Artikel Penelitian
Kesiapan Puskesmas di Lima Wilayah DKI-Jakarta dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini Kanker Serviks
Rossalina Lorianto, Rathi Manjari Fauziah, Jimmy Panji Wirawan, Rahmat Cahyanur, Amanda Pitarini Utari, Setyawati Budiningsih Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Abstrak: Program deteksi dini kanker serviks secara berkala telah terbukti menurunkan insidens dan mortalitas akibat kanker serviiks. Deteksi dini dengan metode Inspeksi Visual Asam (IVA) asetat dianjurkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Penelitian ini akan menilai kesiapan sarana dan prasarana puskesmas di DKI Jakarta untuk melaksanakan program deteksi dini kanker serviks. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan metode pengumpulan data melalui wawancara dan pengisian kuesioner. Penelitian dilaksanakan di 20 puskesmas kecamatan dan 80 puskesmas kelurahan di Jakarta selama November 2007Maret 2008. Dari 100 puskesumas yang diteliti, hanya 39% yang melakukan kegiatan deteksi dini kanker serviks. Jenis pelayanan yang diberikan mencakup PAP Smear (24%), IVA (11%), serta keduanya (4%). Tenaga pelaksana yang melakukan skrining kanker serviks adalah dokter spesialis (Sp.OG), dokter umum, bidan, dan perawat. Tenaga dokter spesialis hanya terdapat di enam belas (66%) puskesmas kecamatan. Tenaga kesehatan dokter, bidan, dan perawat yang mendapatkan pelatihan deteksi dini kanker serviks secara berturut-turut adalah 20%, 48%, 4%. Lima puluh lima puskesmas (55%) memiliki peralatan lengkap (tempat tidur ginekologi/ kursi ginekologi, spekulum, lampu sorot), sementara 48 puskesmas (48%) memiliki ruangan khusus untuk pemeriksaan dalam. Puskesmas tingkat kecamatan lebih siap untuk menjalankan program deteksi dini kanker serviks dibandingkan puskesmas kelurahan. Puskesmas kelurahan saat ini dapat berfungsi sebagai penyuluh dan penjaring perempuan yang menjadi target program deteksi dini kanker serviks. Dari jumlah dan kemampuan, tenaga bidan dinilai lebih siap untuk melakukan deteksi dini kanker serviks. Kata kunci : puskesmas, IVA, pap smear, kanker serviks
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009
425
Kesiapan Puskesmas dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini Kanker Serviks
Preparedness of Primary Health Care in Jakarta Conducting Cervical Cancer Screening Program Rossalina Lorianto, Rathi Manjari Fauziah, Jimmy Panji Wirawan, Rahmat Cahyanur, Amanda Pitarini Utari, Setyawati Budiningsih Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Abstract: Cervical cancer screening program had been proven to reduce cervical cancer incidence and mortality rate. Visual Inspection with Acetic acid (VIA) is recommended in developing countries like Indonesia. This study would assess the preparedness of primary heath care facilities (Puskesmas) in Jakarta to conduct cervical cancer screening program. This study was a descriptive cross sectional study that used questionnaire and interview method in collecting data. This study was conducted in 20 district primary heath care facilities and 80 local primary heath care facilities from November 2007 until March 2008. From 100 primary health care facilities that studied, there were 39% primary heath care facilities that conduct cervical cancer screening program. Methods that use are Pap smear (24%), VIA (11%), and both (4%). Human resources that conduct screening are obstetric and gynecologic specialist, primary physician, midwives, and nurse. Only 16 (66%) districts primary heath care facilities that have obstetric and gynecologic specialist. There are 20% primary physician, 48% midwives, and 4% nurse that had been trained for cervical cancer screening program. Fifty five percent of primary heath care centre have appropriate devices (gynecologic bed or chair, speculum, light), and forty eight percent have room for performing vaginal examination. District primary heath care facilities are more prepared to conduct cervical cancer screening program. Meanwhile local primary heath care facilities can become place for educating and recruiting women for cervical cancer screening program. Midwives are well prepares to conduct the cervical cancer screening program. Keywords: primary health care, VIA, pap smear, cervical cancer
Pendahuluan Di negara maju, program deteksi dini kanker serviks dengan pap smear secara berkala tiap 2-5 tahun menurunkan insidens dan angka mortalitas kanker serviks secara bermakna.1-4 Di negara berkembang, insiden dan kematian akibat kanker masih tinggi karena kurangnya program deteksi dini kanker serviks dan kesulitan menjalankan program pap smear, termasuk di Indonesia. Insiden kanker serviks di Indonesia sekitar 200 000 setiap tahunnya dan menduduki peringkat kedua setelah kanker payudara.5 Usaha mengorganisasi program deteksi dini kanker serviks dengan metode Inspeksi Visual Asam asetat (IVA) sudah dimulai di Indonesia, sebagai alternatif pap smear. Metode ini merupakan strategi yang dianjurkan di negara berkembang.6 Untuk dapat mengorganisasi program deteksi dini kanker yang efektif dibutuhkan sumber daya finansial yang cukup, infrastruktur yang baik, dan pelatihan tenaga kesehatan pelaksana. Puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia dapat menjadi tulang punggung pelaksanaan program deteksi dini
426
kanker serviks karena merupakan fasilitas pelayanan yang dapat terjangkau oleh masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah yang mempunyai risiko kanker serviks lebih besar. Pada tanggal 14 Maret 2008 dilakukan pencanangan proyek percontohan skrining kanker serviks di Puskesmas Kecamatan Johar Baru Jakarta. Diharapkan kegiatan ini akan dapat menyebar ke seluruh wilayah Jakarta dan seluruh Indonesia. Jika deteksi dini akan dimasukkan ke dalam salah satu program puskesmas, dibutuhkan perencanaan yang matang untuk menjalankan program yang berdaya guna dan tepat guna. Untuk itu dibutuhkan data kesiapan puskesmas untuk melakukan deteksi dini kanker serviks yang mencakup sarana, pra sarana. Penelitian ini ingin menjawab seberapa jauh kesiapan puskesmas di DKI-Jakarta untuk melaksanakan Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif secara cross sectional. Penelitian dilaksanakan di 20 puskesmas kecamatan dan 80 puskesmas kelurahan di Jakarta selama lima bulan
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009
Kesiapan Puskesmas dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini Kanker Serviks (November 2007 - Maret 2008). Dari setiap wilayah Jakarta diambil empat puskemas kecamatan secara acak, dan empat puskesmas kelurahan yang ditunjuk oleh masing-masing puskesmas kecamatan. Data diperoleh melalui wawancara terhadap dokter kepala puskesmas dan bidan pelaksana KB/ KIA mengenai program skrining kanker serviks yang pernah atau masih dilaksanakan, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia, pelatihan skrining kanker serviks yang pernah diikuti oleh tenaga kesehatan. Selain itu dilakukan observasi jumlah dan keadaan alat (tempat tidur ginekologi, kursi ginekologi, spekulum cocor bebek, lampu sorot), dan fasilitas ruangan yang tersedia di puskesmas. Hasil Telah dilakukan wawancara dan observasi di 100 puskemas. Dua puluh puskesmas (20%) merupakan puskesmas kecamatan, sementara 80 puskesmas (80%) adalah puskesmas kelurahan. Pelayanan Deteksi Dini Kanker Serviks Empat puluh delapan persen puskesmas pernah melakukan deteksi dini kanker serviks dalam lima tahun terakhir, namun hanya 39% puskesmas yang masih menyediakan layanan tersebut (Tabel 1). Jenis pelayanan yang diberikan adalah PAP Smear, IVA, maupun keduanya. Persentase puskesmas kecamatan responden yang melakukan deteksi dini kanker serviks lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan puskesmas kelurahan (75% vs 30%). Tabel 1. Pelayanan Deteksi Kanker Serviks
Pernah melakukan deteksi dini kanker serviks Masih melakukan deteksi dini kanker serviks PAP Smear IVA PAP Smear dan IVA
klien yang datang untuk pelayanan keluarga berencana, Pemeriksaan sediaan pap smear dilakukan di laboratorium luar puskesmas. Lima puskesmas ikut dalam proyek demonstrasi See and Treat yang merupakan kerjasama Universitas Indonesia Universitas Leiden dan Dinas Kesehatan DKI-Jakarta. Dalam proyek ini, dilaksanakan “Pendekatan Kunjungan Tunggal” atau See and Treat, yaitu bila ditemukan kelainan IVA dilanjutkan pada saat itu juga pengobatan dengan krioterapi. Tiga puskesmas (3%) menjalankan IVA hanya jika ada keluhan dari pasien dan lima puskesmas menjadikan IVA sebagai bagian dari kegiatan rutin. IVA dilakukan saat klien memasang mencabut alat kontrasepsi dalam rahim, ditawarkan pada klien yang datang untuk memperoleh pelayanan KB, atau jika ada permintaan dari pasien.
Tabel 2. Strategi Pelayanan Deteksi Dini Kanker Serviks Jenis Puskesmas Kelurahan Kecamatan Strategi pelayanan Pap smear Kerjasama dengan RS/ Yayasan Dilakukan jika ada keluhan dari pasien Kegiatan rutin puskesmas Strategi pelayanan IVA Bagian dari program See and Treat Dilakukan jika ada keluhan dari pasien Kegiatan rutin puskesmas
Total
9
12
21
0
1
1
3
3
6
1
4
5
1
2
3
3
2
5
Puskesmas Kelurahan Kecamatan Total n=80 n=20
Tabel 3. Ketersediaan Petugas Kesehatan di Puskesmas
31(38.75%) 17 (85%)
48 (48%)
Jumlah tenaga kesehatan
24 (30%)
39 (39%)
15 (75%)
14 (58.33%)10 (66.66%) 24 (24%) 8 (33.33%) 3 (20%) 11 (11%) 2 (8.33%) 2 (13.33%) 4 (4%)
Strategi Pelayanan Deteksi Dini Kanker Serviks Dua puluh satu persen puskesmas melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit Dharmais maupun dengan Yayasan Kanker Indonesia. Tugas puskesmas mengumpulkan pasien untuk dilakukan pemeriksaan pap smear oleh yayasan/rumah sakit yang datang berkala setiap tahun ke puskesmas. Satu puskesmas melakukan pemeriksaan pap smear sendiri, jika terdapat keluhan dari pasien yang mengarah pada adanya kelainan serviks seperti keputihan, perdarahan pasca senggama. Enam puskesmas sudah menjadikan pap smear sebagai program rutin yang digabung dengan program keluarga berencana. Program skrining ditawarkan kepada Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009
Dokter Sp.OG 0 1 Dokter umum 0 1 2 3-5 >6 Bidan 1 2 3-5 >6 Perawat 0 1 2 3-5 >6
Jenis Puskesmas Kecamatan Kelurahan
9 (45%) 11 (55%)
80 (100%) 0
0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 10 (50%) 10 (50%)
4 (5%) 55 (68.7%) 19 (23.7%) 2 (2.5%) 9 (11.2%)
0 (0%) 1 (5%) 9 (45%) 10 (50%)
30 (37.5%) 35 (43.7%) 13 (16.2%) 2 (2.5%)
4 0 0 8 8
(20%) (0%) (0%) (40%) (40%)
4 (5%) 25 (31.2%) 34 (42.5%) 17 (21.2%) 0 (0%)
427
Kesiapan Puskesmas dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini Kanker Serviks Tenaga Pelaksana Tenaga pelaksana yang dapat melakukan skrining kanker serviks adalah dokter spesialis obstretri dan ginekologi (Sp.OG), dokter, bidan, dan perawat. Enam puluh enam persen (16) puskesmas kecamatan memiliki satu dokter Sp.OG, sedangkan puskesmas kelurahan tidak ada yang mempunyai dokter Sp.OG. Pelatihan Deteksi Dini Kanker Serviks yang Pernah Diikuti Petugas Kesehatan Jenis pelatihan yang pernah diikuti puskesmas adalah deteksi dini kanker serviks secara umum, IVA, pap smear, maupun IVA dan pap smear. Tenaga kesehatan dokter, bidan, perawat yang pernah mendapatkan pelatihan deteksi dini
Sarana kanker serviks secara berturut-turut adalah 20%, 48%, 4%. Satu puskesmas kelurahan tidak dapat diobservasi karena bidan penanggungjawab ruang dan alat sedang tidak di tempat. Lima puluh lima puskesmas (55%) memiliki alat lengkap (tempat tidur ginekologi/kursi ginekologi, spekulum, lampu sorot) yaitu 16 puskesmas kecamatan dan 39 puskesmas kelurahan. Teknik Pencegahan Infeksi Ada berbagai teknik pencegahan infeksi yang dilakukan puskesmas. Didapatkan enam puluh enam (66%) puskesmas melakukan sterilisasi baik sterilisasi kering, sterilisasi basah, maupun sterilisasi kimia. Tiga puluh satu (31%) puskesmas
Tabel 4. Jenis Seminar dan Pelatihan yang Didapat oleh Tenaga Kesehatan Jenis pelatihan Kecamatan Belum pernah Seminar IVA Pap smear IVA dan pap smear
14 (70%) 4 (20%) 0 (0%) 1 (5%) 1 (5%)
Dokter Bidan Kelurahan Total Kecamatan Kelurahan 66 (82,5%) 12 (30%) 2 (2,5%) 0 (0%) 0 (0%)
80 (80%) 16 (16%) 2 (2%) 1 (1%) 1 (1%)
7 (35%) 6 (30%) 3 (15%) 3 (15%) 2 (10%)
Tabel 5. Sarana Deteksi Dini Kanker Serviks di Puskesmas Jenis Alat
Tempat tidur ginekologi Jumlah: 0 1 2-3 Keadaan: Baik Rusak Kursi ginekologi Jumlah: 0 1 >2 Keadaan: Baik Rusak Spekulum Jumlah: 0 1 2-5 >6 Keadaan: Baik Rusak Lampu sorot Jumlah: 0 1 2 Keadaan: Baik Rusak
428
Jenis puskesmas Kecamatan Kelurahan
0 17 (85%) 3 (15%) 19 (95%) 1 (5%)
9 (11,4%) 69 (87,3%) 1 (1,3%) 54 (77,1%) 16 (22,8%)
14 (70%) 5 (25%) 1 (5%) 18 (94,7%) 1 (5,3%)
69 10 0 54 16
3 (15%) 0 3 (15%) 14 (70%) 6 (100%) 0
3 (3,8%) 5 (6,33%) 31 (39,2%) 40 (50,6%) 7 (77,8%) 2 (22,2%)
4 (20%) 15 (75%) 1 (5%) 15 (93,75%) 1 (6,25%)
(87,3%) (12,6%) (77,1%) (22,7%)
32 (40,50%) 43 (54,43%) 4 (5,06%) 39 (82,98%) 8 (10,1%)
45 (56,2%) 20 (25%) 1 (1,25%) 5 (6,25%) 9 (11,2%)
Total Kecamatan 52 (52%) 26 (26%) 1 (1%) 5 (5%) 11 (11%)
19 (95%) 1 (5%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Perawat Kelurahan Total 77 (96,2%) 1 (1,25%) 2 (2,5%) 0 (0%) 0 (0%)
95 (96%) 2 (2%) 2 (2%) 0 (0%) 0 (0%)
melakukan disinfeksi tingkat tinggi atau DTT, satu (1%) puskesmas melakukan sterilisasi alat di puskesmas kecamatan, dan dua (2%) puskesmas tidak pernah memakai spekulum, sehingga tidak melakukan sterilisasi alat. Tabel 6. Teknik Sterilisasi Alat Teknik sterilisasi
DTT Sterilisasi kering/basah Tidak melakukan
Jenis Puskesmas Kecamatan Kelurahan
Total
0 31 (38.7%) 20 (100%) 46 (57.5%) 0 3 (3.75%)
31 (31%) 66 (66%) 3 (3%)
Ruangan Pemeriksaan Empatpuluh delapan puskesmas (48%) memiliki ruangan khusus KB yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan dalam, 40 (40%) puskesmas menyatukan ruangan pelayanan KB dengan KIA, sedangkan sembilan (9%) puskesmas lainnya tidak memiliki fasilitas ruangan yang cukup sehingga ruangan yang digunakan untuk pelayanan KB,KIA, juga dipakai untuk pelayanan lain seperti gizi, manajemen terpadu balita sakit (MTBS)
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009
Kesiapan Puskesmas dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini Kanker Serviks Tabel 7. Fasilitas Ruangan untuk Pemeriksaan Fasilitas ruangan
Ruangan KB tersendiri Ruangan KB bersatu dengan KIA Ruangan KB, KIA, pelayanan lain bersatu
Jenis Puskesmas Kecamatan Kelurahan 14 (70%) 6 (30%) 0
34 (43.%) 36 (45.6%) 9 (11.4%)
Total
48 (48.5%) 42 (42.4%) 9 (9.1%)
Diskusi Kerjasama dengan yayasan/RS menjadi pilihan utama 21 puskesmas responden (53.85%) dalam menjalankan deteksi dini kanker serviks. Puskesmas hanya bertugas mengumpulkan pasien untuk dilakukan deteksi dini oleh petugas dari yayasan/RS. Hal itu dimungkinkan karena puskesmas memiliki kader-kader kesehatan yang dapat mengkoordinasi pengumpulan wanita untuk dilakukan deteksi dini. Kelemahan bentuk kerjasama ini adalah pelayanan yang diberikan bersifat insidental dan tergantung inisiatif RS/yayasan untuk melakukan deteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pap smear, sehingga membutuhkan SDM khusus dan biaya banyak. Sebagian besar puskesmas (61,54%) menggunakan metode pap smear. Metode IVA sebagai alternatif pemeriksaan pap smear dipakai oleh 28,20% puskesmas, karena puskesmas tersebut pernah terlibat dalam proyek tertentu. Metode IVA yang sifatnya lebih sederhana dan murah lebih disarankan untuk digunakan oleh negara berkembang untuk menambah cakupan skrining kanker serviks.6 Walaupun sebagian puskesmas kecamatan memiliki dokter Sp.OG (55%), dan tidak satupun puskesmas kelurahan memiliki dokter Sp.OG, hal ini tidak banyak mempengaruhi kemampuan puskesmas dalam melakukan deteksi dini kanker serviks karena dokter umum dan bidan juga mampu melakukan deteksi dini kanker serviks.7 Semua puskesmas responden memiliki minimal satu orang bidan, sementara empat persen puskesmas responden sama sekali tidak memiliki dokter umum. Ketersediaan bidan di tiap puskesmas menjadikan bidan tenaga kunci dalam menjalankan deteksi dini kanker serviks. Dari segi jumlah tenaga kesehatan dokter, bidan, dan perawat, puskesmas kecamatan lebih unggul dibanding puskesmas kelurahan Dari segi pelatihan yang pernah diterima oleh tenaga kesehatan, persentase bidan yang pernah dilatih deteksi dini kanker serviks lebih tinggi dibandingkan dokter maupun perawat (48% vs 20%, 4%). Gambaran ini sesuai dengan pelatihan reproduksi yang diperoleh tenaga kesehatan. Untuk pemeriksaan ginekologi, kursi ginekologi bukan merupakan peralatan yang banyak digunakan di puskesmas responden (16,17%), 90,90% puskesmas responden memiliki minimal satu tempat tidur atau satu kursi ginekologi. Sarana ini memadai, karena untuk melakukan deteksi dapat digunakan kursi atau tempat tidur ginekologi. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009
Hanya 54,5% puskesmas yang memiliki lampu sorot dalam keadaan baik. Hal ini mungkin dapat menyulitkan dalam visualisasi serviks saat melakukan deteksi dini sehingga kualitas pemeriksaan tidak baik. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah 6,1% puskesmas responden tidak memiliki spekulum, padahal peralatan ini mutlak diperlukan dalam pemeriksaan IVA maupun pap smear. Ini juga berarti bahwa puskesmas tersebut juga tidak menyediakan pelayanan IUD. Keterbatasan ruangan tampaknya menjadi masalah di banyak puskesmas kelurahan. Hanya 43,04% puskesmas kelurahan memiliki ruangan khusus KB yang dapat dipakai untuk melakukan deteksi dini kanker serviks. Ruangan dapat menjadi kendala utama jika pelayanan deteksi dini digabung dengan pelayanan lain karena privasi wanita yang sedang dilakukan pemeriksaan sulit terjaga. Kesimpulan Jika deteksi dini kanker serviks akan dilaksanakan sebagai program puskesmas, maka dari aspek tenaga kesehatan, alat, dan fasilitas ruangan, puskesmas kecamatan lebih siap untuk menjalankan program tersebut. Pada saat ini puskesmas kelurahan hanya dapat berfungsi sebagai penyuluh dan penjaring perempuan yang menjadi target deteksi dini kanker serviks. Sebagai pelaksana di puskesmas, Bidan lebih siap dari pada dokter untuk melakukan deteksi dini kanker serviks dilihat dari jumlah dan persentase bidan yang sudah dilatih untuk melakukan deteksi dini kanker serviks . Bila dilihat dari berbagai pelayanan yang seharusnya diberikan di puskesmas kelurahan, maka dari segi alat (lampu sorot, spekulum) serta ruang pemeriksaan, cukup banyak (60,60%) puskesmas yang tidak melaksanakan pelayanan ante natal care dan keluarga berencana yang merupakan pelayanan minimal yang harus disediakan. Adanya kerjasama dengan rumah sakit merupakan kegiatan yang mendukung program deteksi dini kanker serviks, karena walaupun tidak banyak, ada pasien yang memerlukan pemeriksaan dan pengobatan lanjut di rumah sakit. Saran 1.
2. 3.
Untuk perencanaan program deteksi dini kanker serviks di puskesmas, perlu pendataan petugas, sarana dan fasilitas. Data ini sebenarnya bisa diperoleh dari laporan tahunan terakhir. Sosialisasi program deteksi dini kanker serviks pada puskesmas dan masyarakat setempat. Peran aktif dari puskesmas diperlukan dalam menjaring wanita untuk dilakukan deteksi dini kanker serviks.
Ucapan Terima Kasih Penelitian ini dibiayai oleh Asialink-Female Cancer Program. Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh 429
Kesiapan Puskesmas dalam Pelaksanaan Program Deteksi Dini Kanker Serviks dinas kesehatan DKI Jakarta, suku dinas kesehatan di lima wilayah DKI Jakarta serta seluruh dokter dan bidan yang telah bersedia membantu terlaksananya penelitian ini. Daftar Pustaka 1. 2. 3.
4.
430
WHO. Control of cancer of the uterine cervix. A WHO meeting: Bulletin of the World Health Organization; 1986.p.64. Hakama M. Evaluation of screening programmes for gynaecological cancer. B J of Cancer. 1985;52:669-73. Hakama M. Screening for cancer of the uterine cervix. Lyon: International Agency for Research on Cancer; 1986. IARC Scientific Publications No. 76. Miller A. Report on a workshop UICC project on evaluation of
5.
6. 7.
screening for cancer. International Journal of Cancer. 1990;46:761-9. Mustar. Kanker Leher Rahim Menghantui Wanita Indonesia. http:/ /www.bkkbn.go.id/gemapria/article-detail.php?artid=39. Accessed April 12,2008. Blumenthal PD, McIntosh N. Cervical cancer prevention guidelines for low-resource settings. Baltimore7: JHPIEGO; 2005. Blumenthal PD, Lauterbach M, Sellors JW, Sankaranarayanan R. Training for cervical cancer prevention programs in low-resource settings: focus on visual inspection with acetic acid and cryotherapy. Int J Gynaecol Obstet. May 2005;89 Suppl 2:S307. HQ
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 9, September 2009