Dahuri (2002) dalam makalah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan, menyatakan bahwa industri perikanan sebagai bagian dari sistem bisnis dan industri perikanan belum besar peranannya di dalam meningkatkan
kesejahteraan
nelayan
dan
pembudidaya
ikan.
Industri
pengolahan produk perikanan kebanyakan belum mampu memperoleh bahan baku yang dibutuhkan guna mengoperasikan unit usahanya pada tingkat kapasitas terpasang secara kontinyu. Hal ini pada dasarnya karena belum terjalin keterkaitan antara industri pengolahan dengan pemasok bahan baku, sehingga
mobilisasi
pembangunan
industri
perikanan
seperti
industri
pengolahan ikan belum dapat memberikan peranan yang lebih besar dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan. Dalam perspektif ketahanan pangan, ikan dan produk perikanan memegang peranan penting sebagai penyedia bahan pangan sumber protein untuk pemenuhan gizi masyarakat. Selain itu kandungan asam lemak tidak jenuh omega tiga yang tinggi dalam minyak ikan dilaporkan dapat memberikan banyak keuntungan di bidang kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner. Asam lemak omega tiga diketahui dapat menurunkan kolesterol dalam darah (Prameswari, 2006). Kandungan rataan asam lemak omega tiga pada minyak ikan lemuru dan tuna yang banyak ditemukan di Indonesia. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sehat yang dicirikan oleh rendahnya kandungan kolesterol dan tingginya protein, telah memberikan kecenderungan permintaan atas produk perikanan yang semakin meningkat. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menggambarkan selama kurun waktu 2001 – 2003, kisaran proporsi pengeluaran rataan per kapita/bulan untuk kebutuhan konsumsi ikan adalah 5,17 – 6,3%. Dalam kurun waktu yang sama, persentase ini lebih besar dibanding persentase pengeluaran
3
sumber protein hewani lainnya, yaitu 2,29–3,43% serta telur dan susu 2,86 – 3,72 % (BPS, 2004). Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri dari 13.677 pulau mempunyai garis pantai sekitar 81.000 km dan sebagian besar (62%) wilayah kedaulatan Indonesia berupa laut seluas 5,8 juta km2, terdiri dari 3,1 juta km2 perairan nusantara ditambah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 km2. Perairan Indonesia tersebut merupakan sumberdaya hayati perikanan yang potensial untuk memenuhi kepentingan penyediaan sumber pangan karena memiliki potensi lestari sumberdaya perikanan laut 6,5 juta ton pertahun yang terdiri dari 4,2 juta ton pada perairan wilayah nusantara dan sekitar 2,3 juta ton per tahun pada perairan ZEE Indonesia. Kekayaan sumberdaya laut yang relatif besar tersebut
diharapkan Indonesia dapat
mengoptimalkan pendayagunaan sumberdaya guna menunjang keberhasilan sektor perikanan yang selanjutnya dapat pula menunjang keberhasilan pembangunan perikanan. Potensi pengolahan dan pemasaran hasil perikanan meliputi (1) ketersediaan sumberdaya ikan untuk konsumsi manusia, (2) industri pengolahan hasil perikanan, (3) jumlah penduduk yang besar sebagai sasaran konsumen produk perikanan. Peluang pasar dalam negeri mempunyai prospek yang cukup baik. Tingkat konsumsi ikan perkapita penduduk Indonesia masih rendah yaitu 24,6 kg/kapita/tahun pada tahun 2004 dan tahun 2005 diperkirakan 25 kg/kapita/tahun. Nilai ini masih jauh dibawah tingkat konsumsi ikan perkapita masyarakat dinegara-negara maju
seperti Jepang (110 kg),
Korea selatan (85 kg), Hongkong (85 kg), AS (80 kg), Malaysia (45 kg) dan Thailand (35 kg). Mengingat masih rendahnya tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia saat ini maka diperlukan upaya nyata untuk memotivasi agar masyarakat untuk lebih banyak mengkonsumsi ikan melalui gerakan memasyarakatkan makan ikan. Berbagai jenis ikan air tawar maupun ikan laut memiliki peluang cukup besar untuk mengisi pasar dalam negeri (Ditjen P2HP, 2005). Dalam struktur perekonomian nasional, sektor perikanan memiliki peran strategis sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa bagi negara. Lapangan kerja yang terkait langsung dengan industri perikanan adalan usaha produksi/penangkapan, usaha budidaya, usaha penanganan/pengolahan dari
4
yang berskala kecil (rumah tangga) sampai industri besar/modern serta usaha pelayanan jasa yang mendukung usaha produksi dan pengolahan. 1.2 Rumusan Masalah Meskipun
sektor
perikanan
secara
keseluruhan
tumbuh
cukup
menggembirakan, tetapi masih terdapat permasalahan, baik dari sisi produksi maupun penanganan pasca panen. Dari sisi produksi hambatan yang sering ditemui dalam
pengembangan kinerja penanganan dan pengolahan produk
hasil perikanan secara umum adalah sifat ikan sebagai bahan pangan yang mudah rusak/busuk, sehingga tingkat kesegaran ikan yang menjadi prasyarat untuk pengolahan menjadi produk lanjutan sulit dipenuhi. Hasil tangkapan untuk beberapa jenis ikan bersifat musiman, sehingga mempersulit upaya untuk menjaga kontinuitas bahan baku yang diperlukan dalam usaha industri. Kendala yang dihadapi pada kegiatan pengolahan tradisional di antaranya adalah (1) penguasaan dan penerapan teknologi pascapanen masih lemah, termasuk diantaranya kurangnya keterampilan untuk melakukan diversifikasi produk olahan guna memperoleh nilai tambah yang lebih besar, (2) rendahnya mutu bahan baku dan adopsi teknologi menyebabkan mutu produk sangat beragam dan cenderung rendah, (3) kurangnya kemampuan modal dan manajerial yang menyebabkan kegiatan pengolahan masih terbatas
pada
usaha kecil tradisional yang tersebar dengan target pemasaran lokal (Dahuri, 2004) sehingga usaha pengolahan tradisional ini agak menyulitkan dalam proses pembinaan dan pengembangan. Selain kontinuitas dan kualitas bahan baku, pengolahan perikanan modern juga tidak luput dari berbagai kendala, seperti (1) investasi yang dibutuhkan relatif besar, dan selama ini persepsi bisnis perikanan masih dianggap beresiko tinggi; (2) rendahnya kemampuan penanganan dan pengolahan hasil perikanan sesuai dengan selera konsumen dan standardisasi mutu produk secara internasional; (3) lemahnya kemampuan pemasaran produk perikanan, diantaranya dikarenakan lemahnya market intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang pesaing, segmen pasar dan selera, serta belum memadainya prasarana dan sarana system transportasi dan komunikasi untuk mendukung distribusi atau penyampaian
5
produk perikanan dari produsen ke konsumen secara tepat waktu. Kondisi semacam ini terutama sangat dirasakan didaerah terpencil di luar Jawa dan Bali ( Dahuri, 2003; DKP, 2004). Sejak diberlakukannya UU mengenai otonomi daerah No.22/1999 setiap daerah dituntut kemampuannya untuk mengindentifikasi potensi kelautan dan perikanan serta nilai ekonomi yang dimiliki, serta mampu mengolah sumber daya perikanan dan kelautan secara tepat dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Keragaman kondisi tiap daerah dalam hal sosio-kultur tiap masyarakat, kuantitas dan mutu masyarakat, sarana dan prasarana, iklim serta heterogenitas ketersediaan sumberdaya alam menyebabkan pengembangan kelautan dan perikanan tidak dapat dilakukan secara terpusat. Implikasi dari kondisi tersebut adalah bahwa setiap daerah seharusnya mengembangkan komoditas perikanan sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimilikinya. Ikan merupakan kelompok utama biota laut yang memiliki jumlah spesies terbanyak kedua (lebih dari 2.000 spesies) dan beberapa spesies diketahui mempunyai nilai ekonomis penting, seperti ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil. Ikan pelagis kecil diperkirakan meliputi lebih dari 1.200 spesies seperti kembung, layang, lemuru, selar dan teri yang penyebarannya berada diperairan dekat pantai. Ikan pelagis besar yang jumlahnya lebih sedikit seperi tuna, cakalang, hiu dan setuhuk banyak ditemukan di zona permukaan laut atau ZEEI seperti samudera pasifik dan samudera hindia (Gema Mina, DKP, 2006). Ikan-ikan pelagis kecil yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku olahan tradisional ada yang dapat ditingkatkan harga jualnya untuk bahan baku industri seperti ikan kembung, kuwe, layang, parang-parang, selar, sunglir, talang-talang, tembang, terubuk, tetengkek. Dari beberapa jenis ikan demersal yang juga biasa dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional antara lain ikan beloso, cucut, gulamah, tigawaja, ikan lidah, nomei, peperek, manyung, ikan pari dan swangi.
6
1.3 Formulasi Masalah Keberhasilan dalam usaha pengolahan hasil perikanan di Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon memerlukan perencanaan yang baik, pengalaman, pengetahuan serta intuisi yang tepat dari pengambil keputusan. Sinergi
kepentingan
antar
pelaku
dalam
sistem
diharapkan
akan
mengoptimalkan pencapaian tujuan pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan, yaitu pemanfaatan secara optimal sumberdaya untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi para pelaku, seperti peningkatan daya saing, keuntungan usaha, pendapatan daerah, lapangan kerja dan konsumsi ikan. Permasalahan yang mendasar dalam usaha pengolahan hasil perikanan di Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon adalah kontinuitas bahan baku (jenis, volume dan mutu) ikan hasil tangkapan di laut, belum efektifnya penerapan cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufacturing Practices / GMP), masih rendah tingkat efisiensi dan efektivitas produksi serta sistem kontrol dalam penerapan teknik sanitasi dan hygiene masih lemah. Kurangnya kemampuan sumberdaya manusia ditingkat pengolah skala kecil/menengah dalam mengadopsi teknologi pengolahan hasil perikanan akan menyebabkan produk yang dihasilkan mempunyai nilai tambah relatif kecil dengan pangsa pasar relatif terbatas dipasar domestik, kurangnya dukungan yang memadai dalam penyediaan infrastruktur atau industri penunjang lainnya untuk pengembangan industri pengolahan oleh pihak pemerintah. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah membuat rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan studi kasus : Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon melalui tahapan sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi produksi perikanan tangkap yang didaratkan. 2) Menentukan produk unggulan. 3) Membuat
rancangan
model
strategi
pengembangan
usaha
pengolahanproduk unggulan.
7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Sebagaimana tertuang dalam SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986, yang dimaksud dengan industri adalah suatu usaha atau kegiatan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha pengolahan ikan adalah bagian dari industri. Dalam penelitian ini, bahan baku yang dianalisis berasal dari produksi perikanan tangkap di suatu wilayah tertentu untuk diolah menjadi produk pangan. Penelitian ini menggunakan studi kasus di Cilacap, Pelabuhanratu,
DKI Jakarta dan Cirebon. Desain pengembangan usaha
pengolahan hasil perikanan ini juga mempertimbangkan pentingnya peranan pascapanen bukan hanya terbatas pada bagaimana mempertahankan agar produk ikan segar yang dihasilkan tidak menurun mutunya atau seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan melalui penerapan teknologi pascapanen, namun juga merupakan suatu mata rantai penghubung antara kegiatan produksi primer (industri penangkapan) dengan kegiatan pemasaran.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian Industri pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu jenis industri yang potensial untuk dikembangkan, mengingat potensi sumberdaya ikan dari perairan laut nasional relatif besar. Namun demikian terdapat sejumlah persoalan menghambat pengembangan industri pengolahan hasil perikanan pada umumnya, baik dari aspek ketersediaan bahan baku maupun aspek pengolahan produk. Persoalan yang dihadapi pada pemenuhan bahan baku khususnya bahan baku yang dihasilkan oleh aktifitas industri penangkapan di antaranya adalah teknologi penanganan ikan di atas kapal (penerapan rantai dingin) yang belum diterapkan secara benar serta sarana pendaratan ikan yang belum memadai, termasuk sarana sanitasi dan hygiene seperti air bersih, es, wadah penanganan ikan. Permasalahan ini secara langsung akan mempengaruhi industri pengolahan seperti volume, mutu dan harga bahan baku.
8
Industri pengolahan hasil perikanan yang berkembang di Indonesia secara umum dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu pengolahan hasil perikanan tradisional dan pengolahan hasil perikanan modern. Ciri umum industri pengolahan hasil perikanan tradisional adalah bersifat padat karya, teknologi yang digunakan bersifat sederhana, skala usaha kecil, target pasar adalah pasar lokal. Kendala umum pengembangan industri pengolahan hasil perikanan tradisional ini adalah permodalan dan kemampuan sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya. Sebaliknya, untuk industri pengolahan hasil perikanan modern memiliki ciri umum padat modal, menggunakan permesinan berteknologi relatif tinggi, skala usaha menengah atau besar, target pasar adalah regional atau internasional. Dalam pengembangannya kelompok industri modern juga memiliki kendala umum seperti kesinambungan bahan baku (jumlah dan mutu), permodalan, kebijakan pemerintah dan kondisi pasar global. Saat ini industri pengolahan hasil perikanan yang bahan bakunya berasal dari tangkapan di laut masih tetap mampu bertahan di tengah kendala-kendala pada industri penangkapan seperti misalnya isu penangkapan berlebih (overfishing), jarak penangkapan yang semakin jauh (tidak sesuai sarana kapal), kasus pencurian ikan dll, sementara politik perdagangan yang diterapkan oleh negara-negara pesaing (Singapura, Thailand, Vietnam, China dan Korea) semakin menambah sempit akses pasar. Demikian pula semakin ketatnya peraturan jaminan keamanan pangan yang diberlakukan oleh negara Amerika Serikat dan Uni Eropa. Apabila berbagai persoalan yang dapat menghambat kinerja pengembangan industri pengolahan hasil perikanan tersebut
tidak
ditangani
secara
komprehensif,
pada
akhirnya
akan
memperlemah daya saing produk yang dihasilkan. Keadaan umum yang dikemukakan di atas akan menjadi pintu masuk dalam pengembangan desain usaha pengolahan hasil perikanan, sehingga dapat dirumuskan prioritas strategi pengembangannya dengan memanfaatkan peluang keunggulan potensi sumberdaya bahari. Desain
pengembangan
usaha pengolahan hasil perikanan dimulai dengan melihat potensi sumberdaya perikanan dari masing-masing wilayah. Potensi yang berbeda-beda untuk tiap daerah akan mengakibatkan berbagai ragam pengelolaan terhadap hasil
9
perikanan tersebut. Potensi sumberdaya perikanan ini diartikan sebagai jenisjenis ikan yang didaratkan disuatu daerah untuk dimanfaatkan guna memperoleh nilai tambah dalam rangka peningkatan pemenuhan kesejahteraan nelayan/pengolah ikan setempat. Mengingat komoditas ikan dan perlakuan pengolahan hasil hasil perikanan relatif beragam, maka diperlukan suatu rumusan dalam penentuan komoditas potensial dan produk unggulan, sehingga pengembangannya dapat lebih terarah. Sebagai rqncqngqn model, produk unggulan dari masing-masing wilayah dilakukan analisis terhadap kelayakan finansialnya. Prioritas strategi dan elemen kunci dalam pengembangan ditetapkan agar perumusan kebijakan untuk pencapaian tujuan pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan didasarkan pada realita masa sekarang dan probabilitas di masa mendatang. Diharapkan keputusan yang diambil dalam pengembangan usaha pengolahan hasil
perikanan
menjadi
lebih
terarah,
terencana,
operasional
dan
berkesinambungan. Skema Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap yang kontinyu didaratkan
Identifikasi Produksi Perikanan Tangkap (2002-2006)
Menentukan Produk Unggulan
Menganalisis kelayakan finansial dari nilai produksi terendah
Membuat rancangan model pengembangan
Rancangan model Pengembangan Usaha Gambar 1. Alur penelitian
10
1.7 Keluaran yang Diharapkan Keluaran
hasil
penelitian
ini
berupa
sebuah
rancangan
model
pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan yang dapat digunakan dalam penentuan prioritas pilihan kebijakan pemerintah dalam menentukan produk unggulan yang akan dikembangkan di suatu daerah.
1.8 Manfaat Penelitian Hasil penelitian Rancangan Model Pengembangan Usaha Pengolahan Hasil Perikanan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam rangka penentuan arah dan prioritas kebijakan pengembangan industri pengolahan hasil perikanan serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi : 1) Ilmu pengetahuan - Sebagai bahan referensi dalam pengkajian lebih lanjut terutama dalam bidang pengembangan industri pengolahan hasil perikanan. - Sebagai
dasar
pertimbangan
metode
kuantitatif
berbasis
ilmu
pengetahuan dalam menghasilkan alternatif keputusan. 2) Stakeholders -
Sebagai pertimbangan dalam menentukan jenis produk yang akan dihasilkan dalam menginvestasikan modalnya disektor perikanan.
-
Sebagai informasi dan referensi bagi stakeholders dan masyarakat dalam pengelolaan hasil perikanan disuatu daerah.
3) Pemerintah Sebagai
acuan
pemerintah
pusat
dan
daerah
dalam
menyusun
perencanaan pengembangan industri pengolahan hasil perikanan didaerah serta penentuan prioritas program aksi yang diperlukan.
11
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi dan Produksi Perikanan Dalam periode lima tahun terakhir (2000-2005) produksi perikanan tangkap Indonesia meningkat dengan rataan 1,34% per tahun yaitu dari 4.125.525 ton meningkat menjadi 4.389.050 ton. Produksi penangkapan ikan di laut pada periode tersebut meningkat dengan rataan 1,39% per tahun, atau meningkat dari 3.807.191 ton pada tahun 2000 menjadi 4.320.241 ton pada tahun 2005 (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa lebih dari 90% produksi perikanan berasal dari laut. Perkembangan produksi perikanan laut merupakan akibat penambahan kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana penangkapan laut, sedangkan produksi perikanan pada perairan umum meningkat rataan 0,88% per tahun yaitu meningkat dari 318.334 ton tahun 2000 menjadi 331.630 ton tahun 2005. Tabel 1.
Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap pada tahun 2000-2005 (dalam ton)
Tahun
Di laut
Di peraian umum
Jumlah
2000
3.807.191
318.334
4.125.525
2001
3.966.480
310.240
4.276.720
2002
4.073.506
304.989
4.378.495
2003
4.383.103
308.693
4.691.796
2004
4.320.241
330.880
4.651.121
2005
4.057.420
331.630
4 389.050
Rataan Kenaikan
1,39%
0,88%
1,34%
Sumber: Buku Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, 2006
Dalam media informasi perikanan tangkap (DKP, 2006) dikatakan bahwa operasionalisasi pemanfaatan potensi sumber daya perikanan dibagi atas empat kelompok: 1) Sumberdaya demersal, yaitu jenis ikan yang hidup di dasar atau dekat dasar perairan. Beberapa jenis ikan demersial merupakan jenis ikan bernilai ekonomis tinggi, seperti kakap putih dan kerapu. Jenis ikan lainnya adalah petek, bawal putih, manyung, kakap merah atau bambangan dan beberapa jenis udang seperti udang jerbung, udang windu, udang dogol dan udang krosok.
2) Sumberdaya pelagis kecil, yaitu jenis ikan yang berenang dipermukaan atau dekat permukaan air laut. Jenis ikan ini diantaranya ikan kembung, bentrong, layang dan selar. 3) Sumberdaya pelagis besar, yaitu jenis ikan permukaan yang berukuran besar dan mempunyai sifat ruaya (pengembara) yang sangat jauh. Berdasarkan ukurannya, ikan pelagis besar dibagi atas tuna besar dan tuna kecil. kelompok tuna besar diantaranya tuna sirip hitam, sedangkan kelompok tuna kecil diataranya cakalang dan tongkol. 4) Biota laut lainnya seperti kekerangan, rumput laut, cumi cumi dan teripang. Berdasarkan potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia yang disusun oleh komisi nasional pengkajian stok sumberdaya ikan laut tahun 1998 potensi lestari dan pemanfaatan sumberdaya perikanan laut pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa secara keseluruhan selat Malaka dan laut Jawa tingkat pemanfaatannya telah melebihi potensi lestari. Laut Banda lebih dari 80% potensi lestarinya juga telah dimanfaatkan, sedangkan wilayah pengelolaan perikanan lainnya yaitu laut China Selatan, selat Makasar dan laut Flores, laut Arafura, laut Seram dan teluk Tomini, laut Sulawesi dan samudra Pasifik, serta samudra Hindia masih sangat potensial untuk diusaha-kembangkan, karena tingkat pemanfaatannya masih dibawah 80%. Potensi lestari adalah potensi sumberdaya perikanan dimana proses eksploitasi sumberdaya perikanan tersebut tetap dipertahankan di bawah nilai upaya maksimum lestari.
13
Tabel 2.
Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap pada tahun 2000-2005 (dalam ton) Potensi dan Produksi (103 ton/tahun)
Kelompok Sumber Daya Ikan Pelagis Besar -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan Ikan Pelagis Kecil -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan Ikan Demersial -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan Ikan karang Konsumsi -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan Udang Penaeid -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan Lobster -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan Cumi cumi -Potensi -JTB -Produksi -Pemanfaatan
S. Malka
LCS
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) L. Jawa SM & LF L. Bd L. Arfr LS& TT
27,67 22,14 36,27 OE
66,08 52,86 35,16 UE
55,00 44,00 137,82 OE
193,60 154,88 85,10 UE
104,12 83,30 29,10 UE
50,868 40,69 34,56 UE
147,30 117,84 132,70 FE
621,50 497,20 205,53 UE
340,00 272,00 507,53 OE
605,44 484,35 333,35 UE
132,00 105,60 146,47 OE
82,40 65,92 146,29 OE
334,80 267,84 54,69 UE
375,20 300,16 334,92 FE
87,20 69,76 167,38 OE
5,00 4,00 21,60 OE
21,57 17,26 7,88 UE
9,50 7,60 48,24 OE
11,40 9,12 49,46 OE
10,00 8,00 70,51 OE
0,40 0,32 0,87 OE 1,86 1,49 3,15 OE
LS& Sp
S. Hd
106,51 85,21 37,46 UE
175,26 140,21 153,43 OE
366,26 293,01 188,28 UE
468,66 374,93 12,31 UE
379,44 303,55 119,43 UE
384,75 307,80 62,45 UE
526,57 421,26 26,56 UE
9,32 7,46 43,20 OE
202,34 161,87 156,60 UE
88,84 71,07 32,14 UE
54,86 43,89 15,31 UE
135,13 108,10 134,83 OE
34,10 27,28 24,11 FE
32,10 25,68 6,22 UE
3,10 2,48 22,58 OE
12,50 10,00 4,63 UE
14,50 11,60 2,21 UE
12,88 10,30 19,42 OE
11,40 9,12 52,80 OE
4,80 3,84 36,91 OE
0,00 0,00 0,00
43,10 34,48 36,67 FE
0,90 0,72 1,11 OE
2,50 2,00 2,18 OE
10,70 8,56 10,24 OE
0,40 0,32 1,24 OE
0,50 0,40 0,93 OE
0,70 0,56 0,65 OE
0,40 0,32 0,01 UE
0,10 0,08 0,16 OE
0,30 0,24 0,02 UE
0,40 0,32 0,04 UE
1,60 1,28 0,16 UE
2,70 2,16 4,89 OE
5,04 4,03 12,11 OE
3,88 3,10 7,95 OE
0,05 0,04 3,48 OE
3,39 2,71 0,30 UE
7,13 5,70 2,86 UE
0,45 0,36 1,49 OE
3,75 3,00 6,29 OE
Sumber : Pengkajian stock ikan di perairan Indonesia, DKP bekerjasama dengan LIPI, 2002
Keterangan :
Keterangan
WPP :
1.S.Malka=Selat Malaka, 2.LCS=Laut China Selatan, 3. L. Jawa=Laut
Jawa, 4. SM&LF=Selat Makasar dan laut Flores, 5. L.Bd= Laut Banda, 6. L. Arfr=Laut Arafura, 7. LS&TT=Laut Seram dan Teluk Timoni, 8. LS&SP=Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik, 9. S. Hd=Samodra Hindia, JTB=Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan.
Kategori Eksploitasi : Pemanfaatan 100% = over exploited ( OE), pemanfatan 80-100%=full exploted ( FE), pemanfaatan <80% = under exploited
Secara khusus perairan pantai Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat terbagi dalam dua wilayah, yaitu perairan pantai utara pulau Jawa yang menghadap laut Jawa dan perairan pantai selatan pulau Jawa yang 14
menghadap
Samudera
Hindia.
Perbedaan
wilayah
penangkapan
ini
mempengaruhi volume produksi dan jenis ikan yang dihasilkan. Pada Tabel 3 berikut disajikan produksi perikanan laut (2004) di Provinsi Jawa Tengah. Tabel 3. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan daerah perairan pantai di Jawa Tengah Jenis Ikan Pantai Selatan Jawa Pantai Utara Jawa layang 56.260.600 selar 15.204.800 teri 3.671.400 tembang 39.817.800 lemuru 209.600 12.173.300 kembung 6.500 16.662.400 tengiri 171.600 5.492.200 layur 274.400 3.236.100 tuna 1.666.000 cakalang 2.523.700 tongkol 203.800 14.396.700 peperek 15.728.800 manyung 39.900 6.832.000 beloso 1.374.100 merah 3.921.800 tigawaja 74.600 5.711.000 cucut 412.700 2.886.100 pari 143.400 3.653.100 ikan lainnya 1.749.100 52.160.400 udang 790.200 1.759.800 cumi cumi 58.800 3.111.100 ubur ubur 4.433.800 4.433.800 lain lain 1.536.600 695.900 Total 14.294 700 266.909.200 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jateng 2004
Total 56.260.600 15.204.800 3.671.400 39.817.800 12.382.900 16.668.900 5.663.800 3.510.500 1.666.000 2.523.700 14.600.500 15.728.800 6.871.900 1.374.100 3.921.800 5.785.600 3.298.800 5.956.300 53.909.500 2.550.000 3.169.900 4.433.800 2.232.500 281.203. 900
2.2 Sistem Sistem adalah suatu gugus atau kumpulan dari elemen yang saling berhubungan (berinteraksi) dan terorganisir untuk mencapai suatu tujuan (Hartrisari, 2007). Menurut Eriyatno, 1998. Sistem merupakan keseluruhan interaksi unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang 15
bekerja mencapai tujuan. Pengertian dari keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan, yaitu terletak pada kekuatan yang dihasilkan oleh keseluruhan jauh lebih besar dari suatu penjumlahan. Pengertian interaksi adalah pengikat atau penghubung antar unsur yang memberi bentuk/struktur kepada obyek, membedakan dengan obyek lain, dan mempengaruhi perilaku dari obyek sistem. Unjuk kerja dari sistem ditentukan
oleh
fungsi
mempengaruhi unsur
unsur.
Gangguan
salah
satu
fungsi
unsur
lain sehingga mempengaruhi unjuk kerja sistem
sebagai keseluruhan. Unsur yang menyusun sistem ini disebut juga bagian sistem atau sub-sistem. Menurut Eriyatno, 1998, pengertian obyek adalah sistem yang menjadi perhatian dalam suatu batas tertentu sehingga dapat dibedakan antara sistem dengan lingkungan sistem. Artinya semua yang di luar batas sistem adalah lingkungan sistem. Pada umumnya, semakin luas bidang perhatian semakin kabur batas sistem. Demikian juga sebaliknya, semakin spesifik obyek semakin jelas batas sistem. Dengan demikian, jelas batas obyek dengan lingkungan cenderung bersifat mental atau konseptual, terutama obyek nonfisik. Pengertian batas antara sistem dengan lingkungan tersebut memberikan dua jenis sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup adalah sebuah sistem dengan batas yang dianggap kedap (tidak tembus) terhadap pengaruh lingkungan. Sistem tertutup itu hanya ada dalam anggapan, karena pada kenyataannya sistem selalu berinteraksi dengan lingkungan, atau sebagai sebuah sistem terbuka. Pengertian tujuan adalah unjuk kerja sistem yang teramati atau diinginkan. Unjuk kerja yang teramati merupakan hasil yang telah dicapai oleh kerja sistem, yaitu keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Di pihak lain, unjuk kerja yang diinginkan merupakan hasil yang akan diwujudkan oleh sistem melalui keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Menurut Marimin, 2004. pencapaian tujuan akan menyebabkan timbulnya dinamika, perubahan-perubahan yang terus menerus perlu dikembangkan dan dikendalikan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa sistem sebagai gugus dari elemen-elemen yang saling berinteraksi secara teratur dalam rangka mencapai tujuan atau subtujuan. 16
Mulai Analisis Kebutuhan Absah Formulasi Absah
Identifikasi Sistem -
Diagram lingkar sebab akibat Diagram input-output
Absah
Permodelan Absah Verifikasi dan validasi Absah Selesai Gambar 2. Tahapan Pendekatan Sistem (Eriyatno, 1998) 2.2.1 Keunggulan pendekatan sistem Menurut
Marimin
(2004)
dikatakan
bahwa
pendekatan
sistem
diperlukan karena makin lama maka dirasakan interdependensinya dari berbagai bagian dalam mencapai tujuan sistem. Masalah-masalah yang dihadapi pada waktu ini tidak lagi sederhana dan dapat menggunakan peralatan yang menyangkut satu disiplin saja, tetapi memerlukan peralatan 17
yang komprehensif, yang dapat mengindentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahan secara menyeluruh . Pendekatan sistem sangat penting untuk menonjolkan tujuan
yang
hendak dicapai dan tidak terikat pada prosedur koordinasi atau pengawasan dan pengendalian itu sendiri. Dalam banyak hal pendekatan manajemen tradisional seringkali mengarahkan pandangan pada cara cara koordinasi dan kontrol yang tepat, seolah inilah yang menjadi tujuan manajemen, padahal tindakan koordinasi dan kontrol ini hanyalah suatu
cara untuk mencapai
tujuan, dan harus disesuaikan dengan lingkungan yang dihadapi. Konsep sistem terutama berguna sebagai cara berfikir dalam suatu kerangka analisis, yang dapat memberi pengertian yang lebih mendasar mengenai perilaku dari suatu sistem dalam mencapai tujuannya, dengan demikian kaitan antara faktor-faktor teknologi, ekonomi dan politik makin lama makin erat, gerakan disalah satu bidang akan mempunyai pengaruh pada bidang lain. Hal tersebut mencerminkan kompleksitas dari lingkungan. Disinilah diperlukan keterpaduan antara pengolahan data yang makin rumit menjadi informasi yang diperlukan untuk pembuatan keputusan. Pengolahan data ini makin lama makin rumit yang perlu dilaksanakan dengan melalui
peralatan
yang
lebih
kompleks
dan
keahlian
yang
lebih
mengkhususkan diri untuk menanganinya. Spesialisasi ini makin menjadikan pengolahan data menjadi suatu kegiatan tersendiri yang kadang kadang terpisah dari kegiatan menajemen organisasi sebagai keseluruhan, karena itu perlu pengitegrasian pengolahan informasi ini dengan mengambil keputusan sehingga keputusan keputusan yang dibuat akan mempunyai landasan yang kokoh berdasarkan kenyataan.
2.2.2 Metode perbandingan eksponensial Menurut Marimin (2004) Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu
18
bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahap proses.
2.2.3 Proses metode perbandingan eksponensial Dalam
menggunakan
metode
perbandingan
eksponensial
ada
beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu : menyusun alternatif alternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing masing alternatif. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metoda perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut: Tkkj m Total nilai ( TN )I =∑ { RK ij) J=i
Dengan: TN i
: total nilai elternatil ke-1
RK ij : derajat kepentingan relatif criteria ke-j pada pilihan keputusan I TKK j : derajat kepentingan criteria keputusan ke j; TKK j >0;bulat n
: jumlah pilihan keputusan
m
: jumlah criteria keputusan Penentuan
tingkat
kepentingan
kriteria
dilakukan
melalui
cara
wawancara dengan pakar/responden atau melalui kesepakatan curah pendapat, sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya eksponensial. Metode perbandingan eksponensial mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor yang 19
menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Produk yang potensial untuk diinvestasikan tentunya produk yang mempunyai nilai tinggi untuk setiap kriteria. Penilaian alternatif pada setiap kriteria menggunakan skala nila 1- 5.
2.3 Prinsip-prinsip Dasar Teknologi Pengolahan Modern 1). Pendinginan dan Pembekuan Pendinginan dan pembekuan berarti penurunan suhu yang akan berakibat dapat menghambat proses kemunduran mutu (pembusukan) suatu makanan. Hal ini disebabkan karena hampir semua reaksi kimia termasuk reaksi enzimatis akan dihambat dengan rendahnya suhu, demikian pula pada suhu yang rendah maka aktivitas mikroorganisme pembusuk akan dihambat bahkan akan terhenti pada suhu beku yang sangat rendah. Indikator suhu selama
proses
pengolahan
dan
distribusi
sangat
diperlukan
dalam
pengawasan pada informasi sistem (Selman, 1992) Teknik pembekuan terdiri dari 3 fase yaitu proses penurunan suhu dari suhu kamar kesuhu dingin (oC), proses pembekuan yaitu perubahan air yang terkandung dalam suatu makanan menjadi es dan proses penurunan suhu dari suhu beku sampai suhu penyimpanan yang dikehendaki. Ketiga proses dalam teknik pembekuan tersebut mempunyai grafik penurunan suhu yang tipenya relatif sama karena pada dasarnya didalam proses pendinginan dan pembekuan akan mengikuti teori dan hukum pemindahan panas (heat transfer). Industri pangan menaruh perhatian terhadap mikroorganisme dengan membagi kedalam 2 kelompok yaitu kelompok bakteri-bakteri patogen (bakteri beracun) yang dapat digunakan sebagai indikator organisme beracun. Bakteri patogen yang tahan terhadap suhu dapat dibagi kedalam 3 kelompok yaitu kelompok sangat berbahaya, cukup berbahaya dengan potensi berkembang biak dan kelompok cukup berbahaya dengan penyebaran terbatas (Waites, 1988).
20
2). Teknologi Pengalengan. Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat (hermetis) dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan cara yang paling umum dilakukan karena bebas dari pembusukan serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pengalengan meliputi tahap-tahap persiapan bahan mentah, pengisian bahan baku, pengisian larutan media, penghampaan udara, proses sterilisasi, pendinginan dan penyimpanan. Penghampaan udara ialah pengeluaran udara yang terdapat didalam kemasan/kaleng untuk mengurangi tekanan didalam kaleng selama proses pemanasan. Proses pemanasan dengan sterilisasi komersial kebanyakan dikemas pada kondisi anaerobik (Winarno, 1994). Proses sterilisasi suatu produk umumnya dilakukan pada suhu 121oC waktu yang diperlukan selama 60 menit, jadi setelah waktu tersebut dicapai maka waktu sterilisasi baru mulai dihitung. Waktu proses bervariasi tergantung jenis ikan, nilai pH dari bahan pangan dan jenis media yang digunakan. Kecepatan penetrasi panas dalam makanan kaleng ditentukan oleh ukuran kaleng, konsistensi produk, suhu retort dan suhu awal produk, rotasi kaleng, ruang head space, letak kaleng dalam retort dan metoda operasi (Buckle et al, 1987). Sistem kontrol terhadap suhu retort ini sangat penting untuk mengetahui suhu pusat wadah/kaleng makanan dan terhadap keseluruhan proses (Ramesh, 1995). Proses sterilisasi yang terbaik, dipilih dan ditetapkan pada kondisi produk tertentu agar mendapatkan tingkat sterilisasi komersial yang dikendaki. Apabila proses pemanasan kurang sempurna maka dapat meningkatkan resiko ekonomi dan resiko kesehatan, karena masih ada mikroba yang tetap aktif didalam kaleng dan
dapat
menyebabkan
terjadinya
pembusukan,
yakni
Clostridium
botulinum. Proses makanan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahwa makanan tersebut telah bebas dari bakteri Clostridium botulinum. Penutupan kaleng yang tepat dan benar merupakan salah satu tahapan
penting
dalam
seluruh
jalur
proses
pengalengan.
Selain
menggunakan proses pemanasan dengan cara sterilisasi, beberapa produk 21
perikanan dapat dikalengkan dengan cara pasteurisasi. Dengan suhu pasteurisasi diharapkan konsistensi dan cita rasa produk tidak banyak berubah. Produk pengalengan dengan menerapkan proses pasteurisasi masih dapat mengalami pembusukan yang disebabkan antara lain : suhu penyimpanan
dibawah
3,30C,
terjadinya
kebocoran
kaleng,
pengolahan/proses pasteurisasi yang tidak sempurna dan mutu bahan baku yang tidak baik. Ward et al, (1991) menyatakan bahwa tahap pendinginan merupakan tahapan terpenting dalam proses pengalengan secara pasteurisasi. Hal ini disebabkan produk kaleng yang diproses secara pasteurisasi tidak akan steril dan
selama
waktu
pendinginan
memungkinkan
pertumbuhan
mikroorganisme. Oleh karena itu dianjurkan pendinginan kaleng dilakukan dalam air es sampai suhu daging mencapai 37,80C selama 50 menit atau 12,70C selama 180 menit dan disimpan pada suhu 1,60C.
2.4 Berbagai Teknologi Pengolahan Tradisional 2.4.1 Pengeringan Pada prinsipnya pengawetan ikan dengan metoda pengeringan tidak lain adalah bertujuan untuk mengurangi (menurunkan) kandungan air dari produk, khususnya air bebas sampai pada batas tertentu sehingga perubahan deterioratif yang dialami oleh produk karena kegiatan mikroorganisme, enzim dan reaksi kimia dalam suatu sistem akan dapat dihambat atau sama sekali dihentikan. Kebalikan dari air bebas ini adalah air ikatan, yaitu air yang terikat erat oleh struktur molekuler bahan pangan dan tidak dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme, kerja enzim dan reaksi kimia. Jumlah air bebas yang tersedia dalam suatu bahan pangan biasanya dinyatakan dalam suatu parameter yang disebut dengan nilai aw. Nilai aw ikan segar umumnya diatas 0,95. Bakteri pembusuk yang umum terdapat dalam bahan pangan dapat dihentikan pertumbuhannya pada nilai aw 0,90. Pertumbuhan jamur dihambat pada nilai aw dibawah 0,80 sedangkan bakteri halopilik dihentikan pertumbuhannya pada nilai aw dibawah 0,75 . Dengan berpedoman pada nilai aw tersebut maka aktivitas bakteri sebenarnya sudah dapat dihentikan apabila 22
kandungan air produk diturunkan hingga di bawah 25%, dan apabila diturunkan lagi hingga dibawah 15 % maka pertumbuhan jamur juga dapat dihentikan. Upaya penurunan nilai aw atau tepatnya pengurangan jumlah air bebas di samping dapat dilakukan dengan cara pengeringan (penguapan ) maka dapat juga dilakukan dengan cara merubah sejumlah air bebas menjadi air ikatan dengan menambahkan sejumlah bahan (garam dapur) yang dapat menarik atau mengikat air dari produk. Mengingat sifat garam yang mampu mengikat air dalam jumlah besar, maka produk ikan asin kering dengan kadar air 35% - 45% (tergantung dari jumlah garam yang ada) sering dianggap sudah cukup kering untuk dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur terutama pada kondisi udara (iklim) biasa (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003). Pengeringan pada hakikatnya bertujuan untuk memindahkan jumlah air dari suatu produk bahan pangan dengan cara penguapan melalui penggunaan
aliran
udara
yang
dipanaskan
(udara
kering).
Praktek
pengeringan yang banyak dilakukan dalam usaha pengolahan ikan di Indonesia adalah dengan cara menjemur di panas matahari. Cara pengeringan ini mudah dan murah, namun faktor pengeringan seperti suhu, RH dan aliran udara sulit dikontrol, membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dan area penjemuran yang luas, kurang higienis karena mudah ditulari kotoran dan lalat, selama musim hujan dan cuaca mendung pengeringan sulit dilakukan, dan ironisnya musim hujan ini biasanya bersamaan dengan musim ikan. Untuk memecahkan masalah ini telah dicoba penggunaan alat pengering surya (solar dryer) namun hasilnya kurang memuaskan, karena kapasitasnya kecil dan juga karena aliran udara yang lambat sehingga kecepatan pengeringannya menjadi rendah. Selain itu untuk memecahkan masalah pengeringan ini telah dicoba pula penggunaan alat pengering mekanik bentuk terowongan dengan bahan bakar minyak tanah serta dilengkapi blower untuk mengalirkan udara kering (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003). Pada umumnya jenis ikan yang digarami adalah; ikan teri (Stelophorus spp), ikan layang (Decapterus spp), ikan kembung (Rastrelliger spp), ikan peperek (Luthianus malabaricus ), ikan kepala ular (Ophiocephalus spp) dan 23
ikan gabus (Stichopus spp). Proses pengeringan/pengolahan ikan asin dilakukan secara tradisional. Ikan diolah dengan atau tanpa penggaraman selanjutnya ikan dikeringkan dengan cara dijemur hingga kering selama 2-3 hari. 1) Pengolahan Ikan Asin Sebelum ikan digarami, ikan dibelah lalu dicuci. Untuk ukuran ikan kecil, pengolahan dilakukan tanpa melalui perlakuan penyiangan (utuh). Selanjutnya ikan direndam selama 1 hari atau direbus beberapa menit dalam larutan garam dan dibiarkan (12 jam), lalu ikan disusun diatas para-para bambu untuk dijemur selama 2-3 hari. Pengemasan semua ukuran menggunakan karton atau keranjang bambu selama distribusi (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003). 2) Pengolahan Kerupuk Kulit Ikan Bahan kerupuk ikan dibagi menjadi dua tahapan, terdiri dari bahan kerupuk ikan berupa kulit ikan pari. Pengolahan kulit ikan ini, merupakan salah satu pemanfaatan kulit ikan pari (Trigonidae) dan cucut (Centrophorus, Squomasus) yang telah kering. Tahapan proses pengolahannya adalah: perebusan kulit selama 1 jam, pengerokan kulit untuk membuang lapisan kulit kasar, pemucatan dengan cara merendam kulit dalam larutan tawas 30 % selama 2 jam, lalu dalam larutan Borax 7,5% selama 6 jam. Kemudian dilakukan pengerokan kulit kasar dan pencucian. Kulit yang telah bersih dan putih dijemur hingga kering. Kulit kering dikemas dalam kantong plastik. Bahan kerupuk ikan ini selanjutnya akan dikonsumsi setelah direndam kembali dalam air tawar hangat selama 1 jam, lalu dalam larutan bumbu (bawang putih, MSG dan garam 10%) selama 1 jam, kemudian dikeringkan. Setelah kering digoreng hingga bentuknya mengembang seperti kerupuk (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003).
2.4.2 Penggaraman Secara umum semua jenis ikan sebenarnya dapat saja diolah/ diawetkan dengan cara penggaraman, baik dalam bentuk utuh, disiangi, 24
dibelah ataupun dijadikan filet. Sampai saat ini masih banyak pengolah yang beranggapan bahwa penggaraman hanyalah merupakan upaya untuk menyelamatkan produksi ikan yang karena dari sisi kesegarannya sudah tidak layak lagi dijual sebagai ikan basah. Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan teknik penggaraman kering (dry salting), penggaraman dalam larutan garam (wet salting) dan kombinasi dari kedua teknik tersebut (pickle salting).
Teknik penggaraman kering
hampir tidak ditemui di Indonesia, sedangkan teknik penggaraman dalam larutan kurang mempunyai arti pengawetan dan umumnya dikerjakan sebagai perlakuan pendahuluan terhadap ikan yang akan dikalengkan atau diasap dengan
tujuan untuk mendapatkan rasa asin dari produk. Teknik
penggaraman yang banyak terdapat di Indonesia adalah pickle salting, dengan teknik penggaraman ini lapisan ikan dan garam disusun secara bergantian dalam wadah kedap air. Permukaan ikan yang paling atas ditutup dengan lapisan garam yang lebih tebal kemudian ditutup papan dan diatasnya diberi pemberat. Larutan garam yang terbentuk selama proses penggaraman kemudian dibiarkan merendam seluruh lapisan ikan. Garam yang digunakan adalah garam rakyat dengan jumlah sekitar 30% dari berat ikan. Lama penggaraman umumnya bervariasi dan tergantung dari jenis dan ukuran ikan serta bentuk preparasinya, mutu kesegaran bahan mentah, spesifikasi produk akhir yang diinginkan dan bahkan kadang-kadang dibiarkan lebih lama dalam bak penggaraman sambil menunggu cuaca baik untuk penjemuran. Produk ikan asin kering yang dihasilkan biasanya dikemas dalam peti kayu, karung goni/plastik, keranjang rotan, dan lain-lain dengan berat antara 50 – 100 kg. Perbaikan mutu ikan asin kering di Indonesia dapat dilakukan terlebih dahulu meningkatkan mutu garam yang digunakan. Garam rakyat yang digunakan umumnya kondisinya kotor dan kadar NaCl-nya rendah. Dengan menggunakan garam bermutu rendah maka penetrasi garam NaCl ke dalam daging akan dihambat dan berarti akan meningkatkan laju pembusukan selama
proses
penggaraman.
Impurities
utama
dalam
garam
yang
diperdagangkan umumnya adalah garam kalsium, magnesium, sulfat dan bahan organik. Garam-garam ini umumnya bersifat menghambat penetrasi garam NaCl ke dalam daging ikan. Dengan adanya garam kalsium dan 25
magnisium sebesar 1% dalam garam yang digunakan maka daging ikan akan menjadi putih kaku dan pahit rasanya. Ikan yang digarami dengan garam yang bermutu tinggi (garam murni) tekstur dagingnya akan lebih lembut dan kompak, berwarna kuning muda atau krem dan kalau dimasak rasanya mendekati ikan segar dengan rasa asin. Selain mutu garam, faktor lain yang perlu mendapat perhatian dalam hubungannya dengan masalah penggaraman dan mutu produk antara lain adalah
mutu
kesegaran
bahan
mentah,
perlunya
penyiangan
dan
pembersihan, kandungan lemak, jumlah garam yang digunakan, suhu penggaraman dan juga kondisi sanitasi dan hygiene selama pengolahan (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003).
1) Pengolahan Jambal Roti Produk jambal-roti memiliki ciri khas dalam rasa dan tekstur, dibandingkan dengan produk ikan asin lainnya. Bahan baku jambal-roti adalah ikan manyung (Arius thallasinus). Tahap proses pengolahan diawali dengan
pemotongan kepala ikan,
penggaraman dalam 20-30% garam dan dibiarkan selama 2 malam. Selanjutnya dilakukan pembelahan ikan menjadi bentuk Butterfly, lalu dijemur selama 2-3 hari hingga kadar air mencapai nilai 20-30%. Pengemasan produk dalam kantong plastik atau karton (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003).
2) Pemindangan Di Indonesia pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan tradisional yang mempunyai kedudukan nomor dua terbesar setelah pengolahan ikan asin kering. Umumnya pemindangan banyak dilakukan terhadap
jenis-jenis
ikan
laut,
khususnya
jenis-jenis
ikan
pelagis.
Dibandingkan dengan produk ikan asin kering, pindang ternyata lebih disukai oleh konsumen karena aroma dan rasanya mendekati aroma dan rasa ikan kaleng. Di samping itu karena rasanya tidak terlalu asin maka dapat 26
dikonsumsi dalam jumlah relatif banyak sehingga berpotensi dalam meningkatkan konsumsi ikan di masyarakat. Satu kelemahan utama dari produk pindang ini adalah daya awetnya yang relatif pendek sehingga distribusi dan pemasarannya terbatas pada daerah tertentu saja. Menurut
BPPMHP,
2000.
prinsip
pengawetan
dengan
cara
pemindangan didasarkan pada upaya pemusnahan atau pengurangan bakteri serta pemusnahan enzim melalui pemanasan suhu tinggi sekitar titik didih larutan garam. Di samping itu dengan pembubuhan dan masuknya garam ke dalam daging ikan, serta pengurangan air selama proses pemindangan (koagulasi protein) maka pertumbuhan bakteri yang tersisa pada ikan dapat dihambat atau mungkin juga dapat dimusnahkan. Praktek pengolahan pindang pada prinsipnya dapat dikelompokkan dalam dua cara, yaitu pengolahan pindang garam (pindang badeng atau pindang paso) dan pindang air garam (pindang cue). Pada pengolahan pindang garam, ikan dan garam disusun bergantian dalam wadah perebus (dari metal, kendil atau paso tanah) kemudian ditambah air secukupnya dan selanjutnya direbus selama 4-6 jam. Air perebus yang terbentuk kemudian dibuang dan sisa airnya kemudian diuapkan. Wadah perebus ini kemudian digunakan sekaligus sebagai wadah distribusi. Pada pengolahan pindang air garam, ikan mula-mula disusun dalam sarangan bambu (dalam bahasa Sunda disebut naya) dan kemudian permukaan ikan yang berada pada tumpukan paling atas ditaburi dengan garam. Beberapa sarangan bambu yang sudah terisi ikan kemudian ditumpuk, diikat dan selanjutnya dicelupkan ke dalam larutan garam mendidih selama beberapa menit. Setelah perebusan, produk didinginkan, dikemas dan siap untuk dipasarkan (BPPMHP 2000). Sesuai dengan teknik pengolahannya maka pindang garam dapat mendidih selama beberapa menit dan memiliki daya awet yang lebih lama (sekitar 1 bulan) pada suhu kamar apabila disimpan dengan baik dalam keadaan tertutup rapat dalam wadah. Pindang air garam umumnya memiliki daya awet yang singkat pada suhu kamar, yaitu 2-3 hari. Kerusakan produk pindang umumnya ditandai dengan timbulnya lendir atau bakteri dan pertumbuhan jamur. 27
Berbagai permasalahan yang perlu mendapat perhatian dalam hubungannya dengan proses pemindangan dan mutu produknya antara lain adalah mutu kesegaran bahan mentah dan proses preparasi, jumlah dan mutu bahan pembantu (garam dan air) yang digunakan, teknik dan prosedur pemindangan yang dilakukan, serta kondisi sanitasi dan hygiene selama pengolahan mengingat proses pemindangan bukanlah merupakan proses sterilisasi dalam wadah tertutup secara hermetik (pengalengan) (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003). 2.4.3 Fermentasi Menurut BPPMHP, 2000. produk fermentasi hasil perikanan secara umum diproses dengan cara penambahan garam dan difermentasi sehingga berubah bentuk dari ikan bentuk padatan menjadi bentuk bubur/pasta. Fermentasi ikan/ udang hanya dikenal dan terdapat di beberapa daerah saja. Produk fermentasi yang telah banyak dikenal adalah terasi/belacan, petis dan kecap ikan. Produk ini biasa dikonsumsi sebagai penyedap rasa atau salah satu bumbu dalam masakan atau dapat juga dijadikan sambal. Terasi dan petis ikan/udang pada umumnya berwarna merah atau coklat gelap, dengan bentuk lonjong/ kotak, dan dibungkus dengan kertas, sementara petis berwarna coklat gelap atau hitam dengan bentuk pasta dan dibungkus dalam botol plastik atau kaleng selama distribusi dan pemasaran. Dibandingkan
dengan
pengolahan
tradisional
lainnya,
maka
pengolahan atau pengawetan ikan secara fermentasi di Indonesia ternyata masih relatif kecil jumlahnya, terutama dalam bentuk produk seperti terasi dan kecap ikan. Pengolahan/pengawetan
ikan
dengan
cara
fermentasi
dalam
prakteknya dapat dikerjakan dengan berbagai perlakukan misalnya fermentasi ikan menggunakan garam, fermentasi ikan dengan penambahan karbohidrat dan sayuran, fermentasi ikan dengan penambahan dedak, fermentasi ikan dengan bahan mentah ikan utuh, dibelah, potongan, filet atau bagian-bagian tubuh ikan.
28
1) Pengolahan Terasi Ikan/Udang Bahan baku terasi umumnya adalah ikan rucah berukuran kecil atau udang rebon. Proses pengolahan dimulai dengan menghaluskan bahan baku dengan cara digiling berulang-ulang dan menambahkan garam. Hasil gilingan dikeringkan dan digiling kembali hingga padat dan kompak. Pengemasan produk mempergunakan kertas atau kantong plastik (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003).
2) Pengolahan Petis Udang Bahan baku yang digunakan untuk pengolahan petis udang adalah rebon atau kepala udang. Proses pengolahan dimulai dengan merebus udang selama ±3-4 jam, lalu digiling sampai halus. Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan kain kasa. Sari yang dihasilkan selanjutnya direbus kembali sampai berbentuk bubur dan ditambah gula dengan konsentrasi 10%, garam dengan konsentrasi 1,5% dan MSG dengan konsentrasi 0,4%.
3) Pengolahan Dendeng Ikan Dendeng ikan adalah satu jenis ikan asin. Pada umumnya bahan baku yang dipergunakan adalah ikan japuh (Dussumieria spp) dan ikan tembang (Sardinella fibriata). Tahapan pengolahan dimulai dengan membelah ikan membuang isi perut dan kepala, pencucian untuk membuang darah dan kotoran, serta direndam dalam larutan garam 30%. Untuk membedakan rasa asin, lama perendaman dibuat dua macam yaitu selama 15 menit untuk rasa asin sedang dan 30 menit untuk rasa asin. Selanjutnya ikan ditaburi bubuk ketumbar dan gula pasir (8-10%) dan selanjutnya dijemur selama 1-2 hari. Pengemasan dilakukan menggunakan karton. Produk ini dikonsumsi sebagai pendamping nasi dengan cara digoreng (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003).
29
2.4.4 Pengasapan Di Indonesia produk ikan asap yang telah dikenal adalah ikan asap yang menggunakan bahan baku dari ikan bandeng (Chanos chanos) yang banyak terdapat di Pulau Jawa. Ikan asap yang berasal dari daerah Sulawesi, Maluku dan Papua adalah dengan menggunakan bahan baku ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan tongkol (Euthynus spp). Pengasapan ikan bandeng yang dijumpai di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, telah menggunakan peralatan dan teknologi yang memadai, seperti menggunakan lemari asap (smoking cabinet) dengan proses pengasapan dingin selama 10 – 12 jam.
2.4.5 Produk adonan Produk adonan merupakan pengolahan lanjutan dari lumatan daging ikan (minced fish). Produk adonan tradisional yang sudah dikenal di Indonesia adalah kerupuk ikan atau udang yang kualitasnya dapat di bedakan dari warna/aromanya. Pengolahan kerupuk ini banyak terdapat di daerah Sidoarjo Jawa Timur dan Sumatera Selatan. Kerupuk ikan dan udang biasanya dibungkus dengan pembungkus plastik dan selanjutnya dikemas dengan pembungkus jenis karton. Dalam memenuhi permintaan pasar dunia, maka kualitas bahan pembungkus harus memenuhi keamanan pangan seperti kotak karton jenis premia berlipat (Batch, 1992)
30
Tabel 4.
Perlakuan produksi perikanan tangkap tahun 2004 menurut cara perlakuan berdasarkan wilayah pendaratan (dalam ton)
Lainlain
Penge ringan/ Pengga raman
Produk Segar (61,04 %)
Produk Modern (10,3 %)
Tepung Ikan (0,15 %)
38.054
2.424
246.315
909.678
34.774
8.627
111.564
9.096
8.141
269.089
413,032
44.028
6.334
2.469
23.636
447
4.340
56.091
139.207
11.673
3.497
321.465
225
120
3.303
1.584
98.089
198.260
19.790
94
Sulawesi
817.331
32.211
9.801
1.465
15.540
97.830
552.567
107.877
40
Maluku-Papua
779.293
9.419
62
209
3.105
13.732
213.515
539.131
---
4.320.241
91.443
157.730
52.521
35.134
781.146
2.426.259
757.425
18.592
Volume Penang kapan
Pengasapan
Pemin dangan
FermenTasi
1.256.624
4.235
12.547
Jawa
904.168
42.884
Bali Nusatenggara
241.360
Kalimantan
Wilayah Pendaratan
Sumatera
Jumlah
Sumber : Statistik Perikanan Tahun 2004
2.4.6 Disposisi olahan produk tradisional hasil perikanan Pemanfaatan ikan hasil tangkapan dapat dikategorikan dalam bentuk segar dan olahan baik olahan tradisional maupun modern. Diversifikasi pemanfaatan ikan hasil laut pada tahun 2003-2004 (Ditjen Perikanan Tangkap, 2005) menunjukkan peningkatan pemanfaatan dalam bentuk segar sebesar 2,28%, beku sebesar 13,12%, dan modern (kaleng) sebesar 27,57%, sedangkan olahan tradisional (ikan asin) terjadi penurunan sebesar 15,76%, tepung sebesar 44,91%. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan ikan di atas kapal dan TPI sudah mengalami peningkatan. Industri pengolahan perikanan meliputi industri tradisional dan modern. Pengolahan tradisional umumnya merupakan pengolah skala kecil hingga menengah dengan orientasi pasar domestik, sebaliknya industri modern mempunyai skala produksi yang lebih besar dengan tujuan pasar ekspor. Bedasarkan inventarisasi unit pengolahan ikan (UPI) skala kecil menengah tahun 2004 terdapat 15.504 unit yang terdiri 6.673 unit pengeringan/penggaraman, 3.163 unit pemindangan, 3.125 unit pengasapan, 1.384 unit fermentasi, 576 unit kerupuk dan lain-lain 522 unit. Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern (skala besar) pada tahun 2005 tercatat sebesar 783 unit yang terdiri 136 unit produk segar, 474 unit pembekuan, 58 unit pengalengan, 7 unit ikan hidup dan 107 unit pengeringan.
31
JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan, 2003, menyatakan bahwa pengolahan tradisional pada umumnya dilakukan dengan cara pengolahan tradisional, penggunaan bahan baku yang bermutu rendah, sarana/prasarana yang sederhana dan penerapan sanitasi dan higienis yang masih dibawah standar mutu. Dengan cara-cara tersebut, produk yang dihasilkan menjadi tidak seragam (rasa, warna dan ukuran), penampilan tidak menarik, rata-rata tanpa kemasan atau kemasan yang tidak memenuhi syarat sanitasi/higiene dan mempunyai daya simpan yang pendek. Oleh karena itu produk yang dihasilkan sebagian besar bernilai rendah sehingga terbatas pada pasar lokal (domestik) dan hanya sebagian kecil (5%) yang sudah memenuhi persayaratan mutu dan kemasan serta menerapkan sistem keamanan pangan sehingga produk dapat memasuki pasar yang lebih baik seperti swalayan dan ekspor.
2.5 Surimi dan Fish Jelly Product 2.5.1 Teknologi pengolahan surimi Surimi adalah campuran dari lumatan daging ikan dengan karbohidrat tertentu (sorbitol dan gula) sehingga teksturnya dapat diperbaiki dan dipertahankan pada suhu beku karena ditambahkan zat tambahan makanan berupa
poliposphat.
Manvell,
1987.
mengatakan
bahwa
bahan
pengawet/tambahan makanan dapat memperbaiki beberapa makanan alami dan bahan pengawet menjadi penting untuk membuat makanan menjadi lebih aman dan membangkitkan selera. Surimi merupakan produk olahan hasil perikanan setengah jadi. Surimi digunakan sebagai bahan baku produk olahan lanjutan yang dikenal dengan sebutan Fish Jelly yaitu produk yang spesifik mampu membentuk gel seperti misalnya bakso, empek-empek, sosis, fish burger, fish cake dan sejenisnya. Surimi terdiri dari 3 tipe (BBP2HP, 2006) yaitu sebagai berikut : 1) Mu-en Surimi yaitu surimi yang dibuat dengan menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan posphat tanpa penambahan garam dan telah mengalami proses pembekuan.
32
2) Ka-en Surimi yaitu surimi yang dibuat dengan menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan garam tanpa penambahan posphat dan telah mengalami proses pembekuan. 3) Surimi yaitu surimi yang tidak mengalami proses pembekuan.
Jaringan daging ikan berdasarkan warnanya dibedakan atas daging merah dan daging putih, tetapi perbandingan keduanya berbeda antara spesies yang satu dengan lainnya. Daging merah yang terdapat pada ikan pelagis umumnya berjumlah sekitar 20% dari total daging dan pada ikan demersal hanya berjumlah 6%. Perbedaan ini disebabkan adanya kandungan mioglobin pada daging merah. Daging merah terdapat pada sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat hampir di seluruh bagian tubuh ikan. Menurut Suzuki (1981) dikatakan bahwa struktur daging ikan yang merupakan bundel serabut otot (sel otot) mempunyai komposisi bahan utama yang sederhana, sebagian besar terdiri dari protein yang larut dalam larutan garam. Protein digolongkan berdasarkan kelarutannya kedalam 3 jenis, yaitu protein miofibrillar, protein sarkoplasma dan protein stroma. Ketiga jenis protein tersebut mudah mengalami kerusakan, yaitu terjadinya denaturasi, penggumpalan dan kemunduran mutu yang diakibatkan proses pengolahan. Denaturasi protein adalah suatu pengembangan rantai peptide atau sebagai suatu perubahan atau modifikasi struktur sekunder, tersier dan kuatener dari molekul protein tanpa terjadinya pemotongan ikatan kovalen. Denaturasi dapat diartikan sebagai proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofabik dengan ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul. Pencegahan denaturasi protein merupakan hal yang sangat penting dilakukan karena protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Salah satu cara untuk mencegah denaturasi protein adalah dengan melakukan pengolahan selalu dibawah 100C atau dengan menggunakan ikan yang kesegarannya tinggi Teknologi
pengolahan
surimi
meliputi
tahap-tahap
persiapan,
pengambilan daging, pembilasan (leaching), penyaringan, pengepresan, 33
pencampuran dan pembekuan. Skema/diagram alir pengolahan surimi yang umum dilakukan disajikan pada Gambar 3.
Pencucian
Penyiangan
Pengambilan daging
Pencucian (Leaching)
Air:daging=4:1 kadar garam 0,2-0,3% Pengulangan 3-4kali
Pengurangan kandungan air
Penambahan bahan tambahan makanan (gula 3% dan mono sodium tripoliposphat 0,2%)
Pengepakan
Pembekuan Gambar 3. Teknis penanganan dan pengolahan surimi (SNI 01-2694.2-1992)
2.5.2 Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap mutu surimi 1) Kadar lemak dan protein ikan. Menurut Suzuki (1981) dikatakan bahwa kadar lemak ikan menentukan elastisitas daging ikan karena partikel-partikel lemak terletak diantara molekul-molekul protein sehingga myosin sulit terekstrak keluar dan
34
menyebabkan terganggunya pembentukan gel. Ikan yang berlemak tinggi umumnya memiliki elastisitas yang rendah. Kandungan lemak ikan bervariasi tergantung pada jenis, umur, jumlah daging merah dan kondisi makanan. Kandungan lemak erat kaitannya dengan kandungan protein dan air. Ikan yang kandungan lemaknya rendah umumnya mengandung protein dalam jumlah cukup besar. Semakin besar kandungan protein, semakin tinggi kemampuan pembentukan gel. Tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging ikan, mengakibatkan ikan rentan mengalami ketengikan dibanding bahan pangan lainnya. Hasil analisis kandungan protein pada ujicoba pengolahan surimi dari ikan gindara adalah 13,14%, ikan cucut sebesar 16,59%, ikan pari sebesar 16,13% dan ikan campuran (kurisi, kuniran dan pisangpisang) sebesar 15,66%. Sesuai standar yang ditetapkan maka ikan cucut, pari dan campuran (kurisi, kuniran dan pisang-pisang) dapat digunakan sebagai bahan baku surimi dengan pemilihan tingkat kesegaran ikan yang tinggi. Data pada Lampiran 10 menunjukkan jenis ikan gindara kadar lemaknya melebihi standar yang ditetapkan dan kadar proteinnya kurang dari standar yang telah ditetapkan dalam SNI produk surimi (Lampiran 9). Penelitian Fitrial (2000), mengatakan bahwa kandungan lemak pada ikan cucut di bawah 0,5% dan kandungan protein lebih dari 15%, maka ikan cucut dapat digunakan sebagai bahan baku surimi. 2) Tingkat kesegaran ikan. Pembentukan gel dipengaruhi oleh protein ikan. Pada ikan yang kurang segar, proteinnya telah mengalami denaturasi sehingga produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang kurang kenyal dan mutu yang kurang baik. Protein ikan merupakan senyawa kimia utama dan merupakan bagian terbesar dari daging ikan disamping lemak dan air. Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan ikan dan protein ini bersifat larut dalam larutan garam. Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel terutama dari fraksi aktomiosin (Suzuki, 1981).
35
3) Jenis bahan baku ikan. Jenis ikan berdaging putih dan jenis ikan demersal secara umum baik untuk dibuat surimi. Dalam perkembangannya surimi dapat dibuat dari jenis-jenis ikan non ekonomis atau dari species ikan tropis yang merupakan ikan hasil tangkapan samping (by catch) sehingga memberikan nilai tambah pada ikan tersebut. Adanya perbedaan sifat dari setiap species ikan maka dimungkinkan untuk mencampur beberapa jenis ikan untuk mendapatkan sifat-sifat surimi yang baik. 4) Derajat keasaman (pH). Hidrasi aktomiosin tergantung pada pH. Hidrasi berangsur-angsung akan menguat dengan aktomiosin melarut sepenuhnya pada pH diatas 6,5. Kisaran pH optimum untuk menghasilkan gel yang baik adalah 6,5 – 7,5. Jika terjadi pemanasan pada pH kurang dari 6 akan dihasilkan gel yang rapuh dan kurang lentur (fragile) sedangkan pada pH 8 maka gel yang terbentuk tidak kompak. 5) Konsentrasi garam. Peran garam dalam proses pembentukan gel adalah sebagai bahan pelarut protein miofibril. Pada konsentrasi yang lebih tinggi maka miofibril akan terdehidrasi, selain itu garam juga berpengaruh terhadap rasa asin (penggunaan melebihi 3%). 6) Bahan tambahan makanan. Penambahan bahan krioprotektif berupa gula atau gula alkohol (sukrosa, glukosa dan sorbitol) bertujuan untuk mengurangi terjadinya denaturasi selama pembekuan dan untuk memperoleh sifat pembentukan gel. Ujicoba BBP2HP (2006) mengatakan bahwa surimi beku yang dibuat dari species ikan tropis dengan penambahan 3-5% gula dapat disimpan pada suhu -18 s/d -200C selama 3-6 bulan tanpa perubahan mutu yang berarti. Tujuan penambahan poliposphat
adalah
untuk
memperbaiki
atau
mencegah pengurangan air, menaikkan pH, meningkatkan elastisitas dan daya ikat pada daging ikan. Cara dan tujuan aspek teknis produksi surimi disajikan dalam Tabel 5 berikut. 36
Tabel 5.
Cara dan tujuan aspek teknis produksi surimi Proses
Metode
Tujuan Manual
Mekanik
IKAN BASAH Pencucian
Air + Es
Pembuangan kepala dan isi perut Pencucian
Air + Es
Pemisahan daging
Mendinginkan ikan
Wadah, ember
Rotary fish
Menghilangkan kepala dan isi perut
Pisau
Heading/Gutting machine
Menghilangkan sisa kontaminasi darah
Wadah, ember
Rotary fish washer
Memisahkan daging dari kulit dan tulang
Pisau, pinset, sendok
Meat bone separator
Leaching tank
HANCURAN DAGING Pembilasan 2–3 kali
Air + Es + 0,2 % garam (1:4)
Menghilangkan protein larut air, darah, lemak dan bau
Wadah, ember,
Pengurangan air
Menuang dan mengalirkan air, menekan keluar
Menghilangkan kotoran.
Kain kasa bahan nilon
Rotary sieve washer
Menghilangkan sisa kulit, tulang, sisik
–
Strainer
Pengaduk
LEACHED MEAT Penapisan Pencampuran
3-5% gula 0,2%poliposphat
Reduksi denaturasi protein dan meningkatkan daya ikat air
_
Grinder, silent cutter
Pengepakan
Dlm polietilen
Pengemasan
Dengan tangan
Filling machine
–
Contact plate freezer, air blast freezer
Pembekuan
o
–30 C
o
Suhu pusat –20 C (4-6 jam)
sumber : BBP2HP, 2006.
2.5.3 Teknologi pengolahan fish jelly product Bahan baku yang digunakan berupa lumatan daging ikan (mince) dari ikan segar atau surimi. Proses dasar pengolahan produk fish jelly adalah penggilingan
(grinding),
penggaraman,
pembentukan,
setting
dan
pemanasan. 37
1). Penggilingan Bahan baku digiling dengan grinder atau alat penggiling yang bertujuan untuk memecahkan serabut otot agar dapat meningkatkan ekstraksi protein larut garam. 2). Penggaraman Penambahan
garam
selama
proses
penggilingan
berfungsi
untuk
meningkatkan ekstrasi protein larut garam dan memberikan rasa asin pada produk akhir. Biasanya penambahan garam sebanyak 2-3% dari berat daging ikan, namun dapat ditingkatkan sampai 5% tergantung pada selera konsumen. Setelah penambahan garam baru dapat ditambahakan bahanbahan lain
untuk memberikan citra rasa. Di samping itu ditambahkan air
untuk memberikan tekstur yang lembut/halus.
3). Pembentukan (Setting) Setelah selesai terbentuknya sol dan telah berubah menjadi gel yang elastis, selanjutnya dilakukan proses setting yaitu pemanasan pada suhu 40°C selama 20 menit atau pada suhu ruang selama 2 jam atau pada suhu chilling satu malam. Setting yang dilakukan pada proses pembuatan bakso/fish cake secara tradisional biasa dilakukan dengan cara merendam dalam air, metoda ini digunakan untuk produk-produk yang cenderung berubah bentuknya jika dibiarkan diudara terbuka. 4). Pemanasan Pemanasan berfungsi untuk memasak dan sterilisasi produk. Proses pemanasan dilakukan pada suhu 90°C untuk mendapatkan produk dengan permukaan yang halus/lembut.. Pemanasan dilakukan hingga suhu pusat produk mencapai 80°C, waktu pemanasan sebaiknya cukup lama agar dapat menghancurkan bakteri yang ada. Sebagai contoh bakso dipanaskan pada suhu 90°C selama 20 menit.
38
2.6
Tinjauan Studi Terdahulu yang Relevan Beberapa
studi
terdahulu
telah
banyak
yang
membahas
permasalahan yang terkait dengan industri perikanan, antara lain Alhadar (1998) memformulasikan strategi industri pengolahan hasil yang membahas permasalahan
yang
terkait
dengan
industri
perikanan,
diantaranya
memformulasikan strategi industri pengolahan hasil perikanan di Kabupaten Maluku Utara, melalui metode analisis Strengths, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT) Hasil kajian menyatakan bahwa sarana prasarana dan potensi sumberdaya alam relatif mendukung, tetapi belum ada teknologi pengolahan yang memadai, serta terdapat keterbatasan modal untuk membangun industri pengolahan hasil perikanan laut dalam rangka memperluas
pasar.
Adapun
strategi
yang
direkomendasikan
adalah
diperlukan fokus pada kegiatan-kegiatan utama yang berpengaruh secara langsung pada proses perencanaan produksi. Sarinah (1999) melakukan kajian pengembangan industri pengolahan hasil perikanan laut di Sulawesi Tenggara dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) untuk menentukan produk unggulan di wilayahnya dan Analytical
Hierarchy
Process
(AHP)
untuk
menganalisa
strategi
pengembangan. Stategi pengembangan yang terpilih dari penelitian tersebut adalah pengembangan sarana dan prasarana untuk menunjang tujuan utama pengembangan industri pengolahan ikan, yaitu pengembangan teknologi agar diperoleh produk berkualitas tinggi. Hasil yang tidak jauh berbeda diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Atmanto (1999) yang melakukan kajian perencanaan pengembangan agroindustri perikanan rakyat di daerah Maluku. Besar potensi bahan baku yang tidak didukung dengan ketersediaan sarana prasarana mengakibatkan bahan baku tersebut tidak dapat dijadikan produk unggulan bagi Provinsi Maluku. Atmanto (1999) juga melakukan pengelompokan kecamatan dengan cluster analysis dimana kriteria yang digunakan meliputi (1) ketersediaan bahan baku, (2) ketersediaan tenaga, (3)jumlah industri kecil pengolahan, (4) aksesibilitas, (5) jumlah lembaga keuangan, dan (6) ketersediaan tenaga listrik.
39
Agustedi (1994) membuat model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut orientasi ekspor. Dalam hal ini produk yang menjadi bahan kajian adalah teri asin. Pada penilitian ini dirancang perangkat lunak Sistem Pengambilan Keputusan/SPK dengan model AGROSILA yang terdiri dari submodel pengadaan bahan baku dan perencanaan produksi (DAKUSI), submodel teknologi (TEKNO), sub model pembiayaan, kelayakan dan resiko usaha (PKRESIKU), sub model nelayan (NELAYAN), sub model mutu (MUTU), submodel produktivitas (PRITAS) dan submodel perkiraan harga (HARGA). Kajian lain yang terkait dengan bidang industri pengolahan hasil perikanan diantaranya dilakukan oleh Yuliyanthi (2004) yang membahas tentang pemilihan komoditas unggulan yang potensial untuk dikembangkan, penentuan produk unggulan dan analisis kelayakan produk terpilih serta penyusunan strategi pengembangan dari komoditas terpilih. Komoditas unggulan yang dihasilkan dari penelitian tersebut adalah bawang merah dengan produk unggulan adalah bawang goreng. Prioritas utama strategi pengembangan agroindustri komoditas unggulan adalah mempercepat agroindustri yang telah ada. Materi yang dibahas dalam penelitian Novenra (2003) adalah kondisi eksternal dan internal yang meliputi aspek bahan baku, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen operasional, aspek hukum, aspek lingkungan dan aspek finansial. Penelitian tersebut dibatasi pada tahap kelayakan pendirian industri penyamakan kulit ikan pari. Untuk menilai kelayakan finansialnya dengan kelayakan investasi pendirian industri penyamakan
kulit
ikan
pari
apakah
layak
atau
tidak
layak
untuk
dikembangkan. Dengan kondisi modal sendiri sebesar 40% dan modal pinjaman sebesar 60%. Total investasi yang diperlukan sebesar Rp. 903.628.000,- dan modal kerja selama 3 bulan sebesar Rp. 315.126.125,Dari hasil perhitungan kriteria investasi, NPV sebesar Rp. 125.296.550,-, discount factor 20%, Net b/c 1,76; IRR sebesar 25,2%; PBP selama 3,9 tahun merupakan waktu yang relatif singkat untuk pengembalian modal investasi. Rangkuman isi dari penelitian Oryzanty (2003) adalah Sistem Penunjang Keputusan untuk menentukan kapasitas bahan baku minyak pala, 40
kelayakan finansial usaha tani pala dan agroindustri minyak pala yang berbasis di daerah Bogor. Penelitian hanya difokuskan pada pengembangan industri minyak pala tidak termasuk pengembangan industri antaranya (intermediate industry). Hasil penelitian ini menunjukkan umur proyek 10 tahun usaha tani pala layak untuk dikembangkan dengan NPV sebesar Rp. 1.972.135,-; BEP sebesar Rp.44.589.650,-; B/C Ratio 2,97; IRR sebesar 18,5% dan PBP selama 7,48 tahun. Demikian pula terhadap agroindustri minyak pala layak untuk dikembangkan dengan NPV sebesar Rp. 880.533.521,-; BEP sebesar Rp. 4.539.002.486,-; B/C Ratio 1,09; IRR sebesar 33,78% dan PBP selama 5,44 tahun. Analisis kelayakan agroindustri pola
bagi
hasil
dengan
menggunakan
sisten
pembiayaan
syari'ah
menunjukkan bahwa untuk umur proyek 10 tahun, agroindustri minyak pala layak untuk dikembangkan dengan NPV sebesar Rp. 57.980.612,-; BEP sebesar Rp. 3.383.429.707,-; B/C Ratio 1,02; IRR sebesar 23,04% dan PBP selama 5,44 tahun. Kurniawan (2006) membahas sistem penunjang keputusan untuk pengembangan agroindustri komoditas perikanan di kabupaten Cirebon. Materi yang dibahas adalah menentukan komoditas perikanan unggulan berdasarkan nilai ekonomi dan permintaan industri, memberikan gambaran alternatif produk unggulan yang berasal dari komoditas perikanan unggulan, merancang model sistem pengambilan keputusan untuk pengembangan agroindustri komoditas perikanan di Kabupaten Cirebon. Penelitian ini menghasilkan rancangan paket program perangkat lunak komputer yang bernama SPK Perikanan yang terdiri dari sistem pengolahan terpusat, sistem manajemen basis data, sistem manajemen dialog dan sistem manajemen basis model. Sub model SPK Perikanan untuk pemilihan komoditas produk unggulan yang paling potensial adalah pengasinan ikan dan prioritas berikutnya adalah pengasapan ikan. Giyatmi
(2005),
membahas
sistem
pengembangan
agroindustri
perikanan laut di propinsi Jawa Tengah. Materi penelitian yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengkaji dan merumuskan cara pengelompokan wilayah pada
kawasan
pengembangan
dan
pusat
pertumbuhan
agroindustri
perikanan laut, mengidentifikasi dan merumuskan cara pemilihan komoditas 41
potensial dan produk unggulan agroindustri perikanan laut serta kelayakan usahanya dimasing-masing kawasan pengembangan, menyusun strategi pengembangan dan cara pemberdayaan kelembagaan agroindustri perikanan laut, mengembangkan alternatif model pengembangan agroindustri perikanan laut berbasis Sistem Penunjang Keputusan. Berdasarkan hasil penelitian maka produk unggulan agroindustri perikanan laut kota Pekalongan adalah ikan layang asin, untuk kabupaten Pati adalah ikan layang pindang dan untuk kabupaten Cilacap adalah ikan tuna kaleng. Berdasarkan analisis sensitivitas kelayakan finansial agroindustri ikan asin masih layak bila terjadi penurunan produksi sampai 55,56%, adanya kenaikan harga bahan baku tidak melebihi 3,63% atau harga produk turun sampai 3,06%. Usaha ikan pindang hanya layak bila penurunan produksi tidak lebih dari 55,34% kenaikan harga bahan baku maksimal 2,68% atau harga produk turun sampai 2,11%
2.7 Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System) Prinsip dasar Sistem Penunjang Keputusan (SPK). Menurut Turban (1990) konsep Sistem Penunjang Keputusan (SPK) muncul pertama kali pada awal tahun 1970-an oleh Scott-Morton. Mereka mendefinisikan SPK sebagai suatu sistem interakif berbasis komputer yang dapat membantu para pengambil keputusan dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak terstruktur. Dari definisi tersebut dapat diindikasikan empat karakteristik utama dalam SPK, yaitu : 1). SPK menggabungkan data dan model menjadi satu bagian. 2). SPK dirancang untuk membantiu para manajer (pengambil keputusan) dalam proses pengambilan keputusan dari masalah yang bersifat semi struktural (atau tidak terstruktur). 3). SKP lebih cenderung dipandang sebagai penunjang penilaian manajer dan sama sekali bukan untuk menggantikannya. 4). Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dari pengambil keputusan. 42
Definisi lain dari SPK menurut Minch dan Burns (1983) dalam Eriyatno (1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi informasi
dengan
para
pengambil
keputusan
sebagai
pemakainya.
Karakteristik pokok yang melandasi teknik SPK adalah : 1). Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan. 2). Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda. 3). Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang antara lain ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen. 4). Mempunyai kemampuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat. Dari beberapa definisi tentang SPK, maka SPK itu sendiri tak lepas dari perangkat komputer sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan pihak manajerial. Dengan membuat model yang menggunakan beberapa teknik pengambilan keputusan maka SPK dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Secara umum, SPK terdiri dari tiga komponen, yaitu : 1) Manajemen Data, termasuk didalamnya adalah database yang berisi data yang berhubungan dengan sistem yang diolah menggunakan perangkat lunak yang disebut sistem manajemen basis data. 2) Manajemen Model, yaitu paket perangkat lunak yang terdiri dari model finansial, statistikal, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang menyediakan kemampuan sistem analisis. 3) Subsistem Dialog, yaitu subsistem yang menghubungkan pengguna dengan perintah-perintah dalam SPK. Ketiga komponen tersebut merupakan bagian dari perangkat lunak dalam SPK. Pengembangan teknik penunjang keputusan melalui sistem ini ditujukan untuk membantu manajer pada proses pengambilan keputusan yang umumnya bersifat semi struktural. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dari pengambil keputusan. Efektivitas mencakup
43
identifikasi dari apa yang harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang dipilih relevan dengan tujuan. Penggunaan SPK diperusahaan-perusahaan bisnis, menurut Turban (1990), terutama dikarenakan oleh alasan sebagai berikut : 1) Perusahaan beroperasi di lingkungan ekonomi yang tidak stabil. 2) Perusahaan dihadapkan oleh masalah peningkatan kompetisi baik di dalam maupun luar negeri. 3) Perusahaan mengalami kesulitan dalam mengatasi banyaknya operasi bisnis. 4) Sistem komputer perusahaan yang ada tidak mendukung dalam peningkatan efisiensi dan keuntungan. SPK tidak hanya dimanfaatkan pada aktifitas bisnis tapi juga pada program pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional. SPK dalam aplikasinya dapat mencakup berbagai sektor, antara lain pertanian, perikanan, perdagangan, lingkungan hidup dan sebagainya. Dengan pendekatan ini maka permasalahan lintas sektoral dapat diselesaikan dengan komprehensif dan multi disiplin.
44
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) di beberapa daerah potensial penghasil bahan baku dan kegiatan pengolahan ikan di DKI Jakarta, kabupaten Cirebon, kabupaten Cilacap dan kabupaten SukabumiPelabuhanratu. Pemilihan lokasi memperhitungkan aspek geografis ; pantai utara dan selatan pulau Jawa. Penelitian dilaksanakan selama lebih kurang 6 bulan (April s/d September 2005). Alasan lain pemilihan lokasi ini didasarkan juga pada keberadaan para pengolah produk hasil perikanan dan potensi perikanan serta dilihat dari jenis, volume dan kontinuitas bahan baku relatif dapat mewakili kondisi wilayah pantai utara Jawa dan pantai selatan Jawa. Selain itu jenis ikan yang tertangkap dari laut utara Jawa dan laut selatan Jawa mempunyai jumlah spesies yang berbeda dan cara pengolahan yang berbeda pula.
3.2 Metode Penelitian Dalam rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan, jumlah dan kontinuitas komoditas perikanan sebagai bahan baku bagi kegiatan industri
menjadi faktor penting bagi keberlangsungan
industri/usaha yang akan dikembangkan. Komoditas perikanan tangkap beragam jenisnya, penanganan pasca panen juga beragam sehingga diperlukan pentahapan dalam proses pemilihan produk unggulan. Penentuan produk unggulan dimulai dengan menentukan jenis ikan yang kontinyu didaratkan di daerah penelitian dan belum dimanfaatkan secara optimal/belum diserap oleh industri pengolahan hasil perikanan skala besar namun mempunyai pangsa pasar yang luas. Untuk menentukan produk unggulan digunakan 7 kriteria yaitu akses pasar, kemampuan diversifikasi, nilai tambah, pemanfaatan limbah, teknologi, sumberdaya manusia dan daya serap pasar. Kriteria pemilihan komoditas, produk, pembobotan dan penilaian ditentukan oleh pakar/responden dalam
rentang nilai 1-5 sesuai kriteria yang telah ditetapkan untuk pemilihan komoditas potensial dan pemilihan produk unggulan.
3.2.1 Pemilihan komoditas potensial Ketersediaan bahan baku merupakan persyaratan mutlak yang diperlukan untuk menjamin keberlanjutan suatu kegiatan industri pengolahan termasuk industri perikanan. Bahan baku tersebut harus memenuhi persyaratan secara kuantitas maupun kualitas. Dalam pengembangan industri pengolahan hasil perikanan di suatu daerah komoditas potensial yang dimiliki oleh daerah tersebut perlu diperhatikan sehingga diharapkan persoalan bahan baku dapat diatasi. Data potensi/ikan yang didaratkan di suatu daerah juga dapat digunakan untuk perencanaan pengembangan produk di suatu wilayah. Pemilihan komoditas potensial di daerah penelitian ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut (1) volume jenis ikan yang didaratkan, (2) kontinuitas bahan baku, (3) pesaing pembeli terhadap jenis ikan tertentu, (4) kestabilan harga dan (5) mutu. Volume dan kontinuitas bahan baku merupakan faktor yang penting untuk keberlangsungan suatu industri karens jenis komoditas perikanan yang mempunyai kemampuan untuk dilakukan diversifikasi produk akan memperoleh nilai lebih besar jika dibandingkan dengan jenis ikan yang tidak mempunyai kemampuan diversifikasi. Pemilihan komoditas menggunakan metode perbandingan eksponensial dengan rentang skor 1-5. Pemilihan komoditas potensial ini diawali dengan penentuan jenis ikan yang sudah dimanfaatkan secara optimal atau sudah diserap oleh industri modern/eksportir. Jenis-jenis ikan/komoditas yang tersisa atau yang belum dimanfaatkan oleh industri modern selanjutnya menjadi alternatif komoditas unggulan yang berpeluang untuk dikembangkan menjadi produk yang bernilai tambah (added value) tinggi sebagai produk unggulan. 3.2.2 Pemilihan produk unggulan Proses penentuan produk unggulan dimulai dengan proses penentuan bahan baku potensial di setiap daerah penelitian guna memberikan gambaran awal dari jenis-jenis produk yang memungkinkan untuk dikembangkan. Bila
46
suatu daerah memiliki beberapa alternatif produk yang potensial untuk dikembangkan, maka harus dipilih jenis produk yang mampu memberikan nilai tambah yang tinggi berdasarkan berbagai kriteria. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan produk potensial dan produk unggulan industri pengolahan hasil perikanan adalah : (1) berasal dari jenis komoditas potensial, (2) akses pasar, (3) tingkat kemampuan untuk dilakukan diversifikasi, (4) nilai tambah terhadap produk, (5) nilai/manfaat limbah, (6) ketersediaan teknologi, (7) kesiapan sumberdaya manusia, (8) daya serap pasar, (9) penyerapan tenaga kerja. Proses pemilihan produk unggulan diawali dari komoditas potensial yang memiliki skor rataan geometri tertinggi. Langkah berikutnya adalah menetapkan jenis-jenis olahan dari masing-masing produk potensial. Responden di daerah penelitian memberikan skor untuk memilih Produk Potensial dengan kriteria akses pasar, kemampuan diversifikasi, tingkat nilai tambah dan nilai manfaat limbah. Langkah berikutnya adalah melakukan pemilihan produk unggulan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut (1) Teknologi (2) Sumberdaya Manusia (3) Daya serap pasar. Sebagai langkah terakhir untuk proses pemilihan Produk Unggulan adalah melakukan rekapitulasi skor dari produk potensial yang memiliki skor rataan geometri tertinggi. Dari rata-rata nilai yang diperoleh selanjutnya diambil skor tertinggi dari produk potensial dan ditetapkan sebagai Produk Unggulan di daerah/wilayah tertentu. Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui tahapan (1) identifikasi ikan hasil tangkapan yang kontinyu didaratkan di daerah penelitian selama tahun 2002-2006 (2) identifikasi jenisjenis ikan yang belum dimanfaatkan/belum diserap oleh Unit Pengolahan Ikan (UPI) skala besar/modern (3) melakukan analisis kelayakan finansial terhadap produk unggulan dengan rancangan Sistem Penunjang Keputusan (SPK) berbasis komputer dan (4) membuat rancangan model pengembangan usaha pengolahan produk unggulan.
47
3.3 Pengumpulan Data, Jenis dan Sumber data Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, seperti misalnya BPS, beberapa perusahaan/pengolah ikan dan instansi yang berhubungan dengan usaha pengolahan hasil perikanan. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pakar, kuesioner dan pengamatan langsung ke lokasi penelitian serta ujicoba yang dilakukan dalam rangka verifikasi. Kriteria Pemilihan Pakar. Pemanfaatan jenis-jenis ikan laut yang didaratkan didaerah penelitian namun belum dimanfaatkan secara optimal, diserap oleh para pengolah tradisional menjadi produk tradisional (ikan asin, pindang, asap, terasi dll) termasuk dijual segar untuk konsumsi langsung, Salah satu tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mencari alternatif produk bernilai tambah (value added product) dari jenis-jenis ikan yang belum dimanfaatkan oleh produsen eksportir. Dari latar belakang pemikiran tersebut, dipilih responden/pakar dengan kriteria sebagai berikut : 1) Pelaku usaha pada daerah penelitian yang mampu melihat potensi ikan yang didaratkan sebagai bahan baku sehingga dapat menghasilkan produk bernilai tambah yang tinggi dan memiliki permintaan yang baik 2) Pejabat dari instansi pemerintah yang berkompeten dalam pemanfaatan hasil perikanan dan pembinaan para nelayan dan pengolah ikan sehingga dalam pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan disuatu daerah selaras dengan arah kebijakan pemerintah pusat dan daerah. 3)
Luasnya wawasan dan kemampuan akademis dalam menganalisis potensi, teknologi dan peluang pasar serta mempunyai latar belakang sarjana khususnya sarjana perikanan.
Dalam memenuhi kebutuhan data, maka jenis data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
48
(1) Data teknis ( kapasitas industri, sarana dan prasarana, sumber bahan baku, teknologi, bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan) (2) Data kebijakan (peraturan-peraturan, rencana strategis) (3) Biaya produksi dan harga jual (4) Pendapat pakar tentang daya serap dan permintaan pasar. (5) Biaya tetap dan biaya tidak tetap. 3.4 Jenis dan Sumber data Untuk mencapai tujuan penelitian, maka jenis data dan sumber data yang diperoleh akan diperlihatkan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 6. No. 1.
2.
Jenis dan sumber data Jenis Data
Sumber Data
Data Primer 1. Identifikasi komponen industri pengolahan hasil perikanan 2. Analisis kebutuhan 3. Formulasi masalah
Responden (pakar) Responden (pakar) Responden (pakar)
Data Sekunder 1. Pangsa pasar 2. Standar mutu produk
Laboratorium dan UPI Badan Standardisasi Nasional ( BSN )
Cara Pemilihan Prioritas Komoditas Potensial dan Produk Unggulan Industri Pengolahan Hasil Perikanan. Penentuan prioritas komoditas potensial merupakan proses yang penting mengingat kontinuitas ketersediaan bahan baku dapat menjadi penentu keberlangsungan sebuah industri pengolahan. Di dalam penentuan jenis komoditas potensial untuk industri pengolahan hasil perikanan tangkap yang dikembangkan di tiap-tiap daerah penelitian didasarkan pada beberapa kriteria. Kriteria yang diperlukan dalam pemilihan komoditas potensial yang akan dikembangkan, berupa volume produksi/ikan yang didaratkan, kontinuitas bahan baku, mutu, nilai ekonomis bahan baku, jenis ikan yang belum diserap oleh industri modern, pesaing pembeli dan stabilitas harga bahan baku.
49
Untuk penentuan Produk Unggulan pada industri pengolahan hasil perikanan digunakan kriteria-kriteria antara lain akses pasar, kemampuan diversifikasi produk, tingkat nilai tambah, tingkat pemanfaatan limbah, ketersediaan teknologi, pemenuhan tenaga kerja (SDM) dan permintaan/daya serap pasar. Alternatif produk unggulan merupakan kombinasi antara jenis ikan/komoditas potensial dengan jenis olahan yang memiliki nilai tambah paling tinggi ditiap-tiap daerah penelitian. Pembobotan dan penilaian untuk masingmasing kriteria menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Perumusan Kelayakan Finansial Industri Pengolahan Hasil Perikanan. Pengambilan keputusan untuk pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan tangkap utamanya dilakukan melalui perhitungan kelayakan finansial dengan kriteria-kriteria kelayakan seperti asumsi dan koefisien, investasi, penyusutan dan pemeliharaan alat, biaya tetap, biaya tidak tetap, modal kerja dan pendanaan serta perkiraaan arus uang. Analisis kelayakan finansial menggunakan formulasi Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP). NPV, Net B/C dan PBP dihitung dengan rumus sebagai berikut (Kadariah, et al.,1978) Net Present Value (NPV): n NPV =
(Bt-Ct)
-------------- - Ko t = 1 (1 + i)t
Keterangan : Bt
=
benefit bruto proyek pada tahun ke – t
Ct
=
biaya bruto proyek pada tahun ke – t
n
=
umur ekonomis proyek
i
=
tingkat bunga modal (persen)
t
=
periode/tahun
Ko
=
investasi awal (Initial Investment)
B
50
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) : n
Bt
------------------t=1 (1 + i)t Net B/C = ----------------------------------------n Ct
Keterangan Bt =
t=1 :
------------------ + Ko (1 + i)t
benefit bruto proyek pada tahun ke – t
B
Ct
=
biaya bruto proyek pada tahun ke – t
n
=
umur ekonomis proyek
i
=
tingkat bunga modal (persen)
t
=
periode/tahun
Ko
=
investasi awal (Initial Investment)
Pay Back Period (PBP) :
PBP = t2 -
NPV2 ( t2 - t1) NPV2 – NPV1
Keterangan
:
NPV1
=
Nilai NPV Komulatif Negatif
NPV2
=
Nilai NPV Komulatif Positif
t1
=
tahun umur proyek yang memiliki NPV komulatif negatif
t2
=
tahun umur proyek yang memiliki NPV komulatif positif
3.5 Analisis Data Pendekatan Sistem Pendekatan sistem dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang melibatkan banyak komponen.
Permasalahan yang diselesaikan dengan
pendekatan system harus memenuhi kriteria (menurut Eriyatno, 2003) sebagai berikut :
51
1) Komplek, dalam arti interaksi antar elemen cukup rumit. 2) Dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan kemasa depan. 3) Probabilistik, dalam arti diperlukannya fungsi peluang dalam kesimpulan maupun rekomendasi. Pengembangan industri pengolahan hasil perikanan sebagai suatu sistem usaha
akan melibatkan banyak komponen dan tingkat kompleksitas tinggi
sehingga untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek diperlukan pendekatan sistem, dengan tahapan sebagai berikut : Analisis Kebutuhan. Berdasarkan kajian pustaka dan kajian di lapangan sebagai pengamatan awal, maka didapat 6 pelaku yang berperan sebagai stakeholders sebagai berikut : (1) Pelanggan, yaitu konsumen dari olahan produk perikanan baik kelompok maupun perorangan, baik dalam negeri maupun luar negeri. (2) Pemasok, yaitu pihak luar pengolah ikan (produsen) yang menjadi rekanan guna memenuhi kebutuhan bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan serta peralatan penunjang. (3) Pemilik, yaitu perorangan atau kelompok usaha atau orang-orang yang memiliki saham (modal) terhadap usaha pengolahan produk perikanan. (4) Masyarakat, yaitu orang-orang yang hidup (bertempat tinggal) disekitar lokasi kegiatan pengolahan produk perikanan yang secara tidak sadar kehidupan mereka sehari-harinya terpengaruh oleh kegiatan pengolahan produk perikanan. (5) Karyawan, yaitu orang-orang yang terlibat bekerja secara langsung dalam kegiatan usaha pengolahan produk perikanan. (6) Pemerintah, yaitu pemerintah pusat maupun daerah (dinas-dinas) yang mempunyai keterkaitan dengan usaha pengolahan produk perikanan baik secara langsung maupun tidak langsung.
52
Tabel 7. Analisis kebutuhan para pelaku dengan kebutuhannya No.
Pelaku
Kebutuhan • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
1.
Pelanggan (konsumen)
2.
Pemasok
3.
Pemilik Industri
4.
Masyarakat
5.
Karyawan
6.
Pemerintah Daerah
• • • •
7.
Pemerintah Pusat
• • • •
Harga terjangkau dan stabil. Hasil produksi yang berkualitas. Ketepatan dan kecepatan penyediaan produk. Ketepatan waktu pembayaran. Peningkatan kebutuhan bahan baku. Harga bahan baku yang layak dan stabil. Kontinuitas permintaan bahan baku. Kebanggaan atau image perusahaan. Kelangsungan usaha. Jaminan ketersediaan bahan baku. Profit usaha meningkat. Peningkatan produktivitas dan efisiensi. Jaminan pasar. Ketersediaan modal usaha. Tingkat suku bunga dan nilai tukar bersaing. Lowongan pekerjaan. Tidak mencemari lingkungan. Kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Gaji yang layak. Jaminan keamanan & keselamatan kerja. Jaminan hari tua dan asuransi. Jenjang karir yang pasti. Coorporate culture yang kondusip dan kekeluargaan. Peningkatan pendapatan daerah. Tidak mencemari lingkungan. Dapat menyerap tenaga kerja lokal. Pematuhan terhadap peraturan perundangan di bidang Pengolahan Produk Hasil Perikanan. Peningkatan penyerapan tenaga kerja secara nasional. Peningkatan konsumsi ikan perkapita. Peningkatan penerimaan negara. Peningkatan ekspor produk perikanan.
53
Permodelan Sistem 1. Arsitektur Model SPK Perikanan Arsitektur model merupakan rancangan awal dalam membuat suatu model Sistem Penunjang Keputusan (SPK). Model sistem penunjang keputusan dalam pengembangan industri pengolahan hasil perikanan dirancang dan dibuat dalam suatu paket program komputer yang diberi nama SPK Perikanan. Model ini terdiri dari tiga sub model, yaitu sub model pemilihan alternatif komoditas unggulan (sub model I), sub model pemilihan produk unggulan (sub model II), dan sub model analisa kelayakan finansial (sub model III). Rancangan model SPK Perikanan dapat dilihat pada Gambar 5.
SPK Perikanan
Komoditas Perikanan
Pemilihan Komoditas potensial
Pemilihan Produk Unggulan
Analisa Finansial
Komoditas potensial
Produk Unggulan
Kelayakan Finansial
Sub Model I
Sub Model II
Sub Model III
Gambar 4. Arsitektur Model SPK Perikanan
2. Diagram Alir Model SPK Perikanan Model SPK Perikanan dirancang menggunakan perangkat Microsoft Visual Basic 6.0, Formula One Workbook Designer dan didukung oleh Adobe Photosop 7.0 untuk desain tampilan.
54
SPK Perikanan secara umum dapat digambarkan dengan sebuah diagram alir deskriptif yang terdiri dari bentuk masukan dan keluaran program serta alur program secara keseluruhan. Secara garis besar program SPK Perikanan menggunakan beberapa metoda, diantaranya: metoda pembobotan berdasarkan mutu bahan baku, ketersediaan bahan baku, harga stabil dan pesaing pembeli jenis ikan sebagai bahan baku untuk penyaringan alternatif komoditas perikanan potensial dengan menggunakan teknik MPE untuk penentuan alternatif produk perikanan yang paling potensial, serta metode analisa finansial yang digunakan untuk mengetahui parameter kelayakan industri pengolahan hasil perikanan. Rancangan atau arsitektur model SPK Perikanan terdiri dari tiga sub model. Pada Sub Model Pemilihan Alternatif Komoditas Unggulan terdapat input data komoditas perikanan yang akan dipilih berdasarkan volume produksi, akses pasar, tingkat kemampuan dilakukan diversifikasi produk, nilai tambah dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan untuk mendapatkan komoditas unggulan. Output dari Sub Model Pemilihan Alternatif Komoditas Unggulan adalah komoditas perikanan terpilih yang akan diolah menjadi produk unggulan di suatu daerah. Komoditas perikanan terpilih tersebut menjadi input pada Sub Model Pemilihan Produk Unggulan. Yang dimaksud dengan komoditas perikanan terpilih adalah berasal dari jenis ikan potensial yang belum diserap oleh industri modern. Pada sub model ini data diolah dengan menggunakan teknik MPE. Setelah mendapatkan potensi produk unggulan, maka langkah selanjutnya pada model SPK Perikanan adalah melakukan analisis kelayakan finansial produk unggulan terpilih.
55
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 1) Kabupaten Cilacap. Kabupaten Cilacap mempunyai luas wilayah 2.138 km2 dan merupakan daerah terluas di antara 35 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap terbagi dalam 24 Kecamatan, 11 Kecamatan di antaranya memiliki wilayah pantai. Kabupaten Cilacap berpenduduk 1.641.849 jiwa pada tahun 2003. Potensi industri besar di Cilacap adalah kilang bahan bakar minyak Pertamina, pabrik semen, industri pupuk, biji coklat, bahan karet, tepung terigu, benang tenun, penggergajian kayu dan pasir besi serta sentra industri jamu tradisional, pertanian, perkebunan rakyat dan pariwisata. Potensi kelautan di Kabupaten Cilacap relatif besar, dengan garis pantai ± 201,9 km dan yang berbatasan langsung dengan Samudara Hindia ± 80 km. Potensi perikanan pantai 56.380 ton, dan pada tahun 2001 baru dimanfaatkan sebesar 29.841 ton (52,9%). Potensi perikanan lepas pantai 852.600 ton dan baru dimanfaatkan sebesar 13.508,9 ton (1,6%) ( Diskanlut Kab. Cilacap, 2004). Daerah penangkapan meliputi perairan teluk penyu, teluk panandaran dan selatan Yogyakarta sampai Pacitan. Luas daerah penangkapan ± 5.200 km2. Jumlah nelayan di Kabupaten Cilacap ± 21.348 orang. Sarana dan prasarana penangkapan yang terdapat di Kabupaten Cilacap adalah Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap dengan kapasitas 250 kapal, tempat pelelangan ikan sebanyak 11 unit (6 TPI Provinsi dan 5 TPI Kabupaten), pabrik es dengan kapasitas 236 ton sebanyak 5 unit, cold storage kapasitas 75 ton sebanyak 3 unit, serta kawasan industri dan zona pengembangan seluas 16,81 ha. Armada penangkapan sebanyak 4.538 buah yang terdiri dari motor tempel 1.139 unit, perahu tanpa motor 649 unit, kapal motor 2.635 unit dan kapal longline 115 unit (Diskanlut Kab. Cilacap, 2003). Pengolahan pasca panen produksi hasil perikanan di kabupaten Cilacap dengan menggunakan teknologi modern dan tradisional. Daerah pemasaran produk yang dihasilkan adalah pasar
lokal sampai ekspor. Jumlah pengolah yang menggunakan teknologi modern sebanyak 11 perusahaan, sedangkan secara tradisional yang dikelola oleh Kelompok Tani Wanita nelayan dan perorangan sebanyak 28 buah. Hasil
pengolahan
produksi
perikanan
secara
modern
umumnya
merupakan produk ekspor, di antaranya produk beku seperti tuna, udang, keong, dan layur; produk kering/asin seperti ubur-ubur, teri,dan ebi; serta produk kaleng dari ikan cakalang dan tuna. Negara tujuan utama ekspor produk perikanan Cilacap adalah Amerika Serikat, Jepang dan China. Jenis ikan dan udang tertentu untuk komoditas ekspor, tidak diolah di Cilacap, tetapi diolah di luar daerah seperti Jakarta, sehingga mengakibatkan berkurangnya peluang lapangan kerja bagi warga Cilacap dan berkurangnya pendapatan asli daerah. Tabel 8. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan kabupaten/kota di pantai utara dan selatan Provinsi Jawa Tengah (2002 – 2006)
No I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 II 1 2 3 4
Kabupaten/kota Pantai Utara Jawa Kabupaten Brebes Kabupaten Tegal Kota Tegal Kabupaten Pemalang Kabupaten Pekalongan Kota Pekalongan Kabupaten Batang Kabupaten Kendal Kota Semarang Kabupaten Demak Kabupaten Jepara Kabupaten Pati Kabupaten Rembang Pantai Selatan Jawa Kabupaten Wonogiri Kabupaten Purworejo Kabupaten Kebumen Kabupaten Cilacap
2002
2003
Jumlah (ton) 2004
2005
2006
3.742,80 845,30 34.513,30 11.279,80 2.163,90 53.161,90 17.656,90 1.111,40 331,60 1.181,50 2.206,10 59.889,30 78.825,70
5.269,60 1.106,90 29.564,40 9.925,20 1.978,90 62.008,90 11.863,60 1.055,20 174,30 1.208,60 3.729,80 63.457,20 32.370,70
3.794,80 554,70 28.893,90 11.465,30 2.062,30 65.478,20 12.468,10 1.270,04 125,50 2.300,70 4.454,20 62.941,80 38.941,80
4.376,00 341,10 23,52 12.821,00 1.751,70 47.965,00 12.048,90 1.569,40 36,80 1.918,10 5.813,10 34.895,10 37.228,90
1.774,40 493,90 20.816,10 14.471,80 1.842,70 34.641,90 20.293,40 1.064,30 67,80 1.091,30 5.740,80 22.479,80 40.575,50
63,10 5.349,80 8.944,60
201,60 4.180,00 8.140,10
19,60 26,40 1.168,40 8679,7
19,30 19,00 918,00 7.616,00
20,00 30,60 1.397,60 11.180,10
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Tengah
57
2) Pelabuhanratu - Kabupaten Sukabumi Visi dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Sukabumi adalah : mewujudkan dinas Kelautan dan Perikanan sebagai fasilitator yang akomodatif dalam upaya pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang produktif. Misi dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Sukabumi adalah memfasilitasi pemanfaatan dibidang kelautan dan perikanan yang berorientasi pasar yang didukung sarana, prasarana dan teknologi tepat guna melalui pemberdayaan kelompok nelayan dan pembudidaya ikan yang dinamis dan inovatif. Kebijakan umum pembangunan Kelautan dan Perikanan di kabupaten Sukabumi meliputi 1) pengembangan potensi kelautan dan perikanan, 2) peningkatan Infrastruktur/sarana dan prasarana, 3) penanggulangan kemiskinan (peningkatan pendapatan nelayan dan pembudidaya) dan 4) pengembangan sumberdaya manusia Potensi keragaan perikanan kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut : budidaya air tawar meliputi sawah perikanan 31.001 ha, kolam air tenang 6.684 ha, kolam air deras 343 ha, keramba 50 ha dan jaring apung 10 unit. Budidaya air payau (tambak) seluas 1.400 ha. Penangkapan perairan umum terdiri dari perairan rawa 35 ha, sungai 747,5 km, situ 149,6 buah dan waduk seluas 1.400 ha, sementara jumlah RTP dan RTBP sebanyak 25.945 orang. Potensi keragaan kelautan kabupaten Sukabumi meliputi panjang pantai 117 km, kewenangan daerah 4 mil laut tersebar di 9 kecamatan pesisir (51 desa pesisir), potensi lestari 14.592 ton/th, armada tangkap 1.173 unit, alat tangkap 2.039 unit, Pelabuhan Perikanan 1 unit , Pangkalan Pendaratan Ikan 1 unit dan Tempat Pelelangan Ikan 6 unit.
58
Tabel 9.
Produksi dan nilai hasil perikanan menurut kabupaten/kota di pantai selatan Provinsi Jawa Barat tahun 2004
No
Kab / Kota Areal Produksi
1
Penangkapan di laut Tonase Nilai (Rp) Budidaya tambak Tonase Nilai (Rp) Budidaya kolam Tonase Nilai (Rp) Budidaya karamba Tonase Nilai (Rp) Budidaya Sawah Tonase Nilai (Rp) Kolam Air Deras Tonase Nilai (Rp) Jaring Apung Tonase Nilai (Rp) Perairan Umum Tonase Nilai (Rp)
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah Tonase Jumlah Nilai (Rp)
Pantai Selatan Jawa Tasikmalaya Garut Cianjur
Ciamis
Sukabumi
1,667 16,707,670
283 2,424,300
7,348 40,473,875
148 787,100
787,100 44,315,409
77 3,509,000
20 86,700
28 199,900
97 1,403,100
133 4,541,000
10,110 93,096,980
16,400 117,577,000
14,516 140,811,601
10,452 51,665,325
18,028 108,135,130
54 596,625
0.26 2,600
5,106 15,201,375
11,565 67,068,930
34 352,500
3,850 37,914,000
7,170 55,269,450
78 958,500
85 505,200
330 1,767,120
18 14,300
993 3,178,560 24,057 83,902,725
12 71,670
123 894,222
531 206,744
559 3,629,390
852 6,556,595
384 1,040,000
12,106 114,624,773
21,168 158,507,731
29,951 238,522,505
40,712 69,057,752
818,214 227,239,413
3) DKI Jakarta. Propinsi
DKI
Jakarta
sebagai
ibukota
negara
merupakan
pusat
pemerintahan, perekonomian, politik dan pusat berbagai aktifitas lainnya. Pembangunan di bidang perikanan dan kelautan dari waktu kewaktu semakin terdesak oleh pembangunan fisik kota dan isu lingkungan. (1). Keadaan Umum Wilayah Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut terletak pada posisi 6012’ Lintang Selatan dan 106048; Bujur Timur. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 tahun 1989 luas wilayah DKI Jakarta berupa daratan 661.52 km2 dan berupa lautan 6.977,5 km2, dengan lebih dari 110 buah pulau yang tersebar di kepulauan seribu, sekitar 27
59
buah sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan. Di sebelah Utara membentang pantai dari Barat sampai ke Timur sepanjang lebih kurang 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah kanal. Sungai-sungai yang melintasi wilayah Jakarta antara lain sungai Ciliwung, Cisadane, kali Pesanggrahan, kali Angke, kali Grogol, kali Sunter, kali Cakung, kali Cipinang dan kali Krukut. Visi Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta adalah terwujudnya masyarakat sejahtera melalui pengelolaan sumber daya peternakan, perikanan dan kelautan yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan. Visi tersebut mengandung arti bahwa dinas peternakan, kelautan dan perikanan propinsi DKI Jakarta tidak hanya menjalankan fungsi peternakan, perikanan dan kelautan yang secara tradisional menyediakan layanan penyediaan produk peternakan, perikanan dan kelautan, tetapi juga dapat mewujudkan Jakarta sebagai kota jasa, sentra pemasaran regional, pengolahan, produksi serta pintu gerbang ekspor dan impor hasil peternakan, perikanan dan kelautan. Selain itu produk perikanan laut dapat mendorong terwujudnya Jakarta sebagai sentra pengolahan, produksi dan pintu gerbang ekspor. Misi dinas meliputi peningkatan ketahanan dan keamanan pangan yang bersumber dari hewan dan ikan serta melakukan penataan dalam pengelolaan sumberdaya peternakan. perikanan dan kelautan. (2). Tujuan Strategis Tujuan strategis meliputi penyediaan bahan pangan hewani yang aman sehat, halal dan cukup bagi masyarakat, peningkatan pendapatan usaha bidang peternakan.
perikanan
dan
kelautan,
memberdayakan
usaha
ekonomi
kerakyatan, meningkatkan kualitas lingkungan sumberdaya dan terwujudnya peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
(3). Arah Kebijakan Arah kebijakan dinas peternakan, perikanan dan kelautan adalah mendorong tumbuhnya model peternakan kota yang ramah lingkungan serta
60
mengembangkan sistem distribusi produk peternakan yang dapat menjamin penyediaan gizi bagi masyarakat Jakarta. Selain itu kebijakan diarahkan untuk mendorong perkembangan usaha perikanan yang lebih efisien, produktif dan bernilai tambah serta mengurangi berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi nelayan.
4) Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 986,0 km2 merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian Timur dan merupakan batas sekaligus sebagai pintu gerbang antara Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Letak geografisnya antara 104032’ - 108049’ bujur Timur dan 060 - 00’- 070 - 00’ lintang Selatan dengan batas administrasif sebelah Utara Kota Cirebon dan Laut Jawa, sebelah Timur Kabupaten Brebes, sebelah Selatan Kabupaten Kuningan dan sebelah Barat Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu. Iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alam yang sebagian besar terdiri dari daerah pantai terutama bagian Utara, Timur dan Barat, sedangkan di sebelah Selatan adalah daerah perbukitan. Menurut Schmidt dan Ferguson (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2005), Kabupaten Cirebon termasuk kategori tipe C dan D dengan jumlah curah hujan rata-rata per tahun berkisar antara 1000 – 3000 mm. Jumlah curah hujan tertinggi terdapat di bagian Tengah dan Selatan yaitu daerah perbukitan di kaki gunung Ciremai. Kabupaten Cirebon terletak pada ketinggian antara 0–130 m di atas permukaan laut dan dibedakan menjadi dua bagian yaitu daerah dataran rendah yang terletak di sepanjang pantai Utara Jawa antara lain: Kecamatan Gegesik, Kecamatan Amarangun, Pangeran, Brecon Utara, Brecon Barat, Cemanarang, Sumber, Karangsembung, Babakan Ciledug dan Losari; sedangkan Kecamatan lainnya termasuk pada daerah dataran sedang dan tinggi. Kabupaten Cirebon merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang mempunyai luas wilayah terkecil kedua setelah Kabupaten Purwakarta tetapi mempunyai jumlah penduduk yang relatif besar. Jumlah penduduk tahun 2003
61
sebanyak 1.976. 947 jiwa. terdiri atas laki-laki 990.493 jiwa dan perempuan 986.454 jiwa. Potensi Perikanan dan Kelautan, meliputi sumberdaya manusia terdiri dari petugas perikanan 57 orang, nelayan 21.754 orang, pembudidaya tambak 6.977 orang, pembudidaya kolam 4.503 orang, pembudidaya disawah/ minapadi 120 orang, penangkap ikan perairan Umum 279 orang, pembudidaya ikan kolam air deras 3 orang, pengolah / pedagang ikan 505 orang, kelompok nelayan 50 orang, kelompok pembudidaya tambak 38 orang, kelompok pembudidaya air tawar 61 orang, kelompok pembudidaya kerang hijau 6 orang dan kelompok pengolah 28 orang Potensi Sumberdaya Alam (SDA) meliputi panjang pantai 54 km, areal tambak 7.500
ha, luas areal kolam 784 ha, luas sawah/minapadi 8.623 ha,
panjang sungai 1.200,5 km, luas sungai 2.450 ha, luas waduk 244 ha, luas situ 5 ha, luas bekas galian 3 ha, luas embung geongan 4 ha dan luas galian astapada 0,8 ha. Visi Perikanan dan Kelautan yang maju, tangguh, lestari dan memberikan kemakmuran, sedangkan misinya adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
perikanan
dan
kelautan
serta
mengoptimalkan
pemanfaatan
sumberdaya perikanan dan kelautan dengan teknologi maju, berwawasan lingkungan, berbudaya industri, berorientasi bisnis dan berbasis pedesaan. Meningkatkan pelayanan dan pembinaan yang prima, melaksanakan pengadaan sarana dan prasarana usaha perikanan dan kelautan yang dibutuhkan. Kebijakan Pembangunan Perikanan dan Kelautan Upaya meningkatkan pembangunan perikanan dan kelautan di Kabupaten Cirebon yaitu dengan jalan peningkatan produksi dan produktivitas usaha perikanan dan kelautan. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan dengan sasaran yang ditempuh antara lain : 1) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perikanan dan kelautan dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berwawasan lingkungan serta meningkatkan nilai tambah produksi hasil perikanan dan kelautan.
62
2) Meningkatkan penyediaan dan distribusi bahan pangan komoditas perikanan dan kelautan dalam rangka meningkatkan kualitas konsumsi dan gizi masyarakat. 3) Meningkatkan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. 4) Mendorong dan meningkatkan pertumbuhan industri di dalam negeri melalui penyediaan bahan baku dan peningkatan penyerapan devisa. 5) Meningkatkan kelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan. Tabel 10. Produksi dan nilai hasil perikanan menurut kabupaten/kota di pantai utara Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 No 1 1
2
3
4
5
6
7
8
Kab / Kota Areal Produksi 2 Penangkapan di laut Tonase Nilai (Rp) Budidaya tambak Tonase Nilai (Rp) Budidaya kolam Tonase Nilai (Rp) Budidaya karamba Tonase Nilai (Rp) Budidaya Sawah Tonase Nilai (Rp) Kolam Air Deras Tonase Nilai (Rp) Jaring Apung Tonase Nilai (Rp) Perairan Umum Tonase Nilai (Rp)
Jumlah Tonase Jumlah Nilai (Rp)
Bekasi 3
Karawang 4
Pantai Utara Jawa Subang Indramayu 5 6
Cirebon 7
1,612 14,355,700
10,163 41,946,400
17,968 144,967,950
66,789 527,455,035
44,930 44,930
6,577 1,043,792,511
29,517 345,554,566
11,018 40,865,900
19,791 4,656,506,491
3,349 86,069,097
276 1,777,327
1,763 10,927,700
2,547 4,383,000
4,290 29,797,400
1,176 86,069,097
21 101,236
329 3,707,368
3,003 13,215,000
4 78,000
177 1,072,774
1,105 790
560
549
1,105
149
37,702
2,409,200
2,203,810
21,010,172
441,340
9,275 1,060,027,564
42,333 402,136,594
35,262 204,505,173
91,976 5,213,760,031
49,607 172,261,273
4.2 Pemilihan Komoditas Potensial Pemilihan komoditas potensial dalam penelitian ini didasarkan pada pertimbangan jenis-jenis ikan yang kontinyu didaratkan di daerah penelitian,
63
selanjutnya memilih jenis ikan yang belum diserap industri modern/eksportir dan volume ikan yang didaratkan secara terus menerus (kontinyu) dari tahun 20022006 dalam jumlah rata-rata minimal 30.000 kg/jenis ikan/tahun. Dengan 300 hari kerja/tahun maka diperoleh rata-rata 100 kg/hari kerja untuk mencukupi kebutuhan bahan baku sebuah usaha pengolahan hasil perikanan ditingkat usaha kecil. Jenis ikan yang belum diserap industri modern yang biasa dimanfaatkan oleh pengolah tradisional sebagai bahan baku pengolahan produk tradisional seperti ikan asin, ikan asap, dendeng ikan, pindang ikan.
1) Pemilihan komoditas potensial Kabupaten Cilacap. Berdasarkan hasil penilaian responden, jenis-jenis ikan yang belum diserap oleh industri pengolahan modern dari Kabupaten Cilacap adalah ikan campuran (multi species), cucut, gulamah/tigawaja, pari dan manyung. Berdasarkan 5 jenis ikan/komoditas tersebut selanjutnya ditentukan komoditas potensial dengan rataan geometri. Nilai rataan geometri tertinggi akan menjadi pilihan komoditas potensial. Proses pemilihan komoditas potensial Kabupaten Cilacap dimulai data jenis ikan yang didaratkan secara kontinyu di Kabupaten Cilacap selama 5 tahun terakhir ( tahun 2002-2006) seperti pada Tabel 11. Tabel 11. Produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan di Kabupaten Cilacap (2002 – 2006) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jenis Ikan bawal hitam bawal putih Cakalang Cucut
gulamah/tigawaja ikan campuran Layur Lemuru Manyung Pari Rebon Tengiri Tongkol tuna besar udang dogol udang jerbung
2002 21.100 44.600 2.500.700 397.800 74.600 1.287.900 35.200 209.600 39.900 48.700 759.606 82.000 164.800 1.666.000 247.600 417.000
Volume Produksi (kg) 2003 2004 2005 2006 1.400 32.100 33.200 1.200 29.900 42.400 26.000 61.600 3.756.200 2.068.100 982.100 4.532.800 209.300 121.800 140.400 182.500 46.300 313.900 344.700 394.200 838.000 1.986.800 818.400 1.535.600 180.300 117.300 55.600 34.700 14.200 54.300 8.600 18.900 75.500 150.400 655.100 103.100 26.900 49.900 45.700 72.600 628.107 882.927 675.178 1.344.884 62.700 75.700 52.100 52.100 78.100 284.000 241.800 80.700 675.900 616.500 1.207.000 1.253.400 116.100 403.300 110.100 90.800 190.200 247.200 191.800 280.400
64
Data jenis ikan yang kontinyu didaratkan di kabupaten Cilacap selanjutnya dilakukan ranking berdasarkan nilai ekonomi dari perkalian antara volume ikan dengan harga ikan seperti terlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Kabupaten Cilacap No
Jenis Ikan
1 udang jerbung
Volume rata-rata (kg) 265.320
Harga (Rp/kg) 55.230
Nilai Ekonomi (Rp) 14.653.623.600
2 tuna besar
1.083.760
8.897
9.642.212.720
3 cakalang
2.767.980
2.763
7.647.928.740
193.580
23.864
4.619.593.120
1.293.340
2.233
2.888.028.220
6 rebon
858.140
3.264
2.800.970.266
7 tongkol
169.880
7.324
1.244.201.120
8 gulamah/tigawaja
234.740
4.850
1.138.489.000
40.900
25.068
1.025.281.200
10 cucut
210.360
4.839
1.017.932.040
11 manyung
204.800
4.218
863.846.400
12 tengiri
64.920
12.415
805.981.800
13 layur
84.620
4.597
388.998.140
14 bawal hitam
17.800
12.503
222.553.400
15 pari
48.760
3.299
160.859.240
16 lemuru
61.120
1.857
113.499.840
4 udang dogol 5 ikan campuran
9 bawal putih
Dari jenis ikan yang telah mengalami ranking berdasarkan nilai ekonomi tersebut, selanjutnya dilakukan pemilihan jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar/industri skala ekspor. Jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar ini adalah jenis ikan yang selama ini dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional untuk diolah menjadi ikan asin, kering, asap, kerupuk dan lain-lain seperti terlihat pada Tabel 13.
65
Tabel 13. No.
Serapan industri dari produksi perikanan Cilacap
Skala Prioritas Komoditas Menurut Nilai Ekonomi
Komoditas yang diserap Industri Modern
Komoditas yang Tidak diserap Industri Modern
1
udang jerbung
udang jerbung
2
Rebon
rebon
3
Cakalang
cakalang
4
tuna besar
tuna besar
5
bawal putih
bawal putih
6
udang dogol
udang dogol
7
Lemuru
lemuru
8
Tengiri
tengiri
9
bawal hitam
bawal hitam
10
ikan campuran
ikan campuran
11
Cucut
cucut
12
Layur
layur
13
Tongkol
tongkol
14
gulamah/tiga waja
gulamah/tiga waja
15
Pari
pari
16
Manyung
manyung
Langkah selanjutnya adalah pemilihan komoditas potensial. Pemilihan dimulai dengan melihat Jenis/komoditas yang belum diserap industri besar selanjutnya oleh responden dilakukan penilaian dengan mengunakan kriteria mutu, ketersediaan bahan baku, harga dan pesaing ditingkat pembeli terhadap jenis ikan yang belum diserap industri modern/industri besar. Nilai/skor yang dihasilkan selanjutnya dihitung berdasarkan rataan geometri dan jenis ikan yang memiliki nilai dengan rataan geometri tertinggi nenjadi komoditas potensial, seperti terlihat pada Tabel 14.
66
Tabel 14. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern
No.
Komoditas Yang Belum Diserap UPI
Skor Komoditas Potensial 1 - 5
1
ikan campuran
5
5
5
4
Rataan Geometri 4.728
2
cucut
4
4
3
4
3.722
3
gulamah/tiga waja
3
4
4
5
3.936
4
pari
4
4
3
3
3.464
5
manyung
3
3
4
4
3.464
P1
P2
P3
P4
Kriteria Nilai • Mutu prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli rendah =5 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli sedang =4 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =3 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku kurang terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =2 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku tidak terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =1
Komoditas potensial Kabupaten Cilacap yang memiliki rataan geometri tertinggi adalah: ikan campuran (multi species).
2) Pemilihan komoditas Potensial Pelabuhanratu Jenis-jenis ikan yang belum diserap industri pengolahan modern dari wilayah Pelabuhanratu adalah ikan pari, kembung, cucut, layang, selar, manyung, kuwe/putihan, peperek dan ikan tembang. Dari 9 jenis ikan tersebut selanjutnya ditentukan komoditas potensial dengan rataan geometri. Proses pemilihan komoditas potensial di Pelabuhanratu-kabupaten Sukabumi dimulai data jenis ikan yang didaratkan secara kontinyu di Pelabuhanratu Sukabumi selama 5 tahun terakhir ( tahun 2002-2006) seperti pada Tabel 15.
67
Tabel 15. Produksi Perikanan yang kontinyu didaratkan di Pelabuhanratu (2002 – 2006) No
Volume Produksi (kg)
Jenis Ikan 2002
2003
2004
2005
2006
1 Cakalang
938.700
1.151.600
865.900
829.100
578.590
2 Cucut
148.200
654.400
636.300
609.300
560.020
5.300
3.700
3.700
3.500
54.080
1.387.400
671.980
573.510
551.000
142.110
5 kakap merah
42.000
83.300
190.000
181.900
79.810
6 Kembung
39.100
199.500
840.300
804.600
321.630
101.800
90.500
56.500
54.100
237.630
8 Layang
31.000
50.500
423.800
405.800
181.050
9 Layur
76.100
1.004.500
151.900
145.400
518.020
19.000
45.100
166.600
159.500
27.870
11 Pari
186.500
506.800
1.425.900
1.365.400
108.460
12 Peperek
280.600
169.600
149.000
142.700
222.510
29.200
76.500
212.800
203.700
53.700
1.241.700
160.900
26.000
24.900
756.210
15 Tengiri
54.500
77.800
129.000
123.500
85.820
16 Teri
86.500
22.000
160.700
153.900
159.270
1.336.800
729.100
624.900
598.400
571.200
18 tuna besar
200.100
688.300
917.900
1.912.800
347.540
19 udang lainnya
103.900
7.200
3.400
3.300
293.530
3 cumi-cumi 4 kerang lainnya
7 kuwe/putihan
10 Manyung
13 Selar 14 Tembang
17 Tongkol
Data jenis ikan yang kontinyu didaratkan di Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi selanjutnya dilakukan ranking berdasarkan nilai ekonomi dari hasil perkalian antara volume ikan dengan harga ikan seperti terlihat pada Tabel 16.
68
Tabel 16. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Pelabuhanratu Volume rata-rata (kg)
Harga (Rp/kg)
Nilai Ekonomi (Rp)
1 tuna besar
813.328
8.000
6.506.624.000
2 cakalang
872.778
6.000
5.236.668.000
3 layur
379.184
12.620
4.785.302.080
4 kerang lainnya
665.200
6.250
4.157.500.000
5 pari
698.612
5.160
3.604.837.920
6 tongkol
772.080
3.850
2.972.508.000
7 cucut
521.644
5.623
2.933.204.212
8 kembung
441.026
6.167
2.719.807.342
9 tembang
441.942
4.804
2.123.089.368
10 kakap merah
115.402
14.631
1.688.446.662
11 udang lainnya
82.266
17.000
1.398.522.000
12 layang
218.430
5.320
1.162.047.600
13 tengiri
94.124
10.931
1.028.869.444
14 teri
116.474
7.126
829.993.724
15 kuwe/putihan
108.106
4.645
502.152.370
16 selar
115.180
3.689
424.899.020
17 peperek
192.882
1.906
367.633.092
18 manyung
83.614
3.934
328.937.476
19 cumi-cumi
14.056
8.165
114.767.240
No
Jenis Ikan
Dari jenis ikan yang telah mengalami ranking berdasarkan nilai ekonomi tersebut, selanjutnya dilakukan pemilihan jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar/industri skala ekspor. Jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar ini adalah jenis ikan yang selama ini dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional untuk diolah menjadi ikan asin, kering, asap, kerupuk dan lain-lain seperti terlihat pada Tabel 17.
69
Tabel 17. Produksi perikanan tangkap Pelabuhanratu dan serapan industri No.
Ranking Komoditas Menurut Nilai Ekonomi
Komoditas yang diserap Industri Modern
Komoditas yang Tidak diserap Industri Modern
1
Pari
pari
2
tuna besar
3
Kembung
4
Cakalang
cakalang
5
kerang lainnya
kerang lainnya
6
Cucut
7
Tongkol
tongkol
8
Layang
layang
9
kakap merah
kakap merah
10
Tengiri
tengiri
11
Teri
teri
12
Selar
13
Layur
14
Manyung
manyung
15
kuwe/putihan
kuwe/putihan
16
Peperek
peperek
17
Tembang
tembang
18
udang lainnya
udang lainnya
19
cumi-cumi
cumi-cumi
tuna besar kembung
cucut
layang
selar layur
Langkah selanjutnya adalah pemilihan komoditas potensial. Pemilihan dimulai dengan melihat Jenis/komoditas yang belum diserap industri besar selanjutnya oleh responden dilakukan penilaian dengan mengunakan kriteria mutu, ketersediaan bahan baku, harga dan pesaing ditingkat pembeli terhadap jenis ikan yang belum diserap industri modern/industri besar. Nilai/skor yang dihasilkan selanjutnya dihitung berdasarkan rataan geometri dan jenis ikan yang memiliki nilai dengan rataan geometri tertinggi nenjadi komoditas potensial, seperti terlihat pada Tabel 18.
70
Tabel 18.
Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern
Komoditas Yang Skor Komoditas Potensial 1 - 5 No. Belum Diserap Rataan UPI P1 P2 P3 P4 Geometri 1
pari
4
4
4
4
4,000
2
kembung
3
3
3
3
3,000
3
cucut
4
4
3
4
3,722
4
layang
3
3
3
2
2,710
5
selar
3
2
3
3
2,710
6
manyung
3
4
2
3
2,913
7
kuwe/ putihan
2
3
3
2
2,449
8
peperek
4
4
3
4
3,722
9
tembang
3
3
3
2
2,710
P1 P2 P3 P4
Kriteria Nilai • Mutu prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli rendah = 5 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli sedang =4 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =3 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku kurang terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =2 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku tidak terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =1
: Dr. Bustami Mahyudin : Ir. Cecek : Ir. Abdul Kodir : Agus Suryadi S.P
Komoditas potensial yang memiliki rataan geometri tertinggi : Ikan pari 3) Pemilihan komoditas Potensial DKI Jakarta Berdasarkan hasil penilaian responden, jenis ikan yang belum diserap industri pengolahan modern untuk wilayah DKI Jakarta adalah ikan pari, selar, cucut, manyung, beloso, peperek, tembang, kuwe/putihan, belanak, golok-golok dan terisi. Berdasarkan 11 jenis ikan/komoditas tersebut selanjutnya dilakukan pemilihan komoditas potensial dengan rataan geometri dan nilai rataan geometri tertinggi akan menjadi pilihan komoditas potensial. Proses pemilihan komoditas potensial di DKI Jakarta dimulai dengan melihat data jenis ikan yang didaratkan secara kontinyu di DKI Jakarta selama 5 tahun terakhir ( tahun 2002-2006) seperti pada Tabel 19.
71
Tabel 19. Produksi perikanan yang kontinyu didaratkan di DKI Jakarta (2002 – 2006) No
Jenis Ikan
Volume Produksi (kg) 2002
2003
2004
2005
2006
1
bawal hitam
1.633.000
2.488.400
1.300.800
1.920.400
2.212.200
2
belanak
1.417.500
592.900
384.500
359.200
442.000
3
beloso
328.200
1.014.600
1.285.900
2.626.800
1.568.500
4
cakalang
964.900
900.700
814.200
1.362.200
5.227.400
5
cucut
2.415.800
5.383.900
5.047.900
3.605.000
1.141.700
6
cumi-cumi
2.640.500
3.378.300
4.246.600
4.894.200
6.620.300
7
ekor kuning
1.198.800
1.435.500
856.700
1.252.700
2.106.400
8
golok-golok
355.900
180.700
177.400
236.000
305.900
9
kakap merah
2.115.700
7.800.600
4.312.100
4.026.900
2.514.100
10
kembung
11.359.300
2.728.300
3.012.000
3.348.600
5.969.600
11
kerapu
305.700
2.226.700
1.285.100
1.575.000
957.800
12
kuro
370.600
218.400
93.300
62.900
130.100
13
kuwe/putihan
698.300
598.100
427.500
416.100
1.162.600
14
layang
4.910.200
1.108.100
1.724.300
2.143.900
3.237.900
15
layur
55.300
174.500
231.800
356.200
841.700
16
lemuru
371.600
643.800
432.100
730.900
966.800
17
manyung
649.900
690.800
537.200
782.800
1.714.200
18
pari
3.226.000
2.840.100
2.251.100
4.724.900
1.779.900
19
peperek
492.700
206.300
878.000
1.893.800
1.350.700
20
selar
3.270.900
2.233.900
1.673.900
1.908.700
2.148.300
21
sotong
826.000
864.400
636.200
500.900
467.200
22
tembang
5.469.900
1.644.600
1.592.700
3.956.100
4.035.800
23
tengiri
3.908.300
5.699.300
5.818.300
6.692.000
4.147.100
24
teri
417.800
518.300
431.800
725.800
778.300
25
tongkol
11.338.300
9.911.900
14.902.100
12.307.700
8.695.400
26
udang lainnya
379.700
6.379.400
2.987.900
6.343.600
7.490.600
Data jenis ikan yang kontinyu didaratkan di DKI Jakarta selanjutnya dilakukan ranking berdasarkan nilai ekonomi yang dihasilkan dari perkalian antara volume ikan dengan harga ikan seperti terlihat pada Tabel 20.
72
Tabel 20. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di DKI Jakarta Harga (Rp/kg) 13.045
Nilai Ekonomi (Rp) 61.523.350.800
11.431.080
5.120
58.527.129.600
tengiri
5.253.000
10.115
53.134.095.000
4
cumi-cumi
4.355.980
9.397
40.933.144.060
5
kakap merah
4.153.880
7.683
31.914.260.040
6
kembung
5.283.560
4.056
21.430.119.360
7
bawal hitam
1.910.960
10.104
19.308.339.840
8
cucut
3.518.860
4.704
16.552.717.440
9
kerapu
1.270.060
8.547
10.855.202.820
10
ekor kuning
1.370.020
6.028
8.258.480.560
11
layang
2.624.880
2.502
6.567.449.760
12
kuwe/putihan
660.520
8.710
5.753.129.200
13
Selar
2.247.140
2.542
5.712.229.880
14
cakalang
1.853.880
3.019
5.596.863.720
15
tembang
3.339.820
1.495
4.993.030.900
16
pari
2.964.400
1.647
4.882.366.800
17
manyung
874.980
4.338
3.795.663.240
18
teri
574.400
5.800
3.331.520.000
19
beloso
1.364.800
2.329
3.178.619.200
20
sotong
658.940
4.755
3.133.259.700
21
belanak
639.220
2.487
1.589.740.140
22
layur
331.900
3.092
1.026.234.800
23
peperek
964.300
1.015
978.764.500
24
golok-golok
251.180
3.695
928.110.100
25
lemuru
629.040
1.298
816.493.920
26
kuro
175.060
3.547
620.937.820
No
Jenis Ikan
1
udang lainnya
2
tongkol
3
Volume rata-rata (kg) 4.716.240
Dari jenis ikan yang telah mengalami ranking berdasarkan nilai ekonomi tersebut, selanjutnya dilakukan pemilihan jenis ikan yang belum diserap oleh industri
73
besar/industri skala ekspor. Jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar ini adalah jenis ikan yang selama ini dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional untuk diolah menjadi ikan asin, kering, asap, kerupuk dan lain-lain seperti terlihat pada Tabel 21. Tabel 21. Produksi perikanan DKI Jakarta dan serapan industri No.
Ranking Komoditas Menurut Nilai Ekonomi
Komoditas yang diserap Industri Modern
Komoditas yang Tidak diserap Industri Modern
1
Tongkol
tongkol
2
cumi-cumi
cumi-cumi
3
kakap merah
kakap merah
4
Tengiri
tengiri
5
Kembung
kembung
6
Lemuru
lemuru
7
bawal hitam
bawal hitam
8
Pari
9
Cakalang
cakalang
10
Sotong
sotong
11
udang lainnya
udang lainnya
12
Selar
13
Layang
14
Cucut
cucut
15
Manyung
manyung
16
Beloso
beloso
17
Peperek
peperek
18
Tembang
tembang
19
kuwe/putihan
kuwe/putihan
20
Teri
teri
21
Kerapu
kerapu
22
Belanak
belanak
23
golok-golok
golok-golok
24
ekor kuning
25
Terisi
26
Layur
Pari
Selar layang
ekor kuning Terisi layur
Langkah selanjutnya adalah pemilihan komoditas potensial. Pemilihan dimulai dengan melihat Jenis/komoditas yang belum diserap industri besar selanjutnya
74
oleh responden dilakukan penilaian dengan mengunakan kriteria mutu, ketersediaan bahan baku, harga dan pesaing ditingkat pembeli terhadap jenis ikan yang belum diserap industri modern/industri besar. Nilai/skor yang dihasilkan selanjutnya dihitung berdasarkan rataan geometri dan jenis ikan yang memiliki nilai dengan rataan geometri tertinggi nenjadi komoditas potensial, seperti terlihat pada Tabel 22. Tabel 22. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI)
No.
Komoditas Yang Belum Diserap UPI
Skor Komoditas Potensial 1 - 5 Rataan P1 P2 P3 P4 Geometri
1
pari
4
3
4
4
3,722
2
selar
3
3
4
4
3,464
3
cucut
5
3
4
5
4,726
4
manyung
3
3
3
4
3,223
5
beloso
4
3
3
4
3,464
6
peperek
3
3
3
4
3,223
7
tembang
5
3
4
5
4,161
8
kuwe/ putihan
4
3
3
3
3,223
9
belanak
3
3
5
4
3,662
10 golok-golok
3
3
3
3
3,000
11 terisi
2
2
3
3
2,449
P1 P2 P3 P4
Kriteria Nilai • Mutu prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli rendah = 5 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli sedang =4 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =3 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku kurang terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =2 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku tidak terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =1
: H.Dayat Suntoro S.Pi : Lucky A.Nugroho S.Pi : Yudi Winarsono Basuki S.Pi : Mudasir S.Pi
Komoditas potensial yang memiliki rataan geometri tertinggi: Ikan cucut. 4) Pemilihan komoditas Potensial Kabupaten Cirebon Berdasarkan hasil penilaian responden, jenis ikan yang belum diserap industri
pengolahan
modern
dari
Kabupaten
Cirebon
adalah
pari,
gulamah/tigawaja, tembang, peperek, japuh, cucut, ikan campuran (multi species), selar, julung-julung, kembung, kuro dan ikan talang-talang. Dari 12 jenis ikan/komoditas tersebut selanjutnya dilakukan pemilihan komoditas potensial
75
dengan nilai rataan geometri. Nilai rataan geometri tertinggi akan menjadi pilihan komoditas potensial. Proses pemilihan komoditas potensial di DKI Jakarta dimulai dengan melihat data jenis ikan yang didaratkan secara kontinyu di DKI Jakarta selama 5 tahun terakhir ( tahun 2002-2006) seperti pada Tabel 23. Tabel 23. Produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan di Kabupaten Cirebon (2002-2006) No
Jenis Ikan
Volume Produksi (kg) 2002
2003
2004
2005
2006
1
bawal hitam
705.800
1.375.600
433.600
367.600
672.000
2
bawal putih
127.400
351.400
799.100
793.500
94.500
3
Belanak
185.400
611.400
472.600
469.300
626.000
4
Cucut
1.006.400
1.052.100
1.204.200
1.123.000
1.101.380
5
gulamah/tiga waja
2.706.100
3.729.100
3.580.600
3.536.900
1.510.480
6
ikan campuran
1.367.700
1.446.600
4.512.100
4.459.810
3.559.260
7
Japuh
793.900
1.924.800
1.622.700
1.598.000
548.850
8
julung-julung
73.800
470.100
457.400
454.200
20.600
9
kakap merah
206.500
224.400
218.600
184.900
327.190
10
Kembung
1.397.700
1.424.100
1.930.400
1.874.700
812.640
11
kerang-kerangan
7.634.300
711.100
4.630.700
2.937.000
2.156.040
12
Kuro
191.500
264.300
243.700
237.700
61.340
13
Manyung
222.500
647.900
520.800
466.600
328.930
14
Pari
1.864.900
6.490.300
5.482.400
5.358.500
5.406.550
15
Peperek
6.159.800
5.403.300
6.948.600
6.899.600
934.000
16
Selar
173.600
2.775.600
379.500
376.800
20.600
17
Sotong
677.000
665.300
324.700
907.000
557.450
18
talang-talang
161.600
20.700
9.500
9.400
1.046.500
19
Tembang
2.631.800
3.022.800
4.290.600
4.235.100
568.100
20
Tengiri
332.500
541.00
586.800
519.800
995.890
21
Teri
1.676.000
913.800
1.081.800
1.074.200
374.990
22
Tongkol
466.700
498.000
540.500
472.300
412.640
23
udang dogol
375.700
121.500
172.700
171.000
266.200
24
udang jerbung/putih
616.300
469.200
612.000
583.000
217.370
25
udang lainnya
2.409.900
865.700
534.500
492.500
495.300
76
Data jenis ikan yang kontinyu didaratkan di DKI Jakarta selanjutnya dilakukan ranking berdasarkan nilai ekonomi yang dihasilkan dari perkalian antara volume ikan dengan harga ikan seperti terlihat pada Tabel 24. Tabel 24. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Kabupaten Cirebon No
Jenis Ikan
Volume rata-rata (kg)
Harga (Rp/kg)
Nilai Ekonomi (Rp)
1
udang lainnya
959.580
38.770
37.202.916.600
2
udang jerbung/putih
499.574
52.852
26.403.485.048
3
kerang-kerangan
3.613.828
6.500
23.489.882.000
4
pari
4.920.530
4.469
21.989.848.570
5
bawal putih
433.180
50.000
21.659.000.000
6
ikan campuran
3.069.094
4.335
13.304.522.490
7
gulamah/tiga waja
3.012.636
4.220
12.713.323.920
8
tembang
2.949.680
3.161
9.323.938.480
9
teri
1.024.158
8.333
8.534.308.614
10
peperek
5.269.060
1.577
8.309.307.620
11
kembung
1.487.908
5.167
7.688.020.636
12
cucut
1.097.416
5.037
5.527.684.392
13
bawal hitam
710.920
7.338
5.216.730.960
14
sotong
626.290
7.120
4.459.184.800
15
tengiri
486.998
8.703
4.238.343.594
16
japuh
1.297.650
3.010
3.905.926.500
17
selar
745.220
4.720
3.517.438.400
18
udang dogol
221.420
14.745
3.264.837.900
19
tongkol
478.028
6.500
3.107.182.000
20
manyung
437.346
5.583
2.441.702.718
21
belanak
472.940
3.980
1.882.301.200
22
talang-talang
249.540
5.833
1.455.566.820
23
julung-julung
295.220
4.500
1.328.490.000
24
kakap merah
232.318
5.500
1.277.749.000
25
kuro
199.708
4.500
898.686.000
Dari jenis ikan yang telah mengalami ranking berdasarkan nilai ekonomi tersebut, selanjutnya dilakukan pemilihan jenis ikan yang belum diserap oleh industri
77
besar/industri skala ekspor. Jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar ini adalah jenis ikan yang selama ini dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional untuk diolah menjadi ikan asin, kering, asap, kerupuk dan lain-lain seperti terlihat pada Tabel 25. Tabel 25. Produksi perikanan Kabupaten Cirebon dan serapan industri
No.
Skala Prioritas Jenis Ikan Menurut Nilai Ekonomi
Ikan yang diserap UPI Modern
1 bawal putih
bawal putih
2 udang jerbung/putih
udang jerbung/putih
3 pari 4 kerang-kerangan
Ikan yang Tidak diserap UPI Modern (Komoditas Potensial)
pari kerang-kerangan
5 gulamah/tiga waja
gulamah/tiga waja
6 tembang
tembang
7 peperek
peperek
8 teri
teri
9 udang lainnya
udang lainnya
10 japuh
japuh
11 cucut
cucut
12 tengiri
tengiri
13 ikan campuran
ikan campuran
14 tongkol
tongkol
15 bawal hitam
bawal hitam
16 manyung
manyung
17 belanak
belanak
18 udang dogol
udang dogol
19 selar
selar
20 julung-julung
julung-julung
21 kembung
kembung
22 sotong
sotong
23 kakap merah
kakap merah
24 kuro
kuro
25 talang-talang
talang-talang
78
Langkah selanjutnya adalah pemilihan komoditas potensial. Pemilihan dimulai dengan melihat Jenis/komoditas yang belum diserap industri besar selanjutnya oleh responden dilakukan penilaian dengan mengunakan kriteria mutu, ketersediaan bahan baku, harga dan pesaing ditingkat pembeli terhadap jenis ikan yang belum diserap industri modern/industri besar. Nilai/skor yang dihasilkan selanjutnya dihitung berdasarkan rataan geometri dan jenis ikan yang memiliki nilai dengan rataan geometri tertinggi nenjadi komoditas potensial, seperti terlihat pada Tabel 26. Tabel 26. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit Pengolahan Ikan (UPI) Skor Komoditas Potensial 1- 5 Rataan P1 P2 P3 P4 Geometri
No
Komoditas Yang Belum Diserap UPI
1
pari
4
4
4
4
4,00
2
campuran
3
4
4
4
3,722
3
gulamah/tigawaja
4
3
4
3
3,464
4 5
tembang peperek
3 4
4 4
4 4
4 4
3,722 4,00
6
kembung
3
3
3
4
3,223
7
cucut
3
3
4
3
3,223
8
japuh
3
4
3
3
3,223
9
selar manyung
3 2
2 3
2 3
3 2
2,449 2,449
belanak talang-talang
2 3
2 2
3 2
2 2
2,213 2,213
julung-julung kuro
3 3
3 2
2 2
2 2
2,449 2,213
10 11 12 13 14 P1 P2 P3 P4
Kriteria Nilai • Mutu prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli rendah =5 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga stabil, pesaing pembeli sedang =4 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =3 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku kurang terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =2 • Mutu Prima, ketersediaan bahan baku tidak terjamin, harga tidak stabil, pesaing pembeli tinggi =1
: Adang Sumarna MM : Ir. Dedi Supriyadi : Yohanes Dwi Haryanto : Toni Hambali S.Pi
Komoditas potensial yang memiliki rataan geometri tertinggi adalah : 1. Ikan peperek 2. Ikan pari
79
4.3 Pemilihan Produk Unggulan Proses pemilihan produk unggulan di Kabupaten Cilacap dapat dilihat pada Tabel 27. Proses pemilihan produk unggulan untuk Kabupaten SukabumiPelabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 29. Proses pemilihan produk unggulan untuk DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 30, sedangkan proses pemilihan produk unggulan untuk Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 31. 1) Pemilihan Produk Unggulan Kabupaten Cilacap Tabel 27. Pemilihan produk potensial di Kabupaten Cilacap
1.
P1 P2 P3 P4
Komoditas Skor Jenis Olahan 1 - 5 Diolah potensial Kriteria skor Menjadi Rataan Rataan Produk Utama P1 P2 P3 P4 Geometri Geometri Akses pasar tinggi, tingkat Ikan campuran a. ikan asin 3 3 3 4 3,223
b. surimi
5
4
5
5
4,728
c. FJP
4
5
4
4
4,229
d. dendeng
4
3
2
3
2,913
e. abon
3
2
2
3
2,449
kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah tinggi, pemanfaatan limbah tinggi = 5 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah tinggi = 4 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi sedang, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah sedang = 3 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 2 Akses pasar rendah, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 1
: Ir. Sartono : Ir. Agus Sunaryanto : Joko Riyanto S.Pi : Dra Anggia Rusmila
Produk unggulan Kabupaten Cilacap : surimi dari ikan campuran (multi species) Hasil uji coba pengolahan surimi dari ikan campuran (ikan pisang-pisang, kurisi dan kuniran) menghasilkan rendemen 28,00%. Mutu surimi ikan campuran (multi species) terhadap kandungan abu total 1,08%, kadar lemak 1,10% dan dan protein 15,66% seperti terlihat pada Lampiran 11. Dalam pengembangan 80
usaha pengolahan surimi dari ikan campuran (multi species) perlu dilakukan perbaikan
teknologi
pengolahannya
khususnya
upaya
untuk
menekan
kandungan lemak dengan cara penambahan food additive tertentu dalam konsentrasi yang optimal dan melakukan fariasi campuran jenis-jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku. Secara teknis dan finansial usaha pengolahan surimi dari ikan campuran ini layak untuk dikembangkan bagi pengolah ikan sebagai alternatif upaya memperoleh nilai tambah yang tinggi. Hasil uji coba yang dilakukan oleh Balai Bimbingan dan Pegujian Mutu Hasil Perikanan (BBPMHP) pada tahun 2004 tentang mutu surimi ikan campuran (multi species) dalam Teknologi pengolahan surimi dari ikan hasil tangkapan samping (by catch), memberi gambaran sebagai berikut: Tabel 28.
Mutu surimi ikan campuran (multi species) dalam teknologi pengolahan surimi ikan hasil tangkapan samping (By Catch) kurisi
gulamah
beloso
campuran (1:1:1)
pH
7,01
7,14
6,91
7,02
TVB (mg N/100g)
11,56
9,35
12,5
11,13
Kadar Air (%)
81,16
81,99
81,76
81,63
Kadar Protein (%)
12,15
13,61
11,25
12,33
Gel Strength (gr.cm)
527,88
644,46
245,67
472,67
Uji Lipat
4,78
5,00
1,83
3,87
Uji Gigit
8,39
8,50
2,40
6,43
Rendemen (%)
30,73
25,13
34,47
30,11
Parameter
81
2) Pemilihan Produk Unggulan Kabupaten Sukabumi-Pelabuhanratu Tabel 29. Pemilihan produk potensial di Pelabuhanratu No 1.
Komoditas potensial Rataan Geometri Ikan pari
Diolah Menjadi Produk Utama a.surimi
Skor 1 - 5 P3 P4
Rataan Geometri
P1
P2
4
4
4
4
4,00
b.FJP
3
3
3
4
3,223
c.asap
3
3
3
3
3,00
d.asin
3
3
2
2
2,449
e.steak
2
3
2
3
2,449
Kriteria skor Akses pasar tinggi, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah tinggi, pemanfaatan limbah tinggi = 5 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah tinggi = 4 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi sedang, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah sedang = 3 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 2 Akses pasar rendah, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 1
Produk unggulan Kabupaten Sukabumi-Pelabuhanratu: surimi dari ikan pari Hasil uji coba pengolahan surimi dari ikan pari menghasilkan rendemen 33,07% dan setelah dilakukan uji kimiawi terhadap parameter abu total 0,8%, kandungan lemak 0,95% dan kandungan protein 16,13% seperti terlihat pada Lampiran 11. Mutu surimi ikan pari hasil uji coba sebagai konfirmasi
bila
dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu kadar lemaknya 0,5%. Kadar lemak yang melebihi standar ini berakibat pada kemampuan pembentukan gel sebagai syarat utama mutu surimi. Untuk meningkatkan kemampuan pembentukan gel produk surimi diperlukan pengembangan teknologi pengolahan surimi lebih lanjut.
82
3) Pemilihan Produk Unggulan DKI Jakarta Tabel 30. Pemilihan produk potensial di DKI Jakarta
No
Komoditas potensial Rataan Geometri
Diolah Menjadi Produk Utama
P 1
P 2
P 3
P 4
1.
Ikan cucut
a.asin
2
3
3
2
2,449
b.pengasapan
2
3
4
3
2,912
c.FJP
3
4
4
4
3,722
d.surimi
4
5
4
5
4,472
Skor 1 - 5 Rataan Geometri
Kriteria skor Akses pasar tinggi, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah tinggi, pemanfaatan limbah tinggi = 5 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah tinggi = 4 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi sedang, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah sedang = 3 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 2 Akses pasar rendah, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 1
P1 P2 P3 P4
: H.Dayat Suntoro S.Pi : Lucky A.Nugroho S.Pi : Yudi Winarsono Basuki S.Pi : Mudasir S.Pi
Produk unggulan DKI Jakarta adalah: surimi ikan cucut Uji coba yang dilakukan menghasilkan rendemen surimi ikan cucut 44,30% dan dilakukan uji kimiawi terhadap mutu surimi ikan cucut terhadap kandungan Abu total 0,73%, kadar lemak 1,14 dan kadar protein 16,59% seperti terlihat pada Lampiran 11. Sebagai bahan baku, ikan cucut mempunyai kadar air 76,71%, kadar abu 1,50%, kadar lemak 0,87%, kadar protein 23,55% dan kadar protein larut garam 15,77%. Surimi dari ikan cucut ini juga mempunyai kadar lemak yang melebihi standar SNI, sehingga dalam pengembangannya perlu
83
dilakukan uji coba teknologi untuk mendapatkan formulasi perlakuan terhadap food additive tertentu dalam upaya mereduksi kandungan lemak pada surimi ikan cucut. Teknologi baru tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan elastisitas surimi/kekuatan gel (gel strength). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwandari (1993) bahwa komposisi kimiawi daging ikan cucut sebagai berikut : Hammerhead (cucut martil): Air (75,6), Protein(21,6), Lemak (0,2), Mineral (1,6) Horn shark
: Air (79,6), Protein (17,7), Lemak (0,3), Mineral (1,8)
Korothokhostaya
: Air (75,8), Protein (18,9), Lemak (0,2), Mineral (1,6)
Silky shark
: Air (73,6), Protein (21,7), Lemak (0), Mineral (1,2)
Tiger shark (cucut macan) : Air (79,4), Protein (16,3), Lemak (0,1), Mineral (0,6) White tip shark
: Air (76,9), Protein (19,9), Lemak (0,3), Mineral (1,8)
Kandungan urea pada daging ikan cucut : Hammerhead (cucut martil)
: 2,320 mg/100g
Tiger shark (cucut macan)
: 1,990 mg/100g
Black tip shark (cucut botol)
: 1,728 mg/100g
Lesser spotted dog fish
: 1,775 mg/100g
Smooth hound
: 2,038 mg/100g
Spiny dog fish
: 1,570 mg/100g
Penelitian yang dilakukan Wahyuni (1992) terhadap daging cucut giling dengan merendam dan mencuci dalam air dingin (50C) sebanyak 3 kali ulangan akan menghasilkan penurunan kadar urea dari rata-rata 5% (berat kering) menjadi rata-rata tidak terdeteksi. Pemanfaatan ikan cucut sebagai bahan baku industri surimi sudah dilakukan di beberapa negara, misalnya Taiwan yang menggunakan ikan cucut sebagai bahan baku utama. Demikian pula Jepang yang memanfaatkan daging ikan cucut untuk pembuatan kamaboko didasarkan pada kemampuannya untuk membentuk gel (Suzuki, 1981). Laporan hasil uji coba yang dilakukan oleh BBPMHP tahun 1988/1989 tentang pengaruh lama penyimpanan surimi ikan cucut macan terhadap elastisitas sosis sebagai produk lanjutan, sebagai berikut :
84
Minggu ke 0: uji lipat = 2,3; gel strength = 234,4 g/cm2 Minggu ke 2: uji lipat = 3,7; gel strength = 354,4 g/cm2 Minggu ke 4: uji lipat = 2,0; gel strength = 475,7 g/cm2 Minggu ke 6: uji lipat = 3,4; gel strength = 402,0 g/cm2
Cara pengolahan surimi ikan cucut dilakukan sebagai berikut : (1) Penyiangan dan pencucian dengan air dingin mengalir. (2) Pengurangan kadar urea dilakukan dengan perendaman kedalam KOH 2%, 4%, 6%, 8% dan asam asetat 1%, 2%, 3% dan 4% selama 45-60 menit dalm kondisi dingin. (3) Pengambilan daging, dengan melakukan pemfiletan dan pengerokan daging pada tulang. (4) Pembilasan (leaching). Pembilasan dengan menggunakan larutan soda kue 0,5% bersuhu 5-100C. Perbandingan air dan ikan adalah 4:1. Pembilasan dikakukan sebanyak 2-4 kali masing-masing selama 15 menit dengan cara pengadukan secara terus menerus. (5) Pengepresan, yang dilakukan untuk menghilangkan sisa air sehingga kadar air mencapai 80-82%. (6) Pembekuan, hasil pengepresan berupa lumatan daging dikemas kedalam plastik selanjutnya dibekukan selama 4 jam.
Menurut BBPMHP (1988/1989) melaporkan bahwa gel strength surimi ikan alasca pollack mulai menurun pada penyimpanan selama 1 (satu) bulan. Surimi adalah intermediate product yang salah satu tujuannya adalah untuk menjaga kontinuitas bahan baku yang diakibatkan musim ikan, sehingga surimi akan mengalami penyimpanan beberapa waktu sesuai kebutuhan proses produk lanjutannya berupa produk pasta ikan (fish jelly product). Data yang dilakukan oleh BBPMHP tersebut menunjukkan surimi yang disimpan sampai dengan minggu ke 6 memiliki nilai
gel strength diatas 400 gr.cm. Nilai gel strength
tertinggi berada pada surimi pada penyimpanan minggu ke 4 atau penyimpanan selama 1 bulan. Nilai gel strength pada angka lebih besar dari 300 gr.cm adalah mutu surimi tingkat ekspor.
85
4) Pemilihan Produk Unggulan Kabupaten Cirebon Tabel 31. Pemilihan komoditas potensial di Kabupaten Cirebon Komoditas potensial No Rataan Geometri 1. Ikan peperek
2.
Ikan pari
Diolah Menjadi Produk Utama
Skor 1 - 5
Rataan Geometri P4
P1
P2
P3
a.asin
3
3
2
2
2,449
b.dendeng
3
2
3
3
2,710
c. surimi
2
1
1
2
1,414
a.asin
2
3
2
2
2,213
b.pengasapan
3
3
2
3
2,710
d.surimi
4
4
4
4
4,00
e.FJP
3
4
4
4
3,722
Kriteria skor Akses pasar tinggi, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah tinggi, pemanfaatan limbah tinggi = 5 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi tinggi, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah tinggi = 4 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi sedang, tingkat nilai tambah sedang, pemanfaatan limbah sedang = 3 Akses pasar sedang, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 2 Akses pasar rendah, tingkat kemampuan untuk diversifikasi rendah, tingkat nilai tambah rendah, pemanfaatan limbah rendah = 1
P1 P2 P3 P4
: Adang Sumarna MM : Ir. Dedi Supriyadi : Yohanes Dwi Haryanto : Toni Hambali S.Pi
Produk Unggulan Kabupaten Cirebon adalah : surimi yang berasal dari ikan pari.
4.4 Analisis Kelayakan Finansial Produk Unggulan Untuk mengetahui tingkat kelayakan industri pengolahan hasil perikanan dari produk unggulan di masing-masing daerah penelitian, dilakukan analisis finansial. Kriteria yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit
86
Cost Ratio (Net B/C Ratio) dan Pay Back Period (PBP). Menurut Kadariah et al. 1978. penentuan layak atau tidaknya suatu usaha adalah dengan cara membandingkan masing-masing nilai dengan batas-batas kelayakan, yaitu NPV > 0, Net B/C >1 dan PBP < 10 th. Sub model untuk menghitung kelayakan finansial
usaha/industri
pengolahan
hasil
perikanan
adalah
Sub
Model
Kelayakan. Perhitungan kelayakan finansial disajikan pada Lampiran 1 tentang analisis finansial industri surimi di Kabupaten Cilacap, Lampiran 2 tentang analisis finansial industri surimi di Pelabuhanratu, Lampiran 3 tentang analisis finansial industri surimi di DKI Jakarta dan Lampiran 4 tentang analisis finansial industri surimi di Kabupaten Cirebon. Asumsi perhitungan finansial ini didasarkan pada data yang diperoleh melalui wawancara dengan responden. Data tersebut antara lain jumlah karyawan yang dibutuhkan, gaji/upah karyawan, harga bahan baku, harga jual produk, target produksi, sedangkan data lain didasarkan pada kondisi umum yang berlaku (bunga bank, penyusutan dan pajak).
4.4.1 Asumsi kelayakan finansial di Kabupaten Cilacap Asumsi kelayakan finansial industri pengolahan surimi ikan campuran (multi spesies) di Kabupaten Cilacap dilaksanakan dengan menggunakan modal sendiri (modal kerja/investasi) sebesar 80% dan pinjaman bank/pemerintah sebesar 20%.Total bahan baku ikan campuran yang didaratkan di daerah Cilacap sebesar 818.400 kg/tahun diambil dari jumlah minimal 5 data kontinuitas untuk dijadikan kapasitas produksi. Dengan mempertimbangkan produksi bahan baku ikan campuran di Kabupaten Cilacap sebesar lebih kurang 818.400 kg/th, industri ini diasumsikan untuk skala industri menengah. Total anggaran meliputi modal investasi ditambah dengan modal kerja selama 3 bulan. Pajak penghasilan diperkirakan sebesar 15%/tahun dihitung dari besarnya keuntungan usaha. Kapasitas produksi selama tahun pertama diperhitungkan hanya akan tercapai 80%, tahun kedua baru akan tercapai 90% dan pada tahun ketiga kapasitas produksi akan mencapai 100%. NPV Rp. 2.510.361.474,- PBP 3,27 tahun dan B/C Ratio 2,24
87
Berdasarkan data produksi ikan hasil tangkap yang kontinyu didaratkan, hasil analisis menunjukkan produk unggulan Kabupaten Cilacap adalah surimi ikan campuran (multi species). Dengan asumsi hari kerja selama 1 tahun adalah 300 hari, maka rata-rata ikan campuran (multi species) yang diolah sebanyak 2.728 kg/hari. Pengolahan surimi dari bahan baku sebanyak 2.728 kg/hari ini mempekerjakan tenaga administrasi 9 orang dan tenaga produksi sebanyak 11 orang dengan menggunakan peralatan/mesin mekanik Jenis permodalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi dan modal kerja/usaha. Modal investasi meliputi biaya atas tanah dan bangunan serta biaya untuk pembelian mesin dan peralatan. Kebutuhan dana untuk modal kerja sebesar Rp. 556.275.680,- dan investasi sebesar Rp. 2.027.000.000,- sehingga total kebutuhan dana sebesar Rp. 2.583.275.680,- yang berasal dari modal sendiri Rp. 2.066.620.544,- sehingga masih diperlukan modal bantuan/pinjaman sebesar Rp. 516.665.136,-. Perhitungan berbagai kebutuhan permodalan dan pembiayaan untuk kegiatan usaha/industri surimi di Kabupaten Cilacap disajikan pada Lampiran 1.
4.4.2 Asumsi kelayakan finansial di Pelabuhanratu Asumsi kelayakan finansial pada industri pengolahan surimi dari bahan baku ikan pari di Pelabuhanratu dilaksanakan dengan menggunakan modal sendiri/patungan usaha bersama sebagai modal kerja/investasi. Total bahan baku ikan pari didaerah Pelabuhanratu sebanyak lebih kurang 108.460 kg/tahun yang diambil dari jumlah minimal dari 5 data kontinyu untuk dijadikan kapasitas produksi, maka industri ini diasumsikan sebagai industri skala kecil menengah. Total anggaran meliputi modal investasi ditambah dengan modal kerja selama 3 bulan. Pajak penghasilan untuk industri diperkirakan sebesar 15%/th dihitung dari besarnya keuntungan usaha. Kapasitas produksi selama tahun pertama diperhitungkan hanya akan tercapai 80%, tahun kedua baru akan tercapai 90% dan pada tahun ketiga kapasitas produksi akan mencapai 100%. NPV Rp. 282.620.155,- PBP 6,61 tahun dan B/C Ratio 1,62 Produksi ikan yang kontinyu didaratkan, produk unggulan Pelabuhanratu adalah surimi ikan pari. Dengan asumsi hari kerja selama 1 tahun adalah 300
88
hari, maka rata-rata ikan pari yang dapat diolah sebagai bahan baku produk surimi sebanyak 288 kg/hari. Pengolahan surimi dari bahan baku sebanyak 288 kg/hari ini mempekerjakan tenaga administrasi 6 orang dan tenaga produksi sebanyak 11 orang dengan sistim manual dan bantuan alat pengepres mekanik. Jenis permodalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi dan modal kerja/usaha. Modal investasi meliputi biaya atas tanah dan bangunan serta biaya untuk membelian mesin dan peralatan. Kebutuhan dana untuk modal kerja sebesar Rp. 130.572.200,- dan investasi sebesar Rp. 459.164.000,- sehingga total kebutuhan dana sebesar Rp. 589.736.200,- yang seluruhnya berasal dari modal
sendiri/kelompok
(KUB).
Berbagai
kebutuhan
permodalan
dan
pembiayaan untuk kegiatan usaha/ industri surimi ikan pari di PelabuhanratuKabupaten Sukabumi disajikan pada Lampiran 2.
4.4.3 Asumsi kelayakan finansial di DKI Jakarta Asumsi kelayakan finansial pada usaha pengolahan surimi dari bahan baku ikan cucut di DKI Jakarta dilaksanakan dengan menggunakan modal yang berasal dari pinjaman perbankan sebanyak 40% dari total anggaran dan dari modal sendiri/patungan usaha bersama sebagai modal kerja/investasi sebesar 60%. Dengan mempertimbangkan produksi bahan baku ikan cucut di DKI Jakarta sebesar lebih kurang 1.141.700 kg/tahun yang diambil jumlah minimal dari 5 data kontinyu dan dijadikan kapasitas produksi, industri ini diasumsikan untuk skala industri menengah besar. Total anggaran meliputi modal investasi ditambah dengan modal kerja selama 3 bulan. Bunga bank/pinjaman diasumsikan sebesar 10%/tahun. Jangka waktu pengembalian pinjaman selama 10 tahun. Pajak penghasilan diperkirakan sebesar 15%/tahun dihitung dari besarnya keuntungan usaha. Kapasitas produksi selama tahun pertama diperhitungkan hanya akan tercapai 80%, tahun kedua baru akan tercapai 90% dan pada tahun ketiga kapasitas produksi akan mencapai 100%. NPV Rp. 2.601.926.215,- PBP 3,76 tahun dan B/C Ratio 1,97. Berdasarkan data produksi ikan hasil tangkap yang kontinyu didaratkan, analisis menunjukkan bahwa produk unggulan DKI Jakarta adalah surimi ikan cucut. Dengan asumsi hari kerja selama 1 tahun adalah 300 hari, maka rata-rata
89
ikan cucut yang dapat diolah sebagai bahan baku produk surimi sebanyak 3.806 kg/hari dengan mempekerjakan tenaga administrasi 9 orang dan tenaga produksi sebanyak 13 orang, menggunakan sepenuhnya peralatan/mesin mekanik. Jenis permodalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi dan modal keja/usaha. Modal investasi meliputi biaya atas tanah dan bangunan serta biaya untuk pembelian mesin dan peralatan. Kebutuhan dana untuk modal kerja sebesar Rp. 1.227.032.400,- dan investasi sebesar Rp. 2.676.427.500,- sehingga total kebutuhan dana sebesar Rp. 3.903.459.900,- yang berasal dari modal sendiri Rp. 2.342.075.940,- sehingga masih diperlukan modal bantuan/pinjaman sebesar Rp. 1.561.383.960,-. Berbagai kebutuhan permodalan dan pembiayaan untuk kegiatan usaha/industri pengolahan surimi di DKI Jakarta isajikan pada Lampiran 3.
4.4.4 Asumsi kelayakan finansial di Kabupaten Cirebon Asumsi kelayakan finansial pada industri pengolahan surimi dari bahan baku ikan pari di kabupaten Cirebon dilaksanakan dengan menggunakan modal yang berasal dari pinjaman perbankan sebanyak 40% dari total anggaran dan dari modal sendiri/patungan usaha bersama sebagai modal kerja/investasi sebesar 60%. Dengan mempertimbangkan produksi ikan pari di Kabupaten Cirebon sebesar lebih kurang 1.864.900 kg/th yang diambil jumlah minimal dari 5 data kontinyu dan dijadikan kapasitas produksi, maka skala industri ini dikategorikan sebagai industri skala menengah besar. Total anggaran meliputi modal investasi ditambah dengan modal kerja selama 3 bulan. Bunga bank/pinjaman diasumsikan sebesar 10%/tahun. Jangka waktu pengembalian pinjaman selama 10 tahun. Pajak penghasilan diperkirakan sebesar 15%/tahun dihitung dari besarnya keuntungan usaha. Kapasitas produksi selama tahun pertama diperhitungkan hanya akan tercapai 80%, tahun kedua baru akan tercapai 90% dan pada tahun ketiga kapasitas produksi akan mencapai 100%. NPV Rp. 4.788.037.931,- PBP 3,15 dan B/C Ratio 2,34 Data produksi ikan hasil tangkap yang kontinyu didaratkan, produk unggulan kabupaten Cirebon adalah surimi ikan pari. Data produksi ikan pari terendah dari tahun 2002 s/d 2006 terjadi pada tahun 2002 sebesar 1.864.900
90
kg/th. Dengan asumsi hari kerja selama 1 tahun adalah 300 hari, maka rata-rata ikan pari yang dapat diolah sebagai bahan baku produk surimi sebanyak 6.216 kg/hari. Pengolahan surimi dari bahan baku sebanyak 6.216
kg/hari ini
mempekerjakan tenaga administrasi 9 orang dan tenaga produksi sebanyak 13 orang, dengan menggunakan peralatan/mesin mekanik. Jenis permodalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi dan modal keja/usaha. Modal investasi meliputi biaya atas tanah dan bangunan serta biaya untuk pembelian mesin dan peralatan. Kebutuhan dana untuk modal kerja sebesar Rp. 1.419.485.960,- dan investasi sebesar Rp. 3.568.450.000,- sehingga total kebutuhan dana sebesar Rp. 4.987.935.960.040,- yang berasal dari modal sendiri Rp. 2.992.761.576,- sehingga masih diperlukan modal bantuan/pinjaman sebesar Rp. 1.995.174.384,-. Berbagai kebutuhan permodalan dan pembiayaan untuk kegiatan usaha/industri pengolahan surimi ikan pari di Kabupaten Cirebon disajikan pada Lampiran 4.
4.5 Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Surimi 1) Kabupaten Cilacap Dimulai dengan identifikasi produk perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan (Tabel 11) dan dilanjutkan dengan pemilihan komoditas potensial oleh responden (dapat dilihat pada Tabel 14) yang menghasikan ikan campuran (multi spesies). Langkah selanjutnya adalah pemilihan produk unggulan yang menghasilkan produk surimi ikan campuran. Produk unggulan ini selanjutnya dianalisis kelayakan finansialnya. Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi ikan campuran sebanyak 818.400 kg/th seperti disajikan pada tabel 1, membutuhkan dana sebesar Rp. 2.583.275.680,- terdiri dari modal kerja Rp. 556.275.680,- dan investasi sebesar Rp. 2.027.000.000,-. Total kebutuhan dana tersebut direncanakan berasar dari modal sendiri seesar Rp. 2.066.620.544 dan modal pinjaman sebesar Rp. 516.665.136,-. Sesuai perhitungan analisis finansial, pengembalian pinjaman dlakukan selama 10 tahun dengan tingkat kelayakan usaha sebagai berikut : NPV Rp. 2.510.361.474,- ; PBP 3,27 dan
91
B/C ratio 2,24. Strategi pengembangan usaha dengan melibatkan seluruh stakeholders untuk bersinergi dengan pembagian peran sebagai berikut :
2) Pelabuhanratu. Dimulai dengan identifikasi produk perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan (Tabel 15 ) dan dilanjutkan dengan pemilihan komoditas potensial oleh responden (dapat dilihat pada Tabel 18) yang menghasikan ikan pari. Langkah selanjutnya adalah pemilihan produk unggulan yang menghasilkan produk surimi ikan pari. Produk unggulan ini selanjutnya dianalisis kelayakan finansialnya. Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi ikan pari sebanyak 108.400 kg/th seperti disajikan pada tabel 2, membutuhkan dana sebesar Rp. 589.736.200,- terdiri dari modal kerja Rp. 130. 572.200,- dan investasi sebesar Rp. 459.164.000,-. Total kebutuhan dana tersebut direncanakan berasar dari modal sendiri seesar Rp. 589.736.200,- dan modal pinjaman Rp. 0,-. Tingkat kelayakan usaha sebagai berikut : NPV Rp. 282.620.155,- ; PBP 6,61 dan B/C ratio 1,62. Strategi pengembangan usaha dengan melibatkan seluruh stakeholders untuk bersinergi dengan pembagian peran sebagai berikut : (1) Pemerintah memberikan bantuan berupa bimbingan teknis, memfasilitasi terjadinya kemitraan dengan industri pengolahan fish jelly product, memberikan bantuan modal dan penyediaan sarana air bersih dan listrik yang memadai, penyediaan es yang cukup, bantuan promosi dan perluasan pasar serta penyediaan tenaga kerja yang terampil. (2) Industri besar/pengusaha mitra (pengolah surimi) perlu memberikan bimbingan kepada kelompok mitra yang berkaitan dengan kualitas bahan baku dan cara pengolahan meanfish sesuai yang diinginkan. (3) Pengusaha mitra wajib memberikan pinjaman/bantuan fasilitas dan sarana pengolahan produk, memberikan bantuan/kredit modal dan membeli seluruh hasil olahan kelompok mitra sesuai perjanjian dalam kontrak beli.
92
3) DKI Jakarta Dimulai dengan identifikasi produk perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan (Tabel 19) dan dilanjutkan dengan pemilihan komoditas potensial oleh responden (dapat dilihat pada Tabel 22) yang menghasikan ikan cucut. Langkah selanjutnya adalah pemilihan produk unggulan yang menghasilkan produk surimi ikan cucut. Produk unggulan ini selanjutnya dianalisis kelayakan finansialnya. Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi ikan cucut sebanyak 1.141.700 kg/th seperti disajikan pada tabel 1, membutuhkan dana sebesar Rp. 3.903.459.900,- terdiri dari modal kerja Rp. 1227.032.400,- dan investasi sebesar Rp. 2.676.427.500,-. Total kebutuhan dana tersebut direncanakan berasar dari modal sendiri sebesar Rp. 2.342.075.940,- dan modal pinjaman sebesar
Rp.
1.516.383.960,-.
Sesuai
perhitungan
analisis
finansial,
pengembalian pinjaman dlakukan selama 10 tahun dengan tingkat kelayakan usaha sebagai berikut : NPV Rp. 2.601.926.215,- ; PBP 3,76 dan B/C ratio 1,97. Strategi pengembangan usaha surimi ikan cucut di DKI Jakarta ini berskala usaha menengah/besar, sehingga perlu melibatkan seluruh stakeholders untuk bersinergi dengan pembagian peran sebagai berikut : (1) Pemerintah memberikan bantuan
kepada pengusaha mitra berupa:
promosi, perluasan akses pasar dan kemudahan perijinan. Pemerintah mendorong pengusaha mitra untuk melakukan perikatan kerjasama dengan
kelompok
mitra.
Pemerintah
terhadap
kelompok
mitra
memberikan penguatan berupa bimbingan teknis, memberikan bantuan modal dan penyediaan air bersih yang memadai. Pasokan kelompok mitra kepada pengusaha mitra dapat berupa bahan baku atau berupa mincedfish. (2) Pengusaha
mitra
wajib
memberikan
pinjaman/bantuan
peralatan
pengolahan produk, memberikan bantuan/kredit modal dan membeli seluruh hasil olahan kelompok mitra sesuai perjanjian dalam kontrak beli.
93
4) Kabupaten Cirebon Dimulai dengan identifikasi produk perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan (Tabel 23) dan dilanjutkan dengan pemilihan komoditas potensial oleh responden (dapat dilihat pada Tabel 26) yang menghasikan ikan pari. Langkah selanjutnya adalah pemilihan produk unggulan yang menghasilkan produk surimi ikan pari. Produk unggulan ini selanjutnya dianalisis kelayakan finansialnya. Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi ikan pari sebanyak 1.864.900 kg/th seperti disajikan pada tabel 1, membutuhkan dana sebesar Rp. 4.987.935.960.040,- terdiri dari modal kerja Rp. 1.419.485.960,- dan investasi sebesar Rp. 3.568.450.000,-. Total kebutuhan dana tersebut direncanakan berasar dari modal sendiri sebesar Rp. 2.992.761.576,- dan modal pinjaman sebesar Rp. 1.995.174.384,-. Sesuai perhitungan analisis finansial, pengembalian pinjaman dlakukan selama 10 tahun dengan tingkat kelayakan usaha sebagai berikut : NPV Rp. 4.788.037.931,- ; PBP 3,15 dan B/C ratio 2,34. Strategi pengembangan usaha surimi ikan cucut di DKI Jakarta ini berskala usaha menengah/besar, sehingga perlu melibatkan seluruh stakeholders untuk bersinergi dengan pembagian peran sebagai berikut : (1) Pemerintah memberikan dukungan kepada kelompok mitra berupa bimbingan teknis, memfasilitasi terjadinya kemitraan dengan industri pengolahan surimi, memberikan bantuan modal dan penyediaan sarana air bersih dan listrik yang memadai. Pasokan kelompok mitra dapat berupa bahan baku ikan namun dapat pula berupa produk minced fish. (2) Industri besar/pengusaha mitra (pengolah surimi) perlu memberikan bimbingan kepada kelompok mitra yang berkaitan dengan kualitas bahan baku dan cara pengolahan
mincedfish
sesuai yang diinginkan.
Pengusaha mitra wajib memberikan pinjaman/bantuan fasilitas dan sarana pengolahan produk, memberikan bantuan/kredit modal dan membeli seluruh hasil olahan kelompok mitra sesuai perjanjian dalam kontrak beli.
94
(3) Pemerintah memberikan dukungan kepada pengusaha mitra berupa bimbingan teknis, kemudahan perijinan, pelatihan, promosi secara internasional,
membantu
pengembangan
pasar
dan
memberikan
pendampingan dalam bermitra dengan kelompok mitra. Pembagian tugas dan tanggung jawab para pihak yang melaksanakan sinergi untuk pengembangan industri surimi ini diuraikan seperti matrik pada Tabel 32.
95
Tabel 32. Pembagian tugas dan tanggung jawab stakeholders pada strategi pengembangan industri Surimi No
Faktor A
Kabupaten Cilacap B
C
A
Pelabuhan Ratu B
C
A - Bantuan Modal Kepada B Pendampinga n dengan Bank Bantuan Kepada Kelompok Mitra Penyediaan air bersih Kepada B
DKI Jakarta B
Kabupaten Cirebon B
C
A
Menerima Bantuan Modal Dari C
Bantuan Modal Kepada B
Bantuan modal bagi B.
Mengelola bantuan modal untuk usaha
Ikut membantu permodalan bagi B
C
Pemanfaatan Sarana Secara Profesional
Bantuan Kepada B
Bantuan alat produksi kpd B
Mengoperasika n alat produksi scr efektif
Membantu alat sanitasi dan higiene kpd B
Pemanfaatan Secara Efisien
Mandiri
Penyediaan air bersih bagi B
Mengelola air bersih scr efisien
Mandiri
1.
Modal Usaha
Bantuan modal usaha/pendam pingan thd bank
Efisiensi modal usaha
Bantuan/pinja man modal kpd B
Bantuan Modal Usaha
Pengelolaan Bantuan Modal Untuk Biaya Produksi
Bantuan Modal/Kredit Modal Kepada B
2.
Peralatan Pengolahan
Bantuan alat produksi
Mengoperasika n alat secara efektif
Bantuan peralatan sanitasi higiene
Bantuan Peralatan/Pras arana
Pemanfaatan Peralatan
Bantuan/Pinja man Peralatan
3.
Air Bersih
Penyediaan air bersih
Pemanfaatan air scr efisien
Bantuan water treatment kpd B
Penyediaan Air Bersih
Pemanfaatan Air Bersih Secara Efisien
Bantuan Alat Penjernihan Air
4.
Akses Pasar
Bantuan promosi, perluasan pasar
Perbaikan mutu sesuai permintaan
Perluasan pasar ekspor
Penyediaan Informasi Pasar
Pemanfaatan Perluasan Pasar
Peningkatan Permintaan Produk Kepada B
Penyediaan Informasi dan Promosi
Memanfaatkan Promosi dan Perluasan Pasar
Perluasan Pasar Secara Internasional
Promosi, perluasan pasar
Perbaikan mutu produk
Perluasan pasar domestik dan ekspor
5.
Kemitraan Usaha
Fasilitasi terjadinya kemitraan antara B dan C
Menyediakan pasokan ikan/mincedfish kpd C sesuai kesepakatan
Membeli bahan baku ikan /minced fish dari B
Memberikan Pendampingan Kepada B dan C
Komitmen Untuk Bermitra
Bermitra dengan C
Memfasilitasi terjadinya kemitraan Kepada B dan C
Bermitra Dengan Pengusaha Mitra
Bermitra Dengan Kelompok Mitra
Mendorong terjadinya kemitraan B dan C
Menyiapkan produk yang bermutu sesuai permintaan C
6.
Pelatihan Teknis
Melatih teknis pengolahan surimi sesuai persyaratan
Meningkatkan ketrampilan teknis untuk menjaga mutu produk.
Transfer technology kepada B sesuai permintaan pasar
Membimbing dan Melatih Teknis Kepada Pengusaha Mitra
Menerapkan Teknologi Sesuai Permintaan
Membimbing Persyaratan Teknis Kepada C
Pemberian Pelatihan teknis pengolahan surimi
Menerima Pelatihan
Memberikan pelatihan teknis bagi B dan C
Meningkatkan ketrampilan tenaga produksi.
7.
Pemenuhan SDM bagi pengolah
Menyiapkan tenaga profesional pengolah surimi.
Memanfaatkan tenaga ahli produk surimi
Bantu kekurangan tenaga pada B
Melatih dan Menyediakan SDM Sesuai Kebutuhan B
Meningkatkan ketrampilan teknis
Membantu peningkatan ketrampilan kepada B
Menyiapkan dan Melatih Ketrampilan
Menerima dan Menggunakan Ketrampilan
Memberikan Teknik Pengolahan Kepada B Sesuai Permintaan Pasar Melatih Ketrampilan Kepada B
Bermitra dengan B dan bekerjasama saling menguntungka n Transfer technologi kepada B sesuai permintaan pembeli
Membantu kebutuhan tenaga teknis yang terampil
Memenuhi kebutuhan jumlah tenaga profesional
Keterangan:
A : Pemerintah B : Kelompok Mitra C: Pengusaha Mitra
95
Membantu tenaga terampil kepada B
Secara umum rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan dapat dilihat pada gambar 5. 4.6 Rancangan Model Pengembangan Usaha Pengolahan Hasil Perikanan
Gambar 5. Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan
Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan (gambar 5) akan bermuara sebagai pengembangan usaha. Rancangan model ini sudah sesuai dengan sekuensi proses desain model, namun sebagai catatan bahwa aspek ekonomi yang diperhitungkan dibatasi pada aspek analisis finansial yang mencakup Net Presen Value (NPV), Pay Back Period (PBP) dan B/C ratio. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya perlu juga diperhitungkan aspek ekonomi
96
yang lebih lengkap antara lain potensi pasar luar negeri/internasional, faktor ekonomi lainnya dan juga sosial budaya lokal.
97
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1) Komoditas potensial yang didaratkan secara kontinyu di Kabupaten Cilacap adalah ikan campuran (multi species), Kabupaten SukabumiPelabuhanratu adalah ikan pari, DKI Jakarta adalah ikan cucut dan Kabupaten Cirebon adalah ikan pari. 2) Produk unggulan di Kabupaten Cilacap adalah surimi ikan campuran (multi species), Pelabuhanratu adalah surimi ikan pari, DKI Jakarta adalah surimi ikan cucut dan Kabupaten Cirebon adalah surimi ikan pari.
3) Hasil analisis finansial produk-produk unggulan adalah sebagai berikut; Kabupaten Cilacap menghasilkan NPV Rp. 2.510.361.474,- ; Net B/C 2,24 dan PBP 3,27 tahun, Pelabuhanratu menunjukkan NPV Rp. 282.620.155,-; Net B/C 1,62 dan PBP 6,61 tahun, DKI Jakarta menunjukkan NPV Rp. 2.601.926.215,- ; Net B/C 1,97 dan PBP 3,76 tahun, dan Kabupaten Cirebon menunjukkan NPV Rp. 4.788.037.931,- ; Net B/C 2,34 dan PBP 3,15 tahun. 4) Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan, diuraikan sebagai berikut : (1) Mengidentifikasi ikan yang didaratkan disuatu wilayah tertentu. (2) Menentukan jenis ikan yang belum diserap industri besar (eksportir). (3) Pemilihan komoditas potensial, dengan melibatkan pakar/responden. (4) Pemilihan produk potensial untuk mendapatkan jenis olahan yang memiliki nilai tambah (added value) paling tinggi dengan melibatkan pakar/responden. (5) Menentukan produk unggulan dari produk potensial terseleksi dengan pertimbangan ketersediaan teknologi, sumberdaya manusia dan permintaan pasar secara internasional.
(6) Perhitungan
analisis
finansial
untuk
menentukan
kemampuan
produksi, formulasi biaya produksi dan harga jual produk sesuai tingkat mutu produk yang telah ditetapkan pasar. (7) Menentukan strategi pengembangan usaha dengan pola kemitraan antara kelompok mitra (nelayan/pengolah skala kecil) dengan pengusaha mitra (industri skala menengah/besar).
99
5.2 Saran 1) Diperlukan kebijakan pemerintah yang lebih jelas untuk mendukung pengembangan industri pengolahan hasil perikanan khususnya jenisjenis produk bernilai tambah, mengingat besarnya multiplier effect yang ditimbulkan. Terkait hal tersebut, pemerintah daerah dan pusat perlu terus melakukan pembinaan teknis secara intensif terhadap para pelaku usaha
melalui pelatihan, pembuatan kegiatan percontohan,
kampanye makan ikan dan memfasilitasi kemitraan dengan pihak industri modern yang sesuai dengan produk yang dihasilkan. 2) Pemerintah pusat/daerah agar secara terus menerus melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan surimi sesuai perkembangan dan permintaan pasar dalam dan luar negeri. 3) Pemerintah Pusat dan Daerah untuk melakukan perluasan akses pasar dan promosi dagang dengan negara luar melalui market intellegency pengembangan industri pengolahan hasil perikanan yang sesuai dengan potensi perikanan di Indonesia. 4) Penelitian dengan judul strategi pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan ini perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan pendalaman aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal (Kabupaten
Cilacap,
Kabupaten
Sukabumi-Pelabuhanratu,
DKI
Jakarta, Kabupaten Cirebon).
100
DAFTAR PUSTAKA
Agustedi, 1994. Sistem Penunjang Keputusan Untuk Pembinaan Agroindustri Perikanan Rakyat. Thesis, IPB, Bogor. 144 hal. Alhadar, M. 1998. Formulasi Strategi Industri Pengolahan Hasil Perikanan Laut di Kabupaten Maluku Utara. Tesis TIP. PPS, IPB, Bogor. Pp : 72-91. Atmanto, Sigit B. 1999. Kajian Wilayah Pengembangan Agroindustri Perikanan Rakyat Di Daerah Maluku. Thesis, IPB, Bogor. 109 hal. Batch, F. F., 1992. Peningkatan Packing Makanan Laut. Journal Infofish Vol. 2.No. 4. Malaysia. Pp. 18-20. BBP2HP, 2005. Teknologi Pengolahan Surimi dan Produk Fish Jelly. Jakarta. 45 hal. BBP2HP, 2006. Keragaan Produk Olahan Hasil Perikanan, Jakarta. 115 hal. BBPMHP, 1988/1989. Laporan Uji Pengaruh Lama Penyimpanan Surimi Ikan Cucut Macan Terhadap Elastisitas Sosis Sebagai Produk Lanjutan, Jakarta. Pp : 4-7. BBPMHP, 2004. Teknologi Pengolahan Surimi Dari Ikan Hasil Tangkapan Samping (HTS). Jakarta. Pp : 3-5. BBPMHP, 2006. Laporan Perekayasaan Teknologi Pengolahan Fish Jelly Product, Jakarta. Pp : 16-20. BBPMHP, 1993. Petunjuk Teknis Pembuatan Kerupuk Ikan, Jakarta. 20 hal. Beljaars,
Jonker K.M., Schout L.J., 1998. Liquid Chromatographic Determination of Histamine in Fish. Journal of AOAC International vol.81 no. 5. Netherlands. Pp. 991-997
BPPMHP, 2000. Petunjuk Teknis Teknologi Pemanfaatan Ikan Non Ekonomis, Jakarta. 27 hal. BPPMHP, 2002. Pengembangan Methode Pengujian Kaleng, Jakarta. 27 hal. BPS, 1977. Pedoman Usaha Bersama. Pusat Pengembangan Usaha, Badan Pengembangan Swadaya Masyarakat, Jakarta. 108 hal. BPS , 2004. Statistik Indonesia, Jakarta. 646 hal.
Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet dan N. Wooton, 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta. Budiyanto, D, 2003. Analisis Tekno-Ekonomi Produk-Produk Olahan Tuna dan Kakap, Jakarta. 22 hal. Clucas, I.J. dan A.R. Ward, 1996. Post harvest Fisheries Development : A Guide to Handling, Preservation, Processing and Quality. Natural Recources Institute, Chtham Maritim, United Kingdom. Pp : 229. Craby & Starky, 2007. Buletin Pengolahan dan Pemasaran Perikanan. Edisi Juni 2007. Jakarta. 23 hal. Dahuri, R, 2001a. Kebijakan dan Program Sektor Kelautan dan Perikanan Dalam Rangka pemulihan Ekonomi Menuju Bangsa Indonesia Yang Maju, Makmur dan Berkeadilan, Jakarta. 32 hal. Dahuri, R, 2002b. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 25 hal. Dahuri, R, DKP. 2004. Wujud Nyata Kebijakan Pemerintah Dalam Pengelolaan Perikanan Yang Bertanggung Jawab , Makalah Semiloka 10 Mei 2004, Hotel Aryaduta, Jakarta. 32 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001. Pemberdayaan Industri Pengolahan Ikan di Indonesia : Sebuah Perspektif. Analisis Kebijakan Pembangunan Perikanan 2000, Jakarta. 42 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002. Program Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 92 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004a. Rencana Strategis (Renstra) transisi tahun 2005, Jakarta. 5 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 tentang Perikanan, Jakarta. 86 hal. Departemen Pendidikan Nasional, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Balai Pustaka, Jakarta.1381 hal. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 614 hal. Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah, 2000. Komoditas Unggulan Perikanan Jawa Tengah 1997-1999, Semarang. Pp : 12-18 Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap, 2004. Profil Perikanan dan Kelautan kabupaten Cilacap, Cilacap. Pp : 16-19.
102
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2005. Laporan Tahunan , Cirebon. 101 hal. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi, 2004. Laporan Tahunan, Sukabumi. Pp : 11-15. Dinas Perikanan, Peternakan dan Kelautan DKI Jakarta, 2005. Laporan Tahunan, Jakarta. 65 hal. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasarn Hasil Perikanan, 2005. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan 2005-2009, Jakarta. 44 hal. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2003, Pedoman umum Pelaksanaan Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil, Jakarta. 86 hal. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2005. Statistik Perikanan Tangkap, Jakarta. 367 hal. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2006. Master Plan dan Rencana Strategis Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil. Jakarta. 67 hal. Direktorat Jenderal Perikanan, 2000. Monitoring Mutu Organoleptik, Fisika dan Mikrobiologi Produk Kaleng, Jakarta. 13 hal. Eriyatno, 1998. Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Jilid I edisi kedua, IPB Press, Bogor. Pp: 38-52. Fauzi, A dan Anna, S., 2002. Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Sebagai Bahan Pertimbangan Penentuan Kebijakan Pembangunan Perikanan. Jakarta. Journal Pesisir dan Lautan Vol II. Pp: 36-48. Fitrial, Y., 2000. Pengaruh Konsentrasi Tepung Tapioka, Suhu dan Lama Perebusan Terhadap Mutu Gel Daging Ikan Cucut Lanyam. Thesis.Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Pp : 73-80. Gabungan Pengusaha Indonesia, 1999. Surimi di Asia Tenggara. Edisi XVIIIMei 1999. Sapta Wigata, Jakarta. 17 hal. Gabungan Pengusaha Indonesia, 2000. Pasar Eropa Untuk Surimi. Edisi Akhir 2000. Sapta Wigata, Jakarta. 18 hal. Gema Mina, DKP, 2006. Keanekaragaman Spesies Ikan Indonesia. Volume IV-No. 7. Jakarta. 19 hal.
103
Giyatmi, 2005. Sistem pengembangan Agroindustri Perikanan Laut : Suatu Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan di Provinsi Jawa Tengah, Disertasi IPN. PPS, IPB, Bogor. 215 hal. Haluan, J. 2003. Pendekatan Sistem Dalam Pengembangan Perikanan Tangkap di Indonesia. (Bahan Kuliah). IPB, Bogor. 10 hal. Harini, L.P.D., 1993. Pembuatan Dan Uji Kesukaan Burger Dari Surimi Ikan Cucut Dengan Berbagai Jenis Tepung. Skripsi, Fakultas Perikanan, IPB, Bogor. Pp : 33-46. Hartrisari, 2003. Metode Analisis Prospektif. (Bahan Kuliah). IPB, Bogor. 17 hal. Hartrisari, 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem Permodelan Untuk Industri dan Lingkungan. Seameo Biotrop. IPB, Bogor. 125 hal. Jaczynski J, Park JW. 2004. Physicochemical change in alaska pollac surimi and surimi gel as affected by electron beam. Journal of Food Science. 69(1):C53-C57. JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003. Teknologi Pengolahan Ikan di Indonesia, Jakarta. Pp. 3-19. Kadariah, L., Karlina, C. Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi, UI, Jakarta. Pp : 47-50 Kohar, K.P., 2004. Pengaruh Beberapa Jenis Ikan Rucah Terhadap Kualitas Surimi Mentah. UNDIP, Semarang. 103 hal. Kurniawan, Y., 2006. Sistem Penunjang Keputusan Pengembangan Agroindustri Komoditas Perikanan di Kabupaten Cirebon, Bogor. 76 hal. Lanier, T.C and C.M. Lee, 1986. Surimi Technology, New York. 528 hal. Laporan Penelitian. Desember 2007. Peta Upaya Penguatan Usaha Mikro/Kecil di Tingkat Pusat Tahun 1977–2003. http://www.semeru.or.id Manetsch, TJ and PG. Park. 1979. System Analisis and Simulation With Application to Economic and Social Science. Michigan State University, East Lausing. Mangunsong, S., 2003. Implementation of Safety and Quality Assurance on Traditional Products In Indonesia, Jakarta. Pp: 8-16 hal. Manullang, M., M. Theresia dan H.E. Irianto. 2005. Pengaruh Konsentrasi Tepung Tapioka dan Sodium Tripoliposphat Terhadap Mutu dan
104
Daya Awet Kamaboko Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen). Bul. Teknologi dan Industri Pangan. Vol. VI.(2):21-26. Manvell, C. 1987. Sterilisation of Food Particulates-An Investigation Of The APV Jupiter System. Food Science And Technology Today. Journal Of The Institute Of Food Science And Technology, Vol.1. No. 2. UK. Pp. 106-109. Marhayudi, P., 2006. Model Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat, Disertasi PSL, PPS. IPB, Bogor. 196 hal. Marimin, 2004. Tehnik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Majemuk. Grasindo, Jakarta. 197 hal.
Kriteria
MFRD-SEAFDEC, Second Edition, 1991. Southeast Asian Fish Products. Singapura. 28 hal. Minch, R.P. and J.R. Burns. 1983. Conceptual Design Of Decision Support System Utilizing Management Science Models. IEEE Transaction of System, Man and Cybernetic. 131 hal. Ministry Of Marine Affairs And Fisheries, 2008. Indonesian Fisheries Book. DKP and JICA, Jakarta. 76 hal. Murdiyanto, B 2003. Menumbuhkan Komitmen dan Kerjasama stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut Wilayah Pantai Jawa Tengah. Buletin PSP vol XII nomor 2, Oktober 2003, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB. Bogor. Pp : 65-79. NCQC, 2000. The Inventory of Traditional Fish Products In Indonesia. Jakarta. 14 hal. Nichols PD., Mooney BD., Elliott NG. 2001. Unusually High Levels Of Nonsaponifiable Lipids In The Fishes escolar And Rudderfish Identification By Gas And Thin-layer Chromatography. J Chromatogr A. 2001 Nov 30;936(1-2):183-91.Links. Nikijuluw, V, 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Cidesindo, Jakarta. 254 hal.
Pustaka
Novenra, AD. 2003. Studi Kelayakan Pendirian Industri Penyamaan Kulit Ikan Pari di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. 90 hal. Nugroho, A.E., 2006. Studi Pembuatan Surimi Multi-Species Dari Ikan Demersal Non Ekonomis. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor. 98 hal.
105
Oryzanty, S. 2003. Sistem Penunjang Keputusan Kelayakan Investasi Agroindustri Minyak Pala di Bogor Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. 102 hal. Prameswari, D. 2007. Analisa EPA dan DHA dalam limbah kepala ikan tuna secara kromatografi gas (GC). Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. 54 hal. Pranira, S., 2003. Pemanfaatan Ikan Pelagis Ekonomis Rendah Sebagai Bahan Baku Surimi. IPB, Bogor. Pp : 31-54. Pratiwiningsih, T.I., 2004. Kajian Sifat Fungsional Mikrostruktural dan Pendugaan Umur Simpan Surimi Dari Ikan Marlin. IPB, Bogor. Pp : 27-84. Purwandari, Y. 1993. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Penerimaan Produk Emulsi dari Surimi dan Tahu Ikan (Salted Dried Fish Cakes) Cucut. Skripsi. Fakultas Perikanan, IPB, Bogor. Pp: 39-52. Ramesh, M. N., 1995. Optimum Sterilisation Of Foods By Thermal Processing. Food Science And Technology Today. Journal Of The Institute Of Food Science And Technology, Vol. 9. No. 4. UK. Pp. 217-224. Sarinah. 1999. Kajian Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Perikanan Laut di Sulawesi Tenggara. Tesis TIP. PPS, IPB, Bogor. 130 hal. Schawrz MD, Lee CM, 1988. Comparizon of the thermostability of red hake and alaska pollack surimi during processing. Journal of Food Science. 53 (5) : 1347-1351 Selman, J., 1992. New Technologies For The Food Industry. Food Science And Technology Today. Journal Of The Institute Of Food Science And Technology, Vol. 6. No. 4. UK. Pp. 205-209. Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein in Processing Technology. . Applied Science Publishing. Ltd. London. p: 203 Turban , 1990. Decision Support and Expert system. Macmillan Publ. Co., Inc., New York. Wahyuni, M. 1992. Sifat Kimia dan Fungsi Ikan Hiu Lanyam (Carcharinus limbatus) Serta Penggunaannya Dalam Pembuatan Sosis. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 147 hal. Waites, W. 1988. Hazardous Microorganisms And The Hazard Analysis Critical Control Point System. Food Science And Technology Today. Journal Of The Institute Of Food Science And Technology, Vol. 6. No. 2. UK. Pp. 259-264.
106
Ward, K., Srikantan, S. and N.Richard. 1991. Management Acconting For Finance Decision. Oxford : Butterworths-Heinemann. 321 hal. Winarno, 1994. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 152 hal. Yasin, A.W.N, 2005. Pengaruh Pengkomposisian dan penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut dan ikan Pari terhadap karakteristik Surimi yang dihasilkan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor. 108 hal. Yuliyanthi, D. 2004. Studi Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan di Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. 98 hal.
107
Lampiran 1. Analisis Finansial Industri Surimi di Kabupaten Cilacap
Asumsi dan Koefisien No. Uraian 1 Produktifitas dan Harga Kebutuhan Bahan Baku Harga Bahan Baku Rendemen Produksi Harga Jual Produk 2 Persentase Produksi Persentase Produksi Tahun I Persentase Produksi Tahun II Persentase Produksi Tahun Berikutnya 3 Pendanaan Bunga Pinjaman Modal Sendiri Jangka Waktu Pengembalian Modal 4 Lain-Lain Depresiasi Nilai Sisa Biaya Pemeliharaan Biaya Asuransi Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Penghasilan
Ya Gunakan Nilai Perubahan? Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir kg/tahun Rp./kg % Rp./kg
818400 2676 30 17000
0 0 0 0
818400 2676 30 17000
80 90 100
0 0 0
80 90 100
%/tahun % Tahun
10 80 10
0 0 0
10 80 10
% % % % %
10 5 0 1 15
0 0 0 0 0
10 5 0 1 15
% % %
108
Investasi, Penyusutan, dan Pemeliharaan No. Uraian Satuan A. Lahan Tanah m2 B. Bangunan Kantor m2 Ruang Pencucian m2 Ruang Processing m2 Ruang Penganginan m2 Ruang Penyimpanan Batu Es m2 Gudang bahan baku m2 Gudang produk m2 Ruang Penjemuran m2 Laboratorium m2 Toilet m2 C. Kendaraan Truck buah D. Peralatan Keranjang plastik buah Meat Bone Seperator buah Mesin Pengepres buah Bak Perendam buah Mesin Pelumat Daging buah Timbangan buah Silent Cutter buah Cold Storage buah Pompa angin buah Pompa air buah Freezer unit E. Instalasi Instalasi listrik unit Instalasi penanganan limbah unit Instalasi air unit Instalasi telepon unit F. Perlengkapan Meja tulis serta kursi unit Lemari arsip unit Komputer +printer unit Meja kursi tamu unit G. Pra Investasi Perijinan Total
Volume
Harga
500
900.000
20 10 200 0 10 30 0 0 0 10
900.000 900.000 900.000 0 900.000 900.000 0 0 0 900.000
1 100.000.000 15 1 1 1 1 3 1 1 0 0 1
10.000 300.000.000 75.000.000 400.000 75.000.000 50.000 100.000.000 300.000.000 0 0 300.000.000
1 0 1 1
400.000 0 400.000 0
2 2 3 1
2.000.000 2.000.000 4.500.000 2.000.000
1
750.000
Jumlah Nilai Sisa Umur Penyusutan Pemeliharaan 450.000.000 450.000.000 252.000.000 25.200.000 22.680.000 12.600.000 18.000.000 1.800.000 10 1.620.000 900.000 9.000.000 900.000 10 810.000 450.000 180.000.000 18.000.000 10 16.200.000 9.000.000 0 0 10 0 0 9.000.000 900.000 10 810.000 450.000 27.000.000 2.700.000 10 2.430.000 1.350.000 0 0 10 0 0 0 0 10 0 0 0 0 10 0 0 9.000.000 900.000 10 810.000 450.000 100.000.000 10.000.000 9.000.000 5.000.000 100.000.000 10.000.000 10 9.000.000 5.000.000 1.150.700.000 115.070.000 207.126.000 57.535.000 150.000 15.000 5 27.000 7.500 300.000.000 30.000.000 5 54.000.000 15.000.000 75.000.000 7.500.000 5 13.500.000 3.750.000 400.000 40.000 5 72.000 20.000 75.000.000 7.500.000 5 13.500.000 3.750.000 150.000 15.000 5 27.000 7.500 100.000.000 10.000.000 5 18.000.000 5.000.000 300.000.000 30.000.000 5 54.000.000 15.000.000 0 0 5 0 0 0 0 5 0 0 300.000.000 30.000.000 5 54.000.000 15.000.000 800.000 80.000 144.000 40.000 400.000 40.000 5 72.000 20.000 0 0 5 0 0 400.000 40.000 5 72.000 20.000 0 0 5 0 0 23.500.000 2.350.000 4.230.000 1.175.000 4.000.000 400.000 5 720.000 200.000 4.000.000 400.000 5 720.000 200.000 13.500.000 1.350.000 5 2.430.000 675.000 2.000.000 200.000 5 360.000 100.000 50.000.000 50.000.000 2.027.000.000 152.700.000 243.180.000 76.350.000
109
Biaya Tetap No. Uraian 1 Gaji Tenaga Kerja Direktur Sekretaris Satpam Manajer pemasaran Staff administrasi staff Penjualan Staff Produksi 2 Biaya pemeliharaan 3 Pajak Bumi dan Bangunan 4 Biaya pemasaran 5 Biaya Asuransi 6 Biaya operasi kantor dan telepon Total
Satuan orang orang orang orang orang orang orang
Volume
Harga
1 1 2 1 2 2 2
3.000.000 1.500.000 750.000 2.000.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 10.000.000 10.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 307.370.000 307.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000
110
Biaya Tidak Tetap No. Uraian 1 Biaya Produksi Bahan Baku Garam & Bhn. Penunjang Minyak tanah Kardus Plastik 2 Biaya Tenaga Kerja Langsung Karyawan Produksi Karyawan untuk analisis Supervisor 2 Biaya Utilitas Biaya transportasi Bahan Bahan Untuk analis Listrik Total
Satuan
Volume
Harga
Kg Kg Liter Buah m2
818.400 8.500 0 10.000 11.000
2.676 2.000 0 4.000 3.000
orang orang orang
10 0 1
750.000 0 1.500.000
818.400 0 6.000
100 0 750
Kg Rp./bulan kwh
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1.824.030.720 2.052.034.560 2.280.038.400 2.280.038.400 2.280.038.400 2.280.038.400 2.280.038.400 2.280.038.400 2.280.038.400 2.280.038.400 1.752.030.720 1.971.034.560 2.190.038.400 2.190.038.400 2.190.038.400 2.190.038.400 2.190.038.400 2.190.038.400 2.190.038.400 2.190.038.400 13.600.000 15.300.000 17.000.000 17.000.000 17.000.000 17.000.000 17.000.000 17.000.000 17.000.000 17.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 32.000.000 36.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 26.400.000 29.700.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 69.072.000 77.706.000 86.340.000 86.340.000 86.340.000 86.340.000 86.340.000 86.340.000 86.340.000 86.340.000 65.472.000 73.656.000 81.840.000 81.840.000 81.840.000 81.840.000 81.840.000 81.840.000 81.840.000 81.840.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3.600.000 4.050.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 2.001.102.720 2.237.740.560 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400
111
Modal Kerja dan Pendanaan No. Uraian 1 Kebutuhan Modal Kerja Biaya tenaga kerja tak langsung Biaya pemasaran Biaya operasi kantor Bahan baku dan pembantu Biaya tenaga kerja langsung Biaya Utilitas 2 Investasi 3 Pendanaan Total Kebutuhan Dana Modal Sendiri Modal Pinjaman Angsuran Tahunan
Jumlah 556.275.680 51.000.000 2.500.000 2.500.000 456.007.680 27.000.000 17.268.000 2.027.000.000 2.583.275.680 2.066.620.544 516.655.136 76.439.313
112
Perkiraan Arus Uang No. Uraian 1 Inflow a. Nilai Sisa Modal b. Penjualan Produk Volume Produk Harga Produk 2 Outflow a. Investasi Lahan Bangunan Kendaraan Peralatan Instalasi Perlengkapan Pra Investasi b. Biaya Operasional Biaya Tetap Biaya Variabel c. Penyusutan d. Pengembalian Modal 3 Laba Sebelum Pajak 4 Pajak Penghasilan 5 Laba Bersih
0 1 516.655.136 3.339.072.000 516.655.136 3.339.072.000 196.416 17.000 2.027.000.000 2.628.092.033 2.027.000.000 0 450.000.000 0 252.000.000 0 100.000.000 0 1.150.700.000 0 800.000 0 23.500.000 0 50.000.000 0 2.308.472.720 307.370.000 2.001.102.720 243.180.000 76.439.313 -1.510.344.864 710.979.967 106.646.995 -1.510.344.864 604.332.972
2 3 4 5 6 7 8 9 10 3.756.456.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.326.540.000 152.700.000 3.756.456.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 220.968 245.520 245.520 245.520 245.520 245.520 245.520 245.520 245.520 17.000 17.000 17.000 17.000 17.000 17.000 17.000 17.000 17.000 2.864.729.873 3.106.367.713 3.106.367.713 4.281.367.713 3.106.367.713 3.106.367.713 3.106.367.713 3.106.367.713 3.106.367.713 0 0 0 1.175.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.150.700.000 0 0 0 0 0 0 0 0 800.000 0 0 0 0 0 0 0 0 23.500.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.545.110.560 2.786.748.400 2.786.748.400 2.786.748.400 2.786.748.400 2.786.748.400 2.786.748.400 2.786.748.400 2.786.748.400 307.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 2.237.740.560 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313 891.726.127 1.067.472.287 1.067.472.287 -107.527.713 1.067.472.287 1.067.472.287 1.067.472.287 1.067.472.287 1.220.172.287 133.758.919 160.120.843 160.120.843 0 160.120.843 160.120.843 160.120.843 160.120.843 183.025.843 757.967.208 907.351.444 907.351.444 -107.527.713 907.351.444 907.351.444 907.351.444 907.351.444 1.037.146.444
113
Resume Kelayakan
No. Uraian 1 Net Present Value 2 Payback Periode 3 Benefit-Cost Ratio Keputusan
Satuan Rp. Tahun
Nilai 2.510.361.474 3,27 2,24 Layak
114
Lampiran 2. Analisis Finansial Industri Surimi di Pelabuhanratu
Asumsi dan Koefisien No. Uraian 1 Produktifitas dan Harga Kebutuhan Bahan Baku Harga Bahan Baku Rendemen Produksi Harga Jual Produk 2 Persentase Produksi Persentase Produksi Tahun I Persentase Produksi Tahun II Persentase Produksi Tahun Berikutnya 3 Pendanaan Bunga Pinjaman Modal Sendiri Jangka Waktu Pengembalian Modal 4 Lain-Lain Depresiasi Nilai Sisa Biaya Pemeliharaan Biaya Asuransi Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Penghasilan
Ya Gunakan Nilai Perubahan? Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir kg/tahun Rp./kg % Rp./kg
108460 3200 30 23000
0 0 0 0
108460 3200 30 23000
% % %
80 90 100
0 0 0
80 90 100
%/tahun % Tahun
0 100 0
0 0 0
0 100 0
10 0 0 1 15
0 0 0 0 0
10 0 0 1 15
% % % % %
115
Investasi, Penyusutan, dan Pemeliharaan No. Uraian Satuan A. Lahan Tanah m2 B. Bangunan Kantor m2 Ruang Pencucian m2 Ruang Processing m2 Ruang Penganginan m2 Ruang Penyimpanan Batu Es m2 Gudang bahan baku m2 Gudang produk m2 Ruang Penjemuran m2 Laboratorium m2 Toilet m2 C. Kendaraan Truck/Pick Up buah D. Peralatan Keranjang plastik buah Meat Bone Seperator buah Mesin Pengepres buah Bak Perendaman buah Mesin Pelumat Daging buah Timbangan buah Silent Cutter buah Cold Storage portable buah Pompa angin buah Pompa air buah Freezer portable unit E. Instalasi Instalasi listrik unit Instalasi penanganan limbah unit Instalasi air unit Instalasi telepon unit F. Perlengkapan Meja tulis serta kursi unit Lemari arsip unit Komputer +printer unit Meja kursi tamu unit G. Pra Investasi Perijinan Total
Volume
Harga
300
700.000
15 12 50 0 12 12 0 0 0 10
700.000 700.000 700.000 0 700.000 700.000 0 0 0 700.000
1
75.000.000
12 0 1 1 0 2 0 1 0 0 1
9.500 0 8.000.000 360.000 0 45.000 0 15.000.000 0 0 15.000.000
1 0 1 1
450.000 0 450.000 0
2 1 1 1
1.000.000 500.000 3.500.000 1.000.000
1
900.000
Jumlah Nilai Sisa Umur Penyusutan Pemeliharaan 210.000.000 210.000.000 77.700.000 7.770.000 6.993.000 0 10.500.000 1.050.000 10 945.000 0 8.400.000 840.000 10 756.000 0 35.000.000 3.500.000 10 3.150.000 0 0 0 10 0 0 8.400.000 840.000 10 756.000 0 8.400.000 840.000 10 756.000 0 0 0 10 0 0 0 0 10 0 0 0 0 10 0 0 7.000.000 700.000 10 630.000 0 75.000.000 7.500.000 6.750.000 0 75.000.000 7.500.000 10 6.750.000 0 38.564.000 3.856.400 6.941.520 0 114.000 11.400 5 20.520 0 0 0 5 0 0 8.000.000 800.000 5 1.440.000 0 360.000 36.000 5 64.800 0 0 0 5 0 0 90.000 9.000 5 16.200 0 0 0 5 0 0 15.000.000 1.500.000 5 2.700.000 0 0 0 5 0 0 0 0 5 0 0 15.000.000 1.500.000 5 2.700.000 0 900.000 90.000 162.000 0 450.000 45.000 5 81.000 0 0 0 5 0 0 450.000 45.000 5 81.000 0 0 0 5 0 0 7.000.000 700.000 1.260.000 0 2.000.000 200.000 5 360.000 0 500.000 50.000 5 90.000 0 3.500.000 350.000 5 630.000 0 1.000.000 100.000 5 180.000 0 50.000.000 50.000.000 459.164.000 19.916.400 22.106.520 0
116
Biaya Tetap No. Uraian 1 Gaji Tenaga Kerja Direktur Sekretaris Satpam Manajer pemasaran Staff administrasi staff Penjualan Staff Produksi 2 Biaya pemeliharaan 3 Pajak Bumi dan Bangunan 4 Biaya pemasaran 5 Biaya Asuransi 6 Biaya operasi kantor dan telepon Total
Satuan orang orang orang orang orang orang orang
Volume
Harga
0 0 1 1 1 0 1
0 0 550.000 700.000 550.000 0 550.000
1 28.200.000 0 0 6.600.000 8.400.000 6.600.000 0 6.600.000 0 2.877.000 10.000.000 0 10.000.000 51.077.000
2 28.200.000 0 0 6.600.000 8.400.000 6.600.000 0 6.600.000 0 2.877.000 10.000.000 0 10.000.000 51.077.000
3 28.200.000 0 0 6.600.000 8.400.000 6.600.000 0 6.600.000 0 2.877.000 15.000.000 0 10.000.000 56.077.000
4 28.200.000 0 0 6.600.000 8.400.000 6.600.000 0 6.600.000 0 2.877.000 15.000.000 0 10.000.000 56.077.000
5 28.200.000 0 0 6.600.000 8.400.000 6.600.000 0 6.600.000 0 2.877.000 15.000.000 0 10.000.000 56.077.000
6 28.200.000 0 0 6.600.000 8.400.000 6.600.000 0 6.600.000 0 2.877.000 15.000.000 0 10.000.000 56.077.000
7 28.200.000 0 0 6.600.000 8.400.000 6.600.000 0 6.600.000 0 2.877.000 15.000.000 0 10.000.000 56.077.000
8 28.200.000 0 0 6.600.000 8.400.000 6.600.000 0 6.600.000 0 2.877.000 15.000.000 0 10.000.000 56.077.000
9 28.200.000 0 0 6.600.000 8.400.000 6.600.000 0 6.600.000 0 2.877.000 15.000.000 0 10.000.000 56.077.000
10 28.200.000 0 0 6.600.000 8.400.000 6.600.000 0 6.600.000 0 2.877.000 15.000.000 0 10.000.000 56.077.000
117
Biaya Tidak Tetap No. Uraian 1 Biaya Produksi Bahan Baku Bhn. Penunjang Minyak tanah Kardus Plastik 2 Biaya Tenaga Kerja Langsung Karyawan Produksi Karyawan untuk analisis Supervisor 2 Biaya Utilitas Biaya transportasi Bahan Bahan Untuk analis Listrik Total
Satuan
Volume
Harga
Kg Kg Liter Buah m2
108.460 6.000 0 8.000 9.500
3.200 2.000 0 2.000 750
orang orang orang
12 0 0
600.000 0 0
108.460 0 6.000
900 0 800
Kg Rp./bulan kwh
1 305.757.600 277.657.600 9.600.000 0 12.800.000 5.700.000 86.400.000 86.400.000 0 0 81.931.200 78.091.200 0 3.840.000 474.088.800
2 343.977.300 312.364.800 10.800.000 0 14.400.000 6.412.500 86.400.000 86.400.000 0 0 92.172.600 87.852.600 0 4.320.000 522.549.900
3 382.197.000 347.072.000 12.000.000 0 16.000.000 7.125.000 86.400.000 86.400.000 0 0 102.414.000 97.614.000 0 4.800.000 571.011.000
4 382.197.000 347.072.000 12.000.000 0 16.000.000 7.125.000 86.400.000 86.400.000 0 0 102.414.000 97.614.000 0 4.800.000 571.011.000
5 382.197.000 347.072.000 12.000.000 0 16.000.000 7.125.000 86.400.000 86.400.000 0 0 102.414.000 97.614.000 0 4.800.000 571.011.000
6 382.197.000 347.072.000 12.000.000 0 16.000.000 7.125.000 86.400.000 86.400.000 0 0 102.414.000 97.614.000 0 4.800.000 571.011.000
7 382.197.000 347.072.000 12.000.000 0 16.000.000 7.125.000 86.400.000 86.400.000 0 0 102.414.000 97.614.000 0 4.800.000 571.011.000
8 382.197.000 347.072.000 12.000.000 0 16.000.000 7.125.000 86.400.000 86.400.000 0 0 102.414.000 97.614.000 0 4.800.000 571.011.000
9 382.197.000 347.072.000 12.000.000 0 16.000.000 7.125.000 86.400.000 86.400.000 0 0 102.414.000 97.614.000 0 4.800.000 571.011.000
10 382.197.000 347.072.000 12.000.000 0 16.000.000 7.125.000 86.400.000 86.400.000 0 0 102.414.000 97.614.000 0 4.800.000 571.011.000
118
Modal Kerja dan Pendanaan No. Uraian 1 Kebutuhan Modal Kerja Biaya tenaga kerja tak langsung Biaya pemasaran Biaya operasi kantor Bahan baku dan pembantu Biaya tenaga kerja langsung Biaya Utilitas 2 Investasi 3 Pendanaan Total Kebutuhan Dana Modal Sendiri Modal Pinjaman Angsuran Tahunan
Jumlah 130.572.200 7.050.000 2.500.000 2.500.000 76.439.400 21.600.000 20.482.800 459.164.000 589.736.200 589.736.200 0 #DIV/0!
119
Perkiraan Arus Uang No. Uraian 1 Inflow a. Nilai Sisa Modal b. Penjualan Produk Volume Produk Harga Produk 2 Outflow a. Investasi Lahan Bangunan Kendaraan Peralatan Instalasi Perlengkapan Pra Investasi b. Biaya Operasional Biaya Tetap Biaya Variabel c. Penyusutan d. Pengembalian Modal 3 Laba Sebelum Pajak 4 Pajak Penghasilan 5 Laba Bersih
0 0 0
459.164.000 459.164.000 210.000.000 77.700.000 75.000.000 38.564.000 900.000 7.000.000 50.000.000
-459.164.000 -459.164.000
1 598.699.200
2 673.536.600
3 748.374.000
4 748.374.000
5 748.374.000
6 748.374.000
7 748.374.000
8 748.374.000
9 748.374.000
598.699.200 26.030 23.000 547.272.320 0 0 0 0 0 0 0 0 525.165.800 51.077.000 474.088.800 22.106.520 0 51.426.880 7.714.032 43.712.848
673.536.600 29.284 23.000 595.733.420 0 0 0 0 0 0 0 0 573.626.900 51.077.000 522.549.900 22.106.520 0 77.803.180 11.670.477 66.132.703
748.374.000 32.538 23.000 649.194.520 0 0 0 0 0 0 0 0 627.088.000 56.077.000 571.011.000 22.106.520 0 99.179.480 14.876.922 84.302.558
748.374.000 32.538 23.000 649.194.520 0 0 0 0 0 0 0 0 627.088.000 56.077.000 571.011.000 22.106.520 0 99.179.480 14.876.922 84.302.558
748.374.000 32.538 23.000 695.658.520 46.464.000 0 0 0 38.564.000 900.000 7.000.000 0 627.088.000 56.077.000 571.011.000 22.106.520 0 52.715.480 7.907.322 44.808.158
748.374.000 32.538 23.000 649.194.520 0 0 0 0 0 0 0 0 627.088.000 56.077.000 571.011.000 22.106.520 0 99.179.480 14.876.922 84.302.558
748.374.000 32.538 23.000 649.194.520 0 0 0 0 0 0 0 0 627.088.000 56.077.000 571.011.000 22.106.520 0 99.179.480 14.876.922 84.302.558
748.374.000 32.538 23.000 649.194.520 0 0 0 0 0 0 0 0 627.088.000 56.077.000 571.011.000 22.106.520 0 99.179.480 14.876.922 84.302.558
748.374.000 32.538 23.000 649.194.520 0 0 0 0 0 0 0 0 627.088.000 56.077.000 571.011.000 22.106.520 0 99.179.480 14.876.922 84.302.558
10 768.290.400 19.916.400 748.374.000 32.538 23.000 649.194.520 0 0 0 0 0 0 0 0 627.088.000 56.077.000 571.011.000 22.106.520 0 119.095.880 17.864.382 101.231.498
120
Resume Kelayakan
No. Uraian 1 Net Present Value 2 Payback Periode 3 Benefit-Cost Ratio Keputusan
Satuan Rp. Tahun
Nilai 282.620.155 6,61 1,62 Layak
121
Lampiran 3. Analisis Finansial Industri Surimi di DKI Jakarta
Asumsi dan Koefisien No. Uraian 1 Produktifitas dan Harga Kebutuhan Bahan Baku Harga Bahan Baku Rendemen Produksi Harga Jual Produk 2 Persentase Produksi Persentase Produksi Tahun I Persentase Produksi Tahun II Persentase Produksi Tahun Berikutnya 3 Pendanaan Bunga Pinjaman Modal Sendiri Jangka Waktu Pengembalian Modal 4 Lain-Lain Depresiasi Nilai Sisa Biaya Pemeliharaan Biaya Asuransi Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Penghasilan
Ya Gunakan Nilai Perubahan? Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir kg/tahun Rp./kg % Rp./kg
1141700 4750 30 23000
0 0 0 0
1141700 4750 30 23000
80 90 100
0 0 0
80 90 100
%/tahun % Tahun
10 60 10
0 0 0
10 60 10
% % % % %
10 5 0 1 15
0 0 0 0 0
10 5 0 1 15
% % %
122
Investasi, Penyusutan, dan Pemeliharaan No. Uraian Satuan A. Lahan Tanah m2 B. Bangunan Kantor m2 Ruang Pencucian m2 Ruang Processing m2 Ruang Penganginan m2 Ruang Penyimpanan Batu Es m2 Gudang bahan baku m2 Gudang produk m2 Ruang Penjemuran m2 Laboratorium m2 Toilet m2 C. Kendaraan Truck buah D. Peralatan Keranjang plastik buah Meat Bone Seperator buah Mesin Pengepres buah Bak Perendam buah Mesin Pelumat Daging buah Timbangan buah Silent Cutter buah Cold Storage buah Pompa angin buah Pompa air buah Freezer unit E. Instalasi Instalasi listrik unit Instalasi penanganan limbah unit Instalasi air unit Instalasi telepon unit F. Perlengkapan Meja tulis serta kursi unit Lemari arsip unit Komputer +printer unit Meja kursi tamu unit G. Pra Investasi Perijinan Total
Volume
Harga
1.000
1.000.000
30 18 200 0 9 20 0 0 0 15
800.000 800.000 800.000 0 800.000 800.000 0 0 0 800.000
1 100.000.000 25 9.500 2 300.000.000 2 25.000.000 1 440.000 2 75.000.000 3 100.000 1 75.000.000 1 200.000.000 0 0 0 0 1 200.000.000 1 0 1 1
550.000 0 550.000 0
2 1 2 2
1.500.000 750.000 4.000.000 2.000.000
1
1.100.000
Jumlah Nilai Sisa Umur Penyusutan Pemeliharaan 1.000.000.000 1.000.000.000 233.600.000 23.360.000 21.024.000 11.680.000 24.000.000 2.400.000 10 2.160.000 1.200.000 14.400.000 1.440.000 10 1.296.000 720.000 160.000.000 16.000.000 10 14.400.000 8.000.000 0 0 10 0 0 7.200.000 720.000 10 648.000 360.000 16.000.000 1.600.000 10 1.440.000 800.000 0 0 10 0 0 0 0 10 0 0 0 0 10 0 0 12.000.000 1.200.000 10 1.080.000 600.000 100.000.000 10.000.000 9.000.000 5.000.000 100.000.000 10.000.000 10 9.000.000 5.000.000 1.275.977.500 127.597.750 229.675.950 63.798.875 237.500 23.750 5 42.750 11.875 600.000.000 60.000.000 5 108.000.000 30.000.000 50.000.000 5.000.000 5 9.000.000 2.500.000 440.000 44.000 5 79.200 22.000 150.000.000 15.000.000 5 27.000.000 7.500.000 300.000 30.000 5 54.000 15.000 75.000.000 7.500.000 5 13.500.000 3.750.000 200.000.000 20.000.000 5 36.000.000 10.000.000 0 0 5 0 0 0 0 5 0 0 200.000.000 20.000.000 5 36.000.000 10.000.000 1.100.000 110.000 198.000 55.000 550.000 55.000 5 99.000 27.500 0 0 5 0 0 550.000 55.000 5 99.000 27.500 0 0 5 0 0 15.750.000 1.575.000 2.835.000 787.500 3.000.000 300.000 5 540.000 150.000 750.000 75.000 5 135.000 37.500 8.000.000 800.000 5 1.440.000 400.000 4.000.000 400.000 5 720.000 200.000 50.000.000 50.000.000 2.676.427.500 162.642.750 262.732.950 81.321.375
123
Biaya Tetap No. Uraian 1 Gaji Tenaga Kerja Direktur Sekretaris Satpam Manajer pemasaran Staff administrasi staff Penjualan Staff Produksi 2 Biaya pemeliharaan 3 Pajak Bumi dan Bangunan 4 Biaya pemasaran 5 Biaya Asuransi 6 Biaya operasi kantor dan telepon Total
Satuan orang orang orang orang orang orang orang
Volume
Harga
1 1 2 1 2 2 2
3.000.000 1.500.000 750.000 1.500.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 10.000.000 10.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 275.657.375 275.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375
124
Biaya Tidak Tetap No. Uraian 1 Biaya Produksi Bahan Baku Garam & Bhn. Penunjang Minyak tanah Kardus Plastik 2 Biaya Tenaga Kerja Langsung Karyawan Produksi Karyawan untuk analisis Supervisor 2 Biaya Utilitas Biaya transportasi Bahan Bahan Untuk analis Listrik Total
Satuan
Volume
Harga
Kg Kg Liter Buah m2
1.141.700 22.000 0 7.500 20.000
4.750 2.750 0 4.000 3.000
orang orang orang
12 0 1
1.000.000 0 1.500.000
1.141.700 0 6.000
110 0 1.000
Kg Rp./bulan kwh
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 4.458.860.000 5.016.217.500 5.573.575.000 5.573.575.000 5.573.575.000 5.573.575.000 5.573.575.000 5.573.575.000 5.573.575.000 5.573.575.000 4.338.460.000 4.880.767.500 5.423.075.000 5.423.075.000 5.423.075.000 5.423.075.000 5.423.075.000 5.423.075.000 5.423.075.000 5.423.075.000 48.400.000 54.450.000 60.500.000 60.500.000 60.500.000 60.500.000 60.500.000 60.500.000 60.500.000 60.500.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 24.000.000 27.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 48.000.000 54.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 105.269.600 118.428.300 131.587.000 131.587.000 131.587.000 131.587.000 131.587.000 131.587.000 131.587.000 131.587.000 100.469.600 113.028.300 125.587.000 125.587.000 125.587.000 125.587.000 125.587.000 125.587.000 125.587.000 125.587.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4.800.000 5.400.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 4.726.129.600 5.296.645.800 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000
125
Modal Kerja dan Pendanaan No. Uraian 1 Kebutuhan Modal Kerja Biaya tenaga kerja tak langsung Biaya pemasaran Biaya operasi kantor Bahan baku dan pembantu Biaya tenaga kerja langsung Biaya Utilitas 2 Investasi 3 Pendanaan Total Kebutuhan Dana Modal Sendiri Modal Pinjaman Angsuran Tahunan
Jumlah 1.227.032.400 40.500.000 2.500.000 2.500.000 1.114.715.000 40.500.000 26.317.400 2.676.427.500 3.903.459.900 2.342.075.940 1.561.383.960 231.007.317
126
Perkiraan Arus Uang No. Uraian 1 Inflow a. Nilai Sisa Modal b. Penjualan Produk Volume Produk Harga Produk 2 Outflow a. Investasi Lahan Bangunan Kendaraan Peralatan Instalasi Perlengkapan Pra Investasi b. Biaya Operasional Biaya Tetap Biaya Variabel c. Penyusutan d. Pengembalian Modal 3 Laba Sebelum Pajak 4 Pajak Penghasilan 5 Laba Bersih
0 1 1.561.383.960 6.302.184.000 1.561.383.960 6.302.184.000 274.008 23.000 2.676.427.500 5.495.527.242 2.676.427.500 0 1.000.000.000 0 233.600.000 0 100.000.000 0 1.275.977.500 0 1.100.000 0 15.750.000 0 50.000.000 0 5.001.786.975 275.657.375 4.726.129.600 262.732.950 231.007.317 -1.115.043.540 806.656.758 120.998.514 -1.115.043.540 685.658.244
2 3 4 5 6 7 8 9 10 7.089.957.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 8.040.372.750 162.642.750 7.089.957.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 308.259 342.510 342.510 342.510 342.510 342.510 342.510 342.510 342.510 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 6.066.043.442 6.641.559.642 6.641.559.642 7.934.387.142 6.641.559.642 6.641.559.642 6.641.559.642 6.641.559.642 6.641.559.642 0 0 0 1.292.827.500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.275.977.500 0 0 0 0 0 0 0 0 1.100.000 0 0 0 0 0 0 0 0 15.750.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5.572.303.175 6.147.819.375 6.147.819.375 6.147.819.375 6.147.819.375 6.147.819.375 6.147.819.375 6.147.819.375 6.147.819.375 275.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 5.296.645.800 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317 1.023.913.558 1.236.170.358 1.236.170.358 -56.657.142 1.236.170.358 1.236.170.358 1.236.170.358 1.236.170.358 1.398.813.108 153.587.034 185.425.554 185.425.554 0 185.425.554 185.425.554 185.425.554 185.425.554 209.821.966 870.326.524 1.050.744.804 1.050.744.804 -56.657.142 1.050.744.804 1.050.744.804 1.050.744.804 1.050.744.804 1.188.991.141
127
Resume Kelayakan
No. Uraian 1 Net Present Value 2 Payback Periode 3 Benefit-Cost Ratio Keputusan
Satuan Rp. Tahun
Nilai 2.601.926.215 3,76 1,97 Layak
128
Lampiran 4. Analisis Finansial Industri Surimi di Kabupaten Cirebon
Asumsi dan Koefisien No. Uraian 1 Produktifitas dan Harga Kebutuhan Bahan Baku Harga Bahan Baku Rendemen Produksi Harga Jual Produk 2 Persentase Produksi Persentase Produksi Tahun I Persentase Produksi Tahun II Persentase Produksi Tahun Berikutnya 3 Pendanaan Bunga Pinjaman Modal Sendiri Jangka Waktu Pengembalian Modal 4 Lain-Lain Depresiasi Nilai Sisa Biaya Pemeliharaan Biaya Asuransi Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Penghasilan
Ya Gunakan Nilai Perubahan? Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir kg/tahun Rp./kg % Rp./kg
1864900 3412 30 17500
0 0 0 0
1864900 3412 30 17500
80 90 100
0 0 0
80 90 100
%/tahun % Tahun
10 60 10
0 0 0
10 60 10
% % % % %
10 5 0 1 15
0 0 0 0 0
10 5 0 1 15
% % %
129
Investasi, Penyusutan, dan Pemeliharaan No. Uraian Satuan A. Lahan Tanah m2 B. Bangunan Kantor m2 Ruang Pencucian m2 Ruang Processing m2 Ruang Penganginan m2 Ruang Penyimpanan Batu Es m2 Gudang bahan baku m2 Gudang produk m2 Ruang Penjemuran m2 Laboratorium m2 Toilet m2 C. Kendaraan Truck/Pick Up buah D. Peralatan Keranjang plastik buah Meat Bone Seperator buah Mesin Pengepres buah Bak Perendam buah Mesin Pelumat Daging buah Timbangan buah Silent Cutter buah Cold Storage buah Pompa angin buah Pompa air buah Freezer unit E. Instalasi Instalasi listrik unit Instalasi penanganan limbah unit Instalasi air unit Instalasi telepon unit F. Perlengkapan Meja tulis serta kursi unit Lemari arsip unit Komputer +printer unit Meja kursi tamu unit G. Pra Investasi Perijinan Total
Volume
Harga
1.000
1.000.000
50 40 250 0 20 25 0 0 0 24
900.000 900.000 900.000 0 900.000 900.000 0 0 0 900.000
2 100.000.000 45 2 2 2 2 4 2 1 0 0 1
10.000 120.000.000 15.000.000 400.000 50.000.000 50.000 400.000.000 400.000.000 0 0 350.000.000
1 0 1 1
450.000 0 450.000 0
4 2 4 3
1.000.000 1.000.000 4.000.000 2.000.000
1
900.000
Jumlah Nilai Sisa Umur Penyusutan Pemeliharaan 1.000.000.000 1.000.000.000 368.100.000 36.810.000 33.129.000 18.405.000 45.000.000 4.500.000 10 4.050.000 2.250.000 36.000.000 3.600.000 10 3.240.000 1.800.000 225.000.000 22.500.000 10 20.250.000 11.250.000 0 0 10 0 0 18.000.000 1.800.000 10 1.620.000 900.000 22.500.000 2.250.000 10 2.025.000 1.125.000 0 0 10 0 0 0 0 10 0 0 0 0 10 0 0 21.600.000 2.160.000 10 1.944.000 1.080.000 200.000.000 20.000.000 18.000.000 10.000.000 200.000.000 20.000.000 10 18.000.000 10.000.000 1.921.450.000 192.145.000 345.861.000 96.072.500 450.000 45.000 5 81.000 22.500 240.000.000 24.000.000 5 43.200.000 12.000.000 30.000.000 3.000.000 5 5.400.000 1.500.000 800.000 80.000 5 144.000 40.000 100.000.000 10.000.000 5 18.000.000 5.000.000 200.000 20.000 5 36.000 10.000 800.000.000 80.000.000 5 144.000.000 40.000.000 400.000.000 40.000.000 5 72.000.000 20.000.000 0 0 5 0 0 0 0 5 0 0 350.000.000 35.000.000 5 63.000.000 17.500.000 900.000 90.000 162.000 45.000 450.000 45.000 5 81.000 22.500 0 0 5 0 0 450.000 45.000 5 81.000 22.500 0 0 5 0 0 28.000.000 2.800.000 5.040.000 1.400.000 4.000.000 400.000 5 720.000 200.000 2.000.000 200.000 5 360.000 100.000 16.000.000 1.600.000 5 2.880.000 800.000 6.000.000 600.000 5 1.080.000 300.000 50.000.000 50.000.000 3.568.450.000 251.845.000 402.192.000 125.922.500
130
Biaya Tetap No. Uraian 1 Gaji Tenaga Kerja Direktur Sekretaris Satpam Manajer pemasaran Staff administrasi staff Penjualan Staff Produksi 2 Biaya pemeliharaan 3 Pajak Bumi dan Bangunan 4 Biaya pemasaran 5 Biaya Asuransi 6 Biaya operasi kantor dan telepon Total
Satuan orang orang orang orang orang orang orang
Volume
Harga
1 1 3 1 2 2 2
3.000.000 1.500.000 750.000 2.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 10.000.000 10.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 336.603.500 336.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500
131
Biaya Tidak Tetap No. Uraian 1 Biaya Produksi Bahan Baku Garam & Bhn. Penunjang Minyak tanah Kardus Plastik 2 Biaya Tenaga Kerja Langsung Karyawan Produksi Karyawan untuk analisis Supervisor 2 Biaya Utilitas Biaya transportasi Bahan Bahan Untuk analis Listrik Total
Satuan
Volume
Harga
Kg Kg Liter Buah m2
1.864.900 18.000 0 10.000 12.000
3.412 4.000 0 5.000 3.000
orang orang orang
12 0 1
750.000 0 1.500.000
1.864.900 0 6.000
90 0 800
Kg Rp./bulan kwh
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 5.216.831.040 5.868.934.920 6.521.038.800 6.521.038.800 6.521.038.800 6.521.038.800 6.521.038.800 6.521.038.800 6.521.038.800 6.521.038.800 5.090.431.040 5.726.734.920 6.363.038.800 6.363.038.800 6.363.038.800 6.363.038.800 6.363.038.800 6.363.038.800 6.363.038.800 6.363.038.800 57.600.000 64.800.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 40.000.000 45.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 28.800.000 32.400.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 138.112.800 155.376.900 172.641.000 172.641.000 172.641.000 172.641.000 172.641.000 172.641.000 172.641.000 172.641.000 134.272.800 151.056.900 167.841.000 167.841.000 167.841.000 167.841.000 167.841.000 167.841.000 167.841.000 167.841.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3.840.000 4.320.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 5.480.943.840 6.150.311.820 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800
132
Modal Kerja dan Pendanaan No. Uraian 1 Kebutuhan Modal Kerja Biaya tenaga kerja tak langsung Biaya pemasaran Biaya operasi kantor Bahan baku dan pembantu Biaya tenaga kerja langsung Biaya Utilitas 2 Investasi 3 Pendanaan Total Kebutuhan Dana Modal Sendiri Modal Pinjaman Angsuran Tahunan
Jumlah 1.419.485.960 44.250.000 2.500.000 2.500.000 1.304.207.760 31.500.000 34.528.200 3.568.450.000 4.987.935.960 2.992.761.576 1.995.174.384 295.186.766
133
Perkiraan Arus Uang No. Uraian 1 Inflow a. Nilai Sisa Modal b. Penjualan Produk Volume Produk Harga Produk 2 Outflow a. Investasi Lahan Bangunan Kendaraan Peralatan Instalasi Perlengkapan Pra Investasi b. Biaya Operasional Biaya Tetap Biaya Variabel c. Penyusutan d. Pengembalian Modal 3 Laba Sebelum Pajak 4 Pajak Penghasilan 5 Laba Bersih
0 1 1.995.174.384 7.832.580.000 1.995.174.384 7.832.580.000 447.576 17.500 3.568.450.000 6.514.926.106 3.568.450.000 0 1.000.000.000 0 368.100.000 0 200.000.000 0 1.921.450.000 0 900.000 0 28.000.000 0 50.000.000 0 5.817.547.340 336.603.500 5.480.943.840 402.192.000 295.186.766 -1.573.275.616 1.317.653.894 197.648.084 -1.573.275.616 1.120.005.810
2 3 4 5 6 7 8 9 10 8.811.652.500 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 10.042.570.000 251.845.000 8.811.652.500 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 503.523 559.470 559.470 559.470 559.470 559.470 559.470 559.470 559.470 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 7.184.294.086 7.858.662.066 7.858.662.066 9.809.012.066 7.858.662.066 7.858.662.066 7.858.662.066 7.858.662.066 7.858.662.066 0 0 0 1.950.350.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.921.450.000 0 0 0 0 0 0 0 0 900.000 0 0 0 0 0 0 0 0 28.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6.486.915.320 7.161.283.300 7.161.283.300 7.161.283.300 7.161.283.300 7.161.283.300 7.161.283.300 7.161.283.300 7.161.283.300 336.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 6.150.311.820 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766 1.627.358.414 1.932.062.934 1.932.062.934 -18.287.066 1.932.062.934 1.932.062.934 1.932.062.934 1.932.062.934 2.183.907.934 244.103.762 289.809.440 289.809.440 0 289.809.440 289.809.440 289.809.440 289.809.440 327.586.190 1.383.254.652 1.642.253.494 1.642.253.494 -18.287.066 1.642.253.494 1.642.253.494 1.642.253.494 1.642.253.494 1.856.321.744
134
Resume Kelayakan
No. Uraian 1 Net Present Value 2 Payback Periode 3 Benefit-Cost Ratio Keputusan
Satuan Rp. Tahun
Nilai 4.788.037.931 3,15 2,34 Layak
135
Lampiran 5. Kapasitas Perusahaan Pengolahan Ikan di DKI Jakarta, Cirebon, Pelabuhanratu-Sukabumi dan Cilacap Kapasitas ( Ton ) No
Nama Perusahaan
Produk
Mulai OPR
Prod.
CS
KD
Prod rata 2
Juli 2002 2002
2.5 / hari 1
1.50 -
4.5 -
1.6 / hari 0.2
27–10 - 2003
5
50
5
2
25-8-1989
0.75
0.5
2
0.5
1990
-
2
0.5
1
16-4-2001
1.5
2
-
0.5
Februari 1999
4
35
-
3
I.
CIREBON
1. 2.
PT. Adhi Jaya Guna Satwatama CV. Lautan Kurnia
Breaded shrimp bawal segar
3.
Oriens Prima Lestari
Paha kodok beku
4.
PT. Kudatama Mas
udang beku
5.
PT. Seraton Seafood Product
6.
PT. Tongatiur Putra
Ikan kurisi beku dan swangi Crab meat pasteorisasi
7.
PD. Sambu
teri beku
8. 9.
Pan Putra Samudra PD. Jaya Sakti
crab meat rajungan, Keong
2001 -
2 0.5
2 2.5
20 -
0.85 0.5
10.
PT. Allied Frozen Food Indonesia
udang beku
1994
10
100
100
5
11.
Sumber Laut Benkindo
udang, rajungan, fillet Ikan
1994
8
8
200
5
1998
1
60 Kg
0.12
0.2
-
25
-
3000
25
Januari 2000
10 30
40 -
-
10 30
II
CILACAP
1.
PT. Lautan Murti
udang kerang
2.
PT. Kusuma Suisan Jaya
ubur – ubur asin
3.
PT. Juifa International Foods
Frozen cooled loin Tuna kaleng
beku
dan
Pemasaran
Jepang Malaysia Eropa, USA / Canada, Singapura USA dan Singapura Hongkong dan Cina USA Hongkong dan Jepang USA Cina Singapura, America dan Jepang Asia
Hongkong Jepang 70 %, Cina, Korea Indonesia, USA Thaiwan,Jepang
136
Kapasitas ( Ton ) No
Nama Perusahaan
III
DKI Jakarta
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
PT. Abicomas Minatama PT. Adijaya Guna Alsum Prakarsa Corporation PT. Anugrah Seco Jaya PT. Aquavir Ypsilanti PT. Ariya Jaya Santang CV. Arta Inti Samudra Asiamaguro Sinarindo Makmur PT. Balisumber Hayatiindah
10.
PT. Berlian Pacific
11.
PT. Bina Wimatraco
12.
PT. Bonecom
13. 14.
PT. Bosco CV. Budi Utama
15.
PT. Bumi Agro Bahari Lestari
16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
PT. Bunyamin Brothers PT. Carlina Gemilang PT. Central Pertiwi Bahari Plant 2 PT. Central Pertiwi Bahari (Plant II) PT. Central Pertiwi Bahari (Plant III) PT. Cherlie Wijaya Tuna PT. Citradimensi Arthali CV. Dama Persada
Produk
Mulai OPR
Prod.
CS
KD
Prod rata 2
420
-
1.1 420/trip
1
2 1 1.5 2
tuna segar shrimp beku cakalang beku
1998 1975
7.5 44
tuna segar tuna segar tuna segar tuna segar Fish dried shrimp dried tuna segar tuna beku Ikan segar tuna segar tuna beku swordfish loin beku Fish Frozen shrimp dried fish segar Fish beku
2004 2004 2001 1999
7.2 1 2 3
1998
5
50
1989
50
450
80
2001 2000
100
10
1
2003
4
20
10
1.5
15
150
5
1 15
30 8 10 3
200 150 100 20
10 15 5
sharkfin dried shrimp Beku shrimp beku Cooked Shrimp beku tuna segar froglegs beku
2004 2000 1995
100
Pemasaran
0.2
25
0.5
17.5 4 2 1.5 1
137
Kapasitas ( Ton ) No
Nama Perusahaan
24.
Danaumatano Persada Raya
25.
PT. Darma Bentala
26.
Darma Samudra Fishing
27.
PT. Eksindo Jaya Terang Mustika
28.
PT. Era Mandiri Cemerlang
29. 30. 31.
Espanyol Indonesia Mina Nusa (KM. Mina Jaya Niaga 03) Espanyol Indonesia Mina Nusa (KM. Mina Jaya Niaga 15) PT. Fajar Cakrawala Sumbindo
34.
PT.Firma Bagan Harapan (Fa. Bahar) PT. First Marine Seafoods (Ex. Hotan Jaya) PT. Fishindo Makmur Santoso
35.
CV. Freshindo Mutu Utama
36.
PT. Gabungan Era Mandiri
37.
Gemilang Sekawan Sukses
38.
PT. Halimas Mina Utama
39.
PT. Halimas Mina Utama II
40.
PT. Hotan Jaya Graha
32. 33.
Produk tuna segar tuna beku Fish Segar Fish Beku shark Cartilage dried Powder Dried tuna segar tuna beku swordfish beku tuna beku swordfish beku tuna beku tuna segar Fish segar Salted Dried
Mulai OPR
Prod.
CS
KD
Prod rata 2
1990
10
200
10
10
1984
30
400
15
20
1987
20
500
10
15
2001
1
50
2
1
2001
15
150
15
2.5
1996
10
300
5
6
1996
8
300
2000
6
60
10
5
1999
50
150
6
40
2001
5
100
10
2
1995
10
200
5
5
1995
8
50
16
2
1989
8
200
100
2
Pemasaran
shrimp beku Shrimp beku tuna segar tuna beku Fish Segar Fish beku tuna segar tuna beku tuna Loin Segar Shrimp Beku Fish Beku Tuna Beku Shrimp Beku
3
138
Kapasitas ( Ton ) No
Nama Perusahaan
41.
PT. Indomaguro Tunas Unggul
42.
PT. Indraloka
43.
CV. Inti Makmur
44.
PT. Intimas Surya
45.
PT. Intimas Surya
46. 47. 48. 49.
PT. Janacotama Persada PT. Kedamaian PT. Kencana Jaya Abadi PT. Karisma Bahari Indonesia
50.
PT. Khom Foods
51. 52.
PT. Korina Indah Samudra PT. Kosim Gunung Rezeki
53.
PT. Lautan Bahari Sejahtera
54.
PT. Lautan Niaga Jaya
55. 56.
PT. Lautan Purnama Internusa PT. Lola Mina
57.
PT. Lucky Samudra Pratama
58.
CV. Mahera PT. Makasar Mina Usaha (KM. Minajaya Niaga 02)
59. 60.
PT. Makmur Jaya Sejahtera
61.
PT. Mandaga Wiratama
Produk Tuna Segar Tuna Beku Fish Crackers dried Tuna Segar Fish Beku Fish Segar Fish Beku Fish Segar Fish Beku Shrimp Beku Tuna Segar Whole Fish Beku Breaded Shrimp Frozen Turtle Dried Tuna Segar Fish Beku Tuna Loin Segar Steak Segar Fish Beku Fish Segar Shrimp Beku Tuna Segar Tuna Steak Beku
Mulai OPR
Prod.
CS
KD
Prod rata 2
1999
15
300
4
8
1995
5
200
10
3
1997
4
100
5
1
1995
2
100
5
1
1987
4
300
130
2
1985 1996
165 4.5
60
2
4.25
15
500
10
10 10
2005
10
40
15
5
2002
2.5
100
10
2.5
1989
7
600
5
0.5 6
2000
8
350
18
4.5
1995
1969
Tuna Segar Tuna Beku Tuna Segar
Pemasaran
3.5
2001
5
25
1995
5
300
2
2
139
Kapasitas ( Ton ) No
Nama Perusahaan
62. 63. 64.
PT. Maritim Bahana Sejahtera PT. Merto International PT. Minajaya Sehati
65.
PT. Minasakti Kichitomindo
66.
74. 75. 76. 77. 78. 79.
PT. Misamas Indoco PT. Mulia Utama Bahari (KM. Mulia 01) PT. Mulia Utama Bahari (KM. Mulia 03) PT. Nagamas Sakti Perkasa Ocean Mitramas (KM. Mitramas) Ocean Mitramas (KM. Mitramas) Ocean Mitramas (KM. Mitramas 5) Ocean Mitramas (KM. Mitramas) PT. Panggung Enterprice PT. Perikanan Perken Utama PT. Pesamasindo PT. Pumar CV. Rajawali Sakti PT. Ramsin Raya
80.
Ratu Indah Miura Indonesia
81.
PT. Red Ribbon Indonesia
82.
PT. Red Ribbon Indonesia Corporation
67. 68. 69. 70. 71. 72. 73.
Produk Tuna Steak Beku Fish Beku Shrimp Beku Tuna Segar Tuna Segar Tuna Beku Tuna Steak Beku Fish Beku
Mulai OPR
Prod rata 2
Prod.
CS
KD
1999 1985 1984
3 5 20
250 450
4 10
3 1.5 15
2001
3
60
10
2
1993
10
200
3
100/trip
Pemasaran
1996
Fish Beku Shrimp Beku Tuna Beku Skipjack Beku Tuna Beku Skipjack Beku
1985
1996
15
300
20
100/trip
Fish Beku
1995
10
170
10
150170/trip
1990
12
175
3
10
1991 1979
2 10
250 250
20
1.5 10
1988 1989 2001
7 20 2.5
600 100 70
10 20
4 10 0.5
1996
40
500
30
30
7
150
5
5
8
150
80
8
Tuna Beku Skipjack Beku Fish Beku
Shrimp Beku Tuna Segar Fish Segar Tuna Segar Tuna Beku Shrimp Beku Froglegs Beku Froglegs Beku
140
Kapasitas ( Ton ) No
Nama Perusahaan
83. 84. 85.
PT. Rejeki Tuna Mandiri PT. S & D Food Indonesia PT. Samudra Mandiri Selatan
86.
Segarindo Mina Manunggal
87. 88. 89. 90. 91.
CV. Sempurna Abadi PD. Sinar Abadi PT. Sumber Bahari Makmur Sumber Haslindo PT. Sumbindo Perintis
92.
Timur Jaya Cold Strorage IV
93. 94.
PT. Tridaya Banawa PT. Tridaya Eramina Bahari PT. Tridaya Eramina Bahari (Unit II) PT. Tri Dewi Persada PT. Tri Dewi Persada PT. Tri Kusuma Graha (KM. Aru Pearl) PT. Tri Kusuma Graha (KM. Arafura Pearl) PT. Tri Kusuma Graha (KM. Banda Pearl) PT. Tri Kusuma Graha (KM. Napier Pearl) PT. Tri Kusuma Graha (KM. Seram Pearl) PT. Tri Kusuma Graha (KM. Khamsin-A) PT. Tri Kusuma Graha (KM. Evia Pearl)
95. 96. 97. 98. 99. 100 101 102 103 104
Produk Fish Segar Shrimp Frozen Fish Segar Fish Beku Fish Segar Salted Fish Dried Jelly Fish Dried Tuna Beku Froglegs Beku Shrimp Beku Fish Beku Fish Beku Tuna Segar Fish Beku Shrimp Beku Breaded Shrimp Beku
Mulai OPR
Prod.
CS
KD
2000 2002 1998
2 15 10
700 40
200 8
Prod rata 2 1.5 0.5 5
1995
17
500
20
7
1997
0.5
1978 1992
6 2
350 50
80 20
6 1.5
1987
5
200
7.5
3
1998 1994
20 5
200 300
10 10
10 2
2003
7
200
10
5
2002
4 5
100 100
100 40
4 1.9
Pemasaran
0.3
Shrimp Beku Shrimp Beku
2000
25
0.3
Shrimp Beku
2000
25
0.3
Shrimp Beku
1996
25
0.3
Shrimp Beku
2000
25
0.3
Shrimp Beku
1986
100
25
0.3
Shrimp Beku
1996
100
25
0.3
141
Kapasitas ( Ton ) No
Nama Perusahaan
105
PT. Tri Sejati Tatafood
106
PT. Tuna Permata Rejeki
107
PT. Unimina Samudra
108
PT. Usaha Perdana Sukses
109
CV. Utama Hasil Laut
110 111 112 113
PT. Victorindo Adi Perdana PT. Wira Aksara PT. Wirontono Baru PT. Yakin Kontrindo Laksana
Keterangan :
CS KD OPR Prod
Produk tuna Kaleng Fish Segar Fish Beku Shrimp Beku Fish Beku Fish Segar Fish Segar Shrimp Segar Tuna Segar Fish Cracker Dried Shrimp Beku Fish Segar
Mulai OPR
Prod.
CS
KD
1998
10
50
7
Prod rata 2 10
2003
2
80
40
1.5
2004
5
40
5
4
2002
30
100
10
3
1994
1.5
1996 1976 1989
2.6 15 3
Pemasaran
1.3 50 200 100
20 20
0.5 3 0.5
= Cold Storage = Kamar Dingin (Cilling Room) = Operasional = Kapasitas Terpasang
142
Lampiran 6. Petunjuk Instalasi Model SPK Perikanan
Pertama sekali pastikan software SPK Perikanan sudah di copy ke computer. Langkah berikutnya adalah:
1. Klik icon setup untuk mulai menginstall model SPK Perikanan 2. Kemudian muncul tampilan Welcome to the SPK Perikanan installation program (seperti pada gambar di bawah). Klik OK.
3. Kemudian muncul tampilan seperti gambar berikut, klik gambar icon pada tampilan tersebut. Klik disini
143
4. Langkah berikutnya adalah munculnya gambar seperti berikut, tulis Program Group dan Existing Groups yang diinginkan kemudian klik Continue.
5. Apabila muncul tampilan Version Conflik, klik YES (seperti gambar berikut)
6. Kemudian muncul gambar berikut. Klik OK.
144
7. Kemudian muncul gambar berikut, klik ignore.
8. Langkah terakhir akan muncul tampilan berikut, klik OK. Penginstalan SPK Perikanan telah sukses dilakukan.
9. Kemudian pindahkan file-file pada Folder Data ke C:\Program Files\SPK Perikanan. Model SPK Perikanan sudah siap untuk dijalankan.
145
Lampiran 7. Identitas Pakar/Responden dalam Penelitian
CIREBON : 1. Adang Sumarna S.Pi : Kepala Balai Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan Cirebon. Jln. Sutawinangun No. 2-Cirebon 2. Ir. Dedi Supriadi
: Kepala Subdinas Perencanaan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon. Komplek Pemda Sumber Jln Sinar Murya - Cirebon
3. Yohanes Dwi Haryanto: Plant Manager PT. AGS Kabupaten Cirebon. Jln Raya Mundu - Cirebon 4. Toni Hambali S.Pi
: Kepala Balai Pengembangan Pengolahan Ikan di Cirebon. Jln Sisingamangaraja No. 27 – Cirebon.
PELABUHAN RATU-SUKABUMI : 1. DR. Bustami Mahyudin : Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara PelabuhanRatu. Jln. Siliwangi P.O Box 22 Pelabuhan Ratu Sukabumi 2. Ir. Cecek
: Kepala Subdinas Pengolahan dan Pemasaran, Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Sukabumi. Jln. Raya Cimaja-Pelabuhan Ratu Sukabumi
3. Ir. Abdul Kodir
: Kepala Subdinas Perikanan Tangkap, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi. Jln. Raya Cimaja-Pelabuhan Ratu Sukabumi
4. Agus Suryadi S.Pi
: Manager PT. AGB Pelabuhan-Ratu. Komplek Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Ratu, Jln. Siliwangi-Pelabuhan Ratu Sukabumi.
146
CILACAP : 1. Ir. Sartono
: Kepala LPPMHP Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah di Cilacap. Jln. Dr.Rajiman No. 13 Cilacap
2. Ir. Agus Sumaryanto : Kepala Seksi Penangkapan Ikan pada Balai Pengembangan Pengangkapan Ikan Cilacap. Jln Veteran – Cilacaps 3. Joko Rianto S.Pi
: Kepala Seksi Pengolahan dan Pemasaran pada Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap. Komplek Pelabuhan Perikanan Samodra Cilacap Jln Lingkar Timur-Cilacap.
4. Dra. Anggia Rosmila : Kepala Quality Control pada PT. Toxindo Prima. Komplek Pelabuhan Perikanan Samodra Cilacap Jln Lingkar Timur-Cilacap.
DKI-Jakarta : 1. H Dayat Suntoro S.Pi : Direktur Utama PT.Tridaya Eramina Bahari. Jln Muara Baru Ujung Blok K No. 3 Penjaringan Jakarta Utara 2. Lucky A. Nugraha S.Pi
: Quality Control Officer pada PT. Manggalindo Komplek Pelabuhan Perikanan Samudra Jakarta, Jln Muara baru Penjaringan Jakarta Utara
3. Yudi Winarsono Basuki S.Pi : Direktur PT. Sakana Makmur Abadi. Kawasan Pelabuhan Perikanan Samudra Jakarta, Jln Muara baru-Penjaringan Jakarta Utara 4. Mudasir S.Pi
: Kepala Seksi Pengolahan pada Balai Laboratorium Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan DKI-Jakarta. Jln. Pluit Murni No. 1 Penjaringan-Jakarta Utara
147
Lampiran 8. Identifikasi Jenis Ikan yang Tidak Diserap Industri Besar/Modern
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Nama lokal (Local name) alu-alu belanak beloso cendro cucut botol etemen/koyo gebel golok-golok gulamah/samge ikan Lidah ikan Setan/gindara jangilus/pedang-pedang japuh julung-julung kapasan kembung kurau/senangin kuwe/putihan layaran lemadang lencam manyung nomei pari burung peperek petek rebon selar sunglir tembang terisi tetengkek tigawaja tongkol komo udang api-api
Nama ilmiah (Scientific name) Sphyraena barracuda Mugil cephalus Saurida tumbil Tylosurus spp Squalus spp Mene maculata Platax pinnatus Chirosentrus dorab Nibea albiflora Cynoglossus spp Lepidocybium flavobrunneum Xiphias gladius Dussumieria acuta Hermirhamphus spp Acanthopagus berda Rastrelliger brachysoma Eleutheronema tetradactylum Caranx spp Tetrapturus audex Coryphaena hyppurus Lethrinus lentjam Netuma thalassina Harpadon nehereus Myliobatus spp Leiognatus splendens Leiognathus equulus Mysis and acetes Selaroides spp Elagatis bipinnulatus Sardinella fimbriata Nemipterus nematophorus Megalaspis cordyla Johnius dussumieri Euthynnus affinis Metapenaeus lysianassa
Nama inggris (English name) Great barracuda Mangrove mullets Greater lizardfish Needle fish Dogfish shark Razor trevally, moonfish Batfish Dorab wolf heling Croaker MTgue soles Escolar Swordfish Rainbow sardine Garfish and Halfbeaks Pikey Bream Short-bodied Mackerel Four finger treadfin Jack trevallies Indo-pacifik blue marlin Common Dolfinfish Emperor Giant catfish Bombay duck Eaglerays Black tipped ponyfish Common ponyfish Terasi Prawn Trevallies Rainbow runner Fringescale sardinella Threadfin bream Torpedo scad Bearded croaker Kawa-kawa Metapenaeus shrimp
148
( Lampiran 8, lanjutan)
gulama/samge Croaker
julung-julung Garfish and Halfbeaks
alu-alu Great barracuda
ikan lidah MTgue soles
tigawaja Bearded croaker
sunglir Rainbow runner
lemadang Common Dolfinfish
peperek Black tipped ponyfish
japuh Rainbow sardine
nomei Bombay duck
pari burung Eaglerays
cendro Needle fish
rebon Terasi Prawn
tembang Fringescale sardinella
udang api-api Metapenaeus shrimp
149
(Lampiran 8, lanjutan)
kembung Short-bodied Mackerel
tetengkek Torpedo scad
selar Trevallies
tongkol komo Kawa-kawa
belanak Mangrove mullets
beloso Greater lizardfish
cucut Dogfish shark
terisi Threadfin Bream
kurau/senangin Four finger treadfin
lencam Emperor
llll
jangilus/pedang-pedang Swordfish
kuwe/putihan Jack trevallies
layaran Sailfish
manyung Marine catfish
golok-golok Wolf herring
150
Lampiran 9. SNI Produk Surimi Beku
STANDAR NASIONAL INDONESIA
SURIMI BEKU
Dewan Standarisasi Nasional-DSN
151
Lampiran 10. Ujicoba Pengolahan Surimi dan Bakso Ikan Gindara. 1. Persiapan Ikan disiangi dengan cara membuang kepala dan isi perut kemudian dicuci, tampung pada air dingin 2 - 5°C. 2. Pengambilan daging Daging diambil dengan cara pemfilletan secara manual. 3. Pelumatan daging Pelumatan/penggilingan daging dilakukan dengan mesin sillent cutter. 4. Leaching. Lumatan daging ikan selanjutnya direndam pada air garam 0,2% selama 15 menit dan diteruskan dengan melakukan penyaringan dengan kain kasa. Proses leaching ini dilakukan hingga 4 kali ulangan. 5. Pengepresan Setelah proses leaching selesai dilakukan pengepresan menghilangkan sisa air dengan menggunakan alat hidrolik.
untuk
6. Pencampuran Daging dicampur dengan penambahan gula 3% dan poliphospat 0,2%. Pencampuran dilakukan dengan alat silent cutter. 7. Pembuatan bakso ikan 7.1.
Penggilingan (grinding) Bahan baku berupa minced fish tersebut digiling dengan grinder dengan tujuan memecahkan serabut otot.
7.2.
Penambahan garam dan bumbu Penambahan garam selain dimaksudkan untuk meningkatkan ekstraksi protein larut garam, bersama bumbu-bumbu yang lainnya untuk memberikan cita rasa, selanjutnya ditambahkan tepung terigu 4%.
7.3.
Pencetakan dan pemanasan Adonan dicetak secara manual, kemudian setting pada suhu 40°C selama 20 menit, dilanjutkan pemanasan pada suhu 90°C selama 20 menit. 160
Lampiran 11 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Pengolahan Surimi dari Beberapa Jenis Ikan
Nomor 1
Jenis Ikan
Rendamen
Abu Total SNI Hasil
Mutu Kimiawi Lemak Protein SNI Hasil SNI Hasil
Air
Protein larut garam
Kekuatan Gel (Gel strength)
Ikan Gindara / Ikan Setan
47,06%
1% b/b
0,64%
0,5% b/b
12,46%
15% b/b
13,14%
73,65 %
1,45 %
169,59 gr.cm
2
Ikan Cucut
44,30%
1% b/b
0,73%
0,5% b/b
1,14%
15% b/b
16,59%
81,35 %
1,33 %
234,4 gr.cm
3
Ikan Pari
33,07%
1% b/b
0,80%
0,5% b/b
0,95%
15% b/b
16,13%
81,23 %
2,01 %
254,43 gr.cm
4
Ikan Campuran a. Ikan PisangPisang b. Ikan Kurisi c. Ikan Kuniran
28%
1% b/b
1,08%
0,5% b/b
1,10%
15% b/b
15,66%
81,24 %
1,09 %
222,34 gr.cm
161